Top Banner
EKONOMI SYARIAH UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA 1 STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE ABSTRAK Kata Kunci: ABSTRACT Key Words:
62

STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

Jan 19, 2016

Download

Documents

OJK, Standar Penilaian Perbankan Syariah, Sharia Banking Performance, Kinerja Bank Syariah, Bank Syariah, Regulasi Penilaian OJK terhadap Perbankan Syariah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

1

STANDARISASI PENILAIAN

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

ABSTRAK

Kata Kunci:

ABSTRACT

Key Words:

PENDAHULUAN

Page 2: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

2

Reformasi struktur lembaga pengawas sektor keuangan sangat dibutuhkan

melihat produk keuangan yang telah berkembang lintas sektor. Sebagai contoh,

produk tabungan bank telah diintegrasikan dengan produk asuransi dan bahkan pasar

modal. Sebagai lembaga negara independen yang baru di Indonesia, Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) diharapkan dapat melaksanakan salah satu tugas Bank Indonesia

dalam melakukan pengawasan perbankan. Berdirinya lembaga independen baru ini,

sebenarnya sudah lama diamanatkan oleh Undang-Undang tentang Bank Indonesia,

yaitu paling lambat tanggal 31 Desember 2002 dan kemudian menjadi paling lambat

31 Desember 2010. Tugas pengawasan bank merupakan tugas yang penting,

khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan pada

akhirnya dapat mendorong efektivitas kebijakan moneter. Selama lebih dari dua

dekade terakhir ekonomi syariah nasional terus berkembang. Aktivitas ekonomi

syariah tidak hanya di sektor lembaga keuangan perbankan dan non-bank, tapi juga di

sektor riil lain seperti pendidikan, perdagangan, fashion, industri kreatif, UMKM,

dan investasi. Kinerja perekonomian yang positif dan stabil telah memberi ruang

gerak yang besar bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Kehadiran

ekonomi syariah di Indonesia yang mayoritas pemeluk agama Islam merupakan titik

baru sejarah perekonomian nasional. Ekonomi syariah di Indonesia terus bertumbuh

mencapai rata-rata 40 persen setiap tahun.

Pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan ekonomi konvensional yang hanya

19 persen. Perkembangan ekonomi syariah nasional dapat tercermin dari

pertumbuhan aktivitas di sektor perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal

syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan pengelolaan zakat. Di sektor

perbankan syariah, dalam lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan perbankan

syariah, baik dari sisi aset, pembiayaan, maupun dana pihak ketiga, menunjukkan

trend meningkat. Sejak Januari 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memulai

tugasnya sebagai lembaga pengawas pasar modal Indonesia dan lembaga

keuangan non bank lainnya, menggantikan Badan Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan sejak Januari 2014, OJK menjadi otoritas

tunggal pengawasan sektor keuangan Indonesia. OJK sebagai pengawas industri

keuangan yang baru, diharapkan membuat kebijakan dan peraturan jauh lebih baik

Page 3: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

3

dari saat ini, sehingga bisa mendorong kemajuan industri keuangan nasional. Agar

lembaga ini kredibel, OJK diharapkan pelaku industri keuangan mengupayakan

beberapa langkah. Pertama, menerapkan secara konsisten prudential regulation

yang berlaku secara internasional, kedua, meregulasi instrumen keuangan dan

pasarnya, dan ketiga, mengembangkan transparansi dan membangun pendukung

untuk menciptakan 'market discipline'. Seiring dengan kehadiran OJK dan

pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang menjanjikan, tentu OJK diharapkan

mampu memberikan dorongan yang lebih kuat lagi, sehingga angka pertumbuhan

serta kesehatan lembaga keuangan syariah lebih baik daripada saat ini. Maka dari itu,

keberaadaan OJK sebagai lembaga yang berwenag, tentu memiliki beberapa ketentuan

dalam menilai kinerja sebuah perbankan syariah yang ada di Indonesia.

PEMBAHASAN

A. Eksistensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Dalam konsideran Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keangan, dijelaskan bahwa tujuan filosofis pembentukan lembaga Otoritas Jasa

Keangan (OJK) adalah mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh

secara berkelanjutan dan stabil, sehingga diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta

mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,

dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dasar hukum

pemisahan fungsi pengawasan tersebut adalah Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2004 tentang Perubahan atas “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21

tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, Konsideran huruf a dan Pasal 4. 4

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan

bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa

keuangan yang independen, dan pembentukan lembaga tersebut akan dilaksanakan

selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Dewan Perwakilan Rakyat telah

menetapkan tujuh anggota Dewan Komisioner OJK (DK OJK) pada tanggal 19 Juni

2012, ditambah dua anggota ex officio dari pemerintah dan bank sentral.

Pelantikan sembilan anggota DK OJK telah diadakan di Kantor Mahkamah Agung

Page 4: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

4

pada tanggal 20 Juli 2012. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang

independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, mempunyai fungsi, tugas, dan

wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap Lembaga

Jasa Keuangan, berupa Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dalam hal ini:

pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan

pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan

dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang

dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan. OJK

berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan pada sektor

Perbankan, OJK mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,

rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,

konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.

Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk

hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal

minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap

simpanan, dan pencadangan bank.

Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank.

Sistem informasi debitur

Pengujian kredit (credit testing)

Standar akuntansi bank

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:

Manajemen risiko

Tata kelola bank

Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang

Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan.

Page 5: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

5

d. Pemeriksaan bank

Wewenang baru yang juga diemban oleh OJK sesuai dengan Pasal 9 huruf

c Undang-undang OJK adalah melakukan penyidikan, berbeda dengan Bank

Indonesia, yang selama ini juga punya wewenang. dalam pengawasan bank,

namun tidak memiliki kewenangan penyidikan, hanya sebatas melakukan

investigasi kalau menemukan dugaan terjadinya tindak pidana.

Hal yang dikhawatirkan dengan keberadaan penyidik OJK adalah akan terjadi

tumpang tindih antara penyidik OJK dengan Penyidik Jaksa, Polisi dan KPK, baik

dalam penyidikan tindak pidana umum maupun khusus/korupsi, tentang efektivitas

dari penyidik OJK harus dibuktikan di masa yang akan datang. Selain melakukan

tugas pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, OJK memiliki

kewenangan dalam perlindungan konsumen. OJK berwenang melakukan tindakan

pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, dengan tidakan sebagai berikut:

a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor

jasa keuangan, layanan, dan produknya

b. Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila

kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat

c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di sektor jasa keuangan.

Sedangkan, untuk melindungi Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang

melakukan pembelaan hukum, yang meliputi tidakan berikut ini:

a. Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa

Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga

Jasa Keuangan dimaksud “Otoritas Jasa Keuangan Pengawas Lembaga Keuangan

Baru yang Memiliki Kewenangan Penyidikan”.

b. Mengajukan gugatan:

Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari

pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan

pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan

pihak lain dengan itikad tidak baik

Page 6: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

6

Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian

pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari

pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dalam melakukan pembelaan hukum, OJK berwenang mengajukan gugatan

untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik konsumen yang dirugikan dan atau

mengajukan gugatan ganti kerugian sebagai akibat pelanggaran atas peraturan

perundang--undangan di sektor jasa keuangan. Pembentukan OJK di Indonesia

dipicu oleh krisis ekonomi (multi dimensi) pada tahun 1997, dengan mengikuti

trend Bank Sentral di beberapa negara antara lain: Inggris (1997), Jerman (1949),

Jepang (1998) yang menginginkan agar bank sentral independen, bebas dari campur

tangan pihak manapun termasuk pemerintah. Ironisnya, Financial Services Authority

(FSA) atau OJK di beberapa negara telah gagal, termasuk Inggris, sehingga

bank sentral (Bank Of England) kembali diberikan akses kepada lembaga-lembaga

keuangan di negara tersebut.

