3
3.5.3.1 Standar Fasilitas Sarana Kota
A. Standar Fasilitas Sarana Kota Bagi Hunian yang Dikembangkan
Secara Horisontal (Sumber: DKI Jakarta)1. Standar kebutuhan sarana
kota bagi lingkungan permukiman yang dikembangkan secara horisontal
ini diberlakukan untuk pembangunan baru maupun peremajaan.
2. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 250
jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya
250m2.
b. Warung dengan luas lahan sekurang-kurangnya 100 m2.
3. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 750
jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2.
b. Taman kanak-kanak dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500
m2.
4. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
1.500 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 dan 3.
b. Sekolah Dasar (SD 6 lokal) dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 3.000 m2.
5. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
3.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 4.
b. Pos kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 200
m2.
c. Musholla dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m2.
d. Balai warga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m2.
e. Lapangan olahraga/tempat bermain/taman dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 1.500 m2.
f. Pos keamanan, gardu listrik, telepon umum dan tempat sampah
dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m2.
6. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
6.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 5.
b. Tempat perbelanjaan/pertokoan dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 3.000m2.
c. Pangkalan/parkir umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya
400 m2.
7. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
15.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 6.
b. Gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP 15 lokal)
dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m2.
8. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
30.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 7.
b. Gedung perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500
m2.
c. Gedung Sekolah Menengah Umum (SMU 18 lokal) atau Sekolah
Kejuruan Menengah Tingkat Atas (18 lokal) atau kombinasi kedua
jenis tersebut dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.800 m2.
d. Puskesmas tingkat kelurahan dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 500 m2.
e. Rumah sakit bersalin dengan luas lahan sekurang-kurangnya
3.000 m2.
f. Apotik/rumah obat dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400
m2.
g. Laboratorium kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya
300 m2.
h. Gedung serba guna dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500
m2.
i. Masjid tingkat kelurahan dengan luas laan sekurang-kurangnya
2.000 m2.
j. Lapangan olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 8.400
m2.
k. Gedung olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000
m2.
l. Kolam renang dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000
m2.
m. Bioskop dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m2.
n. Taman dan tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya
1.500 m2.
o. Kantor kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000
m2.
p. Kantor pelayanan umum dengan lua slahan sekurang-kurangnya
750 m2.
q. Pos tramtib dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m2.
r. Pos pemadam kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya
300 m2.
s. Kantor pos pembantu dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300
m2.
t. Pasar lingkungan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000
m2.
9. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
60.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 8.
b. Panti sosial dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m2.
c. Tempat ibadah lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya
2.000 m2.
d. Pasar/pertokoan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000
m2.
e. Pangkalan/parkir umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya
2.000 m2.
10. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
120.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 9.
b. Balai rakyat/gedung serba guna dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 2.000m2.
c. Lapangan olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000
m2.
d. Taman dan tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya
10.000 m2.
e. Gedung olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000
m2.
11. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
200.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 10.
b. Puskesmas kecamatan/balai pengobatan dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 2.400 m2.
c. Mesjid kecamatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000
m2.
d. Tempat ibadah lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya
2.000 m2.
e. Panti latihan kerja dengan luas lahan sekurang-kurangnya
1.000 m2.
f. Kantor Kecamatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.750
m2.
g. Kantor pelayanan umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya
4.200 m2.
h. KORAMIL/KOSEKTA dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000
m2.
i. KUA/BP-4/Balai nikah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 670
m2.
j. Pemadam kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.250
m2.
k. Kantor pos/telkom dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.500
m2.
l. Dipo kebersihan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 200
m2.
m. Gardu listrik dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500
m2.
12. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
480.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:a. Seperti disebutkan pada
nomor 2 sampai 11
b. Akademi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m2
c. Perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000
m2
d. Rumah sakit pembantu tipe C dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 10.000 m2
e. Masjid tingkat sub wilayah dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 12.000 m2
f. Gedung Jumpa Bhakti/serbaguna dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 10.000 m2
g. Stadion mini dengan luas lahan sekurang-kurangnya 50.000
m2
h. Taman dan tempat rekreasi dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 30.000 m2
i. Museum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2
j. Gedung Olah Seni dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000
m2
k. Bioskop atau teater dengan luas lahan sekurang-kurangnya
3.000 m2
l. Pusat perbelanjaan/pasar dengan luas lahan sekurang-kurangnya
36.000 m2
m. Terminal transit dengan luas lahan sekurang-kurangnya 8.000
m2
n. Parkir Umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 13.500
m2
13. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai
1.500.000 jiwa diperlukan adanya sarana:
a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 12
b. Perguruan Tinggi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 20.000
m2
c. Perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000
m2
d. Rumah sakit wilayah tipe B dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 45.000 m2
e. Rumah sakit Gawat Darurat dengan luas lahan
sekurang-kurangnya 30.000 m2
f. Masjid wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 20.000
m2
g. Tempat ibadah lain dengan luas wilayah sekurang-kurangnya
5.000 m2
h. Gedung Pertemuan Umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya
5.000 m2
i. Komplek Olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 70.000
m2
j. Gedung Hiburan/Rekreasi dengan luas lahan sekurang-kurangnya
6.000 m2
k. Bioskop dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m2
l. Gedung Kesenian dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000
m2
m. Taman Kota dan tempat rekreasi atau Hutan Kota dengan luas
lahan sekurang-kurangnya 50.000 m2
n. Gedung Seni Tradisional dengan luas lahan sekurang-kurangnya
5.000 m2
o. Kantor Pemerintahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya
25.000 m2
p. Kantor Pos Wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 6.000
m2
q. Kantor KOWILKO dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000
m2
r. Kantor KODIM dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.500
m2
s. Kantor Telepon Wilayah dengan luas lahans ekurang-kurangnya
7.500 m2
t. Kantor PLN Wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000
m2
u. Kantor PDAM Wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya
5.000 m2
v. Kantor Pengadilan Agama dengan luas lahan sekurang-kurangnya
3.000 m2
w. Kantor Marwil Kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya
3.000 m2
x. Pusat Perbelanjaan Utama, Pasar, Pertokoan, Toko Serba Ada
(Departemen Store), Bank-bank, Perusahaan Swasta dan jasa-jasa
lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya 85.000 m2
y. Terminal dengan luas lahan sekurang-kurangnya 50.000 m2
z. Parkir Umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 40.000
m2
14. Untuk kawasan pada Pola Sifat Lingkungan Kurang Padat atau
dengan kepadatan penduduk 301-300 jiwa/Ha, dapat dikenakan faktor
reduksi atas standar kebutuhan lahan sebesar 15%, sedangkan pada
Pola Sifat Lingkungan Padat atau dengan kepadatan penduduk lebih
besar dari 500 jiwa/Ha, dapat dikenakan faktor reduksi atas standar
kebutuhan lahan sebesar 30%
15. Bangunan-bangunan sarana kota dapat dibangun tersendiri atau
beberapa sarana dibangun secara terpadu dalam satu bangunan atau
digabung dalam bangunan rumah susun, dengan memperhatikan
persyaratan-persyaratan intensitas bangunan, keserasian arsitektur,
keamanan, keselamatan, sirkulasi pejalan kaki/kendaraan, dan
sebagainya.
B. Standar Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah
Susun Sederhana (Dep. Pekerjaan Umum)Luas Tanah
Harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Tabel A.
Luas Lahan untuk Fasilitas Lingkungan
Rumah Susun dengan KDB 50%
No.Jenis PeruntukanLuas Lahan
Maksimum (%)Minimum (%)
1.Bangunan Hunian50-
2.Bangunan Fasilitas10-
3.Fasilitas Ruang terbuka-20
4.Prasarana Lingkungan-20
Keterangan:
1. Luas tanah untuk fasilitas lingkungan rumah susun
seluas-luasnya 30% dari luas seluruhnya;
2. Luas tanah untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman
sebagai penghijauan, tempat bermain anak-anak dan atau lapangan
olah raga sekurang-kurangnya 20% dari luas lahan fasilitas
lingkungan rumah susun.
Fasilitas Lingkungan Pada Bangunan Hunian
Fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah
susun hunian harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan.
2. Tidak ditempatkan lebih dari lantai ke 3 bangunan rumah susun
hunian.
Jenis dan Besaran Fasilitas Lingkungan
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas
lingkungan berupa ruang dan atau bangunan sesuai Tabel berikut:
Tabel B
Jenis Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana
Jenis Fasilitas LingkunganFasilitas yang tersediaKeterangan
1. Niaga/Tempat Kerja1. Warung.
2. Toko-toko perusahaan dan dagang.
3. Pusat Perbelanjaan termasuk usahan jasa.Persyaratan lihat
Tabel C.
2. Pendidikan1. Ruang belajar untuk pra belajar.
2. Ruang belajar untuk sekolah dasar.
3. Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama.
4. Ruang belajar untuk sekolah menengah umum.Persyaratan lihat
Tabel D.
3. Kesehatan1. Posyandu.
2. Balai Pengobatan.
3. BKIA dan rumah bersalin.
4. Puskesmas.
5. Praktek dokter.
6. Apotik.Persyaratan lihat Tabel D.
4. Peribadatan1. Mushola.
2. Masjid Kecil-
5. Pemerintahan dan pelayanan umum1. Kantor RT.
2. Kantor/Balai RW.
3. Pos Hansip/Siskampling.
4. Pos Polisi.
5. Telepon umum.
6. Gedung serbaguna.
7. Ruang duka.
8. Kota Surat.Persyaratan lihat Tabel E.
6. Ruang Terbuka1. Taman.
2. Tempat Bermain.
3. Lapangan Olah Raga.
4. Pelataran Usaha.
5. Sirkulasi.
6. Parkir.Persyaratan lihat Tabel F.
Fasilitas lingkungan rumah susun yang dibangun harus memenuhi
ketentuan seperti pada tabel berikut:
Tabel C
Fasilitas Niaga/Tempat Kerja
Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks Penghuni yang dapat
dilayani (tiap satuan fasilitas)FungsiLokasi dan Jarak Maks dari
Unit HunianLetak dan Posisi pada Lantai BangunanLuas Lantai Minimum
(m2)Luas Tanah Minimum (jika merupakan bangunan tersendiri)
(m2)
Warung250 penghuniMenjual sembilan bahan pokok1. Di pusat
lingkungan.
2. Mudah dicapai.
3. Radius maksimum 300 m.1. Dapat ditempatkan pada lantai 1, 2
atau 3.
2. Mengelompok pada lantai dasar.Sama dengan luas satuan unit
rumah susun sederhana, maks 36 m2, termasuk gudang kecil.72 (dengan
KDB 50%)
Toko-toko2500 penghuniMenjual barang kebutuhan sehari-hari
termasuk sandang pangan.1. Di pusat lingkung-an.
2. Radius maksimum 500 m.1. Mengelompok pada lantai dasar.
2. Dikelompokkan pada bangunan tersendiri.50 100
Pusat perbelanjaan termasuk usaha jasa2500 penghuniMenjual
kebutuhan sandang dan pangan serta jasa pelayanan1. Di pusat
lingkung-an.
2. Radius maksimum 1000 m.Dikelompokkan pada bangunan
sendiri.60120 (dengan KDB 50%)
Tabel D
Fasilitas Pendidikan
Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks Penghuni yang
MendukungFungsiLetakJarakLuas Lantai yang DibutuhkanLuas Lahan yang
dibutuhkan
Pra Belajar1000 jiwa dimana anak usian 5-6 tahun sebanyak
8%Menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6
tahun.Ditengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan taman-taman
tempat bermain di RT/RW.Mudah dicapai dengan radius pencapaian 500
m, dihiitung dari unit terjauh dan lantai tertinggi.125 m2 atau
1.5 m2/siswa250 m2
Sekolah Dasar1600 jiwaMenampung pelaksanaan pendidikan Sekolah
DasarTidak menyeberang jalan lingkungan dan masih tetap di
tengah-tengah kelompok keluarga.Mudah dicapai dengan radius
pencapaian maks 1000 m, dihitung daru unit terjauh dan lantai
tertinggi.1.5 m2/siswa2000 m2
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama4800 jiwaMenampung pelaksanaan
pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat PertamaTidak di pusat
lingkungan, dapat digabung dengan lapangan OR atau digabung dengan
sarana pendidikan lainnya.Radius maksimum 1000 m.1.75 m2/siswa9000
m2
Sekolah Menengah Umum (SMU)4800 jiwaMenampung pelaksanaan
pendidikan SMUDapat digabung dengan lapangan OR atau digabung
dengan fasilitas pendidikan lainnya dan tidak di pusat
lingkungan.Radius maksimum 3000 m dari unit yang dilayani.1.75
m2/siswaSMU 1 lantai 12500 m2.
SMU 2 lantai 8000 m2.
SMU 3 lantai 5000 m2.
Tabel E
Fasilitas Kesehatan
Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks Penghuni yang
MendukungFungsiLetakJarakKebutuhan Minimum RuangLuas Lantai yang
DibutuhkanLuas Lahan yang dibutuhkan
Posyandu1000 jiwaMemberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak
usia balita.Terletak di tengah-tengah lingkungan keluarga dan dapat
menyatu dengan kantor RT/RW.Mudah dicapai dengan radius pencapaian
maks 200 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Sebuah ruangan
yang dapat menampung aktivitas.30 m260 m2
Balai Pengobatan1000 jiwaMemberikan pelayanan kepada penduduk
dalam bidang kesehatan.Terletak ditengah-tengah lingkungan keluarga
atau dekat dengan kantor RT/RW.Mudah dicapai dengan radius
pencapaian maks 400 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.-150
m2300 m2
BKIA serta Rumah Bersalin10.000 jiwaMemberikan pelayanan kepada
ibu-ibu, sebelum pada waktu dan sesudah melahirkan serta memberi
pelayanan kepada anak sampai usia 6 tahun.Di Pusat Kawasan.Mudah
dicapai dengan radius pencapaian maks 100 m dari unit terjauh dan
lantai tertinggi.Minimal terdapat 2 ruangan periksa dan ruang
tunggu.600 m21200 m2
Puskesmas30.000 jiwaMemberikan pelayanan lebih lengkap kepada
penduduk dalam bidang kesehataan, mencakup pelayanan dokter
spesialis anak dan dokter spesialis gigi.Berada di pusat lingkungan
dekat dengan pelayanan pemerintah, dapat bersatu dengan fasilitas
kesehatan lainnya.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 1000
m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Minimum ruang periksa
dokter dan ruang pemeriksa dokter gigi serta ruang tunggu.150 m2300
m2
Praktek Dokter5000 jiwaMemberikan pelayanan pertama kepada
penduduk dalam bidang kesehatan umum/spesialis.Berada di
tengah-tengah kelompok dan bersatu dengan fasilitas kesehatan lain
atau di lantai dasar.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks
1000 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Sebuah ruang periksa
dan ruang tunggu.Minimum 18 m2.-
Apotik10.000 jiwaMelayani penduduk dalam pengadaan
obat-obatan.Berada di antara kelompok unit hunian.Mudah dicapai
dengan radius pencapaian maks 1000 m dari unit terjauh dan lantai
tertinggi.Sebuah ruang penjualan, ruang peracik dan ruang
tunggu.Minimum 36 m2.-
Tabel F
Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum
Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks yang Dapat DilayaniLokasi
dan Jarak Maks dari Unit HunianLetak dan Posisi Pada Lantai
BangunanLuas Lantai MinimumLuas Lahan Maks (jika merupakan bangunan
tersendiri)
Kantor RT200Berada di tengah lingkungan keluarga.Dapat berada
pada lantai hunian.Sama dengan unit hunian terkecil.-
Kantor/balai RW1000Berada di tengah lingkungan dan menjadi satu
dengan ruang serbaguna.Dapat berada pada lantai hunian.Sama dengan
unit hunian terkecil 18 m2.-
Pos Hansip/Siskamling200Berada di tengah lingkungan, jarak maks
200 mDapat diletakkan pada lantai dasar unit hunian.4 m26 m2
Pos Polisi2000Berada pada bagian depan atau entrance
lingkungan.Dapat diletakkan pada lantai dasar unit hunian.36 m272
m2
Telepon Umum200Berada dekat dengan pelayanan umum lainnyaDapat
pada lantai dasar.1 unit (1.5 x 1.5)-
Gedung Serbaguna1000Berada di tengah-tengah lingkungan dengan
jarak maks pencapaian 500 m.Dapat pada lantai dasar.250 m2500
m2
Ruang Duka200Dapat menjadi satu atau mempergunakan ruang
serbagunaDapat pada lantai dasar.100 m2-
Kotak Surat1000Di bagian depan tiap blok bangunan hunian.Dapat
pada lantai dasar.--
Tabel G
Fasilitas Kesehatan
Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks yang Dapat Dilayani (tiap
satuan fasilitas)Jarak Pelayanan Maks yang dapat Dilayani (m)Luas
Areal Maks (m2)LokasiFungsiKeterangan dan Persyaratan
Taman40-100 keluarga400-80060-150Antar bangunan dan atau pada
batas (periferi) lingkungan rumah susun dan atau bersatu dengan
tempat bermain dan Olah raga.Keseimbangan lingkungan; kenyamanan
visual dan audial; kontak dengan alam secar maksimal; berinteraksi
sosial; pelayanan sosial budaya.Merupakan taman yang dapat
digunakan oleh berbagai kelompok usia.
Dapat digunakan untuk rekreasi aktif maupun pasif.
Mencakup area untuk berjalan-jalan atau tempat duduk-duduk atau
digabung dengan tempatbermain.
Tempat bermain12-30 anak90-20075-180Antar bangunan-bangunan atau
pada ujung-ujung cluster yang mudah diawasi.Tempat bermain untuk
anak usia 1-5 tahun.
Menyediakan rekreasi aktif dan pasif.
Berinteraksi sosial.Mudah dicapai dan mudah diawasi dari
unit-unit hunian karena kelompok usia balita ,asih membutuhkan
pengawasan ketat.
0.3 anak usia balita setiap 1 keluarga.
1.8 m2 tiap 1 anak.
250 keluarga400-800 450 Dapat disatukan dengan sekolah.Tempat
bermain untuk anak usia 6-12 tahun.
Menunjang pendidikan dan kesehatan.
Menyediakan rekreasi aktif dan pasif.
Berinteraksi sosial.Harus dilengkapi dengan permainan yang aman
dan sesuai dengan usia pengguna.
1.8 m2 tiap keluarga.
Lapangan Olah RagaMinimum 30.000 penduduk10009000Di pusat
lingkungan atau digabung dengan sekolah.Melayani aktifitas salah
satu atau gabungan olahraga basket, badminton, kasti, senam,
aerobik.Fasilitas ini disediakan bila penduduk mencapai jumlah
lebih dari 20.000 penduduk.
Pelataran Usaha40-100 keluarga 60040-100Pada tempat yang
memungkinkan untuk digunakan pada waktu-waktu tertentu.Menjajakan
dagangan pada lokasi yang bersifat temporer.
Berinteraksi sosial.Memenuhi persyaratan kesehatan, kemanan
kenyamanan dan kebersihan.
Sirkulasi dan Parkir-Jarak maksimum dari tempat parkir roda dua
ke blok hunian terjauh 100 m.
Jarak maksimum dari parkir roda 4 ke blok terjauh 400 m-Pada
lantai 1 atau di luar blok bangunan.Menghubungkan satau tempat ke
tempat lain dengan moda kendaraan roda 2 dan roda 4 (jalur
kendaraan)
Menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan berjalan kaki
(jalur PedestrianSatu kendaraan roda 4 untuk setiap 5 keluarga.
Satu kendaraan roda 2 untuk setiap 3 keluarga.
Makam--Minimum 2 % dari areal tanah lingkungan rumah susun.Di
luar lingkungan rumah susu pada areal pemakaman yang telah
disediakan pemerintah daerah setempat.-Setiap developer wajib
menyediakan lahan pemakaman dengan luas dan lokasi sesuai dengan
peraturan daerah yang berlaku sesuai tata ruang kota.
Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk
kegiatan peribadatan harian, dapat disatukan dengan ruang serba
guna atau ruang komunal, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jumlah penghuni minimum yang mendukung adalah 40 KK untuk
setiap satu mushola. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan
1 mushola untuk setiap 1 blok dengan luas lantai 9-36 m2.
Jumlah penghuni minimum untuk setiap satu Masjid kecil adalah
400 KK.C. Standar Sarana Kota Untuk Lingkungan Rumah Susun Hunian
(Sumber: DKI Jakarta)Tabel
Sarana Kota Yang Diwajibkan dan Contoh Sarana Kota Tambahan
Sebagai Penunjang Sarana Lingkungan Untuk Lingkungan Rumah Susun
Hunian
Sarana KotaJenisJumlah Penduduk
250
jiwa1.500
jiwa3.000
jiwa6.000
jiwa15.000
jiwa30.000
jiwa60.000
jiwa
Pendidikan1. Taman Kanak-kanakO
2. Sekolah DasarOO
3. Sekolah Lanjutan Tingkat PertamaO
4.Sekolah Menengah Umum/KejuruanO
5. PerpustakaanO
Tempat penitipan anak/ child care
Tempat bermain/ play group
Kesehatan1. Balai KesehatanO
2. Puskesmas tingkat kelurahanO
3. Rumah BersalinO
4. Apotik/Rumah ObatO
5. Laboratorium kesehatanO
Pusat Kebugaran/Health Club
Dokter Praktek 24 jam
Peribadatan1. MusholaO
2. MesjidO
3. Tempat ibadah lainO
Bina Sosial/Pelayanan Umum1. Balai Warga/Gedung SerbagunaO
2. Gedung SerbagunaO
3. Pos KeamananO
4. WartelO
5. Gardu ListrikO
6. Tempat SampahO
7. Kantor KelurahanO
8. Kantor Pelayanan UmumO
9. Pos TramtibO
10. Pos Pemadam KebakaranO
11. Kantor Pos PembantuO
Control RoomO
Management Office
Function Room
Laundry
Gudang Bersama
Garbage Room
Beauty Saloon
Olahraga/Rekreasi1. Tempat bermain anak-anakO
2. Tempat bermain remaja/tamanO
3. Lapangan OlahragaO
4. Gedung OlahragaO
5. Kolam RenangO
6. TamanO
Fitness Center
Sauna
Lapangan Tenis
Lapangan Badminton
Squash
Putting Green
Jogging track
Parabola
Karaoke
Cineplex
Perbelanjaan/Niaga1. Warung/kiosO
2. Pertokoan miniO
3. Pusat pertokoanO
Bar/Coffe Shop
Restoran
Mini market/Pasar swalayan
Food Court
Bank
Business Corner/Business Lounge
Transportasi1. Shelter/Lay BayO
2. Tempat Parkir/Gedung parkirO
3. Pangkalan/Parkir UmumOO
Keterangan: O Sarana yang wajib disediakan
Sarana tidak wajib/pilihan/tambahanC. Standar Penempatan Hidran
Kebakaran
Keberadaan hidran disuatu lingkungan sangatlah besar artinya,
khususnya bila dilihat dalam segi keselamatan. Apabila terjadi
kebakaran, maka keberadan hidran ini akan sangat diperlukan sebagai
sumber air bagi pemadam kebakaran. Dalam suatu kawasan idelanya
dalam radius beberapa ratus meter terdapat hidran guna mempermudah
dalam hal pencarian sumber air.
Pada lingkungan perencanan, hidran merupakan salah satu
fasilitas yang perlu disiapkan dan penyiapannya sangat dipengaruhi
oleh rencana pengembangan jaringan air bersih. Lokasi hidran ini
sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang akan dilayani.
Pada umumnya dalam satu kilometer pipa distribusi terdapat 4-5
buah hidran. Ketentuan dalam penempatan hidran ini adalah sebagai
berikut:
Sebaiknya hidran diletakkan pada jarak 60 180 cm dari tepi
jalan.
Hidran diletakkan 1 meter dari bangunan permanen.
Penempatan hidran diprioritaskan dipersimpangan jalan sehingga
jarak jangkauannya lebih luas.
Tangki persediaan air yang melayani keperluan hidran lingkungan
wajib memenuhi ketentuan direncanakan dan dipasang sehingga dapat
menyalurkan air dalam volume dan tekanan yang cukup untuk sistem
hidran tersebut.
3.5.3.2 Standar Kebutuhan dan Teknis Parkir
Perparkiran mobil terdiri dari parkir didalam halaman atau
didalam persil/perpetakan dan parkir di dalam daerah milik
jalan.
A. Parkir Didalam Persil
1. Pada kawasan dengan pembatasan lalu lintas dan penggunaan
moda angkutan umum sebagaimana diatur dalam rencana tata ruang
wilayah, kewajiban parkir pada kawasan pembatasan satu dibatasi
sebesar maksimal 70% dari kewajiban yang disyaratkan, kewajiban
parkir pada kawasan pembatalan dua dibatasi sebesar maksimal 80%,
kewajiban parkir pada kawasan pembatasan tiga dibatasi sebesar
maksimal 90%.
2. Parkir didalam persil/perpetakan terdiri dari:
a. Pelataran parkir.
b. Parkir dalam bangunan, yang menyatu dengan bangunan utama dan
atau didalam gedung parkir yang terletak diatas permukaan tanah dan
atau di bawah permukaan tanah (besmen)
3. Bangunan atau gedung parkir dan atau pelataran parkir yang
berdiri sendiri di atas persil atau perpetakan, maka bangunan dan
atau pelataran parkir tersebut ditetapkan dengan penggunaan utama
parkir.
4. Bangunan/gedung parkir atau pelataran parkir yang merupakan
bagian dari suatu bangunan atau penggunaan utama, maka bangunan
atau pelataran parkir tersebut berfungsi sebagai penggunaan
pelengkap di dalam persil maupun lingkungan.
5. Penataan parkir di dalam bangunan dan di pelataran parkir
harus mempertimbangkan dimensi, kemiringan dan pola sirkulasi
keluar-masuk kendaraan sehingga dapat mengurangi terjadinya konflik
antara pejalan kaki dengan lalu lintas kendaraan.
6. Parkir didalam persil merupakan kewajiban yang harus
disediakan sesuai dengan pemanfaatan ruang yang disyaratkan.
7. Pada peruntukkan tanah ruang terbuka tidak diwajibkan
menyediakan parkir kecuali pada penggunaan rekreasi, lapangan
olahraga, tempat pemakaman.
8. Parkir bersama dalam bentuk pelataran parkir, taman parkir
dan atau gedung parkir dapat dibangun pada semua peruntukkan tanah
kecuali di peruntukkan tanah ruang terbuka.
9. Parkir bersama di peruntukkan tanah ruang terbuka
diperkenankan pada besmen dengan tidak megurangi prinsip ruang
terbuka yang memerlukan penghijauan dengan pohon pelindung.
10. Parkir bersama yang menghubungkan bangunan-bangunan
pembangkit kendaraan di besmen diperkenankan secara terbatas.
11. Setiap bangunan diwajibkan menyediakan tempat parkir
kendaraan sesuai dengan jumlah kebutuhan.
12. Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi
daerah penghijauan.
13. Kebutuhan parkir minimal untuk bangunan-bangunan yang
didirikan harus dipenuhi dan disediakan di dalam persil atau
perpetakan dengan memperhatikan kelancaran sirkulasi keluar masuk
kendaraan dan pejalan kaki, keamanan, keselamatan, kesehatan umum,
dan kenyamanan.
TabelStandar Kebutuhan Parkir
Jenis BangunanKebutuhan Parkir Minimal
Rumah susun/Apartemen
- Luas lantai > 150 m2 bruto1 mobil / 1 unit hunian
- Luas lantai 50 150 m2 bruto1 mobil / 2 unit hunian
- Luas lantai < 50 m2 bruto1 mobil / 5 unit hunian
Rumah susun murah1 mobil / 10 unit hunian
Rumah tinggal1 mobil / 1 unit hunian
Pempus/Pemda/Diplomatik1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Perkantoran/Jasa/Bank1 mobil / 100 m2 lantai bruto
Pertokoan1 mobil / 60 m2 lantai bruto
Hotel Kelas I (Bintang 4 - 5)1 mobil / 5 kamar
Hotel Kelas II (Bintang 2 3) 1 mobil / 7 kamar
Hotel Kelas III (Melati & Bintang I)1 mobil / 10 kamar
Bar/NC/Amusement1 mobil / 10 m2 lantai bruto
Pusat kebugaran1 mobil / 60 m2 lantai bruto
Restoran/Cafe1 mobil / 50 m2 lantai bruto
Tempat hiburan lainnya1 mobil / 50 m2 lantai bruto
SARANA PELAYANAN UMUM
Terminal/Stasiun/Pelabuhan/Bandara1 mobil / 100 m2 lantai
bruto
Tempat ibadah Kota dan Propinsi1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Rumah Sakit1 mobil / 300 m2 lantai bruto
Puskesmas1 mobil / 300 m2 lantai bruto
Poliklinik/RSB/Spesialis1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Praktek Dokter1 mobil / 100 m2 lantai bruto
Laboratorium1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Apotik1 mobil / 200 m2 lantai bruto
PENDIDIKAN
Sekolah Menengah, Akademi, PT1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Lembaga Pendidikan/Kursus1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Perpustakaan1 mobil / 300 m2 lantai bruto
SOSIAL BUDAYA
Gd. Serba Guna Kelurahan/Kecamatan1 mobil / 50 m2 lantai
bruto
Balai Latihan kerja1 mobil / 400 m2 lantai bruto
Panti Sosial1 mobil / 500 m2 lantai bruto
Gd. Jumpa Bakti > Kec.1 mobil / 50 m2 lantai bruto
Gd. Pertemuan/Balai Resepsi1 mobil / 20 m2 lantai bruto
Gd. Olahraga1 mobil / 50 m2 lantai bruto
Kolam renang1 mobil / 50 m2 lantai bruto
Stadion Olahraga1 mobil / 50 m2 lantai bruto
Gd. Olah Seni/Gd. Kesenian1 mobil / 50 m2 lantai bruto
Kompleks Olahraga/Gelanggang olahraga1 mobil / 50 m2 lantai
bruto
MuseumSesuai kebutuhan
Bioskop1 mobil / 50 m2 lantai bruto
Taman/Taman rekreasiSesuai kebutuhan
PELAYANAN UMUM
Kantor kelurahan/Kecamatan1 mobil / 200 m2 lantai bruto
KUA/BP4/Balai Nikah1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Kantor Pos/Telkom1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Kantor Pelayanan Umum Lainnya1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Kantor Polisi/TNI1 mobil / 200 m2 lantai bruto
Pemakaman Umum/Krematorium/Rumah DukaSesuai kebutuhan
FASILITAS NIAGA
Pasar Tradisional Kelurahan/Kecamatan1 mobil / 400 m2 lantai
bruto
Pasar Kota/Propinsi1 mobil / 100 m2 lantai bruto
INDUSTRI
Industri/Pergudangan1 mobil / 400 m2 dan 1 truk/1000 lantai
bruto
Industri/Pergudangan tipe Perpetakan/Susun1 mobil / 200 m2 dan 1
truk/1000 lantai bruto
KHUSUS
Instalasi Militer dan lain-lainSesuai kebutuhan
Standar parkir untuk satu mobil (sedan/van/pick up) minimum
lebar 2,25 m dan panjang 4,50 m pada posisi tegak lurus. Sedangkan
untuk parkir sejajar, minimum lebar 2,25 m dan panjang 6,00 m,
parkir untuk satu truk minimul lebar 3,50 m dan panjang 10,00
m.
Rasio parkir pada bangunan parkir ditetapkan seluas 25 m2 untuk
satu mobil.
Apabila disediakan pedestrian pada posisi parkir tegak (90),
maka lebar pedestrian ditentukan minimal 1,50m.
Pada penataan parkir di pelataran yang terdiri dari tempat
parkir dan sirkulasi kendaraan harus ditanam pohon-pohon
pelindung/peneduh minimal satu pohon setiap 75m2 atau 4 mobil.
Setiap jumlah ruang parkir minimal 30 unit harus disediakan
ruang tunggu/duduk untuk supir dengan ukuran 2x3 m2.
Penataan parkir pada ruang terbuka diantara GSB dan GSJ, diatur
sebagai berikut:
NoLebar Rencana jalan (L)Luas minimum lahan parkir
1
2
3L < 26 m
26 m 50 mDiperbolehkan sampai dengan 75% dan penghijauan.
Diperbolehkan sampai dengan 50% dan penghijauan dan ruang publik
lainnya.
Mutlak harus dihijaukan dan ruang publik lainnya.
B. Standar Bangunan ParkirPenempatan fasilitas parkir di dalam
bangunan, baik pada sebagian bangunan utama, pada besmen, maupun
pada bangunan khusus parkir, ditetapkan sebagai berikut:
a. Tinggi minimum ruang bebas struktur (head room) untuk ruang
parkir adalah 2,25 m.
b. Setiap lantai parkir harus memiliki sarana untuk sirkulasi
horisontal dan atau sirkulasi vertikal untuk orang dengan ketentuan
bahwa tangga spiral dilarang digunakan.
c. Lantai untuk ruang parkir yang luasnya mencapai 500 m2 atau
lebih harus dilengkapi ramp naik dan turun masing-masing dua
unit.
d. Bangunan parkir yang menggunakan ramp spiral, diperkenankan
maksimal 5 lantai.
e. Lebar ramp lurus satu arah minimum 3,00 m dan untuk dua arah
harus terdapat pemisah minimum selebar 0,50 m sehingga lebar
minimum berjumlah 6,5 m.
f. Ketentuan ramp pada bangunan parkir adalah sebagai
berikut:
Kemiringan ramp lurus bagi jalan kendaraan pada bangunan parkir
maksimal 1 berbanding 7.
Apabila lantai parkir mempunyai sudut kemiringan, maka sudut
kemiringan tersebut maksimal 1 berbanding 20.
Pada ramp lurus jalan satu arah, lebar minimal 3 m dengan ruang
bebas struktur di kanan kiri minimal 60 cm.
Pada ramp melingkar jalan satu arah, lebar jalan minimal 3,6 m
dan untuk jalan dua arah lebar jalan minimal 7 m dengan pembatasan
jalan lebar 50 cm, tinggi minimal 10 cm.
Jari-jari tengah ramp melingkar minimal 9 m dihitung dari as
jalan terdekat.
Setiap jalan pada ramp melingkar harus mempunyai ruang bebas 60
cm terhadap struktur bangunan.
g. Ketentuan tentang parkir besmen adalah sebagai berikut:
Perencanaan luas bangunan besmen dan atau substruktur harus
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi batasan KTB dan KDH yang
ditetapkan.
Bangunan parkir di besmen wajib memenuhi ketentuan jarak bebas
sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini.
Fasilitas yang harus disediakan pada parkir besmen: Ruang tunggu
supir, toilet, mushola, kantin dan ruang lainya sesuai
kebutuhan.
3.5.3.3 Standar Perencanaan Prasarana Kota
3.5.3.4 Standar Gardu Listrik dan Saluran Tegangan Ekstra
Tinggi
A. Standar Gardu Distribusi Listrik1. Ukuran dan Kapasitas
Maksimum Gardu per unit.
a. Luas tanah
: 6 x 9 m2
b. Luas casis (bangunan): 4 x 7 m2c. Radius pelayanan
: 200 m2
d. Kapasitas maksimum: 630 KVA = 630.000 watt
e. Medan listrik yang bisa dicapai 6.257 m22. Kebutuhan
Listrik/Gardu
a. Untuk perumahan
Tabel
Kebutuhan Listrik dan Pelayanan Tiap Gardu Standar
Jenis rumahUkuran petak rata-rata (m2)Luas bangunan rata-rata
(m2)Kebutuhan (watt)Jumlah rumah yang dilayani gardu (unit)
Kecil100704501.400
Sedang2002401.500420
Besar4006006.600100
Khusus untuk lingkungan real estate kebutuhan gardu
diperhitungkan sebagai berikut:
Medan elektris yang bisa dicapai gardu standar = 6.257 m2 atau
dibulatkan 0,5 Ha untuk 1 gardu.
b. Untuk perkantoran/jasa/pertokoan
Untuk bangunan-bangunan perkantoran/jasa/pertokoan, disyaratkan
untuk setiap luas lantai bangunan seluas 1.000 m2 / 50.000 m2
menyediakan satu gardu khusus.
B. Standar Ruang Terbuka Sempadan Saluran Udara Tegangan
TinggiTanah, bangunan dan tanaman yang berada di bawah sepanjang
jalur SUTT atau SUTET sebagai ruang aman tetap digunakan oleh
pemiliknya sesuai dengan rencana tata ruang. Ruang bebas adalah
ruang sekeliling penghantar SUTT atau SUTET, yang harus dibebaskan
dari kegiatan orang, makhluk hidup lainnya maupun benda apapun,
dapat dinaikkan dengan cara meninggikan menara dan atau
memperpendek jarak antarmenara. Ruang bebas yang dimaksud tersebut
besarnya tergantung tegangan, tekanan angin dan suhu kawat
penghantar.
Faktor-faktor yang menentukan ruang bebas dan ruang aman adalah
tegangan, kekuatan angin dan suhu di sekitar kawat penghantar:
a. Tegangan; makin besar tegangan yang bekerja pada penghantar
makin besar jarak minimum (clearance) yaitu jarak yang terpendek
yang diizinkan antara kawat penghantar dengan benda atau kegiatan
lain sesuai dengan angka-angka yang tertera pada tabel berikut:
TabelJarak Bebas Minimum
antara Penghantar SUTT dan SUTET dengan Tanah dan Benda Lain
NoLokasiSUTT
66KV
(m)SUTT
150 KB
(m)SUTET 500 KV
Sirkit Ganda (m)Sirkit Tunggal (m)
1
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9Lapangan Terbuka atau Daerah Terbuka
Daerah Dengan Keadaan Tertentu:
Bangunan tidak tahan api
Bangunan tahan api
Lalu lintas jalan/jalan raya
Pohon-pohon pada umumnya, hutan, perkebunan
Lapangan olahraga
SUTT lainnya, penghantar udara tegangan rendah, jaringan
telekomunikasi, antena radio, antena televisi dan kereta
gantung
Rel kereta biasa
Jembatan besi, rangka besi penahan penghantar, kereta listrik
terdekat dan sebagainya
Titik tertinggi tiang kapal pada kedudukan air pasang/tertinggi
pada lalu lintas air.6,5
12,5
3,5
8
3,5
12,5
3
8
3
3
7,5
13,5
4,5
9
4,5
13,5
4
9
4
410
14
8,5
15
8,5
14
8,5
15
8,5
8,511
15
8,5
15
8,5
15
8,5
15
8,5
8,5
b. Angin; makin besar tekanan angin, makin besar ayunan kawat
penghantar ke kiri atau ke kanan dan pada satu gawang (jarak antara
sua menara) ayunan yang terbesar karena pengaruh angin adalah pada
kawat penghantar yang lengkungannya paling rendah sedangkan ayunan
semakin kecil ke arah menara.
c. Suhu kawat penghantar; makin besar suhu yang mempengaruhi
kawat penghantar makin mengendor kawat penghantar tersebut,
sehingga andongannya menjadi lebih besar dan kenaikan suhu tersebut
disebabkan oleh suhu di sekeliling dan suhu yang diakibatkan oleh
besarnya arus yang mengalir pada kawat penghantar tersebut.
Ruang aman dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga lahan/ruang
yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk berbagai
kepentingan, sehingga di satu pihak sistem listrik yang ada tidak
terganggu oleh lingkungan dan di lain pihak lingkungan itu sendiri
tidak terganggu oleh sistem listrik tersebut. Ruang bebas dapat
dibentuk dengan menetapkan ketinggian menara direncanakan
sedemikian rupa sehingga kuat medan listrik dan medan magnet yang
dibangkitkan SUTT atau SUTET berada di bawah ambang batas yang
direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO/World Health
Organization) dengan ketentuan tertentu.
3.5.3.5 Standar Pembangunan Kawasan Sekitar Bandara
3.5.3.6 Standar Sempadan Jalan Tol dan Jalur Kereta
A. Standar Sempadan Jalan TolB. Standar Sempadan Jalur Kereta
(Berdasar Kep. Men Hub. No. KM Tahun 2000)
Yang dimaksud dengan:
1. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainya yang
akan atau sedang bergerak di jalan rel
2. Angkutan kereta api adalah pemindahan orang dan/atau barang
dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan kereta
api
3. Jalur Kereta Api adalah daerah yang meliputi daerah manfaat
jalan kereta api, daerah milik jalan kereta api, dan daerah
pengawasan jalan kereta api termasuk bagian bawahnya serta ruang
bebas di atasnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta
api.
4. Daerah manfaat jalan kereta api adalah jalan rel beserta
bidang tanang atau bidang lain di kiri dan kanannya yang
dipergunakan untuk konstruksi jalan rel yang selanjutnya disingkat
Damaja.5. Daerah milik jalan kereta api dan pelebaran jalan rel
maupun penambahan jalur dikemudian hari serta kebutuhan ruangan
untuk pengamanan konstruksi jalan rel kereta api yang selanjutnya
disingkat Damija.
6. Daerah pengawasan jalan kereta api adalah ruang sepanjang
jalan rel di luar daerah milik jalan kereta api yang dibatasi oleh
lebar dan tinggi tertentu dan diperuntukkan bagi pengamanan dan
kelancaran operasional kereta api yang selanjutnya disingkat
Dawasja.
7. Ruang bebas adalah ruang tertentu yang senantiasa bebas dan
tidak mengganggu gerakan kereta api sehingga kereta api dapat
berjalan dengan aman.
8. Jalan rela dalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari
bahan beton atau konstruksi lain yang terletak di permukaan , di
bawah dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang
mengarahkan jalanya kereta api.
9. Jembatan kereta api adalah satu kesatuan konstruksi yang
terbuat dari baja, beton atau konstruksi lain yang menghubungkan
tepi sungai, jurang dan lain-lain untuk kepentingan lalu lintas
kereta api.
10. Terowongan kereta api adalah jalur terobosan di bawah tanah
atau di bawah air yang dibuat dan digunakan untuk lalu lintas
kereta api.
11. Lintas adalah bagian dari jalur kereta api terdiri dari
rangkaian beberapa petak jalan.Daerah Manfaat Jalan (Damaja)
1. Damaja merupakan jalan rel beserta bidang tanah atau bidang
lain di kiri dan kanannya yang dipergunakan untuk konstruksi jalan
rel serta bagi penempatan fasilitas operasional sarana kereta api
dan/atau saluran air, dan/atau bangunan pelengkap lainnya.
2. Bidang tanah atau bidang lain di kiri dan kanannya
dipergunakan untuk:
a. Konstruksi jalan rel
b. Peralatan persinyalan
c. Peralatan telekomunikasi
d. Instansi listrik
e. Saluran air
f. Bangunan pelengkap lainnya berupa:
Menara dan bangunan pelengkapnya
Gardu listrik
Bangunan pengendalian operasi kereta api terpusat.
3. Damaja (sebagaimana yang dimaksud pada no. 1) termasuk tanah
bagian bawahnya dan ruan bebas di atasnya
4. Batas damaja dihitung dari sisi terluar bidang tanah atau
bidang lain yang digunakan untuk penempatan konstruksi jalan rel,
peralatan persinyalan, peralatan telekomunikasi, instalasi listrik,
saluran air dan bangunan lainnya (seperti pada no. 2)
5. Batas damaja untuk jalan rel yang berada di permukaan tanah,
di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau
terowongan dan jembatan.
6. Bidang tanah di luar damaja yang dibangun untuk membangun
bangunan pelengkap lainnya (sebagaimana dimaksud pada no.2, huruf
f) diperlakukan sebagai damaja.
7. Bidang tanah di luar damaja (sebagaimana dimaksud pada no. 1)
merupakan daerah tertutup untuk umum.
Daerah Milik Jalan Kereta Api
Damija terdiri dari damija beserta bidang tanah atau bidang lain
di kiri dan kanannnya yang dipergunakan untuk pengamanan
konstruksi
1. batas damija untuk jalan rel yang terletak di permukaan tanah
adalah batas paling luar sisi kiri dan kanan daerah manfaat jalan
kereta api, masing-masing sebesar 6 (enam) meter.
2. Batas damija untuk jalan rel yang terletak di bawah permukaan
tanah adalah batas paling luar sisi kiri dan kanan serta bagian
bawah daerah manfaat jalan kereta api, masing-masing 2 (dua) meter,
serta bagian atas hingga permukaan tanah.
3. Batas damija untuk jalan rel yang terletak di atas permukaan
adalah batas paling luar sisi kiri dan kanan daerah manfaat jalan
kereta api, masing-masing sebesar 2 (dua) meter.
4. Penggunaan lahan pada damija di luar damaja untuk keperluan
lain selain kepentingan operasi kereta api, dapat dilakukan atas
izin Menteri.
5. Penggunaan lahan pada damija (sebagaimana dimaksud pada no.5)
dengan persyaratan sebagai berikut: Tidak mebahayakan konstruksi
jalan kereta api
Tidak mengganggu fasilitas operasional
Tidak mengganggu saluran air
Tidak mengganggu operasional kereta api
Tidak mengganggu bangunan pelengkap lainnya
Daerah Pengawasan Jalan Kereta Api (Dawasja)
Dawasja di luar damaja merupakan bidang tanah di kiri kanan
selebar 9 (sembilan) meter dari daerah milik jalan kereta api yang
berfungsi sebagai pengamanan dan kelancaran operasi kereta api.
Batas dawasja di luar damaja harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
2. Hal-hal yang mengganggu kelancaran dan operasi kereta api di
daerah sebagaimana simaksud pada no. 1 huruf a untuk jari-jari
lengkungan minimum berupa:
3. Tata jarak pengamanan batas dawasja sebagaimana dimaksud pada
no. 1, dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah setempat.
Jalan Rel
Jalan Rel merupakan satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari
baja, beton atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di
bawah dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang
berfungsi sebagai penyangga dan pengarah jalannya kereta api.
Jalan rel yang berfungsi sebagai penyangga dapat berupa:
a. Tubuh jalan rel
b. Viaduct/jembatan
c. Terowongan
d. Tiang
Jalan rel yang berfungsi sebagai pengarah dapat berupa:
a. Rel
b. Wesel
c. Kabel
d. Beton
Jalur kereta api dibagi dalam beberapa kelas jalur:
a. Jalur kereta api kelas I memiliki frekuensi minimum 105
kecepatan kereta api per satu jalur/hari atau memiliki daya angkut
lintas >20.000.00-20.000.000 ton/tahun dan/atau kecepatan
maksimum 120 km/jam serta beban gandar minimum 18 ton.b. Jalur
kereta api kelas II memiliki frekuensi antara 55 s/d 104 kereta api
per satu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas
10.000.000-20.000.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 110
km/jam serta beban gandar maksimum 18 ton.
c. Jalurkerata kelas III memiliki frekuensi antara 26 s/d 54
kereta api per satu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas
5.000.000-10.000.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 110
km/jam serta beban gandar maksimum 18 tond. Jalur kereta api kelas
IV memiliki frekuensi antara 13 s/d 25 kereta api per satu
jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas 2.500.000-5.000.000
ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 90 km/jam serta beban gandar
maksimum 18 ton
e. Jalur kereta api kelas V memiliki frekuensi maksimal 12
kereta api persatu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas
2.500.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 80 km/jam serta
beban gandar maksimum 18 ton.
3.5.3.7 Standar Pembangunan Menara Telekomunikasi
A. Maksud dan Tujuan Ketentuan Pembangunan Menara
Telekomunikasi
Ketentuan pembangunan menara telekomunikasi dimaksudkan untuk
memberikan arah penyelenggaraan telekomunikasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku disamping kehandalan
cakupan (coverage) frekuensi telekomunikasi dengan tujuan
meminimalkan jumlah menara telekomunikasi yang ada, dengan
prioritas mengarahkan pada penggunaan/dalam
penggunaan/pengelolaannya maupun pengguaan ruang kota, namun tetap
menjamin kehandalan cakupan pemancaran, pengiriman dan/atau
penerimaan telekomunikasi.
B. Pola penyebaran Titik Lokasi, Bentuk, dan Ketinggian Menara
Telekomunikasi
Pola penyebaran titik lokasi menara telekomunikasi dibagi dalam
kawasan berdasarkan pola sifat lingkungan, kepadatan bangunan dan
bangun-bangunan serta kepadatan jasa telekomunikasi yang lokasi
persebarannya ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Kawasan
tersebut dibagi berdasarkan kriteria sebagai berikut:
Kriteria Kawasan I
1. Lokasi yang kepadatan bangunan bertingkat dan bangun-bangunan
serta kepadatan penggunaan/pemakaian jasa tekelomunikasi padat.
2. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan
tanah hanya untuk menara tunggal, keciali untuk kepentingan bersama
beberapa operator dapat dibangun menara rangka sebagai menara
bersama.
3. Menara telekomunikasi dapat didirikan dia ast tanah dan di
atas bangunan denga memperhatikan keamanan, keselamatan, estetika
dan keserasian lingkungan.
Kriteria Kawasan II
1. Lokasi yang kepadatan bangunan bertingkat dan bangun-bangunan
kurang padat.
2. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan
tanah dapat dilakukan untuk menara rangka dan menara tunggal.
3. Menara telekomunikasi dapat didirikan di atas bangunan jika
tidak dimungkinkan didirikan di atas permukaan tanah dengan
memperhatikan keamanan, keselamatan, estetika dan keserasian
lingkungan.
Kriteria Kawasan III
1. Lokasi dimana kepadatan bangunan bertingkat dan
bangun-bangunan tidak padat.
2. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan
tanah dapat dilakukan untuk menara rangka dan menara tunggal.
3. Menara telekomunikasi di atas bangunan bertingkat tidak
diperbolehkan kecuali tidak dapat dihindari karena terbatasnya
pekarangan tanah dengan ketentuan ketinggian disesuaikan dengan
kebutuhan frekuensi telekomunikasi dengan tinggi maksimum 52 meter
dari permukaan tanah dengan memperhatikan keamanan, keselamatan,
estetika dan keserasian lingkungan.
Menara telekomunikasi dibangun sesuai dengan kaidah penataan
ruang kota, keamanan dan ketertiban, lingkungan, estetika dan
kebutuhan telekomunikasi pada umumnya. Seperti disebutkan diatas,
menara telekomunikasi diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu
menara tungal dan menara rangka.
Menara telekomunikasi untuk mendukung sistem transmisi radio
microwave, apabila merupakan menara rangka yang dibangun di
permukaan tanah maksimum tingginya 72 meter, ditentukan hanya dapat
dibangun dalam peruntukkan tanah II dan peruntukkan tanah III.
Dilarang membangun menara telekomunikasi pada:
1. Lokasi pada peruntukkan tanah spesifik perumahan kecuali pada
peruntukkan tanah perumahan renggang dengan ketentuan harus
dilengkapi dengan persyaratan tidak berkeberatan dari tetangga di
sekitar menara dan diketahui oleh lurah setempat.
2. Bangunan bertingkat yang menyediakan fasilitas helipad.
3. Bangunan bersejarah dan cagar budaya.
3.5.3.8Standar Teknis Jalan
A. Standar/Ketentuan Teknis Jalan Berdasarkan PerannyaSistem
perencanaan jaringan jalan yang terdapat di kawasan perencanaan
sangat mengacu kepada hierarki jalan.
Tabel
Klasifikasi dan Hirarki Jalan
Hierarki JalanKecepatan kendaraan (km/jam)Lebar Badan Jalan
(meter)GSJ terhadap Bangunan (meter)
Arteri primer 60 (enam puluh) 8 (delapan) 22 (dua puluh dua)
Arteri sekunder 30 (tiga puluh) 8 (delapan) 20 (dua puluh)
Kolektor primer 40 (empat puluh) 7 (tujuh) 17 (tujuh belas)
Kolektor sekunder 20 (dua puluh) 7 (tujuh) 7 (tujuh)
Lokal primer 20 (dua puluh) 6 (enam) 12 (dua belas)
Lokal sekunder 10 (sepuluh) 5 (lima) 4 (empat)
1. Secara umum sistem jaringan jalan dalam suatu kawasan harus
menunjukkan adanya pola jaringan jalan yang jelas antara
jalan-jalan utama dengan jalan kolektor/lokalnya, sehingga
orientasi dari kawasan-kawasan fungsional yang ada dapat
terstruktur.
2. Fungsi penghubung dalam peranan jaringan jalan pada suatu
kawasan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
3. Penataan jalan tidak dapat terpisahkan dari penataan
pedestrian, penghijauan, dan ruang terbuka umum.
4. Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang
antarbangunan yang tidak hanya terbatas dalam Damija dan termasuk
untuk penataan elemen lingkungan, penghijauan, dan lain-lain.
5. Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan
identitas lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas
pedestrian.
Tabel
Fungsi Klasifikasi Jalan
KlasifikasiJenis Gerakan yang DilayaniPenanganan Akses yang
DiinginkanPenanganan Desain yang Diinginkan
Arteri PrimerTerutama lalu lintas terusan, gerakan-gerakan
antardaerah dan antarsektor Tidak ada aksesJalan berjalur 4-8
dengan pemisahan persimpangan sepenuhnya
Arteri SekunderTerutama untuk menanggung lalu lintas terusan,
gerakan antarsektorAkses yang terbatas kemanfaat-manfaat tanah yang
utamaTanjakan bagian jalan berjalur 2-6 memisahkan
persimpangan-persimpangan lain terkendali
Kolektor PrimerKeseimbangan antara lalu lintas terusan dan lalu
lintas akses, lalu lintas terusan tidak digiatkanAkses langsung,
penggunaan bagian depan jalan terkendaliPersimpangan jalan dengan
2-4 jalur tidak terkontrol
Kolektor SekunderTerutama lalu lintas akses, lalu lintas terusan
dicegahAkses langsungJalan akses dengan 1-2 jalur
LokalLalu lintas akses saja, bidang tanah atau
pembangunan/peroranganAkses langsung
3.5.3.9 Standar Terminal
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31/1995, terminal
penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi:
1. Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum
untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan
pedesaan.
2. Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum
untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau
angkutan pedesaan.
3. Terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum
untuk angkutan pedesaan.
Persyaratan Lokasi Terminal
Penentuan lokasi terminal penumpang harus memperhatikan:
Rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari
rencana umum jaringan transportasi jalan.
Rencana umum tata ruang.
Kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar
terminal.
Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda.
Kondisi topografi, lokasi terminal.
Kelestarian lingkungan.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe A.
Terletak di Ibukota Propinsi, Kotamadya atau Kabupaten dalam
jaringan trayek antarkota antarpropinsi dan/atau lalu lintas batas
negara.
Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya
kelas IIIA.
Jarak antara dua terminal penumpang tipe A sekurang-kurangnya 20
km diPulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau
lainnya. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 Ha untuk
terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di pulau lainnya.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari
terminal, sekurang-kurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan
50 meter di pulau lainnya.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B.
Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan adlam jaringan trayek
angkutan kota dalam propinsi.
Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan
sekurang-kurangnya kelas IIIB.
Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal
tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di pulau
lainnya.
Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di
Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 Ha di pulau lainnya.
Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari
terminal, sekurang-kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30
meter di pulau lainnya.
Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C.
Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam
jaringan trayek angkutan pedesaan.
Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling
tinggi IIIA. Tersedia lahan yang sesuai dengan permintaan
angkutan.
Mempunyai jalan akses masuk atau keluar ke dan dari terminal,
sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar
terminal.
Kriteria Pembangunan Terminal
Pembangunan terminal dilengkapi dengan:
Rancang bangun terminal.
Analisis dampak lalu lintas.
Analisis mengenai dampak lingkungan.
Dalam rancang bangun terminal penumpang harus memperhatikan:
Fasilitas penumpang yang disyaratkan.
Pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan
lokasi peruntukkan lainnya, misalnya pertokoan, perkantoran,
sekolah dan sebagainya.
Pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di
dalam terminal.
Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antarkota
antarpropinsi, angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota dan
angkutan pedesaan. Manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di
daerah pengawasan terminal.
Kriteria Perencanaan Terminal
1. Sirkulasi lalu lintas.
Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, dan dapat
bergerak dengan mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang
kendaraan umum harus terpisah dengan keluar masuk kendaraan.
Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan
yang tidak perlu. Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal
ditentukan berdasarkan:
Jumlah arah perjalanan.
Frekuensi perjalanan.
Waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang.
Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur
bus/kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antarkota.
2. Fasilitas utama terminal yang terdiri dari:
Jalur pemberangkatan kendaraan umum.
Jalur kedatangan kendaraan umum.
Tempat tunggu kendaraan umum.
Tempat istirahat sementara kendaraan umum.
Bangunan kantor terminal.
Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas,
loket penjualan karcis, rambu-rambu, dan papan informasi, yang
memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan, pelataran
parkir kendaraan pengantar dan taksi.
3. Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam
pengoperasian terminal antara lain:
Kamar kecil/toilet.
Musholla.
Kios/kantin.
Ruang pengobatan.
Ruang informasi dan pengaduan telepon umum.
Tempat penitipan barang
Taman.
4. Turun naik penumpang dan parkir bus harus tidak mengganggu
kelancaran sirkulasi bus dan dengan memperhatikan keamanan
penumpang.
5. Luas bangunan ditentukan menurut kebutuhan pada jam puncak
berdasarkan kegiatan adalah:
Kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi
barang dan pengelola terminal.
Macam tujuan dan jumlah trayek, motivasi perjalanan, kebiasaan
penumpang dan fasilitas penunjang.
6. Tata ruang dalam dan luar bangunan terminal harus memberikan
kesan yang nyaman dan akrab.
Luas pelataran terminal ditentukan berdasarkan kebutuhan pada
jam puncak berdasarkan:
Frekuensi keluar masuk kendaraan.
Kecepatan waktu naik/turun penumpang.
Kecepatan waktu bongkar/muat barang.
Banyaknya jurusan yang perlu ditampung dalam sistem jalur.
7. Sistem parkir kendaraan di dalam terminal harus ditata
sedemikian rupa sehingga rasa aman, mudah dicapai, lancar dan
tertib. Ada beberapa jenis sistem tipe dasar pengaturan platform,
teluk dan parkir adalah:
Membujur, dengan platform yang membujur bus memasuki teluk pada
ujung yang satu dan berangkat pada ujungyang lain. Ada tiga jenis
yang dapat digunakan dalam pengaturan membujur yaitu satu jalur,
dua jalur dan shallow saw tooth.
Tegak lurus, teluk tegak lurus bus-bus diparkir dengan muka
menghadap ke platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ada
beberapa jenis teluk tegak lurus ini yaitu tegak lurus terhadap
platform dan membentuk sudut dengan platform.
Alternatif Standar Terminal
Terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yangdinyatakan
dengan jumlah arus minimum kendaraan per satu satuan waktu
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Terminal tipe A 50 100 kendaraan/jam.
Terminal tipe B 25 50 kendaraan/jam.
Terminal tipe C 25 kendaraan/jam.
Persyaratan Teknis, Luas, Akses dan Pejabat Penentu Lokasi
Pembangunan Terminal
Luas Terminal Penumpang
Untuk masing-masing type terminal memiliki luas berbeda,
tergantung wilayah dan type-nya, dengan ketentuan ukuran
minimal:
Untuk terminal tipe A di Pulau Jawa dan Sumatera seluas 5 Ha,
dan di pulau lainnya seluas 3 Ha.
Untuk terminal penumpang type B di Pulau Jawa dan Sumatera
seluas 3 Ha, dan di pulau lainnya seluas 2 Ha.
Untuk terminal type C tergantung kebutuhan.
Akses
Akses jalan masuk dari jalan umum ke terminal, berjarak
minimal:
Untuk terminal type A di Pulau Jawa 100 m dan di pulau lainnya
50 m.
Untuk terminal penunjang type B di Pulau Jawa 50 m dan di pulau
lainnya 30 m.
Untuk terminal penumpang type C sesuai dengan kebutuhan.
Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi dan letak terminal penumpangdilaksanakan
oleh:
Direktur jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I, untuk terminal penumpang tipe A.
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan
Direktur Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B.
Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya Daerah Tingkat II setelah
mendapat persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terminal
penumpang tipe C.
3.5.3.10 Standar Ruang Terbuka Pekarangan
Fungsi dan Persyaratan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan
a. Ruang Terbuka Hijau adalah ruang yang diperuntukkan sebagai
daerah penanaman di kota/wilayah/halaman yang berfungsi untuk
kepentingan ekologis, sosial, ekonomi maupun estetika.
b. Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan
gedung dan terletak pada persil yang sama disebut Ruang terbuka
hijau Pekarangan (RTHP).
c. Ruang Terbuka Hijau pekarangan berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya tanaman, peresapan air, sirkulasi, uinsur-unsur estetik,
baik sebagai ruang kegiatan dan maupun sebagai ruang amenity.
d. Sebagai ruang transisi, RTHP merupakan bagian integral dari
penataan bangunan gedung dan sub-sistem dari penataan lansekap
kota.
e. Syarat-syarat Ruang terbuka Hijau pekarangan ditetapkan dalam
rencana tata ruang dan tata bangunan baik langsung maupun tidak
langsung, dalam bentuk ketetapan GSB, KDB, KDH, KLB, Parkir dan
ketetapan lainnya.
f. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan yang telah ditetapkan dalam
rencana tata ruang dan tata bangunan tidak boleh dilanggar dalam
mendirikan atau memperbarui seluruhnya atau sebagian dari
bangunan.
g. Apabila Ruang terbuka Hijau Pekarangan sebagaimana dimaksud
sebelumnya belum ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata
bangunan, maka dapat dibuat ketetapan yang bersifat sementara untuk
lokasi/lingkungan yang terkait dengan setiap permohonan
bangunan.
h. Ketentuan yag dimaksud dapat dipertimbangkan dan disesuaikan
untk bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan memperhatikan
keserasian dan arsitektur lingkungan.
i. Setiap perencanaan bangunan baru harus memperhatikan potensi
unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai,
pohon-pohon menahun, tanah dan permukaan tanah.
j. Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut,
sungai besar, gunung dan sebagainya. Terhadap suatu kawasan/daerah
dapat diterapkan pengaturan khusus untuk orientasi tata letak
bangunan yang mempertimbangkan potensi arsitektural lansekap yang
ada.
k. Sebagai perlindungan atas sumber-sumber daya alam yang ada,
dapat ditetapkan persyaratan khusus bagi permohonan ijin mendirikan
bangunan dengan mempertimbangkan hal-hal pencagaran sumber daya
alam, keselamatan pemakai dan kepentingan umum.
l. Ketinggian maksimum/minimum lantai dasar bangunan dari muka
jalan ditentukan untuk pengendalian keselamatan bangunan, seperti
dari bahaya banjir, pengendalianbentuk estetika bangunan secara
keseluruhan/kesatuan lingkungan, dan aspek aksessibilitas, serta
tergantung pada kondisi lahan.
