Top Banner
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA PASANGAN MUDA SKRIPSI Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi Oleh : Vina Witri Astuti G0106095 Pembimbing: 1. Dra. Salmah Lilik, M. Si 2. Rin Widya Agustin, M. Psi PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
94

Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

Jan 18, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PSYCHOLOGICAL

WELL BEING PADA PASANGAN MUDA

SKRIPSI

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi

Oleh :

Vina Witri Astuti

G0106095

Pembimbing:

1. Dra. Salmah Lilik, M. Si

2. Rin Widya Agustin, M. Psi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

Page 2: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa dalam skripsi ini

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya

bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, Pebruari 2011

Vina Witri Astuti

Page 3: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan antara Kestabilan Emosi denganPsychological Well Being pada Pasangan Muda

Nama Peneliti : Vina Witri AstutiNIM/Semester : G0106095Tahun : 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Pembimbing dan Penguji SkripsiProdi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

Pada Hari : Rabu, 9 Pebruari 2011

Pembimbing I

Dra. Salmah Lilik, M.Si.NIP 19490415 198101 2 001

Pembimbing II

Rin Widya Agustin, M.Psi.NIP 19760817 200501 2 002

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi.NIP 19760817 200501 2 002

Page 4: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan Psychological Well Being

pada Pasangan Muda

Vina Witri Astuti, G0106095, Tahun 2011

Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji SkripsiProdi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari : SeninTanggal : 28 Pebruari 2011

1. Pembimbing IDra. Salmah Lilik, M.Si. ( )

2. Pembimbing IIRin Widya Agustin, M.Psi. ( )

3. Penguji IDra. Makmuroch, M.S. ( )

4. Penguji IIAditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. ( )

Surakarta, __________________

Ketua Program Studi Psikologi

Drs. Hardjono, M.Si.NIP 19590119 198903 1 002

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, M.Psi.NIP 19760817 200501 2 002

Page 5: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user v

MOTTO

Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini

selalu mempunyai makna. Dalam batas-batas tertentu, manusia memiliki

kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih dan menentukan makna

dan tujuan hidupnya

(Viktor E. Frankl)

Tidak ingin menyesali yang sudah terjadi kemarin, banyak bersyukur untuk hari

ini dan tidak perlu khawatir menghadapi hari esok

(Penulis)

Page 6: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk

Papah Mamahku tercinta dan kakak-kakakku tersayang

Berbagai rintangan dan keputusasaan memudar

karena limpahan perhatian dan dukungan mereka

Berkat dorongan, dukungan dan do a merekalah karya ini terselesaikan

Page 7: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang

dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai

syarat guna memperoleh gelar sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I

Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul

“Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan Psychological Well Being pada

Pasangan Muda”.

Tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

telah memberi bimbingan, bantuan, dorongan, dan doa dalam penyelesaian skripsi

ini. Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dra. Salmah Lilik, M.Si., selaku dosen pembimbing I atas bimbingan,

kepercayaan, kesabaran, serta perhatiannya yang sangat besar.

4. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku pembimbing II atas bimbingan,

kesabaran, perhatian serta saran-sarannya yang membangun selama ini.

5. Ibu Dra. Machmuroh, M.S. dan Bapak Aditya Nanda Priyatama, S. Psi., M. Si.

selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan pemikiran kritis serta

masukan-masukan yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 8: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

6. Seluruh staf Program Studi Psikologi yang telah membantu penulis dalam

mengurus administrasi dan memberikan semangat dan saran-sarannya.

7. Bapak Drs. Tamso, MM., selaku Kepala kelurahan Jebres Surakarta beserta

staf, Bapak Karjono selaku ketua RW XX (Kaplingan) dan seluruh ketua RT

serta responden di Kaplingan yang bersedia memberikan ijin serta membantu

penulis dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data.

8. Papah mamahku tercinta yang telah memberikan cinta kasihnya, bimbingan,

nasihat, kesabaran, pengertian dan perhatian serta tak henti mendo’akan

penulis selama mengikuti tugas belajar di Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan menyelesaikan skripsi

ini.

9. Kakak-kakakku tersayang, Kak Eka, Kak Eska, Ko Joni, Mas Bondan yang

telah memberikan semangat dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Abang Faris yang selalu memberikan dukungan, perhatian, semangat serta

kasih sayang kepada penulis.

11. Sahabat-sahabatku tercinta (Yenie, Rengga, Febi, Lina, Nisa, Siti, Putri, Ayu,

Tanti, Nuzul, Ulva) dan semua teman-teman Psikologi UNS tercinta,

khususnya Psikologi ’06 yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan

mengajarkan penulis arti kekompakan dan kebersamaan.

Surakarta, Pebruari 2011

Penulis

Page 9: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL STABILITY WITHPSYCHOLOGICAL WELL BEING

IN YOUNG COUPLE

Vina Witri AstutiG0106095

ABSTRACT

Everyone wants happy and prosperous marriage life, but it is not easy toachieved, needs hard effort. Marriage acquaints two different people, either intheir needs, their wishes and their expectations that enable a more complicatedconflict occurs among them. Young couple in this study were young adults whohave been married for less than 10 years. Many things that are not expected tooccure within marriage is caused by psychological factors. If someone has a goodpsychological condition, then they are able to control their emotions in varioussituations. Emotional stability will effect how individuals solve their problemsthat occure in their life. When the young couple have emotional stability, they willshow appropriate emotional reactions, and it will lead to the achievement ofpsychological well being in them.

This research aims to determine the relationship between emotionalstability with psychological well being in young couple. The subjects of theresearch were young couples in Kaplingan, Jebres, Surakarta. This research usepurposive cluster random sampling technique. This research used an emotionalstability scale and a psychological well being scale to collect data. Data analysisused product moment correlation analysis techniques by Pearson.

