SOSIALISASI POLITIK
Daftar Isi
1. PENDAHULUAN
2
Asal Mula dan Perkembangan Sosiologi Politik
2
Pendekatan dan Metode
3
Skema Konsepsual
3
2. SOSIALISASI POLITIK
4
Konsep Sosialisasi Politik
4
Perkembangan Sosialisasi Politik
6
Sosialisasi Orang Dewasa
7
Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Totaliter
8
Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Primitif
9
Sosialisasi Politik dalam Masyarakat Berkembang
9
Sosialisasi Politik dan Perubahan
10
3. PARTISIPASI POLITIK
11
Bentuk-bentuk Partisipasi Politik
11
Luasnya Partisipasi Politik
14
Siapa yang Berpartisipasi dan Mengapa
15
4. PENGREKRUTAN POLITIK
18
Sistem Pengrekrutan Politik
18
Pengrekrutan Jabatan Administratif
22
Siapa yang Direkrut dan Mengapa
24
Menuju Suatu Teori Pengrekrutan Politik
25
5. KOMUNIKASI POLITIK
28
Pola komunikasi Politik
28
Pembentukan Pendapat Umum
31
6. KESIMPULAN
32
Sosiologi Politik dan Nilai-nilai
32
Peranan Sosiologi Politik
32
1
PENDAHULUAN
Istilah sosiologi dicuatkan oleh Auguste Comte (1798-1857),
salah seorang pendiri disiplin ilmu ini. Secara sederhana sosiologi
berarti studi mengenai masyarakat di pandang dari segi tertentu.
Memberi batasan pada ilmu politik tidak semudah yang kita duga.
Jika sosiolog itu terutama memperhatikan tingkah laku manusia dalam
konteks masyarakat dan dalam hal ini mencakup segala-galanya, maka
jelaslah bahwa politik itu hanya memperhatikan beberapa aspek saja
dari masyarakat.
Tidak terlalu sulit untuk mengenal aspek-aspek masyarakat yang
menjadi pusat perhatian studi politik, khususnya lembaga-lembaga
legislative dan lembaga eksekutf. Dalam usaha untuk melingkup
masalah ini telah dicari banyak sekali definisi untuk menyatakan
esensi dari politik. Maka dinyatakan kepada kita bahwa perhatian
sentral dari politik adalah penyelesaiaan dari
konflik-konflikmanusia atau proses yang mana masyarakat membuat
keputusan-keputusan ataupun mengembangkan kebijakan-kebijakan
tertentu.
Pada banyak segi akan merupakan bantuan bagi kita untuk
menganggap kekuasaan sebagai titik sentral dari studi politik.
Selanjutnya jika kita telah mendefinisikan sosilogi sebagai studi
mengenai tingkah laku manusia dalam satu konteks masyarakat, maka
pentinglah untk menekan masalah kekuasaan tersebut didalam
masyarakat yang sama. Dengan demikian orang akan berusaha
menghindari masalah pendefinisian.
ASAL MULA DAN PERKEMBANGAN SOSIOLOGI POLITIK
Asal mula suatu disiplin ilmu, subyek atau bidang studi sering
tidak jelas dan menonjolkan individu tertentu sebagai bapak pendiri
dari suatu bentuk ilmu pengetahuan merupakan proses yang sangat
berabahaya.
Sumbangan Marx sangat besar dan bervariasi dan dengan sendirinya
tidak hanya terbatas pada sosiologi politik saja. Banyak kupasan
kecaman dipersamakan atau diperbandingkan dengan teori-teori Marx,
beberapa diantaranya didasarkan pada validitas umum, sedang yang
lain pada nilai-nilai prediktifnya. Demikian pula kegagalan dari
sejumlah ramalannya terutama kegagalan mengantisipasi kemampuan
adaptif dari sistem kapitalisme.menyebabkan teori Marx diragukan
orang.
PENDEKATAN DAN METODE
Dalam menggunakan istilah pendekatan yang dimaksudkan adalah
orientasi khusus atau titik pandang tertentu. Pendekatan lainnya
mencakup penggunaan dari data-data komparatif dengan studi-studi
mengenai gejala-gejala politik dari suatu masyarakat tertentu
digunakan atau dipelajari untk menyoroti fenomena yang sama atau
fenomena yang kontras dari masyarakat lain. Nilai kedua pendekatan
tersebut tidak dipertanyakan seperti biasanya, namun orientasi
lainnya jelas jadi sasaran banyak kecaman. Kontras dengan
pendekatan institusional, pendekatan behavioral berusaha keras
untuk menyingkirkan hal-hal yang dianggap keliru yang terdapat pada
pendekatan-pendekatan lainnya. Pengamatan khusus sedemikian tadi
bisa lebih baik diterapkan pada metode-metode yang dilakukan pada
studi sosiologi politik.
Akhirnya banyak pula diusahakan penggunaan teori-teori dan model
kedua-duanya diperlukan untuk memperoleh garis-garis pedoman bagi
penelitian dan untuk menyajikan penjelasan-penjelasan mengenai
gejala yang tengah dipelajari. Salah satu tipe yang menarik dari
perhatian bagi sosiolog politik adalah apa yang telah kita kenal
sebagai teori system yang memberikan argumentsi bshwa semua gejala
sosial merupakan bagian dari pola tingkah laku konsisten internal
dan reguler dan dapat dilihat serta dibedakan.
SKEMA KONSEPSUAL
Skema konsepsi politik kita landaskan pada empat konsep, yaitu
sosialisasi politik, partisipasi politik, penerimaan / pengrekrutan
politik dan komunikasi politik. Sosilalisasi politik adalah proses
pengaruh seorang individu bisa mengenali sistem politik, yang
kemudian menentukan sifat persepsi mengenai poitik serta reaksinya
terhadap gejala politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan
individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem
politik. Pengrekrutan politik adalah proses proses dimana individu
menjamin atau mendaftarkan diri untuk menduduki suatu jabatan.
Komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang
relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian
lainnya. Dengan sengaja dan hati-hati kita telah mengkonsentrasikan
diri pada proses-proses politik, yaitu dengan memformulasikan
keempat konsep tadi, namun tidak bermaksud untuk mengeluarkan
institusi-institusi politik dan sosialnya.
2
SOSIALISASI POLITIK
KONSEP SOSIALISASI POLITIK
Gbr 1: Contoh Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana
memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang
tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap
gejala-gejala politik. Sosialisasi politik dalam beberapa hal
merupakan konsep kunci sosiologi politik.
Tiga definisi awal mengenai sosialisasi :
1. Pola-pola mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku
yang menanamkan pada individu keterampilan-keterampilan,
motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan
peran-peran yang sekarang atau tengah diantisipasikan sepanjang
kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus
terus dipelajari.
2. Segenap proses yang mana individu yang dilahirkan dengan
banyak sekali jajaran potensi tingkah laku, dituntut untuk
mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi di dalam satu
jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterimakan olehnya
sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.
3. Komunikasi dengan dan dipelajari dari manusia lainnya dengan
siapa individu itu secara bertahap memasuki beberapa jenis
relasi-relasi umum.
Kita dapat merumuskan suatu definisi mengenai sosialisasi
politik berdasarkan kesinambungan sistematis maupun perubahan
sistematis adalah sebagai berikut :
1. Cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang
berkaitan dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang
diketengahkan melalui bermacam-macam masyarakat.
2. Proses yang mana sikap-sikap dan nilai-nilai politik
ditanamkan kepada anak-anak sampai mereka dewasa direkrut ke dalam
peranan-peranan tertentu.
Kedua definisi tersebut ada memiliki kekurangan karena dari
masalah-masalah yang telah dikatakan, belumlah terkandung cara
memperhitungkan perubahan sistematik, demikian juga mereka kurang
jelas membedakan antara belajar yang disengaja dengan belajar yang
tidak direncanakan.
David Easton dan Jack Dennis dalam pembuatan dalih untuk suatu
definisi netral mengenai sosialisasi politik, menyajikan suatu
definisi yang efektif dan pendek.
Mereka berdua mendefinisikan sosialisasi politik secara
sederhana sebagai berikut :
- Suatu proses perkembangan seseorang untuk mendapatkan
orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
- Bagaimana orientasi dan tingkah laku politik itu diperoleh
serta hasilnya tetap merupakan bahan permasalahan penyelidikan.
Sosialisasi diartikan sebagai suatu proses yang
terusberkesinambungan sepanjang hidup dan mempengaruhi anak, para
remaja dan orang dewasa. Perkembangan yang temporal ternyata tidak
berkesinambungan dalam pengertian bahwa individu secara teratur dan
sistematis mengalami pengalaman-pengalaman yang penting.dan relevan
dengan tingkah laku politiknya, sekalipun dalam sistem politik tadi
instruksi politik yang sistematis dan regular merupakan bagian
penting dari sosialisasi politik.
Demikian pula, untuk menerima unsur-unsur sosialisasi politik,
namun tidak ditegaskan bahwa hal-hal tersebut tadi diperoleh dengan
cara yang khusus, juga tidak mengandung arti yang sama.
PERKEMBANGAN SOSIALISASI POLITIK
Masa kanak-kanak dan masa remaja. Bagaimana caranya anak-anak
secara berangsur-angsur menyadari satu lingkungan yang lebih besar?
Bagaimana caranya mereka itu semakin bertambah tanggap dalam
mereaksi situasi-situasi khusus dan bagaimana seluruh pandangan
mereka menjadi semakin berpautan dan semakin total, sedangkan
sebelum itu masih bersifat terpotong-potong dan terbatas? Kelompok
Estvans mengambil kesimpulan sebagi berikut :
Anak laki-laki dan perempuan memasuki sekolah dengan memiliki
sedikit saja konsepsi mengenai pemerintahan, hanya seperempat
bagian dari mereka mampu mencapai pengenalan parsial atau
struktural dari peristiwa tersebut. Selanjutnya kesimpulan umum
dari kelompok Estvan juga mempunyai relevansi dengan sosialisasi
politik. Tanggapan anak-anak mengenai situasi ternyata sangat
individual sifatnya. Sebagai hasil riset survei ke dalam
sosialisasi politik, David Easton dan Robert Hess mengemukakan
bahwa di Amerika Serikat belajar politik dimulai dari usia tiga
tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun.
Easton dan Dennis mengutarakan empat tahap dalam sosialisai
politik diri pada anak-anak :
1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti
orangtua anak, presiden dan polisi
2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan
eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik dan mereka
yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan
institusi-institusi ini sehingga gambaran yang diidealisir mengenai
pribadi-pribadi khusus seperti presiden atau seseorang anggota
kongres telah dialihkan kepada kepresidenan dan kongres.
Gambaran yang diberikan Easton dan Dennis mengenai sosialisai
politik selama masa kanak-kanak itu cukup jelas namun demikian
seperti yang mereka kemukakan sendiri, gambaran tersebut merupakan
gambaran yang tidak lengkap dan masih terdapat banyak
kekosongan.
Robert Lane mensugesti bahwa terdapat tiga kepercayaan politik
yang dapat diletakkan di dalam keluarga :
1. Dengan indoktrinasi terbuka (overt) dan indoktrinasi tertutup
(Covert)
2. Dengan jalan menempatkan anak dalam satu konteks social
khusus
3. Dengan jalan membentuk kepribadian anak.
SOSIALISASI ORANG DEWASA
Sosialisasi politik selama kehidupan orang dewasa belum banyak
diteliti orang, sekalipun terdapat beberapa pembuktian yang muncul
dari studi-studi-studi mengenai tingkah laku pemilihan atau
elektoral, kesadaran kelas, pengaruh dari situasi-situasi kerja dan
perkembangan ideologi. Walaupun demikian setidak-tidaknya adalah
mungkin untuk mensugestikan bahwa bidang-bidang mengenai
sosialisasi orang dewasa itu adalah penting.
Justru seperti halnya anak yang diantarkan secara bertahap
kepada kontak dengan dunia di sekitar dirinya setahap demi setahap,
demikian pula halnya dengan para remaja dan perubahan dari masa
remaja menjadi dewasa, menunjukkan adanya suatu tahap lainnya yang
penting dalam sosialisasi politik.
Pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap yang diperoleh
seseorang selama masa kanak-kanak dan masa remaja akan
diperbandingkan dengan pengalaman dan kehidupan semasa dewasa.
Semua itu dapat diperkokoh, dirusak atau diubah oleh pengalaman,
maka mensugestikan kebalikannya adalah sama dengan mengemukakan
tingkah laku politik yang statis. Apabila proses sosialisasi orang
dewasa tersebut cenderung memperkokoh tingkah laku masa kanak-kanak
dan masa remaj, mungkin tingkat perubahan mungkin hanya terbatas
pada bertambahnya konservatisme dengan semakin bertambah usia. Akan
tetapi apabila terjadi konflik maka bisa berlangsung
perubahan-perubahan radikal dalam tingkah laku politik sebagai
akibatnya. Konflik sedemikian itu bisa mempunyai akar-akarnya sejak
sosialisasi politik pada usia yang sangat muda, akan tetapi bisa
juga berlangsung karena pengalaman-pengalaman sosialisasi di
kemudian harinya.
Almond an verba secara efektif mengihtisarkan hasil-hasil
sosialisasi politik di Amerika Serikat dalam studi mereka The Civil
Culture. Data mereka mendukung pandangan bahwa sistem politik itu
secara luas dapat diterima Amerik Serikat. Akan tetapi di dalam
penerimaan tersebut tampaknya terdapat banyak tingkatan dan
jajarannya yang bergerak dari penerimaan secara total sampai
mendekati penolakan. Dengan demikian suatu studi mengenai
sosialisasi politik disuatu daerah Amerika Serikat mengarahkan para
penulisnya untuk mengajukan kesimpulan sebagai berikut : Anak-anak
di daerah Appalachian yang relatif miskin secara dramatis kurang
menguntungkan terhadap objek-objek politik daripada rekan-rekan
mereka dibagian-bagian lain dari bangsanya. Sama halnya dalam usaha
menyelidiki sosialisasi politik dikalangan orang-orang Negro
Amerika. Dwaine Marvick menemukan bahwa tidak hanya dapat dibuat
perbedaan yang berarti diantara sosialisasi terhadap orang-orang
kulit putih dengan orang-orang Negro saja, akan tetapi juga juga
diantara bermacam-macam sub-kelompok.
SOSIALISASI POLITIKDALAM MASYARAKAT TOTALITER
Hanya dengan jalan membentuk kembali secara radikasi, ajaran,
organisasi, dan pendidikan anak-anak muda, kita akan mampu menjamin
bahwa hasilnya akan merupakan kreasi dari suatu masyarakat yang
tidak akan sama dengan masyarakat lama, yaitu Masyarakat Komunis
V.I.Lenin. Secara langsung tak langsung, semua pemerintah berusaha
untuk mensosialisasikan para anggota masyarakat sampai
derajat-derajat yang berbeda, dengan jalan mengontrol informasinya,
akan tetapi dalam masyarakat totaliter pengontrolan tersebut
meliputi segala-segalanya.
Satu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki
nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi
orang tua Rusia, nilai-nilai itu adalah :
1. Tradisi : terutama agama, namun juga termasuk ikatan-ikatan
kekeluargan dan tradisi pada umumnya.
2. Prestasi : ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran
materiil, mobilitas sosial.
3. Pribadi : kejujuran, ketulusan, keadilan, kemurahann
hati.
4. Penyesuaian diri : “ bergaul dengan baik “, “menjauhkan diri
dari kericuhan”, “keamanan dan ketentraman”.
5. Intelektual : belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
6. Poloitik : sikap-sikap, nilai-nilai, dan
kepercayan-kepercayaan berkaitan dengan pemerintah.
SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT PRIMITIF
Dalam masyarakat primitif peranan sosialisasi pasa umumnya
tampak paling jelas, khususnya dalam masyarakat yang tengah atau
telah cukup lama berdiri untuk menegakkan tradisi-tradisi
kemasyarakatan yang kuat, yang menetapkan struktur dan
peranan-peranan masyarakat. Betapapun juga, proses sosialisasi pada
masyarakat primitif banyak sekali bedanya, walaupun mereka, seperti
yang telah diperlihatkan oleh Le Vine, memiliki ciri-ciri umum
tertentu yang sama.
Le Vine menyelidiki sosialisasi di kalangan dua suku bangsa di
Kenya barat-daya, kedua suku bangsa tersebut merupakan
kelompok-kelompok yang tidak tersentralisir dan sifatnya
patriakis.
SOSIALISASI POLITIK DALAM MASYARAKAT BERKEMBANG
Vine mengemukakan bahwa ada 3 faktor penting dalam sosialisai
ditengah masyarakat-masyarakat berkembang :
1. Pertumbuhan penduduk dinegara-negara berkembang dapat
melampaui kapasitas mereka untuk “memodernisir” keluarga
tradisional lewat industrialisasi dan pendidikan.
2. Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan
nilai-nilai tradisional anatara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum
wanita lebih erat terikat pada yang disebut belaknagan ini, namun
si ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi
dini dari anak.
3. Adalah mungkin bahwa pengaruh urbanisasi yang selalu dianggap
sebagai satu kekuatan perkasa untuk menyumbangkan nilai-nilai
tradisional, paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi oleh
peralihan dari nilai-nilai kedalam daerah-daerah perkotaan,
khusunya dengan pembentukan komunitas-komunitas kesukuan dan etnis
didaerah-daerah ini.
Bukti yang disajikan mengenai sosialisai politik, mengsugestikan
bahwa beberapa proses sedemikian itu memang perlu, bahwa mungkin
tidak bisa dihindari. Tidak ada pemutusan hubungan dengan masa lalu
yang lebih sempurna. Suatu elemen kesinambungan akan tetap ada,
sekalipun telah menghasilkan perubahan-perubahan yang fundamental
dan bisa menjangkau masa jauh. Dalam uasahanya untuk melupakan masa
lampaunya, betapapun berbedanya masa depan itu dengan masa yang
telah lewat, masayarakat itu akan tetap dipengaruhi oleh masa
lalunya. Oleh karena itu sosialisasi politik jelas erat sekali
terlibat dalam proses perubahan.
SOSIALISASI POLITIK DAN PERUBAHAN
Sifat sosialisasi politik yang bervariasai menurut waktu serta
yang selalu menyesuaikan dengan lingkungan yang memberinya
kontribusi, berkaitan dengan sifat dari pemerintahan dan derajat
serta sifat dari perubahan. Semakin stabil pemerintahan, semakin
terperinci agensi-agensi utama dari sosialisasi politik.
Kebalikanya, semakin besar derajat perubahan didalam satu
pemerintahan non totaliter, akan semakin tersebarlah agensi-agensi
utama dari sosialisasi politik. Semakin totaliter sifat perubahan
politik, semakin kecil junlah agensi-agensi utama dari sosialisasi
poliotik itu. Semakin homogen suatu masyarakat dan semakin lama ia
bertahan menurut waktu, semakin memungkinkan proses sosialisasinya
menjadi didefinisikan secara jelas dan relatif dipersatukan dan
tampaknya berlangsung dampak yang sama dalam masyarakat-masayarakat
yang berusaha terang-terangan untuk mengontrol proses
sosialisanya.
