Top Banner
22

staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

Mar 05, 2019

Download

Documents

hoangtuong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan
Page 2: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan
Page 3: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan
Page 4: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan
Page 5: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

1

Patogenesis dan Diagnosis Laboratorik

Diabetes Mellitus Gestasional

Suzanna Immanuel

ABSTRAK

Diabetes Melitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu kelainan metabolik

yang disebabkan intoleransi karbohidrat ringan maupun berat, diketahui pertama kali pada

saat kehamilan. Definisi ini juga mencakup pasien yang sebetulnya sudah mengidap DM,

tetapi baru diketahui saat terjadi kehamilan dan yang mengalami intoleransi glukosa tapi

belum memenuhi kriteria diagnosis DM. Diabetes Melitus Gestasional harus dibedakan

dengan DM pada kehamilan (diabetic pregnancy), yang diketahui sebelum kehamilan. Dasar

patogenesis DMG masih belum diketahui dengan pasti namun tampaknya berkaitan erat

dengan resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan insulin

untuk merangsang respon biologis berupa metabolisme nutrien di jaringan target. Pada

kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis terutama pada masa akhir kehamilan sehingga

tubuh melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan sekresi insulin. Namun

kompensasi ini kurang terjadi pada wanita dengan DMG sehingga terjadi keadaan

hiperglikemia. Peningkatan resistensi insulin pada akhir kehamilan diperkirakan

berhubungan dengan peningkatan sekresi hormon kehamilan seperti Human Placental

Lactogen (HPL), human Placental Growth Hormone (hPGH), progesteron dan estrogen.

Kriteria diagnosis dan metoda penapisan telah direkomendasikan oleh Perkeni, ADA dan

WHO. Hal tersebut sangat penting untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas bagi

ibu hamil dan janinnya. Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang

menggunakan glukosa darah sewaktu atau glukosa darah puasa untuk penapis dan

diagnosis, selain itu juga menggunakan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban

glukosa 75g. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk penapisan, diagnosis dan

pemantauan Diabetes Melitus Gestasional adalah TTGO, glukosa darah puasa, glukosa

darah 2 jam pp/sewaktu. Pemeriksaan HbA1c lebih ditujukan hanya digunakan untuk

pemantauan.

Kata Kunci : Diabetes Mellitus Gestasional, Resistensi Insulin, Test Toleransi Glukosa Oral

Page 6: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

2

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok kelainan metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya.1-4 Salah satu tipe DM adalah Diabetes Melitus Gestasional (DMG) yang

didefinisikan sebagai suatu kelainan metabolik yang disebabkan intoleransi karbohidrat

ringan maupun berat, yang diketahui pertama kali pada saat kehamilan. Definisi ini juga

mencakup pasien yang sebetulnya sudah mengidap DM, tetapi baru diketahui saat terjadi

kehamilan dan yang mengalami intoleransi glukosa tapi belum memenuhi kriteria diagnosis

DM. Diabetes Melitus Gestasional harus dibedakan dengan DM pada kehamilan (diabetic

pregnancy), yang diketahui sebelum kehamilan.1,2

DMG meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu, janin dan perinatal serta

meningkatkan risiko terjadinya DM.2,3 Penyulit yang dapat terjadi pada ibu dengan DMG

meliputi preeklamsia, poli hidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesaria dan

trauma persalinan akibat bayi besar.2 Penyulit yang terjadi pada janin dan perinatal adalah

makrosomia, hambatan pertumbuhan janin, cacat bawaan, gangguan metabolik

karbohidrat/kalsium, magnesium ataupun billirubin, gangguan hematologis, gangguan

respirasi dan jantung.2

Metoda penapisan, kriteria diagnosis dan cara pemantauan DMG sangat penting

dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas; baik untuk

ibu dan bayi. Pada makalah ini akan dibahas mengenai DMG yang meliputi epidemiologi,

patogenesis, kriteria diagnosis, dan pemeriksaan laboratorium.

Epidemiologi

Menurut American Diabetes Association (ADA) diperkirakan 7% kehamilan

mempunyai komplikasi DMG, yang berarti 200.000 kasus per tahunnya.3,4 Prevalensi di

Amerika bervariasi mulai dari 1% sampai 14% dari seluruh kehamilan, bergantung pada

populasi yang diteliti dan jenis tes diagnostik yang dilakukan.4 Di Amerika insiden DMG telah

bertambah dua kali lipat 6-8 tahun terakhir dan meningkat secara paralel dengan epidemik

obesitas. Sebagian ibu penderita DMG juga akan menderita Diabetes Tipe 2 di kemudian

hari dan peningkatan risiko untuk obesitas serta intoleransi glukosa pada anak mereka.5 Hal

ini sesuai dengan penelitian oleh Adam yang dilakukan di Makassar.2 Hasil penelitian yang

sudah dipublikasi menunjukkan peningkatan linier insiden diabetes kumulatif setelah

kehamilan dalam 10 tahun terakhir.6

Pada penelitian di New York tahun 1990-2001 ditemukan bahwa prevalensi DMG

paling tinggi terjadi pada wanita Asia Tengah/Tenggara yaitu pada tahun 1990 sebesar

5,7% dan pada tahun 2001 menjadi 11% dari total 1,5 juta kelahiran.7

Page 7: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

3

Data epidemiologi DMG di Indonesia masih minim, namun salah satu yang dapat

ditampilkan adalah penelitian di Makassar oleh Adam. Dari 2.074 wanita hamil yang

menjalani penapisan ditemukan prevalensi 3% pada mereka yang berisiko tinggi (lihat tabel

