Top Banner
TEORI FITOREMEDIASI OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014
31

stela teori fitoremediasi1

Jan 17, 2017

Download

Documents

truongdang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: stela teori fitoremediasi1

TEORI FITOREMEDIASIOLEH

TUMBUHAN AIR

Disbatraksikan olehSmno.jursntnhfpub.2014

Page 2: stela teori fitoremediasi1

Istilah "hiperakumulator" menggambarkan sejumlah tanaman yang mempunyai kemampuan untuktumbuh pada tanah yang tercemar logam dan

mampu mengakumulasikan sejumlah besar logam berat dalam bagian tumbuhan di atas tanah, jauh melebihi kandungan yang ditemukan di

sebagian besar spesies, tanpa menderita efek fitotoksik. Tiga keunggulan dasar membedakan jenis-jenis hiper-akumulator dari jenis-jenis non-

hiperakumulator adalah: tingkat serapannya logam berat sangat tinggi, lebih cepat mentranslokasikan logam dari akar ke daun dan kemampuannya yang lebih besar untuk detoksifikasi dan menyimpan logam berat dalam daunnya

(Rascio dan Izzo, 2011). Sebuah terobosan menarik yang muncul dari fisiologis komparatif dan analisis molekuler dari jenis-jenis hiperakumulator dan non-hiperakumulator adalah bahwa sebagian besar langkah-langkah kunci proses hiperakumulasi bergantung pada aturan yang berbeda dan

ekspresi gen yang ditemukan di kedua jenis tumbuhan tersebut. Secara khusus, peran penentu dalam mendorong serapan, translokasi ke

daun, dan penyimpanannya dalam vakuola atau dinding sel sejumlah besar logam berat, dimainkan dalam hiperakumulator oleh overekspresi gen

konstitutif yang mengkode transporter transmembran, seperti anggota ZIP, HMA, MATE, YSL dan keluarga MTP (Rascio dan Izzo, 2011).

Hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan fungsi hiperakumulasi, sebagian besar bukti mendukung hipotesis "pertahanan elementer”, yang menyatakan bahwa tanaman hiperakumulasi logam berat sebagai mekanisme pertahanan terhadap musuh alami, seperti herbivora. Menurut hipotesis yang lebih baru

tentang "efek bersama", logam berat dapat beroperasi bersama-sama dengan senyawa organik defensif yang mengarah ke peningkatan pertahanan tubuh secara keseluruhan (Rascio dan Izzo, 2011).

Tanah yang terkontaminasi logam berat menimbulkan masalah yang meningkat bagi kesehatan manusia dan hewan. Menggunakan tanaman yang hiperakumulasi logam tertentu dalam upaya penyembuhan kontaminasi, telah

muncul selama 20 tahun terakhir. Spesies akumulator logam dapat digunakan untuk fitoremediasi (penghapusan kontaminan dari tanah) atau

fitomining (tanaman yang ditanam untuk memanen logam dari media tumbuhnya). Selain itu, karena banyak logam yang dapat hiperakumulasi ini

juga merupakan hara esensial bagi tumbuhan, fortifikasi hara dan fitoremediasi mungkin dianggap dua sisi dari mata uang yang sama.

. Rascio, N. dan F.N.Izzo. 2011. Heavy metal hyperaccumulating plants: How and why do they do it? And what makes them so interesting?. Plant Science, 180(2): 169-181.

Page 3: stela teori fitoremediasi1

Akumulasi Arsen (As) dalam tanaman pangan (seperti padi) menjadi perhatian utama dunia. Untuk mengetahui apakah fitoremediasi dapat mengurangi serapan As oleh tanaman padi, Ye et al. (2011) menanam

tanaman hiperakumulator As Pteris vittata pada lima tanah sawah yang terkontaminasi As dalam percobaan pot. Selama periode 9 bulan P. vittata

menyerap 3,5-11,4% dari total As dalam tanah, dan menurunkan As ekstraks fosfat dan As dalam air pori tanah sebesar 11-38% dan 18-77%. Tanaman

padi yang tumbuh setelah P. Vittata secara signifikan lebih rendah konsentrasi As dalam jerami dan gabah sebesar 17-82% dan 22-58%

dibandingkan dnegan kontrol. Fitoremediasi juga mengakibatkan perubahan spesiasi As dalam tanaman padi dengan sangat mengurangi konsentrasi

asam dimethylarsinic (DMA). Dalam dua tanah ternyata konsentrasi As anorganik pada gabah mengalami penurunan sebesar 50-58%. Hasil

penelitian ini menunjukkan sebuah stripping yang efektif As-tersedia dari tanah sawah yang terkontaminasi sehingga mengurangi serapan As oleh

tanaman padi (Ye et al., 2011) .

. Ye,W.L., M.A.Khan, S.P. McGrath dan F.J. Zhao. 2011. Phytoremediation of arsenic contaminated paddy soils with Pteris vittata markedly reduces arsenic uptake by rice. Environmental Pollution,

159(12): 3739-3743.

Page 4: stela teori fitoremediasi1

Marshes telah diusulkan sebagai lokasi untuk fitoremediasi logam. Nasib logam dalam jaringan tanaman merupakan isu penting tentang efektivitas dari

proses fitoremediasi ini. Weis dan Weis (2004) meninjau studi yang menyelidiki efek tanaman terhadap logam di lahan basah. Sebagian besar spesies tanaman rawa ternyata mirip dalam hal pola serapan logam dan konsentrasi logam di akar; beberapa spesies mempertahankan sejumlah

besar logam dalam akarnya dibandingkan spesies lainnya, yang mendistribusikan lebih banyak logam ke dalam jaringan di atas tanah, terutama daun. Penyimpanan logam dalam akar adalah yang paling

bermanfaat bagi fito-stabilisasi logam kontaminan, logam ini tidak-tersedia kalau terkonsentrasi dalam akar. Tanaman dapat mengubah spesiasi logam dan mungkin juga mengalami efek racun akibat akumulasinya. Logam daun dapat dikeluarkan melalui kelenjar garam dan dengan demikian kembali ke lingkungan rawa. Konsentrasi logam pada seresah daun dan batang dapat

menjadi kaya logam dari waktu ke waktu, karena sebagian kation mengalami adsorpsi atau penggabungan partikel halus dengan logam yang teradsorpsi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa logam dalam seresah menjadi tersedia bagi pemangsa detritus dan dengan demikian, bisa masuk ke dalam

jaring-jaring makanan. Oleh karena itu , Rawa dapat menjadi sumber dan “cadangan” kontaminan logam.

. . Weis,J.S. dan P. Weis. 2004. Metal uptake, transport and release by wetland plants: implications for phytoremediation and restoration. Environment International, 30(5): 685-700.

Page 5: stela teori fitoremediasi1

Zhang et al. (2011) meneliti akumulasi arsen (As) dan toleransi duckweed Spirodela polyrhiza L. dan potensinya untuk fito-filtrasi As. Jenis S. polyrhiza

mampu bertahan dalam konsentrasi tinggi As(V) dalam larutan. Nilai-nilai EC50 (± SE) berdasarkan As(V) eksternal adalah sebesar (181,66 ± 20,12) umol / L. Spesies ini mampu mengakumulasi (999 ± 95) mg As / kg bobot

kering, bila terpapar dengan larutan 320 umol / L As(V) selama satu minggu, dan mampu menyerap 400 mg As/ kg bobot kering dalam jaringan tubuhnya

tanpa kehilangan biomassa yang signifikan. Nilai-nilai EC50 (konsentrasi efektif As(V) dalam larutan hara yang menyebabkan penghambatan 50%

terhadap produksi biomassa) adalah sebesar (866 ± 68) mg / kg bobot kering, menunjukkan bahwa S. polyrhiza memiliki kemampuan tinggi

mengakumulasi As dan toleran terhadap As. Parameter kinetik serapan Vmax adalah (55,33 ± 2,24) nmol / (g dw-min) dan Km adalah (0.144 ± 0,011)

mmol / L. Dalam 72 jam, S. polyrhiza mampu menurunkan konsentrasi As dalam larutan 190-113 ng / mL dengan tingkat penghapusan 41%. Studi ini

menunjukkan bahwa tanaman air yang mengambang memiliki potensi sebagai fitofiltrasi As dalam tubuh perairan yang terkontaminasi As atau

tanah sawah (Zhang et al., 2011).

. . Zhang,X., Y. Hu, Y. Liu dan B. Chen. 2011. Arsenic uptake, accumulation and phytofiltration by duckweed (Spirodela polyrhiza L.). Journal of Environmental Sciences, 23(4): 601-606.

Page 6: stela teori fitoremediasi1

Kontaminasi tanah oleh logam berat dapat disebabkan oleh penyimpanan jangka panjang dari limbah lumpur di wilayah yang paling instalasi

pengolahan air limbah kota (instalasi pengolahan air limbah) di seluruh dunia. Metode yang berbeda untuk menangani pencemaran logam berat dan

rehabilitasi dapat diterapkan, tetapi mereka mahal. Fitoremediasi merupakan metode menggunakan tanaman untuk mengekstrak, menyita dan / atau

detoksifikasi polutan seperti logam berat. Phytotechnologies lebih menguntungkan secara ekonomi, daripada yang lain di situ dan ex situ

pendekatan perbaikan (mereka diperkirakan setidaknya 40% lebih murah). Suchkova, Darakas dan Ganoulis (2010) meneliti kesesuaian beberapa

jenis tanaman untuk fitoremediasi dalam kondisi alami. Jenis – jenis Brassica napus, Medicago sativa, Zea mays, Triticum aestivum dan Hordeum vulgare ditanam dalam pot dengan lumpur limbah dari IPAL "Bezludivka“ di Kharkiv,

Ukraina dan dari IPAl Sindos di Thessaloniki, Yunani.Tanaman dalam seri eksperimental ini dibandingkan dengan yang ada di sampel kontrol (spesies yang sama tumbuh dalam kompos). Dalam seri

eksperimental, pertumbuhan T. aestivum dan H. vulgare lebih lambat daripada jenis-jenis tanaman lainnya. Jenis M. sativa memiliki tingkat

perkecambahan yang terendah. Umumnya jenis B. napus dan M. sativa, memberikan produksi biomassa lebih rendah daripada Z. mays dan T.

aestivum. Kedua spesies terakhir ini mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk mengakumulasi logam berat (Cd, Cu, Ni, Pb, Zn, Cr, As dan Hg).

. . Suchkova,N., E. Darakas dan J. Ganoulis. 2010. Phytoremediation as a prospective method for rehabilitation of areas contaminated by long-term sewage sludge storage: A Ukrainian–Greek case

study. Ecological Engineering, 36(4): 373-378.

Page 7: stela teori fitoremediasi1

Distribusi Arsen (As) dan toksikologinya dalam lingkungan menjadi masalah yang serius, dengan jutaan orang di seluruh dunia terpengaruh oleh

toksikosis As. Sumber kontaminasi As dapat bersifat alamiah dan antropogenik, dan skala kontaminasinya berkisar dari lokal hingga regional. Ada banyak bidang penelitian yang sedang aktif dilakukan untuk mengatasi

masalah kontaminasi As. Metode-metode baru skrining As di lapangan, menentukan epidemiologi As pada manusia, dan mengidentifikasi risiko

serapan As di bidang pertanian terus berkembang. Remediasi pasokan air yang terkontaminasi As sangat penting dan penelitian dilakukan untuk menilai

potensi penyembuhan secara alamiah dan fitoremediasi. Bidang lain penelitian yang aktif adalah mediasi mikroba terhadap interaksi biogeokimia

As di dalam lingkungan (Bhattacharya, et al., 2007).Pada tahun 2005, sebuah konferensi diadakan untuk mempertemukan

ilmuwan yang terlibat dalam banyak bidang penelitian As yang berbeda-beda. Konferensi ini membahas sintesis masalah- masalah As dalam penelitian lama dan temuan-temuan baru yang mutakhir. Analisis dilakukan terhadap

isu-isu yang diangkat dalam konferensi tersebut bersama-sama dengan isu-isu kontemporer dan sejarah kontaminasi As dan dampak kesehatannya bagi

manusia.

Bhattacharya, P., A.H. Welch, K.G. Stollenwerk, M.J. McLaughlin, J.Bundschuh dan G. Panaullah. 2007. Arsenic in the environment: Biology and Chemistry. Science of The Total Environment, 379(2–3):

109-120..

Page 8: stela teori fitoremediasi1

Beberapa kelemahan yang tidak dapat dihindari dari teknologi tradisional telah mendorong pengembangan fitoremediasi alternatif yang menjanjikan

untuk menghilangkan arsenik dari tanah dan air yang terkontaminasi. Rahman, et al. (2007) melakukan penelitian potensi makrofita air Spirodela polyrhiza L. untuk fito-filtrasi arsenik, dan mengkaji mekanisme penyerapan

arsenik. Jenus S. polyrhiza L. ditumbuhkan dalam tiga konsentrasi uji arsenat dan asam dimethylarsinic (DMAA) (yaitu 1.0, 2.0 dan 4.0 μM) dengan

0 (kontrol), 100 atau 500 μM fosfat. Salah satu perlakuan kontrol juga ditetapkan untuk masing-masing konsentrasi uji arsenik. Konsentrasi pada

perlakuan kontrol adalah 0,02 μM. Ketika S. polyrhiza L. dibudidayakan hidroponik selama enam hari dalam larutan kultur yang mengandung 0,02 μM

fosfat dan 4,0 μM arsenate atau DMAA, serapan arsenik adalah 0.353 ± 0.003 umol/g dan 7,65 ± 0,27 nmol/g. Serapan arsenik oleh S. polyrhiza L. berkorelasi negatif dengan serapan fosfat ketika arsenat diaplikasikan pada larutan hara, karena mekanisme serapan keduanya mirip, dan berkorelasi

positif dengan penyerapan Fe , karena adsorpsi As oleh oksida besi. Dengan demikian, jenis S. polyrhiza L. mengakumulasikan arsenik dengan proses

adsorpsi fisika-kimia dan melalui jalur serapan fosfat ketika arsenat ditambahkan ke larutan hara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa S.

polyrhiza L. dapat menjadi fito-filtrator arsenik yang baik. Sebaliknya, akumulasi DMAA ke dalam S. polyrhiza L. tidak dipengaruhi oleh konsentrasi

fosfat dalam media budidayanya atau berkorelasi dengan akumulasi besi dalam jaringan tanaman, hal ini menunjukkan bahwa S. polyrhiza L. menggunakan mekanisme yang berbeda untuk penyerapan DMAA.

. Rahman, M.A., H.Hasegawa, K.Ueda, T.Maki, C.Okumura dan M.M.Rahman. 2007. Arsenic accumulation in duckweed (Spirodela polyrhiza L.): A good option for phytoremediation.

Chemosphere, 69(3): 493-499.

Page 9: stela teori fitoremediasi1

LBB fitoremediasi mempunyai nilai-nilai estetis, solar-driven, dan teknik-pasif yang berguna untuk membersihkan limbah termasuk logam, pestisida, minyak mentah, hidrokarbon polyaromatic, dan lindi sampah dan telah menjadi semakin diakui untuk meningkatkan kapasitas pengolahan air

limbah. Zhang, Zheng dan Sharp (2010) membahas mekanisme fitoremediasi dalam sistem lahan basah buatan (LBB) untuk mengurangi beban

kontaminan, serta penerapan fitoremediasi sebagai teknologi ramah lingkungan dalam sistem LBB di tingkat laboratorium dan lapangan. Kajian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan pemahaman tentang pentingnya fitoremediasi dalam sistem LBB, dan membangun kerangka kerja yang efektif

untuk aplikasi LBB lebih lanjut.

. Zhang, B.Y., J.S. Zheng dan R.G. Sharp. 2010. Phytoremediation in Engineered Wetlands: Mechanisms and Applications. Procedia Environmental Sciences, 2(..): 1315-

1325.

Page 10: stela teori fitoremediasi1

Sharma dan Sohn (2009) membahas pengetahuan toksisitas, spesiasi dan biogeokimia arsenik dalam sistem lingkungan perairan. Toksisitas arsen sangat tergantung pada spesiasi kimiawinya. Pengaruh pH, Eh, adsorpsi permukaan, mediasi biologis, bahan organik, dan zat anorganik seperti

sulfida dan fosfat , secara bersama-sama dengan cara yang kompleks dan dinamis menghasilkan spesies-spesies arsenik yang unik. Jumlah spesies

arsenik yang berbeda-beda ditemukan dalam sampel lingkungan dan pemahaman tentang transformasi di antara kedua spesies arsenik ini telah

meningkat selama beberapa dekade terakhir , sebagai akibat dari ditemukannya metode-metode analisis baru dan lebih akurat. Perubahan

spesies arsenik dan total kandungan arsenik dalam makanan olahan telah memunculkan risiko yang terkait dengan makanan olahan dan bahan pangan

mentah yang belum diolah. Penghapusan arsenik dari air dengan menggunakan adsorben, oksidasi kimia, fotolisis dan teknik oksidasi

fotokatalitik juga terakhir semakin berkembang.

Sharma, V.K. dan M. Sohn. 2009. Aquatic arsenic: Toxicity, speciation, transformations, and remediation. Environment International, 35(4): 743-759..

Page 11: stela teori fitoremediasi1

Fitz dan Wenzel (2002) mengkaji proses-proses utama yang berpotensi mempengaruhi perilaku arsenik dalam rizosfer tumbuhan. Interaksi rizosfir dianggap memainkan peran kunci dalam mengendalikan bioavailabilitas As

dan penting dalam peningkatan teknologi fitoremediasi. Kemajuan substansial telah dicapai mengenai proses-proses transformasi As dalam

tanah. Namun demikian, hampir tidak ada informasi yang tersedia mengenai perilaku As dalam rizosfer tumbuhan. Fitz dan Wenzel (2002) mengusulkan sebuah model konseptual tentang perilaku As dalam sistem tanah-rhizosfer

tumbuhan dengan mengintegrasikan semua pengetahuan yang tersedia dalam berbagai disiplin. Dengan menggunakan model ini dan hasil-hasil studi baru tentang hiper-akumulasi As, maka dapat disusun kebutuhan penelitian

dan penerapan proses-proses rhizosfer untuk pengembangan teknologi fitoremediasi bagi tanah-tanah yang tercemar As (Fitz dan Wenzel, 2002) .

. Fitz, W.J. dan W.W.Wenzel. 2002. Arsenic transformations in the soil–rhizosphere–plant system: fundamentals and potential application to phytoremediation. Journal of

Biotechnology, 99(3): 259-278.

Page 12: stela teori fitoremediasi1

Pencemaran arsenik dalam lingkungan perairan menjadi perhatian seluruh dunia karena toksisitas dan efek kronis pada kesehatan manusia.

Kekhawatiran ini telah menghasilkan peningkatan minat dalam penggunaan teknologi pengobatan yang berbeda untuk menghilangkan arsenik dari air yang terkontaminasi. Lahan basah dibangun adalah sistem alami hemat

biaya berhasil digunakan untuk menghapus berbagai polutan, dan mereka telah menunjukkan kemampuan untuk menghilangkan arsenik.

