Page 1
SPIRITUALITAS KAUM BIARAWATI: STUDI ANALISIS BIARA
SUSTERAN JESUS MARIA JOSEPH CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Disusun Oleh :
Heni Aulia
NIM: 1113032100064
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H/2018M
Page 5
iv
ABSTRAK
Heni Aulia, Spiritualitas Kaum Biarawati: Studi Analisis Biara Susteran
Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan. Skripsi Sarjana Strata 1, Fakultas
Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Perkembangan zaman pada masa modern ini mempengaruhi kehidupan
beragama. Dalam agama Katolik, kaum biarawati memfokuskan dirinya terhadap
suatu panggilan. Namun kehidupan membiara saat ini terlihat tertutup. Selain itu,
di sisi lain kehidupan membiara harus selalu dapat menyesuaikannya dengan
perkembangan zaman yang ada. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk
meneliti kehidupan kaum biarawati. Dalam hal ini penulis kemudian menjadikan
objek penelitian kepada kaum biarawati yang ada di Biara Susteran Jesus Maria
Joseph Ciputat, Tangerang Selatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
spiritualitas dan relevansi kehidupan membiara pada zaman yang modern ini
khususnya kaum biarawati di Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan
pendekatan historis dan pendekatan psikologis. Dalam metode penyajian dan
pembahasan data, penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Teknik
pengumpulan data menggunakan metode Library Research (Penelitian
Kepustakaan) dan Field Research (Penelitian Lapangan).
Dalam wawancara dan observasi penelitian, didapatkan hasil bahwa hidup
membiara tetap mengikuti perkembangan zaman dan kaum biarawati tetap
menjalankan tiga kaul yang sudah diucapkan yaitu, kaul kemurnian, kaul
kemiskinan dan kaul ketaatan. Dengan begitu, ada beberapa makna positif yang
kaum biarawati dapatkan yaitu, sebagai proses pemurnian diri untuk menjadi
pribadi yang semakin sempurna dan sebagai jalan untuk mendekatkan diri pada
Tuhan.
Kata Kunci: Hidup Membiara, Biarawati, Katolik
Page 6
v
KATA PENGANTAR
Bissmillahirah maanirrahiim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Pengasih yang telah melimpahkan hidayahnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi
Besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.
Segala upaya penulis lakukan dalam penyelesaian skripsi ini, hingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Spiritualitas Kaum
Biarawati: Studi Analisis Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan” sebagai tugas akhir akademis pada Jurusan Studi Agama-
Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua ini berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak,
oleh karenanya perkenankanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih
serta penghargaan yang mendalam khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Media Zainul Bahri, MA., selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama,
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dra. Halimah SM, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-Agama,
Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Page 7
vi
5. Dr. Hamid Nasuki, M. Ag., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
dengan kesabaran serta kesediaan beliau meluangkan waktu untuk
memberikan arahan, konsultasi dan juga bimbingannya sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
6. Dra. Marjuqoh, MA., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
meluangkan banyak waktunya untuk memberikan masukan kepada penulis.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Pimpinan serta Staf Perpustakaan yang telah
memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.
8. Suster Cathrine selaku ketua Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Suster Emiliana selaku kepala sekolah TK, Suster Anna selaku kepala
sekolah SD dan suster Imeldine selaku kepala sekolah SMP Bintang
Kejora Ciputat, Tangerang Selatan yang telah memperkenankan penulis
untuk melakukan penelitian di Biara dan juga telah bersedia untuk di
wawancara serta memberikan informasi kepada penulis.
9. Penulis hanturkan terimakasih sebanyak-banyaknya teruntuk Mamah dan
Alm. Bapak tercinta serta Ayah angkat penulis, merekalah yang
menghantarkan penulis hingga sampai tahap ini. Kasih sayang dan doa
dari mereka yang tidak pernah berhenti dan selalu penulis rasakan hingga
terselesaikannya skripsi ini.
10. Keluarga besar penulis, Teh Ningsih, Adik-Adikku tersayang Alam dan
Naya serta Kakak Ipar ku A Ferdi yang selalu memberikan semangat
kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga untuk
Page 8
vii
keponakan-keponakan aku Abyan dan Nindy yang selalu memberikan
hiburan dan menjadi penyemangat bagi penulis.
11. Syafril Agam Ghiffari yang dengan sabar membantu penulis baik moril
maupun materil, serta memberikan motivasi dan dukungannya selama
pembuatan skripsi ini, semoga apa yang di harapkan dapat terwujud.
12. Untuk sahabat penulis Mei Marlina, Anifah Ayu dan Oktavia Damayanti
yang senantiasa memberikan masukannya dan mendorong penulis untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
13. Himpunan Mahasiswa Jurusan Studi Agama-Agama 2015-2016,
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Korps HMI-Wati (KOHATI)
Komisariat Fakultas Ushuluddin Cabang Ciputat yang telah memberikan
begitu banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada Penulis.
14. Abuna Andrias Kemal beserta pengurus Barukh Institute yang telah
memberikan semangat kepada penulis.
15. Teman-teman Studi Agama-Agama kelas A dan B angkatan 2013 serta
Teman-teman KKN ALHENA 2016.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi
pembaca, penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
yang perlu disempurnakan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca demi sebuah proses kesempurnaan.
Jakarta, 04 Mei 2018
(Heni Aulia)
Page 9
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................. ii
PENGESAHAN PENGUJI ....................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................ 10
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 11
E. Kajian Pustaka .......................................................................... 11
F. Metode Penelitian ..................................................................... 13
G. Sumber Referensi ..................................................................... 15
H. Sistematika Penulisan ............................................................... 16
BAB II SPIRITUALITAS PEREMPUAN DALAM AGAMA
KATOLIK
A. Pengertian Spiritualitas ............................................................ 19
B. Perempuan dalam Pandangan Katolik...................................... 26
C. Kehidupan Biarawati dalam Agama Katolik ........................... 30
Page 10
ix
BAB III BIARA SUSTERAN JESUS MARIA JOSEPH CIPUTAT
TANGERANG SELATAN
A. Sejarah Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat
Tangerang Selatan ..................................................................... 35
B. Hierarki Fungsi Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat
Tangerang Selatan .................................................................... 39
C. Kegiatan Kerohanian Biara Susteran Jesus Maria Joseph
Ciputat Tangerang Selatan ....................................................... 43
BAB IV SPIRITUALITAS BIARAWATI DI BIARA SUSTERAN JESUS
MARIA JOSEPH CIPUTAT TANGERANG SELATAN
A. Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Untuk Hidup
Membiara ................................................................................. 49
B. Pengalaman Spiritual dalam Kehidupan Biara......................... 52
C. Konsistensi Pengamalan Sebagai Biarawati ............................ 55
D. Relevansi Kehidupan Membiara Pada Masa Modern .............. 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 61
B. Saran ......................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 63
LAMPIRAN ............................................................................................... 66
Page 11
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ................................................................................................... 66
Surat Izin Penelitian ......................................................................... 66
Surat Bukti Penelitian dari Biara...................................................... 67
Lampiran 2 ................................................................................................... 68
Bukti Wawancara ............................................................................. 68
Lampiran 3 ................................................................................................... 72
Pertanyaan Wawancara .................................................................... 72
Lampiran 4 ................................................................................................... 74
Hasil Wawancara Sr. Cathrine ......................................................... 74
Hasil Wawancara Sr. Emiliana ........................................................ 87
Hasil Wawancara Sr. Anna .............................................................. 93
Hasil Wawancara Sr. Imeldine Rumengan .................................... 103
Lampiran 5 ................................................................................................. 108
Foto Kegiatan Lapangan ................................................................ 108
Page 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan suatu kepercayaan yang menghubungkan antara
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mayoritas umat manusia menganut
agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Namun belakangan ini ada
banyak permasalahan yang terjadi dalam kehidupan manusia, terutama
menyangkut tentang agama dan keberagamaan seseorang. Agama merupakan
sesuatu yang dianut dan dipercaya oleh seseorang dalam kehidupannya,
sedangkan keberagamaan adalah sikap seseorang dalam menjalankan agamanya.
Di Indonesia ada enam agama yang diakui keberadaannya, yaitu: Islam, Kristen
Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghuchu.
Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan berbagai kebutuhan, selain
kebutuhan sekunder dan primer manusia juga memerlukan kebutuhan terhadap
agama, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (Homo
Religious).1 Kepercayaan seseorang untuk memeluk suatu agama timbul dari hati
nurani yang dihayati secara lahir batin. Ada berbagai macam sikap seseorang
dalam menentukan kepercayaan tersebut. Ada yang sangat fanatik terhadap agama
yang dianutnya dan ada juga yang hanya menjadikan agama sebagai suatu
khayalan belaka, bahkan ada seseorang yang tidak memeluk agama sama sekali
(Ateis). Seseorang yang memiliki sikap fanatik terhadap agama adalah seseorang
yang menganggap agama yang dianutnya paling benar sedangkan pendapat orang
lain salah dan keliru. Sikap fanatik seperti ini disebut sebagai sikap fanatik buta.
1 Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 46.
Page 13
2
Hal tersebut tentu saja sangat membahayakan banyak kalangan, karena tidak
memiliki sikap toleransi terhadap agama yang dianut oleh orang lain. Tetapi tidak
semua sikap fanatisme seperti itu. Ada juga seseorang yang fanatik terhadap
agamanya tetapi masih bisa memberikan toleransi bahkan sangat toleran terhadap
agama lain.
Untuk memeluk suatu agama didasari oleh rasa kepercayaan dan
keyakinan yang timbul dari dalam diri seseorang. Bagaimana kemudian seseorang
tersebut ingin memeluk agama atau tidak, semuanya merupakan hak personalitas,
tidak ada paksaan untuk memeluk suatu agama. Sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur kebebasan umat beragama pada pasal
28E ayat 2 dan 29 ayat 1 dan 2.2 Dengan adanya ketegasan Undang-Undang Dasar
tersebut maka setiap orang berhak untuk menganut agama sesuai dengan
keyakinannya masing-masing tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan beragama karena agama
merupakan sebagian dari fitrahnya. Arti fitrah itu sendiri adalah sifat asal,
kesucian, bakat atau pembawaan. Jadi, sifat asli manusia adalah bertuhan atau
memiliki Tuhan. Jika ada seseorang yang tidak mempercayai adanya Tuhan maka
hal tersebut bukan sifat asli dari dalam dirinya melainkan adanya pengaruh dari
lingkungannya. Menurut Mushtafa al-Maraghiy, fitrah merupakan usaha untuk
mencari dan menerima suatu kebenaran.3 Tetapi ketika manusia mencari suatu
2
Pasal 28E ayat 2: setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 29 ayat 1: Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2: Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. UUD
1945 (Jakarta: Sekertariat Jendral MPR RI, 2016), h. 14-67. 3 Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 48.
Page 14
3
kebanaran, seringkali dihadapkan oleh ketidakpercayaan terhadap agama yang
dipengaruhi oleh faktor eksternal sehingga berpaling dari kebenaran tersebut.
Seseorang yang berpaling dari kebenaran sehingga tidak lagi percaya
terhadap agama dan Tuhan disebut ateis. Arti kata ateis sendiri adalah sebuah
sudut pandang yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan dan Dewa-dewi atau
bisa juga disebut sebagai penolakan terhadap teisme.4
Ateisme menganggap
bahwa Tuhan merupakan khayalan manusia, sehingga mereka tidak
mempercayainya. Seorang yang berfikir secara kasat mata atau hanya dengan apa
yang bisa mereka lihat lalu mereka teliti, seringkali apa yang mereka fikirkan
tidak sampai pada kepercayaan terhadap Tuhan, karena Tuhan bersifat transenden
yang hanya dapat dirasakan oleh hati nurani.
Di dalam Al-Qur’an surat al-A’raf:172 dijelaskan bahwasanya sebelum
ditiupkan ruh ke dalam tubuh manusia, dia bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya.
Hal tersebut berbeda dengan sudut pandang psikologis agama yang sejatinya
manusia bukanlah makhluk religius, tetapi manusia merupakan makhluk yang
berkembang menjadi religius. Sikap religiusitas seseorang ditentukan oleh
kebutuhan untuk dirinya. Menurut Zakiah Daradjat, kebutuhan yang diperlukan
antara lain; kebutuhan rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas,
rasa sukses dan rasa ingin tahu. Peran agama terhadap rasa kasih sayang adalah
bahwa setiap manusia membutuhkan rasa kasih sayang, saling menyayangi
sesamanya. Dalam rasa aman agama juga memiliki peran yang penting karena
setiap manusia juga tentu saja ingin memiliki rasa aman, dengan manusia
memiliki agama rasa aman ini bisa dirasakan seperti pada saat berdoa. Rasa harga
4 Kenrick, Ateisme, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ateisme Artikel diakses pada tanggal
20 Juni 2017.
Page 15
4
diri juga berkaitan dengan agama karena dengan seseorang memiliki agama maka
akan merasa bahwa mereka memiliki identitas yang pasti. Rasa bebas ini sendiri
berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam memeluk agama yang dianutnya,
Dan rasa ingin tahu, manusia yang beragama tentu saja ingin lebih mengetahui
terkait dengan agama yang dianutnya agar kemudian bisa menerapkan apa yang
diperintahkan oleh Tuhan di dalam agamanya. Dari banyaknya kebutuhan tersebut,
maka manusia memerlukan agama agar kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat
tersalurkan dengan melaksanakan ajaran agamanya sehingga kebutuhan tersebut
dapat terpenuhi.
Melaksanakan ajaran agama secara baik dan benar merupakan motivasi
seseorang dalam beragama. Hal tersebut timbul karena adanya dorongan dari
dalam dirinya sendiri dan lingkungan. Seseorang yang termotivasi karena
dorongan dari dalam dirinya sendiri misalnya seseorang yang tidak rajin
melakukan ibadah, kemudian mempunyai keinginan untuk menjadi orang yang
beriman maka akan ada perubahan pada dirinya menjadi lebih baik tanpa adanya
rasa terpaksa karena timbul dari hati nuraninya. Lain halnya dengan seseorang
yang termotivasi dari lingkungan, misalnya apabila seorang yang tidak pernah
melaksanakan salat lima waktu atau ketika seseorang tidak pernah beribadah ke
gereja, kemudian lingkungan di sekitar mereka adalah orang-orang yang sangat
taat kepada agamanya, maka ada kemungkinan mereka yang tidak taat akan
termotivasi untuk ikut taat pada perintah dan ajaran dari agama yang mereka anut.
Dalam agama Katolik terdapat istilah biarawan dan biarawati. Mereka
adalah orang yang memutuskan untuk hidup membiara. Istilah biarawan
digunakan untuk laki-laki sedangkan biarawati sebutan untuk perempuan. Mereka
Page 16
5
diwajibkan untuk mengikuti seluruh aturan yang telah dibuat oleh biara. Seorang
yang memutuskan untuk hidup membiara tentu saja karena adanya faktor
dorongan dari dalam dirinya sendiri tanpa paksaan dari orang lain. Hidup
membiara berarti memfokuskan diri pada ketaatan beragama dengan adanya
keterikatan biarawati terhadap kaul-kaul yang dijalani dan dihayati dalam
kehidupan sehari-hari. Ada beberapa alasan seseorang untuk menjadi biarawati,
salah satunya adalah karena adanya panggilan dari Tuhan, seperti yang tercantum
dalam Al-Kitab Lukas 14:25-27 “kalau orang tidak membenci bapaknya, ibunya,
istrinya…. Ia tidak dapat menjadi pengikut Kristus.” Maksud dari kutipan tersebut
bertujuan untuk menekankan pentingnya kasih Yesus/Allah di atas segala-galanya,
bahkan di atas kasih kepada keluarga. Jadi, kata “membenci” harus diartikan
“lebih mengasihi”. Ayat tersebut berlaku untuk seseorang yang mendapat
panggilan dari Tuhan untuk menjadi seorang biarawati.5
Di Indonesia para biarawati disebut dengan panggilan suster, biasanya
bekerja dalam bidang pendidikan formal atau non-formal, kesehatan, pelayanan
sosial di lingkungan gereja maupun masyarakat. Ada pula suster yang bekerja
pada pelayanan religius melalui doa, biasanya dalam gereja Katolik disebut biara
suster kontemplatif. Sebelum memutuskan untuk hidup membiara para biarawati
melalui beberapa tahapan proses dan telah mengucap tiga kaul, yaitu kemurnian,
kemiskinan, dan ketaatan.6
Dari ketiga kaul tersebut tidak bisa dilihat dan
dipahami sebagai kewajiban hidup yang membebani diri, artinya hal tersebut
harus didasari oleh hati nurani seseorang yang telah mengucapkan tiga kaul
tersebut agar kemudian setelah menjalankan kewajibannya sebagai seorang
5 Pidyanto Gunawan, Umat Bertanya Romo Pid Menjawab (Yogyakarta: Kanisius, 2000),
h. 93. 6 L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95.
Page 17
6
biarawati tidak merasa terpaksa dan karena semata-mata rahmat dalam usaha
pengkudusan diri serta pemberian diri seutuhnya kepada Tuhan.
Pada abad ke-9 dan ke-10 gereja benar-benar dalam kondisi terpuruk. Para
pimpinan gereja mulai menggunakan kekerasan untuk dapat menguasai gereja,
terjadinya korupsi, dan ketamakan dalam kepemimpinan gereja. Kemudian
William Pious7, mendirikan sebuah biara Cluny, tepatnya di Macon, Burgundy,
Prancis. Biara ini digunakan sebagai tempat perkumpulan yang terbebas dari
kekerasan atas perebutan kekuasaan kekaisaran dan di bawah perlindungan Paus.
Pada zaman itu, Cluny menjadi pusat dunia spiritual karena pada masanya telah
memimpin sebanyak kurang lebih 2.000 biara. Gerakan ini berdampak bagi
pembaharuan gereja karena para biarawan dan biarawati memberikan contoh
sikap, seperti pemahaman bahwa cara yang dilakukan pada masa itu untuk
memimpin gereja adalah cara yang salah dan harus dibenahi agar dapat
mengembangkan perilaku umat Kristen yang lainnya.8
Peraturan-peraturan dasar yang diterapkan di dalam biara dibuat oleh
Benedictus.9 Seluruh peraturan tersebut merupakan dasar umum bagi seluruh
biara dalam Gereja Katolik Roma. Benedictus telah mendirikan 12 rumah biara
setelah mempraktikkan kehidupan askese. Masing-masing biara dipimpin oleh
7 William Pious yang biasa disebut sebagai orang saleh merupakan putra dari Bernad II
dari Auvergne dan Ermengard. Ia lahir pada tanggal 22 Maret 875, ia membuat banyak monastik,
salah satunya adalah mendirikan biara di Cluny pada tanggal 11 September 910 yang menjadi
pusat politik dan agama yang penting. William meninggal pada umur 43 tepatnya pada tanggal 6
Juli 918. Lihat, “William I, Duke Of Aquitaine”, https://en.m. wikipedia. org/wiki/ william_I,_
Duke_of_ aquitaine Artikel diakses pada tanggal 27 September 2017. 8 Kenneth Curtis, dkk, terj, Rajendran, Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007), h. 50. 9 Benedictus lahir di Nursia pada 480, lahir berasal dari keluarga yang kaya dan hidupnya
dipenuhi dengan petualangan serta perbuatan-perbuatan hebat. Salah satunya adalah ia merupakan
seorang pendiri komunitas-komunitas monastik Kristen dan penyusun peraturan-peraturan bagi
biarawan dan biarawati dalam konumitas tersebut. Benedictus wafat pada tahun 547, Lihat
“Benedictus Dari Nursia”, https://id.m.wikipedia.org/wiki/benedictus_dari_nursia Artikel diakses
pada tanggal 27 September 2017.
Page 18
7
seorang kepala biara, sedangkan Benedictus menjadi pemimpin tertinggi, setelah
apa yang Benedictus lakukan untuk memajukan biara, seperti memberi makan
kepada orang miskin, menyembuhkan orang sakit, mengajar para biarawan dan
biarawati dalam mengorganisasi kebiaraan dengan peraturan-peraturan tertentu
dan kegiatan positif lainnya.
Peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh Benedictus masih dilaksanakan
sampai sekarang, seperti setiap biara dipimpin oleh kepala biara yang disebut
Abbot, seorang yang dapat diterima menjadi anggota terlebih dahulu melewati
masa percobaan selama satu tahun yang disebut dengan Novis. Setelah para Novis
berhasil melewati masa percobaan, maka mereka akan menulis kaul dengan
tangan mereka sendiri yang berarti bahwa mereka siap untuk memutuskan
hubungan dengan dunia untuk selamanya. Bagi siapa pun yang melanggar
peraturan tersebut maka akan dikenakan sanksi; yang pertama berupa nasihat
pribadi, yang kedua tidak diperkenankan untuk ikut dalam persekutuan doa, yang
ketiga tidak diperkenankan untuk bergaul dengan biarawan atau biarawati yang
lain, selanjutnya yang terakhir akan dikeluarkan dari biara. Namun sanksi-sanksi
tersebut dijalankan sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat oleh masing-masing
biara. Jadi sanksi yang dikeluarkan dapat berbeda-beda pada setiap biara.10
Dengan banyaknya kegiatan hidup membiara dan sanksi-sanksi tegas yang
dikeluarkan oleh biara, maka para calon biarawati harus benar-benar matang
dalam menentukan pilihan sebagai orang yang melepaskan seluruh kehidupan
yang ada di dunia, termasuk dalam kebutuhan biologis. Para biarawati harus
menjalankan kaul kemurnian yaitu tidak boleh menikah tetapi bukan berarti
10
Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2003), h. 35.
Page 19
8
menutup diri dengan orang lain. Tidak menikah diartikan sebagai yang tidak
mengikatkan diri dan hidup pada cinta yang tertutup atau kepada orang tertentu,
yang nantinya diharapkan dapat membuka diri dan kehidupan sebagai jawaban
cintanya kepada Allah dan sesama. Kemudian para biarawati harus siap dalam
hidup miskin, artinya melepaskan semua yang bersifat duniawi seperti harta,
karier dan lain sebagainya. Miskin juga diartikan sebagai menyediakan sesuatu
untuk orang lain, seperti waktu, tenaga kemampuan, dan lain sebagainya.
Kemiskinan ini lebih mengarah kepada sikap mengabdi kepada sesama. Artinya,
para biarawati diharuskan untuk mementingkan kepentingan masyarakat terlebih
dahulu dibandingkan mementingkan kepentingan pribadinya. Selain itu juga
mereka harus bisa menjaga kesetiaan pada satu kelompok atau dengan pemimpin
kelompok, tidak boleh untuk menang sendiri, atau ingin lebih segalanya dari yang
lain, karena semata-mata ketaatan ini dalam rangka mencari kehendak dari Allah
secara bersama-sama dengan anggota kelompok yang lainnya.11
Seorang pastor bernama Pater Mathias Wolff, SJ12
mendirikan sebuah
komunitas “Pedagogi Chretinne” atau Sociates Jesus Maria Joseph yang lebih
dikenal dengan sebutan JMJ. Didirikan pada tahun 1822, tepatnya di Amesfoort,
Belanda. Kelompok ini dibentuk berawal dari keprihatinan Pater Mathias Wolff
akan situasi semangat umat Katolik yang merosot pada masa itu. Orang-orang
lebih mengutamakan urusan duniawi daripada kehidupan beriman. Wolff
beranggapan bahwa salah satu jalan untuk mengembalikan semangat keagamaan
11
L. Prasetya, Panduan Untuk Calon Baptis, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 95. 12
Patter Mathias Wolff lahir pada tanggal 6 Maret 1779 di Luxemburg, merupakan
seorang imam Yesuit dan pemimpin yang karismatik yang membiarkan dirinya dibimbing dan
diilhami oleh Roh Kudus demi pembebasan umat katolik yang tertindas pada masanya di Belanda.
Ia juga merupakan seorang pendiri komunitas Jesus Maria Joseph, meninggal pada tanggal 31
Oktober 1857 di Culemborg, Lihat “Founder Of The Society J.M.J”,
http://www.jmjinstituteofnursing.com/founder.html Artikel diakses pada tanggal 27 september
2017.
Page 20
9
yaitu dengan cara membentuk calon-calon katekis dan pimpinan yang
bersemangat. Komunitas Jesus Maria Joseph kini berada di Belanda, Indonesia,
India, Roma, Nepal, Afrika Barat dan Amerika Serikat.
Komunitas Jesus Maria Joseph mulai masuk ke Indonesia pada tanggal 30
April 1897 di Minahasa, Sulawesi Utara. Komunitas Jesus Maria Joseph meliputi
wilayah Jawa, Sumatera, Sumbawa dan Timor yang berpusat di Jakarta dan sudah
memiliki berbagai cabang biara, salah satunya yaitu Biara Susteran Jesus Maria
Joseph Ciputat, Tangerang Selatan. Sebelum didirikannya biara ini, lebih dulu
dijalankan pelayanan dalam bidang poliklinik dan pendidikan pada tahun 1996,
tetapi pada saat itu pelayanan poliklinik tidak berjalan dengan sebagaimana yang
diharapkan, sampai akhirnya dihapuskan dalam data pelayanan para kaum
biarawati dan lebih berkembang dalam bidang pendidikan sekolah Bintang Kejora.
Tingkat pendidikan yang tersedia mulai dari TK sampai SMP, dan masih ada
sampai saat ini. Pada tahun 1999 di dirikan Biara Susteran Jesus Maria Joseph
Ciputat, Tangerang Selatan setelah berkembangnya pelayanan dalam bidang
pendidikan yang terus berjalan melayani masyarakat setempat.13
Selain bergerak dalam pelayanan di bidang pendidikan, para biarawati di
biara susteran Jesus Maria Joseph juga rutin mengerjakan spiritualitas dalam
bidang peribadatan. Mereka melakukan ibadah rutin di dalam sebuah ruangan
yang disebut dengan kappel biara. Kegiatan ibadah ini dilakukan secara bersama-
sama. Selain itu mereka juga melakukan ibadah secara pribadi untuk dirinya
sendiri yang biasa disebut dengan meditasi. Selain melakukan peribadatan di
kappel biara, para biarawati juga mengikuti peribadatan di Paroki St. Nikodemus,
13
Lihat “Sejarah Kongresi JMJ”, http://www.trinitas.or.id/informasi/kongresi/kongresi-
jmj.html Artikel diakses pada tanggal 30 juli 2017.
Page 21
10
Rempoa, Ciputat Tangerang Selatan pada hari Minggu. Hidup para kaum
biarawati ini tidak menetap, artinya tidak hanya tinggal di dalam satu biara saja
tetapi dapat berpindah-pindah sesuai dengan tempat mereka dipindahtugaskan.
Begitupun dengan gereja tempat mereka beribadah, tidak hanya beribadah di
dalam satu gereja saja tetapi bisa berpindah-pindah. Hal tersebut tidak menjadi
masalah karena biarawati merupakan bagian dari gereja itu sendiri, walaupun
mereka tetap terdaftar di gereja tempat mereka berasal.
Dari banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh para kaum biarawati maka
penulis merasa tertarik untuk menulis sebuah skripsi dengan judul “Spiritualitas
Kaum Biarawati: Studi Analisis Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan”.
B. Pembatasan Masalah
Agar lebih terarah, maka penulis membuat perumusan masalah pada
penulisan ini untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana spiritualitas serta
relevansi kehidupan kaum biarawati di Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan pada masa modern ini?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan mampu membantu para pembaca untuk lebih
mengetahui spiritualitas dan relevansi kehidupan membiara kaum
biarawati. Karena jarangnya bahan bacaan yang membahas permasalahan
tersebut.
Page 22
11
2. Bagi para pengkaji dan peneliti agama-agama, diharapkan penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan tambahan dan bandingan untuk kajian
secara lebih spesifik karena banyaknya tingkat spiritualitas seseorang
untuk menjadi biarawati yang dijalaninya serta relevansi kehidupan
membiara pada zaman modern.
D. Manfaat Penelitian
1. Menambah wawasan keilmuan terutama dalam bidang keagamaan, untuk
menjelaskan spiritualitas serta relevansi kehidupan membiara kaum
biarawati di Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan
dan untuk mengetahui perbedaan sejauh mana spiritualitas yang dilakukan
oleh suster di biara ini dengan biara-biara lainnya.
2. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang spiritualitas dan relevansi
kehidupan membiara kaum biarawati.
3. Sebagai tulisan ilmiah yang merupakan salah satu persyaratan penulis
guna mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S1).
4. Kajian Pustaka
Pembahasan mengenai spiritualitas dan relevansi kehidupan membiara
kaum biarawati banyak ditemukan di dalam buku, skripsi maupun karya ilmiah
yang lainnya. Sesuai dengan kajian yang dibahas, penulis melihat dan menelaah
dari beberapa literatur serta penelitian yang ada kesamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang penulis teliti. Adapun beberapa karya ilmiah yang berkaitan
dengan penelitian ini antara lain:
Nevy Juwita, Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala,
Surabaya, dengan judul skripsi “Loneliness Pada Kaum Biarawan-Biarawati
Page 23
12
Katolik (Studi Kasus Pada Kaum Biarawan Ordo Karmel, Malang dan Kaum
Biarawati Ordo Perawan Maria, Situbondo)”. Skripsi ini ditulis pada tahun 2007.
Skripsi ini membahas tentang loneliness yang terjadi pada kaum biarawan dan
biarawati, di mana mereka pernah merasa kesepian karena tidak terpenuhinya
kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan sesamanya dan bagaimana cara para
biarawan dan biarawati dalam mengatasi permasalahan tersebut. Metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif dengan
melakukan wawancara dengan 2 orang informan laki-laki dan 2 informan
perempuan.
Taufan Brata Rahman, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan judul skripsi
“Selibat dalam Gereja Roma Katolik”, skripsi ini ditulis pada tahun 2008. Dalam
skripsi ini dijelaskan tentang selibat yang ada di gereja Katolik, di mana pada
selibat itu tidak dibolehkan menikah khususnya untuk para biarawan dan
biarawati tetapi di sisi lain seks merupakan kebutuhan biologis semua umat
manusia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
deskriptif dengan melibatkan pendekatan historis.
Maria Jajar Anur Arsuma, Jurusan pendidikan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dengan judul “Peranan
Keterlibatan Hidup Menggereja Bagi Mahasiswa Program Studi Ilmu Pendidikan
dan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik dalam Rangka Menanggapi
Panggilan Sebagai Katekis”, skipsi ini ditulis pada tahun 2016. Dalam skripsi ini
dibahas tentang bagaimana proses seorang pelajar atau mahasiswa menuju
seorang katekis, terkhusus di Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Page 24
13
Dharma angkatan tahun 2010 dan 2011. Metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis, dengan melalui quisioner kepada
mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma tahun 2010 dan
2011.
Sejauh ini penulis belum menemukan karya ilmiah yang khusus
membahas Spiritualitas dan Relevansi Kehidupan Membiara Kaum Biarawati.
Oleh karena itu, penulis mencoba meneliti agar memberikan tambahan wawasan
keilmuan yang baru, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca pada umumnya.
Perbedaan penulisan ini dengan tulisan yang sudah ada sebelumnya, yaitu di
dalam penulisan ini tidak hanya membahas satu kaul tertentu tetapi membahas
keseluruhan kaul yang dijalani oleh biarawati, proses menjadi seorang biarawati
dan alasan mereka untuk menjadi seorang biarawati serta relevansi kehidupan
membiara pada zaman modern.
5. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena
sosial dan masalah manusia.14
Setelah menyusun perencanaan penelitian, lalu
kemudian peneliti langsung melakukan observasi atau pengamatan sambil
mengumpulkan data dan melakukan analisis.15
Penulis akan mendeskripsikan dan
menganalisis tentang Spriritualitas Kaum Biarawati: Studi Kasus Biara Susteran
Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan.
14
Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), h. 11. 15
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: Logos, 1997), h. 61.
Page 25
14
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
historis dan pendekatan psikologis. Pendekatan historis adalah suatu pendekatan
yang mencoba mewadahi dan mewujudkan nilai dalam pemikiran pada masa
lampau, biasanya berkenaan dengan sejarah.16
Pendekatan psikologis adalah suatu
pendekatan dengan cara menerapkan metode dan data psikologi ke dalam studi
tentang keyakinan pengalaman dan sikap keagamaan.17
Dalam pendekatan historis
ini penulis akan memaparkan bagaimana sejarah tentang biarawati dan juga
relevansi kehidupan membiara pada zaman modern, sedangkan pendekatan
psikologis akan memaparkan tentang spiritualitas kaum biarawati yang berada di
biara susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan.
3. Analisis dan Metode Pengumpulan Data
Dalam metode penelitian data, penulis menggunakan metode deskriptif
analitis. Deskriptif artinya pemaparan sesuatu dengan kata-kata secara jelas dan
terperinci.18
Sedangkan analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.19
Jadi deskriptif analitis adalah
sebuah cara atau teknik penelitian dengan menggambarkan suatu pengetahuan
dengan penulisan ataupun ucapan dan kemudian membaginya ke dalam beberapa
bagian untuk lebih lanjutnya diadakan penyelidikan kritis dan pengujian untuk
mendapatkan hasil yang benar. Bila dihubungkan dengan penelitian ini, maka
metode ini digunakan untuk menggambarkan spiritualitas dan relevansi kehidupan
16
Riris K. Toha-Sarumpaet, Pedoman Penelitian Sastra Anak (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2010), h. 41. 17
Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama (Yogyakarta: LKiS, 2002), h. 193. 18
W. J . S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka,
2006), h.228. 19
Ananda Santoso, dan A.R. Al-Hanif, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya :
Alumni, t.t), h.22.
Page 26
15
kaum biarawati yang berada di biara susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan.
Di dalam pengumpulan data. Penulis menggunakan dua metode, yaitu:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Dengan metode ini penulis menghimpun, membaca, meneliti dan mengkaji
beberapa literatur yang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas, seperti
buku-buku, majalah-majalah, internet dan tulisan-tulisan lain yang ada
hubungannya dengan skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Cara ini penulis lakukan untuk memperkuat data-data yang telah didapat.
Penulis menggunakan teknik interview atau wawancara langsung dengan
biarawati yang ada di biara susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang
Selatan. Selain itu juga penulis akan melakukan pengamatan langsung (observasi)
terhadap objek penelitian. Dengan demikian penulis mendapatkan informasi
secara langsung, akurat dan benar.
Sebagai pedoman teknik penulisan, digunakan buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terbitan
tahun 2010, serta buku Pedoman Akademik 2013-2014 Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
6. Sumber Referensi
Dalam melakukan penelitian ini penulis banyak sumber-sumber yang
dijadikan sebagai referensi. Sumber-sumber referensi tersebut didapat dari buku-
buku, baik berupa skripsi, artikel maupun karya ilmiah yang lainnya. Sumber
referensi adalah sumber yang memuat tentang informasi yang berhubungan
Page 27
16
dengan pembahasan yang akan ditulis. Secara garis besar, sumber referensi
terbagi menjadi dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer
adalah sumber informasi yang memuat informasi asli yang dapat dituangkan
dalam bentuk kata, gambar, ataupun objek lainnya. Sedangkan sumber sekunder
adalah sumber atau rujukan karya ilmiah yang berdasarkan kepada sumber
primer.20
Sumber primer yang penulis gunakan, salah satunya yaitu buku L.
Prasetya, Pr tentang panduan menjadi Katolik bagi yang ingin diterima dalam
gereja Katolik serta buku-buku yang lainnya. Sementara sumber sekunder yang
penulis gunakan berupa buku-buku, penelitian-penelitian, majalah, ensiklopedi,
tulisan-tulisan di surat kabar maupun di internet dan lainnya yang berhubungan
dengan pokok permasalahan yang diteliti.
7. Sistematika Penulisan
Agar penelitian dalam pembahasan “Spiritualitas Kaum Biarawati: Studi
Analisis Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan” ini lebih
mendalam, maka dalam sistematika penulisan akan dipaparkan beberapa bagian
BAB yang perinciannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Kajian Pustaka
F. Metode Penelitian
20
Ramlan A. Gani, Suka Berbahasa Indonesia (Jakarta: Gaung Persada Press Group,
2014), h. 165-166.
Page 28
17
G. Sumber Referensi
H. Sistematika Penulisan
BAB II SPIRITUALITAS PEREMPUAN DALAM
AGAMA KATOLIK
A. Pengertian Spiritualitas
B. Perempuan dalam Pandangan Katolik
C. Kehidupan Biarawati dalam Agama Katolik
BAB III BIARA SUSTERAN JESUS MARIA JOSEPH
CIPUTAT TANGERANG SELATAN
A. Sejarah Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat
Tangerang Selatan
B. Hierarki Fungsi Biara Susteran Jesus Maria Joseph
Ciputat Tangerang Selatan
C. Kegiatan Kerohanian Biara Susteran Jesus Maria
Joseph Ciputat Tangerang Selatan
BAB IV SPIRITUALITAS BIARAWATI DI BIARA
SUSTERAN JESUS MARIA JOSEPH CIPUTAT
TANGERANG SELATAN
A. Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Untuk Hidup
Membiara
B. Pengalaman Spiritual dalam Kehidupan Biara
C. Konsistensi Pengamalan Sebagai Biarawati
D. Relevansi Kehidupan Membiara Pada Masa Modern
Page 29
18
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Page 30
19
BAB II
SPIRITUALITAS PEREMPUAN DALAM AGAMA KATOLIK
A. Pengertian Spiritualitas
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai banyak kebutuhan, termasuk
salah satunya yaitu kebutuhan dalam beragama. Berbicara soal agama tentu saja
erat kaitannya dengan Tuhan. Seseorang yang beragama pasti ingin lebih
mendekatkan dirinya kepada Tuhan, tidak hanya melakukan apa yang sudah
diperintahkan oleh Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya. Tetapi lebih dari itu,
mereka yang ingin mendekatkan dirinya dengan Tuhan harus terus konsisten
menjalankan agamanya sehingga terjadi perubahan yang lebih baik dalam dirinya.
Untuk dapat mencapai yang transenden bersumber dari dalam batin
manusia itu sendiri. Spiritualitas berkaitan dengan pengembangan diri seseorang,
mengambil keputusan untuk lebih mendekatkan dirinya dengan Tuhan. kata
spiritualitas berasal dari kata spirit yang artinya semangat, jiwa, sukma atau roh
dan juga spiritual yang berarti hubungan dengan atau bersifat kejiwaan seperti roh
dan batin. Secara umum spiritualitas adalah sumber motivasi dan emosi pencarian
individu yang berkenaan dengan hubungan seseorang dengan Tuhan.1
Hidup Kristiani adalah hidup di dalam Kristus, seperti dalam doa Kristiani
yang merupakan gerakan menuju kepada Allah melalui Kristus dalam Roh.
Spiritualitas seringkali diartikan sebagai cara untuk membangun hidup dalam
Kristus. Biasanya spiritualitas erat kaitannya dengan kehidupan para rahib dan
biarawati. Kata spiritualitas berasal dari St. Paulus yang menggunakan kata
1 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Spiritualitas, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia: 2016, https://kbbi.kemendikbud.go.id/entri/spiritualitas
artikel diakses pada tanggal 13 Juli 2018.
Page 31
20
pneumatikos yang berarti mendapat ciri atau dipengaruhi oleh Roh Allah.2
Spiritualitas diartikan sebagai jalan hidup yang intim dan arti dalam iman
spiritualitas tidak dapat dilepaskan dari pembentukan relasi yang terus menerus.
Spiritulitas tidak terkait dengan spiritisme seperti dunia mistik atau roh-roh.
Spiritualitas berfokus pada interior life; sebuah pencarian pada Allah dan
pertumbuhan relasi dengan Yesus Kristus yang tersembunyi dalam hati dan
pikiran.3
Di dalam spiritualitas ada beberapa tahapan proses di antaranya konversi,
transformasi, dan konsistensi. Konversi di sini diartikan sebagai perpindahan dari
orang awam menjadi orang beriman, membebaskan diri dari kehidupan lama yang
dibentuk oleh perbuatan dosa menjadi mengikatkan diri kepada sesuatu yang
merupakan jalan kebenaran untuk kehidupannya. Masa transformasi disebut juga
sebagai masa peralihan yang berarti bersedia untuk melanjutkan misi Yesus
Kristus di dunia. Biasanya pada masa transformasi ini seseorang akan terlihat
kekuatan dalam menjalani tujuan utamanya untuk menjadi yang lebih dekat
dengan Tuhan. Yang harus dijalani selama masa transformasi ini yaitu
meningkatkan amal atau cinta kasih kepada Tuhan, cinta pada diri sendiri, dan
cinta sesama manusia.
Perayaan sakramental di gereja memberi akses untuk mentransformasikan
kekuasaan Tuhan. Selain itu doa yang dilakukan sendiri-sendiri dapat menyadari
keberadaan untuk melangkah menuju jalan kehidupan baru yang telah
ditransformasikan dalam Tuhan. Dalam tradisi Katolik, seseorang yang
2 Thomas P. Rauch, Katolisisme Teologi Bagi Kaum Awam (Yogyakarta: Kanisius, 2001),
h. 278. 3 Ed, Nur Kholis Stiawan & Djaka Soetapa, Meneliti Kalam Kerukunan (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010), h. 563.
Page 32
21
mempunyai harapan atas Tuhan tidak hanya diam sambil bermalas-malasan
menunggu harapan itu terwujud dengan sendirinya, tetapi harapan tersebut harus
diimbangi dengan usaha dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Pepatah
Ignatian mengatakan: “Berdoalah seolah-olah segala sesuatu tergantung pada
Tuhan dan bertindaklah seolah-olah segala sesuatu tergantung kepada dirimu
sendiri.” Orang yang beriman diciptakan dalam wujud yang baik dan dalam citra
Tuhan, oleh karenanya mereka senantiasa memberikan cintanya kepada sesama
manusia. Dalam Surat Matius 25 Tuhan berfirman “Sekecil apapun kebaikan yang
kamu lakukan terhadap saudara-saudara dan saudari-saudarimu, berarti kamu
melakukannya untuk-Ku.” Pelayanan merupakan sebuah ekspresi kasih yang
mendalam terhadap Tuhan, dimulai dari kebutuhan-kebutuhan individu kemudian
ajaran-ajaran sosial gereja semakin berkembang sampai kepada memberikan kasih
untuk orang-orang malang yang kemudian hal tersebut menjadi komitmen
melakukan pemberantasan atas ketidakadilan yang terjadi.4
Konsistensi adalah tahapan terakhir yang harus dijalani oleh seseorang
yang ingin mendekatkan diri pada Tuhan. Konsistensi berarti tetap dan tidak
berubah-ubah. Artinya, apabila seseorang benar-benar ingin dekat dengan Tuhan
maka harus konsisten dalam menjalaninya, tidak berubah niat dan prilakunya
dalam kegiatan sehari-hari. Konsisten di sini berarti penyempurnaan. Ketika
seseorang yang sudah konsisten, maka tidak akan ada lagi alasan untuk tidak
melakukan perbuatan baik untuk mendapatkan cinta kasih Tuhan. Seseorang yang
ingin mewujudkan konsistensinya dalam menjalani praktik spiritualitas dapat
4 Louis J. Cameli, Ed; Ruslani, Wacana Spiritualitas Timur dan Barat (Yogyakarta:
Qalam, 2000), h. 36-38.
Page 33
22
mengikuti jejak hidup para tokoh-tokoh agama, pendiri agama, atau para pengikut
agama yang dapat diteladani seperti para rahib atau biarawati.
