A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai ….. 76 STATUS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG DAN PENGENDALIANNYA A. Haris Talanca Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung, sehingga syarat pelepasan suatu varetas jagung hibrida maupun komposit adalah calon varietas harus mempunyai sifat tahan terhadap penyakit bulai. Penyakit ini disebabkan oleh 10 jenis spesies, namun di Indonesia baru ditemukan tiga spesies yaitu Peronosclerospora maydis, P. phillipinensis, dan P. sorgi masing-masing dengan daerah penyebaran di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Tanah karo di Sumatera Utara, Batu di Malang. Pelepasan konidia cendawan terjadi sekitar pukul 5 pagi hari dan sekaligus disebarkan oleh angin dan bila jatuh dipermukaan daun terutama di daerah titik tumbuh, maka akan terjadi infeksi yang gejalanya bersifat sistemik, selanjutkan akan dapat mematikan tanaman jagung. Penyakit bulai sudah menjadi penyakit endemik di beberapa daerah terutama di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur (Kabupaten Kediri, Jombang, dan Blitar), Kalimantan Barat (Kabupaten Bengkayang). Kehilangan hasil dapat mencapai 100% (puso) bila penyakit ini menginfeksi tanaman jagung diumur muda (10-15 HST.). Gejala khas penyakit bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang daun, dengan batas yang jelas dari daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Daun permukaan bawah terdapat warna putih seperti tepung, hal ini sangat tampak dipagi hari. Upaya pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu penggunaan varietas tahan, sanitasi lingkungan pertanaman jagung, pergiliran varietas jagung atau rotasi ke tanaman lain, dan penggunaan fungisida yang efektif dengan perlakuan benih (seed treatment). Kata kunci: penyakit bulai, Peronosclerospora, varietas, dan pengendalian. PENDAHULUAN Jagung di Indonesia merupakan makanan pokok kedua setelah beras dan salah satu dari lima komoditas program utama pemerintah dengan menitikberatkan pada swasembada yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan karena permintaan jagung secara nasional terus meningkat sejalan dengan berkembangnya usaha industri pakan ternak dan makanan olahan, bahkan menurut Mawardi et al. (2007) kedepan jagung akan menjadi sumber energi. Berbagai upaya peningkatan produksi jagung nasional telah dilakukan diantaranya penggunaan bibit unggul baru dengan potensi hasil tinggi seperti jagung hibrida dan komposit, pemupukan berimbang sesuai kebutuhan tanaman dan status hara tanah, termasuk penggunaan Bagan Warna Daun (BWD), pemanfaatan lahan
12
Embed
STATUS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN …kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/prosiding/8...A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai ….. 76 STATUS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
76
STATUS PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG DAN
PENGENDALIANNYA
A. Haris Talanca
Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK
Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung, sehingga syarat pelepasan
suatu varetas jagung hibrida maupun komposit adalah calon varietas harus mempunyai sifat
tahan terhadap penyakit bulai. Penyakit ini disebabkan oleh 10 jenis spesies, namun di
Indonesia baru ditemukan tiga spesies yaitu Peronosclerospora maydis, P. phillipinensis, dan P.
sorgi masing-masing dengan daerah penyebaran di Pulau Jawa, Sulawesi, dan Tanah karo di
Sumatera Utara, Batu di Malang. Pelepasan konidia cendawan terjadi sekitar pukul 5 pagi hari
dan sekaligus disebarkan oleh angin dan bila jatuh dipermukaan daun terutama di daerah titik
tumbuh, maka akan terjadi infeksi yang gejalanya bersifat sistemik, selanjutkan akan dapat
mematikan tanaman jagung. Penyakit bulai sudah menjadi penyakit endemik di beberapa
daerah terutama di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur (Kabupaten Kediri, Jombang, dan Blitar),
Kalimantan Barat (Kabupaten Bengkayang). Kehilangan hasil dapat mencapai 100% (puso) bila
penyakit ini menginfeksi tanaman jagung diumur muda (10-15 HST.). Gejala khas penyakit bulai
adalah adanya warna khlorotik memanjang sejajar tulang daun, dengan batas yang jelas dari
daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Daun permukaan bawah terdapat warna putih
seperti tepung, hal ini sangat tampak dipagi hari. Upaya pengendalian penyakit bulai dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu penggunaan varietas tahan, sanitasi lingkungan
pertanaman jagung, pergiliran varietas jagung atau rotasi ke tanaman lain, dan penggunaan
fungisida yang efektif dengan perlakuan benih (seed treatment).
Kata kunci: penyakit bulai, Peronosclerospora, varietas, dan pengendalian.
PENDAHULUAN
Jagung di Indonesia merupakan makanan pokok kedua setelah beras dan
salah satu dari lima komoditas program utama pemerintah dengan menitikberatkan
pada swasembada yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan karena permintaan jagung
secara nasional terus meningkat sejalan dengan berkembangnya usaha industri pakan
ternak dan makanan olahan, bahkan menurut Mawardi et al. (2007) kedepan jagung
akan menjadi sumber energi.
Berbagai upaya peningkatan produksi jagung nasional telah dilakukan
diantaranya penggunaan bibit unggul baru dengan potensi hasil tinggi seperti jagung
hibrida dan komposit, pemupukan berimbang sesuai kebutuhan tanaman dan status
hara tanah, termasuk penggunaan Bagan Warna Daun (BWD), pemanfaatan lahan
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
77
sawah setelah padi dan lahan kering, serta IP-400 jagung, yang penerapannya sesuai
konsep inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) jagung.
