SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DAN MARIA SEBAGAI SUMBER PELAYANAN SUSTER - SUSTER FCJM DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh : Lamria Gultom NIM : 061124036 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
182
Embed
SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DAN MARIA ...yang membutuhkannya secara khusus bagi anak yatim-piatu, miskin dan terlantar. Para Suster FCJM di Indonesia diharapkan menjadi saksi dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DAN MARIA
SEBAGAI SUMBER PELAYANAN
SUSTER - SUSTER FCJM
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Lamria Gultom
NIM : 061124036
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
i
SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DAN MARIA
SEBAGAI SUMBER PELAYANAN
SUSTER - SUSTER FCJM
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Lamria Gultom
NIM : 061124036
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Kongregasi
Suster-Suster Fransiskan Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria
di Indonesia
v
MOTTO
”Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;
carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
Karena setiap orang yang meminta, menerima
dan setiap orang yang mencari, mendapat
dan setiap orang yang mengetok,
baginya pintu akan dibukakan”.
(Mat 7:7-8)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
membuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Desember 2010
Penulis,
Lamria Gultom
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta:
Nama : Lamria Gultom
NIM : 061124036
Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul SPIRITUALITAS
HATI KUDUS YESUS DAN MARIASEBAGAI SUMBER PELAYANAN
SUSTER - SUSTER FCJM DI INDONESIA beserta perangkat yang
diperlukan. Dengan demikian saya memberikan hak kepada Universitas Sanata
Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain demi
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan
royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 6 Desember 2010
Hormat saya,
Lamria Gultom
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DAN MARIA SEBAGAI SUMBER PELAYANAN SUSTER-SUSTER FCJM DI INDONESIA. Penulis memilih judul ini dengan harapan agar para Suster FCJM semakin memahami dan mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanan mereka, dengan demikian nilai-nilai Hati Kudus Yesus dan Maria dapat dihayati dalam melaksanakan pelayanannya dengan semangat yang berkobar-kobar, taat terhadap Pimpinan Kongregasi atau sesama suster dan memiliki semangat juang yang tinggi demi pelayanan yang penuh kasih terutama bagi yatim-piatu, miskin dan terlantar. Hati Kudus Yesus, penuh cinta kepada semua orang, merupakan ungkapan ketaatan Yesus sebagai utusan Bapa, Dia rela menanggung sengsara dan wafat di kayu salib. Pada waktu lambung-Nya ditikam, hati-Nya mengalirkan darah dan air. Lambung Yesus yang ditikam menyatakan kasih-Nya yang luar biasa kepada umat manusia. Di dalam lambung Yesus yang tertikam oleh tombak, terdapat Hati-Nya yang penuh cinta bagi umat manusia. Hati Yesus yang tertikam oleh tombak dosa manusia, menjadi tanda kasih yang begitu besar dan terus-menerus berkobar demi cinta-Nya kepada umat manusia. Maria adalah murid yang paling setia mengikuti Yesus, dengan iman yang teguh ia berdiri di bawah kaki salib-Nya. Maria setia dan penuh iman mengikuti Putranya. Maria menerima penyaliban Yesus sebagai kenyataan hidup satu-satunya, yakni jalan penebusan demi kasih-Nya yang setuntas-tuntasnya kepada umat manusia. Para Suster FCJM menimba semangat dan kekuatan dari Hati Kudus Yesus dan Maria, serta menghormatinya secara khusus melalui doa Sembah Sujud di hadapan Sakramen Mahakudus secara terus menerus. Mereka berusaha membentuk hatinya menyerupai Hati Kudus Yesus dan Maria, sehingga mereka menjadi sumber berkat dalam setiap pelayanannya yang penuh dengan kasih. Untuk membantu para Suster FCJM, agar semakin memahami dan mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanannya, maka penulis menawarkan katekese dengan model Pengalaman Hidup. Melalui katekese ini para Suster dapat merefleksikan dan membagikan pengalaman imannya dalam menghayati Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria, sehingga nilai-nilai Hati Kudus Yesus dan Maria dapat terwujud dalam setiap pelayanannya dan mereka dapat saling menyemangati serta semakin termotivasi dalam mewujudkan pelayanan yang penuh kasih bagi semua orang yang membutuhkannya secara khusus bagi anak yatim-piatu, miskin dan terlantar. Para Suster FCJM di Indonesia diharapkan menjadi saksi dan saluran kasih dari Hati Kudus Yesus dan Maria dalam setiap pelayanan yang telah dipercayakan oleh Kongregasi kepada masing-masing suster.
ix
ABSTRACT
This undergraduate thesis is entitled “THE SPIRITUALITY OF THE SACRED HEART OF JESUS AND MARY AS THE SOURCE OF THE MINISTRY SPIRIT FOR FCJM NUNS IN INDONESIA”. This title has been chosen with the hope that FCJM nuns better understand and deepen their knowledge on the spirituality of the Sacred Heart of Jesus and Mary as the source of their ministry spirit. Hence, the virtues and the Sacred Heart of Jesus and May can be internalized in performing their ministry service so that they will perform their service with strong spirit and full obedience to their Congregation leader or fellows sisters and that they will posses high struggling spirit in their loving service, particularly for the orphans, the poor, and the neglected. The Sacred Heart of Jesus, full of love for all people, is an expression of Jesus’ obedience as God the Father’s messenger. He has been willing to voluntarily suffer and die on the cross. When his chest was pierced, blood and water flowed from his Heart. Jesus’ pierced chest expresses His extraordinary love for humankind. In Jesus’ pierced chest was His heart, which is full of love for humankind. Jesus’ heart, which has been pierced with the spear of human sins, is the sign of his immeasurable, continuously burning love for humankind. Mary is Jesus’ most loyal disciple, who with her strong faith stood at the bottom of His cross. Mary has been loyal and faithful in following her son. Mary has accepted the crucifixion of Jesus as the only life reality, namely as the way of human redemption for the sake of His absolute limitless love for humankind. FCJM nuns acquire their spirit and strength from the Sacred Heart of Jesus and Mary, and worship them specifically through their continual Worship Prayer in front the sacrament of the Holy Eucharist. They seek to form their hearts to resemble Jesus’ and Mary’s hearts so that they can serve as the sources of blessings in their loving ministry service. To help FCJM nuns better understand and deepen their knowledge on the spirituality of the Sacred Heart of Jesus and May as the source of their ministry service, the present researcher offers catechesis with a Life Experience model. Through this catechesis the nuns can reflect and share their faith experience in internalizing the spirituality of the Sacred Heart of Jesus and Mary so that the virtues of the Sacred Heart of Jesus and Mary can be manifested in any of their ministry service, that they can encourage one another, and that they can be more motivated in performing their loving service for the needy, particularly the orphans, the poor and the neglected. FCJM nuns in Indonesia are expected to be the witnesses and the channels of the love of the Sacred Heart of Jesus and Mary in any service that have been entrusted by their congregation to every individual nun.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena kasih-Nya penulis dapat
meyelesaikan skripsi yang berjudul SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS
DAN MARIA SEBAGAI SUMBER PELAYANAN SUSTER-SUSTER FCJM
DI INDONESIA.
Penulis Skripsi ini mengamati dan mengalami bahwa Kongregasi FCJM
kurang menghayati spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber
pelayanannya. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini bertujuan untuk membantu
para Suster FCJM di Indonesia memahami dan mendalami Spiritualitas Hati
Kudus Yesus dan Maria, agar nilai-nilai Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria
semakin dihayati dalam tugas pelayanannya dengan menggunakan katekese model
Pengalaman Hidup.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan
tulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. J. Darminta, S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah
mendampingi penulis dengan penuh kesabaran, membimbing dengan penuh
perhatian dan memberikan masukan-masukan serta kritikan-kritikan yang
memotivasi penulis untuk menyusun skripsi ini hingga selesai.
2. Drs. L. Bambang Hendarto Y.,M. Hum., selaku dosen wali dan dosen penguji
II yang terus-menerus mendampingi penulis selama perkuliahan sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
3. Bapak Y. Kristianto, SFK., M. Pd, selaku dosen penguji III yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari seluruh isi skripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan
Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta, yang telah mendidik, membantu dan mendukung penulis selama
belajar hingga selesainya penulisan skripsi ini.
xi
5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh
karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini.
6. Propinsial FCJM beserta Dewannya, yang telah memberi perhatian kepada
penulis berupa materi dan spiritual, memberi waktu dan kesempatan bagi
penulis untuk belajar hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. Pastor Salvador Peruquia, SX, yang telah bersedia membaca dengan teliti
mulai awal penulisan skripsi ini, memberi saran dan komentar yang sangat
berguna dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini serta memberikan
dukungan dan perhatian selama penulis menjalani perkuliahan.
8. Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2006 yang senantiasa memberi
semangat dan perhatian selama penulis belajar dan menyelesaikan skripsi ini.
9. Para Suster anggota Komunitas FCJM Yoyakarta yang telah mendukung dan
memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
10. Ibu dan saudara-saudari yang selalu memberi perhatian dan dukungan berupa
doa-doa selama penulis menempuh studi di Yogyakarta sampai berakhirnya
penulisan skripsi ini.
11. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah dengan
tulus membantu penulis hingga berakhirnya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan pengetahuan, hingga penulisan skripsi
ini masih jauh dari sempurna. Oleh kerena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
MOTTO ............................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................. vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 4
D. Manfaat Penulisan ............................................................................ 5
E. Metode penulisan ............................................................................. 5
F. Sistimatika Penulisan ....................................................................... 6
BAB II. SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS ......................................... 8
A. Pengertian Spiritualitas .................................................................... 8
B. Hati Kudus Yesus ............................................................................. 11
C. Timbulnya dan Perkembangan Devosi Hati Kudus Yesus .............. 17
Berdasarkan kenyataan pada zaman ini, perkembangan hidup membiara
mengalami kemajuan. Hal itu dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi kuantitas
biarawan-biarawati dan perkembangan karya. Pertama, dari segi kuantitas jelas
bahwa jumlah anggota biarawan-biarawati semakin banyak. Kedua, dari segi
perkembangan karya juga ditemukan bahwa ada banyak karya misioner yang
ditangani dan dikembangkan oleh para biarawan-biarawati; misalnya karya di
bidang pendidikan, kesehatan, rumah tangga, sosial, dan karya pastoral.
Melihat kenyataan di atas, pertanyaannya adalah bagaimana dengan situasi
dan kondisi Kongregasi Suster-suster FCJM dilihat dari dua segi itu? Kalau dilihat
dari dua segi tersebut, ditemukan ada kesamaan. Berdasarkan daftar anggota
Kongregasi FCJM seluruh Indonesia, jumlah anggota yang masuk Kongregasi
Suster-suster FCJM dari tahun ke tahun terjadi peningkatan; begitu pula dengan
perkembangan karya pelayanan yang ada di Kongregasi FCJM. Ada banyak karya
pelayanan yang ditangani para Suster FCJM di Indonesia; misalnya karya
pendidikan, kesehatan, rumah tangga, sosial, rehabilitasi untuk anak-anak cacat
fisik, asrama untuk anak-anak sekolah dan karya pastoral (Siringo-ringo, 2005:
359-381).
Perlu diketahui bahwa karya-karya para Suster FCJM tersebut di atas
disemangati ataupun dihidupi oleh tiga Spiritualitas. Ketiga Spiritualitas itu adalah
2
Spiritualitas St. Fransiskus dari Assisi, Spiritualitas pendiri Kongregasi FCJM:
Muder Maria Clara Pfander, dan Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria. Yang
dimaksudkan dengan Spiritualitas St. Fransiskus dari Assisi adalah persaudaraan,
kemiskinan, kedinaan, dan kesederhanaan. Spiritualitas Pendiri Kongregasi
FCJM: Muder Maria Clara Pfander adalah Sembah Sujud abadi di hadapan
Sakramen Maha Kudus, saling mengasihi, dan berpihak kepada orang-orang
miskin secara khusus bagi anak-anak yatim-piatu. Spiritualitas Hati Kudus Yesus
dan Maria adalah semangat yang berkobar dalam tugas pelayanan dan ketaatan
terhadap sesama anggota Kongregasi atau di antara para Suster FCJM. Mereka
melayani Tuhan sendiri, dalam setiap pelayanan yang dipercayakan kepada
masing-masing suster (Martin, 1860: 11).
Dari ketiga Spiritualitas yang dihayati Kongregasi FCJM itu, muncul
pertanyaan: Mengapa Kongregasi FCJM memilih tiga Spiritualitas sekaligus dan
mengapa tidak memilih salah satu dari tiga Spiritualitas di atas? Alasannya adalah
ketiga Spiritualitas itu dapat memperkaya pengalaman rohani (iman) para Suster
FCJM dalam hidup panggilan dan religiusitasnya. Selain itu, ketiga Spiritualitas
tersebut menjadi suatu tantangan bagi Para Suster FCJM dalam karya pelayanan
mereka, khususnya dalam hal penghayatan akan Spiritualitas Hati Kudus Yesus
dan Maria sebagai sumber pelayanannya. Dengan kata lain, bagaimana
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria, diperdalam oleh para Suster FCJM di
Indonesia sebagai sumber pelayanannya?
Sejauh pengamatan dan pengalaman penulis selama hidup dalam
Kongregasi FCJM, serta melalui Rapat Tahunan para Ibu Komunitas pada tanggal
3
21 sampai dengan 23 September 2009, bersama Dewan Pimpinan,
mengungkapkan bahwa Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria masih kurang
didalami para Suster FCJM sebagai sumber pelayanannya. Hal itu disebabkan
kurangnya pemahaman akan Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria oleh para
Suster FCJM. Dari situ dapatlah dikatakan bahwa para Suster FCJM di Indonesia
masih kurang memahami dan menghayati secara mendalam Spiritualitas Hati
Kudus Yesus dan Maria. Akibatnya, para Suster FCJM di Indonesia masih kurang
menghayati nilai-nilai Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria dalam pelayanan
mereka, misalnya semangat yang berkobar-kobar dalam tugas pelayanan dan
ketaatan terhadap sesama anggota Kongregasi atau di antara para Suster FCJM.
Kadang-kadang para Suster FCJM kurang bersemangat dalam melaksanakan
karya pelayanan di bidang tertentu, kurang memiliki nilai-nilai ketaatan dalam
menanggapi tugas yang diberikan oleh Pimpinan Kongregasi, dan semangat juang
semakin menipis dalam pribadi sebahagian suster.
Dari uraian di atas jelas ditemukan adanya permasalahan yang dialami dan
yang terjadi di dalam Kongregasi FCJM, yaitu kurangnya pemahaman
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria, oleh para Suster FCJM di Indonesia
sebagai sumber pelayanannya. Melihat adanya permasalahan tersebut, maka
penulis mengangkat judul: "SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DAN
MARIA SEBAGAI SUMBER PELAYANAN SUSTER-SUSTER FCJM DI
INDONESIA". Dengan berpijak pada judul itu, diharapkan agar hasil kajian ini
akan membantu para Suster FCJM di Indonesia untuk semakin memahami dan
mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria dalam pelayanannya.
4
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah arti Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria?
2. Seberapa besar para Suster FCJM di Indonesia memahami Spiritualitas
Hati Kudus Yesus dan Maria?
3. Usaha apa yang dapat dilakukan bagi para Suster FCJM di Indonesia
untuk memperdalam Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai
sumber pelayanannya?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk menguraikan arti Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria.
2. Untuk menguraikan pemahaman para Suster FCJM di Indonesia tentang
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria.
3. Untuk mengetahui usaha para Suster FCJM di Indonesia dalam mendalami
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanannya.
D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kongregasi Suster-suster
FCJM di Indonesia dan bagi para pembaca yang ingin memahami dan mendalami
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagaimana diuraikan berikut.
5
1. Manfaat bagi Kongregasi Suster-Suster FCJM di Indonesia
Tulisan ini kiranya dapat memberikan masukan yang berguna bagi Kongregasi
agar memahami arti Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria serta dapat
mengadakan kegiatan-kegiatan pendalaman tentang Spiritualitas Hati Kudus
Yesus dan Maria kepada para Suster FCJM di Indonesia.
2. Para Suster FCJM di Indonesia
Tulisan ini diharapkan dapat mendorong dan memacu semangat para Suster
FCJM di Indonesia untuk membaca, mencari tahu serta mendalami
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria dengan lebih baik, agar Spiritualitas
Hati Kudus Yesus dan Maria dapat dihayati secara baik dan benar sebagai
sumber pelayanannya.
3. Para pembaca yang ingin memahami dan menghayati Spiritualitas Hati Kudus
Yesus dan Maria. Penulisan ini kiranya dapat membantu bagi para pembaca
dalam berdevosi kepada Hati Kudus Yesus dan Maria.
E. METODE PENULISAN
Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, yakni
dengan data-data yang diperoleh dari studi pustaka untuk memperoleh gambaran
tentang Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria. Dengan demikian para Suster
FCJM di Indonesia semakin memahami dan mendalami Spiritualitas Hati Kudus
Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanannya. Penulis menggunakan buku dan
sumber lain yang relevan sebagai acuan dalam menggarap dan mendalami skripsi
ini.
6
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab. Berikut akan disampaikan
pokok-pokok gagasan dalam kelima bab itu.
Bab I adalah pendahuluan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar
belakang penulisan skripsi. Latar belakang penulisan skripsi didasarkan pada
permasalahan-permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan religius, khususnya
dalam Kongregasi FCJM di Indonesia. Permasalahan ini ditemukan melalui
pengalaman dan pengamatan penulis akan keprihatinan Kongregasi dan penulis
sendiri tentang minimnya penghayatan terhadap Spiritualitas Hati Kudus Yesus
dan Maria sebagai sumber pelayanan para Suster FCJM di Indonesia. Dalam bab
ini, penulis juga menguraikan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II adalah Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria. Dalam bab ini
penulis akan mengkaji beberapa kepustakaan yang berbicara tentang Spiritualitas
Hati Kudus Yesus dan Maria. Adapun gagasan-gagasan pokok yang hendak
ditemukan dapat meliputi: pengertian spiritualitas, spiritualitas Hati Kudus Yesus,
perkembangan devosi Hati Kudus Yesus, Hati Kudus Maria serta pemahaman
Suster-suster FCJM di Indonesia tentang Spiritualitas Hati Kudus dan Maria
sebagai sumber pelayanannya.
Bab III adalah Hati Kudus Yesus dan Maria dalam Kongregasi FCJM. Bab
ini dibagi atas empat bagian yaitu: Harapan Gereja Berangkat dari Hati Kudus
Yesus dan Maria, Warisan Pendiri dalam Konstitusi Awal, Konstitusi Awal
Diperbaharui dan Hati Yesus dan Maria di Zaman Sekarang. Penulisan dalam bab
7
ini berguna untuk mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria, sehingga
mereka mengetahui seberapa dalam penghayatan para Suster terhadap
Spiritulaitas Hati Kudus Yesus dan Maria, sehingga nilai-nlai Spiritualitas Hati
Kudus Yesus dan Maria itu menjadi sumber semangat dalam tugas pelayanannya,
dengan demikian mereka memiliki semangat yang berkobar-kobar dalam
menerima tugas, taat terhadap Pemimpin Kongregasi dan terhadap sesama suster.
Bab IV adalah sumbangan katekese dalam usaha mendalami Spiritualitas
Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanan Suster-suster FCJM di
Indonesia. Bab ini dimulai dengan pokok-pokok katekese yang meliputi:
pengertian katekese, isi katekese, tujuan pokok katekese, dan pemilihan model
katekese, yaitu katekese pengalaman hidup. Agar katekese ini sungguh
bermanfaat bagi Kongregasi FCJM, maka pada bab ini penulis juga mengusulkan
program pelaksanaan katekese yang dapat diterapkan melalui rekoleksi untuk
membantu pendalaman Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber
pelayanan Suster-suster FCJM di Indonesia
Bab V adalah penutup. Dalam bab ini penulis membuat kesimpulan dan
memberikan saran berdasarkan uraian dari keseluruhan isi skripsi ini. Kesimpulan
dan saran berguna sebagai bahan pemikiran bagi Kongregasi FCJM untuk
semakin mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai Sumber
Pelayanan Suster-suster FCJM di Indonesia, sehingga para Suster semakin taat
terhadap Pemimpin Kongregasi, sesama suster dan memiliki semangat juang yang
tinggi serta semakin meningkatkan semangat cinta kasih dalam setiap
pelayanannya.
BAB II
SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DAN MARIA
A. Pengertian Spiritualitas
Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin, yang berarti kerohanian.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa spiritualitas ialah cara orang
menyadari, memikirkan, dan menghayati hidup rohaninya (Harjawiyata, 1979:
20).
Kata spiritualitas sulit dirumuskan dengan arti yang tepat. Sebab,
spiritualitas bukanlah sesuatu yang dirumuskan dengan ketetapan atau ajaran
singkat. Namun demikian, boleh dikatakan bahwa spiritualitas adalah kebiasaan
hidup suatu Ordo atau Kongregasi, dan hanya dapat dikenal dan dimengerti dari
pengalaman hidup itu sendiri. Oleh karena itu, dalam konteks hidup religius,
spiritualitas dimengerti sebagai semangat asli Ordo atau Kongregasi.
Dalam kaitan dengan arti di atas, spiritualitas dapat ditempatkan antara dua
pola kehidupan yang kongkret. Pertama, pola Injil Kristus. Pola ini dipandang
paling penting sebab hidup membiara mau menyatakan semangat Injil Kristus
dalam hidup yang kongkret. Kedua, pola situasi hidup yang kongkret, dengan
kebutuhan dan tuntutannya yang khusus. Hubungan antara Injil dan situasi hidup
yang kongkret adalah cara orang untuk menghayati semangat Injil dalam situasi
yang kongkret. Tentu saja tidak semua orang sama peka terhadap arti keselamatan
dari situasi yang kongkret. Untuk itu, seseorang dituntut untuk menanamkan di
9
dalam dirinya semangat Injil dan terbuka terhadap setiap situasi sebagai tanda
kehadiran Allah dalam hidup yang kongkret.
Kepekaan itu boleh disebut suatu karisma istimewa. Karisma istimewa itu
terutama dikaruniakan Tuhan kepada Pendiri Ordo dan Kongregasi Kebiaraan.
Setiap pendiri Ordo atau Kongregasi sungguh merasa dipanggil Allah dalam
situasi kongkret, dan mereka menjawab panggilan khusus itu. Kepekaan terhadap
situasi kongkret dapat diwujudkannya dalam sikap yang nyata sesuai dengan
kebutuhan zaman. Dengan demikian, spiritualitas yang dihayati setiap Pendiri
Ordo atau Kongregasi ialah suatu semangat yang didasari pola Injil Kristus yang
senantiasa memungkinkan orang untuk menghubungkan penghayatan Injil dengan
situasi kongkret dalam bentuk kehidupan nyata (Jacobs, 1980: 32-35).
Adapun A. Heuken, SJ (2002: 11) mengatakan bahwa spiritualitas adalah
istilah agak baru yang mengandalkan kerohanian atau hidup rohani. Kata ini
menekankan segi kebersamaan, bila dibandingkan dengan kata yang lebih tua,
yaitu kesalehan, yang mengandakan hubungan orang perorangan dengan Allah.
Selain itu, spiritualitas dapat diterapkan pada aneka bentuk kehidupan rohani,
misalnya spiritualitas modern, atau spiritualitas kaum awam. Spiritualitas
mencakup dua aspek, yakni aspek askese sebagai usaha berlatih diri secara teratur
supaya terbuka dan peka terhadap sapaan Allah, dan aspek mistik sebagai aneka
bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan Allah. Askese menandakan jalan dan
bentuk spiritualitas sejati yakni Roh (= spiritus; Lat.), yaitu Roh Kristus seperti
tampak dalam Injil. Orang yang peka akan mengalami buah kehadiran Roh dalam
hatinya (Rom 8: 16).
10
Spiritualitas dapat disebut cara mengamalkan seluruh kehidupan sebagai
seorang beriman yang berusaha merangsang dan menjalankan hidup ini semata-
mata seperti Tuhan menghendaki-Nya. Untuk mencapainya, orang perlu semakin
mempererat hubungan dengan Tuhan, antara lain dengan mendengarkan sabda-
Nya dalam Injil dan dalam hatinya. Supaya hal tersebut dapat berlangsung dengan
tepat, sepatutnya orang (1) memilih orang lain sebagai pendamping atau sebagai
bapak/ibu rohani, dan (2) semakin menghidupkan dan meningkatkan cara berdoa.
Dalam doa, segala segi kehidupan dan iman seseorang menyatu, lalu
dihantarkan kepada Tuhan. Berdoa merupakan kegiatan manusia yang paling
mulia. Panggilan pribadi didengar dan dipertajam dalam doa, karena Tuhan
memanggil manusia sebagai anak-Nya yang disayangi. Anak itu menyapa Tuhan
dengan berterimakasih, mengeluh, memuji atau meminta, namun terutama dengan
mendengarkan-Nya dalam hati. Dengan demikian, Tuhan sendirilah yang
menuntun manusia melalui berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidupnya
(Heuken, 2002: 12).
Dalam kaitan dengan itu, spiritualitas dapat diartikan sebagai kekuatan
atau Roh yang memberi daya hidup dan daya tahan kepada seseorang atau
kelompok yang mempertahankan, memperkembangkan, dan mewujudkan
kehidupannya. Spiritualitas tersebut dapat dimiliki oleh semua kelompok atau
golongan yang sedang berjuang untuk mencapai tujuan atau cita-cita mereka.
Secara sepintas spiritualitas itu hanya berkaitan dengan kerohanian saja, bahkan
dimengerti hanya sebatas aktivitas manusia dalam usaha-usaha memperoleh
kesucian atau keselamatan pribadi yang bersifat rohani.
11
Namun demikian, spiritualitas sebenarnya mempunyai pengertian yang
lebih luas. Spiritualitas sejati terwujud dalam kehidupan sosial budaya, ekonomi,
dan politik. Spiritualitas merupakan kesadaran dan sikap hidup manusia untuk
tahan uji dan tangguh dalam mewujudkan tujuan dan pengharapan. Spiritualitas
dapat menjadi kekuatan dan sumber inspirasi dalam menghadapi kesulitan,
penganiayaan, penindasan, dan kegagalan yang dialami oleh orang atau kelompok
yang sedang mewujudkan cita-cita atau tujuan hidupnya. Dalam menjalankan
tugas perutusan tertentu dibutuhkan kekuatan atau Roh untuk tahan uji, yaitu
spiritualitas Kerajaan Allah dimana keadaan kekuasaan, pemerintahan, dan
kehendak Allah dinyatakan dalam kehidupan manusia di tengah-tengah dunia
(Banawiratma, 1990: 57-58).
B. Hati Kudus Yesus
Hati Kudus Yesus adalah lambang dan gambar yang nampak dari kasih
Kristus yang tanpa batas, yang menggerakkan kita untuk saling mencintai. Oleh
karena itu, pantas dan layaklah kalau kita mempersembahkan dan membaktikan
diri kita kepada Hati Kudus Yesus yang Mahakudus. Dengan pembaktian ini,
masing-masing orang mempersatukan diri dengan Kristus; sebab semua
penghormatan, sembah bakti, dan cinta kasih yang dipersembahkan kepada Hati
Kudus Yesus sesungguhnya dipersembahkan kepada Yesus sendiri (O’Donnell,
1990a: 4).
Hati Yesus penuh dengan cinta kepada setiap orang yang dihadapi-Nya,
baik itu terhadap yang menghormati-Nya, mempercayai-Nya, mengikuti-Nya,
12
maupun mereka yang memusuhi-Nya. Perhatiaan-Nya terutama terhadap orang-
orang kecil: sakit, miskin, berdosa, terlantar, kelaparan, kesepian. Di hadapan
mereka, Yesus selalu membuka hati-Nya. Perhatiaan-Nya penuh cinta dan belas
kasihan. Hal itu, misalnya yang digambarkan dalam Matius 9: 35-36, bahwa
Yesus selalu berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah
ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit.
Melihat orang banyak itu, tergeraklah Hati Yesus oleh belas kasihan sebab mereka
lelah, terlantar seperti domba tanpa gembala. Melihat para pendengar-Nya yang
setia mengikuti Dia terlantar dan lelah, maka Hati Yesus tergerak oleh belas
kasihan terhadap mereka (Purnomo, 2000: 14-15).
Hati Kudus Yesus merupakan ungkapan kesetiaan-Nya sebagai utusan
Bapa, sehingga Dia rela menanggung sengsara, disalibkan dan wafat demi cinta
kasih-Nya yang luar biasa dan selimpah-limpahnya kepada umat manusia. Saat
seorang prajurit memastikan apakah Yesus sudah mati, dia menusuk lambung
Yesus. Lambung adalah tempat hati berdetak. Lambung Yesus robek dan
menampakkan Hati-Nya Yang Mahakudus. Hati-Nya mengeluarkan darah dan air,
yang merupakan lambang kehidupan bagi manusia. Lambung Yesus ditikam dan
ditombak menyatakan belas kasihan-Nya yang luar biasa kepada umat manusia.
Darah dan air adalah unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Maka
ketika St. Yohanes merenungkan peristiwa penyaliban Yesus, terutama ketika
menyaksikan lambung-Nya ditikam, ia menemukan arti penebusan yang
sepenuhnya bagi umat manusia. Di dalam lambung Yesus yang tertikam oleh
tombak, terdapat Hati-Nya yang penuh cinta. Namun kini hati-Nya kembali
13
tertombak karena sikap dan perilaku manusia yang penuh dengan dosa-dosa, serta
manusia tiada kunjung bertobat (Purnomo, 2000: 28-30).
Dalam Buku Bacaan Khusus Untuk Kongregasi Yesus dan Maria
dijelaskan tentang Yesus yang memberikan Hati-Nya. Ia memberikan Hati-Nya
kepada kita dan segala hal yang baik yang berasal dari anugerah kehidupan. Ia
memberikan kepada kita jagad yang luas, penuh dengan berbagai macam hal
untuk memenuhi dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan demi kebahagiaan kita.
Ia memberikan kepada kita malaikat-malaikat-Nya untuk menjadi pembela dan
pengantara kita. Ia juga memberikan Bunda-Nya yang amat suci menjadi ibu kita,
memberikan Gereja-Nya bersama semua sakramen dan misteri Gereja-Nya demi
keselamatan serta pengudusan kita. Ia memberikan kepada kita Bapa-Nya yang
menjadi Bapa yang abadi dan sejati. Ia memberikan kepada kita Roh Kudus-Nya
menjadi cahaya dan pembimbing dalam kehidupan kita. Ia memberikan kepada
seluruh pikiran, sabda, pekerjaan, misteri-misteri-Nya, seluruh penderitaaan-Nya,
hidup-Nya sendiri yang Ia hayati serta dikurbankan bagi kita, sampai titik terakhir
Darah-Nya yang sungguh Mulia ( Levesque, 1995: 144-145).
Lebih lagi, Ia memberikan kepada kita Hati-Nya yang amat pantas
dicintai, dasar dan sumber segala anugerah-Nya yang lain. Cinta Hati Ilahi-Nya
mendorong-Nya untuk muncul dari haribaan Bapa yang pantas disembah dan
datang ke dunia ini agar Ia dapat memberikan kepada kita semua rahmat yang
harganya tiada taranya. Bagaimana kita akan membalas Penebus yang penuh cinta
itu, yang telah memberikan kasih begitu besar kepada kita? Kita harus membalas
cinta dengan cinta. Sebagai balasan Hati-Nya yang Kudus, kita hendaknya
14
menyerahkan hati kita seutuhnya, untuk membalas cinta-Nya. Ia telah
memberikan Hati-Nya yang kekal; maka kita harus menyerahkan hati kita untuk
selama-lamanya kepada-Nya. Karena Ia telah memberikan Hati-Nya tanpa batas
dan tidak puas dengan memberikan kepada kita Hati-Nya sendiri, maka Ia
memberikan hati Bapa-Nya yang abadi, Hati Bunda-Nya yang amat Suci dan hati
semua para malaikat dan Orang Kudus. Bahkan Ia memberikan kepada kita hati
setiap manusia dan mereka semua diperintahkan untuk mencintai kita
sebagaimana mereka mencintai diri mereka sendiri, bahkan sebagaimana Ia
mencintai kita (Levesque, 1995: 144-145).
Hati Penyelamat kita adalah perapian cinta yang menyala; cinta yang
memurnikan, menerangi menyucikan, mengubah dan menjadikan kita ilahi.
Cintanya memurnikan; di dalam-Nya hati manusia dimurnikan secara lebih
sempurna dari pada emas diperapian; cinta yang menerangi yang menghalau
kegelapan neraka yang menyelimuti bumi dan membawa kita masuk ke dalam
kecemerlangan surga yang mengagungkan; cinta-Nya yang menyucikan dan
menghancurkan dosa dalam jiwa kita untuk menegakkan Kerajaan Allah di sana;
cinta yang mengilahikan yang membuat manusia menjadi ilahi, dengan
mengijinkan mereka ambil bagian dalam kesucian Allah, kemurahan hati-Nya,
kesabaran-Nya, kelembutan-Nya, cinta-Nya, kasih-Nya, dan kesempurnaan-
kesempurnaan Ilahi-Nya. Hati Kudus Yesus adalah perapian cinta yang
menyebarkan nyala-Nya yang hebat ke segala arah, di surga, di bumi dan
keseluruh jagat raya. Nyala-Nya yang besar sudah akan membakar hati para
Serafim dan menerangi semua hati di dunia ini, seandainya kebekuan dosa yang
15
mengerikan tidak masuk ke dunia. Yesus memiliki cinta yang sangat istimewa
kepada manusia yang baik maupun yang jahat, sahabat-sahabat maupun musuh-
musuh-Nya. Ia mencintai mereka itu dengan begitu hebat bahkan banjir dan
bandang dosa-dosa mereka yang tak terbilang tidak mampu memadamkannya,
seperti terdapat dalam Kid 8: 7: Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta,
sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya (Levesque, 1995: 154).
Dalam Hati Yesus, cinta Tuhan terasa menyapa kita. Dari Hati-Nya timbul
tanggapan sempurna cinta manusiawi kepada Bapa. Yesus menginginkan supaya
cinta-Nya yang melimpah ruah membanjiri hati umat manusia. Dengan demikian
menjadikan kita berperan serta dalam cinta Tritunggal Allah yang hadir dan
tampak nyata dalam Hati Kudus-Nya. Dalam Hati Kudus Yesus terungkap cinta
dan kerahiman Tuhan bagi penyelamatan seluruh umat manusia. Hati Kudus
Yesus mengisahkan tentang kebesaran cinta Allah kepada kita, sekaligus betapa
mengharukan lubuk hati kita yang terdalam, dan bagi seluruh dunia bila cinta itu
ditolak. Cinta Yesus yang menyelamatkan, ingin menyentuh dan mengubah kita
agar menjadi terang dunia dan umat baru dengan hubungan-hubungan yang sehat.
Mereka yang tertangkap oleh cinta Hati Yesus berdukacita atas dosa-dosa dunia
yang mendambakan pemulihan (Haring, 2002: 2).
Yesus sendiri menunjukkan luka pada lambung-Nya dan rasul Thomas
mengakui, ”Ya Tuhanku dan Allahku” (Yoh 20:28). Maka kalau Yesus berkenan
membuka hati-Nya (kepada Thomas dan kepada kita semua), perbuatan itu
merupakan tanda persahabatan yang mengharukan bagi setiap orang. Gereja tahap
demi tahap menyadari hal itu akhirnya mencapai pemahaman yang lebih
16
mendalam tentang rahasia Hati Yesus yang tertikam itu. Menurut ajaran para
Bapa Gereja dan Orang Kudus, secara simbolis Gereja lahir dari lambung (Hati)
Yesus yang tertikam itu. Air dan Darah adalah lambang kehidupan Gereja yang di
peroleh dalam Permandian dan Ekaristi ( Djagom, 1989: 12-13).
Dari semua itu Gereja dapat memahami dirinya, harga dirinya dan misinya
hanya berasal dari cinta Yesus Kristus, karena tugasnya yang mendasar adalah
belajar mengenal dan mencintai Yesus. Dengan cara itu Gereja belajar mencintai
seluruh umat dalam kesatuan dengan cinta. Untuk maksud ini, devosi sejati Hati
Kudus Yesus paling sesuai dan bermanfaat. Ini merupakan tantangan bagi Gereja
dan pemahaman dari dirinya sendiri karena dalam devosi agung itu, keadaan
apapun di atas segalanya disentuh dan digerakkan oleh cinta Hati Kudus untuk
mencintai, bersama Yesus, Bapa Surgawi dan semua orang yang ditebus (Haring,
2002: 21-22 ).
