halaman 1 STANDARD PELAYANAN MINIMUM ANGKUTAN UMUM DAFTAR ISI 1. Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum . …………………………………………………………... 1.1 Standard Pelayanan Minimum.....……………………………………………………………………………………… 1.2 SPM dalam UU 22/2009 dan Draft RPP …………………….………………………………….…………………… 1.3 SPM Pelayanan Angkutan Umum dan Sistem Transit ........................................................... 1.4 Keselamatan, Kelancaran, Kehandalan, Kenyamanan, Keterjangkauan dan Kesetaraan………………………………………………………….…............................................................. 2. Konsep Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum . ………………………………………………. 2.1 Studi Standard Pelayanan Minimal BSTP.…………………………………………………………………………… 2.2 Pedoman SPM BRT- Trans Jakarta ……………………………………………………................................ 2.3 SPM Angkutan Umum di Tbilisi City …………………………………………………….............................. 2.4 SPM PPIAF World Bank ……………………………………………………............................................... 2.5 Maretope ..………………………………………………………………………………………………………………………… 3. Indikator SPM...……………………………………………………………………………………………………............. 3.1 SPM Pelayanan Penumpang....................…………………………………………………………………………… 3.2 SPM Operator……………………………………………………............................................................. 3.3 SPM Regulator ………………………………………………………………………………………………………..........… 4. SPM Sistem Transit...………………………………...........…………………………………………………………….. 4.1 Kinerja Sistem Transit pada Kota-kota SUTIP ……………………………………………………................ 4.2 Kinerja Angkutan Umum Kota Lain di Luar Negeri . …………………………………….......……………… 4.3 Rekomendasi SPM Sistem Transit ……………………………………………………................................
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
halaman 1
STANDARD PELAYANAN MINIMUM
ANGKUTAN UMUM
DAFTAR ISI
1. Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum .…………………………………………………………...
1.1 Standard Pelayanan Minimum.....………………………………………………………………………………………
1.2 SPM dalam UU 22/2009 dan Draft RPP …………………….………………………………….……………………
1.3 SPM Pelayanan Angkutan Umum dan Sistem Transit ...........................................................
1.4 Keselamatan, Kelancaran, Kehandalan, Kenyamanan, Keterjangkauan dan
4. SPM Sistem Transit...………………………………...........……………………………………………………………..
4.1 Kinerja Sistem Transit pada Kota-kota SUTIP ……………………………………………………................
4.2 Kinerja Angkutan Umum Kota Lain di Luar Negeri . …………………………………….......………………
4.3 Rekomendasi SPM Sistem Transit ……………………………………………………................................
halaman 2
1. Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum Perkotaan
1.1 Standard Pelayanan Minimum Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Ada 7 hal yang diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal mengatur bahwa penerapan SPM hendaknya (1) sederhana, (2) konkrit, (3) mudah diukur, (4) terbuka, (5) terjangkau (6) dapat dipertanggungjawabkan serta (7) mempunyai batas waktu pencapaian. Selain itu SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. Definisi:
Sederhana: mudah dimengerti oleh semua pihak meliputi pengguna, operator dan petugas di lapangan dari berbagai latar belakang pendidikan.
Konkrit: aspek sarana, prasarana dan operasional disediakan secara lengkap, jelas dan tidak terpisah-pisah.
Mudah diukur: memiliki tolok ukur dalam sistem besaran jarak, waktu, massa, jumlah, suhu.
Terbuka: dapat menerima masukan berupa kritik dan saran dari berbagai pihak.
Terjangkau: dapat dilaksanakan oleh operator dan sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat.
Dapat dipertanggungjawabkan: dapat diuji oleh berbagai kalangan, seperti LSM, tokoh masyarakat dan akademisi.
Mempunyai batas waktu: ada batasan waktu pencapaian bagi SPM yang ditetapkan, dan dapat ditinjau kembali apabila target waktu tersebut telah selesai atau kinerjanya telah tercapai.
Penyusunan SPM Angkutan Umum menurut PP 65/2005 harus mengandung unsur-unsur (a) jenis pelayanan dasar, (b) indikator SPM, dan (c) batas waktu pencapaian SPM.
Pelayanan Dasar untuk angkutan umum perkotaan adalah pelayanan angkutan umum perkotaan yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan yang memperhatikan aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan.
Indikator SPM untuk angkutan umum perkotaan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.
halaman 3
Batas Waktu Pencapaian SPM untuk angkutan umum perkotaan adalah batasan waktu pencapaian bagi SPM yang ditetapkan, dan dapat ditinjau kembali apabila target waktu tersebut telah selesai atau kinerjanya telah tercapai.
