1 Sosialisasi Nilai Toleransi Beragama Melalui Kurikulum Terselubung Kevin Nobel Kurniawan & Indera Ratna Irawati Pattinasarany Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok. Email: [email protected]Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses sosialisasi nilai toleransi beragama siswa melalui peran kurikulum terselubung. Pendidikan toleransi dibutuhkan untuk menjawab persoalan radikalisme yang sedang berkembang di masyarakat dan lembaga pendidikan Indonesia. Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan mixed method dalam mengumpulkan data. Hasil studi menunjukkan bahwa persepsi siswa yang toleran dibentuk melalui kurikulum terselubung, melalui aspek formal dan informal. Toleransi masih menyisakan ruang bagi kekerasan simbolik. Pendidikan multikultural adalah sebuah proses yang inklusif. Selain struktur formal, agensi relasional melibatkan partisipasi individu untuk membangun komunitas multireligius sekolah yang inklusif. Socialisation of Religious Tolerance Through the Hidden Curriculum Abstract This study describes the socialisation of religious tolerance through the hidden curriculum. Tolerance education is necessary to answer the spread of religious radicalism in the society and institution of education. This research applies the qualitative approach, strategised with mixed method. The result shows that students’ perspective on religious tolerance is socialised formally and informally by the hidden curriculum. Despite that, this study discovers that tolerance has reserved a vulnerable room for symbolic violence. Multicultural education is a continual process of inclusion. Besides the school’s formal structure, relational agency can be exercised through the school’s informal culture to build an inclusive multireligious community. Keywords: Religious Tolerance; Hidden Curriculum; Islamisation; Inclusion Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
24
Embed
Sosialisasi Nilai Toleransi Beragama Melalui Kurikulum ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Sosialisasi Nilai Toleransi Beragama Melalui Kurikulum Terselubung
Kevin Nobel Kurniawan & Indera Ratna Irawati Pattinasarany
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses sosialisasi nilai toleransi beragama siswa melalui peran kurikulum terselubung. Pendidikan toleransi dibutuhkan untuk menjawab persoalan radikalisme yang sedang berkembang di masyarakat dan lembaga pendidikan Indonesia. Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan mixed method dalam mengumpulkan data. Hasil studi menunjukkan bahwa persepsi siswa yang toleran dibentuk melalui kurikulum terselubung, melalui aspek formal dan informal. Toleransi masih menyisakan ruang bagi kekerasan simbolik. Pendidikan multikultural adalah sebuah proses yang inklusif. Selain struktur formal, agensi relasional melibatkan partisipasi individu untuk membangun komunitas multireligius sekolah yang inklusif.
Socialisation of Religious Tolerance Through the Hidden Curriculum
Abstract
This study describes the socialisation of religious tolerance through the hidden curriculum. Tolerance education is necessary to answer the spread of religious radicalism in the society and institution of education. This research applies the qualitative approach, strategised with mixed method. The result shows that students’ perspective on religious tolerance is socialised formally and informally by the hidden curriculum. Despite that, this study discovers that tolerance has reserved a vulnerable room for symbolic violence. Multicultural education is a continual process of inclusion. Besides the school’s formal structure, relational agency can be exercised through the school’s informal culture to build an inclusive multireligious community.
Keywords: Religious Tolerance; Hidden Curriculum; Islamisation; Inclusion
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
2
Pendahuluan
Tulisan ini ditujukan untuk mendeskripsikan proses pendidikan nilai toleransi beragama
melalui kurikulum terselubung. Di tengah kondisi masyarakat Indonesia dengan tingkat
kekerasan atas nilai keagamaan yang tergolong tinggi, multikulturalisme adalah sebuah
urgensi dalam konteks pendidikan Indonesia (INFID, 2013; KOMNAS HAM, 2015; Maarif,
2013:7; Pew Research Center, 2016; WI, 2014). Ironisnya, intoleransi justru bermula di
institusi pendidikan. Dalam sebuah penelitian yang dikaji oleh Lembaga Kajian Islam dan
Perdamian, ditemukan bahwa hampir 50% dari 993 responden siswa di Jabodetabek (Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) justru menyetujui tindakan kekerasan atas nilai
keagamaan seperti penyegelan atau penutupan rumah ibadah.
