1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan merupakan kebutuhan dasar bagi negara untuk menjaga kepentingan nasionalnya. Sehingga untuk menjamin keamanannya negara akan berusaha untuk mereduksi segala bentuk ancaman yang berasal dari luar. Sehingga pola keamanan yang terjadi merupakan bentuk dari interaksi antar aktor internasional. Sebuah konflik antar negara dapat berpotensi untuk muncul melalui dua pendekatan yaitu pressures of local geographical dan historical factors. 1 Pendekatan yang pertama yakni pressures of local geographical merupakan sebuah konflik akan berpotensi untuk terjadi pada negara-negara yang berdekatan secara geografis. 2 Dalam hal ini kedekatan geografis tersebut ialah negara-negara dalam satu regional akan lebih mudah untuk terjadinya konflik. Sedangkan pendekatan kedua yakni suatu konflik yang terjadi merupakan akibat dari faktor historis dari pola permusuhan yang dibangun oleh suatu negara dengan negara lain. Asia timur merupakan salah satu kawasan yang memiliki konflik untuk menjadi perang terbuka. Potensi terjadinya perang tersebut merupakan akibat dari dinamika permusuhan antar negara akibat warisan perang dingin, perbedaan ideologi, maupun sengketa teritorial. Selain itu, potensi konflik yang terjadi di Asia Timur merupakan rivalitas negara- negara Asia Timur untuk saling meningkatkan kekuatan pertahanannya. Salah satu sub- kawasan Asia Timur yang memiliki potensi terjadinya perang terbuka ialah di Semenanjung Korea. Semenanjung Korea merupakan sub-kawasan yang terbagi atas dua negara yakni, Korea Utara dan Korea Selatan. Kedua Korea tersebut secara teknis hingga saat ini masih dalam status perang. Hal tersebut karena perang Korea yang terjadi pada 1950-1953 hanya dihentikan sementara dengan gencatan senjata. 3 Pasca perang dingin berakhir, rivalitas antara Korea Utara dengan Korea Selatan justru memasuki periode baru. Periode baru tersebut dimana kemampuan Korea Utara untuk mulai mengembangkan dan menguasai teknologi rudal balistik. Pengembangan teknologi rudal balistik Korea Utara diikuti oleh serangkaian uji coba peluncuran rudal jarak pendek, menengah dan balistik. Dalam berbagai uji coba rudal jarak pendek dan menengah, Korea 1 Barry Buzan and Ole Waever. 2003. Regions and Powers : The Structure of International Security. New York: Cambridge University Press. Hal 45 2 Ibid. 3 History, Jul 27, 1953: Armistice ends the Korean War, < http://www.history.com/this-day-in- history/armistice-ends-the-korean-war>, diakses 15 November 2014.
32
Embed
Sonny SatyaBhakti-Implikasi Peluncuran Rudal Balistik Korea Utara terhadap Strategi Pertahanan Korea Selatan Tahun 2006-2012
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keamanan merupakan kebutuhan dasar bagi negara untuk menjaga kepentingan
nasionalnya. Sehingga untuk menjamin keamanannya negara akan berusaha untuk mereduksi
segala bentuk ancaman yang berasal dari luar. Sehingga pola keamanan yang terjadi
merupakan bentuk dari interaksi antar aktor internasional. Sebuah konflik antar negara dapat
berpotensi untuk muncul melalui dua pendekatan yaitu pressures of local geographical dan
historical factors.1 Pendekatan yang pertama yakni pressures of local geographical
merupakan sebuah konflik akan berpotensi untuk terjadi pada negara-negara yang berdekatan
secara geografis.2 Dalam hal ini kedekatan geografis tersebut ialah negara-negara dalam satu
regional akan lebih mudah untuk terjadinya konflik. Sedangkan pendekatan kedua yakni
suatu konflik yang terjadi merupakan akibat dari faktor historis dari pola permusuhan yang
dibangun oleh suatu negara dengan negara lain.
Asia timur merupakan salah satu kawasan yang memiliki konflik untuk menjadi
perang terbuka. Potensi terjadinya perang tersebut merupakan akibat dari dinamika
permusuhan antar negara akibat warisan perang dingin, perbedaan ideologi, maupun sengketa
teritorial. Selain itu, potensi konflik yang terjadi di Asia Timur merupakan rivalitas negara-
negara Asia Timur untuk saling meningkatkan kekuatan pertahanannya. Salah satu sub-
kawasan Asia Timur yang memiliki potensi terjadinya perang terbuka ialah di Semenanjung
Korea. Semenanjung Korea merupakan sub-kawasan yang terbagi atas dua negara yakni,
Korea Utara dan Korea Selatan. Kedua Korea tersebut secara teknis hingga saat ini masih
dalam status perang. Hal tersebut karena perang Korea yang terjadi pada 1950-1953 hanya
dihentikan sementara dengan gencatan senjata.3
Pasca perang dingin berakhir, rivalitas antara Korea Utara dengan Korea Selatan
justru memasuki periode baru. Periode baru tersebut dimana kemampuan Korea Utara untuk
mulai mengembangkan dan menguasai teknologi rudal balistik. Pengembangan teknologi
rudal balistik Korea Utara diikuti oleh serangkaian uji coba peluncuran rudal jarak pendek,
menengah dan balistik. Dalam berbagai uji coba rudal jarak pendek dan menengah, Korea
1 Barry Buzan and Ole Waever. 2003. Regions and Powers : The Structure of International Security. New York:Cambridge University Press. Hal 452 Ibid.3 History, Jul 27, 1953: Armistice ends the Korean War, < http://www.history.com/this-day-in-history/armistice-ends-the-korean-war>, diakses 15 November 2014.
2
Utara seringkali menargetkan wilayah laut di dekat perbatasan Korea Selatan. 4Serangakaian
uji coba peluncuran rudal balistik tersebut dilakukan oleh Korea Utara. Namun kemudian
permasalahan muncul ketika uji coba rudal balisik Korea Utara disamarkan melalui uji coba
roket untuk tujuan antariksa. Pada tahun 2006, Korea Utara meluncurkan roket Unha-3 untuk
membawa satelit Kwangmhyongsong-1. Akan tetapi uji coba roket tersebut gagal akibat
meledak sebelum mencapai orbit. Hal serupa kembali terjadi pada tahun 2009, Korea Utara
kembali meluncurkan roket Unha-2 yang membawa satelit Kwangmhyongsong-2. Peluncuran
roket Unha-2 tersebut kembali gagal karena meledak sebelum mencapai orbit.
Akibat dari peluncuran roket Unha-1 dan Unha-2 tersebut hampir memantik konflik
terbuka antar Korea. Korea Selatan merasa terancam akibat peluncuran roket tersebut
mengancam akan menembak jatuh roket tersebut jika melintasi teritorinnya. Namun
sebaliknya, Korea Utara kembali mengancam akan melakukan perang terbuka jika Korea
Selatan mengganggu peluncuran roketnya.5 Akibat eskalasi ketegangan yang meningkat
kebijakan damai Sunshine Policy yang telah dijalin oleh kedua Korea berakhir. Pemerintah
Korea Utara semakin agresif dalam kebijakan pertahanannya terhadap Korea Selatan. salah
satu tindakan agresif yang dilakukan oleh pemerintah Korea Utara yakni pada tahun 2010
terjadi penembakan rudal dan artileri ke Pulau Yenpyeong, Korea Selatan.
Setelah serangkaian kegagalan uji coba roket pada tahun 2006 dan 2009, Korea Utara
kembali meluncurkan roket pada tahun 2012. Uji coba roket Unha-3 pertama kali diluncurkan
pada April 2012, sekaligus untuk memperingati 100 tahun Kim Il Sung. Pada peluncuran
ketiga tersebut roket Unha-3 membawa satelit Kwangmhyongsong-3. Peluncuran pertama
tersebut menuai kegagalan serupa dengan roket Unha-1 dan Unha-2. Namun pada 12
Desember tahun yang sama, Korea Utara kembali meluncurkan roket Unha-3 untuk
menempatkan satelit di orbit bumi. Peluncuran roket keempat Korea Utara tersebut menuai
keberhasilan. Korea Utara telah mampu untuk menepatkan satelit Kwangmhyongsong-3 ke
orbit bumi. Namun demikian, dibalik keberhasilan peluncuran roket tersebut, muncul
kecurigaan dari pihak Korea Selatan dan Amerika Serikat terhadap roket Unha-3. Kecurigaan
tersebut didasarkan pada teknologi yang digunakan roket Unha-3 serupa dengan teknologi
4Antara News, Korea Utara tembakkan dua rudal ke laut <http://www.antaranews.com/berita/443851/korea-utara-tembakkan-dua-rudal-ke-laut>, diakses 15 November 20145 Tempo News, Perang Pecah Jika Peluncuran Korea Utara Diganggu, 9 Maret 2009,<http://www.tempo.co/read/news/2009/03/09/118163824/Perang-Pecah-Jika-Peluncuran-Korea-Utara-Diganggu>, diakses 15 November 2014
3
rudal balistik Taepodong-2.6 Terlebih lagi, satelit Kwangmhyongsong-3 yang ditempatkan
pada orbit bumi tidak berfungsi sama sekali.7
Peluncuran roket Korea Utara pada tahun 2012 tersebut merupakan titik balik
keberhasilan Korea Utara untuk mencapai orbit bumi. Namun bagi Korea Selatan peluncuran
roket tersebut merupakan bentuk dari ancaman yang dihasilkan oleh Korea Utara.
Kekhawatiran yang muncul ialah kemampuan Korea Utara dalam menguasai senjata balistik
yang mampu menjangkau hingga jarak 10.000 km.8 Disisi lain, Korea Utara juga telah
berhasil mengembangkan senjata nuklir. Dalam serangkaian uji coba nuklir yang dilakukan
oleh Korea Utara pada tahun yang sama yakni 2006, 2009, 2012. Sehingga rudal balistik
Korea Utara merupakan wahana peluncur mampu untuk membawa kepala nuklir-nuklir yang
telah dikembangkan.
Permasalahan antara Korea Utara dengan Korea Selatan pada tahun 2006 hingga
tahun 2012 merupakan eskalasi dari ketengangan yang meningkat diantara kedua negara.
Pada tahun 2006, respon Korea Selatan terhadap pengembangan persenjataan Korea Utara
cenderung lebih damai. Korea Selatan mengedepankan dialog kerja sama dengan pemerintah
Korea Utara. Hasil dari dialog kerja sama dengan pemerintah Korea Utara tersebut
menghasilkan kebijakan sunshine policy. Kebijakan tersebut merupakan upaya Korea Selatan
untuk merangkul Korea Utara. Kebijakan persuasif tersebut mampu untuk mengurangi
ketegangan di Semenanjung Korea. Namun anomali terjadi pada tahun 2006, kebijakan
Korea Selatan yang selama ini koperatif dengan Korea Utara telah berubah. Respon Korea
Selatan dalam menghadapi Korea Utara menjadi lebih koersif. Tindakan koersif dari Korea
Selatan tersebut justru menimbulkan permasalahan dengan Korea Utara karena justru makin
meningkatkan ancamannya. Selama masa kebijakan Korea Selatan yang koersif,
perkembangan teknologi rudal balistik Korea Utara sangat lambat. Sehingga perubahan
kebijakan terhadap pengembangan rudal balistik Korea Utara menjadi koersif menjadi
permasalahan bagi Korea Selatan membentuk startegi pertahanan dalam menghadapi
peningkatan teknologi dengan pesat melalui peluncuran rudal balistik Korea Utara.
6 The Telegraph, North Korea launches missile in 'satellite test', 2012,<http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/northkorea/5108535/North-Korea-launches-missile-in-satellite-test.html>, diakses 15 November 20147 The New York Times, Astronomers Say North Korean Satellite Is Most Likely Dead, 17 December 2012, <http://www.nytimes.com/2012/12/18/world/asia/north-korean-satellite.html >, diakses 15 November 20148 BBC News Online, North Korea rocket 'has 10,000km range', 23 December 2012,<http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-20830605 >, diakses 15 November 2014
4
1.2 Rumusan Permasalahan
Bagaimana implikasi peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara terhadap strategi
pertahanan Korea Selatan pada tahun 2006-2012 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, yaitu untuk mengatahui bagaimana ancaman
terbentuk dari negara agresor yang ditujukan terhadap negara lain. Ancaman tersebut
kemudian di respon oleh negara yang merasa terancam dengan melakukan aliansi dengan
negara lainnya atau dengan negara yang memberikan ancaman. maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui strategi pertahanan Korea Selatan pada tahun 2006-2012 akibat dari
peluncuran rudal balistik Korea Utara.
1.4 Signifikansi Penelitian
1.4.1 Signifikansi Ilmu
Signifikansi ilmu dalam penelitian ini berkontribusi sebagai kajian untuk
menganalisa pola perimbangan ancaman dalam fenomena konfli2k. Selain itu
signifikansi ilmu dalam penelitian ini yakni kajian ilmu hubungan internasional untuk
menganalisa fenomena konflik yang terjadi di Asia Timur Khususnya Semenanjung
Korea. Selama ini fenomena konflik yang terjadi di Semenanjung Korea selalu menjadi
bagian dari kompleksitas keamanan di Asia Timur. Sehingga analisa yang saat ini
berkembang ialah melalui teori regional security complexes yang dicetuskan oleh Barry
Buzan. Penelitian ini memberikan fokus analisa pada konflik yang terjadi pada sub-
regional Asia Timur yakni melihat fenomena aksi-reaksi antara Korea Utara dan Korea
Selatan. Serta terakhir, signifikansi ilmu dalam penelitian ini yakni sebagai bahan kajian
strategis untuk mengalisa pembangunan kekuatan militer Korea Utara dan Korea Selatan
dalam kerangka perimbangan ancaman yang dicetuskan oleh Stephen Walt.
1.4.2 Signifikansi Empirik
Dalam penelitian ini terdapat signifikasi empirik pada fenomena konflik yang
terjadi di Semenanjung Korea. Dinamika Konflik yang terjadi di Semenanjung Korea
meningkat seiring ternjadinya pengembangan teknologi rudal balistik dan teknologi
nuklir di Korea Utara. Peningkatan kemampuan Korea Utara dalam teknologi rudal
balistik tersebut berimplikasi pada kebijakan pertahanan Korea Selatan. Sehingga konflik
yang terjadi di Semenanjung Korea merupakan bentuk aksi dan reaksi atas kebijakan
pertahanan dari suatu negara. Dalam hal ini aksi dan reaksi tersebut merupakan bentuk
hubungan yang konfliktual antara Korea Utara dengan Korea Selatan.
5
1.4.3 Signifikansi Bagi Indonesia
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat signifikansi bagi
Indonesia. sigfikansi pertama yakni bagaimana penelitian ini berkontribusi bagi
Indonesia dalam kajian konflik. Konflik yang terjadi di Semenanjung Korea baik secara
langsung maupun tidak langsung berdampak bagi Indonesia. Korea Selatan merupakan
salah satu mitra dagang Indonesia di Asia Timur. Konflik yang terjadi di Semenanjung
Korea dapat mempengaruhi perdagangan Korea Selatan. Sehingga akan memberikan
dapat memberikan efek domino pada stabilitas perdagangan yang terjadi tidakk hanya di
Asia Timur tetapi juga di Asia Pasifik termasuk Indonesia. Negara-negara Asia Pasifik
termasuk Indonesia yang saat ini sedang menikmati pertumbuhan ekonomi akan
terganggu dengan koflik pada mitra dagang terbesar di Asia yakni Korea Selatan.
Signifikasi bagi selanjutnya ialah Indonesia dapat mempelajari serta mengkaji
penyelesaian konflik yang terjadi dengan negara lain dalam satu kawasan. Permasalahan
rudal balistik Korea Utara bukan hanya ancaman bagi Korea Selatan namun Indonesia.
Jangkauan rudal Taepodong-2 mampu untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia
Oleh Karena itu, penting bagi Indonesia untuk dapat memahami konflik serta
berkontribusi dalam resolusi perdamaian. Indonesia merupakan negara yang memiliki
hubungan baik dengan kedua Korea. Dengan demikian, maka Indonesia dapat menjadi
mediator bagi konflik yang terjadi di Semenanjung Korea. Pada akhirnya jika konflik di
Semenanjung Korea tereskalasi menjadi perang terbuka
1.5 Teori
Argumen utama dalam perspektif realis tradisional yakni negara adalah aktor utama
dalam hubungan internasional dan sistem internasional yang anarkis menuntut negara untuk
mampu memenuhi kebutuhan keamanannya agar dapat bertahan hidup. Persepektif realis
kemudian berkembang, salah satunya ialah realisme struktural. Dalam realisme struktural
tersebut merupakan merupakan adaptasi baru dalam politik internasional. Terdapat dua teori
yang dapat menjelaskan upaya perimbangan oleh negara dalam menghadapi ancaman yakni
balance of threat dan balance of interest. Kedua teori tersebut muncul dari pemikiran
struktural realisme Kenneth Waltz. Sistem internasional yang anarkis berimplikasi pada tidak
adanya otoritas tertinggi yang mengatur tindakan dari suatu negara. dengan demikian untuk
dapat terus bertahan hidup maka negara harus dapat memenuhi keamanan domestiknya.
6
Sehingga struktur dalam sistem nasional telah mengkonstruksi kebijakan keamanan dari suatu
negara untuk dapat terus self-help.9
Teori pertama yang dapat digunakan untuk menganalisa respon perimbangan yang
dilakukan oleh negara terhadap ancaman yakni balance of interest.Teori balance of interest
dikemukakan oleh Randall Schweller. Schweller menjelaskan bahwa balance of interest
sebagai koreksi atas perimbangan ancaman yang dikemukakan dalam teori balance of threat.
Dalam balance of interest tidak dijelaskan bagaimana sumber ancaman terbentuk. Randall
Schweller hanya berfokus pada bagaimana merespon negara dalam menghadapi ancaman.
Dalam perimbangan yang dilakukan oleh negara menurut Schweller, usaha negara untuk
melakukan balancing ataupun bandwagoning tidak hanya untuk mencapai kepentingan
keamanan bagi negara namun juga ada keuntungan yang hendak dicari oleh negara.10 Namun
dalam hal ini, Schweller tidak menjelaskan sumber-sumber ancaman yang berpotensi
menimbulkan ancaman terhadap negara lain. Pertimbangan yang paling diperhatikan oleh
negara dalam balance of interest yakni benefit apa yang dapat diambil jika negara memilih
balancing ataupun bandwagoning. Sehingga tujuan keamanan tidak lagi dilihat bagaimana
negara dapat mengamankan kepentingan nasionalnya tetapi apa saja yang dapat diambil dari
aliansi yang dibentuk. Persaingan dalam struktur internasional menjadi sulit ketika
menentukan kemampuan komparatif suatu negara dan manuver dari strategi yang
dijalankannya.11
Dalam makalah ini, penulis menggunakan kerangka teori balance of threat untuk
mengalisa implikasi peluncuran rudal balistik Korea Utara terhadap strategi pertahanan Korea
Selatan. Balance of threat menganalisa pemilihan startegi aliansi dari suatu negara untuk
mengimbangi ancaman atupun mengimbangi kekuatan dari negara pengancam. Teori balance
of threat yang digunakan oleh penulis dalam makalah ini yakni teori yang dikemukan oleh
Stephen M Walt. Sumber ancaman yang diberikan oleh negara pengancam berpotensi untuk
muncul melalui empat sumber ancaman yakni kekuatan keseluruhan negara, jarak geografis,
kapabilitas kekuatan dan kapabilitas ancaman. Sehingga, negara akan bertindak dalam
pengambilan kebijakan melalui pengukuran kekuatan yang dimiliki dengan kekuatan dari
negara pengancam. Pilihan aliansi negara untuk menyeimbangkan ancaman yakni balancing
dan bandwagoning.
9 Kenneth N. Waltz, Structural Realism after the Cold War, International Security, Vol. 25, No. 1, 2000.hal 5-610 Randall Schweller,1994, Bandwagoning for Profit : Bringing the Revisionist State Back In, The MIT Press.Hal 7411 Waltz, ibid. Hal.6
7
Keunggulan dari teori balance of threat sehingga digunakan dalam penelitian ini yang
dikemukakan oleh Walt ialah yakni menjelaskan sumber-sumber ancaman yang dapat
diberikan oleh negara agresor. Sumber ancaman tersebut meliputi bagaiman tindakan suatu
negara akan memberikan ancaman terhadap negara lain. Selain itu, dengan penjabaran
sumber-sumber ancaman, maka suatu negara akan dapat mengukur bagaimana kekuatan dari
negara pengancam dibanding dengan negaranya. Selain itu, dalam teori balance of threat
tidak harus membahas pola struktur dalam keamana regional berpengaruh terhadap pola
kebijakan keamanan dari suatu negara. Fokus yang ditekankan oleh Walt yakni pada relasi
antar negara yang menimbulkan hubungan aksi dan reaksi terhadap pola keamanan yang
dibentuk.
1.5.1 Balance of Threat
Kemanan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat penting untuk dilindungi.
Oleh karena itu, negara akan membangun kekuatan untuk melindungi keamanannya. Namun
demikian, dalam pembangunan kekuatan tersebut, negara seringkali akan dihadapkan pada
suatu ancaman yang ditimbulkan oleh negara lain. Oleh sebab itu, maka negara dalam
menghadapi ancaman tersebut akan memilih sebuah strategi untuk mereduksi suatu
ancaman.12
Stephen M. Walt dalam artikel yang ditulisnya berjudul Alliance Formation and the
Balance of World Power menjelaskan tentang bagaimana definisi ancaman dibentuk oleh
suatu negara. Implikasi dari ancaman tersebut kemudian membuat suatu negara yang
terancam akan membentuk suatu kebijakan untuk menghadapi ancaman tersebut. Usaha
negara untuk menyeimbangkan ancaman yang datang dari negara lain merupakan Balance of
Threat. Balance of threat menurut Walt merupakan bagaimana usaha negara terkait
pembentukan aliansi dalam menghadapi suatu ancaman yang datang dari luar negara. Aliansi
yang dibangun oleh negara yang terancam tersebut melalui dua pilihan yakni apakah
beraliansi dengan negara lain, atau beraliansi dengan negara sumber ancaman.13 Ancaman
yang dihasilkan oleh suatu negara bedasarkan balance of threat dapat dilihat melalui empat
variabel sumber ancaman yakni aggregate power, proximity, offensive capability dan
offensive inttention.14
12 Petr Kratochvíl,2004 The Balance Of Threat Reconsidered: Construction Of Threat In Contemporary Russia,The Hague : Netherlands. Hal 3-4.13 Stephen M. Walt, International Security Journal : Alliance Formation and the Balance of World Power, 1985,Vol, 9, No,4. hal.4-514 Ibid. hal. 9
8
Variabel pertama pada sumber ancaman yaitu aggregate power. Aggregate power
merupakan kepemilikan keseluruhan dari sumber daya yang dimiliki oleh negara. Sumber
daya yang dimiliki oleh negara tersebut yakni antara lain populasi, industri, kapabilitas
militer, kemajuan teknologi.15 Peningkatan pada aggregate power berimplikasi pada semakin
besar pula ancaman yang akan ditimbulkan oleh suatu negara pengancam.
Variabel kedua pada sumber ancaman yaitu proximity. Proximity ialah ancaman yang
disebabkan kedekatan jarak antara negara pengancam dengan negara yang diancam.16 Jarak
geografis akan menentukan bagaimana negara pengancam akan memproyeksikan
kekuatannya terhadap negara yang diancam. Jarak yang semakin dekat akan lebih
memudahkan negara pengancam untuk memproyeksikan kekuatanya dengan cepat untuk
menjadi suatu ancaman. 17
Variabel ketiga pada pada sumber ancaman yaitu offensive capability. Offensive
cappability merupakan ancaman yang ditimbulkan oleh suatu negara melalui kapabilitas
militer yang memliki potensi untuk menyerang.18 Kapabilitas militer kuat yang dimiliki oleh
suatu negara pengancam akan menyebabkan terjadinya provokasi yang kemudian
menimbulkan sebuah aliansi.
Variabel terakhir dalam balance of threat yaitu offensive inttention. Offensive
inttention merupakan perilaku agresif dari suatu negara yang menyebabkan terjadinya
ancaman terhadap negara lain.19 Pada variabel offensive inttention, sangat dipengaruhi oleh
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga semakin agresif kebijakan yang diputuskan
maka akan semakin pula peluang untuk terjadinya suatu konflik dengan negara lain.
Menurut Walt, cara untuk sebuah negara untuk merespon ancaman ialah melakukan
perimbangan atau balancing yakni dengan melakukan aliansi atau bandwagoning.20
Balancing merupakan tinndakan dimana negara-negara yang kekuatannya lemah akan
melakukan aliansi dengan negara yang kekuatannya lebih besar jika menghadapi suatu
ancaman yang dominan. Aliansi dilakukan dengan dua alasan yakni alasan pertama ialah
untuk untuk menghentikan ancaman negara lain yang berpotensi untuk mejadi hegemon.
Sedangkan alasan kedua yakni membentuk suatu aliansi dengan negara yang lebih kuat untuk
15 Ibid. hal 9-1016 Ibid.hal 1017 Ibid. hal 10-1118 Ibid. hal 1119 Ibid. hal 1320 Ibid. hal. 4-5,
9
memberikan pengaruh pada negara yang lebih lemah karena negara yang lemah sangat
membutuhkan perlindungan dari negara yang lebih kuat.21
Bandwagoning merupakan tindakan suatu negara lemah untuk mengikuti negara yang
lebih kuat untuk mengamankan keamanan dan kepentingan nasionalnya. Negara yang lebih
kuat dalam hal ini merupakan negara yang menjadi sumber ancaman. Menurut Walt, terdapat
dua alasan bagi negara yang memiliki kekuatan lemah untuk melakukan bandwagoning yakni
yang pertama ialah untuk menjaga keamanan terlebih agar tidak menjadi sasaran ancaman
dari negara yang lebih kuat.22 Sedangkan alasan yang kedua ialah negara yang lebih lemah
akan melakukan bandwagoning untuk menjalin sebuah koalisi agar memiliki kekuatan yang
lebih besar untuk menghadapi kekuatan besar lainnya.23
21 Ibid. Hal. 5-6.22 Ibid. Hal 7-8.23 Ibid. Hal. 8.
10
1.5.2 Bagan operasionalisasi Konsep
State A State B
State C
balancing
bandwagoning
Respon
aggregatepower
10
1.5.2 Bagan operasionalisasi Konsep
State A State B
State C
balancing
bandwagoning
Respon
Balance of Threat
proximity OffensiveCapability
10
1.5.2 Bagan operasionalisasi Konsep
State A State B
State C
balancing
bandwagoning
Respon
Offensiveintention
11
1.5.3 Operasionalisasi Konsep
Dalam teori Balace of Threat terdapat empat variabel sumber ancaman. Keempat
variabel sumber ancaman tersebut antara lain ; Aggregate Power, proximity, offensive
capability dan offensive intentions. Sehingga dalam hal ini, penulis menggunakan keempat
variabel sumber ancaman tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur ancaman
yang dilakukan oleh Korea Utara terhadap Korea Selatan.
Aggregate Power merupakan variabel untuk membandingkan keseluruhan kekuatan
yang meliputi jumlah populasi, kapabilitas militer, pengeluaran militer, pendapatan negara
dan teknologi persenjataan yang dimiliki oleh negara. dalam hal ini, penulis akan
menjelaskan komparasi aggregat power antara Korea Utara dengan Korea Selatan dalam
konflik di Semenanjung Korea. Semakin tinggi disparitas aggregat power antar negara maka
akan menyebabkan lebih mudahnya ancaman terbentuk. Namun demikian yang menjadi
variabel aggregat power menjadi konstanta dalam penelitian ini. Hal tersebut karena secara
aggregat power, Korea Selatan jauh lebih unggul secara ekonomi, pengeluaran militer, dan
teknologi militer dibandig Korea Utara. Keunggulan Korea Utara terhadap Korea Selatan
hanya pada kuantitas jumlah angkata perang dan senjata konvensional yang dimilikinya.
Jumlah senjata konvensional Korea Utara jauh lebih banyak dibanding Korea Selatan. Akan
tetapi, alutsista Korea Selatan secara teknologi jauh lebih unggul ketimbang Korea Utara
yang masih mengandalkan senjata warisan perang dingin.
Proximity digunakan penulis dalam penelitian ini yakni untuk menjelaskan mengenai
jarak geografis menjadi pertimbangan bagi negara pengancam untuk memberikan
ancamannya. Semakin dekat jarak antara negara pengancam dengan negara yang terancam,
maka akan semakin memudahkan terjadinya proyeksi kekuatan untuk terjadinya suatu
konflik. Kedekatan jarak antara Korea Utara dengan Korea Selatan yang berbatasan langsung
dalam sub-kawasan Semenanjung Korea. Dalam hal ini, pergerakan kekuatan Korea Utara
mampu memberikan ancaman langsung kepada Korea Selatan akibat kedekatan secara
geografis.
Offensive capability digunakan oleh penulis dalam penelitian ini karena ancaman dari
negara yang memiliki kapabilitas militer yang kuat. Indikator kekuatan kapabilitas militer
suatu negara terlihat dari Jumlah tentara, alutsista dan anggaran militer yang dimiliki oleh
suatu negara. Ancaman dari kapabilitas militer yang kuat tersebut akan memancing terjadinya
aliansi dari negara lain. Aliansi tersebut dimaksudkan untuk menangkal ancaman yang
ditimbulkan dari negara yang memiliki kapabilitas militer yang mengancam. Dalam hal ini
Korea Utara telah memenuhi syarat secara offensive capability untuk menjadi pengancam
12
bagi Korea Selatan. Korea Utara memliki senjata konvensional yang secara kuantitas lebih
banyak daripada Korea Selatan. Selain itu, secara kuantitas jumlah pasukan Korea Utara
lebih banyak yakni 1,2 juta tentara dibandingkan Korea Selatan yang hanya 700 ribu tentara.
Terlebih lagi, Korea Utara telah mampu mengembangkan dan menguasai teknologi
persenjataan rudal balistik dan teknologi nuklir pada kurun waktu 2006 hingga 2013.
Offensive intentions merupakan ancaman yang ditimbulkan dari keagresifan militer
suatu negara. Keagresifan tersebut membuat negara yang terancam akan membangun sebuah
aliansi sebagai upaya pertahanan. Korea Utara merupakan negara yang melakukan
pembangunan kapabilitas militer secara besar-besaran. Pembangunan kapabilitas militer
tersebut ditujukan untuk menghadapi atau menyerang Korea Selatan, salah satunya dengan
pembangunan rudal balistik dan teknologi nuklir.
Dalam melakukan operasionalisasi terhadap konsep dari sumber ancaman balance of
threat yang akan dianalisis oleh penulis pada bab pembahasan. Dalam dinamika konflik yang
terjadi di Semenanjung Korea, Korea Selatan merespon ancaman rudal balistik Korea Utara
melalui strategi balancing. Pilihan strategi balancing oleh Korea Selatan dalam menghadapi
ancaman dari Korea Utara yakni dengan melakukan pembangunan kapabilitas militer serta
membangun aliansi dengan Amerika Serikat. Aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat
diimplementasikan dalam latihan gabungan militer bersama yang digelar di wialayah Korea
Selatan.
13
1.5.4 Bagan Model Analisa
Balance of Threat
proximity
KoreaUtara
AmerikaSerikat
KoreaSelatan
balancing bandwagoning
13
1.5.4 Bagan Model Analisa
Balance of Threat
proximity OffensiveCapability
Offensiveintention
KoreaUtara
AmerikaSerikat
KoreaSelatan
balancing bandwagoning
13
1.5.4 Bagan Model Analisa
Offensiveintention
KoreaUtara
AmerikaSerikat
KoreaSelatan
balancing bandwagoning
14
1.6 Hipotesis
Kebijakan pertahanan Korea Selatan sebagai reaksi terhadap sumber ancaman yang
dari Korea Utara yang meliputi Aggregate Power, Proximity, Offensive Power, dan
Aggressive Intention. Dalam kasus ini, Korea Utara merupakan pihak pengancam yang
menggunakan instrumen peluncuran rudal balistik untuk mengancam Korea Selatan. Oleh
karena itu, Korea Selatan mengambil kebijakan untuk menyeimbangkan ancaman tersebut.
Kebijakan yang diambil oleh Korea Selatan yakni beraliansi dengan Amerika Serikat sebagai
upaya balancing. Selain itu, Korea Selatan juga melakukan upaya peningkatan kapabilitas
militer yang meliputi manpower, alutsista, serta anggaran militer.
1.7 Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif
dengan objek yang diteliti yaitu startegi pertahanan Korea Selatan dari tahun 2006 hingga
tahun 2013 sebagai respon terhadap ancaman peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara.
Dalam penelitian diperlukan ruang lingkup agar penelitian menjadi fokus pada topik yang
akan dibahas dan tidak melebar dari topik. Penulis membatasi penelitian ini dengan ruang
lingkup yakni pada tahun 2006 hingga yang terkini pada tahun 2012. Penulis akan
menjelaskan dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana implikasi peluncuran rudal balistik
Korea Utara terhadap strategi pertahanan Korea Selatan tahun 2006-2013. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yakni dengan cara melakuan studi
pustaka yaitu dengan memperoleh informasi dan data sekunder melalui buku, jurnal, dan
artikel dalam situs-situs yang terkait tema.
1.8 Sistematika Penulisan
Bab I berisi tentang pendahuluan penelitian yang terdiri dari latar belakang
penulisan, rumusan masalah yang diajukan, tujuan penilitan, manfaat penelitian, signifikansi
penelitian, metodologi penelitian, pembahasan teori, dan hipotesisi, serta sistematika
penelitian.
Bab II berisi tentang pembahasan peneltian yang merupakan hasil dari
operasionalisasi teori. Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana empat sumber ancaman yang
dibentuk oleh Korea Utara melalui peluncuran rudal balistik pada tahun 2006 hingga 2012.
Selain itu, akan dibahas juga bagaimana strategi pertahanan Korea Selatan sebagai respon
terhadap ancaman rudal balistik Korea Utara.
15
Bab III memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari analisis masalah
penelitian dan juga berisi saran untuk mengembangkan hasil penelitian, baik itu secara
praktis maupun teoritis.
16
BAB II
PEMBAHASAN
Aliansi merupakan bentuk kebijakan yang dipilih oleh suatu negara sebagai respon
terhadap kekuatan dari negara lain yang muncul dan menimbulkan potensi ancaman. Oleh
karena itu, pilihan aliansi yang dilakukan oleh negara akan memperhitungkan kekuatan yang
dimilikinya dengan kekuatan yang dimiliki oleh negara lain. Dalam bab ini, penulis akan
membahas bagaimana proses terjadinya aliansi sebagai perimbangan ancaman di
Semenanjung Korea bedasarkan variabel-variabel dalam teori Balance of Threat.
Perimbangan ancaman yang dilakukan oleh Korea Selatan merupakan respon dari
bempat sumber ancaman yang dibentuk oleh Korea Utara. Sumber ancaman pertama yakni
proximity, yaitu membahas bagaimana kedekatan jarak antar negara berpotensi untuk
membuat ancaman semakin nyata. Korea Utara dan Korea Selatan secara geografis
berdekatan di wilayah semenanjung Korea. Kedekatan geografis tersebut menyebabkan setiap
kebijakan pertahanan antara kedua negara akan saling mempengaruhi satu sama lain. Sumber
ancaman kedua yakni offensive capabillity yang merupakan kemampuan dari kapabilitas
militer yang dimiliki oleh suatu negara. Dalam bab ini, penulis akan membahas kapabilitas
militer Korea Utara yang menyebabkan terjadinya ancaman bagi Korea Selatan.
Pembangunan kapabilitas militer Korea Utara tersebut didominasi oleh pemanfaatan teknlogi
persenjataan konvensional peninggalan Uni Soviet. Namun dari pengembangan teknolgi yang
konvensional tersebut, Korea Utara telah mampu untuk mengembangkan senjata non-
konvensional, seperti rudal balistik. Sedangkan sumber ancaman ketiga yakni offensive
intentions yan merupakan tindakan-tindakan suatu negara yang menimbulkan ancaman.
Dalam bab ini, penulis akan membahas bagaimana tindakan-tindakan provokatif Korea Utara
yang menyebabkan terjadinya ketidakamanan bagi Korea Selatan. beberapa tindakan Korea
Utara ditujukan langsung untuk menyerang objek-objek pertahanan Korea Selatan.
Perimbangan ancaman yang dilakukan oleh Korea Selatan yakni dengan melukan
balancing terhadap ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh Korea Utara. Perimbangan
ancaman tersebut salah satunya dnegan melakukan pembangunan kekuatan pertahanan Korea
Selatan. Kebijakan pertahanan Korea Selatan tersebut ditujukan untuk mengimbangi
persenjtaaan konvensional dan non-konvensional yang telah dimiliki atau yangsedang
dikembangkan oleh Korea Utara. selain itu, Korea Selatan juga melakukan badwagoning
dengan Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan negara yang mampu melaukan
17
penetrasi kekuatan di wilayah Asia Timur. Dalam penetrasi kekuatan tersebut, Amerika
Serikat membentuk aliansi perthanan dengan Korea Selatan dan Jepang. Namun dalam kasus
dinamika keamanan di semenanjung Korea, Amerika Serikat dan Korea Selatan memiliki
musuh bersama yakni Korea Utara. Manuver kebijakan konfrontatif Korea Utara telah
menyebakan terganggunya kepentingan dan pertahanan Amerika Serikat dan Korea Selatan
di wilayah Semenanjung Korea.
2.1 Peluncuran Rudal Balistik Korea Utara Sebagai Ancaman Terhadap Korea Selatan
Dalam bab pembahasan ini, penulis akan menjelaskan terkait peluncuran rudal
balistik Korea Utara. peluncuran rudal balistik Korea Utara berhasil dicapai melalui
serangkaian pengembangan rudal-rudal konvensional jarak pendek dan menengah.
Pengembangan untuk mampu menguasai teknologi rudal balistik telah dimulai sejak
berakhirnya perang Arab-Israel. Korea Utara pada saat itu mendapat sejumlah rudal jarak
pendek dan menengah sisa perang Arab-Israel. Dalam pengembangan tersebut, Korea Utara
mendapatkan bantuan dari Tiongkok. Sejumlah ilmuwan Tiongkok berkontribusi dalam
pengembangan rudal-rudal milik Korea Utara. Pada sub-bab pembahasan, penulis akan
menjelaskan ancaman rudal balistik Korea Utara dari segi aggregate power yang meliputi
military expenditures dan keunggulan teknologi, proximity yang membahas terkait kedekatan
secara geografis, offensive capabillity yang menjelaskan kapabilitas militer Korea Utara yang
menimbulkan ancaman, serta offensive intentions yakni kebijakan agresif yang dijalankan
oleh pemerintah Korea Utara.
2.1.1 Ancaman Korea Utara dari segi Aggregat Power
Dalam analisis ancaman yang dibentuk oleh aggregat power Korea Utara, penulis
memfokuskan pada pengeluaran militer dan teknologi persenjataan Korea Utara. Secara
kuantitas, Jumlah populasi Korea Utara mencapai kurang lebih 22.665.345. Angka tersebut
terbilang lebih sedikit dibanding Korea Selatan yang memiliki penduduk sebesar 48.508.972
jiwa.24 Sedangkan dari segi perekonomian, Korea Utara sangat tertinggal dibanding Korea
Selatan. Namun demikian, Korea Utara mampu memberikan aggregat power yang
berimplikasi pada ancaman terhadap Korea Selatan. Dalam pengembangan teknologi
persenjataan, Korea Utara mengembangkan rudal balistik dan teknologi nuklir.
Pengembangan kedua teknologi tersebut telah aktif untuk diuji coba pada 2006 hingga 2013.
24 Ria Novosti, Infographics : Balance of forces on Korean peninsula,<http://en.rian.ru/infographics/20101129/161550520.html>, diakses 11 April 2013.
18
Pengembangan teknologi rudal balistik dan nuklir tersebut merupakan bagian pemenuhan
kebutuhan persenjataan non konvensial Korea Utara.
