Top Banner
Skenario 2 Usus Buntu Seorang perempuan 17 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri kolik pada perut kanan bawah disertai muntah-muntah sejak 8 jam yang lalu.Nyeri dirasakan semakin hebat.Disuria, Poliuri dan riwayat hubungan seks disangkal. Mens 1 minggu yang lalu dan siklus haid teratur.Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,6 o C, bising usus menurun, rigiditas otot rektus meningkat, nyeri tekan didaerah Mc Burney. Nyeri pada colok dubur. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit. STEP 1 1. Disuria : Disuria adalah rasa sakit/nyeri saat berkemih (miksi/kencing). Disuria paling banyak disebabkan kerna infeksi, yaitu 60% dari seluruh kasus disuria. Infeksi paling umum adalah Infeksi saluran kemih, gejala awak pada infeksi adalah iritasi pada saluran urin, inilah yang membuat timbulnya rasa nyeri saat berkemih. Ketika urin keluar dari ginjal dan kemudian melewati bagian saluran yang iritasi maka akan terjadi gesekan urin dengan saluran yang terinfeksi tadi sehingga timbul rasa sakit saat berkemih. 1 2. Mc Burney : Garis imajiner yang menghubungkan Spina Iliaka Anterior Superior (SIAS) dan umbilikus dan terletak pada 1/3 lateral dari sias kanan. 1
25

Step 1,2,3,4,5

Feb 28, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Step 1,2,3,4,5

Skenario 2 Usus Buntu

Seorang perempuan 17 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri

kolik pada perut kanan bawah disertai muntah-muntah sejak 8

jam yang lalu.Nyeri dirasakan semakin hebat.Disuria, Poliuri

dan riwayat hubungan seks disangkal. Mens 1 minggu yang lalu

dan siklus haid teratur.Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38,6o C, bising usus menurun, rigiditas otot rektus meningkat,

nyeri tekan didaerah Mc Burney. Nyeri pada colok dubur.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit.

STEP 1

1. Disuria : Disuria adalah rasa sakit/nyeri saat berkemih

(miksi/kencing). Disuria paling banyak disebabkan kerna

infeksi, yaitu 60% dari seluruh kasus disuria. Infeksi

paling umum adalah Infeksi saluran kemih, gejala awak

pada infeksi adalah iritasi pada saluran urin, inilah

yang membuat timbulnya rasa nyeri saat berkemih. Ketika

urin keluar dari ginjal dan kemudian melewati bagian

saluran yang iritasi maka akan terjadi gesekan urin

dengan saluran yang terinfeksi tadi sehingga timbul rasa

sakit saat berkemih.1

2. Mc Burney : Garis imajiner yang menghubungkan Spina

Iliaka Anterior Superior (SIAS) dan umbilikus dan

terletak pada 1/3 lateral dari sias kanan.1

Page 2: Step 1,2,3,4,5

3. Nyeri kolik : sensasi nyeri yang timbul akibat kontraksi

(spasme) dinding organ berongga yang meningkat dalam

rangka mengeluarkan sumber obstruksi.1

4. Poliuri : Buang air kecil yang berlebihan, biasanya lebih

dari 2,5 liter per hari pada orang dewasa. Penyebab

paling umum poliuria adalah diabetes yang tidak

terkelola. Kondisi lain yang menyebabkan poliuria adalah

penyakit ginjal polikistik, penyakit anemia sel sabit,

pielonefritis, amiloidosis, sindrom Sjogren, dan myeloma.1

5. Rigiditas Otot : Spastisitas atau hipertonus otot

merupakan kelainan sistem saraf pusat yang ditandai oleh

otot yang terus menerus menerima impuls untuk menjadi

kaku. Saraf yang menginervasi otot tidak dapat

mengendalikan impuls yang masuk sehingga otot terus-

menerus mengalami hipertonus.1

6. Leukositosis : Keadaan dengan jumlah sel darah putih

dalam darah meningkat, melebihi nilai normal. Peningkatan

jumlah sel darah putih ini menandakan ada proses infeksi

di dalam tubuh.1

STEP 2

1. Apa diagnosis dan diagnosis banding pada kasus diatas?

2. Apa penyebab Poliuri dan Disuria?

3. Mengapa bising Usus menurun?

4. Apa penyebab Muntah?

STEP 3

Page 3: Step 1,2,3,4,5

1. Diagnosis Banding dan diagnosis :

a. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare

mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan

tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering

ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol

dibandingkan dengan apendisitis akut.