Perkembangan terkini, pada tanggal 28 Oktober 2012 Bank Of England

bersama FSA menandatangai MoU HWMA Law Office, “Otoritas Jasa Keuangan

Era Baru Perlindungan Nasabah”, untuk mendirikan The Prudential Regulation

Authority (PRA) pada awal tahun 2013. Melihat kewenangan OJK dalam melakukan

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, dapat disimpulkan bahwa

otoritas lembaga keuangan secara penuh telah beralih dari Bank Indonesia sebagai

otoritas perbankan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(Bapepam-LK) sebagai otoritas pasar modal dan lembaga keuangan lainnya kepada

Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam melakukan tugas pengaturan dan pengawasan OJK memiliki

kewenangan untuk memberikan atau mencabut izin usaha, izin orang perseorangan,

efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan

kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran, dan penetapan

lain. Dengan kehadiran OJK, maka fungsi dan wewenang Bank Indonesia semakin

sempit, sementara tujuan tetap sama yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai

rupiah. Memelihara kestabilan rupiah terhadap dua aspek yakni kestabilan rupiah

terhadap harga barang dan kestabilan rupiah terhadap nilai tukar dengan mata

uang negara asing (valas). Dengan tujuan tunggal tersebut, Bank Indonesia selama

Page 7: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

7

ini mempunyai 3 (tiga) tugas yakni sektor moneter, sistem pembayaran, dan sektor

perbankan.

Itulah tiga pilar penopang tujuan tunggal, namun dengan dilepaskannya sektor

perbankan, kini tinggal dua sektor. Meskipun, tugas Bank Indonesia pada bidang

perbankan telah dialihkan kepada OJK, kaitan antara Bank Indonesia dengan

perbankan hanya terkait lender of last resort dalam memberikan Fasilitas Pinjaman

Jangka Pendek (FPJP). Meski memegang penuh kekuasaan pengaturan dan

pengawasan seluruh lembaga jasa keuangan, keberhasilan OJK ditentukan

kemampuannya dalam melakukan koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan

lembaga terkait terutama Bank Indonesia yang setelah adanya OJK bertugas

mengawal stabilitas sistem keuangan secara makro atau macro prudensial dari sisi

moneter dan sistem pembayaran. Dalam melaksanakan tugasnya, OJK melakukan

koordinasi dengan Bank Indonesia, ketika membuat peraturan pengawasan di bidang

Perbankan antara lain berkenaan dengan:

a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank

b. Sistem informasi perbankan yang terpadu

c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan

pinjaman komersial luar negeri.

d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya

e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank

f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan secara nyata mengubah konstalasi kewenangan pengawasan di sektor jasa

keuangan termasuk perbankan. Namun, UU ini tetap memberi ruang kepada Bank

Indonesia melaksanakan kewenangan pengawasan yang bersifat macroprudential,

meskipun tetap berkoordinasi dengan OJK. Pengaturan hubungan kelembagaan yang

belum secara rinci dan jelas memungkinkan timbulnya multi penafsiran dan

berpengaruh pada arah kebijakan peraturan perundang- “OJK Pengawas Pasar

Modal” terkait di sektor perbankan. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan-peraturan

terkait tersebut harus dilakukan, guna menghindari konflik kepentingan jangka

pendek.

Page 8: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

8

B. Pengalihan Fungsi Perbankan Dari Bi Ke OJK

Keberadaan OJK di Indonesia dirasa penting untuk dapat menguatkan

ketahanan jasa keuangan di Indonesia, karena ada sistem pengawasan keuangan

terintegrasi. Hal tersebut dilakukan agar bisa saling mensinergi dan melengkapi celah-

celah kelemahan di masing-masing sektor. Seiiring dengan penetapan Undang-

Undang tentang lembaga keuangan mikro, pada tahun 2015 OJK juga akan

mengawasi lembaga keuangan mikro tersebut.OJK akan tergabung dalam Forum

Koordinasi Stabilitas Sektor Keuangan (FKSSK) bersama Kementerian Keuangan, BI

dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). FKSSK merupakan protokol koordinasi

untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. FKSSK juga memiliki kewenangan untuk

membuat kebijakan untuk pencegahan ataupun menangani krisis. Terbentuknya OJK

bukan tanpa kontroversi. Banyak pihak yang meragukan bahkan mengkritik secara

keras, karena berbagai ketakutan yang fundamental.

Seperti di beberapa negara yang tidak sukses menerapkan sistem pada

otoritas ini. Bank Dunia mengingatkan masa transisi OJK di tengah krisis yang masih

melanda dunia akan membahayakan Indonesia. Indonesia harus mengamankan masa

transisi, dan pelajari hikmah dari negara yang gagal dan sukses, menurut Lead

Financial Sektor Specialist Bank Dunia, Srinivas. OJK dibentuk dengan biaya negara

yang sangat besar, membutuhkan masa transisi yang cukup panjang, sehingga

keberadaan OJK diharapkan mampu mewujudkan lembaga keuangan Indonesia yang

sehat dan akuntabel. Kegagalan FSA Inggris tidak diharapkan terjadi kepada OJK,

namun keberhasilan FSA Jepang menyelamatkan ekonomi Jepang dari bahaya

krisis harus menjadi inspirasi bagi OJK dalam menjalankan tugas dan fungsinya,

sehingga sangat dituntut integritas Dewan Komisioner serta pegawai OJK.

Diharapkan fungsi pengawasan lembaga keuangan, khususnya bank, yang sudah

dipegang oleh OJK, dapat meningkat dan dilakukan dengan adil terhadap semua

institusi yang diawasi. Jangan sampai pengawasan lembaga keuangan khususnya bank

sama saja dengan yang dilakukan BI, sehingga yang terjadi adalah memindahkan

masalah yang sama kepada lembaga lain yang dibentuk dengan anggaran negara yang

begitu banyak. Sebagai lembaga yang memegang otoritas pada bidang jasa keuangan,

mulai dari pengawasan, pengaturan, penyidikan, hingga perlindungan konsumen,

Page 9: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

9

diharapkan pelaksanaan kegiatan jasa keuangan berjalan sesuai dengan semestinya,

berdasarkan regulasi yang ada, sehingga nasabah mendapat kepastian layanan.

Kalaupun nasabah dirugikan dengan kebijakan lembaga keuangan yang menyalahi

regulasi, maka OJK-pun memiliki otoritas untuk mengantisipasi terjadinya kerugian

tersebut, bahkan OJK juga dapat melakukan gugatan hukum (advokasi) bagi nasabah

yang dirugikan sebagai konsumen lembaga keuangan.

Berdasarkan ilustrasi tersebut, penulis menaruh harapan besar, pada skala

makro, OJK mampu melahirkan pertumbuhan lembaga keuangan yang sehat, bukan

hanya menghasilkan keuntungan maksimum, namun juga memberikan keuntungan

dan kepastian hukum bagi nasabah yang dilayani.

C. Pengaturan dan Pengawasan OJK Terhadap Perbankan Syariah

Pengawasan Shariah Compliane pada Perbankan Syariah, Perbankan Syariah

dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi,

dan prinsip kehati-hatian. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan

perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam

hal ini adalah Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), yang untuk selanjutnya fatwa

tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.Mengenai masalah kepatuhan

syariah (syariah compliance), kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia

(MUI), direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus

dibentuk pada masing-masing Bank Syariah dan UUS. Dewan Pengawas Syariah

bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan

bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Untuk menindaklanjuti implementasi

fatwa yang dikeluarkan MUI ke dalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal

Bank Indonesia dibentuk komite perbankan syariah, yang keanggotaannya terdiri atas

perwakilan dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang

komposisinya berimbang.

