SOSIALISME PASAR: SEBUAH REFORMASI SISTEM EKONOMI DI CINA Oleh : Anton Bawono Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Islam Universitas Negeri Islam (UIN) Sunan Kali Jaga Yogyakarta A. Pendahuluan Secara sadar, karakter dasar manusia tidak kuasa untuk menerima kesedihan dan penderitaan si miskin yang menjadi ciri dari dominasi kapitalisme laissez-faire. Dominasi yang menyengsarakan itu kemudian mengundang reaksi dalam berbagai bentuk, salah satu yang terpenting adalah sosialisme. Bagaimanapun, sosialisme bukanlah suatu istilah yang monolitik tanpa partikal, tetapi sudah melahirkan turunan-turunannya baik dalam bentuk Marxis, pasar, demokrasi, dan lain-lain. 1 Memang, masing-masing versi sosialisme memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi dalam konteks ini perbedaan tersebut bukan menjadi fokus kajian. Bagaimanapun ada ciri-ciri tertentu yang umum bagi kebanyakan versi itu. Semuanya tumbuh dalam milio sekular yang dominan, dan karena itu, semuanya memiliki pandangan dunia sekular sebagaimana kapitalisme. 2 Kelompok sosialis meng-counter model produksi kapitalis dengan berpandangan bahwa pasar bebas dan tidak terkendali yang menjadi karakter genuine kepitalisme akan mengkonstruk “keberpihakan” kepada kaum kapital. Alokasi sumber daya akan terkonsentrasi dan menguntungkan si kaya bahkan akan melanggengkan ketidakadilan dan ketidakmerataan yang tinggi dalam pendapatan dan kekayaan. 3 Pemilikan pribadi 1 Terma sosialisme telah mewujud di Inggris pada tahun 1830-an, meskipun penggunaan pertamanya dapat dilacak setidaknya tahun 1826. Kurang dari seabad kemudian seorang ahli ilmu sosial Inggris mengumpulkan lebih dari 260 definisi sosialisme. Lihat D.F. Griffith, What is Socialism? : A Symposium (London: Richards, 1984), dikutip oleh J. Wilczynski, The Economics of Socialism (1988), 21. 2 Lichtheim menilai bahwa “Sosialisme pada umumnya diasosiasikan dengan sekularisme dalam revolusi Prancis. Sebenarnya sosialisme di Prancis, Belgia, Irlandia, India, Spanyol dan dalam budaya Luso-Hispanik Amerika Latin secara historis telah diasosiasikan dengan atheisme militan. Lihat George Lichtheim, A Short History of Socialism (1978), 308-309. 3 Dalam sistem sosialisme pasar (market socialism), ciri-cirinya adalah kepemilikan faktor produksi oleh negara dan atau kepemilikan secara kolektif oleh publik. Keputusan apa yang harus diproduksikan sudah didesentralisasi dan dibuat berdasarkan kebutuhan yang bekerja berdasarkan mekanisme pasar. Motivasi para pelaku ekonomi adalah insentif material dan
36
Embed
SOSIALISME PASAR: SEBUAH REFORMASI SISTEM …antonbawono.staff.iainsalatiga.ac.id/wp-content/uploads/sites/50/... · Berbagai kritik yang demikian bukan tanpa tujuan melainkan penuh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SOSIALISME PASAR:SEBUAH REFORMASI SISTEM EKONOMI DI CINA
Oleh : Anton BawonoMahasiswa Program Doktor Ekonomi Islam
Universitas Negeri Islam (UIN) Sunan Kali Jaga Yogyakarta
A. Pendahuluan
Secara sadar, karakter dasar manusia tidak kuasa untuk menerima kesedihan
dan penderitaan si miskin yang menjadi ciri dari dominasi kapitalisme laissez-faire.
Dominasi yang menyengsarakan itu kemudian mengundang reaksi dalam berbagai
bentuk, salah satu yang terpenting adalah sosialisme. Bagaimanapun, sosialisme
bukanlah suatu istilah yang monolitik tanpa partikal, tetapi sudah melahirkan
turunan-turunannya baik dalam bentuk Marxis, pasar, demokrasi, dan lain-lain.1
Memang, masing-masing versi sosialisme memiliki karakteristik yang berbeda,
tetapi dalam konteks ini perbedaan tersebut bukan menjadi fokus kajian.
Bagaimanapun ada ciri-ciri tertentu yang umum bagi kebanyakan versi itu.
Semuanya tumbuh dalam milio sekular yang dominan, dan karena itu, semuanya
memiliki pandangan dunia sekular sebagaimana kapitalisme.2 Kelompok sosialis
meng-counter model produksi kapitalis dengan berpandangan bahwa pasar bebas
dan tidak terkendali yang menjadi karakter genuine kepitalisme akan mengkonstruk
“keberpihakan” kepada kaum kapital. Alokasi sumber daya akan terkonsentrasi dan
menguntungkan si kaya bahkan akan melanggengkan ketidakadilan dan
ketidakmerataan yang tinggi dalam pendapatan dan kekayaan.3 Pemilikan pribadi
1 Terma sosialisme telah mewujud di Inggris pada tahun 1830-an, meskipun penggunaanpertamanya dapat dilacak setidaknya tahun 1826. Kurang dari seabad kemudian seorang ahliilmu sosial Inggris mengumpulkan lebih dari 260 definisi sosialisme. Lihat D.F. Griffith, Whatis Socialism? : A Symposium (London: Richards, 1984), dikutip oleh J. Wilczynski, The Economics ofSocialism (1988), 21.
2 Lichtheim menilai bahwa “Sosialisme pada umumnya diasosiasikan dengan sekularisme dalamrevolusi Prancis. Sebenarnya sosialisme di Prancis, Belgia, Irlandia, India, Spanyol dan dalambudaya Luso-Hispanik Amerika Latin secara historis telah diasosiasikan dengan atheismemilitan. Lihat George Lichtheim, A Short History of Socialism (1978), 308-309.
3 Dalam sistem sosialisme pasar (market socialism), ciri-cirinya adalah kepemilikan faktorproduksi oleh negara dan atau kepemilikan secara kolektif oleh publik. Keputusan apa yangharus diproduksikan sudah didesentralisasi dan dibuat berdasarkan kebutuhan yang bekerjaberdasarkan mekanisme pasar. Motivasi para pelaku ekonomi adalah insentif material dan
2
dan sistem upah dianggap sebagai sumber kejahatan, keadilan tidak dapat diberikan
kepada si miskin tanpa mensosialisasikan pemilikan pribadi dalam berbagai
tingkatan. Demokrasi sekalipun, menurutnya, tidak dapat dijalankan secara efektif,
selama masih ada ketidakmerataan dan ketimpangan sosial.
Berbagai kritik yang demikian bukan tanpa tujuan melainkan penuh harapan
agar masa depan masyarakat dapat, baik secara paksa maupun demokratis,
memegang kendali pemerintahan dari kaum kapitalis dan menciptakan suatu
masyarakat yang egaliter dan demokratis, bebas dari konflik kelas dan didasarkan
pada perencanaan menyeluruh dan penguasaan publik atas sarana-sarana produksi.
Semula, Uni Soviet telah menginfus suatu dimensi pasar ke dalam manajemen
ekonominya, sementara negara-negara Eropa Timur, Yugoslavia dan Cina telah
mempelopori jalan ke arah apa yang disebut sebagai “sosialisme pasar”. Cina
bahkan telah menghapuskan penekanannya pada sistem komune yang tidak alami
dan tidak manusiawi yang dengan paksa telah ditekankan oleh Mao Zedong.4
Namun model terpusat gaya Soviet dengan kepemilikan negara atas kebanyakan
sarana produksi tetap berperan menentukan semua perekonomian di negara-negara
tersebut.
Sentra reformasi isme tersebut bertujuan untuk mewujudkan suatu
desentralisasi parsial dari mesin pengambilan keputusan dalam ekonomi dengan
membolehkan sinyal-sinyal pasar dan inisiatif pribadi untuk memainkan peran yang
lebih besar dalam alokasi dan distribusi sumber daya. Perusahaan-perusahaan
negara harus diberi otonomi lebih besar dalam merencanakan operasi, pengamanan
input, dan penetapan harga output mereka.5 Kebanyakan kendali atas perusahaan-
perusahaan ini harus dilonggarkan untuk mendukung terbentuknya manajemen
mandiri. Harga-harga pasar, gaji dan kurs harus ditetapkan dan subsidi harus
moral. Lihat John Lee, “the False Promise of Market Socialism in China”, Policy, vol. 23, no. 3(Spring 2007), 23.
4 John K. Fairbank, The Great Chinese Rvolution 1800-1985 (1986). Lihat juga Warren Lerner, AHistory of Socialism and Comunism in Modern Time : Theorists, Activists and Humanists (EnglewoodCliffs, NJ: Prentice Hall, 1982), 212, 214. Selama 50 tahun Mao dirujuk dalam literatur Baratsebagai Mao Tse-tung. Bagaimanapun, di tahun 1979 nama-nama Cina versi pinyin telahdigunakan untuk bahasa Inggris. Dengan begitu ejaan yang diperbaiki dipakai di sini. LihatLerner, A History of Socialism …, 153.