b. Demam Dengue

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip

peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif

untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit

meningkat.

c. Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin

memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan

siklus menstruasi.

d. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan

apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada

apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih

difus.

e. Kehamilan di luar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan

keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau

abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan,

akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah

pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

Page 4: Step 1,2,3,4,5

f. Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang

tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada

pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.

g. Endometriosis ovarium eksterna

Endometrium di luar rahim akan memberikan

keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan

darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak

ada jalan keluar.

h. Urolitiasis pielum/ ureter kanan

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut

menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang

khas. Eritrosituria sering ditemukan.

i. Penyakit saluran cerna lainnya

Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah

peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel,

perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis

akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi

usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,

karsinoid, dan mukokel apendiks.

j. Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks

veriformis. Apendisitis akut adalah peradangan

paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah

rongga abdomen, penyebab paling umum bedah abdomen

darurat.

Page 5: Step 1,2,3,4,5

Dalam kasus ini manifestasi klinik yang

dikeluhkan pasien sama dengan manifestasi

apendisitis yaitu :

1. Nyeri berawal dari epigastrium atau regio

umbilical disertai mual, muntah, dan anoreksia

2. Demam ringan 37,5-38,5 derajat celcius

3. Nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney

4. Nyeri tekan, nyeri lepas, defance muscular

5. Tidak mau makan, lemas, dan letargia2

2. Apa penyebab Poliuri dan Disuria?

Poliuri (BAK yang berlebihan) dan disuria (rasa

sakit saat berkemih) merupakan ciri atau gejala jika

diagnosisnya adalah infeksi pada saluran kemih. Pada saat

terjadinya infeksi saluran kemih akan terjadi gejala

poliuri dan disuria. Namun pada kasus appendisitis akut

bisa terjadi poliuri dan disuria jika appendix

vermiformis pada manusia mengalami infeksi dan menempel

pada vesica urinaria. Sehingga mendorong dinding vesica

dan menyebabkan rangsangan untuk buang air kecil sehingga

terjadilah Poliuri, hanya poliuri saja tidak disertai

dengan disuria.2

3. Mengapa bising usus menurun?

Bila bahan yang terinfeksi tersebar luas pada

permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar akan

menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan

timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik

Page 6: Step 1,2,3,4,5

berkurang, sampai timbulnya ileus paralitik, usus

kemudian menjadi atoni dan meregang, dan menyababkan

bising usus menurun.3

4. Apa penyebab muntah?

Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf –

saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf – saraf

ini menerima input dari :

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema

Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk

darat dan mual karena penyakit telinga tengah)

Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus

gastrointestinal)

Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang

berhubungan dengan cedera fisik)

Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks

dari gag refleks)

Pada penyakit appendisitis ini, input saraf yang

menyababkan terjadinya muntah adalah dari Nervus Vagus

yang membawa sinyal dari pusat infeksi yaitu appendiks

vermiformis.

Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di

medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian

ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan

area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi

di area postrema. Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2

(D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di

CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi

Page 7: Step 1,2,3,4,5

Apendisitis

Definisi Etiologi

Faktor resiko

Tanda dan gejala

Manifestasi klinik

Pemeriksaan penunjang PatofisiologiPenatalaksanaan

Peritonitis

Definisi Etiologi Penatalaksanaan

Pmeriksaan PenunjangFaktor resikoTanda dan gejala

Patofisiologi

yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor

muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim

pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya

reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat

muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf

spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan

refleks muntah.3

STEP 4

STEP 5

Page 8: Step 1,2,3,4,5

1. Apendisitis

2. Peritonitis

3. Mengapa terjadi nyeri alih

STEP 6 : BELAJAR MANDIRI

STEP 7 :