1) dan hanya 1,2 % pada mereka tanpa risiko.1, 2

Tabel 1 . Faktor Risiko Gestasional Diabetes Melitus (Perkeni)1, 2

Riwayat kebidanan beberapa kali mengalami keguguran

riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab

yang jelas/ bayi lahir cacat

pernah melahirkan anak besar > 4000g

pernah preeklamsia

polihidramnion

Riwayat Ibu berumur > 30 tahun

obesitas, IMT > 25 kg/m2

riwayat DM dalam keluarga (ibu atau ayah)

infeksi saluran kemih berulang selama hamil

pernah menderita DMG sebelumnya

glukosuria

Patogenesis

Dasar patogenesis DMG masih belum diketahui dengan pasti namun tampaknya

berkaitan erat dengan resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai

ketidakmampuan insulin untuk merangsang respon biologis berupa metabolisme nutrien di

jaringan target.8 Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis terutama pada masa

akhir kehamilan sehingga tubuh melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan sekresi

insulin. Namun kompensasi ini kurang terjadi pada wanita dengan DMG sehingga terjadi

keadaan hiperglikemia.5

Mekanisme yang berkontribusi pada resistensi insulin pada kehamilan normal terjadi

pada subunit β reseptor insulin otot rangka, substrat 1 reseptor insulin (Insulin Receptor

Substrate-1/IRS-1) serta peningkatan subunit p85α dari fosfatidil 3 kinase. Perubahan dari

pensinyalan insulin mempengaruhi ambilan glukosa yang diperantarai insulin pada otot

rangka. Resistensi insulin menurun setelah melahirkan dan perubahan pensinyalan kembali

normal setelah 1 tahun melahirkan pada wanita dengan toleransi glukosa normal.

Penemuan ini menunjukkan bahwa resistensi insulin dicetuskan oleh faktor-faktor yang

Page 8: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

4

dinduksi oleh kehamilan, misalnya Hormon Pertumbuhan Plasenta (Placental Growth

Hormone [PGH] ) dan ataupun faktor proinflamasi yaitu TNFα.6

Pada Fifth International Workshop Conference on Gestational Diabetes Mellitus

disebutkan bahwa penyebab dari disfungsi sel β pankreas yang menyebabkan insufisiensi

insulin masih belum jelas. Ada 3 kategori etiologi yang diidentifikasi yaitu disfungsi sel β

yang berkaitan dengan resistensi insulin kronik, disfungsi sel β autoimun, abnormalitas

genetik berat yang menyebabkan sekresi insulin yang terganggu.6

Resistensi insulin yang diinduksi kehamilan mencetuskan defek sel β yang

melatarbelakangi terjadinya DMG. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa defek yang

terjadi tampaknya kronik dan bukannya akut. Ini berarti sebagian wanita dengan DMG

sebenarnya sudah mengalami intoleransi glukosa sebelum hamil namun baru terdeteksi

sewaktu hamil. Keadaan ini dieksaserbasi oleh perubahan fisiologik yang mencetuskan

resistensi insulin pada masa kehamilan.6

Fosforilasi tirosin reseptor insulin berakibat pada transmisi sinyal insulin untuk

memungkinkan ambilan glukosa. Bukti memperlihatkan penurunan nyata dari fosforilasi

tirosin reseptor insulin pada otot rangka sebagai suatu mekanisme potensial yang

mengakibatkan resistensi insulin pada wanita dengan obesitas. Penelitian juga menemukan

adanya peran fosforilasi serin, yang peningkatannya mencetuskan inhibisi fosforilasi tirosin

IRS 1 dan menghambat pensinyalan insulin.6

Sebagian wanita dengan DMG tidak menunjukkan disfungsi sel β yang berkaitan

dengan resistensi insulin kronik, namun mengalami disfungsi sel β autoimun. Bukti

menunjukkan adanya antibodi terhadap sitoplasma dan antibodi terhadap GAD 65,

membran fosfatase tirosin dan insulin pada wanita dengan DMG. Autoantibodi biasa

digunakan untuk mengidentifikasi individu yang mempunyai faktor risiko tinggi terhadap

terjadinya diabetes autoimun, misal adanya keluarga kandung yang menderita DM tipe 1.

Wanita dengan karakteristik klinik yang dianggap mempunyai risiko rendah terhadap

terjadinya DMG (kurus, kaukasia), bila mengalami DMG mungkin disebabkan proses

autoimun.6

Hubungan hormon kehamilan dan adipokin dengan DMG

Peningkatan resistensi insulin pada akhir kehamilan diperkirakan berhubungan

dengan peningkatan sekresi hormon kehamilan seperti Human Placental Lactogen (HPL),

progesteron, dan estrogen.

Otot rangka dan jaringan lemak menjadi resisten insulin berat pada paruh akhir

kehamilan. Kehamilan normal di tandai dengan ambilan glukosa yang diperantarai oleh

insulin menurun 50% dan sekresi insulin yang meningkat 200-300% untuk menjaga status

Page 9: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

5

euglikemia ibu. Hormon plasenta diyakini sebagai penyebab terjadinya resistensi insulin. Hal

ini bertujuan untuk meningkatkan asam lemak bebas, glukosa bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin. Perubahan kadar hormon plasenta, obesitas atau faktor lain yang

berkaitan dengan kehamilan berkorelasi dengan perubahan pada resistensi insulin ibu5.

Laktogen plasenta manusia (human Placental Lactogen [hPL]) meningkat 30 kali

lipat selama kehamilan dan menginduksi pelepasan insulin dari pankreas selama kehamilan,

meski demikian penelitian Barbour dkk menunjukkan bahwa hPL menyebabkan resistensi

insulin perifer, meskipun hasil yang didapat bervariasi.5 menurut Beck dan Daughaday

kemungkinan penyebab hal tersebut adalah peningkatan lipolisis yang menyebabkan

peningkatan kadar asam lemak bebas intraselular atau peningkatan aktivitas human

Placental Growth Hormone.9

Hormon lain yang dikaitkan dengan resistensi insulin adalah human Placental

Growth Hormone (hPGH) yang berbeda dengan pituitary growth hormone pada 13 asam

amino. Human Placental Growth Hormone meningkat 6-8 kali lipat selama kehamilan dan

menggantikan pituitary growth hormone normal pada sirkulasi ibu pada minggu ke 20

kehamilan. Penelitian terakhir memperlihatkan efek penting dari hPGH adalah meningkatkan

ekspresi subunit p85α dari phosphatidilinositol (PI) 3-kinase pada otot rangka sehingga

menyebabkan kompetisi negatif dominan terhadap pembentukan heterodimer antara PI 3

kinase dengan subunit p110, hal mana menghambat aktivitas PI 3 kinase dan mencegah