Ruang Sempadan Bangunan
a. Pemanfaatan Ruang Sempadan Depan Bangunan harus mengindahkan
keserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan
ketentuan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. Keserasian
tersebut antara lain mencakup pagar dan gerbang, vegetasi
besar/pohon, bangunan penunjang seperti pos jaga, tiang bendera,
bak sampah dan papan nama bangunan.
b. Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan
atau ruas jalan dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan
bangunan, ruang sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki,
jalur kendaraan dan jalur hijau median jalan berikut utilitas jalan
lainnya seperti tiang listrik, tiang telepon di kedua sisi
jalan/ruas jalan yang dimaksud.
c. Koefisien dasar hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan
peruntukkan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan.
KDH minimal 10% pada daerah sangat padat/padat. KDH ditetapkan
meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan
berkurangnya kepadatan wilayah.
d. Ruang Terbuka Hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan
bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan demikian area
parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTHP sejauh
ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam
wadah/container kedap air.
e. KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan
dalam kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas
bangunan dan kawasan campuran.
Tapak Basement
a. Kebutuhan basement dan besaran koefisien tapak basement (KTB)
ditetapkan berdasarkan rencana peruntukkan lahan, ketentuan teknis,
dan kebijaksanaan daerah setempat.
b. Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai basement
pertama tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah)
dan atap basement kedua yang di luar tapak bangunan harus
berkedalaman sekurangnya 2 (dua) meter dari permukaan tanah tempat
penanaman.
Hijau Pada Bangunan
a. Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap
(roof-garden) maupun penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada
balkon dan cara-cara perletakan tanaman lainnya pada dinding
bangunan.
b. DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk
menyediakan RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun
tidak lebih dari 25% luas RTHP.
3.5.3.11 Standar Ruang Terbuka Kawasan Pejalan (Sirkulasi
Pejalan Kaki)
1. Jalan untuk orang berlalu lalang pada trotoar dan di dalam
persil dibedakan berdasarkan jalur pedestrian yang bersifat terbuka
dan jalur pedestrian yang berada di bawah bangunan dalam bentuk
teritisan dan arkade yang berfungsi sebagai ruang publik.
2. Pedestrian merupakan komponen yang penting pada penataan
kawasan. Untuk dapat menciptakan fasilitas pedestrian yang optimal
maka berbagai fasilitas kelengkapan pedestrian seperti lansekap,
lampu jalan, trotoar dan sebagainya harus disiapkan dengan baik.
Sistem sirkulasi pejalan kaki ini juga perlu menyediakan jalur bagi
pemakai kursi roda (wheel chair) dengan aman dan nyaman serta
memenuhi faktor kemampuan manusia.
3. Jalur utama pedestrian harus telah mempertimbangkan sistem
pedestrian secara keseluruhan, aksessibilitas terhadap subsistem
pedestrian dalam lingkungan dan aksessibilitas dengan lingkungan
sekitarnya.
4. Jalur pedestrian harus berhasil menciptakan pergerakan
manusia yang tidak terganggu oleh lalu lintas kendaraan.
5. Penataan pedestrian harus mampu merangsang terciptanya ruang
yang layak digunakan, manusiawi, aman, nyaman dan memberikan
pemandangan yang menarik.
6. Jalur pejalan kaki atau pedestrian terdiri atas jalur
pedestrian di dalam suatu kawasan dan jalur pedestrian di pinggir
jalan.
Jalur pedestrian didalam suatu kawasan disiapkan terutama untuk
menghubungkan antarsatu kegiatan dengan kegiatan lainnya di dalam
lokasi kawasan.
Jalur pedestrian dipinggir jalan disiapkan di sisi semua jalan
yang ada di kawasan perencanaan.
7. Dimensi jalur pedestrian pada teritisan ditetapkan minimal
1,50 m dan arkade ditetapkan minimal 2,50 m yang disesuaikan dengan
pergerakan orang berdasarkan kegiatan yang terjadi di lingkungan
tersebut.
8. Sistem sirkulasi bagi penjalan kaki pada kawasan perencanaan
terdiri atas jalur pejalan kaki primer dan jalur pejalan kaki
sekunder. Sirkulasi pejalan kaki dapat melewati daerah hijau,
jembatan penyebrangan atau terowongan bawah tanah, bahkan dapat
menembus bangunan bila dirasakan perlu.
9. Untuk menghubungkan antar satu lokasi kegiatan dengan
kegiatan lain dapat disiapkan jalur pedestrian yang berupa jembatan
penyebrangan. Jembatan penyebrangan merupakan salah satu fasilitas
pedestrian yang diperlukan untuk berpindah dari satu zona ke zona
lain yang dipisahkan oleh jalan raya. Manfaat jembatan penyebrangan
selain keamanan pedestrian adalah juga suatu usaha untuk
menghindarkan terjadinya perlambatan lalu lintas yang disebabkan
oleh adanya penyebrangan jalan. Jembatan penyebrangan ini
disediakan pada jalur jalan kendaraan dengan intensitas kendaraan
tinggi atau minimal 1.500 smp/jam dan berdasarkan kepadatan
penyebrang.
10. Jalur pedestrian melintas jalan yang berbentuk Terowongan
Bawah Tanah (TBT) harus disediakan pada jalur jalan kendaraan
dengan intensitas kendaraan tinggi atau minimal 1.500 smp/jam dan
berdasarkan kepadatan penyeberang.
11. Peruntukkan lantai dasar bangunan yang menghadap ke jalur
pejalan kaki ini harus mampu merangsang tumbuhnya kegiatan bagi
pejalan kaki serta memberikan pengalaman ruang dan pemandangan yang
menarik. Elemen-elemen perancangan pedestrian (street furniture)
yang dianjurkan harus berorientasi pada kepentingan pejalan kaki,
seperti etalase toko (showcase windows), daerah masuk ke bangunan,
cafe, dll. Untuk menciptakan tingkat kenyamanan yang tinggi, jalur
pedestrian dapat dilengkapi pula dengan fasilitas pelindung seperti
arkade atau markis terutama disepanjang kegiatan komersil.
3.5.3.12 Standar Kegiatan Perdagangan dan Pusat Belanja
A. Skala Pelayanan Kegiatan Perdagangan dan Pusat BelanjaMenurut
White dan Grey (1996), ada empat kategori pusat perbelanjaan
ditinjau dari skala pelayanannya, yaitu lingkungan, komunitas,
regional, dan super regional. Keempat kategori ini dapat dilihat
pada tabel berikut:TabelKategori Pusat Belanja Berdasarkan Skala
Pelayanan
SpesifikasiSkala Pelayanan
LingkunganKomunitasRegionalSuper Regional
Luas area gross (m2)3.000 s/d 10.00010.000 s/d 30.00030.000 s/d
80.00080.000 s/d 150.000
Total area (Ha)7 2524 7474 124124 309
Jarak dari rumah atau radius pelayanan (km)2,254,5 91218
Waktu tempuh (menit)5 1010 -1515 2030 45
Jumlah toko (unit)15 2040100200 225
Penduduk yang dilayani2.500 s/d 40.00040.000 s/d
150.000150.000300.000
Departemen PU dalam buku Petunjuk Perencanaan Kawasan perumahan
kota mengklasifikasikan pusat belanja menajdi tiga, yaitu pusat
belanja lingkungan (30.000 penduduk), kota (120.000 penduduk), dan
wilayah (480.000 penduduk).
TabelSkala Pelayanan Pusat Belanja di Indonesia
SpesifikasiKlasifikasi
Pusat Belanja LingkunganPusat Belanja KotaPusat Belanja
Wilayah
Penduduk yang dilayani (jiwa)30.000120.000480.000
Luas unit berdasarkan kepadatan penduduk (m2)< 100
jiwa/Ha27.00072.000192.000
100 250 jiwa/Ha20.25054.000144.000
250 500 jiwa/Ha13.50036.00096.000
> 500 jiwa/Ha10.12527.00072.000
Luas tanah (m2)0,45 m2/p x 30.000p = 13.5000,3 m2/p x 120.000p =
36.0000,2 m2/p x 480.000p = 96.000
JenisToko-toko dan pasarToko-toko, pasar, bank, kantor, industri
kecilToko-toko, pasar, bank, kantor, industri kecil
LokasiJalan utama lingkungan dan mengelompok dengan pusat
lingkunganMengelompok dengan pusat kecamatanMengelompok dengan
pusat wilayah
Prosentasi area permukiman yang dilayani (%)0,93 (atau 0,9
1)0,625 (atau 0,6)0,4
Sarana pelengkapTerminal/pangkalan kecil untuk pemberhentian
kendaraanTerminal kecamatan atau pangkalan untuk kendaraan jenis
angkutan berpenumpang kecilTerminal bis, oplet, dan kendaraan jenis
angkutan penumpang kecil lainnya
Tempat parkir umum (sudah termasuk kebutuhan luas tanah), pos
polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat
ibadah
Seperti halnya pada pusat pelayanan lain, pada pusat belanja
juga terdapat struktur wilayah perdagangan yang merupakan tingkatan
wilayah perdagangan dari aktivitas eceran dalam menarik konsumen
dengan variasi jarak atau wilayah konsuen yang berbeda. Adapun
struktur wilayah perdagangan dapat dibagi atas tiga kelompok,
sebagai berikut:
Wilayah perdagangan umum, termasuk didalamnya semua konsumen
yang datang berbelanja di pusat belanja.
Wilayah perdagangan gabungan, merupakan gabungan beberapa
wilayah perdagangan dengan struktur tersendiri sesuai dengan jenis
barang yang dijual.