Dalam The Civic Culture, Almond dan Verba mengemukakan hasil
survei silang nasional mengenai kebudayaan politik. Suatu faktor
kunci didalam konsep mengenai kebudayaan politik adalah legitimasi
sejauh mana suatu sistem politik dapat diterima oleh masyarakat.
Seperti yang dikemukakan oleh Weber, landasan legitimasi bisa
bervariasi. Persetujuan dapat muncul mengenai dasar kerangka
politik, akan tetapi didalam kerangka tersebut konflik dapat
berkelanjutan baik mengenai sarana-sarana maupun mengenai
tujuan-tujuannya. Apabila konflik mengenai sarana dan tujuan tadi
menjadi ekstensife sifatnya, maka hal itu dapat merusak setiap
persetujuan mengenai kerangka politik. Penting untuk dipahami bahwa
legitimasi itu dapat meluas sampai pada banyak aspek dari sistem
politik, atau justru dapat dibatasi pada beberapa hal. Dalam setiap
masalah baik pada mereka yang mencari kekuasaan dan mereka yang
memilih diantara para saingan untuk mendapatkan jabatan, biasanya
sudah bersiap untuk memenuhi hasil-hasil keputusan pemilihan.
Demikian pula hak presiden atau kongres untuk melaksanakan
kekuasaan mereka, tidak dipertanyakan akan tetapi penggunaan untuk
apa kekuasaan ini dilaksanakan berkali-kali justru mengalami
kritik. Betapapun juga kritisme terhadap sistem politik
dinegara-negara lainnya bisa bersifat lebih mendasar, mungkin
sampai menyangkal legitimasi sistemnya atau justru di tekannya
lebih hebat.
3
PARTISIPASI POLITIK
Partisipasi politik dapat kita tinjau dari empat sudut pandang
:
1. Apa yang disebut bentuk partisipasi politik?
2. Berapa luas partisipasi politik tersebut?
3. Siapakah yang berpartisipasi?
4. Mengapa mereka berpartisipasi?
BENTUK-BENTUK PARTISIPASI POLITIK
Ada sedikit kesulitan dalam penyajian berbagai bentuk
partisipasi politik, terlepas dari tipe sistem politik yang
bersangkutan, yaitu segera muncul dalam ingatan peranan para
politisi professional, para pemberi suara, akativis-aktivis partai
dan para demonstran pentingn untuk menempatkan posisi sebenarnya
dari aktivitas politik dan melihat apakah terdapat semacam hubungan
hierarkis yang paling sederhana dan paling berarti adalah hierarki
yang didasarkan atas taraf atau luasnya partisipasi.
Hierarki yang dinyatakan pada gambar dibawah dimaksudkan untuk
mencakup seluruh jajaran partisipasi politik dan untuk dapat
diterapkan pada semua tipe sistem politik. Arti berbagai tingkat
ini tentunya mungkin berbeda dari satu sistem poltik dengan yang
lain dan tingkatan-tingkatan khusus menyebabkan akibat besar pada
suatu sistem dan akibat kecil atau tanpa mempunyai akibat apapun
pada sistem lainnya.
Adalah penting juga untuk kita sadari bahwa partisipasi politik
pada satu tingkatan hierarki tidak merupakan prasyarat bagi
partisipasi pada suatu tingkat yang lebih tinggi, walaupun mungkin
hal ini berlaku bagi tipe-tipe partisipasi tertentu.
Pada tingkat hierarki terdapat orang-orang yang menduduki
berbagai macam jabatan dalam sistem politik, baik pemegang-pemegang
jabatan politik maupun anggota-anggota birokrasi pada berbagai
tingkatan. Mereka itu dibedakan dari parisipasi-partisipasi politik
lainnya, dalam hal bahwa pada berbagai taraf mereka berkepentingan
dengan pelaksanaan kekuasaan politik yang formal. Hal ini tidak
menghapus pelaksanaan kekuasaan yang sesungguhnya, maupun
pelaksanaan pengaruh oleh individu-individu atau kelompok-kelompok
lain dalam sistem politik.
Gbr 2 : Suatu Hierarki Partisipasi Politik
Dibawah para pemegang atau pencari jabatan didalam sistem
politik, terdapat mereka yang menjadi anggota berbagai tipe
organisasi politik. Hal ini mencakup semua tipe partai politik dan
kepentingan. Perbedaan dasar antara kedua kelompok politik terdapat
pada sikap-sikap mereka. Kelompok kepentingan adalah organisai yang
berusaha memajukan, mempertahankan atau mewakili sikap-sikap yang
terbatas atau khas, sementara partai politik berusaha untuk
memajukan, mempertahankan atau mewakili spectrum yang lebih luas
dari sikap. Dalam beberapa hal tujuan dibatasi secara khusus,
penghapusan hukuman mati atau oposisi terhadap pembangunan suatu
lapangan udara dan kelompok kepentingan berhenti beroperasi begitu
tujuan tercapai.
Partai-partai politik seperti kelompok kepentingan dapat
menikmati dukungan yang menyebar atau yang khusus, akan tetapi
berbeda dengan kelompok kepentingan mereka yang lebih banyak
menampilkan sikap-sikap difus daripada sikap-sikap yang khusus.
Beberapa partai politik memiliki baris dukungan yang luas, sedang
yang lainnya memiliki baris dukungan yang sempit.
Gbr 3 : Hubungan Antara Partai Politik dengan Kelompok
Kepentingan
Partisipasi dalam partai politik dan kelompok-kelompok
kepentingan dapat mengambil bentuk yang aktif atau bentuk yang
pasif. Karena berbagai macam alasan, individu mungkin tidak
termasuk dalam suatu organisasi politik tetapi mereka dapat dibujuk
untuk berpartisipasi dalam suatu bentuk rapat umum atau
demonstrasi. Bentuk partisipasi ini dapat spontan sifatnya, akan
tetapi jauh lebih besar kemungkinan partisipasi tersebut telah
diorganisir oleh partai-partai politik sebagai bagian dari kegiatan
politik mereka.
Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk
partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu
menuntut suatu keterlibatan minimal yang akan berhenti jika
pemberian suara telah terlaksana. Dalam mempertimbangkan
partisipasi politik, bagaimana pun juga terbatasnya peristiwa
tersebut harus pula ada perhatian terhadap mereka yang tidak
berpartisipasi sama sekali dalam proses politik. Apakah hal ini
disebabkan oleh pilihan atau karena faktor diluar kontrol individu,
masih harus di lihat, akan tetapi bagaimana pun juga individu
sedemikian itu dapat dinyatakan sebagai orang-orang apatis secara
total.
Dengan berhati-hati dan sengaja telah dikeluarkan dua hal dari
hierarki, keasingan dan kekerasan. Hal ini disebabkan Karena
kedua-duanya tidak dapat dipertimbagkan didalam pengertian
hierarkis. Demikian juga kekerasan dapat memanifestasikan diri
dalam berbagai tingkatan pada suatu hierarki, tidak hanya dalam
bentuk demonstrasi atau kerusuhan saja akan tetapi juga melalui
berbagai organisasi politik.
LUASNYA PARTISIPASI POLITIK
Dalam masyarakat primitif dimana politik cenderung erat
terintegrasi dengan kegiatan masyarakat pada umumnya, partisipasi
condong tinggi dan mungkin sulit untuk membedakannya dari kegiatan
yang lain. Adalah bermanfaat untuk mempertimbangkan partisipasi
politik dalam arti hierarkis, akan tetapi harus pula diingat
beberapa tingkatan partisipasi mungkin tidak terdapat dalam
beberapa sistem politik. Tidak semua sistem politik memiliki bentuk
pemilihan, beberapa sistem sangat membatasi dan melarang
rapat-rapat umum serta demonstrasi, sedangkan lainnya melarang
pembentukan partai politik dan tipe lain dari organisasi politik
atau non politik
Tujuan voting mungkin untuk memilih ( secara langsung ataupun
tidak langsung ) suatu pemerintahan atau berbagai pejabat, atau
anggota badan legislative menyetujui tidaknya mengenai usul-usul
tertentu dengan jalan referendum atau plebisit. Arti voting juga
berbeda sesuai dengan tujuan pemilihan. Faktor-faktor lain, seperti
luasnya hak suara juga dapat mempengaruhi pentingnya arti voting.
Dalam beberapa sistem politik voting dapat memainkan peranan yang
sangat besar, seperti menentukan partai mana atau orang mana yang
akan memegang kekuasaaan politik untuk suatu masa tertentu. Akan
tetapi dalam sistem voting lain, voting mungkin merupakan peristiwa
yang sedikit lebih besar daripada suatu upacara ritual dengan
orang-orang yang berkuasa dan berusaha mendapatkan legitimasi bagi
pemerintahannya. Akan tetapi apapun juga tujuan voting tersebut
sedikit meragukan kalau hal itu sangat berbeda pada suatu sistem
politik dengan sistem politik lainnya.
Keanggotaan partai politik memberikan contoh yang berguna dari
problema pertama. Maurice Duverger telah memperlihatkan dengan
jelas bagaimana partai politik dapat melandaskan diri pada beberapa
tipe keanggotaan. Adalah penting sekali untuk memperhitungkan
lingkungan tertentu yang mana berbagai organisasi harus bekerja.