Lizama, Fletcher dan Sun (2011) mengkaji proses-proses penghapusan arsenik, membahas implikasi untuk sistem LBB, dan mengidentifikasi

kesenjangan pengetahuan kritis dan penelitian-penelitian masa depan. Reaktivitas arsenik berarti bahwa spesies arsenik yang berbeda dapat

ditemukan di lahan basah, dipengaruhi oleh vegetasi, mikroorganisme dan media tumbuhnya. Terlepas dari kenyataan bahwa serapan, curah hujan dan

kopresipitasi merupakan proses-proses utama yang bertanggung jawab untuk menghilangkan arsenik, ternyata bakteri dapat memediasi proses ini dan dapat memainkan peran penting pada kondisi lingkungan yang sesuai.

Faktor paling penting yang mempengaruhi spesiasi arsenik adalah pH, alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, kehadiran spesies kimia lainnya (besi,

belerang, fosfat ), sumber karbon, dan substrat lahan basah. Studi tentang komunitas mikroba dan spesiasi arsenik dalam fase padatan dengan

menggunakan teknik-teknik canggih dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang penghapusan arsenik dari air limbah.

Lizama, A.K., T.D. Fletcher dan G. Sun. 2011. Removal processes for arsenic in constructed wetlands. Chemosphere, 84(8): 1032-1043.

Page 13: stela teori fitoremediasi1

Mirza et al. (2010) melaporkan potensi Arundo donax untuk fito-ekstraksi arsenik dari air limbah sintetis. Spesies A. donax ini ditanam di rumah kaca dalam pot yang berisi larutan hara yang diperkaya dengan dosis As (0, 50,

100, 300, 600 dan 1000 mg / L) selama 21 hari dalam rancangan acak lengkap. Produksi bimasa batang, daun dan akar, parameter pertumbuhan,

kandungan arsen dan hara, semuanya diukur pada akhir percobaan. Peningkatan konsentrasi As dalam larutan hara menyebabkan peningkatan

biomasa daun dan akar tanpa gejala toksisitas pada spesies A. donax tumbuh pada media dengan berbagai konsentrasi As 50-600 mg / L.

Peningkatan stres oksidatif terjadi pada tingkat As 1000 mg / L. Dosis As hingga 600 mg/L tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman A. donax. Dari

hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa tanaman A. donax dapat digunakan untuk mengolah air yang terkontaminasi As hingga 600 mg / L

(Mirza et al., 2010) .

. . Mirza, N., Q. Mahmood, A. Pervez, R. Ahmad, R. Farooq, M.M.Shah dan M.R. Azim. 2010. Phytoremediation potential of Arundo donax in arsenic-contaminated synthetic

wastewater. Bioresource Technology, 101(15): 5815-5819.

Page 14: stela teori fitoremediasi1

Natarajan, et al. (2011) meneliti sebuah sistem hidroponik skala besar untuk fitoremediasi air-tanah yang tercemar As dengan menggunakan Pteris vittata (Pakis Cina) di lapangan. Dalam studi selama 30 minggu ini, dipelajari tiga pola panen pakis (semua, dewasa, dan daun-tua) dan dua skema isi-ulang

air untuk mengimbangi evapotranspirasi (air kaya As 140-180 mg / L dan air miskin As < 7 mg / L). Dua percobaan (Siklus 1 dan Siklus 2) dilakukan

dengan menggunakan tanaman yang sama dalam 24 tangki dengan masing-masing berisi 600 L air tanah yang tercemar As dan 32 pakis. Selama Siklus 1 dan dengan konsentrasi As awal 140 mg / L, tangki yang diisi ulang dengan

air miskin As, etika konsnetrasi As menurun menjadi <10 mg / L pada 8 minggu, dibandingkan dengan <10 mg / L pada 17 minggu dalam tangki yang diisi dengan air kaya As. Selama Siklus 2 dan dengan konsnetrasi awal 180

mg / L, waktu remediasi berkurang menjadi 2-5 minggu, menunjukkan bahwa pakis lebih efisien menyerap As. Di daerah di mana air bersih sangat terbatas, pengisian dnegan air yang tercemar As, dibarengi denegan

pemanenan daun-daun tua (mati) sangat dianjurkan untuk lebih efektifnya fitoremediasi As.

. Natarajan, S., R.H. Stamps, L.Q. Ma, U.K. Saha, D.Hernandez, Y.Cai dan E.J. Zillioux. 2011. Phytoremediation of arsenic-contaminated groundwater using arsenic

hyperaccumulator Pteris vittata L.: Effects of frond harvesting regimes and arsenic levels in refill water. Journal of Hazardous Materials, 185(2–3): 983-989.

Page 15: stela teori fitoremediasi1

Jankong, Visoottiviseth dan Khokiattiwong (2007) melakukan penelitian di rumah-kaca dan percobaan lapangan untuk membersihkan arsen (As) tanah

yang terkontaminasi, efek fosfor (P) dan pupuk mikroba rizosfir terhadap akumulasi arsenik oleh pakis silverback, Pityrogramma calomelanos. Percobaan lapangan dilakukan di Ron Phibun District, daerah yang terkontaminasi As di Thailand. Sampel tanah (136-269 mg / g As)

dikumpulkan dan digunakan dalam percobaan rumah kaca. Mikroba rhizosfer (bakteri dan jamur) diisolasi dari akar P. calomelanos yang tumbuh di Ron

Phibun District. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pupuk P meningkatkan biomassa tanaman dan akumulasi As oleh P. calomelanos. Rhizobakteri meningkatkan secara signifikan biomassa dan kandungan As

dalam tanaman. Dengan demikian, pupuk P dan rizosfir bakteri mampu meningkatkan fito-ekstraksi As. Sebaliknya, rhizofungi menurunkan secara

signifikan konsentrasi As pada tanaman, tetapi mampu meningkatkan biomassa tanaman. Oleh karena itu, jamur rizosfir mampu menunjukkan

pengaruhnya terhadap fito-stabilisasi As.

Jankong, P., P. Visoottiviseth dan S. Khokiattiwong. 2007. Enhanced phytoremediation of arsenic contaminated land. Chemosphere, 68(10): 1906-1912.