berlanjutnya transduksi sinyal.5

Hormon progesteron yang sangat tinggi pada kehamilan menyebabkan peningkatan

sekresi insulin dan menurunkan kadar GLUT 4 pada sel otot. Estrogen sebenarnya

meningkatkan afinitas insulin namun efeknya tertutup oleh progesteron.10

Hormon kehamilan meningkatkan pembentukan jaringan lemak pada awal

kehamilan. Mekanisme selular dan molekuler yang menghubungkan antara hormon dalam

kehamilan dengan peningkatan lemak maternal pada wanita dengan obesitas yang

menyebabkan resistensi insulin otot masih dalam penelitian.5

Saltiel dan Kahn menyatakan bahwa meskipun jaringan lemak hanya memakai

glukosa dalam persentase yang lebih sedikit dari jaringan otot, namun regulasi yang

dilakukannya lebih bermakna.11 Jaringan lemak memproduksi adipokin yang mencakup

leptin, adiponektin, TNF (Tumour Necrosing Factor) α, interleukin 6, resistin dan lain-lain.

Tumour Necrosing Factor α adalah suatu sitokin yang diproduksi bukan hanya oleh monosit

tetapi juga oleh sel T, netrofil, fibroblas, adipositas dan plasenta. Tumour Necrosing Factor α

mengganggu sinyal insulin dengan meningkatkan fosforilasi serin dari substrat reseptor

insulin (IRS1) dan mengurangi aktivitas kinase tirosin reseptor insulin. Penelitian melaporkan

bahwa perubahan dari sensitivitas insulin mulai dari (minggu ke 22-24) sampai akhir

(minggu 34-36) kehamilan berkorelasi dengan kadar TNFα plasma.5,11

Page 10: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

6

Barbour dkk menyebutkan bahwa sekresi adiponektin dan kadar mRNA adiponektin

dalam jaringan lemak putih menurun pada akhir kehamilan, biarpun pada wanita yang

ramping, menunjukkan bahwa faktor-faktor berkaitan dengan kehamilanlah yang

mengurangi kadar adiponektin. Kadar adiponektin yang beredar menunjukkan korelasi

dengan sensitivitas insulin, diperkirakan bekerja melalui reseptor adiponektin dalam otot

rangka dan hati. Adiponektin menstimulasi ambilan glukosa pada otot rangka dan

mengurangi glukosa hepatik melalui efeknya pada protein kinase yang diaktivasi Adenosin

Monophosphat (AMP) sehingga adiponektin dapat dianggap sebagai hormon endogen

tersensitisasi insulin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar adiponektin rendah

pada pasien DMG dan pasien dengan obesitas. Pada kehamilan trimester akhir kadar

adiponektin lebih rendah lagi dibandingkan dengan kontrol pasien hamil yang di match untuk

Indeks Massa Tubuh (IMT)nya. Penjelasannya adalah TNF α dan mediator pro inflamasi

menekan transkripsi adiponektin dalam adiposit.5

Mekanisme pengurangan transpor glukosa pada otot rangka wanita hamil

Hasil penelitian Barbour dkk menemukan bahwa terjadi penurunan transpor glukosa

yang distimulasi insulin sebesar 50% padahal tidak ada perubahan nyata pada jumlah

GLUT4 total pada otot rangka. Kemungkinan hal tersebut diakibatkan peningkatan aktivasi

kinase serin dalam memfosforilasi serin dari IRS sehingga menghambat fosforilasi tirosin

dari IRS, dan pada akhirnya menghambat translokasi GLUT 4 ke membran sel. Pada wanita

dengan DMG, peningkatan ini lebih tinggi dibanding dengan kontrol (hamil). Kinase serin

yang bertanggungjawab terhadap peningkatan fosforilase serin IR atau IRS 1 belum

diketahui pasti, kemungkinan JNK1, NF – κβ, protein kinase C θ, m TOR, dan p70 S6K1.

Dari semua kinase JNK1 dan NF – κβ diaktivasi oleh mediator pro inflamasi seperti TNFα

sementara protein kinase C θ, m TOR, dan p70 S6K1 meningkat pada keadaan resistensi

insulin dengan adanya kelebihan nutrien berupa asam amino dan glukosa.5

Selain itu juga ditemukan bahwa kadar protein IRS 1 berkurang 52% pada subyek

dengan DMG dibandingkan dengan subyek kontrol wanita hamil dengan obesitas namun

kembali ke normal setelah 6 minggu post partum.5

Peran peningkatan monomer P 85 PI 3 kinase dalam resistensi insulin

Insulin Receptor Substrate 1 merupakan tempat ikatan protein pensinyal insulin p

85α, yang merupakan tahap kritis untuk memulai aktivitas PI 3 kinase sebagai respon

terhadap insulin. PI 3 kinase terdiri dari subunit regulator 85 k Da (p85α) dan subunit katalitik

110 kDa. Supaya aktivasi PI 3 kinase dapat terjadi, kedua subunit p 85α regulator dan p 110

katalitik harus berikatan sebagai heterodimer pada IRS 1 yang terfosforilasi. Terikatnya PI 3

Page 11: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

7

kinase dengan IRS 1 akan mendekatkan substrat fosfolipid pada membran sel,

mengakibatkan pembentukan fosfoinositol 3,4,5 fosfat yang penting untuk mencetuskan

pensinyalan kepada Akt dan protein kinase C atipik yang penting untuk transpor glukosa.5

Penelitian menunjukkan bahwa gangguan keseimbangan antara kadar kedua subunit

PI 3 kinase secara langsung mencetuskan resistensi insulin. Human Placental Growth