5 John Morangos, “Was Market Socialism a Feasible Alternative for Transition Economies”,International Journal of Political Economy, vol. 35, no. 3 (Fall 2006), 67.
3
dipotong untuk menurunkan defisit anggaran. Penekanan tidak semestinya yang
sebelumnya diberikan kepada industri berat harus dikurangi untuk lebih diberikan
kepada agrikultur dan industri-industri barang-barang konsumsi.
B. Sejarah Ringkas Ekonomi Cina
Bila ditelusur ke belakang keberhasilan ekonomi Cina sekarang ini tidak dapat
dilepaskan dari sejarah panjang masyarakat Cina dalam berevolusi dalam bidang
ekonomi. Kehebatan Cina di bidang ekonomi maupun non ekonomi telah lama
terekam dalam sejarah. Sebagaimana hasil observasi The Economist, dinyatakan
bahwa, “In fact, China was the largest economy for much of recorded history . . .
[and in] 1820 it still accounted for 30% of world GDP”.6 Kemudian, sejarawan
Arnold Toynbee menyatakan bahwa berdasarkan catatan Cina, Cina adalah sebagai
kekuatan stabilitas, sering dikatakan bahwa Cina telah membawa dunianya menuju
persatuan dan perdamaian abadi.7 Selain itu, Cina memiliki sumber-sumber filsafat
yang baik secara sosial bagi konstruksi perdamaian melalui Konfusianisme, Daoism
dan Buddhism. Secara definitif resmi, RRC merupakan suatu negara komunis
karena ia memang merupakan negara komunis pada kebanyakan abad ke-20 yang
lalu. Secara resmi ia masih dikenal sebagai negara komunis, meskipun sejumlah
ilmuwan politik kini tidak mendefinisikannya sebagai negara komunis. Tiada
definisi yang tepat yang dapat diberikan kepada jenis pemerintahan yang diamalkan
negara ini, karena strukturnya tidak dikenal pasti. Salah satu sebab masalah ini ada
adalah karena sejarahnya, Cina merupakan negara yang diperintah oleh para kaisar
selama 2000 tahun dengan sebuah pemerintahan pusat yang kuat dengan pengaruh
Kong Hu Cu. Setelah tahun 1911, Cina diperintah secara otokratis oleh KMT dan
beberapa panglima perang, dan setelah 1949 didobrak partai komunis Cina yang
dimotori oleh Mao Zedong.
Pasca Perang Dunia II, Perang Saudara Cina antara Partai Komunis Cina dan
Kuomintang berakhir pada 1949 dengan pihak komunis menguasai Cina Daratan
dan Kuomintang menguasai Taiwan dan beberapa pulau-pulau lepas pantai di
Fujian. Pada 1 Oktober 1949, Mao Zedong memproklamasikan Republik Rakyat
Cina dan mendirikan sebuah negara komunis. Para pendukung Era Maoisme, yang
terdiri dari kebanyakan rakyat Cina miskin dan lebih tradisional atau nasionalis dan
pemerhati asing yang percaya kepada komunisme, mengatakan bahwa di bawah
Mao, persatuan dan kedaulatan Cina dapat dipastikan untuk pertama kalinya dalam
beberapa dekade terakhir, dan terdapat perkembangan infrastruktur, industri,
kesehatan, dan pendidikan, yang mereka percayai telah membantu meningkatkan
standar hidup rakyat. Mereka juga yakin bahwa berbagai kampanye yang dilakukan
menjanjikan suatu Lompatan Jauh ke Depan, dan Revolusi Kebudayaan menjadi
sesuatu yang penting dalam mempercepat perkembangan Cina serta akan
menjernihkan kebudayaan mereka. Di tahun-tahun pertama rezim baru ini ditandai
dengan pembangunan kembali Cina secara besar-besaran, dan kemakmuran baru
serta stabilitas negara sangat berbeda dengan masa huru-hara dan penderitaan
sekian dasa warsa sebelumnya. Tidak lama kemudian, pemimpin Cina melancarkan
kampanye melawan “musuh-musuh negara”, dan memulai proses reformasi tanah
(land reform) pada tahun 1950 melalui Undang-Undang Pembaharuan Agraria. Di
era ini telah berakhir sistem kepemilikan tanah individu yang telah berlangsung
selama berabad-abad. Cina dengan sistem Maois merubah model kepemilikan
perseorangan menjadi model kolektivisasi Sovyet pada masa Stalin. Program ini
dilakukan dengan kekerasan dengan tujuan untuk menciptakan kembali penduduk
petani yang jumlahnya sangat banyak di Cina. Salah satu doktrin inti Mao adalah
bahwa petani-petani dan pekerja-pekerja Cina perlu dibentuk menjadi tenga kerja
yang dapat dimobilisasi dengan mudah, bukan dalam arti bahwa mereka dapat
dipindah ke mana-mana secara geografis, melainkan untuk kampanye-kampanye
ideologis dan untuk kebijakan-kebijakan ekonomi yng berubah dan didasari
pengetahuan politik dalam Partai tersebut. Buruh pedesaan di Cina ditempatkan di
tanah mereka di mana mereka dapat memainkan peran sebagai ”tentara cadangan”
untuk diminta bertindak kalau dibutuhkan Partai tersebut untuk proyek-proyek
industrialisasi.8
8 Dorothy Solinger, Contesting Citizenship in Urban China:Peasant Migrants, the State, and theLogic of the Market, Berkeley, University of California Press, 1999, p.27 dalam Ted C. Fishman,China Inc., Elex Media Komputindo, 2007, hal. 36.
Angin perubahan dalam pengambilan keputusan tidak diperkenalkan secara
seragam di semua negara.10 Reformasi yang lebih eksesif terjadi di Yugoslavia,
Polandia, dan Cina, dan yang kurang ekstensif terjadi di Bulgaria, Cekoslowakia,
Jerman Timur, dan Rumania. Akan tetapi, dari negara-negara tersebut tidak ada
satupun yang melakukan tindakan memadai dalam desentralisasi ekonomi dan
peletakan kepercayaan pada pasar sebagaimana digambarkan dalam teori sosialisme
pasar. Suprastruktur dasar dari sistem yang sangat tersentralisir dan sangat
birokratis secara praktis tetap utuh dan tidak berubah di mana pun. Dengan
demikian, problem yang perlu dibicarakan oleh negara-negara ini—seperti
menurunnya produktivitas dan pertumbuhan, kian akutnya kekurangan dan
rendahnya kualitas barang-barang—tetap tidak teratasi. Ketika hal-hal ini mencapai
tingkat yang tak dapat ditolerir, rezim komunis runtuh seperti permainan domino di
seluruh enam negara Eropa Timur di tahun 1989.
Keruntuhan Uni Soviet tidak serta merta diikuti melemahnya ideologi
sosialisme. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya Cina. Negara sosialis ini muncul
dan menggeliat menjadi salah satu kekuatan ekonomi baru dunia. Produk-produk
Cina bermunculan menjadi kompetitor produk ekonomi Asia atau pabrikan Barat
lainnya. Barang elektronik dan otomotif dari Cina telah merambah ke berbagai
penjuru dunia. Ini adalah contoh bahwa Cina mulai menunjukkan kekuatan
ekonominya di dunia.11
Rezim Cina juga barangkali akan terlempar andaikan ia tidak menggunakan
kekuatan brutal untuk menekan gerakan kebebasan yang menemukan ekspresinya di
lapangan Tiananmen tahun 1989. Kehadiran Deng Xiaoping, sebagai perintis
reformasi Cina , dikenal dengan visi kreatifnya, yang mengawinkan sosialisme yang
sudah mendarah daging dengan sisi positif kapitalisme. Sistem ekonomi sebagai
10 Lihat Michael Karen, “The New Economic System in the GDP : An Obituary”, Social Studies,(April 1973), 554-587; Janos Kornai, “The Hungarian Reform Process : Visions, Hopes andReality”, Journal of Economic Literature, (December 1986), 1687-1737; Kongres Amerika Serikat,Komite Ekonomi Gabungan, East European Economies : Slow Growth in the 1980s (1986), vol. 3;Dwight H. Perkins, “Reforming Cina’s Economic System”, Journal of Economic Literature, (June1988), 601-645; dan William F. Robinson, The Pattern of Reform in Hungary (New York: Praeger,1973), 193.
11 Idrus Affandi, ”Pendidikan Bela Negara”, dalam [email protected] (25Maret 2008).
12
produk perkawinan yang dikenal sebagai ”sosialisme dengan karakteristik Cina”12
adalah sistem ekonomi sosialisme dan kental dengan perencanaan sentralistik
menuju sistem ekonomi pasar.