1. Apendisitis

a. faktor risiko terjadinya usus buntu:

Apendisitis paling umum terjadi pada usia 20-30

tahun

Selain itu kebersihan juga mempengaruhi terjadinya

peradangan usus buntu. Pada keadaan lingkungan yang

bersih maka akan mengurangi kemungkinan terjadinya

peradangan pada usus yang juga pada akhirnya

menyebabkan peradangan usus buntu

Pola makan yang tidak sehat. Pola makan yang kurang

serat dapat meningkatkan risiko gangguan pencernaan,

sehingga lebih jauh mengakibatkan usus buntu.4

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah :

akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus

appendisitis akut terutama pada kasus dengan

komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan

meningkat 

- Pemeriksaan urin :

Page 9: Step 1,2,3,4,5

untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan

bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat

membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding

seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal

yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama

dengan appendicitis4

Pemeriksaan Colok Dubur

Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12.

Pada appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri

terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.4

Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai

penyebab appendicitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.4

USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat

dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita,

juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat

dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding

seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.4

Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan

barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat

menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis

Page 10: Step 1,2,3,4,5

pada jaringan sekitarnya dan juga untuk

menyingkirkan diagnosis banding.5

CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis.

Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari

appendicitis seperti bila terjadi abses.5

Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera

fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix

dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini

dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada

saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan

pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung

dilakukan pengangkatan appendix.4

Kesimpulan

Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan melalui tiga hal

yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan

penunjang jika diperlukan. Penegakan diagnosis yang tepat

pada apendisitis dapat mengurangi komplikasi yang terjadi

serta mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas. 

c. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN

Penatalaksanaan standar untuk apendisitis adalah

operasi. Pernah dicoba pengobatan dengan antibiotik,

walaupun sembuh namun tingkat kekambuhannya mencapai 35

%. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka atau semi-

tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan

Page 11: Step 1,2,3,4,5

pembedahan atau apendektomi, harus diberikan

antibiotika selama 7 – 10 hari.

Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah

terjadinya ruptur (pecah), terbentuknya abses atau

peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis).

Pada hampir 15% pembedahan apendiks, apendiksnya

ditemukan normal. Tetapi penundaan pembedahan sampai

ditemukan penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat

fatal. Apendiks yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu

kurang dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan

meskipun apendisitis bukan penyebabnya, apendiks tetap

diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa perut dan

mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya.

Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi

angka kematian pada apendisitis. Penderita dapat pulang

dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan

biasanya cepat dan sempurna. Apendiks yang pecah,

prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus

yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian

antibiotik, angka kematian mendekati nol.2

Untuk memastikan lagi benar atau tidaknya

diagnosis appendisitis akut maka dilakukan penilaian

dengan skor Alvarado. Skor Alvarado adalah suatu sistem

pen-skor-an yang digunakan untuk menetapkan ada atau

tidaknya diagnosis appendisitis akut (penyakit usus

buntu). Skor Alvarado merupakan delapan komponen skor

yang terdiri dari enam komponen klinik dan dua komponen

Page 12: Step 1,2,3,4,5

laboratorium dengan total skor maksimal 10. Dibawah

adalah tabel skor Alvarado:

Tabel Skor Alvarado Skor

Gejala Klinis

         Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan

         Nafsu makan menurun

         Mual dan atau muntah

1

1

1Tanda Klinis

         Nyeri lepas

         Nyeri tekan fossa iliaka kanan

         Demam (suhu > 37,2⁰ C)

1

2

1Pemeriksaan Laboratoris

         Leukositosis (leukosit > 10.000/ml)

         Shift to the left  (neutrofil > 75%)

2

1

TOTAL 10

Interpretasi:

Skor 7-10 = Apendisitis akut

Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut

Skor 1-4 = Bukan apendisitis akut

2. Peritonitis

DEFINISI

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan

membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera

merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam

bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala,

Page 13: Step 1,2,3,4,5

diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,

defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.2

ETIOLOGI

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah

Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis

sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen,

tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi

kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi

translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh

limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen

jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang

kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites,

semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses.

Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar

molekul komponen asites pathogen yang paling sering

menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli

40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas,

Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif

yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus

lain 15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga

terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi

disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi

transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri

rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram

positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

Peritonitis tersier terjadi karena infeksi

peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau

Page 14: Step 1,2,3,4,5

peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari

kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya

timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.

Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis

steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan

kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi

kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-

organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).2

PATOFISIOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri

adalah keluarnya eksudat fibrosa. Kantong-kantong nanah

(abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitranya

sehingga membatasi infeksi.

Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi

menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita

fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler

dan membrane mengalami kebocoran. Jika defisit cairan

tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat

menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,

seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon

hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan

selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh

mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan

dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut

Page 15: Step 1,2,3,4,5

menumpuk.Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung,

tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk

dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh

permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut

meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum

dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra

peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan

retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia

bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak

ada, serta muntah.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen

usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,

membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan

menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada

permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat

timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis

umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus

paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,

mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan

oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-

lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya

pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus

dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik

(sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus

Page 16: Step 1,2,3,4,5

sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat

berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak

disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat

total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi

disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi

iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren

dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran

bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi

peritonitis.7

KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Peritonitis Bakterial Primer

Merupakan akibat kontaminasi bacterial secara

hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan

focus infeksi dalam abdomen. Penyebab bersifat

monomikrobial, biasanya E. Coli, sreptococus atau

pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi

menjadi dua yaitu:

o Spesifik misalnya Tuberculosis.

o Non spesifik: misalnya pneumonia non

tuberculosis Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis

ini adalah adanya malnutrisi, keganasan

intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok

resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik,

Page 17: Step 1,2,3,4,5

gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik,

dan sirosis hepatis dengan asites.

b.Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut

atau perforasi tractusi gastrointestinal atau

tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal

tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.

Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat

terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya

spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh

bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu

bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.

Kuman dapat berasal dari:

Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman

dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.

Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya

peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia,

perforasi usus sehingga feces keluar dari

usus.

Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ

intra abdominal, misalnya appendisitis.

c. Peritonitis tersier

Misalnya :

Peritonitis yang disebsbkan oleh jamur

Peritonitis yang sumber kumannya tidak

dapat ditemukan

Page 18: Step 1,2,3,4,5

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh

iritan langsung, sepertii misalnya empedu,

getah lambung, getah pankreas, dan urine.

d. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Aseptik/steril peritonitis

Granulomatous peritonitis

Hiperlipidemik peritonitis

Talkum peritonitis6

MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis peritonitis dapat menunjukkan

tingkat keparahan dan durasi terjadinya infeksi,

tergantung pada usia dan kondisi umum penderita.

Pemeriksaan fisik dapat dibedakan menjadi tanda-tanda

abdomen yang berasal dari peritonitis dan manifestasi

dari infeksi sitemik.

Keluhan utama berupa nyeri perut yang merupakan

tanda awal terjadinya peritonitis, nyeri perut bisa

terlokalisir ataupun difus, biasanya konstan dan tajam.

Perforasi organ visera menyebabkan nyeri yang mendadak,

dan terlokalisir di daerah terjadinya perforasi, tetapi

dapat menjadi nyeri yang menyeluruh jika terjadi

penyebaran kontaminasi. Nyeri dapat beralih ke daerah

bahu ipsilateral jika peritoneum diafragmatika terkena.

Sering disertai anoreksia, malaise, mual dan muntah.

Biasanya didapatkan juga konstipasi, kecuali jika

didapatkan abses di daerah pelvis (menyebabkan diare).

Page 19: Step 1,2,3,4,5

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium

akan memberikan tanda-tanda rangsangan peritonium.

Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans

muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas

di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai

hilang akibat kelumpuhan sementara usus.

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan

penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan

penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini

menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan

pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif

berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan,

bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa

nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas,

tes psoas, atau tes lainnya.

Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis

dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri

yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum

visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya

(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative

sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien

yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi

hingga menjadi hipotensi.

Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum

maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding

perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi

penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya

yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.

Page 20: Step 1,2,3,4,5

Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk

membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.

Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif

palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya

diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi,

atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya

trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau

penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan

penderita geriatric.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

a. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan

infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis

(>11.000 sel/ µL) dengan adanya shift to the left.

Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien

dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV)

keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah

leukopenia

b. PT, PTT dan INR

c. Test fungsi hati jika diindikasikan

d. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis

e. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada

saluran kemih (seperti pyelonephritis, renal stone

disease)

f. Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan

antobiotik

g. BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik

Page 21: Step 1,2,3,4,5

h. Diagnostic Peritoneal Lavage

i. Pemeriksaan cairan peritonium

Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 – 500 sel/µL dengan

dominan PMN merupakan indikasi dari pemberian antibiotik.

Kadar glukosa < 50 mg/dL, LDH cairan peritoneum > serum

LDH, pH < 7,0, amilase meningkat, didapatkan multipel

organisme.6

Radiologis

a. Foto polos

Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk

dan lateral dekubitus) adalah pemeriksaan radiologis

utama yang paling sering dilakukan pada penderita

dengan kecurigaan peritonitis. Ditemukannya gambaran

udara bebas sering ditemukan pada perforasi gaster

dan duodenum, tetapi jarang ditemukan pada perforasi

kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk

berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawag

diafragma (seringkali pada sebelah kanan) yang

merupakan indikasi adanya perforasi organ.

b. USG

USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada

kuadran kanan atas (abses perihepatik, kolesistitis,

dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di daerah

pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan akan terganggu

karena penderita merasa tidak nyaman, adanya distensi

abdomen dan gangguan distribusi gas abdomen. USG juga

dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan

peritoneum (asites), tetapi kemampuan mendeteksi

Page 22: Step 1,2,3,4,5

jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area sentral

dari rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan

dengan baik dengan USG tranabdominal. Pemeriksaan

melalui daerah flank atau punggung bisa meningkatkan

ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan penuntun

untuk dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang

termasuk sebagai salah satu diagnosis dan terapi pada

peritonitis. (7)

c. CT Scan

Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan

secara klinis, maka CT Scam tidak lagi diperlukan. CT

Scan abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada

kasus intraabdominal abses atau penyakita pada organ

dalam lainnya. Jika memungkinkan, CT Scan dilakukan

dengan menggunakan kontra ntravena. CT Scan dapat

mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal,

area inflamasi dan kelainan patologi GIT lainnya

dengan akurasi mendekati 100%. Abses peritoneal dan

pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain

dengan panduan CT Scan.6

PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah

focus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri

anti emetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan

muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker

akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi

kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi

diperlukan.

Page 23: Step 1,2,3,4,5

Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi

antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal,

terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon

peradangan. Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan

hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen

berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan

tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani

explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien

tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua

luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi

terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum, maka

tindakan laparotomi diperlukan.

Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok,

hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung,

buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal

dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan

indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien

harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien

luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi6

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut

sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi

komplikasi dini dan lanjut, yaitu :

a. Komplikasi dini

Septikemia dan syok septik Syok hipovolemik.

Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat

Page 24: Step 1,2,3,4,5

dikontrol dengan kegagalan multi sistemAbses residual

intraperitoneal Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut

Adhesi Obstruksi intestinal rekuren6

PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik,

sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan

akibat organisme virulen.3

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: Step 1,2,3,4,5

1. Dorland, W.A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland

Ed.28 (Alih Bahasa : AlbertusAgung Mahode). Jakarta : EGC

2. Jong, Wim de dan R. Sjamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah

Edisi Revisi. EGC : Jakarta.

3. Sylvia, A price & Lorrainne. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta:

EGC. 2008

4. Kumar. Et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7.

EGC: Jakarta.

5. Reksoprodjo, S dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.

Binarupa Aksara : Jakarta.

6. Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 Prima Medika :

Jakarta

7. M. Wilson, Lorraine.1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC