LAPORAN KASUS STASE REHABILITASI MEDIK Dipresentasikan: Jumat, 27 Mei 2011 SPONDILOSIS LUMBALIS OLEH : dr. Chairil Amin Batubara PEMBIMBING : dr. Maharani N, Sp.RM PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2011 Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
STASE REHABILITASI MEDIK
Dipresentasikan: Jumat, 27 Mei 2011
SPONDILOSIS LUMBALIS
OLEH : dr. Chairil Amin Batubara
PEMBIMBING : dr. Maharani N, Sp.RM
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Laporan Kasus : SPONDILOSIS LUMBALIS
Nama : dr. Chairil Amin Batubara
Nomor Register CHS : 19549
Stase Rehabilitasi Medik : 01 – 31 Mei 2011
Program Studi : Ilmu Penyakit Saraf
Hari/Tanggal : Jumat, 27 Mei 2011
Pembimbing/
Ketua Departemen/ SMF
Rehabilitasi Medik
FK USU/RSUP HAM Medan
NIP. 19530320 198003 2 001
dr. Maharani N, Sp.RM
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Spondilosis lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang
belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang
diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral dan
kadang – kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra sentralis (korpus).
Penatalaksanaan pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah pada kasus
spondilosis lumbalis adalah konservatif berupa medikamentosa dan dilakukan
tindakan rehabilitasi. Tindakan operatif dilakukan jika pengobatan konservatif gagal
dan adanya gejala-gejala permanen khususnya defisit motorik dan hal tersebut
biasanya terjadi jika disertai komplikasi seperti kanalis stenosis.
Prognosis penyakit ini umumnya baik kecuali dijumpai adanya
komplikasi dan penanganan yang dilakukan tidak optimal.
Laporan kasus ini secara umum membahas mengenai spondilosis lumbalis
terutama dari segi rehabilitasi medik. Dan bertujuan agar dapat diberikan
penatalaksanaan yang optimal tehadap penderitanya.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam
menjalani pendidikan keahlian di bidang ilmu penyakit saraf. Koreksi yang
membangun diperlukan demi kesempurnaan laporan ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Maharani N, Sp.RM atas
bimbingan dan pengarahannya dalam penulisan laporan kasus sini. Akhirnya semoga
tulisan ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca
Hormat saya
Penulis
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
Daftar Gambar .............................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.................................................................................. 1
2. Tujuan Penulisan............................................................................... 2
mengalami fusi dan 4 ruas koksigeal.10 Vertebra lumbalis, mulai dari lumbal 1 (L1)
sampai dengan lumbal 5 (L5), mempunyai panjang vertikal yang lebih pendek dari
diameter horizontal, sehingga dapat menanggung beban yang lebih berat.10,11
Vertebra lumbalis ini dibentuk berdasarkan 3 bagian fungsional:
- Korpus vertebra : berfungsi untuk menampung beban
11
- Arkus vertebra : berfungsi untuk melindungi elemen neural
- Prosessus/ tonjolan tulang : berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dari gerakan
otot (terdiri dari prosessus spinosus dan transversus).
Korpus vertebra lumbalis dibedakan dengan korpus vertebra torakalis dengan
tidak adanya faset/ sudut dari tulang iga/ kosta. Antara satu korpus dengan yang
Universitas Sumatera Utara
lainnya dihubungkan oleh diskus intervertebralis. Ukurannya bertambah besar mulai
dari L1 sampai L5, yang menunjukkan semakin ke bawah segmennya, semakin besar
beban yang diterima. Dimana vertebra L5 mempunyai korpus terbesar, prosessus
spinosus terkecil dan prosessus transversus paling tebal.
11
Gambar 1. Gambaran anatomi radiografik vertebra lumbalis, posisi antero-posterior dan lateral. Dikutip
dari: Lumbar Spine Radiographic Anatomy. Available at: http://www.wikiradiography.com/page/
Lumbar+Spine+Radiographic+Anatomy.