This research result correlation coefficient ( r ) = 0,406; p = 0,001 (p <0,05), it means that there are a significant positive correlation between emotionalstability with psychological well being in young couple. Emotional stabilitycontribute 16,5% factor of young couple’s psychological well being. That result islow, this is because there are many other things that affect the psychological wellbeing, especially young couples, in marital life, for example, related to theexpectations of both partners, how to cooperate in marital life, how to balance thewants and needs between them and the problem of their communication. Inaddition, to see different levels of psychological well being of the subject,performed additional analysis by calculating the average score of psychologicalwell being of highly educated subjects with subjects with low education. Theresults show that highly educated subjects had higher psychological well being,though with a small difference score, which is only 2.77.

Keywords: emotional stability, psychological well being, young couple

Page 10: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGANPSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA

PASANGAN MUDA

Vina Witri AstutiG0106095

ABSTRAK

Setiap orang mendambakan kehidupan perkawinannya bahagia dansejahtera, tetapi untuk mencapainya tidaklah mudah, dibutuhkan perjuangan.Perkawinan menyatukan dua orang yang berbeda, baik dalam kebutuhan,keinginan dan pengharapan di antara keduanya yang dimungkinkan dapatmenimbulkan permasalahan yang semakin rumit. Pasangan muda dalam penelitianini adalah individu yang mencapai dewasa muda dan usia perkawinan kurang dari10 tahun. Banyak hal yang tidak diharapkan terjadi dalam perkawinan disebabkanoleh faktor psikologis. Apabila seseorang memiliki kondisi psikologis yang baik,maka ia mampu mengendalikan emosinya dalam berbagai situasi. Kondisi emosiyang stabil akan mempengaruhi bagaimana individu menghadapi permasalahanyang terjadi dalam kehidupan rumah tangganya dan akan mengarah padatercapainya psychological well being pada pasangan muda tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kestabilanemosi dengan psychological well being pada pasangan muda. Subjek penelitianini adalah individu yang telah menikah (suami atau istri) yang ada di Kaplingan,kelurahan Jebres Surakarta. Teknik pengambilan sampel dengan purposive clusterrandom sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala kestabilanemosi dan skala psychological well being. Analisis data menggunakan teknikkorelasi product moment Pearson.

Berdasarkan hasil analisis teknik korelasi product moment Pearsondiperoleh nilai koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,406; p = 0,001 (p < 0,05) artinyaada hubungan positif yang signifikan antara kestabilan emosi denganpsychological well being pada pasangan muda. Artinya, semakin tinggi kestabilanemosi subjek, maka akan semakin tinggi psychological well being pada pasanganmuda. Peran kestabilan emosi terhadap psychological well being pada pasanganmuda sebesar 16,5%. Hasil tersebut termasuk kecil, hal ini dikarenakan banyakhal lain yang mempengaruhi psychological well being pasangan muda khususnyadalam kehidupan perkawinan misalnya terkait dengan harapan-harapan di antarakedua pasangan, bagaimana kerjasama dalam kehidupan perkawinan, bagaimanamenyeimbangkan keinginan dan kebutuhan di antara keduanya dan masalahkomunikasi keduanya. Selain itu, untuk melihat perbedaan tingkat psychologicalwell being subjek, dilakukan analisis tambahan dengan menghitung rata-rata skorpsychological well being subjek yang berpendidikan tinggi dengan subjek yangberpendidikan rendah. Hasilnya menunjukkan subjek yang berpendidikan tinggimemiliki psychological well being lebih tinggi, walaupun dengan selisih skoryang tidak begitu jauh, yaitu hanya 2,77.

Kata kunci : kestabilan emosi, psychological well being, pasangan muda

Page 11: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv

MOTTO ..................................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

ABSTRACT ............................................................................................... ix

ABSTRAK .................................................................................................. x

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah .............................................................. 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7

BAB II. LANDASAN TEORI................................................................... 8

A. Psychological Well Being ....................................................... 8

1. Pengertian Psychological Well Being .................................. 8

2. Dimensi-dimensi Psychological Well Being ........................ 10

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well

Being .................................................................................. 15

B. Kestabilan Emosi .................................................................... 22

1. Pengertian Kestabilan Emosi .............................................. 22

2. Aspek-aspek Kestabilan Emosi ........................................... 23

Page 12: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

C. Pasangan Muda ....................................................................... 26

D. Hubungan Antara Kestabilan Emosi dengan Psychological

Well Being pada Pasangan Muda........................................... 30

E. Kerangka Pemikiran ............................................................... 33

F. Hipotesis................................................................................. 34

BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... 35

A. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................... 35

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................. 35

C. Populasi, Sampel, dan Sampling ............................................. 36

D. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 38

1. Sumber Data ...................................................................... 38

2. Alat Pengumpul Data ......................................................... 39

E. Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 42

1. Validitas ............................................................................ 42

2. Reliabilitas ...................................................................... 43

F. Teknik Analisis Data .............................................................. 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 45

A. Persiapan Penelitian ................................................................ 45

1. Orientasi Kancah Penelitian ................................................ 45

2. Persiapan Penelitian ................................................................... 46

3. Pelaksanaan Uji Coba (try out) ........................................... 48

4. Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................. 48

5. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ....................................... 51

B. Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 53

1. Penentuan Subjek Penelitian ............................................... 53

2. Pengumpulan Data ............................................................. 53

3. Pelaksanaan Skoring ........................................................... 54

C. Hasil Analisis Data Penelitian ................................................. 55

1. Uji Asumsi ......................................................................... 55

Page 13: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii

2. Uji Hipotesis ...................................................................... 57

3. Peran Kestabilan Emosi terhadap Psychological Well

Being .................................................................................. 59

4. Deskripsi Statistik .............................................................. 60

5. Deskripsi Data Sekunder Subjek Penelitian ........................ 63

D. Pembahasan ............................................................................ 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 73

A. Kesimpulan ............................................................................ 73

B. Saran........ ............................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 75

LAMPIRAN ............................................................................................... 79

Page 14: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favorable dan Pernyataan Unfavorable ........ 39

Tabel 2. Blue Print Skala Kestabilan Emosi (Sebelum Uji Coba) ................. 41

Tabel 3. Blue Print Skala Psychological Well Being

(Sebelum Uji Coba) ..................................................................................... 42

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Coklit Kaplingan Tahun 2009 ........................... 45

Tabel 5. Hasil Pendataan Pasangan Muda di Kaplingan ............................... 46

