-
Something Happen to My Heart | 1
Kamu Kuat!
Kamu Kuat, Ra! ucap Ian menyemangati. Kamu anak perempuan yang
kuat
ucapnya lagi. Ayra menghentikan langkahnya, seakan terdapat
sebuah aliran listrik mengalir
ke seluruh tubuhnya yang mampu membuat ia berdiri kaku.
Ian melangkah ke depan dan menghadap ke arahnya, Ayra
mendongakkan kepalanya
memandang anak laki-laki di hadapannya, jantungnya mulai
berdegup kencang, perlahan-
lahan pipinya memerah, tangannya yang terasa dingin dan basah ia
kepal erat-erat. Ian
menundukkan kepalanya, menjajarkan wajah mereka, kedua tangannya
ia letakkan dipundak
Ayra.
Perlahan Ian mendekatkan wajahnya pada wajah Ayra, lalu berhenti
beberapa saat
sambil memandang wajah merah dan memanas gadis di depannya, Ian
mulai tersenyum
melihat perubahan wajah tersebut, lalu melanjutkan mendekatkan
wajahnya...
I-Ian... kamu mau apa? tanya Ayra dengan ekspresi gelisah dan
gugup
Ian tersenyum lagi. Aku akan memberimu sebuah mantra ajaib,
mantra ini akan
selalu buat kamu merasa lebih baik! ucap Ian perlahan. Ayra
hanya mengerjap.
Ian mendekatkan bibirnya ditelinga Ayra dan membisikkan sesuatu.
Ayra... Kamu
Kuat! Kamu anak perempuan yang paling kuat, apapun yang kamu
rasakan, apapun yang
kamu hadapi, apapun yang terjadi, kamu harus selalu kuat. Ayra
Chrysantiana... KAMU
KUAT!
September 2003
Kamu Kuat... bisiknya. Ingatannya kembali ke masa itu, kembali
ke masa ketika
mantra itu diajarkan padanya. Sebuah ingatan yang terasa nyata,
seakan peristiwa itu terulang
kembali. Gadis tersebut memejamkan matanya, membangkitkan
ingatan yang tersimpan di
pikirannya.
-
Something Happen to My Heart | 2
Ia duduk dengan menekuk lututnya di dalam sebuah ruangan yang
hanya diterangi
cahaya redup, entah berapa lama ia duduk di sana dengan posisi
yang sama. Kamu gadis
yang kuat. bisiknya lagi, setetes cahaya bening telah mengalir
dipipinya yang putih, mata
gadis tersebut masih tertutup, bibirnya mengumamkan mantra yang
selama ini
menguatkannya.
Ayra... Kamu kuat! Ian bilang, kamu kuat!... cahaya bening itu
mengalir deras di
pipinya, makin keras dan tak bisa dibendung lagi. Tangisnya
mulai meledak, segala apa yang
ia rasakan saat ini telah dikeluarkannya bersama dengan aliran
air matanya.
Ayra Chrysantiana.... Kamu Kuat! terdengar senggukan dari
mulutnya.
KAMU KUATT! teriaknya disela-sela tangis.
-
Something Happen to My Heart | 3
Maaf, Kak
Juni, 2006
Ra Arga udah nungguin kamu di luar setengah jam yang lalu,
panggilnya dari
balik pintu.
Iya Tante, 2 menit lagi, jawabnya.
Tante Ria membuka pintu kamar dihadapannya dan melihat
keponakannya sedang
mematut diri di depan cermin. Ya ampun kamu lagi ngapain sih,
Ra? tanyanya yang
masih berdiri di samping pintu.
Tante nggak liat aku sedang ngapain? jawabnya sambil memoles
tipis lipglos di
bibirnya.
Tante liat kamu lagi ngapain sekarang, tapi kamu nggak sadar
apa? setengah jam lagi
ujian kamu akan dimulai, perjalanan dari sini ke tempat kamu
ujian itu butuh waktu lebih dari
setengah menit, belum lagi kamu harus cari ruangannya,.
Ayra tau Tante, nahh.. sekarang aku sudah siap, ucapnya. Ia lalu
merapikan semua
barang-barang di atas kasur dan memasukkannya ke dalam tas.
Periksa baik-baik semua berkas dan perlengkapan ujianmu, jangan
sampai ada yang
kelupaan, ucap Ria mengingatkan.
Ayra berjalan ke pintu lalu memeluk satu-satunya Tante yang
telah merawatnya. Siip
Tante, semuanya sudah lengkap, Ayra berangkat dulu, doain semoga
semuanya lancar.
Tante selalu mendoakan yang terbaik buat kamu, sana gih! Kakak
kamu sudah
nungguin kamu.
Ayra tersenyum memandang wajah tantenya, melihat baik-baik raut
wajah yang sudah
tidak semuda dulu, umur tantenya memang bisa dibilang telah
hampir memasuki kepala
empat, lipatan keriput mulai terlihat dari bawah matanya tapi,
wajahnya terlihat lebih muda
dibanding umurnya, sifatnya yang lembut, cara bicaranya yang
halus, senyum yang tidak
pernah lepas dari bibirnya, ditambah wajah ayunya yang membuat
dia selalu tampil cantik
-
Something Happen to My Heart | 4
dan segar. Ayra tahu, tanpa diminta pun tantenya pasti akan
selalu mendukung setiap langkah
yang ia ambil, mendoakan keberhasilan dan selalu memberinya
semangat.
Sepuluh menit telah berlalu sejak ujian di mulai. Ayra telah
berada di kampus tempat
dimana ia akan mengadakan ujian masuk perguruan tinggi negeri,
dia mulai kebingungan
melihat jalan yang akan ia lewati, masalahnya adalah bentuk dan
warna bangunan di kampus
ini hampir sama, belum lagi tanaman dan tumbuhan yang ada di
sekitarnya, semua hampir
sama dan sangat membuat Ayra bertambah bingung. Kakinya terus
melangkah cepat,
semakin cepat dan terlihat sangat tergesa-gesa. Dia sudah tidak
menghiraukan penampilannya
yang sudah sangat amburadul, yang ada dipikirannya saat ini
yaitu mengikuti ujian, bahkan
sampai saat ini ruang ujiannya pun belum ia tahu. Dia berjalan
terlalu buru-buru dan.
Brukkkk.
Ayra terpental kebelakang dan jatuh bersama tumpukan buku-buku
tebal yang
berdebu. Aduhh.. rintih Ayra.
Aowwwsakiiitt, sebuah suara rintihan terdengar agak berat. Ayra
mengikuti asal
suara itu, seorang pria tengah duduk kesakitan di atas lantai
sambil memegang pantatnya
yang nyeri. Pria itu menggunakan celana jeans hitam dan kemeja
dengan lengan pakaiannya
digulung hingga siku, kemejanya berwarna abu-abu bercorak
kotak-kotak, dia menggunakan
sepatu tali berwarna hitam. Ayra hanya memperhatikan
penampilannya saja dan tidak melihat
wajahnya. Takut jika yang ia tabrak itu adalah salah satu
mahasiswa senior di kampus
tersebut, Ayra cepat-cepat memungut semua berkas-berkas dan
buku-buku yang berserakan
di depannya, sementara pria itu masih saja duduk lemas menahan
kesakitan.
Maaf kak ucap Ayra dengan kepala menunduk, ia menyerahkan semua
berkas
dan buku yang telah ia bereskan kepada pria tadi. Masih dengan
kepala menunduk. Sekali
lagi maaf Kak, saya terburu-buru dan tidak sengaja menabrak
Kakak.
Pria tadi hanya terdiam melihat tingkah laku Ayra dengan kepala
menunduk sambil
meminta maaf, dia berusaha untuk melihat wajah Ayra, tapi Ayra
makin menundukkan
kepalanyanya. Saya permisi Kak, maaf, pamit Ayra lalu berlari
meninggalkan pria tadi
yang masih duduk terbengong.
-
Something Happen to My Heart | 5
Seulas senyum terbentuk dari sudut bibirnya. Gadis yang
lucu.
-
Something Happen to My Heart | 6
Bunga Chrysan (Krisan)
September, 2006
Vera mengisap habis milkshake-nya, ini sudah gelas yang kedua,
tangannya diangkat
lagi memangggil pelayan. Seorang pelayan muda mendekat dan
mencatat pesanannya, untuk
beberapa saat pelayan itu terkejut mendengar permintaannya. Tapi
Vera hanya tersenyum
kecut memandang pelayan yang ada di sampingnya. Setelah itu, si
pelayan berlalu
meninggalkannya.
Nggak salah apa? pesanan lo sudah melampaui batas, ucap Ayra
ketika pelayan itu
telah meninggalkan mereka. Kini mereka tengah berada di dalam
cafe sederhana yang
terletak di depan sebuah taman kanak-kanak. Kursi mereka
terletak di sudut ruangan caf
tersebut dan tepat di samping kaca besar yang menjadi dinding
penghalang antara bagian luar
dan dalam caf.
Kamu nggak usah heran, ini semua gara-gara lo ngajakin gue
keluar dari pagi hingga
siang kayak gini hanya untuk mencari satu benda yang menurutku
nggak terlalu penting, gue
haus plus kelaparan banget, ucap Vera dengan menekankan kalimat
kelaparan benget;.
Ayra menggelengkan kepalanya. Gue juga nggak mungkin ngajakin
kamu kalau gue
sudah kelabakan kayak gini.
Kenapa sih lo ngotot banget bunganya harus bewarna putih?
Ya ampun Vera, gue kira lo sudah tahu alasannya, Vera
menggelengkan kepalanya,
menandakan ia memang tidak terlalu memahami alasannya. Ayra
tidak melanjutkan
kalimatnya, dia memalingkan wajahnya memandang keluar dan
memperhatikan orang yang
berlalu - lalang di depan caf tempat mereka berada.
Ra, lo kok diam? tanya Vera hati-hati.
Gue cuma memikirkan alasan yang tepat kenapa bunganya harus
berwarna putih,
jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari luar.
Hahh.. maksudnya? Jadi lo nggak tahu alasannya apa?
-
Something Happen to My Heart | 7
Ayra tersenyum mendengar pertanyaan sahabatnya sejak SMA ini,
sebenarnya ia
sudah tahu apa alasannya, tapi Ayra sangat malas untuk
menjelaskan alasannya, selama ini
dia selalu pergi sendiri untuk mencari apa yang ia butuhkan,
tapi kali ini ia betul-betul butuh
seseorang untuk menemaninya.Lo tahu besok tanggal berapa? Ayra
membuka mulutnya.
21 September jawab Vera yang masih bingung.
Lalu?
Lalu? Vera mengangkat alisnya, dia bertambah bingung akan arah
pembicaraan
Ayra, seorang pelayan datang membawa nampan yang berisi sepiring
spaghetti dengan porsi
besar dan dua gelas milkshake coklat, setelah mempersilahkan
untuk menikmati pesanannya,
pelayan itu pun berlalu.
Lo tidak ingat besok adalah hari apa? tanya Ayra lagi, matanya
tetap memandang
keluar.
Vera mulai memutar ingatannya, mencoba mengingat kembali besok
adalah hari apa,
mulutnya mulai mencomot spaghetti pesanannya, sementara otaknya
masih mencoba berpikir
dan mengingat, Disuapannya yang kelima, Vera tiba-tiba tersedak,
spaghetti yang telah
ditelannya terhenti di kerongkongan, rasa nyeri di dadanya
akibat tersedak membuat dia
terbatuk-batuk, dengan sigap Vera meneguk setengah milkshake di
sampingnya. Ayra yang
asyik melihat keluar mengalihkan pandangannya pada Vera. Heran
melihat tingkah lakunya
sahabatnya.
Lo itu kalau makan nggak bisa pelan-pelan apa? Sampai tersedak
kayak gitu.
Vera mencoba mengatur napasnya dengan hati-hati. Besok hari
peringatan untuk
Ian, bukan? tanya Vera setelah merasa agak baik.
Ayra mengangguk. Lo baru ingat?
Vera terdiam beberapa saat. Jadi alasan lo untuk tetap
ngotot
Karena waktu Ian meninggal aku hanya memberi bunga krisan
bewarna putih, Ayra
melanjutkan. Sudah 3 tahun lebih sejak kepergian Ian dan selama
itu pula gue tidak pernah
berziarah ke kuburannya, lanjutnya lagi.
-
Something Happen to My Heart | 8
Vera meletakkan sendok dan garpunya, dia sudah tidak bernafsu
lagi untuk
melanjutkan makannya, ia merasa tidak enak hati membicarakan
Ian, terlebih lagi karena 3
tahun kepergian Ian, Vera sama sekali tidak mengingat tanggal
kematiannya.