Betapa pun juga perlu untuk memperhitungkan sampai mana keanggotaan
organisasi sukarela bersifat aktif atau pasif.
SIAPA YANG BERPARTISIPASI DAN MENGAPA
Sejauh ini kita hanya menyinggung masalah apati, tetapi dalam
menyelidiki sebab-sebab untuk berpartisipasi tidak boleh tidak kita
harus bertanya mengapa beberapa orang mengihindari semua bentuk
partisipasi politik, atau hanya berpartisipasi pada tingkat yang
paling rendah saja. Semua ini menjadi semakin penting sehubungan
dengan fakta bahwa mereka yang benar-benar berpartisipasi dalam
bnetuk yang paling banyak dalam aktivitas politik, merupakan
minoritas dari anggota masyarakat. Macam-macam istilah diterapkan
pada mereka yang tidak turut serta dan mereka dilukiskan secara
berbeda-beda sebagai apatis, sinis, alienasi dan anomi.
Sejauh ini partisipasi politik, sifat yang paling penting dari
seseorang yang paling apatis adalah kepasifannya atau tidak adanya
kegiatan politik namun demikian adalah penting untuk
dipertimbangkan, apakah apati harus dibatasi pada mereka yang
menjauhkan diri dari semua tipe partisipasi poltik, atau apakah
istilah tersebut harus diterapkan secara luas terhadap mereka yang
menjauhkan diri dari partisipasi yang aktif.
Morris Rosenberg, mengsugestikan tiga alasan pokok untuk
menerangkan apati politik. Kesimpulannya didasarkan pada satu seri
wawancara tidak berstruktur yang mendalam. Alasan pertama adalah
konsekwensi yang ditanggung dari aktivitas politik. Hal ini dapat
mengambil beberapa bentuk individu yang merasa bahwa aktivitas
politik merupakan ancaman terhadap berbagai aspek kehidupannya.
Alasan Rosenberg kedua adalah individu dapat menganggap aktivitas
politik sebagai sia-sia saja. Sinisme, seperti halnya apati
meliputi kepasifan dan ketidak aktifan relatif, merupakan suatu
sikap yang dapat diterapkan baik pada aktivitas maupun ketidak
aktifan. Robert Agger dan rekanan mendefinisikan sinisme sebagai
kecurigaan yang buruk dari sifat manusia dan dengan bantuan suatu
alat skala sikap yang dibuat untuk mengukur derajat terhadap para
responden mereka bersikap sinis, baik secara pribadi maupun secara
politis.
Maka sinisme merupakan perasaan yang menghayati tindakan dan
motif orang lain dengan rasa kecurigaan, bahwa pesimisme adalah
lebih realistis daripada optimisme dan bahwa individu harus
memperhatikan kepentingan sendiri, karena masyarakat itu pada
dasarnya bersifat egosentris. Secara politisme menampilkan diri
dalam berbagai cara. Seseorang yang sinis luar biasa mungkin saja
merasa bahwa partisipasi politik dalam bentuk apapun juga adalah
sia-sia dan tidak berguna, dengan demikian dia mengikuti barisan
orang yang apatis secara total. Akan tetapi bagi orang lain sinisme
mereka hanya membatasi partisipasi atau hanya dianggap sebagai
satu-satunya cara realistis untuk melihat persoalan. Karena itu
sinisme tidak dapat menghindari partisipasi pada semua tingkat
hierarki, walaupun sinisme itu mingkin memberikan suatu penjelasan
mengenai non partisipasi oleh orang-orang tertentu pada tingkat
khusus.
Dalam setiap kasus, Templeton menemukan bahwa apara responden
yanmg memiliki score anomi tinggi memiliki tingkat lebih rendah
pada minat pengetahuan dan partisipasi polotik daripada mereka
dengan score anomi rendah. Ada sedikit keraguan bahwa apati dapat
diterangkan dengan sinisme, alienasi atau anomi. Namun sangat
diragukan apakah secara tunggal atau secara kolektif kata-kata
tersebut memeberikan penjelasan yang lengkap. Tingkah laku politik
seperti dikemukakan oleh proses sosialisai politik, merupakan
bagian integral dari tingakah laku sosial.
Akan tetapi penting untuk membedakan dengan jelas antara apati,
sinisme, alienasi dan anomi. Didefinisikan secara sederhana apati
adalah tidak ada atau kurangnya minat, sinisme adalah suatu sikap
tidak senang dan kecewa, sedangkan alienasi dan anomi keduanya
menyangkut perasaaan kerenggangan atau keterpisahan dari
masyarakat, tetapi alienasi mempunyai ciri permusuhan, anomi
dicirikan dengan kebingungan. Fakta yang terdapat mengemukakan,
bahwa mereka yang apatis secara total, paling tidak adalah sinis
dan lebih sering terasing atau bersifat anomis. Karena itu adalah
penting untuk menghubungkan alienasi dengan ungkapan permusuhan
yang ekstrim, termasuk penggunaan kekerasan. Ditengah masyarakat
yang alienasi bersifat luas dan sistem politiknya hanya memiliki
legitimasi yang terbatas sebagai benstuk permusuhan terhadap sistem
politik khususnya dan sistem sosial pada umumnya.
Penggunaan kekerasan untuk tujuan politik dapat dianggap sebagai
suatu manivestasi alienasi politik. Rasa permusuhan terhadap suatu
rezim tertentu atau bahkan terhadap suatu sistem sosial tertentu
tidak perlu mengambil satu bentuk kekerasan. Sejak penggunaan
kekerasan untuk tujuan politik dapat dianggap sebagai manivestasi
daripada alienasi politik, adalah menyesatkan untuk mengasosiasikan
hal terakhir itu semata-mata dengan ketidak aktifan politik. Jelas
bahwa bayak dari mereka yang aktif secara politis pada beberapa
tingkat tertentu bisa bersikap sinis terhadap gejala politik dan
bersikap apatis tehadap tipe partisipasi lainnya.
Sejumlah studi electoral di berbagai negara menunjukkan bahwa
hasil voting ternyata banyak sekali berbeda dari kelompok pemilih
yang satu dengan yang lain, dan penelitian ini telah di ikhtisarkan
oleh S.M. Lipset. Semakin peka atau terbuka seseorang terhadap
perang sang politik lewat kontak pribadi dan organisatoris dan
lewat media massa, maka besar kemungkinan dia turut serta dalam
kegiatan politik. Jelas bahwa keterbukaan atau kepekaan ini kiranya
berbeda dari satu orang dengan orang lainnya, dan bagaimana pun
juga hal ini merupakan bagian dari proses sosialisai politik.
Karakteristik sosial seseorang seperti status sosio ekonomisnya,
kelompok ras atau etnis, usia, seks dan agamanya baik ia hidup
didaerah pedesaan atau dikota, maupun ia termasuk dalam organisasi
sukarela tertentu dan sebagainya, semua memepengaruhi partisispasi
polotiknya. Walaupun penerimaan rangsangan politik dan sifat dari
karakteristik pribadi maupun karakteristik sosial seseoran itu
penting dalam mempengaruhi luasnya aktivitas politik, tetapi
penting juga untuk memeprhitungkan lingkungan atau keadaan
politiknya.
Demikian pula syarat legal bagi suatu sistem pemilihan dapat
mempengaruhi partisipasi politik. Faktor lain seperti sifat dari
sistem partai juga penting. Perbedaan regional juga menyajikan tipe
dari factor lingkungan lainnya yang sering menjadi dasar munculnya
keaneka ragaman dalam tingkah laku electoral dan bentuk-bentuk lain
dari partisipasi politik. Betapapun juga diluar contoh-contoh
khusus, perbedaan yang benar-benar penting dalam lingkungan politik
adalah hal-hal yang memadai suatu sistem olitik yang menjadi bagian
dari suatu tipe atau kelompok tertentu.
Ada cukup alasan untuk percaya, bahwa cirri-ciri pribadi
karakterisik sosial seseorang adalah penting dalam semua tipe
sistem politik, walaupun cirri-ciri khusus yang penting ternyata
berbeda dari satu sistem ke sistem lain.
4
PENGREKRUTAN POLITIK
Proporsi individu dalam suatu masyarakat tertentu yang aktif
pada tingkatan tertinggi dalam partisipasi politik, yaitu mereka
yang menduduki jabatan-jabatan politik dan administratif, merupakan
kelompok minoritas dari penduduk seluruhnya. Proporsi ini boleh
dikatakan hampir-hampir tidak bertambah bila mereka yang mencari
jabatan politik dan jabatan administratif dimasukkan, seperti yang
seharusnya jika melakukan penilaian terhadap pengrekrutan politik
yang efektif.
Adalah penting untuk menyelidiki pengrekrutan bagi satu
birokrasi, bukan hanya karena perbedaan antara politikus dan
administrator itu sudah pasti kabur dalam masyarakat totaliter.
Hubungan antara para politisi dan anggota-anggota senior dari badan
administratif adalah sedemikian rupa sehingga pengaruh para
politisi terhadap administrasi dan pengaruh para administrator
terhadap bidang politik sangat besar. Hal ini bukan berarti bahwa
pengaruh yang satu selalu lebih besar daripada pengaruh yang lain,
juga bukan hendak mensugestikan adanya sejenis ekuilibrium atau
kekuatan-kekuatan lawan-imbang, hubungan antara keduanya tentu saja
akan berbeda pada system politik yang satu dengan system politik
yang lain dan dalam beberapa hal mereka merupakan kekuatan yang
bertentangan, sedang dalam peristiwa lain keduanya merupakan
kekuatan yang saling melengkapi dan sering kali merupakan bentuk
campuran dari keduanya.