Di dalam Undang-undang Perbankan Syariah dejelaskan bahwa, Dewan

Pengawas syariah sebagai pihak yang terafiliasi dengan bank syariah memiliki

kewajiban sesuai dengan lingkup kewenangannya, untuk memastikan bank syariah

berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Jika anggota Dewan Pengawas Syariah lalai

Page 10: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

10

dalam menjalankan tugasnya, maka Bank Indonesia dapat menjatuhkan sanksi

administratif di samping dapat dituntut secara pidana. Berdasarkan uraian di atas,

jelas bahwa penetapan shariah compliance adalah kewenangan Majelis Ulama

Indonesia, dalam hal ini dirumuskan dalam bentuk fatwa Dewan Syariah Nasional

(DSN-MUI), untuk selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Ketika bank syariah ingin meluncurkan suatu produk layanan jasa

keuangan, maka selama ini terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan shariah

compliance dari Dewan Pengawas Syariah (DPS). Jika, produk yang akan

diluncurkan oleh suatu bank syariah belum mendapat persetujuan kesesuai dengan

prinsip syariah dari Dewan Pengawas Syariah (DPS), maka Bank Indonesia tidak

akan memberikan izin produk layanan jasa keuangan tersebut. Namun, dalam

menjalankan tugas otoritas tunggal pengawasan jasa keuangan perbankan, Bank

Indonesia memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan tugas

setiap pihak yang terafiliasi dengan bank syariah, khususnya dalam hal ini adalah

tugas dalam menjalankan prinsip syariah. Yang termasuk pihak terafiliasi dengan

bank syariah, salah satunya adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hal di atas dapat

dipahami, bahwa prinsip-prinsip syariah (shariah ompliance) setelah difatwakan oleh

Majelis Ulama Indonesia melalui DSN-MUI, selanjutnya dituangkan dalam Peraturan

Bank Indonesia. Artinya, pelanggaran terhadap prinsip syariah, secara langsung

adalah pelanggaran terhadap Peraturan Bank Indonesia, sehingga sebagai otoritas

jasa keuangan perbankan sebelum OJK, Bank Indonesia memiliki kewenangan

tertinggi dalam menjatuhkan sanksi pada sektor perbankan, termasuk mencabut izin

usaha dan izin orang perorangan.

D. Arah Kebijakan OJK Terhadap Perbankan Syariah

Industri perbankan syariah nasional memperlihatkan pertumbuhan yang

semakin pesat beberapa waktu belakangan ini. Oleh karena itu, pengawasan

terhadap perbankan syariah yang lebih komprehensif dan efektif diperlukan seiring

dengan bertambahnya pelaku pasar, varian produk/jasa layanan, serta kemajuan

teknologi yang semakin inovatif dan kompleks. Hal ini demi terwujudnya sistem

Page 11: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

11

perbankan syariah yang sehat guna mendukung pencapaian 19 stabilitas sistem

keuangan dan pertumbuhan perekonomian nasional secara umum.

Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011,

Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif

dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi

Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, Indonesia

diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan.

Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan

aset perbankan syariah yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk

yang terus meningkat.

Masa depan pertumbuhan industri perbankan syariah nasional sempat

diinterupsi oleh kekhawatiran dan kegelisahan beberapa kalangan ketika pengaturan

dan pengawasan perbankan beralih dari Bank Indonesia kepada OJK. Menurut Ketua

Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, KH.

Ma’ruf Amin, UU OJK masih tidak bunyi atau silent terhadap jasa keuangan

berbasis syariah.

Pasalnya, dalam UU OJK ini, kata syariah hanya terdapat satu kali saja,

yaitu pada Pasal 1 Ketentuan Umum butir Nomor 5 UU OJK Nomor 21 Tahun

2011 memang tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai cetak biru pengembangan

industri perbankan syariah.

Hal ini berbeda dengan Bank Indonesia yang telah memiliki Direktorat

Perbankan Syariah. Oleh karena itu, muncul asumsi bahwa pertumbuhan perbankan

syariah mungkin saja dapat terhambat, karena dalam struktur organisasi OJK memang

tidak secara tegas menyebutkan bentuk pengembangan, pengaturan, pengawasan dan

penelitian mengenai jasa keuangan syariah. Sofyan Syafri Harahap, pengamat

ekonomi syariah, menandaskan bahwa lembaga keuangan syariah seperti bank

tampaknya tak terlalu berpengaruh oleh perubahan otoritas pengawasan baru OJK.

Pasalnya, lembaga keuangan syariah berada pada posisi manejemen risiko yang lebih

baik dari lembaga konvensional yang penuh produk derivatif dan tindakan

spekulatif.

Menurutnya, hal yang dapat dilakukan lembaga keuangan syariah saat ini

adalah tetap mengikuti aturan perinsip keuangan sesuai syariah dan bertindak

Page 12: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

12

profesional. Meskipun ada pro-kontra tentang keberadaan OJK terhadap perbankan

syariah, namun yang harus diketahui bahwa struktur kepengawasan dalam perbankan

syariah terdiri dari dua sistem berikut:

a. Sistem pengawasan internal, yang terdiri atas unsur-unsur Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, Dewan Audit, Dewan Pengawas

Syariah (DPS), Direktur Kepatuhan, dan SKAI-Internal Syariah Review.

b. Sistem pengawasan eksternal, yang terdiri atas unsur, dahulu Bank Indonesia

(BI) dan sekarang digantikan oleh OJK, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) dan Stakeholder. Dengan demikian, peranan DSN dan

DPS begitu penting dalam pengawasan perbankan syariah. DPS memastikan

kegiatan operasional, produk, dan jasa bank syariah senantiasa sesuai dengan

prinsip syariah. Sedangkan DSN merupakan lembaga yang memberikan

rekomendasi anggota DPS yang memiliki keahlian dan kompetensi syariah

memadai dan menerbitkan fatwa produk dan jasa bank syariah yang bersifat

nasional sehingga dapat dijadikan pedoman yang seragam bagi DPS.

Salah satu upaya untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi antara OJK

dengan DSN tersebut adalah dengan cara mengadakan unit atau direktorat

perbankan syariah dalam struktur organisasi OJK.

Modelnya mungkin saja mirip dengan Direktorat Perbankan Syariah yang

berada di bawah naungan Bank Indonesia. Sebab, tanpa adanya struktur yang jelas

yang menjalankan fungsi pengawasan terdapat aspek lembaga keuangan syariah

sangat sulit untuk mengharapkan efektivitas pengawasan OJK terhadap lembaga

perbankan syariah.

Selama ini, Bank Indonesia masih belum efektif menciptakan lembaga

perbankan syariah yang bebas dari intervensi pemangku kekuasaan dalam

menerapkan prinsip-prinsip syariah, sehingga dengan keberadaan OJK, diharapkan

pengawasan kinerja perbankan syariah berjalan secara seimbang, disamping adanya

pengawasan internal, juga ada pengawasan eksternal oleh OJK. Dalam praktek, masih

banyak ditemukan perbankan syariah yang memberikan pelayanan jasa keuangan

berbungkus akad syariah, namun secara substansi bukan syariah, sehingga berpotensi

menimbulkan kerugian bagi nasabah. OJK sebagai otoritas yang memegang penuh

kewenangan pengawasan, pengaturan, penyidikan, dan perlindungan konsumen

Page 13: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

13

dalam menghadapi kondisi tersebut harus mampu memberikan kepastian hukum

dan perlindungan bagi nasabah lembaga keuangan syariah.

E. Ketentuan Penilaian OJK Terhadap Sharia Banking Performance

Pertumbuhan perekonomian yang pesat tidak dapat dilepaskan dari

perkembangan sistem keuangan yang semakin canggih. Terjadinya proses globalisasi

dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta

inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang semakin kompleks,

dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun

kelembagaan. Regulasi dan supervisi sektor keuangan yang kuat merupakan faktor

yang sangat krusial dalam rangka mengimbangi perkembangan sektor keuangan

tersebut. Sektor keuangan merupakan sentrum dalam sebuah sistem perekonomian,

sehingga kegagalan dalam mengelola sektor keuangan dapat melemahkan kinerja

seluruh sistem perekonomian.

Regulasi dan pengawasan sektor keuangan juga menempati posisi penting

dalam rangka mengantisipasi potensi pelanggaran yang mungkin saja dilakukan oleh

lembaga keuangan. Inovasi yang dilakukan seringkali berpotensi melanggar ketentuan

yang berlaku karena desakan kompetisi yang begitu ketat.

Kewenangan OJK di bidang pengaturan diperlukan dalam

mengimplementasikan berbagai ketentuan baik yang diatur dalam UU OJK

maupun UU Sektor Jasa Keuangan Lainnya, sedangkan dalam melaksanakan tugas

pengawasan, OJK mempunyai beberapa wewenang antara lain melakukan

pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain.