Hati Yesus yang tertikam oleh tombak dosa manusia, menjadi tanda kasih
yang begitu besar yang terus-menerus berkobar demi cinta-Nya kepada umat
manusia. Hati itulah yang pada perkembagannya dan perjalanan Gereja
dinyatakan kepada St. Margareta Maria Alacoque yang menerima rahmat
berlimpah dari Hati Kudus Yesus yang Maha Kudus, ketika mengalami
penampakan teragung Hati Kudus Yesus Yang Maha Kudus. Untuk merenungkan
awal perkembangan devosi Hati Kudus Yesus, sudah selayaknya mengenang dua
tokoh utama yang dipakai oleh Tuhan Yesus Kristus untuk menjadi jalan
pewartaan Hati Kudus Yesus yakni: St. Margareta Maria Alacoque dan Santo
Claude La Colombiere (Purnomo, 2000: 31).
17
C. Timbulnya dan Perkembangan Devosi Hati Kudus Yesus
1. Yohanes Eudes
Yohanes Eudes adalah anggota Ordo Pengkotbah Yesus angkatan pertama,
yang kemudian mendirikan Kongregasi Yesus dan Maria dan Suster-suster
Gembala baik. Dapat dikatakan bahwa dialah yang menciptakan devosi Hati
Kudus sebagai devosi umum. Ia pertama-tama menanamkan devosi ini dalam dua
Kongregasi yang didirikannya. Menurut St. Yohanes Eudes ada tiga hati dalam
Kristus yang patut disembah; Pertama, Hati Ilahi Kristus, yang dari kekal ada
bersama Bapa. Hati itu adalah cinta kasih dan sumber Roh Kudus. Kedua, Hati
rohani Kristus, yaitu kehendak jiwa suci-Nya dan kemampuan murni rohani-Nya,
yang selalu diselaraskan dengan kehendak Bapa. Ketiga, Hati jasmani Kristus,
yang secara hipostatis bersatu dengan pribadi Sang Sabda dan memancarkan kasih
yang tak terhingga kepada manusia (O’Donnell, 1990b: 4-5).
Kemudian, Hati dan cinta Yesus oleh St. Yohanes dihubungkan dengan
Allah Tritunggal, yakni bahwa ketiga pribadi Allah itu tinggal dan meraja dalam
Hati Kudus Yesus sehingga umat Kristen, patut menghormati dan memuliakan-
Nya. Perayaan liturgis Pesta Hati Kudus yang pertama dibuat oleh Santo Yohanes
Eudes tiga tahun sebelum Santa Margareta Maria Alacoque menerima
penampakan di biara Visitasi. Keduanya tidak saling mengenal, tetapi atas
penyelenggaraan Ilahi, keduanya sama-sama terarah kepada Hati Kudus itu
(O ’Donnell, 1990b: 5).
18
2. Jacques Benigne Bossuet (1627-1704)
Jacques Benigne Bossuet adalah Uskup Perancis dan pengkotbah yang
ulung. Dalam suatu khotbahnya di Metz pada tahun 1658, ia berbicara tentang
Hati Kudus Yesus dalam hubungannya dengan Yohanes:
”Santo Yohanes, murid kekasih Tuhan Yesus, menerima anugerah berlimpah ruah dari Tuhan Yesus. Ketika ia hidup, Ia memberikan salib kepada Yohanes, ketika Ia wafat, Ia memberikan Hati-Nya, dengan menariknya dan bersandar di dada-Nya. Hati itu adalah sumber segala rahmat yang bersumber pada cinta-Nya, serta mengundang-Nya untuk tinggal dalam Hati itu. Anugerah yang paling istimewa ialah Ekaristi Kudus, yang mempersatukan Dia dengan murid-Nya secara istimewa” (O’Donnell, 1990b: 5-6). Dengan demikian Santo Yohanes adalah pelopor yang membuka jalan
kepada Hati-Nya. Hati itu tergerak hanya karena cinta. Maka kita dapat
meringkaskan iman kita: ”Kita percaya akan cinta Tuhan bagi kita”. Kalau kita
mempercayai itu, kita harus berbuat demikian juga, sebab di dalam hati itulah kita
dipersatukan, sehingga dimana Kristus ada disitupun kita ada (O’Donnell, 1990b:
6).
3. Timotius de Raynier
Timotius adalah seorang Fransiskan yang sudah dipengaruhi oleh Ordo
Pengkotbah Yesus. Ia lebih menekankan persatuan antara Kristus dan Hati-Nya,
bukan hanya persatuan hipostatis saja, tetapi persatuan antara cinta dan karya-
Nya. Di dalam hati itulah jiwa-jiwa kita dipersatukan dengan Roh Kristus, agar
dapat mengagungkan misteri hidup, wafat dan kebagkitan-Nya dengan sikap
disposisi yang sama dengan Hati Kudus Yesus. Persatuan itu tampak jelas dalam
Komuni Kudus. Itulah sebabnya maka kita semua ada di dalam Hati Kristus,
19
karena Kristus mencintai kita semua. Oleh sebab itu kitapun dituntut untuk
berpikir dan bertindak seperti Hati Kristus (O ’Donnell, 1990b: 6).
4. Jean Jacques Olier (1608-1657)
Jean Jacques Olier adalah pendiri Kongregasi Saint Sulpice (St. Sulpisius).
Ia menekankan penangkalan diri dan ketaatan kepada Kristus dalam
spiritualitasnya. Hati Kristus adalah tempat tinggal para pilihan-Nya, dimana
Tuhan mengkomunikasikan misteri Ilahi-Nya secara paling intim. Hati itulah
yang paling banyak memberikan penghormatan terhadap keagungan Allah.
Penghormatan dan pujian yang dipersembahkan oleh para Kudus dan seluruh
Gereja berasal dari Hati Kristus. Dengan demikian dari Hati Kristus itulah rahmat
yang tercurah kepada seluruh Gereja (O’Donnell, 1990b: 6-7).
5. Santa Margareta Maria Alacoque
Penampakan kepada Santa Margareta Maria Alacoque membawa bentuk
khusus pada arus rohani tradisi itu dan mempersatukan semua yang telah
diajarkan dan dihayati Gereja. Dia adalah seorang biarawati yang tersembunyi di
Biara Ordo Visitasi, di Paray-le-Monial, Perancis, yang dipakai Tuhan untuk
menyampaikan rahmat bagi umat-Nya. Keistimewaan penampakan-penampakan
yang diberikan kepadanya ialah bahwa pusatnya bukan rahmat bagi pribadi
Margareta Maria Alacoque saja, tetapi dimaksud untuk seluruh Gereja. Ada
beberapa hal yang menarik dari kehidupannya, antara lain:
20
a. Masa Muda Margareta Maria Alacoque.
Margareta Maria Alacoque adalah anak seorang pengacara notaris
kerajaan di daerah Terrau, ia lahir pada 22 Juli 1647, sebagai anak bungsu dari 7
bersaudara. Pada usia kanak-kanak ayahnya sudah meninggal dan keadaan itu
menjadi kesengsaraan terhadap dirinya dan ibunya. Namun dalam keadaan itu
justru hidup rohaninya semakin berkembang dan sangat jijik akan dosa sekalipun
itu yang paling kecil. Sesudah kematian ayahnya, ia dikirim ke asrama sekolah
biara St. Urbanus di Charolles. Di sana ia menerima komuni pertama dan
merasakan kerinduan yang mendalam akan keheningan dan hidup doa. Ia juga
memperkembangkan kecintaannya kepada Tuhan dalam Sakramen Mahakudus. Ia
hanya tinggal selama dua tahun di asrama itu, sebab ia menderita sakit yang
menyebabkannya tidak bisa berjalan hampir 4 tahun. Tetapi tiba-tiba mengalami
kesembuhan ketika berjanji kepada Bunda Maria untuk mengabdikan diri sebagai
salah seorang saudarinya (O’Donnell, 1990b: 8-9).
Di rumah Margareta Maria Alacoque banyak mengalami penderitaan baik
yang berasal dari kerabatnya maupun karena penyakit ibunya. Tetapi dalam
penderitaan itu hidup rohaninya justru semakin berkembang. Ia ingin mengikuti
Kristus yang tersalib. Hatinya terasa dipimpin oleh Tuhan untuk mengalami dan
memahami makna penderitaan selama hidupnya di dunia. Ia terus-menerus
menderita, sebab Kristus baginya nampak sebagai Dia yang tersalib dan
memanggul salib. Penderitaan ibunya membawa ia lebih dekat kepada Tuhan
lewat Sakramem Mahakudus, bahkan ia tidak bosan berlutut berjam-jam di
hadapan Sakramen Mahakudus, meski tanpa satu kata pun terucap, sampai ia lupa
21
makan dan minum. Menerima komuni dan menghadap Sakramen Mahakudus
adalah kebahagiaan yang tiada taranya baginya. Margareta Maria Alacoque amat
saleh, tetapi sebagai gadis remaja, ia lincah dan menarik, sehingga banyak
pemuda yang melamarnya. Ibunya sendiri mengharapkannya untuk menikah,
sebab dia adalah harapannya tetapi dalam waktu yang bersamaan, Margareta
Maria Alacoque merasa tertarik kepada keindahan keutamaan ketiga kaul
kebiaraan. Keadaan ini menambah penderitaan baginya (O’Donnell, 1990b: 8-9).
b. Penampakan-Penampakan
Margareta Maria Alacoque masuk Biara Visitasi, di Paray-le- Monial pada
tanggal 20 Juni 1671, dan menyelesaikan masa percobaan serta mengenakan
pakaian Biara pada tanggal 25 Agustus 1671. Pada masa ini ia banyak menerima
anugerah Tuhan, dalam catatan menjelang profesinya, ia menulis:
”Inilah ketetapan hatiku, yang akan bertahan selama hidupku, sebab kekasihku sendiri telah memerintahkannya. Setelah kuterima Diri-Nya dalam hatiku, ia bersabda kepadaku: Pandanglah luka dilambungKu, yang akan menjadi tempat kediamanmu sejak saat ini sampai selama-lamanya. Disanalah engkau dapat memelihara jubah kesucianmu yang telah kukenakan pada jiwamu, agar mulai sekarang engkau dapat menghayati hidup Allah-manusia: hidup, tetapi seolah-olah tidak hidup lagi agar aku dapat hidup secara utuh di dalam dirimu” (O’ Donnell, 1990b: 10).
Ia menulis surat penyerahan dirinya dengan darahnya sendiri:
”Aku ciptaan yang miskin, hina dan tak berarti ini, berjanji kepada Tuhanku untuk menyerahkan diriku dan untuk menerima penderitaan yang Ia inginkan untuk kualami, untuk mengurbankan hidupku demi keinginan-Nya yang baik, bukan demi keuntungan sesuatu yang lain kecuali semakin besarnya kemuliaan dan cintaNya yang murni. Kepadanyalah aku mempersembahkan diri dan menyerahkan seluruh diri dan waktuku sepanjang hidupku. Aku selamanya menjadi milik kekasihku, aku adalah hamba, pelayan, dan ciptaan-Nya, sebab Ia seluruhnya adalah milikku dan aku adalah mempelai-Nya yang tidak pantas, Suster Margareta Maria
22
Alacoque, yang mati terhadap dunia. Semuanya berasal dari Tuhan dan tiada satupun yang berasal dari padaku. Semuanya demi Tuhan dan tak satupun demi diriku sendiri. Semuanya bagi Tuhan dan bukan bagi diriku sendiri” (O ’Donnell, 1990b: 10-11).
Pada tanggal 6 Nopember 1672, ia mengucapkan kaul dalam hidup
membiara dan merasa semakin bersatu dengan Sang Penebus. Pada pesta Santo
Fransiskus Assisi, tanggal 4 Oktober 1673, kurang lebih tiga bulan sebelum
perwahyuan Hati Kudus Yesus, Tuhan memberikan Santo Faransiskus Assisi
sebagai pembimbing rohaninya, dalam arti bahwa Margareta Maria Alacoque
melihat dalam diri, St. Fransiskus Assisi kecintaan yang besar pada sengsara
Kristus, sehingga Fransiskus mendapat stigmata dan amat disukai oleh Hati
Kudus. Santo Fransiskus akan membimbing Margareta Maria Alacoque melalui
penderitaan dan kesakitan yang bakal dialaminya. Penampakan Hati Kristus yang
pertama kalinya terjadi pada pesta Santo Yohanes Rasul, tanggal 27 Desember
1673. Sehubungan dengan penampakan yang pertama ini, Margareta Maria
Alacoque mempunyai waktu yang lebih banyak dari yang biasa bagi dirinya
sendiri sehingga digunakan untuk menghadap Sakramen Mahakudus. Dia merasa
kehadiran Tuhan menyelubunginya, sampai dia lupa segala sesuatu tentang
dirinya sendiri dimana dia berada. Saat itu Margareta Maria Alacoque
bersemangat dan secara sederhana dia mempersembahkan dirinya sepenuhnya
kepada Tuhan, dan membiarkan hatinya menjadi makanan korban kasih-Nya. Ia
membiarkannya bersandar di dada-Nya untuk beberapa lama, sementara itu Ia
mewahyukan keajaiban cinta-Nya dan rahasia-rahasia Hati Kudus-Nya yang
menakjubkan dan selalu Ia sembunyikan sampai saat itu, tetapi sekarang
membukanya untuk pertama kalinya. Pembukaan itu begitu realistis dan nyata
23
sehingga tiada kemungkinan keraguan lagi, juga sehubungan dengan akibat
rahmat itu dalam dirinya. Menurut Margareta Maria Alacoque hal yang terjadi itu
adalah sebagai berikut:
”Ia bersabda: Hati Ilahi-Ku begitu berkobar-kobar, cinta-Nya terhadap umat manusia dan khususnya kepadamu, sehinggga tidak tahan lagi memadamkan nyala cinta kasih yang berkobar-kobar. Nyala itu harus keluar dari dirimu. Maklumkanlah Hati-Ku kepada dunia, agar dapat memperkaya umat manusia dengan harta-Ku yang amat berharga. Aku mengijinkan engkau untuk melihatnya sekarang: di dalam harta itu terdapat rahmat penyelamatan dan pengudus yang diperlukan untuk mengambil kembali manusia dari tepi neraka. Engkaulah satu-satunya orang yang kupilih untuk rencana besar ini, engkau sama sekali tidak pantas dan tidak tahu. Itu akan menjadi seluruh karya-Ku. Lalu ia meminta hatiku. Aku memohon untuk mengambilnya. Ia mengambilnya, lalu meletakkan-Nya di dalam Hati Ilahi-Nya. Ia membiarkan aku memandang-Nya disana-sebuah titik kecil sekali yang terbakar seluruhnya dalam perapian yang bernyala-nyala. Kemudian, ketika diangkat kembali, hatiku sudah menjadi sebuah nyala kecil yang berbentuk hati dan Ia meletakkannya kembali ke tempat Ia mengambilnya. Aku mendengar Ia bersabda: Kekasih-Ku inilah bukti cinta-Ku kepadamu yang amat berharga, yang tersembunyi di dalam lambungmu, seberkas nyala kecil dari nyala yang paling panas. Mulai sekarang ini akan menjadi hatimu, dan akan membakarmu sampai habis, sampai nafasmu yang terakhir. Nyalanya yang berkobar-kobar tidak pernah akan berkurang. Tetapi Aku akan memasukkan bayang-bayang salib-Ku diatas darahmu, sebegitu dalam sehingga akan membuatmu menjadi lebih hina dan menderita dari pada membawa kelegaan. Itulah sebabnya Aku mendesakmu agar engkau meminta perlakuan ini dengan polos; kemudian engkau akan mengerjakan apa yang dikatakan kepadamu. Demikian pula engkau akan menemukan kepuasan dalam penumpahan darahmu di atas salib penghinaan, sebagai bukti bahwa rahmatKu yang besar dan yang telah Kuanugerahkan kepadamu bukan sebuah khayalan, tetapi dasar semua rahmat yang masih Kusimpan untukmu, maka mulai sekarang engkau Kuberi nama yang baru: Murid Kekasih Hati Kudus” (O’Donnell, 1990b: 11-13).
Sesudah penampakan itu, Margareta Maria Alacoque terbakar oleh cinta
kepada penderitaan Kristus. Setiap Jumat pertama tiap-tiap bulan, ia mendapat
rahmat istimewa bersama dengan kenyerian pada lambungnya. Perwahyuan yang
kedua terjadi pada tahun 1674. Untuk perwahyuan yang kedua ini ia mencatat:
24
”Hati Ilahi kulihat bertahta dalam nyala api, Ia lebih gemerlap dari pada matahari dan transparan laksana kristal. Nampak juga luka-lukaNya, dan hatiNya dikelilingi oleh mahkota duri, yang menandakan kepedihan yang disebabkan oleh dosa-dosa kita, dan diatasnya ada salib yang menyatakan secara tidak langsung bahwa semenjak saat pertama inkarnasi, salib itu sudah tertanam di dalamnya” (O ’Donnell, 1990b: 14).
Penampakan yang ketiga juga terjadi pada tahun 1674. Inilah catatan
Margareta Maria Alacoque sehubungan dengan penampakan itu:
”Ketika Sakramen Mahakudus ditahtakan, aku mengalami suatu suasana rekoleksi menyeluruh yang lain dari biasanya. Perasaan dan kemampuanku seluruhnya ditarik dari lingkungannya ketika Yesus Kristus, Tuhanku yang baik, menampakkan diri kepadaku. Ia menyala dalam kemuliaan lima lukaNya bersinar, seperti lima matahari. Nyala itu keluar dari semua bagian wujud manusiawi-Nya, khususnya dari dada Ilahi-Nya yang nampak seperti perapian, yang dibuka-Nya untuk menyingkapkan Hati-Nya yang sungguh-sungguh penuh kasih sayang dan patut dicintai, sumber hidup yang bernyala bagi semua orang. Pada waktu inilah Ia mewahyukan kepadaku keajaiban yang tak terkatakan tentang cintaNya yang sejati untuk umat manusia: Ia terdorong kepada kemurahan hati yang tak terhingga kepada mereka yang tidak mempunyai apa-apa dari dirinya sendiri kecuali rasa terima kasih dan acuh-tak acuh. Ia bersabda ini lebih melukai diriKu dari pada segala yang Kuderita dalam sengsaraKu. Bahkan bila mereka membalas dengan cinta yang kecil saja, maka Aku akan mencari jalan lagi untuk berbuat lebih banyak. Tetapi sayang, segala usahaKu yang berkobar-kobar demi kesejahteraan mereka, hanya dibalas dengan kedinginan dan ketidaksukaan. Lakukanlah kebaikan bagiKu, dan akhirnya engkau akan membereskan, sejauh engkau dapat, sikap tidak tahu terimakasih dari mereka semua. Ketika aku menyebut kesanggupanku, Ia menjawab: Datanglah kemari. Ini akan memperbaiki segala kekurangsempurnaanmu. Ketika Ia bersabda demikian, hatiku terbuka laksana nyala yang menghanguskan. Ketika itu aku yakin bahwa api itu akan menelan diriku. Nyala itu tepat menuju kepadaku. Dan ketika aku tidak dapat menanggungnya lebih lama lagi, kumohon belaskasihanNya atas kelemahanku. Ia bersabda kepadaku: Aku akan menjadi penolongmu. Janganlah engkau takut. Pusatkanlah semata-mata perhatianmu kepada suaraKu, pada apa yang Kuminta dari padamu, dengan maksud untuk mempersiapkan dirimu kepenuhan rencanaKu (O’Donnell, 1990b: 14-16).
Penampakan ini kemudian diselidiki, atas anjuran suster Saumaise
(Pembesar Biara yang baru) oleh beberapa teolog sesuai dengan prinsip-prinsip
hidup mistik dan teologi asketis. Hal ini menambah penderitaan batin dan rasa
25
malu Margareta Maria Alacoque. Sesudahnya, Pater Claudius de la Colombiere,
dikirim Tuhan untuk menjadi pembimbingnya, sesuai dengan janji Tuhan.
Margareta Maria Alacoque menumpahkan segala sesuatu kepadanya. Hal itu
menambah keberanian yang mempersiapkan Margareta Maria Alacoque untuk
perwahyuan agung yang terjadi pada bulan Juni 1675. Mengenai peristiwa itu ia
menulis:
”Pada suatu hari, ketika aku berlutut dihadapan Sakramen Mahakudus selama oktaf Hari Raya Tubuh Kristus, aku dibanjiri oleh kebaikan Hati Tuhan yang penuh cinta, dengan rasa terdorong untuk membalasnya dan mencintaiNya demi cinta. Aku mendengar Ia bersabda: Laksanakanlah apa yang sudah sering Kuminta daripadamu. Engkau tidak dapat menunjukkan cintamu dengan cara yang lebih baik dari pada jalan itu. Sambil membuka HatiNya, Ia bersabda: Inilah Hati yang begitu mencintai manusia tanpa syarat, dan mengurbankan diri sampai habis, tetapi hanya mendapat sedikit penghargaan dari kebanyakan manusia; balasan yang Kuterima adalah balasan tidak tahu terima kasih, yang tercermin dalam sikap yang kurang sopan, dosa terhadap hal-hal yang suci (sacrilege), sikap acuh tak acuh dan penghinaan terhadap sakramen cinta kasih. Yang lebih menyakiti HatiKu adalah tingkah laku yang dijalankan oleh hati yang dipersembahkan kepadaKu. Itulah sebabnya, Aku meminta kepadamu untuk mengkhususkan hari Jumat sesudah oktaf Hari Raya Tubuh Kristus sebagai Hari Raya untuk menghormati HatiKu. Hari itu adalah hari untuk menerima DiriKu dalam komuni kudus dan melaksanakan tindakan pemulihan yang besar bagi penghinaan-penghinaan yang Kuterima dalam sakramen Mahakudus ketika ditahtakan di altar di seluruh dunia. Aku juga berjanji kepadamu, bahwa Aku akan membuka HatiKu bagi semua orang yang menghormati Aku dengan cara ini, dan mengajak orang lain untuk melaksanakannya. Mereka akan merasakan kepenuhan kekuatan kasihKu dalam segalanya (O’Donnell, 1990b: 17).
c. Usaha Margareta Maria Alacoque Untuk Menyebarkan Devosi Hati
Kudus
Margareta Maria Alacoque memendam isi penampakan itu selama sepuluh
tahun. Ia pertama sekali mengadakan penghormatan kepada Hati Kudus Yesus
secara terbuka pada pesta pelindungnya, sesudah ia diangkat menjadi pembimbing
para Novis pada tahun 1685. Ia bersama para Novis membuat altar kecil,
26
kemudian membuat gambar Hati Kudus Yesus dengan pena pada sepucuk kertas.
Tetapi hal ini mejadi keributan besar, maka ia dituduh menyebarkan devosi yang
baru kepada para Novis. Akan tetapi satu tahun kemudian seluruh komunitas
secara resmi merayakan Pesta Hati Kudus Yesus pada tanggal 21 Juni 1686.
Perubahan ini terjadi karena terbit empat jilid kotbah Pater de la
Colombiere dan 1 jilid catatan retretnya, yang diterbitkan di Lyon, dua tahun
sesudah wafatnya (1684). Dalam catatan itu ia menyebutkan adanya jiwa yang
mendapat sejumlah penglihatan dan bertugas menyebarkan devosi Hati Kudus
Yesus. Meskipun tidak disebut nama dan tempatnya, namun orang segera tahu
siapa yang dimaksudkan. Maka jadilah Paray- le-Monial menjadi pusat devosi
Hati Kudus Yesus dan cepat meluas ke Biara-biara Visitasi yang lain.
Margareta Maria Alacoque lalu menulis banyak surat untuk mendorong
penyebaran Hati Kudus Yesus, sesuai dengan perintah Tuhan. Hidupnya penuh
dengan penderitaan, sebab tiada hentinya ia menyelaraskan hidupnya dengan
kekasih-Nya, Kristus yang tersalib. Itulah sebabnya pada akhir hidupnya ia
berbicara tentang harta salib yang amat berharga, roti penghinaan diri dan
perendahan hati yang nikmat. Ia mencintai apa yang menjadi kebalikan dari apa
yang dicintai dan dipeluk dunia, sehingga dengan kesemuanya itu, ia semakin
dipersatukan dengan Raja Segala Hati. Ia wafat pada tanggal 17 Oktober 1690,
dan dinyatakan Beata oleh Paus Pius IX pada tanggal 18 September 1864, serta
diangkat sebagai Santa oleh Paus Benedictus XV pada tanggal 13 Mei 1920
(O’Donnell, 1990b: 18).
27
d. Isi Perwahyuan Kepada Santa Margareta Maria Alacoque
Perwahyuan pertama; Devosi untuk seluruh Gereja. Keistimewaan
perwahyuan kepada Santa Margareta Maria Alacoque yakni untuk seluruh Gereja
bukan untuk ia sendiri saja. Isi penampakan itulah yang membentuk wujud devosi
kepada Hati Kudus, yaitu: Misa Kudus Jumat pertama, Komuni pemulihan, Jam
Kudus pada hari Kamis malam untuk mengenangkan sengsara Tuhan di Taman
Getsemani, liturgi Hari Raya Hati Kudus Yesus, dan penekanan khusus kepada
pengudusan dan pemulihan. Persetujuan Gereja atas praktek ini, kanonisasi
Margareta Maria Alacoque, dan ensiklik-ensiklik para Paus memberikan kesaksian
yang istimewa bahwa Gereja percaya akan kebenaran penampakan dan pesan itu.
Perwahyuan kedua; Janji-janji Hati Kudus.
Beberapa kritik dilontarkan melawan devosi ini sehubungan dengan janji-
janji Hati Kudus kepada Margareta Maria Alacoque. Tampaknya, dengan janji-
janji itu dengan mudah dan otomatis orang mendapatkan kesucian dari Tuhan.
Janji-janji itu diangkat dari tulisan-tulisan Santa Margareta Maria Alacoque.
Meskipun janji-janji sudah ada sejak Yesus menampakkan diri kepadanya, namun
penyebarluasannya, baru terjadi pada tahun 1882, ketika seorang pengusaha
Amerika, Philip Kemper, menyusun daftarnya dan perumusan singkat, lalu
menyebarkannya ke seluruh dunia. Pada tahun 1895 janji-janji itu sudah
diterjemahkan ke dalam 138 bahasa. Janji-janji tersebut, dalam bentuk yang
disebarkan oleh Philip Kemper, ialah:
1) Aku akan memberikan kepada mereka (yang mengikuti devosi kepada Hati
Kudus), rahmat yang dibutuhkan dalam situasi hidupnya.
28
2) Aku akan menciptakan damai dalam rumah mereka.
3) Aku akan menghibur mereka dalam kesusahan.
4) Aku akan menjadi tempat pengungsian yang aman selama hidup mereka
dalam kesusahan.
5) Aku akan memberikan rahmat yang berlimpah atas semua usaha mereka.
6) Para pendosa akan menemukan mata air belas kasihan dan samudera belas
kasihan yang tiada batasnya.
7) Jiwa yang suam-suam kuku akan menjadi bersemangat.
8) Jiwa yang penuh semangat akan mencapai kesempurnaan yang tinggi.
9) Aku akan memberkati setiap tempat dimana dipasang dan dihormati Hati
Kudus Yesus.
10) Aku akan memberikan anugerah kepada para imam untuk melembutkan hati
yang keras membatu.
11) Mereka yang menyebarkan devosi ini, nama mereka akan tercatat dalam
hatiKu.
12) Aku berjanji kepadamu dalam kelimpahan belas kasihan Hati-Ku bahwa
seluruh kasih-Ku yang penuh daya akan memberikan rahmat ketekunan
sampai akhir bagi semua orang yang menerima Komuni Kudus pada hari
Jumat Pertama selama 9 bulan berturut-turut; mereka tidak akan mati dalam
keadaan tanpa rahmatKu atau tanpa menerima Sakramen-sakramen. Hati
IlahiKu akan menjadi tempat pengungsian yang aman dalam saat-saat terakhir
mereka.
29
Keberatan bahwa janji-janji itu tampaknya merupakan jalan pintas dan
secara otomatis untuk memperoleh keselamatan, dijawab antara lain oleh Karl
Rahner: Isi janji-janji itu tidak lain dari pada janji-janji Tuhan sendiri dalam Injil
tentang iman yang total ( Mat 17:20; 21:21: Mrk 16:17; Yoh 14:21). Yang baru
hanya lingkup perwahyuannya, yang dilekatkan pada devosi kepada Hati Kudus.
Janji-janji itu hanya berlaku bagi orang yang menyerahkan diri kepada kehendak
Tuhan dengan iman tanpa syarat dan tanpa mempersoalkan cinta. Harus diingat
bahwa Kitab Suci Tuhan kadang-kadang memberikan janji tanpa syarat, misalnya
janji mengenai Penebus (Kej 3:15), mengenai Primat Santo Petrus dan mengenai
Gereja yang tidak akan musnah (Mat 16:17-19). Ada pula janji-janji yang
bersyarat, misalnya: janji abadi melalui Sakramen Ekaristi. Adapun tujuan
penggabungan janji-janji itu dengan devosi, kepada Hati Kudus Yesus, diutarakan
oleh Paus Pius XII, yaitu: jika Kristus memberi janji dalam suatu perwahyuan
pribadi, maka tujuannya adalah untuk menyemangati manusia agar dapat
melaksanakan tugas-tugas mulia agama Katolik dengan penuh semangat, yakni
cinta dan pertobatan; dengan demikian Ia bertindak untuk meningkatkan manfaat
rohani (O ’Donnell, 1990b: 21-22).
Perwahyuan ketiga; Penilaian Pemimpin Gereja Mengenai Margareta
Maria Alacoque. Otentitas perwahyuan kepada Margareta Maria Alacoque tidak
perlu diragukan lagi, melihat dukungan yang diberikan oleh Paus. Selain itu
Gereja menyelidiki dengan cara seksama seluruh hidup dan tulisan-tulisannya
sebelum menyetujui beatifikasinya. Dalam surat beatifikasi Margareta Maria
30
Alacoque yang diterbitkan pada tanggal 18 September 1864, Paus Pius IX
menulis:
Ketika Margareta sedang berdoa dengan penuh semangat di depan Sakramen Mahakudus yang penuh kebesaran itu, Tuhan Yesus mengisyaratkan kepadanya bahwa akan menjadi kesukaanNya; jika dipermaklumkan penghormatan kepada Hati KudusNya yang terbakar oleh cinta kasih kepada umat manusia, dan bahwa Ia ingin menyerahkan tugas itu kepadanya. Kerendahan hamba Tuhan ini tergoncang karena ia merasakan dirinya tak pantas untuk menerima tugas seperti itu. Akhirnya supaya ia dapat menuruti kehendak surgawi dan memuaskan keinginanNya untuk menyalakan cinta Ilahi dalam hati setiap manusia, maka ia sungguh-sungguh mengusahakan diri, baik di antara para biarawati di biaranya sendiri maupun semua manusia pada umumnya, sejauh ia dapat menunjukkan segala tanda hormat, sembah bakti dan takzim kepada Hati Yesus yang Mahakudus, tahta cinta kasih Ilahi (O’Donnell, 1990b: 23).
Paus Leo XIII dalam Ensiklik Annum Sacrum (25 Mei 1899) mengutip
pengutusan yang diterima Beata Margareta Maria Alacoque dari surga tentang
penyebarluasan kebaktian kepada Hati Ilahi. Demikian Paus Benedictus XV
dalam surat kanonisasi Margareta Maria Alacoque (13 Mei 1920) menyebutkan
penampakan Tuhan kepada Margareta Maria Alacoque itu bersama dengan pesan-
pesan yang disampaikan-Nya. Paus Pius XI dalam Ensiklik Miserentissimus
Redemptor (8 Mei 1928) menyatakan bahwa kita semua mempunyai kewajiban
untuk melunaskan hutang yang kita buat kepada Hati Kudus Yesus, karena Ia
sudah begitu mencintai kita, tetapi balasan yang kita berikan adalah penghinaan
oleh karena sikap kita yang tidak tahu terimakasih, kealpaan, acuh tak acuh dan
bahkan penghinaan yang dilakukan oleh orang yang terikat secara khusus dalam
ikatan cinta yang istimewa. Kepercayaan itu kemudian oleh para Paus berikutnya
dapat diingat juga dalam Konsili Vatikan II yang mengakui (Lumen Gentium 12)
adanya anugerah-anugerah yang luar biasa dalam Gereja, yakni kharisma-
31
kharisma khusus yang diberikan oleh Roh Kudus kepada berbagai lapisan anggota
Gereja, yang membuat mereka siap dan terampil untuk menerima berbagai tugas
dan karya yang berguna bagi pembaharuan dan pembangunan Gereja. Anugerah
yang diterima oleh Margareta Maria Alacoque kiranya termasuk dalam kategori
tersebut.
Kepercayaan itu nampak juga karena Gereja mengabulkan permintaan
Tuhan lewat Santa Margareta Maria Alacoque, yakni: Hari Raya Hati Kudus pada
Hari Jumat sesudah oktaf Hari Raya Kristus, ijin Misa Hati Kudus pada Hari
Jumat Pertama, dan penyebarluasan devosi kepada Hati Kudus menurut gaya
Santa Margareta Maria Alacoque, termasuk Jam Kudus dan Komuni pada Jumat
Pertama. Penampakan ini bukan ilusi atau halusinasi, diperkuat juga oleh fakta
bahwa Margareta Maria Alacoque selalu taat kepada pembesarnya, rendah hati,
berhati-hati, dan telah diteliti beberapa teolog dan pembimbing rohaninya.
Devosi ini ternyata tersebar luas setelah ia wafat dan memberikan buah-
buah melimpah kepada mereka yang mempraktekkannya seperti semangat
kerasulan, pengurbanan dan pertumbuhan ke arah kesucian, peneguh otentisitas
penampakan-penampakan itu. Devosi Hati Kudus sebagaimana dipahami oleh
Santa Margareta Maria Alacoque bersatu erat dengan ajaran Kristen yang paling
esensial, yakni kasih penebus Tuhan yang dinyatakan dalam diri Kristus. Paus
Pius XII memberikan penghormatan yang tinggi kepada Santa Margareta Maria
Alacoque. Dalam Ensiklik Haurietis Aqua, beliau menulis:
”Tidak dapat disangsikan lagi bahwa Margareta Maria Alacoque menduduki tempat di antara mereka yang telah membantu perkembangan bentuk kebaktian yang amat mulia ini, di bawah pembimbing rohaninya, Beato Claudius de la Colombiere yang membantu karyanya. Santa
32
Margareta Maria terbakar dengan suatu semangat yang istimewa untuk devosi ini yang telah berkembang sedemikan luas dan memberi manfaat rohani yag besar kepada kaum beriman harus ditegakkan dan dibedakan dari bentuk-bentuk kesalehan Kristiani yang lain karena sifat-sifatnya yang khas, yakni cinta dan pemulihan. Cukuplah mengingat kembali catatan-catatan (di atas) mengenai waktu devosi Hati Kudus mulai berkembang, untuk mengerti dengan jelas bahwa perkembangan yang mengagungkan berasal dari kenyataan bahwa devosi ini seluruhnya sesuai dengan sifat dasar kesalehan Kristiani, sebab devosi ini adalah devosi cinta” (O’Donnell, 1990b: 25-26).
Maka tidak dapat dikatakan bahwa asal usul dari devosi itu berasal dari
suatu perwahyuan pribadi dari Tuhan dan muncul secara tiba-tiba dalam Gereja.
Akan tetapi, devosi itu tumbuh dengan sendirinya sebagai buah iman yang hidup
dan devosi yang bernyala-nyala dari orang yang diberkati dengan anugerah
surgawi yang diberi kepada Sang Penebus yang patut dipuji dan luka-luka mulia
yang dilihatnya sebagai bukti yang tidak tersangkal dari cinta yang tidak
terhingga. Oleh karena itu perwahyuan kepada Santa Margareta Maria Alacoque
tidak membawa sesuatu yang baru dalam ajaran Gereja Katolik. Kekhasannya
terletak dalam hal ini, yaitu Kristus Tuhan kita dengan memperlihatkan Hati
Kudus-Nya secara amat istimewa, dan ingin mengundang pikiran manusia untuk
merenungkan serta berbakti kepada misteri Cinta Kasih Tuhan yang penuh belas
kasihan kepada umat manusia. Dalam manifestasi khusus ini, Kristus dengan
sabda yang jelas berulang-ulang menunjukkan Hati-Nya sebagai simbol yang
harus menarik manusia kepada suatu pengertian dan pemahaman akan cinta-Nya
(O ’Donnell, 1990b: 26).