Orang yang menjalani spiritualitas disebut sebagai orang spiritual, yang
selalu menyerap nilai-nilai spiritual serta mengaplikasikannya dan menciptakan
prilaku sesuai dengan nilai-nilai spiritualitas yang ada. Orang spiritual bukan
hanya sekedar menjalani agamanya saja tetapi juga menghayati agama yang
dianutnya. Dalam menghayati agamanya, orang spiritual memahami tentang
dogma, menjalankan ibadat, melaksanakan moral dan berusaha memandang
lembaga agama secara berbeda dalam tingkat yang lebih tinggi daripada orang
yang hanya menjalani agama.
Bagi orang spiritual, dogma bukanlah tujuan akhir untuk mempelajari dan
memahaminya saja, tetapi dogma merupakan titik awal untuk lebih mengenal
Tuhan dan digunakan sebagai upaya mendalami hakikat Tuhan yang transenden.
Begitu pula halnya dengan kitab suci yang tidak hanya dipahami secara tekstual
tetapi juga harus dipahami secara kontekstual agar tidak terjadi kesalahpahaman
dalam mengenal Tuhan. Ibadat yang dipahami oleh orang awam berbeda dengan
yang dipahami oleh orang spiritual. Orang awam memandang ibadat hanya
sebagai sebuah kewajiban dalam menjalankan agamanya. Namun, berbeda dengan
pandangan orang spiritual yang memandang bahwa ibadat merupakan suatu
hubungan dengan Tuhan serta pengutusannya di dunia jadi bukan semata-mata
karena beban kewajiban dalam menghayati agamanya. Dalam menjalani ibadat,
orang spiritual berarti terus berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik dan
menjadi orang yang dapat mendatangkan kebaikan, keselamatan, dan
kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan bagi sesama manusia.
Page 34
23
Moral berarti ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap dan
kewajiban di mana dalam pandangan orang spiritual diartikan untuk mengambil
bagian dari sifat-sifat Tuhan dan bekerja sama dengan-Nya untuk mendatangkan
kebaikan, keselamatan, dan kesejahteraan. Bukan hanya semata-mata ingin
mendapat pujian atau mengharapkan balasan dari Tuhan karena menjadi orang
spiritual yang taat dalam beragama. Begitu pun dengan memahami lembaga
agama, orang spiritual tidak hanya semata-mata untuk mengikuti perkumpulan
suatu kelompok saja atau karena memiliki tujuan tertentu, lebih dari itu orang
spiritual memandang lembaga agama sebagai sesuatu yang dapat menjadikan
dirinya untuk lebih berkembang dan mengenal serta memahami sesama manusia
dalam konteks yang lebih luas.5
Spiritualitas memiliki dua komponen yaitu, komponen vertikal dan
komponen horizontal. Komponen vertikal dalam spiritualitas adalah hasrat untuk
melampaui ego atau self-esteem diri. Komponen ini biasanya berkaitan dengan
Tuhan, jiwa, alam semesta atau sesuatu lainnya yang tidak dapat dilihat.
Sedangkan komponen horizontal adalah hasrat untuk melayani orang lain dan
bumi. Komponen horizontal ini berkaitan dengan bagaimana seseorang berusaha
untuk membuat perbedaan melalui tindakannya atau sebagai sesuai yang dapat
dilihat.6
Apabila dilihat dari sisi komponen spiritualitas, maka kehidupan
biarawati termasuk kedalam komponen horizontal karena kehidupan membiara
termasuk kedalam hasrat untuk melayani orang lain serta dapat dilihat oleh
khalayak.
5 Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama dan Spiritualitas (Yogyakarta: Kanisius, 2005),
h. 65-71. 6 Pasha Nandaka dan Clara Moningka, Spiritualitas: Makna dan Fungsi, http://buletin.k-
pin.org/index.php/arsip-artikel/244-spiritualita-makna-dan-fungsi artikel diakses pada tanggal 13
Juli 2018.
Page 35
24
Beberapa para ahli telah melakukan penelitian tentang dimensi spiritualitas.
Seperti Elkins, dll (dalam Smith, 1994) menjelaskan adanya Sembilan dimensi
dalam spiritualitas yang berdasarkan studi literatur yangtelah dilakukannya adalah
sebagai berikut:
1. Dimensi transenden
Dimensi ini memiliki kepercayaan berdasarkan eksperensial dalam
hidup. Orang spiritual memiliki pengalaman transenden atau dalam
istilah Maslow “Peak Experience”. individu tidak hanya melihat apa
yang dapat dilihatsecara kasat mata, tetapi juga dapat melihat yang
tidak dapat terlihat.
2. Dimensi makna dan tujuan hidup
Dimensi ini timbul dari keyakinan bahwa hidup itu penuh makna.
Secara aktual, makna dan tujuan hidup setiap orang berbeda-beda.
3. Dimensi misi hidup
Orang spiritual merasa bahwa dirinya harus bertanggung jawab
terhadap hidup. Orang spiritual termotivasi oleh metamotivasi, yang
berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam target-target
konkrit dan tergerak untuk memehuhi misi tersebut.
4. Dimensi kesucian hidup
Pada dimensi ini seseorang percaya bahwa seluruh kehidupannya
adalah akhirat dan bahwa kesucian adalah sebuah keharusan.
5. Dimensi nilai0nilai material/material values
Orang spiritual tidak akan menemukan kepuasan dalam materi tetapi
kepuasan fiperoleh dari spiritual.
Page 36
25
6. Dimensi Altruisme
Dalam dimensi ini orang spiritual memahami bahwa semua orang
bersaudara dan tersentuh oleh penderitaan orang lain.
7. Dimensi idealisme
Jika dilihat dari dimensi ini, orang spiritual berkomitmen
mengaktualisasikan potensinya untuk seluruh aspek kehidupan.
8. Dimensi kesadaran akan adanya penderitaan
Orang spiritual benar-benar menyadari adanya penderitaan dan
kematian. Kesadaran ini membuat dirinya serius terhadap kehidupan
karena penderitaan dianggap sebagai ujian. Meskipun demikian,
kesadaran ini meningkatkan kegembiraan, apresiasi dan penelitian
individu terhadap hidup.
9. Hasil dari spirituaitas
Spiritualitas yang benar akan berdampak pada hubungan individu
dengan dirinya sendiri, orang lain, alam, kehidupan dan apapun yang
menurut individu akan membawa pada asalnya.
Kemudian Smith (1994) meragkum Sembilan aspek spiritualitas yang
diungkapkan oleh Elkins, dkktersebut menjadi empat aspek, sebagai berikut:
1) Merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna. Hal ini mencakup rasa
memiliki misi hidup.
2) Memiliki sebuah komitmen terhadap potensi positif dalam setiap aspek
kehidupan. Hal ini mencakup kesadaran bawah nilai-nilai spiritual
menawarkan kepuasan yang lebih besar dibandingkan nilai-nilai material,
Page 37
26
serta spiritualitas memiliki hubungan integral dengan seseorang, diri
sendiri dan semua orang.
3) Menyadari akan keterkaitan dalam kehidupan. Hal ini mencakup
kesadaran akan musibah dalam kehidupan dan tersentuh oleh penderitaan
orang lain.
4) Meyakini bahwa hubungan dengan dimensi transendensi adalah
menguntungkan. Hal ini mencakup perasaan bahwa segala hal dalam
hidup adalah suci.7
B. Perempuan dalam Pandangan Katolik
Berbicara soal perempuan seringkali posisi perempuan dipandang sebelah
mata, baik dalam sudut pandang sosial, budaya, politik bahkan dalam sudut
pandang agama sekalipun. Alkitab dalam tradisi gereja sering dijadikan dasar atau
alasan penyebab terjadinya permasalahan ketidakseimbangan antara laki-laki dan
perempuan. Seringkali tradisi gereja mengacu pada konsep-konsep yang diperoleh
dari Alkitab. Konsep tersebut masih berpengaruh pada gereja hingga saat ini.
Agama Katolik memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat posisi
perempuan di dalam gereja. Perempuan, di satu sisi, digambarkan sebagai Hawa
penyebab dosa dan di sisi lain perempuan juga digambarkan sebagai Bunda Maria
yang taat terhadap Tuhan.
Dalam tatanan penciptaan, perempuan digambarkan sebagai Hawa yang
tidak taat dan menjadi penyebab dosa di bumi. Di dalam Surat Kejadian 2:23
disebutkan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Artinya,
perempuan merupakan bagian dari laki-laki yang tidak bisa melakukan
7 Karla Amanda, Karakteristik dan Dimensi Spiritualitas, https://www.dictio.id/t/apa-
yang-dimaksud-dengan-spiritualitas/14842/2 artikel diakses pada tanggal 13 July 2018.
Page 38
27
keinginannya secara bebas melainkan harus menjadi pengikut yang taat dan
sebagai pelengkap bagi laki-laki. Ajaran yang merendahkan perempuan
didasarkan pada anggapan kepemimpinan laki-laki dalam tatanan penciptaan, di
mana seringkali laki-laki dianggap lebih memiliki sifat kepemimpinan yang
tangguh dibandingkan seorang perempuan. Hal tersebut sudah dianggap sebagai
kodrat alam yang ditakdirkan oleh Tuhan. Di dalam Surat Kejadian 3:6 disebutkan
yang pertama kali memakan buah terlarang adalah Hawa, kemudian Hawa
menyuruh Adam untuk memakan buah yang sama dan dari situlah mereka berdua
diturunkan ke muka bumi untuk meneruskan kehidupannya. Dari kejadian
tersebut perempuan dianggap sebagai penggoda dari laki-laki, maka derajat
perempuan berada di bawah laki-laki.8
Hawa merupakan perempuan yang diciptakan oleh Tuhan setelah Adam.
Kehadiran Hawa yang dianggap sebagai pembantu Adam bukan berarti pembantu
yang dipahami di lingkungan yang memperlakukan para pembantu dengan sikap
kasar dan sewenang-wenang. Tetapi pembantu di sini diartikan sebagai penolong
Adam untuk mengelola seluruh ciptaan-Nya di bumi. Baik Adam dan Hawa sama-
sama diciptakan sesuai dengan gambaran Allah. Sosok laki-laki dan perempuan
diciptakan sebagai yang baik, tidak ada yang lebih rendah di antara keduanya,
karena baik laki-laki dan perempuan sama-sama diberkati oleh Allah. Oleh karena
itu, kehadiran Adam dan Hawa sama berartinya yang diciptakan dengan maksud
baik agar keduanya bisa saling melengkapi.9
8 Rosemary Radford Reuther, Kristen, ed; Arvind Sharma, Perempuan Dalam Agama-
Agama Dunia (Jakarta: Ditperta Depag RI), h. 251. 9 Retnowati, Perempuan-perempuan dalam Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004),
h. 3.
Page 39
28
Berbeda halnya dengan sosok Bunda Maria, terlahir tanpa dosa dan tidak
tercemar atas dosa Adam dan Hawa. Karena itu Bunda Maria dianggap sebagai
kekasih Allah. Bunda Maria diangkat ke surga dengan badan dan jiwa yang sudah
dibangkitkan Allah bersama Yesus, putranya. Sebutan Bunda Maria didasari pada
ketaatan melahirkan seorang putra Allah tanpa mengenal seorang pria melainkan
karena kekuatan Roh Kudus. Oleh karenanya Bunda Maria disebut sebagai
perawan. Bunda Maria bukan sosok ibu dari Allah melainkan ibu dari seorang
putra bernama Yesus, di mana keallahan Bapak tampak dalam diri Yesus. Dalam
pandangan umat Katolik, Bunda Maria dianggap sebagai ibu suci namun bukan
berarti yang akan mengabulkan doa-doa umat Katolik, tetapi berdoa dengan
tujuan kepada Allah melalui perantara Bunda Maria dan Yesus putranya.
Bunda Maria disebutkan juga sebagai Bunda gereja seperti tercantum
dalam Alkitab. Dalam Surat Yohanes 19:26-27 dan Surat 1 Korintus 12 dijelaskan
bahwa Yesus merupakan bagian dari anggota tubuh Kristus dan dengan rahmat
Allah umat Katolik dipersatukan dengan Kristus secara rohani. Maka jika Bunda
Maria adalah ibu dari Yesus itu berarti anggota tubuh Bunda Maria juga
merupakan anggota tubuh Kristus, yang berarti Bunda Maria adalah ibu rohani di
dalam gereja.10
Dari banyaknya pemahaman tentang Bunda Maria di dalam Katolik, hal
ini yang membuat perempuan memiliki kesetaraan dengan laki-laki. Teologi
tentang kesetaraan mengambil cerita dari penciptaan dalam Kitab Kejadian 1:27,
di mana baik laki-laki dan perempuan diciptakan dalam bayang-bayang Tuhan
dan memiliki bayangan yang sama di hadapan Tuhan. Pemahaman tentang
10
Ingrid Listiati, Ajaran Maria Sebagai Bunda Allah dan Bunda Gereja,
http://www.katolisitas.org/apakah-ajaran-maria-sebagai-bunda-allah-dan-bunda-gereja-ada-dalam-
alkitab/ artikel diakses pada tanggal 28 Oktober 2017.
Page 40
29
kemanusiaan dipandang dalam sosok Kristus, Surat Paulus Galatia 3:28
menyebutkan pembatisan ke dalam Kristus dianggap menyatukan seluruh umat
manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan juga dijelaskan dalam
konsep penebusan dosa, sejarah atas kejatuhan manusia mengubah kerjasama
kemanusiaan yang sesungguhnya antara laki-laki dan perempuan.
Dijelaskan bahwa roh kenabian yang dikirim oleh Kristus dan bangkit
kembali untuk bergabung dengan gereja diberikan kepada “pelayan perempuan
dan laki-laki” (Yoh 2:28). Pergerakan kesetaraan juga terlihat ketika perempuan
dan laki-laki mendapat panggilan terhadap kependetaan. Kristen pada abad awal
menjalankan aturan baru di mana pola-pola kependetaan yang mengikutsertakan
perempuan dalam komunitas katekis (gereja baptis). Perempuan dan laki-laki
secara bersama dipanggil untuk mempelajari Kitab baru yang dibawa Yesus. Oleh
karenanya tidak ada pembeda antara anugerah-anugerah yang diberikan oleh
Tuhan, kependetaan tetap berakar pada anugerah karismatik dari Roh Kudus.11
Pada dasarnya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dengan derajat,
kedudukan, posisi dan peran yang sama, hanya saja seringkali dipahami secara
tekstual tanpa memahami makna dari yang tertulis. Oleh karenanya pemahaman
yang menganggap perempuan lebih rendah dari laki-laki nampaknya perlu
pemahaman yang lebih dalam lagi, karena Alkitab yang ditulis pada kurun waktu
dan situasi tertentu tidak dapat dijadikan alasan sebagai pencetus pemahaman
yang bertentangan terhadap kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perihal
kedudukan perempuan di dalam gereja pada saat ini, pada kenyataannya banyak
tokoh-tokoh perempuan yang dapat dijadikan acuan dan juga posisi-posisi mereka
11
Rosemary Radford Reuther, Kristen, ed; Arvind Sharma, Perempuan Dalam Agama-
Agama Dunia (Jakarta: Ditperta Depag RI), h. 254-255.
Page 41
30
di dalam gereja, seperti adanya seorang nabi perempuan, kependetaan, dan bahkan
biarawati yang ikut berperan di dalam gereja.
C. Kehidupan Biarawati dalam Agama Katolik
Dalam kehidupan umat Katolik ada yang disebut Hierarki dan awam; di
antara orang awam ada yang disebut sebagai orang beriman. Orang awam ialah
orang biasa yang tidak memiliki kemampuan atau keahlian tertentu. Sedangkan
orang beriman adalah orang Kristiani yang mendapat panggilan dari Allah untuk
menerima karunia istimewa dalam kehidupan gereja dengan menyumbangkan jasa
bagi kehidupan gereja. Orang beriman Katolik dipanggil secara khusus untuk
hidup membiara, ada yang disebut dengan biarawan dan biarawati. Biarawan dan
biarawati berasal dari kata biara dengan akhiran -wan yang berarti laki-laki dan -
wati yang berarti perempuan. Mereka memfokuskan hidupnya untuk kehidupan
agama di suatu biara atau tempat ibadah.12
Hidup membiara berarti bersedia untuk meninggalkan kehidupan yang
bersifat dunia dan memfokuskan dirinya dalam kehidupan beragama untuk lebih
mendekatkan diri dengan Allah dan mendapat cinta kasih Allah. Di Indonesia
sendiri biasanya biarawan disebut dengan sebutan “bruder” sedangkan biarawati
disebut dengan sebutan “suster”. Mereka hidup di dalam suatu biara dengan
menaati segala peraturan yang ada dan tidak boleh melanggar peraturan tersebut.
Apabila di antara mereka melanggar peraturan yang ada maka akan dikenakan
sanki-sanksi tertentu. Sebelum memutuskan untuk menjadi seorang biarawati,
terlebih dahulu dia harus menjalani proses lima tahapan, yaitu:
1) Masa Aspiran
12
L, Prasetya, Pr, Panduan Menjadi Katolik (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 67.
Page 42
31
Aspiran adalah seorang yang ingin menjadi biarawati yang sehat jasmani
dan rohani. Pada masa ini belum terikat dengan tarekat atau ordo. Tahapan ini
merupakan tahapan yang paling dini dan mulai diperkenalkan dengan kehidupan
membiara, seperti ritme dan acara harian dalam hidup membiara, kegiatan
keterampilan hingga diajak untuk mengenal diri atau kepribadiannya. Biasanya
masa aspiran ini dijalani selama satu atau dua tahun, tergantung aturan atau regula
tarekat atau ordo yang dipilih. Pada masa aspiran digunakan juga untuk para
pembina melihat keseriusan para aspiran.
2) Masa Postulat
Postulan disebut juga sebagai orang yang melamar atau calon biarawati.
Masa postulat merupakan masa peralihan dan perkenalan bagi calon agar dapat
berorientasi dan mengenal kehidupan membiara. Biasanya masa ini berlangsung
selama dua tahun. Pada masa ini dimaksudkan agar calon biarawati semakin
mengenal diri dan kepribadiannya, belajar kitab suci dasar, pengetahuan Katolik
tentang moral, etika, dan teologi dasar serta mengikuti irama doa pribadi, doa
bersama, sejarah gereja, lembaga hidup bakhti dan menghayati hidup sakramental
gereja.
3) Masa Novisiat
Pada masa ini para calon disebut sebagai novis, artinya orang baru yang
ditandai dengan penerimaan jubah dan kerudung biara. Masa ini berlangsung
selama dua tahun untuk dibimbing mengolah hidup rohani, memurnikan motivasi
panggilan, mengenal secara mendalam tentang tarekat atau ordo dan konstitusinya,
mengenal khasanah imam gereja, kaul-kaul religius dan praktik-praktik terpuji
sebagai seorang religius dalam gereja.
Page 43
32
4) Masa Yuniorat
Pada masa ini, setelah seseorang berhasil melewati masa novisiat,
dipanggil dengan sebutan suster. Masa yuniorat ditandai dengan pengikraran yang
disebut dengan kaul sementara, berlangsung selama kurang lebih enam sampai
sembilan tahun, tergantung aturan konstitusi atau regula. Para suster mulai kuliah
ilmu-ilmu khusus secara mendalam atau mulai berkarya dan sudah menghidupi
nilai-nilai dari kaul-kaul yang sudah diucapkannya.
5) Kaul Kekal dan Pembinaan Lanjutan
Pada masa ini seorang suster secara resmi menjadi anggota tarekat atau
ordo, yaitu dengan mengucapkan kaul kekal publik dan hidup secara utuh sebagai
suster. Karya dan pelayanan dijalani oleh kaul kekal yang sudah diikrarkan
sebagai mempelai Kristus. Selain itu, para suster juga mengikuti pembinaan
lanjutan hingga akhir hayat.13
Pada saat menjalani tahapan-tahapan untuk menjadi seorang biarawati,
diwajibkan untuk mengucapkan tiga kaul yaitu kaul kemurnian, kaul kemiskinan,
dan kaul ketaatan. Kaul adalah janji yang dibuat oleh seseorang untuk melakukan
sesuatu yang baik yang belum termasuk dalam tuntutan perintah Allah, hukum
gereja atau kewajiban-kewajiban lainnya. Kaul dapat bersifat pribadi dan publik.
Bersifat pribadi artinya tidak disebutkan secara umum yang disaksikan oleh
banyak orang, kalau kaul publik diucapkan di depan saksi-saksi. Kaul terbagi
menjadi dua yaitu kaul sementara dan kaul kekal. Kaul sementara berarti tidak
lagi mengikat setelah jangka waktu tertentu sebelum diperbaharui seperti pada
masa yuniorat, sedangkan kaul kekal diakui oleh pejabat gereja yang berwenang
13
Fifi Ingewati, Tahapan-Tahapan Menjadi Seorang Biarawati,
https://www.google.co.id/amp/s/semakinra.me/2017/01/12/tahapan-menjadi-biarawati/amp/ artikel
diakses pada tanggal 30 Oktober 2017
Page 44
33
memuat tuntutan-tuntutan yang lebih keras terhadap orang yang mengucapkannya,
dan seorang dapat dibebaskan dari kaul ini hanya oleh kuasa Paus.14
Biarawati di dalam kehidupannya, selain terikat dengan ketiga kaul juga
diisi dengan spiritualitras pendiri ordonya. Masing-masing tarekat, kongregasi
atau ordo mempunyai spiritualitas yang berbeda. Spiritualitas sebagai praktik
kehidupan, yang menjiwai dan mempersatukan seluruh anggotanya. Spiritualitas
tidak hanya menyangkut sikap batin tetapi juga diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Ketiga kaul yang dijalani oleh biarawati ialah:
1. Kaul Kemurnian (Selibat)
Kaul kemurnian, atau biasa disebut dengan selibat, berarti keutamaan
untuk tidak mengikatkan diri dan hidup pada cinta yang tertutup atau orang
tertentu seperti suami istri. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengembangkan cinta yang terbuka bagi semua orang. Dengan menjalani selibat
diharapkan para biarawati dapat membuka diri dan hidup kepada Allah dan
manusia sebagai jawaban cinta kepada Allah dan sesamanya. Oleh karena itu
dengan mengucapkan kaul kemurnian ini para biarawati dilarang untuk menikah
guna untuk memfokuskan dirinya lebih dekat dengan Allah dan mendapatkan
cinta kasih Allah.