Fungsi pengawasan sektor keuangan secara umum dapat diklasifikasikan

menjadi tiga matriks, yaitu:

a. Macroprudential Supervision, bertujuan membatasi krisis keuangan yang dapat

menghancurkan ekonomi secara riil, fokus pada konsekuensi atas tindakan

institusi sistematis terhadap pasar keuangan, antara lain dengan cara

menginformasikan kepada otoritas publik dan industri keuangan apabila terdapat

potensi ketidakseimbangan di sejumlah institusi keuangan serta melakukan

Page 14: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

14

penilaian mengenai potensi dampak kegagalan institusi keuangan terhadap

stabilitas sistem keuangan suatu negara.

b. Microprudential Supervision, bertujuan untuk menjaga tingkat kesehatan lembaga

keuangan secara individu. Regulator menetapkan peraturan yang berlandaskan

pada prinsip kehati-hatian dan melakukan pengawasan melalui dua pendekatan,

yaitu analisis laporan bank (off-site analysis) dan pemeriksaan setempat (on-

site visit) untuk menilai kinerja dan profil risiko serta kepatuhan lembaga

keuangan terhadap peraturan yang berlaku.

c. Conduct of Business Supervision, menekankan pada keselamatan konsumen

sebagai klien atas kecurangan dan ketidakadilan yang mungkin terjadi. Sebagai

pemegang tunggal otoritas jasa keuangan, OJK memiliki fitur utama, berupa

independensi dan sistem pengawasan terintegrasi:

Independensi dan Transparansi Otoritas pengawas lembaga jasa keuangan

membutuhkan independensi, baik dari pemerintah maupun dari industri yang

diawasi, sehingga tujuan OJK untuk memastikan keseluruhan kegiatan di

dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan

akuntabel dapat tercapai. Di samping itu, OJK juga diharapkan mampu

mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil

serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Itu sebabnya

Pasal 2 UU OJK menetapkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bebas dari campur tangan

pihak lain. Transparansi adalah fitur utama pemerintahan domokratis.

Transparansi dapat mengurangi kekuasan kelompok penekan dan memberi

kesempatan luas kepada publik memantau proses pengambilan keputusan.

Transparansi meliputi:

- Pemberian informasi kepada publik oleh pembuat kebijakan tentang

rencana kebijakan yang akan diambil dan implikasi kebijakan tersebut

bagi masyarakat.

- Kemampuan masyarakat atau pihak yang akan diatur untuk mengajukan

tanggapan baik lisan maupun secara tertulis tentang usulan kebijakan.

- Informasi yang diberikan oleh pembuat kebijakan tentang proses

penetapan kebijakan dan kebijakan yang diputuskan dapat diakses oleh

Page 15: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

15

publik sumber pendanaan OJK, yang salah satunya bersumber dari

dana pungutan atau iuran dari pelaksana jasa keuangan, dikhawatirkan

akan mengurangi independensi OJK, sehingga akan lebih baik jika

pendanaan OJK hanya berasal dari APBN.

Akan tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia, pungutan

atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5 \tahun pertama tentu

saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga

dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu membebani APBN. Hal

lain yang juga menjadi tantangan bagi terwujudnya independensi OJK adalah

komposisi Dewan Komisioner (DK) yang ditempati oleh mantan pegawai

lembaga keuangan tertentu. Institusi OJK yang seharusnya memiliki

kewenangan untuk melakukan pengawasan secara independen kepada institusi

keuangan seperti Bank dan Lembaga Keuangan malah mayoritas diisi oleh

orang-orang yang berasal Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan.

Ditambah lagi dengan kendala penyatuan antar komisioner.

Integrasi vs Satu Atap OJK adalah lembaga yang melaksanakan tugas

pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Hal ini dapat diketahui

dari latar belakang pendirian OJK ataupun ketentuan yang terdapat dalam UU

OJK. Untuk beroperasi sebagai lembaga pengawas yang terintegrasi, OJK

perlu memastikan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya dilakukan

secara terpadu tidak terkotak-kotak.

Terpadunya kebijakan yang ditetapkan dan dijalankan OJK menjadi ukuran

terintegrasinya pelaksanaan tugas OJK. Apabila hal ini tidak dapat

terlaksana dengan baik, maka OJK akan beroperasi sebagai sistem satu

atap. Meskipun demikian, mengingat terdapatnya perbedaan kareraktiristik di

antara lembaga-lembaga keuangan, tidak dapat dihindari bahwa beberapa

pengaturan harus tetap dibiarkan berbeda sesuai dengan ciri kegiatan usaha

lembaga keuangan tersebut. Kehadiran OJK dimaksudkan untuk

menghilangkan penyalah-gunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini

cenderung muncul.

Page 16: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

16

Di bawah ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perbankan

syariah terkait ketentuan penilaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap sharia

banking performance. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut sebagai berikut:

1. Kelembagaan, Kepengurusan, dan Kepemilikan Bank

Kelembagaan

Sebuah eksistensi perbankan syariah menyangkut pada aspek pendirian

perbankan syariah itu sendiri.

a. Bank Umum Syariah

Modal disetor paling kurang sebesar Rp1 triliun, dan hanya dapat didirikan

dan/atau dimiliki oleh:

- Warga negara Indonesia dan/atau badan hukumIndonesia, atau

- Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga

negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.

b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Modal disetor paling kurang sebesar:

Rp2 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta Raya dan

Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi

Rp1 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di luar

wilayah sebagaimana disebut di atas

Rp500 juta untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah kedua penjelasan di

atas dan hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

- Warga negara Indonesia

- Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia

- Pemerintah Daerah; atau

- Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam ketiga penjelasan di

atasnya

Kepengurusan Bank Umum Syariah

Anggota Dewan Komisaris dan Anggota Direksi wajib memenuhi persyaratan

integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan. Persyaratan dan tata cara penilaian

Page 17: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

17

pemenuhan dimaksud diatur dalam ketentuan mengenai FPT. Dewan Komisaris

melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta

memberikan nasihat kepada Direksi yang dilaksanakan dengan berpedoman antara

lain pada ketentuan mengenai pelaksanaan GCG yang berlaku bagi bank.

a. Dewan Komisaris

Jumlah anggota Dewan Komisaris paling kurang 3 orang dan paling banyak

sama dengan jumlah anggota Direksi

Paling kurang 1 orang anggota Dewan Komisaris wajib berdomisili di

Indonesia

Dewan Komisaris dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama

Paling kurang 50% dari jumlah anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris

Independen

Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan Komisaris kepada

RUPS dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi

dan Nominasi

Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai anggota

Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada 1 lembaga/perusahaan

bukan lembaga keuangan; anggota Dewan Komisaris atau Direksi yang

melaksanakan fungsi pengawasan pada 1 perusahaan anak lembaga keuangan

bukan bank yang dimiliki oleh bank; anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau

Pejabat Eksekutif pada 1 perusahaan yang merupakan pemegang saham bank;

atau pejabat pada paling banyak 3 lembaga nirlaba.

Mayoritas anggota Dewan Komisaris dilarang memiliki hubungan keluarga

sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Dewan Komisaris

dan/atau anggota Direksi

Dewan Komisaris wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan

strategis BUS

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, Dewan Komisaris

wajib membentuk minimal (i) Komite Pemantau Risiko; (ii) Komite

Renumerasi dan Nominasi; (iii) Komite Audit.

b. Direksi

Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 orang

Page 18: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

18

Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di Indonesia

Direksi dipimpin oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama

Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Direksi kepada

RUPS,dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi

dan Nominasi.

Mayoritas anggota Direksi wajib memiliki pengalaman minimal 4 tahun

paling kurang sebagai Pejabat Eksekutif di industri perbankan, dimana

minimal 1 tahun paling kurang sebagai Pejabat Eksekutif pada BUS dan/atau

UUS. Bagi BUS yang didirikan melalui proses perubahan kegiatan usaha dari

BUK, untuk pertama kalinya hanya diwajibkan bagi 1 calon anggota Direksi

dan harus dipenuhi oleh mayoritas Direksi paling lambat 2 tahun setelah izin

perubahan kegiatan usaha diberikan.

Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang

independen terhadap PSP.

Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan

Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada bank, perusahaan

dan/atau lembaga lain, kecuali apabila: (i) Direksi yang bertanggung jawab

terhadap pengawasan atas penyertaan pada perusahaan anak bank,

menjalankan tugas fungsional menjadi anggota Dewan Komisaris pada

perusahaan anak bukan bank yang dikendalikan oleh bank, dan/atau (ii)

Direksi menduduki jabatan pada 2 lembaga nirlaba.

Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang

memiliki saham melebihi 25% dari modal disetor pada perusahaan lain.

Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan BUS

berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah

Mayoritas anggota Direksi dilarang saling memiliki hubungan keluarga

sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota Direksi dan/atau dengan

anggota Dewan Komisaris

Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang

mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi

Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada

pemegang saham melalui RUPS.

Page 19: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

19

Kepengurusan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Kepengurusan BPRS terdiri dari Direksi dan Komisaris. Anggota Direksi dan

Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan: (i) kompetensi; (ii) integritas, dan

(iii) reputasi keuangan.

a. Dewan Komisaris

Dewan Komisaris dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama.

Jumlah anggota Dewan Komisaris paling sedikit 2 orang dan paling banyak 3

orang.

Sekurang-kurangnya 1 orang anggota Dewan Komisaris wajib berdomisili

dekat tempat kedudukan BPRS.

Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai: (i)

anggota Dewan Komisaris paling banyak pada 2 BPRS atau BPR lain, atau (ii)

anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada 2 lembaga/

perusahaan lain bukan bank.

b. Direksi

Direksi dipimpin oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama

Jumlah anggota Direksi paling sedikit 2 orang

Paling sedikit 50% dari anggota Direksitermasuk Direktur Utama harus

berpengalaman operasional paling kurang: (i) 2 tahun sebagai pejabat di

bidang pendanaan dan atau pembiayaan di perbankan syariah; (ii) 2 tahun

sebagai pejabat di bidang pendanaan dan atau perkreditan di perbankan

konvensional dan memiliki pengetahuan di bidang perbankan syariah, atau

(iii) 3 tahun sebagai Direksi atau setingkat dengan Direksi di Lembaga

Keuangan Mikro Syariah.

Anggota Direksi sekurang-kurangnya berpendidikan formal minimal setingkat

Diploma III atau Sarjana Muda.

Anggota Direksi wajib memiliki sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi

paling lambat 2 tahun setelah tanggal pengangkatan efektif.

Direktur utama dan anggota Direksi lainnya wajib bersikap independen dalam

menjalankan tugasnya.

Page 20: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

20

Direksi bertanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan BPRS sebagai

lembaga intermediasi dengan memenuhi prinsip kehati-hatian dan Prinsip

Syariah.

Direktur Utama wajib berasal dari pihak independen terhadap PSP.

Seluruh anggota Direksi harus berdomisili dekat dengan tempat kedudukan

kantor pusat BPRS.

Anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga dengan: (i) Anggota

Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, anak, mertua, besan,

menantu, suami, istri, saudara kandung atau ipar, dan/atau (ii) Anggota Dewan

Komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak, mertua, besan, menantu,

suami, istri atau saudara kandung.

Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Direksi, anggota

Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau Pejabat

Eksekutif pada Lembaga Keuangan, badan usaha atau lembaga lain.

Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum yang mengakibatkan

pengalihan tugas, wewenang dan tanggung jawab kepada pihak lain.Booklet

Perbankan

Dewan Pengawas Syariah

Selain pengurus bank yang terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi, dalam

struktur organisasi BUS, UUS, dan BPRS, juga terdapat DPS yang bertugas dan

bertanggungjawab antara lain:

a. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional

dan produk yang dikeluarkan bank

b. Mengawasi proses pengembangan produk baru bank

c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru bank yang

belum ada fatwanya

d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip Syariah terhadap

mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank

e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja bank

dalam pelaksanaan tugasnya,

Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan

jasa BPRS lainnya adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur : riba, maisir,

Page 21: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

21

gharar, haram dan zalim. Jumlah anggota DPS di BUS paling kurang 2 orang atau

paling banyak 50% dari jumlah anggota Direksi. Sementara itu, jumlah anggota DPS

di BUK yang memiliki UUS maupun di BPRS paling kurang 2 orang atau paling

banyak 3 orang. DPS dipimpin oleh seorang ketua yang berasal dari salah satu

anggota DPS dan anggota DPS hanya dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS

paling banyak pada 4 lembaga keuangan syariah lainnya.

Pelaksanaan Tugas Dewan Pengawas Syariah BPRS

Pengawasan penerapan Prinsip Syariah oleh DPS mencakup: (i) pengawasan

terhadap produk dan aktivitas baru BPRS, maupun (ii) pengawasan terhadap kegiatan

penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya. Langkah-langkah

pengawasan yang dilakukan DPS di BPRS dimaksud antara lain : (i) meminta

penjelasan dari pejabat BPRS yang berwenang mengenai tujuan, karakteristik, dan

fatwa dan/atau akad yang digunakan sebagai dasar dalam rencana penerbitan produk

dan aktivitas baru; (ii) mengkaji fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, sistem dan

prosedur produk dan aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; (iii)

memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas produk dan

aktivitas baru yang akan dikeluarkan; (iv) melakukan pemeriksaan di kantor BPRS

paling kurang 1 kali dalam 1 bulan; (v) meminta laporan kepada Direksi BPRS

mengenai produk dan aktivitas penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa

BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS; (vi) melakukan pemeriksaan secara uji

petik (sampling) paling kurang sebanyak 3 nasabah untuk masing-masing produk

dan/atau akad penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa lainnya termasuk

penanganan pembiayaan yang direstrukturisasi oleh BPRS; (vii) memberikan

pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas kegiatan penghimpunan dana,

pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS; dan

perhitungan dan pencatatan transaksi keuangan; dan (viii) menyusun laporan hasil

pengawasan penerapan Prinsip Syariah atas kegiatan usaha BPRS yang disampaikan

kepada OJK secara semesteran.

Kepemilikan Bank

Page 22: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

22

Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan BUK/BUS, BPR/BPRS

dilarang berasal:

a. Dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau

pihak lain di Indonesia; dan/atau

b. Dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundring); Khusus untuk BPR

sumber dana dapat berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik bank wajib memenuhi syarat:

a. Memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain ditunjukkan dengan sikap

mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena

terbukti melakukan Tindak Pidana tertentu dalam waktu 20 tahun terakhir

sebelum dicalonkan;

b. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang

berlaku bagi BUK; dan peraturan perbankan syariah bagi BUS;

c. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank yang sehat (bagi

BUK); dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan bank syariah

yang sehat dan tangguh;

d. Tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus FPT (bagi BUK); dan

e. Memiliki komitmen untuk tidak melakukan dan/ atau mengulangi perbuatan

dan/atau tindakan tertentu, bagi calon Dewan Komisaris atau calon anggota

Direksi yang pernah memiliki predikat Tidak Lulus dalam FPT dan telah

menjalani sanksiyang ditetapkan oleh OJK.

f. Perubahan pemilik bank tunduk kepada tata cara perubahan pemilik bank yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Ketentuan Usaha dan Produk Bank

Bank Syariah dan UUS wajib melaporkan rencana pengeluaran produk baru

kepada OJK. Produk dimaksud merupakan produk sebagaimana ditetapkan dalam

Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. Dalam hal bank akan mengeluarkan

produk baru yang tidak termasuk dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah

Page 23: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

23

maka bank wajib memperoleh persetujuan dari OJK. Laporan rencana pengeluaran

produk baru harus disampaikan paling lambat 15 hari sebelum produk baru dimaksud

akan dikeluarkan. OJK akan memberikan persetujuan atau penolakan atas

permohonan produk baru tersebut paling lambat 15 hari sejak seluruh persyaratan

dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap. Bank wajib melaporkan

realisasi pengeluaran produk baru paling lambat 10 hari setelah produk baru dimaksud

dikeluarkan. Dalam rangka mengakomodir kebutuhan pasar dengan tetap

memperhatikan Prinsip Syariah dan kehati-hatian, telah dikeluarkan peraturan dalam

bentuk surat edaran yang mengatur ketentuan mengenai produk Qardh beragun Emas

(Gadai Emas) dan ketentuan yang mengatur tentangproduk pembiayaan kepemilikan

emas bagi Bank Syariah dan UUS.

Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana

Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah

Kegiatan usaha penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa bank

berdasarkan Prinsip Syariah yang dilakukan oleh bank merupakan jasaperbankan.

Dalam melaksanakan jasa perbankan dimaksud bank wajib memenuhi Prinsip

Syariah. Pemenuhan Prinsip Syariah dimaksud dilaksanakan dengan memenuhi

ketentuan pokok hukum islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa

tawazun). Kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah) serta tidak

mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan objek haram. Pemenuhan Prinsip

Syariah dilakukan sebagai berikut:

a. Penghimpunan dana yaitu dengan mempergunakan antara lain Akad Wadi’ah

danMudharabah;

b. Penyaluran dana/pembiayaan yaitu dengan mempergunakan antara lain Akad

Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Ijarah

Muntahiya Bittamlik dan Qardh; dan

c. Pelayanan jasa yaitu dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah, Hawalah

dan Sharf. Apabila terjadi sengketa antara bank dengan nasabah penyelesaian

lainnya dapat dilakukan antara lain melalui musyawarah, mediasi perbankan,

arbitrase Syariah atau lembaga peradilan.

Page 24: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

24

Ketentuan Produk Pembiayaan Kepemilikan Emas bagi Bank Syariah dan

Unit Usaha Syariah

Untuk meningkatkan kehatian-hatian bank yang menyalurkan produk

Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE), diatur ketentuan terkait produk dimaksud

yang mencakup antara lain:

a. Bank Syariah/UUS wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis secara

memadai;

b. Agunan PKE adalah emas yang dibiayai oleh bank Syariah/UUS yang diikat

secara gadai, disimpan secara fisik di bank Syariah/UUS dan tidak dapat

ditukarkan dengan agunan lain;

c. Bank Syariah/UUS dilarang mengenakan biaya penyimpanan dan pemeliharaan

atas emas yang digunakan sebagai agunan PKE;

d. Jumah PKE setiap nasabah ditetapkan paling banyak sebesar Rp150 juta.

Nasabah dimungkinkan untuk memperoleh PKE dan Qardh Beragun Emas secara

bersamaan, dengan jumlah saldo secara keseluruhan paling banyak Rp250 juta

dan jumlah saldo untuk PKE paling banyak Rp150 juta;

e. Uang muka PKE paling rendah 20% untuk emas lantakan/batangan dan paling

rendah sebesar 30% untuk emas perhiasan; dan

f. Jangka waktu PKE paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun.

3. Prinsip Kehati-hatian

Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

BUS dan BPRS wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR.

UUS wajib menyediakan modal minimum dari ATMR dari kegiatan usaha

berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal modal minimum UUS kurang dari 8% dari

ATMR maka kantor pusat bank umum konvensional dari UUS wajib menambah

kekurangan modal minimum sehingga mencapai 8% dari ATMR. ATMR untuk BUS

Page 25: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

25

terdiri dari ATMR risiko kredit dan risiko pasar, sedangkan ATMR BPRS hanya

untuk ATMR risiko kredit. ATMR dihitung berdasarkan bobot risiko masing-masing

pos aktiva neraca dan rekening administratif, sebagai berikut:

a. Aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko penyediaan dana atau

tagihan yang melekat pada setiap pos aktiva;

b. Pos tertentu dalam daftar kewajiban komitmen dan kontijensi (off balance sheet

account) yang diberikan bobot dan sesuai dengan kadar risiko penyediaan dana

yang melekat pada setiap pos setelah terlebih dahulu diperhitungkan dengan

bobot faktor konversi.

Posisi Devisa Neto

Posisi Devisa Neto (PDN) secara keseluruhan adalah angka yang merupakan

penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari selisih bersih aktiva dan pasiva

dalam neraca untuk setiap valuta asing ditambah dengan selisih bersih tagihan dan

kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening

administratif untuk setiap valuta asing yang semuanya dinyatakan dalam rupiah.

Bank Umum Devisa wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja

secara keseluruhan paling tinggi 20% dari modal. Selain itu, bank wajib mengelola

dan memelihara PDN paling tinggi 20% dari modal setiap 30 menit sejak sistem

tresuri bank dibuka sampai dengan sistem tresuri bank ditutup. Pemeliharaan PDN

pada akhir hari kerja dihitung secara gabungan yaitu:

a. Bagi bank yang berbadan hukum Indonesia mencakup seluruh kantor cabang di

dalam negerimaupun di luar negeri;

b. Bagi kantor cabang bank asing mencakup seluruh kantor-kantornya di Indonesia.

Pelanggaran terhadap ketentuan PDN dikenakansanksi administratif antara lain

berupa teguran tertulis, penurunan peringkat penilaian faktor manajemen dan

peningkatan penilaian profil risiko untuk Risiko Kepatuhan pada penilaian tingkat

kesehatan, dan Fit and Proper Test terhadap pengurus dan/atau pejabat eksekutif yang

bertanggung jawab.

Batas Maksimum Penyaluran Dana BPRS

Page 26: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

26

a. Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) adalah persentase maksimum

penyaluran dana terhadap modal BPRS realisasi yang mencakup pembiayaan dan

penempatan dana BPRS di bank lain. Pelanggaran BMPD yaitu selisih lebih

persentase penyaluran dana pada saat direalisasikan terhadap modal BPRS

dengan BMPD yang diperkenankan.

b. Perhitungan BMPD untuk Pembiayaan, dilakukan berdasarkan jenis-jenis akad

yang digunakan, yaitu:

Pembiayaan murabahah, istishna’ dan multijasa dihitung berdasarkan saldo

harga pokok;

Pembiayaan salam dihitung berdasarkan harga perolehan;

Pembiayaan mudharabah, musyarakah dan qardh dihitung berdasarkan saldo

baki debet; dan

Pembiayaan ijarah atau IMBT dihitung berdasarkan saldo harga perolehan

aktiva ijarah atau IMBT dikurangi akumulasi penyusutan atau amortisasi

aktiva.

c. Perhitungan BMPD lainnya:

Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk tabungan, dilakukan berdasarkan

saldo tertinggi pada bulan laporan;

Penempatan Dana Antar Bank dalam bentuk deposito, dilakukan berdasarkan

jumlah nominal sebagaimana tercantum dalam seluruh bilyet deposito pada

BPRS yang sama;

BMPD untuk Penyaluran Dana kepada masingmasing dan/atau seluruh Pihak

Terkait, sebesar 10% dari Modal BPRS;

BMPD untuk Penyaluran Dana kepada masingmasing Nasabah Penerima

Fasilitas Pihak Tidak Terkait, sebesar 20% dari Modal BPRS;

BMPD untuk Penyaluran Dana dalam bentuk Pembiayaan kepada satu

kelompok Nasabah Penerima Fasilitas yang merupakan Pihak Tidak Terkait

sebesar 30% dari Modal BPRS, dengan Pembiayaan kepada masing-masing

Nasabah Penerima Fasilitas tersebut tidak melebihi 20% dari Modal BPRS.

Termasuk dalam pengertian satu kelompok Nasabah Penerima Fasilitas adalah

Nasabah Penerima Fasilitas non bank yang memiliki hubungan kepengurusan,

kepemilikan, atau keuangan dengan bank selaku Nasabah Penerima Fasilitas.