Untuk sesaat mereka berdua diam dalam pikiran masing-masing,
Vera hanya duduk
sambil memandang makanan pesananya, ia berusaha berpikir keras
memikirkan cara untuk
mencairkan suasana, sedangkan Ayra mengarahkan pandangannya
kembali ke taman kanak-
kanak yang terletak di depan cafe tempat mereka berdua berada.
Dari ekspresi wajahnya,
Ayra terlihat baik-baik saja, tapi Vera meragukannya, ia berniat
membuka mulut untuk
meminta maaf padanya karena telah melupakan tanggal kematian
Ian.
Gue tidak apa-apa, Ayra bersuara, seulas senyum terbentuk
dibibirnya. Ia
memasang wajah ceria, mengilustrasikan raut wajah yang
menandakan bahwa ia baik-baik
saja.
Lo yakin tidak apa-apa? tanya Vera, Ayra mengangguk pasti. Lalu
kita mau ke
mana? Sebentar lagi mulai sore dan toko yang tadi sudah toko
bunga yang keempat kita
datangi, dimana lagi kita bisa mendapatkan bunga krisan
putih?
Hufftt itu bukan toko yang keempat, tapi toko yang keenam, ucap
Ayra lesu.
Apa? keenam? pekik Vera.
Kemarin gue sudah mendatangi dua toko bunga yang aku tahu, tapi
tidak ada yang
menjual bunga krisan, kalau pun ada... stok mereka untuk bunga
krisan putih sudah habis,
ditambah dengan empat toko bunga hari ini semuanya sudah
berjumlah enam toko.
Seorang gadis kecil dengan wajah yang ceria sambil bersenandung
kecil masuk
perlahan-lahan ke dalam caf, gadis itu mengenakan baju berwarna
putih berbintik-bintik
hitam, rok mungil dan dihiasi renda-renda berwarna merah muda
cerah menggelantung
hingga bawah lututnya, gadis itu juga mengenakan topi bundar
putih dengan pita yang
menghiasinya, ditangannya terdapat keranjang kecil yang berisi
beraneka ragam bunga.
Gadis itu melompat-lompat kecil di dalam caf, dia mendatangi
meja tiap pelanggan
yang duduk di sana sambil membagikan setangkai bunga pada
mereka. Dengan nada yang
ceria gadis itu mengucapkan sebuah kalimat pada mereka yang
mendapatkan bunga.
Selamat berakhir pekan ucapnya dengan wajah yang lucu.
-
Something Happen to My Heart | 9
Ayra memperhatikan gerak-gerik gadis kecil itu, dia merasa heran
melihat gadis kecil
yang membagikan bunga secara gratis pada mereka, wajah gadis itu
tampak sangat gembira,
membuat Ayra agak penasaran dengan tingkah lakunya. Gadis kecil
itu berjalan menuju ke
meja tempat ia dan Vera sedang duduk, mulutnya masih
bersenandung kecil.
Gadis kecil itu berhenti tepat di sampingnya, ia terpaku
memandang seorang
perempuan muda di depannya lalu sebuah senyum indah nampak
dibibirnya memperlihatkan
deretan giginya yang putih dan tersusun rapi.
Selamat berakhir pekan, kak ucap gadis kecil itu sambil
menyerahkan setangkai
bunga terakhir dari keranjangnya, bunga itu berwarna putih,
kelopak pusat bunga pendek itu
dikelilingi oleh pola yang berbentuk cincin dan sebuah sinar
bunga. Ayra memperhatikan
bentuk bunga di tangannya, matanya membulat besar, ia mengenal
jenis bunga yang ia
pegang.
Dik, kamu dapat bunga ini darimana? tanya Ayra pada gadis kecil
itu
Masih dengan senyum indahnya. Itu dari toko bunga kami, jawabnya
dengan nada
yang ceria.
Toko bunga? Kamu punya toko bunga? gadis kecil itu
mengangguk.
Bisa bawa kami ke toko bunga kamu!
Gadis kecil itu menunjukkan wajah gembiranya. Kakak mau datang
ke toko bunga
Mama?
Ayra terheran melihat ekspresi gadis kecil di depannya, gadis
kecil itu tersenyum
sumringah, sepertinya ia senang mengetahui bahwa Ayra akan
datang ke toko milik
keluarganya.
Tapi Kak, dari sini ke toko agak jauh kalau jalan kaki.
Lohh.. memangnya kamu bisa sampai di sini menggunakan apa? tanya
Vera mulai
berbicara.
Naik sepeda, jawabnya polos.
-
Something Happen to My Heart | 10
Kalau gitu kita naik taksi saja, nanti sepeda kamu ditaruh di
bagasi, bagaimana?
usul Ayra. Gadis kecil itu mengangguk cepat. Setelah itu mereka
bertiga meninggalkan caf
lalu berangkat ke toko yang dimaksud.
Gadis kecil itu tidak henti-hentinya memandang Ayra yang duduk
di samping kirinya,
kini mereka bertiga telah berada di dalam taksi, dia betul-betul
tidak percaya dapat bertemu
dengan perempuan yang ia kagumi selama ini. Matanya
berbinar-binar seakan melihat
bintang yang berkilauan dimalam hari.
Ayra yang merasa canggung diperhatikan oleh gadis kecil di
sampingnya mulai
menoleh dan mendapati gadis kecil itu masih menatapnya. Mmmm
kenapa? Ada yang
aneh yah? tanya Ayra pada gadis kecil tersebut, gadis kecil itu
menggeleng. Terus.. kenapa
liatin aku terus? tanya Ayra lagi.
Nama Kakak siapa? tanya gadis kecil itu
Ayra, kamu?
Wahh nama Kakak hampir sama dengan nama kami, ucapnya dengan
semangat.
Kami? Maksudnya? tanya Vera yang dari tadi memperhatikan mereka
berdua.
Iyya kami Aku dan Ara, saudara kembarku jawab gadis itu tanpa
menoleh
pada Vera yang berada di sisi kanannya.
Kamu punya saudara kembar? Ya ampuuun kamu sudah lucu kayak gini
sudah
membuatku gemas apalagi kalau kamu punya saudara kembar yang
lucunya juga kayak
kamu, terus persamaan nama aku dan kalian berdua apa? tanya Ayra
dengan antusias.
Nama Kakak kan Ayra, Nama kami Ara dan Aya, Kak Ayra tinggal
menghilangkan
salah satu huruf nama Kakak agar salah satunya mirip dengan nama
kami, kalau bukan huruf
R, Kakak tingga menghilangkan huruf Y-nya saja, jelas Aya dengan
lincah.
Iya juga yah, berarti mungkin seharusnya kamu jadi Kakak mereka,
Ra. Vera
menambahkan.
Wahh aku dan Ara pasti sangat senang, kalau kak Ayra mau jadi
Kakak kami,
sahut Aya dengan ceria.
-
Something Happen to My Heart | 11
Ayra hanya tersenyum melihat tingkah Aya. Gadis kecil ini memang
lucu, sangat
nyaman berada di sampingnya, pikir Ayra.
Tadi kamu memperhatikan wajah Kakak, memangnya kenapa? tanya
Ayra.
Kakak tetap sama seperti dulu, tetap cantik dan baik seperti
prinses Bella, ucapnya
dengan spontan.
Sama seperti dulu? Memangnya Kakak pernah bertemu dengan
kamu?
pertanyaannya memburu, terkejut mendengar pernyataan polos yang
keluar dari gadis kecil di
sampingnya.
Aku dan Kakak baru bertemu saat ini, tapi aku pernah melihat kak
Ayra sekali.
Dimana?
Di Aahh pak supir depan belok kanan terus berhenti di depan toko
bunga
yah seru Aya memerintah supir di depannya.
Mereka bertiga kini berdiri di depan toko bunga yang bercat
coklat dan bertingkat
dua, bentuk tokonya tidak terlalu besar, mungkin lebih tepatnya
bahwa toko tersebut adalah
sebuah rumah yang di desain menjadi toko bunga sederhana, lantai
dasarnya dijadikan toko
tapi, pada lantai atas terdapat ruang tamu, ruang keluarga,
dapur dan beberapa buah kamar.
Halaman depan toko bunga tersebut berhiaskan beraneka ragam
tanaman hias yang ditanam
di dalam pot dengan berbagai corak dan warna. Selain itu, bagian
depannya dipasangi kaca
besar dan bening yang dapat menampilkan dari luar aneka bunga
yang dipajang di dalamnya.
Sebuah papan besar terpasang di atas sana. Papan yang menandakan
nama toko tersebut
bertuliskan Taaraay Florist
Ayra melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko. Nampak seorang
wanita paruh
baya mengenakan rok hingga lutut berwarna hitam dan memakai baju
lengan panjang
berbahan halus sedang terlihat merapikan letak beberapa bunga
yang telah bergeser dari
tempatnya.
Mama seru Aya memanggil wanita tersebut, Aya berlari ke arahnya
lalu dengan
senyumannya yang lucu ia memberikan keranjangnya pada wanita
itu.
Habiss Aya hebat, ucap wanita itu memuji.
-
Something Happen to My Heart | 12
Ma aku bawa seseorang ke sini.
Alis sang Mama terangkat Siapa?
Tuhh.. Aya menunjuk dua perempuan muda yang sedang mendekati
mereka berdua
Selamat siang Tante.. sapa Ayra pada wanita yang ada di
hadapannya
Siang adik siapa yah?
Mmm beberapa hari ini saya mencari seikat bunga krisan putih,
tapi tiap toko
bunga yang saya datangi ternyata kehabisan stok. Kebetulan tadi
Aya masuk ke dalam caf
tempat kami berada dan dia memberikan bunga krisan putih ini
pada saya, jelasnya sambil
memperlihat setangakai krisan putih pada wanita itu.
Dan Aya membawamu ke sini untuk membeli bunga itu? lanjut wanita
itu, Ayra
mengangguk pelan
Saya bisa memperlihatkan koleksi bunga krisan kami tapi di dalam
sana hanya
boleh di masuki oleh dua orang saja, apa adik tidak keberatan
kalau. wanita itu melirik ke
arah Vera.
Tidak kok Tante, saya cuman menemaninya untuk mencari bunga itu,
biar dia saja
yang ikut bersama Tante ke dalam, saya tidak apa-apa, potong
Vera sebelum wanita itu
melanjutkan kalimatnya.
Ma, Aya bisa ikutkan? pinta Aya
Bisa.. tapi Aya nggak boleh sentuh apa pun, wanita itu lalu
menoleh pada Vera.
Adik bisa menunggu di sofa sana, wanita itu mempersilahkan
dengan sopan.
Ayra berjalan mengikuti wanita yang ada di depan, dia memasuki
sebuah lorong
panjang yang hanya diterangi lampu kuning bercahaya redup,
dinding lorong tersebut dihiasi
berbagai macam lukisan bunga dan berbagai pernak-pernik tanaman,
dia telah melewati tujuh
pintu berwarna coklat, setiap pintu tertempel papan kecil yang
bertuliskan berbagai jenis
bunga. Kini mereka berada di depan pintu yang tertempel papan
kecil bertuliskan The
Chrysanthemum.
-
Something Happen to My Heart | 13
Ayra memasuki ruangan tersebut, di dalamnya tersimpan banyak
bunga krisan
berbagai warna. Ayra hanya berdiri mematung memandangi
bunga-bunga yang tersusun rapi
di hadapannya.
Kak.. kok bengong? tanya Aya menyadarkan Ayra dari
kekagumannya
Ruangan ini Indah, matanya masih menatap satu persatu bunga
tersebut.
Yahh Memang indah, sahut wanita itu
Anda juga suka bunga ini?
Wanita itu tersenyum. Cuma sekedar mengagumi, jawabnya.
Ngomong-ngomong,
nama kamu siapa? tanya wanita itu.
Ayra. jawabnya singkat.
Wanita itu agak terkejut. Namamu mirip dengan kedua putri
saya.
Iya, saya sudah dengar dari Aya ucapnya lalu memandang gadis
kecil yang berdiri
di samping ibunya.
Hanya Ayra saja, nama lengkap kamu?
Ayra Chrysantiana.
Wanita itu terkejut untuk kedua kalinya, matanya membesar dan
mulut terbuka
sedikit, jawaban Ayra cukup membuatnya memberikan ekspresi
seperti itu Chrysantiana?
Nama kamu hampir mirip dengan bunga krisan.
Nama saya memang ada unsur bunganya, karena ibu saya menyukai
bunga krisan,
seulas senyum manis terlihat di wajahnya.
Mama nama lengkapku dan kak Ayra juga hampir samakan? Bedanya
kalau kak
Arya memakai nama bunga krisan, tapi kalau aku memakai bunga
lily timpal Aya
Lily? Memangnya nama lengkap kamu siapa? tanya Ayra pada gadis
lucu yang di
hadapannya.
Ayani Lilyana.