1.2 Standard Pelayanan Minimal dalam UU 22/2009 dan Draft RPP
1.2.1 UU 22/2009 Undang-undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memuat hal-hal berkaitan dengan SPM, antara lain tentang:
kewajiban bagi perusahaan untuk memenuhi SPM (pasal 141 ayat 1)
SPM diberikan sesuai dengan tingkat pelayanan (pasal 141 ayat 2)
penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib memenuhi SPM (pasal 177)
tarif penumpang ditetapkan berdasarkan, salah satunya, pemenuhan atas SPM (pasal 183 ayat 1)
jasa angkutan umum harus memenuhi SPM (pasal 198 ayat 1)
persaingan dan pelayanan harus sesuai dengan SPM (pasal 198 ayat 2)
implementasi SPM perlu dipantau dan dikendalikan (Pasal 198 ayat 2)
Pasal 141 (1) Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. (2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis
pelayanan yang diberikan.
Pasal 177 Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib: a. melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang diberikan; dan b. mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan standar pelayanan minimal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1).
Pasal 183 (1) Tarif Penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 huruf a ditetapkan oleh Perusahaan Angkutan Umum atas persetujuan Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan standar pelayanan minimal yang ditetapkan.
Pasal 198
(1) Jasa angkutan umum harus dikembangkan menjadi industri jasa yang memenuhi standar pelayanan dan mendorong persaingan yang sehat.
(2) Untuk mewujudkan standar pelayanan dan persaingan yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus:
a. menetapkan segmentasi dan klasifikasi pasar; b. menetapkan standar pelayanan minimal; c. menetapkan kriteria persaingan yang sehat; d. mendorong terciptanya pasar; dan e. mengendalikan dan mengawasi pengembangan industri jasa angkutan umum.
Pasal 41
halaman 4
1) Setiap penyelenggara Terminal wajib memberikan pelayanan jasa Terminal sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.
Gambar 1. SPM dalam Konteks Perundangan 1.2.2 Draft Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Draft Rencana Peraturan Pemerintah tentang Angkutan memuat hal-hal berkaitan dengan SPM, antara lain tentang:
Indikator SPM meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan (pasal 17).
Ketentuan tentang batasan indikator SPM (Pasal 18)
Amanah kepada Menteri untuk menyusun SPM bagi angkutan umum (pasal 19).
Pasal 17
Perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi : a. keamanan; b. keselamatan; b. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan.
Pasal 18
(1) Standar pelayanan minimal untuk keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf a adalah standar minimal untuk menjamin terbebasnya setiap orang dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam menggunakan angkutan umum.
UU 22/2009Psl. 141 (1)
KEAMANAN
KESELAMATAN
KENYAMANAN
KETERJANGKA
UAN
KESETARAAN
KETERATURAN
sasaran
Psl. 158 (1)
PEMERINTAH
MENJAMIN
KETERSEDIAAN
ANGKUTAN MASSAL
Psl. 141 (2)
SPM DITETAPKAN
BERDASARKAN
JENIS PELAYANAN
KELAS
EKONOMI
KELAS NON
EKONOMI
tanggung jawablingkup
KONVENSIONAL:BUS BESAR
BUS SEDANGBUS KECIL
NON
KONVENSIONAL:BRT
SISTEM TRANSIT
S
KD
687/
02
Psl. 198 (2)
PEMERINTAH
MENGENDALIKAN
DAN MENGAWASI
SPM
halaman 5
(2) Standar pelayanan minimal untuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf b adalah standar minimal untuk menjamin terhindarnya setiap orang yang menggunakan angkutan umum dari risiko kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia, dan faktor kendaraan.
(3) Standar pelayanan minimal untuk kenyamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf c adalah standar minimal untuk menjamin dimana pengguna angkutan umum merasakan kondisi yang tidak berdesakan, kebersihan, keindahan dan suhu udara yang optimal.
(4) Standar pelayanan untuk keterjangkauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf d adalah
standar minimal untuk memenuhi kebutuhan terhindarnya pengguna dari kesulitan mendapatkan akses angkutan umum.
(5) Standar pelayanan untuk kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf e adalah standar minimal untuk menjamin tersedianya sarana fasilitas bagi penyandang cacat, wanita hamil, orang lanjut usia, anak-anak, wanita dan orang sakit.