Cina, yang boleh disebut sebagai raksasa terakhir pengemban komunisme di
muka bumi ini, dalam kenyataannya tidak lagi sepenuhnya komunis. Memang
kekuasaan tunggal masih di tangan satu partai, Partai Komunis, tetapi realitas Cina
lebih menampilkan sebuah variasi yang mengisyaratkan secara nyata bahwa Cina
sudah mengalami berbagai perubahan. Perusahaan-perusahaan milik negara
memang tetap menjadi pemain inti bagi ekonomi Cina, tetapi investasi asing
mengalir masuk dengan lancar, dan perusahaan-perusahaan swasta tumbuh pesat.
Akibatnya, wajah Cina tampil sebagai campuran sosialisme dan kapitalisme.
Cina membangun sebuah ‘ekonomi pasar sosialis’, sebuah sistem ekonomi di
mana kepemilikan publik merupakan arus utama, disamping itu perusahaan-
perusahaan negara yang ada dikembangkan agar mendapat untung dan berjalan
efisien seperti perusahaan-perusahaan swasta. Dalam jangka panjang, Cina--dengan
kran investasi asing dan campur tangan negara--telah berhasil meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Cina.
Dengan demikian, perekonomian Cina menggambarkan secara jelas upaya-
upaya yang dijalankan untuk menggairahkan ekonomi Cina. Pemerintah membuka
peluang lebih luas bagi perusahaan-perusahaan swasta dengan menutup atau
menjual perusahaan-perusahaan milik negara. Lebih dari 50.000 perusahaan negara
sudah dijual, menyebabkan 25 juta orang menganggur. Angka pengangguran ini
menyulut kekhawatiran akan terjadinya gejolak-gejolak sosial. Dalam kaitan ini,
pengelolaan perusahaan negara dan swasta telah mengalami banyak perubahan.
Antara tahun 1989 sampai 2001, jumlah perusahaan negara anjlok dari 102.300
buah menjadi 46.800. Sedangkan jumlah perusahaan swasta meledak dari 90.000
buah menjadi lebih dari 2 juta buah.13
Bersamaan dengan langkah seperti itu, pemerintah mempertahankan
kepemilikan oleh pemerintah dalam industri-industri tertentu, kendati tidak
dijelaskan bagaimana persisnya porsi pemerintah dalam ekonomi gado-gado
12 John Lee, “the False Promise …”, 25.
13 Mudrajad Kuncoro, ”Politik Reformasi ala Cina”, dalam Gatra (31 Juli 2004).
13
tersebut. Jumlah perusahaan yang dijalankan negara akan terus berkurang,
sedangkan perusahaan-perusahaan yang masih ditangani negara akan meningkatkan
kualitasnya.
Zhu Rongji, Perdana Menteri Cina, dinilai paling berjasa dalam
mentransformasi Cina menuju perekonomian pasar. Setidaknya, ini ditulis dalam
buku karya Pamela C.M. Mar dan Frank Jurgen Richter berjudul Cina: Enabling A
New Era of Changes (2003). Zhu berkeyakinan, pasar harus memainkan peran
utama, namun perlu didukung dengan corporate governance dengan payung
kepastian hukum. Zhu dinilai berhasil mengantar managed marketization bagi
ekonomi Cina. Ia tegas menolak anjuran IMF untuk mendevaluasi renminbi ketika
krisis ekonomi melanda Asia. Sebagai seorang insinyur yang memiliki latar
belakang perencanaan negara, Zhu menerapkan strategi intervensi khas negara
sosialis bersamaan dengan pengendalian makro (hongguan tiaokong) lewat
kebijakan fiskal, moneter, dan pangan. Tujuan utamanya adalah menggenjot
investasi dan konsumsi. Ia membuat “aturan main” yang jelas dan tegas bagaimana
mengelola negara yang tumbuh paling cepat dan penduduknya terbesar di dunia.
Dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Anti Persaingan Tidak Sehat, UU
Kebangkrutan untuk Perusahaan Negara, dan UU Perusahaan menunjukkan
komitmen Zhu.14
D. Kebijakan Uang Tetap Cina dan Pengaruhnya pada Negara Lain
Cina adalah satu-satunya bangsa perdagangan besar yang mematok mata
uangnya terhadap dollar. Cina menetapkan bahwa apabila Renmimbi dikonversi
dengan valuta asing, transaksi tersebut harus dilakukan dalam kurs resmi dan
melalui bank yang dikuasai negara. Mengubah mata uang Cina Renmimbi menjadi
mata uang pasar bebas dan penguatan terhadap mata uang itu akan mengecewakan
banyak masyarakat Cina. Salah satunya adalah para petani Cina yang sebagian
besar adalah petani miskin, yang masih tetap sebagai produsen tanaman berbiaya
tinggi dan tidak akan mampu bersaing dengan petani dunia yang lainnya yang lebih
efisien. Jika nilai mata uang Cina naik, harga panenan luar negeri akan turun di
bawah harga biasa petani Cina ketika menjual hasil panenannya. Hal ini akan
14 Ibid.
14
membuat petani Cina semakin miskin, yang berarti bertolak belakang dengan tujuan
pemerintah yang sudah ditentukan sebagai agenda utama.15
Bank sentral Cina adalah pemegang hampir seluruh dollar di negara tersebut.
Dollar bertambah terus dalam rekening pemerintah ketika perusahaan-perusahaan
Cina yang memperoleh uang dari hasil penjualan ke luar negeri menukarkan
dollarnya untuk memperoleh Renmimbi, dan ketika investor-investor asing
membawa uang ke negara tersebut untuk membeli usaha bisnis atau properti. Dalam
semester pertama tahun 2004, total cadangan valuta asing Cina mencapai lebih dari
$460 miliar, atau kurang lebih sama dengan sepertiga produk domestik brutonya.
Untuk membantu dalam mengendalikan mata uangnya dan untuk menghalangi
kemungkinan munculnya pasar gelap yang besar, Cina menawarkan suatu insentif
kepada bisnis dan warganya untuk menukarkan dollar mereka kepada banker-bankir
pemerintah. Pemerintah akan membayar dollar dengan lebih tinggi, dengan
mengembalikan lebih banyak dalam mata uang Cina daripada yang mungkin akan
ditawarkan pembeli di pasar bebas andaikata renmimbi tidak dikendalikan.
Tabel 2Bank of China Exchange Rates in RMB
Mata Uang RMB 2005 2006 2007
US Dollar 100 741 735.06 743.96
Hong Kong Dollar 100 95.13 94.37 95.49
Japanese Yen 100 6.6425 6.5025 6.6959
Euro 100 1083.46 1060.61 1092.16
Swiss Franc 100 657.87 644 663.15
British Pound 100 1516.99 1485.01 1529.18
Canadian Dollar 100 765.38 749.24 771.53
Australian Dollar 100 661.45 647.51 666.77
New Zealand Dollar 100 562.77 567.29
Dalam waktu sekian lama, hanya sedikit perusahaan dan negara yang
mengeluhkan kebijakan-kebijakan Cina tersebut. Terdapat sejumlah faktor yang
menyebabkannya. Pertama, perekonomian negara Cina tidak cukup makmur atau
cukup besar sehingga tidak perlu dicemaskan. Kedua, ketika krisis keuangan Asia
di akhir tahun 1990-an dan mata uang Korea, Indonesia, dan Thailand ambruk, Cina
15 Ted C. Fishman, China Inc., ibid, hal. 346.
15
yang mestinya dapat mendevaluasi mata uangnya, terhambat oleh patokan dollarnya
dan dipuji karena membawa stabilitas bagi situasi yang sangat berubah-ubah.
Ketiga, ketika perekonomian Negara-negara yang mengalami kesulitan tersebut
membutuhkan beberapa tahun untuk mulai pulih kembali, perekonomian Cina tetap
saja berjalan tanpa hambatan, dan renmimbi yang dipatok tersebut menjadikan
ekspornya sebgai barang murah yang tidak mungkin ditolak di dunia luar dan
menarik investasi asing yang mendorong pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Namun sekarang ini, Cina mematok nilai tukar mata uangnya terlalu jauh di bawah
harga yang sesungguhnya andaikata Renmimbi boleh diperdagangkan dengan bebas
di bursa mata uang dunia.
Jeffrey A. Frankel16 menyatakan, “legalitas kebijakan mata uang Cina adalah
masalah kecil karena hamper tidak ada yang dapat dilakukan sebuah pemerintahan,
bahkan pemerintahan AS, untuk mengubah bagaimana negara besar lainnya
memutuskan untuk menjalankan mata uangnya”. Sementara Li Rigou17
menyatakan, “Kalau Anda memaksa Cina berubah, tindakan tersebut akan
merugikan AS. Anda membinasakan angsa yang akan memberi Anda telur emas”.
Kebenaran-kebenaran yang bertahan lama ini terkait dengan tujuan-tujuan paling
dasar yang tidak mungkin disangkal negara tersebut dalam waktu dekat. Cina harus
membangun untuk mengangkat rakyatnya dari kemiskinan dan itu bergantung pada
mata uang yang menawarkan harga-harga murah pada seluruh perekonomian negara
itu.
Dari sudut pandang AS, mungkin akan terlihat bahwa permintaan dunia untuk
barang-barang Cina jauh melampaui permintaan Cina untuk produk-produk dunia.