Page 16: stela teori fitoremediasi1

Zhang, et al. (2008) meneliti akumulasi As dan toleransi pakis air Azolla terhadap As. Lima puluh strain Azolla menunjukkan variasi yang besar dalam

hal kemampuannya mengakumulasikan As. Jenis-jenis pakis yang mempunyai kemampuan tertinggi dan terendah di antara 50 strain tersebut

dipilih untuk penelitian lebih lanjut. Jenis Azolla carolininia mengakumulasikan As dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jenis

Azolla filiculoides , karena kecepatan penyerapan arsenate yang lebih tinggi. Jenis A. filiculoides lebih tahan terhadap arsenat eksternal karena

penyerapannya lebih rendah. Kedua strain ini menunjukkan tingkat toleransi terhadap As yang sama. Arsenat dan arsenit adalam spesies As yang

dominan dalam kedua strain Azolla ini, dengan spesies As-metilasi sebesar < 5% dari total As. Jenis A. filiculoides memiliki proporsi arsenite yang lebih tinggi daripada jenis A. carolininia. Kedua strain ini mengekskresikan lebih

banyak arsenate daripada arsenit, dan jumlah ekskresi As sebanding dengan jumlah akumulasi As. Potensi Azolla yang tumbuh di lahan sawah untuk

mengurangi transfer As dari tanah dan air memasuki tanaman padi masih harus dikaji secara lebih mendalam (Zhang, et al., 2008) .

. . Zhang, X., A.J. Lin, F.J.Zhao, G.Z.Xu, G.L.Duan dan Y.G. Zhu. 2008. Arsenic accumulation by the aquatic fern Azolla: Comparison of arsenate uptake, speciation and efflux by A. caroliniana and A. filiculoides. Environmental Pollution,

156(3): 1149-1155.

Page 17: stela teori fitoremediasi1

Lee, Low dan Hew (1991) meneliti sepuluh jenis tumbuhan air yang dikumpulkan dari 22 kolam yang dibentuk dari kegiatan pertambangan timah

di Kuala Lumpur. Konsentrasi arsenik dalam tumbuhan ini sebagian mencerminkan konsentrasi arsenik air kolam, yang berkisar 0,002-0,25 mg / ml. Serapan arsenik oleh salah satu tumbuhan air, Hydrilla verticillata Casp., dipelajari di laboratorium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serapan As merupakan fungsi dari konsentrasi arsenik awal. Dengan adanya konsentrasi

fosfat yang tinggi, penyerapan arsenik oleh Hydrilla verticillata dihambat. Hydrilla verticillata dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran arsenik

dalam ekosistem akuatik, karena ia memenuhi kriteria untuk organisme indikator (Lee, Low dan Hew, 1991) .

. . Lee, C.K., K.S. Low dan N.S. Hew. 1991. Accumulation of arsenic by aquatic plants. Science of The Total Environment, 103(2–3): 215-227.

Page 18: stela teori fitoremediasi1

Litter, et al. (2012) mengkaji teknologi Skala kecil dan sekala rumah tangga yang murah untuk mengolah air minum bebas As, cocok untuk daerah

pedesaan dan pinggir kota yang terisolasi tidak terhubung ke jaringan air bersih di Amerika Latin. Beberapa dari teknologi ini hanyalah adaptasi dari

teknologi konvensional yang sudah digunakan pada skala besar dan menengah, tetapi teknologi lainnya ternyata ramah lingkungan dan

menggunakan bahan-bahan lokal dan sumberdaya dari wilayah yang terkena dampak. Teknologi ini membutuhkan peralatan yang sederhana dan murah yang dapat dengan mudah ditangani dan dikelola oleh penduduk setempat.

Metode pengolahan air ini didasarkan pada proses-proses berikut: kombinasi koagulasi / flokulasi dengan adsorpsi, adsorpsi dengan bahan geologi dan bahan alami lainnya yang murah, teknologi elektrokimia, metode biologis

termasuk fitoremediasi, penggunaan besi bervalensi-nol dan proses fotokimia. Dalam beberapa kasus, proses-proses ini telah diuji pada tingkat laboratorium dan tidak ada informasi yang cukup tentang biayanya. Namun demikian, dianggap bahwa teknologi yang disajikan merupakan alternatif

potensial untuk menghilangkan arsenik di daerah pedesaan dan daerah di pinggir kota yang terisolasi.

. Litter, M.I., M.T.A.Herrera, M.J. Arenas, M.A. Armienta, M. Avilés, R.E.Cáceres, H.N.Cipriani, L.Cornejo, L.E. Dias, A.F.Cirelli, E.M. Farfán, S.Garrido, L.Lorenzo, M.E. Morgada, M.A.O.Márquez dan A.P.Carrera. 2012. Small-scale and household methods to remove arsenic from water for drinking purposes in Latin America. Science of The

Total Environment, 429(July): 107-122..

Page 19: stela teori fitoremediasi1

Arsen (As) dan merkuri (Hg) adalah salah satu logam yang paling beracun / metaloid. . Lafabrie, et al. (2011) melakukan penelitian untuk menyelidiki bioakumulasi ini elemen dalam spesies Vallisneria neotropicalis, spesies

trofik kunci dalam lingkungan perairan. Untuk tujuan ini, konsentrasi As dan Hg ditentukan dalam sedimen dan populasi alami V. neotropicalis di sub-

muara Mobile Bay (Alabama, USA), dibedakan sehubungan dengan masa lalunya dan dampak antropogeniknya. Analisis menunjukkan bahwa ikan-ikan sungai ternyata paling terkontaminasi; kandungan As yang ditemukan dalam sedimen sungai berada dalam kisaran yang berpotensi menimbulkan efek

samping pada biota. Konsentrasi As dalam sedimen cukup berkorelasi dengan konsentrasi As dalam V. neotropicalis; tidak ada korelasi yang ditemukan antara konsentrasi Hg sedimen dan Hg dalam tumbuhan.

Beberapa parameter menunjukkan hubungan potensial tersebut (misalnya, perbedaan karakteristik sedimen dan fenomena "pengenceran biologis”).

Hasil penelitian ini menyoroti berbagai parameter yang dapat mempengaruhi akumulasi logam / metaloid di dalam tumbuhan air , serta respon spesies-spesifik untuk melacak kontaminasi (Lafabrie, et al., 2011) . Penelitian ini menggarisbawahi perlunya penyelidikan lebih lanjut tentang bioakumulasi

kontaminan dalam lingkungan pesisir.

. Lafabrie, C., K.M. Major, C.S. Major dan J. Cebrián. 2011. Arsenic and mercury bioaccumulation in the aquatic plant, Vallisneria neotropicalis.

Chemosphere, 82(10): 1393-1400.