33
e. Penyebaran Devosi Hati Kudus
1) Jean Croisset
Sehubungan awal penyebaran devosi Hati Kudus akibat penampakan
kepada Santa Margareta Maria Alacoque ada dua orang yang patut disebut yakni,
Jean Croisset dan Joseph Francois Galliffe. Jean Croisset adalah anak rohani
Claude de la Colombiere dan membantu Margareta Maria Alacoque sesudah
Claude de la Colombiere wafat. Ia kemudian menjadi pembimbing rohaninya,
sampai Margareta Maria Alacoque wafat. Atas permintaan Margareta Maria
Alacoque, ia menulis buku kecil pada tahun 1689 tentang penampakan di Paray-
le-Monial. Di dalamnya juga terdapat sebagian catatan retret Claude de la
Colombiere. Sesudah Margareta Maria Alacoque wafat, ia menerbitkan sebuah
karya besar yang berjudul la Devation au sacre-Coeur de Notre Seigneur Jesus-
Christ (1691). Di dalam ia menambahkan hidup Margareta Maria Alacoque dan
penampakannya.
Buku ini segera dicetak berulang kali. Tetapi Croisset banyak menderita,
sebab banyak orang yang menentang devosi ini, bahkan Propinsialnya yang baru,
segera membentuk komisi teologis untuk menyelidiki devosi ini. Ia akhirnya
dipecat sebagai dosen di Lyon dan dari kolose Yesuit agar ia tidak mempengaruhi
Yesuit muda. Tetapi ia tetap tabah dan taat kepada pembesarnya serta tetap cinta
kepada devosi Hati Kudus Yesus (O’Donnell, 1990b: 27).
2) Joseph Francois Galliffet
Joseph Francois Galliffet (1663-1749) masuk Serikat Yesuit pada tahun
1678, sebagai Yesuit muda ia dipengaruhi oleh Claude de la Colombiere yang
34
adalah bapak rohaninya. Ketika ia bekerja di rumah sakit, ia sakit parah sekali dan
dokter putus harapan akan kesembuhannya. Croisset berjanji atas nama Galliffet,
bila Galliffet sembuh akan mengabdikan diri demi perkembangan devosi Hati
Kudus Yesus. Ia menjadi sembuh dan menerima janji yang mengikat. Ia lalu
berusaha untuk menyebarluaskan devosi Hati Kudus Yesus. Ia berpengaruh besar
dalam Serikatnya, ketika ia menjadi pembesar di Besancon, dan kemudian
Propinsial.
Pada tahun 1723 ia menjadi pembantu Jenderal di Roma. Di sana ia
berusaha keras untuk menyebarkan devosi tersebut, khususnya sebagai postulator
Pesta Hati Kudus di Konggregasi Ibadat. Pada tahun itu pula terbitnya buku De
Cultu Sacrosacti Cordis Dei ac Domini Nostri Jesu Christi. Sebenarnya buku ini
karya yang cemerlang, tetapi sayangnya ia terlalu menekankan jasmani sebagai
pusat dan sumber perasaan seseorang, sehingga dari segi itulah banyak diserang
oleh lawannya terutama para Yasenis.
Di satu pihak Gereja sendiri pada mulanya ada kekurang-jelasan karena
para Paus menolak mengijinkan adanya Pesta Hati Yesus seperti yang diminta
oleh Margareta Maria Alacoque, tetapi di lain pihak mereka menganjurkan dan
mendorong tumbuhnya persekutuan-persekutuan Hati Kudus Yesus (antara tahun
1690 dan 1740). Roma menyetujui pendirian berdirinya Persekutuan Hati Kudus
Yesus. Para Yesuit tampil sebagai pimpinan yang mempromosikan persekutuan-
persekutan itu (O’Donnell, 1990b: 28-29)
35
3) Pimpinan Gereja dan Pesta Hati Kudus
Keberatan Gereja untuk mengijinkan Pesta Hati Kudus disebabkan karena:
Gereja belum yakin akan sifat ilahi dari Margareta Maria Alacoque kemudian ada
masalah-masalah serius yang berhubungan dengan cara-cara penyajian devosi ini.
Akan tetapi sikap berhati-hati itu tidak berarti bahwa Gereja menolak devosi itu
sendiri (O’Donnell, 1990b: 29).
Devosi kepada Hati Kudus Yesus mulai berkembang sejak Santo
Bonaventura sampai Yohanes Eudes yang pertama sekali menyusun liturgi untuk
menghormati Hati Kudus Yesus. Perayaan yang pertama kali terjadi pada tanggal
20 Oktober 1672. Di antara mereka yang menyebarluaskan devosi Hati Kudus ini,
Santa Margareta Maria Alacoque mempunyai tempat istimewa. Ia adalah rasul
Hati Kudus Yesus. Dengan cintanya yang bernyala-nyala dan berkat bimbingan
bapak rohaninya, Beato Claudius de la Colombiere, Margareta Maria Alacoque
berhasil menempatkan devosi ini dalam Gereja, dengan kekhususannya, yaitu
kasih dan pemulihannya. Dari sejarah ringkas ini nampaklah bahwa devosi Hati
Kudus Yesus sangat sesuai dengan Agama Kristiani yang intinya adalah cinta,
sebab devosi Hati Kudus Yesus adalah devosi cinta dan kasih (O’Donnell, 1990a:
34).
Jadi devosi Hati Kudus Yesus tidak muncul tiba-tiba, tetapi berkembang
dalam iman yang diterangi oleh rahmat Allah untuk menghormati Sang
Penyelamat kita. Luka-luka itu adalah lambang cinta yang tidak terbatas. Devosi
ini berdasarkan Kitab Suci, Tradisi, dan Liturgi. Tidak ada ajaran baru yang
diwahyukan kepada Santa Margareta Maria Alacoque. Yang istimewa dalam
36
perwahyuan itu adalah Kristus Tuhan kita, sambil menunjukkan Hati-Nya yang
Mahakudus, menginginkan cara yang istimewa dalam merenungkan dan
memuliakan misteri cinta dan belas kasihan Allah yang amat besar bagi manusia,
dan Kristus menyatakan bahwa Hati-Nya adalah lambang cinta-Nya dan janji
belaskasihan-Nya serta rahmat-Nya bagi manusia zaman ini (O’Donnell, 1990a:
34-35).
Devosi Hati Kudus Yesus berakar dalam kebenaran Katolik hal ini terbukti
dengan persetujuan Tahta Suci untuk merayakan Pesta Hati Kudus Yesus, pertama
untuk para Uskup di Polandia dan Persekutuan Hati Kudus di Roma: dan izin itu
diberikan sebelum Pimpinan Gereja menyatakan persetujuannya terhadap tulisan-
tulisan Margareta Maria Alacoque, maka Pesta itu jelas berdasarkan Kitab Suci
dan Tradisi umum, bukan penampakan kepada Margareta Maria Alacoque. Pada
mulanya, Pesta Hati Kudus itu hanya terbatas untuk daerah-daerah tertentu, tetapi
setelah satu abad kemudian, Paus Pius ke IX, pada tanggal 25 Agustus 1856
memperluasnya untuk seluruh Gereja (O’Donnell, 1990a: 35).
Kalau devosi ini dipraktekkan secara jujur dan dengan pemahaman yang
benar sebagaimana dimaksudkan oleh Gereja, akan dapat membantu umat
beriman untuk merasakan cinta kasih Kristus yang besar yang merupakan puncak
kehidupan Kristiani. ”Aku berdoa supaya kamu bersama-sama dengan semua
orang Kudus dapat memahami betapa lebarnya dan panjangnya, tingginya serta
dalamnya Kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampau
segala pengetahuan” (Ef. 3: 18-19). Hati Kudus Yesus adalah gambar yang paling
37
jelas bahwa Allah merangkul semuanya dan itu berarti kepenuhan belaskasihan-
Nya kepada umat beriman (O’Donnell, 1990a: 35).
Sejak pertama kalinya, Gereja mengeluarkan Dekrit tentang Devosi Hati
Kudus Yesus, Gereja sudah yakin bahwa sifat dasar devosi tersebut, yakni
perbuatan cinta dan pemulihan, serta tidaklah diracuni oleh materialisme ataupun
takhyul. Justru disinilah kita menyembah Tuhan secara benar seperti yang
dimaksud oleh Yesus dalam Yoh 4: 23: ”Tetapi saatnya akan datang dan sudah
tiba sekarang bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam
roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah yang
demikian”. Oleh karena itu salahlah kalau ada orang yang mengatakan bahwa
yang merenungkan hati fisik Kristus dapat merintangi untuk mencapai cinta kasih
mesra dengan Tuhan dan yang merintangi kemajuan-kemajuan jiwa untuk dapat
sampai pada keutamaan-keutamaan yang paling tinggi (O’Donnell, 1990a: 36).
Gambar Hati Kudus Yesus menghadirkan bukan hanya cinta-Nya yang
kelihatan, tetapi juga cinta ilahi-Nya. Jadi kalau kita menghormati gambar itu,
yang kita hormati bukan gambarnya, tetapi juga yang digambarkan, yakni cinta
Kristus yang mencintai kita para pendosa, dan pribadi Sang Sabda yang
menjelma. Dengan merenungkan Hati fisik Yesus, kita harus sampai pada
penghormatan kepada cinta Kristus yang ilahi dan insani. Dengan melihat kodrat
ilahi dan insani yang bersatu secara hipostatis dalam diri Kristus, dalam iman, kita
dapat melihat ikatan yang erat antara cinta ilahi dan insani Hati Kudus Yesus.
Kedua, cinta itu ada dalam Hati Kudus Yesus dan diikat oleh ikatan kodrat,
sehingga cinta insani menjadi subyek cinta ilahi. Dasar bahwa simbol alamiah,
38
yaitu hati manusia Yesus melambangkan Sang Sabda dan dalam penjelmaan-Nya
menghadirkan seluruh cinta ilahi. Oleh karena itu, devosi kepada Hati Kudus
Yesus adalah perwujudan yang sempurna Agama Kristen. Inilah devosi cinta
(O ’Donnell, 1990a: 36).
4) Ajakan Memahami Devosi dengan benar dan Menyebarluaskannya
Devosi Hati Kudus membantu kita untuk sampai kepada kesempurnaan
Kristiani. Menurut Santo Tomas dari Aquino, inti devosi pada umumnya adalah
pemberian diri dengan rela akan hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan
dengan Tuhan. Begitu juga dalam devosi Hati Kudus Yesus, kita memberikan
penghormatan atas cinta-Nya, melayani dalam kepasrahan demi cinta Ilahi-Nya,
maka sepantasnya jikalau kita menjungjung tinggi devosi ini. Dengan devosi ini
kita melaksanakan perintah Tuhan: ”Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap
hati dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan dengan
segenap kekuatanmu” (Mrk 12:30). Kita dibimbing bukan untuk kepentingan diri
sendiri tetapi demi kemuliaan Tuhan yang kita abdi dengan cinta, hormat, puji
dan syukur. Inilah sebabnya devosi Hati Kudus Yesu sangat cocok dengan Agama
Kristen.
Para Paus yang terdahulu sudah menganjurkan devosi tersebut, bahkan
menetapkan Hari Raya Hati Kudus Yesus dan lebih lagi telah membaktikan
seluruh umat kepada Hati Kudus Yesus. Sudah terbukti bahwa devosi tersebut
membawa buah-buah melimpah, di mana banyak warga Gereja yang tadinya
terpisah dan acuh tak acuh dan akhirnya kembali kepangkuan Gereja, walaupun
39
anggota Gereja belum semua mencapai itu, bahkan masih jauh dari kehendak
Tuhan.
Para pendosa banyak yang belum bertobat, dunia masih penuh dengan
orang-orang yang menolak Tuhan, Gereja dan wakil Kristus di bumi ini. Membeci
Tuhan adalah dosa yang besar yang dengan-Nya manusia benar-benar terpisah
dari kebaikan ilahi dan menolak segala yang mengarahkan kepada Tuhan,
kebenaran, keutamaan, perdamaian, dan keadilan. Kini musuh-musuh semakin
meningkat terus menerus: materialisme, ateisme, kelobaan akan barang-barang
duniawi dan lain sebagainya. Dimanakah kita dapat menyembuhkannya selain
berpaling kepada Hati Kudus Yesus? Cinta Kristus perlu ditingkatkan dan
diperkembangkan melalui devosi Hati Kudus. Kalau hukum cinta kasih ini ditolak
maka tidak akan ada damai sejati. Karena di mana ada kebenaran di situpun
tumbuh damai sejahtera. Maka sepatutnyalah orang Kristen memperkembangkan
kerajaan Kristus dengan memandang devosi Hati Kudus Yesus sebagai sumber
persatuan, penyelamat dan perdamaian. Devosi Hati Kudus Yesus akan membawa
manusia untuk memperkembangkan penghormatan kepada Sakramen Mahakudus
dan Salib Suci. Orang tidak akan dapat mencintai Yesus yang tersalib dengan
tepat jika ia belum mengerti rahasia-rahasia misteri Hati Kudus Yesus
(O’Donnell, 1990a: 38-39).
Devosi Hati Kudus Yesus bertujuan untuk mengingatkan bahwa karya
cinta kasih Kristus bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa karya cinta kasih
Kristus yang paling utama adalah penetapan Sakramen Ekaristi. Dengan
Sakramen Ekaristi, Kristus ingin bersama-sama dengan kita sampai akhir jaman.
40
Ekaristi adalah anugerah Hati Kudus Yesus yang amat besar, sebab diberikan
berdasarkan cinta-Nya yang amat besar pula. Untuk membawa kembali kawanan
yang tersesat pada pangkuan cinta Ilahi maka Paus Pius ke XII menegaskan
bahwa devosi Hati Kudus Yesus adalah sekolah yang sangat efektif untuk cinta
kasih Ilahi yang diatasnya Kerajaan Allah harus dibangun dalam hati masing-
masing individu, keluarga-keluarga dan bangsa-bangsa. Dari sini haruslah timbul
pelaksanaan tugas dengan setia, menghormati hak-hak tiap orang, menganggap
barang-barag duniawi lebih rendah dari pada barang-barang surgawi.
Kita perlu menggabungkan devosi Hati Kudus Yesus dengan devosi Hati
Kudus Maria, sebab Allah menghendaki agar Maria bersatu dengan Yesus dalam
menyelamatkan manusia. Keselamatan kita mengalir dari cinta dan penderitaan
Kristus yang bersama dengan penderitaan Maria. Kita pantas juga berterimakasih
dan memuji Bunda Maria, maka kalau devosi dilaksanakan sesuai dengan maksud
Gereja tentu akan mendatangkan buah-buah yag melimpah (O’Donnell, 1990a:
39).
6. Awam
Kesaksian mengenai Hati Kudus Yesus diberikan misalnya oleh Louise de
Marillac (1591-1660). Ia adalah seorang janda bangsawan yang sangat
memperhatikan orang-orang miskin. Untuk hal tersebut, ia bekerja sama dengan
St. Vinsensius a Paolo. Ia mendirikan Kongregasi Suster-suster Caritas. Ia
membuat gambar yang menyala di dada Kristus. Demikian juga ada awam yang
memberikan kesaksian, misalnya Armele Nikolas yang wafat tahun 1671; nyonya
41
de Neuvellars, yang mendapat penampakan Hati Kudus Yesus dan wafat tahun
1616: Marie de Velernod yang begitu indah melukiskan cintanya kepada Kristus.
Hati itu adalah segalanya baginya. Ia mohon supaya diijinkan untuk tinggal, hidup
dan bersatu dengan-Nya (O’Donnell, 1990b: 7).
Dengan demikian jelas bahwa devosi kepada Hati Kudus bukanlah berasal
dari Margareta Maria Alacoque saja, tetapi sudah ada sebelumnya bahkan akarnya
pada jaman para Bapa Gereja, yakni dalam devosi mereka kepada lambung
Kristus yang tertikam sebagai sumber segala rahmat (Djagom, 1989: 12-14).
D. Hati Kudus Maria
Maria menjadi teladan, dengan fiat penyerahan hidupnya: ”Jadilah padaku
menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:38). Maria menyerahkan tubuhnya yang tak
bernoda dikuasai oleh Allah, sehingga Tuhan berkenan menciptakan sesuatu yang
sama sekali baru dalam penciptaan, karena kerjasama antara Tuhan dengan
mahluk-Nya, dimana Tuhan pencipta Mahaagung dengan kuasa-Nya dan
”Persembahan tubuh yang hidup, yang kudus dan berkenan kepada Allah”,
mengambil benih ciptaan baru, Sang Adam Kedua. Tubuh dipersembahkan bagi
ibadah, dihantar oleh penguasaan diri, dijiwai oleh pengorbanan, diawali,
digerakkan dan mecapai kesempurnaan akhir oleh Roh Kudus. Maria membuka
tubuhnya menjadi penjelmaan Sang Putra sebagai awal penebusan.
Maria ibu yang penuh sukacita, menggenapi pengorbanannya, dengan
menerima menjadi ibu dukacita. Maria yang mengandung Sang Putra pada
pewartaan malaikat, di bawah salib melahirkan para Sang Putera Gereja, kalau
42
dari Yesus yang dikorbankan di salib, Maria mendengar sabda-Nya: ”Ibu itulah
Putramu” – ”Itulah ibumu” (Yoh 19:27-28), kemudian menyaksikan lambung
Yesus ditikam, ”dan segera keluarlah darah dan air” (Yoh 19:34). Tubuh Yesus
yang oleh Maria dilahirkan dalam keutuhan dan di salib dipersembahkan menjadi
korban, dengan demikian mencapai kesempurnaan dalam korban ibadah yang
sejati. Maria berdiri di bawah Salib, menerima penyaliban sebagai kenyataan
hidup, satu-satunya jalan penebusan, karena Yesus, Sang Adam baru dengan
hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya menunjukkan jalan kehidupan.
Di bawah salib Maria dan rombongan wanita lainnya menjadi penyalur
hidup Ilahi. Melawan pandangan lumrah dan latah yang menginginkan segala
kenikmatan hidup lewat badan, mereka berani menyaksikan Yesus mati, bersama
Maria yang sekali memberi hidup pada tubuh penjelmaan Yesus, lewat penebusan
dan penyerahan tubuh yang sama untuk dipurnakan lewat derita salib, wafat dan
kebangkitan-Nya. Luka-luka dipersembahkan sebagai persembahan yang hidup,
yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itulah ibadah mereka yang sejati
dan melalui hal itu, mau menunjukkan kepada umat beriman supaya menerima
teladan itu serta menghayatinya dalam karya penebusan setiap hari (Soenarja,
1987: 93-94).
Selama berjam-jam Maria mendampingi Yesus dinista, disiksa, dan
dihukum. Maria mengetahui satu-satunya daya kuasa yang lebih kuat dari pada
duka derita adalah cinta kasih. Maria tidak bersembunyi dan tidak dapat
menyangkal Putranya seperti dilakukan Petrus. Maria berdiri dalam daya kekuatan
rahmat Allah dan menjadi saksi cinta kasih. Pada saat itu Yesus Puteranya
43
memerlukan cinta kasih melebihi saat mana pun sebelumnya. Maria tahu, Yesus
berjaya pada waktu Ia menyerahkan diri-Nya kepada kehendak Bapa-Nya. Maria
mengajak umat beriman agar selalu berani, sebab dalam hati yang remuk redam
ada daya kuasa untuk menyembuhkan, mengubah dan melahirkan cinta kasih
(Cokro, 2009: 72-73).
Tugas Maria terhadap Gereja tidak bisa dipisahkan dengan persatuannya
dengan Kristus. Adapun persatuannya dengan Puteranya dalam karya
penyelamatan, hal itu terungkap sejak saat Kristus dikandung oleh Perawan Maria
hingga saat wafat-Nya. Hubungan itu tampak terutama pada saat sengsara-Nya.
Dan sesudah Yesus naik ke surga Maria menyertai Gereja melalui doa-doanya.
Bersama para Rasul dan beberapa wanita Maria memohon anugerah Roh dengan
doa-doanya, Roh yang sudah menaunginya pada waktu menerima kabar gembira.
Maria tidak pernah terkena segala cemar dosa asal, dan sesudah menyelesaikan
perjalanan hidupnya di dunia, ia juga diangkat kesurga, badan dan jiwanya. Ia
ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara penuh
menyerupai Puteranya.
Perawan Maria secara penuh menyetujui kehendak Bapa, karya penebusan
Puteranya dan dorongan Roh Kudus, sehingga ia menjadi contoh iman dan cinta
bagi Gereja. Tugasnya terhadap Gereja dan seluruh manusia masih lebih besar.
Maria secara istimewa bekerja sama dengan karya Juru Selamat, dengan
ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk
memperbaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh katena itu dalam tata rahmat,
Maria menjadi Bunda umat beriman. Sebab sesudah diangkat ke surga Maria tidak
44
meninggalkan perannya untuk membawa keselamatan, melainkan dengan aneka
perantaraannya ia terus-menerus memperoleh bagi umat beriman karunia-karunia
yang menghantar kepada keselamatan kekal. Oleh karena itu Maria dalam Gereja
disapa dengan gelar: pembantu, penolong dan pengantara. Keibuan Maria menjadi
kekuatan bagi umat beriman, sebab segala pengaruhnya yang menyelamatkan
manusia berasal dari Kristus (Katekismus Gereja Katolik, 1995: 250-151).
E. Pemahaman Suster-Suster FCJM di Indonesia tentang Spiritualitas Hati
Kudus Yesus dan Maria Sebagai Sumber Pelayanannya
Salah satu spiritualitas yang dihidupi Konggregasi FCJM (Franciscanae
Filiae Sanctissimae Cosdis Yesus et Mariae) adalah penghormatan yang
mendalam kepada Hati Kudus Yesus dan Maria yang tidak bernoda. Para Suster
FCJM dengan bangga menyandang nama: ”Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan
Maria”. Sesuai dengan nama ini, maka para Suster FCJM harus paham akan
Spiritualitas yang dihidupi sehingga dapat menjadi semangat yang tercermin di
dalam sikap dan pelayanannya. Mereka menyebut diri Puteri-Puteri Hati Kudus
Yesus dan Maria, untuk menunjukkan tugas mereka dan usaha khusus untuk
menghormati dan sesempurna mungkin mencintai kedua Hati itu dan sekaligus
menjadi sumber kekuatan dalam pelayanannya. Para Suster FCJM, mempunyai
hubungan yang intim dengan Hati, yakni Hati Kudus Yesus dan Hati Maria dalam
semua kehidupannya. Sebagaimana dikatakan oleh pendiri konggregasi Muder
Maria Clara Pfander :
”Mereka menyebut diri sebagai Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria, dengan demikian muncul saksi-saksi khususnya mereka yang
45
memperjuangkan kasih sempurna dan hormat kepada Hati Kudus Yesus dan Maria dan orang akan meneladani hati mereka yang bersumber dari Hati Kudus” (Martin, 1860: 12).
Hati Yesus adalah tempat suara hati; tempat kebebasan akan cinta Yesus;
kebebasan untuk memutuskan dirinya sendiri tanpa paksaan; Hati Yesus adalah
suara hati-Nya sendiri. Ketika kita berkontemplasi, kita merasakan Hati sebagai
kebebasan untuk mencintai Tuhan, disini kita menemukan kebebasan menyeluruh.
Suara hati Tuhan dalam diri manusia masuk ke dalam suara Hati Yesus dari
Nazareth. Dia mengosongkan diri demi kemuliaan Allah (Yoh 17:5), dan cinta
yang tak berkesudahan (Fil 5:5-8; Yoh 13: 1). Seluruh hidup-Nya tertuju kepada
kematian dan kebangkitan-Nya. Sesuai dengan Injil Yohanes, dengan kematian-
Nya, Yesus memberikan Roh-Nya, dan ketika salah seorang serdadu menusuk
lambung-Nya dengan tombak, mengalirkan darah dan air (Yoh 19: 28-34), dan
inilah ”saat” kelahiran Gereja. Hati Yesus diberikan kepada kita sebagai cinta
abadi dari Tuhan, hati menjadi ruangan dan tempat hidup. Bersama Dia kita
merasakan misteri kasih ibu, dan Yesus dengan umur yang masih muda tidak
ragu-ragu untuk memberikan nyawa-Nya ( Siringo-ringo, 2005: 25).
Berbicara mengenai penyembahan terhadap Hati Kudus Yesus, membuat
kesadaran dan kebebasan hati kita untuk membiarkan diri sendiri dipenuhi
dengan-Nya. Berkontemplasi mengenai rahasia hidup-Nya tahap demi tahap
membawa perobahan akan kebebasan suara hati kita. Melalui cara itu, para Suster
FCJM menjadi benar-benar, ”Puteri- Puteri Hati Kudus Yesus”. Para Suster
dipanggil oleh Tuhan dengan mengambil bentuk dan teladan dari Putera-Nya
sendiri (Rm 8:29). Lagi pula hatinya direalisasikan dalam ”Hati Yesus”, kemudian
46
para Suster FCJM akan menjadi benar memberikan hidup kepada sesama sesuai
dengan sabda Yesus sendiri: ”Dari dalam hatinya akan mengalir aliran air hidup”
(Yoh 7:38). Kemudian perhatian Yesus menjadi perhatian mereka sehingga
persembahan hidup para Suster adalah doa yang terus-menerus dikombinasikan
dengan tugas pelayanannya. Bardasarkan Hati Kudus Yesus, para Suster FCJM
memberikan pelayanan dengan penuh cinta kasih terutama bagi anak yatim-piatu
dan miskin (Martin, 1860: 10).
Cinta Muder Maria Clara Pfander terhadap Hati Kudus Yesus nyata dalam
kehendaknya, untuk mengungkapkan cinta itu secara mendalam yakni melalui
Perayaan Ekaristi (dia melihat cukup dalam hubungan antara Hati Yesus dan
Ekaristi), yakni: dengan merayakan Ekaristi berarti bersyukur dan mengenang
kembali pemberian diri Kristus kepada umat-Nya, kepada dunia, dan masuk ke
dalam ritual pemberian diri-Nya, dengan bersembah sujud kita menghadirkan diri
dihadapan Tuhan dan semua kebutuhan Gereja serta seluruh dunia. Dan melalui
penghayatan Ekaristi, kita menjadi satu dengan penderitaan dan penyaliban
Kristus, serta menghayati kesatuan Yesus Kristus dengan umat-Nya (Martin,
1860: 49).
Rumusan lain, Hati Kudus Yesus bagi Muder Maria Clara Pfander adalah:
”Matahari rahmat Ilahi, dan cinta yang menerangi kita, teladan mulia dari segala
kebajikan; yang menginsyafi kita akan cinta kasih Ilahi yang melimpahi
perbendaharaan segala belaskasihan yang dicurahkan kepada kita; firdaus jiwa
dan ganjaran serta kebahagiaan abadi”. Allah menghendaki justru dalam zaman
ini Hati Kudus Yesus yang bernyala-nyala dihormati dengan sungguh-sungguh
47
oleh manusia, khususnya oleh Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria. Oleh
sebab itu hendaklah para Suster FCJM berusaha agar mereka bukan hanya
mencintai Hati Kudus Yesus dan Maria dengan cinta mesra, melainkan juga
mencoba dengan segala tenaganya untuk menyebarkan penghormatan yang seperti
itu kepada orang lain. Dengan tidak henti-hentinya, hendaklah mereka berusaha
membentuk hatinya sesuai dengan Hati Kudus Yesus dan Hati Kudus Maria
dengan mengembangkan cintanya yang mendalam kepada-Nya (Martin, 1860:
90).
Para Suster FCJM mewajibkan diri sebagai kurban silih bagi Hati Kudus
Yesus, setiap hari demi wujud ini mempersembahkan segala doa dan tapa mereka,
Ekaristi Kudus, Komuni Kudus, semua pekerjaan baik yang mereka lakukan
berkat rahmat Tuhan. Di hadapan Hati Kudus Yesus yang bernyala penuh kasih
tersembunyi dalam Sakramen Mahakudus mereka memanjatkan doa laksana dupa
naik kehadirat Allah dan sampai sekarang di rumah induk, mereka mengadakan
Sembah Sujud Abadi, dimana para Suster secara bergantian berdoa siang dan
malam. Mereka berdoa dengan sederhana dan berapi-api bagi Bapak Suci kita,
bagi yang mulia Uskup kita dan keuskupannya, bagi semua Uskup, Imam dan
Birawan, bagi semua Gembala dan Pelayan umat. Demikian pula bagi pertobatan
para pendosa orang yang sesat imannya atau yang belum percaya, bagi orang yang
dipercayakan kepada para Suster FCJM, bagi kaum kerabat, para penderma, orang
sakit, dan mereka yang akan menghadapi ajalnya serta bagi jiwa-jiwa yang
malang di api pencucian (Martin, 1860: 9).
48
Dan inilah tujuan dasar Muder Maria Clara Pfander mendirikan
Kongregasi; berdoa secara terus menerus untuk Gereja, terutama melalui Sembah
Sujud pada Tuhan dalam Ekaristi, mengurus anak-anak terlantar dan orang sakit,
serta melaksanakan karya cinta kasih lainnya sesuai dengan kebutuhan zaman
demi tujuan Kongregasi (Konst, 1980, art. 4).
Supaya doa mereka menjadi lebih kuat, menembus awan dan lebih
berguna bagi Gereja Katolik yang Kudus, maka mereka harus pertama-tama
berusaha dengan rendah hati dan sungguh rajin menyempurnakan diri agar
akhirnya berkenan sepenuhnya kepada Allah. Sebab semakin orang sempurna dan
suci, semakin berdaya guna doanya, semakin ia sanggup bukan hanya membawa
hasil bagi Gereja Kudus dengan doanya, tetapi juga melaksanakan karya cinta
yang memuliakan dan mengagungkan Allah serta membawa manfaat bagi sesama
(Martin, 1860: 10).
Para Suster Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria sejauh sanggup
melaksanakan karya cinta kasih yang diarahkan pertama-tama dengan ramah dan
tulus kepada anak yatim-piatu dan miskin. Mereka mengingat sabda Tuhan:
”Barang siapa menerima seorang anak dalam namaKu, menerima Aku”. Maka
para Suster yang sibuk dalam pendidikan, merawat orang sakit, mereka harus
melayani dengan sepenuh hati, sebab di dalam diri mereka inilah mereka melayani
penyelamat Ilahi dengan cinta, rela berkorban, sambil mengingat perkataan:
”Segala sesuatu yang kau lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang
paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40), dan ”Ketika
Aku sakit, kamu melawat Aku” (Martin, 1860: 10).
49
Dalam sebutan itu mereka selanjutnya menunjukkan tugas mereka, yakni
tetap memohonkan belaskasih dari kedua Hati itu (Hati Yesus dan Maria), sesuai
dengan wujud yang di sebut pada awal. Demikian pula ditunjukkan usaha para
Suster yang tekun dan rendah hati untuk mengubah hati mereka menurut contoh
kedua Hati Kudus itu khususnya melatih diri dalam cinta kasih suci dengan
rendah hati dan taat (Martin, 1860: 12).
Dari kedua Hati itu diharapkan para Suster FCJM (Franciscanae Filiae
Sanctissimae Cosdis Yesus et Mariae) mempersatukan hidup doa dan pelayanan,
sehingga pelayanan disemangati dan diteguhkan oleh doa sehingga membawa
berkat bagi setiap orang yang dilayani. Perlu ditegaskan kembali bahwa setiap
Minggu mereka mangadakan jam suci, yaitu malam Jumat antara jam sebelas dan
dua belas untuk menghormati sengsara Yesus yang mengerikan dan sakrat
mautnya di taman Zaitun. Selama ini mereka berdoa bersama-sama dengan
kebaktian besar terhadap Hati Kudus Yesus yang tersembunyi dalam Sakramen
Mahakudus untuk wujud-wujud yang telah ditentukan (Martin, 1860: 90).
Setiap hari Jumat pertama dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus.
Pada saat itu para Suster FCJM hendaknya memperdalam cintanya terhadap Hati
Kudus Yesus yang bernyala karena cinta-Nya yang berkobar-kobar kepada
mereka. Pada hari Jumat sepanjang tahun Hati Kudus Yesus dihormati secara
khusus. Jika para Suster FCJM menghormati Hati Kudus Yesus, niscaya mereka
juga menghormati dan mencintai Hati Kudus Santa Maria Bunda Surgawi yang
tidak bernoda dengan cara yang sama. Maka pesta Hati Kudus Santa Maria yang
tidak bernoda dirayakan dengan meriah. Pada setiap pesta Bunda Maria dan setiap
50
hari Sabtu, hendaknya para Suster FCJM melipatgandakan cinta dan
penghormatannya kepada Perawan Maria. Karena cinta mereka kepada Perawan
Maria yang tidak bernoda Bunda Allah, maka disamping nama Biara, semua
suster FCJM juga menerima nama Maria misalnya; Sr. Maria Stefania Gultom,
FCJM, Sr. Maria Avelina Simbolon, FCJM, demikian juga dengan Suster-suster
lainnya. Hal ini menjadi sangat jelas bahwa para Suster FCJM menimba inspirasi
dan semangat dari Hati Kudus Yesus dan Maria. Diharapkan cinta mereka dengan
sepenuh hati dalam pelayanan, baik itu dalam rumah tangga, pendidikan,
kesehatan, karya sosial, rehabilitasi untuk anak-anak cacat fisik, maupun dalam
karya pastoral semua memancarkan cinta kasih yang berkobar-kobar yang
bersumber dari Hati Kudus Yesus dan Maria, maka kehadiran mereka menjadi
sumber berkat bagi semua orang yang dilayani (Martin, 1860: 91).
Berkat kesatuan yang mendalam dengan Hati Kudus Yesus dan Maria
maka para Suster FCJM diberi anugerah secara bebas dari Allah yakni:
1. Hati yang mencinta, hati yang memiliki kekuatan dan tidak mudah menyerah,
hati yang lembut, berbelas kasih dan pengampun (Yesaya 6:2).
2. Hati yang rela berkorban untuk menjadi pemanggul salib yang benar demi
cinta kepada Yesus yang tersalib agar dapat menerima palem kehidupan yang
kekal.
3. Hati yang tetap pasrah dan teguh akan penyelenggaraan ilahi, hati yang tetap
bersyukur dan rendah hati walaupun harus mengorbankan segala-galanya
kepada Dia yang tersalib (Flake, 1982: 68-69).
51
Kesaksian hidup para Suster FCJM dalam pelayanan diarahkan pada
partisipasi dalam perutusan Kristus yakni membawa dunia ini dalam
kepenuhannya melalui penyelamatan Kristus. Karena itu doa, karya, dan
penderitaan merupakan kerasulan mereka. Dengan pelayanan mereka
melaksanakan sabda Tuhan Pencipta untuk membangun dunia ini, dalam hal itu
mereka disatukan satu sama lain dengan semua orang. Pelayanan para Suster
memungkinkan mereka untuk mengalami dan menyinarkan sukacita serta
mengembangkan talenta yang telah dianugerahkan Allah kepada masing-masing
suster. Sejauh kesanggupannya dan tenaga mengijinkan, para Suster FCJM rela
menyerahkan diri kepada Tuhan. Semakin mereka melupakan diri, kesaksian
cintanya semakin dipercaya dan semakin menemukan kepenuhan hidup dalam
kesetiaan mengabdi kepada Dia yang telah memanggilnya melalui Kongregasi
Suster-suster FCJM.
Melalui sarana dan talenta yang telah dimiliki oleh para Suster, maka
mereka dapat melaksanakan pelayanan kasih yang paling dibutuhkan orang-orang
yang dihadapinya, Gereja dan Kongregasi. Menurut Muder Maria Clara Pfander,
siapa saja yang membutuhkan hak untuk dibantu, hendaknya para Suster
berusaha untuk menolongnya; tetapi mereka hendaknya mendahulukan dan
mengutamakan anak-anak yatim-piatu, miskin dan menderita. Mereka juga
berpartisipasi seturut kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam
Kongregasi FCJM khususnya dalam memberikan pelayanan terhadap para Suster
yang dalam keadaan sakit dan lanjut usia, sebab hal itu merupakan pelayanan
khusus dan perhatian yang penuh kasih (Konst, 1980, art. 42-44).
52
Mereka yang sakit dan lanjut usia, tetap berpartisipasi dalam tugas
perutusan Kristus melalui doa atau penderitaan yang sedang dialaminya. Sejauh
memungkinkan setiap suster berusaha agar hidupnya menjadi saluran berkat bagi
semua orang. Terutama bagi yang sudah lanjut usia, mereka berusaha menerima
keadaannya dengan penuh sukacita. Tuhan telah melakukan segala yang baik
dalam hidupnya, maka rasa syukur kepada Allah hendaknya menjadi ungkapan
hidunya, sehingga menjadi contoh bagi suster-susternya. Dan mereka yang masih
dapat melayani komunitas tetap berusaha memberikan teladan yang baik dan
penuh kasih (Konst, 1980, art. 45).