Sejalan dengan kebijakan military first Korea Utara, pengeluaran militer Korea Utara
setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 2006, pengeluaran militer Korea Utara
mencapai 67.1 Miliar Won. Angka tersebut meningkat pada tahun 2007 yang mencapai 68.5
Miliar Won dan tahun 2008 mencapai 71.3 Miliar Won. Sedangkan pada tahun 2009 ,
pengeluaran militer Korea Utara mencapai 76.2 Miliar Won. Pada tahun 2010 hingga 2012
Pengeluaran militer Korea Utara mencapai dari 82.6 Miliar Won hingga 98.8 Milliar Won.25
2.1.2 Ancaman Korea Utara dari segi Proximity
Korea Utara dan Korea Selatan merupakan dua negara yang terletak di wilayah
Semenanjung Korea. Pasca kekalahan Jepang pada perang dunia kedua, Korea dibagi
dalamkekuasan Amerika Serikat dan Uni Soviet yang dibatasi oleh paralel 38 derajat.26 Pada
tahun 1950 hingga 1953 kedua Korea terlibat dalam perang yang bertujuan untuk
menyatukan kembali Korea. Perang Korea tersebut hanya diakhiri sementara melalui
gencatan senjata pada tahun 1953. Oleh karena itu, kedua Korea secara teknis hingga kini
masih berperang. Menurut Barry Buzan bahwa suatu perang dapat lebih potensial untuk
terjadi pada negara yang berdekatan secara geografis atau pressures of local geographical.
Sehingga kondisi keamanan atau kebijakan keamanan dari suatu negara akan berpengaruh
terhdap negara lainnya yang berdekatan secara geografis. Selain itu, kedekatan geografis
memudahkan negara agresif untuk memproyeksikan kekuatannya dengan cepat terhadap
negara objek ancamannya.27 Kemampuan Korea Utara dalam menguasai teknologi rudal
balistik berkontribusi dalam membentuk ancaman terhadap Korea Selatan. Terlebih kedua
Korea tersebut berbatasan secara langsung. Rudal jarak menengah kelas Nodong-A Korea
Utara mampu untuk menjelajah hingga 1300 km, yang berarti akan mampu untuk
menjangkau Seoul, Korea Selatan.
25 SIPRI. North Korea Military Expenditures. <http://milexdata.sipri.org/result.php4>. diakses 25 Desember201326 Michael Hickey,’ The Korean War: An Overview’<http://www.bbc.co.uk/history/worldwars/coldwar/korea_hickey_01.shtml>, diakses 15 November 201427 Stephen M. Walt, hal 10
19
2.1.3 Ancaman Korea Utara dari Segi Offensive capability
Offensive capability merupakan kemampuan menyerang dari suatu negara yang
memiliki sebuah kapabilitas militer yang lebih kuat dan cenderung memliki sifat agresif.
Ancaman yang dibentuk melalui offensive capability yakni kapabilitas militer yang dimiliki
oleh Korea Utara. Kebijakan pertahanan Korea Utara menganut military first, yakni
mengelaborasikan kepentingan negara bedasarkan militer.28 Pembangunan militer Korea
Utara sangat memfokuskan pada asymmetric threat. Asymmetric threat merupakan ancaman
yang dilakukan oleh Korea Utara dengan mengembangkan tiga hal utama dalam pertahanan
yakni Long-range artillery, Special Operations Forces, dan Ballistic Missile.29 Kebijakan
pertahanan Korea Utara. Komponen yang pertama, Long-range artillery yakni merupakan
sistem peluncur roket ganda yang ditempatkan di perbatasan kedua Korea.30 Komponen
kedua ialah Special Operations Forces yang merupakan pasukan khusus Korea Utara yang
berfungsi infiltrasi. Sedangkan komponen ketiga yakni ballistic missile yakni merupakan
senjata rudal balistik yang mampu untuk menjadi wahana pengangkut hulu ledak nuklir.31
a. Kapabilitas Militer Korea Utara
Korea Utara merupakan salah satu negara yang memiliki angkatan bersenjata terbesar
keempat di dunia sebanyak 1,2 juta pada tahun 2012.32 Jumlah tersebut didukung oleh
pasukan cadangan Korea Utara yang mencapai 7,7 juta personel.33 Selain itu, untuk
menunjang angkatan bersenjata, Korea Utara juga mempersiapkan Special Operations
Forces atau SOF. SOF merupakan khusus Korea Utara yang telah dipersiapkan untuk misi
infiltrasi dan intelijen. Jumlah dari SOF sendiri masih diperkirakan menurut pejabat Korea
Selatan militer mencapai 180.000 personel pada 2009 dan meningkat menjadi 200.000 pada
tahun 2010.34
Dalam hal anggaran militer, Korea Utara memberikan porsi yang sangat besar. Pada
tahun 2006 military budget Korea Utara mencapai angka 470 juta USD. Jumlah military
budget tersebut kembali meningkat pada tahun 2007 yang mencapai 510 juta USD dan tahun
28 Paul French, North Korea: The Paranoid Peninsula, A Modern History, London : Zed Book. Hal 2.1-2.1829 Bruce E. Bechtol Jr, Maintaining a Rogue Military: North Korea's Military Capabilitiesand Strategy at theEnd of the Kim Jong-il Era, International Journal of Korean Studies, Vol. XVI No. 1, Spring 2012, hal.160-16330 Ibid.31 Ibid.32 Ministry Of Foreign Affairs And Trade Republic o f Korea, Peace and Prosperity on the Korean Peninsula:Challenges and Opportunities, hal. 333 Ibid.34 NY times, N. Korea Boosts Tanks and Special Forces, South Says,<http://www.nytimes.com/2010/12/31/world/asia/31korea.html?_r=0>, diakses 15 November 2014
20
2008 yang mencapai 540 juta USD. Angka military budget menjadi sangat besar karena
mengambil porsi hingga 15,8 persen dari total GDP Korea Utara. Walaupun telah mendapat
sanksi akibat uji coba nuklir dan rudal balistik, pada tahun 2009 Korea Utara kembali
meningkatkan anggaran military budget. Tahun 2009, military budget Korea Utara mencapai
570 juta USD. Angka military budget Korea Utara tersebut merupakan 22 persen dari total
GDP negara tersebut.
Sedangkan alat persenjataan utama atau alutsista Korea Utara secara kuantitas sangat
tinggi. Namun demikian, kuantitas tersebut tidak sebanding dengan kualitas dari alutsista
tersebut. Mayoritas alutsista Korea Utara merupakan produksi dari Uni Soviet di era perang
dingin. Alutsista tersebut kemudian direkondisi oleh angkatan militer Korea Utara untuk
menunja persenjataannya. Pemenuhan produksi kebutuhan senjata dalam negeri merupakan
implikasi dari sanksi dan embargo yang diterima oleh Korea Utara.35 selain mengembangkan
persenjataan konvensional, Korea Utara juga mengembangkan persenjtaan non konvensional
untuk menunjang alutsista militernya seperti rudal balistik maupun senjata nuklir.36
b. Rudal Balistik Korea Utara
Pada tahun 1971 Korea Utara telah memulai pengembangan awal untuk menguasai
teknologi rudal balistik. Dalam usaha pengembangan teknologi rudal balistik tersebut, Korea
Utara mendapat bantuan dari Tiongkok. Bantuan pengembangan rudal balistik tersebut
merupakan bagian dari perjanjian kerja sama pertahanan antara Korea Utara dengan
Tiongkok yang meliputi penelitian, pengembangan teknologi rudal dan pelatihan personel
militer.37 Pengembangan awal dari teknologi rudal balistik Korea Utara yakni pada rudal-
rudal jarak pendek dan menengah milik Uni Soviet seperti SA-2, SS-N-2 STYX, and SSC-2b
SAMLET.38 Pasca perang Arab dengan Israel berakhir pada tahun 1973, Korea Utara
mendapatkan rudal jenis scud-b dari Mesir. Hingga saat ini, tercatat Korea Utara telah
memiliki rudal-rudal peninggalan Soviet maupun rudal-rudal balistik yang dikembangkan
35 Anthony H. Cordesman dan Ashley Hess, Excutive Summary : The Evolving Military Balance in the KoreanPeninsula and Northeast Asia, Centre For Strategic and International Studies. Hal.11-1336 Andrew scobell dan John M. Sanford, 2007, North Korea’s Military Threat: Pyongyang’s ConventionalForces, Weapons Of Mass Destruction, And Ballistic Missiles, Strategic Studies Institute. Hal. 2337 Joseph S. Bermudez Jr, 1999, A History Of Ballistic Missile Development in DPRK, Occasional Paper No. 2,California : Monterey Institute of International Studies, Hal. 138 Ibid.hal 3
21
dalam negeri. Utara Berikut merupakan daftar rudal jarak pendek hingga jarak jauh yang
dimiliki oleh Korea Utara ;39
Tabel 2.1 Rudal Ko-rea Utara
Daftar Rudal Korea Utara
Jenis Rudal Jarak Tembak Tahun Produksi Klasifikasi
KN-1 110 km - Jarak Pendek
KN-2 110 km 2006 Jarak Pendek
Scud-B 300 km 1955 Jarak Pendek
Hwasong-5 330 km 1986 Jarak Pendek
Hwasong-6 500 km 1992 Jarak Pendek
Scud ER 750-800 km 1994 Jarak Pendek
Nodong-A 1300 km 1994 Jarak Menengah
Nodong-B 3200-4000 km - Jarak Jauh
Taepodong -1 2000-2900 km 1998 Jarak Jauh
Taepodong-2 3750-15000 km 2006 Jarak Jauh
Permasalahan yang kemudian berkembang ialah kemampuan Korea Utara untuk
menguasai teknologi rudal balistik. Rudal balistik merupakan wahana peluncur hulu ledak
nuklir. Sehingga keberhasilan Korea Utara untuk menguasai teknologi rudal balistik akan
memudahkan pergerakan serangan senjata non-konvensionalnya. Jangkauan rudal balistik
Taepodong-2 Korea Utara yang mampu mencapai 15000 km merupakan ancaman bagi Korea
Selatan. Terlebih lagi, upaya uji coba rudal balistik Korea Utara selama ini menggunakan
kamuflase uji coba roket untuk tujuan antariksa. Berikut merupakan evolusi dari rudal-rudal
konvensional Korea Utara menjadi rudal balistik :40
39 Angkasa, Krisis Semenanjung Korea: Akankah Memantik Perang Dunia Ketiga ?, 2011, Jakarta: PTMediarona Dirgantara, Hal. 5340 Ministry of Defense ROK, North Korean Long-range MissileDebris Survey,<http://www.ucsusa.org/assets/documents/nwgs/SK-report-on-NK-rocket-debris-analysis-translation-1-18-13.pdf> diakses 15 November 2014
22
Dari gambar diatas merupakan evolusi dari rudal Taepodong sebagai berikut :41
1. Pada Tahap pertama merupakan rudal TD-2 yang memiliki spesifikasi sama dengan
rudal milik China CSS-2 dan bagian rudal stage 1 dari CSS-3.