Berarti adik kamu namanya Arani Lilyana, tebak Ayra
-
Something Happen to My Heart | 14
Salah kak Ara bukan adikku, tapi kakakku.
Ohehehe Salah yah, maaf deh, aku kan nggak tahu diantara kalian
kakak dan adik
yang mana.
Aya mengangguk. Nggak papa kok, mmm.. kakak cari bunga krisan
warna apa
tadi?
Warna putih, saya bisa beli seikat? tanya Ayra ragu sambil
menatap wanita di
depannya
Wanita itu tersenyum. Kamu tidak usah ragu begitu, tunggu bentar
yah!
Iya Tante, hmm... kalau boleh tahu nama Tante siapa?
Fitri kak jawab Aya.
Ohhh... terus, kembaran kamu mana?
Kak Ara sedang keluar membeli kue bersama kak Tirta?
Kak Tirta
Aya mengangguk. Kak Tirta anak pertama Mama,
Ayra hanya mengangguk
Setelah menerima seikat bunga dari ibu Fitri, mereka bertiga
keluar dari ruangan
penyimpanan tersebut dan menemui Vera. Suara lonceng di pintu
depan toko berbunyi,
seorang gadis kecil yang berwajah mirip dengan Aya masuk sambil
mengenggam dua es krim
berbentuk kerucut.
Aya.... aku bawa es krim nih, panggilnya.
Aku mau yang cokelat, ucap Aya sambil berlari menghampiri
Ara
Nihhh... kalau aku strawbery.
Kak Tirta mana, ya?
-
Something Happen to My Heart | 15
Kak Tirta di luar, lagi bicara sama temannya, ohiyaa.. bunga
yang dibagikan hari ini
bagaima... Ara memotong kalimatnya, matanya terpaku pada seorang
perempuan muda yang
sedang membayar bunga yang ia beli. Ia lalu berbisik pada
Ara.
Ya, Kakak ini? tanya Ara perlahan.
Iyaa... dia Kakak yang ituuuu, jawab Aya dengan mata yang
berbinar.
Mereka berdua pun saling berbisik. Kenapa dia bisa ada disini?
tanya Ara lagi.
Aku tidak sengaja ketemu di cafe sana, terus....
Kalian lagi bisik-bisik apa? tanya Ayra tiba-tiba yang
menghampiri mereka berdua.
Aya hanya tersenyum, sedangkan Ara masih diam melongo melihat
Ayra.
Ohhh... jadi ini namanya Ara, mereka sama-sama lucu yah, ucap
Vera lalu menoleh
pada Ayra meminta pendapatnya, Ayra hanya mengangguk
tersenyum.
Tahu tidak, namanya kak Ayra bisik Aya lagi.
Ara terkejut. Samaaaa... kok bisa? bisik Ara kembali.
Kalian dari tadi bisik-bisik terus, apa sih? Seru banget.
Kak Ayra cantik, ucap Ara spontan.
Bukan... Kakak terlihat manis, ralat Aya.
Tapi dia terlihat cantik Ayaaaa, Ara mempertahankan
pendapatnya.
Ayra tersenyum mendengar pernyataan polos kedua gadis kecil ini,
tiba-tiba nada
dering terdengar dari ponselnya, tulisan kak Arga memanggil
tampil pada layarnya, Ayra
menekan tombol hijau lalu mendekatkan ponsel tersebut pada
telinganya.
AYRAAA? teriaknya dari seberang sana
Aoowwww... pekik Ayra. Kak, bisa sih nggak pake teriak-teriak?
Bentaknya.
Kamu dimana? tanyanya dengan nada tinggi.
Toko bunga, jawabnya ketus.
Di toko bunga selama tujuh jam... ngapain aja kamu?
-
Something Happen to My Heart | 16
Aku nggak perlu jawab pertanyaan Kakak, jawab saja pertanyaanku,
kenapa Kakak
nelpon?
Om Hari sebentar lagi datang, bukannya kamu sudah janji sama
tante Ria untuk
mengantarnya menjemput Om di bandara, atau kamu sudah lupa?
Ya ampuun... kenapa bisa aku lupa, maaf... maaf Kak, aku segera
pulang, ucapnya
lalu mengakhiri pembicaraan.
Tante Fitri, maaf aku buru-buru balik pulang, makasih untuk
bunganya.
Iyaa... hati-hati di jalan, kapan-kapan kesini lagi.
Yahhh... kak Ayra sudah mau pulang? tanya si kembar
bersamaan.
Iya... maaf yah, lain kali Kakak bermain dengan kalian, yuk
Ver... kita harus cepat
balik ajaknya pada Vera.
Dengan tergesa-gesa Ayra menarik tangan Vera dan membuka pintu
lalu setengah
berlari meninggalkan toko bunga, tanpa memperhatikan sekitarnya
Ayra menabrak seseorang
di depan pintu yang membuatnya jatuh kesakitan.
Aooowww... rintih pria itu
Ayra terkesiap. Suara itu... bisiknya dalam hati
Adduhhh... pantatku, rintihnya lagi sambil mengelus pantatnya
yang kesakitan. Pria
itu melihat seorang perempuan di depannya, perempuan itu dalam
posisi yang sama
sepertinya, hanya saja wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang
panjang. Oii.. kalau jalan-
jalan hati dong, tegurnya.
Vera yang melihat kejadian tersebut, segera membantu Ayra
berdiri. Masih dengan
wajah yang tertutupi rambutnya, Ayra menahan rasa malunya,
karena sepertinya ia menabrak
orang yang sama.
Maaf kak, ucap Ayra gugup.
Pria itu sedikit terkejut mendengar perempuan di depannya
memanggilnya dengan
sebutan Kak. Dia berusaha berdiri dan memperhatikan wajah
perempuan yang
-
Something Happen to My Heart | 17
menabraknya tapi semakin dia mendekat, perempuan tersebut
semakin menutup wajahnya
dengan rambutnya.
Kamuuuuu..... ucap pria tersebut penasaran.
Maaf Kak, sa-sa-saya harus segera pergi, ucapnya lalu pergi
dengan berlari. Pria
tersebut terus memperhatikan Ayra hingga ia menghilang di dalam
taksi, rasa sakit di
pantatnya telah hilang digantikan dengan rasa penasaran yang
cukup tinggi.
Gadis yang lucu, ucapnya dengan sebuah senyuman.
Pria tersebut lalu memungut kotak kue yang ia bawa, untung saja
kotak kue itu
tertutup rapat ketika jatuh hingga kue yang ada di dalamnya
masih utuh. Ia lalu berjalan
memasuki toko bunga. Salah seorang adik kembarnya menyambutnya
dengan wajah yang
ceria.
Kak Tirta, kuenya mana? tanya Aya.
Nihh.. masih utuh kok, ucap Tirta sambil menyerahkan sekotak
kue.
Ada rasa cokelat kan? tanyanya lagi.
Coklat, vanila, strawbery, semuanya ada kok.
Wahh.. kayaknya enak.
Dasar... penggila cokelat, Mama mana?
Ada di atas, ucapnya sambil mengunyah kue.
Tirta berjalan masuk meninggalkan adiknya, ia lalu menaiki
tangga berniat
menghampiri sang mama di lantai dua
Keesokan harinya...
Sepasang tangan indah berwarna kuning langsat tengah menyentuh
gundukan tanah
yang ditumbuhi rerumputan. Tangan indah itu meraba gundukan
tanah tersebut secara
perlahan seakan jari-jemarinya tengah bermain di atasnya, lalu
sepasang mata bulat
memandang sebuah tulisan yang telah terlihat usang. Ia terus
memandang tulisan itu seakan
-
Something Happen to My Heart | 18
berharap bahwa tulisan itu salah atau tulisan itu menghilang
dari tempatnya, di atas batu
nisan tersebut tertera tulisan.
IAN PRATAMA
Lahir : 05 Januari 1986
Wafat : 21 September 2003
Hai... sapanya.
Humm... maaf aku baru datang, gimana kabar kamu? Aku harap kamu
baik-baik
saja, dia terdiam sesaat, butuh tenaga yang besar untuk
mengungkapkan semua apa yang ia
pendam selama ini. Yan... aku.... kangen, dia tersenyum tipis,
matanya mulai terasa perih
tapi ia tetap menahan agar air matanya tidak jatuh.
Lucu yah, dadaku yang terasa sakit, tapi malah air mataku yang
pengen keluar,
suaranya mulai terdengar serak. Kamu nggak marah sama aku kan?
setelah tiga tahun aku
baru bisa datang hari ini, aku... aku...
Akhirnya dia tidak dapat membendungnya lagi, air matanya telah
jatuh bercucuran,
tangan kanannya menyentuh dadanya yang terasa sakit dan tangan
kiri menggenggam erat
tanah yang menutupi tubuh seseorang di bawah sana.
Hikss... hikss.. suaranya mulai terdengar, makin keras dan
keras. Jika saja ia
menangis pada di tempat itu pada malam hari, mungkin saja semua
makhluk yang terkubur di
bawah sana terbangun karena tangisannya, tapi untungnya dia
berada di sana dipagi hari,
tepat sebelum matahari baru menunjukkan semburat cahayanya yang
kekuningan. Ayra mulai
menenangkan dirinya, meski ia tahu air mata itu tak akan
berhenti mengalir.
Ian, kamu ingat tidak mantra yang kamu ajarin dulu waktu kita
masih SMP, aku-a-
aku berhasil menguasai mantra itu, Ayra menghela napas panjang
lalu melanjutkan. Besok
tanggal 22, kamu ingat kan? Besok.... tepat 4 tahun kita jadian,
meski sebenarnya kita hanya
pacaran selama.... humm.. kurang sehari untuk jadi setahun, air
matanya mengalir lagi.
Maafkan aku Ian, seharusnya aku nolong kamu, seharusnya aku
melakukan
kewajibanku. Aku bodoh yahh... Andai saja aku tidak terlalu
baik, kamu pasti sekarang sudah
sama aku nyiapin rencana konyol untuk ngerayain hari jadian kita
seperti dulu, iyakan? Ayra
-
Something Happen to My Heart | 19
memandang lesu batu nisan di depan, berharap ia mendengar suara
yang menjawab
pertanyaannya.
Aku ingat, semua rencana kita dulu, kamu akan bawakan aku
sebanyak-banyaknya
cokelat, berikat-ikat bunga krisan merah, semua edisi dan volume
komik kesukaanku. Kamu
juga bilang akan selalu melindungiku jika nanti aku diganggu
oleh senior ketika aku sudah
kuliah, kamu akan marahin mereka walau sekalipun senior itu
adalah senior tertua di kampus,
meski aku tahu kamu nggak bakal berani ngelakuin itu, Ayra
tertawa kecil mengingat
kalimat tersebut. Sedangkan aku hanya janji menghabiskan waktuku
seharian bersama
denganmu dan mengabulkan satu permintaanmu, dengan syarat
permintaannya tidak
merugikan aku, lanjutnya lagi.
Butuh waktu bertahun-tahun untuk kita memendam perasaan
masing-masing,
bertahun-tahun aku berstatus menjadi sahabat kamu tapi, butuh
kurang dari sehari untuk pas
menjadi setahun aku berstatus sebagai kekasih kamu, handphone
Ayra mulai bergetar, nada
musik Jepang yang terdengar di dalam tasnya membuat Ayra
menghentikan kalimatnya.
Layar hp-nya menampilkan nama seseorang tapi, sayangnya Ayra
tidak berminat mengangkat
panggilan tersebut, ia tetap membiarkan hp-nya berdiring lalu
memasukkannya ke dalam tas
yang ia bawa.
Ayra menatap kembali batu nisan itu lalu melanjutkan kalimatnya.
Aku sayang
kamu, ucapnya menatap batu nisan itu. Bisa tidak kamu panggil
aku kayak dulu! aku.... aku
ingin sekali mendengarnya, pintanya.
Walaupun Ayra memintanya sambil berlutut dan menangis darah,
permintaannya
tidak akan pernah terkabulkan, karena orang yang saat ini ia
temani berbicara adalah orang
yang telah tiada. Dia hanya menunduk lesu sambil menarik napas
yang panjang, perlahan ia
mengangkat tubuhnya untuk berdiri lalu memandang seikat bunga
krisan putih yang ia taruh
diatas kuburan tersebut, air matanya menetes lagi.
Setelah merasa puas memandangi kuburan tersebut, Ayra sebisa
mungkin menguatkan
diri dengan menggumamkan mantra ajaibnya, selangkah demi langkah
Ayra meninggalkan
pemakaman tersebut dengan sisa derai air mata dikedua
pipinya.