Tabel 6. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kestabilan Emosi ............ 50

Tabel 7. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Psychological

Well Being ................................................................................................... 51

Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Kestabilan Emosi Setelah Uji Coba ............ 52

Tabel 9. Distribusi Aitem Skala Psychological Well Being Setelah

Uji Coba ...................................................................................................... 52

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ..................................................................... 56

Tabel 11. Hasil Uji Linieritas antara Variabel Kestabilan Emosi dengan

Psychological Well Being ............................................................................ 57

Tabel 12. Hasil Analisis Korelasi Bivariate Pearson .................................... 58

Tabel 13. Peran Kestabilan Emosi terhadap Psychological Well Being ......... 60

Tabel 14. Deskripsi Statistik Data Penelitian ................................................ 60

Tabel 15. Kriteria Kategori Skala Kestabilan Emosi ..................................... 61

Tabel 16. Kriteria Kategori Skala Psychological Well Being ........................ 63

Tabel 17. Deskripsi Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan ........................ 64

Page 15: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka pemikiran hubungan antara kestabilan emosi dengan

psychological well being pada pasangan muda. ............................................ 33

Page 16: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvi

DAFTAR LAMPIRAN

A. Alat Ukur Penelitian ........................................................................ 80

1. Alat Ukur Penelitian Sebelum Uji Coba ..................................... 81

Skala 1 : Skala Kestabilan Emosi ............................................... 82

Skala 2 : Skala Psychological Well Being ................................... 89

2. Alat Ukur Penelitian Setelah Uji Coba ....................................... 93

Skala 1 : Skala Kestabilan Emosi ............................................... 94

Skala 2 : Skala Psychological Well Being ................................... 100

B. Data Uji Coba dan Penelitian Alat Ukur Penelitian .......................... 103

1. Data Hasil Uji Coba Skala Kestabila Emosi................................ 104

2. Data Hasil Uji Coba Skala Psychological Well Being ................. 107

3. Data Penelitian Skala Kestabilan Emosi ..................................... 110

4. Data Penelitian Skala Psychological Well Being ......................... 114

C. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian .......................... 118

1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kestabilan Emosi ....... 119

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Psychological Well

Being……..... ............................................................................. 121

D. Hasil Analisis Data Penelitian .......................................................... 123

1. Hasil Uji Normalitas................................................................... 124

2. Hasil Uji Linierias ...................................................................... 124

3. Hasil Deskripsi Statistik ............................................................. 125

4. Hasil Analisis Korelasi Bivariate Pearson .................................. 125

5. Hasil Analisis Koefisien Determinan (R Square) ........................ 125

E. Data Sekunder Subjek Penelitian (Data Tingkat Pendidikan

Subjek) ........................................................................................... 126

F. Surat Ijin dan Surat Keterangan Penelitian ....................................... 129

1. Surat Permohonan Ijin Penelitian Prodi Psikologi FK UNS ........ 130

2. Surat Pengantar Kepada RT 01, 04 dan 06 di Kaplingan (RW

XX) ........................................................................................... 131

3. Surat Tanda Bukti Penelitian dari Kelurahan Jebres

Surakarta .................................................................................... 132

Page 17: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan tahapan yang penting dalam hidup seseorang.

Setiap orang mendambakan kehidupan perkawinannya bahagia dan sejahtera,

tetapi untuk mencapainya tidaklah mudah, dibutuhkan perjuangan yang besar.

Menurut Susilowati (2008), perjuangan di dalam perkawinan tidak akan pernah

berhenti karena hidup ini adalah perjuangan. Hal ini sejalan dengan yang

dikemukakan Hauck (1993) bahwa kebanyakan perkawinan merupakan pertalian

silih berganti antara “perang” dan damai. Perkawinan akan membawa lebih

banyak frustrasi daripada yang dibayangkan. Memang benar perkawinan akan

membuat seseorang lebih bahagia dari sebelumnya, akan tetapi untuk

mencapainya harus menempuh saat-saat yang sulit. Kadang seseorang tidak akan

mencapai keseimbangan yang baik setelah beberapa tahun menjalani perkawinan.

Setelah perkawinan akan terus muncul gejolak-gejolak yang datang secara

berkala.

Perkawinan menciptakan pasangan suami istri dalam kehidupan rumah

tangga. Pasangan muda dalam penelitian ini adalah individu yang telah menikah

dan dengan usia yang mencapai dewasa dini atau dewasa muda. Menurut Hurlock

(1994), masa dewasa muda merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-

pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda

diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua,

Page 18: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

pencari nafkah, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru

ini. Periode ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup

seseorang.

Kondisi tersebut akan mempengaruhi kehidupan perkawinan pasangan

muda, sebab dalam perkawinan dapat terjadi berbagai hal yang dapat memicu

permasalahan. Fenomena perceraian suami istri dalam masyarakat kita terjadi

semakin meningkat dari waktu ke waktu (Barus, 2005). Tulisan yang dibuat oleh

Pengadilan Agama Surakarta pada 25 Mei 2010 (http://pa-surakarta.go.id)

menjelaskan bahwa, berdasarkan temuan Mark Cammack, pada tahun 1950-an

angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tergolong yang paling

tinggi di dunia. Pada dekade itu, dari 100 perkawinan, 50 di antaranya berakhir

dengan perceraian. Tetapi pada tahun 1970-an hingga 1990-an, tingkat perceraian

di Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara menurun drastis, padahal di

belahan dunia lainnya justru meningkat. Angka perceraian di Indonesia meningkat

kembali secara signifikan sejak tahun 2001 hingga 2009.