2. Pada tahap kedua merupakan modifikasi dari bagian pertama rudal NKSL-X-2 yang
berdiamater kuarng lebih 2,2 Meter . namun menurut penelitain lain rudal tersebut
merupaka modifikasi dari SS-5 dan CSS-2/DF-3 Cina, 3A dan CSS-3/DF-4.
3. Pada bagian mesin, Taepodong menggunakan mesin yang sejenis dengan mesin
pendorong roket yang dimiliki oleh rudal No-dong.
4. Pada bagian pompa turbo, besar kemungkian merupakan hasil sharing dengan rudal
Shahab yang dimiliki oleh Iran
Evolusi rudal-rudal jarak pendek dan menengah peninggalan Uni Soviet telah mampu
dikembangkan menjadi rudal balistik buatan dalam negeri. Sehingga pengembangan rudal
balistik yang telah dilakukan oleh Korea Utara sejak tahun 1971 telah mencapai hasilnya.
Peluncuran pada tahun 2012 lalu dianggap sebagi penyempurnaan dari Taepodong. Dengan
41 Ministry of Defense ROK, North Korean Long-range MissileDebris Survey,<http://www.ucsusa.org/assets/documents/nwgs/SK-report-on-NK-rocket-debris-analysis-translation-1-18-13.pdf> diakses 16 November 2014
Gambar 2.1 Evolusi rudal balistik Taepodong
23
kata lain, roket Unha-3 yang diluncurkan pada 2012 lalu merupakan bentuk lain dari
Taepodong-2.
2.1.4 Ancaman Korea Utara dari Segi Offensive Intentions
Salah satu sumber ancaman yang sangat krusial ialah kebijakan-kebijakan agresif dari
suatu negara pengancam yang mengancam keamanan suatu negara lain. Rezim liberal di
Korea Selatan yang dipimpin oleh masa presiden yakni Kim Dae Jung dan Roh Moo Hyun
telah menerapkan poltik sunshine policy yaitu politik merangkul secara damai Korea Utara.
Namun, pasca bergantinya pimpinan di Korea Selatan ke kubu konservatif, Lee Myung Bak
menerapkan kebijakan keras terhadap Korea Utara. Akan tetapi, kebijakan politik bersahabat
Korea Selatan pada akhir masa rezim liberal belum mampu untuk mereduksi agresifitas
Korea Utara. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2013, Korea Utara telah aktif kembali untuk
melakukan provokasi-provokasi ancaman terhadap Korea Selatan. Beberapa provokasi Korea
Utara terhadap Korea Selatan telah hampir membuat terjadinya perang terbuka antara negara
tersebut. Sanksi-sanksi internasional yang ditujukan untuk mencegah agresifitas Korea Utara
seringkali tidak berhasil. Sanksi ekonomi maupun politik selama ini tidak mampu
menghalangi Korea Utara untuk menguasai teknologi rudal balistik ataupun teknologi nuklir.
Offensive Intentions yang dikembangkan oleh Korea Utara tidak lepas dari prinsip
yang didirikan oleh Kim Il Sung. Dalam prinsip tersebut Korea Utara menerapkan
kemandirian dibidang ekonomi (charip), kemandirian dibidang politik (chaju), dan
kemandirian dibidang militer (charip).42 Dalam kebijakan pertahanan, Korea Utara
menerapkan kemandirian untuk mampu mengembangkan kemampuan pertahanan secara
mandiri. Kemampuan pertahananan tersebut meliputi produksi persenjataan serta
mempersiapkan pasukan. Tujuan utama dari charip tersebut ialah menjadikan militer Korea
Utara mampu mengandalkan kemampuan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain.
Oleh karena itu, militer menjadi salah satu indikator penting dalam pembangunan di Korea
Utara. Prinsip Charip tersebut kemudian berkembang di era kepemimpinan Kim Jong Il pada
tahun 1994. Kim Jong Il memperkenalkan ajaran baru yakni songun atau kebijakan militer
diatas segalanya. Dalam kebijakan songun tersebut, negara memprioritaskan militer dalam
elemen utama pembangunan.43 Dalam prinsipnya, militer memegang peranan penting dalam
menjalankan tata kenegaraan di Korea Utara. Dominasi militer dalam tubuh pemerintahan
42 Korea DPR Library, On The Juche Idea, Treatise Sent to the National Seminar on the Juche Idea Held toMark the 70th Birthday of the Great Leader Comrade Kim Il Sung. 31 March 1982. Hal 3843 Paul French, North Korea: The Paranoid Peninsula, A Modern History, London : Zed Book. Hal 2.1-2.18
24
memegang peran sentral dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, sering
kali tindakan yang diambil oleh Korea Utara menggunakan pendekatan konfrontatif dalam
menghadapi Korea Selatan. Tindakan konfrontatif tersebut diwujudkan dalam aksi-aksi
provokatif yang sering dilakuka oleh Korea Utara.
a. Peluncuran Rudal Balistik Korea Utara
Sejak tahun 2006 hingga 2013, Korea Utara telah tiga kali meluncurkan rudal balistik
yang disamarkan dalam uji coba roket.Argumentasi tersebut didasarkan pada kesamaan
teknologi rudal balistik yang digunakan oleh Korea Utara dalam peluncuran roket Unha-3
tersebut. Namun demikian, pada tahun 1998 Korea Utara telah melakukan uji coba rudal
balistik Taepodong pertamanya.44 Meskipun pada pelaksanaanya rudal balistik tersebut
gagal meluncur hingga mencapai orbit bumi. Pada Desember tahun 2012 secara
mengejutkan, Korea Utara telah meluncurkan rudal balistiknya untuk kali kedua dalam
setahun. Berbeda dengan hasil uji coba pertama, uji coba peluncuran rudal balistik Korea
Utara kedua tersebut mengalami kesuksesan. Korea Utara telah mampu untuk menempatkan
satelit Kwangmyongsong-3. Akan tetapi, dibalik keberhasilan peluncuran rudal balistik
tersebut, satelit Kwangmyongsong-3 ternyata tidak berfungsi sama sekali.45 Sehingga, tidak
berfungsinya satelit Kwangmyongsong-3 tersebut memperkuat dugaan Korea Selatan bahwa
peluncuran roket Unha-3 tersebut merupakan kamuflase dari uji coba rudal balistik.
b. Uji Coba Nuklir Korea Utara
Uji coba nuklir pertama kali dilakukan oleh Korea Utara pada tahun 2006. Pada uji
coba nuklir pertama tersebut telah berhasil menghasilkan 43 hingga 61 kilogram
plutonium.46 Hasil plutonium tersebut diprediksi mampu untuk memproduksi 4 hingga 16
senjata nuklir. Sebelum melakukan uji coba nuklir kedua, pada 5 april 2009 telah
meluncurkan rudal balistik Taepodong-2 oleh Korea Utara. Peluncuran rudal balistik untuk
kali kedua tersebut merupakan implikasi dari kompensasi atas penutupan fasilitas nuklir
Korea Utara di Yongbyon belum menemui kepastian. Pada uji coba nuklir kedua tersebut,
Korea Utara diprediksi telah mampu untuk memproduksi mencapai 4 hingga 5 kiloton
44 CNN News, N. Korea's launch causes worries about nukes, Iran and the Pacific, 13 December 2012,<http://edition.cnn.com/2012/12/12/world/asia/north-korea-rocket-launch/index.html>, diakses 16 November201445 The New York Times, Astronomers Say North Korean Satellite Is Most Likely Dead, 17 December 2012, <http://www.nytimes.com/2012/12/18/world/asia/north-korean-satellite.html >, diakses 16 November 201446 David Albright and Paul Brannan, 2006 , The North Korean Plutonium Stock Mid-2006, Institute for Science andInternational Security (ISIS). Hal. 1
25
plutonium.47 Dengan demikian, Korea Utara telah mampu untuk memproduksi senjata nuklir
jauh lebih banyak daripada tahun 2006.
c. Penembakan Kapal Cheonan dan Pulau Yeonpyeong
Pada tahun 2010 telah terjadi dua kali serangan yang dilakukan oleh militer Korea
Utara terhadap objek di Korea Selatan. serangan yang pertama dilakukan pada kapal perang
Korea Selatan Cheonan. Kapal perang Cheonan yang sedang melintasi didekat perbatasan
kedua Korea telah diterpedo oleh kapal selam milik Korea Utara. Akibat dari serangan
tersebut, 46 pelaut Korea Selatan yang menjadi awak kapal Cheonan tersebut tewas.48 Masih
ditahun yang sama, Korea Utara juga melancarkan provokasi terhadap Korea Selatan.
Provokasi kali ini ialah dengan menembakan rudal artileri ke wilayah pulau Yeonpyeong,
Korea Selatan. Menurut pemerintah Korea Utara bahwa aktifitas militer yang dilakukan oleh
Korea Selatan di pulau Yeonpyeong tersebut telah melanggar kedaulatan maritimnya.49
Akibat dari serangan rudal artileri Korea Utara tersebut, dua tentara angkatan laut Korea
Selatan tewas. Peristiwa serangan Korea Utara di tahun 2010 tersebut telah menimbulkan
kemarahan di Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan menganggap bahwa provokasi Korea
Utara tersebut dapat berujung pada perang terbuka antar kedua negara.
Ancaman yang dilakukan oleh Korea Utara bedasarkan sumber-sumber ancaman
balance of threat sangat berpengaruh pada tiga variabel yakni proximity, offensive
capabillity, dan offensive intentions. Kedekatan jarak antara Korea Utara dengan Korea
selatan yang berada dalam semenanjung Korea akan lebih memudahkan realisasi dari
ancaman. Semakin dekat jarak geografisnya, maka akan semakin nyata ancaman yang akan
dibentuk oleh suatu negara. sumber ancaman lain yang dibentuk oleh Korea Utara yyakni
offensive capability, yaitu ancaman yang dibentuk melalui kapabilitas militer yang dimiliki.