-
Something Happen to My Heart | 20
Ketiga Kalinya
Oktober, 2006
Nada musik Jepang memecah kesunyian di kamar mungil tersebut,
musik itu
mengalun dengan indah sehingga membuat seseorang yang tengah
tertidur lelap terpaksa
membuka matanya. Ia menguap sekuat-kuatnya, berusaha
mengumpulkan sisa nyawanya
yang tertinggal di alam mimpi, meski ia sudah lupa apa yang
sedang ia mimpikan semalam.
Nino Memanggil....
Ayra menghembuskan napasnya secara perlahan setelah membaca nama
yang tertera
pada layar hp-nya. Lagi-lagi dia, pikirnya. Sudah berhari-hari
pria itu berusaha
menghubunginya dan berhari-hari pula ia menghindar, meski ia
tahu apa yang ia lakukan
pada pria itu adalah sebuah kesalahan. Ayra masih menatap layar
hp-nya, musik dari Jepang
itu masih mengalunkan nada yang indah dan menenangkan. Ia mulai
menimbang-nimbang
apakah akan menjawab panggilan darinya atau tidak, dan
akhirnya...
Halo, ia menjawab panggilan tersebut setelah berdering sebanyak
lima kali.
Ayra... kamu baik-baik saja? tanyanya dengan nada gelisah.
Yahhh, jawabanya lesu.
Syukurlah, ku kira terjadi sesuatu, terus... kenapa telpon ku
baru dijawab sekarang?
Semua smsku juga tidak kamu balas, tanyanya lagi
Sudah kuduga dia pasti dia menanyakan itu lagi, pikir Ayra. Aku
kehabisan
pulsa, jadi tidak bisa balas sms kamu dan tiap kali aku mau
jawab panggilan kamu, telponnya
tiba-tiba berhenti berdering, Ayra berbohong lagi.
Ohhh.. ku kira kamu sengaja ngediemin aku.
Itulah yang sebenarnya terjadi, pikir Ayra lagi.
Ra, ntar pulang kampus jam berapa?
Setengah tiga.
-
Something Happen to My Heart | 21
Hummm... kalau gitu, kita jalan yuk! ajaknya.
Ayra terdiam beberapa saat lalu memejamkan matanya. Maaf No,
tapi hari ini...
Kita udah lama nggak jalan bareng, Ra. Tiap kali aku cari kamu
di kampus, aku
sangat susah nemuin kamu, selain itu kamu susah aku hubungin.
Plisss.... bujuk Nino
memotong kalimatnya.
Aku betul-betul minta maaf, hari ini aku nggak...
Aku kangen kamu, Ra... Nino memotong lagi.
Kali ini Ayra betul-betul tidak bisa menghindar, sejujurnya dia
tidak memiliki alasan
apapun untuk menolak ajakan Nino, ditambah lagi kalimat manja
Nino yang baru saja ia
dengar. Sebagai orang yang punya hubungan khusus denganya, Ayra
seharusnya senang
mendengar kalimat itu, tapi malah sebaliknya. Ayra sama sekali
tidak merasakan apa-apa.
Hubungannya dengan Nino telah berjalan cukup lama, semenjak ia
duduk dibangku
kelas 3 SMA, hubungan yang seharusnya untuk membuat rasa sayang
Ayra tumbuh kembali,
tapi kenyataan berbanding terbalik dengan apa yang ia harapkan
ketika mengambil keputusan
menerima Nino dan kini, Ayra hanya merasakan bebannya bertambah
banyak.
Oke... ucap Ayra kemudian.
Good, aku jemput kamu di kampus setelah pukul setengah tiga,
tapi kamu seriuskan
kali ini kita jalan? tanyanya dengan penuh semangat.
Hmmmmm... iya, tapi kamu jemput aku di perpustakaan di ujung
jalan dekat
kampus.
Siip mba... Hummm, kalau gitu udah dulu, aku mau siap-siap dulu
berangkat
kuliah.
Iyya, hati-hati bawa motornya ke kampus! Ayra ingin segera
menekan tombol
merah pada hp-nya untuk mengakhiri panggilan tersebut.
Ra... tunggu dulu, panggilnya menghentikan tindakan Ayra.
Ayra mendekatkan lagi telinganya pada handphone tersebut. Iya,
apa lagi?
Aku sayang kamu, ucap Nino
-
Something Happen to My Heart | 22
Ayra terdiam lagi, terdiam beberapa saat memikirkan apakah dia
perlu membalas
pernyataan Nino barusan, mulutnya terbuka untuk mengeluarkan
sebuah kata tapi belum ada
satu huruf pun terdengar, Ayra menghentikan bibirnya bergerak,
ada semacam sesuatu yang
mengganjal di tenggorokannya yang membuatnya susah mengeluarkan
kalimat dan pada
akhirnya Ayra hanya mengakhiri pembicaraan tersebut tanpa
berkata sepatah kata pun.
Maafin aku Nino. ucapnya sambil menatap handphone yang ia
genggam.
Nino melangkahkan kakinya memasuki ruang kuliah, di dalam sana
hanya terdapat
beberapa orang yang terlihat, aneh juga.... kuliah akan dimulai
sekitar 20 menit lagi, tapi
kelas ini baru terisi beberapa orang saja. Ia melihat seorang
pria mengenakan kemeja coklat
sedang duduk di salah satu kursi sambil membaca buku yang
lumayan tebal dan
menggoyangkan kakinya ke atas dan ke bawah. Nino menghampiri
pria tersebut, menaruh
tasnya di samping kursi pria tadi lalu duduk dengan
perlahan.
Hufffttt... keluhnya.
Kenapa lo? tanya pria di sebelahnya tanpa berahli pada buku yang
ia baca.
Gue bingung, jawab Nino lesu sambil menyandarkan kepala.
Pria itu menatap Nino lalu tertawa ringan sambil menggelengkan
kepalanya. kenapa
lagi? Lo tuh yah... sepertinya tiada hari tanpa bingung, kemarin
dulu bingung karena keluarga
lo, kemarin galau karena beasiswa, sekarang bingung karena apa
lagi?
Cewek gue. Nino memasang tampang cemberut.
Owhhhh... sekarang gara-gara cewek, kenapa cewek lo?
Nino memulai curhatnya, heran... cowok yang satu ini demen
banget curhat, tapi
curhatnya sama satu orang saja, yahhh.. sama pria di sampingnya
ini.
Mungkin sifatnya udah dari sononya kali, pria itu mulai
mengeluarkan pendapatnya
setelah Nino selesai menyelesaikan curhatnya.
Entahlah, kalau sama temen-temennya ia terliat menyenangkan.
Tapi kalau udah
sama aku... kebanyakan diem.
-
Something Happen to My Heart | 23
Sekarang gue tanya, dia perhatian nggak sama lo?
Dikit.
Apa dia pernah buat lo sakit hati? Yahh.. meskipun dia selalu
buat lo bingung kayak
gini.
Kalau sakit hati nggak pernah tuhh, dia termasuk tipe cewek yang
setia dan baik.
Dia cantik nggak? Atau pintar mungkin?
Jelas cantik lahh, tapi menurut gue dia terlihat manis. Dia
gadis yang cukup cerdas,
jawab Nino membanggakan kekasihnya itu.
Kalau gitu nggak usah galau kali, apa coba yang mesti lo
bingungin, dia cantik,
pintar, setia, plus baik. Kalau gue sih itu sudah termasuk cewek
yang sempurna.
Tapi nggak pernah sekalipun dia bilang sayang sama gue, Nino
memasang tampang
masam.
Sayang bukan berarti harus diungkapkan dengan kalimat, dia pasti
sayang sama lo,
buktinya kalian sudah berhubungan cukup lama, Itu cuman
kebiasaan dia dalam menjalin
sebuah hubungan, nggak semua cewek itu sama dan lo harus siap
menerima dia apa adanya.
Gampang lo bicara, coba elo diposisi gue, bayangin gimana
rasanya pacaran sama
cewek gue, elo sih enak... udah punya Karin.
Pria itu hanya diam tidak menanggapi kalimat Nino yang menyebut
nama Karin,
karena pada kenyataannya dia memang tidak peduli.
Tapi kok gue nggak pernah ngeliat pacar lo itu? Dia sekampus
kita kan? tanya pria
itu mencoba menghindar dari obrolan mereka yang mulai membahas
Karin.
Sekampus, tapi beda fakultas.
Pria itu hanya mengangguk kemudian kembali berkutat dengan buku
yang ia baca
tadi. Beberapa saat kemudian Fian masuk ke dalam kelas,
mengumumkan bahwa dosen
mereka tidak hadir hari ini, suara kelas mulai terdengar riuh.
Bukannya sedih atau kecewa
gitu mendengar dosen mereka tidak mengajar, mereka malah
bertepuk tangan dan bersorak
gembira. Dasar mahasiswa...
-
Something Happen to My Heart | 24
Nino merapikan rambut dan pakaiannya yang mulai agak berantakan,
mengambil tas
ranselnya lalu bersiap-siap untuk berjalan, dia menoleh pada
pria yang masih setia dengan
buku tebalnya.
Ke kantin yukk! gue lapar nih belum sarapan.
Lo aja, gue udah sarapan tadi, buku ini belum selesai gue baca,
matanya tetap setia
pada lembaran buku.
Dasar kutu buku, ledeknya.
Pria itu menurunkan bukunya lalu menoleh pada Nino Daripada
elo... nggak pernah
sekalipun gue liat lo buka buku, heran.. kenapa lo bisa dapat
beasiswa?
Itulah kelebihan gue, otak gue tetap encer meski nggak baca buku
tebal kayak elo.
Pede amat. Ehh... elo bawa motor kan? Entar antar gue ke perpus,
yah! pintanya.
Perpus? tanya Nino bingung.
Iyya... perpus di ujung jalan sana.
Lahhh.. mobil lo mana?
Lagi dipake ama nyokap.
Jadi lo ke sini naik apa?
Taksi, antar gue yah! tempatnya nggak jauh juga tuhh...
Jam berapa, kebetulan gue mau ke sana.
Sebelum jam 3, tumben lo mau ke perpus.
Gue ada janji sama seseorang, ntar gue jemput setengah tiga.
Pria itu mengangkat jempolnya lalu membuka halaman buku yang
tidak pernah
terlepas dari tangannya. Nino berjalan meninggalkannya.
Ayra terlihat berkonsentrasi menyelesaikan tugasnya. Tiga puluh
menit kemudian ia
berhasil memenuhi lembaran demi lembaran tugasnya dengan tinta
pulpen, ia menatap jam
-
Something Happen to My Heart | 25
tangan mungilnya yang menunjukkan pukul 02.35. Sebentar lagi,
pikirnya. Ia lalu
membereskan semua barang-barangnya yang berhamburan di atas meja
dan memasukkannya
ke dalam tas kemudian berjalan menuju rak buku, mengembalikan
buku-buku yang ia pinjam
tadi ke tempat semulanya, lalu berjalan melewati rak buku yang
terletak paling belakang pada
sudut ruangan. Matanya tertuju pada sebuah buku berwarna biru
muda, sekilas terdapat kata
Parepare pada buku tersebut, sedangkan kata sebelumnya tertutupi
oeh debu dan jaring laba-
laba yang halus . Sepertinya buku-buku di sini jarang disentuh,
pikirnya lagi. Ayra
menarik buku itu keluar untuk melihat dengan jelas judulnya dan
tiba-tiba.....
Huahhhh.. Ayra menjerit ketakutan, ia membalikkan badannya lalu
menutup
matanya dengan kedua telapak tangannya, sambil berlari dan
histeris sendiri, Ayra tidak
menyadari seseorang tengah berjalan dan....
Brukkk...
Ayra berhasil menabrak seseorang serta membuatnya jatuh
tersungkur. Tapi posisinya
kali ini sungguh sangat tidak nyaman. Ia terjatuh tepat diatas
orang yang ia tabrak. Matanya
masih tetap tertutupi oleh kedua tangannya, ia belum menyadari
di mana tepatnya ia terjatuh.
Aoowww... pria tersebut mengeluh kesakitan, dia memegang
kepalanya yang terasa
berdenyut akibat terbentur pada lantai. Matanya lalu tertuju
pada gadis yang tengah berada di
atasnya.
Hei... panggil pria itu. Gadis itu belum sadar.
Hei... panggilnya lagi, tapi Gadis itu masih belum
mendengarnya.
Oiii.. LO JATUH TEPAT DI ATAS GUE, bentaknya.
Ayra terkejut mendengar bentakan itu, bukan hanya karena ia
jatuh di atas tubuh pria
yang membentaknya, tapi karena ia mengenal suara pria itu. Ayra
segera mengangkat
tubuhnya lalu berdiri tidak jauh dari pria itu. Kepalanya ia
tundukkan seperti biasa. Maklum...
dia baru sebulan berstatus sebagai mahasiswa di kampusnya.
