BAB I STATUS PEDIATRIK I. IDENTIFIKASI Nama : Keyla Chynthia Umur : 4 tahun 11 bulan Jenis Kelamin : Perempuan Anak ke : 1 Nama Ayah : Toni Nama Ibu : Nining Bangsa : Sumatera Agama : Islam Alamat : Jl. KI merogan perdana RT 31 RW 06 no.126 kertapati, palembang Dikirim oleh : Poli RSMH MRS Tanggal : 06 April 2015 II. ANAMNESIS ( Subjektif / S) Tanggal :07 April 2015 Diberikan oleh :Ibu Pasien(Alloanamnesis) A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama : Sebab pada seluruh tubuh 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
Nama : Keyla Chynthia
Umur : 4 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak ke : 1
Nama Ayah : Toni
Nama Ibu : Nining
Bangsa : Sumatera
Agama : Islam
Alamat : Jl. KI merogan perdana RT 31 RW 06
no.126 kertapati, palembang
Dikirim oleh : Poli RSMH
MRS Tanggal : 06 April 2015
II. ANAMNESIS ( Subjektif / S)
Tanggal :07 April 2015
Diberikan oleh :Ibu Pasien(Alloanamnesis)
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Sebab pada seluruh tubuh
Keluhan tambahan : Badan lemas
Riwayat Perjalanan Penyakit:
4 hari SMRS, anak mengalami sembab pada kelopak mata. Sembab
dirasakan pada saat bangun tidur pagi hari. Anak juga mengalami batuk
(+), pilek (+), demam (-), BAB biasa, BAK sedikit (+), berbusa (+), warna
kuning. Anak tidak dibawa berobat.
1
2 hari SMRS anak juga mengalami sembab pada tungkai dan kelamin,
batuk (+), pilek (+), demam (-), BAB seperti biasa BAK sedikit (+)
berbusa (+), warna kuning. Anak dibawa berobat ke RSMH.
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Lahir dari ibu G1P0Ao
Sakit saat hamil (-) , perdarahan (-), demam saat hamil dan menjelang
hamil (-), minum jamu atau obat-obat diluar yang diberikan bidan (-)
Riwayat KPSW (-), ketuban kental hijau (-), bau (-)
Masa Kehamilan :Aterm
Partus :spontan
Tempat :di rumah
Ditolong oleh :bidan
Tanggal : 06 Mei 2010
BB : 3000 gram
PB : 50 cm
Riwayat Makanan
ASI : 0-2 tahun
Bubur : 6 bulan s/d 1 tahun
Nasi : 1 tahun s/d sekarang
Kesan : Asupan makanan cukup
C. RIWAYAT IMUNISASI
BCG : +
Polio : Polio 1(+), Polio 2(+), Polio 3(+)
DPT : DPT 1(+), DPT 2(+), DPT 3(+)
Hepatitis B : Hep B (+), Hep B 1(+). Hep B 2 (+), Hep B 3 (+)
Campak : +
Kesn : Imunisasi dasar lengkap
2
D. RIWAYAT KELUARGA
Perkawinan : 6 tahun
Umur : Ayah (28 tahun), Ibu (25 tahun)
Saudara : Anak ke 1 dari 2 bersaudara
Penyakit yang pernah diderita:Tidak ada
Pedigree
E. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia
F. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTAL
Perkembangan mental sesuai dengan usia
G. RIWAYAT SOSIOEKONOMI
Ayah bekerja sebagai supir dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
Menanggung 2 orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS
dosis initial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu
lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke 5 sampai dengan akhir
minggu ke 8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi.
- Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 → resisten steroid
B. Pengobatan SN Relaps
Bila dijumpai proteinuria (≥ +2) setelah pengobatan steroid selesai, perlu
dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan AB selama 5–7
hari. Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila proteinuria
masih tetap (≥ +2) atau tidak ditemukan fokus infeksi mulai dengan
prednison dosis penuh sampai remisi (proteinuria negatif atau trace 3 hari
berturut-turut) (maksimal 4 minggu) → dilanjutkan dosis alternating selama 4
minggu → stop.