(6) Standar pelayanan untuk keteraturan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf f adalah standar minimal untuk menjamin ketepatan waktu pemberangkatan dan kedatangan serta tersedianya fasilitas informasi perjalanan yang terbarukan untuk penumpang angkutan umum.
Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan peraturan menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
1.3 SPM Pelayanan Angkutan Umum dan Sistem Transit
1.3.1 Arti Penting SPM bagi Angkutan Umum SPM terdiri dari komponen ukuran dan standar. Ukuran adalah “tingkat kuantitatif pencapaian suatu tujuan”, sedangkan standar adalah “tingkat kinerja tertinggi atau terendah yang dapat diterima”. Ukuran dan standar menjadi sangat penting bagi pengukuran kinerja angkutan umum karena (PPIAF, Seminar Angkutan Umum, Juni 2010):
Membantu mengkaji kecukupan dan kinerja pelayanan pada saat ini (eksisting). Dengan data tersebut dapat diketahui apakah pelayanan angkutan umum tersebut telah dianggap sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
Untuk dapat memberikan arahan tentang disain dan pengoperasian pelayanan yang diharapkan untuk perbaikan pada masa akan datang. Informasi ini sangat penting agar pemanfaatan sumber daya yang tersedia dapat dilakukan optimal.
1.3.2 Sistem Transit Sistem transit adalah proses transisi menuju terselenggaranya angkutan massal di perkotaan. Angkutan massal merupakan angkutan umum yang diharapkan menjadi tulang punggung transportasi perkotaan untuk memecahkan masalah kemacetan, keselamatan dan polusi, karena angkutan massal didukung dengan empat komponen yaitu a) mobil bus berkapasitas angkut massal, b) lajur khusus, c) tidak ada pelayanan yang berimpit dengannya dan d) dilengkapi dengan angkutan pengumpan. Dalam UU 22/2009 pemerintah diharuskan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan penduduk dengan mengadakan angkutan massal. “Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis Jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan perkotaan” (pasal 158 ayat 1). Sebagai tahapan transisi, sistem transit ditentukan sebagai angkutan umum yang
halaman 6
memiliki trayek tetap dan teratur, menggunakan bus sedang atau bus besar, mempunyai jadwal keberangkatan yang jelas, hanya menaikturunkan penumpang pada tempat yang telah ditentukan, memiliki fasilitas khusus dan beroperasi dengan sistem tiket. “Sistem transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan angkutan umum dalam trayek dengan bus sedang dan/ atau bus besar, pemberangkatan berjadwal, menaikkan dan menurunkan penumpang ditempat yang telah ditentukan dengan fasilitas khusus dan dilengkapi dengan sistem tiket khusus” (Draft RPP pasal 41).
SPM bagi pengembangan sistem transit menjadi sangat penting bagi:
Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, karena menjadi proses pengarahan bagi perkembangan menuju sistem transit yang berkualitas.
Pemerintah daerah, sebagai acuan bagi proses perencanaan, implementasi dan pengawasan bagi penyelenggaraan menuju angkutan massal.
Mobil penumpang umum bus kota dibagi dalam 3 jenis pelayanan menurut SK Dirjen Perhubungan Darat No. 687/2002 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur, yaitu:
Mobil bus kecil adalah mobil bus yang dilengkapi sekurang-kurangnya sembilan sampai dengan sembilan belas tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.
Mobil bus sedang adalah mobil bus yang mempunyai kapasitas sampai dengan tiga puluh orang termasuk yang duduk dan berdiri, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.
Mobil bus besar adalah mobil bus yang mempunyai kapasitas tujuh puluh sembilan orang termasuk yang duduk dan berdiri, tidak termasuk tempat duduk pengemudi.
Klasifikasi pelayanan berdasarkan kelengkapan bus kota:
Pelayanan ekonomi adalah pelayanan dengan tingkat pelayanan sekurang-kurangnya tanpa menggunakan fasilitas tambahan.
Pelayanan nonekonomi adalah pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal menggunakan sekurang-kurangnya fasilitas pelayanan tambahan berupa pendingin udara (AC) dan tiket.
1.4 Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, Kelancaran, Kesetaraan dan Keteraturan
Upaya pencapaian pelayanan adalah kegiatan untuk memenuhi tugas pemimpin
(pemerintah) sebagai petugas yang diberikan amanah oleh Alloh swt untuk melayani
kebutuhan masyarakat yang dilayani. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari
sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas. Menurut
UU 22/2009 makna:
1. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
2. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
3. Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas
halaman 7
yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.
4. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu
lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.
5. Kesetaraan, adalah perlakuan khusus bagi penyandang cacat, wanita hamil,
orang lanjut usia, anak-anak dan wanita. Bentuk perlakuan khusus yang
diberikan oleh Pemerintah berupa pemberian kemudahan sarana dan
prasarana fisik atau nonfisik yang meliputi aksesibilitas, prioritas pelayanan,
dan fasilitas pelayanan.
6. Keteraturan adalah ketepatan waktu pemberangkatan dan kedatangan serta
tersedianya fasilitas jalur antrian untuk penumpang angkutan umum.
Untuk memenuhi kebutuhan angkutan umum bagi masyarakat, dalam norma
Undang-Undang 22/2009 ditegaskan bahwa tanggung jawab untuk menjamin
tersedianya angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau menjadi
tanggung jawab Pemerintah. Dalam implementasi tugas berat ini, Pemerintah
dapat melibatkan komponen masyarakat termasuk pihak swasta. Pemerintah
Daerah turut bertanggung jawab menciptakan implementasi SPM yang relevan
untuk kota masing-masing untuk menghasilkan pelayanan angkutan umum sesuai
arahan SPM dari pemerintah pusat.
2. Tinjauan Standard Pelayanan Minimum Angkutan Umum
2.1 Studi Standard Pelayanan Minimal BSTP, 2009
SPM angkutan umum dibagi atas tingkat kepentingan dan besaran kota. Berdasarkan tingkat kepentingan, SPM dibagi dalam kelompok sangat penting, penting dan cukup penting, sedang berdasarkan besaran kota SPM dikelompokkan ke dalam ukuran kota kecil, sedang, besar dan metropolitan. Ukuran dan standar SPM dilakukan dengan melakukan perhitungan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
2.1.1 Kuantitatif. Besaran kuantitatif terdiri atas: jarak berjalan kaki, headway, kecepatan, waktu operasi dan pergantian kendaraan.
Jarak Berjalan Kaki yang dibedakan berdasarkan tata guna lahan dan lokasi. Untuk pusat kegiatan yang sangat padat dengan tata guna lahan pasar dan pertokoan yang terletak di CBD, Kota, maka jarak tempat henti semakin dekat,
halaman 8
yaitu sekitar 200-300m. Sebaliknya, untuk lahan campuran jarang yang dikarakteristikkan dengan perumahan, ladang, sawah, tanah kosong yang terletak di pinggiran, maka jarak tempat henti sekitar 500-1000m.
Waktu Antara (Headway) yang ditentukan berdasarkan ukuran kota. Semakin besar ukuran kota, semakin cepat waktu antaranya.
Kecepatan Perjalanan dan Waktu Tempuh Perjalanan Penumpang. Kecepatan perjalanan ditentukan sama untuk semua ukuran kota, yaitu ≥20 km/jam, dengan waktu tempuh penumpang yang semakin lama untuk kota yang lebih besar.
Rentang Waktu Pelayanan. Semakin besar ukuran kota, maka semakin lama waktu pelayanan.
Pergantian Kendaraan (Antar Rute). Diusahakan tidak ada pergantian kendaraan bagi penumpang. Jumlah pergantian kendaraan sebaiknya rata-rata 0-1, dan maksimum 2 kali untuk sekali perjalanan (maksimal 25% penumpang berganti kendaraan sebanyak 2 kali).
Kapasitas Kendaraan yang ditentukan berdasarkan ukuran kota. Semakin besar ukuran kota, semakin besar kapasitas kendaraan yang dibutuhkan.
2.1.2 Standar Pelayanan Secara Kualitatif. Hal-hal yang tercakup dalam mengukur
pelayanan secara kualitatif meliputi tempat henti, tiket, tarif dan subsidi, informasi dan
fasilitas bagi penyandang cacat.
Tempat henti, antara lain tersedianya tempat menurunkan dan menaikkan penumpang, model halte tertutup atau terbuka tergantung jenis tiket yang digunakan.
Tiket dan Cara Pembayaran, antara lain penggunaan karcis, letak mesin dapat di halte atau bis, untuk kota besar dan metrpolitan dan daerah dengan kepadatan tinggi sebaiknya menggunakan mesin tiket yang terletak di halte.
Penetapan Tarif dan Subsidi
Fasilitas Bagi Penyandang Cacat.