Pria itu ikut berdiri, merapikan kemejanya lalu memandang gadis
yang tengah berdiri
tunduk di hadapannya. Ia ingin melihat wajah gadis itu, tapi
gadis itu makin menundukkan
kepalanya dan menyembunyikan wajahnya dibalik rambutnya yang
agak berantakan.
-
Something Happen to My Heart | 26
Ayra mulai terlihat panik mengetahui lagi-lagi orang yang sama.
Ia segera
membalikkan badannya, bersiap mengambil langkah lebar untuk
menghindar dari pria
tersebut.
Oii.. kamu punya utang maaf padaku, panggil pria tersebut.
Ayra menghentikan langkah, mengutuk dirinya sendiri yang
berkelakuan bodoh,
andai saja bukan karena tikus tadi yang muncul tiba-tiba dari
balik buku dan membuatnya
kaget sekaligus ketakutan, Ayra tidak akan menabrak pria tadi.
Ini bukan hari
keberuntunganku, keluhnya dalam hati. Ayra berjalan membalikkan
badannya, berjalan
perlahan mendekati pria tadi.
Maaf Kak, ia mulai berbicara.
Kak..? tanya pria itu kebingungan.
Maaf kan saya, saya... saya tidak sengaja menabrak Kakak. Ayra
melanjutkan
kalimatnya.
Pria itu terkesiap. Suaranya.. tidak salah lagi. Dia gadis itu,
pikirnya.
Kamu mahasiswi baru? tanya Pria itu. Ayra mengangguk.
Ini sudah yang ketiga kalinya. Ketiga kalinya kau menabrakku,
tegasnya.
Bola mata Ayra membesar. Dia mengenaliku, pikirnya.
Dari fakultas mana? Pria itu mulai menggunakan kekuasannya
sebagai senior di
kampus itu dengan bertanya padanya menggunakan nada yang
tegas.
Sastra, jawabnya pelan.
Ohhhh.. anak sastra toh, angkat kepalamu! perintahnya.
Ayra tetap diam dan masih menundukkan kepalanya.
Kenapa diam? ternyata anak sastra itu seperti ini, ku kira
mereka semua berani,
ternyata... anak sastra cuma berani bersembunyi di belakang
tulisan-tulisan dan kalimat
mereka yang sok puitis, sok penuh arti dan makna yang mendalam,
pria itu mulai
memancing.
-
Something Happen to My Heart | 27
Ayra mendadak mengangkat kepalanya, memandang pria di depannya
dengan tatapan
uniknya tapi agak menyeramkan.
Pria itu tersenyum. Berani juga... nama kamu siapa?
Buat apa? tanya Ayra dengan sinis.
Nggak boleh? aku pengen tau nama orang yang telah menindihkan ku
tadi.
Ayra menghela napas lalu menjawab. Ayra.
Ayra... nama yang bagus, kau punya banyak kesalahan sama aku
wahai adik junior
dari sastra, ucapnya sambil melipat kedua tangannya di depan
dada.
Kesalahan apa? nada suaranya mulai meninggi.
Ck... Elo sudah menabrak gue sebanyak tiiigaaa kaalii, elo sudah
membuat badan
gue kesakitan sebanyak tiiigaa kaalii, dan elo hanya bisa main
kabur saja meninggalkan gue
setelah apa yang udah lo perbuat.
Aku kan udah minta maaf, apa itu nggak cukup? sikap sopan Ayra
pada pria itu
mulai menghilang, panggilan Kak tidak terdengar dari
mulutnya
Apa aku pernah bilang kalau permintaan maafmu udah aku
terima?
Sial... dia mulai berlagak. Ayra mulai menggurutu dalam hati.
Jadi ceritanya kau
nggak mau maafin aku? tanya Ayra.
Kalau iya kenapa? Pria itu seakan menantang, sejujurnya pria itu
merasa geli di
dalam hatinya, karena selama ia menjadi senior, nggak pernah
sekali pun ia terlihat tegas dan
keras kepada mahasiswa baru. Tapi gadis di depannya telah mampu
membuat ia bersikap
seperti ini. Pria itu mulai berpikir untuk mengerjainya.
Jadi mau kamu apa? Ayra membalas menantang, dia sama sekali
nggak takut
dengan pria yang telah ia tabrak ini, hatinya mulai memanas
mendengar kalimat pria yang
memancing amarahnya.
Scotjump sebanyak tiga puluh kali! pria itu betul-betul
mengerjai Ayra.
APAA? Ayra terbelalak, dia sama sekali nggak percaya pria ini
bakalan
menyuruhnya melakukan scotjump tiga puluh kali, selama Ayra
menjadi mahasiswa baru,
-
Something Happen to My Heart | 28
tidak ada seorang senior yang berani memerintah atau
mengerjainya, bahkan ketika menjadi
siswa ketika SMA, kakak kelasnya juga tidak ada berani melakukan
hal tersebut. Tapi kali
ini, seorang senior yang bukan dari fakultasnya mulai
menantangnya.
Kalau aku nggak mau? lanjutnya kemudian.
Berani juga rupanya, pikir pria itu. Kau berani membantah
perintah senior? pria
itu mulai mengujinya.
Kau bukan senior dari fakultas ku, jadi aku nggak berkewajiban
mematuhi perintah
darimu, Ayra makin menantangnya.
Pria itu melangkahkan kakinya mendekati Ayra, dia ingin melihat
seberapa beraninya
gadis ini. Kakinya ia langkahkan dengan perlahan, hingga bunyi
sepatunya terdengar sangat
jelas.
Tokkk... Tokkk.. Tokkk..
Ayra mulai waspada, dia mengepalkan kedua tangannya dengan
keras, memiringkan
posisi badannya agar dapat memberinya ruang yang sedikit luas,
melebarkan jarak kedua
kakinya untuk membentuk kuda-kuda yang kokoh. Posisi tubuh
seperti itu terjadi ketika dia
merasa dalam bahaya, posisi yang menandakan bahwa ia siap untuk
bertarung,
pengalamannya mengikuti kegiatan ekstrakulikuler bela diri
selama 3 tahun ketika masih
mengenakan seragam putih biru membuatnya tidak takut akan
apapun. Karena hal itulah,
semua kakak kelasnya sewaktu SMA tidak ada yang berani
mengganggunya, bahkan ketika
ia menjadi seorang mahasiswi, tidak seorang senior dari
fakultasnya memerintah,
membentak, atau mengerjainya. Mereka mengetahui bahwa Ayra
adalah seorang alumni
siswa yang selalu meraih juara dalam setiap pertandingan bela
diri yang ia ikuti selama
berstatus sebagai murid SMP. Meski selama menjadi siswa SMA,
Ayra tidak pernah
memperlihatkan kemampuan bela dirinya, bukan berarti ia
melupakan semua apa yang ia
pelajari ketika SMP dulu.
Pria itu telah berdiri tepat di hadapannya, Ayra memasang
tatapan uniknya lagi,
sedangkan pria itu hanya tersenyum nakal melihat tingkah lakunya
yang telah dalam posisi
waspada. Sejujurnya pria itu tidak berniat untuk melakukan
sesuatu terhadap Ayra, ia hanya
ingin membuat Ayra terkejut dan ketakutan.
-
Something Happen to My Heart | 29
Tapi tatapan Ayra mengisyaratkan bahwa ia tidak takut sama
sekali. Pria itu menjadi
gemes melihat tatapan Ayra. Matanya lalu berahli pada bentuk
wajah Ayra, kebiasannya yang
selalu memperhatikan sesuatu dengan detail mendorongnya untuk
memperhatikan bentuk
wajah gadis tersebut. Dimulai dari bentuk matanya, alis, hidung,
pipi dan terakhir adalah
pipinya. Spontan pria itu mulai mengomentari.
Kau terlihat lebih manis, kalau pipimu menjadi tembem, kata pria
itu.
Ayra mengerutkan keningnya. Ia merasa heran mendengar komentar
pria tersebut.
Kalau pipi aku tembem? ucapnya dalam hati. Sebuah nada musik
Jepang terdengar samar
di telinganya, ia menyadari kalau hp-nya tengah berdering. Pria
itu juga ikut menyadarinya,
ia mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada Ayra
mengambil hp-nya.
Ayra menatapnya layar hp-nya. Nama Nino tertera di sana, ia lalu
memencet tombol
hijau kemudian mendekatkan hp tersebut pada telinganya.
Tiba-tiba...
Tirta?... panggil seseorang. Ayra dan Tirta menoleh
bersama-sama.
Ohhh.. Hai Kak, apa kabar? Sapa pria yang bernama Tirta.
Ayra melirik pria di depannya. Jadi namanya Tirta? pikirnya. Ia
sama sekali tidak
menghiraukan telpon dari Nino.
Baik, kamu sendiri? tanya cowok tadi.
Baik, kak Seto mau ke kampus? tanya Tirta balik.
Ini kesempatanku, pikir Ayra lagi, lalu membiarkan kedua pria
itu tetap mengobrol.
Tadi aku sudah dari sana. Kamu ngapain disini? Seto bertanya
lagi.
Ngapain? Ahh... iya... aku sedang memberi pelajaran gadis ini,
jawabnya sambil
mengarahkan jari jempolnya ke belakang menunjuk sesuatu.
Maksudmu, gadis yang sedang berlari itu? Seto menunjuk gadis
yang dimaksud.
Apa? Tirta membalikkan badan dan mendapati gadis tadi sudah
menghilang.
Sial... dia kabur, pikirnya. Matanya kemudian tertuju pada
sebuah buku usang di atas
lantai. Tirta memungut buku tersebut lalu meniup debu yang
menempel pada sampulnya.
-
Something Happen to My Heart | 30
Sebaris huruf besar membentuk sebuah kalimat yang merupakan
judul buku tersebut. Objek
wisata Kota Parepare.
Parepare...? bisik Tirta, kedua alisnya terangkat.
Sudah lebih dari sepuluh menit Nino menunggunya. Tapi gadis itu
belum juga keluar,
ia mengeluarkan bungkusan rokok dari saku celananya, mengambil
sebatang lalu mulai
menyulutkan api pada rokok tersebut. Matanya kemudian tertuju
pada gadis berambut
panjang, gadis itu mengenakan baju kaos putih dibalut oleh jaket
berukuran besar dari
tubuhnya berwarna coklat, memakai celana jins hitam sambil
menahan tudung kepala jaket
yang ia kenakan di kepalanya. Gadis itu berjalan dengan
tergesa-gesa seakan menghindari
sesuatu.
Nino segera mematikan rokok yang telah terbakar oleh korek api.
Buru-buru ia
menyembunyikan rokok tersebut, berharap gadis itu tidak
melihatnya, wajar saja ia
menyembunyikannya, Gadis itu benci dengan semua hal yang
berhubungan rokok.
Kok lama? tanya Nino pada gadis itu.
Aku lagi menyelesaikan tugas kuliah, ditambah tadii... Ia
berhenti berbicara.
Ingatannya kembali pada pria di perpustakaan tadi.
Tadi kenapa? tanya Nino lagi.
Nggak apa-apa, tumben kamu cepat datang? Biasanya aku yang
nunggu, ucapnya
sambil duduk di atas motor.
Kebetulan ada temen aku yang mau kesini juga di waktu yang sama
aku jemput
kamu, jadi sekalian juga kan aku antar dia terus nunggu kamu
keluar, jawabnya. Nino
kemudian melirik gadis yang tengah duduk di belakangnya, untuk
beberapa saat ia terdiam
menunggu gadis itu melakukan sesuatu yang ia harapkan. Tapi,
sepertinya hal itu tak akan
terjadi.
Ayra? Panggilnya.
Mmm?
-
Something Happen to My Heart | 31
Kamu tidak melupakan sesuatu? tanya Nino. Ayra mengangkat
alisnya sebelah,
mencoba mengingat-ingat apakah ada sesuatu yang ia lupa, dia
membuka tas memeriksa
barangnya. Nggak ada tuh, memangnya kenapa? tanya Ayra
balik.
Nino mendesah pelan kemudian menggelengkan kepalanya. Ohhh..
nggak papa.
Sejujurnya bukan itu yang Nino harapkan, ia masih menunggu Ayra
menggerakkan
tangannya lalu melingkarkan kedua tangannya dengan erat di
pinggang Nino, tapi pada
kenyataannya, kedua tangan Ayra memegang erat tas yang ia bawa.
Nino kemudian
menyalakan motornya, memegang stir motor dengan kuat. Matanya
lalu menatap ke bawah,
kedua tangan itu tetap tidak di sana, tidak satu pun tangan itu
memeluk pinggangnya. Nino
mendesah lagi kemudian membawa motornya meninggalkan
perpustakaan.