Bila pada FD selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu remisi (-)
→ resisten steroid.
C. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Ada 4 pilihan:
1) Dicoba pemberian steroid jangka panjang
2) Pemberian levamisol
3) Pengobatan CPA
4) Pengobatan siklosporin (terakhir)
Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan.
1) Steroid jangka panjang
Dimulai dengan prednison atau prednisolon dosis penuh (4 minggu)
sampai terjadi remisi. Lanjutkan dengan steroid alternating (4 minggu),
17
kemudian dosis diturunkan perlahan 0,5 mg/kgbb setiap 4 minggu sampai
dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1–0,5
mg/kgbb alternating, dapat diteruskan selama 6–12 bulan → coba
dihentikan.
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat >0,5 mg/kgbb/AD, tetapi
< 1 mg/kgbb/alternating tanpa efek samping yang berat dapat dicoba
dikombinasi dengan Levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4 – 12
bulan atau langsung diberi CPA.
Bila pasien:
1) relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb/alternating atau
2) meskipun dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:
a) efek samping steroid yang berat
b) pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain hipovolemia,
trombosis, sepsis diberikan CPA dengan dosis 2 – 3 mg/kgbb/hari
selama 8 – 12 minggu.
2) Sitostatika
2.1. Siklofosfamid (CPA oral) 2-3 mg/kgbb/hari atau intravena 500
mg/m2/hari atau
2.2. Klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari selama 8 minggu.
Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi: Hb, lekosit, trombosit 1-2
x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit < 3000/ul, Hb < 8 g/dl
atau trombosit < 100.000/ul dan diteruskan kembali setelah leukosit >
5000/ul.
3) Siklosporin (CyA)
Siklosporin dosis 5 mg/kgbb/hari dipakai pada:
1.Pada SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau
sitostatik.
2.Pada SN relaps sering/dependen steroid
18
D. Pengobatan SN resiten steroid
Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum
memuaskan. Lakukan biopsi sebelum pengobatan dimulai. Obat-obat yang
digunakan bisa siklofosfamid puls 500 mg/m2/bulan + metilprednisolon 40
mg/m2/hari ALT selama 6 bulan atau siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari +
metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 3-6 bulan
II. Sindroma nefrotik kongenital
- Steroid tidak diberikan.
- Pengobatan konservatif lainnya (Dietetik, penanggulangan infeksi, koreksi
hipovolemia )
- ACE inhibitor: enalapril 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis atau captopril 0,3
mg/kgbb/kali dinagi 2-3 dosis dengan tujuan untuk menghilangkan
proteinuria dan menghambat terjadi gagal ginjal terminal.
- Transplantasi ginjal
III. Sindroma nefrotik sekunder
Disamping penanganan terhadap sindroma nefrotiknya, perlu pengobatan
terhadap penyakit yang mendasarinya → tergantung pada SP masing-masing
dari jenis penyakit yang menimbulkan sindroma nefrotik.
IV. Pengobatan komplikasi
- Infeksi (telah dibicarakan di atas)
- Tromboemboli
Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/dependen steroid/ steroid
resisten: aspirin atau dipiridamol selama pengobatan steroid.
Heparin diberikan bila sudah terjadi trombosis.
- Hipovolemia
Diatasi dengan infus NaCl fisologis, lalu disusul dengan infus albumin 1
gr/kgbb/ atau plasma 20 ml/kgbb (tetesan lambat→10 tetes per menit).
19
Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria diberikan
furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
- Hipokalsemia
Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D.
Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgbb intravena.
Tindak lanjut
Dilakukan pemeriksaan berat badan. intake-output, lingkaran perut, tekanan
darah setiap hari. Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu. Urinalisa dan
pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika sudah trace,
diulangi 3 kali berturut-turut). Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama
perawatan sekali dua minggu. Awasi efek samping obat dan komplikasi yang
mungkin terjadi selama pasien dirawat. Bila ditemukan, harus ditanggulangi.