2.2 Pedoman SPM BRT- Trans Jakarta
Pedoman Standar Pelayanan Minimal Trans Jakarta disusun oleh ITDP Indonesia bekerja sama dengan Inresh Consulting (2010). SPM diartikan sebagai “janji yang diberikan Gubernur DKI Jakarta kepada pelanggannya atas kualitas minimal yang akan diterima pelanggan saat menikmati jasa yang diberikan, untuk menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan jasa”. Dalam penyusunannya, walau perumusan Standar Pelayanan Minimal dilakukan juga untuk Pemenuhan Peraturan dan Persyaratan akan tetapi kerangka berpikir perumusannya dilakukan dengan menggabungkan 3 (tiga) pendekatan yaitu Teori Pelayanan Pelanggan, Benchmarking dari beberapa SPM negara lain yang juga menggunakan BRT system, Harapan Penumpang serta memperhatikan kebutuhan dan kemampuan TransJakarta. Konsep SPM dituangkan dalam 4 substansi yaitu: Kehandalan, Keamanan dan Keselamatan, Kemudahan, dan Kenyamanan.
halaman 9
2.2.1 Kehandalan Pelayanan Subtansi inti dari Kehandalan Pelayanan adalah TransJakarta menjamin kehandalan operasional, termasuk kesiapan operasional bis, sarana dan prasarana, sistem operasi, dan petugas operasi.
Kehandalan pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 7 indikator yaitu:
1. Rencana Headway 2. Ketepatan Headway 3. Waktu Penaikan dan Penurunan Penumpang 4. Jarak Antara Pintu Bus dan Halte 5. Kecepatan Perjalanan 6. Kehandalan Armada 7. Konsistensi Jam Pelayanan.
2.2.2 Keamanan dan Keselamatan Subtansi inti dari Keamanan dan Keselamatan adalah TransJakarta menjamin keamanan dan keselamatan pelanggan saat menikmati layanan jasa busway. Keamanan dan Keselamatan pada pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 5 indikator yaitu:
1. Keamanan di dalam Halte 2. Keamanan di dalam Bus 3. Keselamatan di dalam Halte 4. Keselamatan di dalam Bus 5. Keselamatan di sepanjang Koridor.
2.2.3 Kemudahan Subtansi inti dari Kemudahan adalah TransJakarta menjamin bahwa pelanggan bisa mendapat berbagai kemudahan dalam menikmati jasa layanan busway. Kemudahan pada pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 5 indikator yaitu:
1. Kemudahan mendapatkan informasi tentang TransJakarta, 2. Kemudahan penjualan Tiket, 3. Kemudahan melaporkan kehilangan/ menemukan barang, 4. Kemudahan menyampaikan pengaduan, memberikan saran, 5. Kemudahan akses menuju/dari Halte.
2.2.4 Kenyamanan Subtansi inti dari Kenyamanan adalah TransJakarta menjamin bahwa jasa layanan busway akan dinikmati pelanggan secara nyaman. Minimal Pelayanan Kenyamanan yang dijanjikan oleh TransJakarta ini dapat di ukur dari 10 indikator yaitu:
1. Kebersihan di dalam Halte 2. Suhu di dalam Halte 3. Penerangan di dalam Halte 4. Kepadatan Penumpang di dalam Halte 5. Kebersihan di dalam Bus 6. Suhu di dalam Bus 7. Penerangan di dalam Bus 8. Kepadatan Penumpang di dalam Bus 9. Waktu tunggu 10. Pelayanan Petugas.
halaman 10
Dengan implementasi SPM, dampak bagi organisasi TransJakarta sendiri diharapkan dapat tercapai kemandirian secara organisasi dengan struktur organisasi yang market–oriented serta sumber daya manusia yang kompeten sesuai dengan visi BLU TransJakarta yaitu menjadikan Busway sebagai angkutan umumyang mampu memberikan pelayanan publik yang cepat, aman, nyaman, manusiawi, efisien,berbudaya, dan bertaraf internasional.
SPM TransJakarta dilengkapi dengan beberapa uraian tentang definisi, lingkup, tolok ukur, sasaran pencapaian tolok ukur, prasayarat pencapaian dan pengukuran. Penjelasan yang perlu disampaikan. Gambar 2 menjelaskan mengenai ruang lingkup batasan SPM.
Tolok Ukur. Tolok ukur SPM mencakup dua unsur: ukuran dan target yang ingin dicapai.