Meningkatnya angka perceraian di Indonesia beberapa tahun terakhir

memang merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Hal ini sungguh menimbulkan

keprihatinan, karena ikatan perkawinan tidak lagi membawa kebahagiaan dalam

hidup pasangan suami istri, akan tetapi justru membawa ke dalam perselisihan

yang semakin rumit. Wahyuningsih (2005) menyebutkan bahwa perselisihan yang

sering muncul dalam rumah tangga dapat disebabkan karena ketidaksamaan

kebutuhan, keinginan, dan harapan di antara pasangan suami istri. Menurut Anjani

dan Suryanto (2006), masa perkawinan kurang dari sepuluh tahun merupakan

Page 19: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

periode awal dalam perkawinan, dimana periode ini merupakan masa rawan di

dalam perkawinan. Susilowati (2008) menyebutkan bahwa pada dua tahun

pertama pernikahan merupakan masa-masa yang penuh perjuangan, dimana

pasangan suami istri mengetahui karakter asli pasangannya dan harus menyiapkan

mental untuk menghadapi kondisi tersebut. Selanjutnya, pada usia tujuh tahun

pernikahan pasangan suami istri akan terjebak dalam rutinitas rumah tangga

sehingga keintiman berkurang dan kondisi ini harus diwaspadai setiap pasangan

muda.

Kesulitan penyesuaian perkawinan hampir tidak terelakkan bila suami dan

istri berasal dari pola keluarga yang berbeda. Hal ini akan menjadi sulit ketika

pasangan muda mengahadapi tekanan ataupun kondisi yang negatif namun hal

tersebut tidak diungkapkan (Hurlock, 1994). Meskipun demikian, menurut

Wahyuningsih (2005), mengakhiri perkawinan karena ketidakbahagiaan tidak

selalu menjadi pilihan, banyak pasangan muda yang dapat mempertahankan

perkawinannya, berusaha berpikiran positif terhadap pasangannya dan tetap

menjalankan kehidupan rumah tangga sehingga dapat mencapai kondisi yang

diharapkan setiap pasangan. Hasil penelitian Wilson, dkk. (dalam Wahyuningsih,

2005) menunjukkan bahwa individu yang memiliki kesehatan emosi akan

merasakan hidup yang lebih optimis dan memuaskan dalam perkawinannya.

Sikap positif dari pasangan muda untuk tetap mempertahankan

perkawinannya, berpikiran positif terhadap pasangannya dan menjalankan

tanggung jawab terhadap pasangan meskipun dengan begitu banyak hal yang

memicu permasalahan akan mengarah pada terbentuknya fungsi psikologis yang

Page 20: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

positif (positive psychological functioning), yang membawa kepada terwujudnya

kesejahteraan psikologis (psychological well being) dalam diri seseorang.

Ryff (1989) seorang pelopor penelitian mengenai psychological well being

menjelaskan bahwa, psychological well being merupakan istilah yang digunakan

untuk menggambarkan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang, dan

suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa

adanya, memiliki hubungan positif dengan orang lain, mampu mengembangkan

potensi diri secara berkelanjutan, mampu untuk mengarahkan tingkah laku sendiri,

mampu mengatur lingkungan, dan memiliki tujuan dalam hidup.

Psychological well being pada pasangan muda mengarah pada kondisi

dimana individu mampu menghadapi berbagai hal yang dapat memicu

permasalahan dalam perkawinannya, mampu melalui periode sulit dalam

perkawinan dengan mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan

menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam dirinya sehingga individu

tersebut merasakan adanya kepuasan dan kesejahteraan batin dalam atau terhadap

hidupnya.

Kondisi psikologis seseorang memiliki peran penting dalam

perkawinannya. Banyak hal yang tidak diharapkan terjadi dalam perkawinan

disebabkan oleh faktor psikologis. Hal ini menjadi penting, sebab akan

mempengaruhi bagaimana kemampuan individu untuk bertahan menghadapi

tekanan akibat berbagai permasalahan dalam rumah tangganya. Seseorang yang

dapat menjalankan fungsi-fungsi psikologis positif yang ada dalam dirinya akan

memiliki kondisi psikologis yang baik. Ryff (1989) menyebutkan bahwa fungsi

Page 21: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

positif artinya manusia dipandang sebagai mahluk yang mempunyai potensi dan

mampu mengembangkan dirinya. Apabila seseorang memiliki kondisi psikologis

yang baik, maka ia mampu mengendalikan emosinya dalam berbagai situasi.

Kondisi emosi yang stabil akan mempengaruhi bagaimana individu

menghadapi permasalahan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangganya.

Menurut Walgito (1984) kondisi yang demikian diperlukan agar pasangan suami

istri dapat melihat permasalahan yang ada dalam kehidupan perkawinannya secara

baik dan objektif. Pasangan yang mampu mengendalikan kondisi emosinya saat

menghadapi situasi yang menyenangkan ataupun ketika berada dalam situasi yang

tidak menyenangkan adalah mereka yang memiliki kestabilan emosi.

Irma (2003) menjelaskan bahwa kestabilan emosi menunjukkan emosi

yang tetap, tidak mengalami perubahan, atau tidak cepat terganggu meskipun

dalam keadaan menghadapi masalah. Seseorang yang mempunyai kestabilan

emosi mampu mengekspresikan emosi dengan tepat, tidak berlebihan, sehingga

emosi yang sedang dialaminya tidak mengganggu aktivitas yang lain. Sementara

itu, individu dengan kondisi emosi yang tidak stabil memiliki kecenderungan

perubahan yang cepat dan tidak diduga dalam reaksi emosinya (Chaplin, 2000).

Apabila pasangan muda memiliki kestabilan emosi, maka mereka akan

menghasilkan reaksi emosi yang tepat, tidak berlebihan dalam menghadapi

masalah yang muncul dalam kehidupan rumah tangganya dan akan mengarah

pada tercapainya kesejahteraan psikologis (psychological well being) pada

pasangan muda tersebut. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Semiun

Page 22: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

(2006), yang menyebutkan bahwa, apabila emosi itu dapat dikendalikan dengan

tepat maka emosi tersebut bekerja untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan

antara kestabilan emosi dengan psychological well being. Untuk itu penulis

mengambil judul “Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan Psychological Well

Being pada Pasangan Muda”.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

“Apakah ada Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan Psychological Well

Being pada Pasangan Muda?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui Hubungan

antara Kestabilan Emosi dengan Psychological Well Being pada Pasangan Muda.