Indikasi pulang
Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi, dalam
keadaan remisi.
Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan.
Setelah steroid dihentikan kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas
gejala.
10. Komplikasi
Tromboemboli, infeksi, hiperlipidemia, hipokalsemia, hipovolemia, gagal
ginjal akut, anemia dan pertumbuhan abnormal.
11. Prognosis
- SNKM: 4 – 5% menjadi gagal ginjal terminal pada pengamatan 20 tahun.
- GSFS: 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun.
- SN primer (SNKM) /kortikosteroid responsif umumnya baik.
20
- Pada kortikosteroid non responsif prognosis kurang baik, mortalitas pada
jenis GSFS 50% 16 tahun setelah diketahui, pada GNMP 50% 11 tahun
setelah diketahui. SN sekunder tergantung penyakit primer.
21
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, An. Ira Safira, perempuan, 9 tahun 2 bulan, datang ke
RSMH dengan keluhan sembab di seluruh tubuh. Sembab di seluruh bisa
disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti adanya ginjal, gangguan jantung, paru,
dan hepar. Pada anamnesis, didapatkan BAK sedikit atau bahkan tidak sama
sekali yang menunjukan terjadinya gangguan pada ginjal. Sindrom nefrotik (SN)
merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif (≥40 mg/m2
LPB/jam atau rasio protein/kreatinin urin >2 atau dipstik ≥2+), hipoalbuminemia
(≤2,5 g/dL), edema dan atau hiperkolesterolemia. Pasien ini datang dengan
edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asitesdan edema
genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan
berkurang. Sindrom nefrotik (SN) dibagi tiga yaitu kongenital, primer/idiopatik,
dan sekunder. Pada kasus ini, kemungkinan penyebab Sindrom nefrotik (SN)
adalah idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya karena gejala-gejala yang
muncul baru terjadi sejak anak usia 8 tahun.
Pada kasus jugaditemukan adanya keluhan sembab di seluruh tubuh dan
BAK sedikit. Sembab atau edema pada Sindrom nefrotik (SN) terjadi karena
hipoalbuminemia, dengan penurunan tekanan osmotic koloid, membantu cairan
transudat untuk keluar dari ruang vaskuler ke dalam interstitium. Mekanisme ini
hampir secara langsung menyebabkan edema. Selain itu, hipovolemia juga
mengakibatka penuruanan aliran plasma ke ginjal dan GFR, serta mengaktifkan
mekanisme rennin-angiotensin. Hipovolemia juga mengaktifkan reseptor volume
dalam atrium kiri. Akibatnya, peningkatan produksi aldostern dan hormone
antidiuretik (ADH). Ginjal tersebut menahan garam dan air, yang selanjutntya
akan memperburuk edema dan urin yang dikeluarkan sedikit.Penatalaksanaan
penderita ini dari nonfarmakologis adalah tirah baring dan diet. Obat yang
digunakan Cefriaxon 1x2 g tab, Inj. Furosemid 2x30 g, Metilprednisolon 50
g/hari.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bergstein JM. Sindrom nefrotik. Dalam : Behrman RE, Kliegma RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelphia : WB Saunders Co; 2004. h 1827-1832.
Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical Nephrology. London : Mosby; h. 5 : 21.1-4.
Garna H, Nataprawira HMD, Rahayuningsih SE. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD, RS Dr. Hassan Sadikin; 2005 h 538-541.
Haycock G. The child with idiopathic nephritic syndrome. In : Webb N, Postlethwaite R. Clinical pediatric nephrology. 3rd Edition. New York : Oxford University Press Inc; 2003 h 341-365.
International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159.
Mansjoer A. dkk, Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jilid ke-2. Jakarta : Media Aesculapius 2005. h 488-490.Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. h 137-46.
Schwartz MW, dkk. Clinic handbook of pediatrics. USA : Williams & Wilkins; 2004 h 304-313.
Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia, 14 Oktober.
Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI h. 381-426.