BAB III
HATI KUDUS YESUS DAN MARIA
DALAM KONGREGASI FCJM
A. Harapan Gereja: Berangkat dari Hati Yesus dan Maria
Di dunia ini banyak orang miskin, maka kehadiran Gereja hendaknya
mempunyai makna bagi belahan dunia yang mengalami kemiskinan itu. Gereja
dan pelayan-pelayannya harus membawa kabar gembira bagi kaum miskin. Gereja
mengalami berbagai tantangan dan penindasan, yang membuat manusia sering
terabaikan terutama bagi orang-orang miskin. Mereka hidup tanpa cinta kasih,
kurang perhatian dan sering diperlakukan secara tidak adil. Padahal, mereka juga
adalah makhluk ciptaan Tuhan, sama dengan orang-orang yang hidupnya lebih
bernasib membutuhkan cinta kasih. Dalam hal itu, Gereja dan pelayan-pelayannya
tampil dan bertindak untuk membawakan misinya serta memberikan cinta kasih,
sehingga orang-orang miskin mendapat perhatian. Sesuai dengan perutusan Yesus
Kristus yang diteruskan-Nya, Gereja solider dengan orang miskin. Ia membantu
semua orang yang kurang mampu atau miskin. Gereja dan pelayan-pelayannya
harus membawa kabar gembira bagi kaum miskin (Iman Katolik, 1996: 455).
Para Suster FCJM sebagai anggota Gereja, terdorong oleh Hati Kudus
Yesus, turut mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk menghadirkan karya
keselamatan Yesus Kristus bagi orang-orang miskin. Melalui semangat Hati
Kudus Yesus yang bernyala-nyala mereka berusaha melaksanakan karya cinta
kasih terhadap yatim-piatu, miskin dan terlantar. Para Suster berpedoman pada
Sabda Tuhan: “Barang siapa menerima seorang anak dalam nama-Ku, mereka
menerima Aku”. Mereka yakin bahwa melalui pelayanan terhadap yatim-piatu,
54
miskin dan terlantar, mereka juga memberi pelayanan terhadap Tuhan sendiri
yang hadir di tengah-tengahnya melalui orang-orang yang dilayani serta dirawat
setiap hari (Martin, 1860: 9).
Para Suster disemangati oleh semangat suci sesuai dengan Sabda Tuhan,
bahwa mereka menerima Tuhan sendiri dalam diri anak-anak miskin yang
dilayani sesuai dengan bakat dan hartanya. Mereka pun percaya bahwa pada
gilirannya, Tuhan akan mengganjari budi baiknya, melalui pelayanan kasih yang
dilakukannya. Tuhan juga berkenan menjadi penolong dan penuntunnya agar tetap
setia dalam pelayanan itu. Mereka perlu semakin menghormati dan memuliakan
Tuhan agar sungguh-sungguh membawa keselamatan dan berkat bagi banyak
orang melalui doa dan pelayanannya. Para Suster banyak berdoa sebab melalui
doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan, justru dengan semangat itu mereka
semakin dapat memperoleh kesempurnaan. Sebab semakin orang sempurna dan
suci, semakin berdaya gunalah doanya dan hasilnya bukan hanya untuk Gereja
Kudus tetapi mampu melaksanakan pelayanan cinta kasih terutama bagi mereka
yang kecil, miskin, menderita, sekaligus memuliakan dan mengagungkan Allah
serta berguna terhadap sesama (Martin, 1860: 10).
Hati Kudus Yesus telah rela ditikam, demi penebusan dan keselamatan
umat manusia dengan penuh kasih. Lambung Yesus mengalirkan darah dan air.
Hati yang tertikam adalah bahasa yang dipakai Allah untuk menyatakan kasih
Yesus yang merupakan sumber daya yang menebus umat manusia dari dosa. Daya
itu dialirkan melalui Gereja bila menerimakan Pembaptisan dan Ekaristi (Jacobs,
1987: 28).
55
Hati Kudus Yesus mewahyukan cinta kasih-Nya yang tanpa batas kepada
umat-Nya. Hati Yesus yang terluka menjadi lambang kasih-Nya yang luar biasa
dan diberikan kepada umat manusia. Hati Yesus menjadi sumber kehidupan dan
penghiburan serta menjadi wadah kasih. Maka sangat penting diadakan kebaktian
kepada Hati Kudus Yesus yang menjadi sarana untuk hidup dan bersatu dengan-
Nya. Dengan demikian, orang semakin mengalami dan merasakan pada waktu
Yesus masih di dunia ini, khususnya dalam sengsara dan salib-Nya ( Jacobs,
1987: 35).
Pengalaman Hati Yesus adalah pengalaman orang-orang kecil yang
ditindas dan diperas di tengah-tengah masyarakat. Di dalam diri Yesus, Allah
sangat dekat dengan semua orang kecil yang hidup di dunia ini. Dan justru karena
itu Hati Kudus Yesus merupakan tanda kasih Allah yang luar biasa bagi umat
manusia. Hati Yesus adalah hati orang-orang kecil, Ia tidak minta dihibur tetapi
justru Ia senasib dengan manusia dan membawa penghiburan yang sejati. Ia
meminta supaya umat manusia bersama-sama dengan-Nya berani memikul segala
beban kehidupan yang menimpa orang-orang kecil ( Jacobs, 1987: 37-38).
Melalui Hati Kudus Yesus yang penuh kasih itu diharapkan anak-anak
yatim-piatu, miskin dan terlantar dapat semakin:
1. Teguh dalam Iman
Yesus hadir di antara orang-orang miskin dan berkata: “Berbahagialah hai
kamu yang miskin” (Luk 6: 20). Yesus tidak memuji kemiskinan, dan tidak
menyatakan bahwa mereka bahagia karena miskin tetapi semangat baru diberikan
kepada mereka. Dalam hal itu kaum miskin diajak untuk menyadari kekuatan
56
Allah yang tetap ada di antara mereka, itulah sebabnya Yesus membuat mukjizat-
mukjizat-Nya. Jikalau Yesus melakukan mukjizat bukan berarti untuk membuat
semua orang miskin menjadi kaya, tetapi di situ mau merperlihatkan bahwa Allah
yang penuh kasih itu hadir menyertai mereka, perjuangannya didukung dan
diperkuat oleh Allah. Mukjizat Yesus adalah tanda kasih Allah kepada mereka
(Iman Katolik, 1996 : 456).
Kasih Allah mendapat bentuk yang konkrit dalam diri Yesus dari Nazaret,
Putera Allah yang menjadi tukang kayu. Pengalaman Hati-Nya adalah
pengalaman setiap orang kecil yang ditindas dan diperas ditengah-tengah
masyarakat. Maka Yesus sangat dekat dengan semua orang kecil dalam hidup di
dunia ini. Dan karena itulah Hati Yesus menjadi tanda kasih bagi umat manusia.
Yesus mau senasib dengan manusia, kecuali dalam hal dosa. Dia rela wafat dan
mati di kayu salib demi cinta-Nya kepada umat-Nya. Yesus merasakan beban
berat yang ditanggung oleh manusia. Ia merasakan pahit getirnya di dalam Hati-
Nya sendiri, tetapi Dia menghendaki-Nya dan tidak meminta penghiburan
(Jacobs, 1987: 38).
Orang-orang miskin pada zaman ini adalah mereka yang ditindas, diperas,
digusur dan diperlakukan dengan tidak adil. Mereka tidak berdaya atas
kemiskinannya, namun Yesus secara tegas mewartakan bahwa kaum miskin
terberkati dengan mengatakan: “Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan
Allah” (Mat 5:3). Yesus mengundang siapa saja yang bersusah payah dan
bersedih hati untuk datang kepada-Nya sebagai sumber penghiburan: “Marilah
kepada-Ku, semua yang letih-lesu dan berbeban berat” (Mat 11:28). Dengan
57
penuh cinta Yesus merangkul orang-orang miskin yang menderita dan tertindas
(ASG, 1999, art. 23).
Dalam semua penderitaan itu perlu berpegang teguh kepada Hati Kudus
Yesus yang senantiasa memberikan kekuatan kepada umat-Nya. Ia ada di situ dan
menyucikan umat-Nya seutuhnya dengan cinta kepada-Nya lebih jauh lagi, Ia
tidak hanya mau melimpahi dengan cinta-Nya, tetapi ingin seutuhnya
mengubahnya menjadi cinta kepada-Nya melalui salib atau penderitaan-
penderitaan, seperti halnya salib dan penderitaan-Nya yang menjadikan diri-Nya
cinta kepada umat manusia.
Betapa besar penghinaan bagi Yesus yang merendahkan diri-Nya ke dalam
penderitaan, dimana Ia dapat disempurnakan dan dibawa kepada kepenuhan-Nya.
Tetapi betapa agunglah martabat penderitaan yang dipilih, digunakan oleh-Nya
dan digunakan oleh Bapa-Nya yang abadi untuk mencapai kesempurnaan serta
kepenuhan-Nya. Bukankah suatu kehormatan dan anugerah besar kepada umat-
Nya jika dibawa kepada kepenuhan dan disempurnakan melalui penderitaan sama
hal seperti Yesus? Terberkatilah Yesus Kristus yang tersalib yang telah
menganugerahkan berkat-berkat salib-Nya. Berbahagialah orang yang menderita
karena cintanya kepada Yesus Kristus (Levesque, 1995: 86-87).
2. Dengan Doa Mereka Diselamatkan
Seluruh rencana Tuhan terhadap manusia dan dunia adalah sejarah cinta
kasih, dan sebagai ungkapan kerinduan Tuhan, Dia menyelamatkan manusia dan
seluruh dunia. Manusia juga mempunyai kerinduan melalui doa-doa. Berdoa,
58
bukan berarti mengucapkan banyak kata-kata di hadapan Tuhan, yang membuat
Tuhan taat kepada keinginan-keinginan manusia, tetapi berdoa berarti
mendengarkan Tuhan dan melakukan kehendak-Nya. Dalam Kitab Suci, Tuhan
mengatakan: ”Tetaplah berdoa” (1 Tes 5: 17). Dan yang paling penting pada saat
itu adalah berdoa untuk keprihatinan-keprihatinan Gereja dan dunia, secara
khusus bagi mereka yang menderita, tersesak dan membutuhkannya. Kerinduan
itu dapat diungkapkan melalui doa-doa melalui sembah sujud, retret, rekoleksi,
ataupun saat-saat tenang di hadapan-Nya. Dengan doa dan sembah sujud di
hadapan Tuhan dapat menguatkan dan mengubah hidup manusia dari situasi yang
kurang baik menjadi lebih baik. Doa di hadapan Tuhan membimbing dan
menguatkan untuk menjalankan tugas pelayanan setiap hari (Thomann, 2008: 2-
3).
Dalam kehidupan manusia banyak keluh-kesah, dan masalah ingin
diselesaikan secara cepat-cepat. Salah satu masalah yang menyesakkan hati
manusia adalah pengalaman atas perlakuan yang tidak adil. Yesus menunjukkan
perumpamaan tentang seorang janda yang tekun dan mendesak kepada hakim
supaya menyelesaikan permasalahanya dengan adil. Pada zaman Yesus, menurut
tradisi dan hukum Yahudi, janda adalah orang yang secara sosial lemah. Janda
tidak memiliki pijakan dalam hukum, hidupnya hanya berdasarkan belas kasih
dari kebaikan orang lain, seperti dari anak laki-laki yang berhak atas warisan harta
atau atas dana untuk fakir miskin, janda dan yatim-piatu menurut ketentuan agama
atau menurut kesalehan orang. Janda itu tidak memiliki kekuatan untuk
memperjuangkan haknya, tetapi oleh Yesus ia digambarkan sebagai orang yang
59
memiliki keteguhan dan ketekunan dalam mengadu kepada Allah. Bagi dia, hanya
Allah yang sanggup memberikan keadilan. Yesus mengundang manusia agar
berdoa dengan penuh iman dan keyakinan, bahkan dengan iman yang demikian
mendesak karena percaya dan yakin bahwa Allah akan mendengarkan
permohonannya. Doa membuat manusia semakin mampu menghadapi segala
kepahitan dalam hidup. Doa tekun memiliki kekuatan yang luar biasa untuk
menghadapi dan mengatasi segala masalah. Penyelesaian yang sebenarnya dan
sejati datang dari Allah. Manusia pendoa bagaikan tanpa malu dalam berdoa,
itulah yang menjadi pengubah-pengubah keadaan dunia. Yesus sendiri sebenarnya
manusia pendoa sejati, sehingga Dia membawa gerak perubahan di dunia ini
(Darminta, 2006c: 20).
Manusia diundang untuk menghayati doa sebagaimana dalam Kitab Suci,
memenangkan kualitas hidup kekal atau hidup Ilahi. Itulah sebabnya manusia
diajak oleh Yesus untuk berdoa dengan tidak jemu-jemunya (Luk 18:1).
Memperjuangkan keadilan sebagai energi hidup Ilahi memerlukan iman yang
kuat. Begitu pula berdoa untuk menghayati mistik “berbuat bagi Allah dengan
berbuat baik bagi yang kecil” untuk itu sangat penting iman yang kuat untuk
mengalahkan rasa jemu dan lelah tanpa harapan. Doa yang diwujudkan dalam
Kitab Suci yaitu doa untuk memenangkan kualitas hidup kekal atau hidup Ilahi.
Bila tujuan hidup yang diperjuangkan melalui doa dan bersatu dengan Tuhan,
maka manusia dihadapkan pada ungkapan mistik “kau lakukan itu untuk Aku”.
Doa seperti itulah yang dipertegas oleh Yesus dalam Kitab Suci.
60
Manusia yang berjuang untuk beribadah kepada Allah dengan
memenangkan keadilan Allah dalam hidup (Luk 18:3). Doa demi memenangkan
keadilan memang melelahkan dan mudah membuat putus asa dan berhenti di
tengah jalan, itulah sebabnya Yesus mengajak umat manusia untuk berdoa dengan
tidak jemu-jemunya (Luk 18:1). Berdoa bagi Allah bukan berarti agar bebas dari
segala pergulatan-pergulatan hidup, tetapi mendesak untuk menumbuhkan
keyakinan akan energi Ilahi keadilan dan kebenaran Allah akan menang.
Keheningan dalam doa sangat penting yakni keheningan dalam Allah, sebab
dengan keheningan tersebut mampu mendengar teriakan dan ratapan manusia
yang kehilangan segala-galanya di dunia ini, misalnya kaum pengungsi, kaum
tidak bertanah dan orang yang tidak berpenghasilan biarpun di negerinya sendiri
(Darminta, 2006c: 27-29).
Dengan demikian mereka diselamatkan melalui doa-doa yang tekun
dilaksanakan dan bersumber dari Hati Kudus Yesus. Orang yang dapat merasakan
kebaikan dan kemurahan Tuhan ialah melalui doa, maka Yesus tetap mengajak
para murid-Nya untuk tetap berdoa (Luk 1: 1-13). Abraham selalu berdoa demi
kebaikan kembali penduduk Sodom dan Gomora, sehingga dia semakin mengenal
bahwa Allah itu sungguh pemurah dan penuh belas kasih. Melalui teladan
Abraham dan ajaran Yesus Kristus, manusia tidak hanya diajari untuk berdoa
tetapi diajak untuk membangun kembali gambaran Allah yang sedemikian murah
hati dan menginginkan segala yang baik dalam hidup manusia.
Betapa tidak mudahnya berdoa untuk membangun gambaran akan Allah
yang sedemikian mau diketuk hati kemurahan-Nya di tengah-tengah hidup yang
61
penuh dengan kekerasan, mau menang sendiri, baik di jalan-jalan, di rumah dan di
kantor-kantor manapun, semua mau menang sendiri sehingga hatinya semakin
keras dan tertutup. Akan tetapi, semakin manusia membuka hatinya, semakin pula
hati Allah terbuka baginya. Sebab, Allah sungguh rendah hati dan mau
merendahkan diri. Allah datang ke dunia ini dengan penuh kerendahan hati untuk
menolong umat manusia. Sebenarnya Allah yang kaya, sedangkan manusia
miskin dan tidak seberapa di hadapan Allah, maka manusia sangat perlu
merendahkan hati, agar memperoleh kasih dan kemurahan dari Tuhan (Darminta,
2006c: 36-37).
3. Memajukan Devosi Hati Kudus Yesus
Gereja senantiasa berpandangan bahwa devosi kepada Hati Kudus Yesus
adalah devosi yang amat tinggi sehingga perlu disebarluaskan. Menurut Paus Leo
XIII dalam Annum Sacrum menyatakan bahwa devosi Hati Kudus Yesus
merupakan kebaktian yang paling utama, yang akan memberikan buah yang
melimpah bagi umat beriman. Dengan devosi Hati Kudus Yesus, orang dapat
memalingkan diri kembali kepada Yesus, yakni jalan kebenaran dan kehidupan.
Bapak Paus Pius XI dalam Miserentisimus Redemptor mengingatkan
bahwa dalam devosi Hati Kudus Yesus terdapat secara ringkas dan padat seluruh
ajaran agama dan seluruh norma untuk hidup sempurna. Karena devosi tersebut
dengan mudah dapat menuntun jiwa kepada pengenalan akan Kristus Tuhan, dan
paling berdaya guna untuk menggerakkan hati manusia, agar dapat mencintai serta
mengikuti jejak Kristus dengan lebih bersemangat. Bapak Paus Pius ke XII,
62
berpendapat dengan para pendahulunya dan merasa amat bergembira karena
perkembangan devosi Hati Kudus Yesus, sebagaimana disebutkan dalam Summi
Pontificatus. Selama masa pontifikatnya beliau melihat dengan rasa gembira
bahwa banyak gerakan menyebarluaskan devosi Hati Kudus Yesus, khususnya
Kerasulan Doa. Banyak rumah, sekolah, institut dan negara dibaktikan kepada
Hati Kudus Yesus, karena begitu besar anugerah-Nya. Maka Paus menganjurkan
umat untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan
jauh lebih banyak dari apa yang didoakan atau dipikirkan (O’Donnell,1990a: 25-
26).
Hati Yesus adalah lambang dan perwujudan cinta kasih Kristus yang tidak
terbatas, cinta itulah yang menjadi alasan utama untuk pembaktian ke dalam Hati
Kudus Yesus. Cinta kasih Allah sudah dinyatakan dalam Perjanjian Lama yakni
perjanjian Yahwe dengan umat Israel di gunung Sinai dimeteraikan dengan
kekuasaan Yahwe atas Israel dan ketundukan Israel kepada Yahwe yang diperkuat
dan ditopang cinta kasih. Dalam Perjanjian Baru berpuncak pada kedatangan Sang
Sabda yang menjadi manusia dan itulah awal cinta kasih-Nya yang mendamaikan
manusia dengan Allah. Perjanjian itu dimeteraikan dengan darah Anak Domba
yang Mahasuci. Dan itulah sebabnya Perjanjian umat Kristani lebih kuat dan
bermanfaat, sebab dasarnya bukan ketakutan melainkan cinta kasih, rahmat dan
kebenaran, yakni Yesus sendiri (O’Donnell, 1990a: 28).
Menurut Santo Tomas dari Aquino, inti devosi Hati Kudus Yesus pada
umumnya adalah keinginan untuk pemberian diri dengan rela demi hal-hal yang
berhubungan dengan pelayanan Tuhan. Dalam devosi Hati Kudus Yesus, umat
63
memberikan penghormatan kepada cinta-Nya yang melayani dalam kepasrahan
demi cinta ilahi-Nya. Maka sudah sepantasnya kalau umat menjungjung tinggi
devosi tersebut. Melalui devosi kepada Hati Kudus Yesus, umat melaksanakan
perintah Tuhan: “Kasihanilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap akal-budimu dan
dengan segenap kekuatanmu” (Mrk 12:30). Umat dibimbing untuk menyembah
Tuhan bukan demi kepentingan diri sendiri, tetapi demi kemuliaan Tuhan yang
diabdi dengan cinta, hormat, puji dan syukur (O’Donnell, 1990a: 37).
Para Paus terdahulu telah menetapkan Hari Raya Hati Kudus Yesus dan
membaktikan seluruh umat manusia kepada Hati Kudus Yesus, dan terbukti
bahwa devosi Hati Kudus Yesus membawa buah-buah yang melimpah, di mana
banyak orang yang tadinya terpisah dari pangkuan Gereja, kemudian mereka
kembali lagi ke pangkuan Gereja (O’Donnell, 1990a: 38).
Menurut Margareta Maria, devosi kepada Hati Kudus Yesus pertama-tama
adalah penyerahan hidup sepenuhnya untuk bersatu dengan Yesus, sehingga dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh Yesus, menghendaki apa yang dikehendaki-
Nya dan mencintai apa yang dicintai-Nya. Devosi kepada Hati Kudus Yesus
membuat seluruh hidup manusia penuh dengan kasih Kristus, sehingga manusia
dapat melihat Kristus di mana-mana dan di mana-mana Kristuslah yang paling
penting dalam hidupnya. Devosi Hati Kudus Yesus juga merupakan balasan kasih
manusia terhadap kasih Kristus yang tanpa batas. Dan cita-cita devosi Hati Kudus
Yesus menurut Margareta Maria, yakni penyerahan dan pembaktian diri kepada
Hati Yesus dan memberikan segala cinta, hormat dan kemuliaan kepada-Nya
(Wenisch: 13).
64
Devosi kepada Hati Kudus Yesus, bertujuan mengingatkan umat-Nya
bahwa karya cinta kasih Kristus yang paling utama adalah penetapan Ekaristi,
sebab dengan Sakramen Ekaristi, Kristus ingin bersama-sama dengan umat-Nya
sampai akhir zaman. Ekaristi adalah anugerah Hati Kudus Yesus yang amat besar,
sebab diberikan berdasarkan cinta-Nya yang amat besar pula. Kalau devosi
dijalankan dengan setia, giat dan benar sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh
Gereja, maka akan mendatangkan buah-buah yang melimpah (O’Donnell, 1990a:
39-40).
Dari penampakan Yesus kepada Santa Margareta Maria, maka bentuk
wujud devosi Hati Kudus adalah: Misa Kudus Jumat Pertama, Komuni
Pemulihan, Jam Kudus pada hari Kamis malam untuk mengenang sengsara Tuhan
di taman Getsemani, Liturgi Hari Raya Hati Kudus Yesus dan penekanan khusus
pada pengudusan dan pemulihan (O’Donnell, 1990b: 20).
Banyak orang terbantu dengan mengembangkan iman dan hidup rohaninya
dengan salah satu bentuk devosional terutama dalam hidup menggereja atau hidup
keagamaan. Wujud itu ditentukan oleh wujud terbatas dari devosi tersebut
misalnya: Hati Kudus Yesus yang Mahakudus. Devosi adalah suatu sikap iman
dalam keagamaan yang merupakan kecenderungan asasi dan terdalam, dalam hati
manusia untuk beribadah dan berbakti kepada Allah. Bentuk-bentuk devosi ialah
wujud yang diambil manusia untuk menghayati hubungan devosinal itu. Wujud
devosi dapat dihayati dengan barbagai cara misalnya: ziarah, membiasakan doa-
doa tertentu, matiraga dengan cara tertentu atau cara-cara lainnya (Harjawijaya,
1993: 18).
65
Cinta yang mengalir mendorong Yesus menumpahkan darah-Nya untuk
menebus umat manusia. Maka pantas dan layak mempersembahkan serta
membaktikan diri kepada Hati Kudus Yesus. Dengan pembaktian itu, masing-
masing orang mempersatukan diri dengan Yesus, sebab semua penghormatan,
sembah bakti dan cinta yang dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus
sesungguhnya dipersembahkan kepada Yesus sendiri. Dengan demikian devosi
kepada Hati Kudus Yesus menjadi berkat, sebab dengan caranya sendiri orang
akan mendapat rahmat dan terang Ilahi (Donnell, 1990a: 5).
Hati Yesus sungguh Kudus, sebab di dalam hati-Nya, hidup perasaan-
perasaan, pikiran-pikiran serta kecenderungan belas kasih diberikan kepada
mereka yang kecil. Kalau Hati Kudus Yesus dirayakan berarti menghidupkan
kekudusan Hati Yesus di dalam hati umat-Nya dan mereka dicurahi kasih Allah
yang bersumber dari kasih Ilahi. Maka berkat kasih Allah yang telah diterima oleh
umat-Nya, maka layaklah kita membuka hati-Nya dengan memberi kasih kepada
mereka yang menderita (Darminta, 2006c: 12).
B. Warisan Pendiri Dalam Konstitusi Awal
Muder Maria Clara Pfander adalah pendiri Kongregasi FCJM. FCJM
adalah singkatan dari Franciscanae Filiae Sanctissimae Cordis Jesus et Mariae
(Suster-suster Fransiskan Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria). Suster itu
sudah hidup bersama di Kongregasi Suster-suster “Kasih Kristiani” selama
sembilan tahun, tetapi hatinya mulai bimbang dan kurang tenang, sehingga di
dalam dirinya tumbuh dorongan untuk mendirikan suatu Kongregasi dengan
66
tujuan utama berdoa dengan tidak henti-hentinya di hadapan Sakramen
Mahakudus bagi Gereja yang tertindas dan melayani yatim-piatu yang miskin dan
terlantar. Dalam surat permohonannya kepada Bapak Uskup Dr. Konrad Martin,
Muder Maria Clara Pfander menuliskan sebagai berikut:
Sekarang saya berhasrat dengan keinginan yang kuat untuk mengikuti panggilan Allah yang telah saya dengar dalam diriku, agar bersama dengan beberapa pemudi yang secita dengan saya, memulai hidup membiara yang sempurna, mengabdikan diri untuk Gereja dengan banyak berdoa dan pertama-tama melayani yatim piatu yang miskin dan terlantar. Kami menghendaki sesuai dengan kehendak Allah membaktikan doa kami yang lemah untuk perkembangan Gereja suci, untuk Bapak Suci Sri Paus, untuk para Uskup, para imam dan segala kaum rohaniwan; lagi pula untuk pertobatan orang berdosa, untuk orang yang berkeyakinan lain, untuk mereka yang tidak percaya dan untuk jiwa-jiwa di api pencucian; khususnya kami berdoa dan berkurban untuk Gembala Agung kami yang Mulia serta keuskupannya. Kami juga menghendaki dalam abad ini, dengan kebaktian dan cinta yang mendalam, menghormati Hati Kudus Yesus dan Hati Maria yang tak bernoda dan seturut kemampuan kami memajukan penghormatan itu (Flake, 1982: 27-28).
Bapak Uskup Dr. Konrad Martin sebagai Uskup Paderborn mengabulkan
permohonannya untuk mendirikan Kongregasi. Beberapa waktu kemudian beliau
mengesahkan Konstitusi yang disusun oleh Muder Maria Clara Pfander dengan
nama Kongregasi: Suster-Suster Fransiskus Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan
Maria (Flake, 1982: 30).
Dengan pengesahan Konstitusi tersebut, berarti Kongregasi FCJM secara
resmi diterima oleh Gereja. Muder Maria Clara Pfander dengan semangat
menghayati apa yang telah dicita-citakan sebagai tujuan Kongregasinya dan hal
itu ditanamkan melalui tiga hal di bawah ini.
67
1. Berdoa Dengan Tidak Henti-hentinya Untuk Gereja
Kehendak Tuhan patut dipuji dan Allah harus semakin dihormati serta
diagungkan. Maka para Suster FCJM bersatupadu dalam Cinta Kasih Suci untuk
membantu Gereja Katolik yang Kudus dalam perjuangan dengan kesusahannya
melalui doa tekun siang dan malam. Oleh sebab itu para Suster mewajibkan
dirinya sebagai kurban silih bagi Hati Kudus Yesus, setiap hari mereka
mempersembahkan doa dan tapa mereka, Ekaristi Kudus, Komuni Kudus dan
segala pekerjaan baik, yang mereka lakukan berkat rahmat Tuhan. Di hadapan
Hati Kudus Yesus yang bernyala penuh kasih yang tersembunyi di dalam
Sakramen Mahakudus, para Suster secara bergantian siang dan malam
memanjatkan doa mereka, laksana asap dupa yang mewangi naik kehadirat Allah.
Para Suster berdoa dengan sederhana dan dengan semangat berapi-api bagi Bapak
Suci, bagi yang Mulia Uskup di Keuskupan mereka, bagi semua Uskup, Imam
dan Biarawan, bagi semua gembala dan pelayannya. Begitu juga untuk pertobatan
para pendosa, orang yang sesat imannya atau yang belum percaya, bagi orang-
orang yang dipercayakan kepada mereka, bagi kaum kerabat, penderma, orang
sakit dan yang mau menghadapi ajalnya, serta bagi jiwa yang malang di api
pencucian (Martin, 1860: 9).
Supaya doa-doa mereka lebih kuat dan berdayaguna untuk Gereja Katolik
yang Kudus, maka para Suster pertama-tama harus berusaha dengan rendah hati
dan sungguh rajin untuk menyempurnakan diri sehingga doa-doa mereka
berkenan kepada Allah. Sebab semakin orang sempurna dan suci, semakin
berdaya gunalah doanya, hasil doanya bukan hanya untuk Gereja saja tetapi juga
68
untuk melakukan karya cinta yang memuliakan dan mengagungkan Allah serta
sangat bermanfaat bagi sesama (Martin, 1860: 10).
Para Suster harus memberi perhatian utama terhadap doa, sebab melalui
doa-doanya, mereka sanggup melaksanakan karya cintakasih, yang diarahkan
pertama-tama kepada yatim-piatu, miskin dan terlantar. Untuk itu para Suster
yang tidak bertugas untuk doa Sembah Sujud, dan sibuk dalam pelayanan di
bidang pendidikan serta kesehatan, sedapat mungkin mereka merawat orang-orang
sakit yang miskin yang ada di rumah-rumah mereka. Sebab di dalam diri orang-
orang sakit itu, mereka juga merawat diri Penyelamat Ilahi dengan cinta yang
berkobar, sambil mengingat Sabda Tuhan: “Segala sesuatu yang kau lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah
melakukannya untuk Aku”, dan “Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku” (Martin,
1860: 10).
Disemangati oleh keyakinan suci sesuai dengan yang tertulis di atas,
mereka menerima Tuhan sendiri di dalam diri anak-anak miskin yang dilayani
sesuai bakat dan talenta mereka. Dalam diri orang-orang sakit yang miskin,
mereka merawat dan melayani Tuhan sendiri. Dan pada gilirannya Tuhan akan
membalas budi baik mereka dalam setiap pelayanannya. Tuhan juga berkenan
membantu dan menuntun mereka dalam pelayanan itu, di mana para Suster harus
saling mencintai demi mencapai kesempurnaan Injil. Para Suster perlu semakin
menghormati dan memuliakan Allah, agar sungguh-sungguh membawa berkat
demi keselamatan banyak orang melalui doa dan pelayanan mereka setiap hari.
Hal itu hanya mungkin bila mereka dikobarkan oleh Roh Kudus Tuhan kita Yesus
69
Kristus, sehingga Roh itu nyata melalui tindakan dan gerakan para Suster. Roh itu
kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5: 22-23). Para Suster FCJM,
berusaha memuliakan Allah dengan mengikuti nasehat-nasehat Injil, sesuai
dengan Anggaran Dasar Santo Fransiskus Assisi. Mereka hidup bersama untuk
saling membantu dalam usaha Suci mencapai kesempurnaan untuk mewujudkan
tujuan mereka, sebab untuk itulah mereka dipanggil (Martin, 1860: 11).
2. Kesulitan-kesulitan
Dalam mengikuti Yesus Kristus melalui perjalanan, Muder Maria Clara
Pfander, sebagai Pendiri Kongregasi FCJM, bukan berarti tanpa kesulitan, tetapi
dengan semangat juang yang tinggi, dia mempersembahkan segala
pengalamannya hidupnya kepada Hati Kudus Yesus dan Maria dengan selalu
bersembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus. Adapun kesulitan-kesulitan
yang dihadapinya sebagai berikut:
a. Pendirian Kongregasi di Olpe
Pada waktu pendirian Kongregasi di Olpe, mereka melayani dengan
mengadakan perawatan keliling dan masyarakat sangat senang serta meminta
pelayanan mereka. Namun pelayanan itu tidak disetujui oleh Suster-suster dari St.
Vinsensius dari Paderborn yang pada waktu itu mengelola Rumah Sakit Martinus
di Olpe, dan mengakibatkan perselisihan di antara kedua Kongregasi. Supaya
situasi itu tidak berkelanjutan diantara kedua Kongregasi tersebut dan hubungan
mereka tetap terjalin dengan baik, maka Muder Maria Clara Pfander mencari
70
tempat lain yang cocok untuk Biaranya, di mana di tempat tersebut belum ada
didirikan suatu Biara. Yesus Kristus juga mengosongkan diri-Nya demi
keselamatan umat manusia, dengan semangat itu, maka Muder Maria Clara
Pfander mengalah, rela meninggalkan Olpe dan rumah induk dipindahkan ke
Salzkotten. Dengan demikian rumah yang ada di Olpe menjadi rumah cabang
(Flake, 1982: 37).
b. Perpindahan rumah ke Salzkotten
Perpindahan rumah ke Salzkotten juga menjadi permasalahan, sebab Sr.
M. Theresia Bonzel tidak setuju dengan perpindahan itu, sehingga dia tetap
tinggal di Olpe dan Muder Maria Clara Pfander pindah ke Salzkotten. Sungguh
pahit bagi Muder Maria Clara Pfander sebab dia harus berjuang demi kelanjutan
Kongregasi. Untuk mencegah perselisihan diantara kedua suster itu, maka Bapak
Uskup Konrad Martin memberi kebebasan bagi rumah yatim-piatu di Olpe yang
dipimpin oleh Sr. M. Theresia Bonzel. Sedangkan rumah di Salzkotten dipimpin
oleh Muder Maria Clara Pfander (Flake,1982: 42).
c. Pada waktu adanya Kulturkampf
Kulturkampf yaitu undang-undang dari pemerintah yang menyatakan agar
anggota religius atau persekutuan yang menyerupai Ordo tidak boleh lagi
mengajar di sekolah dasar negeri dan juga pembubaran semua Ordo serta
persekutuan dalam wilayah negara Prusia. Komunitas-komunitas tidak boleh
dibuka lagi; yang sudah ada harus dibubarkan dalam jangka enam bulan; untuk
71
lembaga yang berkarya dalam bidang pengajaran dan pendidikan kaum muda,
jangka waktu pembubaran dapat ditunda oleh Menteri Kebudayaan sampai empat
tahun, apabila tidak ada pengganti. Harta milik dari lembaga-lembaga yang
dibubarkan tidak disita oleh negara, tetapi disimpan dan dipegang
Kongregasi/Ordo yang bersangkutan (Flake,1982: 51-52).
Situasi kulturkampf sangat menyulitkan bagi Kongregasi, sebab suster
yang sudah mengajar di sekolah negeri diberhentikan, sekolah Taman Kanak-
Kanak dan rumah yatim-piatu yang dilayani oleh Suster-Suster Puteri-Puteri Hati
Kudus Yesus dan Maria ditutup. Muder Maria Clara Pfander sangat sedih karena
pelayanan itu dianggap pelayanan apostolis yang terpenting dalam Kongregasi.
Dengan segala upaya dia berusaha sekurang-kurangnya agar rumah yatim-piatu di
Salzkotten dapat dipertahankan. Atas segala usaha dan perjuangannya, rumah
yatim-piatu tetap diteruskan tetapi anak laki-laki harus dikeluarkan dari rumah
mereka, tindakan ini sangat menyedihkan hati Muder Maria Clara Pfander namun
dia tetap tabah hati (Flake,1982: 54-55).
Kendati pemerintah menutup rumah yatim-piatu secara resmi, Muder
Maria Clara Pfander tidak mau melepaskan pelayanan terhadap anak yatim-piatu,
dia tetap berjuang dan memperhatikan kehidupan mereka. Anak-anak yang masih
tinggal di Salzkotten, dia berusaha tetap memeliharanya. Untuk itu dia menyewa
rumah lain supaya itu nampak terpisah dari Biara walaupun pelayanan tetap
dilaksanakan terhadap mereka. Perjuangan untuk rumah anak yatim-piatu pada
tahun-tahun terakhir hanya diperjuangkan oleh Muder Maria Clara Pfander saja,
hal ini menambah ketegangan dengan Superior Klein yang selama itu
72
memperhatikan hidup rohani para Suster di Kongregasi FCJM. Superior tersebut
menganggap perilaku Muder Clara Pfander sebagai sifat gila kuasa, yang tidak
patut dari seorang wanita apalagi sebagai religius (Flake,1982: 58).