Page 23: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah

khususnya dalam bidang psikologi yang berkaitan dengan hubungan antara

kestabilan emosi dengan psychological well being pada pasangan muda

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pasangan Muda

Memberikan informasi dan masukan mengenai hubungan antara kestabilan

emosi dengan psychological well being pada pasangan muda, sehingga

dapat menggunakan informasi ini sebagai pertimbangan dalam

menghadapi masalah dalam kehidupan rumah tangganya

b. Bagi Psikolog, Konselor Perkawinan dan Praktisi Terkait

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

mengenai hubungan antara kestabilan emosi dengan psychological well

being pada pasangan muda, sehingga dapat menggunakan informasi ini

sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penanganan masalah

perkawinan bagi pasangan suami istri

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti untuk

melakukan penelitian lebih lanjut khususnya berkaitan dengan hubungan

antara kestabilan emosi dengan psychological well being.

Page 24: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Psychological Well Being

1. Pengertian Psychological Well Being

Penelitian mengenai psychological well being dipelopori oleh Ryff.

Diener dan Jahoda (dalam Ryff, 1989) mengatakan bahwa, penelitian

mengenai psychological well being mulai berkembang sejak para ahli

menyadari bahwa selama ini ilmu psikologi lebih banyak memberikan

perhatian kepada penderitaan atau ketidakbahagiaan seseorang daripada

bagaimana seseorang dapat berfungsi secara positif. Menurut Ryff (1989),

psychological well being merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan

kriteria fungsi psikologi positif (positive psychological functioning).

Ryff (1989) menjelaskan bahwa psychological well being yang

kemudian disingkat PWB sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis

seseorang, dimana individu tersebut dapat menerima kekuatan dan kelemahan

yang ada pada dirinya, menciptakan hubungan positif dengan orang lain yang

ada di sekitarnya, memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan

mandiri, mampu dan berkompetensi untuk mengatur lingkungan, memiliki

tujuan hidup dan merasa mampu untuk melalui tahapan perkembangan dalam

kehidupannya.

Page 25: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Ryff dan Singer (1996) menyebutkan bahwa, tingkat kesejahteraan

psikologis yang tinggi menunjukkan bahwa individu memiliki hubungan yang

baik dengan lingkungan di sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik,

dapat membangun hubungan personal yang baik dengan orang lain dan

menunjukkan bahwa individu memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam

pekerjaannnya.

Menurut Snyder dan Lopez (dalam Tenggara, dkk., 2008),

kesejahteraan psikologis bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan,

namun kesejahteraan psikologis meliputi keterikatan aktif dalam dunia,

memahami arti dan tujuan dalam hidup dan hubungan seseorang pada objek

ataupun orang lain.

Hurlock (1994) menyebutkan kebahagiaan adalah keadaan sejahtera

(well being) dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang

timbul bila kebutuhan dan harapan individu terpenuhi. Alston dan Dudley

(dalam Hurlock, 1994) menambahkan bahwa, kepuasan hidup merupakan

kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya, yang

disertai tingkat kegembiraan.

Dari beberapa pengertian psychological well being yang dikemukakan

oleh beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan psychological well being

adalah mengarah pada kondisi dimana individu mampu menghadapi berbagai

hal yang dapat memicu permasalahan dalam kehidupannya, mampu melalui

periode sulit dalam kehidupan dengan mengandalkan kemampuan yang ada

dalam dirinya dan menjalankan fungsi psikologi positif yang ada dalam

Page 26: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

dirinya, sehingga individu tersebut merasakan adanya kepuasan dan

kesejahteraan batin dalam atau terhadap hidupnya.

2. Dimensi-dimensi Psychological Well Being

Ryff (1989) menyebutkan bahwa, selama dua puluh tahun terakhir

penelitian mengenai psychological well being terpaku pada perbedaan antara

efek positif dan negatif serta kepuasaan hidup (life satisfaction). Penelitian-

penelitian mengenai psychological well being tidak didasari oleh tinjauan

teori yang kuat, akibatnya pengukuran psychological well being melupakan

satu aspek penting yaitu fungsi positif (positive fungtioning) dari manusia.

Fungsi positif tersebut merupakan pemahaman bagaimana seseorang

mempunyai kemampuan dan potensi dan mampu mengembangkannya.

Ryff (1989) mengembangkan pendekatan multidimensional untuk

mengukur psychological well being. Pendekatan multidimensional tersebut

berdasarkan pada tinjauan berbagai sudut pandang ahli psikologi yang tertarik

dengan pertumbuhan dan perkembangan penuh potensi individual seperti teori

aktualisasi diri Abraham Maslow (1968), fully functioning person Carl Rogers

(1961), mature person Gordon Allport (1961) dan individuation Carl Jung

(1933) (dalam Ryff, Keyes dan Shmotkin, 2002).

Ryff (1989) telah menyusun pendekatan multidimensional untuk

menjelaskan mengenai psychological well being. Dimensi-dimensi tersebut

antara lain kepemilikan akan rasa penghargaan terhadap diri sendiri,

kemandirian, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, penguasaan

terhadap lingkungan di sekitarnya, memiliki tujuan hidup dan pertumbuhan

Page 27: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

pribadi yang berkelanjutan. Berikut penjelasan mengenai keenam dimensi

tersebut (Ryff, 1989):

a. Penerimaan diri (Self acceptance)

Dimensi penerimaan diri merupakan ciri utama kesehatan mental

dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi

secara optimal dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai

dengan kemampuan menerima diri apa adanya, sehingga kemampuan

tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri

sendiri dan kehidupan yang dijalaninya. Seseorang yang memiliki tingkat

penerimaan diri yang tinggi memiliki sikap positif terhadap diri sendiri,

mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik

positif ataupun negatif dan memiliki pandangan positif tentang kehidupan

masa lalu. Sebaliknya, individu dengan tingkat penerimaan diri yang

rendah akan merasa tidak puas dengan dirinya, merasa kecewa dengan

pengalaman masa lalu dan mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi

dirinya seperti saat ini.

b. Hubungan positif dengan orang lain (Possitive relations with others)

Banyak teori yang menekankan pentingnya hubungan interpersonal

yang hangat dan saling mempercayai dengan orang lain. Kemampuan

untuk mencintai dipandang sebagai komponen utama kesehatan mental.

Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain atau tinggi

untuk dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan yang hangat,

memuaskan, dan saling percaya dengan orang lain. Individu tersebut juga

Page 28: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

mempunyai rasa afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang

rendah atau kurang baik untuk dimensi ini, sulit untuk bersikap hangat dan

enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain.

c. Kemandirian (Autonomy)

Dimensi ini menjelaskan mengenai kemandirian, kemampuan

untuk menentukan diri sendiri dan kemampuan untuk mengatur tingkah

laku. Individu yang baik dalam dimensi ini, mampu menolak tekanan

sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara tertentu, serta dapat

mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal. Sedangkan, individu

yang rendah atau kurang baik untuk dimensi ini akan memperhatikan

harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan

penilaian orang lain dan cenderung bersikap konformis.

d. Penguasaan lingkungan (Environmental mastery)

Dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk

memilih lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya. Kematangan

pada dimensi ini terlihat pada kemampuan individu dalam menghadapi

kejadian di luar dirinya. Individu yang memiliki penguasaan lingkungan

baik mampu dan berkompetensi mengatur lingkungan, menggunakan

secara efektif kesempatan dalam lingkungan, mampu memilih dan

menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu

sendiri. Sebaliknya, apabila individu tersebut memiliki penguasaan

lingkungan yang rendah akan kesulitan untuk mengatur lingkungannya,

selalu mengalami kekhawatiran dalam kehidupannya, tidak peka terhadap

Page 29: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

sebuah kesempatan dan kurang memiliki kontrol lingkungan di luar

dirinya.

e. Tujuan hidup (Purpose of life)

Kesehatan mental didefinisikan mencakup kepercayaan-

kepercayaan yang memberikan individu suatu perasaan bahwa hidup ini

memiliki tujuan dan makna. Individu yang berfungsi secara positif

memiliki tujuan, misi dan arah yang membuatnya merasa hidup ini

memiliki makna. Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu

untuk mencapai tujuan dalam hidup. Seseorang yang mempunyai arah

dalam hidup akan mempunyai perasaan bahwa kehidupan saat ini dan

masa lalu mempunyai makna, memegang kepercayaan yang memberikan

tujuan hidup dan mempunyai target yang ingin dicapai dalam kehidupan.

Sebaliknya, seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini akan memiliki

perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak

melihat adanya manfaat dari masa lalu kehidupannya dan tidak

mempunyai kepercayaan yang membuat hidup lebih bermakna.

f. Pertumbuhan pribadi (Personal growth)

Dimensi ini menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk

mengembangkan potensi dalam dirinya. Pertumbuhan pribadi yang baik

ditandai perasaan mampu dalam melalui tahap-tahap perkembangan,

terbuka pada pengalaman baru, menyadari potensi yang ada dalam dirinya,

melakukan perbaikan dalam hidupnya setiap waktu. Sebaliknya, seseorang

yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan

Page 30: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai perasaan

bahwa ia adalah pribadi yang stagnan dan tidak tertarik dengan kehidupan

yang dijalani.

Hurlock (1994) menjelaskan bahwa, ada beberapa esensi mengenai

kebahagiaan, atau keadaan sejahtera (well being), kenikmatan atau kepuasan,

yaitu antara lain sebagai berikut:

a. Sikap menerima (acceptance)

Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri

yang timbul dari penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial yang

baik. Shaver dan Freedman (dalam Hurlock, 1994) lebih lanjut

menjelaskan bahwa, kebahagiaan banyak bergantung pada sikap menerima

dan menikmati keadaan orang lain dan apa yang dimilikinya.

b. Kasih sayang (affection)

Cinta atau kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap

diterima oleh orang lain. Semakin diterima baik oleh orang lain, semakin

banyak diharapkan cinta yang dapat diperoleh dari orang lain. Kurangnya

cinta atau kasih sayang memiliki pengaruh yang besar terhadap

kebahagiaan seseorang.

c. Prestasi (achievement)

Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang.

Apabila tujuan ini secara tidak realistis tinggi, maka akan timbul

kegagalan dan yang bersangkutan akan merasa tidak puas dan tidak

bahagia.

Page 31: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Dimensi-dimensi psychological well being yang digunakan dalam

penelitian ini merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Ryff (1989), yang

meliputi penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, kemandirian,

penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well Being

Menurut Ryff dan Singer (1996), faktor-faktor yang mempengaruhi

kesejahteraan psikologis (psychological well being) antara lain:

a. Usia

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff (1989; Ryff & Keyes 1995; Ryff & Singer 1996),

penguasaan lingkungan dan kemandirian menunjukkan peningkatan

seiring perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74). Tujuan

hidup dan pertumbuhan pribadi secara jelas menunjukkan penurunan

seiring bertambahnya usia. Skor dimensi penerimaan diri, hubungan

positif dengan orang lain secara signifikan bervariasi berdasarkan usia.

b. Jenis kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa penelitian yang

dilakukan Ryff (1989; Ryff 1995; Ryff & Singer 1996), faktor jenis

kelamin menunjukkan perbedaan yang signifikan pada dimensi hubungan

positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi. Dari

keseluruhan perbandingan usia (usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74), wanita

menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada pria. Sementara dimensi

Page 32: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

psychological well being yang lain yaitu penerimaan diri, kemandirian,

penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan.

c. Tingkat pendidikan dan pekerjaan

Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya tingkat pendidikan

seseorang menunjukkan bahwa individu memiliki faktor pengaman (uang,

ilmu, keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah, tekanan dan

tantangan (Ryff dan Singer, 1996). Hal ini dapat terkait dengan kesulitan

ekonomi, dimana kesulitan ekonomi menyebakan sulitnya individu untuk

memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga menyebabkan menurunnya

kesejahteraan psikologis (psychological well being).

d. Latar belakang budaya

Menurut Sugianto (2000), perbedaan budaya Barat dan Timur juga

memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih berorientasi pada

diri (seperti dimensi penerimaan diri dan kemandirian) lebih menonjol

dalam konteks budaya Barat, sedangkan dimensi yang berorientasi pada

orang lain (seperti hubungan positif dengan orang lain) lebih menonjol

pada budaya Timur.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Schmutte dan Ryff (1997)

menyebutkan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan

psikologis (psychological well being) antara lain:

Page 33: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

a. Kepribadian

Apabila individu memiliki kepribadian yang mengarah pada sifat-

sifat negatif seperti mudah marah, mudah stres, mudah terpengaruh dan

cenderung labil akan menyebabkan terbentuknya keadaan psychological

well being yang rendah. Sebaliknya, apabila individu memiliki kepribadian

yang baik, maka individu akan lebih bahagia dan sejahtera karena mampu

melewati tantangan dalam kehidupannya.

b. Pekerjaan

Pekerjaan yang sifatnya rentan terhadap korupsi, iklim organisasi

yang tidak mendukung dan pekerjaan yang tidak disenangi akan

menyebabkan terbentuknya keadaan psychological well being yang

rendah, begitu pula sebaliknya.

c. Kesehatan dan fungsi fisik

Individu yang mengalami gangguan kesehatan dan fungsi fisik

yang tidak optimal atau terganggu dapat menyebabkan rendahnya

psychological well being individu tersebut. Sebaliknya, apabila individu

memiliki kesehatan dan fungsi fisik yang baik, akan memiliki

psychological well being yang tinggi.

Hurlock (1994) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kebahagiaan, kepuasan dan kesejahteraan (well being) seseorang, antara lain

sebagai berikut:

Page 34: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

a. Kesehatan

Kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun

melakukan apa yang hendak dilakukan. Sedangkan kesehatan yang buruk

atau ketidakmampuan fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan

bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikian rupa, sehingga

menimbulkan rasa tidak bahagia dan sejahtera (well being)

b. Daya tarik fisik

Daya tarik fisik menyebabkan individu dapat diterima dan disukai

oleh masyarakat dan sering merupakan penyebab dari prestasi yang lebih

besar daripada apa yang mungkin dicapai individu jika kurang memiliki

daya tarik.

c. Tingkat otonomi

Semakin besar otonomi yang dapat dicapai, semakin besar

kesempatan untuk merasa bahagia. Hal ini ditentukan baik pada masa

kanak-kanak maupun masa dewasa.

d. Kesempatan-kesempatan interaksi di luar keluarga dan kondisi kehidupan

Karena nilai sosial yang tinggi ditekankan pada popularitas, maka

di tingkat usia apapun, orang akan merasa bahagia apabila mereka

mempunyai kesempatan untuk mengadakan hubungan sosial dengan

orang-orang di luar lingkungannya daripada apabila hubungan sosial

mereka terbatas pada anggota keluarga.

Apabila pola kehidupan memungkinkan seseorang untuk

berinteraksi dengan orang lain, baik di dalam keluarga maupun teman-

Page 35: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

temandan tetangga di dalam masyarakat, maka kondisi demikian akan

memperbesar kepuasan hidup.

e. Jenis pekerjaan dan status kerja

Semakin rutin sifat pekerjaan dan semakin sedikit kesempatan

untuk otonomi dalam pekerjaan, semakin kurang memuaskan. Hal ini

dilihat pada tugas sehari-hari yang diberikan kepada anak-anak dan

pekerjaan orang-orang dewasa.

Baik di bidang pendidikan maupun pekerjaan, semakin berhasil

seseorang melaksanakan tugas semakin hal itu dihubungkan dengan

prestise, maka semakin besar kepuasaan yang ditimbulkan.

f. Keseimbangan antara harapan dan pencapaian serta pemilikan harta benda

Apabila harapan-harapan itu realistis, seseorang akan puas dan

bahagia apabila tujuannya tercapai. Pemilikan harta benda bukan dalam

arti memiliki benda itu akan mempengaruhi kebahagiaan seseorang,

melainkan cara seseorang merasakan pemilikan itu. Seperti yang

diungkapkan Clark (dalam Hurlock, 1994) yang menyebutkan bahwa,

kebahagian bukan datang dari pemilikan harta, tetapi dari perasaaan

seseorang terhadap pemilikan harta tersebut.

g. Penyesuaian emosional dan sikap terhadap periode tertentu

Orang-orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan yang

bahagia, jarang dan tidak terlampau intensif mengungkapkan perasaan-

perasaan negatif seperti takut, marah dan iri hati daripada mereka yang

tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik dan tidak bahagia.

Page 36: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Perasaan bahagia yang akan dialami pada usia tertentu sebagian

ditentukan oleh pengalaman-pengalamannya sendiri bersama orang lain

selama masa kanak-kanak dan sebagian oleh stereotip budaya.

h. Realisme dari konsep diri dan konsep peran

Orang-orang yang yakin bahwa kemampuannya lebih besar dari

yang sebenarnya akan merasa tidak bahagia apabila tujuan mereka tidak

tercapai. Ketidakbahagiaan mereka dipertajam oleh perasaan tidak mampu

dan oleh keyakinan bahwa mereka tidak dimengerti, diperlakukan kurang

adil.

Orang-orang cenderung mengangankan peran yang akan

dimainkan pada usia mendatang. Apabila peran yang baru itu tidak sesuai

dengan harapan mereka, mereka akan merasa tidak bahagia kecuali jika

mereka mau menerima kenyataan peran yang baru itu.

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi psychological well being

antara lain sebagi berikut:

a. Religiusitas

Penelitian Ellison (dalam Taylor, 1995) menyebutkan bahwa

agama mampu meningkatkan psychological well being dalam diri

seseorang. Hasil penelitian Ellison menunjukkan bahwa individu yang

memiliki kepercayaan terhadap agama yang kuat, dilaporkan memiliki

kepuasan hidup yang lebih tinggi, kebahagiaan personal yang lebih tinggi,

serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki kepercayaan terhadap

Page 37: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

agama yang kuat. Penilitian yang dilakukan Amawidyati dan Utami (2007)

mendukung penelitian Ellison, dimana hasil analisis menunjukkan adanya

hubungan positif dan signifikan antara religiusitas dan psychological well

being.

b. Dukungan sosial

Cohen dan Syme (dalam Calhoun dan Accocella, 1990)

menyebutkan bahwa, dukungan sosial dapat berkaitan erat dengan

psychological well being. Dukungan sosial diperoleh dari orang-orang

yang berinteraksi dan dekat secara emosional dengan individu. Orang yang

memberikan dukungan sosial ini disebut sebagai sumber dukungan sosial.