Dalam studi lain, intoleransi beragama justru disebabkan oleh pemerintah yang kurang
berperan dalam merancang pendidikan multikultural (Al-Makassary & Suparto, 2010 dalam
Raihani, 2011). Menurut Raihani (2011), lemahnya peran pemerintah dalam pendidikan
multikultural disebabkan oleh masuknya nilai Islam (Islamisasi) ke dalam ruang publik
institusi negara dan pendidikan. Adapun sikap guru yang bersikap diskriminatif dalam
menanggapi keragaman kelompok beragama juga menjadi salah satu sumber intoleransi yang
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
5
Kerangka Konseptual: Toleransi Beragama dalam Kurikulum Terselubung
Agama adalah seperangkat nilai yang dimaknai oleh suatu kelompok beragama (Berger,
1967). David Little (dalam Fuad, 2007: 101) menjelaskan bahwa toleransi merupakan sebuah
sikap yang menahan (forbearance) kekerasan fisik terhadap individu yang berbeda agama.
Peneliti ingin mengambil sebuah makna “toleransi” yang lebih jauh, yaitu sebagai sebuah
sikap yang mengakui/merekognisi hak dan kebebasan beragama (Parillo, 2006 dalam Mather
& Tranby, 2014).
Bretherton (2004) menjelaskan bahwa setidaknya adalah tiga hal yang termuat dalam
makna “toleransi” yang literal: 1. Tidak menyetujui sebuah nilai atau kegiatan keagamaan oleh
kelompok tertentu, 2. Tidak menggunakan kekuasaan secara koersif dalam mengintervensi
kegiatan keagamaan, 3. Isu toleransi beragama harus relevan bagi subjek; subjek yang tidak
terlibat atau tidak menanggapi hubungan antarkleompok beragama tidak dapat dibilang
toleran maupun intoleran. Adapun Bretherton juga berargumen bahwa makna “toleransi”
yang lebih ideal adalah sebuah keinginan (willingness) individu untuk menerima dan hidup
bersama-sama dengan ragam kelompok beragama di tengah masyarakat. Dalam makna seperti
ini, toleransi bukanlah sebuah sikap yang pasif yang menahan kekerasan, melainkan sebuah
sikap yang memiliki rasa hormat terhadap keberadaan kelompok beragama (mutual respect
and recognition).
Sekolah sebagai agen sosialisasi berperan dalam proses pendidikan nilai toleransi
beragama (Abdhullah, 2011; Berger, 1974 dalam Okon, 2012). Sekolah sebagai konteks
sosial dapat menyalurkan nilai kultural kepada para siswa (Berger & Luckmann, 1969 dalam
Brisko, 2012). Nilai tersebut dapat ditemukan dalam ideologi atau visi misi sekolah yang
menjadi tujuan jangka panjang yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan (Damsar, 2011).
Kurikulum terselubung adalah jenis kurikulum yang dapat menyampaikan nilai toleransi
beragama secara implisit (Glatthorn, 2000; 2015). Dapat dikatakan bahwa kurikulum
terselubung menopang proses sosialisasi yang dilakukan secara “tidak sengaja” (unintended
curriculum) melalui kebijakan formal dan komunitas informal sekolah. Kurikulum
terselubung merupakan jenis pendidikan yang terjadi di luar rancangan sekolah, namun
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
6
memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap kehidupan siswa melalui pengalaman
sehari-hari.
Dalam konteks pendidikan toleransi beragama, Whole-School Approach merupakan salah
satu pendekatan pedagogi yang melibatkan komponen-komponen sekolah sebagai bentuk
kurikulum terselubung. Raihani (2011) mengulas enam komponen yang terlibat dalam
pproses pendidikan toleransi beragama. Penjelasan mengenai komponen kurikulum
terselubung adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Komponen Kurikulum Terselubung: Pendekatan Whole-School dalam Pendidikan Toleransi Beragama.
Sumber: Raihani. (2011). A Whole-School Approach: A Proposal for Education for Tolerance in Indonesia. Theory &
Research in Education.
1. Visi dan Misi Sekolah (Vision andd Policies): Komponen ini memuat tujuan jangka
panjang sekolah, serta strategi sekolah seperti program kerja untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam komponen ini, termuat nilai-nilai yang ingin diajarkan kepada siswa seperti kecerdasan
spiritual (nilai religius), kecerdasan sosial-emosional (toleransi), dan lain sebagainya.
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
7
2. Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah (Leadership and Management): Aktor-aktor
sekolah dalam struktur manajemen yang mempunyai wewenang untuk menerapkan tata tertib
dan kebijakan sekolah. Tata tertib berlaku sebagai kontrol sosial. Pengambilan keputusan
(decission-making) yang demokratis oleh para aktor yang memiliki otoritas dapat mendukung
nilai toleransi beragama.