Page 27: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

27

4. Ketentuan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Bank Umum Syariah

Penilaian tingkat kesehatan BUS mencakup penilaian terhadap faktor-faktor

sebagai berikut permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan

sensitivitas terhadap risiko pasar.

a. Penilaian peringkat komponen atau rasio keuangan pembentuk faktor

permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko

pasar dihitung secara kuantitatif;

b. Penilaian peringkat komponen pembentuk faktor manajemen dilakukan melalui

analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur judgement;

dan

c. Berdasarkan hasil penilaian peringkat faktor finansial dan penilaian peringkat

faktor manajemen, PK yang ditetapkan sebagai berikut:

PK Ke

Page 28: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

28

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Penilaian TKS BPRS mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut:

permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan manajemen. Penilaian atas

komponen dari faktor-faktor tersebut dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif,

sedangkan penilaian faktor manajemen dilakukan secara kualitatif. Penilaian secara

kualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan/atau

pembanding yang relevan. Berdasarkan hasil penilaian peringkat faktor keuangan dan

penilaian faktor peringkat faktor manajemen, ditetapkan PK yang merupakan

peringkat akhir hasil penilaian TKS bank. PK ditetapkan sebagai berikut:

5. Ketentuan Self Regulatory Banking

Bank Umum Syariah dan UUS

Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi BUS paling kurang harus

diwujudkan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan

Direksi; kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan fungsi yang

dijalankan pengendalian intern BUS; pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan

Page 29: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

29

Pengawas Syariah; penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern; batas

maksimum penyaluran dana; dan transparansi kondisi keuangan dan non keuangan

BUS.

Pelaksanaan GCG bagi UUS paling kurang harus diwujudkan dalam: pelaksanaan

tugas dan tanggung jawab Direktur UUS; pelaksanaan tugas dan tanggung jawab

Dewan Pengawas Syariah; penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan

penyimpanan dana oleh deposan inti; dan transparansi kondisidan non keuangan

UUS.

Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas

Pemberian Kredit Kepemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor

Bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran Kredit Kepemilikan

Rumah (KPR), KPR iB (KPR Syariah), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dan KKB

iB (KKB Syariah) karena pertumbuhan kredit tersebut terlalu tinggi berpotensi

mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga

sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank dengan

eksposur kredit properti yang besar. Untuk itu, bagi perbankan konvensional maupun

syariah agar tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu

menghadapi tantangan sektor keuangan di masa yang akan datang, perlu adanya

kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir

sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan kredit tersebut

di atas yang berlebihan. Untuk KPR iB, KKB iB tetap memperhatikan karateristik

produk perbankan syariah termasuk fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah

Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Kebijakan tersebut dilakukan melalui

penetapan besaran LTV untuk KPR, FTV untuk KPR iB dan Down Payment (DP)

untuk KKB dan KKB iB. Untuk menghindari kemungkinan adanya regulatory

arbitrage ketentuan LTV dan DP juga diberlakukan terhadap BUS dan UUS dengan

perlakuan khusus yang berbeda untuk produk pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah

(MMQ) dan IMBT.

Ruang lingkup pengaturan KPR iB meliputi pembiayaan yang diberikan kepada

nasabah perorangan dan tidak berlaku untuk nasabah perusahaan. Ketentuan ini hanya

berlaku untuk KPR iB berupa rumah tinggal/ apartemen/rumah susun yang memiliki

Page 30: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

30

luas di atas 70 m2. Penyertaan (sharing) BUS atau UUS dalam rangka pembiayaan

kepemilikan rumah diperlakukan terhadap KPR iB dengan skema MMQ ditetapkan

paling tinggi sebesar 80% dari harga perolehan rumah. Uang jaminan (deposit)

sebagai DP dalam rangka KPR iB dengan skema IMBT ditetapkan paling rendah

sebesar 20% dari harga perolehan rumah yang disewakan kepada nasabah. Uang

jaminan (deposit) dimaksud akan diperhitungkan sebagai uang muka pembelian

rumah tersebut oleh nasabah pada saat IMBT jatuh tempo.

Secara rinci, pengaturan uang muka kredit atau DP pada KKB/KKB iB

ditetapkan sebagai berikut:

a. Paling rendah 25%, untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua;

b. Paling rendah 30%, untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih

untuk keperluan non produktif;

c. Paling rendah 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih

untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi salah satu syarat:

Merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang

yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau

Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu

yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung

kegiatan operasional usaha yang dimiliki.

OJK telah melakukan perluasan cakupan pengaturan yang meliputi:

a. Kredit pemilikan properti yang terdiri dari kredit pemilikan rumah tapak, kredit

pemilikan rumah susun, kredit pemilikan rumah kantor serta kredit pemilikan

rumah toko; dan

b. Kredit konsumsi beragun properti, dengan parameter sebagai berikut:

Page 31: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

31

Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Syariah

Kegiatan usaha bank senantiasa dihadapkanpada risiko-risiko yang berkaitan erat

dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Perkembangan lingkungan

eksternal dan internal perbankan syariah yang semakin pesat mengakibatkanrisiko

kegiatan usaha perbankan syariah semakin kompleks. Bank dituntut untuk mampu

beradaptasi dengan lingkungan melalui penerapan manajemen risiko yang sesuai

dengan Prinsip Syariah. Prinsipprinsip manajemen risiko yang diterapkan pada

perbankan syariah di Indonesia diarahkan sejalan dengan aturan baku yang

dikeluarkan oleh Islamic Financial Services Board (IFSB). Penerapan manajemen

risiko pada perbankan syariah disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas usaha

serta kemampuan bank. OJK menetapkan aturan manajemen risiko ini sebagai standar

minimal yang harus dipenuhi oleh BUS dan UUS sehingga perbankan syariah dapat

Page 32: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

32

mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi namun

tetap dilakukan secara sehat, istiqomah, dan sesuai dengan Prinsip Syariah.

Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme

Bank harus memiliki Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU)

dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) yang disusun dengan mengacu pada

Pedoman Standar Penerapan Program APU dan PPT yang harus disesuaikan dengan

struktur organisasi, kompleksitas usaha serta jenis produk dan jasa layanan bank.

Program tersebut merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko bank secara

keseluruhan. Penerapan program APU dan PPT paling kurang mencakup:

a. Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris;

b. Kebijakan dan prosedur;

c. Pengendalian intern;

d. Sistem informasi manajemen; dan

e. Sumber daya manusia dan pelatihan.

Dalam menerapkan program APU dan PPT, bank wajib memiliki kebijakan dan

prosedur tertulis yang paling kurang mencakup:

a. Permintaan informasi dan dokumen;

b. Beneficial Owner;

c. Verifikasi dokumen;

d. Customer Due Dilligence (CDD) yang lebih sederhana;

e. Penutupan hubungan dan penolakan transaksi;

f. Ketentuan mengenai area berisiko tinggi dan PEP;

g. Pelaksanaan CDD oleh pihak ketiga;

h. Pengkinian dan pemantauan;

i. Cross Border Correspondent Banking;

j. Transfer dana; dan

k. Penatausahaan dokumen.

Bank wajib melakukan prosedur CDD pada saat:

a. Melakukan hubungan usaha dengan calon Nasabah;

b. Melakukan hubungan usaha dengan Walk in Customer (WIC);

Page 33: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

33

c. Bank meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh Nasabah, penerima

kuasa, dan/atau Beneficial Owner; atau

d. Terdapat transaksi keuangan yang tidak wajar yang terkait dengan pencucian

uang dan/atau pendanaan terorisme.

Untuk mencegah digunakannya bank sebagai media atau tujuan pencucian uang

atau pendanaan terorisme yang melibatkan pihak internal bank, bank wajib

melakukan prosedur penyaringan (screening) dalam rangka penerimaan pegawai baru.

Hal ini mengingat pemanfaatan jasa perbankan sebagai media pencucian uang dan

pendanaan terorisme dimungkinkan juga melibatkan pegawai bank itu sendiri.

Dengan demikian untuk mencegah ataupun mendeteksi terjadinya dugaan tindak

pidana pencucian uang yang dilakukan melalui lembaga perbankan perlu diterapkan

Know Your Employee (KYE) yang diantaranya adalah melalui prosedur screening dan

pemantauan terhadap profil karyawan.

Dalam menerapkan program APU dan PPT, bank umum wajib menyampaikan

kepada OJK:

a. Pedoman Pelaksanaan Program APU dan PPT dan action plan terhadap

pelaksanaan pedoman tersebut paling lambat 12 bulan sejak diberlakukannya

peraturan terkait; dan

b. Laporan kegiatan pengkinian data setiap akhir tahun.