Hormone mencetuskan peningkatan jumlah p85α. Pada penelitian dengan subyek manusia,

kadar p85α pada otot rektus abdominus dan vastus lateralis serta jaringan lemak ditemukan

meninggi 1,5-2,0 kali lipat pada wanita hamil dengan obesitas. Kadar tersebut kembali

normal pada pasien DMG maupun hamil normal setelah 1 bulan melahirkan. Setelah

stimulasi insulin, kelebihan p85α berkompetisi dengan heterodimer p85α dan p 110 untuk

situs ikatan PI 3 kinase spesifik pada IRS 1. Ikatan monomer p 85α pada IRS-1 secara

efektif mencegah akses dari berikatannya hererodimer p85α dan p 110 kepada IRS-1 (efek

dominan-negatif) mengakibatkan penurunan nyata pada aktivasi PI 3 Kinase yang

berhubungan dengan IRS-1.5

Ringkasan dari mekanisme potensial untuk terjadinya resistensi insulin pada otot

rangka selama kehamilan pada DMG

Jalur stimulasi insulin untuk transpor glukosa pada otot melibatkan aktivasi protein

reseptor insulin, menempatkan IRS-1 dan IRS 2 dan fosforilase protein-protein tersebut

pada residu tirosin (pY). IRS-1 menangkap subunit regulator p85α dari PI kinase (p85-p110),

yang mengakibatkan phosphoinositol-3,4,5-phosphat (PIP3). Produksi PIP 3 dibutuhkan

untuk aktivasi Akt dan memberi sinyal untuk translokasi GLUT4. Gangguan fosforilasi tirosin

dari IR dan IRS1 terlihat pada wanita DMG dan dihubungkan dengan peningkatan fosforilasi

serin (pS) dan penurunan kadar protein IRS dibandingkan dengan subyek non diabetik

dengan obesitas. Peningkatan fosforilasi serin dari IR dan IRS1 dikaitkan dengan

peningkatan aktivasi dari JNK dan protein kinase C (PKC), enzim yang diaktivasi oleh sitokin

proinflamasi (seperti TNF α). Sebagai alternatif peningkatan fosforilasi serin dari IR dan

IRS1 mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivasi jalur m TOR-p70S6 dan m TOR–

p70S6K1 dan AMPK yang bertindak sebagai nutrisi dan sensor energi dalam sel. Fosforilasi

basal p70S6K1 yang lebih tinggi juga terlihat pada DMG dibandingkan kontrol dan mungkin

menyebabkan peningkatan dalam fosforilasi basal serin IRS1 dan mengakibatkan degradasi

IRS 1. AMPK, target sinyal dari adiponektin, adalah regulator negatif mTOR. Pada DMG

kadar adiponektin rendah yang dapat berkontribusi pada peningkatan aktivasi jalur m TOR.

Pada DMG dan kehamilan normal, kadar p85α meningkat pada kehamilan tetapi kembali

normal setelah melahirkan. Kelebihan p85α bertindak sebagai molekul pembawa sinyal

dominan-negatif dengan menghambat terjadinya ikatan antara PI3 kinase (p85-p110)

Page 12: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

8

dengan IRS1 sehingga menguatkan aktivasi PI 3 kinase. Berkurangnya aktivasi PI 3 kinase

karena peningkatan p85 α dan peningkatan fosforilasi serin IRS 1, keduanya mengakibatkan

terjadinya pengurangan translokasi dari GLUT 4 ke membran sel dan berakibat penurunan

uptake (ambilan) glukosa yang distimulasi insulin pada otot rangka. (lihat gambar 2)5

Gambar 2 Ringkasan dari mekanisme potensial untuk terjadinya resistensi insulin pada otot rangka selama kehamilan pada DMG. 5

Postpartum

Sebagian pasien dengan DMG berkembang menjadi diabetes tipe 2 pada 10 tahun

pertama setelah melahirkan terutama mereka yang masih mengalami gangguan toleransi

glukosa setelah melahirkan. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya resistensi insulin kronik

pada subyek dengan riwayat DMG masih harus diteliti. 5

Kriteria Diagnosis

Nilai batas kadar glukosa pada wanita DMG ditetapkan berdasarkan 5-10% nilai

teratas dari distribusi populasi. Hiperglikemia bervariasi mulai dari yang memenuhi diagnosis

DM, sampai yang ringan namun berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas janin.6

Penetapan kriteria diagnosis DMG baik metoda pemeriksaan dan nilai batasnya penting

untuk menentukan penatalaksanaan terbaik bagi pasien dan janinnya sehingga menurunkan

angka morbiditas dan mortalitas. Terdapat berbagai metoda pemeriksaan penapisan dan

diagnosis, maupun kriterianya yang direkomendasi oleh berbagai organisasi.

Pemeriksaan penapisan bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT

(Toleransi Glukosa Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) sehingga

dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai

Page 13: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

9

intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut

merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari.1

Penapisan DMG yang dilakukan pada umur kehamilan muda akan memberikan hasil

tes negatif yang terlalu tinggi. Sebaliknya penapisan yang dilakukan pada kehamilan yang

terlalu tua mengakibatkan keterlambatan pengobatan pada mereka dengan DMG.1

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) menyatakan bahwa penilaian

adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjungan pertama pemeriksaan kehamilan.1

Setelah itu dilakukan pemeriksaan penapisan berdasarkan faktor risiko tersebut (lihat tabel

1). Beberapa peneliti menganjurkan penapisan dimulai pada minggu gestasi ke 24-26.2,12

Perkeni merekomendasikan pada pasien dengan risiko DMG yang jelas segera

dilakukan pemeriksaan glukosa darah ( sesuai rekomendasi ADA dan WHO)(lhat tabel 2)1,2

dan diulang kembali pada minggu gestasi ke 26 bila hasil tes negatif.2,12 Bila didapat hasil

glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL, maka perlu

dilakukan pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi. Diagnosis berdasarkan hasil

pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral dengan beban 75 g glukosa dilakukan setelah

berpuasa 8-14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa, 1 jam dan 2

jam setelah beban. Diabetes Melitus Gestasional ditegakkan apabila memenuhi salah satu

dari tiga hasil pemeriksaan glukosa darah yang terdiri dari puasa ≥ 95 mg/dL, 1 jam setelah

beban ≥ 180 mg/dL dan 2 jam setelah beban ≥ 155 mg/dL. Apabila hanya dapat dilakukan 1

kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah

pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥ 155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis

sebagai DMG. Pasien hamil dengan TGT (batas glukosa darah 140 sampai <200 mg/dL

dan GDPT (batas glukosa darah 110 sampai <126 mg/dL) dikelola sebagai DMG.1

American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa pasien dengan risiko

rendah tidak memerlukan pemeriksaan penapisan, namun terbatas pada mereka yang

memenuhi semua kriteria yaitu berumur <25 tahun, mempunyai berat normal sebelum

kehamilan, merupakan anggota dari grup etnik dengan prevalensi DMG yang rendah, tidak

ada riwayat diabetes pada saudara/orangtua kandung, tidak ada riwayat toleransi glukosa

abnormal, serta tidak ada riwayat kelainan kehamilan. Pasien dengan risiko sedang (di

antara risiko tinggi dan rendah) harus diperiksa pada minggu ke 24-28 kehamilan. Pasien

dengan risiko tinggi (memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut obesitas nyata /IMT