3. Kurikulum dan Proses Pendidikan (Curriculum and Teaching): Ketersediaan fasilitas
pendidikan agama mencerminkan dukungan sekolah terhadap setiap kelompok beragama.,
Proses belajar-mengajar yang dilakukan dalam ruang kelas yang melibatkan peran dan figur
guru, metode belajar (gaya sosialisasi) yang membuka ruang diskusi dapat membuka
wawasan siswa mengenai keberagaman kelompok beragama.
4. Kultur Sekolah (Capacity and Cultures): Manifesitasi nilai yang tertuang dalam visi-misi
sekolah melalui simbol keagamaan dan interaksi informal dalam komunitas sekolah. Di sini,
peran teman sebaya (peer group) dapat memupuk pengalaman individu dalam memahami
nilai toleransi beragama.
5. Kegiatan Kesiswaan (Student Activities): Komponen ini memuat aktivitas siswa yang
dikelola melalui organisasi kesiswaan (OSIS). Fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh sekolah
seperti struktur formal organisasi siswa, ekstrakurikuler kerohanian dan non-kerohanian dapat
mencerminkan hubungan antarkelompok beragama siswa.
6. Komunitas Luar Sekolah (Collaboration with Wider Community): Peran orang tua, alumni,
dan tempat ibadah yang menunjang proses pendidikan toleransi. Dalam hal ini, hubungan
kerja sama antara sekolah dan pihak luar seperti ragam tempat ibadah dapat mencerminkan
keterbukaan sekolah dalam menanggapi keberagaman.
Dalam analisis pendidikan nilai toleransi beragama melalui kurikulum terselubung
sekolah, Raihani (2011) menjelaskan bahwa analisis bermula dari komponen “visi dan misi
sekolah”, yang kemudian diimplementasikan kepada lima komponen lainnya. Analisis
kurikulum terselubung tidak berhenti pada konten yang ditemukan pada masing-masing
komponen, melainkan juga melalui hubungan antarkomponen sekolah.
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
8
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian kualitatif berupaya untuk mendeskripsikan persepsi siswa dan
peran kurikulum terselubung sekolah dalam sosialisasi nilai toleransi beragama. Jenis
penelitian ini adalah studi kasus yang ditujukan untuk mendeskripsikan konteks pendidikan
pada salah satu sekolah negeri (sekolah model) di Kota Depok (Ritchie & Lewis, 2003).
Peneliti memilih lokasi tersebut sebab sekolah negeri merupakan jenis lembaga pendidikan
yang diregulasikan oleh negara. Wajah pendidikan toleransi beragama di sekolah negeri dapat
menggambarkan sejauh apa peran pemerintah dalam menerapkan nilai multikulturalisme.
Adapun perkembangan psikologis anak remaja, komunitas sosial, dan jenis ilmu yang
dipelajari merupakan faktor-faktor yang dapat mengarahkan proses interpretasi siswa terhadap
nilai toleransi beragama (Damon, 1983 dalam Oppong, 2013:14; Dillon, 2003: 161; Ecklund,
2007; Ecklund & Scheitle, 2007; Johnson, et al, 2015; Lahouari, 2009; Qodir, 2013 dalam
Maarif, 2013: 45; Mink, 2015; Saroglou, 2012).
Subjek penelitian adalah siswa dan kurikulum terselubung sekolah. Peneliti menerapkan
sequential exploratory mixed method research strategy dalam metode pengumpulan data
(Creswell, 2014). Analisis dititikberatkan pada data kualitatif (catatan observasi penelitian,
studi dokumen, dan wawancara mendalam) untuk mendeskripsikan konteks, persepsi siswa,
dan peran kurikulum terselubung mengenai sosialisasi nilai toleransi beragama. Peneliti
menyeleksi informan siswa dari kelas 11 SMA sebab mereka mempunyai pengetahuan
mengenai kurikulum terselubung setelah melewati proses pendidikan selama satu tahun di
sekolah tersebut.
Sementara itu, data kuantitatif (survei) mengenai pola sikap siswa terhadap “Hak dan
Kebebasan Beragama” digunakan untuk mendukung data kualitatif (Suadey, 2010: 71).
Survei ini mengukur sikap toleransi siswa pada tingkat universal (global), makro (negara dan
kelompok beragama), meso (hubungan antarkelompok beragama), dan mikro (hubungan
personal) (Davis, 2000; Doorn, 2014; Golebiowska, 2009). Ada enam kategori untuk
menggambarkan sikap siswa terhadap setiap pertanyaan survei: Sangat tidak setuju - sangat
setuju (Dane, 2007; Rungson, 2010). Survei dapat dicermati pada Tabel 1.