Page 20: stela teori fitoremediasi1

Visoottiviseth, Francesconi dan Sridokchan (2002) melakukan penelitian untuk menilai potensi spesies tanaman asli dalam fitoremediasi, Sampel

tanaman dan tanah dikumpulkan dari dua daerah di Thailand yang memiliki sejarah pencemaran arsenik dari proses tailing tambang. Konsentrasi arsenik

dalam tanah berkisar antara 21 - 14.000 mg /g di daerah Ron Phibun, dan dari 540 -16.000 mg /g di daerah Bannang Sata. Kriteria yang digunakan untuk memilih tanaman fitoremediasi adalah: Toleransi As sangat tinggi,

faktor bioakumulasi tinggi, siklus hidup yang pendek, tingkat propagasi tinggi, distribusi yang luas dan biomassa bagian tanaman di atas tanah yang besar.

Dari 36 spesies tumbuhan, hanya dua spesies pakis (Pityrogramma calomelanos dan Pteris vittata), Mimosa pudica, dan semak-semak

(Melastoma malabrathricum), yang tampaknya cocok untuk fitoremediasi. Pakis merupakan jenis tumbuhan yang paling ahli dalam mengumpulkan

arsenik dari dalam tanah, mencapai konsentrasi hingga 8350 mg/g (biomassa kering) di dalam daun-daunnya (Visoottiviseth, Francesconi dan Sridokchan,

2002) .

Visoottiviseth, P., K.Francesconi dan W.Sridokchan. 2002. The potential of Thai indigenous plant species for the phytoremediation of arsenic contaminated land.

Environmental Pollution, 118(3): 453-461. .

Page 21: stela teori fitoremediasi1

Sasmaz dan Obek (2009) menggunakan tanaman air sebagai metode praktis dan efektif untuk menghilangkan unsur-unsur beracun dari air limbah kota. Dalam studi ini, digunakan jenis Lemna gibba karena kemampuannya

untuk menyerap uranium, arsenik, dan boron dari air limbah sekunder. Spesies L. gibba dikumpulkan dari danau alam di Elazığ, Turki, kemudian diaklimatisasi dengan air limbah in situ. Konsentrasi unsur-unsur beracun

dalam bahan tanaman dianalisis sebagai fungsi waktu selama 7 hari. Spesies L. gibba ternyata mengakumulasikan unsur-unsur beracun, terutama dalam

dua hari pertama. Arsenik, uranium, dan boron terakumulasi dalam konsentrasi tertinggi (133%, 122%, dan 40%). Namun demikian, pada hari-

hari berikutnya, tingkat akumulasi menunjukkan kenaikan dan penurunan, hal ini mungkin karena L. gibba sudah mencapai tingkat kejenuhan.

Sasmaz, A. dan E.Obek. 2009. The accumulation of arsenic, uranium, and boron in Lemna gibba L. exposed to secondary effluents. Ecological

Engineering, 35(10): 1564-1567..

Page 22: stela teori fitoremediasi1

Khang, Hatayama dan Inoue (2012) meneliti makrofita air spesies C.demersum L. untuk mengetahui efisiensi serapan arsen (As) dalam kondisi

laboratorium. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pH larutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akumulasi As oleh C. demersum.

Akumulasi tertinggi pada pH 5 dan menurun kalau nilai pH meningkat. Tanaman yang terpapar dengan berbagai konsentrasi arsenit (As (III)) selama

24 dan 48 jam, menunjukkan respon toleransi dan beracun. Akumulasi As oleh C. demersum tergantung pada konsentrasi As(III) dan durasi paparannya. Pada konsnetrasi 40 μM setelah 24 jam, tanaman

mengakumulasikan 227,5 ug/ g As dan tidak menunjukkan gejala toksisitas. Namun demikian, setelah 48 jam, akumulasi As mencapai 302,4 mg/g dan

produksi biomassa menurun secara signifikan. Efek racun yang terbukti dengan adanya gejala nekrosis tanaman dan produksi biomassa negatif,

yang mengarah kepada penurunan jumlah akumulasi As. Selain itu, penambahan zat besi (Fe) dalam larutan hara (0,18 mM) sangat

mempengaruhi penyerapan dua spesies arsenik, yaitu penyerapan As (III) ditingkatkan dengan kehadiran Fe, tetapi penyerapan arsenat (As (V))

mengalami hambatan serius (Khang, Hatayama dan Inoue, 2012) .

Khang, H.V., M.Hatayama dan C.Inoue. 2012. Arsenic accumulation by aquatic macrophyte coontail (Ceratophyllum demersum L.) exposed to arsenite, and the effect

of iron on the uptake of arsenite and arsenate. Environmental and Experimental Botany, 83(November): 47-52.

Page 23: stela teori fitoremediasi1

Kamal, et al. (2004) meneliti kemampuan tiga jenis tumbuhan air untuk menghilangkan logam berat dari air yang terkontaminasi, yaitu: spesies

Myriophylhum aquaticum, Ludwigina palustris, dan Mentha aquatic. Tanaman ini diperoleh dari Sistem Aquatic Surya yang mengolah air limbah

kota. Semua jenis tumbuhan ini mampu menyerap Fe, Zn, Cu, dan Hg dari air limbah yang terkontaminasi. Efisiensi serapannya rata-rata untuk tiga spesies tanaman adalah 99,8%, 76,7%, 41,62%, dan 33,9% untuk logam Hg, Fe, Cu, dan Zn. Tingkat penyerapan seng dan tembaga relatif konstan (0,48 mg / l / hari untuk Zn , dan 0,11 mg / l / hari untuk Cu), sedangkan serapan besi dan merkuri tergantung pada konsentrasinya dalam air yang terkontaminasi dan berkisar dari 7,00-0,41 mg / l / hari untuk Fe dan 0,0787-0,0002 mg / l / hari untuk Hg. Spesies Myriophylhum aquaticum menunjukkan toleransi yang

lebih besar , diikuti oleh Mentha aquatic dan Ludwigina palustris. Pertumbuhan Ludwigina palustris secara nyata dipengaruhi oleh keracunan logam berat. Selektivitas logam berat untuk tiga spesies tanaman ini adalah sama (Hg> Fe> Cu> Zn). Keseimbangan massa yang terjadi pada sistem ini menunjukkan bahwa sekitar 60,45-82,61% seng dan 38,96-60,75% tembaga telah dihapus oleh pengendapan seng-fosfat dan tembaga-fosfat (Kamal, et

al., 2004).

Kamal, M., A.E.Ghaly, N.Mahmoud dan R.Côté. 2004. Phytoaccumulation of heavy metals by aquatic plants. Environment International, 29(8): 1029-1039. .