(Indeks Massa Tubuh) >25 kg/m2, riwayat GDM, glukosuria, atau riwayat keluarga menderita

diabetes) harus segera diperiksa.13 Hasil penelitian Naylor dkk pada 3.131 wanita hamil

menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan tingkat deteksi pada penapisan selektif

seperti rekomendasi ADA (lihat tabel 3).14

Page 14: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

10

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DMG1, 2,13,15 T

uju

an

Perkeni ADA WHO

parameter mg/dL parameter mg/dL parameter mg/dL

PE

NA

PIS

AN

GDP

atau

≥126 GDP

atau

≥126 GDP

atau

≥126

GDS ≥200 GDS ≥200 GDS ≥200

Bila hasil meragukan Bila hasil belum

memenuhi poin di atas Bila hasil meragukan

I. TTGO 50 g

(tahap 2 langkah) I. TTGO 50 g

(tahap 2 langkah)

GD 1 jam ≥140 GD 1 jam ≥140

DIA

GN

OS

IS

TTGO 75 g II. TTGO 75 g II. TTGO 75 g

GDP ≥95 GDP ≥95 GDP ≥126

GD 1 jam ≥180 GD 1 jam ≥180

GD 2 jam ≥155 GD 2 jam ≥155 GD 2 jam ≥200

GDP T:

110-<126 mg/dL,

TGT:

140-<200 mg/dL

diperlakukan sebagai

DMG

Atau II. TTGO 100 g GDP T:

110-<126 mg/dL,

TGT:

140-<200 mg/dL

diperlakukan sebagai

DMG

GDP ≥95

GD 1 jam ≥180

GD 2 jam ≥155

GD 3 jam ≥140

Tahap 1 langkah : TTGO 75 g atau 100 g

saja

Tahap 1 langkah : TTGO 75 g saja

Langkah pertama dalam pemeriksaan penapisan rekomendasi ADA mirip dengan

cara mendiagnosis diabetes tipe 1 atau 2, yaitu dengan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL

(7.0 mmol/L) atau glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L) yang dikonfirmasi

pada hari berikutnya. Meski demikian, bila hasil pemeriksaan di atas menunjukan hasil

normal, rekomendasi ADA menyatakan bahwa pasien dengan risiko sedang atau tinggi

supaya menjalani tes tantangan glukosa (lihat tabel 2).13

Page 15: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

11

Tabel 3 . Kategori berdasarkan besar risiko untuk Diebetes Melitus Gestasional14

Risiko tinggi Risiko sedang Risiko rendah

Obesitas jelas/IMT > 25 kg/m2

Riwayat keluarga (tingkat

pertama)

Glukosuria

Riwayat GDM/ intoleransi

glukosa

Pernah melahirkan bayi

dengan makrosomia

Antara risiko tinggi dan

rendah

berumur <25 tahun

berat normal sebelum

kehamilan

merupakan anggota dari grup

etnik dengan prevalensi DMG

yang rendah

tidak ada riwayat diabetes

pada saudara/ orangtua

kandung

tidak ada riwayat toleransi

glukosa abnormal

tidak ada riwayat kelainan

kehamilan

Grup etnik dengan risiko rendah adalah dari ras Hispanik, orang Amerika keturunan Afrika, Indian Amerika, Asia Selatan, Asia Timur, Kepulauan Pasifik, orang Australia asli.

American Diabetes Association merekomendasikan 2 cara untuk mendiagnosis DMG

yang terdiri dari tahap satu langkah dan tahap 2 langkah. Tahap satu langkah dilakukan

dengan beban glukosa 100 g atau 75 g. Langkah ini lebih efektif (biayanya) untuk pasien

atau populasi risiko tinggi (contoh populasi Indian Amerika). Tes Toleransi Glukosa Oral

100 g lebih sering digunakan, merupakan pemeriksaan standar yang didukung oleh banyak

data. Dua atau lebih kadar glukosa plasma vena sesuai tabel 4 harus dipenuhi untuk

menetapkan diagnosis positif.13

Tabel 4. Kriteria untuk interpretasi TTGO 100 g13

Kadar Glukosa Plasma (mg/dL)

Puasa ≥ 95

1 jam ≥180

2 jam ≥155

3 jam ≥140

Tes Toleransi Glukosa Oral 75 g dapat dilakukan tapi tidak tervalidasi sebaik beban

100 g. Pada beban 75 g kriteria diagnostik untuk nilai glukosa plasma sama dengan pada

beban 100 g kecuali bahwa tidak ada pemeriksaan pada jam ketiga. Dua atau lebih nilai

glukosa plasma vena harus sama atau melebihi nilai batas untuk bisa didiagnosis sebagai

DMG.13

Page 16: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

12

Tahap 2 langkah rekomendasi ADA dilakukan sebagai berikut langkah pertama

adalah dengan beban 50 g glukosa (pasien tidak perlu puasa) diikuti dengan penetapan

glukosa plasma pada 1 jam berikutnya. Bila nilai ≥ 140 mg/dL (≥7,8 mmol/L) menunjukkan

perlu dilakukan langkah kedua. Langkah kedua adalah salah satu dari TTGO dengan beban

100 g atau 75 g (lihat tabel 4). Seseorang dinyatakan DMG menurut rekomendasi ADA bila

2 atau lebih kriteria terpenuhi pada pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 100

atau 75 g (untuk nilai batas lihat tabel 1).13

Langkah yang dilakukan World Health Organization (WHO) untuk pemeriksaan

penapisan dan diagnosis mirip dengan rekomendasi ADA (satu atau dua langkah), namun