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
9
Tabel 1. Pertanyaan Survei mengenai Hak dan Kebebasan Beragama
Dimensi Indikator Kategori Universal Setiap individu bebas untuk memeluk agama yang dia pilih. 1. Sangat Tidak
Setuju 2. Tidak Setuju 3. Agak Tidak Setuju 4. Agak Setuju 5. Setuju 6. Sangat Setuju
Setiap individu bebas untuk mempelajari nilai-nilai agama yang dia pilih. Setiap individu bebas untuk beribadah baik secara tertutup maupun terbuka. Setiap individu bebas memilih untuk berpindah agama. Setiap individu bebas untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama.
Makro Negara harus menjunjung tinggi nilai kebersamaan/keharmonisan seperti pluralisme dan toleransi antarkelompok beragama. Selama tidak melanggar hukum negara, lembaga keagamaan (MUI/PGI/KWI/dll) seharusnya tidak melabel “sesat”/mendiskriminasi suatu kelompok agama. Negara harus melindungi hak dan kebebasan setiap kelompok beragama untuk beribadah baik secara tertutup maupun terbuka. Negara harus melindungi hak dan kebebasan setiap kelompok beragama untuk membangun dan mendirikan rumah ibadah. Setiap orang dari latar belakang agama mana pun bebas untuk menjadi pejabat politik (Bupati, Gubernur, Menteri, dll).
Meso Kita bebas untuk menjalin relasi sosial dan berteman dengan yang berbeda agama. Kita harus menghargai keberadaan kelompok agama lainnya dengan tidak merusak rumah ibadah, tidak menggunakan kekerasan fisik dan verbal, dll.
Kita harus menghormati nilai dan ajaran setiap kelompok beragama. Kita bebas memakai simbol agama di tempat umum (Hijab, kalung salib, pakaian Ihram/Biksu, dll). Kita bebas untuk menyebarluaskan ajaran agama masing-masing selama tidak menggunakan kekerasan verbal maupun fisik.
Mikro Saya ingin mempelajari dan memahami nilai & ajaran agama yang lain. Saya dapat menerima seorang tetangga yang berbeda agama untuk beribadah di dekat rumah saya. Saya dapat berdialog/berdiskusi dengan seseorang meskipun dia tidak setuju dengan ajaran agamaku. Saya dapat menerima anggota keluargaku meskipun dia telah menikah dengan seseorang yang berbeda agama. Saya dapat menerima anggota keluargaku meskipun dia telah berpindah agama.
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
10
Hasil Penelitian: Persepsi Siswa Sekolah Negeri
Pada bagian ini, peneliti akan menjawab pertanyaan penelitian yang pertama,
“Bagaimana persepsi siswa sekolah negeri mengenai nilai toleransi beragama?”. Bretherton
(2004) menjelaskan bahwa “toleransi beragama” dapat dimaknai secara literal dan ideal.
Dalam pemahaman yang literal, toleransi adalah sikap yang menahan kekerasan terhadap
kelompok beragama (forbearance). Dalam pemahaman yang lebih ideal, toleransi merupakan
pengakuan (rekognisi) terhadap hak dan kebebasan beragama, serta sikap yang memuat rasa
hormat terhadap kelompok beragama. Menurut hasil wawancara pada Tabel 2, peneliti
menemukan bahwa nilai toleransi beragama yang ditanggapi oleh para informan siswa
memuat makna literal dan ideal. Para informan memahami toleransi beragama sebagai bentuk
penolakan terhadap kekerasan verbal dan fisik, serta sebagai bentuk rekognisi terhadap hak
kelompok beragama.
