Eksplanasi Sosiokultural Bagi Sejumlah Permasalahan Kebahasaan Bahasa Indonesia Oleh: KELOMPOK 2 Kelas : A 1. Ayu Mayasari (1113041009) 2. Ridha Adilla. AR (1113041055) Mata Kuliah: Sosiolinguistik Dosen Pengampu: Munaris, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Eksplanasi Sosiokultural Bagi Sejumlah Permasalahan Kebahasaan Bahasa Indonesia
Oleh:
KELOMPOK 2
Kelas : A
1. Ayu Mayasari (1113041009)2. Ridha Adilla. AR (1113041055)
Mata Kuliah: Sosiolinguistik
Dosen Pengampu: Munaris, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas Makalah Mata Kuliah Sosiolinguistik.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Munaris, M.Pdyang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga
penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan
sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan,
Bandarlampung, 12 Oktober 2012
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar....................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................... 11.2 Rumusan Masalah................................................................ 21.3 Tujuan................................................................................... 2
BAB II Pembahasan............................................................................. 3
Kartomihardjo, Soesono.1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: P2LPTK
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Offline versi 1.1)
Pertanyaan Termin 1
1. Herda Silviani (1113041031)
Tolong jelaskan kembali pengertian kata majemuk berstruktur beku dan contohnya!
2. Cita Dani Apriyanti (1113041015)“Semakin positif nilai referen suatu sebuah kata di mata penutur bahasa Indonesia
semakin besar ketidakmungkinannya dibentuk menjadi kata polimorfemik berafiks men- yang menyatakan menjadi”
Apa maksud dari pernyataan tersebut?
3. Soviera Vitaloka (11130410apa perbedaan dari ketiga faktor kebekuan struktur majemuk?
Pertanyaan Termin 2
1. Bagus Setiawan (1113041011)Dalam makalah halaman 7 tentang penataan wacana, “83% pola pikir yang
digunakan adalah pola pikir berputar-putar (spiral)”Apa arti dari pola pikir berputar-putar itu?
2. Lisda Syari (1113041035)Tolong berikan contoh lain dari penataan wacana?
3. Septi Khusnul (1113041059)Jelaskan kembali kendala afiks men- yang menyatakan menjadi!
Jawaban
Termin 11. Kata majemuk berstruktur beku adalah kata yang unsur pembentuknya memiliki
kedudukan setara (secara logis mungkin dipertukarkan), urutannya tidak dapat dipermutilasikan (dipotong-potong).
Contohnya: kesana kemari, datang pergi, ayah ibu, besar kecil, tabrak lari, dsb.Dari contoh di atas kata majemuk tersebut tidak dapatditukar dan dipotong-potong,
seperti: *kemari ke sana, *pergi datang, *ibu ayah, *kecil besar, *lari tabrak, dsb.
2. Teradapat kelompok kata menjanda, menduda, membujang, menguli, memburuh, dsb. dalam masyarakat Indonesia kelompok kata tersebut masih dianggap rendah dan negatif, dan kata guru, dosen, camat, lurah, dsb. di kehidupan masyarakat Indonesia dianggap positif
sehingga tidak bisa diberi imbuhan men- yang berarti menjadi. Itulah maksud dari pernyataan “Semakin positif nilai referen suatu sebuah kata di mata penutur bahasa Indonesia semakin besar ketidakmungkinannya dibentuk menjadi kata polimorfemik berafiks men- yang menyatakan menjadi”
3. Struktur kata majemuk ini, yakni faktor fonologis, faktor ikonik, faktor,
sosiologis.Faktor fonologis mengharuskan penempatan kata-kata yang memiliki ultima (suku
akhir) berpola /a/ mendahului kata-kata ultima bervokal /i/, seperti kesana kemari, datang
prgi, di sana sini, pulang pergi, dsb.
Faktor ikonik mewajibkan untuk meletakkan elemen-elemen yang terjadi lebih
dahulu mendahui elemen-elemen yang terjadi lebih kemudian, seperti tabrak lari, makan
tidur, jatuh bagun, tanya jawab, dsb. (untuk faktor ikonik waktu ini periksa lebih jauh
Baryadi, 2000).
Faktor sosiologis menghendaki elemen yang bernuansa sosiokultural tertentu
mendahului elemen yang bernuansa sosialkultural lainnya. Nuansa sosialkultural itu,
misalnya gender, senioritas, dan kuantitas. Faktor gender mewajibkan maskulin mendahului
karyawati, dsb. Faktor senioritas menyebabkan referen yang lebih tua mendahului yang lebih
muda, seperti tua muda, besar kecil, atasan bawahan, dsb. Pertimbanan kuantitas
mengakibatkan ditempatkannya kuantitas yang lebih besar mendahului yang lebih kecil,
seperti tinggi rendah, besar kecil, panjang pendek, dsb.
