Top Banner
BAB I STATUS PEDIATRIK I. IDENTIFIKASI Nama : Keyla Chynthia Umur : 4 tahun 11 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Anak ke : 1 Nama Ayah : Toni Nama Ibu : Nining Bangsa : Sumatera Agama : Islam Alamat : Jl. KI merogan perdana RT 31 RW 06 no.126 kertapati, palembang Dikirim oleh : Poli RSMH MRS Tanggal : 06 April 2015 II. ANAMNESIS ( Subjektif / S) Tanggal :07 April 2015 Diberikan oleh :Ibu Pasien(Alloanamnesis) A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama : Sebab pada seluruh tubuh 1
34
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SN CASE BOX C

BAB I

STATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASI

Nama : Keyla Chynthia

Umur : 4 tahun 11 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 1

Nama Ayah : Toni

Nama Ibu : Nining

Bangsa : Sumatera

Agama : Islam

Alamat : Jl. KI merogan perdana RT 31 RW 06

no.126 kertapati, palembang

Dikirim oleh : Poli RSMH

MRS Tanggal : 06 April 2015

II. ANAMNESIS ( Subjektif / S)

Tanggal :07 April 2015

Diberikan oleh :Ibu Pasien(Alloanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama : Sebab pada seluruh tubuh

Keluhan tambahan : Badan lemas

Riwayat Perjalanan Penyakit:

4 hari SMRS, anak mengalami sembab pada kelopak mata. Sembab

dirasakan pada saat bangun tidur pagi hari. Anak juga mengalami batuk

(+), pilek (+), demam (-), BAB biasa, BAK sedikit (+), berbusa (+), warna

kuning. Anak tidak dibawa berobat.

1

Page 2: SN CASE BOX C

2 hari SMRS anak juga mengalami sembab pada tungkai dan kelamin,

batuk (+), pilek (+), demam (-), BAB seperti biasa BAK sedikit (+)

berbusa (+), warna kuning. Anak dibawa berobat ke RSMH.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Lahir dari ibu G1P0Ao

Sakit saat hamil (-) , perdarahan (-), demam saat hamil dan menjelang

hamil (-), minum jamu atau obat-obat diluar yang diberikan bidan (-)

Riwayat KPSW (-), ketuban kental hijau (-), bau (-)

Masa Kehamilan :Aterm

Partus :spontan

Tempat :di rumah

Ditolong oleh :bidan

Tanggal : 06 Mei 2010

BB : 3000 gram

PB : 50 cm

Riwayat Makanan

ASI : 0-2 tahun

Bubur : 6 bulan s/d 1 tahun

Nasi : 1 tahun s/d sekarang

Kesan : Asupan makanan cukup

C. RIWAYAT IMUNISASI

BCG : +

Polio : Polio 1(+), Polio 2(+), Polio 3(+)

DPT : DPT 1(+), DPT 2(+), DPT 3(+)

Hepatitis B : Hep B (+), Hep B 1(+). Hep B 2 (+), Hep B 3 (+)

Campak : +

Kesn : Imunisasi dasar lengkap

2

Page 3: SN CASE BOX C

D. RIWAYAT KELUARGA

Perkawinan : 6 tahun

Umur : Ayah (28 tahun), Ibu (25 tahun)

Saudara : Anak ke 1 dari 2 bersaudara

Penyakit yang pernah diderita:Tidak ada

Pedigree

E. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Tengkurap : 3 bulan

Duduk : 6 bulan

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 12 bulan

Kesan : Perkembangan sesuai usia

F. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTAL

Perkembangan mental sesuai dengan usia

G. RIWAYAT SOSIOEKONOMI

Ayah bekerja sebagai supir dan ibu sebagai ibu rumah tangga.

Menanggung 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS

kesehatan.

Kesan : Sosioekonomi menengah/cukup.