WHO tidak menggunakan TTGO 100 g melainkan menggunakan TTGO 75 g. WHO

menyatakan bahwa satu dari 2 kriteria terpenuhi menggunakan pemeriksaan glukosa darah

puasa atau 2 jam pp. Subyek dengan GDPT dan TGT juga dikelola sebagai DMG (lihat tabel

2).15 Hasil penelitian The Brazilian Gestational Diabetes Study menunjukkan bahwa kriteria

WHO dan ADA keduanya memprediksi peningkatan risiko makrosomia, preeklamsia dan

kematian perinatal. Insiden GDM lebih tinggi yaitu 7,2% menggunakan kriteria WHO

dibandingkan dengan menggunakan kriteria ADA yaitu 2,4%, namun peningkatan tersebut

tidak berbeda bermakna dalam memprediksi risiko makrosomia ataupun mortalitas

perinatal.14

Batasan GDP ≥ 95 mg/dL yang direkomendasikan ADA pada TTGO dengan beban

100 g bersumber dari penelitian DMG yang tervalidasi baik oleh Carpenter-Coustan. Dahulu

berdasarkan penelitian O’Sullivan dan Mahan dipakai batasan GDP ≥105 mg/dL pada

TTGO dengan beban 100 g. Penelitian oleh Cheng dkk menunjukkan bahwa batasan GDP ≥

95 mg/dL lebih baik daripada batasan GDP ≥ 105 mg/dL karena wanita yang terdiagnosis

pada kriteria dengan batasan GDP ≥ 95 mg/dL ternyata tidak terdeteksi pada pemeriksaan

TTGO 100 g dengan batasan GDP ≥ 105 mg/dL dan terbukti mereka mengalami

peningkatan risiko bayi makrosomia, operasi sesar ataupun hiperbilirubinemia.16,17

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Menurut WHO, pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk Diabetes Melitus

Gestasional adalah TTGO, glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam pp/sewaktu untuk

penapisan, diagnosis dan pemantauan sedangkan pemeriksaan HbA1c lebih ditujukan untuk

pemantauan. Untuk tindak lanjut post partum, pemeriksaan subyek dengan GDM dilakukan

pemeriksaan TTGO,15 namun tampaknya di Indonesia lebih sering menggunakan

pemeriksaan glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam pp atau sewaktu.

Page 17: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

13

Pemeriksaan glukosa darah

Hal yang menjadi kontroversi adalah sensitivitas yang lebih rendah dari pemeriksaan

Glukosa Plasma Puasa dibandingkan dengan TTGO untuk mendiagnosis DM (2 % kasus

tak terdeteksi dengan Glukosa Plasma Puasa). Ini didukung oleh data epidemiologik yang

menyatakan bahwa TTGO lebih baik dalam mengidentifikasi pasien dengan risiko penyakit

kardiovaskular, makrosomia dan risiko kematian. Penggunaan TTGO ini didukung oleh

penelitian Leewen dkk18 serta Organisasi Profesi Diabetes dari Australia dan Selandia

Baru13.

Penelitian oleh Leewen dkk membandingkan pemeriksaan glukosa sewaktu dengan

pemeriksaan tantangan glukosa 50 g sebagai pemeriksaan penapisan untuk DMG yang

dilakukan di Netherland pada wanita hamil pada minggu ke 24-28. Jika hasil salah satu

pemeriksaan penapisan melebihi ambang batas, dilakukan TTGO 75 g dalam waktu 1

minggu. TTGO juga dilakukan secara random pada sampel wanita yang hasil kedua macam

pemeriksaan penapisan memberikan hasil normal. Hasil penelitian menyatakan bahwa tes

tantangan glukosa dengan beban 50 g lima kali lebih sensitif dibandingkan pemeriksaan

glukosa darah sewaktu (70,2%[IK95% 57,1-83,3]) vs 14,6%{4,6-24,6] dan lebih spesifik

(97,6%[96,6-98,5] vs 89,1% [87,4-90.9]. Nilai prediksi positif dan negatifnya sebanding.

Likelihood ratio negatifnya lebih kecil pada tes tantangan glukosa 50 g, sedangkan likelihood

ratio positifnya lebih besar. Area di bawah kurva ROC tes tantangan glukosa 50 g lebih

besar (0,88[0,83-0,93]) dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa sewaktu (0,69[0,61-

0,78]) Maka Leewen dkk merekomendasikan penggunaan tes tantangan glukosa 50 g

sebagai pemeriksaan penapisan dibandingkan penggunaan pemeriksaan glukosa darah

sewaktu.18 Penggunaan beban 100 g atau 75 g juga masih belum disepakati bersama.

Beban 75 g glukosa tampaknya lebih praktis, namun nilai batasnya masih diperdebatkan.13

Sesuatu yang harus diperhatikan adalah faktor pra analitik seperti makanan, kopi,

alkohol, obat-obatan, demam, puasa, kerja atau latihan jasmani, stres mental dan ketaatan

pasien. Makan sebanyak 700 kalori menyebabkan kenaikan kadar glukosa sebanyak 15 %.

Kopi mengandung kafein yang meningkatkan kadar glukosa darah karena glikogenolisis dan

glukoneogenesis. Merokok meningkatkan kadar glukosa darah melalui pengaruh

rangsangan nikotin terhadap medula adrenal yang meningkatkan kadar epinefrin plasma.

Alkohol menyebabkan penurunan kadar glukosa disebabkan hambatan glukoneogenesis

hepatik. Demam menyebabkan hiperglikemia dan merangsang sekresi insulin, peningkatan

sekresi growth hormon dan glukagon. Latihan jasmani berat menyebabkan hipoglikemia dan

toleransi glukosa meningkat. Stres mental meningkatkan sekresi adrenalin dan

meningkatkan kadar glukosa darah. Ketidaktaatan pasien makan karbohidrat setara dengan

75 gram glukosa terutama pada saat pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam pp

Page 18: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

14

menyebabkan hasil pemeriksaan GD 2 jam pp lebih rendah daripada kadar glukosa puasa.