-
Something Happen to My Heart | 32
Situ Patengan
Mereka berdua sebenarnya merasakan hal yang sama, tapi sayangnya
tidak seorang
dari mereka yang berani mengunggkapkannya. Si gadis hanya sabar
menunggu hingga pria
itu mengutarakan isi hatinya, sedangkan si pria merasa ragu
mengatakan yang sebenarnya.
Selama ini mereka berdua menjalin ikatan sahabat semenjak kecil
dan mereka tidak ingin
merusak hubungan tersebut dikarenakan rasa sayang mereka sebagai
seorang sahabat
berubah menjadi rasa sayang seorang pria kepada seorang wanita
dan sebaliknya. Hingga
akhirnya, mereka terus memendam perasaan mereka, siapa sangka
apa yang akan terjadi
selanjutnya. Sebuah takdir telah menentukan nasib mereka.
Ayra menghentikan jari-jemarinya yang sedang menari di atas
papan keyboard,
otaknya mulai berpikir untuk merangkai kalimat dan menuangkannya
dalam cerita. Seperti
biasa, Ayra akan banyak menghabiskan waktunya di depan laptop
jika ia tidak sedang
melakukan apapun. Ia lebih suka menuangkan segala ide dan
imajinasinya dalam sebuah
cerita dibanding melakukan kegiatan yang biasa dilakukan para
remaja untuk bersenang-
senang.
Rrrrtttt....
Rrrrtttt....
Getaran hp di dekat keyboard membuyarkan imajinasinya, sebuah
nomor tidak
dikenal terpampang dilayarnya. Ayra menekan tombol hijau lalu
mendekatkan hp pada
telinganya.
Halo, sapa Ayra
Halo, selamat sore, sapa orang tersebut.
Sore.
Ini betul dengan Ayra Chrysantiana? tanya orang itu.
Iya.. ini siapa yahh?
-
Something Happen to My Heart | 33
Saya Benny, salah satu penyunting di Cinta penerbit, beberapa
hari lalu saya
menemukan blog anda yang berisi kumpulan kata dan kalimat indah,
selain itu saya juga
menemukan beberapa naskah novel yang dapat diunduh dan menurut
saya ceritanya sangat
menarik.
Lalu?
Awalnya saya mempertimbangkan beberapa hal, termasuk nama anda
yang sama
sekali belum dikenal oleh banyak orang tapi, satu hal yang
membuat saya lumayan terkesan
adalah ternyata naskah novel yang ada di dalam blog anda banyak
yang mendownload serta
memberi komentar yang bagus dan menyenangkan. Jika anda mau,
saya ingin menerbitkan
beberapa naskah yang ada di blog tersebut, jelasnya. Mata Ayra
membesar, untuk beberapa
detik dia diam terpaku, seakan tidak percaya dengan apa yang
baru saja ia dengar.
Halo.. Ayra? Mba Ayra? panggil Benny.
Ahh.... I-iyya... jawabnya.
Bagaimana... anda tertarik?
Tunggu dulu, maksud anda.... penerbit Cinta ingin menerbitkan
naskah novel saya
menjadi sebuah buku?
Iya... itupun jika anda tertarik dengan tawaran kami.
Tentu... tentu saja, saya sangat tertarik.
Kalau begitu datanglah minggu depan ke kantor pukul dua siang!
saya akan
mengirim alamat lengkapnya ke email anda, lalu kita akan
membahasnya lebih lanjut.
Baik.. saya akan datang! seulas senyum terukir di wajahnya.
Ayra memegang dadanya, dia dapat merasakan jantungnya berdegup
kencang, ia lalu
menepuk pipinya untuk meyakinkan dirinya bahwa saat ini ia tidak
sedang bermimpi. Selama
ini ia tidak berpikir atau mengharapkan jika novel hasil
karyanya akan diterbitkan, karena ia
merasa bahwa dirinya masih banyak kekurangan dalam hal
menulis.
Menulis adalah salah satu hobinya, ia mulai suka menulis sejak
duduk dibangku SD,
menuangkan semua imajinasinya dalam sebuah tulisan, melihat
semua imajinasi yang
tergambar di otaknya tertera dalam sebuah tulisan membuatnya
senang. Baginya menulis
-
Something Happen to My Heart | 34
adalah tempatnya untuk menghilangkan segala beban yang ada di
hatinya, menjadikan
menulis sebagai tempat untuk menghasilkan uang bukanlah tujuan
utamanya, melihat orang-
orang membaca karyanya merupakan suatu kebanggaan tersendiri
baginya.
Ayra meloncat kegirangan, tersenyum bahagia layaknya seseorang
yang telah
memenangkan sebuah lotre besar. Pintu kamarnya terbuka,
seseorang sedang mengintip di
luar sana, melihat tingkah laku Ayra yang aneh menurutnya. Ia
lalu masuk mendekati Ayra,
menghentikan kelakukan gadis itu.
Kamu nggak papa, kan? tanya Arga sambil meletakkan tangannya di
kening Ayra.
Kak Arga ngapain sih? tanya Ayra heran.
Aku lagi memeriksa, jangan-jangan kamu sudah gila?
Apaaaa? pekiknya
Oiii.. suara lo nyakitin telinga gue. Arga menutup
telinganya
Apa coba maksudnya kak Arga ngatain aku sudah gila?
Abis kelakuan kamu kayak gitu, kamu kenapa sih?
Ayra tersenyum lagi, kali ini ia tersenyum lebar menampakkan
deretan giginya.
Tuhhh... kan, kamu senyum-senyum lagi, tahu nggak... kalau kamu
senyum kayak gitu
terlihat menakutkan, kata Arga
Biarin, hari ini aku senang banget, mungkin hari ini hari
keberuntunganku.
Alasannya?
Novel aku mau diterbitin jadi sebuah buku, yeee... yeee..
ucapnya kegirangan.
Masa? Penerbitnya darimana?
Dari Cinta, aku nggak nyangka novel aku akan segera menjadi
buku. Senyum Ayra
makin melebar.
Ohhh.. selamat deh, ucap Arga dengan ekspresi datar, ia lalu
membalikkan
badannya berjalan menuju pintu.
Kak Arga... panggil Ayra.
-
Something Happen to My Heart | 35
Apa? Arga membalikan badan.
Kak Arga kok gitu sih?
Memangnya aku harus bagaimana? Loncat kegirangan kayak orang
gila seperti
kamu.
Ayra memanyunkan bibirnya. Nggak juga... paling tidak Kakak
senang gitu, nggak
masang ekspresi kayak tadi.
Lahhh... Kakak senang kok, buktinya tadi Kakak kasih
selamat.
Bukan itu maksudnya, hmphhh... udah ahh... aku capek ngomong ama
Kakak.
Ya udah.... ohiya... besok kamu udah harus siap.
Siap-siap ngapain?
Besok, kita semua mau ke Situ Patengan.
Tumben kita mau jalan-jalan, dalam rangka apa nih?
Hmmm... kamu nggak ingat besok hari apa?
Hari Sabtu kan?
Arga mendesah, ternyata adiknya ini tidak mengingat apa-apa.
Adikku sayang...
besok tanggal berapa?
15 Oktober, jawabnya masih tidak mengerti.
Terusssssss?
Terus apaan? Aku yang nanya kok Kak Arga yang balik naaaaa....
Ayra terkesiap,
matanya membesar, mulutnya menganga.
Kamu sudah lupa atau pura-pura lupa? Arga mulai kesal.
Ya ampuunnn... Ayra menopok jidat. Besok kan... astaga... kenapa
aku bisa lupa,
ia mulai terlihat panik.
Jangan bilang kamu lupa beneran.
-
Something Happen to My Heart | 36
Hehehehehe...
Malah nyengir lagi, kamu udah punya hadiah nggak? Ayra
menggeleng. Dasar...
apa sih yang kamu ingat? Jadi besok kamu nggak punya hadiah
untuk dikasih ama mereka?
Ayra menggeleng lagi.
Dasar dodol, Arga menepok jidatnya.
Tapi nggak pake tepok jidat ku kali. Ayra mulai protes sambil
mengelus jidatnya.
Aku heran kenapa bisa punya adik kayak kamu, terserah deh kamu
bagaimana, besok
kita akan berangkat dan siapkan satu atau dua pasang baju juga,
kayaknya om Hari dan tante
Ria akan nginap.
Hahh... nginap? Di Situ Patengan?
Nggak tau... kalau nggak salah temannya om Hari sudah menyewa
sebuah vila, tapi
aku nggak tau daerah mana, jelas Arga sambil berjalan
meninggalkan Ayra sendiri.
Apaan tuh, main pergi aja. Aku kan belum selesai ngomong.
Dasar... keluhnya.
Minggu 15 Oktober pukul 15:30 WIB, sebuah mobil suzuki APV merah
berjalan
dengan kecepatan normal, Seorang pria berumur 39 tahun tengah
mengemudikan mobil
dengan santai, di sampingnya duduk seorang wanita yang tidak
berbeda jauh dari umurnya.
Di belakangnya, duduk 2 orang wanita muda yang tengah mengambil
gambar di dalam
mobil, wanita pertama mengenakan baju berwarna biru tua berbahan
halus yang dihiasi oleh
renda di sekitar kerah dan lengan bajunya, ia juga mengenakan
rok hingga bawah lutut yang
sepadan dengan warna bajunya. Sedangkan gadis kedua hanya
mengenakan baju kaos abu-
abu yang ditutupi oleh cardigen hitam dan celana yang ia gunakan
hanya celana jins berwarna
hitam, rambutnya ia kucir dan memberi poni pada dahinya, kedua
wanita itu tersenyum indah
di depan kamera.
Ra.... wajah kamu kok terlihat lebih muda sih dibanding aku.
ucapnya
mengomentari gambar yang berhasil dia ambil.
Berarti wajah lo memang terlihat tua... hehehe... ejeknya.
-
Something Happen to My Heart | 37
Enak aja, aku baru 18 tahun, masa udah tua... mungkin... karena
kamu memakai
poni, jadi terlihat muda kayak gini, ujarnya.
Masa cuman karena poni, nggak ada hubungannya kali.
Ehhh.. ada tauuu... model rambut bisa membuat bentuk dan aura
wajah orang
berbeda, kamu terlihat seperti anak kecil kalau memakai
poni.
Oiya.. kamu tau kita mau keluar jalan-jalan darimana? om Hari
menyela
pembicaraan mereka berdua.
Om Hari bertanya sama aku? tanya Vera.
Iyya... siapa lagi.
Bener tuhh... elo tau darimana? Ayra ikut bertanya.
Vera memasang tampang bingung. Bukannya elo yang nyuruh kak Arga
nelpon gue
untuk ikut ke Situ Patengan?
Hahhh... gue? Perasaan gue nggak permmmm...phhmm...mmmmm...
Arga
membekap mulutnya dari kursi paling belakang.
Nggak usah peduliin dia, Ver! Ayra sudah mulai agak pikun, kata
Arga yang masih
membekap mulut adiknya. Vera mengerjap melihat tingkah laku
kakak adik itu.
Ayra meletot pada Arga. Lemmmphhaaaasiin! perintahnya.
Apa? tanya Arga yang tidak mengerti. Ayra lalu menunjuk tangan
Arga yang masih
menempel pada mulutnya. Ohhh... tangannya aku lepasin? Ayra
mengangguk cepat.
Haahhhh... hahhhh... Kak Arga kelewatan, aku nggak bisa
bernafas, ucap Ayra
mengatur nafasnya.
Anuu... elo tadi mau bilang apa, Ra? tanya Vera disela
pembicaraan mereka.
Hehhh? Ayra lalu melirik Arga. Kakaknya itu memasang ekspresi
yang seakan
dapat dimengerti oleh adiknya. Ayra tersenyum melihat ekspresi
itu. Hemmm... gue mau
bilang kalau gue merasa nggak pernah ngajak kamu, tapi kak Arga
benar... Aku kayaknya
lupa deh.
-
Something Happen to My Heart | 38
Ohhh... pantas aja kalian semua pada terkejut ketika aku muncul
tiba-tiba di balik
pagar lalu menghadang mobil kalian yang udah mau berangkat dan
bilang aku mau ikut.
Hehehe.. iya, aku cukup terkejut juga liat kamu tadi, kata Ayra.
Dasar kak Arga,
ini pasti kerjaan dia, memakai nama gue untuk ngajak Vera...
pikirnya.
Oiya Om, memangnya jarak antara Situ Patengan dan Bandung
kira-kira berapa
kilometer? tanya Vera.
Hummm... kira-kira 47 km, jawab Arga.
Ng? om Hari yang ditanya, malah dia yang jawab, ucap Ayra dalam
hati
Di sana ada apa aja, kak? tanya Vera pada Arga
Elo nggak pernah ke sana, Ver? tanya Ayra.
Nggak, makanya gue seneng banget waktu tau elo ngajak gue dari
kak Arga.