Bapak Uskup Dr. Konrad Martin adalah sahabat dan penasehat yang
paling setia dari pendiri Kongregsi FCJM. Pada waktu kulturkampf, Bapak Uskup
tersebut dipenjarakan karena Beliau berani melawan pemerintah yang merampas
hak Gereja dan melepaskan Beliau dari jabatannya. Namun demikian Muder
Maria Clara Pfander selalu mengunjunginya dan membicarakan hal-hal yang
penting untuk Kongregasi, serta minta nasehat dari Bapak Uskup, atas kesulitan-
kesulitan yang dialami dalam perjalanan Kongregasinya. Maka pada saat
kunjungan terakhir Muder Maria Clara Pfander merima surat kuasa yang luar
biasa, tetapi isinya dirahasiakan. Surat kuasa ini bermaksud untuk melindungi
Superior dan para Imam lainnya karena tindakan pemerintah terancam oleh
bahaya serta dimasukkan dalam penjara, dan dari pihak lain agar Kongregasi
dapat dipertahankan (Flake, 1982: 60).
Tetapi justru surat kuasa tersebut menjadi sebab utama terjadinya
peristiwa-peristiwa sedih yang terjadi dalam Kongregasi. Muder Maria Clara
Pfander dituduh sebagai wanita yang keras hati, sombong dan tidak mentaati
Gereja. Betapa banyak penderitaan yang dialami oleh Muder Maria Clara Pfander
sebagai Pendiri dan Pemimpin Kongregasi Suster-suster FCJM, tetapi dia tidak
memperlihatkannya. Hal itu diterima sebagai tanda kemauannya yang kuat untuk
menanggung segala yang dialaminya demi cintanya kepada Tuhan yang tersalib.
Salib dan penderitaan dianggapnya suatu keharusan bagi seseorang yang ingin
73
menjadi pengikut Kristus. Dalam suratnya Muder Maria Clara Pfander
mengatakan :
“Di bawah salib kita akan menang! Maka semoga kita menjadi pemanggul salib yang benar, agar juga menerima palem kehidupan kekal. Itulah yang setiap hari kita mohonkan dengan rendah hati kepada Allah dalam doa yang berkobar untuk kamu sekalian dan untuk saya, ibumu yang tidak layak” (Flake, 1982: 69).
d. Pada Waktu Bapak Uskup Dr. Konrad Martin Wafat
Tantangan yang paling menyulitkan lagi bagi Muder Maria Clara Pfander
yakni: pada waktu Bapak Uskup Dr. Konrad Martin wafat, jabatan Superior Klein
sebagai pejabat Gereja semakin diperkokoh dan menuntut dari Muder Maria Clara
Pfander dengan ketaatan yang mutlak. Maka semua hak istimewa yang diberikan
Bapak Uskup Dr. Konrad Martin secara pribadi ditiadakan.
Kemudian tanpa sepengetahuan Superior Klein, Muder Maria Clara
Pfander menerima seorang imam yang hampir buta, dari Keuskupan Munster dan
mengijinkannya untuk tinggal di rumah induk. Di mana Pastor itu menuliskan
lamarannya dalam suatu koran Katolik untuk minta suatu tempat beristirahat
selama pemulihan kesehatannya karena dari anjuran dokter dia harus istirahat
selama satu tahun. Secara spontan Muder Maria Clara Pfander memberikan
tempat dan pertolongan sesuai dengan yang dimohonkannya, sebagaimana
biasanya dia selalu bersedia membantu kalau dibutuhkan. Sebab pelayanan
terhadap Imam yang sakit pernah juga dimintakan oleh Bapak Uskup Dr. Konrad
Martin yang banyak membantu dalam pendirian Kongregasi.
Pelayanan rohani di rumah induk kemudian diserahkan kepada Pastor
Priem yang sudah tinggal di rumah induk. Superior Klein tidak setuju atas
74
kedatangan Pastor Priem, dia merasa diri, bahwa sebagai Pemimpin Umum
kurang dihargai. Pertolongan spontan yang dibuat oleh Muder Maria Clara
Pfander dianggap perbuatan semena-mena untuk melawan Superior. Kemudian
Muder Maria Clara Pfander berulang kali meminta pengakuan dosa untuk para
Suternya tetapi Superior Klein tidak mengindahkannya, sehingga Muder Maria
Clara Pfander menganjurkan agar para Suster mengaku dosa kepada Pastor Priem
dengan surat kuasa rahasia yang diterima dari Uskup dan beberapa kali sudah
mendengarkan pengakuan dosa para Suster. Mendengar hal tersebut Superior
Klein menjadi marah dan menurut dia, Pastor Priem harus dipaksa meninggalkan
Salzkotten. Tetapi Muder Maria Clara Pfander tidak setuju dengan perlakuan yang
tidak adil itu (Flake, 1982: 72-73).
e. Pada waktu Pelepasan Jabatan sebagai Pemimpin Kongregasi
Penderitaan semakin menyulitkan bagi Muder Maria Clara Pfader sebab
Superior Klein menemukan suatu jalan untuk mengadakan pemecatan terhadap
Muder Maria Clara Pfander dari jabatanya sebagai Pemimpin Kongregasi, yakni
tanpa sepengetahuan Muder Maria Clara Pfander, Superior Klein memanggil
semua Pemimpin rumah di Jerman dan di Holland untuk berkumpul di Paderborn
di dalam hotel ‘Zur Post’ untuk mengadakan pembicaraan dengan Beliau.
Pada waktu itu diharapkan para Suster semua hadir, dan dalam pertemuan
itu Superior Klein menerangkan bahwa Muder Maria Clara Pfander tidak mau
takluk kepada pembesar-pembesar Gereja dan karena itu dikenakan eks-
komunikasi. Setiap suster diberi kebebasan untuk menentukan, apakah mau tetap
75
setia kepada Gereja, yang berarti melepaskan Muder Maria Clara Pfander, atau
setia kepada Muder Maria Clara Pfander, yang berarti melepaskan Gereja. Para
Suster semuanya menjadi bingung karena tidak dapat membayangkan bahwa
Muder Maria Clara Pfander menentang Gereja. Mereka tidak mengerti letak
kesalahan yang dilakukan oleh Pendiri mereka karena sejak masuk di Kongregasi
FCJM, Muder Maria Clara Pfander selalu mendorong mereka supaya mencintai
Bunda Gereja yang Kudus, mendoakan dan rela berkorban untuknya. Maka
dengan hati tersayat para Suster harus menentukan pilihannya memilih Gereja.
Dan sesudah pulang, mereka disuruh oleh Superior Klein membuatnya secara
tertulis dan lengkap dengan tanda tangan (Flake, 1982: 87).
Dua Minggu setelah pertemuan di Paderborn, Superior Klein menemui
Muder Maria Clara Pfander di kamar dalam keadaan sakit, dan berkata: ”Engkau
dibebaskan dari kepemimpinan Biara induk dan tugas-tugas, dan kamu boleh
pergi ke Schwailbach untuk pemulihan kesehatanmu”. Muder Maria Clara
Pfander menerima keputusan itu walaupun sangat menyakitkan hatinya.
Kemudian ia meninggalkan Salzkotten dan rumah induk. Ketika meninggalkan
rumah induk yang menuntut banyak pengorbanan baik secara jasmani maupun
rohani, Muder Maria Clara Pfander berkata: “Saya harus binasa tetapi Kongregasi
akan tetap ada, saya tahu ini sejak tadi malam, semoga Allah melindungi kamu”,
maka dengan penuh semangat doa dan kerendahan hati ia menyatakan
pengunduran diri dari komunitas (Siringo-ringo, 2005: 49).
Doa adalah nafas hidup Muder Maria Clara Pfander, sebab melalui doa
yang secara terus menerus dalam Sembah Sujud, membuatnya mampu mendengar
76
suara Tuhan sehingga mendorongnya untuk memenangkan cinta dalam
kehidupannya, baik dalam komunitas maupun dalam pelayanannaya. Kesulitan
yang tidak habis-habisnya dalam hidupnya, merupakan jalan kesempurnaan
baginya untuk mencapai kesempurnaan hidup menuju Yesus yang telah
memanggilnya untuk hidup seturut nasehat Injil-Nya. Baginya cinta adalah ratu,
maka tidak satupun tawaran akan cintakasih ditolaknya walaupun berbagai macam
kesulitan. Melalui doa yang berpusat kepada Hati Kudus Yesus, membuat Muder
Maria Clara Pfander mampu melihat bahwa Yesus hadir dalam setiap peristiwa
kehidupannya. Muder Maria Clara Pfander sebagai Puteri Hati Kudus Yesus dan
Maria, nama itu mendorongnya untuk selalu meneladani sikap Maria dalam
hidunya, selalu bersikap menyerah dan percaya kepada Tuhan: “Sesungguhnya
aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menutut perkataanmu itu” (Luk1:38).
Maria setia mengiringi Yesus dalam jalan salib-Nya, hingga ia berdiri
teguh di bawah kaki salib Anaknya dengan hati penuh cinta, terlilit oleh duka dan
pedih, Maria tabah memandang wajah Anaknya yang hancur tergantung di kayu
salib. Maria menyadari bahwa ketaatan menuntut kerelaan untuk menjadikan
hidupnya sejalan dengan hidup Sang Anak, baik dalam penderitaan maupun dalam
kematian. Teladan inilah yang menjadi semangat bagi Muder Maria Clara Pfander
untuk selalu setia dan taat pada panggilanya. Dan dia berani berkata biarlah aku
binasa asal Kongregasiku tetap hidup dan berkembang. Tanpa iman yang kuat dan
penyerahan diri yang secara total kepada Tuhan, semua pengalaman hidupnya,
mustahil dapat dijalaninya. Kesusahan, kekecewaan dan semua kejadian diterima
77
Muder Maria Clara Pfander dengan hati tenang serta pasrah sebagai hal yang
datang dari Allah (Flake, 1982:74).
Melalui Sembah Sujud dihadapan Sakramen Mahakudus, maka sangat
jelaslah cinta dan belaskasih Yesus Kristus kepada umat-Nya yang rela
mengurbankan diri-Nya demi keselamatan umat-Nya, dengan semangat tersebut
Muder Maria Clara Pfander berjuang untuk memberikan cinta kasih kepada
orang-orang yang sangat membutuhkan pertolonganya. Sembah sujud di hadapan
Sakramen Mahakudus menjadi kekuatan baginya untuk mengikuti jejak Yesus
Kristus, mengikuti Dia berarti mengalahkan tantangan untuk menghasilkan buah.
Perhatian yang saleh terhadap Sakramen Mahakudus dengan sendirinya
mempengaruhi pelayanan para Suster FCJM dan akan mendorong mereka untuk
melaksanakan cinta yang sungguh-sungguh (Martin, 1860: 87).
3. Hidup Seturut Teladan Bunda Maria
Maria menyimpan semua hal itu di dalam hatinya (Luk 2: 19; 2: 51)
sampai di bawah salib (Yoh 19: 26-27). Dia dapat menolong untuk mengerti
rencana penyelamatan Tuhan. Dia Puteri Sion, penyelamat manusia dalam
Perjanjian Lama yang meneruskan peran itu ke dalam Perjanjian Baru. Dia
melahirkan Juruselamat. Hal ini menjadi bagian khusus dalam sejarah
penyelamatan yang di dalamnya, setiap manusia bertumbuh dan Kristus adalah
Kepala (Ef 4: 15). Muder Maria Clara Pfander mengundang para Susternya agar
mencintai dan menghormati Hati Maria dan meniru teladannya. Sikap Maria
hendaknya menjadi sikap para Suster FCJM, yakni membuka diri pada Sabda
78
Tuhan dan karya Roh Kudus-Nya. Maria dikuatkan oleh Roh Kudus memahami
Sabda Tuhan “iman sebagai ibu” seperti Yesus bertahan pada iman sampai tiba
saat-Nya (Yoh 2:4; 4: 21).
Para Suster juga diundang oleh Maria sebagai “Puteri-puteri Hati Kudus
Yesus dan Maria”, sebagaimana dia mengundang pelayan-pelayan pada
perkawinan di Kana: “Apa yang dikatakan padamu perbuatlah itu” (Yoh 2: 5).
Maria setia mendengar dan melaksanakan Sabda Allah. Saat Maria mencari
Yesus, Dia berkata: “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku? (Mat 12: 46).
Dalam hal ini Yesus bukan mau menolak Maria tetapi memberi penegasan;
menjadi saudara-saudari-Nya dan ibu Yesus itulah mereka yang melaksanakan
kehendak Allah. Dan itulah yang dilakukan oleh Maria.
Dalam hidup religius serta dalam Kerajaan Allah bukan soal hubungan
darah yang menentukan melainkan ”melaksanakan kehendak Allah atau tidak”,
dalam hal inilah Yesus sungguh menegaskan untuk semua orang menjadi saudara-
saudari-Nya serta menjadi ibu-Nya. Semua orang yang mengikuti Yesus dan
percaya kepada-Nya menjadi saudara-saudari-Nya, ibunya dan menjadi ahli waris
bersama Dia. Dari sebab itu sebagai suster FCJM, taat pada kehendak Allah dan
sanggup melihat semua orang menjadi saudara-saudarinya dalam Kristus melalui
ketekunan mendengar dan melaksanakan Sabda Allah baik dalam Komunitas
maupun di tempat pelayanannya. Para Suster harus berusaha meneladani
kebajikan Maria dengan setia, juga mereka semakin disemangati menjadi Puteri-
Puteri Maria dengan menerima penambahan nama Maria pada setiap nama Suster
(Martin, 1860: 91).
79
4. Menyatukan Hidup Dengan Gereja
a. Sembah Sujud
Tugas utama dari para Suster FCJM adalah Sembah Sujud di hadapan
Sakramen Mahakudus. Untuk itu mereka harus berusaha dengan segala tenaga
untuk menghormati Sakramen Mahakudus, pusat iman dan misteri terbesar dari
cinta kasih Ilahi. Khususnya dalam penghormatan darah Yesus yang berharga.
Para Suster mempersembahkan darah Suci itu demi pengampunan dosa sendiri
dan dosa semua orang dan juga untuk kebutuhan-kebutuhan Gereja. Diharapkan
para Suster memberi hormat dan pujian kepada Yesus Kristus yang senantiasa
menyertai mereka, sehingga segala sesuatu yang bersangkut paut dengan
Sakramen Mahakudus diberi perhatian khusus. Dengan rendah hati dan iman yang
kuat mereka mengadakan renungan tentang misteri Kudus dan cinta kasih yang
besar yang diwahyukan di dalamnya. Para Suster berusaha membalas cinta itu
dengan: Sembah Sujud, pujian dan ambil bagian dalam Ekaristi Kudus dengan
sering menyambut, persiapan yang penuh kesadaran, dan doa syukur pada hari-
hari pesta untuk menghormati Hati Kudus Yesus dalam Sakramen Mahakudus
(Martin, 1860: 85).
Kongregasi yang didirikan oleh Muder Maria Clara Pfander berhubungan
erat dengan situasi zaman yang sulit di mana terjadi penindasan terhadap Gereja.
Oleh sebab itu para Suster tetap menyatukan hidup dengan Gereja, maka mereka
dengan tidak henti-hentinya berdoa untuk kebutuhan Gereja dan umat Kristen di
hadapan Penyelamat, melalui doa sembah sujud dihadapan Sakramen Mahakudus.
Dalam hal itu para Suster diberi tugas untuk mengalahkan raja dunia dan
80
melindungi Gereja terhadap serangan dan tipu muslihat dunia ini melalui doa yang
tidak kenal lelah. Siang malam para Suster mempersembahkan doa dan
tangisannya kepada Hati Kudus Yesus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.
Mereka juga banyak berdoa bagi orang-orang yang lupa akan Allah, yang berbuat
dosa dan menghina Allah yang Mahatinggi, sambil mohon pengampunan dan
belas kasihan-Nya. Para Suster hendaknya tetap berdoa (Martin, 1860: 86).
Sembah Sujud menjadi nafas hidupnya, sehingga mereka dengan tidak
henti-hentinya memakai senjata doa agar melalui tenaga yang lemah mereka
menjadi pembantu yang saleh dalam perjuangan yang tidak pernah selesai. Oleh
sebab itu perlu merenungkan tentang teladan Yesus Kristus saat mengadakan
kunjungan yang teratur dalam doa Sembah Sujud dalam Sakramen Mahakudus.
Pada waktu pertemuan dengan Dia, para Suster mengambil teladan hidup Yesus
dalam dirinya. Maka pada waktu mereka melayani sesama dalam pelayanan
cintakasih, seperti Marta, hendaklah yang lain duduk dekat kaki Yesus seperti
Maria (Martin, 1860: 87).
Penghormatan terhadap Ekaristi di luar Misa adalah harta yang tak ternilai
untuk hidup Gereja. Betapa menyenangkan hening barsama Dia, bersandar ke
dada-Nya seperti murid tercinta (Yoh 13:25), sambil merasakan kasih yang tidak
terbatas dari hati-Nya. Orang-orang Kristiani harus membedakan seni berdoa
bagaimana untuk merasakan kebutuhan baru dalam berwawancara rohani pada
keheningan sujud, dalam kehangatan cinta di depan Kristus yang hadir dalam
Sakramen Mahakudus. St. Alfonsus Liguori menuliskan: “Dari semua devosi,
sembah sujud terhadap Yesus dalam Sakramen Mahakudus adalah yang paling
81
agung dari Sakramen lainnya, yang paling berkenan kepada Allah dan bermanfaat
bagi kita”. Ekaristi adalah khanzanah maha berharga: bukan hanya merayakannya
tetapi dengan berdoa dihadapannya di luar Misa, orang dimampukan berhubungan
dengan maha-sumber rahmat (Ecclesia De Eucharistia, 2003: 22-23).
b. Memperhatikan Yatim-piatu, Miskin dan Terlantar
Misteri Sembah Sujud di hadapan Sakramen Mahakudus semakin menjadi
milik para Suster dalam kehidupannya dan mendorong mereka untuk
melaksanakan karya cintakasih. Cinta tanpa perbuatan adalah sia-sia. Untuk itu
cinta para Suster diwujudkan melalui pelayanan kasih terhadap yatim-piatu,
miskin dan terlantar. Sebagai anggota Gereja mereka diserahi tugas untuk
mencurahkan perhatian dan tenaga sesuai dengan panggilan suci itu. Mereka
merawat orang-orang sakit yang miskin, yang berada dirumahnya sendiri.
Hendaknya para Suster melaksanakan pelayanan tersebut dengan penuh cinta dan
rela berkorban sesuai dengan Sabda Tuhan: “Segala sesuatu yang kau lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan kepada
Aku”. Jika para Suster melakukan pelayanannya terhadap Penyelamat Ilahi, pasti
mereka merawat semua orang sakit dengan cinta yang sama, dengan keramahan,
penghargaan, kecermatan dan ketenangan hati (Martin, 1860: 88).
Pelayanan tidak terpaksa, tetapi dilakukan dengan sepenuh hati dan penuh
kasih, agar berguna bagi kehidupan kekal. Keselamatan jiwa orang sakit harus
mendapat perhatian khusus, mereka tidak berkotbah tetapi dengan semangat
cintakasih dan doa: seolah-olah mereka memegang tangan kanan dan tangan kiri
Allah dalam melaksanakan pelayanan itu. Para Suster berusaha menolong pasien,
82
agar menahan penderitaan dengan sabar, menyerahkan diri kepada kehendak
Allah untuk masa depan, khususnya yang berhubungan dengan kesembuhan atau
tidak. Mereka harus menanamkan kepercayaan kepada Allah dalam diri pasien,
sesuai dengan petunjuk dokter serta menerimakan Sakramen terakhir pada waktu
yang layak dan pantas (Martin, 1860: 89).
Para Suster FCJM menghormati dan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan Hati Kudus Yesus dan Maria. Oleh sebab itu mereka berusaha untuk
mencintai dan menghormati Hati Kudus Yesus dan Maria dengan cinta yang
mesra, dan tidak henti-hentinya membentuk hatinya dan cintanya sesuai dengan
kedua Hati tersebut. Maka dengan memiliki Hati Kudus Yesus dan Maria mereka
memiliki cinta sejati dan penuh kasih sayang terhadap orang-orang kecil, miskin
dan menderita. Cinta kasih itu terpancar melalui pembicaraan maupun tingkah
lakunya dan cinta kasih itu menjadi ratu, hukum, serta semangat dalam kehidupan
para Suster FCJM yang terwujud dalam setiap pelayanannya. Kiranya cinta kasih
menyatukan hati dan jiwa para Suster sehingga mereka selalu sehati dan sejiwa
(Martin, 1860: 53-54).
C. Konstitusi Awal Diperbaharui
Muder Maria Clara Pfander telah menanamkan dasar yang kokoh untuk
Kongregasinya agar menghormati Hati Kudus Yesus dan Maria. Diharapkan para
Susternya dapat menghayati apa yang menjadi dasar pendirian Kongregasi yakni
berdoa terus-menerus bagi Gereja, terutama melalui Sembah Sujud pada Tuhan
dalam Ekarist, sehingga terbuka akan kebutuhan Gereja dan dunia. Dengan
demikian para puterinya hidup sesuai dengan teladan kedua Hati tersebut, mereka
dapat membawa kasih di tengah dunia yang hidup tanpa hati, penuh kekerasan,
83
ketidak-adilan, penuh pemerasan dan menyingkirkan mereka yang kecil dan
miskin. Kehadiran mereka menjadi berkat terhadap sesama. Untuk menghayati
apa yang diwariskan oleh Pendirinya maka para Suster FCJM perlu:
1. Menyatukan Hidup Dengan Hati Kudus Yesus dan Maria
Para Suster FCJM menghormati Hati Kudus Yesus dan Maria, artinya
mereka berusaha mencintai kedua Hati itu dan berusaha membentuk hatinya
sesuai dengan kedua Hati tersebut, sehingga memiliki semangat hati yang penuh
dengan belas kasih terhadap orang lain khususnya bagi mereka yang miskin dan
menderita. Mereka menjadi saksi Hati Kudus Yesus melalui Sembah Sujud terus-
menerus dan melalui pelaksanaan karya-karya kasih sesuai dengan kebutuhan
zaman (Konst, 1980, art. 3).
Pertama-tama Hati Kudus Yesus dan Maria menggema dalam Komunitas
sesuai dengan bentuk hidup yang mereka pilih dalam Tarekat yang didirikan oleh
Santo Fransiskus sebagai Tarekat Pentobat, yakni melaksanakan Injil Yesus
Kristus dengan hidup dalam ketaatan, kemurnian dan kemiskinan. Mereka
menggabungkan hidup kontenplasi dan aktivitas sedemikian rupa, sehingga
hidupnya menjadi sumber berkat bagi diri sendiri dan semua orang yang dilayani.
Secara bersama-sama mereka saling membantu dan saling mengasihi sesuai
dengan rahmat yang diterima dari Allah demi terwujudnya tujuan Kongregasi
(Konst, 1980, art.2 dan 5).
Para Suster hendaknya selalu mengingat kata-kata Pendirinya yakni;
Muder Maria Clara Pfander yang sudah menanamkan bahwa cinta kasih menjadi
tali pengikat dalam komunitas untuk saling mendukung dan menyemangati dalam
84
pelayanan serta keterbukaan mereka bagi semua orang. Cinta kasih membuat
mereka menjadi alat perdamaian dengan menjadi tanda harapan di tengah dunia
yang tidak mempunyai hati (Konst, 1980, art. 8).
Perlu disadari bahwa arti terdalam hidup para Suster di dalam Kongregasi
FCJM adalah partisipasi hidupnya dalam Yesus Kristus yang diutus oleh Bapa di
tengah mereka sehingga ajaran yang diwartakan melalui Injil merupakan contoh
dan teladan bagi mereka untuk memenuhi kehendak Bapa (Konst, 1980 art. 9).
2. Menyatukan Hidup Dengan Gereja
Panggilan hidup para Suster FCJM merupakan hadiah rahmat Roh Kudus.
Pemberian tersebut untuk memperdalam apa yang sudah diterima dalam Baptisan
yang memungkinkan mereka untuk melaksanakan Injil dalam Komunitas demi
Kerajaan Allah. Panggilan tersebut juga menghantar mereka dalam Kongregasi
untuk melanjutkan warisan hidup Pendiri Muder Maria Clara Pfander, dan Santo
Fransiskus Assisi sebagai pelindung mereka. Setiap hari para Suster
melaksanakan panggilan pribadi dan jawaban atas iman serta berusaha untuk
menjadi lebih serupa dengan Yesus Kristus (Konst, 1980, art. 6).
Inti terdalam panggilan hidup para Suster FCJM adalah memuliakan
Allah melalui doa-doa dan kesaksian hidupnya. Sebagai anggota Gereja, mereka
menghaturkan pujian, hormat dan kemuliaan kepada Allah melalui Yesus Kristus,
dan ungkapan yang paling sempurna dari pujian itu adalah perayaan Ekaristi,
kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya. Melalui Ekaristi Suci para Suster
mempersatukan hidupnya ke dalam misteri Yesus Kristus, juga merupakan pusat
85
hidup Komunitas. Dari Perayaan Ekaristi mereka memperoleh kekuatan baru,
maka sedapat mungkin mengikuti Perayaan Ekaristi setiap hari. Setiap hari
sebagai komunitas mereka mempersatukan hidupnya dengan doa liturgi Gereja
melalui Ibadat Pagi dan Ibadat Sore, doa tersebut pujian kepada Allah yang tidak
bisa dipisahkan dengan keprihatinan terhadap sesama. Oleh karena itu melalui
Perayaan Ekaristi dan Doa Liturgi, para Suster diikutsertakan dalam perutusan
Gereja universal yang menyelamatkan (Konst, 1980, art. 34).
Sangat jelas bahwa Muder Maria Clara Pfander mewariskan agar para
Suster FCJM menjalankan tugas perutusan itu yakni berdoa bagi Gereja, terutama
yang berjuang dan tertindas. Untuk memenuhi tugas perutusan itu terutama
melalui pujian kepada Tuhan melalui Perayaan Ekaristi. Para Suster turut
mengambil bagian dalam tugas perutusan itu sehingga setiap rumah di mana para
Suster tinggal, mereka menyediakan tempat khusus sebagai tempat kediaman bagi
Tuhan dalam Ekaristi dan tempat khusus untuk berdoa. Kalau para Suster
mengarah, bersaksi tentang Allah kepada sesama manusia, maka doa menjadi
sikap hidupnya, sebagaimana terjadi dalam hidup Bapa Mulia Santo Fransiskus
Assisi, dia bukan hanya menjadi pendoa tetapi hidupnya menjadi doa itu sendiri
(Konst, 1980, art. 36-37).
3. Melayani Orang Miskin
Pelayanan terhadap orang miskin merupakan perwujudan dari doa-doa
para Suster melalui Sembah Sujud yang sudah tertanam sejak pendirian
Kongregasi. Hal itu memberi daya kekuatan dan gerak bagi Puteri-puteri Muder
86
Maria Clara Pfander, untuk saling mengasihi di dalam komunitas, sebagaimana
Yesus yang penuh kasih itu telah mengorbankan diri-Nya demi kasih-Nya yang
luar biasa terhadap umat-Nya. Cinta yang bernyala-nyala yang diteladani dari Hati
kudus Yesus dan Maria membuat mereka untuk bangkit dan bergerak di tengah
dunia ini, untuk memberikan pelayanan kasih khususnya bagi yatim-piatu, miskin
dan terlantar. Semua orang berhak untuk ditolong para Suster FCJM, tetapi
mereka lebih mengutamakan orang-orang miskin (Konst, 1980, art. 44).
Mereka melayani dengan sekuat tenaga sesuai dengan talenta yang mejadi
berkat Allah baginya, sehingga dapat melayani Allah sendiri yang hadir di tengah-
tengah mereka melalui orang-orang yang dilayani setiap hari. Seluruh hidupnya
diarahkan kepada partisipasi dalam perutusan Kristus, yakni membawa dunia ini
kepada kepenuhannya melalui penyelamatan Kristus. Semakin para Suster
melupakan diri demi kesaksian cinta kasih maka mereka semakin dipercaya dan
dengan tulus mereka mengabdi Tuhan sehingga menemukan kepenuhan hidup
(Konst, 1980, art. 42-43).
Sewaktu hidupnya Muder Maria Clara Pfander memberikan pelayanan
cinta kasih dikhususkan bagi yatim-piatu, miskin dan terlantar, tetapi pada zaman
ini sungguh banyak yatim-piatu, miskin dan terlantar dengan berbagai bentuk
yang menuntut pelayanan kasih dari para Suster FCJM. Hal itu dapat dilihat
dengan berbagai kejadian yang membentuk dunia ini semakin tidak punya “Hati”,
misalnya dengan adanya: tindak kekerasan, ketidak-adilan, korupsi yang
merajalela, penggusuran terhadap orang-orang miskin, perusakan alam serta
memiskinkan yang miskin. Dalam hal itu para Suster FCJM, membuka hati secara
87
lebar-lebar, hadir, bergerak dan bertindak memberikan cinta kasih yang
disemangati Hati Kudus Yesus dan Maria demi keselamatan banyak orang.
Dengan demikian mereka mengambil tugas pelayanan di berbagai bidang yang
relevan pada zaman ini misalnya: di bidang rumah tangga, pendidikan, kesehatan,
pastoral, asrama anak-anak sekolah, dan pelayanan terhadap yatim-piatu serta
karya sosial. Melalui pelayanan itu mereka mewartakan kabar gembira Yesus
Kristus (Siringo-ringo, 2005: 372).
Mereka menangani berbagai pelayanan tersebut karena situasi dan tempat
sangat menuntut dan membutuhkan misalnya :
a. Pelayanan Di Bidang Rumah Tangga
Suster yang bertugas di rumah tangga memberikan pelayanan kasih, baik
secara jasmani dan rohani, agar para Suster yang sedang melayani di luar
komunitas memperoleh semangat dan kekuatan baru dalam pelayanan masing-
masing. Mereka saling mendukung dan melengkapi atas kemampuan dan karunia
yang beraneka ragam (Konst, 1980, art. 50).
Perbedaan pelayanan menjadi kekayaan dalam Komunitas dan Kongregasi
sebab melalui pelayanan itu memungkinkan mereka untuk mengalami dan
menyinarkan sukacita serta mengembangkan talenta yang telah dianugerahkan
Tuhan kepada masing-masing suster. Maka sejauh mereka sanggup dan tenaga
memungkinkan, maka mereka dengan rela menyerahkan diri serta mengabdi
kepada Tuhan lewat pelayanannya (Konst, 1980, art. 43).
88
b. Pelayanan Di Bidang Pendidikan
Bertolak dari situasi masyarakat di mana para Suster berkomunitas,
mereka melihat situasi bahwa masyarakat masih banyak yang tertinggal dalam hal
pendidikan. Situasi itu terjadi karena jarak antara sekolah yang didirikan oleh
pemerintah sangat jauh dari tempat di mana mereka tinggal. Itulah sebabnya
masyarakat meminta dan mendesak agar pelayanan di bidang pendidikan segera
terwujud, maka sesuai dengan talenta yang dianugerahkan Tuhan, mereka
membuka sekolah serta memberikan pendidikan kepada anak-anak yang
dipercayakan kepada mereka, terutama di daerah-daerah terpencil, agar anak-anak
dapat mengecap pendidikan dan lebih mendewasakan mereka.
Para Suster melayani dengan penuh cinta, mereka menjadi garam dan
terang dalam tugasnya masing-masing. Dalam pelayanan di sekolah hendaknya
para Suster berpihak pada orang-orang miskin, walaupun kebanyakan tidak
sanggup membayar uang sekolah, maka para Suster harus sabar berusaha
menolong anak-anak didiknya (Siringo-ringo, 2005: 349).
Di dorong oleh semangat pendiri, para Suster FCJM harus menyadari
bahwa mereka harus mengutamakan cinta kasih terhadap kaum miskin, maka
salah satu pelayanan yang memungkinkan membebaskan masyarakat dari
kemiskinan adalah pelayanan dalam bidang pendidikan. Pelayanan dalam
pendidikan juga salah satu tempat untuk mewartakan Injil, maka Tarekat perlu
tanggung jawab dalam pengelolaannya untuk menjamin kelestarian jatidiri
Katolik yang unik dalam kesetiaan sepenuhnya dalam Magisterium Gereja (VC,
1996, art. 97).
89
c. Pelayanan di Bidang Kesehatan
Para Suster membuka beberapa poliklinik di daerah-daerah terpencil, agar
masyarakat dapat memperoleh kesehatan. Mereka bukan hanya menjual obat,
tetapi terutama memberikan penyuluhan untuk memelihara kesehatan dengan
menciptakan lingkungan yang sehat. Kemudian yang paling memprihatinkan lagi,
adalah banyak orang cacat yang tidak mendapat perhatian dan cinta, sebab mereka
dibiarkan di rumah-rumah tanpa sekolah atau keterampilan, mereka tidak dapat
mensyukuri hidupnya yang juga merupakan anugerah dari Tuhan. Demi
menyikapi keadaan tersebut, agar anak-anak cacat mendapat cinta kasih dan dapat
merasakan kasih Tuhan, maka para Suster membuka beberapa Rumah Sakit atau
Rehabilitasi khususnya bagi anak-anak yang menyandang cacat fisik. Diharapkan
dengan perhatian dan usaha para Suster supaya itu, mereka dapat menerima
dirinya dan beraktivitas sesuai dengan kemampuannya, bekerja dan
bertanggungjawab. Tempat-tempat Rumah Sakit tersebut adalah: di Komunitas
Harapan Jaya Sumatera Utara, Komunitas Fodo Nias, Komunitas Jatibening
Paroki Leo Agung Bekasi Jakarta, dan Komuitas Atambua. Para Suster berusaha
menolong, mencintai dan melatih anak-anak cacat tersebut agar terampil dan
menjadi manusia yang berbahagia, berguna bagi diri sendiri, masyarakat dan
terlebih bagi Tuhan (Siringo-ringo, 2005: 351).
Pelayanan terhadap anak-anak cacat tersebut merupakan misi Gereja yang
dihidupi oleh pendiri Kongregasi Suster-suster FCJM yakni Muder Maria Clara
Pfander yang mengutamakan pelayanan terhadap orang-orang miskin. Dan pada
zaman ini diteruskan oleh para Suster FCJM di Indonesia, sehingga mereka
90
dengan tabah memberikan cinta kasih terhadap orang-orang sakit secara khusus
bagi anak-anak yang cacat fisik. Para Suster menyediakan tempat pelayanan
secara khusus kepada mereka yang paling miskin dan terlantar (VC, 1996, art.
83).
d. Pelayanan Anak-anak Asrama Sekolah
Melihat perkembangan zaman dengan pergaulan bebas, maka orang tua
sangat cemas terhadap anak-anak mereka terutama yang bersekolah jauh dari
keluarganya, juga banyak anak kurang mendapat perhatian dari keluarga karena
sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sehingga mereka sering menyerahkan
anak-anak mereka ke sekolah begitu saja. Keadaan yang seperti itu sungguh
membutuhkan perhatian. Di samping hal itu, banyak anak yang belajar di sekolah
yang dikelola oleh para Surter, datang dari tempat-tempat yang jauh, terutama dari
desa-desa dan pelosok, di mana di tempai itu belum ada sekolah, maka anak-anak
sangat membutuhkan perhatian serta kasih sayang.
Asrama dilihat salah satu tempat yang cocok untuk membina dan
mengarahkan mereka agar semakin dewasa, karena didampingi oleh para Suster,
sehingga dapat lebih mengembangkan diri selain belajar di sekolah. Asrama
dilihat sebagai suatu kebutuhan demi keselamatan anak-anak didik mereka, dan
untuk itu perlu pendampingan bagi anak-anak asrama (Siringo-ringo, 2005: 367).
91
e. Pelayanan Di Bidang Pastoral
Dalam pelayanan pastoral para Suster ikut melayani mewartakan kabar
gembira di stasi-stasi, yang jaraknya sangat jauh dari Paroki dan harus ditempuh
hampir setiap hari. Namun pelayanan pastoral yang dijalankan para Suster
membuat mereka lebih bersemangat untuk menghayati imannya dengan adanya
perayaan Ekaristi dan Ibadat Sabda (Siringo-ringo, 2005: 332-333).
Para Suster sambil berkatekese mendapat kesempatan yang baik untuk
melayani masyarakat agar mereka terbantu dalam hal pertanian. Pelayanan
tersebut membantu masyarakat bagaimana cara untuk bertani yang baik, sehingga
dapat meningkatkan taraf hidup dan ekonomi masyarakat. Dalam pelayanan
tersebut tidak selalu mudah dilaksanakan namun demikian para Suster selalu
berusaha dekat dengan orang-orang kecil dan berpihak kepada mereka. Warisan
Pendiri tetap dihidupi, dan tidak pernah menolak satu tawaran karya cinta kasih
bagaimanapun sulitnya serta selalu terbuka dalam memberikan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan zaman (Siringo-ringo, 2005: 275).
f. Pelayanan Terhadap Yatim-piatu
Demi mewujudkan cita-cita Muder Maria Clara Pfander terhadap yatim-
piatu, maka dibukalah Panti Pius untuk rumah anak-anak yatim-piatu yang
bertempat di Komunitas Greccio Sinaksak Pematangsiantar Sumatera Utara.