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur. Target sasaran ditetapkan setiap tahunnya dalam rentang lima tahun mendatang, yang telah mempertimbangkan kinerja TransJakarta saat ini, kinerja TransJakarta yang seharusnya dapat dicapai, serta usaha peningkatan kinerja yang berkesinambungan.
Prasyarat Pencapaian merupakan kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia yang memadai dan kompeten, dana yang cukup, teknologi dan peralatan, regulasi Pemerintah Pusat/ Daerah yang mendukung, hingga koordinasi dengan instansi terkait.
Pengukuran merupakan upaya untuk mengkuantifisir besaran, meliputi: a) Metoda Pengukuran, b) Metoda Perhitungan, c) Periode Pengukuran, d) Lokasi Pengukuran dan e) Pelaksana Pengukuran.
Gambar 2. Ruang Lingkup SPM Trans Jakarta
definisi
lingkup
Tolok ukur
Sasaran
Pencapaian
Prasyarat
Pencapaian
Pengukuran
Ruang
Lingkup
SPMTrans
Jakarta
pemahaman yang sama untuk setiap
indikator dari setiap substansi pelayanan
Cakupan pengukuran dijelaskan dalam
lingkup yang menunjukkan siapa dan/ atau apa yang diukur. Lingkup dapat berupa
jaringan koridor, armada bis, laporan, dan
hasil angket survei
tolok ukur yang mencakup dua unsur:
ukuran dan target yang ingin dicapai dalam lima tahun ke depan
Target sasaran ditetapkan setiap tahunnya
dalam rentang lima tahun mendatang
Persyaratan yang dimaksud dapat berupa kesiapan struktur
organisasi, sumber daya manusia yang memadai dan kompeten, dana yang cukup, teknologi dan peralatan, regulasi
Pemerintah Pusat/ Daerah yang mendukung, hingga
koordinasi dengan instansi terkait
meliputi: a) Metoda Pengukuran, b) Metoda
Perhitungan, c) Periode Pengukuran, d) Lokasi Pengukuran dan e) Pelaksana
Pengukuran
halaman 11
2.3 SPM Angkutan Umum di Tbilisi
Tbilisi adalah ibu kota dan kota terbesar di Georgia (negara merdeka yang pernah
menjadi bagian Uni Soviet) yang terletak di tepi Sungai Kura. Terkadang kota ini
masih disebut dengan nama Turki Tiflis. Luas wilayah kota Tbilisi 350 km² dengan
jumlah penduduk 1.345.000 jiwa (2000). SPM Tbilisi merupakan bagian dari kontrak
perjanjian kerja sama antara Pemda Kota Tbilisi dan perusahaan transportasi
Municipal Autotransport Company Ltd dalam “Agreement on The Provision of
Public Transport Services” pada tahun 2007 .
Indikator Operasional
% perjalanan terjadwal yang tidak beroperasi
% kilometer terjadwal yang tidak beroperasi
% bis terjadwal yang berangkat dari terminal dalam waktu 3 menit dari waktu yang
dijadwalkan
Kegagalan pelayanan per 10.000 km yang dioperasikan
Jumlah kecelakaan per 100.000 km yang dioperasikan
Proporsi (%) tarif yang dikumpulkan dari penumpang yang perlu membayar
Proporsi (%) perjalanan yang diinspeksi untuk penumpang yang tidak membayar tiket
Indikator Kendaraan
Rata-rata umur kendaraan (tahun)
Proporsi (%) kendaraam yang tersedia untuk layanan sehari-hari
Aksesibilitas. % bis dengan lantai rendah, anak tangga rendah, lantai datar,
sekurangnya 2 pintu, fitur DIPTAC
Jumlah bis rusak/kotor per 100 pemeriksaan.
2.4 SPM PPIAF World Bank
Public Private Infrastructure Advisory Facility (PPIAF) World Bank dalam Workshop
Sistem Angkutan Umum di Surabaya Juni 2010 dalam Bab V “Measuring Public
Transport Standard and Performance” menjelaskan tentang Ukuran dan Standar
Disain (SPM) Angkutan Umum.
Ketersediaan fasilitas publik diukur dari 2 jenis pelayanan, yaitu:
1. Daerah Pelayanan, mencakup:
a. Cakupan geografis. Cakupan geografis adalah persentase populasi yang dapat
dijangkau oleh pelayanan rute-rute bus dengan berjalan kaki, maksimum
sepanjang 500 meter.
b. Akses menuju tempat kerja. Akses menuju tempat kerja adalah persentase
yang dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan umum, maksimal