Page 24: stela teori fitoremediasi1

.Penyerapan logam berat dari air telah didekati dengan menggunakan

beragam teknologi yang berbeda-beda. Fito-teknologi , dengan meningkatnya perkembangan selama dua dekade terakhir, menggunakan tumbuhan untuk menyerap logam. Miretzky, Saralegui dan Cirelli. (2004 ) menggunakan tiga

jenis makrofita yang tumbuh mengambang di danau Pampas dangkal (Argentina), yaitu Pista stratiotes, Spirodela intermedia dan Lemna minor , di laboratorium untuk secara bersamaan menyerap beberapa logam berat (Fe, Cu, Zn, Mn, Cr dan Pb) yang dihasilkan dari aktivitas antropogenik, dalam

rangka untuk mensimulasikan lingkungan alami yang tercemar. Pengamatan dilakukan untuk konsentrasi logam selama 15 hari. Persentase serapan logam yang cukup tinggi diperoleh untuk 3 spesies tanaman. Spesies L.

minor ternyata tidak mampu bertahan hidup pada kondisi percobaan. Korelasi yang tinggi terjadi antara konsnetrasi logam dalam air dengan konsentrasi

logam dalam makrofita, penyimpangan terjadi karena adanya pengendapan PbCrO4. Tingkat serapan logam oleh tiga spesies tumbuhan yang diteliti

ternyata tergantung pada konsentrasi logam dalam perairan.

. Miretzky, P., A.Saralegui dan A.F.Cirelli. 2004. Aquatic macrophytes potential for the simultaneous removal of heavy metals (Buenos Aires, Argentina). Chemosphere, 57(8):

997-1005.

Page 25: stela teori fitoremediasi1

Souza, et al. (2013) melakukan penelitian untuk menilai pengurangan hara dan bahan organik di perairan tercemar menggunakan jenis Myriophyllum aquaticum. Dua belas kelompok eksperimental disusun dan didistribusikan

dalam enam kelompok kontrol (CG) dan enam kelompok tanaman perlakuan (PTG). Analisis dilakukan dalam tiga set sampling dan diukur setiap tiga hari:

kebutuhan oksigen kimia (COD), biochemical oxygen demand (BOD), nitrogen amonia (AN), nitrogen organik (ON), Total N-Kjeldahl (TKN), dan Total fosfor (TP), Oksigen terlarut (DO), pH, konduktivitas listrik (EC), dan suhu (TEMP). Parameter yang menunjukkan variasi di antara kelompok

percobaan adalah oksigen terlarut (0,1-5,0 mg L-1), pH (7,5-8,5), konduktivitas listrik (550-750 mikrodetik /cm), dan suhu (15-19°C) . Level

tertinggi dari penghapusan terjadi pada hari 30 sebesar 75,4% untuk BOD; 67,4% untuk COD; 88,3% untuk TKN; dan 93,6% untuk TP. Penggunaan

jenis M. aquaticum menunjukkan potensi aplikasi untuk fitoremediasi, tumbuhan ini mampu menurunkan COD, BOD, dan TP pada hari ke 15, dan

AN dan TKN pada hari ke 30 (Souza, et al., 2013) .

. Souza, F.A., M.Dziedzic, S.A.Cubas dan L.T.Maranho. 2013. Restoration of polluted waters by phytoremediation using Myriophyllum aquaticum (Vell.) Verdc., Haloragaceae.

Journal of Environmental Management, 120(May ): 5-9..

Page 26: stela teori fitoremediasi1

Pemahaman yang lebih baik tentang serapan logam dan translokasinya oleh tumbuhan air dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja sistem Lahan

Basah Buatan (LBB) untuk pengolahan limpasan air hujan. Fritioff dan Greger (2006) melakukan penelitian untuk menguji apakah penyerapan Zn, Cu, Cd, dan Pb oleh spesies Potamogeton natans terjadi melalui daun, batang, atau

akar, dan apakah ada translokasi logam dari organ serapan ke bagian tanaman lainnya. Analisis juga dilakukan terhadap persaingan di antara logam dalam proses penyerapan dan pada tingkat dinding sel di tempat

akumulasi logam dalam batang dan daun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Zn, Cu, Cd, dan Pb dapat diserap oleh daun, batang, dan akar,

dengan akumulasi tertinggi ditemukan dalam akar. Pada konsentrasi logam yang tinggi dalam limpasan air-hujan ternyata penyerapan Cu agak terbatas, tetapi hal ini tidak terjadi pada penyerapan Zn, Cd, atau Pb, oleh akar; hal ini menunjukkan adanya persaingan di antara logam. Sebesar 24% - 59% dari kandungan logam ternyata terikat pada dinding sel tanaman. Kecuali dalam

kasus Pb, fraksi logam yang dinding sel umumnya lebih kecil di batang daripada di daun. Tidak ada translokasi logam ke bagian lain dari tanaman, kecuali Cd yang ditranslokasikan dari daun ke batang dan sebaliknya. Oleh karena dispersi logam dari sedimen ke air melalui P. natans tidak mungkin

terjadi .

. . Fritioff, A. dan M.Greger. 2006. Uptake and distribution of Zn, Cu, Cd, and Pb in an aquatic plant Potamogeton natans. Chemosphere, 63(2): 220-227.

Page 27: stela teori fitoremediasi1

Quiñones, et al, (2009) memilih tumbuhan air Salvinia auriculata, Pistia stratiotes dan Eichhornia crassipes untuk menyelidiki pengurangan Cr(VI)

oleh biosorpsi akar dalam percobaan serapan kromium, dengan menggunakan teknik XRF resolusi tinggi. Tanaman ini ditanam dalam media

hidroponik yang disuplai dnegan konsentrasi Cr non-beracun selama percobaan serapan logam 27 hari. Metode resolusi tinggi Cr-Kβ fluoresensi

spektrum untuk jaringan akar kering, dan bahan referensi Cr (100% Cr, Cr2O3, dan CrO3) diukur dengan menggunakan spektrometer XRF.

Hasil penelitian menunjukkan adanya reduksi Cr (VI) menjadi bentuk yang kurang toksik. Berdasarkan bukti eksperimental, proses reduksi Cr(VI) terjadi

selama biosorpsi logam oleh jenis tumbuhan air ini.

. . Quiñones, F.R.E., N. Martin, G.Stutz, G.Tirao, S.M.Palácio, M.A. Rizzutto, A.N.Módenes, F.G. Silva Jr., N.Szymanski dan A.D.Kroumov. 2009. Root uptake and

reduction of hexavalent chromium by aquatic macrophytes as assessed by high-resolution X-ray emission. Water Research, 43(17): 4159-4166.