Anak-anak yatim-piatu pada jaman ini bukan hanya anak yang tidak mempunyai
kedua orang tua tetapi terlebih bagi mereka yang tidak mendapat perhatian dan
cinta kasih di dalam keluarganya, misalnya: anak-anak yang ditinggalkan oleh
92
kedua orangtuanya karena bercerai, anak yang tidak mendapat perhatian karena
kemiskinan keluarga, anak yang tidak mendapat perhatian dari orang tua karena
mengutamakan pekerjaan atau uang dan anak-anak yang sungguh tidak
mempunyai ayah dan ibu karena meninggal dunia. Anak-anak Panti Pius
merasakan kasih sayang melalui perhatian para Suster, karyawan dan terutama
mereka yang langsung bertugas untuk melayani mereka. Panti Pius bukan hanya
untuk mengumpulkan mereka yang miskin tetapi mengusahakan perkembangan
anak-anak tersebut, terutama dengan latarbelakang yang berbeda dan sulit.
Mereka ditolong menuju kedewasaan, agar mandiri, bertanggungjawab, sehat jiwa
dan raga serta mampu mensyukuri hidupnya sebagai anugerah Tuhan. Kebutuhan
mereka sangat kompleks, sehingga membutuhkan penanganan yang profesional
dan penuh cinta (Siringo-ringo, 2005: 296-297).
g. Pelayanan Di Bidang Karya Sosial
Salah satu Komunitas yang sangat terpencil dan sungguh membutuhkan
perhatian para Suster FCJM adalah komunitas Togizita di Pulau Nias. Daerah itu
sangat terbelakang, jauh dari keramaian di mana masyarakat masih banyak yang
buta huruf, miskin dan sakit karena makanan mereka kurang bergizi. Para Suster
prihatin dengan situasi tersebut sehingga bangkit dan bertindak untuk
membebaskan masyarakat tersebut dari keadaan yang sungguh memprihatinkan
itu. Sebagai ungkapan cinta kasih para Suster, maka mereka membuka PKK
(Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) di komunitas untuk memberi pendampingan
khusus kepada para putri daerah tersebut, agar mereka dapat lebih terampil di
93
dalam keluarga. Mereka diajari berbagai hal, misalnya: membaca, menulis,
menjahit dan pembinaan keluarga yang sehat dan sejahtera (Siringo-ringo 2005:
282).
Melalui pelayanan tersebut di atas, maka para Suster FCJM dengan
semangat kemiskinan Injili, yang ditimba dari Hati Kudus Yesus dan Maria,
sehingga mereka mengutamakan cinta kasih terhadap orang-orang miskin dan ikut
merasakan pengalaman mereka yang paling terlantar. Para Susterpun berusaha
menerima kondisi-kondisi hidup orang-orang miskin, sambil mengalami
penderitaan, persoalan serta resiko yang di hadapinya. Dengan pelbagai cara para
Suster FCJM saling melengkapi, berusaha memberikan yang terbaik dalam
pelayanannya, ikut mengalami kemiskinan radikal sebagaimana dikenakan Tuhan
terhadap Putera-Nya, dan menjalankan peranan-Nya yang khas dalam misteri
penyelamatan penjelmaan-Nya, serta wafat-Nya yang menebus umat manusia
(VC, 1996, art. 90).
Untuk itu dalam pelayanan perlu berpusat pada Hati. Berpusat pada Hati
berarti mengenakan kekuatan-kekuatan yang ditanamkan oleh Allah dalam hati
manusia yakni hati yang rendah, mendengar dan melaksanakan kehendak Allah.
Kekuatan hati itulah yang membuat setiap orang mampu hidup dan bertindak
demi kebaikan. Dan pada zaman ini banyak tantangan yang dihadapi orang
misalnya: orang lebih cenderung masuk ke dunia dalamnya di mana diharapkan
ada kepastian pada dirinya sendiri. Sedangkan orang yang di luar dirinya tidak
diperhitungkan atau hanya dimanfaatkan. Manusia sering bertindak tidak
manusiawi, tidak beriman dan tidak mengikuti Yesus (Darminta, 2010: 37).
94
Manusia lebih diwarnai oleh “cari selamat sendiri” baik dalam hubungan
antara negara, daerah, kelompok maupun antara perorangan. Bisa dimengerti
kerapkali orang adu argumen bukan untuk menemukan kebenaran dan kebaikan
bersama tetapi untuk memenangkan posisi atau kepentingan masing-masing.
Dalam situasi tersebut muncullah suasana batin manusia selalu merasa kalah baik
mereka yang menang dalam pertarungan, maupun yang kalah dalam pertarungan.
Dengan demikian tidak heran kalau budaya dendam dan kekerasan menjadi warna
perilaku manusia pada zaman ini (Darminta, 2010:39).
Mengikuti dan hidup pada zaman ini, Suster-suster FCJM harus
berkomitmen dengan semangat pendiri Kongregasi mereka yakni Muder Maria
Clara Pfander. Mereka diharapkan melaksanakan Injil Suci Tuhan kita Yesus
Kristus dengan hidup dalam ketaatan, kemurnian dan kemiskinan. Disemangati
dengan doa terus-menerus untuk Gereja, terutama melalui doa Sembah Sujud pada
Tuhan dihadapan Sakramen Mahakudus. Hal itu akan menjadi kekuatan dan
semangat bagi para Suster-suster FCJM agar mampu bergerak dan bertindak
dalam memberikan pelayanan kasih di tengah dunia yang tanpa hati, terutama
kepada mereka yang miskin sesuai dengan kebutuhan zaman ini. Sebagai Puteri-
puteri Hati Kudus Yesus dan Maria, mereka memberikan kesaksian cinta Yesus
kepada semua orang melalui pelayanan kasih dengan kebutuhan zaman sesuai
dengan tujuan Kongregasi (Konst, 1980, art. 2-4).
95
D. Hati Kudus Yesus Dan Maria Di Zaman Sekarang
a. Hati Yesus dilihat dari segi Pengampunan
Allah hadir dalam diri Yesus, Dia rela menderita karena protes terhadap
ketidakadilan, kemunafikan, penindasan dan kekerasan yang menyengsarakan.
Yesus menderita demi ungkapan cinta-Nya yang paling dalam terhadap umat
manusia (Darminta, 2006b: 22). Hidup Yesus memberi kesaksian tentang
kebenaran. Dimana pada waktu zaman Yesus banyak orang tidak berpusat pada
hukum cinta kasih; hidupnya berpusat pada jabatan, keagamaan maupun
kenegaraan dan ada juga yang berpusat pada kekayaan. Situasi tersebut
mengakibatkan prinsip cinta kasih yang sangat sempit sehingga dalam hidup
sehari-hari banyak orang yang menderita, tertindas dan hidup tidak bebas.
Malahan hidup ditandai dengan berbagai kekerasan sehingga situasi hidup mereka
bagaikan menerkam sesamanya.
Yesus menjadi pewarta kebenaran yaitu menerapkan hukum kasih
berdasarkan Injil dan mempraktekkan kebaikan untuk semua orang. Berlawanan
dengan hidup yang membawa kekerasan dan derita bagi orang-orang yang lemah.
Yesus mengubah wajah dan cerita kehidupan dengan menyebarkan kebaikan serta
kelembutan hati-Nya yang tanpa batas. Untuk itu Yesus berjuang untuk
menanamkan sikap dan tindak pengampunan yang tanpa batas serta mampu
menerobos kotak-kotak kehidupan yang membawa pengucilan dengan
mewartakan hidup yang membawa berkat dan kebaikan. Mau tidak mau, hal itu
membuka kedok dusta yang membawa kekerasan dan penderitaan. Karena cara
hidup dan pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah, hidup dalam kebenaran Allah
96
mengancam hidup orang-orang yang hidup dalam dusta serta kebohongan
kelompok penguasa. Maka Yesus ditangkap, disingkirkan, disiksa dan dibunuh
secara mengerikan.
Yesus tidak boleh mengambil peran untuk mengubah situasi hidup yang
benar dan menjadi lebih baik. Yesus berjuang untuk mewujudkan kebenaran yakni
hukum kasih tanpa pembatasan-pembatasan. Resikonya dengan pewartaan kasih
tersebut, ruang kebohongan dan dusta semakin dipersempit, maka Yesus di daqwa
dengan tuduhan-tuduhan palsu. Yesus di bunuh secara kejam dan kebohongan
menang, karena itu kebenaran disingkirkan, tidak boleh berperan dalam
membangun kehidupan. Kematian Yesus merupakan kematian yang membela
kebenaran hidup. Maka sebagai murid Yesus berarti ikut bersama Dia dalam
pergulatan untuk menegakkan kebenaran dengan resiko untuk menderita bahkan
sampai dibunuh (Darminta, 2006b: 29-30).
Yesus dialiri kekuatan yang berasal dari Bapa sehingga lebih kuat dalam
menghadapi segala derita, cobaan dan hinaan dalam hidup, sebagaimana
dimohonkan dalam doa Bapak Kami yaitu kekuatan pengampunan Bapa,
keteguhan iman dalam cobaan serta berada dalam kebaikan untuk mengalahkan
segala kejahatan. Derita, siksa dan penyaliban tidak merusak, tetapi sebaliknya
semakin membuka kebesaran dan kemuliaan-Nya dalam belaskasih Bapa-Nya
yang penuh pengampunan dan penyerahan diri kepada Bapa. Dikuatkan oleh
belaskasihan Bapa, pengampunan meraja dan segala dendam dikalahkan (Luk
23:34), karena solidaritas sangat kuat (Luk 23: 43) dan penyerahan diri pada kuasa
belaskasih Bapa tidak dapat tergoyahkan (Luk 23: 46). Itulah buktinya bahwa
97
Yesus orang benar (Luk 23:47), sebagai Anak Bapa. Yesus hidup, mati dan
bangkit karena dikuatkan oleh Bapa. Gerak belaskasih Hati Yesus, bersumber dan
sama dengan belaskasih Allah Bapa. Belaskasih itulah yang memberikan
penyelamatan. Dan belaskasih Allah Bapa yang menyelamatkan itu sudah dialami
oleh Yesus sebagai anak manusia sejak kelahiran-Nya sebagai Anak Manusia.
Apa yang hidup sejak kelahiran dalam diri Yesus, itulah yang menjadi pilihan
dalam gerak belaskasih Allah, agar manusia hidup berdasarkan iman yang benar
dan penghayatan yang benar (Darminta, 2008: 42).
Para religius mengikuti Yesus secara khusus dalam hidup membiara,
sesuai dengan spiritualitas masing-masing Tarekat yang dipilihnya. Mereka
menghidupi nasehat Injil di dalam komunitas dengan tujuan mengabdi kepada
Tuhan dan sesama. Setiap orang mempunyai panggilan yang khas dan unik dalam
komunitas, yang mewarnai perjumpaan mereka. Kehadiran setiap anggota terbatas
tetapi memperkaya komunitas. Kehadiran mereka melahirkan pengungkapan yang
berbeda-beda, sehingga dapat dipahami bahwa dalam perjumpaan dan
kebersamaan bisa timbul perasaan senang atau tidak senang. Semua itu normal
dan pasti akan terjadi dalam komunitas yang terdiri dari orang-orang yang hadir
secara berbeda-beda dan mempunyai panggilan yang unik. Untuk menghayati
perjumpaan yang sejati, tidak boleh menekan perasaan senang atau tidak senang,
tetapi harus mengatasi dan menguasai perasaan itu tanpa menekannya. Salah satu
cara adalah berani mengakui perasaan tidak senang terhadap orang lain, namun
tidah boleh berhenti di situ saja. Dan lebih lanjut lagi harus berani bertanya
kepada diri sendiri, apakah pengungkapan Allah yang unik dalam diri orang lain
98
dapat dihargai, kendati tidak senang bergaul dengan dia. Hidup bersama dalam
komunitas dipersatukan oleh cinta Tuhan, sehingga secara bersama-sama ambil
bagian dalam hidup Tuhan dalam karya penyelamatan-Nya. Maka perlu
menghormati orang lain sebagai pengungkapan Tuhan dan mungkin
pengungkapan itu berbeda-beda. Manusia dipanggil untuk dapat saling mencintai
bukan sekedar untuk menyenangi. Dan untuk mencintai, kerap kali orang harus
mengorbankan kesenangannya (Darminta, 2008: 95).
Mencintai orang lain bukan karena dia berarti bagi saya, tetapi karena dia
adalah dia, yang dipanggil secara unik oleh Allah untuk kesempurnaan yang khas.
Bila demikian perasaan senang berkembang menjadi cinta sejati sehingga pada
suatu waktu mampu mengorbankan rasa senang demi cinta, bila dituntut. Cinta
membebaskan orang dari rasa egois dan membebaskan orang lain untuk
berkembang menjadi dirinya. Orang yang dewasa adalah orang yang mampu
hidup dengan tenang dalam ketegangan-ketegangan dalam perjumpaan yang
terbatas itu. Untuk itu tidak dibenarkan menekan perasaan tidak senang,
melainkan berjuang menjadi orang yang dewasa dan mampu mencintai semua
orang tidak hanya yang menyenangkan saja. Komunitas perjumpaan akan ditandai
oleh penerimaan, kedewasaan, penguasaan, dan peraturan hidup pribadi maupun
hidup bersama (Darminta, 2008: 97).
Hidup komunitas hanya bernilai, bila dilindungi dari kekuatan keunikan
orang lain dengan peraturan bentuk perjumpaan yang menjauhkan dari sikap
saling menekan. Hal yang perlu dikembangkan yakni keramah-tamahan dalam
kehadiran. Dan yang paling indah dalam komunitas perjumpaan, di mana masing-
99
masing anggota yang unik dan khas dapat hidup dengan cerah, bahagia, tidak
tertekan dan penuh penghargaan akan keunikan masing-masing anggota dan
hormat itu diungkapkan dengan cara menyenangkan dan wajar. Maka masing-
masing anggota mendapat kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri sesuai
dengan panggilannya (Darminta, 2008: 100).
Dalam komunitas perjumpaan diperlukan sikap kedewasaan dan penuh
pemahaman akan keunikan orang lain, baik dari segi kepribadian maupun
panggilannya. Maka setiap pribadi perlu saling memberikan keleluasaan untuk
menemukan terus-menerus cara-cara menghayati panggilannya. Percaya kepada
perkembangan dan kemungkinan seseorang untuk menghayati hidupnya secara
baru yang secara lain. Hal itu merupakan rasa hormat kepada orang itu sebagai
manusia yang terpanggil dan merupakan kediaman Roh. Dengan demikian
perjumpaan akan diwarnai dengan adanya sikap pemahaman, penerimaan dan
kebebasan dan pengampunan yang terus menerus, kalau ada berbuat yang keliru,
percaya bahwa dalam perbuatan yang keliru itu pun dia menghayati
kemanusiaannya yang sedang berkembang. Komunitas religius merupakan tempat
perjumpaan pribadi yang berbeda untuk secara bersama menghayati panggilan
selama hidup. Oleh sebab itu kepercayaan akan perkembangan hidup sangat perlu
dan merupakan syarat mutlak untuk terbinanya komunitas perjumpaan yang sejati,
manusiawi dan religius (Darminta, 2008:106).
Demikian juga para Suster FCJM, mempunyai latar belakang yang
berbeda-beda, misalnya: suku, budaya, asal, umur, bakat dan panggilan yang unik,
namun mereka dipersatukan dalam Kongregasi Suster-Suster Puteri-Puteri Hati
100
Kudus Yesus dan Maria. Perbedaan-perbedaan itu menjadi kekayaan dalam
persaudaraan atau dalam komunitas dan diungkapkan melalui tugas pelayanan
yang berbeda, yang telah dipercayakan oleh Kongregasi kepada masing-masing
suster. Keberhasilan sesama patut didukung dan disyukuri demi kemajuan
bersama. Dengan semangat cinta sejati membuat para Suster memiliki mata yang
tidak memandang kesalahan sesamanya, telinga yang tidak mendengar kejahatan
dan mulut yang tidak mengadili kejahatan orang lain. Tetapi mereka memiliki hati
yang penuh belaskasih dan kasih sayang terhadap orang lain, tutur bahasa penuh
cinta, suka memaafkan, mengampuni satu sama lain, serta jiwa sabar dalam
menanggung kesalahan orang lain. Dan jika ada suster yang melakukan kesalahan,
mereka ditegur dengan penuh cinta.
Salah satu usaha paling nyata dari cinta sesama ialah membantu orang lain
mengatasi kekurangannya dengan menyadarkan, menegur dengan lemah lembut
dan baik hati. Biarlah cinta kasih menjadi ratu, hukum, semangat dan kehidupan
Kongregasi. Biarlah cinta kasih mempersatukan hati serta jiwa para Suster
sedemikian erat sehingga tetap sehati dan sejiwa. Cinta kasih harus terpancar dari
wajah, mata, pembicaraan, dan tingkahlaku mereka disegala tempat dan dalam
segala hal. Sebagaimana dikatakan dalam 1 Kor 13: 4-7: “Kasih itu sabar, ia tidak
cemburu. Ia tidak memegahkan diri, dan sombong. Ia tidak melakukan yang tidak
sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak
menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi
karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, sabar
dalam menanggung segala sesuatu” (Martin, 1860: 53-54).
101
Para pengikut Yesus harus mempunyai iman yang kuat, mereka
mengampuni secara terus-menerus, mengampuni bukan hanya sebanyak tujuh
kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh artinya mengampuni dengan tanpa batas.
Tuhan mengampuni setiap kali orang berdosa dan mohon ampun kepada-Nya.
Orang beriman mestinya bercermin pada Tuhan yang memaafkan dan
mengampuni. Orang yang mengampuni adalah orang yang menggantungkan
hidupnya kepada Tuhan dan menimba belas kasih-Nya (Wartaya, 2003: 82-83).
b. Hati Maria dilihat dari segi Hati Penuh Keibuan
Perawan Maria adalah perempuan yang merdeka dan kemerdekaannya
terletak dalam cinta sucinya kepada Allah. Maria mengasihi Allah karena Allah
mengasihinya terlebih dahulu. Maria dipilih Allah menjadi Bunda Putera-Nya
Yesus Kristus, karena ia berkenan di hati-Nya (Luk 1:28). Maria mengasihi Allah
bukan karena takut atau karena kewajiban hukum tertentu tetapi Maria menyadari
bahwa ia tidak dapat hidup tanpa Allah. Sebagai perawan ia mempersembahkan
hidupnya secara utuh kepada Allah dalam Roh dan hatinya selalu terpusat kepada
Allah. Pribadi Allah sangat mempesona bagi Maria sebab itu hidupnya mengasihi
Allah dengan hati yang tidak terbagi. Hidupnya terarah kepada Allah, kepada
Yesus dan kepada Sabda Allah yang dikandungnya dalam kuasa Roh (Luk 1:35).
Dalam daya Roh Ilahi ia melahirkan Yesus ke dunia, memelihara dan mendidik
Sang Sabda, buah rahimnya. Hati dan cintanya terpusat pada buah rahimnya itu.
Maria sungguh wanita yang merdeka, memasrahkan diri setuntas-tuntasnya
kepada Allah dan setia dalam menjejaki jalan Salib Anaknya. Dengan wajah yang
102
suci ia menatap wajah Anaknya, Yesus, yang tersalib di Gunung Golgota. Maria
berdiri teguh di bawah kaki Salib Anaknya. Hal itu membuktikan cinta hatinya
yang utuh dipersembahkan secara iklas kepada Allah, yang sungguh mengasihi-
Nya dengan cinta penuh pengorbanan (Patrisius, 2006: 14).
Penyerahan Maria kepada Allah tidak mandul tetapi membawa sukacita
dan damai, maka dengan gerakan Roh Kudus. Maria mengunjungi Elisabet
dengan menyelusuri pegunungan yang jauh dan membawa Sabda kegembiraan.
Maria adalah ibu yang peka akan kebutuhan orang lain terutama bagi mereka yang
mengalamai kesulitan. Di Kana ia menolong pengantin yang kehabisan anggur,
dengan cukup bebas ia meminta kepada Puteranya untuk meringankan beban malu
keluarga yang mengadakan pesta tersebut. Maka dengan hati penuh cinta, Maria
berkata kepada Yesus: “Mereka kehabisan anggur”. Maria berpesan: “Apa yang
dikatakan kepadamu lakukanlah itu”. Kata-kata Maria pada pesta di kota Kana itu
sungguh mengandung arti yang amat dalam. Di Kana Maria menunjukkan cinta
sucinya kepada Yesus, ia percaya bahwa Yesus adalah Penyelamat Tunggal.
Yesus kekasih jiwa yang memberikan anggur cinta baru kepada orang yang
mengikuti-Nya. Di Kana, Maria sebagai pemerhati orang-orang yang kesulitan,
yang cemas akan panggilannya, yang mengalami krisis diri dan imannya, serta
yang kehabisan anggur cinta sejati (Patrisius, 2006: 15-16).
Dalam kerendahan hatinya Maria menaruh harapan dan kekuatan
sepenuhnya kepada Allah. Setiap saat Maria membuat pilihan untuk
mempersilahkan Allah menjadi Allah dalam hidupnya, dengan demikian ia berani
menyatakan identitas dirinya: “Aku ini hamba Tuhan” (Luk 1: 38). Dan secara
103
mendalam Maria mengalami bahwa Allah memperhatikan hamba-Nya (Luk 1:48).
Allah memperhatikan hati bangsanya yang diperbudak oleh penguasa dunia, maka
Maria melihat bahwa Allah sungguh adil yang berpihak kepada yang kecil dan
mengangkat martabat mereka sebagai bangsa pilihan. Dalam rasa solider Maria
dengan bangsanya menyatukan dirinya dengan Anaknya Yesus hamba Allah yang
menderita, guna menebus manusia dari ketidakadilan di dunia.
Maria ikut menderita bersama Yesus hingga sampai puncak pemenuhan-
Nya di kayu salib. Justru dalam penderitaan itu, Maria, pejuang keadilan Allah,
dimuliakan menjadi Ibu suatu keturunan, suatu bangsa baru yang terbebas dari
ketidakadilan. Maria terus berharap dan pasrah kepada Allah, kekuatannya ada di
dalam kasih Allah, itulah kemiskinan Roh. Ia membaktikan diri demi kejayaan
bangsanya dan solider dengan bangsanya yang menderita karena ketidakadilan. Ia
juga dengan gigih memperjuangkan agar keadilan Allah menang atas pemimpin
para bangsa-bangsa dunia yang menindas dan memeras bangsanya sendiri. Maria
hamba Allah, pejuang keadilan, dan pembela kaum miskin, suaranya menggema
menyuarakan keadilan Allah yang prihatin dan berpihak kepada orang-orang
miskin dan tertindas (Patrisius, 2006 : 24-25).
Bunda Perawan Maria, menerima panggilan khusus menjadi Ibu Sang
Penebus (Luk 1: 30-33), maka sejak mengandung Yesus, Maria sudah disambut di
keluarga Yusuf hidup dalam komunitas kebersamaan (Mat 1:24). Dalam
kebersamaan itu Bunda Maria menanggung beban-beban hidup bersama sebagai
kenyataan yang harus diterima, misalnya: Bunda Maria harus melahirkan Yesus
dikandang hewan, sebagai pilihan Bunda Maria yang ingin melahirkan dalam
104
keheningan bukan dalam keributan ditempat penginapan. Hidup bersama Yesus,
Bunda Maria mengalami kontradisi-kontradisi seperti mengandung dalam
keperawanan (Luk 1:24), tentu tidak mengenakkan hatinya.
Dalam hidup bersama dengan Yesus Bunda Maria banyak mengalami hal
yang tidak mengenakkan karena Yesus ditolak oleh tetangga (Luk 4:22-30; Mark
6:1-6a; Mat 13: 53-58). Bunda Maria juga kerapkali tidak mengerti dengan Yesus
(Luk 2:50). Namun Bunda Maria yakin akan kekuatan kerendahan hati dan
kerjasama untuk mengetuk Hati Yesus, agar menolong orang yang dalam
kesukaran (Yoh 2:1-8). Dalam kebersamaan ditandai dengan kerendahan hati,
kerjasama ,penyerahan diri sehingga kuasa Allah bekerja. Dengan bekal itulah
Bunda Maria mampu berdiri dekat Salib menyaksikan kuasa Allah dalam
kematian Yesus Puteranya (Yoh 19: 25-37). Bunda Maria hidup di tengah
perbantahan mengenai Yesus dan Injil-Nya dengan iman yang menyimpan sabda
Allah dan merenungkannya (Luk 2: 19.51). Hal itulah yang membahagiakan dan
menguatkannya (Luk 8: 28). Dan untuk menghadapi segala tantangan itu Maria
mengenakan doa, hening dan pengampunan (Darminta, 2008: 125).
Bunda Maria mempersembahkan cintanya seutuhnya kepada Allah dalam
diri Yesus, maka dengan daya kuasa Roh, para pengikut-Nya mempersilahkan
Allah mempergunakan tangan dan hatinya untuk menghasilkan buah-buah anggur
cinta yang baik untuk kesejahteraan sesama di tempat perutusannya. Dengan
teladan Maria yang menjadi ibu Yesus, para Suster FCJM mempunyai semangat
juang untuk menempatkan Allah yang paling utama dalam hidupnya, baik secara
bersama maupun pribadi. Muder Maria Clara Pfander sebagai pendiri Kongregasi
105
FCJM mengundang para pengikutnya yakni: Para Suster FCJM untuk mencintai,
menghormati dan meneladan Hati Maria. Sikap Maria hendaknya menjadi sikap
susternya dengan membuka diri pada Sabda Tuhan dan dikuatkan oleh Roh
Kudus, memahami Sabda Tuhan serta mewartakannya. Para Suster juga diundang
oleh Maria sebagaimana dia mengundang pelayan-pelayan perkawinan di kota
Kana: “Apa yang dikatakan kepadamu perbuatlah itu” (Yoh 2:5). Dengan
demikian para Suster FCJM semakin disemangati untuk menjadi Puteri-puteri
Hati Maria” dengan menambah nama Maria sebelun nama biaranya. Dengan
menyandang nama Maria diharapkan mereka mampu bersikap dan bertindak
sesuai dengan teladan Maria sebagai ibu. Setiap suster FCJM, hendaknya
sungguh-sungguh berusaha meneladan kebajikan-kebajikan Maria dengan setia
(Martin, 1860: 91).
BAB IV
SUMBANGAN KATEKESE DALAM MENDALAMI SPIRITUALITAS
HATI KUDUS YESUS DAN MARIA SEBAGAI SUMBER PELAYANAN
SUSTER-SUSTER FCJM DI INDONESIA
Setelah membahas Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai
Sumber Pelayanan Suster-suster FCJM di Indonesia, maka dalam bab ini penulis
akan menguraikan katekese sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan
pemahaman para Suster FCJM, agar semakin mendalami Spiritualitas Hati Kudus
Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanannya. Dengan demikian, mereka
semakin mampu menimba kekuatan dari teladan Yesus yang mengasihi murid-
murid-Nya sampai setuntas-tuntasnya sebagaimana ditulis dalam Yohanes 13:1-2;
4-5), yaitu: “Pada waktu makan bersama lalu ... bangunlah Yesus...dan mulai
membasuh kaki para murid-Nya, dan menyeka-Nya dengan kain yang terikat pada
pinggang-Nya”. Dengan membasuh kaki para murid-Nya, Yesus menyingkapkan
betapa mendalam kasih Allah terhadap umat manusia. Dalam Yesus, Allah
menyediakan Diri untuk mengabdi manusia.
Hal tersebut juga mengungkapkan makna hidup Kristiani terlebih dengan
hidup bakti, yakni hidup dalam cinta kasih yang menyerahkan diri dan melayani
dengan murah hati, sebagaimana komitmen para murid mengikuti Anak Manusia:
“datang tidak untuk dilayani melainkan untuk melayani” (Mat 20:28).
Pembasuhan kaki para murid-Nya menunjukkan pelayanan khas yang ditunjukkan
kepada mereka yang paling miskin dan terlantar (VC, 1996: 115).
107
Yesus adalah utusan Allah yang begitu mencintai manusia. Karena cinta-
Nya, Ia menyerahkan Putera-Nya yang satu-satu-Nya pada salib. Yesus taat
kepada Allah yang mengutus-Nya, Dia rela menderita dan wafat di kayu salib.
Dalam derita dan kematian Yesus, Allah menunjukkan kemuliaan-Nya, kuasa-
Nya, yaitu kuasa untuk menyelamatkan (Darminta, 2006b: 32).
Jelaslah cinta-Nya begitu besar lewat pengorbanan Yesus yang
menyerahkan Hati-Nya yang Mahakudus. Pada waktu serdadu memastikan
kematian Yesus, Hati-Nya ditikam, sehingga mengalir keluar darah dan air (Yoh
19: 34). Lewat Hati yang tertikam itu merupakan lambang pemberian diri Yesus,
Allah memperlihatkan kasih-Nya yang tidak terhingga kepada umat manusia
(Jacobs, 1987: 32-33).
Semangat pengorbanan Yesus yang Mahakudus mendorong para Suster
FCJM untuk melayani dengan penuh kasih dalam karya pelayanannya, walaupun
mereka harus mengalami penderitaan dan menghadapi berbagai kesulitan. Melalui
teladan Hati Bunda Maria, mereka juga berani mengatakan bahwa panggilan
mereka dalam Kongregasi FCJM adalah untuk melaksanakan Sabda Tuhan
melalui pelayanan yang telah dipercayakan Kongregasi kepada masing-masing
suster.
Para Suster FCJM menjadi pendengar dan pelaksana Sabda Tuhan, maka
untuk lebih memperdalam Hati Kudus Yesus dan Maria dalam kehidupan mereka,
penulis akan berbicara mengenai katekese yang di dalamnya mencakup 3 (tiga)
bagian pokok yaitu: pertama, pokok-pokok katekese, yang meliputi: pengertian
katekese, isi katekese, tujuan pokok katekese, dan model katekese. Kedua,
108
peranan katekese dalam membantu mendalami spiritualitas Hati Kudus Yesus dan
Maria sebagai sumber pelayanan Suster-suster FCJM di Indonesia. Ketiga, usulan
program katekese yang meliputi: pengertian program, tujuan program katekese,
pemikiran dasar program, usulan tema, penjabaran program dan contoh persiapan
katekese.
A. Pokok-pokok Katekese
1. Pengertian Katekese
Katekese (Kateketik) berasal dari bahasa Yunani: Katechein, bentukan
kata dari Kat yang berarti pergi atau meluas, dan dari kata echo yang berarti
menggemakan atau menyuarakan. Jadi Katechein berarti menggemakan atau
menyuarakan ke luar. Kata ini mengandung dua pengertian. Pertama, katechein
berarti pewartaan yang sedang disampaikan atau diwartakan. Kedua, katechein
berarti ajaran dari pemimpin. Dalam perkembangannya, istilah katechein diambil
alih oleh orang Kristen menjadi istilah khusus dalam bidang pewartaan Gereja.
Secara ilmiah kateketik dimengerti sebagai pemikiran sistematis dan paedagogis
tentang pewartaan Injil, ajaran Tuhan dan ajaran Gereja kepada manusia dalam
hidup kongkretnya. Sementara itu, segala macam usaha penyampaian ajaran,
pendidikan agama atau ajaran Gereja disebut katekese (Papo, 1987: 11).
Melalui terang Konsili Vatikan II, katekese disesuaikan dengan situasi
kongkret umat di Indonesia. Pada pertemuan Kateketik antar-Keuskupan se-
Indonesia II pada tahun 1980 di Klender (Jawa Barat) disepakati rumusan
katekese untuk Indonesia yakni “Katekese Umat” yang diartikan sebagai
109
Komunikasi Iman atau tukar menukar pengalaman iman (penghayatan iman)
antara anggota jemaat/kelompok. Melalui kesaksian iman, para peserta saling
membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan
dihayati semakin sempurna. Tekanan Katekese Umat diletakkan pada
penghayatan iman, meskipun pengetahuan tidak dilupakan. Katekese Umat
mengandaikan ada “perencanaan” (Papo, 1987: 13).
Dalam Katekese Umat, umat bersaksi tentang imannya akan Yesus
Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita
menanggapi Sabda Allah. Yesus Kristus tampil sebagai pola hidup kita dalam
Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman
Gereja di sepanjang tradisinya. Dalam katekese tersebut diharapkan peran serta
dan partisipasi dari umat sangat diharapkan untuk berbagai pengalaman tentang
Yesus Kristus dalam kehidupan sehari-hari dan para peserta diharapkan saling
menanggapi, saling menampung dan bersama-sama mendalami satu pokok
bahasan. Iman peserta akan diteguhkan melalui tukar penghayatan iman tentang
tema atau bahan katekese (Setyakarjana, 1997: 69).
Dalam Katekese Umat, umat-lah yang berkatese; artinya, semua orang
beriman yang secara pribadi memilih Kristus secara bebas berkumpul untuk lebih
memahami Kristus. Kristus menjadi pola hidup pribadi maupun pola hidup
kelompok. Di situ seluruh umat, baik yang berkumpul dalam kelompok basis,
maupun di sekolah atau Perguruan Tinggi adalah pelaksana katekese itu sendiri.
Penekanan peranan umat pada ketekese ini sesuai dengan peranan umat pada
pengertian Gereja itu sendiri. Oleh karena itu, dalam katekese umat, Kristuslah
110
yang menjadi pola, baik mengenai peserta, cara mereka berkumpul maupun cara
mereka berkomunikasi. Katekese bukan untuk sebahagian orang tetapi untuk
semua orang beriman yang terpanggil untuk mendalami imannya secara terus-
menerus (Setyakarjana, 1997: 70).
Pada waktu katekese, pemimpin bertindak sebagai pengarah dan pemudah
(fasilitator). Ia adalah pelayan yang menciptakan suasana yang komunitatif dan
membangkitkan gairah supaya para peserta berani berbicara secara terbuka.
Katekese Umat menerima banyak jalur komunikasi dalam berkatekese. Tugas
mengajar yang dipercayakan kepada hierarki menjamin agar seluruh kekayaan
iman berkembang dengan lurus. Dalam Katekese Umat, pemimpin tidak
membawa diri sebagai pembesar yang mengindoktrinasikan bawahannya. Ia juga
diharapkan untuk tidak memberi kesan seakan-akan dia yang pandai
menyampaikan pengetahuan/pandangan kepada para peserta yang bodoh.
Pemimpin Katekese perlu menghayati teladan Kristus: “Aku di tengah-
tengahmu sebagai pelayan”. Oleh karena itu, pemimpin katekese diharapkan dapat
melayani peserta dengan mengusahakan suasana Kristen dalam kelompok,
mengarahkan pembicaraan, melayani peserta yang mengalami kesulitan dengan
memberi semangat atau membantu merumuskan dan memberikan input yang
diminta oleh kelompok serta mencari tempat atau waktu jika kelompok tidak
melakukannya. Katekese umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai
sesama dalam iman yang sederajat, yang saling bersaksi tentang iman mereka.
Peserta berdialog dalam suasana terbuka, ditandai sikap saling menghargai dan
111
saling mendengarkan dan proses terencana ini berjalan terus-menerus, sehingga
peserta katekese semua penting (Setyakarjana, 1997: 70).
Dalam anjuran Sri Paus Yohanes Paulus II menegaskan, katekese ialah
pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman,
khususnya yang mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya
diberikan secara organis dan sistimatis dengan mengantar para pendengar
memasuki kepenuhan hidup Kristen. Dengan kata lain, katekese adalah usaha-
usaha dari pihak Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami iman
akan Kristus melalui pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan iman. Dalam hal
ini, metode yang sesuai perlu dicari agar katekese dalam berbagai bentuk bergema
dalam hati para peserta dan dapat berbuah secara nyata (Telaumbanua, 1999: 5-6).
2. Isi Katekese
Isi katekese adalah hidup Yesus Kristus. Pokok yang harus disampaikan
dalam katekese yakni misteri hidup Kristus seperti yang diwartakan dalam oleh
Kitab Suci dan dan diimani oleh Gereja. Dalam katekese, katekis tidak
menyampaikan pandangannya sendiri, tetapi mengkomunikasikan sabda
pengajaran dan misteri hidup Kristus disampaikan secara utuh. Dalam hal ini,
katekis dipadang sebagai “perpanjangan” tangan (utusan) Yesus Kristus. Dia
sebagai penyambung lidah dan juru bicara-Nya. Salah satu keprihatinannya
bagaimana katekese sungguh merupakan komunikasi sikap dan pengakuan iman
pada Yesus Kristus. Dengan demikian, isi katekese tidak bersifat abstrak,
melainkan pewartaan kabar gembira atau gerakan yang sungguh hidup.