Berkaitan dengan faktor sosioogis ini, terutama menyangkut perihal gender dan
senioritas sedikit banyak pula tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kenyataan-kenyataan
yang ada dalam masyarakat, seperti ketidak setaraan gender, penghormatan kepada senior,
dsb. Ini juga merupakan bukti bahwa masalah struktur bahasa tidak seluruhnya berdiri sendiri
lepas dari faktor-faktor kemasyarakatan (Wijana, 2011: 22).
Termin 2
1. Spiral itu bentuknya seperti suatu titik, dimana titik itu semakin lama akan semakin berkembang membentuk lingkaran yang semakin lama semakin membesar. Spiral itu maksudnya adalah "berkembang".
Pola pikir spiral (berputar-putar) artinya pola pikir yang setiap waktu semakin berkembang. lingkaran yang selalu berkembang ke arah yang lebih baik dari kemarin, walaupun di saat situasi di atas atau bawah. Menyangkut dengan bahasa artinya pola pikir
tentang bahasa dalam hal ini orang Indonesia asli yang belajar bahasa Indonesia, jika membuat suatu cerita, teks atau paragraf, pola pikir mereka sudah berkembang, karena dari awal mereka sudah menguasai bahasa Indonesia.
2. Contoh dari penataan wacana, yaitu:a. Karena kamu ribut didalam kelas, silakan kamu keiuar dari kelas ini.b. Silakan kamu keluar dari kelas ini, karena kamu ribut didalam kelas.
Perbedaan penataan wacana diatas dilatarbelakangi oleh perbedaan budaya Barat dan Timur. Penutur-penutur bahasa Inggris dengan kebiasaannya berterus-terang cenderung menempatkan bagian terpenting wacana didepan mendahului bagian yang dianggap kurang penting. Sementara itu, orang-orang Asia karena kebiasaannya bertutur secara tidak langsung harus menyembunyikan inti pembicaraan di balik berbagai macam alasannya. Bila berintrospeksi ke dalam bahasa Indonesia, agaknya juga antara kecenderungan orang untuk memilih konstruksi (a) dibandikan dengan (b).
3. Kendala afiks men- yang menyatakan menjadi seperti yang terdapat pada kata polimorfemk menjanda, menduda, menguli, memburug, membujang, dan menyupir. Permasalahan yang dapat dimunculkan dalam hubungan ini adalah bagaimana kaidah seleksi leksikal afiks me(N)- yang dapat menggunakan makna ‘menjadi’ itu sehubungan tidak semua ekuivalen leksem-leksem di atas diterima oleh afiks ini. Walaupun dalam bahasa Indonesia ada kata menduda dan menjanda, serta membujang, tetapi tidak pernah ditemui kata *menyuami, *mengistri. Demikian pula walaupun ditemui profesi menguli, memburuh, dan menyupir, tetapi tidak pernah dijumpai profesi *melurah, *mendosen, *mengguru, dsb.
Sampai saat ini masyarakat Indonesia memandang bahwa status duda, janda, dan bujang atau profesi kuli dan buruh sebagaimana status dan profei yang bernilai rendah dan negatif. Sementara itu, kelompok kata yang lain, seperti gadis, suami, istri, guru, dan lurah memiliki nilai yang sebaliknya di mata penutur bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini dapat diprediksikan bahwa semakin positif nilai referen sebuah kata dimata penutur bahasa Indonesia semakin besar ketidakmungkinannya dibentuk menjadi kata polimorfemik berafiks men yang menyatakan ‘menjadi’, demikian sebaliknya.
Menambahkan Jawaban:
1. Abbas Habibi (1113041001)Menambahkan jawaban dari pertnyaan Cita Dani, bahwa di indonesia dalam masyarakat memang kata membujang, memburuh, menduda, menjanda, dsb. dipandang sebagai status yang rendah di bandingkan kata guru, dosen, lurah, yang dilihat dari sudut pekerjaan nya lebih positif dibandingkan dengan kata buruh, bujang, duda, janda, dsb.
2. Deni Yuniardi (1113041017)Kata buruh, bujang, duda, dsb. yang dapat diberi afiks men- yang artinya menjadi dalam masyarakat Indonesia merupaka kata yang memiliki nilai referen yang rendah, dan kata guru, dosen, camat, dsb. adalah kata yang memiliki nilai referen atau lebih dipandang positif dibanding kelompok kata bujang, duda, buruh, kuli, dll. maka dari itu kata yang memiliki nilai referen yang tinggi tidak dimungkinkan untuk diberi afiks men- yang menyatakan menjadi.