Namun masalahnya tidak seperti itu, ekspor Cina kurang lebih sama dengan nilai
impornya. Bahkan di tahun 2004 impor Cina melebihi nilai ekspor Negara tersebut.
Dengan demikian, dilihat dari sudut permintaan, mata uang Cina tampaknya akan
menghadapi sedikit tekanan ke atas, kecuali kalau warga swastanya telah membawa
uang asing ke Cina untuk membeli aset-aset lokal, suatu kecenderungan yang
tercermin dalam cadangan dollar Amerika yang sangat besar di Cina. Sendainya
Cina benar-benar membelanjakan dollarnya, negara itu dapat membanjiri pasar
16 Ekonom yang menjabat sebagai anggota Dewan Penasehat Ekonomi dalam pemerintahan BillClinton, dan sebagai dosen di Kennedy School of Government di Harvard.17 Deputi Gubernur Bank Sentral Cina tahun 2004.
16
dunia dengan mata uang Amerika dan dengan cepat menurunkan nilainya. Namun
Cina dengan cerdasnya tidak tertarik menurunkan nilai dollar. Oleh karena itu, Cina
tidak menjual dollarnya, tetapi meminjamkannya kepada Amerika Serikat dengan
membeli surat utang AS. Dengan cara seperti itu Cina sebenrnya tidak saja
menaikkan mata uang AS, melainkan juga menaikkan utang Amerika Serikat secara
keseluruhan. Selanjutnya pembelian Cina besar-besaran terhadap obligasi
pemerintah AS dan bentuk-bentuk utang pemerintah dan swasta lainnya berperan
untuk mendorong jatuh suku bunga AS ke bawah. Akibat Cina menjadi negara
pemberi pinjaman yang agresif, membuat orang-orang AS dapat meminjam uang
dengan suku bunga yang rendah. Suku bunga yang rendah di AS membantu
mempertahankan suku bunga yang rendah di seluruh dunia.suatu berkah bagi para
peminjam di mana-mana. Ketika nilai euro meningkat terhadap dollar, misalnya
barang-barang Cina akhirnya menjadi lebih murah untuk dibeli orang-orang Eropa,
dan investasi di Cina dari Eropa makin terjangkau seluruhnya.
Dampak lainnya, oarang-orang Cina yang rajin menabung juga akan
menderita karena deposito bank mereka tertahan dalam rekening yang memperoleh
tingkat pengembalian yang rendah sebagaimana yang ditetapkan pemerintah, ketika
pemerintah sesungguhnya menyedot uang dari para penabung untuk
mempertahankan pematokan mata uangnya tersebut.
E. Politik dan Reformasi Sistem Ekonomi Cina
Pemikiran Deng Xioping yang dikenal dengan Deng Xioping Theory
kemudian dinyatakan sebagai “Sosialisme dengan Karakteristik Cina”. Konsepsi
ini terus dipertahankan dalam kepemimpinan Jiang Zemin.18 Kalau Mao Zedong
mempunyai teori “Socialist Revolution”, Deng Xioping mempunyai teori Chinese
Socialisme. Untuk memperkuat kedudukannya sebagai pimpinan Cina generasi
ketiga, Jiang Zemin mengenalkan teori untuk menghadapi abad XXI dengan teori
Three Representative (3 kepeloporan), yaitu; Conception Patriotism, the Communist
Parties Role, and Building of a Socialist Market Economy in Cina.
18 A. Kustia, “Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat China”, dalam Departemen LuarNegeri Republik Indonesia, Laporan KBRI-Beijing (Jakarta: Deplu, 2001).
17
Posisi Jiang Zemin, sebagai pemimpin ideologi pengganti Deng Xioping,
mampu mengantarkan Cina menuju kemajuan abad 21. Kegagalan kedua
pendahulunya, yaitu; Hu Yaobang (1987) dan Zhao Ziyang (1989) yang dipecat dari
kedudukannya sebagai Sekjen PKC karena “genggaman atas peradaban materi
terlalu ketat, sedangkan peradaban spiritual terlepas”. Kata-katanya di depan
Asosiasi Pengarang Cina “janganlah menyebut-nyebut lagi tentang pemberantasan
polusi spiritual maupun liberalisasi borjuis”. Dalam memperhatikan sosialisme
sebagai ideologi, terdapat dua kelompok besar yang mempunyai pendekatan yang
berbeda.19
Golongan konservatif senantiasa berusaha agar sosialisme tidak memudar
sebagai akibat kemajuan yang dicapai oleh kebijakan keterbukaan dan reformasi. Di
lain pihak golongan reformis dengan gigih berusaha untuk mengembangkan
sosialisme modern agar proses reformasi dapat berkelanjutan. Golongan reformis
menekankan kepada kekuatan sistem hukum untuk menjamin ketahanan ideologi
rakyat serta hukum pula yang mengatur pembagian kewenangan di antara lembaga
Partai Komunis Cina dan pemerintahan.20
Ketidaklestarian kebijakan perekonomian sosialis telah terbukti dan
dikonformasikan secara empiris. Indikatornya adalah sistem sosialis berimplikasi
negatif dan berakhir dengan kemiskinan, kesengsaraan dan kehancuran. Di lain
pihak suatu rezim partai--apapun basis ideologinya--yang menggabungkan politik
otoriter yang bersifat monopolistik dengan kebijakan ekonomi pasar memiliki
peluang yang baik untuk survive, seperti yang kita saksikan di Cina.21
Reformasi-reformasi ekonomi tidak disertai dengan demokrasi politik.
Kediktatoran politik dan penindasan politik telah melumpuhkan reformasi ekonomi
dan tidak mengizinkannya berjalan secara penuh. Reformasi-reformasi mengambil
arah yang sesuai dengan kepentingan tetap rezim-rezim penindas. Pelaksanaan
reformasi yang parsial dan setengah-setengah tidak dapat mengarah pada
revitalisasi ekonomi yang diperlukan. Dengan begitu, tujuan-tujuan tetap tidak
19 Ibid.
20 Yuian Wang, Business Culture in China (Singapore: BH Asia, 1998).
21 Rainer Adam, “Chaves atau Kematian”, dalam Kedai-Kebebasan.org, (28 Maret 2008).
18
terwujud. Korupsi dan inefisiensi juga terlalu banyak menyedot sumber daya yang
mengarah pada kekurangan dan kesulitan yang serius.
Namun demikian, sekalipun reformasi ekonomi tersebut dibarengi dengan
demokrasi politik, ia tetap tidak mencukupi. Penggantian cara kerja birokrasi yang
lambat dengan desentralisasi dan aturan-aturan pasar tidak diragukan akan
membantu memperkenalkan efisiensi yang lebih besar dari alokasi sumber daya,
tetapi tidak lebih dari apa yang ada dalam industri-industri negara di negara-negara
ekonomi pasar. Ketiadaan pemilikan swasta atas sarana produksi dan inisiatif yang
diciptakannya, akan tetap menyakitkan.
Apalagi, keadilan yang lebih besar, yang bahkan ekonomi pasar telah gagal
memenuhinya, tidak dapat dicapai melainkan jika reformasi yang direncanakan oleh
sosialisme pasar telah didesain dalam kerangka suatu pandangan dunia yang
memungkinkan. Hanya ini yang akan memungkinkan beroperasinya mekanisme
filter, sistem motivasi, dan restrukturisasi sosio-ekonomi dan keuangan yang
dikehendaki bagi terealisasinya tujuan. Sebuah strategi efektif dengan begitu tidak
dapat dikembangkan. Negara-negara ini, karenanya, tidak sekedar tidak mampu
memenuhi semua kebutuhan, tetapi juga terperangkap dalam sejumlah problem
makroekonomi yang telah dianggap oleh kaum sosialis dengan ciri-ciri kapitalisme,
yakni defisit anggaran, inflasi, pengangguran dan hutang luar negeri yang tinggi.
Karenanya, ketidakmerataan yang juga timbul melahirkan kekacauan sosial.
Dengan reformasi sistem ekonomi, Cina berhasil menerapkan politik “pintu
terbuka”, modal asing diundang masuk dengan diberi banyak kemudahan. Untuk
perizinan cukup menghubungi Kantor Investasi Asing. Untuk investasi minimal
US$30 juta, aplikasi investasi baru harus mendapat izin dari pusat. Namun, di
bawah jumlah itu, cukup menghubungi Kantor Investasi Asing di daerah. Waktu
persetujuan investasi asing maksimal tiga hari. Bila lebih dari tiga hari tidak ada
pemberitahuan dari kantor ini, otomatis permohonan investasi dianggap diterima.
Selain itu, modal asing diperkenankan memiliki aset 50 hingga 70 tahun.
Akibatnya memang luar biasa. Investasi asing langsung (FDI) berbondong
masuk ke Cina.22 Pada 1998-2001 saja, FDI mencapai lebih dari US$ 73 milyar.
22 Cuneyt Koyuncu dan Pasim Yilmaz, “Can China help Lower World Inflation”, EmergingMarket Finance and Trade, vol. 42, no. 2 (March-April 2006), 93.