2. Kaul Kemiskinan
Pengertian miskin ini tidak diartikan sebagai yang melarat atau tidak
memiliki apa-apa. Kemiskinan diartikan sebagai bersedia melepaskan segala yang
berhubungan dengan duniawi seperti karir, harta dan lain sebagainya. Dengan
menjalankan kaul kemiskinan ini para biarawati diharapkan dapat menyediakan
14
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius,
1996), h. 131.
Page 45
34
segala sesuatunya yang bukan bersifat materi seperti tenaga, waktu serta
kemampuannya dalam melayani orang lain sebagai sikap dan semangat dalam
mengabdi sesama.
3. Kaul Ketaatan
Dalam hidup membiara berarti hidup di dalam suatu kelompok tertentu.
Dengan menyebutkan kaul ketaatan itu berarti bersedia untuk setia terhadap
kelompoknya, bersedia untuk hidup bersama. Ketaatan juga diartikan sebagai
yang taat terhadap pemimpin kelompok maupun peratutan-peraturan yang sudah
dibuat di dalam biara semata-mata karena untuk mencari kehendak Allah secara
bersama-sama dengan kompok yang ada di biara.15
Kehidupan yang dijalani oleh biarawati tanpa adanya paksaan karena
semua itu dijalani dengan keinginan hati nuraninya sendiri. Apabila untuk menjadi
seorang biarawati mendapat paksaan dari pihak tertentu, maka tidak akan nyaman
dalam menjalani tahapan-tahapan proses yang ada. Seorang yang memutuskan
untuk menjadi seorang biarawati biasanya berumur dua puluh tahun, atau bahkan
ada yang sudah memasuki masa senja kemudian mendapatkan panggilan dari
Allah dan memutuskan hidupnya untuk menjadi seorang biarawati. Tidak ada
batasan umur untuk menjalani proses menjadi seorang biarawati, tetapi minimal
seseorang tersebut sudah memasuki masa dewasa agar keputusannya menjadi
seorang biarawati tidak hanya untuk sekedar main-main, atau hanya sekedar untuk
mendapatkan pujian semata karena telah menjadi seorang yang beriman dan
mendapatkan panggilan dari Allah.
15
L. Prasetya, Pr, Panduan Untuk Calon Baptis Dewasa (Yogyakarta: Kanisius, 1999),h.
95-96.
Page 46
35
BAB III
BIARA SUSTERAN JESUS MARIA JOSEPH
CIPUTAT TANGERANG SELATAN
A. Sejarah Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat Tangerang Selatan
Pada akhir abad ke-16 di Belanda terjadi pemberontakan dan kekacauan
akibat kekuasaan kaum Protestan yang menyebabkan biara-biara hilang dan
imam-imam diusir. Sejak saat itu suasana mencekam dirasakan umat Katolik di
Belanda, mereka hanya bisa mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan atau
kebaktian doa secara diam-diam di tempat persembunyian. Setelah biara dijadikan
sebagai tempat perkumpulan, lalu dibuatlah sebuah peraturan oleh Benedictus.1
Peraturan-peraturan yang dibuat oleh Benedictus, yaitu: kemiskinan, kesucian,
dan kesetiaan kemudian mulai digunakan di seluruh biara.2
Sejak abad ke-16 di Belanda Utara tidak lagi mengenal biara. Hal tersebut
dikarenakan pertumbuhan yang semakin menurun serta perubahan kebijakan
pemerintah Belanda yang pada saat itu dikuasai oleh kaum Protestan. Situasi
menjadi lebih baik pada saat masa rezim Napoleon. Melalui dekrit tahun 1809
yang berisi: “kongregasi-kongregasi diberi kewenangan membaktikan diri dalam
pelayanan orang sakit, orang yang membutuhkan bantuan, tuna wisma, dan anak-
anak yang terlantar.” Namun, walaupun begitu, status kongregasi harus
disesuaikan dengan yang tercantum pada dekrit tersebut, di mana politik anti-biara
tetap berlaku. Kaul-kaul harus diikrarkan di hadapan pejabat catatan sipil, dan
1 Benedictus adalah seseorang pendiri serikat dalam gereja yang diberi nama Serikat
Benedictus. Lahir pada tahun 480 di Nursia, Umbria, awal mulanya Benedictus belajar di Roma
dan dilanjut melakukan askese di tempat yang sunyi senyap hingga akhirnya berhasil mendirikan
duabelas rumah biara. Dia juga yang membuat peraturan-peraturan untuk gereja yang masih
dipakai hingga saat ini, Wellem F.D, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh (Jakarta: Gunung Mulia,
2003), h. 34. 2 A. Kenneth Curtis, Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen (Jakarta: Gunung Mulia,
2007), h. 50.
Page 47
36
negara menentukan masa berlaku kaul serta harus tunduk pada pengawasan
pemerintah.3
Dalam agama Katolik ada yang disebut dengan Tarekat, Ordo atau
Kongregasi.4 Istilah tersebut mengacu pada jenis struktur administratif dalam
Gereja Katolik Roma dalam lembaga keagamaan. Kongregasi dapat juga mengacu
pada perkumpulan para biarawan, biarawati, rohaniwan, dan rohaniwati Katolik
dari satu kesatuan khusus. Perkumpulan tersebut memiliki tujuan, visi dan misi
yang berbeda-beda pada setiap kongregasi. Ada berbagai kongregasi dari berbagai
kalangan seperti kongregasi imam-imam dan kongregasi bruder serta kongregasi
suster-suster. Salah satu kongregasi para suster adalah kongregasi Jesus Maria
Joseph (JMJ).
Kongregasi Jesus Maria Joseph didirikan oleh Pater Mathias Wolff5 pada
tanggal 29 Juli 1822 di Amersfoort, Belanda. Berdirinya kongregasi Jesus Maria
Joseph berawal dari keprihatinannya akan situasi umat Katolik yang sangat
merosot pada zamannya karena orang-orang lebih mengutamakan hal-hal yang
bersifat duniawi daripada kehidupan beriman. Selain itu juga karena banyaknya
anak-anak yang membutuhkan pendidikan. Pada masa itu UUD pendidikan tahun
1806 karya pendeta Van Der Palm dan Van Den Ende berisi dua macam prinsip
3 Sr. Seraphine Gommers, Dan Benih Itu Bertumbuh, (Yogyakarta: Kanisius, 2015), h. 29.
4 Tarekat, Ordo dan Kongregasi memiliki arti yang sama. Yaitu sebagai suatu struktur
dalam Gereja Katolik Roma di mana para anggotanya terdiri dari rohaniawan, rohaniwati, baik
imam, maupun biarawan dan biarawati. Mereka hidup sesuai dengan tata cara dan konstitusi
masing-masing kongregasi yang tekah disetujui oleh otoritas Gereja Katolik, Lihat “Ordo
Keagamaan Katolik”, http://id.m.wikipedia.org/wiki/Ordo_Keagamaan_Katolik Artikel diakses
pada tanggal 20 Desember 2017. 5
Pater Mathias Wolff lahir pada tanggal 9 Maret 1779 di Diekirch, Luxemburg.
merupakan seorang imam Yesuit dan pemimpin yang karismatik yang membiarkan dirinya
dibimbing dan diilhami oleh Roh Kudus demi pembebasan umat Katolik yang tertindas pada
masanya di Belanda. Ia juga merupakan seorang pendiri komunitas Jesus Maria Joseph, meninggal
pada tanggal 31 Oktober di Culemborg, Lihat “Founder Of The Society J.M.J”,
http://www.jmjinstituteofnursing.com/founder.html Artikel diakses pada tanggal 20 Desember
2017.
Page 48
37
dasar yaitu, pendidikan menjadi monopoli negara dan memasukkan di dalamnya
kesatuan sekolah, sekolah umum yang netral untuk anak-anak dari semua agama.
Belanda adalah negara protestan, pada tahun 1810 pendidikan sangat dipengaruhi
oleh semangat Protestan. Oleh karena itu banyak anak-anak Katolik yang lebih
banyak tinggal di rumah daripada bersekolah. Dengan kondisi yang seperti itu,
perlu adanya perubahan dalam bidang pendidikan. Akhirnya Pater Mathias Wolff
merencanakan untuk mendirikan kongregasi religius perempuan bagi pendidikan
gadis-gadis muda. Kongregasi tersebut diberi nama Pedagogie Chretienne
(pendidikan kristiani). Nama tersebut dipakai untuk urusan eksternal, sedangkan
secara internal biara disebut kongregasi Jesus Maria Joseph (JMJ). Kongregasi
Jesus Maria Joseph yang berpusat di Belanda, mulai menyebar di berbagai negara
di seluruh penjuru dunia, dengan memberikan banyak karya berupa pendidikan,
kesehatan maupun sosial.6
Kongregasi Jesus Maria Joseph hadir ke Indonesia karena kebutuhan
Gereja Katolik di Indonesia pada waktu itu. Awalnya mendapatkan undangan
Bapa Uskup Batavia dan kemudian datang ke Indonesia pada 30 April 1897 untuk
mulai menyebarkannya lewat pendidikan anak-anak putri di Minahasa, Sulawesi
Utara. Pada tanggal 7 Juli 1898 missionaris kongregasi Jesus Maria Joseph yang
pertama tiba di Indonesia dan kemudian melanjutkan untuk memulai karyanya di
tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Setelah sembilan tahun berkarya di Minahasa
para suster berhasil membangun sekolah dasar di Tomohon untuk putri-putri
pribumi Katolik. Sekolah tersebut merupakan sekolah pertama yang diresmikan
pada tanggal 4 November 1907. Karya dalam bidang pendidikan telah
6 Wawancara pribadi dengan Sr. Cathrine, pada tanggal 18 Desember 2017, di Biara
Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 49
38
berkembang di Minahasa dan para suster mendapat respon baik dari masyarakat
Tomohon. Keberhasilan tersebut berkembang hingga karya dalam bidang
pendidikan dapat direalisasikan di Manado. Dengan berkembangnya karya para
suster di Indonesia, tepat pada tanggal 1 November 1910 mulai di laksanakan
pembangunan biara untuk para suster.
Dari berbagai karya yang sudah dilakukan oleh para suster dari Belanda
tersebut membuat kongregasi Jesus Maria Joseph menginginkan karyanya untuk
lebih berkembang lagi terutama di Indonesia. Baik dalam bidang pendidikan,
kesehatan maupun sosial pastoral. Agar hal tersebut dapat terwujud, maka
dibutuhkan suster-suster pribumi guna untuk membantu para suster dari Belanda.
Pada tanggal 15 Juni 1924 untuk pertama kalinya lima gadis Minahasa secara
resmi diterima dan mulai menjalani masa novisiat mereka di Manado.7
Kongregasi Jesus Maria Joseph sudah menyebar di berbagai wilayah di
Indonesia, di antaranya di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan
Irian Jaya. Setelah itu baru mulailah menyebar ke wilayah Jawa, Sumatera,
Sumbawa dan wilayah bagian Timur. Pada tahun 1984 Kongregasi Jesus Maria
Josepah mulai berkarya di Jakarta dan bergerak dalam bidang pendidikan. Di
wilayah Jakarta memiliki beberapa komunitas, salah satunya yaitu Biara Susteran
Jesus Maria Joseph yang berada di Ciputat, Tangerang Selatan.8
Sejak Yayasan Joseph didirikan secara resmi pada tanggal 16 April 1953,
semua karya baik dalam bidang pendidikan, kesehatan maupun karya sosial
pastoral semua dikordinir oleh badan pengurus Yayasan Joseph. Kongregasi Jesus
7 Derap langkah societas Jesus Maria Joseph provinsi Indonesia, buku ini tanpa ada
keterangan penulis dan penerbit serta tahun di terbitkannya, h. 26. 8 Sejarah Kongregasi JMJ, lihat http://www.trinitas.or.id/ Artikel diakses pada tanggal 20
Desember 2017.
Page 50
39
Maria Joseph mulai nampak tendensi baru yakni menangani karya-karya
kerasulan lewat komunitas kecil atau komunitas diaspora. Pada awalnya biara
Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan berkarya dalam bidang kesehatan
dan bidang pendidikan pada tahun 1966. Namun, pada saat itu karya bidang
kesehatan tidak berjalan dengan semestinya karena kurangnya respon dari
masyarakat sekitar. Oleh karena itu karya dalam bidang kesehatan tidak
diteruskan dan lebih memajukan karya dalam bidang pendidikan. Karya biara
susteran Jesus Maria Joseph dalam bidang pendidikan telah membuka sekolah
yang diberi nama “Bintang Kejora” dimulai dari tingkatan TK, SD dan SMP.9
Setelah berkembangnya karya di biara susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan, pada tanggal 3 Desember 1999 atas permintaan Mgr. Leo
Soekoto, Sj. barulah dibangun rumah biara oleh kongregasi Jesus Maria Joseph
khusus untuk para biarawati yang bertugas mengajar di sekolah tersebut yang
dikepalai oleh satu kepala komunitas dan beberapa anggota suster.10
B. Hierarki Fungsi Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat Tangerang
Selatan
Dalam kehidupan ini manusia merupakan makhluk sosial dan beragama.
Dalam kehidupan beragama sebagai fakta sosial tidak luput dari mekanisme
institusional. Walaupun jika dilihat dari sudut pandang teologi atau filsafat hal
tersebut bukanlah yang utama, namun kenyataannya seluruh kegiatan dikehidupan
ini tidak luput dari peraturan-peraturan yang dilembagakan. institusi religius
merupakan suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola
9 Wawancara pribadi dengan Sr. Cathrine, pada tanggal 18 Desember 2017, di Biara
Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan. 10
Derap langkah societas Jesus Maria Joseph provinsi Indonesia, buku ini tanpa ada
keterangan penulis dan penerbit serta tahun di terbitkannya, h. 50.
Page 51
40
kelakuan, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu.
Otoritas formal dan sanksi hukum mencapai kebutuhan dasar yang berkenaan
dengan dunia supraempiris.
Dalam kehidupan agama dibutuhkan fungsi dan peran untuk menjalani
tugas-tugas yang ditentukan dan juga untuk mengatur tata tertib sehingga tidak
melebihi batas-batas kewenangan. Oleh sebab itu dibutuhkan petugas-petugas
yang diangkat secara resmi dalam status jabatan yang jelas. Untuk itu diperlukan
suatu adanya institusi yang mempunyai wewenang untuk mengaturnya dengan
baik. Fungsi dan peran agama tidak dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya
apabila tidak ada suatu institusi yang mengaturnya. Fungsi-fungsi religius yang
ada dalam semua agama, yaitu: fungsi pelayanan sabda Tuhan, menawarkan
ajaran yang diterima agama dan bersangkutan dengan Tuhan. Fungsi penyucian,
membagiakan rahmat pelayanan Tuhan, dalam kegiatan religius atau perayaan
liturgis. Fungsi penggembalaan, yaitu umat beragama mendapatkan pimpinan dan
bimbingan yang terarah baik ke dalam maupun ke luar.
Di dalam agama terdapat nilai-nilai keagamaan yang dianggap penting
untuk dikembangkan dan dibina secara khusus oleh komunitas-konumitas kecil
untuk kepentingan anggota-anggotanya kemudian untuk kepentingan umat
manusia. Seperti dalam Katolik terdapat nilai hidup kontemplasi, nilai ketaatan,
kemurnian (selibat), kemiskinan rohani, nilai kasih dan pengorbanan kepada
sesama yang dipraktekan oleh pendiri dalam tarekat atau kongregasi religius.11
Begitupun dengan kongregasi Jesus Maria Joseph yang memiliki hierarki fungsi
11
D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 113-115.
Page 52
41
yang setiap anggotanya tugas yang jelas guna untuk mendukung fungsi
kongregasi dan mencapai kebutuhan dari kongregasi itu sendiri.
Kongregasi Jesus Maria Joseph memiliki delapan pronvisi dan satu regio,
antara lain: di Belanda memiliki satu provinsi, di India memiliki empat provinsi,
di Indonesia memiliki tiga provinsi dan satu region di Ghana. Satu povinsi di
Belanda yakni ada di Nederland, di india ada empat provinsi, yaitu berada di India
Raipur, India Hyderabad, India Guntur dan India Bangalore. Sedangkan untuk di
Indonesia sendiri ada tiga provinsi, yaitu berada di Indonesia Manado, Indonesia
Makassar dan Indonesia Jakarta. Satu region berada di Ghana , yaitu Yeji,
Atebubu, KBK dan Sambuli. Dari setiap provinsi memiliki beberapa komunitas di
beberapa tempat yang berbeda seperti komunitas Jesus Maria Joseph “Bintang
Kejora” yang berada di Ciputat, Tangerang Selatan termasuk bagian dari provinsi
Jakarta.
Komunitas merupakan bagian paling kecil dari fungsional kongregasi.
Masing-masing komunitas memiliki kepala pimpinan. Provinsi Jakarta memiliki
14 komunitas, yaitu Banyumas - Bunda Serayu, Ciputat - Bintang Kejora,
Denpasar - Bali Biara Mathias, Dompu, Jakarta - Cengkareng, Jakarta - St.
Ignatius, Jakarta Pronsialat, Pangkalan Kerinci, Pekanbaru - Maria de Fatima,
Pulau Rmpang - Maria Pembantu Abadi, Sumbawa – tritunggal, Surabaya - St.
Theresia, Tangerang – Marfati dan Tanjung Pinang - Baru Kucing – Rumah
Nasareth.
Dari setiap fungsional kongregasi memiliki tugasnya masing-masing yang
harus dijalani. Pimpinan umum memiliki tugas bertanggung jawab atas seluruh
anggota yang ada di seluruh dunia, melakukan visitasi ke seluruh biara yang ada
Page 53
42
di dunia minimal satu kali dalam satu periode kepengurusan. Anggota dewan
pimpinan umum memiliki tugas membantu pimpinan umum dalam menjalankan
program kerjanya selama satu periode, anggota dewan pimpinan umum terdiri dari
empat orang dan berasal dari negara yang berbeda-beda. Tugas pimpinan provinsi
adalah melaporkan kegiatan yang dilakukan oleh biara baik tingkat provinsi
maupun tingkat komunitas kepada pimpinan umum. Anggota dewan pimpinan
provinsi memiliki tugas untuk membantu seluruh tugas yang dilakukan oleh
pimpinan provinsi, tugas dari pimpinan komunitas itu sendiri adalah bertanggung
jawab penuh dalam komunitas, sedangkan ekonom terdapat di komunitas,
provinsi dan di pimpinan umum dan tugas dari ekonom itu sendiri adalah
mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan sesuai dengan anggaran para
suster untuk hidup bersama.
Masa kepemimpinan masing-masing jabatan yaitu selama satu periode.
Masa kepemimpinan kongregasi dalam satu periode yaitu selama enam tahun
yang dipilih dari berbagai delegasi dan disahkan oleh ketua kapitel. Masa
kepemimpinan provinsial dalam satu periode selama enam tahun dan dipilih dari
seluruh provinsi yang ada di kongregasi Jesus Maria Joseph dan disahkan oleh
pimpinan umum. Dan masa kepemimpinan komunitas dalam satu periode selama
tiga tahun. Pemilihan pimpinan komunitas dilakukan seperti pemilihan pada
umumnya melalui pemungutan suara dari semua suster yang berada di komunitas
tersebut dan disahkan oleh pimpinan provinsial.12
12
Wawancara pribadi dengan Sr. Cathrine, pada tanggal 18 Desember 2017, di Biara
Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 54
43
C. Kegiatan Kerohanian Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat
Tangerang Selatan
Kegiatan yang dilakukan oleh para suster atau biarawati sangat berbeda
dengan apa yang dilakukan oleh awam dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan
yang dilakukan oleh biarawati atau suster memiliki maksud dan tujuan, yaitu
hanya untuk Tuhan. Setiap yang dilakukan oleh suster berbeda halnya dengan
yang dilakukan awam pada umumnya karena biarawati mengerjakan sesuatu
bukan hanya untuk kepentingan sendiri tetapi juga untuk kepentingan bersama,
baik dengan suster dalam satu biara maupun dengan masyarakat di lingkungan
biara.
Tarekat atau ordo religius pada umumnya adalah apostolik yang artinya
bahwa walaupun cara hidup mereka adalah menarik diri dari dunia, mereka masih
tetap harus bekerja dalam masyarakat. Misalnya dalam perawatan orang sakit,
penyelenggaraan pengajaran, dan pekerjaan sosial. Tarekat atau ordo lainnya
adalah kontemplatif yang sedikit bisa berhubungan dengan dunia luar. Yang
utama bagi mereka adalah keheningan dalam komunitas dengan menggunakan
waktu mereka untuk menjalankan kontemplasi melalui doa, membaca buku rohani
dan belajar.13
Kongregasi Jesus Maria Joseph merupakan bagian dari suster-suster yang
berkarya di luar biara yang dapat disebut sebagai biarawati kontemplatif aktif.
Kegiatan dari biara Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan adalah sebagai
berikut:
13
Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 117.