Tabel 2. Pendapat Para Informan Siswa mengenai Nilai Toleransi Beragama
Informan Karakteristik Kutipan Wawancara Informan F Siswa Beragama
Islam “Mungkin ada satu hal si, mayoritas di sini agak salah. Saya kan ini pandangan saya benar-benar di itu, agama untuk perdamaian.” (Wawancara dengan Informan F, 8 November 2016)
Informan DK Siswa Beragama Kristen Protestan
“Kalau buat aku sih, toleransi penting. Dan beranekaragam, maksudnya membedakan agama gua baik dan agama lu salah, itu sebenarnya salah…karena Tuhan kita satu, buat apa Tuhan ciptain banyak agama, yaitu tujuannya supaya kita saling toleransi.” (Wawancara dengan Informan DK, 15 November 2016)
Informan Y Siswa Beragama Kristen Katolik
“Nilai-nilainya sih, itu kan kasih untuk menghargai setiap mahluk hidup, memberikan kasih sayang, tidak membenci, dan juga kalau bagi saya yang paling important itu menghargai ciptaan Tuhan.” (Wawancara dengan Informan Y, 8 November 2016)
Informan S Siswa Beragama Hindu
“Kalau di Hindu kita diajarin hukum Karma, di mana kalau kita berbuat baik sama orang, pasti Tuhan kasih kita kebaikan, kalau kita berbuat jahat pasti ada balasan tersendiri…kalau misalnya kita berbuat baik sama orang itu, Tuhan kita selalu menjaga gitu, dikasih perlindungan.” (Wawancara dengan Informan S, 15 November 2016)
Informan W Siswa Beragama Konghucu
“Terus selalu ngajarin jangan nuntut mereka maksa mereka buat kerja sama, tapi mulai dari sendiri. …ya itu hitungannya kita itu berteman itu gak pernah mikirin namanya “oh dia tu agamanya apa?” (Wawancara dengan informan W, 11 November 2016)
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
11
Informan yang diwawancarai oleh peneliti adalah informan siswa yang berasal dari
berbagai kelompok beragama. Berdasarkan pemaparan pendapat informan siswa di atas,
peneliti menemukan bahwa nilai toleransi beragama ditanggapi oleh siswa menurut nilai
religius masing-masing. Misalnya, pemahaman “toleransi” yang literal dapat dijelaskan
melalui “Hukum Karma” (Informan S). Sementara itu, ada beberapa siswa yang menjelaskan
bahwa toleransi beragama harus menghindari kekerasan verbal dan tindakan yang bersifat
koersif (Informan DK dan W). Adapun Informan F dan Y juga menjelaskan bahwa nilai
religius dapat ditujukan untuk membangun hubungan antarkelompok beragama yang
harmonis. Dari beberapa kutipan wawancara di atas, tampak bahwa para informan
mempunyai persepsi yang cukup terbuka dalam menanggapi nilai toleransi beragama. Hal ini
sejalan dengan hasil survei di Tabel 3 yang menyatakan bahwa 70 responden bersikap
“toleran”, mendekati “sangat toleran” dalam menanggapi survei mengenai “Hak dan
Kebebasan Beragama”.
Tabel 3. Hasil Survei mengenai Sikap Siswa terhadap Nilai Toleransi Beragama
Indikator Skoring Survei
Skor 20-40 Tidak Toleran
Skor 41-60 Kurang Toleran
Skor 61-80 Cukup Toleran
Skor 81-100 Toleran
Skor 101-120 Sangat Toleran
Informasi Survei
Skor Minimum 20
Skor Maksimum 120
Jumlah Responden 70
Jumlah Responden IPA 33
Jumlah Responden IPS 37
Hasil Survei
Rata-rata Skor Survei 98.91
Skor Terendah 66
Skor Tertinggi 117
Rata-Rata Skor Siswa IPA 100.21
Rata-Rata Skor Siswa IPS 97.76
Rata-Rata Skor Responden 98.91
Berlanjut dari bagian sebelumnya, Grafik 1 menunjukkan bahwa 70 responden menjawab
hampir tidak mempunyai kesulitan dalam menanggapi hubungan antarakelompok beragama.
Sebaliknya, para responden bersikap konservatif dalam menanggapi nilai toleransi beragama
pada hubungan personal. Sikap toleransi pada tingkat makro masih relatif lebih tinggi – siswa
Sosialisasi Nilai ..., Kevin Nobel Kurniawan, FISIP UI, 2017
12
menyetujui bahwa negara harus melindungi hal kelompok beragama. Namun terlihat sedikit
lebih rendah pada tingkat universal; siswa masih mendukung hak dan kebebasan beragama
secara global. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di SMA N mempunyai sikap yang terbuka
dalam menjalin hubungan dengan teman yang berbeda agama dibandingkan mempelajari nilai
agama yang lain maupun menerima anggota keluarga yang telah berpindah agama.
Grafik 1. Analisis Hasil Survei Toleransi Beragama secara Bertingkat
Hasil Penelitian: Peran Kurikulum Terselubung Sekolah
Pada bagian ini, peneliti akan menjawab pertanyaan penelitian, “Bagaimana nilai
toleransi beragama dapat disosialisasikan melalui kurikulum terselubung?” Peneliti perlu
menjelaskan bagaimana hubungan antarkomponen sekolah (Whole-School Approach). Secara
lebih sederhana, struktur kurikulum terselubung dapat dibagi menjadi tiga bagian: nilai