19
Tahun 2002 meningkat 20%.23 Cina mulai menggantikan Amerika Serikat sebagai
tempat paling menarik bagi FDI. Rekor FDI yang masuk ke Cina terbukti paling
tinggi dibandingkan seluruh negara di kawasan Asia.24 FDI ini secara geografis
terkonsentrasi di kawasan pesisir timur dan selatan Cina, terutama di Delta Sungai
Pearl dan Sungai Yangtze.
Kota metropolitan di Provinsi Guangdong ini berpenduduk sekitar 10 juta
jiwa. Gedung-gedung pencakar langit dan fly over menghiasi cakrawala kota
terbesar nomor lima di Cina ini. Hotel, diskotek, dan pub--demikian juga waralaba
seperti McDonald’s, Kentucky, Pizza Hut--bertebaran di seluruh penjuru kota.
Pertumbuhan bangunan modern difokuskan di bagian timur, sedangkan dimensi
tradisional dipertahankan bagian barat kota.
Apalagi Cina dengan penduduk 1,3 milyar jiwa, Cina dikenal sebagai negara
dengan populasi terpadat di dunia. Apalagi negeri ini tumbuh pesat di atas 7 % per
tahun selama 10 tahun terakhir. Bagi investor dan perusahaan mana pun, ini berarti
pasar megabesar dan menggiurkan. Ini ditambah dengan kebijakan pemerintah yang
amat terbuka dalam menarik investor asing, serta antikorupsi.
Ini tentu buah reformasi. Reformasi penting yang lain adalah privatisasi25
besar-besaran atas badan usaha milik negara (BUMN). Pemerintah Cina sadar
bahwa BUMN yang tidak efisien menimbulkan beban bagi APBN dan pertumbuhan
ekonomi. Untuk itu, strategi reformasi BUMN yang terpenting adalah ”memisahkan
administrasi dari perusahaan”, artinya, negara menarik diri dari semua sektor di
mana sistem pasar lebih efektif, menghilangkan monopoli BUMN, membiarkan
mekanisme pasar dalam alokasi sumber daya, serta mendorong reorganisasi seluruh
sektor dan komersialisasi perusahaan. Di bawah rezim penganut sosialisme yang
fanatik, tadinya terdapat ribuan BUMN. BUMN yang kecil–kecil dan tidak efisien
mengalami program privatisasi dan restrukturisasi aset. Hasilnya, sekarang tinggal
sekitar 500 BUMN dengan skala besar dan strategis, terutama yang memberikan
pelayanan publik. Tak kalah penting adalah rekor Cina dalam memberantas korupsi.
23 Bank of China Group, “Is Deflation Made in China”, dalam www.tdctrade.com/econforum/boc/boc021001.htm (October 2007)
24 Koyuncu, “Can China help …”, 94.
25 Marangos, “Was Market …”, 71.
20
Diyakini bahwa sumber korupsi akibat adanya ”monopoli administratif”.
Dengan kata lain, pemerintah berperan sebagai regulator, wasit, dan pemain
sekaligus. Maka, ketiga komponen ini perlu dipisah. Biarkan pemerintah tetap
sebagai regulator dan wasit, tapi pemainnya diserahkan kepada swasta. Sebagai
wasit, ia harus bersih. Karena itu, agar bersih, tiap bulan para pejabat Cina harus
melaporkan asetnya kepada publik. Begitu terbukti korupsi, hukuman tembak mati
sudah menunggu.
F. Perdagangan Luar Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi Cina
Ekspor barang-barang jadi/manufaktur merupakan sasaran utama ekonomi
Cina terlihat dengan besarnya produksi listrik Cina yang mencapai sekitar 280 ribu
MW (250 juta kWh per tahun, tahun 2006) dan tumbuh hampir 20% pertahunnya.
Kapasitas terpasang pembangkit listriknya mencapai 600 ribu MW. Produksi listrik
Indonesia nampak kerdil dibandingkan Cina. Saat ini Indonesia hanya memproduksi
15,000 MW dan akan dinaikkan menjadi 21,000 MW ditahun 2025. Kapasitas yang
dibangun per tahunnya di Cina adalah tiga kali kapasitas di Indonesia. Besarnya
konsumsi listrik ini terutama untuk industri.
Sementara itu terkait dengan harga, maka harga Cina telah berefek pada
penurunan harga produk dari seluruh produsen lain di dunia yang menyebabkan
penghematan yang ditawarkan oleh barang-barang Cina terlihat sangat kecil. Gary
Clyde Hufbauer26 menyatakan bahwa hampir senilai satu triliun dollar harga barang
lain dipaksa turun karena Cina. Menyangkut perdagangannya dengan Amerika
Serikat, Cina mampu memberikan penghematan sebesar 20 persen bagi masyarakat
Amerika Serikat, dan ini jauh lebih besar dibandingkan penghematan yang dapat
diberikan oleh negara-negara non Cina yang hanya berkisar 3 hingga 5 persen.
Keluarga Amerika Serikat rata-rata menikmati penghematan lebih besar lagi, yaitu
mulai sekitar $500, belum lagi bonus yang didapatkan bila membeli dalam partai
besar.
26 Pakar ekonomi terkemuka dari Institute for International Economics di Washington.
21
Tabel 3Data Statistik Ekonomi Cina (2006)
Indikator KeteranganPopulasi 1,322 jutaPertumbuhan Industri 22.9%Eksport $ 1 triliun (38% GDP)Neraca Berjalan $249.9 billion (9% GDP)Public debt 22.1% of GDPDebt – external $315 billionExports – partners US 21%, Hong Kong 16%, Jepang
9.5%, Korea Selatan 4.6%,
Produk-produk Cina banyak yang diekspor ke berbagai negara, di antaranya
sebanyak 21% ke AS, 16% ke Hong Kong, 9% ke Jepang, 4.6% ke Korea Selatan
dan ke Jerman 4.2%. Sebagai catatan, produk-produk Cina yang masuk ke Hong
Kong bukan untuk dikonsumsi sendiri. Negara bagian Cina yang kecil itu tidak
akan bisa menelan ekspor dari Cina sebanyak itu. Jadi produk-produk tersebut
sebagian besar diekspor lagi oleh Hongkong ke negara-negara seperti ke AS dan
Jepang. Ekspor Jepang ke AS 22.8% dari total ekspor Jepang. Demikian pula
dengan Korea Selatan, ternyata sama juga. Dengan demikian patut diduga bahwa
ada porsi yang cukup besar dari bahan-bahan komoditas yang dibeli dari Cina
bermuara ke Amerika Serikat.
Pada tahun 2003, ekspor Cina ke Amerika Serikat senilai $152 miliar lebih
besar daripada yang dibeli Cina dari Amerika. Sementara dalam kurun waktu tahun
2000 hingga 2003 ekspor Cina berupa produk perabotan kamar tidur ke Amerika
Serikat naik dari $360 juta menjadi hampir $1,2 miliar. Dalam kurun waktu tersebut
tenaga kerja di pabrik-pabrik perabotan kayu Amerika Serikat merosot sebesar 35
ribu, satu dari setiap tiga karyawan perusahaan Amerika Serikat. Sekarang sekitar
40 persen pasar perabotan Amerika Serikat berhasil dikuasai Cina.
Cina telah berperan penting sebagai pelanggan dan sekaligus sebagai
pemasok. Jepang dan Jerman mengalami surplus perdagangan dengan Cina dari
hasil penjualan mesin-mesin pabrik besar. Cina membutuhkan peralatan-peralatan
tersebut untuk dapat menghasilkan mesin dan produk elektronik sebagaimana yang
juga dihasilkan oleh Jepang dan Jerman. Dengan semakin gencarnya Cina masuk
dalam perdagagan dunia, telah menyebabkan banyak negara kehilngan sejumlah
22
bisnis intinya. Sebagai contoh, Jepang telah kehilangan bisnis televisinya, Italia
telah kehilangan bisnis sutra halusnya, kemudian Jerman tidak sanggup lagi
bersaing dengan Cina dalam produk hiasan Natal, dan banyak negara penghasil
tekstil telah kehilangan bisnisnya tersebut ketika Cina merajalela dengan produk
tekstil murahnya.
Cina daratan terkenal sebagai tempat produksi biaya rendah untuk
menjalankan aktivitas pengilangan, dan ketiadaan serikat sekerja amat menarik bagi
pengelola-pengelola perusahaan asing, terutama karena banyaknya tenaga kerja
murah. Pekerja di pabrik Cina biasanya dibayar 50 sen - 1 dolar Amerika per jam
(rata-rata $0,86), dibandingkan dengan $2 sampai $2,5 di Meksiko dan $8.50
sampai $20 di AS. Buruh-buruh RRC ini seringkali terpaksa bekerja keras di
kawasan berbahaya dan mudah ditindas majikan karena tiada undang-undang dan
serikat pekerja yang bisa melindungi hak mereka. Pada akhir 2001, tarif listrik rata-
rata di Provinsi Guangdong adalah 0,72 renmimbi (9 sen AS) per kilowatt jam,
lebih tinggi dari level rata-rata di Cina daratan 0,368 renmimbi (4 sen AS). Cina
resmi menghapuskan "direct budgetary outlays" untuk ekspor pada 1 Januari 1991.