Penataan kelembagaan setiap system politik merupakan faktor
relevan lain dalam pengrekrutan politik. Apakah suatu sistem
politik memiliki penataan kelembagaan yang Unitarian ataupun
bersifat federal, atau sejauh mana terdapat peleburan atau
pemisahan di antara kekuasaan-kekuasaan.
SISTEM PENGREKRUTAN POLITIK
Sistem pengrekrutan politik tentu saja memiliki memiliki
keragaman yang tiada terbatas walaupun dua cara khusus, seleksi
pemilihan melalui ujian serta latihan dapat dianggap sebagai yang
paling penting. Kedua cara ini tentu saja memiliki banyak sekali
keragaman dan banyak diantaranya memiliki implikasi penting bagi
pengrekrutan politik. Suatu metode pengrekrutan lain yang sudah
berjalan lama, yang umum terdapat banyak sistem politik, adalah
perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan atau dengan kekerasan.
Penggulingan dengan kekerasan suatu rezim politik, apakah hal itu
dapat berlangsung dengan coup d’etat, revolusi, intervensi militer
dari luar, pembunuhan atau kerusuhan rakyat, sering kali walaupun
tidak selalu bisa dijadikan sarana untuk mengefektifkan perubahan
radikal pada personil di tingkat-tingkat lebih tinggi dalam
partisipasi politiknya. Akibat yang paling langsung dan nyata dari
metode-metode sedemikian itu adalah penggantian para pemegang
jabatan politik, akan tetapi perubahan-perubahan dalam personil
birokrasi biasanya menimbulkan hasil lebih lambat, terutama bila
berlangsung dalam masyarakat yang kompleks dan sangat maju.
Berbeda dengan system patronage, akan tetapi juga cenderung
untuk mengekalkan tipe-tipe personil tertentu, ada lagi satu alat
pengrekrutan yang jelas dapat disebutkan sebagai mampu memunculkan
pemimpin-pemimpin alamiah. Walaupun sekarang dapat dikemukakan
bahwa pemimpin partai konservatif di Inggris itu tidak timbul lagi
sejak adanya pemilihan oleh suara anggota-anggota parlemen
konservatif, sistem politiknya tetap memaksakan sejumlah pembatasan
kontekstual dengan cara mengurangi jumlah pemimpin-pemimpin
konservatif potensial dari mana pilihan tersebut dimunculkan.
Suatu metode yang lebih terbatas di mana pemimpin-pemimpin yang
ada dapat membantu pelaksaan pengrekrutan tipe-tipe pemimpin
tertentu adalah dengan jalan Koopsi. Secara tepat Koopsi itu
meliputi pemilihan seseorang ke dalam suatu badan oleh
anggota-anggota yang ada dan walaupun hal ini hampir umum terdapat
dalam lembaga-lembaga politik. Metode pengangkatan anggota. Badan
Kehakiman biasanya dianggap kurang bervariasi daripada halnya para
pemegang jabatan politik dan pejabat-pejabat administratif.
Bagaimanapun juga cara-cara pemilihan yang dipakai dalam system
politik sebagai sarana untuk memilih politikus dan pemegang jabatan
administrative atau kehakiman akan menjadi perhatian kita
sekarang.
Suatu pemilihan dapat dinyatakan sebagai sarana untuk memilih di
antara dua alternatif atau lebih, dengan jalan pemberian suara,
akan tetapi dengan mengatakan hal sedemikian ini, pentinglah untuk
mengakui adanya keanekaragaman yang tiada terbatas pada
system-sistem pemilihan. Hak untuk ikut serta dalam pemilihan dapat
dibatasi pada taraf yang berbeda-beda dan metode khusus yang
digunakan untuk memberikan suara serta menghitung suara itu
mengalami keserbaragaman yang banyak sekali. Beberapa pemilihan
dapat dilukiskan secara tidak langsung, yaitu para pemilih
memberikan suaranya untuk suatu kelompok individu yang kemudian
merupakan satu badan pemilih presiden dan wakil presiden, yang
seterusnya memimpin pemilihan kedua untuk menentukan siapa yang
akan memegang jabatan yang dipertaruhkan.
Semua itu mencakup peristiwa langsung dari para pemegang jabatan
oleh para pemilih, walaupun pilihan dari dari para pemilih tadi
mungkin dibatasi oleh kualifikasi-kualifikasi hukum yang ditetapkan
bagi para pemegang jabatan politik dan oleh metode-metode yang mana
partai politik melakukan seleksi terhadap para calon kandidat
mereka. Hak pilih orang dewasa yang universal merupakan dasar
paling umum bagi pemberian suara pemilih, akan tetapi hal ini
biasanya dibatasi oleh factor-faktor seperti kewarganegaraan,
kesehatan jiwa dan catatan kejahatan. Dalam beberapa system politik
pembatasan seperti itu dilakukan lebih luas lagi dan mencakup
kriteria lain.
Pembatasan-pembatasan atas hak pilih kiranya mempunyai pengaruh
yang penting pada tingkah laku voting, karena itu juga terhadap
pribadi yang akan dipilih untuk menduduki jabatan politik.
Pembatasan atas hak pilih secara histories penting dalam membantu
menjelaskan persekutuan-persekutuan partai dan polarisasi
elektoral. Dampaknya pun berbeda dengan dengan dampak cara voting.
Sistem-sistempemilihan yang didasarkan atas pluralitas sederhana
terlalu membesar-besarkan perbandingan kursi yang diperoleh partai
yang menang dalam badan legislatif, sehubungan dengan suara
dukungan yang diberikan dengan akibat timbulnya kerugian dipihak
lawan, terutama pada partai politik ketiga atau partai-partai kecil
lainnya.
Dibanyak negara lainnya, koalisi-koalisi merupakan norma dan
kemungkinan berlangsungnya sering diberi fasilitas-fasilitas dengan
adanya sistem-sistem pemilihan yang didasarkan pada perwakilan yang
proporsional sebanding. Keanekaragaman tipe dari perwakilan yang
proporsional itu banyak sekali.dan tipe-tipe diasosiasikan dengan
hasil-hasil khusus. Hubungan antarasistem-sistem pemilihan, tingkah
laku, voting dan sistem-sistem partai sangat komplek, yaitu bahwa
ada hubungan memeng tidak dapat diragukan, akan tetapi tidak dapat
dikatakan umpamanya bahwa pluralitas sederhana menyebabkan
timbulnya sistem dua partai juga tidak dapat dinyatakan bahwa
perwakilan proporsional akan menyebabkan system multi partai.
Sistem partai adalah produk karakteristik sosial dari masyarakat
yang bersangkutan, bukan produk dari system pemilihannya.
Suatu faktor yang agak kurang penting adalah metode pemberian
suara. Betapapun juga faktor-faktor lain mengenai pemberian suara
tetap merupakan peristiwa penting. Pada kebanyakan peristiwa
pemilihanterdapat pertandingan yang berlangsung antara beberapa
partai, seperti juga antara calon-calon perorangan karena mayoritas
para pemilihmengidentifikasikan dirinya dengan suatu partai.
Dibeberapa negara lain persaingan partai dilembagakan, dengan jalan
mencantumkan nama partai pada surat suara atau lebih penting lagi
dengan praktik menyodorkan daftar calon-calon partai pada para
pemilih dan meminta para pemberi suara untuk memilih calon dari
partainya.
Karena itu piliha yang dibuat oleh partai sangat penting.
Selanjutnya urgensi pilihan ini menjadi semakin meningkat apabila
sesuatu dukungan partai dipusatkan dengan ketat, sebagaimana yang
mungkin terjadi di distrik-distrik pemilihan tertentu, sehingga
untuk memperoleh pencalonan partai dalam distrik pemilihan tanpa
kecuali selalu akan merupak jaminan. Sistem pemilihan didasarkan
atas perwakilan proporsional biasanya menghasilkan lebih sedikit
partai-partai dan lebih sedikit calon-calon independen dengan
kesempatan yang lebih besar untuk dipilih tentunya.
Untuk menjamin pencalonan diperlukan dukungan dari satu partai
karena dukungan tersebut merupakan langkah penting menuju suksesnya
hasil pemilihan bagi calon-calon perorangan dan merupakan bagian
penting dari pengrekrutan politik. Kepemimpinan partai mencegah
pencalonan seseorang yang tidak disukai, sebaliknya menjadi sarana
untuk jaminan pencalonan seseorang yang disukainya.
Pengawasan regional atau local tidak perlu berarti seleksi
terhadap para calon yang tidak disukai oleh partai nasional, juga
tidak menutup adanya kerjasama anatara organisasi-organisasi partai
tingkat nasional dan tingkat lainnya. Secara normal hal itu berarti
bahwa seleksi dilakukan dalam kerangka prosedural umum terhadap
partai sebagai keseluruhan dan sering kali diberi supervisi oleh
organisasi nasional akan tetapi hal itu juga berarti bahwa pilihan
calon yang efektif itu dilakukan pada tingkat regional atau tingkat
lokal.
Penggunaan pemilihan pendahuluan dibandingkan dengan
metode-metode alternatif seleksi calon dapat dianggap penting.