Page 55
44
KEGIATAN KOMUNITAS JESUS MARIA JOSEPH
Bintang Kejora Ciputat
I. KEGIATAN HARIAN
Pukul Kegiatan
04.00 – 04.30 Bangun pagi
05.00 – 05.30 Meditasi
06.00 – 15.00 Sarapan – Tugas perutusan masing-masing
12.30 Makan siang (sendiri-sendiri)
18.00 – 18.30 Sembah sujud / Adorasi
18.30 – 19.00 Ibadat sore
19.00 – 19.30 Makan malam bersama
20.00 Ibadat penutup dan rekreasi bersama
22.00 Istirahat- Hening
II. KEGIATAN MINGGUAN
Hari dan Pukul Kegiatan
Selasa dan Kamis
05.30
Misa pagi oleh romo dari paroki
Sabtu
18.00
Doa Rosario
Minggu
18.00
Bacaan Rohani
III. KEGIATAN BULANAN
Hari dan Pukul Kegiatan
Page 56
45
Kamis pertama dalam bulan
20.00 – 21.00
Adorasi selama satu jam
Dua bulan sekali
(sesuai program)
Rekoleksi Komunitas / pengakuan
Dua bulan sekali
(dapat lebih fleksible)
Pertemuan Komunitas
Meditasi adalah cara berdoa dengan masuk dalam suasana hening/diam.
Meditasi dilakukan setengah jam sampai satu jam. Dalam suasana hening atau
diam; dengan diinspirasikan oleh bacaan suci dari Kitab Suci (Alkitab), kami
mencari dan menemukan “apa yang Tuhan inginkan dari saya untuk saya kerjakan
hari ini demi sesama, demi kabar gembira atau sukacita, demi terwujudnya
suasana damai di lingkungan kerja, di komunitas dan siapa saja saya jumpai hari
ini”. Bacaan Kitab Suci (Alkitab) disesuaikan dengan kalender Liturgi. Bacaan-
bacaan Kitab Suci disusun oleh gereja Katolik universal. Bacaan-bacaan Kitab
Suci itu disusun mengikuti alur sejarah keselamatan bagi manusia dari Allah.
Rekoleksi komunitas berasal dari kata Re yang berarti kembali dan koleksi
yang berarti pengumpulan. Jadi rekoleksi adalah pengumpulan kembali
pengalaman hidup. Tujuannya untuk memperbaharui relasi dengan Tuhan agar
semakin dekat dengan Tuhan, agar hidup lebih bermakna bagi Tuhan dan sesama.
Rekoleksi komunitas ini dilakukan bersama di biara. Biasanya ada tema tertentu
agar terarah dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi rekoleksi komunitas.
Sekedule rekoleksi, yaitu pembukaan pada malam hari setelah doa completorium
(doa menutup hari) disambung sampai besok hari. Kegiatan inti hening diisi
Page 57
46
dengan meditasi dan komprensi rohani dari pembimbing rohani (oleh pastor atau
suster), dan penutup ditutup dengan menerima sakramen tobat atau perayaan
ekaristi (jika ada pastor) atau ibadat siang.
Pertemuan komunitas adalah pertemuan para suster dalam komunitas
tempat tinggalnya. Materi pertemuan biasanya mengevaluasi program hidup,
misalnya evaluasi hidup doa pribadi bersama, evaluasi karya kerasulan, evaluasi
hidup berkomunitas, evaluasi hidup berkaul. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan
dan mengembangkan hidup dalam relasi dengan Tuhan (doa), relasi kekeluargaan
dalam komunitas, hidup religius (dalam menghayati Tri Kaul), meningkatkan
pelayanan kepada sesama dalam karya kerasulan.14
Adorasi atau sembah sujud yang lebih dikenal dengan sebutan Adorasi
Ekaristi berasal dari bahasa Latin adorare yang berarti menyembah, bersembah
sujud. Ekristi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu-charist-etn” (=Eu
artinya baik, Charist artinya karunia). Jadi Ekaristi adalah orang yang dilimpahi
karunia atau pujian dan syukur atas karya penyelamatan Allah melalui diri
Kristus).15
Sembah sujud ini adalah unsur batin dalam hati yang ingin bersujud
menyembah kepada Tuhan yang hadir dalam Ekaristi, baik kata-kata doa,
nyanyian, maupun seluruh simbolisasinya termasuk tata geraknya. Adorasi
Ekaristi adalah sebuah ibadat atau doa yang dilaksanakan umat beriman di
hadapan Ekaristi Mahakudus atau Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan.
Adorasi Ekaristi diadakan langsung sesudah komuni dalam perayaan Ekaristi,
seperti pada Misa Jumat pertama di beberapa paroki. Bisa juga dilakukan di luar
Misa Kudus, biasanya mengambil waktu selama 30 menit seperti pada Kamis
14
Wawancara pribadi dengan Sr. Anna, pada tanggal 19 Februari 2018, di sekolah SD
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan. 15
A. Soenarto, dkk, Yesus Pokok Anggur, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 12.
Page 58
47
malam atau Jumat pertama di beberapa paroki. Bahkan Adorasi Ekaristi ini bisa
dilakukan selama satu hari atau 24 jam, seperti dilakukan beberapa paroki pada
Kamis malam Jumat pertama hingga Jumat sore.16
Doa Rosario adalah penghormatan kepada Bunda Maria karena telah
mengandung dan melahirkan Yesus dan berjasa untuk umat manusia. Dalam
tradisi Katolik doa Rosario merupakan wujud untuk perdamaian dunia. Rosario
berarti tasbih. Dalam berdoa menggunakan Rosario. Jumlah butir dalam Rosario
sebanyak 53 butir dan masing-masing memiliki arti. Yang paling inti dari doa
Rosario adalah setiap sepuluh doa salam Maria dirangkai oleh sebuah doa Bapa
kami dan sebuah doa kemuliaan kepada Bapa serta sekaligus diantar dengan
renungan akan peristiwa misteri kehidupan Tuhan kita Yesus Kristus dan Bunda
Maria.17
Kegiatan yang dilakukan oleh para suster terbagi menjadi dua, yaitu tugas
utama dan tugas tambahan. Tugas utama adalah tugas yang diberikan oleh
provinsial atau pimpinan provinsi yang harus dilaksanakan terlebih dahulu
dibandingkan tugas tambahan. Sedangkan tugas tambahan adalah tugas yang
dilakukan apabila masih ada kesempatan dan diatur oleh kepala komunitas.
Biara Susteran Jesus Maria Josepah Ciputat, Tangerang Selatan memiliki
visi dan misi serta tujuan, yaitu;
Visi: Komunitas Jesus Maria Joseph Bintang Kejora Ciputat yang di persatukan
dengan dan oleh Yesus Kristus, tumbuh bersama dalam semangat persaudaraan
sejati, mencari dan melaksanakan kehendak Allah sehingga menjadi tanda
kehadiran Allah.
16
E. Martasudjita, Adorasi Ekaristi, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 11. 17
E. Martasudjita, Berdoa Rosario, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 5.
Page 59
48
Misi: menghayati Charisma Societas secara penuh dan otentik di landasi dengan
semangat kesiap sediaan yang tulus dengan konstitusi:
1) Membangun keakraban dengan Tuhan dalam hidup doa yang intens baik
pribadi maupun bersama.
2) Menciptakan suasana keterbukaan, jujur dan saling mendengarkan serta
menghargai satu sama lain demi terciptanya persaudaraan sejati.
3) Membangun kebersamaan dalam komunitas dengan kerja keras dalam
semangat kesederhanaan dan cinta kasih.
4) Membina kepekaan, semanagatrela berkorban, ugahari, bertanggung jawab,
lepas bebas dan sense of belonging.
5) Membangun semangat solidaritas antar anggotadandunia, khususnya
perhatian pada yang miskin.
6) Membangun semangat persaudaraan sejati dengan selalu terbuka
menerima tamu.
Tujuan: mencari dan setia melaksanakan kehendak Allah, selalu memupuk sikap
lepas bebas dan pengosongan diri serta ktistus.18
18
Wawancara pribadi dengan Sr. Cathrine, pada tanggal 18 Desember 2017, di Biara
Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 60
49
BAB IV
SPIRITUALITAS BIARAWATI DI BIARA SUSTERAN JESUS MARIA
JOSEPH CIPUTAT TANGERANG SELATAN
A. Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Untuk Hidup Membiara
Kehidupan seorang biarawati sangat berbeda dengan kehidupan orang
awam pada umumnya. Kata awam dalam bahasa Indonesia berarti biasa.
Sedangkan orang awam berarti orang biasa, bukan ahli, bukan rohniawan, bukan
tentara (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pada persidangan Dewan Gereja-gereja
se-Dunia (DGD) yang pertama di Amsterdam, Belanda pada tahun 1948, sudah
mulai ditegaskan tentang pentingnya peranan kaum awam yang mempunyai latar
belakang pendidikan yang bermacam-macam. Orang awam banyak menghabiskan
waktunya di luar gereja daripada di dalam gereja. Itulah sebabnya kaum awam
mempunyai kesempatan yang luas untuk bersaksi tentang Kristus.1
Biarawati tidak termasuk herarki, bukan jabatan gerejawi, tetapi biarawati
merupakan corak kehidupan. Meski bukan fungsi gerejawi, keberadaan para
biarawati tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kesucian gereja. Sebab, hidup
membiara berkembang dari kehidupan gereja sendiri, bahkan dari nasihat-nasihat
Injil pada sabda dan teladan Tuhan. Status hidup religus bukan pemisah antara
hidup orang beriman dan orang awam. Perbedaan awam dan biarawati adalah soal
corak kehidupan, khususnya kehidupan di mana orang dengan kaul atau ikatan
suci lainnya mewajibkan diri untuk hidup menurut tiga nasihat Injil, yaitu hidup
selibat (kemurnian), kemiskinan, dan ketaatan.2
1 Yusuf Darmawan, Peran Kaum Awam Menangkan Jiwa, Tabloid Reformata, edisi 136
Tahun VIII, 1-28 Februari 2011, hal. 11. 2 AG. Hardjana, dkk, Mengikuti Yesus Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 39.
Page 61
50
Menjadi seorang biarawati bukanlah hal yang mudah. Sebelumnya mereka
harus mendapatkan surat rekomendasi dari gereja dan surat rekomendasi dari
orangtua serta harus melewati lima tahapan proses. Yaitu masa aspiran, masa
postulat, masa novisiat, masa yuniorat, dan kaul kekal. Sebelum memutuskan
menjadi seorang biarawati mereka tentu saja memiliki motivasi dan banyak faktor,
baik pendukung maupun penghambat. Para suster di Biara Jesus Maria Joseph
Ciputat, Tangerang Selatan terdiri dari lima orang suster, yang telah melewati
proses tersebut. Empat sebagai suster aktif yang masih melakukan kegiatan biara
dan juga dalam karya serta satu suster yang sudah sepuh dan tidak begitu aktif
dalam kegiatan biara maupun kegiatan karya.
Suster Cathrine selaku ketua komunitas “Bintang Kejora” Ciputat,
Tangerang Selatan mempunyai motivasi yang berawal dari lingkungannya pada
saat itu yang menetap di asrama bersama dengan para suster. Selain itu, karena
memiliki saudara yang menjadi suster di salah satu kongregasi dan juga karena
tertarik melihat pakaian yang dikenakan oleh para suster. Sebelum melewati
tahapan proses, suster Cathrine menghadapi banyak faktor penghambat salah
satunya karena tidak mendapatkan izin dari sang ayah tetapi mendapat dukungan
penuh dari sang ibu. Oleh karenanya faktor pendukung dari sang ibu, suster
Cathrine tetap melanjutkan niatnya untuk menjadi seorang biarawati. Suster
Cathrine mulai mengikuti tahapan proses menjadi biarawati pada tanggal 12 april
1975 di Tomohon, Minahasa. Pada waktu itu kira-kira suster Cathrine berumur 18
tahun.3
3 Wawancara pribadi dengan Sr. Cathrine, pada tanggal 18 Desember 2017, di Biara
Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 62
51
Suster Imeldine selaku anggota biara mempunyai jabatan dalam karya
sebagai kepala sekolah SMP Bintang Kejora. Motivasi awal untuk menjadi
biarawati karena pada saat itu melihat kedatangan suster ke kampung dan melihat
kegiatan para suster sehingga berkeinginan untuk menjadi bagian dari suster
tersebut. Sr. Imeldine mendapat dukungan penuh dari keluarga, saudara, teman
dan sahabatnya. Bagi suster Imeldine tidak ada faktor penghambat, tetapi hanya
ada yang disebut sebagai tantangan yang mana itu semua datang dari dalam diri
sendiri dan juga dari luar. Sr. Imeldine mulai mengikuti masa aspiran pada tahun
1992, masa postulat pada tahun 1992-1993, masa novisiat pada tahun 1993-1995,
masa yuniorat, dan mengucap kaul kekal pada tahun 2000.4
Begitupun dengan Suster Anna selaku anggota biara dan juga memiliki
jabatan dalam karya sebagai kepala sekolah SD Bintang Kejora. Berawal dari
penampilan lahiriah kedatangan beberapa suster ke kampung dan tertarik melihat
tata cara hidup yang rapi, sederhana dan menarik. Selain itu motivasi yang
bermula sejak kecil banyak membaca buku cerita tentang para santa dan santo
yang hidupnya hanya untuk Tuhan, ingin mencontoh hidup para orang kudus
dalam gereja Katolik. Suster Anna Mulai mengikuti masa aspiran pada tahun
1982-1983 di Tomohon, Sulawesi Utara. Mengikuti masa postulat pada Juli 1983-
1984 di Tomohon, Sulawesi Utara. Masa Novisiat pada Juli 1984-1986 di
Tomohon, Sulawesi Utara. Mengucapkan kaul pertama pada tahun 1987 dan
mengucapkan kaul kekal pada 25 Agustus 1990.5
4 Wawancara pribadi dengan Sr. Imeldine, pada tanggal 2 Februari 2018, di sekolah SMP
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan. 5 Wawancara pribadi dengan Sr. Anna, pada tanggal 8 Februari 2018, di sekolah SD
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 63
52
Suster Emiliana selaku anggota biara mempunyai jabatan dalam karya
sebagai kepala sekolah TK Bintang Kejora. Memiliki motivasi yang berawal dari
ketertarikannya terhadap figure para suster untuk melayani orang kecil, merawat
orang sakit, dan kunjungan ke sekolah-sekolah di kampung. Suster Emiliana
mengikuti masa aspiran pada Maret tahun 2000 di Atambua selama sembilan
bulan, dilanjut mengikuti masa postulat di Manado pada Agustus 2002. Masa
novisiat di Manado selama dua tahun pada Juli 2003-2005. Masa yuniorat pada
tanggal 28 Juli 2005 dan mengucapkan kaul kekal pada tanggal 28 Juli 2010.6
B. Pengalaman Spiritual dalam Kehidupan Biara
Kaum awam dan hierarki adalah kaum beriman Kristiani yang
mempunyai martabat yang sama sebagai umat Allah dan tugas perutusan yang
sama di dunia, yaitu membangun Tubuh Kristus atau Gereja. Setiap komponen
gereja memiliki fungsinya masing-masing dan harus melakukan kerja sama di
antara keduanya. Seorang biarawati dengan kaul-kaulnya mengarahkan umat
Allah pada dunia yang akan datang (eskatologis), hierarki berperan memelihara
keseimbangan dan persaudaraan di antara sekian banyak tugas pelayanan.
Sedangkan para awam bertugas dalam tata dunia, menjadi Rasul dalam keluarga
dan masyarakat.7
Ada beberapa hal berbeda yang dilakukan orang awam dengan seorang
yang hidup membiara dalam melakukan rutinitas kehidupan sehari-hari. Orang
awam lebih banyak melakukan keseharian mereka yang berkaitan dengan hal
duniawi. Namun bukan berarti meninggalkan perintah Tuhan. Sedangkan seorang
yang hidup membiara harus bisa menyeimbangkan antara hidup dunia dengan
6 Wawancara pribadi dengan Sr. Emiliana, pada tanggal 15 Januari 2018, di Sekolah TK
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan. 7 L. Prasetya, Pr, Menjadi Katekis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 23.
Page 64
53
hidup religius, keseharian mereka lebih banyak untuk Tuhan. Apapun yang
dilakukan oleh seorang yang hidup membiara kembali kepada Tuhan. Begitupun
dengan para suster biara Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan. Seluruh
pengalaman yang dijalani oleh para suster biara Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan memiliki nilai spiritual. Karena bagi mereka seluruh pekerjaan
yang dilakukan dapat dirasakan oleh diri sendiri dan juga oleh sesama, semata-
mata hanya demi kemuliaan Tuhan. Pengalaman spiritual yang dilakukan oleh
para suster dijalaninya tanpa pamrih dan tanpa membeda-bedakan satu dengan
yang lainnya.
Setiap kongregasi memiliki karya dalam bidang yang berbeda. Baik
berkarya dalam bidang pendidikan, kesehatan maupun sosial. Biara susteran Jesus
Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan lebih kental dengan karyanya dalam
bidang pendidikan. Hal tersebut terlihat dari lingkungan biara yang menyatu
dengan sekolah Bintang Kejora dan juga para suster yang menjabat sebagai kepala
sekolah di Bintang Kejora. Namun bukan berarti para suster tidak memiliki karya
di bidang lain. Mereka tetap memiliki karya atau pengalaman spiritualitas di luar
dari bidang pendidikan.
Dalam karya pendidikan, pengalaman spiritual yang dilakukan yaitu
dengan menolong orang miskin. Misalnya, ketika ada seseorang yang ingin
bersekolah namun terkendala dengan biaya, mereka dapat menerimanya di
sekolah Bintang Kejora.8 Selain itu membimbing dan mengarahkan para muridnya
untuk disiplin juga merupakan salah satu bentuk pengalaman spiritual yang
dilakukan oleh para suster biara Jesus Maria Joseph Ciputat Tangerang Selatan.
8 Wawancara pribadi dengan Sr. Imeldine, pada tanggal 2 Februari 2018, di sekolah SMP
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 65
54
Pengalaman spiritual lainnya di luar karya pendidikan yaitu berdoa untuk sesama
dalam hal apa pun, seperti mendoakan orang sakit hingga orang tersebut sembuh
dari sakitnya.9
C. Konsistensi Pengalaman Sebagai Biarawati
Manjadi seorang biarawati bukanlah sesuatu yang dipaksakan melainkan
mereka yang terpanggil untuk hidup bersama setia pada Tuhan. Dengan
menjalankan tiga kaul yang sudah diucapkan, yaitu kaul kemurnian, kaul
kemiskinan dan kaul ketaatan. Mereka yang sudah mengucapkan kaul kekal tidak
bisa dengan mudah untuk mengundurkan diri menjadi seorang biarawati. Hal
tersebut dikarenakan mereka yang menjadi para suster sudah tercatat di
Keuskupan Roma. Lain halnya jika seorang sedang mengikuti tahapan proses
menjadi seorang biarawati yang sudah mengucapkan kaul sementara atau pada
masa yuniorat bisa saja mengundurkan diri menjadi biarawati. Tetapi perlu
mengikuti tahapan proses untuk mengundurkan diri.
Keputusan untuk mengundurkan diri menjadi seorang suster tergantung
dari diri pribadi masing-masing. Tetapi perlu diingat kembali bahwa seorang
suster sudah mempunyai perjanjian dengan Tuhan untuk selalu setia. Namun jika
memang keputusan untuk mengundurkan diri adalah jalan yang terbaik, maka
tidak bisa dipaksakan karena hidup membiara bukanlah suatu hal yang dipaksakan
dan harus dijalani dengan ketulusan hati. Biasanya seorang yang mempunyai niat
untuk mengundurkan diri dikarenakan emosinya sedang tidak stabil atau karena
beberapa faktor yang membuatnya ingin hidup bebas. Seorang suster yang ingin
mengundurkan diri biasanya diberikan waktu untuk berpikir kembali atas
9 Wawancara pribadi dengan Sr. Anna, pada tanggal 8 Februari 2018, di sekolah SD
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 66
55
keputusannya tersebut. Mereka diarahkan untuk berdoa dan menyerahkan kembali
semuanya pada Tuhan.10
Seorang suster yang sudah yakin dengan keputusannya untuk
mengundurkan diri maka diwajibkan mengikuti beberapa tahapan proses sebagai
berikut: melapor pada pimpinan komunitas, kemudian menyampaikannya ke
pimpinan komunitas dan pimpinan kongregasi hingga sampai pada pimpinan
Keuskupan di Roma dengan membuat surat pernyataan mengundurkan diri. Harus
ada pernyataan hitam di atas putih sebagai bukti bahwa dirinya memang benar-
benar ingin mengundurkan diri. Setelah mendapatkan surat persetujuan dari
Keuskupan di Roma barulah seorang suster tersebut dinyatakan resmi telah keluar
menjadi seorang biarawati. Jika sudah dinyatakan resmi keluar, segala atribut
yang dikenakan harus dikembalikan lagi kepada kongregasi termasuk jubah,
cincin, salib dan lain sebagainya. Seorang suster yang sudah remi keluar akan
diantar dengan pimpinan kongregasi untuk pulang ke rumah dan diserahkan
kepada kedua orang tuanya atau sanak saudaranya, serta diberikan penjelasan
mengenai alasannya mengundurkan diri menjadi biarawati.11
Selain dengan berdoa dan melakukan retret pribadi, seorang biarawati juga
perlu memiliki konsistensi pengamalan menjadi seorang biarawati agar tidak
dengan mudah memiliki keinginan untuk mengundurkan diri. Begitu pun dengan
para suster Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan yang memiliki
konsistensi pengamalannya masing-masing.