3

Page 4: SN CASE BOX C

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)

A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan Umum :Tampak sakit ringan

Kesadaran :Compos mentis

BB : 25 Kg

PB atau TB : 106 cm

Status gizi

BB/U : Antara 2 - 3 sd

TB (PB)/U : Antara 0- 2 sd

BB/TB (PB) : Diatas 3 sd

Kesan : Obesitas

Lingkar kepala : 50cm

Edema ( + /+ ), sianosis ( - / - ), dispnue ( - / - ), anemia ( - /- ), ikterus ( -/

- ), dismorfik ( - / - )

Suhu :36,8 OC

Respirasi : 24 x/menit,teratur

Tipe Pernapasan :Torakal

Tekanan Darah :100/70

Nadi :100x/ menit, isi/tegangan cukup, regular

Kulit : Sawo matang , lesi kulit (-)

H. PEMERIKSAAN KHUSUS

KEPALA : Bentuk simetris, cekung (-), menonjol (-), rambut tidak

mudah dicabut, moon face (+)

MATA : Palpebra edem (+/+), mata cekung (-/-), conjunctiva

anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat, sentral,

diameter 3 cm. reflex cahaya (+/+)

TELINGA : Deformitas (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-), secret (-/-),

MAE lapang,

HIDUNG : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-), secret (-/-)

4

Page 5: SN CASE BOX C

MULUT : Mukosa bibir dan lidah kering (-/-), chelitis (-/-), gigi

geligi (-/-), lidah tenang,

LEHER : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH20

THORAX : Bentuk normal

Paru-paru

o Inspeksi : Statis; simetris kanan = kiri, dinamis; pergerakan paru

kanan = kiri, lesi kulit (-),retraksi intercostalal, epigastrial, ekspirasi

memanjang (-)

o Palpasi : Stemfremituskanan =kiri normal

o Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

o Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-),

wheezing (-/-)

Jantung

o Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat

o Palpasi : Ictus kordis tidak teraba, thrill (-)

o Perkusi : Batas jantung kanan = kiri normal

o Auskultasi : HR 94x/m, irama reguler, bunyi jantung I dan II ,

murmur(-), gallop (-)

ABDOMEN

o Inspeksi : Cembung (+), venektasi (-), lesi kulit (-)

o Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak

teraba, shifting dullness (-)

o Perkusi : Redup

o Auskultasi : Bising usus normal

5

Page 6: SN CASE BOX C

EKSTREMITAS

o Superior : Deformitas (-), akral dingin (-), pucat (-), edema (+),

petechie (-), lesi kulit (-)

o Inferior : Deformitas (-), akral dingin (-), pucat (-), edema pretibia

(+), petechie (-), lesi kulit (-)

GENITALIA DAN INGUINAL:

o Genitalia : edema vulva (+)

o Inguinal : Pembesaran KGB (-/-), hernia (-/-)

STATUS NEUROLOGIS : Dalam batas normal

I. DAFTAR MASALAH

1. Sembab seluruh tubuh

J. DIAGNOSIS BANDING

Sindroma Nefrotik (SN) dependen steroid

Sindroma Nefritik Akut (SNA)

K. DIAGNOSIS KERJA

Sindroma Nefrotik (SN) dependen steroid

L. TATALAKSANA (Planning / P)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM tanggal 6 April 2015

1. Protein urin +3

2. Epitel (-)

3. Leukosit 0-2

4. Eritrosit 0-1

5. Sel hyalin (+1)

6. Bakteri (+2)

6

Page 7: SN CASE BOX C

7. Mukus (+2)

TERAPI ( SUPORTIF–SIMPTOMATIS-CAUSATIF)

o NON FARMAKOLOGIS

Tirah Baring

Diet rendah garam 2100 kkal + 30 gram protein dalam bentuk NB 3x

1 porsi

Pengobatan kortikosteroid dan diuretika:

- Metilprednisolone Full Dose 50 mg/ hari, 8 mg tab (3-2-2) à 4

minggu

- Bila remisi, diteruskan metilprednisolone alternating dose (37,5 mg/ hari)

à (senin-rabu-jumat atau selasa-kamis-sabtu)

- Dosis kemudian diturunkan secara bertahap sebanyak 0,2 mg/kgbb/hari

setiap 2 minggu dan dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak

menimbulkan relaps (0,1-0,5 mg/kgBB/hari alternating)à

dipertahankan sampai 6-12 bulan à lalu dicoba dihentikan.