Namun, diyakini banyak produsen ekspor Cina menerima banyak subsidi lainnya.
Bentuk subsidi ekspor lainnya termasuk energi, bahan material atau penyediaan
tenaga kerja. Ekspor dari produk agrikultur, seperti jagung dan katun, masih
menikmati subsidi ekspor langsung. Namun, Cina telah mengurangi jumlah subsidi
ekspor jagung pada 1999 dan 2000.
Biaya bahan mentah yang rendah merupakan satu lagi aspek penting ekonomi
Cina. Ini disebabkan persaingan di sekitarnya yang menyebabkan hasil berlebihan
yang turut menurunkan biaya pembelian bahan mentah. Ada juga pengawasan harga
dan jaminan sumber-sumber yang tinggal dari sistem ekonomi lama berdasarkan
Soviet. Saat negara terus menswastakan perusahaan-perusahaan miliknya dan
pekerja berpindah ke sektor yang lebih menguntungkan, pengaruh yang bersifat
deflasi ini akan terus menambahkan tekanan keatas harga dalam ekonomi.
Insentif pajak "preferensial" adalah salah satu contoh lainnya dari subsidi
ekspor. Cina mencoba mengharmoniskan sistem pajak dan bea cukai yang
dijalankan di perusahaan domestik dan asing. Sebagai hasil, pajak "preferensial"
Sources: PRC National Bureau of Statistics (NBS), China Statistical Yearbook; The People's Bank of ChinaNotes:*According to official SSB figures, which do not include underemployment or the migrant population, NA = not available
Sumber : The US-China Business Council 1996-2008.
Untuk tahun 2008, berbagai pihak telah melakukan estimasi pertumbuhan
ekonomi Cina. Dari keseluruhan estimasi pertumbuhan ekonomi yang dibuat,
terlihat mengalami penurunan (hanya berkisar antara 8 hingga 11,3 persen, lihat
tabel di bawah) dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Cina yang pernah
dicapai pada tahun 2007, yaitu sekitar 11,7 persen. Banyak kalangan
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Cina akan sedikit mengalami penurunan
pada tahun 2008. Terdapat sejumlah alasan yang dijadikan argumen dalam
membuat estimasi pertumbuhan tersebut.
25
Tabel 5Estimasi Pertumbuhan GDP Cina 2008
Official PRC Government target (NBS) 08,0Asian Development Bank 10,5Deutsche Bank 10,4UBS 10,4State Information Centre (NDRC) 10,8-11,3People’s Bank of China 10,5CLSA 08,0-09,0World Bank 10,5International Monetary Fund 10,0Chinese Academy of Social Sciences 10,2JP. Morgan 10,5Morgan Stanley 10,0Goldman Sachs 10,0Merrill Lynch 10,9Standard Chartered Plc. 09,5
Sumber : The US-China Business Council, 2008Estimasi pesimis tersebut didasarkan pada rencana pemerintah Cina yang akan
melakukan kebijakan uang ketat di tahun tersebut dalam rangka untuk mencegah
over heated economics. Hal kedua yang juga menjadi dasar estimasi tersebut adalah
adanya rencana pemerintah melakukan pembatasan kenaikan harga di tahun yang
sama. Kedua hal tersebut akan menurunkan kinerja sektor riil sehingga jamlah
output yang dihasilkan akan berkurang, sehingga total produksi nasional akan turun.
Penurunan di sektor riil dan adanya kebijakan uang ketat yang akan dilakukan
tersebut akhirnya juga akan mengurangi kinerja sektor keuangan, terutama terkait
dengan pembiayaan yang diberikannya. Pemerintah Cina sendiri menargetkan
pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih rendah daripada tahun sebelumnya, yaitu
hanya 8 persen per tahun. Namun pemerintah Cina dalam mengestimasi
pertumbuhan ekonomi memang cenderung konservatif seperti tahun-tahun
sebelumnya. Pada tahun 2007 pemerintah Cina hanya menargetkan pertumbuhan
sebesar 8 persen, namun kenyataannya ternyata ekonomi Cina mampu tumbuh
sebesar 11,4 persen.
G. Teori Deng Xiaoping : Dasar Sistem Sosialis Pasar Cina
Berbekal teori Deng Xiaoping guna melengkapi doktrin sebelumnya, Republik
Rakyat Cina yang berpenduduk 1,3 milyar melangkah makin cepat. Untuk
melukiskan apa yang disebut teori Deng itu, sekilas bisa dilihat dari kehadiran
26
restoran cepat saji McDonald’s dan Kentucky Fried Chicken di dekat Mausoleum
Mao Zedong, pendiri negeri itu.
Diketahui bahwa dua restoran itu berasal dari negeri yang kental dengan
kapitalisme, Amerika Serikat. Jarak antara restoran dari negeri Paman Sam dengan
tempat jenazah Mao itu hanya beberapa ratus meter, mencerminkan betapa
dekatnya hubungan RRC dengan produk ekonomi kapitalis, atau dengan kata lain,
sudah terbukanya tirai bambu yang mengelilingi Cina.
Sambil duduk di restoran itu, gedung tempat jenazah Mao yang dibalsem
dapat disaksikan dengan jelas. Tak jauh dari restoran itu ada restoran Kebab
Australia dan restoran Lotteria yang konon investornya dari Korea Selatan. Di
seputar lapangan Tiananmen ini terletak monumen sejarah Cina, seperti Gedung
Kongres Rakyat Nasional, Monumen Pahlawan dan Kota Terlarang, saksi sejarah
masa lalu Cina.
Kaum muda Beijing tak asing lagi dengan restoran asal AS itu. Setiap hari
orang berjejal untuk membeli menu yang bisa disantap dengan cepat. Apalagi
musim semi yang menambah ramainya suasana di seputar restoran. Bukan itu saja.
Di sejumlah pusat-pusat perbelanjaan modern seperti Blue Sea Shopping Center
atau di pasar-pasar tradisional, masyarakat hilir mudik. Bahkan kalangan menengah
atas Beijing kini memiliki kebiasaan baru, menghiasi rumahnya dengan bunga dan
akuarium. Muncullah pasar bunga di bagian selatan Beijing. Omset bunga pun
meningkat. “Bunga kini digemari masyarakat Beijing,” komentar Li Cuixia,
manajer taman bunga Hua Xiang. Selain bunga, fenomena lainnya, jumlah
kendaraan roda empat di Beijing bertambah 10 juta buah! Itulah perkembangan di
Beijing sesudah negeri itu menikmati GNP perkapita 655 dollar AS, ekspor dalam
12 bulan terakhir 183 milyar dollar dan cadangan devisa 141 milyar dollar.
Apakah inti Teori Deng Xiaoping yang mengubah Cina dalam dua dekade
terakhir dari negara berkembang biasa menjadi berpotensi negara maju di abad
mendatang? Jawabannya adalah membangun sosialisme dengan karakteristik Cina.
Berbekal doktrin-doktrin negara sebelumnya di antaranya dari Mao Zedong,
Deng menafsirkan ideologi negara dalam pandangan baru. Ia melihat, ideologi yang
dipegang Cina menjadi statis, tidak lagi memiliki kekuatan pendorong. Deng
berpendapat bahwa Cina bisa maju jika hidup damai berdampingan dan menyerap
27
seluruh kemajuan yang dicapai negara lain. Ia lalu merasa perlu menciptakan
sebuah sistem ekonomi pasar sosialis yang dianggapnya tidak melanggar doktrin
lama. Tahun 1979 ia pernah mengatakan, “adalah tidak benar menilai ekonomi
pasar sesuatu milik masyarakat kapitalis. Mengapa ekonomi pasar tak bisa
dipraktekkan di bawah sosialisme? Ekonomi pasar pernah muncul dalam
masyarakat feodal. Karena itu bisa dilakukan di bawah sosialisme. “Saat ditanya
apa hubungan sosialisme dan ekonomi pasar? Ketika bertemu pengusaha AS tahun
1985 ia menegaskan, “hal yang penting dilakukan adalah mempercepat
pertumbuhan produktivitas sosial27.
“Wu Jie dalam Deng Xiaoping Thought (1996) menyimpulkan, ekonomi
terencana pusat bukanlah hal yang bersifat sosialis karena perencanaan juga hadir
dalam kapitalisme. Pendeknya, baik terencana atau karena pasar adalah alat-alat
ekonomi. Keduanya bisa dilakukan di negara sosialis atau kapitalis.
Kehadiran investasi asing menjadi salah satu bagian dari Teori Deng. Menurut
Wu Jie, teori ini memformulasikan bahwa RRC dapat maju jika membuka diri
terhadap dunia luar, terbuka terhadap teknologi dan investasi. Secara prinsip, teori
ini bertentangan dengan anggapan, RRC bisa berdiri sendiri dalam menghadapi
kekuatan kaum kapitalisme.