Yang ngajak bukan gue, Ver, ucap Ayra dalam hati.
Kalau gitu kamu nggak bakalan nyesel kesana, di Situ Patengan
itu banyak objek
wisata yang dapat dinikmati, kata Arga.
Ada apa aja, kak? tanya Vera antusias.
Arga tersenyum melihat Vera yang sepertinya akan tertarik
mendengar semua
ceritanya. Situ Patengan memiliki luas mencapai sekitar 60 Ha
dan keindahan di sekitarnya,
seperti area perkebunan teh Rancabali yang menghampar luas
sertas kawasan hutan pinus
cagar alam Patengan yang asri dan sejuk. di Kecamatan Rancabali
sekitar 47 km selatan Kota
Bandung terdapat sebuah kawasan sejuk dikelilingi kebun teh
Rancabali yang bernama
Danau Patengan. Kita dapat menikmati keindahan panorama alam di
sekeliling danau dengan
speed boat, perahu dayung warna-warni, sepeda air, dan genjot
bebek yang disewakan. Di
sekitar Situ Patengan, terdapat jajaran kios pedagang yang
menyediakan jajanan khas
Ciwidey seperti strawbery dan terdapat berbagai fasilitas
lainnya seperti area parkir, mushola,
MCK dan rumah makan, Arga menjelaskan dengan sangat
antusias.
Sepertinya seru, Ra.. nanti kita naik perahu keliling pulau
yukk! ajak Vera, Ayra
hanya mengangguk.
-
Something Happen to My Heart | 39
Huhhh.. Gue yang ngajak, gue yang cerita, malah orang lain
diajak, gerutu Arga
dalam hati.
Ra, elo kok cuman ngajak gue, Nino nggak lo ajak? tanya
Vera.
Hehhh.... gue... gue.. sama sekali nggak kepikiran pengen ngajak
Nino.
Ngapain juga kita ajak dia, laki-laki seperti itu nggak pantas
diajak? kata Arga
Maksud kamu, Nino bukan laki-laki baik? tanya om Hari.
Dia baik kok Om, cuman nggak bener. jawab Arga.
Om tambah tidak mengerti, letak perbedaanya dimana?
Nino baik... dia selalu berperilaku baik dan sopan sama siapa
saja, tapi yang nggak
bener itu pikirannya, jelas Arga.
Kak Arga jangan menilai orang lain dengan buruk kalau Kakak
nggak mengenal
orang itu dengan baik, Ayra angkat bicara.
Jadi ceritanya kamu ngebelain Nino?
Nggak... tapi aku semacam nggak seneng aja Kakak ngejelekin dia,
bagaimana pun
dia pa....
Pacar kamu? Arga memotong. Lalu kenapa selama ini kamu
menghindar? Arga
memotong lagi. Kalau kamu memang peduli..... seharusnya kamu
ngajak dia ikut ama kita,
dia kan pacar kamu.
Ayra tidak sanggup berbicara, kalimat Arga membuatnya diam
membisu. Nino
memang kekasihnya, kekasih yang menyayanginya, kekasih yang
selalu berusaha
membuatnya senang. Tapi dia juga mengakui bahwa selama ini
berusaha ia menghindar dari
pria itu, pria yang telah setengah tahun lebih menjadi
kekasihnya.
Kalian... kita sedang liburan, liburan kali ini menyangkut Om
dan Tante, liburan
keluarga kita setelah sekian lama, jadi masalah pribadi jangan
di bawa ke dalam liburan, om
Hari mencoba mencairkan suasana.
Ayra menghela napas, dibukanya jendela mobil, membiarkan udara
masuk dan
membiarkan angin menyentuh kulitnya, perlahan rasa ngantuk mulai
menguasainya.
-
Something Happen to My Heart | 40
Berdebat dengan Arga hanya karena Nino menguras sedikit
tenaganya, ditambah semalam
dia hanya tertidur selama 5 jam, lengkaplah sudah... rasa lelah
dan ngantuk menguasainya.
Dan beberapa saat kemudian, mata bulat itu mulai menutup secara
pelan dan mengantarnya
ke alam mimpi.
Ayra... Ayra.. sebuah suara lembut terdengar ditelinganya.
Ayra.... bangun! ini sudah sore sayang, suara itu terdengar
lagi.
Ayra membuka matanya perlahan, seorang wanita paruh baya tengah
tersenyum
menatapnya, wanita itu baru saja selesai mandi, bau wangi sabun
tercium dari tubuhnya. Ayra
menguap selebar-lebarnya, berusaha mengumpulkan sebagian
nyawanya yang masih
tertinggal di alam mimpi.
Ehhhh... anak gadis tidak boleh menguap lebar-lebar kayak gitu.
Macilaka tauwwe
makkada Indo1 (nenek bilang orang bisa sial), ia mulai berbicara
bahasa daerah.
Tante... idi tu sahh, mattepe mopi sibawa makkoro? (Tante itu...
masih percaya dengan
hal seperti itu?), Ayra mengikuti cara berbicara tante Ria.
Dari dulu Indo selalu ajarkan kita hal yang sangat dipercaya
oleh nenek moyang
kita dahulu, ibu kamu tidak pernah bilang begitu?
Bukan tidak pernah, selalu... ibu selalu mengingatkanku dengan
berbagai macam hal
seperti itu, ini semua karena ajarannya Indo yang masih percaya
dengan hal begitu.
Puadanna tomatoae, angkelinga terrui! apana tomatoae melomi okko
mancaji tau makanja
anana, mu pahannni? (perkataan orang tua, harus kamu dengar
terus! Karena orang tua hanya
ingin anaknya menjadi orang baik, kamu paham?).
Iyee... upahanni? (Iya, aku paham), tante Ria tersenyum hangat,
dia merasa senang,
ternyata keponakannya masih mengingat bahasa daerahnya, sejak
kecil Ayra tinggal di
Bandung tapi, justru tidak membuat dia lupa akan bahasa asli
kota kelahirannya.
Ya sudah, kamu keluar dari mobil sekarang, cuci muka dan ganti
pakaian kamu,
perintah tante Ria.
1 Indo = panggilan ibu dalam bahasa bugis tapi biasa juga indo
digunakan untuk panggilan nenek.
-
Something Happen to My Heart | 41
Aku pasti tertidur cukup lama, kenapa Tante nggak bangunin
aku?
Gimana mau bangunin, kamunya tidur nyenyak kayak gitu.
Ohehehe... terus, yang lain mana?
Semuanya ada di dalam.
Ayra merapikan bajunya yang kusut, ia melangkahkan kakinya
keluar dari mobil lalu
memandang sebuah bangunan yang lumayan besar dan luas tepat di
depannya. Ini dimana
Tante? tanyanya.
Di vila daerah Walini, jawab tante Ria.
Kita akan nginap di sini? tante Ria mengangguk. Harga sewanya
berapa? tanya
Ayra lagi.
Tante kurang tau, yang bayar bukan Om kamu.
Lalu?
Salah satu teman sesama arsitek Om kamu sedang mengambil liburan
bersama
putranya, namanya pak Jaya dan sungguh sangat kebetulan ia
mengetahui hari special Om
dan Tante hari ini, jadi pak Jaya mengundang kita nginap di vila
yang ia sewa ini, jelasnya.
Ohhh... berarti kita beruntung banget yah, hehehe... Ayra
nyengir lebar. Jadi kita
nggak jadi ke Situ patengan? tanya Ayra lagi.
Besok pagi, lebih baik kamu masuk dulu!
Ayra melangkahkan kakinya memasuki vila tersebut, melangkah
menuju ke ruang
keluarga yang cukup besar, om Hari terlihat duduk dengan seorang
pria yang berusia lebih
tua darinya, mereka berdua sedang duduk santai sambil menikmati
secangkir kopi hangat di
ruangan tersebut. Mungkin pria ini yang bernama pak Jaya, pikir
Ayra. Ia hanya
memasang senyum kecil memandang mereka berdua lalu melanjutkan
langkahnya menuju
kamar.
Ayra berhenti di depan pintu kamar, dia hanya berdiri di sana
tanpa membuka pintu
dan melangkahkan kakinya untuk masuk, ia terlihat agak bingung.
Di depannya terdapat tiga
pintu kamar, sepertinya ia mulai ragu untuk memasuki pintu kamar
yang mana, ia lalu
-
Something Happen to My Heart | 42
memutar badannya, berjalan kembali menuju ke ruang keluarga dan
mendapati Om dan
tantenya tengah berbincang dengan pria penyewa vila ini.
Ayra membatalkan niatnya untuk bertanya kepada tante Ria perihal
letak kamarnya,
melihat tante Ria tengah asyik ngobrol di ruang keluarga. Ia
kembali menuju pintu kamar
tersebut, dengan posisi yang sama, ia masih berdiri di sana,
agak ragu untuk membuka pintu
yang mana. Mula-mula ia berjalan ke arah timur, mencoba membuka
pintu yang terletak di
ujung sana, di dalamnya terlihat kosong, di sana hanya terlihat
sebuah kasur besar, sebuah
lemari, serta sebuah meja dan kursi yang terletak rapi di dalam
kamar tersebut. Ia juga
melihat sebuah tas ransel besar yang di taruh di atas kasur,
butuh waktu beberapa detik Ayra
mengenali tas itu.
Tasnya kak Arga, ucapnya.
Ia lalu menutup pintu kamar itu, melangkahkan kaki ke arah barat
menuju kamar yang
berada di ujung sana dan melewati kamar yang terletak di tengah.
Samar-samar ia mendengar
suara seseorang yang sedang bersenandung kecil, suaranya tidak
begitu jelas di dalam sana.
Apa di dalam ada orang? sepertinya begitu, tapi mungkin saja itu
Vera, Ayra
menggerutu sendiri.
Dengan gerakan yang cepat tanpa ragu, Ayra membuka pintu kamar
tersebut. Dan....
Aaargghhhhhh..... suara pekikan seorang gadis serta suara
teriakan agak serak dan
lantang terdengar memenuhi seluruh isi vila itu. Kedua suara itu
terdengar secara bersamaan,
membuat seluruh penghuni vila tersentak kaget lalu berlari ke
arah sumber teriakan tersebut.
Ayra terlihat membalikkan badannya membelakangi pintu kamar
sambil menutup
kedua matanya dengan tangannya, dia terlihat shock dengan apa
yang baru saja ia lihat.
Sedangkan penghuni kamar tersebut masih saja berdiri menatapnya
dengan tatapan heran,
terkejut dan kebingungan.
Tante Ria segera menghampiri keponakannya. Ayra.. kamu kenapa?
tanyanya
dengan gelisah. Ayra hanya menggelengkan kepala dengan
cepat.
Om Hari, Arga, Vera dan seorang pria berusia empat puluhan
datang menghampirinya
secara bersamaan. Mereka lalu memasang tampang bingung seakan
ada sebuah tanda tanya
yang terletak di atas kepala mereka masing-masing.
-
Something Happen to My Heart | 43
Ayra, kamu kenapa sih? tanya Arga kemudian. Ayra mulai
mengumamkan sesuatu.
Ra, lo kenapa? Vera ikutan bertanya.
Kamu itu sebenarnya kenapa? om Hari ikutan juga.
Ayra pelan-pelan membuka kedua tangannya, matanya terbelalak
lebar, dadanya naik
turun dengan cepat, seakan seperti seseorang yang kelelahan
habis berlari dengan cepat. Dia
rupanya masih shock dengan kejadian tadi, kesadarannya belum
kembali.
Astaga... astaga... astaga... Ayra masih menggumamkan kalimat
tersebut. Tante Ria
mulai khawatir melihat keadaaan keponakannya yang seakan telah
melihat hantu.
Ayra, kamu kenapa sayang? nada khawatir tante Ria terdengar
jelas. Ayra, ini
Tante... kamu kenapa? Jangan bikin khawatir kayak gitu, Ayra
menatap tante Ria perlahan.
Lalu menatap satu persatu orang-orang yang berdiri di
depannya.
Matanya lalu berhenti pada Vera. Ia mendekati Vera, memegang
kedua pundaknya
lalu, Astaga Ver.... astaga... ucap Ayra sambil menatap Vera
dengan mata meloto.
Ra, lo kenapa sih? Astaga kenapa? Vera mulai penasaran.
TIRTA.... apa yang kamu lakukan? Cepat pakai handuk kamu! tegur
pak Jaya.
Semua merasa terkejut mendengar bentakan pria tadi, mereka lalu
mengalihkan
pandangannya pada seseorang yang masih berdiri dengan tatapan
heran dan hanya
menggunakan selembar celana dalam. Laki-laki yang dipanggil
Tirta itu mulai sadar dari
keterheranannya, ia mengangguk cepat mengiyakan perintah pria
yang telah menegurnya,
kemudian memungut handuk coklat yang terletak di atas
lantai.