Kenyataan meunjukkan bahwa pemilihan pendahuluan diharuskan secara
hukum. Hal ini berarti bahwa calon harus sudah siap untuk
memeprjuangkan kampanye pemilihan umum untuk menjamin
pencalonannya. Betapun juga bentuk pemilihan pendahuluan pasti
berbeda pada beberapa peristiwa pemilihan pendahuluian berlangsung
terbuka dan setiap pemberi suara dapat berpartisipasi walaupun pada
kebanyakkan peristiwa hanya boleh memberikan suara dalam satu
tempat pemilihan pendahuluan dari satu partai saja. Selanjutnya
walaupun pemilihan pendahuluan tidak diragukan dapat memudahkan
partisipasi politik, namun penting untuk dicatat bahwa kehadiran
pemilih ternyata sangat bervariasi.
Walaupun terdapat perbedaan, baik didalam walaupun diantara
system politik pada metode yang digunakan dalam melakukan seleksi
para calon, namum terdapat kecenderungan luas pada pengambilan
keputusan penting dalam seleksi calon untuk lebih banyak dipusatkan
pada tingkat lokal atau regional daripada tingkat nasional.
Perbedaan yang lebih penting dalam banyak hal tidak berasal dari
padat pengawasan paratai atas pelaksanaan seleksi akan tetapi dari
doktrin konstitusional mengenai pemisahan dan fungsi kekuasaan.
Secara umum dapat dinyatakan semakin lama suatu partai berkuasa,
semakin besar pula kemungkinan mereka untuk menduduki jabatan
pemerintahan yang senior dan harus pula menyiapkan diri untuk
menempuh jalan hiereki kementrian. Betapapun juga jika suatu partai
terlalu lama berada dalam periode oposisi kemudian mendapat
kesempatan untuk berkuasa maka pengangkatan orang-orang yang tidak
memiliki pengalaman sedemikian tadi untuk pos-pos senior adalah
lebih besar kemungkinannya.
Walaupun sistem politik negara berkembang telah memeperoleh
kemerdekaannya itu bebas dari dominasi kolonial selama sekian
generasi. Pertentangan dalam aktivitas pengrekritan politik banyak
terjadi di masyarakat berkembang dan prosesnya cenderung
berlangsung relatif dan tidak sistematis. Sedang dalam masyarakat
totaliter pengrekrutan tersebut berlangsung sangata systematis
sekali.
PENGREKRUTAN JABATAN ADMINISTRATIF
Trainning dan pengrektutan secara sistematis untuk pemegang
jabatan politik tidak sama dinegara demikrasi barat, akan tetapi
ada sedikit persamaaanya dengan pengrekrutan para pemegang jabatan
adminstratif. Pengrekrutan itu pertama-pertama didasarkan atas
factor kegunaan dan masuknya para calon kedalam birokrasi biasanya
dicapai dengan beberapa bentuk ujian yang dibuat untuk menguji
faktor tersebut.
Filsafat yang ada dibalik system ini tidak sulit untuk dipahami
juga bukan tidak mungkin untuk dibenarkan. System patronage yang
merupakan dasar umum pengrekrutan di kebanyakan negara pada waktu
itu dapat diterima atas dasar bahwa perubahan personil adalah sehat
dan demokratis. Walaupun kebanyakan pegawai sipil kini telah
direkrut melalaui system kegunaan, pengrekrutan tidak dipusatkan
dam setiap departemen melakukan ujian serta membuat pengangkatan
sendiri.
Hingga akhir-akhir ini training bagi pegawai sipil didasarkan
atas konsep pendidikan dinas atau konsep pendidikan kejuruan dan
hanya sedikit diberikan dengan instruksi khusus. Dalam prakteknya
kecocokan itu meruapakan factor uatama dalam pengrekrutan
administrative kecuali jika peristiwa patronase merupakan
determinan tunggal. Latar belakang sosio ekonomis sering dianggpa
penting karena diasosiasikan secara langsung atau tidak langsung
dengan kompetensi, sedangkan masalah asal etnis dianggap penting di
negara-negara seperti kanada, yang mengusahakan adanya keseimbangan
antara para pegawai sipil yang berbahasa Inggris dan berbahasa
Perancis. Betapapun juga dibeberapa negara lain, tekanan jauh lebih
besar diletakkan pada faktor-faktor seperti loyalitas politis dan
asal etnis. Dalam masyarakat berkembang yang dahulunya mengalami
jajahan, usaha-usaha yang gigih sering dilakukan untuk menciptakan
birokrasi, yang anggotanya diambil dari penduduk pribumi walaupun
pemberian kepercayaan kepada para anggota administrasi kolonial
yang terdahulu adalah umum terjadi pada tahun-tahun awal
kemerdekaan.
Tujuan akhir suatu masyarakat totaliter seperti dijelaskan oleh
undang-undang Nazi Civil Service adalah untuk menciptakan birokrasi
dengan masalah loyalitas politik adalah mutlak dan lebih diutamakan
daripada kemampuan. Sesungguhnya dalam keadaan demikian itu tidak
terdapat seorang birokrat pun yang loyalitas politiknya diragukan
dan dapat dianggap sebagai kompeten. Akan tetapi peristiwa ini
memberikan kesulitan khusus dalam masa-masa transisi.
Jika terjadi perubahan fundamental dalam sistem politik banyak
sekali terjadi pergantian jabatan politik dan administratif. Tentu
saja pemegang jabatan politik mengalami pergantian yang lebih
drastis, akan tetapi adalah menyesatkan untuk menganggap bahwa hal
ini hanya merupakan pergantian suatu kelompok oleh kelompok
oposisi, sepeti yang dinyatakan oleh Lewis Edinger dalam studinya
tentang masa peralihan dari rezim Nazi ke Republik Jerman
Barat.
SIAPA YANG DIREKRUT DAN MENGAPA?
Kepustakaan tentang siapa-siapa yang mencapai jabatan politik
dan jabatan administratif sangat luas sekali. Tambah lagi sejauh
menyangkut Negara-negara demokrasi modern, terdapat persetujuan
umum bahwa pemegang jabatan politik dan administrative tanpa
kecuali selalu tidak mewakili kepentingan golongan rakyat umum.
Selanjutnya pola pengrekrutan di kalangan para pemegang jabatan
administratif, sebagaimana yang diukur dengan kelas pekerjaan
pegawai sipil atasan, adalah serupa di negara demokrasi dan
masyarakat berkembang.
Pengrekrutan Politik Serta Teori-teori Elit dan Kelas. Dalam
usaha menjelaskan mengapa para pemegang jabatan politik dan
administratif diambil dari kelompok-kelompok sosial khusus dari
suatu masyarakat, sejumlah ahli mengemukakan bahwa kelompok ini
terdiri dari kaum elit dan dalam tangan mereka terpusatkan kekuatan
politik. Eksistensi mereka itu tidaklah kebetulan saja, akan tetapi
telah dikemukakan adalah hasil dari berbagai kekuatan dalam
masyarakat yang menciptakan beberapa bentuk stratifikasi sosial.
Tentu saja dasar stratifikasi sosial dapat berbeda dan mungkin
didasarkan atas pembagian-pembagian ekonomis dalam masyarakat atau
atas dasar konsep suatu hierarki religius atau atas dasar bentuk
diferensiasi status atau atas pembagian etnis dan sebagainya. Dalam
prakteknya mungkin saja hal tersebut merupakan kombinasi dari semua
tadi, akan tetapi masyarakat-masyarakat khusus melukiskan tipe-tipe
masing-masing negara demokrasi industri yang modern sering disebut
sebagai masyarakat yang terbagi dalam kelas atas, kelas menengah
dan kelas bawah.
Suatu teori yang serupa namun terpisah mengemukakan bahwa mereka
yang mempunyai kekuasaan selalu merupakan minoritas kecil atau
oligarki, karena semua organisasi tersebut terdiri dari suatu
minoritas yang aktif dan satu mayoritas yang tidak aktif. Bahkan
suatu organisasi yang memberikan kekuasaan formal kepada seluruh
anggota dengan peraturan-peraturan yang dalam prakteknya tunduk
kepada pengawasan dan manipulasi suatu minoritas anggota yag aktif
dengan perkataan salah seorang penganjurnya, Gaetano Mosca.
Dalam semua masyarakat, dari masyarakat-masyarakat yang
berkembang sangat minim dan baru saja mencapai fajar peradaban,
sampai kepada masyarakat yang paling maju dan sangat kuat, akan
muncul dua kelas satu kelas yang berkuasa, dan satu kelas yang
dikuasai.
Namun demikian Mosca menyatakan bahwa posisi dominan dari
minoritas ini tidak hanya disebabkan oleh keuntungan organisasi
saja, tetapi kelompok ini juga memiliki keuntungan lain, karena
mereka terdiri dari individu yang istimewa. Keistimewaan mereka
tidak muncul karena mereka lebih mampu, tetapi karena mereka
mempunyai karakteristik yang dihargai oleh masyarakatnya. Para
penulis lainnya yang mengembangkan penjelasan Mosca dan Pareto
mengemukakan argumentasi bahwa masyarakat industri modern telah
mengembangkan tipe-tipe penguasa atau tipe-tipe elit politik
tertentu.
Dalam banyak hal teori-teori elit yang tengah berkembang
merupakan reaksi terhadap teori kelas dari Karl Marx dan merupakan
salah satu usaha untuk menyangkal teori kelas Karl Marx. Terlepas
dari penegasan Marx bahwa kelas pekerja pada akhirnya memperoleh
kekuasaan politik dan bahwa karena homogenitas kelas pekerja dan
kesadaran kelasnya dan karena kebutuhan-kebutuhan pokok manusia
harus terpuaskan, yang selanjutnya akan menghasilkan masyarakat
tanpa kelas, maka terdapat perbedaan lain antara teori elit dan
teori kelas Marx.