Page 28: stela teori fitoremediasi1

. Components of floating emergent macrophyte treatment wetlands influencing removal of stormwater pollutants

Original Research ArticleEcological Engineering, Volume 37, Issue 3, March 2011, Pages 474-486Chris C. Tanner, Tom R. HeadleyClose abstract

 Purchase PDF - $35.95Abstract

Floating treatment wetlands planted with emergent macrophytes (FTWs) provide an innovative option for treating urban stormwaters. Emergent plants grow on a mat floating

on the water surface, rather than rooted in the bottom sediments. They are therefore able to tolerate the wide fluctuations in water depths that are typical of stormwater

ponds. To better understand the treatment capabilities of FTWs, a series of replicated (n = 3) mesocosm experiments (12 × 0.7 m3 tanks using 0.36 m2 floating mats) were

conducted over seven day periods to examine the influence of constituent components of FTWs (floating mat, soil media, and four different emergent macrophyte species) for removal of copper, zinc, phosphorus and fine suspended solids (FSS) from synthetic stormwater. The presence of a planted floating mat significantly (P < 0.05) improved

removal of copper (>6-fold), fine suspended particles ( 3-fold reduction in turbidity) and ∼dissolved reactive P (in the presence of FSS) compared to the control. Living plants

provided a large submerged root surface-area (4.6–9.3 m2 of primary roots m−2 mat) for biofilm development and played a key role in the removal of Cu, P and FSS. Uptake of

Cu and P into plant tissues during the trials could only account for a small fraction of the additional removal found in the planted FTWs, and non-planted floating mats with artificial roots providing similar surface area generally did not provide equivalent

benefits. These responses suggest that release of bioactive compounds from the plant roots, or changes in physico-chemical conditions in the water column and/or soils in the

planted FTWs indirectly enhanced removal processes by modifying metal speciation (e.g. stimulating complexation or flocculation of dissolved fractions) and/or the sorption characteristics of biofilms. The removal of dissolved zinc was enhanced by the inclusion

of a floating mat containing organic soil media, with reduced removal when vegetated with all except one of the test species. The results indicate that planted FTWs are capable of achieving dissolved Cu and Zn mass removal rates in the order of 5.6–7.7 mg m−2 d−1 and 25–104 mg m−2 d−1, respectively, which compare favourably to removal rates reported for conventional surface flow constructed wetlands treating

urban stormwaters. Although not directly measured in the present study, the removal of particulate-bound metals is also likely to be high given that the FTWs removed

approximately 34–42% of the turbidity associated with very fine suspended particulates within three days. This study illustrates the promise of FTWs for stormwater treatment,

and supports the need for larger-scale, longer-term studies to evaluate their sustainable treatment performance.

.

Page 29: stela teori fitoremediasi1

. Phytoremediation of chromium by model constructed wetlandOriginal Research ArticleBioresource Technology, Volume 97, Issue 15, October 2006,

Pages 1767-1772Catherine Mant, Sylvia Costa, John Williams, Elias Tambourgi

Chromium is a pollutant present in tannery wastewater, its removal is necessary for protection of the environment. Penisetum purpureum, Brachiaria decumbens and Phragmites australis were grown hydroponically in experimental gravel beds to determine their potential for the phytoremediation of solutions containing 10 and

20 mg Cr dm−3. These concentrations, similar to tannery wastewater after initial physico-chemical treatment were used with the aim of developing an economic secondary

treatment to protect the environment. All the systems achieved removal efficiencies of 97–99.6% within 24 h. P. purpureum and B. decumbens removed 78.1% and 68.5%

respectively within the first hour. Both P. purpureum and B. decumbens were tolerant of the concentrations of chromium applied, but P. purpureum showed the greatest potential

because its faster growth and larger biomass achieved a much greater chromium removal over the whole length of time of the experiment.

.

Page 30: stela teori fitoremediasi1

Heavy metal adsorption properties of a submerged aquatic plant (Ceratophyllum demersum)

Original Research ArticleBioresource Technology, Volume 92, Issue 2, April 2004, Pages 197-200O. Keskinkan, M.Z.L. Goksu, M. Basibuyuk, C.F. Forster

Heavy metals can be adsorbed by living or non-living biomass. Submerged aquatic plants can be used for the removal of heavy metals. In this paper, lead, zinc, and copper

adsorption properties of Ceratophyllum demersum (Coontail or hornwort) were investigated and results were compared with other aquatic submerged plants. Data

obtained from the initial adsorption studies indicated that C. demersum was capable of removing lead, zinc, and copper from solution. The metal biosorption was fast and equilibrium was attained within 20 min. Data obtained from further batch studies

conformed well to the Langmuir Model. Maximum adsorption capacities (qmax) onto C. demersum were 6.17 mg/g for Cu(II), 13.98 mg/g for Zn(II) and 44.8 mg/g for Pb(II).

Kinetics of adsorption of zinc, lead and copper were analysed and rate constants were derived for each metal. It was found that the overall adsorption process was best

described by pseudo second-order kinetics. The results showed that this submerged aquatic plant C. demersum can be successfully used for heavy metal removal under

dilute metal concentration..

.

Page 31: stela teori fitoremediasi1

. The use of Bassia indica for salt phytoremediation in constructed wetlandsOriginal Research ArticleWater Research, Volume 46, Issue 13, 1 September 2012,

Pages 3967-3976Oren Shelef, Amit Gross, Shimon Rachmilevitch

The treatment and reuse of wastewater in constructed wetlands offers a low-cost, environmentally-friendly alternative for common engineered systems. Salinity in treated

wastewater is often increased, especially in arid and semi-arid areas, and may harm crops irrigated from wetlands. We have strong evidence that halophyte plants are able

to reduce the salinity of wastewater by accumulating salts in their tissues. Bassia indica is an annual halophyte with unique adaptations for salt tolerance. We performed three

experiments to evaluate the capability of B. indica for salt phytoremediation as follows: a hydroponic system with mixed salt solutions, a recirculated vertical flow constructed wetland (RVFCW) with domestic wastewater, and a vertical flow constructed wetland (VFCW) for treating goat farm effluents. B. Indica plants developed successfully in all

three systems and reduced the effluent salinity by 20–60% in comparison with unplanted systems or systems planted with other wetland plants. Salinity reduction was attributed to the accumulation of salts, mainly Na and K, in the leaves. Our experiments

were carried out on an operative scale, suggesting a novel treatment for green desalination in constructed wetlands by salt phytoremediation in desert regions and

other ecosystems.

.