Tiap arkus vertebra terdiri dari 2 pedikel, 7 prosessus (1 prosessus spinosus, 4
artikularis dan 2 transversus) dan 2 lamina, yang dihubungkan oleh sendi-sendi faset/
apofiseal dan ligamen.
Pedikel menghubungkan arkus dengan korpus bagian posterolateral. Pedikel
ini berhubungan dengan bagian kepala dari korpus vertebra dan berfungsi sebagai
pelindung kauda ekuina yang ada di dalamnya.
11
11
Prosesus artikularis memberikan mekanisme locking yang menahan
tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus dan
transversus (termasuk juga prosesus mamilaris) menjadi tempat melekatnya otot
sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut.
Lamina berfungsi merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan
artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pada
pars interartikularis.
12
12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Vertebra lumbal ke-5, tampak dari atas (A) dan dari samping (B). Dikutip dari: Ropper AH
and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. Dalam: Adams and Victor’s Principle of
Neurology, 8th
Edition. New York: McGraw Hill, 2005. p.168-191.
Pada kolumna vertebra terdapat 2 jenis persendian, yaitu persendian antara 2
korpus vertebra (dihubungkan oleh diskus intervertebralis) disebut amphiarthrodial
dan antara 2 arkus vertebra disebut arthrodial/ zygipofiseal/ faset/ apofiseal. Sendi
faset ini dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus
artikularis inferior vertebra yang di atasnya dan berfungsi untuk mengarahkan gerakan
segmen vertebra. Pada dasarnya sendi faset bukanlah penanggung beban, kecuali bila
vertebra dalam postur ekstensi (lordosis). Sendi ini memiliki kapsul yang longgar
serta lapisan sinovial.
10,12
Gambar 3: Sendi amphiarthrodial dan faset. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011
Ligamen-ligamen yang penting sebagai penunjang/ penyokong pada kolumna
vertebralis meliputi: ligamentum interspinosa, flavum, longitudinalis anterior dan
posterior, kapsularis serta lateralis.10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Ligamentum pada tulang belakang.
Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011
Adapun otot-otot paravertebral lumbal dibentuk oleh: − Latissimus dorsi: Berada pada lapisan terluar, kontraksinya akan memberi gaya
ekstensi terhadap tulang punggung.
10
− Erektor spinalis: Terdiri dari kelompok superfisial (illiokostalis dan longissimus)
dan kelompok otot profunda.
− Multifidus, interspinalis dan intertransverii
Gambar 5. Otot-otot paravertebral daerah lumbal. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011.
Universitas Sumatera Utara
III.4. Etiologi
Spondilosis lumbalis merupakan suatu fenomena penuaan yang non spesifik.
Kebanyakan penelitian menyatakan tidak ada hubungannya dengan gaya hidup, tinggi
badan, berat badan, massa tubuh, aktifitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol atau
riwayat reproduksi. Adipositas sepertinya merupakan faktor risiko pada populasi
Inggris, tapi tidak pada populasi Jepang. Efek dari aktifitas fisik yang berat masih
kontraversial, sebagaimana diduga berhubungan dengan degenerasi diskus.8
III.5. Patofisiologi
Spondilosis lumbalis terjadi akibat pembentukan tulang baru di daerah
ligamentum yang mendapat tekanan.8 Secara skematik dapat dijelaskan:
Gambar 6. Teori Kirkaldy-Willis (terjadinya spondilosis lumbalis). Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan
tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula
artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang
peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal dan kimiawi). Reseptor tersebut
sebenarnya berfungsi sebagai proteksi. Bila reseptor dirangsang oleh berbagai
stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan
substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun
alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan
proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi
yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini
menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (triggers
points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri.
3
Gambar 7. Titik tekan di sekitar artikulasio spinalis. Dikutip dari: Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri
Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.).
Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.
Berbagai stimuli seperti mekanikal, termal maupun kemikal dapat
mengaktifasi atau mensensitisasi nosiseptor. Aktifasi nosiseptor langsung,
menyebabkan nyeri dan sensitisasi menyebabkan hiperalgesia. Nyeri yang timbul
akibat aktifasi nosiseptor ini dinamakan nyeri nosiseptif. Bentuk nyeri yang lain yang
sering timbul pada NPB yaitu nyeri neuropatik.