T.B. Bottomore berpendapat bahwa bukan tidak mungkin untuk
mengidentifikasikan berbagai elit sebagai kelompok-kelompok yang
mempunyai status tinggi dalam suatu masyarakat, suatu kelas
politik, atau pengaruh politik dan langsung turut terlibat dalam
perjuangan untuk kepemimpinan politik. Kritik pokok atas teori elit
dan teori kelas adalah bahwa kedua-duanya tergantung pada kepaduan
kelompok maupun kesadaran kelompok. Tidaklah sulit untuk
menetapkan, seperti telah kita lihat bahwa pemegang jabatan politik
dan administratif seringkali diambil dari kelompok-kelompok sosial
khusus dalam masyarakat juga tidak sulit untuk mendemonstrasikan
bahwa anggota kelompok ini mempunyai kepentingan bersama,
berdasarkan keanggotaan masing-masing kelompoknya.
MENUJU SUATU TEORI PENGREKRUTAN POLITIK
Kenyataan yang menunjukkan bahwa kelompok-kelompok khusus dalam
masyarakat itu diwakili secara tidak sebanding di kalangan para
pemegang jabatan politik dan administratif, sering dihubungkan
dengan kekutan permintaan. Hal ini jelas demikian, secara terbatas
dibuktikan dengan kualifikasi formal yang kadang-kadang ditetapkan
bagi para calon pada pemilihan-pemilihan dan secara lebih luas lagi
kualifikasi-kualifikasi yang ditetapkan bagi para fungsionaris
pemegang jabatan administratif.
Gbr 4 : Sebuah Model Pengrekrutan Politik yang Sederhana
Terlepas dari adanya tuntutan hak, katakanlah lebih banyak
duduknyaanggota-anggota wanita di Parlemen atau dikurangi adanya
ahli hokum dalam kongres adalah juga penting untuk menimbang,
apakah pengadaan melampaui atau justru berada dibawah permintaan.
Ini tidak berarti bahwa karena rendahnya permintaan akan anggota
wanita di Parlemen maka berarti kurang terwakilinya wanita dalam
parlemen.
Daya penyediaan dan permintaan juga dipengaruhi oleh berbagai
badan seperti agensi pengrekrutan politik. Kreiteria yang mungkin
digunakan dan oleh kadar sejauh mana proses itu dapat di kontrol.
Beberapa agensi ini sedikit atau banyak bekerja secara formal, yang
lain seluruhnya bersifat informal. Mngkin juga karena tidak adanya
agensi pengrekrutan administratif yang dapat dibandingkan dengan
partai kelas pekerja pada umumnya mengakibatkan secara tegas tidak
adanya orang-orang yang beasal dari kelas sosio ekonomis bawahan
duduk sebagai pemegang jabatan administratif. Badan-badan
pengrekrutan informal yang terpenting bagi kelompok belakang ini
sering kali adalah lembaga pendidikan khusus yang mempersiapkan
individu dengan kualifikasi-kualifikasi formal yang diperlukan dan
dengan insentif informal mempertimbangkan suatu karier dalam dinas
pemerintah.
Badan-badan agensi pengrekrutan biasanya akan menetapkan
beraneka ragam kriteria, meliputi cirri-ciri dan keterampilan yang
mereka anggap layak dan harus dikuasai oleh pejabat yang
bersangkutan. Kriteria ini tentu saja akan mencerminkan permintaan
tetapi mereka juga akan mempengaruhi sistem pengadaan dengan jalan
mendorong atau dengan cara menakut-nakuti orang dengan
karakteristik atau keterampilan khusus tadi.
Karena banyaknya partai tentunya akan menimbulkan politisi yang
berlatar belakang berbeda-beda. Donald Matthews umpamanya
menggarisbawahi para senator Amerika, dibagi dalam empat tipe :
1. Kaum ningrat, yang datang dari keluarga politik dengan status
sosial yang cukup tinggi dan terdapat dalam kedua partai.
2. Kam amatir, yang biasanya berasal dari status sosial agak
bawahan, namun sering adalah hartawan dan menampilkan lebih banyak
angota Republiken daripada Demokrat.
3. Kaum professional, yang telah menempuh jalan naik melalui
aneka ragam jabatan politik dan menyediakan lebih banyak anggota
Demokrat darpada anggota Republiken.
4. Kaum Agigator, biasanya mempunyai asal sosial yang rendah dan
memperoleh jabatan dengan usaha-usaha sendiri.
Demikian pula kriteria yg digunakan oleh partai yang sama di
distrik pemilihan yang berbeda-beda, mungkin dapat berbeda banyak
sekali.
Sejauh mana pengrekrutan politik itu mengalami berbagai tipe
pengawasan adalah penting dalam mempengaruhi sistem pengadaan dan
permintaan. Seperti telah kita nyatakan, mungkin ada
kualifikasi-kualifikasi formal yang dituntut dari calon-calon
pemegang jabatan tadi. Beberapa diantaranya mungkin ditetapkan oleh
agensi itu sendiri, sedang yang lainnya mungkin ditetapkan oleh
negara. Bagaimanapun juga kedua peristiwa itu kiranya mempengaruhi
proses pengrekrutan secara mendalam. Tetapi tidak demikian halnya
dalam masyarakat totaliter karena pengrekrutan politik itu bidang
yang penting dan vital, maka ia memperoleh pengawasan yang ketat.
Tentu saja seperti yang telah kita lihat perubahan ekstensif dalam
personal biasanya membutuhkan waktu, terutama dalam dalam bidang
administratiif. Akan tetapi salah satu metode yang paling penting
dalam mempengaruhi perubahan fundamental dalam sisem politk adalah
lewat control terhadap proses pengrekrutan politik. Demikianlah
penguasa dalam masyarakat totaliter berusaha mengawasi pengrekrutan
semua pemegang jabatan politik dan administratif, daripada
menyerahkannya kepada badan-badan otonom atau semi otonom.
5
KOMUNIKASI POLITIK
POLA KOMUNIKASI POLITIK
Komunikasi politik transmisi informasi yang relevan secara
politis dari satu bagian sistem politik kepada system politik yang
lain dan antara sistem sosial dan sistem politik, merupakan unsur
dinamis dari suatu system politik dan proses sosialisasi,
partisipasi dan pengrekrutan tergantung pada konikasi. Komunikasi
dari pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap adalah fundamental
bagi ketiga hal tadi, karena semuanya menentukan benuk aktivitas
politik individu yang bersangkutan. Dalam suatu system politik
sumber yang tipikal mungkin adalah seorang calon untuk pemilihan
bagi suatu jabatan politik, pesannya akan merupakan serangkaian
usul politik, salurannya berupa siaran televisi, pendengarnya
adalah anggota kelompok pemilih yang kebetulan memperhatikan siaran
dan umpan baliknya adalah persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap
usul-usulnya.
Berbagai unsur suatu sistem komunikasi politik tidak perlu
merupakan bagian struktural dari sistem politik, juga peranan
mereka dalam proses yang tidak berkesinambungan dan dapat berubah
dari satu situasi ke situasi yang lain. Dalam satu situasi
seseorang menjadi sumber dari suatu pesan dan dalam situasi yang
lain ia menjadi pendengar, dan dalam peristiwa lainnya lagi ia
mungkin menjadi saluran. Demikianlah dalam satu hal seseorang
pemegang jabatan politik adalah sumber suatu pesan kepada kumpulan
pemilih tetapi dalam hal reaksi dari pihak pemilih, peranan mereka
sebaliknya, sedangkan dalam situasi ketiga pemegang jabatan dapat
menyampaikan kepada kumpulan pemilih suatu pesan yang berasal dari
sumber lain.
Bagi seseorang pemegang jabatan politik, sumber informasinya
meliputi rekannya di kantor, para pemegang jabatn administratif
sehubungan dengan jabatannya, berbagai sekutu politik, suatu
variasi hubungan yang kurang politis , media massa dan barangkali
kontak periodik dengan anggota masyarakat lainnya melalui sarana
seperti kampanye pemilihan umum, pidato umum dan kunjungan ke
berbagai negara. Bagi para pendengar lain sumber-sumber individu
yang kurang aktif, pendengar dan saluran-saluran akan cenderung
lebih terbatas dan seluruh proses komunikasi politik menjadi lebih
berselang-seling.
Peranan media massa dalam komunikasi politik menggambarkan
cara-cara tertentu yang mana seluruh proses politik terintegrasi
dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas dan pada umumnya
media massa itu sendiri mutlak bersifat politis atau padat dengan
masalah-masalah politik. Surat kabar, radio dan televisi pada
umumnya memberikan banyak informasi kepada pemakainya, yang mana
masalah-masalah politik yang mencakup di dalamnya sedikit sekali,
sedang isi-isi hiburan di radio dan televisi pada khususnya
seringmerupakan bagian utama. Biasanya hanya bagian-bagian tertentu
dari hasil ulasan mereka bersifat khusus politik. Selanjutnya ada
perbedaan penting di kalangan media massa.
Dicantumkannya identitas para pembaca, baik berkaitan dengan
posisi kelas maupun dukungan partai, setiap surat kabar mampu
memilih dan mampu menyajikan materi dengan cara yang paling cocok
dengan selera para pembacanya. Dengan kata lain setiap surat kabar
biasanya hanya dapat menjangkau bagian tertentu dari rakyat dan
berusaha untuk bisa memenuhi kebutuhan khusus dari bagian kelompok
tadi. Hal ini jelas ditampilkan oleh kasus di Inggris, dimana
terdapat sejumlah surat kabar nasional yang mempunyai kalangan
pembaca berbeda-beda secara sosio-ekonomis dan berbeda
indentifikasi politiknya, perbedaan serupa juga dapat berlangsung
di tempat lain. Betapapun juga di beberapa negara ada pengurangan
terhadap kecenderungan ekonomis pada industri surat kabar dan ada
juga kompetisi di antara surat kabar, sehingga suatu surat kabar
seringkali bisa menikmati satu monopoli dalam satu bidang tertentu.