Hasil penilaian penerapan Program APU dan PPT diperhitungkan dalam

penilaian tingkat kesehatan bank melalui faktor manajemen. Dalam hal hasil penilaian

adalah nilai 5 maka selain diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan, juga

dikaitkan dengan pengenaan sanksi administratif berupa penurunan tingkat kesehatan

dan pemberhentian pengurus melalui mekanisme FPT.

Penyelesaian Pengaduan Nasabah

Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan atau

perwakilan nasabah. Bank wajib memiliki unit atau fungsi yang dibentuk secara

khusus di setiap kantor bank untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan

nasabah. Untuk menyelesaikan pengaduan, bank wajib menetapkan dalam kebijakan

dan prosedur tertulis yang meliputi:

Page 34: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

34

a. Penerimaan pengaduan;

b. Penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan

c. Pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.

Penyelesaian pengaduan paling lambat 20 hari kerja setelah tanggal penerimaan

pengaduan tertulis. Dalam hal terdapat kondisi tertentu bank dapat memperpanjang

jangka waktu sampai dengan paling lama 20 hari kerja. Dalam hal pengaduan

dilakukan secara lisan, maka pengaduan tersebut wajib diselesaikan dalam waktu 2

hari kerja.

F. Growth of Sharia Banking in Indonesia

Pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia masih baru dimulai pada era 90-

an. Kalau kita hitung, eksistensi perbankan syariah di Negara Indonesia, yang

menduduki peringkat pertama muslim terbesar sedunia, masih baru berusia kurang

lebih 12 tahun (setara dengan anak kelas 5 Sekolah Dasar). Pendirian sebuah lembaga

perbankan syariah dihasilkan melalui perundingan dan diskusi yang matang dari para

‘alim ‘ulama’ yang ada di Indonesia. Berikut di bawah ini adalah skema sejarah

eksistensi perbankan syariah.

Adapun sistem operasional yang ada di bank syariah yang mencakup kegiatan

funding (pendanaan), lending (pembiayaan), dan services (jasa-jasa) tergambar

dengan jelas pada siklus di bawah ini.

Page 35: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

35

Sejak tahun 2008, pasca diresmikannya Undang-Undang Perbankan Syariah

(UUPS) No. 21 Tahun 2008, banyak para pengamat bank syariah menilai,

bahwa pertumbuhan perbankan syariah akan semakin pesat dengan adanya payung

hukum yang baru ini. Hal ini terbukti, hingga akhir 2009, peningkatan yang terjadi

terhadap 6 BUS, 25 UUS and 139 BPRS, jika dibandingkan pada 2005, BUS tumbuh

100%, UUS tumbuh 86%, and BPRS tumbuh 51% (Agustianto 2010). Hingga

Oktober 2013, peningkatan jumlah Bank syariah di Indonesia terus mengalami

peningkatan. Di bawah ini, kami sajikan data yang sudah kami peroleh melalui akun

Bank Indonesia. Selain itu, kami juga menyajikan pertumbuhan aset, dana pihak

ketiga (DPK), dan pemberian yang diberikan (PYD) yang dimiliki oleh BUS, UUS,

dan BPRS hingga akhir bulan Oktober 2013.

Page 36: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

36

Page 37: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

37

PENUTUP

A. Simpulan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan tehadap Lembaga Jasa

Keuangan, baik perbankan maupun non-perbankan. Diharapkan Undang-undang

Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK merupakan sebuah anugerah bagi

perkembangan perbankan syariah Indonesia, karena otoritas jasa keuangan yang

selama ini menjadi kewenangan Bank Indonesia masih belum efektif menciptakan

lembaga perbankan syariah yang bebas dari intervensi dalam menerapkan prinsip-

prinsip syariah. Sehingga dengan keberadaan OJK, diharapkan pengawasan kinerja

perbankan syariah berjalan secara seimbang, disamping adanya pengawasan internal,

juga ada pengawasan eksternal oleh OJK.

B. Saran

Akhirnya, penulis sampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dalam

tulisan ini, mohon kritikan konstruktif dari semua pembaca. Tulisan ini penulis

sajikan semata-mata untuk memperluas khazanah ilmu pengetahuan penulis,

khususnya tentang ekonomi syariah, semoga bermanfaat.

Page 38: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

38

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Halim. “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan

dalam Menyongsong MEA 2015”. Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)

Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012.

Hasan, Hasbi. “Efektivitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga

Perbankan Syariah (Effective Control Of Financial Service Authority on Sharia Banking

Institution)”. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 3, Oktober 2012.

Page 39: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

39

HWMA Law Office. “Otoritas Jasa Keuangan Era Baru Perlindungan Nasabah”, News Flash,

1, 2012.

Indaryanto, Wisnu. “Pembentukan dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (Establishment

and Authority of The Financial Service Authority)”. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 3,

Oktober 2012.

Khofiatuziadah. “Hubungan Kelembagaan antar Pengawas Sektor Perbankan: Perspektif

Undang-undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (Institutional Relations Of The Banking

Sector Supervisory: Perspectif Of Law On The Financial Services Authority). Jurnal

Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 3, Oktober 2012.

Lestari, Hesty D. “Otoritas Jasa Keuangan: Sistem Baru dalam Pengaturan dan Pengawasan

Jasa Keuangan”. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 3 No. 12, September 2012.

Murdadi, Bambang. “Otoritas Jasa Keuangan Pengawas Lembaga Keuangan Baru yang

Memiliki Kewenangan Penyidikan”. Value Added Vol. 8 No. 2, Maret 2012.

Pakpahan, Rudi Hendra. “Akibat Hukum Dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan

Terhadap Pengawasan Lembaga Keuangan Di Indonesia (Due To Legal Formation

Institutions Financial Services Authority Supervision Of Financial Institutions In Indonesia).

Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 3, Oktober 2012.

Rahyani, Wiwin Sri. “Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-

undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (The Independence of

Financial Services Authority Persepective in Law Number 21 year 2011 Concerning of

Financial Services Authority)”. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 3, Oktober 2012.

Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM dan FE UI. “Alternatif Struktur OJK yang Optimum:

Kajian Akademik”, 23 Agustus 2010. “Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah”

“Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”

24

Wariadinata, Wahyu. “Masalah dalam Penyidik Tindak Pidana Jasa Keuangan di Indonesia

(Investigator Problem in Crime Financial Services in Indonesia). Jurnal Legislasi Indonesia

Vol. 9 No. 3, Oktober 2012.

“Deputi Gubernur BI Juga Galau Setelah Hadirnya OJK”. http://bankirnews.com/ index.php?

option=com_content&view=article&id=2503:deputi-gubernur-bi-juga-galau-soal-nasibnya-

setelah-ada-ojk&catid=47:terbaru&Itemid =181. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.

Page 40: STANDARISASI PENILAIAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP SHARIA BANKING PERFORMANCE

EKONOMI SYARIAHUNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYATAHUN 2014

40

“Inplikasi Pembentukan OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan OJK”.

http://cwts.ugm.ac.id/2013/04/implikasi-pembentukan-otoritas-jasa-keua ngan-terhadap-

pengaturan-dan-pengawasan-perbankan-indonesia/. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.

“Kehadiran OJK, Sejarah Baru Perekonomian Indonesia”. http://ekbis. sindonews.com/

read/2012/12/25/90/700589/kelahiran-ojk-sejarah-baru-perekonomian-indonesia. Diakses

pada tanggal 20 Januari 2014.

“OJK Pengawas Pasar Modal”. http://www.fiqhislam.com/index.php? option=com_

content&view=article&id=72125:ojk-kini-pengawas-pasar-modal&catid=164:tradingopi

ni&Itemi d=203. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.

“OJK Reduksi Kewenangan Bank Indonesia”. http://www.hukumonline. com/berita

/baca/lt4eaadbb4aa8ce/ojk-kewenangan-bank-indonesia-. Diakses pada tanggal 20 Januari

2014. “Sosialisasi UU OJK dan Seminar Nasional Keuangan Syariah”. http://www.mak

lumat-independen.com/nasional/hukum/999-sosialisasi-uu-ojk-dan-semi nar-nasional-

keuangan-sy ariah.html. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014. “2014, OJK Awasi

Perbankan”. http://www.majalahglobalreview.com/keuangan/ perbankan/11-perbankan/170-

2014-ojk-awasi-perbankan.html. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014.