112
Kristianitas bukanlah suatu konsep tetapi merupakan pilihan hidup yang
dihayati dan disadari. Kristianitas adalah jalan kehidupan yang menekankan
kesaksian hidup. Kebenaran yang diwartakan tidak hanya di terima melalui
pikiran tetapi dengan hati artinya mendengar Sabda dan menjalankannya (Luk 8:
21; 11: 28 dan Yoh 15:14). Para katekis tidak membuat umat menjadi bingung,
tetapi mereka harus memahami siapa Kristus dan menemukan relevansi makna
pemahaman itu dalam hidunya sendiri dan sesamanya. Oleh karena itu, katekis
diharapkan dapat melakukan studi dengan tidak mengenal lelah mengenai misteri
hidup Yesus Kristus yang dimaklumkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru dan
dipelihara serta diteruskan di dalam tradisi Gereja. Katekis juga harus secara
pribadi membina dan menjalin relasi yang intim dengan-Nya sehingga seluruh
hidupnya dijiwai oleh hidup Yesus Kristus sendiri. Ia juga selalu berada dalam
relasi yang personal dengan Kristus. Singkatnya, relasi mendalam dengan Yesus
Kristus adalah faktor utama dalam mengusahakan kualitas dan proses katekese.
Dari seorang katekis diharapkan kepekaan hati untuk mengenali dan
mengejawantahkan kehadiran Yesus di tengah-tengah hidup umat beriman.
Kesaksian hidup seorang katekis diharapkan menjadi lampu yang membantu
menerangi perjalanan umat yang merindukan dan mencari kehendak Yesus
Kristus. Dibutuhkan sikap seorang katekis yang bersedia meneladani semangat
Santo Yohanes yang berkata: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”
(Heryatno, 2007: 12-13).
113
3. Tujuan Pokok Katekese
Katekese secara khusus bertujuan untuk mendewasakan iman (yang masih
dalam tahap awal), memelihara, merawat, dan mempertumbuhkan iman dalam
pengetahuan dan dalam hidup Kristen. Dalam hal ini katekese ingin
mengembangkan pemahaman orang beriman terhadap misteri Kristus,
mengembangkan cinta-kebanggaan jemaat sebagai orang Kristen dan sekaligus
mendorong mereka agar lebih tekun dan serius menghayati imannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan makin memahami, mencintai dan menghayatinya
seluruh hidup jemaat Kristen diharapkan dapat diresapi oleh Sabda-Nya. Menjadi
Kristen berarti menyatakan “Ya” kepada Yesus Kristus (CT. art. 20).
Tujuan utama katekese adalah membantu umat beriman supaya semakin
bersatu dengan hidup-Nya, dengan kata lain membina hubungan personal dengan
pribadi Yesus supaya dapat mengalami cinta kasih-Nya. Dengan cara tersebut
diharapkan orang beriman makin terdorong mengambil bagian dalam tugas
perutusan-Nya untuk mewujudkan nilai-nilai kerajaan Allah ( Heryatno, 2007:
12).
Dalam pertemuan PKKI II sangat jelas ditegaskan tujuan Katekese atau
komunikasi iman, yakni: supaya dalam terang iman, umat beriman meresapi
pengalamannya sehari-hari, bertobat kepada Allah, dan semakin menyadari
kehadiran Allah dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dengan demikian, mereka
semakin sempurna dalam beriman, berharap dan mengamalkan cinta kasih serta
makin dikukuhkan hidup kristianinya. Mereka makin bersatu dalam Kristus,
makin menjemaat, makin tegas dalam mewujudkan tugas Gereja setempat dan
114
memperkokoh Gereja semesta, sehingga umat beriman semakin sanggup memberi
kesaksian tentang Kristus dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Melalui
katekese umat, kaum beriman mengalami dan menyadari bahwa melalui
pengalaman hidupnya ia ditebus oleh Kristus, dan dipakai oleh Roh Kudus untuk
mengantarnya kepada Allah Bapa. Dengan demikian, pengalaman iman bersama,
mengutus para peserta untuk mewartakan Kristus dengan kata-kata dan melalui
tindakannya, artinya mereka bersaksi tentang Kristus melalui pengabdian kepada
manusia secara kongkret (Lalu, 2005: 73-74).
4. Model Katekese
Ada beberapa model katekese yang dapat digunakan dalam pengembangan
proses katekese umat misalnya: model Pengalaman Hidup, model Biblis, model
Campuran Biblis dan Pengalaman Hidup, serta model Shared Christian Praxis
(SCP). Model-model katekese tersebut merupakan alternatif dalam proses
katekese yang dapat dipergunakan sesuai dengan situasi peserta dan
perkembangan zaman (Sumarno, 2006: 11-13).
Dalam mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai
Sumber Pelayanan Suster-suster FCJM di Indonesia, maka dalam bab ini penulis
memilih satu model katekese tersebut diatas, yakni model katekese Pengalaman
Hidup. Alasan untuk memilih model katekese Pengalaman Hidup itu, karena para
Suster FCJM hidup bersama dalam komunitas, mereka di panggil dan
dipersatukan oleh cinta kasih serta menerima kekuatan dari Tuhan (Konst 1980,
art. 48).
115
Dalam hidup bersama, mereka berasal dari latar belakang yang berbeda
misalnya: budaya, kemampuan, talenta dan umur yang berbeda. Hal ini pasti
mempengaruhi hidup mereka sehingga banyak mengalami pergulatan hati, maka
pengalaman-pengalaman itu perlu diolah dan dimaknai agar selalu merasakan
cinta serta kehadiran Tuhan dalam situasi hidup mereka yang konkrit melalui
pelayanan sehari-hari. Dan melalui pengalaman itu, mereka semakin merasakan
dicintai oleh Tuhan, sehingga para Suster berusaha bertindak dan melayani
dengan sepenuh hati serta memberikan cinta kepada siapanpun terutama bagi
anak-anak yatim-piatu, miskin dan terlantar. Adapun langkah-langkah katekese
model Pengalaman Hidup adalah:
a. Introduksi
Introduksi berisikan lagu dan doa pembukaan yang sesuai dengan tema
yang diambil dalam katekese itu. Katekis mencoba mengingatkan dan
menghubungkan dengan tema-tema yang sudah dibahas dalam kesempatan
katekese yang lampau, bila pernah diadakan sebelumnya.
b. Penyajian suatu pengalaman hidup
Penyajian pengalaman hidup biasanya diambil dari suatu peristiwa konkrit
sesuai dengan tema dan situasi peserta. Pengalaman tersebut bisa diambil dari
surat kabar atau cerita yang relevan bagi peserta.
c. Pendalaman pengalaman hidup
Pendalaman pengalaman hidup mengajak peserta untuk
mengaktualisasikan pengalaman itu dalam situasi hidup mereka yang nyata.
Biasanya terjadi dalam kelompok kecil dengan pertanyaan-pertanyaan
116
pendalaman yang merangsang peserta untuk mengambil perhatian dalam sikap
hidup moral konkrit sesuai dengan tema untuk hidup sehari-hari.
d. Rangkuman pendalaman pengalaman hidup
Dalam rangkuman pendalaman pengalaman hidup, menyarikan gambaran
umum dari sikap-sikap yang dapat diambil oleh peserta berhubung dengan tema
dalam penyajian pengalaman hidup dengan teks Kitab Suci atau Tradisi yang
hendak dipakai dalam langkah berikutnya.
e. Pembacaan dari Kitab Suci atau Tradisi Gereja
Setiap peserta hendaknya mempunyai teks (fotokopy) beserta daftar
pertanyaan pendalaman di sekitar tema dalam hal-hal yang mengesan dan pesan
inti dari teks tersebut. Teks dibaca oleh salah seorang peserta, kemudian saat
hening sejenak untuk merefleksi teks tersebut dengan bantuan pertanyaan
pendalaman.
f. Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi
Pada pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi, mencoba menjawab
bersama pertanyaan-pertanyaan yang telah direnungkan secara pribadi setelah
pembacaan teks Kitab Suci. Baik pula apabila teks dibaca sekali lagi oleh katekis.
Pada kesempatan ini katekis membantu peserta untuk mencari dan
mengungkapkan pesan inti menurut mereka sendiri sehubungan dengan tema.
Peran katekis di sini menciptakan suasana terbuka sehingga peserta tidak takut
mengungkapkan tafsiran mereka sehubungan dengan tema yang dapat dipetik dan
digali dari pembacaan teks Kitab Suci.
117
g. Rangkuman Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi
Rangkuman Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi menghubungkan
pesan inti yang diungkapkan peserta dengan pesan inti yang telah disiapkan
katekis berdasarkan sumber-sumber yang diolahnya yang sehubungan dengan
tema. Pada kesempatan ini katekis memberi input (masukan) dari apa yang sudah
disiapkannya dengan bantuan buku-buku tafsir atau komentar atau buku-buku
yang bersangkutan dengan teks. Yang penting digarisbawahi di sini bahwa tafsir
atau katekis diharapkan membatasi pada pesan pokok yang dapat dimengerti oleh
peserta sehubungan dengan tema dan tujuan pertemuan.
h. Penerapan dalam hidup kongkret
Penerapan dalam hidup konrit, peserta mengajak untuk mengambil
beberapa kesimpulan praktis sekitar tema untuk hidup sehari-hari dalam situasi
nyata mereka dalam masyarakat, gereja, lingkungan, wilayah, paroki, keluarga
dsb. Kemudian dalam saat hening, sejenak peserta diajak merenungkan serta
mengumpulkan buah-buah pribadi dari katekese tersebut untuk hidup sehari-hari,
dapat berupa niat atau tindakan apa yang akan diambil untuk selanjutnya.
i. Penutup
Pada waktu tahap penutup, dimulai dengan mengungkapkan doa-doa
spontan hasil buah katekese dan bisa pula doa-doa umat lainnya secara bebas. Bila
perlu katekis mengakhiri katekese dengan doa penutup yang merangkum seluruh
tema dan tujuan katekese. Kemudian ditutup dengan doa bersama atau nyanyian
penutup yang sesuai dengan tema (Sumarno, 2006: 11-12).
118
B. Peranan Katekese Dalam Membantu Mendalami Spiritualitas Hati
Kudus Yesus Dan Maria Sebagai Sumber Pelayanan Suster-suster FCJM
di Indonesia.
Katekese dapat membantu untuk mendalami spiritualitas Hati Kudus
Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanan Suster-suster FCJM di Indonesia,
sehingga mereka semakin menghayati nilai-nilai kedua Hati itu dalam
pelayanannya setiap hari dengan penuh kasih. Katekese mengajak para Suster
FCJM untuk merefleksikan pengalaman-pengalaman hidupnya secara kritis, lebih-
lebih pengalaman pergulatan dan perjuangan dalam memberikan pelayanan kasih
terhadap anak yatim-piatu, miskin dan terlantar. Pergulatan dan tantangan
mewarnai pelayanan mereka, tetapi hal itu perlu direfleksikan dalam terang iman
kristiani. Pengalaman yang sudah direfleksikan akan memberikan suatu makna
yang berharga dan melalui pengalaman itu akan ada pengalaman yang baru
menuju hal yang lebih baik lagi. Dengan demikian melalui katekese, para Suster
FCJM semakin berusaha mendalami dan menghayati spiritualitas Hati Kudus
Yesus dan Maria sehingga menjadi daya dan kekuatan untuk memberikan kasih
dalam setiap pelayanannya.
Katekese umat perlu dikembangkan untuk membantu para Suster FCJM
dalam memahami dan mendalami spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria
sebagai sumber pelayanan, sebab melalui tema yang dibahas dalam katekese akan
lebih mengena dengan pengalaman para Suster secara kongkret di lapangan.
Melalui katekese itu mereka juga dapat bertukar pengalaman dan mendiskusikan
aksi nyata, baik secara pribadi maupun secara bersama. Secara pribadi para Suster
119
menyadari panggilannya sebagai suster FCJM yang menghidupi spiritualitas Hati
Kudus Yesus dan Maria. Konsekuensinya mereka harus menjadi saksi Hati Kudus
Yesus dan Maria melalui sikap dan tindakannya. Yesus sebagai utusan Bapa, Dia
taat sampai mati di kayu salib, mencurahkan darahnya demi cinta kasih-Nya yang
luar biasa kepada umat manusia. Pada saat hati-Nya di tikam mengalirlah darah
dan air. Dan hati Maria yang penuh penyerahan kepada Allah, sehingga dia kuat
dan setia mengikuti Yesus sampai wafat di kayu salib. Hidupnya dipersembahkan
secara tulus kepada Allah. Demikian juga para Suster FCJM yang sudah
terpanggil di dalam Kongregasi FCJM, mereka menyerahkan diri secara tulus
kepada Tuhan melalui pelayanannya yang penuh kasih kepada orang-orang kecil
yakni anak yatim-piatu, miskin dan terlantar. Para Suster juga berani
mengorbankan diri dan semakin taat kepada pemimpin Kongregasi serta
mempunyai semangat juang yang tinggi dalam tugas perutusannya di tengah dunia
yang tanpa hati. Pelayanan kasih yang diberikan terhadap orang-orang kecil
merupakan pelayan kasih kepada Dia yang telah memanggilnya melalui
Kongregasi Suster-suster FCJM, sambil mengingat perkataan Tuhan: “Segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini,
kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40).
Katekese mendorong para Suster untuk mewujudkan imannya akan Yesus
Kristus dengan membawa cinta kasih. Maka diharapkan para Suster aktif dalam
katekese demi untuk memperkembangkan imannya. Dan mereka perlu
menafsirkan pengalamannya sehari-hari menurut terang iman, sehingga relevan,
penting dan bermakna di dalam pergulatan hidup mereka. Perlu disadari bahwa
120
pergulatan hidup dapat menjadi tempat bagi para Suster untuk menghayati
imannya. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa realitas hidup para Suster di
dalam pelayanannya dapat menjadi medan di mana Allah berkarya untuk
menyatakan belaskasih-Nya sekaligus menjadi tempat bagi para Suster untuk
menanggapi rahmat-Nya. Maka katekese sangat memberi bantuan bagi para
Suster FCJM, untuk mendalami spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebab
bertolak dari pengalaman hidup mereka sehari-hari yang bergulat dapat
menghayati imannya. Mereka dapat secara bersama merefleksikan dan
mengkomunikasikan penghayatan imannya dan mendialogkannya dengan harta
warisan kekayaan Gereja dan melalui proses komunikasi tersebut diharapkan para
Suster semakin beriman pada Yesus Kristus dan sekaligus mendatangkan berkat
bagi sesamanya (Heryatno, 2007: 2-3).
C. Program Katekese
1. Pengertian Program
Program diartikan serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan
seksama dan dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam organisasi yang melibatkan banyak orang.
Dalam pengertian ini ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai
program, yaitu: Pertama, kegiatan yang direncanakan atau dirancang, tetapi
rancangan kegiatan yang disusun dengan pemikiran yang cerdas dan cermat.
Kedua, kegiatan tersebut belangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke
kegiatan lain. Dengan kata lain ada keterkaitan antar-kegiatan sebelum kegiatan
121
dan sesudah kegiatan. Ketiga, kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah
organisasi formal maupun organisasi non formal bukan kegiatan individual.
Keempat, kegiatan tersebut dalam implementasinya atau pelaksanaannya
melibatkan banyak orang, bukan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan tanpa
ada kaitannya dengan kegiatan orang lain (Widoyoko, 2009: 8-9).
2. Tujuan Dasar Program Katekese
Tujuan katekese yang dipaparkan pada bagian ini adalah: agar para Suster
FCJM di Indonesia semakin memahami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria
sebagai sumber pelayanannya. Dan katekese tersebut merupakan salah satu sarana
bagi mereka, untuk semakin memperdalam Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan
Maria. Maka melalui pelaksanaan katekese ini diharapkan para Suster semakin
mampu menimba semangat dan kekuatan dari Hati Kudus Yesus dan Maria.
Yesus yang penuh kasih itu rela mati di kayu Salib demi kasih-Nya kepada umat
manusia. Hati-Nya ditikam sebagai lambang kasih-Nya yang tanpa batas kepada
manusia. Terispirasi dari kedua Hati itu, para Suster FCJM berusaha dan melatih
diri agar hatinya menyerupai kedua hati tersebut rela berkorban, memberikan diri
demi kasihnya kepada mereka yang membutuhkan terutama bagi yatim-piatu,
miskin dan terlantar. Mereka hendaknya berusaha membentuk hatinya sesuai
dengan Hati Kudus Yesus yang penuh dengan cinta itu (Martin, 1860: 90).
Para Suster FCJM, berusaha juga meneladani kebajikan dan kesetiaan
Maria (Martin, 1860: 91). Maria sebagai wanita pilihan menjadi Bunda Yesus dan
sekaligus menjadi murid-Nya yang paling setia pada jalan salib-Nya, sampai
122
Yesus diturunkan dari kayu salib dan dimakamkan. Maria menyadari panggilan-
Nya menjadi pendengar dan pelaksana Sabda Allah. Maria menyadari
ketaatannya, menuntut hidupnya menjadi sejalan dengan Sang Anak, baik dalam
penderitaan dan kemantian-Nya (Patrisius, 2006: 31).
Demikian juga para Suster yang menerima panggilan khusus di
Kongregasi FCJM, menimba semangat dari Hati Kudus Yesus dan Maria,
sehingga mereka semakin mimiliki semangat hati yang berkobar-kobar dalam
pelayanannya sehari-hari. Mereka memiliki semangat Injli dengan taat kepada
sesama suster, Pimpinan Kongregasi dan memiliki semangat juang yang tinggi,
demi kasih-Nya kepada sesama secara khusus bagi anak-anak miskin, menderita
dan terlantar. Untuk itu diperlukan semangat doa yang tinggi sesuai dengan
warisan pendiri Kongregasi Muder Maria Clara Pfander, yakni Sembah Sujud
yang terus- menerus dihadapan Sakramen Mahakudus (Martin, 1860:12).
Usulan program katekese menyangkut tema umum, sub tema, tujuan,
materi, metode, sarana yang digunakan dan sumber bahan. Usulan program ini
dilaksanakan secara berkelompok yakni: untuk para Suter Novis, Suster Yunior,
Suster yang Kaul Kekal dan untuk para Suster Lansia dengan bentuk rekoleksi.
3. Pemikiran Dasar Program Katekese
Para suster FCJM mengalami perkembangan, baik dari segi jumlah
maupun dari karya pelayanan yang ditangani sesuai dengan kebutuhan jaman.
Adapun pelayanan yang mereka tangani adalah karya pendidikan, panti asuhan,
asrama untuk anak sekolah, pembinaan ibu-ibu, kesehatan, rehabilitasi untuk
123
anak-anak yang cacat fisik dan karya pastoral. Maka untuk melaksanakan
pelayanan tersebut, para Suster perlu menimba kekuatan dari Spiritualitas Hati
Kudus Yesus dan Maria, sehingga mereka mempunyai semangat yang berkobar-
kobar dalam tugas pelayanannya dan memiliki ketaatan terhadap sesama anggota
Kongregasi atau di antara para Suster FCJM. Mereka juga selalu menghidupi
semangat pendiri Muder Maria Clara Pfander, dengan doa yang tidak henti-
hentinya dihadapan Sakramen Mahakudus.
Doa merupakan semangat dalam melaksanakan pelayanan, maka
hendaknya mereka mengutamakan anak-anak miskin, menderita dan terlantar.
Untuk memperdalam Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria perlu diadakan
katekese, sehingga para Suster dapat berbagi pengalaman iman. Dan melalui
kesaksian para Suster saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-
masing suster akan Yesus Kristus diteguhkan dan dihayati secara semakin
sempurna dalam pelayanannya sehari-hari.
4. Usulan Tema
Usulan tema yang disajikan dalam program katekese ini adalah: pertama
untuk para Suster Novis; Hati Yang Beriman, kedua untuk para Suster Yunior;
Hati Berpengharapan, ketiga untuk para Suster yang Berkaul Kekal; Hati
Pengampun dan keempat untuk para Suster yang Lansia; Hati Yang Penuh Cinta.
Setiap tema ini akan dilaksanakan satu kali pertemuan kepada masing-masing
kelompok dalam bentuk rekoleksi.
124
5. Penjabaran Program
Tema Umum : Hati Kudus Yesus dan Maria menjadi teladan hidup para Suster FCJM
Tujuan : Agar bersama pendamping, para peserta dapat memahami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria,
sehingga peserta semakin meneladani Hati Kudus Yesus dan Maria dalam melaksanakan tugas pelayanannya
sehari-hari.
NO SUB TEMA
TUJUAN TEMA MATERI METODE
SARANA SUMBER BAHAN
1 2 3 4 5 6 7 01 Hati
Yang Beriman
Agar bersama pendamping, para peserta dapat memahami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria secara mendalam, sehingga para Suster Novis semakin meneladani Hati Kudus Yesus dan Maria di dalam menyelusuri panggilannya sebagai tunas-tunas muda Kongregasi Suster-Suster FCJM, serta melalui pemahaman itu mereka semakin mempunyai hati yang beriman untuk tetap berjuang menekuni panggilan hidupnya melalui
- Maria Perawan yang Merdeka
- Hati Yesus - Panggilan untuk
Hidup Menurut Injil
- Sembah Sujud Dihadapan Sakramen Mahakudus
- Penghormatn Kepada Hati Kudus Yesus dan Maria
- Tanya jawab
- Sharing - Refleksi - Informasi
- Madah Bakti - Teks lagu:
“Kumau Cinta Yesus Selamanya”.
- Teks cerita: Panggilan Muder Maria Clara Pfander.
- Teks Kitab Suci Perjanjian Baru.
- LBI. (2006). Injli Yohanes 19: 16b-37. Jakarta: LAI
- Flake Aristilde. (1982). Cahaya di dalam kegelapan. Medan: Pieter.
02 Hati Berpengharapan
Bersama pendamping para peserta semakin tekun dalam doa, menyadari kekuatan dan belas kasihan Tuhan, dalam hidupnya sehingga semakin setia dalam panggilan-Nya yang diwujudkan melalui pemberian dirinya yang penuh kasih terhadap sesamanya.
Agar bersama pendamping, para peserta semakin menyadari cinta kasih Yesus yang tanpa batas, sampai menyerahkan diri-Nya di kayu Salib, demi untuk menebus umat manusia dari dosa-dosanya, demikian juga hendaknya para Suster FCJM
- Cinta Mengalahkan Segalanya
- Lambung Yesus di Tikam
- Gembala - Cinta Timbal
Balik
- Tanya jawab
- Sharing - Refleksi - Informasi
- Buku Ende Batak Toba
- Teks cerita - Teks Kitab
Suci
- Bergant Dianne, Karrir Robert J. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, LBI. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 182-183.
Bersama pendamping, peserta menyadari pentingnya pengampunan untuk menumbuhkan cinta dan kedamain sejati dalam hidup bersama, sebagaimana Yesus memuliakan Allah karena Ia tetap memohon pengampunan kepada mereka yang berbuat jahat.
- Salib Suci. - Allah Sumber
Penghiburan. - Bapa yang penuh
Belas Kasih. - Ampunilah
Kesalahan Kami. - Cinta Membuat
Kita Alat Perdamaian.
- Tanya jawab
- Sharing - Refleksi - Informasi
- Madah Bakti - Teks lagu “
Allah Peduli"
- Teks Cerita - Teks Kitab
Suci
- LBI. (2006). Injl Luk 23: 33-49. Jakarta: LAI.
- Bergant Dianne, Karrir Robert J. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, LBI. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 158.
- Darminta, J. (2006). Jalan Pengudusan Melalui Salib.Yogyakarta: Kanisius. Hal. 36-40.
- Darminta, J. (2008). Membangun Peradaban Kristus. Pusat Spiritualitas
128
Girisonta. Hal. 41-42. - Haring Bernard. (2002).
Hati Kudus Yesus, Jakarta: Obor. Hal. 30-34
- Konfrensi Wali Gereja Regio Nusa Tenggara Timur.(1995). Katekismus Gereja Katolik. Ende: Nusa Indah. Hal. 682-684.
dan Maria” dan semangat pendiri Muder Maria Clara Pfander yakni: Sembah
Sujud terus-menerus dihadapan Sakramen Mahakudus. Sehingga kita semakin
mempunyai hati yang beriman untuk tetap berjuang menekuni panggilan hidup
melalui nasehat ketiga Injil. Dan sejak masa Novis ini membiasakan diri
berdevosi kepada Hati Kudus Yesus dan Maria.
Dengan demikian setiap suster berusaha membentuk hatinya seperti kedua
Hati tersebut diatas, sehingga mereka memiliki semangat belaskasih yang
terpancar melalui sikap dan perbuatannya. Maka pada sore hari ini sebagai tema
rekoleksi kita adalah: “Hati Yang Beriman”, untuk itu marilah kita mulai dengan
nyanyian:
* Nyanyian Pembukaan dari teks:
Kumau Cinta Yesus Selamanya
Kumau cinta Yesus selamanya
Kumau cinta Yesus selamanya
Meskipun badai silih berganti dalam hidupku
Kumau cinta Yesus selamanya
Ya Abba, Bapa ini aku anak-Mu
Layakkalah hidupku pada-Mu
Ya Abba, Bapa ini aku anak-Mu
Pakailah sesuai dengan rencana-Mu
135
* Doa Pembukaan:
Allah Bapa yang Mahabaik puji dan syukur kami haturkan kehadapan-Mu,
atas cinta dan berkat-Mu yang mengumpulkan kami pada waktu ini, sehingga
kami dapat mengadakan rekoleksi. Bukalah hati dan pikiran kami, agar mampu
mengolah dan memaknai panggilan yang telah Kau berikan kepada kami masing-
masing, dengan demikian kami semakin memiliki Hati Yang Beriman.
Turunkanlah terang Roh Kudus-Mu di dalam permenungan-permenungan yang
akan kami laksanakan, sehingga memampukan kami untuk mendalami
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai Spiritualitas Kongregasi kami.
Bapa yang Mahakasih semangatilah kami agar dapat menghidupi semangat
pendiri kami, Muder Maria Clara Pfander, dengan demikian kami semakin
merasakan kekuatan doa Sembah Sujud yang terus-menerus dihadapan Sakramen
Mahakudus, sehingga kami selalu setia kepada-Mu melalui panggilan yang telah
Kau anugerahkan kepada kami masing-masing. Bapa buatlah kehadiran kami
menjadi tanda belaskasih-Mu dimanapun kami berada. Doa ini kami sampaikan
kehadapan-Mu dengan perantaraan Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin
2) Penyajian Suatu Pengalaman Hidup
* Membagikan teks cerita, ”Cinta Menuntut Suatu Pengorbanan” kepada setiap
peserta dan meminta dua orang untuk membacakannya dengan suara yang tegas
dan jelas, dan peserta lainnya mengikuti dalam hatinya.
Cinta Menuntut Pengorbanan
Muder Maria Clara Pfander adalah Pendiri dan Kongregasi FCJM, ia
mengalami berbagai kesulitan khususnya pada masa kulturkampf, di mana ada
136
undang-undang dari negara untuk membubarkn Ordo atau Kongregasi yang sudah
berdiri. Dan anggota religius yang sudah mengajar di Sekolah Dasar
diberhentikan, akhirnya para Suster yang sudah mengajar, kembali ke rumah
induk. Sekolah Taman Kanak-Kanak dan rumah yatim-piatu ditutup, namun
melalui usaha Muder Maria Clara Pfander menemui pemerintah, maka diberikan
ijin lagi dengan syarat anak laki-laki harus dilepaskan. Demi menghindari surat
pemerintah, maka mereka diserahkan kepada pimpinan awam, tetapi tidak
disetujui Superior Klein sebagai Superior Kongregasi. Perilaku Muder Maria
Clara Pfander dianggap sifat gila kuasa, yang tidak patut dari seorang wanita
apalagi sebagai religius.
Sahabat dan penasehat yang paling setia bagi Muder Maria Clara Pfander
adalah Uskup Dr. Konrad Martin, tetapi karena beliau melawan pemerintah yang
merampas hak Gereja, maka dipenjarakan dan dipecat dari jabatannya. Walaupun
Uskup Dr. Konrad Martin di penjara, tetapi Muder Maria Clara Pfander selalu
pergi ke penjara untuk membicarakan banyak hal, dan minta nasehat atas keadaan
yang ia alami. Pada kunjungannya yang terakhir ia menerima surat kuasa dari
Uskup Dr. Kondrat Martin, tetapi isinya dirahasiakan. Adapun tujuan surat kuasa
itu adalah untuk melindungi Superior dan imam lainnya, karena tindakan
pemerintah mengancam bahaya masuk ke penjara, dan dari pihak lain agar
Kongregasi tetap bertahan pada masa kulturkampf. Tetapi sayang, surat kuasa ini
menjadi sebab utama terjadinya peristiwa-peristiwa sedih. Pada waktu Komunitas-
komunitas dari luar negeri meminta tenaga suster, Muder Maria Clara Pfander
137
tidak dapat memberikannya tanpa izin pemerintah, sebab penerimaan jubah tidak
dapat dilangsungkan.
Muder Maria Clara Pfander dan Superior Klein sepakat untuk
menerimakan jubah secara diam-diam. Pertama sekali Novis yang diterima
tigabelas orang, sebenarnya hal itu dirahasiakan tetapi tetap terungkap juga,
sehingga Superior dituduh dalam pengadilan Sipil melanggar undang-undang
biara. Beberapa kali diadakan penerimaan jubah secara diam-diam, namun
komunitas tetap kekurangan tenaga suster, kemudian Superior tidak datang lagi.
Apa gerangan yang harus diperbuat Muder Maria Clara Pfander? Pada saat yang
demikian ia melipatgandakan doanya, mungkin sudah waktunya ia menggunakan
surat rahasia yang diberikan oleh Bapak Uskup Dr. Kondrat Martin, maka
terdorong dalam situasi yang sangat sulit, Muder Maria Clara Pfander mengambil
tindakan. Ia menerimakan jubah biara kepada tujuh Postulan. Mereka melarang
agar hal itu tidak dilaksanakan, tetapi Muder Maria Clara Pfander berkata: “Masa
yang luar biasa menuntut juga tindakan yang luar biasa”.
Superior Klein segera tahu dengan hal itu, maka dengan geram menuntut
pertanggungjawaban Muder Maria Clara Pfander. Jurang antara Superior Klein
dengan Muder Maria Clara Pfander semakin besar dan syak-wasangkanya
semakin bertambah. Superior dan banyak imam melawan Muder Maria Clara
Pfander, dan hal itu menyebabkan masalah baru lagi. Mereka menghukuminya
sebagai wanita yang keras hati, sombong dan tidak mentaati pembesar Gereja.
Muder Maria Clara Pfander tidak memperlihatkan segala penderitaan yang
dialaminya, salib dan penderitaan dianggapnya suatu keharusan bagi seseorang
138
yang mau mengikuti jejak Kristus. Dengan meninggalnya Uskup Dr. Kondrat
Martin membuat situasi Muder Maria Clara Pfander semakin sulit. Ketegangan-
ketegangan dengan Superior semakin meruncing dan tidak tertangguhkan lagi.
Superior Klein semakin merasa dirinya dan kedudukannya sebagai pemimpin
Gereja semakin kokoh, sehingga menuntuntut ketaatan mutlak dari Muder Maria
Clara Pfander.
Kemudian pada waktu, seorang imam membuat suatu lamarannya di surat
kabar Katolik “Germania”, untuk mencari tempat peristirahatan selama satu tahun
atas anjuran dokter untuk memulihkan kesehatannya, karena dia hampir buta,
maka Muder Maria Clara Pfander memberikan pertolongan tinggal di rumah
induk. Setiap hari beliau mengadakan Misa Kudus dan memberikan pelajaran
kepada para Postulan serta para calon guru, namun Superior tidak setuju dengan
hal itu, maka Pastor Priem dipaksa untuk meninggalkan Salzkotten.
Kesusahan, kekecewaan dan semua kejadian diterima oleh Muder Maria
Clara Pfander dengan hati tenang serta pasrah kepada Allah. Keberanian dan
kepercayaan pada kebaikan Allah menjiwai perbuatannya. Kesulitan tidak
berkesudahan dari kehidupannya, sebab Superior Klein menemukan jalan untuk
memecatnya dari jabatannya sebagai Pemimpin Kongregasi. Tanpa
sepengetahuannya Superior memanggil semua pemimpin rumah di Jerman dan
Holland, berkumpul di Paderborn dalam hotel Zur Post, untuk mengadakan
pembicaraan dengan beliau. Superior menerangkan kepada mereka, bahwa Muder
Maria Clara Pfander tidak taat kepada pembesar-pembesar Gereja, karena itu ia
dieks-komunikasikan. Maka setiap suster di suruh memilih Gereja atau Muder
139
Maria Clara Pfander. Para Suster sangat terkejut, dan bingung harus menentukan
pilihannya, walaupun dengan hati tersayat mereka memilih Gereja. Dan sesudah
pulang para Suster, disuruh membuat surat tertulis dan lengkap tanda tangan
untuk menyatakan bahwa mereka tidak menerima Muder Maria Clara Pfander lagi
sebagai pimpinannya.
Muder Maria Clara Pfander menerima keputusan itu walaupun sangat
menyakitkan hatinya. Ia meninggalkan Salzkotten dan rumah induk, walupun
menuntut banyak pengorbanan, baik secara jasmani maupun rohani Muder Maria
Clara Pfander berkata: “Saya harus binasa tetapi Kongregasi akan tetap ada”.
Buah perjuangannya dialami oleh para Susternya, sebab sampai sekarang
Kongregasi tumbuh dan berkembang sampai ke Indonesia.
* Penceritaan kembali isi cerita: Pendamping meminta salah satu peserta untuk
menceritakan isi pokok cerita, “Cinta Menuntut Pengorbanan”. Intisari cerita
tersebut adalah panggilan hidup Muder Maria Clara Pfander penuh pejuangan dan
pengorbanan, demi mewujudkan cinta kasih dalam pelayanannya. Prinsip
hidupnya, bagi seseorang yang mau mengikuti jejak Kristus, perlu hati yang
beriman sehingga mampu membawakan belaskasihan Tuhan dalam setiap sikap
dan perbuatannya. Melalui panggilan hidupnya, sungguh merasakan bahwa Tuhan
mencintainya. Maka diperlukan Hati Yang Beriman agar dapat tenang dan pasrah
menerima segala pengalaman hidup sebagai ketaatannya kepada Tuhan yang telah
memanggilnya.
140
3) Pendalaman Pengalaman Hidup:
Peserta diajak untuk mendalami cerita tersebut dengan tuntunan beberapa
pertanyaan:
* Bagaimanakah para Suster dapat mengalami, bahwa kalian sungguh dicintai
oleh Tuhan melalui panggilan yang sedang kamu perjuangkan pada saat ini?
* Ceritakanlah pengalaman suster, pengorbanan apa saja yang sudah pernah
suster lakukan dalam tugas pelayananmu untuk mewujudkan belaskasih
terhadap sesamamu?
4) Rangkuman Pendalaman Pengalaman Hidup
Dalam cerita, “Cinta Menuntut Pengorbanan”, kita telah mendengar
bagaimana Muder Maria Clara Pfander penuh perjuangan dan pengorbanan, demi
untuk mewujudkan belaskasih dan pelayanannya terhadap sesama yang sungguh
membutuhkannya. Hal itu dapat kita dengar tadi melalui perhatiannya kepada
anak yatim-piatu, mempertahankan hidup Kongregasi, perhatian kepada imam
yang sangat membutuhkan tempat istirahat, peletakan jabatan sebagai Pendiri dan
Pemimpin Kongregasi, walaupun diperlakukan secara tidak adil, tetapi Muder
Maria Clara Pfander tidak berputus asa dalam panggilannya tetapi dengan hati
yang penuh iman, dia pasrah dan mempersembahkan hidupnya sepenuhnya
kepada Tuhan yang telah memanggilnya.
Hal itu nampak dari ungkapanya, “Saya harus binasa tetapi Kongregasi
akan tetap ada”. Kesulitan bukan suatu hambatan baginya untuk mewujudkan
belas-kasih terhadap sesama, tetapi sebagai tanda kemauan yang kuat untuk
141
menanggung segalanya demi cintanya kepada Dia Yang Tersalib. Salib dan
penderitaan dianggapnya keharusan bagi seseorang yang mau mengikuti Kristus.
Para Suster, kita sudah memilih Kongregasi FCJM, juga terpanggil untuk
mengikuti jejak Kristus. Dalam pengalaman hidup bersama, maupun dalam
pelayanan sehari-hari, kita juga mengalami berbagai tantangan dan kesulitan yang
sungguh menuntut suatu pengorbanan. Terutama dalam mengarungi zaman ini,
keinginan untuk memperoleh sesuatu dengan serba cepat, kurang mau berjuang
jika ada tantangan atau kesulitan. Hal itu juga sangat mempengaruhi hidup di
biara. Bercermin dari pengalaman Muder Maria Clara Pfander yang selalu pasrah
kepada Tuhan, sehingga biarpun mengalami berbagai kesulitan tetapi dia rela
binasa demi untuk mewujudkan belaskasih terhadap sesama terutama bagi anak-
anak yatim-piatu, miskin dan menderita.