Meskipun begitu surat kabar sedemikian itu tetap melayani
sekelompok pembaca tertentu, dalam kasus ini kurang
mengidentifikasikan diri dalam kaitan sosio-ekonomis atau politis
dan lebih mengidentifikasikan diri secara lokal. Hal yang sama juga
terjadi pada radio dan televisi, tetapi perlu diingat bahwa radio
dan televisi tidak sama dengan surat kabar, mereka sering kali
menghadapi persaingan dari jaringan yang lain dan selanjutnya
banyak program-program yang mereka siarkan, tidak brsifat lokal dan
tidak khusus ditujukan pada pendengar-pendengar lokal. Telah kita
ketahui bahwa kepentingan terhadap media massa pada umumnya berbeda
dari satu negara dengan negara lainnya. Karena itu tidak
mengherankan jika kita menemukan perbedaan mengenai luasnya minat
orang yang mengikuti soal-soal umum, bahkan perbedan tersebut
sering mencolok sekali.
Setiap sistem politik mengembangkan jaringan komunikasi
politiknya sendiri dan mengakui pentingnya sumber-sumber khusus,
sedang saluran-saluran dan para pendengar akan berbeda menurut
menurut hal-hal yang kita sebut tadi diatas. Kecuali dalam
masyarakat primitif yang dicirikan dengan tingkat melek-huruf yang
rendah dan tidak memiliki keahlian teknis dan sarana untuk
mengembangkan media massa modern, maka barang cetakan dan siaran
radio merupakan sarana utama, yang mana informasi politik
disampaikan kepada setiap system politik. Bersamaan dengan itu,
saluran komunikasi lainnya adalah sangat penting dan jelas lebih
politis sifatnya. Kelompok kepentingan dan partai-partai politik
meskipun berbeda dari sistem yang satu dengan yang lain sangat
vital sekali bagi proses komunikasi karena menyajikan saluran yang
dapat menyajikan kontak antara para pejabat politik dan
pejabat-pejabat administratif, serta rakyat pada umumnya.
Keanggotaan organisasi politik dan quasi politik yang hanya
bersifat sementara, akan tetapi para partisipan yang ikut terlibat
dalam komunikasi menjadi lebih akrab, dimana informasi diteruskan
secara vertikal dari para pemegng posisi yang lebih tinggi dalam
suatu hierarki partisipasi dan diteruskan secara horizontal antara
para anggota aktivis pada tingkat yang sama, baik sebagai anggota
suatu organisai yag sama, maupun antara sesama organisasi.
Terlepas dari media massa dan organisasi yang bersifat formal,
ada saluran komunikasi penting ketiga kontak antar individu dan
kelompok individu. Jelas hubungan sedemikian itu dalam prakteknya
tidak terisolir dari kedua saluran utama lainnya, namun secara
analitis penting untuk membicrakannya secara terpisah sebagian
karena saluran tersebut tidk seluruhnya terselubungi oleh media
massa dan organisasi formal dan sebagian lagi karena saluran
tersebut merupakan basis dari suatu teori komunikasi yang penting.
Kontak informal atau relasi tatap muka merupakan sarana komunikasi
yang paling umum dan paling sering dilakukan dalam setiap
masyarakat, walaupun peranannya dalam komunikasi politik mungkin
lebih banyak dikaitkan dengan pembentkan pendapat umum daripada
hanya dengan penyampaian informasi politik belaka. Pola komunikasi
khusus yang dikembangkan oleh suatu sistem politik tidak boleh
tidak tergantung pada berbagai faktor dalam masyarakat. Yang paling
penting adalah faktor fisik dan teknologis, ekonomis, sosiokultural
dan politis. Pada akhirnya komunikasi bergantung pada faktor-faktor
fisik dan teknologis, hal ini berate menekankan pentingnya usaha
menyelidiki komunikasi dilihat dari titik pandang temporal.
Rintangan alam seperti gunung merapi, gurun pasir, hutan, laut,
danau dan sungai sangat penting dalam penentuan pola awal dari
komunikasi. Dari segi fisik mungkin terdapat pola komunikasi
alamiah sepanjang sungai, lembah dan garis-garis pantai, umpamanya
yang kelak dikembangkan menjadi sistem komunikasi pengangkutan
darat dan pengangkutan air yang menghubungkan berbagai komunikasi.
Isolasi atau integrasi yang relative dari bermacam-macam komunitas
di tengah suatu masyarakat tertentu, jelas dipengaruhi secara
mendalam oleh jenis pola komunikasi yang tengah berkembang. Hal ini
seperti telah dikemukakan, terutama berlaku sebelum berkembangnya
sarana komunikasi modern.
Betapapun juga di kebanyakan negara perubahan teknologi banyak
mengurangi permasalahan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor fisik
dan secara mendalam telah mengubah pola komunikasi. Teknologi
modern tidak hanya menambah banyak kemudahan dan kecepatan manusia
dan material dapat diangkut dari tempat yang satu ke tempat yang
lainnya, tetapi juga telah menghasilkan revolusi yang sama bahkan
yang lebih besar dalam komunikasi informasi. Tetapi sejauh mana
rintangan alamiah dapat diatasi dan sampai dimana kemajuan
teknologi erat hubungannya dengan perkembangan ekonomi? Terlepas
dari pembatasan terhadap pengaruh barang cetakan, buta huruf juga
terbatas pada pengaruh kata yang di ucapkan, sebab peristiwa
tersebut secara pasti dapat dikaitkan dengan perolehan pendidikan.
Dalam keadaan demikian kontak tatap muka menjadi luar biasa
pentingnya dan merupakan sarana komunikasi yang pokok.
PEMBENTUKAN PENDAPAT UMUM
Kita telah melihat bagaimana masyarakat totaliter berusaha
mengontrol system komunikasi untuk mengawasi pendapat umum.
Sesungguhnya jelas bahwa system itu sendiri atau bagian-bagian
tertentu dari sistem tersebut dengan sengaja dikembangkan untuk
mempermudah melakukan kontrol.
Adalah biasa bagi kita untuk berbicara mengenai pendapat umum,
seolah-olah pendapat itu massif dan berpadu sifatnya dan hanya
dapat diterapkan pada satu hal saja. Bahkan dimana suatu bagian
dari pendapat itu diketahui hanya dapat dipikirkan dalam kaitannya
dengan kelompok-kelompok saja. Kenyataan dalam praktek menunjukan
adanya jumlah yang tidak terbatas dari pendapat umum mengenai
jajaran persoalan yang tiada terbatas pula.
6
KESIMPULAN
SOSIOLOGI POLITIK DAN NILAI-NILAI
Konsep sosialisasi politik dan komunikasi politik seperti yang
telah kita definisikan, berkepentingan dengan nilai-nilai yang erat
keterlibatan keduanya dengan tingkah laku politik individu.
Partisipasi politik dan pengrekrutan politik dapat dianalisa dari
segi karakteristik sosial dan cirri-ciri lainnya dari pribadi yang
terlibat, akan tetapi hal tersebut hanya dapat dijelaskan dari
segi-segi yang mereka anut. Terlepas sama sekali dari kemudahan
yang relatif untuk memperoleh data mengenai cirri-ciri manusia
dibandingkan dengan data nilai-nilainya.
Betapapun juga nilai-nilai tersebut dapat dianggap penting
selama ia dalam bentuk ideologi karena perkembangan nilai-nilai
yang berkaitan dalam pola yang konsisten merupakan kekuatan bagi
pembentukan tingkah laku sosial dan lebih khusus lagi bagi
pembentukan sikap politik. Tidak hanya ide dan ideologi saja yang
dapat mempengaruhi tingkah laku politik, akan tetapi seperti yang
dikemukakan oleh Bottomore, setiap konsep dan teori sosiologi
mempunyai satu kekuatan ideologis karena pengaruhnya atas pemikiran
dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
PERANAN SOSIOLOGI POLITIK
Definisi kita tentang sosiologi politik mengemukakan peranan
pokonya untuk menjelaskan hubungan antara gejala sosial dan gejala
politik. Akan tetapi untuk memenuhi peranan ini perlu kiranya
mengembangkan teori dan metode yang akan mengaitkan macam-macam
ilmu pengetahuan sosial secara bersamaan terutama ilmu sosiologi
dan ilmu politik. Keempat konsep yang telah kita definisikan dan
dibahas dalam bab-bab sebelumnya merupakan suatu usaha untuk
menyumbang tugas pemgembangan sosilogi politik sebagai kaitan
teoritis dan metodologis antara sosiologi dan ilmu politik. Yang
mempengaruhi penggunaan nlai-nilaitersebut adalah pengamat dan
karena itu nilai tersebut berbeda dari pengamat yang satu dengan
yang lain.
Seberapa jauh kemungkinan berlangsungnya hal ini pada waktu
sekarang untuk mempergunakan sosiologi politik pada setiap system
politik adalah soal lain lagi. Hal ini disebabkan karena penetapan
sosiologi politik sebagai satu pendekatan interdisipliner adalah
nyatasebagai proses corrsfertilization yang seimbang antara para
sosiolog dan ilmuan politik, lebih banyak merupakan tugas bagi
hari-hari mendatang daripada suatu prestasi pada waktu
sekarang.