- Injeksi Furosemide 2x20 mg

PROGNOSIS

o Qua ad vitam : dubia e45nb

o Qua ad functionam : dubia

o Qua ad sanationam : dubia

7

Page 8: SN CASE BOX C

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri

dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab.

Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar

50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya

menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas,

kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang

azotemia.

2. Epidemiologi

Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma

nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul

sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau

toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom

nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16

tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak. Insidens di

Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun.

Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri

menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.

3. Etiologi sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik primer pada anak umumnya idopatik dan diduga ada

hubungan dengan genetik, imunologi dan alergi. Sindroma nefrotik pada anak-

anak juga diduga adalah sindrom nefrotik dengan perubahan minimal, sindrom

nefrotik kongenital, sindrom nefrotik dengan proliferasi mesangial difus,

glomerulosklerosis fokal dan segmental, glomerulonefritis membranoproliferatif,

dan glomerulonefritis kresentrik.

8

Page 9: SN CASE BOX C

Sindroma nefrotik sekunder dapat pula disebabkan oleh:

i. Penyakit infeksi: - HIV

- Hepatitis virus B dan C

- Sifilis

- Malaria

- Skistosoma

- Tuberkulosis

- Lepra

- Post Streptokokus

ii. Penyakit keganasan: - Adenokarsinoma paru, payudara, kolon,

- Limfoma Hodgkin

- Mieloma multipel

- Karsinoma ginjal

iii. Penyakit sistemik dan penyakit immune mediated:

- Lupus Eritematosus Sistemik*

- Henoch Scholein Purpura*

- Sindrom Vaskulitis

- Trombosis vena renalis

- Artritis Reumatoid

- MCTD (mixed connective tissue disease)

- Poliartritis

- Sarcoid

- Dematitis Hepertiformis

iv. Penyakit keturunan dan metabolic

- Mellitus Diabetes

- Amilodoisis

- Sindrom Alport

- Myxedema

- Pre-eklamsia

v. Akibat toksin dan alergi

- Keracunan logam berat (Au, Hg)

9

Page 10: SN CASE BOX C

- Keracuan probenicid, trimetadion, paradion atau

penisilamin

- Gigitan serangga dan bisa ular

* Sindrom nefrotik sekuder pada anak sering sekunder dari vaskulitis

seperti Lupus Eritematosus Sistemik, Henoch Scholein Purpura, Limfoma

Maligna seperti penyakit Hodgkin, malaria kuatarna, infeksi virus hepatitis

B atau infeksi HIV.

4. Klasifikasi sindrom nefrotik

Berdasarkan etiologi

1. Sindrom Nefrotik Primer

i. Sindrom Nefrotik Bawaan

Sindrom nefrotik yang diturunkan sebagai resesif autosom atau

karena reaksi fetomaternal

ii. Sindrom Nefrotik Idiopatik

Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebab terjadinya

gangguan pada glomerulus sehingga menunjukkan manifestasi

yang sama dengan sindrom nefrotik.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Sindrom nefrotik bisa sekunder dari penyakit infeksi, keganasan, penyakit

sistemik, penyakit autoimun, penyakit metabolik, toksisitas dan alergi.

Berdasarkan histopatologi

Berdasarkan histopatologi, sindrom nefrotik terbagi atas perubahan

minimal dan perubahan non minimal.