Untuk pemeriksaan glukosa darah puasa, penderita cukup bila puasa 8 jam.19 Young juga

menyebutkan bahwa TTGO yang dilakukan pada sore hari, nilai yang didapat akan lebih

tinggi daripada bila dilakukan pada pagi/siang hari. Pemisahan serum / plasma harus segera

dilakukan dalam waktu kurang dari 1 jam karena kadar glukosa darah akan menurun sekitar

7 mg/dL per jam pada suhu kamar; hal ini disebabkan glukosa dimetabolisme oleh

eritrosit.19,20 Kadar glukosa darah plasma lebih tinggi sekitar 11% dibandingkan kadar

glukosa dalam darah lengkap.15,19

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah metoda enzimatik menggunakan

enzim heksokinase atau glukosa oksidase atau glukosa dehidrogenase. Metoda enzimatik

ini lebih spesifik dibandingkan metoda terdahulu.8,19

Pemeriksaan dengan glukosameter tidak dianjurkan bila digunakan untuk tujuan

penapisan ataupun diagnosis, namun dapat digunakan untuk memantau efektivitas terapi

bagi pasien yang diterapi dengan insulin. Hal tersebut karena ketidaktelitian dan variasi

antara meter yang satu dengan yang lain.13

Target efektivitas terapi untuk DMG sesuai dengan the Fourth International Workshop

Conference on GDM adalah glukosa darah kapiler puasa < 96 mg/dL, glukosa darah 1 jam

pp < 140 mg/dL, atau glukosa darah 2 jam pp < 120 mg/dL. Target ini sedikit lebih rendah

pada the Fifth International Workshop Conference on GDM, namun target yang lama belum

direkomendasikan untuk direvisi.6

Wanita dengan DMG dianjurkan menjalani penapisan untuk diabetes, 6-12 minggu

postpartum dengan TTGO 75 g.12 Hal ini sesuai dengan rekomendasi ADA.4 Meski demikian

penelitian di Amerika menunjukkan bahwa hanya 42% wanita DMG yang menjalani

pemeriksaan glukosa darah post partum. Ini menunjukkan kesempatan yang hilang untuk

melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terhadap DM tipe 2.21 Penelitian oleh Kshanti di

RSUPNCM juga menunjukkan kurangnya upaya ini (hanya memeriksa post partum 3 orang

dari 37 pasien yang didiagnosis DMG).17

Pemeriksaan glikohemoglobin A1c

Glikohemoglobin A1c adalah senyawa kombinasi hemoglobin A dan glukosa di mana

glukosa berikatan dengan valin pada ujung N dari rantai β pada hemoglobin.22 Usianya in

vivo mengikuti hemoglobin yaitu 90-120 hari sehingga pemeriksaan nilainya

menggambarkan kadar glukosa rata-rata dalam rentang waktu tersebut. Sekitar 50% nilai

HbA1c dipengaruhi kadar gula darah 30 hari terakhir, 40 %nya dipengaruhi 31-90 hari

sebelumnya, hanya 10 % dipengaruhi kadar gula pada rentang waktu 91-120 hari

sebelumnya.22

Page 19: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

15

Pemeriksaan HbA1c tersebut kurang dapat dipercaya bila terdapat hemoglobinopati

atau hal yang dapat mengakibatkan hemolisis.15 Pada keadaan terseut dianurkan

pemeriksaan Hb A1c digantikan dengan pemeriksaan fruktosamin. Pada GDM pemeriksaan

HbA1c digunakan untuk tujuan pemantauan perjalanan penyakit, efektivitas terapi, dan

komplikasi serta diperiksa setiap 1-2 bulan. Juga terdapat berbagai nilai rujukan National

Glycohemoglobin Standardization Program/Diabetes Control and Complications Trial

(NGSP/DCCT) dan International Federations of Clinical Chemistry (IFCC). Nilai HbA1c

rujukan NGSP/DCCT adalah 4,8-5,9 %, sedangkan dari nilai IFCC adalah 2,9-4,2%.13,22

Nilai rujukan yang digunakan para klinisi saat ini adalah dari NGSP/DCCT.22

Terdapat bermacam metoda pemeriksaan untuk mengukur HbA1c yaitu metoda

kromatografi (High performance liquid chromatography dan low pressure liquid

chromatography), elektroforesis, affinity chromatography/binding dan metoda imunoinhibisi

turbidimetrik untuk whole blood yang dihemolisis.23

Menurut International Diabetes Federation (IDF) kadar Hb A1c < 6,5 % digunakan

sebagai patokan efektivitas terapi DM namun ADA merekomendasikan kadar HbA1c

<7.0%.8

Pemeriksaan lain

Pemeriksaan lain yang diperiksa adalah yang berhubungan dengan etiologi yaitu

pemeriksaan penanda genetik (terbanyak HLA (Human Lecocyte Antigen) –D) serta

penanda autoimun; keduanya jarang diperiksa, selain itu pemeriksaan untuk deteksi

komplikasi, yaitu pemeriksaan benda keton dan mikroalbuminuria.

RINGKASAN

Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah suatu kelainan metabolik yang

disebabkan intoleransi karbohidrat; termasuk Toleransi Glukosa Terganggu ataupun

Glukosa Puasa Terganggu, selain Diabetes Melitus yang diketahui pertama kali pada saat

kehamilan. DMG harus dibedakan dengan DM pada kehamilan (diabetic pregnancy), yang

diketahui sebelum kehamilan. Penelitian di Indonesia mengenai GDM masih minim, namun

penelitian di Amerika menunjukkan kenaikan prevalensi GDM sejalan dengan faktor risiko

lain yaitu obesitas.

Etiologi GDM masih belum diketahui dengan pasti, namun tampaknya berkaitan erat

dengan resistensi insulin. Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis terutama pada

masa akhir kehamilan sehingga tubuh melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan

sekresi insulin. Namun kompensasi ini kurang terjadi pada wanita dengan DMG sehingga

terjadi keadaan hiperglikemia. Peningkatan resistensi insulin pada akhir kehamilan

Page 20: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

16

diperkirakan berhubungan dengan peningkatan sekresi hormon kehamilan seperti human

Placental Growth Hormone, human Placental Lactogen, progesteron, dan estrogen.