Korea Utara memiliki jumlah tentara aktif yang mencapai 1,2 juta personel. Angka tersebut
jauh lebih banyak dibanding Korea Selatan yang hanya memiliki 700 ribu personel. Selain itu
kemampuan pertahanan Korea Utara di dukung oleh sejumlah senjata konvensional yang
secara kuantitas terbilang besar. Untuk melengkapi kemampuan senjata konvensional, Korea
Utara juga mengembangkan senjata non-konvensional yakni rudal balistik sebagai wahana
47 : Anthony Cordesman, 2011, The Korean Military Balance, Centre For Strategic and International Studies..Hal. 11348 The Guardian, North Korean torpedo sank Cheonan, South Korea military source claims,<http://www.theguardian.com/world/2010/apr/22/north-korea-cheonan-sinking-torpedo>, diakses 16 November201449 New York Times, Crisis Status’ in South Korea After North Shells Island,<http://www.nytimes.com/2010/11/24/world/asia/24korea.html?pagewanted=all>, diakses 16 November 2014
26
pelontar bom nuklir. Kemampuan offensive capability tersebut diimplementasikan melalui
offensive intentions yakni sejumlah tindakan-tindakan konfrontatif yang ditujukan langsung
untuk mengancam Korea Selatan. Tindakan-tindakan konfrontatif Korea Utara yang
menimbulkan konflik di Semenanjung Korea yakni peluncuran rudal balistik ada tahun 2006
hingga tahun 2012.
2.2 Kebijakan Militer Korea Selatan sebagai Respon atas Peluncuran Rudal BalistikKorea Utara
Pada sub-bab kedua ini, penulis akan membahas bagaimana respon Korea Selatan
dalam menghadapi ancaman peluncuran rudal balistik Korea Utara. Respon Korea Selatan
tersebut diimplementasikan melalui kebijakan militer Korea Selatan yakni dengan beraliansi
militer dengan Amerika Serikat. Aliansi yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Amerika
Serikat diwujudkan dengan menggelar latihan perang gabungan. Dalam latihan perang
gabungan tersebut kedua negara melibatkan personel militernya dan digelar di wilayah Korea
Selatan. Selain itu, Pemerintah Korea Selatan juga meningkatkan kapabilitas militer yang
dimiliki sebagai upaya untuk menghadapi ancaman Korea Utara. Kebijakan pemerintah
Korea Selatan dan meningkatkan kapabilitas militernya merupakan usaha balancing terhadap
empat sumber ancaman yang dibentuk oleh Korea Utara. Sedangkan tindakan Korea Selatan
untuk beraliansi dengan Amerika Serikat merupakan tindakan badwagoning.
2.2.1 Aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat
Hubungan dengan Korea Utara sempat memasuki masa harmonis ketika Korea
Selatan dipimpin oleh rezim liberal. Dibawah kepemimpinan rezim liberal, Korea Selatan
dipimpin oleh presiden Kim Dae Jung, lalu dilanjutkan oleh Roo Moo Hyun. Kedua presiden
tersebut telah menerapkan kebijakan sunshine policy atau kebijakan yang “hangat” terhadap
Korea Utara. Kebijakan-kebijkan Korea Selatan di era sunshine policy berusaha membangun
kerja sama dengan Korea Utara. Kerja sama tersebut bertujuan untuk membangun
perekonomian dan industrialisasi di Korea Utara. Sehingga kebijakan keamanan Korea
Selatan yang berpotensi menjadi konfrontatif tidak menjadi opsi dalam pemerintahan liberal.
Namun demikian, tindakan konfrontatif justru dimulai oleh Korea Utara dengan
melakukan uji coba rudal balistik dan uji coba nuklir di tahun 2006. Di masa pemerintahan
baru dipimpin oleh Lee Myung Bak dari kubu konservatif mulai merumuskan kebijakan baru
terhadap Korea Utara pada tahun 2008. Kebijakan tersebut bernama Vision 3000, yakni
27
mengajak kerja sama Korea Utara namun harus menanggalkan program rudal balistik dan
nuklirnya.50
Salah satu hasil dari kebijakan pertahanan Korea Selatan yaitu aliansi dengan
Amerika Serikat. Dalam perjanjian aliansi tersebut terdapat kewajiban Amerika Serikat
untuk melindungi Korea Selatan dari ancaman terutama berasal dari Korea Utara. Dalam
pasal 2 dari perjanjian aliansi Korea Selatan dan Amerika Serikat tertulis : 51
“The Parties will consult together whenever, in the opinion of eitherof them, the political independence or security of either of theParties is threatened by external armed attack. Separately andjointly, by self-help and mutual aid, the Parties will maintain anddevelop appropriate means to deter armed attack and will takesuitable measures in consultation and agreement to implement thisTreat and to further its purposes.”
Dengan demikian, apabila dari salah Korea Selatan dalam keadaan terancam dalam
maka Amerika Serikat wajib melindunginya. Kemudian dijelaskan pada pasal 4 mengenai
pembangunan pangkalan militer Amerika Serikat di wilayah Korea Selatan : 52
“The Republic of Korea grants, and the United States of Americaaccepts, the right to dispose United States land, air and sea forces inand about the territory of the Republic of Korea as determined bymutual agreement.”
Amerika Serikat mendapatkan legitimasi dari pemerintah Korea Selatan untuk
membangun pangkalan militer dan menggunakan kekuatan militernya di wilayah Korea
Selatan. Selain itu pemerintah Amerika Serikat juga menempatkan sebanyak 28.000 personel
pasukan di pangkalan militer Amerika Serikat di Korea Selatan.53 Kegiatan dari aliansi antara
Korea Selatan dengan Amerika Serikat di implementasikan dalam latihan gabungan militer.
Latihan gabungan militer kemudian dilakukan secara berkala sejak Lee Myung Bak menjabat
menjadi presiden Korea Selatan pada tahun 2008.
Dalam kesepakatannya dengan Amerika Serikat, Korea Selatan menekankan pada
pengamanan terkait program rudal balistik Korea Utara. Presiden Korea Selatan, Lee Myung
50 Daily NK, Analysis of Lee Myung Bak's Policy toward North Korea,22 August2008,<http://www.dailynk.com/english/read.php?cataId=nk00400&num=2561>, diakses 28 Maret 2013.51 United States Force Korea, 1953 Mutual Defense Treaty, Mutual Defense Treaty between the Republic ofKorea and the United States of America,<http://www.usfk.mil/usfk/%28A%28ny7hjG2WzAEkAAAAOTU3NGJlMGEtOTM4Ny00YzViLThmMjYtN2Q4ZWM0ZTI4YWI5CU_cu_-r6j1YFfgu_RhRExoJp-s1%29S%28dgoed0n3gbijdc45wuapju55%29%29/sofa.1953.mutual.defense.treaty.76>, diakses 20 April 2013.52 Ibid.53Huffingtonpost, North Korea War Analysis: Risks Temper Korea Tensions, Despite Threats,<http://www.huffingtonpost.com/2013/04/07/north-korea-war-analysis-risks-tensions-threats_n_3032852.html>,diakses 20 April 2012
28
Bak menyatakan akan meningkatkan kemampuan pertahanannya untuk mencegah ancaman
yang ditimbulkan dari rudal balistik Korea Utara. Dalam pidatonya, Lee Myung Bak
menjelaskan komitmen pertahanan Korea Selatan dengan Amerika Serikat :54
President Obama and I agreed that we will continue to enhance andstrengthen our combined defense capabilities, and at the same time, firmlyrespond to any threats or provocations from the North. If North Koreagives up its pursuit of nuclear weapons and missile development, andinstead chooses a path towards peace and cooperation, our two countrieswill work together, along with the international community, to helpimprove the lives of the people in North Korea and provide necessaryassistance that will help North Korea open up a new era
Dalam pidatonya tersebut, Lee Myung Bak menekankan untuk mereduksi
ancaman dari Korea Utara. Ancaman tersebut merupakan pengembangan rudal balistik
dan teknologi nuklir yang dikuasai oleh Korea Utara. Pihak Korea Selatan akan baru
mau bekerja sama dengan Korea Utara jika menananggalkan teknologi nuklir dan
rudal balistik serta penghentian dari kebijakan konfrontatif.
2.2.2 Kebijakan Military build up Korea Selatan
Korea Selatan memiliki personel angkatan bersenjata sejumlah 687.000 personel aktif
dan personel cadangan berjumlah 4.500.000 personel.55 Angkatan darat Korea Selatan
memiliki jumlah personel terbanyak yakni berjumlah 560.000 personel yang terbagi dalam 11
korps, 49 divisi dan 19 brigade.56 Akibat dari tindakan provokasi yang mengancam oleh
Korea Utara, militer Korea Selatan mengalami peningkatan sejak tahun 2006 hingga 2012.
Tujuan dari peningkatan tersebut ialah pertama, mempertahankan keamanan negara. Kedua,
pemenuhan kebutuhan tenaga kerja pertahanan. Ketiga, pembangunan industri pertahanan
Korea Selatan. Sehingga fokus pada peningkatan tersebut ditujukan pada industri militer
Korea Selatan.57
Pembangunan militer lain yang menjadi fokus pertahanan Korea Selatan yakni
angkatan udara. Angkatan Udara Korea Selatan mendapat anggaran 20 persen dari total
anggaran militer. Tujuan anggaran tersebut yakni untuk membangun pertahanan angakatan
54 White House, Remarks by President Obama and President Lee Myung-bak in Joint Press Conference, <http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2012/03/25/remarks-president-obama-and-president-lee-myung-bak-joint-press-conferen>, diakses 16 November 201455 Ria Novosti, Infographics : Balance of forces on Korean peninsula,<http://en.rian.ru/infographics/20101129/161550520.html>, diakses 11 April 2013.56 Angkasa, Krisis Semenanjung Korea: Akankah Memantik Perang Dunia Ketiga ?, 2011, Jakarta: PTMediarona Dirgantara, Hal. 5657Ministry of National Defense Republic of Korea, Defense White Paper 2010, hal. 223
29
udara.58 Pesawat tempur yang menjadi andalan angkatan udara Korea Selatan untuk
memperthankan keamanan udara seperti : KF-X, FA-50, F-X-1/2, F-15K, F-16 C/D, F-4, dan
F-5E.59 Pesawat-pesawat milik Korea Selatan tersebut tergolong lebih canggih secara
teknologi dibandingkan pesawat-pesawat Korea Utara yang masih mengandalkan MiG 15
dan MiG 21.