10
Wawancara pribadi dengan Sr. Imeldine, pada tanggal 2 Februari 2018, di sekolah SMP
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan. 11
Wawancara Pibadi dengan Sr. Anna, pada tanggal 8 Februari 2018, di sekolah SD
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 67
56
Suster Cathrine memiliki konsistensi untuk menjadi seorang biarawati
dalam seumur hidupnya. Dengan menjadi seorang biarawati suster Cathrine tidak
ingin menyusahkan banyak orang di hari tuanya karena semua biaya sudah
ditanggung oleh Kongregasi. Selain itu, suster Cathrine juga memiliki keinginan
jika nanti dirinya meninggal dunia dalam keadaan memakai artibut jubah, cincin,
salib dan lain sebagainya dan dalam keadaan menjadi seorang suster.12
Konsistensi Suster Imeldine untuk tetap menjadi seorang biarawati yaitu
dengan tetap menjalaninya sesuai hati nurani sendiri, tidak ada paksaan dari pihak
manapun dan terus berdoa pada Tuhan.13
Begitu pun dengan suster Anna setelah
menjadi biarawati memiliki konsistensi bahwa apa yang sudah dijanjikan harus
dihidupi dan fokus pada pelayanan bagi Tuhan.14
Suster Emiliana memiliki
konsistensi pengamalan menjadi seorang biarawati dengan terus memotivasi diri
dan berpegang teguh pada prinsip dan tetap setia pada panggilan.15
Di balik konsistensi pengamalan yang dimiliki oleh masing-masing pribadi,
para suster juga harus menghadapi konsekuensi yang diterimanya menjadi seorang
biarawati, antara lain: harus setia pada panggilan, menghayati kaul yang sudah
diikrarkan, mampu untuk mati raga tidak menikah, hidup dengan bersikap lepas
bebas terhadap barang-barang duniawi, tidak terikat dengan segala hal duniawi,
mampu untuk memilih hal-hal yang baik dan buruk agar tidak terjerumus pada
perbuatan yang tidak semestinya. Juga mampu menerima diri sendiri dan mampu
hidup bersama dengan teman sebiara dan teman sekomunitas.
12
Wawancara pribadi dengan Sr. Cathrine, pada tanggal 18 Desember 2017, di Biara
Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan. 13
Wawancara pribadi dengan Sr. Imeldine, pada tanggal 2 Februari 2018, di sekolah SMP
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan. 14
Wawancara pribadi dengan Sr. Anna, pada tanggal 8 Februari 2018, di sekolah SD
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan. 15
Wawancara pribadi dengan Sr. Emiliana, pada tanggal 15 Januari 2018, di Sekolah TK
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 68
57
D. Relevansi Kehidupan Membiara Pada Masa Modern
Relevansi berasal dari kata relevan yang artinya kait-mengait, bersangkut
paut, berguna secara langsung. Jadi secara umum relevansi adalah hubungan yang
saling berkaitan.16
Hidup membiara berarti siap untuk hidup meninggalkan yang
bersifat duniawi dengan mengikrarkan diri serta menjalankan nasihat-nasihat Injil
yang berdasarkan sabda serta teladan Tuhan. Hidup membiara bukanlah
kenyataan dari akhir zaman atau hidup surgawi sendiri, melainkan harapan serta
iman akan hidup yang mengatasi realitas hidup di dunia. Ada banyak hal positif
dalam hidup religius, sebab dalam pengikraran diri kaum biara berarti
mengungkapkan harapan sebagai sikap dinamis yang positif. Harapan dalam
hidup membiara sangat positif untuk mengarahkan diri ke masa depan, di mana
Allah akan memberikan diri dengan bebas sebagai pemenuhan cita-cita hidup
manusia yang jauh mengatasi apa yang dapat manusia pikirkan.17
Hidup membiara merupakan hidup yang sangat istimewa untuk
membebaskan hati manusia untuk selalu mencintai Allah dan semua orang.
Pilihan hidup membiara merupakan suatu yang istimewa karena dapat
membaktikan hidupnya bagi Allah dan kerasulan Gereja. Hidup membiara berarti
setia pada tiga kaul yang sudah diikrarkan, yaitu kaul kemurnian, kaul kemiskinan,
dan kaul ketaatan. Pada zaman modern ini banyak tantangan yang harus dihadapi
oleh seorang yang hidup membiara, khususnya para biarawati.
Tantangan tiga kaul tersebut pertama kali datang dari kebudayaan
hedonisme. Kaul kemurnian berati seorang biarawati yang tidak menikah dalam
16
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Relevansi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia: 2016, https://kbbi.kemendikmbud.go.id/entri/relevansi artikel
diakses pada tanggal 13 Juli 2018. 17
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h. 305.
Page 69
58
seumur hidupnya atau dapat dikatakan menjalani hidup selibat. Hidup selibat di
zaman sekarang memiliki sifat profetif bagi kebudayaan hedonisme. Mereka
menganggap seksualitas sebagai kesenangan atau kenikmatan semata tanpa
melihat aspek rohani. Hidup selibat pada zaman sekarang mengajarkan sebagai
teladan hidup murni demi Kerajaan Allah, menjadikan kesaksian tunggal bagi
kehadiran Allah.18
Sikap lepas bebas dari hal yang bersifat duniawi adalah bentuk dari
menjalankan kaul kemiskinan. Miskin bukan berarti tidak mempunyai apa-apa,
tetapi miskin di sini diartikan sebagai yang tidak hanya memikirkan duniawi
seperti pekerjaan, jabatan, kekayaan dan lain sebagainya. Hidup miskin berarti
hidup dengan memperhatikan Allah dan juga kepada sesama, tidak semata hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri. Di Indonesia sendiri banyak orang
terpinggirkan seperti orang miskin, gelandangan dan lain-lainnya. Golongan orang
terpinggirkan adalah mereka yang dipengaruhi oleh tekanan ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan bahkan hidup keagamaan.
Dengan mengucapkan kaul ketaatan berati mereka yang hidup membiara
selalu siap sedia taat pada peraturan yang telah dibuat baik dalam ruang lingkup
gereja, kongregasi, maupun biara. Hidup taat dengan menjalankan bersama
dengan teman-teman dalam satu komunitas maupun dalam satu biara untuk
mencapai rahmat dari Tuhan. Hidup membiara diwajibkan untuk hidup taat secara
total kepada kaul komunitas dan taat kepada kehendak Allah.
Masa modern biasanya merujuk pada tahun-tahun setelah 1500 yang
ditandai dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Timurm penemuan America oleh
18
Dominikus Gusti Bagus Kusumawanta, Imam Di Ambang Batas, (Yogyakarta:
Kanisius, 2009), h. 58.
Page 70
59
Christopher Columbus, dimulainya Zeitgeist dan reformasi gereja oleh Martin
Luther. Masa modern dimulai sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang
ditandai dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, politik dan
teknologi.19
Relevansi kehidupan membiara sangat berpengaruh terhadap
perkembangan zaman. Dimana telah diketahui bahwasanya hidup membiara ini
berarti hidup yang lebih memfokuskan dirinya terhadap kehidupan beriman
daripada kehidupan duniawi. Oleh karenanya kehidupan membiara harus terus
mengikuti perkembangan zaman yang ada, agar nilai-nilai yang terdapat di
dalamnya tidak hilang begitu saja.
Bagi kongregasi Jesus Maria Joseph sendiri, kehidupan membiara masih
sangat relevan karena dilihat dari perkataan sang pendiri kongregasi. Pater
Mathias Wolff mengatakan “kesiapsediaan Apostolis yang selalu menyesuaikan
diri dengan kebutuhan zaman.” Kehidupan membiara bukan berati tidak
mengikuti perkembangan zaman. Para suster banyak yang menggunakan
teknologi seperti HP, bahkan mereka mempunyai akun sosial media dan aktif di
dunia maya. Selain itu pada zaman modern ini masih banyak orang yang
menginginkan untuk bisa hidup membiara. Oleh karena itu kehidupan membiara
ini masih sangat relevan.20
Selain itu, karena dilihat masih adanya para suster
untuk melayani dan berkarya demi kemuliaan Tuhan serta sesuai dengan
konstitusi kongregasi dan semangat pendiri bahwa harus terus menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan zaman.21
19
The Mistro, Zaman Modern, https://id.m.wikipedia.org/wiki/zaman_modern artikel
diakses pada tanggal 13 Juli 2018. 20
Wawancara pribadi dengan Sr. Cathrine, pada tanggal 18 Desember 2017, di Biara
Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan. 21
Wawancara pribadi dengan Sr. Imeldine, pada tanggal 2 Februari 2018, di sekolah SMP
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 71
60
Kehidupan membiara pada masa kini dan masa yang akan datang akan
tetap relevan. Karena menjadi seorang biarawati dalam tarekat apa pun selalu bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman. Terutama
menyikapi setiap kemajuan, termasuk perkembangan teknologi. Karena dengan
mengikuti perkembangan zaman, karya kerasulan tetap berkembang dengan baik.
Alasan lainnya karena dengan tidak menikah seumur hidup atau menjalani hidup
selibat berarti para biarawati dengan bebas dan terbuka untuk melayani sesama
tanpa hambatan, lewat karya kerasulan yang dipercaya kepada tarekat seperti
pendidikan, kesehatan dan sosial pastoral.22
Kehidupan membiara masih relevan karena memberi kesaksian tentang
kesetiaan pada janji yang diucapkan di hadapan Tuhan, di mana pada zaman ini
banyak orang dan keluarga-keluarga mereka berpikir bahwa “selingkuh adalah hal
yang sudah biasa”. Memberi kesaksian bahwa kebahagiaan tidaklah ditentukan
oleh materi. Kehidupan membiara dengan fasilitas dan materi yang terbatas tetap
membuat para suster selalu bahagia. Selain itu hidup bersama dalam keragaman
suku, budaya dan latar belakang keluarga membuat para suster mampu saling
menghargai, saling menghormati, dan hidup rukun serta saling melengkapi.
Dengan keberagaman dalam komunitas para suster mampu memberi kesaksian
pada masyarakat, terutama Indonesia, bahwa keberagaman bukan halangan untuk
menjadi bahagia dan saling mendukung.23
22
Wawancara pribadi dengan Sr. Emiliana, pada tanggal 15 Januari 2018, di Sekolah TK
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan. 23
Wawancara pribadi dengan Sr. Anna, pada tanggal 8 Februari 2018, di sekolah SD
Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Page 72
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Spiritualitas Kaum
Biarawati: Studi Analisi Biara Susteran Jesus Maria Joseph Ciputat,
Tangerang Selatan” maka penulis mengambil kesimpulan bahwa:
Kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh para biarawati di biara susteran
Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan merupakan bagian dari
spiritualitas mereka. Karena setiap pengalaman yang mereka rasakan ada campur
tangan dari Allah dan pengalaman tersebut memiliki nilai spiritual tersendiri yang
dapat dirasakan oleh sesama dan semata-mata hanya demi kemuliaan Tuhan.
Berbeda dengan orang awam, para biarawati tidak diperkenankan untuk
bersinggungan dengan hal-hal yang bersifat duniawi seperti mengharapkan gaji
atau upah, memiliki jenjang karir dan lain sebagainya. Hal ini berkenaan dengan
kaul kemiskinan bahwa mereka harus melepaskan segala yang bersifat duniawi
dan tetap fokus terhadap kehidupan beriman yang mereka jalani.
Spiritualitas kehidupan membiara mencakup Sembilan dimensi yang telah
dikemukakan oleh Elkins, dkk (dalam Smith, 1994), yaitu:dimensi transenden,
dimensi makna dan tujuan hidup, dimensi misi hidup, dimensi kesucian hidup,
dimensi nilai-nilai material, dimensi altruism, dimensi idelisme, dimensi
kesadaran akan adanya penderitaan dan hasil dari spiritualitas.
Kehidupan biarawati hingga saat ini dinilai masih sangat relevan karena
masih adanya kehidupan membiara dan dapat menyesuaikan diri dengan
Page 73
62
perkembangan atau perubahan zaman. Bagi para suster Kongregai Jesus Maria
Joseph kerelevanan tersebut dilihat dari perkataan Pater Mathias Wolf
“kesiapsediaan apostolis yang selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman”.
Karya kerasulan tetap berkembang dengan memberi kesaksian tentang kesetiaan
pada janji yang di ucapkan di hadapan Tuhan.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan wawancara dengan biarawati Jesus
Maria Joseph, Ciputat Tangerang Selatan. Maka di sini penulis mencoba untuk
memberikan saran atau masukan untuk bahan kajian studi agama, yaitu:
1. Tidak dapat dipungkiri bahwa di zaman sekarang ini lebih banyak orang yang
mementingkan kehidupan dunia dari pada kehidupan beriman. Kehidupan
membiara merupakan sebuah wujud beriman, di mana setiap orang yang
menjalaninya harus memahami dan meyakini bahwa dengan hidup membiara
bisa lebih mendekatkan diri dengan Tuhan dan menjalani karya kerasulan.
Maka penulis berharap para biarawati yang menjalani hidup membiara dapat
terus setia menjalani tiga kaul yang sudah di ucapkan dengan memahami dan
menghayati makna hidup membiara itu sendiri.
2. Perlu adanya sosialisasi mengenai kehidupan membiara dengan awam maupun
dengan penganut agama lain agar kehidupan membiara lebih banyak diketahui
oleh masyarakat dan tidak dianggap sebagai kehidupan yang tertutup.
3. Diharapkan kehidupan membiara terus mengikuti perkembangan zaman yang
ada tanpa mengingkari tiga kaul yang sudah diucapkan guna menjadi contoh
dalam kehidupan dunia yang beriman.
Page 74
63
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos.
Cameli, Louis J. Ed: Ruslani. 2000. Wacana Spiritialitas Timur dan Barat.
Yogyakarta: Qalam.
Connolly, Pater. 2002. Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: LKiS.
Curtis, A. Kenneth. 2007. Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen. Jakarta:
BPK Gunung Mulia.
Darmawan, Yusuf. 2011. Peran Kaum Awam Menangkan Jiwa. Jakarta: Tabloid
Reformasi, Edisi 136 tahun VII. (1-28 Februari 2011).
Dister, Nico Syukur. 2004. Teologi Sistematika. Yogyakarta: Kanisius.
F. D, Wallem. 2003. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Gani, Ramlan A. 2014. Suka Berbahasa Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Press
Group.
Gommers, Sr. Seraphine. 2015. Dan Bersih Itu Bertumbuh. Yogyakarta: Kanisius.
Hardjana, AG, dkk. 1997. Mengikuti Yesus Kristis. Yogyakarta: Kanisius.
Hardjana, Agum M. 2005. Agama dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius.
Hendropuspito, D. 1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gunung Persada Press.
K, Riris dan Toba Sarumpaet. 2010. Pedoman Penelitian Sastra Anak. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Keene, Michael. 2006. Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius.
Kusumawanta, Dominikus Gusti Bagus. 2009. Imam di ambang Batas.
Yogyakarta: Kanisius.
Martasudjita, E. 2000. Berdoa Rosario. Yogyakarta: Kanisius.
Martasudjita, E. 2007. Adorasi Ekaristi. Yogyakarta: Kanisius.
MPR RI. 2016. UUD 1945. Jakarta: Jendral MPR RI.
Page 75
64
O’Collins, Gerald dan Edwars G. Farrugia. 1996. Kamus Teologi. Yogyakarta:
Kanisius.
Poewadarminta. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Prasetya, L. 1999. Panduan Untuk Calon Baptis. Yogyakarta: Kanisius.
Prasetya, L. 2006. Panduan Menjadi Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
Prasetya, L. 2007. Menjadi Katekis. Yogyakarta: Kanisius.
Ramayulis. 2004. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Rauch, Thomas P. 2001. Katolisisme Teologi Bagi Kaum Awam. Yogyakarta:
Kanisius.
Retnowati. 2004. Perempuan-perempuan dalam Alkitab. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Reuther, Rosemary Radford. Ed: Arvind Sharma. Tanpa Tahun. Perempuan
dalam Agama Dunia. Jakarta: Ditpetra Depag RI.
Santoso, Ananda dan A. R. Al-Hanif. Tanpa Tahun. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia. Surabaya: Alumni.
Setiawan, Nur Kholis dan Djaka Soetapa. 2010. Meneliti Kalam Kerukunan.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Soenarto, A, dkk. 2006. Yesus Pokok Anggur. Yogyakarta: Kanisius.
Tanpa Penulis. Tanpa Tahun. Derap Langkah Societas Jesus Maria Joseph
Indonesia. Tanpa Kota dan Penerbit.
Wawancara Pribadi dengan Sr. Anna. Ciputat, 8 Februari 2018.
Wawancara Pribadi dengan Sr. Cathrine. Ciputat, 18 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Sr. Emiliana. Ciputat, 15 Januari 2017.
Wawancara Pribadi dengan Sr. Imeldine. Ciputat, 2 Februari 2018.
Sumber Internet
Amanda, Karla. Tanpa Tahun. Karakteristik dan Dimensi Spiritualitas. Di ambil
dari https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-
spiritualitas/14842/2 (13 July 2018).
Page 76
65
Ingewati, Fifi. Tanpa Tahun. Tahapan-tahapan Menjadi Seorang Biarawati. Di
ambil dari https://www.google.co. id/amp/s/ semakinra.me /2017/01/12
/tahapan-menjadi-biarawati/amp/ (30 Oktober 2017).
JMJ Institute. Tanpa Tahun. Founder Of The Society J.M.J. di ambil dari
http://www.jmjinstituteofnursing.com/founder.html (27 September 2017).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Spiritualitas, di ambil dari
https://kbbi.kemendikbud.go.id/entri/spiritualitas 13 Juli 2018).
Listiati, Ingrid. Tanpa Tahun. Ajaran Maria Sebagai Bunda Allah dan Bunda
Gereja. Di ambil dari http://www.katolisitas.org/apakah-ajaran-maria-
sebagai-bunda-allah-dan-bunda-gereja-ada-dalam-alkitab/ (28 Oktober
2017).
Trinitas. Tanpa Tahun. Sejarah Kongregasi. Diambil dari http://www.
Trinitas.or.id/ (20 Desember 2017).
Trinitas. Tanpa Tahun. Sejarah Kongregasi. Diambil dari http://www.
Trinitas.or.id/ (30 Juli 2017).
Wikipedia. Benedictus dari Nursia. Di ambil dari https://id.m. wikipedia.
org/wiki/benedictus_dari_nursia (27 September 2017).
Wikipedia. William I Duke Of Aquitaine. Diambil dari https://en.m. wikipedia.org
/wiki/william_I,_Duke_of_aquitaine (27 September 2017).
Page 77
66
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian
Page 78
67
Surat Bukti Penelitian dari Biara
Page 79
68
Lampiran 2 : Bukti Wawancara
Page 83
72
Lampiran 3 : Pertanyaan Wawancara
Pedoman Wawancara
Pertanyaan Tentang Biara
1. Bagaimana sejarah terbentuknya tarekat Jesus Maria Joseph dan siapa
pendirinya?
2. Bagaimana proses terbentuknya sejarah dan penggalangan dana untuk
biara Jesus Maria Joseph ciputat dan siapa pendirinya?
3. Apa kedudukan biara Jesus Maria Joseph ini, apakah merupakan pusat
atau cabang? Jika merupakan pusat, mempunyai berapa cabang? Dan jika
merupakan cabang, dimana pusatnya?
4. Apakah biara Jesus Maria Joseph terdaftar di dalam Gereja? Dan dimana
Gerejanya?
5. Apa hubungan biara dengan Gereja?
6. Apa visi misi dari biara Jesus Maria Joseph Ciputat, Tangerang Selatan?
7. Bagaimana struktur kepengurusan biara Jesus Maria Joseph?
8. Apa saja tugas dari masing-masing pengurus?
9. Apa saja program kegiatan yang dilakukan oleh biara Jesus Maria Joesph
ciputat?
10. Apakah biara Jesus Maria Joseph mempunya hubungan kerjasama dengan
lembaga lain? Seperti LSM atau biara lainnya, dan seperti apa bentuk
kerjasamanya?
Page 84
73
Pertanyaan Tentang Biarawati
1. Mengapa anda memutuskan untuk menjadi biarawati dan apa
motivasinya?
2. Kapan anda mulai mengikuti tahapan menjadi biarawati?
3. Apa saja persyaratan untuk menjadi biarawati?
4. Fasilitas apa yang anda dapatkan dari biara maupun Gereja?
5. Apa faktor pendukung dan penghambat anda untuk menjadi biarawati?
6. Perubahan apa yang anda rasakan sebelum dan sesudah menjadi biarawati?
7. Apakah boleh seorang biarawati yang sudah mengucapkan tiga kaul,
kemudian dia mengundurkan diri untuk menjadi biarawati? Jika boleh,
bagaimana proses pengunduran diri menjadi biarawati?
8. Konsekuensi apa saja yang anda hadapi setelah menjadi biarawati dan
bagaimana anda menyikapinya?
9. Bagaimana konsistensi anda setelah menjadi biarawati?
10. Menurut anda apakah kehidupan biarawati masih relevan atau tidak pada
masa modern ini? Mengapa?
Pertanyaan Tentang Kegiatan
1. Apa yang dimaksud dengan meditasi dalam kegiatan di biara dan kapan
dilaksanakannya meditasi pada kegiatan biara?
2. Apa yang dimaksud dengan rekoleksi komunitas dan kapan waktu
dilaksanakannya rekoleksi komunitas tersebut?
3. Apa yang dimaksud dengan pertemuan komunitas dan kapan waktu
pelaksanaannya?
Page 85
74
Lampiran 4 : Hasil wawancara
Identitas Narasumber
Nama Lengkap : Sr. Cathrine
Usia : 61th
Jabatan di biara : Kepala Biara komunitas Jesus Maria Joseph Bintang
Kejora Ciputat Tangerang Selatan
HASIL WAWANCARA
Pertanyaan Tentang Biara
1. Apa itu kongergasi Jesus Maria Joseph? Siapa pendirinya?
Jawaban:
Kongregasi Jesus Maria Joseph (JMJ) adalah senuah lembaga religius
yang didirikan di Belanda. Berkarya di bidang pendidikan, kesehatan dan
sosial Pastoral. Pendiri dari konggergasi Jesus Maria Joseph adalah Patter
Mathias Wolf.
2. Bagaimana sejarah terbentuknya kongregasi Jesus Maria Joseph?
Jawaban:
Kongregasi ini berdiri pada 29 juli 1822 di Amersfoort, Belanda.