Wilayah perdagangan yang proporsional, diukur berdasarkan
jarak/waktu tempuh konsumen dengan pusat belanja, adapun wilayah
tersebut adalah sebagai berikut:
Wilayah perdagangan primer atau utama.
Daerah atau areal geografis dimana pusat belanja akan
mendapatkan pangsa pasar terbesar dari penjualan yang cepat.
Waktu tempuh berkendara untuk toko swalayan (supermarket)
sekitar 5 menit sedang untuk pusat belanja yang lebih besar
mempunyai waktu tempuh sekitar 20-30 menit.
Menarik 60-70% dari total pengunjung yang datang ke pusat
belanja tersebut dan memberikan kontribusi sekitar 60-70% dari
total penjualan.
Wilayah perdagangan sekunder.
Waktu tempuh berkendara untuk toko swalayan sekitar 5-12 menit
sedang untuk pusat belanja yang lebih besar mempunyai waktu tempuh
sekitar 20-45 menit.
Wilayah geografis yang dapat memberikan tambahan konsumen
sebesar 20-30% dari total pengunjung atau total penjualan sekitar
20-30%.
Wilayah perdagangan tersier.
Wilayah geografis yang dapat memberikan tambahan konsumen atau
total penjualan sekitar 5-10%.
Waktu tempuh berkendara yang lebih lama atau lokasi bangkitan
konsumen lebih jauh.
B. Standar Bangunan Perdagangan Pusat BelanjaSecara umum,
standar bangunan ditetapkan ditetapkan sebagai acuan secara teknis
yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan tata bangunan,
dalam hal ini meliputi: intensitas pemanfaatan lahan, garis
sempadan bangunan, arsitektur dan lingkungan serta tata bangunan.
Adapun tujuan standar bangunan pusat belanja antara lain bangunan
pusat belanja dibangun berdasarkan ketentuan tata bangunan yang
telah ditetapkan sehingga selain memenuhi fasilitas dan kelengkapan
bangunan yang seharusnya ada, juga memberikan rasa nyaman dan aman
bagi para pengguna, masyarakat dan lingkungan serta tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
1. Sirkulasi Kendaraan.
Lebar jalan kendaraan dalam tapak harus dapat dilalui oleh
kendaraan darurat seperti mobil ambulans dan pemadam kebakaran.
Dengan mempertimbangkan dimensi mobil ambulans dan pemadam
kebakaran, maka lebar jalan di tapak adalah lebar mobil ditambah
dengan ruang bukaan pintu atau sekitar 3,5 meter.
2. Sirkulasi Pejalan.
a. Lebar Jalur Pejalan
Lebar jalur pejalan harus dapat melayani volume pejalan yang
ada. Lebar jalur pejalan disarankan tidak kuarng dari 2 meter. Hal
ini diperkuat dengan adanya peraturan lebar minimum menurut
penggunaan lahan sekitar, yaitu bila penggunaan lahan sekitar
pertokoan/perbelanjaan, perkantoran dan halte/stop bus, maka lebar
jalur pejalan yang direncanakan mempunyai batasan lebar minimum 2
meter. Menurut Chiara (1994), lebar jalur pejalan di tiap kawasan
berbeda sesuai dengan jumlah dan jenis lalu lintas yang melalui
kawasan tersebut. Lebar minimum adalah 4 kaki (1,2 meter) hingga 5
kaki 6 inchi (1,6 meter) dan disarankan minimum 6 kaki (1,8 meter)
untuk lalu lintas dua arah yang sederhana. Pengguna jalur pejalan
mempunyai banyak karakter yaitu pejalan dengan tingkat usia
(anak-anak, remaja, dewasa, orang tua), pejalan yang membawa
barang, orang yang cacat yang menggunakan alat bantu untuk
berjalan, pedagang keliling, pengendara sepeda.
b. Kemiringan Jalur Pejalan
Permukaan jalur pejalan harus rata dan mempunyai kemiringan
melintang 2,4% agar tidak terjadi genangan air. Kemiringanmemanjang
trotoar disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan
disarankan kemiringan memanjang maksimum 10%. Lintasan pejalan
dengan kemiringan dibawah 5% masih dianggap sebagai trotoar, tetapi
bila lebih dari 5% dianggap ramp dan memiliki persyaratan rancangan
khusus. Lintasan dengan kemiringan sampai 5% dapat dilalui oleh
pengguna kursi roda tetapi kemiringan 4%-5% yang menerus harus
mempunyai daerah rata yang pendek (5) setiap 100 kak untuk
memungkinkan para pengguna kursi roda untuk berhenti dan
beristirahat. Untuk kemiringan sampai 3% cukup memadai apabila
penggunaannya memungkinkan.
3. Intensitas Pemanfaatan Lahan
Batasan yang termasuk intensitas pemanfaatan lahan adalah
Koefisien Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
Koefisien Dasar Hijau (KDH). Penerapan batasan intensitas bangunan
mengacu pada peraturan yang berlaku pada kawasan komersial
setempat. Koefisien Dasar Bangunan adalah suatu nilai dari hasil
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas
daerah perencanaan yang hasilnya dinyatakan dalam persen. Koefisien
Lantai bangunan adalah nilai hasil perbandingan natara luas seluruh
lantai bangunan dan luas daerah perencanaan. Sedangkan Koefisien
Dasar Hijau (KDH) adalah nilai hasil pengurangan antara luas daerah
perencanaan dengan luas proyeksi tapak bangunan dan tapak basement
dibagi luas daerah perencanaan.
4. Tata Bangunan
Pengendalian terhadap ketinggian maksimal bangunan dimaksudkan
untuk memberi skala yang manusiawi terhadap pejalan dan memberi
kesempatan sinar matahari masuk ke dalam kawasan sehingga tidak
lembab. Batasan ketinggian bangunan tergantung pada daya dukung dan
daya tampung lahan, intensitas pemanfaatan lahan, serta potensi
sarana/prasarana lingkungan yang bersangkutan. Batasan ketinggian
bangunan seringkali didasari atas pertimbangan estetika, faktor
keselamatan udara/penerbangan dan keselamatan bangunan akan
bencana. Untuk persyaratan tinggi bangunan dan jarak bangunan dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
TabelPersyaratan Tinggi dan Jarak Bangunan
Tinggi BangunanJarak Bangunan
0 - 8 meter
8 - 14 meter
14 - 40 meter
Diatas 40 meter3 meter
3 6 meter
6 8 meter
Diatas 8 meter
5. Kelengkapan Bangunan
Kelengkapan bangunan pusat belanja ini meliputi hal-hal sebagai
berikut ini:
a. Beragam jenis dagangan, jasa dan hiburan yang ditawarkan.
b. Menyediakan transportasi vertikal sesuai standar
bangunan.
c. Ruang parkir tersedia sesuai dengan standar kebutuhan ruang
parkir.
d. Signage (papan informasi) tersedia pada tempat yang
membutuhkan orientasi jelas seperti: di luar bangunan dalam tapak,
entrance, dekat tangga, blok retail, dsb.
e. Kebutuhan pengunjung akan fasilitas hiburan dan rekreasi
terpenuhi untuk bersantai dan bersosialisasi. Kebutuhan pengunjung
akan fasilitas penunjang tersedia dan terencana baik dalam penataan
ruang.
6. Pengaturan Ruang Luar
a. Perabot Jalan (street furniture)
Perabot jalan berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi
pejalan, meliputi: signage, pencahayaan, kursi taman, bak sampah
dan elemen lainnya. Pengaturan letak perabot jalan diperlukan untuk
pencapaian keamanan, keselamatan dan keindahan (tidak tampak
semrawut) bagi pengguna.
Jarak lampu diatur dengan mempertimbangkan kekuatan cahaya yang
dipancarkan. Penerangan disepanjang trotoar harus berkisar antara
0,5 sampai 5 footcandle, tergantung padaintensitas penggunaan jalur
pejalan, bahaya yang ada dan kebutuhan relatif akan faktor
keamanan. Lampu pejalan harus cukup terang di malam hari. Cahaya
lampu disarankan setinggi 7 kaki (2 meter) sehingga pejalan masih
terlihat jelas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
kejahatan.
Jarak bak sampah diatur dengan mempertimbangkan kegiatan yang
berdekatan dengan jalur pejalan dan ditempatkan pada tiap jarak
tertentu. Bila jalur pejalan melalui atau dekat dengan
tempat/bangunan yang banyak menarik pengunjung seperti tempat
perbelanjaan, taman, tempat bermain, pujasera (pusat jajan serba
ada) atau disekitar jalur pejalan ada pedagang kaki lima, maka
diharuskan menyediakan tempat/bak sampah pada tempat tersebut.C.
Standar Kegiatan Golongan Usaha Skala Kecil
1. Pengaturan kegiatan golongan usaha skala kecil/informal
merupakan kewajiban pada kegiatan perpasaran swasta yang berada
pada peruntukkan tanah bangunan umum dalam bentuk pusat
perdagangan/pusat perbelanjaan, mall, plaza yang luas lantai
bangunannya lebih besar dari 5.000 m2 tidak termasuk lantai untuk
parkir.
2. Kewajiban tersebut besarnya minimal 10% dari luas lantai
bangunan yang lokasi dan besaran kewajibannya ditetapkan dengan
keputusan Gubernur.
3. Penyelenggaraan perpasaran swasta yangmenyediakan ruang untuk
kegiatan golongan usaha kecil/informal mendapat insentif dalam
bentuk pembebasan KLB dan pemenuhan kebutuhan parkir sesuai
kewajiban.
4. Penataan kegiatan golongan usaha skala kecil ditetapkan
sebagai berikut:
Besaran ruang untuk golongan usaha skala kecil/informal
ditetapkan dalam Izin pemanfaatan lahan.
Penyediaan ruang ditetapkan dalam gambar arsitektur bangunan
skala 1:200 yang merupakan lampiran perizinan.
Persyaratan dan tata cara penempatangolongan usaha skala
kecil/informal diatur sebagai berikut:
Usaha kecil/informal yang diprioritaskan untuk ditempatkan
adalah pedagang yang berada disekitar lokasi bangunan tempat usaha
tersebut.
Apabila disekitar lokasi gedung tempat usaha tidak terdapat
usaha kecil/informal, maka diambil dari yang berdekatan dengan
bangunan tempat usaha tersebut.
Penempatan dan pengelolaan terhadap penempatan usaha bagi usaha
kecil/informal diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jenis barang dagangan harus saling melengkapi dengan jenis
perdagangan utamanya.