Sejak dipraktekkan tahun 1978, Cina mengalami kemajuan pesat. Dengan kata
lain, teori Deng telah terbukti benar sampai saat ini, bisa mengangkat taraf hidup
masyarakat dan sekaligus mengimbangi kekuatan kapitalis dari Barat. Karena itu,
pendukung-pendukung dan praktisi teori ini seperti Presiden Jiang Zemin dan PM
Zhu Rongji mempraktekan teori itu di Shanghai.
Seorang pejabat tinggi Cina menyatakan, jika Mikhail Gorbachev datang
membawa reformasi yang berakhir dengan hancurnya sosialisme dan bubarnya Uni
Soviet yang komunis, maka Teori Deng ini malah memajukan RRC.
27 Bagi Budiman, dalam pembangunan ekonomi, masalah sistem sosial, apakah sosialismeataupun kapitalisme, tidak menjadi persoalan benar. Keduanya jika dijalankan dengan baik,dapat berprestasi secara cukup meyakinkan. Kalau kita mau lebih luas, kita juga melihat RRCyang menggunakan sistem sosialisme, yang kini menjadi negara industri yang agresif yangmemasuki pasar dunia. Seperti yang pernah disampaikan pemimpin RRC, Deng Xiaoping: tidakpenting kucing itu berwarna hitam atau putih, selama keduanya dapat menangkap tikus”. LihatArief Budiman, “Kapitalisme atau Sosialisme : Belajar dari Dua Korea”, dalam Kompas (14Agustus 1985).
28
Untuk memodernisasi Cina, Deng menyodorkan tiga tahap strategi
pembangunan. Pertama, melipatgandakan GNP tahun 1980 dan memenuhi
kebutuhan dasar pangan dan sandang rakyat pada akhir 1980-an. Kedua,
melipatgandakan lagi GNP tahun 1980 dan menjamin kehidupan yang nyaman bagi
rakyat sampai tahun 2000. Ketiga, mencapai tingkat rata-rata negara maju pada
pertengahan abad mendatang.28
Apakah Cina berambisi menjadi negara adidaya? “Cina yang modern dan
kuat, tidak mengancam tetangganya. Mereka yang meniupkan teori ancaman Cina
tidak menghendaki Asia hidup damai berdampingan,” ujar Asisten Menlu RRC
Chen Jian kepada Kompas dan dua wartawan Indonesia di Gedung Deplu yang
megah di Beijing.
Disini kemudian muncul pertanyaan, bagaimana membutktikan bahwa Teori
Deng dipandang sebagai teori yang mampu menekan inflasi? Pertanyaan ini
sesungguhnya berawal dari pertanyaan, bagaimana inflasi hampir nol persen bisa
terjadi tetapi pertumbuhan tetap terpelihara? Semua itu bisa berlangsung karena
berbekal Teori Deng.29 Mamang pada tahun 1992 inflasi sempat mencapai 22
persen, harga-harga melangit sebagai akibat memanasnya ekonomi setelah
reformasi ekonomi dilaksanakan sejak 1978.
28 Bagaimana bukti teori itu? Sejauh itu tahap pertama sudah tercapai tahun 1990 di mana GNPnegeri itu mencapai 1,74 trilyun yuan atau 2,36 kali dari tahun 1980. Pada tahun 2000 Cinamakin kuat dan menduduki ranking keenam kekuatan ekonomi dengan GNP 1,140 trilyundollar AS atau 5,02 kali tahun 1980.
29 Sebagai bukti bahwa Teori Deng dipandang sebagai teori yang membawa keberhasilan, makadapat dilihat bagaimana perjalanan inflasi di Cina. Laju inflasi di Cina, kendatipun relatif lebihkecil, juga terus mengalami perpecahan. Di Cina, ia bergerak hampir enam kali dari 2,0 persentahun 1983 hingga 11,9 persen di tahun 1985. Kenaikan harga ini menggoncangkan rakyat Cinayang telah terbiasa dengan harga tetap selama lebih dari 30 tahun. Akibatnya timbul protes dankeresahan mahasiswa, dan Hu Yaobang, ketua Partai Komunis Cina dan otak dibelakangreformasi ekonomi, harus mundur dengan tidak hormat. Pemerintahan mengumumkanpenyetopan kenaikan harga, setidaknya untuk sementara, dan menangguhkan perencanaanmenuju suatu perekonomian yang lebih berorientasikan pasar. Dengan begitu terciptakelonggaran untuk sementara di tahun 1986 ketika laju inflasi menurun ke 7,0 persen.Bagaimanapun, kran ini tidak dapat ditutup kuat-kuat dan laju inflasi meningkat pada 8,8persen tahun 1987 dan 20,7 persen tahun 1988. Dikarenakan langkah-langkah represif, tingkatinflasi turun menjadi 16,3 persen tahun 1989. Bagaimanapun, ia berpotensi untuk meningkatlebih tinggi jika inflasi yang tertekan itu dibiarkan berekspresi melalui liberalisasi ekonomi yangsesungguhnya. Lihat IMF, International Financial Statistics, Tabel tentang Harga Konsumen tahun1989.
29
Zhu ketika menjadi Gubernur Bank Sentral dengan jurusnya yang piawai
memilih untuk menghentikan aliran kredit dari bank-bank pemerintah. Kran kredit
dibatasi kecuali untuk proyek yang sangat penting dan strategis. Semuanya
dilaksanakan melalui mesin pemerintahan yang efektif. Perbankan juga mendapat
“pembersihan” besar-besaran sehingga tidak sembarang kredit dikeluarkan.
Investasi di bidang properti sangat dibatasi.
Badan usaha milik negara tidak ketinggalan dari penanganan Zhu. Kebijakan
super ketat yang dilakukan Zhu terutama setelah jadi Deputi PM menjadikan
dirinya tidak populer di mata pimpinan BUMN. Namun di mata ekonom, ia
diacungi jempol. Sesudah berhasil dengan inflasi mendekati nol persen (lihat tabel
1) dan pertumbuhan bisa dipertahankan dengan angka delapan persen, ia merasakan
betapa pengangguran yang bisa mencapai 11 juta menyebabkan masalah baru.
Karena itu, ia tak segan-segan bertemu dengan karyawan BUMN yang pangkatnya
Untuk meningkatkan pertumbuhannya, Cina menerapkan strategi garpu
bermata tiga (a three pronged strategy), yaitu; pertama, kebijakan moneter. Tingkat
bunga telah diturunkan sebanyak 7 kali sejak tahun 1996, dengan tujuan mendorong
permintaan barang konsumsi dan menyelesaikan utang-utang BUMN dan
perbankan. Tingkat suku bunga belum mengalami perubahan sejak bulan September
1999. Saat itu Pemerintah RRC mendapatkan tekanan yang cukup besar untuk
menurunkan tingkat suku bunga. Tekanan ini didasari oleh kekhawatiran
pertumbuhan ekonomi dari 7, 9% pada kuartal kedua menjadi 7, 6% pada kuartal
ketiga tahun 2001. Menurut Pejabat State Information Center RRC, disarankan
penurunan suku bunga sebesar 0, 5% point untuk pinjaman dan deposito. Penurunan
ini membantu merevitalisasi permintaan domestik dengan mendorong tabungan dan
investasi pribadi.
34 China Council for The Promotion of International Trade (CCPIT), China BusinessGuide 2000 (Beijing: CCPIT, 2001).35 Xinhua News Agency, China Facts & Figures, vol. 5, no. 22 (November 16-30, 2001).
36 Lihat http://www.imf.org (11 April 2008)
32
Tingkat suku bunga RRC relatif masih lebih tinggi dibandingkan tingkat suku
bunga di Amerika Serikat atau negara-negara lain, untuk itu penurunan tingkat suku
bunga amat dimungkinkan. Di samping itu, penurunan tingkat suku bunga akan
berdampak psikologis dengan memberikan signal bahwa kebijakan moneter RRC
akan beralih dari prudent menjadi active.37
Cina juga membuat perubahan yang mendasar tentang harga melalui apa yang
disebut “price reform”. Tidak tanggung-tanggung ini adalah sebuah wujud
pelaksanaan keputusan Rapat Partai Komunis Tanggal 20 Oktober 1984 yang
mengamanatkan adanya perubahan dalam cara penetapan harga. Reformasi harga
adalah syarat mutlak untuk reformasi struktur ekonomi dan itu merupakan kunci
utama. Intinya harga itu ditentukan oleh pasar.38
Kedua, pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah meningkat tajam,
terutama karena peningkatan investasi pada infrastruktur serta investasi oleh
BUMN-BUMN kunci. Untuk membiayai pengeluaran ini, pada tahun 1998
pemerintah Cina mengeluarkan 133, 3 milyar dollar AS, tahun 1999 sebelum 162, 8
milyar dollar AS, tahun 2000 sebesar 19, 6 milyar dollar AS dan tahun 2001 hingga
bulan September sebesar 141, 7 milyar dollar AS. Kebijakan ini telah meningkatkan
pertumbuhan pertahun sebesar 2%.