Kongregasi ini didirikan karena kepriharinan terhadap keadaan pendidikan
di Belanda yang sama sekali tidak memperhitungkan hak Gereja Katolik.
Pendidikan di Belanda pada zaman itu bernafaskan protestan, sedangkan
anak-anak katolik tidak mendapat kesempatan untuk bersekolah. Selain itu
umat katolik mengalami kemiskinan yang menyebabkan anak-anak
Page 86
75
mereka harus bekerja di pabrik. Untuk keluarga yang mampu, mereka
mengirim anak-anaknya untuk bersekolah di luar Belanda.
Dengan latar belakang keadaan seperti ini, Pater Mathias Wolff kemudian
terdorong untuk mendirikan sebuah kongregasi yang bergerak dibidang
pendidikan, khususnya untuk anak-anak miskin di Belanda pada waktu itu.
Kongregasi ini berkembang dan kemudian diminta untuk berkarya di
Indonesia. Sejak tahun 1868, Pater provincial Jesuit, L.v. Gulick sudah
memohon pada pimpinan kongregasi JMJ di Belanda untuk datang ke
Indonesia dan membuka karya pendidikan di Indonesia. Permohonan ini
belum bisa dipenuhi sehingga setelah beberapa kali diminta datang ke
Indonesia, akhirnya pada 7 juli 1898 missionaris kongregasi JMJ yang
pertama dari Belanda tiba di Batavia (Jakarta) dan kemudian melanjutkan
untuk memulai karyanya di tanah Minahasa, Sulawesi Utara.
3. Bagaimana proses terbentuknya Biara Jesus Maria Joseph di Ciputat
Tangerang Selatan?
Jawaban:
Berawal dari permintaan keuskupan kepada kongergasi Jesus Maria
Joseph untuk mendirikan sekolah yang kemudian disusul dengan
pembangunan biara. Karena pada masa itu di daerah Ciputat Tangerang
Selatan belum ada pendidikan terutama yang mengkhususkan
pembelajaran tentang Katolik.
Page 87
76
4. Bagaimana kedudukan biara Jesus Maria Joseph ini? Apakah merupakan
cabang atau pusat? Jika merupakan pusat mempunyai berapa cabang? Dan
jika merupakan cabang, di mana pusatnya?
Jawaban:
Dalam Gereja Katolik, suatu kongregasi memiliki status dalam Gereja.
Kongregasi JMJ berstatus kepausan. Kongregasi JMJ merupakan lembaga,
dalam kongregasi tidak memiliki cabang tetapi memiliki induk, yaitu di
Belanda.
5. Apa induk biara Jesus Maria Joseph di Ciputat Tangerang Selatan?
Jawaban:
Untuk di Indonesia, biara Ciputat dibawah privinsi Jakarta. Segala
sesuatunya dikomunikasikan dengan pimpinan provinsi yang berada di
provinsialatJMJ di Jalan Malang, Jakarta Pusat. Di Indonesia sekarang
sudah ada tiga provinsi yaitu Provinsi Jakarta, Provinsi Makassar dan
Provinsi Manado. Masing-masing memiliki anggotanya dan dengan
provinsialnya (pemimpinnya) sendiri-sendiri.
6. Bagaimana hubungan biara dengan Gereja?
Jawaban:
Biarawati merupakan bagian dari Gereja karena mereka sudah di
permandikan menjadi seorang Katolik. Oleh karenanya para biarawati
sudah tercatat di Paroki tempat mereka berkarya. Setiap gereja
mengadakan suatu kegiatan, biarawati pun ikut serta membantu dalam
penyelenggaraan tersebut. Biarawati Jesus Maria Joseph Ciputat
Page 88
77
Tangerang Selatan tercatat di Paroki Santo Nikodemus di Rempoa, Ciputat
Timur, Tangerang Selatan.
7. Apa Visi dan Misi serta tujuan dari biara Jesus Maria Joseph Ciputat
Tangerang Selatan?
Jawaban :
Visi : Komunitas JMJ Bintang Kejora Ciputat yang dipersatukan dengan
dan oleh Yesus Kristus, tumbuh bersama dalam semangat persaudaraan
sejati, mencari dan melaksanakan kehendak Allah sehingga menjadi tanda
kehadiran Allah.
Misi: menghayati charisma Societas secara penuh dan otentik dilandasi
dengan semangat kesiap sediaan yang tulus sesuai dengan konsistusi:
1) Membangun keakraban dengan Tuhan dalam hidup doa yang intens
baik pribadi maupun bersama.
2) Menciptakan suasana keterbukaan, jujur dan saling mendengarkan
serta menghargai satu sama lain demi terciptanya persaudaraan sejati.
3) Membangun kebersamaan dalam komunitas dengan kerja keras dalam
semangat kesederhanaan dan cinta kasih.
4) Membina kepekaan, semangat rela berkorban, ugahari, bertanggung
jawab, lepas bebas dan sense of belonging.
5) Membangun semangat solidaritas antar anggota dan dunia, khususnya
perhatian pada yang miskin.
6) Membangun semangat persaudaraan sejati dengan selalu terbuka
menerima tamu.
Page 89
78
Tujuan: mencari dan setia melaksanakan kehendak Allah, selalu memupuk
sikap lepas bebas dan pengosongan diri seperti kristus.
8. Bagaimana stuktur kepengurusan biara susteran Jesus Maria joseph
Ciputat Tangerang Selatan?
Jawaban:
Biara Jesus Maria Joseph Ciputat tidak mengenal struktur kepengurusan.
Yang ada hanya pimpinan, Ekonom dan Anggota.
9. Apa saja tugas dari Pimpinan, Ekonom dan Anggota?
Jawaban:
Adapun tugas dari Pimpinan, Ekonom dan Anggota, sebagai berikut:
Fungsional Tugas
Pimpinan Umum Bertanggung jawab atas seluruh anggota yang ada
di seluruh dunia, Melakukan visitasi ke seluruh
biara yang ada di dunia minimal satu kali dalam
satu periode kepengurusan.
Anggota dewan
pimpinan umum
Membantu pimpinan umum dalam menjalankan
program kerjanya selama satu periode. Anggota
dewan pimpinan umum terdiri dari empat orang
dan berasal dari Negara yang berbeda-beda.
Pimpinan provinsi Melaporkan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
biara baik tingkat provinsi maupun tingkat
komunitas kepada pimpinan umum.
Anggota dewan Membantu seluruh tugas yang dilakukan oleh
Page 90
79
pimpinan provinsi pimpinan provinsi.
Pimpinan komunitas Penanggung jawab penuh dalam komunitas.
Ekonom Ekonom terdapat di komunitas, provinsi dan
ekonom pimpinan umum. Memiliki tugas
mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan
sesuai dengan anggaran para suster hidup bersama.
10. Apa saja program kegiatan yang dilakukan oleh biara susteran Jesus Maria
Joseph Ciputat Tangerang Selatan?
Jawaban:
Dalam kegiatan yang dilakukan oleh seorang suster terbagi menjadi dua,
yaitu tugas utama dan tugas tambahan. Tugas utama adalah tugas yang
diberikan oleh privinsial atau pimpinan provinsi harus dilakukan terlebih
dahulu dibandingkan tugas tambahan. Sedangkan tugas tambahan adalah
tugas yang dilakukan apabila masih ada kesempatan dan diatur oleh kepala
komunitas. Selain itu ada juga kegiatan harian, mingguan dan bulanan
adalah sebagai berikut:
Page 91
80
KEGIATAN KOMUNITAS JMJ
Bintang Kejora Ciputat
I. HARIAN
Pukul Kegiatan
04.00 - 04.30 Bangun Pagi
05.00 - 05.30 Meditasi
06.00 - 15.00 Sarapan – Tugas perutusan masing-masing
12.30 Makan siang (sendiri-sendiri)
18.00 - 18.30 Sembah sujud / Adorasi
18.30 - 19.00 Ibadat sore
19.00 - 19.30 Makan malam bersama
20.00 Ibadat penutup dan rekreasi bersama
22.00 Istirahat - Hening
II. MINGGUAN
Hari & Pukul Kegiatan
Selasa dan kamis
05.30
Misa pagi oleh romo dari paroki
Sabtu
18.00
Doa Rosario
Minggu
18.00
Bacaan Rohani
III. BULANAN
Page 92
81
11. Apakah biara susteran Jesus Maria Joseph mempunyai hubungan
kerjasama dengan lembaga lain?
Jawaban:
Memiliki kerjasama dengan lembaga lain.
HASIL WAWANCARA
Pertanyaan Tentang Biarawati
1. Mengapa anda memutuskan untuk menjadi biarawati dan apa
motivasinya?
Jawaban:
Karena pada saat sebelum menjadi biarawati, tinggal diasrama bersama
suster-suster, kebetulan juga mempunyai kaka sepupu yang menjadi
suster di asrama tersebut. Namun alasan saya ingin menjadi suster
bukan karena kaka sepupu saya, melainkan karena alasan lain, yaitu
pada saat melihat seragam yang dipakai oleh para suster yang
kemudian membuat saya tertarik ingin memakainya juga. Selain itu
Hari & Pukul Kegiatan
Kamis pertama dalam bulan
20.00 - 21.00
Adorasi selama satu jam
Dua bulan sekali
(sesuai program)
Rekolasi komunitas / pengakuan
Dua bulan sekali
(dapat lebih fleksibel)
Pertemuan komunitas
Page 93
82
alasan lain karena pada saat itu saya bertemu dengan seorang suster
yang sangat ramah dan baik hati sehingga saya semakin yakin ingin
menjadi seorang biarawati. Motivasi awal belum sungguh disadari
walaupun dalam test tulis menjawab ingin menyerahkan diri pada
Tuhan dan melayani orang lain, hal tersebut yang membuat semakin
menyadari akan panggilanNya. Semakin ingin hidup untuk orang lain
bukan hanya untuk diri sendiri.
2. Kapan anda mulai mengikuti tahapan menjadi biarawati?
Jawaban:
Pada tanggal 12 april 1975 di Tomohon, Minahasa. Pada waktu itu
kira-kira berumur 18 tahun mengikuti tes menjadi seorang suster.
3. Apa saja persyaratan untuk menjadi biarawati?
Jawaban:
Ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
menjadi biarawati, yaitu: harus beragama katolik, memiliki surat
permandian dari paroki, memiliki bukti penerimaan sakramen: Baptis,
Ekaristik dan Penguatan, Belum pernah menikah (khusus di
kongregasi JMJ), harus ada izin dari orang tua dan pendidikan minimal
lulusan SMA, bisa hidup bersama dengan orang lain, surat keterangan
sehat dari dokter.
4. Fasilitas apa yang anda dapatkan baik dari biara maupun gereja?
Jawaban:
Page 94
83
untuk paroki/ geraja tidak ada tangung jawab untuk memberikan
fasilitas dalam kehidupan membiara karena tanggung jawab kehidupan
biara ditanggung oleh kongergasi. Novis menandatangani surat untuk
menyerahkan apa yang dia punya kepada kongergasi dengan berjanji
untuk tidak menuntut meminta sesuatu apapun kepada kongergasi.
Kalau sakit, kehidupan masa tua hingga kematian, semuanya
ditanggung oleh kongergasi. Gereja atau paroki memberikan dan
bertanggung jawab untuk hidup rohani yaitu perayaan ekaristi.
5. Apa faktor pendukung dan penghambat anda untuk menjadi biarawati?
Jawaban:
Faktor pendukung untuk menjadi biarawati adalah Ibu yang selalu
support keinginan saya dan juga adanya keinginan yang sungguh-
sungguh dari dalam diri sendiri untuk menjadi seorang biarawati.
Sedangkan faktor penghambatnya adalah awalnya tidak mendapat izin
dari bapak karena menurut beliau jarak antara Yogya dan Manado
terlalu jauh, terlebih pada zaman dahulu ketika menjadi biarawati akan
sulit untuk bertemu keluarga selain itu pada masa pembinaan banyak
sekali rintangan yang harus saya hadapi salah satunya yaitu timbulnya
rasa ketertarikan dengan teman (lawan jenis).
6. Perubahan apa yang anda rasakan sebelum dan sesudah menjadi
biarawati?
Jawaban:
Page 95
84
Sebelum saya menjadi seorang biarawati, saya termasuk orang yang
pendiam dan kurang pergaulan. Namun setelah saya menjadi biarawati
perubahan yang saya rasakan dari dalam diri saya adalah menjadi
orang yang mudah bergaul dan menjadi dekan dengan banyak orang
termasuk dengan orang yang berbeda agama dengan saya.
7. Pengalaman spiritual apa yang anda rasakan ketika melayani jemaat
dalam kehidupan membiara?
Jawaban:
Kita tidak boleh beranggapan bahwa diri kita sendiri yang yang hebat
karena sesungguhkan setiap pengalaman yang kita rasakan ada campur
tangan dari Allah. Bagi saya seluruh pengalaman mempunyai nilai
spiritual tetapi pengalaman spiritual yang paling saya rasakan adalah
pada saat retret, karena pada saat itu saya merasakan kedamaian batin
atau keheningan.
8. Apakah boleh seorang biarawati yang sudah mengucapkan tiga kaul
kemudian dia mengundurkan diri untuk menjadi biarawati? Jika boleh,
bagaimana proses pengunduran diri menjadi biarawati?
Jawaban:
Dalam tahapan menjadi biarawati ada yang disebut dengan kaul
sementara dan kaul kekal. Kalau seorang yang sudah kaul sementara
kemudian dia ingin mengundurkan diri, itu bisa dan membuat
permohonan mengundurkan diri kepada provincial.. Tapi kalau
seorang sudah mengucapkan kaul kekal dan kemudian dia ingin
Page 96
85
mengundurkan diri maka dia harus membuat surat permohonan dan ke
pimpinan umum. Langkah-langkah yang harus dilakukan apabila ingin
mengundurkan diri menjadi seorang biarawati yang sudah
mengucapkan kaul kekal adalah sebagai berikut:
Membuat surat permohonan dan izin ke provinsial, dari tingkat
provinsi meneruskan ke pimpinan umum di Belanda kemudian
diteruskan ke Roma dengan harus memiliki alasan yang mendasar dan
bisa diterima oleh Vatikan. Barulah setelah Roma menyetjui
permohonannya, dia bisa keluar menjadi biarawati.
9. Konsekuensi apa saja yang anda hadapi setelah menjadi biarawati dan
bagaimana anda menyikapinya?
Jawaban:
Konsekuensi yang harus saya hadapi setelah menjadi biarawati yaitu
menghayati tiga kaul kemurnian, ketaatan dan kemiskinan yang sudah
saya ikrarkan. Yaitu tidak menikah, bersedia untuk melepaskan yang
bersifat duniawi dan harus bisa untuk hidup bersama. Hidup dengan
bersikap lepas bebas terhadap barang-barang duniawi, tidak terikat
dengan segala hal duniawi.
10. Bagaimana konsistensi anda setelah menjadi biarawati?
Jawaban:
Sudah dihayati dalam diri saya bahwa sampai meninggal ingin menjadi
seorang suster, kemudian jika diizinkan apabila meninggal nanti saya
ingin di dapati sedang tidur dan kemudian memakai seragam suster
Page 97
86
seperti ini. Saya juga menginginkan pada masa tua nanti tidak ingin
menyusahkan banyak orang, oleh sebab itu keinginan menjadi
biarawati sampa akhir hayat nanti karena pada masa tua saya nanti
semua biaya sudah ada yang menanggung yaitu kongregasi.
11. Menurut anda apakah kehidupan biarawati masih relevan atau tidak
pada masa modern ini? Mengapa?
Jawaban:
Dilihat dari perkataan Patter Mathias Wolf selaku pendiri kongregasi
Jesua Maria Joseph yang mengatakan “ kesiapsediaan apostolis yang
selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman” hidup membiara
masih sangat relevan katena kehidupan membiara mengikuti
perkembangan zaman. Ketika saat ini zaman dengan menggunakan
teknologi yang canggih, maka kami pun ikut menggunakan teknologi
tersebut seperti HP. Selain itu tidak jarang suster yang memiliki
facebook seperti kebanyakan orang. Namun sebagai suster kami juga
harus tetap bijak dalam mengikuti perkembangan zaman ini, jangan
sampai terjerumus dan melanggar kebijakan yang ada. Selain itu juga
masih banyak orang yang memiliki keinginan untuk menjadi biarawati,
maka saya katakan masih sangat relevan kehidupan membiara pada
masa modern ini.
Page 98
87
Identitas Narasumber
Nama Lengkap : Sr. Emiliana, JMJ
Usia : 38th
Jabatan di biara : Anggota suster
Jabatan di karya : Kepala Sekolah TK Bintang Kejora
HASIL WAWANCARA
Pertanyaan Tentang Biarawati
1. Mengapa anda memutuskan untuk menjadi biarawati dan apa
motivasinya?
Jawaban:
Karena awalnya memliki ketertarikan terhadap figur para suster untuk
melayani orang kecil. Motivasi awal belum murni, tetapi punya
keinginan untuk menjadi suster ketika melihat para suster melayani
turun ke kampung atau melayani orang kecil, merawat orang sakit dan
kunjungan ke sekolah. Awal mula kelas tiga melihat suster dan
memerankan peran biarawati pada pentas drama. Pada saat SMA
keinginan untuk menjadi biarawati muncul kembali, karena aktif di
organisasi gereja dan bertemu dengan suster JMJ yang kuliah bahasa
inggris di UNIKA daerah Kupang, kemuadian dari situlah saya
menyampaikan niat untuk menjadi seorang biarawati.
2. Kapan anda mulai mengikuti tahapan menjadi biarawati?
Jawaban:
Page 99
88
Mengikuti tahap aspiran di Atambua selama Sembilan bulan pada
Maret 2000, setelah itu ke Makassar untuk menyambung masa aspiran
selama satu setengah tahun pada Juli 2000, meminta waktu tambah
karena merasa belum siap dan ada kendala dengan surat kuasa dari
orang tua. Masa postulan di Tomohon, Manado selama satu tahun pada
Agustus 2002. Masa novisiat di Manado selama dua tahun pada Juli
2003-2005. Mengucapkan kaul sementara pada 28 Juli 2005 dan
mengucapkan kaul kekal pada 28 Juli 2010.
3. Apa saja persyaratan untuk menjadi biarawati?
Jawaban:
Untuk menjadi seorang biarawatitentusaja syarat yang pertama adalah
seorang perempuan katolik, sudah menerima tahapan sakramen, masih
perawan dan minimal sudah selesai sekolah SMA. Namun tidak
menutup kemungkinan bagi yang sudah sarjana maupun yang sudah
bekerja. Dan ada batas umur maksimal sebelum usia 50 tahun.
4. Fasilitas apa yang anda dapatkan baik dari biara maupun gereja?
Jawaban:
Ketika sudah masuk dalam anggota JMJ, kehidupan kita para suster
sudah menjadi tanggungjawab kongregasi seperti: makan, minum,
tempat tinggal, pakaian dan lain sebagainya termasuk perlengkapan
elektronik seperti HP, mulai diperbolehkan menggunakannya setelah
masa pembinaan atau pada masa yuniorat sudah mulai diperbolehkan
Page 100
89
menggunakan HP.sesuai tugas perutusan atau tugas yang di embaninya
yang menuntut harus menggunakan barang tersebut, misalnya HP.
5. Apa faktor pendukung dan penghambat anda untuk menjadi biarawati?
Jawaban:
Faktor pendukung tentunya datang dari keluarga terutama kakak saya
dan lingkungan sekitar. Faktor penghambat juga datang dari keluarga,
yaitu orang tua. Kedua orang tua baru menerima saya menjadi seorang
biarawatidi tahun 2010 setelah saya mengucapkan kaul kekal. Pada
awalnya orang tua menentang dan tidak menerima tetapi saya
menyampaikan niatke kakak saya dan dia mengizinkan saya untuk
melalui tahapan aspiran. Setelah melewati masa aspiran, saya meminta
izin orangtua kembali tetapi belum diizinkan juga dan kakak saya
menyuruh untuk pergi ke Makassar melanjutkan masa aspiran. Setelah
selesai masa aspiran, ada test untuk memasuki masa postulant dan
meminta surat rekomendasi dari gereja dan orang tua, tetapi orang tua
belum memberikan surat rekomendasi tersebut. Akhirnya saya
mendapat surat rekomendasi dari kakak saya yang mengatasnamakan
bapak saya. Setelah diterima oleh pimpinan, dan setelah berkaul kekal
barulah orang tua bisa menerima saya menjadi seorang biarawati.
6. Perubahan apa yang anda rasakan sebelum dan sesudah menjadi
biarawati?
Jawaban:
Page 101
90
Sebelum menjadi seorang biarawati, ada perasaan egois,
mementingkan diri sendiri dan masih menjadi seorang perempuan
biasa sama dengan yang lain. Tetapi sesudah menjadi biarawati sudah
bisa mengatur diri untuk tidak hanya mementingkan kepentingan
pribadi saja tetapi juga kepentingan yang lain. Terlebih merasa
menjadi seorang yangterpanggil untuk hidup secara khusus, menjadi
seorang biarawati dengan segala konsekuensi hidup.
7. Pengalaman spiritual apa yang anda rasakan ketika melayani jemaat
dalam kehidupan membiara?
Jawaban:
Pengalaman membahagiakan, karena hidup saya dan seluruh pekerjaan
saya dapat dirasakan oleh sesama dan semata-mata hanya demi
kemuliaan Tuhan.
8. Apakah boleh seorang biarawati yang sudah mengucapkan tiga kaul
kemudian dia mengundurkan diri untuk menjadi biarawati? Jika boleh,
bagaimana proses pengunduran diri menjadi biarawati?