Kegiatan usahatani jagung dilapang terkadang mengalami berbagai hambatan
diantaranya kesiapan benih saat tanam, pupuk tidak tepat waktu dan ketersediaan air
irigasi (pompanisasi), serta gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT)
terutama penyakit bulai. Penyakit ini merupakan penyakit utama pada tanaman jagung
di Indonesia dan di negara-negara penghasil jagung lainnya di dunia. Kerusakan yang
diakibatkan oleh infeksi penyakit bulai pada tanaman jagung umur muda (10-15) dapat
mencapai 100%, terutama pada jagung varietas rentan (peka).
Beberapa daerah di Indonesia sebagai sentra produksi jagung nasional
menunjukkan bahwa penyakit bulai sudah menjadi endemik, sehingga keberadaannya
selalu mengancam pertanaman jagung. Kasus endemik penyakit bulai terjadi di
Kabupaten Kediri, Kecamatan Langenharjo, Desa Plemahan dengan intensitas
serangan penyakit bulai tinggi mencapai 95%. Selanjutnya di Kabupaten Blitar,
Kecamatan Kademangan, berkisar 60-80% (Tabel 1).
Penyebab utama tingginya serangan bulai di daerah tersebut oleh karena
umumnya petani menanam jagung kapan saja sehingga tidak serempak tanam. Hal ini
memungkinkan karena lahan mereka ditunjang oleh pengairan teknis, sehingga
penanaman jagung dapat dilakukan setiap saat. Akibatnya dijumpai pertanaman
jagung pada berbagai tingkat umur (umur muda sampai umur panen), yang berakibat
pada keberadaan sumber inokolum bulai selalu tersedia, sehingga pertanaman jagung
berikutnya berpotensi terserang berat oleh penyakit bulai, yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap turunnya produksi.
Kondisi ini kalau dibiarkan terus tanpa ada musyawarah diantara kelompok tani
untuk serempak tanam jagung, maka penyakit bulai akan menjadi ancaman serius.
Pada hal diketahui bahwa Kabupaten Kediri adalah salah satu sentra produksi jagung
yang potensial di Jawa Timur, karena memiliki lahan yang cukup luas.
A. Haris Talanca: Status Penyakit Bulai …..
78
Tabel 1. Intensitas serangan penyakit bulai pada tanaman jagung di Kabupaten Kediri
dan Blitar, Jawa Timur.
No. Kab Blitar (1) Intensitas
(%) No. Kab. Kediri (2)
Intensitas (%)
Kecamatan Desa dan Kecamatan 1. Udanawu 10-40 1. Sekaran/Kayen Kidul 25 2. Wates 50-80 2. Cangkring/Pare 50 3. Bakung 20-30 3. Langenharjo/Plemahan 1 95 4. Wonodadi 5-20 4. Langenharjo/Plemahan 1 15 5. Wonotirto 25-50 5. Langenharjo/Plemahan 1 33 6. Sutojayan 40-50 7. Panggungrejo 5-20 8. Binangun 10-50 9. Kademangan 60-80 Sumber: 1) Soenartiningsih (2010) dan 2) Burhanuddin (2010)
Penyebab dan Inangnya
Penyakit bulai pada tanaman jagung disebabkan oleh 10 jenis spesies
cendawan dari tiga genera yaitu: 1) Genus Peronosclerospora, terdiri dari tujuh spesies
(P.maydis, P.philliipinesis, P.sorghi, P. sacchari, P.heteropogoni, P.miscanthi, dan P.
spontanea, 2) Genus Scleroptora ada dua spesies (S. macrospora, dan S.rayssiae),
dan 3) Genus Sclerospora hanya satu spesies S.graminicola (Wakman dan Djatmiko
2002; Wakman 2004; Shaw 1978; Titatarn dan Syamanada 1978).
Konidia cendawan Peronosclerospora sp. (Gambar 1) berkembang pada
permukaan daun jagung menghendaki air guttasi, lingkungan gelap, suhu tertentu dan
saat berkecambah akan keluar melalui stomata daun jagung di malam hari. Menurut
Wakman dan Burhanuddin (2007) cendawan P.maydis P. phillipinesis, P.sorgi,
P.sacchari, P.rayssiae, S.graminicola dan S.macrospora menghendaki suhu untuk
berkecambah masing-masing 240C, 21-260C, 24-260C, 20-250C, 20-220C, 17-340C dan
24-280C.
Gambar 1. Bentuk konidia cendawan Peronosclerospora sp.
Sumber: Marcia (2011)
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
79
Konidium cendawan P.maydis yang masih muda berbentuk bulat, sedangkan
yang sudah masak dapat menjadi jorong. Ukuran konidium 12-19 x 10-23 µm dengan
rata-rata 19,2-17,0 µm. Konidium P Phillipinesis lebih oval dengan diameter sekitar 14-
15 x 8-10 µm dan tumbuh membentuk bulu berkecambah (Semangun 1996 dan
Shurtelf 1980). Proses infeksi cendawan Peronosclerospora sp. dimulai dari konidia
yang tumbuh dipermukaan daun dan masuk kedalam jaringan tanaman muda melalui
stomata, selanjutnya terjadi lesion lokal dan berkembang ketitik tumbuh yang
menyebabkan infeksi sistemik sehingga terbentuk gejala bulai yang khas.
Penyakit bulai selain menyerang tanaman jagung juga menyerang jenis rumput-
rumputan lain, terutama golongan Andropogoneae dan Maydeae. Inang tersebut