Berdasarkan respons terhadap pengobatan steroid

Sindrom nefrotik bisa berespons terhadap pengobatan steroid dan bisa

juga tidak. Oleh yang demikian, sindroma nefrotik bisa dibagi menjadi

10

Page 11: SN CASE BOX C

sindrom nefrotik yang berespons terhadap steroid dan sindrom nefrotik

yang tidak berespons terhadap steroid.

5. Patofisiologi

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya

sindrom nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi

sekunder. Penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar, salah satu teori

yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat

di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan

negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar

menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama

dari  proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin

serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi

terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial. proteinuria dinyatakan

”berat” untuk membedakan dengan proteinuria yang lebih ringan pada pasien

yang bukan sindroma nefrotik. Ekskresi protein sama atau lebih besar dari 40

mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula

oleh penurunan aktivitas degradasi lemak  karena hilangnya a-glikoprotein

sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik

secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar

lipid kembali normal.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma

intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus

dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan

edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan

stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini

timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan

intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan

pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma

yang pada akhirnya  mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

11

Page 12: SN CASE BOX C

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang

memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat

retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan

kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini

dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder

karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik

menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru

memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin

plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori

overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme

intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi

natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan

ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke

dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan  volume

plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron  rendah

sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang

dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill  berlangsung

bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena

patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi

rangsangan yang lebih dari satu.

12

Page 13: SN CASE BOX C

Kelainan Glomerolus

Hipoalbuminemia

albuminuria

Tek.Onkotik koloid plasma <<<

Volume Plasma >>>

Retensi Na renal sekunder >>>

Edema

Kelainan Glomerolus

Retensi Na renal primer

Volume Plasma >>>

Edema

Teori Underfilled Teori Overfilled

6. Manifestasi Klinis

Sindroma nefrotik idiopatik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada

pada wanita (2:1) dan paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom

terdini telah dilaporkan pada setengah tahun terakhir pada usia satu tahun terakhir

dari usia satu tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan

berikutnya dapat terjadi pasca infeksi virus saluran pernapasan yang nyata seperti

virus influenza. Juga kadang dimulai dengan episode awal lain seperti bengkak

periorbital dan oliguria. Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada

mulanya ditemukan disekitar mata dan pada tungkai bawah, di mana edemanya

bersifat “pitting”. Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan mungkin

disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah

urin. Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari

dapat berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum dan kaki. Anoreksia,

13

Page 14: SN CASE BOX C

nyeri perut dan diare lazim terjadi sedangkan hipertensi sebaliknya. dalam

beberapa hari,edema semakin jelas dan menjadi anasarka. Dengan perpindahan

volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok. Bila edema berat, dapat

timbul dispnu akibat efusi pleura.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah seperti pemeriksaan urin

yang meliputi pemeriksaan protein kualitatif/kuantitatif, kreatinin dan uji

selektivitas protein (PST) untuk menunjang bentuk lesi. Selain pemeriksaan urin

diperlukan juga pemeriksaan darah yang meliputi albumin darah, protein total dan

kolesterol. Dari pemeriksaan penunjang ini didapatkan proteinuria yang masif dan

ditemukan pada sediment urin nilai yang normal. Bila terjadi hematuria

mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (misalnya

sclerosis glomerulus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM

dapat meningkat, sedangkan IgG turun. Komplemen serum normal dan tidak ada

krioglobulin.

8. Kriteria Diagnosis

1. Edema

2. Proteinuria massif

Urin : BANG atau DIPSTIX ≥ + 3 atau + 4 (kualitatif)

Protein > 40 mg/m3/jam, atau > 2 g/hr (kuantitatif)

Rasio protein : Kreatinin > 2,5 (Penilaian fungsi ginjal bisa normal

atau menurun. Keratin clearance ini bisa turun karenaterjadi

penurunan perfusi ginjal akibat penyusutan volume intravaskuler

dan akan kembali ke normal bila volume intravascular membaik)

Sediment urin biasanya normal

Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai

adanya lesi glomerular (misalnya : sclerosis glomerulus fokal)

3. Hipoalbuminemia

Albumin darah < 2 g/dl (20 g/L)

14

Page 15: SN CASE BOX C

4. Dengan atau tanpa hiperlipidemia/hiperkolesterolemia

5. IgM dapat meningkat sedangkan IgG turun

6. Komplimen serum normal dan tidak ada krioglobulin

7. Kadar kalsium serum total menurun (karena penurunan fraksi terikat

albumin)

8. Kadar C3 normal

Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan

laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari),

hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.

Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan untuk menegakkan diagnosis

trombosis vena yang dapat terjadi akibat hiperkoagulabilitas. Pada SN primer

untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang menentukan prognosis

dan respon terhadap terapi, diperlukan biopsi ginjal.

9. Tatalaksana

Indikasi Rawat

- SN serangan pertama kali

- SN relaps dengan edema anasarka atau penyulit (infeksi berat, muntah-

muntah, diare, hipovolemia, hipertensi, tromboemboli, GGA).

- SN steroid resisten

- SN steroid relaps sering dengan indikasi untuk terapi sitostatika tambahan

I. Sindroma nefrotik primer

Aktivitas

Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika edema anasarka,

dispneu, hipertensi → tirah baring.

Dietetik

- Protein normal sesuai RDA yaitu 2 g/kg/hr

- Rendah garam (1-2 g/hr) selama edema/ mendapat terapi steroid.

15

Page 16: SN CASE BOX C

Diuretika

Retriksi cairan (30 ml /kgBB/hari) selama ada edema berat dan oliguri.

Loop diuretic (furosemid 1–2 mg/kgbb/hr), bila kadar kalium rendah < 3,5

mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton (1–2 mg/kgbb/hr) diberikan

pada edema berat/anasarka. Diuretika lebih dari 1 minggu periksa ulang

natrium dan kalium plasma.

Bila SN disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat → kadar albumin ≤ 1,5

gr/dl) berikan infus albumin rendah garam 20-25 % 1 g/ kg BB atau plasma

sebanyak 15–20 ml /kg BB dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus

albumin/plasma selesai diberikan furosemid 1–2 mg/kg BB IV.

Antibiotika/antiviral

Antibiotika diberikan bila:

- Edema anasarka + laserasi kulit → amoksisilin, eritromisin, sefaleksin

- Infeksi → beri antibiotika yang disesuaikan beratnya derajat infeksi

- Bila terjadi infeksi varicella → asiklovir 80 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

→ 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara.

Imunisasi

- Vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid

selesai.

- Kontak dengan penderita varicella → Imunoglobulin varicella-zoster

dalam waktu < 72 jam

Tuberkulostatika

- Test Mantoux (+) → beri INH profilaksis

- TBC aktif → beri OAT

Pengobatan kortikosteroid

Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai hal-

hal sebagai berikut: hipertensi, infeksi berat (viral/ bakteri), azotemia

16

Page 17: SN CASE BOX C

A. Pengobatan inisial

- Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2

mg/kgbb/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis

(maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu

- Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m2/hr (2/3

dosis initial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu

lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke 5 sampai dengan akhir

minggu ke 8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi.

- Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 → resisten steroid

B. Pengobatan SN Relaps

Bila dijumpai proteinuria (≥ +2) setelah pengobatan steroid selesai, perlu

dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan AB selama 5–7

hari. Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila proteinuria

masih tetap (≥ +2) atau tidak ditemukan fokus infeksi mulai dengan

prednison dosis penuh sampai remisi (proteinuria negatif atau trace 3 hari

berturut-turut) (maksimal 4 minggu) → dilanjutkan dosis alternating selama 4

minggu → stop.

Bila pada FD selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu remisi (-)

→ resisten steroid.

C. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid

Ada 4 pilihan:

1) Dicoba pemberian steroid jangka panjang

2) Pemberian levamisol

3) Pengobatan CPA

4) Pengobatan siklosporin (terakhir)

Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan.