Jawaban:
Untuk mengundurkan diri menjadi seorang biarawati tergantung
pribadi karena kita tidak tahu bagaimana kedepannya. Pernah punya
rasa untuk mengundurkan diri karena merasakan perbedaan antara
hidup diluardan di Biara. Tapi kembali lagi pada diri sendiri bahwa
Tuhan pasti memberikan kekuatan untuk tetap berada di jalannya,
memperbaharui diri dengan berdoa dan retret pribadi maupun bersama,
Page 102
91
mencarai waktu untuk refreshing sehingga tidak ada lagi perasaan
seperti itu. Tahapan mengundurkan diri menjadi biarawati apabila
masih pada masa yuniorat masih mudah karena hanya membuat surat
pengunduran diri ke impinan societas dan waktunya lebih cepat. Tetapi
jika sudah mengucapkan kaul kekal harus membuat surat pengunduran
diri yang disampaikan pada kepausan dan waktunya lumayan lama.
Pada saat sudah mengucapkan kaul kekal dan ingin mengundurkan diri
prosesnya lumayan lama kerena apabila sudah mengucapkan kaul
kekal berarti sudah mengikat dengan Tuhan seumur hidup. Dan ketika
kita sudah keluar, seluruh atribut harus diserahkan kembali sesuai
dengan tatacara secara interen.
9. Konsekuensi apa saja yang anda hadapi setelah menjadi biarawati dan
bagaimana anda menyikapinya?
Jawaban:
Konsekuensinya adalah harus setia pada panggilan, mampu untuk mati
raga, mampu untuk memilih hal-hal yang baik dan buruk agar tidak
terjerumus pada perbuatan yang tidak semestinya. Mampu menerima
diri sendiri dan mampu hidup bersama dengan teman sebiara atau
sekomunitas, menyadari bahwa proses untuk menjadi biarawati butuh
perjuangan.
10. Bagaimana konsistensi anda setelah menjadi biarawati?
Jawaban:
Page 103
92
Terus memotivasi diri dan berpegang teguh pada prinsip dan tetap setia
pada panggilan.
11. Menurut anda apakah kehidupan biarawati masih relevan atau tidak
pada masa modern ini? Mengapa?
Jawaban:
Kehidupan membiara pada masa kini dan juga masa yang akan datang,
masih tetap relevan. Karena menjadi seorang biarawati, dalam societas
atau tarekat apapun selalu bisa menyesuaikan diri dengan
perkembangan atau perubahan zaman. Terutama menyikapi setiap
kemajuan, termasuk perkembangan teknologi. Karena dengan
mengikuti perkembangan zaman, karya kerasulan tetap berkembang
dengan baik. Alasan lain bahwa dengan tidak menikah seumur hidup
kami dengan bebas dan terbuka untuk melayani sesame tanpa
hambatan. Lewat karya kerasulan yang dipercaya kepada societas atau
tarekat seperti pendidikan, kesehatan dan sosial.
Page 104
93
Identitas Narasumber
Nama Lengkap : Sr. Anna, JMJ
Usia : 55th
Jabatan di biara : Anggota suster
Jabatan di karya : Kepala Sekolah SD Bintang Kejora
HASIL WAWANCARA
Pertanyaan Tentang Biarawati
12. Mengapa anda memutuskan untuk menjadi biarawati dan apa
motivasinya?
Jawaban:
Memutuskan untuk menjadi biarawati awalnya dari penampilan
lahiriah beberapa suster yang datang ke kampung, melihat dari cara
mereka: rapih, sederhana dalam berpakaian, serta ramah dan sopan
dalam berbicara dan pergaulan.
Sebenarnya tumbuhnya panggilan batin untuk menjadi biarawati dari
saya duduk dibangku SD. Waktu itu saya senang membaca buku-buku
cerita tentang para santa dan santo yang hidupnya hanya untuk Tuhan,
rela mengorbankan harta miliknya, meninggalkan status sosialnya,
sampai menyerahkan nyawa demi iman dari Allah. Sehingga tumbuh
niat menjadi biarawati yakni ingin membaktikan diri hanya untuk
Tuhan seperti contoh dari para santo dan santa itu.
13. Kapan anda mulai mengikuti tahapan menjadi biarawati?
Jawaban:
Page 105
94
Pada tahun 1982-1983 mengikuti masa aspiran di Tomohon, Sulawesi
Utara, pada Juli 1983 sampai Juli 1984 mengikuti masa postulat di
Tomohon, Sulawesi Utara. Pada tahun Juli 1984 sampai Juli 1986
mengikuti masa Novisiat di Tomohon, Sulawesi Utara. Mengucapkan
kaul pertama pada tahun 1987 dan mengucap kaul kekal pada
25Agustus 1990. Dalam konstitusi kongregasi suster-suster JMJ
seorang suster yunior (yang berkaul pertama) dipandang layak
mengikrarkan kaul kekal (kaul seumur hidup) setelah 3 tahun masa
yuniornya. Dan batas maksimum 7 tahun masa yunior. Batas
maksimum ini ditentukan oleh kitab hukum kanonik (kitab hukum
gereja). Batas maksimum merupakan batas dispensasi bagi para suster
yunior yang mendapat tugas perutusan study atau dalam masalah
khusus lainnya.
14. Apa saja persyaratan untuk menjadi biarawati?
Jawaban:
Persyaratan untuk menjadi seorang biarawati yaitu seorang gadis yang
belum menikah, seorang katolik yang sudah dibaptis minimal 5 tahun,
sudah menerima sakramen Baptis, Ekaristi dan Krisma, minimal lulus
SMA sederajat, sehat jasmani dan rohani, serta mendapat surat
rekomendasi dari pastor paroki dan orangtua. Sehat jasmani dibuktikan
dengan surat kesehatan dari dokter. Sehat rohani (psikis) dengan
psychotest. Test ini dilakukan oleh dokter dari psikiater yang ditunjuk
oleh kongregasi untuk keakuratannya.
Page 106
95
15. Fasilitas apa yang anda dapatkan baik dari biara maupun gereja?
Jawaban:
Fasilitas yang di dapat yaitu makan dan minum yang sudah disediakan,
tempat tinggal milik kongregasi, kendaraan (milik kongregasi) yang
dipakai untuk karya perutusan, HP dan laptop dari anggaran pribadi
suster (setiap suster menyusun anggaran untuk kebutuhan pribadi
setiap tahun) dibutuhkan demi kebutuhan pekerjaan.
16. Apa faktor pendukung dan penghambat anda untuk menjadi biarawati?
Jawaban:
Faktor pendukung utama adalah:
a. Doa-doa pribadi, meditasi dan renungan dari kitab suci. Semua ini
menjadi kekuatan dan keteguhan dalam memahami kehendak
Tuhan serta menjadi kekuatan dan keteguhan dalam menghadapi
arus negarif dari dunia hedonisme, matrealisme dan pragmatisme.
b. Selain doa dan meditasi, pendukung lainnya adalah kelurga
(terutama orangtua). Sekalipun awalnya tidak disetuji namun
akhirnya disetujui karena melihat keseriusan saya.
c. Komunitas biara yang memberi dukungan dan semangat. Terlebih
ketika menghadapi kesulitan dalam pekerjaan dan hidup.
Faktor penghambat (lebih tepat tantangan):
Page 107
96
a. Hidup real dimana saya hidup dalam arus zaman dan efek negative
dari hedonisme, materialisme dan pragmatisme yang berlawanan
dengan 3 janji yang diikrarkan: kaul ketaatan, kaul kemiskinan dan
kaul kemurnian.
b. Komunitas. Selain menjadi faktor pendukung, komunitas juga
menjadi faktor penghambat. Artinya saya harus berjuang
mengingkari diri agar dapat menyesuaikan diri, bersikap sopan,
menghormati dan menghargai rekan-rekan komunitas yang berasal
dari beraneka ragam suku dan budaya, beraneka ragam kelurga
yang tentunya mempunyai watak, karakter dan rasa yang berbeda-
beda.
17. Perubahan apa yang anda rasakan sebelum dan sesudah menjadi
biarawati?
Jawaban:
Karena saya anak pertama jadi suka memerintah, segala keinginan
harus dituruti dan memiliki sikap ingin menang sendiri. Tetapi setelah
menjadi biarawati saya seperti menjadi manusia baru, terlatih
mendewasakan diri, belajar untuk mengendalikan diri terutama yang
datang dari dalam diri sendiri seperti hawa nafsu, marah, ingin
mengumpulkan harta (ini melawan kaul kemiskinan).
18. Pengalaman spiritual apa yang anda rasakan ketika melayani jemaat
dalam kehidupan membiara?
Jawaban:
Page 108
97
Pengalaman spiritual: bahagia karena bisa menolong orang lain dan
berbagi dengan orang lain. Sekalipun demikian, membantu orang lain
sering mengalami kendala pertama dari diri sendiri dan kedua dari
masyarakat. Dari diri sendiri misalnya:kecewa karena tidak diikuti ide
atau keinginan, takut karena lingkungan yang berbeda-beda. Dari
masyarakat : menolak kehadiran karena berbeda dengan situasi dan
kondisi serta iman kepercayaan masyarakat setempat. Spiritualitas
kesiapsediaan apostolis bagi jiwa-jiwa mendorong untuk siap sedia
melayani Tuhan dalam diri sesame. Sehingga dengan spiritualitas ini
saya mampu mengatasi rasa kecewa, rasa takut dan penolakan.
19. Apakah boleh seorang biarawati yang sudah mengucapkan tiga kaul
kemudian dia mengundurkan diri untuk menjadi biarawati? Jika boleh,
bagaimana proses pengunduran diri menjadi biarawati?
Jawaban:
Masa Yuniorat: Mengundurkan diri bila yang bersangkutan merasa
tidak mampu menghayati dan menjalankan 3 kaul. Di keluarkan bila
para Pembina dan pemimpin melihat yang bersangkutan tidak bisa
menghayati dan menjalankan 3 kaul. Observasi dilakukan sejak masa
postulat (sebagai postulant) sampai masa yuniorat (sebagai suster
yunior).
Setelah berkaul devinitifatau berkaul kekal: Dikeluarkan setelah
berkaul kekal jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran dalam
penghayatan 3 kaul.
Page 109
98
Prosedur: Kalau mengundurkan diri pada masa yuniorat atau masih
mengucapkan kaul sementara pembebasan diberikan oleh provinsial.
Sebelumnya yang bersangkutan mengirim surat pengunduran diri
kepada Provinsial.
Tetapi bila sudah mengucapkan kaul kekal, pembebasan di berikan
oleh vatikan. Yang bersangkutan menyurat kepada pimpinan umum
dan pimpinan umum meminta Leilisasi (menjadi awam) kepada
kongregasi Suci Vatikan. Jika sudah mendapat surat pembebasan
(menjadi awam) maka yang bersangkutan akan diantar pulang ke
rumah orang tua atau saudara kandung (jika orang tua sudah
meninggal) oleh pimpinan kongregasi.
20. Konsekuensi apa saja yang anda hadapi setelah menjadi biarawati dan
bagaimana anda menyikapinya?
Jawaban:
Konsekuensi setia pada tiga kaul yang di ucapkan dan berani atau
bersedia menanggung segala resiko dan akibat dari tiga janji yang
diucapkan (ketaatan, kemiskinan dan keperawanan). Taat pada Tuhan
yang diekspresikan taat pada pimpinan komunitas dan kongregasi yang
dijalani dengan sepenuh hati.
Menjalani kemiskinan dengan memelihara fasilitas yang ada hanya
untuk pelayanan pada Tuhan.
Menghayati keperawanan dengan tidak menikah atau tindakan dalam
relasi yang menjurus pada pernikahan.
Page 110
99
21. Bagaimana konsistensi anda setelah menjadi biarawati?
Jawaban:
Apa yang sudah dijanjikan harus dihayati dan dilakukan dalam hidup
sehari-hari. Penghayatan hidup diarahkan dan berfokus pada pelayanan
bagi Tuhandalam diri sesama manusia tanpa memandang golongan,
agama dan ras.
22. Menurut anda apakah kehidupan biarawati masih relevan atau tidak
pada masa modern ini? Mengapa?
Jawaban:
Masih relevan, alasannya:
1. Member kesaksian tentang kesetiaan pada janji yang diucapkan
dihadapan Tuhan. dimana pada zaman ini banyak orang dan
keluarga-keluarga merasa bahwa “selingkuh adalah hal yang sudah
biasa dan perceraian dalam keluarga semakin marak”
2. Member kesaksian bahwa kebahagiaan tidak di tentukan oleh
materi. Kehidupan kami dengan uang dan fasilitas yang terbatas
tetap membuat kami selalu bahagia.
3. Hidup bersama dalam keberagaman suku, budaya dan latar
belakang keluarga membuat kami mampu saling menghargai,
saling menghormati dan hidup rukun serta saling melengkapi.
Dengan keberagaman kami dalam komunitas kami mampu
memberi kesaksian pada masyarakat (terutama Indonesia) bahwa
Page 111
100
keberagaman bukan halangan untuk menjadi bahagia dan saling
mendukung.
HASIL WAWANCARA
Pertanyaan tentang kegiatan
1. Apa yang dimaksud dengan meditasi dalam kegiatan di biara dan kapan
dilakukannya meditasi pada kegiatan biara?
Jawaban:
Meditasi adalah cara berdoa dengan masuk dalam suasana hening/diam.
Meditasi dilakukan setengah jam sampai satu jam. Dalam suasana hening
atau diam; dengan di inspirasikan oleh bacaan suci dari Kitab Suci
(Alkitab). Dengan meditasi kami mencari dan menemukan “apa yang
Tuhan inginkan dari saya untuk saya kerjakan hari ini demi sesama, demi
kabar gembira atau sukacita, demi terwujudnya suasana damai di
lingkungan kerja, di komunitas dan siapa saja saya jumpai hari ini”.
Bacaan Kitab Suci (Alkitab) di sesuaikan dengan kalender Liturgi.
Kalender Liturgi berisikan bacaan-bacaan Kitab Suci yang di susun oleh
gereja Katolik universal. Bacaan-bacaan Kitab Suci itu di susun mengikuti
alur sejarah keselamatan bagi manusia dari Allah
Meditasi dilakukansetiap hari. Biasanya di lakukan pada pagi hari sebelum
ibadat pagi.
2. Apa yang dimaksud dengan rekoleksi komunitas dan kapan dilakukannya
rekoleksi komunitas?
Jawaban:
Page 112
101
Rekoleksi komunitas berasal dari kata Re yang berarti kembali dan koleksi
yang berarti pengumpulan. Jadi rekoleksi adalah pengumpulan kembali
pengalaman hidup bersama Allah yang di refleksikan bagaimana sayatelah
melakukan perintah Allah dalam hidup bersama-sama.
Tujuan rekoleksi adalah untuk memperbaharui relasi dengan Tuhan agar
semakin dekat dengan DIA; agar hidup lebih bermakna bagi Tuhan dan
sesama. Rekoleksi komunitas ini dilakukan bersama di biara. Biasanya ada
tema tertentu agar terarah dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
rekoleksi komunitas. Schedule rekoleksi, yaitu pembukaan pada malam
hari setelah doa completorium (doa menutup hari) di sambung sampai
besok hari, kegiatan inti hening di isi dengan meditasi dan komprensi
rohani dari pembimbing rohani (oleh pastor atau suster) dan penutupan
rekoleksi dengan menerima sakramen Tobat atau perayaan Ekaristi (jika
ada pastor) atau ibadat siang.
3. Apa yang dimaksud dengan pertemuan komunitas dan kapan waktu
pertemuan komunitas ini?
Jawaban:
Pertemuan komunitas adalah pertemuan para suster dalam komunitas
tempat tinggalnya.
Materi pertemuan biasanya mengevaluasi program hidup misalnya
evaluasi hidup doa pribadi bersama, evaluasi karya kerasulan, evaluasi
hidup berkomunitas, evaluasi hidup berkaul.
Page 113
102
Tujuannya yaitu untuk meningkatkan dan mengembangkan hidup daln
relasi dengan Tuhan (melalui doa-doa), relasi kekeluargaan dalam
komunitas, hidup religius (dalam menghayati Tri kaul), meningkatkan
pelayanan kepada sesama dalam karya kerasulan.
Page 114
103
Identitas Narasumber
Nama Lengkap : Sr. Imeldine Rumengan JMJ, S.Pd
Usia : 46th
Jabatan di biara : Anggota suster
Jabatan di karya : Kepala Sekolah SMP Bintang Kejora
HASIL WAWANCARA
Pertanyaan Tentang Biarawati
1. Mengapa anda memutuskan untuk menjadi biarawati dan apa
motivasinya?
Jawaban:
Awalnya karena melihat suster datang ke kampong dan melihat
kegiatan mereka, sehingga penasaran dan memiliki niat untuk menjadi
seorang suster. Kemudian mencoba untuk mendekati seorang suster
untuk menyampaikan niat dan diarahkan untuk melihat situasi dan
kondisi kehidupan di biara. Sampai akhirnya setelah lulus SMA
barulah melanjutkan niat untuk menjadi seorang suster.
2. Kapan anda mulai mengikuti tahapan menjadi biarawati?
Jawaban:
Pada tahun 1992 mengikuti masa aspiran, tahun 1992-1993 mengikuti
masa postulant, masuk novisiat pada tahun 1993-1995, masa yuniorat
tahun 1995-2000 pada tahun 1997-2000 melakukan study di yogya dan
mengucapkan kaul kekal pada tahun 2000.
3. Apa saja persyaratan untuk menjadi biarawati?
Page 115
104
Jawaban:
Syarat untuk menjadi biarawati yaituminimal berumur 18 tahun dan
sudah lulus SMA, seorang perempuan katolik dan siap untuk hidup
bersama.
4. Fasilitas apa yang anda dapatkan baik dari biara maupun gereja?
Jawaban:
Seragam, atribut seperti cincin dan salib tentu saja dapat setelah masa
pembinaan dan pada saat mengucapkan kaul sementara, cincin ada di
tangan kiri. Setelah mengucapkan kaul kekal, cincin berada di tangan
kanan.
5. Apa faktor pendukung dan penghambat anda untuk menjadi biarawati?
Jawaban:
Faktor pendukung tentu saja dari keluarga, saudara, teman dan sahabat.
Bagi saya tidak ada faktor penghambat, tetapi adanya berupa tantangan
yang mana itu semua datang dari dalam diri sendiri dan dari luar.
6. Perubahan apa yang anda rasakan sebelum dan sesudah menjadi
biarawati?
Jawaban:
Sebelum menjadi seorang suster terkadang apa yang diinginkan harus
dipenuhi, kalau tidak terpenuhi bisamarah, merasa kesal dan jengkel.
Tetapi setelah menjalani hidup sebagai seorang suster semua itubisa
berubah. Lebih mengerti dan menerima situasiserta kondisi yang ada,
Page 116
105
karena hidup menjadi seorang suster tidak sendirian, tetapi hidup
bersama dan harus bisa menyesuaikan diri.
7. Pengalaman spiritual apa yang anda rasakan ketika melayani sesama
dalam kehidupan membiara?
Jawaban:
Bisa melayani tanpa pamrih dan tanpa membeda-bedakan. Saya pernah
berdoa untuk menyembuhkan orang sakit dan saya alami sendiri
sampai benar-benar sembuh dari sakitnya. Kemudian menolong orang
miskin misalnya ada yang ingin bersekolah namun terkendala dengan
biaya, disitu kami bisa menerimanya di sekolah bintang kejora ini.
8. Apakah boleh seorang biarawati yang sudah mengucapkan tiga kaul
kemudian dia mengundurkan diri untuk menjadi biarawati? Jika boleh,
bagaimana proses pengunduran diri menjadi biarawati?
Jawaban:
Menurut saya kata boleh itu tidak pas untuk menjawab boleh atau
tidaknya seorang suster mengundurkan diri. Tetapi sebenarnya untuk
mengundurkan diri atau tidak itu semua tergantung diri pribadi
masing-masing, tetapi harus diingat bahwa kita sudah mempunyai
perjanjian dengan Tuhan, tapi apabila memang betul-betul ingin keluar
itu memerlukan proses yang panjang. Kita harus bicarakan terlebih
dahulu kepada pimpinan komunitas setelah itu membuat
susatpernyataan dimana ada hitam diatas putih sebagai bukti bahwa
memang benartelah mengundurkan diri. Tapibiasanya dari pimpinan
Page 117
106
memberikan kesematan untuk berfikir kembali apakah sudah yakin
atau belum dengan keputusannya, jangan sampai mempunyai
keputusan tersebut dalam kondisi sedang emosi atau tidak stabil.
Biasanya disuruh untuk berdoa, menyerahkan kembali pada Tuhan.
Apabila sudah yakin maka diberikan kebebasan pada diri pribadi
masing-masing untuk maju atau mundur menjadi seorang suster.
9. Konsekuensi apa saja yang anda hadapi setelah menjadi biarawati dan
bagaimana anda menyikapinya?
Jawaban:
Harus bisa hidup bersama dengan para suster yang lain, bisa
mengendalikan diri memilih yang baik dan buruk serta tidak bisa
menikah.
10. Bagaimana konsistensi anda setelah menjadi biarawati?
Jawaban:
Tetap menjalaninya sesuai hati nurani sendiri, tidak ada paksaan dari
pihak manapun dan terus berdoa pada Tuhan.
11. Menurut anda apakah kehidupan biarawati masih relevan atau tidak
pada masa modern ini? Mengapa?
Jawaban:
Masih relevan karena sampai saat ini masih ada para suster untuk
melayani dan berkarya demi kemuliaan Tuhan dan kehidupannya,
sesuai dengan konstitusi kongregasi dan semangat pendiri Pater
Page 118
107
Mathias Wolff S.J bahwa harus terus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan zaman.
Page 125
114
Foto13 : Gerbang Masuk Sekolah Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan
Foto14 : Gedung Sekolah TK Bintang Kejora Ciputat, TangerangSelatan
Page 126
115
Foto 15 : Gedung Sekolah SD Bintang Kejora Ciputat, Tangerang Selatan.
Foto 16 : Gedung Sekolah SMP Bintang Kejora Ciputat Tangerang Selatan.