Salah satu hal yang paling penting dalam pembangunan kapabilitas militer Korea
Selatan yakni belanja militer. Sejak tahun 2006, anggaran militer Korea Selatan terus
mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut merupakan bagian dari upaya
untuk memperkuat pertahanan negara. Selain itu, peningkatan anggaran pertahan Korea
Selatan tersebut merupakan bagian dari respon atas tindakan provokatif Korea Utara.
Peningkatan anggaran pertahanan mKorea Selatan dapat dilihat melalui peningkatan
anggaran belanja militernya. berikut merupakan tabel anggaran belanja militer Korea Selatan
:
Pada tahun 2006 Korea Selatan mencapai 23.622 miliar USD dan pada tahun 2007
mencapai 24.689 miliar USD. Pada tahun 2008 dan 2009 belanja militer Korea Selatan
mencapai 26.297 USD dan 27.708 USD. Meskipun di tahun 2010, belanja militer Korea
58 Angkasa Ibid. Hal 6059 Ibid. 61
2006 2007
Series 1 23,622 24,689
0
5
10
15
20
25
30
35
dalam Milliar USD
Tabel 2.2 Anggaran Belanja Militer Korea Selatan tahun 2006-2012
29
udara.58 Pesawat tempur yang menjadi andalan angkatan udara Korea Selatan untuk
memperthankan keamanan udara seperti : KF-X, FA-50, F-X-1/2, F-15K, F-16 C/D, F-4, dan
F-5E.59 Pesawat-pesawat milik Korea Selatan tersebut tergolong lebih canggih secara
teknologi dibandingkan pesawat-pesawat Korea Utara yang masih mengandalkan MiG 15
dan MiG 21.
Salah satu hal yang paling penting dalam pembangunan kapabilitas militer Korea
Selatan yakni belanja militer. Sejak tahun 2006, anggaran militer Korea Selatan terus
mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut merupakan bagian dari upaya
untuk memperkuat pertahanan negara. Selain itu, peningkatan anggaran pertahan Korea
Selatan tersebut merupakan bagian dari respon atas tindakan provokatif Korea Utara.
Peningkatan anggaran pertahanan mKorea Selatan dapat dilihat melalui peningkatan
anggaran belanja militernya. berikut merupakan tabel anggaran belanja militer Korea Selatan
:
Pada tahun 2006 Korea Selatan mencapai 23.622 miliar USD dan pada tahun 2007
mencapai 24.689 miliar USD. Pada tahun 2008 dan 2009 belanja militer Korea Selatan
mencapai 26.297 USD dan 27.708 USD. Meskipun di tahun 2010, belanja militer Korea
58 Angkasa Ibid. Hal 6059 Ibid. 61
2007 2008 2009 2010 2011
24,689 26,297 27,708 27,572 28,28
dalam Milliar USD
Tabel 2.2 Anggaran Belanja Militer Korea Selatan tahun 2006-2012
29
udara.58 Pesawat tempur yang menjadi andalan angkatan udara Korea Selatan untuk
memperthankan keamanan udara seperti : KF-X, FA-50, F-X-1/2, F-15K, F-16 C/D, F-4, dan
F-5E.59 Pesawat-pesawat milik Korea Selatan tersebut tergolong lebih canggih secara
teknologi dibandingkan pesawat-pesawat Korea Utara yang masih mengandalkan MiG 15
dan MiG 21.
Salah satu hal yang paling penting dalam pembangunan kapabilitas militer Korea
Selatan yakni belanja militer. Sejak tahun 2006, anggaran militer Korea Selatan terus
mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan tersebut merupakan bagian dari upaya
untuk memperkuat pertahanan negara. Selain itu, peningkatan anggaran pertahan Korea
Selatan tersebut merupakan bagian dari respon atas tindakan provokatif Korea Utara.
Peningkatan anggaran pertahanan mKorea Selatan dapat dilihat melalui peningkatan
anggaran belanja militernya. berikut merupakan tabel anggaran belanja militer Korea Selatan
:
Pada tahun 2006 Korea Selatan mencapai 23.622 miliar USD dan pada tahun 2007
mencapai 24.689 miliar USD. Pada tahun 2008 dan 2009 belanja militer Korea Selatan
mencapai 26.297 USD dan 27.708 USD. Meskipun di tahun 2010, belanja militer Korea
58 Angkasa Ibid. Hal 6059 Ibid. 61
2011 2012
28,28 30,779
Tabel 2.2 Anggaran Belanja Militer Korea Selatan tahun 2006-2012
30
Selatan mengalami penurunan, yakni pada angka 27.572 miliar USD. Pada tahun 2011
belanja militer Korea Selatan kembali mengalami peningkatan yakni pada angka mencapai
28.28 miliar USD dan pada tahun 2012 mencapai 30.779 USD.60
Angka anggaran belanja militer Korea Selatan tersebut jauh lebih besar dari angka
belanja militer Korea Selatan. meskipun persentase dari tidak sebesar Korea Utara yang
mencapai hampir 25 persen. Besarnya anggaran belanja militer Korea Selatan tersebut
merupakan bagian dari kebijakan koersif pemerintah Korea Selatan dalam menghadapi Korea
Utara. kemampuan teknologi rudal balistik Korea Utara harus mampu untuk diimbangi
dengan kesiapan militer Korea Selatan baik dari persenjataan konvensiaonal mapun non
konvesional juga kesiapan angkatan perang.
Dengan demikian maka perimbangan ancaman yang dilakukan oleh Korea Selatan
sebagai respon atas ancaman-ancaman yang dibentuk oleh Korea Utara yakni melalui strategi
balancing dan bandwagoning. Dalam strategi pertama yakni Korea Selatan melakukan
balancing terhadap Korea Utara. Balancing yang dilakukan oleh Korea Selatan yakni dengan
cara memperkuat pertahanan militernya. Penguatan pertahanan militer tersebut dilakukan
dengan cara peningkatan anggaran belanja militer dan pengembangan senjata-senjata
konvensional maupun non konvensional. Sdenagkan strategi kedua yang dilakukan oleh
Korea Selatan yakni bandwagoning dengan Amerika Serikat. Bandwagoning dengan antara
Korea Selatan dengan Amerika Serikat tersebut dilakukan dengan membentuk aliansi
pertahanan keamanan. Dalam aliansi tersebut, Korea Selatan dilindungi oleh payung
keamanan yang diberikan oleh Amerika Serikat dari ancaman yang dapat ditimbulkan oleh
Korea Utara. Implementasi dari aliansi tersebut yakni pengefektifan kembali latihan
gabungan militer bersama di wilayah Korea Selatan.
60 ipri, South korea Military Expenditure, < http://milexdata.sipri.org/result.php4>. The Guardian, WorldMilitarry Spending Countries, <http://www.theguardian.com/news/datablog/2012/apr/17/military-spending-countries-list>.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asia timur merupakan salah satu kawasan yang memiliki konflik untuk menjadi
perang terbuka. Potensi konflik yang terjadi di Asia Timur merupakan rivalitas negara-negara
Asia Timur untuk saling meningkatkan kekuatan pertahananya. Salah satu sub-kawasan Asia
Timur yang memiliki potensi terjadinya perang terbuka ialah di Semenanjung Korea. Korea
Utara dan Korea Selatan secara teknis masih berperang hingga saat ini. Pasca berakhirnya
perang Korea, Korea Utara telah merintis pengembangan rudal balistik yang dimulai dengan
mengembangkan rudal jarak pendak dan menengah warisan Uni Soviet. Pada tahun 2006,
Korea Utara telah meluncurkan rudal balistiknya pertamanya untuk tujuan uji coba.
Peluncuran uji coba rudal balistik tersebut kemudian berlanjut di tahun 2009 hingga
keberhasilannya pada tahun 2012. Tindakan provokatif Korea Utara tersebut merupakan
bagian dari bentuk ancaman. Dalam kerangka balance of threat, ancaman yang ditimbulkan
oleh Korea Utara melalui empat sumber ancaman yakni ; aggregate power, proximity,
offensive power, dan offensive intentions. Peluncuran rudal balistik Korea Utara merupakan
bagian dari offensive intentions yang didukung oleh kemampuan kapabilitas militer untuk
mengancam Korea Selatan. Ancaman terhadap Korea Selatan semakin besar ketika didukung
pula oleh kedekatan secara geografis. Kedekatan secara geografis memudahkan negara
pengancam untuk memproyeksikan kekuatannya terhadap negara yang diancam.
Respon yang dilakukan oleh Korea Selatan terhadap ancaman rudal balistik Korea
Utara yakni dengan melakukan balancing. Strategi balancing yang dilakukan untuk
mereduksi ancaman dari Korea Utara, Korea Selatan melakukan perimbangan ancaman
dengan meningkatkan kapabilitas militernya. Peningkatan kapabilitas militer tersebut
meliputi penguatan pada sektor angkatan bersenjata dan industri pertahanan Korea Selatan.
Selain itu, Strategi bandwagoning yang dilakukan oleh Korea Selatan yakni dengan
melakukan aliansi pertahanan dengan Amerika Serikat. Aliansi pertahanan dengan Amerika
Serikat tersebut diimplementasikan dengan menggelar latihan gabungan militer bersama di
wilayah Korea Selatan.
1.6 Saran
Dalam penelitian ini, penulis terlalu spesifik pada konflik lama namun dengan
permasalahan yang baru. Dalam penelitian selanjutnya, penulis menyarakan agar dapat
memasukkan bagaimana implikasi peluncuran rudal balistik Korea Utara terhadap Jepang dan
32
Tiongkok. Kondisi keamanan yang terjadi di Asia Timur saling terkait karena akan
menimbulkan aksi dan reaksi dari setiap negara di kawasan tersebut. Saran kedua untuk
penelitian selanjutnya yakni bagaimana mengkaji pola social construction di Asia Timur
yang menjadi implikasi dari ancaman yang ditimbulkan kompleksitas keamanan. Kajian
bagaimana pola hubungan enmity dan amity yang membentuk bagaimana reaksi negara
terhadapa ancaman keamanan yang ditimbulkan oleh negara lain. Pola hubungan enmity dan
amity juga akan membahas aliansi dalam kawasan Asia Timur sendiri. Bagaimana aliansi
antara Tiongkok dengan Korea Utara dan aliansi antara Jepang, Korea Selatan dengan