1) Steroid jangka panjang

Dimulai dengan prednison atau prednisolon dosis penuh (4 minggu)

sampai terjadi remisi. Lanjutkan dengan steroid alternating (4 minggu),

17

Page 18: SN CASE BOX C

kemudian dosis diturunkan perlahan 0,5 mg/kgbb setiap 4 minggu sampai

dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1–0,5

mg/kgbb alternating, dapat diteruskan selama 6–12 bulan → coba

dihentikan.

Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat >0,5 mg/kgbb/AD, tetapi

< 1 mg/kgbb/alternating tanpa efek samping yang berat dapat dicoba

dikombinasi dengan Levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4 – 12

bulan atau langsung diberi CPA.

Bila pasien:

1) relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb/alternating atau

2) meskipun dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:

a) efek samping steroid yang berat

b) pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain hipovolemia,

trombosis, sepsis diberikan CPA dengan dosis 2 – 3 mg/kgbb/hari

selama 8 – 12 minggu.

2) Sitostatika

2.1. Siklofosfamid (CPA oral) 2-3 mg/kgbb/hari atau intravena 500

mg/m2/hari atau

2.2. Klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari selama 8 minggu.

Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi: Hb, lekosit, trombosit 1-2

x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit < 3000/ul, Hb < 8 g/dl

atau trombosit < 100.000/ul dan diteruskan kembali setelah leukosit >

5000/ul.

3) Siklosporin (CyA)

Siklosporin dosis 5 mg/kgbb/hari dipakai pada:

1.Pada SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau

sitostatik.

2.Pada SN relaps sering/dependen steroid

18

Page 19: SN CASE BOX C

D. Pengobatan SN resiten steroid

Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum

memuaskan. Lakukan biopsi sebelum pengobatan dimulai. Obat-obat yang

digunakan bisa siklofosfamid puls 500 mg/m2/bulan + metilprednisolon 40

mg/m2/hari ALT selama 6 bulan atau siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari +

metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 3-6 bulan

II. Sindroma nefrotik kongenital

- Steroid tidak diberikan.

- Pengobatan konservatif lainnya (Dietetik, penanggulangan infeksi, koreksi

hipovolemia )

- ACE inhibitor: enalapril 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis atau captopril 0,3

mg/kgbb/kali dinagi 2-3 dosis dengan tujuan untuk menghilangkan

proteinuria dan menghambat terjadi gagal ginjal terminal.

- Transplantasi ginjal

III. Sindroma nefrotik sekunder

Disamping penanganan terhadap sindroma nefrotiknya, perlu pengobatan

terhadap penyakit yang mendasarinya → tergantung pada SP masing-masing

dari jenis penyakit yang menimbulkan sindroma nefrotik.

IV. Pengobatan komplikasi

- Infeksi (telah dibicarakan di atas)

- Tromboemboli

Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/dependen steroid/ steroid

resisten: aspirin atau dipiridamol selama pengobatan steroid.

Heparin diberikan bila sudah terjadi trombosis.

- Hipovolemia

Diatasi dengan infus NaCl fisologis, lalu disusul dengan infus albumin 1

gr/kgbb/ atau plasma 20 ml/kgbb (tetesan lambat→10 tetes per menit).

19

Page 20: SN CASE BOX C

Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria diberikan

furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.

- Hipokalsemia

Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D.

Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgbb intravena.

Tindak lanjut

Dilakukan pemeriksaan berat badan. intake-output, lingkaran perut, tekanan

darah setiap hari. Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu. Urinalisa dan

pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika sudah trace,

diulangi 3 kali berturut-turut). Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama

perawatan sekali dua minggu. Awasi efek samping obat dan komplikasi yang

mungkin terjadi selama pasien dirawat. Bila ditemukan, harus ditanggulangi.

Indikasi pulang

Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi, dalam

keadaan remisi.

Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan.