Para Suster, marilah kita berjuang untuk menekuni panggilan kita dalam
Kongregasi ini, walaupun banyak mengalami kesulitan yang terkadang melampaui
batas kemampuan kita, tetapi percaya dan pasrah kepada belaskasihan Tuhan yang
senantiasa memberi pertolongan. Kita percaya bahwa Tuhan sudah memanggil
dan memilih kita melalui Kongregasi ini, sebab itu marilah kita menghidupi
semangat pendiri kita dengan doa yang terus-menerus dihadapan Sakramen
Mahakudus. Dengan demikian kita mempunyai, “Hati Yang Beriman”, sehingga
memampukan kita dalam segala perjuangan hidup dan berusaha untuk
mewujudkan belaskasih terhadap sesama dalam pelayanan setiap hari terutama
bagi yatim-piatu, miskin dan terlantar. Yesus juga rela disalibkan karena kasih-
142
Nya yang luar biasa kepada kita umat-Nya. Teladan inilah yang menjadi ispirasi
dan kekuatan bagi kita untuk selalu setia kepada-Nya.
5) Pembacaan Kitab Suci
* Salah seorang peserta dimohon bantuanya, untuk membacakan kisah wafatnya
Yesus di kayu salib, dari Injil Yohanes 19: 16b-37. Para peserta yang lain
mengikuti membaca dalam hati.
* Para peserta diberi waktu untuk hening sejenak, sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci yang dibantu dengan
beberapa pertanyaan sebagai berikut:
- Ayat-ayat mana dalam teks tadi, yang menunjukkan pengorbanan Yesus?
Mengapa?
- Ayat mana yang menunjukkan belaskasih Yesus yang luar biasa kepada umat
manusia? Mengapa?
- Sikap-sikap mana yang diinginkan Allah dalam mengikuti-Nya?
6) Pendalaman Teks Kitab Suci
* Pendamping membacakan teks Kitab Suci sekali lagi, kemudian peserta
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan!
* Peserta diajak untuk mencari dan menemukan sendiri pesan inti dari teks
Kitab Suci sehubungan dengan tiga pertanyaan diatas, yang telah direnungkan
secara pribadi!
7) Rangkuman Pendalaman Teks Kitab Suci: Pendamping memberikan tafsir
dari Yoh 19: 16b-37, dan menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam
hubungan dengan tema dan tujuan, misalnya sebagai berikut:
143
Dalam kisah Injil Yohanes tadi membicarakan tentang wafatnya Yesus di
salib. Hal itu dapat dikaitkan dengan tema yang kita renungkan pada pertemuan
ini yaitu: ”Hati Yang Beriman”. Dalam kisah tersebut kita mau merenungkan
panggilan Yesus hanya mau melaksanakan kehendak Bapa-Nya, kemudiaan
kesetiaan Maria sebagai orang beriman yang rela berkorban, mau mengikuti
Puteranya, baik waktu sengsara maupun saat kematian-Nya. Yesus sebagai utusan
Bapa setia memanggul salib-Nya dan menerima kematian-Nya. Dan inilah puncak
kesetiaan Yesus terhadap kehendak Bapa-Nya, serta menjadi dasar bagi hidup-
Nya. Sebuah hukuman harus ditanggung-Nya dengan mengalami kenistaan,
kehinaan, dan kengerian, walaupun sebenarnya bukan karena kesalahan-Nya.
Hal itu dapat dilihat sewaktu Yesus di depan publik. Hidup-Nya penuh
cinta dan belaskasihan kepada semua orang, misalnya: menyembuhkan orang-
orang sakit, memberikan makan kepada orang-orang lapar yang mengikuti-Nya
dan meringankan beban orang-orang yang berbeban berat. Tetapi Yesus
disalibkan, bagi-Nya salib bukanlah suatu hukuman, tetapi jalan kemuliaan,
dimana Dia ditinggikan, yakni saat menyerahkan Roh-Nya kepada Bapa. Allah
dalam diri Yesus menderita kerena protes terhadap ketidakadilan, kemunafikan
dan kekerasan yang menyengsarakan. Allah dalam Yesus yang menderita,
mengubah hidup manusia karena menemukan dan percaya bahwa Allah dalam
Yesus Kristus itu akan selalu membela. Itulah yang memberi harapan kepada
umat manusia dalam keadaan apapun Allah senantiasa membelanya. Derita Yesus
merupakan ungkapan cinta yang paling dalam terhadap umat manusia .
144
Pada waktu Yesus wafat di salib, Maria berdiri teguh di kaki salib. Dengan
hati penuh cinta, terlilit oleh duka dan pedih, Maria tetap tabah memandang wajah
Anak-Nya yang hancur tergantung di kayu salib. Maria menyadari ketaatannya
menuntut kerelaan dan pengorbanan untuk menjadikan hidupnya sejalan dengan
hidup Sang Anak, bahkan dalam penderitaan dan kematian-Nya. Dalam iman dan
cinta, Maria hamba yang taat menyatukan diri dengan hidup, derita serta wafat
Yesus Anaknya. Kekuatan Perawan Maria hanya dari Allah dan ia selalu
menyadari jawabannya sejak semula, “Jadilah kepadaku menurut perkataanmu”.
Perawan Maria sungguh-sungguh menyerahkan hidupnya kepada Allah.
Penyerahan itu merupakan ungkapan hati yang beriman dan kekuatan yang selalu
berpasrah serta berharap akan kekuatan Allah dalam dirinya. Sehingga Maria
tidak menanggung sendiri tugas panggilannya sebagai Bunda Allah. Maria
mampu mengikuti jalan salib Puteranya dan berdiri teguh di kaki salib, hal itu
merupakan ungkapan cinta yang penuh pengorbanan, dan persembahan yang tulus
iklas kepada Allah.
Yesus wafat, ketika Ia sudah siap wafat pada waktu yang tepat, ketika
Kitab Suci sudah terpenuhi. Sesudah Yesus minum anggur asam itu, lalu berkata:
”Sudah selesai”. Lalu menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.
Sudah selesai, disini artinya selesailah sudah pekerjaan yang harus dilakukan
Yesus yakni melaksanakan kehendak Bapa, memenuhi nubuat Kitab Suci dan
menyelamatkan manusia. Lalu Ia menundukkan kepala dan menyerahkan nyawa-
Nya. Kemuliaan kematian Yesus telah melepaskan Roh Kudus ke dalam dunia.
145
Tinggal beberapa jam lagi sebelum hari Sabat dimulai, maka perlu
menangani mayat-mayat yang sedang tersalib bersama Yesus, sebab Sabat itu
adalah hari besar, maka datanglah orang-orag Yahudi meminta kepada Pilatus
agar kaki orang-orang itu dipatahkan dan diturunkan dari salib. Konsekwensinya,
kaki dua orang lain yang disalibkan bersama Yesus dipatahkan demi untuk
mempercepat kematiannya. Tetapi tindakan itu tidak perlu dilakukan kepada
Yesus sebab Yesus sudah wafat. Namun untuk memastikan apakah Yesus sudah
benar-benar mati, maka seorang prajutit itu menikam lambung Yesus dengan
tombak sehingga mengalir keluarlah darah dan air. Lambung Yesus yang tertikam
dilihat sebagai lambang dari pemberian diri Yesus, tanpa memikirkan Hati-Nya.
Hati Yesus merupakan pusat kasih-Nya. Dan melalui darah yang mengalir
dari Hati-Nya menebus umat manusia dari dosanya. Luka Hati Yesus
mewahyukan cinta-Nya yang tak terhingga bagi umat manusia. Yesus rela
berkorban karena kasih-Nya yang luar biasa kepada umat manusia. Darah dan air
yang mengalir dari Hati yang tertikam adalah bahasa yang dipakai Allah untuk
manusia, bahwa kasih pribadi Yesus merupakan sumber daya yang penebusan.
Daya itu dialirkan melalui Gereja khususnya melalui Pembaptisan dan perayaan
Ekaristi. Yesus wafat karena kasih, dan kasih itu masih terus mengalir dari Hati
yang tertikam. Yohanes sendiri melihat dengan matanya, bagaimana lambung
Yesus ditikam dan mengeluarkan darah dan air yang menghidupkan. Itulah
sebabnya Yohanes mewartakan supaya kita percaya. Lambung Yesus ditikam
dengan tombak, dan dari balik lambung yang tertikam itu mengalir darah dan air.
Darah dan air adalah unsur-unsur penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena
146
itu, dari peristiwa penyaliban Yesus, menemukan arti penebusan sepenuhnya bagi
umat manusia, sebab dalam Hati-Nya yang tertombak itu penuh cinta dari Hati
yang Mahakudus. Hati-Nya yang tertikam karena dosa manusia dan menjadi tanda
kasih yang begitu besar yang berkobar terus-menerus demi cinta-Nya kepada
umat manusia.
Bercermin dari Hati Kudus Yesus dan Maria yang berkobar-kobar demi
kasih-Nya kepada umat manusia, maka hendaknya para Suster FCJM, secara
khusus bagi para Novis yang mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan
Maria. Mereka berusaha membentuk hatinya seperti kedua Hati itu, sehingga
mereka mempunyai semangat juang dan pengorbanan dalam menjalani panggilan
hidupnya walaupun mengalami berbagai tantangan dan kesulitan. Dengan
semangat Pendiri Muder Maria Clara Pfander, hendaknya mereka selalu rajin
berdoa dihadapan Sakramen Mahakudus, sehingga melalui doa-doanya, mereka
semakin mampu memaknai panggilannya dan merasakan hidupnya semakin
dicintai oleh Tuhan.
Dengan demikian mereka menjadi berkat bagi sesama dalam karya
pelayanannya setiap hari, khususnya bagi anak yatim-piatu, miskin dan menderita.
Doa menjadi kekuatan bagi kehidupan iman mereka, agar tetap bersatu dengan
Tuhan. Maka mulai pada masa Novis para Suster memupuk doa-doa devosi
kepada Hati Kudus Yesus dan Maria, agar melalui doa-doa itu mereka semakin
mengalami sapaan kasih Allah yang mengerakkan pikiran dan hatinya dalam
segala tindakannya. Devosi merupakan wujud kesetiaan mereka kepada kasih
147
Allah, karena Allah sendiri telah menunjukkan kesetiaan-Nya kepada umat
manusia.
Devosi merupakan sikap iman yang dinamis dalam budaya manusia,
karena itu memerlukan penerapan atau perwujudan kongkret entah dari aspirasi
rohani ataupun cara penghayatan dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan kasih
dengan Allah sering disebut hidup devosi kepada Allah atau hidup bakti kepada
Allah. Karena rasa bakti kepada Allah itulah, orang mempersembahkan diri untuk
mengutamakan dan mengabdi Allah. Membaktikan diri kepada Allah merupakan
kegiatan hidup yang terus-menerus untuk semakin mendekati dan tinggal dalam
kasih Allah secara lebih sempurna.
Adapun devosi yang ditanamkan kepada para Suster Novis FCJM, adalah
devosi Hati Kudus Yesus dan Maria. Devosi ini bertujuan untuk memperdalam
Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria, melatih para Suster agar berusaha
dengan sedaya mampunya untuk membentuk hatinya seperti Hati Kudus Yesus
dan Maria sekaligus untuk menghormatinya. Usaha mereka untuk mewujudkan
devosi itu adalah: setiap Minggu para Suster mengadakan jam Suci, yaitu pada
malam Jumat antara jam sebelas dan duabelas untuk menghormati sengsara Yesus
yang mengerikan dalam sakrat maut-Nya di kebun Zaitun. Selama jam itu mereka
berdoa bersama-sama dengan kebaktian besar terhadap Hati Kudus Yesus yang
tersembunyi dalam Sakramen Mahakudus, untuk ujud-ujud tertentu. Setiap hari
Jumat pertama dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus. Pada hari tersebut para
Suster hendaknya memperdalam cintanya kepada Hati Kudus yang bernyala-nyala
karena cinta kepadanya, dan sesudah menyambut hendaknya para Suster
148
memperbaharui persembahan kepada Dia sebagai korban abadi. Pada setiap hari
Jumat sepanjang tahun, Hati Kudus Yesus dihormati secara khusus di Kongregasi
FCJM. Pesta Hati Kudus Yesus adalah pesta nama Kongregasi.
Para Suster juga menghormati dan mencintai Hati Kudus Maria, Bunda
Surgawi yang tak bernoda dengan cara yang sama. Pada setiap pesta Bunda Maria
dan setiap hari Sabtu, hendaklah para Suster melipatgandakan cinta dan
penghormatannya. Untuk menghormati Bunda Maria, mereka berpuasa setiap
menjelang pestanya, serta secara sungguh-sungguh berusaha meneladani
kebajikan Bunda Maria dengan setia. Karena cintanya kepada Bunda Maria, maka
di samping nama biara, semua suster FCJM juga menerima nama Maria. Nama itu
mengingatkan agar setiap suster berusaha meneladani Maria dalam menekuni
panggilannya. Bulan Mei dirayakan sebagai kebaktian yang secara istimewa
kepada Bunda Maria.
8) Penerapan Dalam Hidup Konkrit
* Pengantar:
Dalam permenungan tadi, kita diajak supaya mempunyai, “Hati Yang
Beriman” dalam menekuni panggilan masing-masing, agar semakin merasakan
pengorbanan Yesus yang rela wafat di kayu salib demi kasih-Nya yang setuntas-
tuntasnya kepada umat manusia. Yesus tidak hanya wafat di kayu salib tetapi
merelakan hati-Nya di tikam supaya manusia memperoleh kehidupan. Yesus
mengorbankan diri-Nya wafat di kayu salib demi menebus umat manusia dari
dosanya. Begitu juga Maria sebagai ibu Yesus setia dalam jalan salib bahkan
sampai wafat Yesus di salib, Maria berdiri teguh dan memandang Puteranya di
149
salib. Hatinya terlilit kepedihan dan kesedihan tetapi dia taat akan jawabannya
dari sejak semula, “Jadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Maria penuh
penyerahan kepada Allah dalam menjalani panggilannya sehingga ia mampu
mempersembahkan hidupnya secara tulus kepada Allah.
* Sebagai bahan refleksi kepada kita, agar kita mempunyai, “Hati Yang
Beriman” maka marilah kita merenungkan pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
- Yesus rela mengorbankan diri di kayu salib, sebagai tanda kasih-Nya yang
luar biasa kepada umat manusia, bagaimanakah usaha suster supaya orang-
orang yang kamu layani sungguh merasakan belaskasihan Yesus ?
- Sebagai Suster Novis, yang memulai hidup membiara dalam Kongregasi
FCJM, bagaimanakah usahamu dalam menjalani panggilamu, agar
mempunyai “Hati Yang Beriman”, seperti Maria?
- Maria seorang yang taat dan setia dalam menjalankan panggilan hidupnya,
walaupun harus menghadapi sengsara dan kematian Puteranya, sebagai
suster yang terpanggil di Kongregasi FCJM ini, bagaimanakah usahamu
menerima tugas yang kurang kamu sukai yang diberikan oleh Pemimpin
Kongregasi?
* Peserta diajak hening sejenak untuk membuat suatu niat yang akan
dilaksanakan dalam hidupnya.
150
9) Penutup
* Para Suster yang terkasih setelah kita merenungkan hidup Yesus yang penuh
dengan belaskasih itu, maka dengan, “Hati Penuh Iman” marilah kita
mengungkapkan doa-doa permohonan secara spontan (tiga atau empat orang).
* Doa Bapa Kami:….
* Doa Penutup:
Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur kepada-Mu atas teladan
Putera-Mu Yesus Kristus yang telah rela mengorbankan diri, Dia rela dihukum,
dihina, disiksa dan disalikan bukan karena suatu kesalahan, tetapi karena ketaatan-
Nya sebagai utusan-Mu. Hidup-Nya penuh belas-kasihan bagi semua orang.
Tetapi sesudah wafat di kayu salib Hati-Mu ditikam lagi, sehingga keluar darah
dan air. Darah dan air adalah ungkapan kasih-Mu yang luar biasa kepada umat
manusia. Dengan darah-Mu yang Mulia, Engkau telah membasuh kami dari
segala dosa. Bapa yang Maha baik, Engkau telah memberikan kasih-Mu yang luar
biasa kepada umat manusia.
Pada saat ini juga Engkau mencintai kami melalui panggilan yang telah
Kau mulai dalam diri kami masing-masing, kami mohon bantu dan bimbinglah
kami dengan terang Roh Kudus-Mu, agar tekun dan setia untuk mengikuti Engkau
melalui panggilan kami di dalam Kongregasi FCJM ini. Doronglah kami agar
dapat meneladani Yesus Putera-Mu yang telah rela berkorban dan taat sampai
mati di kayu salib, demi cinta kasih-Nya kepada umat manusia. Demikian juga
kiranya kami taat, rela berkorban dan mempunyai “Hati Yang Beriman”,
sehingga memiliki semangat juang dalam menekuni panggilan hidup di
151
Kongregasi ini. Semoga kami dapat menjadi saluran kasih bagi sesama yang
sungguh membutuhkan pelayanan kami secara khusus bagi yatim-piatu, miskin
dan menderita. Bapa sebagai tunas-tunas muda dalam Kongregasi ini, kami
menyerahkan panggilan hidup kami kepada-Mu dan mohon terang Roh Kudus-
Mu, agar kami selalu berusaha mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan
Maria, sehingga kami mendapat kekuatan untuk mengikuti Engkau. Maria telah
mempersembahkan hidupnya secara tulus sehingga dia selalu setia kepada-Mu.
Kami juga mempersembahkan hidup kepada-Mu semoga dengan teladan Bunda
Maria, kami juga semakin mempunyai hati yang beriman, agar sungguh-sungguh
mempersembahkan diri kepada-Mu melalui pelayanan kami yang penuh kasih di
tengah-tengah dunia ini.
Bapa bentuklah hati kami, menjadi ”Hati Yang Beriman”, sehingga
semakin tekun dan setia dalam memperjuangkan panggilan yang telah Kau
tanamkan dalam diri kami masing-masing, walau banyak mengalami tantangan
dan kesulitan, tetapi kami senantiasa berharap bahwa Engkau selalu menyertai
hidup kami. Bapa yang Mahakasih, semoga berkat teladan Yesus Putra-Mu, yang
kami renungkan pada sore ini, menumbuhkan semangat juang, sikap rela
berkorban dan semangat mengabdi terhadap sesama yang sungguh membutuhkan
belaskasih dari kami, khususnya bagi anak yatim-piatu, miskin dan menderita.
Bapa cinta-Mu begitu besar dalam kehidupan kami melalui Kongregsi ini, semoga
melalui semangat Pendiri Muder Maria Clara Pfander, kami juga termotivasi
untuk menghidupi semangatnya dengan doa yang terus-menerus dihadapan
Sakramen Maha Kudus, saling mengasihi dan memiliki semangat ketaatan
152
terhadap sesama suster, dengan demikian kami tetap bersatu untuk mewujudkan
cinta kasih-Mu melalui pelayanan kami sehari-hari. Hati Kudus Yesus dan Maria
yang lemah lembut dan rendah hati jadikanlah hati kami seperti hati-Mu, agar
hidup kami menjadi saluran kasih bagi siapa saja yang membutuhkan pelayanan
kami. Bapa yang Mahabaik, doa ini kami sampaikan kepada-Mu dengan
perantaraan Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.
* Sesudah doa penutup, pertemuan diakhiri dengan bernyanyi bersama dari
Buku Madah Bakti No. 508, “ Hati Yesus Raja Cinta”.
Ya hati Yesus raja cinta, ditembusi tombak bengis
Yang rela menanggung sengsara demi selamat dunia
Adu hai cinta yang abadi betapa Kau dihina
Ampunilah kami, ya Tuhan, sebab besarlah kasih-Mu
Ya hati Yesus raja cinta, sumber kasih yang abadi
Dengan darah-Mu yang terindah Kau pulihkan dosa kami
Oh alangkah kejamnya kami, terus menyakiti-Mu
Ampunilah kami, ya Tuhan, sebab besarlah kasih-Mu
Ya hati Yesus raja cinta, terimalah hati kami
Yang dengan rela kami serah, membalas kasih-Mu mesra
Nyalakanlah senantiasa cintaku akan Dikau
Ampunilah kami, ya Tuhan, sebab besarlah kasih-Mu
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Spiritualitas dapat diartikan sebagai cara orang menyadari, memikirkan
dan menghayati hidup rohaninya. Spiritualitas sering disebut sebagai semangat
asli Ordo atau Kongregasi. Kata spiritualitas sulit dirumuskan dengan arti yang
tepat karena spiritualitas bukanlah sesuatu yang dirumuskan dengan ketetapan
atau ajaran singkat, melainkan kebiasaan hidup suatu Ordo yang diawali dan
dihayati oleh pendiri berdasarkan pengalaman rohaninya dalam terang Injil.
Dengan demikian, spiritualitas adalah semangat pendiri berlandaskan penghayatan
akan Injil dalam situasi konkrit dalam bentuk kehidupan nyata. Spiritualitas dapat
juga diartikan sebagai kekuatan atau roh yang memberi daya tahan kepada
seseorang untuk mempertahankan, memperkembangkan dan mewujudkan
kehidupan. Spiritualitas dapat menjadi kekuatan dan sumber inspirasi dalam
menghadapi kesulitan yang dialami oleh orang atau kelompok dalam mewujudkan
cita-cita atau tujuan hidupnya.
Muder Maria Clara Pfander sebagai pendiri Kongregasi FCJM menimba
semangat dari Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria. Hati Yesus penuh
dengan cinta kepada setiap orang yang dihadapi-Nya, baik terhadap mereka yang
menghormati-Nya, mempercayai-Nya, mengikuti-Nya, maupun mereka yang
memusuhi-Nya. Perhatiaan-Nya terutama terhadap orang-orang kecil: sakit,
miskin, berdosa, terlantar, kelaparan, dan kesepian. Di hadapan mereka, Yesus
154
selalu membuka hati-Nya, dengan penuh cinta dan belas kasih. Hati Kudus Yesus
merupakan ungkapan kesetiaan Yesus sebagai utusan Bapa, sehingga Dia rela
menanggung sengsara, disalibkan, wafat demi cinta kasih-Nya yang luar biasa dan
selimpah-limpahnya kepada umat manusia. Pada waktu seorang prajurit
memastikan apakah Yesus sudah wafat, maka dia menusuk lambung-Nya.
Lambung adalah tempat hati berdetak. Lambung Yesus robek dan menampakkan
Hati-Nya Yang Mahakudus. Hati-Nya mengeluarkan darah dan air, yang
merupakan lambang kehidupan bagi umat manusia.
Lambung Yesus yang ditikam menyatakan belas kasihan-Nya yang luar
biasa kepada umat manusia. Darah dan air adalah unsur yang sangat penting
dalam kehidupan manusia. Di dalam lambung Yesus yang tertikam oleh tombak,
terdapat Hati-Nya yang penuh cinta bagi umat manusia. Hati Yesus yang tertikam
oleh tombak dosa manusia, menjadi tanda kasih yang begitu besar dan terus-
menerus berkobar demi cinta-Nya kepada umat manusia.
Hati macam itulah yang dalam perkembagan dan perjalanan Gereja
dinyatakan kepada St. Margareta Maria Alacoque, ketika ia mengalami
penampakan teragung Hati Kudus Yesus Yang Maha Kudus. Beberapa tokoh
lainnya pun pantas dikenang dalam perkembangan devosi Hati Kudus Yesus,
demi penghormatan kepada hati-Nya yang Maha Kudus. Hati Kudus Maria juga
pantas menjadi teladan dengan fiat penyerahannya: ”Aku ini hamba Tuhan jadilah
padaku menurut perkataan-Mu itu”. Maria yang mempersembahkan tubuhnya
yang tak bernoda menjadi persembahan yang sejati kepada Allah. Maria
mengandung Sang Putra melalui kabar Malaikat; di bawah salib ia melahirkan
155
Putra Gereja; dan dari salib Yesus bersabda: ”Ibu, itulah Putramu” – ”Itulah
ibumu” (Yoh 19: 27-28).
Maria setia dan penuh iman mengikuti Putranya. Ia menyaksikan lambung
Yesus di tikam sehingga keluar darah dan air. Maria melahirkan Yesus dalam
keutuhan, dan di salib Ia dipersembahkan menjadi korban sejati. Maria menerima
penyaliban Yesus sebagai kenyataan hidup satu-satunya, yakni jalan penebusan.
Dari situlah, Yesus Sang Adam Baru mengalami sengsara, wafat, dan
dibangkitkan Bapa pada hari ketiga. Kebangkitan-Nya menunjukkan jalan
kehidupan. Maria menyerahkan hidupnya secara tulus kepada Allah.
Para Suster FCJM menghidupi Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria.
Mereka dengan bangga menyandang nama Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan
Maria. Dengan demikian, mereka berusaha menghormati Hati Kudus Yesus dan
Maria sesempurna mungkin, yang tercermin dalam sikap dan pelayanan mereka
yang penuh kasih bagi semua orang, terutama bagi anak yatim-piatu, miskin dan
terlantar.
Hal itu sesuai dengan tujuan Muder Maria Clara Pfander mendirikan
Kongregasi FCJM yakni: berdoa secara terus-menerus untuk Gereja, terutama
melalui Sembah Sujud di hadapan Tuhan dalam Sakramen Mahakudus. Berkat
kesatuan dengan Hati Kudus Yesus, mereka dianugerahi Allah hati yang penuh
cinta, hati yang rela berkorban, dan hati yang pasrah akan penyelenggaraan Ilahi.
Hati itulah yang membuat mereka selalu taat dan rendah hati, walaupun mereka
harus mengorbankan segala-galanya demi Dia yang tersalib.
156
Para Suster FCJM, sebagai anggota Gereja turut mengambil bagian
mewartakan keselamatan, sehingga orang-orang kecil mendapat perhatian dan
kasih. Hati Kudus Yesus sangat dekat dengan orang-orang kecil, sehingga
memberikan dikekuatan dan iman, agar mereka memperoleh pengharapan dan
keselamatan. Hati Kudus Yesus adalah lambang kasih Yesus yang luar biasa
kepada manusia, maka perlu dihormati dengan mengembangkan devosi Hati
Kudus supaya orang dapat mengalami kasih Yesus yang tanpa batas.
Muder Maria Clara Pfander terpanggil secara khusus untuk mencintai dan
menghormati Hati Kudus Yesus dan Maria. Berkat penghormatan itu, dia mampu
mengorbankan diri dalam mengembangkan Kongregasi Suster-suster FCJM,
sehingga dapat sampai ke Indonesia. Walaupun menghadapi berbagai macam
tantangan dan kesulitan, semangatnya tidak pernah pudar. Hal itu nampak dari
perkataannya: ”Aku harus binasa tetapi Kongregasi akan tetap berkembang”.
Bagi Muder Maria Clara Pfander, salib menjadi suatu keharusan bagi
pengikut Kristus. Pada waktu hidupnya, Muder Maria Clara Pfander memberikan
pelayanan kasih secara khusus kepada yatim-piatu, miskin dan terlantar. Para
Suster FCJM meneruskannya sesuai dengan pelayanan yang relevan pada zaman
ini. Mereka memberi pelayanan di bidang rumah tangga, pendidikan, kesehatan,
rehabilitasi untuk anak-anak yang cacat fisik, pastoral, asrama untuk anak-anak
sekolah, dan karya sosial lainnya. Di dalam pelayanan inilah mereka mewujudkan
cintanya terhadap orang-orang miskin.
Berhadapan dengan tantangan zaman ini, para Suster diharapkan dapat
memiliki komitmen dalam panggilannya sesuai semangat pendiri dalam
157
menghayati Injil Yesus Kristus dengan hidup dalam ketatatan, kemurnian, dan
kemiskinan. Dengan itu, mereka hendaknya mampu bergerak dan bertindak
dengan hati untuk melaksanakan pelayanan kasih.
Penghayatan spiritualitas Hati Kudus Yesus pada zaman ini untuk para
Suster FJCM masih sangat relevan. Para Suster FCJM yang berasal dari latar
belakang yang berbeda dapat dipersatukan dalam satu Kongregasi yang bercirikan
dalam suasana persaudaraan. Mereka harus memiliki hati yang suka memaafkan,
mengampuni dan sabar terhadap kesalahan orang lain. Penghayatan mereka yang
sedemikian itu pun bersumber dari Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria.
Mereka hendaknya juga meneladani Maria, perempuan merdeka yang penuh
iman, yang keseluruhan hidupnya dipasrahkan seutuhnya pada kehendak Allah.
Berkaitan dengan itu, para Suster FCJM, perlu tahu sejauh mana mereka
sudah mendalami dan menghayati Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria
sebagai sumber pelayanannya. Untuk itu perlu diadakan katekese agar mereka
dapat berbagi iman (sharing) pengalaman iman di antara mereka. Katekese
sebagai komunikasi iman bisa diaktualisasikan dalam kehidupan konkrit.
Katekese model Pengalaman Hidup cocok untuk mendalami Spiritualitas Hati
Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber Pelayanan Suster-suster FCJM di
Indonesia, karena para Suster dapat merefleksikan dan memaknai pengalaman
hidupnya serta saling memperkaya dan menguatkan dalam iman. Sebelum
pelaksanaan katekese akan menyusun sebuah program, dan program ini
diharapkan dapat membantu para Suster untuk semakin menghayati dan
mewujudkan nilai-nilai Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria dalam tugas
158
pelayanannya, yakni memberikan kasih kepada semua orang terutama bagi para
yatim-piatu, miskin dan telantar. Para Suster diharapkan menjadi saksi dan saluran
kasih dari Hati Kudus Yesus dan Maria dalam tugas pengabdiannya.
B. Saran
Setelah menggali kekayaan dan arti Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan
Maria sebagai sumber pelayanan Suster-suster FCJM di Indonesia, disini penulis
memberikan beberapa masukan, baik untuk Kongregasi FCJM di Indonesia,
maupun untuk para Suster Kongregasi FCJM. Bebeberapa saran berikut kiranya
dapat membantu Kongregasi FCJM Indonesia dan para Suster dalam memahami
dan mendalami Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria. Beberapa saran itu
adalah sebagai berikut.
1. Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria dapat dijadikan sebagai tema
rekoleksi sepanjang tahun, dengan memperhatikan aspek-aspek di dalamnya
secara relevan dan kontekstual (sesuai kebutuhan tiap komunitas FCJM).
2. Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria dapat dijadikan sebagai topik dalam
sharing pengalaman iman di setiap komunitas dengan model Pengalaman
Hidup, baik pengalaman hidup pribadi maupun pengalaman hidup bersama.
3. Dalam Kongregasi FJCM perlu kiranya diadakan kursus-kursus yang
membahas Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria agar cinta para Suster
akan Hati Kudus Yesus dan Maria bergema dalam pelayanan mereka.
159
4. Buku-buku Hati Kudus Yesus dan Maria perlu disediakan di setiap komunitas
FCJM, baik sebagai bahan bacaan rohani maupun sebagai bahan referensi
karya tulis ilmiah.
5. Mulai masa Novisiat, Devosi Hati Kudus Yesus ditanamkan secara baik dalam
diri para Calon, sehingga mereka merasa bahwa devosi kepada Hati Kudus
Yesus merupakan bagian dari Spiritualitas Kongregasi FCJM.
6. Para Suster FJCM perlu juga mengintensifkan doa-doa Hati Kudus Yesus dan
Maria, baik dalam doa-doa pribadi setiap suster maupun dalam doa bersama
setelah perayaan Ekaristi atau sesudahnya; atau, sebelum dan sesudah Doa
Ofisi.
Para Suster FCJM telah memilih Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria
sebagai sumber semangat dalam pelayanannya. Konsekuensi logis dari itu ialah
mereka harus tetap memiliki komitmen dan sikap yang konsisten untuk
mendalami dan mewujudkannya dalam tugas pengabdian mereka sehingga selalu
bertindak melalui hati di dalam pelayanannya. Semoga penulisan skripsi ini dapat
memberikan manfaat untuk Kongregasi FCJM di Indonesia dan para Suster dalam
pelayanan serta pengabdian mereka sebagai saksi Kristus di dunia ini.
LAMPIRAN
162
DOA KEPADA HATI KUDUS YESUS DAN MARIA
A. Doa Kepada Hati Kudus Yesus 1. Mohon Cinta Hati Kudus
Hati Yesus sumber cinta selama hidupMu di dunia fana ini sabda dan perbuatanMu memperlihatkan cinta kasih sejati sebelum Engkau meninggalkan kami, Engkau menghendaki agar kami saling mencintai sebagai saudara
Kami mohon, ajarilah kami untuk saling mencintai: dengan saling menerima dan mengalah dengan saling mengampuni dan memaafkan, sebagaimana Engkau sendiri telah mencintai kami.
Semoga melalui anugerah cintaMu itu, kami semakin mampu: mencintai tanpa pamrih mencintai tanpa memilih mencintai tanpa mengharapkan balasan mencintai dengan tulus dan setia mencintai sebagaimana Engkau mencintai kami
Hati Yesus sumber cinta kasih, Semoga melalui anugerah cintaMu, kami pun Mampu mencintai Dikau dan sesama sebagaimana cintaMu kepada kami dan kepada Bapa di Surga. Amin (Payong, 2000: 59-60).
2. Mohon Hati yang Menyerupai Hati Yesus
Hati Yesus yang Mahakudus
163
Hati Yesus yang Mahakudus, Pandanglah aku, muridMu yang lemah ini, yang sedang melangkah maju di jalan hidup. Dari hari ke hari, Aku jatuh bangun silih berganti. Yesus aku ingin mempunyai hati Yang menyerupai HatiMu sendiri.
Hati Yesus yang Makudus, Berilah aku : hati yang mengampuni, hati yang rela berkurban, hati yang selalu berkobar, hati yang perlu tobat medalam, hati yang meluap dengan syukur yang iklas.
Hati yang Yesus Mahakudus berilah aku : hati yang sederhana bagai mata air, hati yang terbuka bagai bunga yang mekar, hati yang lapang, seperti Gereja , dan setia seperti sahabat, hati yang berani, seperti kristal, hati yang saleh seperti nyala lilin dan segar bergaerah, seperti anak kecil yang asyk bermain, hati yang lembut bagai senja dan cerah merekah bagaikan fajar.
Hati Yesus yang Mahakudus berikanlah aku: hati yang tenang dalam doa, yang selalu berusaha mencari yang paling baik, hati yang mencintai hal-hal yang baik dan luhur, dan rela berbagi segala sesuatu dengan siapa saja yang hidup bersamaku di dalam masyarakat.
Hati Yesus yang Mahakudus,
berilah aku hati, yang menyerupai hatiMu sendiri. Amin (Payong, 2000: 61-62).
164
B. Doa kepada Hati Kudus Maria 1. Doa dan seruan kepada Hati Tersuci Maria
Ya Bunda-Perawan yang tersuci Ketika di kaki salib bukit Golgata melalui Yohanes, Yesus mempercayakan kami kepadaMu dan Engkau menerima kami sebagai putra-putriMu.
Kami mohon, jadilah pengantara kami,
pada PutraMu yang Maharahim, dalam hari-hari hidup kami, sampai saat ajal kami. Amin
Ya Bapa yang Mahabaik dan Maharahim, Penuhilah hati kami, Dengan kepercayaan yang besar, Seperti hati Tersuci Bunda Maria. Kami mohon kepadaMu, Melalui Hati Maria yang Tak Bernoda. Semoga dengan perantaraannya, Engkau mengaruniakan kami
165
Segala rahmat rohani, terutama saat kami memerlukannya.
Hati Maria yang Tak Bernoda, Ajarilh kami hidup dan bekerja, Menderita dan mati, Hanya demi hormat dan kemuliaan Allah Tritunggal yang Mahakudus.
Hati Yesus yang Mahakudus
Datanglah kerajaanMu.
Hati Maria yang Tak Bernoda Doakanlah kami
(Payong, 2000: 77-78). 3. Jiwa Maria
Jiwa Maria, Sucikanlah aku Hati Maria, nyalakanlah aku Tangan Maria, sanggahlah aku Kaki Maria pimpinlah aku Mata Maria, pandanglah aku Bibir Maria, berkatalah padaku Dukacita Maria, kuatkanlah aku O Maria yang manis, dengarkanlah aku Janganlah mengijinkan daku terpisah dariMu Terhadap musuh-musuhku belalah aku Tuntunlah daku kepada Yesus yang manis Semoga dengan Dikau, aku dapat mencintai dan memuji Dikau Untuk selama-lamanya. Amin (Kelompok Santa Monika Patrisius Semarang, 2010: 19).