Ketiga, kemajuan dalam ekspor. Subsidi ekspor langsung sejak tahun1980-an
sudah tidak memungkinkan, karena pembatasan ekspor oleh mitra dagang utama
Cina. Dalam upaya Cina untuk bergabung dengan WTO, Cina telah menghapus
kebijakan-kebijakan yang dapat menggagalkannya. Cinapun tidak melakukan
devaluasi sejak tahun 1994. Hal ini dilakukan untuk menunjukan keinginan Cina
untuk tidak ikut meningkatkan instabilitas nilai tukar dikawasan. Selain ini
devaluasi akan meningkatkan biaya ekspor, karena barang ekspor Cina masih
mengandung isian yang di impor (import content). Faktor lain adalan untuk tetap
mempertahankan dollar Hongkong terhadap dollar Amerika Serikat, juga agar tidak
mengganggu investasi asing di Cina. Volume ekspor Cina pada tahun 1998
mencapai US$ 194, 93 milyar, menunjukkan kenaikan dibanding tahun 1998 yang
37 A. Kustia, “Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat China”, dalam Departemen LuarNegeri Republik Indonesia, Laporan KBRI-Beijing (Jakarta: Deplu, 2001).
38 Wang Mengkui, China’s Economic Transformation Over 20 Years (Beijing: t.p., 2000).
33
mencapai US$ 182 milyar. Pada tahun 2000 mencapai US$ 249,21 milyar,
sedangkan untuk tahun 2001 hingga bulan September, mencapai US$ 195,37
milyar, naik sebesar 7, 17% dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun yang
sama.39
Pada tahun 1997, sebagai akibat dari gejolak keuangan, pertumbuhan ekspor
Cina menurun dan pada tahun 1998 mengalami pertumbuhan ekspor nol bahkan
pertumbuhan negatif. Namun Cina mengambil langkah-langkah seperti dijelaskan
di atas dengan meningkatkan permintaan di dalam negeri, khususnya kebijakan
fiskal aktif (active fiscal policy). Loan khusus sebesar 100 milyar yuan dari bank
komersil digunakan terutama untuk investasi di konservasi air minum, jalan kereta
api, jalan raya, telekomunikasi, jaringan pembangkit tenaga listrik serta
infrastruktur lainya. Investasi ini telah mampu mengembangkan pasar.
Tingkat pertumbuhan ekonomi mulai nampak pada kwartal ketiga dan
meningkat lebih cepat pada kwartal keempat. Cina diperkirakan dalam 20 tahun
mendatang akan mengalami pertumbuhan ekonomi tujuh kali lipat apabila dapat
mempertahankan pertumbuhan rata-rata 6,5%. World Bank memperkirakan bahwa
pada tahun 2020, Cina akan menjadi negara pengekspor terbesar kedua setelah
Amerika Serikat. Namun demikian kira-kira setengah dari 300.000 BUMN
mengalami kerugian, sehingga diperkirakan akumulasi hutang mencapai seratus
milyar dollar Amerika Serikat. Untuk mengatasi masalah ini, Cina telah melakukan
langkah-langkah melanjutkan reformasi struktural di lingkungan BUMN dan sektor
manufaktur, Cina berhasil mengatasi dengan baik meskipun belum tuntas, yang
semula dikhawatirkan menyulut gejolak sosial, yaitu pengangguran massal akibat
pemutusan hubungan kerja dan kegoncangan finansial.
I. Penutup
Sistem sosialisme pasar adalah suatu sistem yang memiliki karakter berbeda
dangan sistem yang lain. Dalam sistem ini, kepemilikan faktor produksi adalah oleh
negara dan atau kepemilikan secara kolektif oleh publik. Keputusan apa yang harus
diproduksikan sudah didesentralisasi dan dibuat berdasarkan kebutuhan yang
39 Chong Chor Lau and Geng Hia, China Review 1999 (Beijing: t.p., 2000).
34
bekerja berdasarkan mekanisme pasar. Motivasi para pelaku ekonomi adalah
insentif material dan moral.
Kehadiaran sistem ekonomi ini tidak lepas dari tokoh Deng Xiaoping. Ia
adalah perintis reformasi Cina, dikenal dengan visi kreatifnya, yang mengawinkan
sosialisme yang sudah mendarah daging dengan sisi positif kapitalisme. Sistem
ekonomi hasil perkawinan ini kemudian dikenal dengan “sistem sosialisme pasar”,
yaitu ”sosialisme dengan karakteristik Cina”. Dalam sisitem soialisme di Cina,
perusahaan-perusahaan milik negara memang tetap menjadi pemain inti bagi
ekonomi Cina, tetapi investasi asing mengalir masuk dengan lancar, dan
perusahaan-perusahaan swasta tumbuh pesat. Akibatnya, wajah Cina tampil sebagai
sebuah ‘ekonomi pasar sosialis’ yang membangun sebuah sistem ekonomi di mana
kepemilikan publik merupakan arus utama. Dalam menghadapi pasar global, Cina
menerapkan politik “pintu terbuka”, yaitu modal asing diberi kran kelonggaran
untuk masuk dalam wilayah perdagangan Cina.
J. Daftar Pustaka
Adam, Rainer. “Chaves atau Kematian”, dalam Kedai-Kebebasan.org, (28 Maret2008).
Affandi, Idrus. ”Pendidikan Bela Negara”, dalam [email protected](25 Maret 2008).
Atase Perdagangan Republik Indonesia. Tinjauan Perdagangan Cina-Indonesia2000. Jakarta: tp., 2001.
Bank of China Group, “Is Deflation Made in China”, dalam www.tdctrade.com/econforum/boc/ boc021001.htm (October 2007).
Budiman, Arief. “Kapitalisme atau Sosialisme : Belajar dari Dua Korea”, dalamKompas (14 Agustus 1985).
Calder, Kent E. Asia’s Deadly Triangle. Jakarta: PT Prenhallindo, 1996.
China Council for The Promotion of International Trade (CCPIT). China BusinessGuide 2000. Beijing: CCPIT, 2001.
Fairbank, John K. The Great Chinese Rvolution 1800-1985. 1986.
Griffith, D.F. What is Socialism? : A Symposium.London: Richards, 1924.
Huang Shao’an, HE Kun, Property-rights, Financial Stabilization Policies, andCentral Bank Independence, Research on Finanical and Economic Issues (6):3–9, 2007.
IMF, International Financial Statistics, Tabel tentang Harga Konsumen tahun 1989.
Karen, Lihat Michael. “The New Economic System in the GDP : An Obituary”,Social Studies, (April 1973).
Kongres Amerika Serikat, Komite Ekonomi Gabungan. East European Economies :Slow Growth in the 1980s (1986
Kornai, Janos. “The Hungarian Reform Process : Visions, Hopes and Reality”,Journal of Economic Literature (December 1986).
Kuncoro, Mudrajad. ”Politik Reformasi ala Cina”, dalam Gatra (31 Juli 2004).
Koesmawan, ”Perkembangan Ideologi dan Ekonomi Cina serta Hubungan denganIndonesia, Majalah Warta STIEAD, no. 31, th. 11, 2002.
Koyuncu, Cuneyt dan Pasim Yilmaz. “Can China help Lower World Inflation”,Emerging Market Finance and Trade, vol. 42, no. 2 (March-April 2006).
Kustia, A. “Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat China”, dalam DepartemenLuar Negeri Republik Indonesia, Laporan KBRI-Beijing. Jakarta: Deplu,2001.
Lau, Chong Chor and Geng Hia. China Review 1999 (Beijing: t.p., 2000).
Lee, John. “the False Promise of Market Socialism in China”, Policy, vol. 23, no. 3(Spring 2007).
Lerner, Warren. A History of Socialism and Comunism in Modern Time : Theorists,Activists and Humanists. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1982
Lichtheim, George. A Short History of Socialism. 1978.
Mengkui, Wang Mengkui. China’s Economic Transformation Over 20 Years.Beijing: tp., 2002.
Morangos, John. “Was Market Socialism a Feasible Alternative for TransitionEconomies”, International Journal of Political Economy, vol. 35, no. 3 (Fall2006).
Morris Goldstein, Adjusting China’s Exchange Rate Policies, The InternationalMonetary Fund's seminar on China's Foreign Exchange System, Dalian,China, May 26-27, 2004.
Perkins, Dwight H. “Reforming Cina’s Economic System”, Journal of EconomicLiterature (June 1988).
Prasentyantoko, A. Ekonomi Global. Jakarta: Gramedia, 2001.
36
Robinson, William F. The Pattern of Reform in Hungary. New York: Praeger, 1973.
Setiawan, Asep. ”Melihat Teori Deng Xiaoping dari Dekat”, dalam Kompas (22Maret 1998).
The Economist, A Survey of the World Economy - The Real Great Leap Forward, 2Oktober 2004.
The US-China Business Council, Forecast 2008 China’s Economy, 2008.
Thomas Klitgaard dan Karen Schiele, The Growing U.S. Trade Imbalance withChina, Current Issues in Economics and Finance, Federal Reserve Bank ofNew York, May, Vol 3, No 7, 2007.
Wang, Yuian. Business Culture in China. Singapore: BH Asia, 1998.