Astaga, Ra... Vera mulai mengerti. Jangan-jangan kamu....
Ayra menutup matanya, memeluk Vera dengan cepat lalu membisikkan
sesuatu. Gue
nggak mau membahas hal ini, Ver, ucapnya.
Vera tertawa geli, dia betul-betul mengerti dengan apa yang
terjadi. Arga yang
melihat ekspresi Vera lalu berahli memandang pria yang
mengenakan handuk di dalam sana,
Arga mulai ikut tertawa, awalnya dia hanya tertawa kecil, tapi
tiba-tiba suaranya mulai
mengeras.
-
Something Happen to My Heart | 44
HUAHAHAHA.......
Tawa Arga mengejutkan semua orang. Vera menatap Arga dengan
heran kemudian ia
tersenyum.
Sepertinya kak Arga juga mengerti, bisik Vera pada Ayra.
Semua orang mulai tertawa, dimulai dari om Hari, berlanjut ke
tante Ria, lalu pak
Jaya, semuanya tertawa seakan telah mengerti, tawa Arga yang
terdengar sangat keras,
sedangkan laki-laki di dalam sana hanya tersenyum kecut, masih
dengan selembar handuk
yang ia gunakan.
Ayra mendengus kesal. Ini bukan lelucon, bawa gue ke kamar
sekarang! bisiknya
pada Vera.
Malam telah tiba. Bau ayam panggang tercium hingga ke dalam
vila, asapnya makin
lama makin banyak, tampak om Hari mengenakan celemek hijau
sedang mengibaskan kipas
ke arah kiri dan kanan sambil berdiri di belakang panggangan
tersebut, tante Ria tengah
menyiapkan hidangan di atas meja panjang yang telah diberi
taplak biru, dan Pak Jaya sedang
membuat bumbu untuk ayam panggang. Dua orang pria muda keluar
dari vila tengah
mengangkat kursi dan menaruh kursi itu mengelili meja panjang
yang telah dipenuhi oleh
berbagai macam makanan.
Sepertinya hanya Tante yang perempuan disini, para gadis kita
kemana? tanya
wanita itu.
Mereka mungkin masih menatap diri di depan cermin, dasar
perempuan, jawab
Arga.
Heii... kita para pria tidak bakal bisa hidup dengan wanita yang
tidak pandai merawat
dan menghiasi dirinya, bukan begitu pak Hari? tanya Pria
tersebut.
Betul sekali pak Jaya, andai saja istri saya ini tidak pandai
dalam hal seperti itu,
mungkin saya sudah mencari.... ucap om Hari.
-
Something Happen to My Heart | 45
Apa? cari apa? ohh... jadi ceritanya Papa suka sama Mama karena
fisik dan rupa
Mama gitu, tante Ria memotong kalimat om Hari sambil menaruh
tangan di kedua
pinggangnya.
Heh.. bukan, bukan begitu Ma... fisik dan rupa Mama itu nomer
dua bagi Papa,
lagipula yang penting bukan itu, Papa sayang Mama karena
kebaikan hati Mama, om Hari
mulai merayu istrinya.
Jangan percaya Tante, mulut laki-laki seperti buaya. Vera
tiba-tiba keluar dari
dalam vila, ia mengenakan sebuah dress panjang berwarna nila,
memakai sepatu balet
berwarna putih dan menghiasi rambutnya dengan pita yang warnanya
sepadan dengan warna
sepatunya, ia membiarkan rambutnya tergerai panjang. Arga
sedikit terperangah melihat
penampilan gadis tersebut, bagaimana tidak? Ia tidak pernah
melihat Vera dalam balutan kain
yang membuatnya terlihat anggun. Selama ini ia memang sering
melihat Vera menggunakan
pakaian yang girly, baju yang berwarna cerah dengan style yang
modern lengkap dengan rok
dibawah lutut dan sepasang sepatu balet yang sangat sesuai
dengan gaya bajunya. Vera
memang pandai mendandani dirinya dengan menyesuaikan gaya
berpakaiannya dan tempat-
tempat yang akan dia kunjungi.
Oi... lo nggak usah menatap dia kayak gitu, bisik laki-laki di
samping Arga sambil
menyikut lengannya.
Arga tersadar akan tingkah lakunya. Dasar, lo sempat-sempatnya
merhatiin gue,
bisik Arga pada laki-laki tersebut.
Ya iyalah, lo terperangah kayak gitu, biasa aja kali, elo kayak
baru liat cewek aja.
Sumpah, gue nggak pernah liat seperti ini, Arga menggelengkan
kepalanya,
matanya tetap tertuju pada Vera.
Tirta, di dalam dapur tepatnya di lemari atas kompor, Tante liat
ada kecap, Tante
minta tolong kamu ngambilin kecapnya yah! tante Ria memotong
pembicaraan mereka
berdua.
Tirta menganggukkan kepalanya, lalu berlari memasuki vila, tepat
di ruang keluarga,
ia tidak menyadari bahwa seseorang tengah berlari kecil di
depannya dan tiba-tiba...
BRUKK...
-
Something Happen to My Heart | 46
Adduuhhh....... rintih gadis itu.
Tirta terhentak, matanya tertuju pada gadis yang sedang duduk
tersungkur di
hadapannya, ia menatap gadis itu dengan seksama. Rambut, bentuk
tubuh dan suara rintihan
itu begitu ia kenal. Mulutnya terbuka sedikit, matanya mulai
terbelalak, seakan tidak percaya
dengan apa yang terjadi. Kali ini dia yang melakukannya,
biasanya ia yang ditabrak oleh
gadis ini, tapi sekarang malah kebalikannya.
Sial, ternyata betul, tidak salah lagi, dia gadis itu, gerutu
Tirta dalam hati.
Ahhh... peddi pa, aduhh... bori ku. Asshhh... manengka ma peddi
ladde? (sakitnya,
aduhh... pantantku, Asshhh... kenapa terasa sakit sekali?),
keluh gadis itu.
Tirta menatap gadis di depannya, menatapnya dengan heran, gadis
itu mengeluarkan
bahasa yang tidak dimengertinya. Ia bahkan melupakan rasa sakit
di lengannya yang
menghantam dinding akibat bertabrakan dengan gadis ini. Gadis
itu mengangkat kepalanya
menatap pria yang baru saja menabraknya. Matanya membulat besar,
ia mengenali pria ini.
Kau... Ayra menunjuk pria tersebut lalu perlahan berdiri sambil
menatap pria itu.
Bahasa apaan tuh? tanya Tirta tidak mempedulikan ekspresi wajah
Ayra.
Hahh... bahasa? tanya Ayra heran.
Tadi kau bicara pake bahasa apa? Aku sama sekali nggak ngerti,
kata Tirta masih
penasaran dengan bahasa yang diucapkan Ayra.
Ayra lalu teringat, tadi dia mengeluarkan bahasa ibunya, bahasa
yang berasal dari
tempat dia lahir, tapi dia mengucapkannya dalam keadaan tidak
sadar, bahasa itu spontan
keluar dari mulutnya. Aneh yah? tanya Ayra ragu.
Apa? Tirta mengangkat alisnya sebelah.
Bahasa itu terdengar aneh yah?
Hehh... yah, sedikit.. tadi itu bahasa apa?
Kamu nggak usah tahu, ucap Ayra menghindar. Sekarang kau punya
utang maaf
sama aku, wahai Kakak senior.
-
Something Happen to My Heart | 47
Tirta terhenyak. Ternyata kau masih ingat padaku, ucapnya sambil
tersenyum kecil.
Tapi sayangnya yang punya utang maaf itu kau, bukan aku, ucapnya
sambil melipat kedua
tangannya di depan dada.
Hahhh... jelas-jelas kau yang sudah nabrakku, kenapa malah aku
yang utang maaf?
Ayra mulai terlihat gusar.
Hei... bukannya kamu yang mulai duluan, MASUK KE KAMAR ORANG
TANPA
IZIN, lalu.... apa perlu aku jelasin lagi kelanjutannya? Tirta
mempertegas nada bicaranya.
HAHHH.... Ayra terkejut bukan main, ia menaruh tangan kanannya
menutupi
mulutnya, lalu tangan kirinya ia taruh di atas dada. Ingatannya
kembali berputar ke peristiwa
tadi sore, peristiwa yang sangat memalukan. Melihat pemandangan
seperti itu sungguh
membuatnya shock berat, untung saja pria ini masih mengenakan
celana dalam, bagaimana
jika dia tidak mengenakan selembar pakaian pun dari balik
handuknya. Ayra menggelengkan
kepalanya, menghilangkan pikiran semacam itu dari otaknya.
Kini ia tengah berhadapan dengan pria ini. Pria yang telah tiga
kali ia tabrak, pria
yang ia tindih di perpustakaan beberapa waktu lalu, pria yang
telah ia lihat sebagian bentuk
tubuhnya, pria yang menabraknya barusan. Tidak salah lagi, pria
ini... dia bernama Tirta.
Aaarggghh... kenapa ia baru mengingat nama itu? Padahal waktu di
perpus, seseorang
memanggilnya dengan nama Tirta. Tapi, kenapa pria ini bisa ada
di sini?
Kenapa? Heran? Kaget bertemu dengan ku disini? ucap Tirta yang
seakan bisa
membaca isi pikirannya.
Kau... ke-ke-kenapa?..? tanya Ayra terbata.
Tirta tersenyum menatap Ayra yang masih memasang ekspresi
kagetnya. Dia
sungguh sangat lucu, gadis ini betul-betul terlihat konyol,
pikirnya.
Aku anak penyewa vila ini, apa jawabanku menjawab pertanyaanmu?
ucap Tirta
kemudian
Anak penyewa vila ini? Kamu anak pak Jaya teman om Hari? tanya
Ayra, ia masih
saja terlihat kaget.
Yup dan kau belum minta maaf sama aku.
-
Something Happen to My Heart | 48
Aku merasa nggak perlu minta maaf padamu, ucap Ayra mulai
mengendalikan
pikirannya.
Kau bilang apa?
Tadi baru saja kau menabrakku, kau membuat badan dan pantatku
nyeri, jadi.. ku
rasa kita impas.
Tirta tersenyum sinis. Kau betul-betul gadis yang berani, wahai
adik junior.
Dan kau pria tersongong yang pernah ku temui, wahai Kakak
senior, Ayra mulai
membalas.
Tirta betul-betul terasa tertantang dengan gadis di depannya,
perlahan ia
melangkahkan kakinya mendekati Ayra, kedua tangannya ia selipkan
ke saku celananya,
suara gesekan alas sandal dan lantai vila yang terbuat dari kayu
terdengar jelas. Dia
memasang senyum nakal dan tatapan mata yang tajam langsung
menuju pada mata Ayra.
Ayra menangkap tatapan itu, kali ini ia merasa betul-betul dalam
bahaya. Posisi siaga
mulai ia siapkan seperti sebelumnya ketika menghadapi pria ini
di perpustakaan, berjaga-jaga
jika pria di depannya ini ingin melakukan hal yang macam-macam.
Tangannya ia kepalkan
kuat-kuat, matanya berbalik menatap tajam mata Tirta yang
terlihat menantangnya. Dia sama
sekali tidak terlihat takut.
Tirta telah berdiri di depannya, perlahan ia mendekatkan
wajahnya pada Ayra,
sedangkan Ayra bersiap ingin melayangkan tinjunya tepat di perut
pria ini.
Kalian sedang apa? tanya seseorang di belakang mereka
Tirta dan Ayra kompak mengalihkan pandangan mereka, pak Jaya
menatap mereka
berdua dari belakang, pria itu mengenakan kemeja berwarna
coklat, bagian lengan kemejanya
telah digulung hingga batas siku. Tirta menjauhkan tubuhnya dari
Ayra, ia baru seakan
sadar di mana posisinya saat ini. Keadaan sama sekali tidak
mendukung untuk membuat ia
menantang gadis di depannya.
Pak Jaya mendekati mereka berdua, matanya ia sipitkan, seakan
curiga terhadap
mereka berdua. Tirta, kamu sedang apa di sini? tanya pak Jaya
lagi.
Nggak, nggak lagi ngapai-ngapain, jawab Tirta.
-
Something Happen to My Heart | 49
Kalau nggak lagi ngapa-ngapain, terus kenapa kalian berdua ada
di sini? Bukannya
tadi kamu di suruh ibu Ria untuk mengambil kecap di dapur.
Dia tadi menabrak saya hingga terjatuh Om, Ayra mulai bicara.
Mata Tirta melotot
pada gadis ini. Ayra menjulurkan lidahnya lalu tersenyum
puas.
Menabrak? Dan dia belum minta maaf sama kamu? tanya pak Jaya
itu.
Iya Om, badan saya terasa nyeri semua, bukannya