Setelah steroid dihentikan kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas

gejala.

10. Komplikasi

Tromboemboli, infeksi, hiperlipidemia, hipokalsemia, hipovolemia, gagal

ginjal akut, anemia dan pertumbuhan abnormal.

11. Prognosis

- SNKM: 4 – 5% menjadi gagal ginjal terminal pada pengamatan 20 tahun.

- GSFS: 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun.

- SN primer (SNKM) /kortikosteroid responsif umumnya baik.

20

Page 21: SN CASE BOX C

- Pada kortikosteroid non responsif prognosis kurang baik, mortalitas pada

jenis GSFS 50% 16 tahun setelah diketahui, pada GNMP 50% 11 tahun

setelah diketahui. SN sekunder tergantung penyakit primer.

21

Page 22: SN CASE BOX C

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, An. Ira Safira, perempuan, 9 tahun 2 bulan, datang ke

RSMH dengan keluhan sembab di seluruh tubuh. Sembab di seluruh bisa

disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti adanya ginjal, gangguan jantung, paru,

dan hepar. Pada anamnesis, didapatkan BAK sedikit atau bahkan tidak sama

sekali yang menunjukan terjadinya gangguan pada ginjal. Sindrom nefrotik (SN)

merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (≥40 mg/m2

LPB/jam atau rasio protein/kreatinin urin >2 atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia

(≤2,5 g/dL), edema dan atau hiperkolesterolemia. Pasien ini datang dengan

edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asitesdan edema

genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan

berkurang. Sindrom nefrotik (SN) dibagi tiga yaitu kongenital, primer/idiopatik,

dan sekunder. Pada kasus ini, kemungkinan penyebab Sindrom nefrotik (SN)

adalah idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya karena gejala-gejala yang

muncul baru terjadi sejak anak usia 8 tahun.

Pada kasus jugaditemukan adanya keluhan sembab di seluruh tubuh dan

BAK sedikit. Sembab atau edema pada Sindrom nefrotik (SN) terjadi karena

hipoalbuminemia, dengan penurunan tekanan osmotic koloid, membantu cairan

transudat untuk keluar dari ruang vaskuler ke dalam interstitium. Mekanisme ini

hampir secara langsung menyebabkan edema. Selain itu, hipovolemia juga

mengakibatka penuruanan aliran plasma ke ginjal dan GFR, serta mengaktifkan

mekanisme rennin-angiotensin. Hipovolemia juga mengaktifkan reseptor volume

dalam atrium kiri. Akibatnya, peningkatan produksi aldostern dan hormone

antidiuretik (ADH). Ginjal tersebut menahan garam dan air, yang selanjutntya

akan memperburuk edema dan urin yang dikeluarkan sedikit.Penatalaksanaan

penderita ini dari nonfarmakologis adalah tirah baring dan diet. Obat yang

digunakan Cefriaxon 1x2 g tab, Inj. Furosemid 2x30 g, Metilprednisolon 50

g/hari.

22

Page 23: SN CASE BOX C

DAFTAR PUSTAKA

Bergstein JM. Sindrom nefrotik. Dalam : Behrman RE, Kliegma RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia : WB Saunders Co; 2004. h 1827-1832.

Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr  11 : 158-61.

Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical Nephrology. London : Mosby; h. 5 : 21.1-4.

Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD, RS Dr. Hassan Sadikin; 2005 h 538-541.

Haycock G. The child with idiopathic nephritic syndrome. In : Webb N, Postlethwaite R. Clinical pediatric nephrology. 3rd Edition. New York : Oxford University Press Inc; 2003 h 341-365.

International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int  13 : 159.

Mansjoer A. dkk, Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jilid ke-2. Jakarta : Media Aesculapius 2005. h 488-490.Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. h 137-46.

Schwartz MW, dkk. Clinic handbook of pediatrics. USA : Williams & Wilkins; 2004 h 304-313.

Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia, 14 Oktober.

Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI h. 381-426.

23