3
III.6. Gambaran Klinis
Keluhan dapat berupa nyeri yang terpusat pada bagian tulang belakang yang
terlibat, bertambah dengan pergerakan, dan berkaitan dengan kekakuan dan
keterbatasan gerakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada gejala sistemik seperti
Universitas Sumatera Utara
keletihan, malaise, dan demam. Nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Dan yang
lebih penting diketahui bahwa tidak ada tanda penekanan radiks saraf. Beberapa
pasien mengeluhkan nyeri yang samar-samar dan intermiten pada tungkai atas atau
tungkai belakang, tapi bukan suatu bentuk nyeri skiatika dan straight-leg raising test
tidak menimbulkan nyeri ini. Pasien memilih posisi sedikit fleksi. Posisi duduk
biasanya membuat pasien nyaman, meskipun rasa kaku dan tak nyaman bisa terjadi
jika pasien dalam posisi tegak (erect).
Keparahan dari gejala sering sedikit berhubungan dengan gambaran radilogik,
nyeri bisa muncul meskipun gambaran radiologik yang dijumpai minimal. Malah
berkebalikan, osteofit yang bermakna dengan spur formation pada vertebra dapat
terlihat pada pasien dengan ataupun tanpa gejala.
6
6 Jika spondilosis lumbalis (osteofit)
menonjol ke dalam kanalis spinalis, maka dapat terjadi komplikasi berupa kanalis
stenosis.8 Delapan puluh persen pasien dengan kanalis stenosis mengalami
klaudikasio intermiten neurogenik, tergantung pada beratnya stenosis kanalis. Gejala
yang mengarah kepada hal tersebut adalah defisit motorik, sensorik, nyeri tungkai
bawah dan kadang-kadang terdapat inkontinensia urin.
7
III.7. Prosedur Diagnostik
III.7.1. Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan.
III.7.2. Pemeriksaan Radiologik
8
III.7.2.1. Foto X-ray polos
Pemeriksaan foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan
oblique berguna untuk menunjukkan spondilosis (osteofit), spondilolisthesis,
sementara stenosis kanalis sentralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.7,8
Gambar 8. Foto polos lumbosakral arah anteroposterior, tampak gambaran osteofit. Dikutip
dari: Rothschild BM and Wyler AR. Lumbar Sponylosis. Available at:
Stabilization exercises. A: Quadruped position with
pelvic bracing. B:
Quadruped position with pelvic
bracing and alternating arm and leg raises.
Gambar 10. Contoh latihan dalam penatalaksanaan NPB (spondilosis lumbalis). Dikutip dari: Weinstein SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ, Gans BM, Walsh NE, Bockenek WL, Frontera WR, Geiringer SR, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, principles and practice, fourth edition. New Jersey: Lippincott William & Wilkins, 2005.
III.9.3.5. Mobilisasi atau Manipulasi Manual (Traksi, Lumbar Support,
Manifestasi fisiologik yang jelas dari traksi masih kontraversial. Namum
demikian dalam prakteknya traksi telah dilakukan sejak lama. Ada 2 macam traksi,
yaitu traksi pelvik dan torakal (gravity traction). Efek yang realistis dari traksi
Universitas Sumatera Utara
vertebra lumbosakral tersebut adalah berkurangnya lordosis, yang dapat dicapai
dengan melihat hasil:
- Membukanya foramen intervertebralis
- Meregangnya permukaan sendi
- Memanjangnya muskulus spina erektor yang menyebkan relaksasi dan lepasnya
spasme dari muskulus tersebut.
- Mengerasnya (kaku) serabut annulus fibrosus dari diskus. Efek annulus ini
bersama-sama dengan menurunnya tenaga intrinsik dalam nukleus mengurangi
tonjolan annulus (annular buldging).
Tinjauan ulang Cochrane yang melibatkan 2 penelitian dengan kualitas yang baik,
menunjukkan bahwa traksi tidak lebih efektif dibandingkan plasebo atau tanpa terapi
pada beberapa laporan outcome.