Mekanisme yang berkontribusi pada resistensi insulin pada kehamilan normal adalah

terjadinya disfungsi sel β pankreas, gangguan pada Insulin Receptor Substrate-1 / IRS-1

dan peningkatan subunit p85α dari fosfatidil 3 kinase. Penyebab terjadinya disfungsi sel β

pankreas yang berkaitan dengan resistensi insulin kronik yaitu disfungsi sel β autoimun atau

abnormalitas genetik berat yang menyebabkan sekresi insulin terganggu. Human Placental

Growth Hormone mencetuskan peningkatan jumlah p85α. Kelebihan p85α bertindak sebagai

molekul pembawa sinyal dominan–negatif dengan menghambat terjadinya ikatan antara PI3

kinase (p85-p110) dengan IRS-1 sehingga mengurangi aktivitas PI-3 kinase. Berkurangnya

aktivasi PI3 kinase karena peningkatan p85 α dan peningkatan fosforilasi serin IRS-1,

keduanya mengakibatkan terjadinya gangguan pada IRS-1 dan hambatan translokasi dari

GLUT 4 ke membran sel dan berakibat penurunan uptake (ambilan) glukosa yang

distimulasi insulin pada otot rangka.

Hormon progesteron yang sangat tinggi pada kehamilan menyebabkan peningkatan

sekresi insulin dan menurunkan kadar GLUT 4 pada sel otot. Estrogen sebenarnya

meningkatkan afinitas insulin namun efeknya tertutup oleh progesteron.

Pemeriksaan laboratorium merupakan komponen penting untuk penapisan,

diagnosis dan pemantauan DMG berdasarkan kriteria Perkeni, ADA dan WHO yang terdiri

dari TTGO, glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam pp / sewaktu. Pemeriksaan HbA1c

hanya digunakan untuk pemantauan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan

diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2006. p. 1-46.

2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus diagnosis dan penatalaksanaan

diabetes melitus gestasional: PERKENI; 1997.

3. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2008. Diabetes

Care. 2008;31:S12-54.

4. American Diabetes Association. Gestational diabetes mellitus. Diabetes Care.

2004;27(Supp.1):S88-91.

5. Barbour LA, McCurdy CE, Hernandez TL, Kirwan JP, Catalano PM, Friedman JE.

Cellular mechanisms for insulin resistance in normal pregnancy and gestational

diabetes. Diabetes Care. 2007(30):S112-9.

6. Metzger BE, Buchanan TA, Coustan DR, Leiva AD, Dunger DB, Hadden DR, et al.

Summary and recommendations of the fifth international workshop conference on

gestational diabetes mellitus. Diabetes Care. 2007;30(Supplement 2):S251-60.

Page 21: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

17

7. Thorpe LE, Berger D, Ellis JA, Bettegowda VR, Brown G, Matte T, et al. Trends and

racial/ethnic disparities in gestational diabetes among pregnant women in New York City

in 1990-2001. American Journal of Public Health. 2005;95(9):1536-9.

8. Catalano PM, Kirwan JP, Mouzon SH, King J. Gestational diabetes and insulin

resistance: role in short and long term implications for mother and fetus. The Journal of

Nutrition. 2003;133:1674S-83S.

9. Beck P, Daughaday WH. Human placental lactogen : studies of its acute metabolic

effects and disposition in normal man. JClin Invest. 1967;46:103-10.

10. Priyatini T. Kadar insulin, gula darah, sensitivitas insulin, dan hubungannya dengan

hormon leptin pada wanita hamil di Poliklinik Kebidanan RSCM. Jakarta: Universitas

Indonesia; 2004.

11. Saltiel AR, Kahn CR. Insulin signalling and the regulation of glucose and lipid

metabolism. Nature; 2001. p. 799-806.

12. Sermer M. Does screening for gestational diabetes mellitus make a difference?

Canadian Medical Association Journal. 2003;168(4):429-31.

13. Sacks DB, Bruns DE, Goldstein DE, MacLaren NK, McDonald JM, Parrot M. Guidelines

and recommendation for laboratory analysis in the diagnosis and management of

diabetes mellitus. Clinical Chemistry. 2002;48(3):436-72.

14. Setji TL, Brown AJ, Feinglos MN. Gestational diabetes mellitus. Clinical Diabetes.

2005;23(1):17-24.

15. World Health Organization. Laboratory diagnosis and monitoring of diabetes mellitus.

Geneva; 2002.

16. Chang Yw, Block-Kurbisch I, Caughley AB. Carpenter-Coustan criteria compared with

the national diabetes data group thresholds for gestational diabetes mellitus. Obstet

Gynecol. 2009;114:326-32.

17. Kshanti IA. Diabetes melitus gestasional RSUPNCM. Jakarta: RSUPNCM; 2003. p. 1-11.

18. Leewen Mv, Zweers EJK, Opmeer BC, Ballegooie Ev, Brugge HGT, Valk HWD, et al.

Comparison of accuracy measures of two screening tests for gestational diabetes

mellitus. 2007.

19. Immanuel S. Patogenesis dan diagnosis laboratorik sindroma metabolik. In: Oesman F,

editor. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2007. Jakarta: Departemen

Patologi Klinik FKUI; 2007. p. 1-24.

20. Young DS, Bermes EW. Preanalytical variables and biological variation. In: Burtis CA,

Ashwood ER, Bruns DE, editors. Tietz textbook of clinical chemistry and molecular

diagnostics. 4 ed. Missouri: Elsevier; 2006. p. 452.

Page 22: staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · Klinisi di Indonesia mengikuti konsensus Perkeni yang ... dalam upaya untuk mencegah dan menurunkan

18

21. Kim C, Tabael BP, Burke R, Ewen LN, Lash RW, Johnson SL, et al. Missed

opportunities for type 2 diabetes mellitus screening among women with a history of

gestational diabetes mellitus. American Journal of Public Health. 2006;96(9):1643-8.

22. Holzel W, Vogt B, B.Zawta. Useful facts about HbA1c : questions and answers. Jerman:

Roche; 2004.

23. Roche. Leaflet pemeriksaan HBA1C II dengan reagen Roche. 2002.