17
Gambar 11. Traksi lumbal. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
Lumbar support/ korset/ penyangga digunakan untuk terapi dan pencegahan
NPB.14 Efek yang diharapkan dari penggunaan korset: Mengurangi spasme; Sebagai
penyangga dan mendorong abdomen serta mengurangi beban dengan efek gaya berat
pada diskus; Memperbaiki postur tubuh dengan menurunkan lordosis; Membatasi
gerakan vertebra lumboskral.15 Ada 2 tipe dari penyangga punggung:
Universitas Sumatera Utara
− Penyangga rigid: penyangga ini mampu membatasi gerakan tulang belakang
sampai 50%. Namun penyangga ini berat dan panas serta kurang nyaman bagi
pasien, untuk itu dapat dibuat lobang-lobang untuk masuknya udara sehingga
mengurangi kelembapan dan maserasi kulit.
− Penyangga elastis: Penyangga ini berfungsi untuk membatasi gerakan dan sebagai
pengingat untuk menggunakan postur tubuh yang benar saat mengangkat beban.
9,18
9
Gambar 12. Tipe – tipe korset. Dikutip dari: Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at: http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall. Updated: Aug 25, 2008.
Penemuan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) didasarkan pada
teori pintu gerbang (gate theory) oleh Melzack dan Wall. Dalam teori ini, stimulasi
serabut aferen yang besar menghambat serabut nosiseptif yang kecil sehingga pasien
merasa nyerinya berkurang. Metaanalisis dari TENS terhadap outcome menunjukkan
kecenderungan ke arah pengurangan nyeri yang lebih baik, fungsi yang lebih baik dan
kepuasan terhadap terapi dibanding plasebo, tapi tidak signifikan. Penelitian lebih
lanjut dibutuhkan untuk mengevaluasi efikasinya.14 TENS dikontraindikasikan pada
pemakai pacemaker, tidak dianjurkan pemakaian pada mata atau sinus karotikus serta
wanita hamil.
15
Pemijitan (masase) adalah termasuk cara pengobatan yang paling tua di dunia.
Efeknya dapat dikelompokkan menjadi efek refleks dan mekanik. Efek refleks pada
kulit berupa rangsangan pada reseptor perifer yang kemudian impuls diteruskan
melalui medula spinalis ke otak dan menghasilkan sensasi yang menyenangkan atau
relaks. Di perifer impuls ini menyebabkan relaksasi otot dan dilatasi atau konstriksi
arteriole. Salah satu efek yang penting adalah terjadinya efek sedatif sehingga
IFC merupakan suatu cara yang menggunakan dua arus sinyal yang berganti-
gantian dengan frekuensi yang sedikit berbeda.
Gambar 13. Gambaran interaksi dua gelombang dengan frekuensi yang berbeda. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.
Alat IFC menggunakan arus dengan frekuensi sedang yang berkisar 4000-
5000 Hz. Arus yang berganti-ganti dengan frekunsi medium (1000-10.000 Hz)
mempunyai resistensi kulit lebih rendah disbanding frekuensi rendah (< 1000 Hz)
sehingga penetrasi ke dalam kulit lebih mudah. Perbedaan IFC dengan TENS
Universitas Sumatera Utara
mungkin kemampuannya dalam mengahantarkan arus lebih tinggi. Dilaporkan bahwa
IFC berguna untuk kelainan muskuloskletal, neurologis dan penatalaksanaan
inkontinensia urin, meskipun literatur lain gagal menunjukkan keunggulannya dari
intervensi lain atau plasebo.
14
III.9.3.7. Short Wave Diathermy (SWD)
SWD merupakan suatu cara yang memproduksi panas melalui konversi energi
elektomagnet menjadi energi suhu (panas). Osilasi frekuensi tinggi elektrik dan
medan magnet menghasilkan gerakan ion-ion, rotasi dari molekul polar dan distorsi
molekul non polar, dengan akibat terbentuknya panas. Federal Communications
Commission limits industrial, scientific and medical (ISM) menggunakan frekuensi