Bagaimana sumber dukungan sosial ini penting, karena akan

mempengaruhi psychological well being seseorang.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi psychological well being meliputi usia, jenis kelamin,

kelas sosial (terkait pekerjaan, jenis kerja, status kerja dan tingkat pendidikan),

latar belakang budaya, kepribadian, kesehatan dan fungsi fisik, tingkat

otonomi, daya tarik fisik, kesempatan-kesempatan interaksi di luar keluarga

dan kondisi kehidupan, keseimbangan antara harapan dan pencapaian serta

pemilikan harta benda, penyesuaian emosional dan sikap terhadap periode

tertentu, realisme dari konsep diri dan konsep peran, religiusitas serta

dukungan sosial.

Page 38: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

B. Kestabilan Emosi

1. Pengertian Kestabilan Emosi

Menurut Chaplin (2000), kestabilan emosi (emotional stability) ialah

terbebas dari sejumlah besar variasi atau perselang-selingan dalam suasana

hati, sifat karakteristik orang yang memiliki kontrol emosi yang baik. Kontrol

emosi merupakan usaha di pihak individu untuk mengatur dan menguasai

emosi sendiri atau emosi orang lain. Sedangkan ketidakstabilan emosi

merupakan satu kecenderungan untuk menunjukkan perubahan yang cepat dan

tidak dapat diduga-duga atau diramalkan dalam emosionalitas.

Morgan (1986) menjelaskan bahwa, kestabilan emosi merupakan suatu

keadaan emosi seseorang yang apabila mendapat rangsangan secara emosional

dari luar tidak menunjukkan gangguan emosional seperti depresi dan

kecemasan. Sementara itu, Sharma (2006) menjelaskan bahwa, kestabilan

emosi berarti kondisi yang benar-benar kokoh, tidak mudah berbalik atau

terganggu, memiliki keseimbangan yang baik dan mampu untuk menghadapi

segala sesuatu dengan kondisi emosi yang tetap atau sama.

Kestabilan emosi menunjukkan emosi yang tetap, tidak mengalami

perubahan, atau tidak cepat terganggu meskipun dalam keadaan menghadapi

masalah. Seseorang yang mempunyai kestabilan emosi mampu

mengekspresikan emosi dengan tepat, tidak berlebihan sehingga emosi yang

sedang dialaminya tidak mengganggu aktivitas yang lain. Kestabilan emosi

adalah keadaan dimana seseorang dapat menampilkan reaksi yang tidak

Page 39: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

berlebihan atas rangsangan yang diterima, terutama dalam menghadapi

masalah-masalah. Hal ini dapat dilihat dari keseimbangan antara emosi

pleasant dengan emosi unpleasant. Seseorang akan mampu mengatasi dan

menerima gejolak naik turunnya emosi serta dapat mengarahkan emosi

unpleasant ke dalam suatu bentuk pemahaman yang lebih positif. Kestabilan

emosi ini merupakan suatu tahapan yang harus dicapai oleh seseorang untuk

lebih tenang dalam menghadapi segala permasalahan, mencakup kemampuan

untuk mengungkapkan emosi dengan melakukan kendali yang tidak

berlebihan terhadap gejala-gejala yang muncul baik dalam kondisi pleasant

maupun unpleasant (Irma, 2003).

Dari beberapa pengertian kestabilan emosi yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan kestabilan emosi adalah suatu

kondisi emosi yang tetap, tidak mudah berubah, tidak labil, tidak mudah

mengalami gangguan emosional, memiliki kontrol emosi yang baik dan

mampu mengendalikan emosi secara tepat ketika menghadapi kondisi yang

menyenangkan ataupun ketika menghadapi masalah dalam hidup.

2. Aspek-aspek Kestabilan Emosi

Kestabilan emosi yang dimiliki setiap orang akan berbeda satu sama

lain. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kondisi emosi yang dapat dilihat

melalui aspek-aspek yang menyusun kestabilan emosi, antara lain sebagai

berikut:

Page 40: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

a. Kontrol Emosi

Aleem (2005) menjelaskan bahwa, kondisi emosi yang stabil akan

ditunjukkan dengan adanya kendali atau kontrol emosi pada saat situasi

yang ekstrim sekalipun. Lebih lanjut ia menjelaskan, individu memiliki

kapasitas untuk menahan keterlambatan kepuasan kebutuhan, kemampuan

untuk mentolerir frustrasi dalam jumlah yang wajar, kepercayaan dalam

perencanaan jangka panjang dan mampu menunda atau merevisi harapan

dalam hal tuntutan situasi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan

Schneiders (1991) bahwa, kontrol emosi meliputi pengaturan emosi dan

perasaan sesuai dengan tuntutan lingkungan atau situasi dan standar dalam

diri individu yang berhubungan dengan nilai-nilai, cita-cita, serta prinsip.

Semiun (2006) menjelaskan bahwa kontrol emosi tidak berarti emosi

ditekan atau tidak boleh diungkapkan, akan tetapi melatih emosi dan

mengendalikan emosi tersebut sehingga tidak merugikan diri sendiri

maupun orang lain di sekitarnya.

b. Respon Emosi

Li dan Hui (2005) menyebutkan bahwa, respon emosi yang

ditunjukkan seseorang dapat menggambarkan stabilitas emosinya. Pada

penelitian Li dan Hui (2005), seseorang yang memiliki kestabilan emosi

cenderung memberikan respon emosi yang positif, walaupun individu

tersebut dalam pengalaman emosi yang negatif. Witherington (1978)

menjelaskan bahwa kestabilan emosi dapat dicapai oleh individu apabila

individu tersebut di dalam menghadapi situasi bahaya dapat menemukan

Page 41: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

suatu cara untuk mengatasinya, sehingga emosi yang tidak menyenangkan

sebelumnya dapat menurun atau menjadi reda. Safaria dan Saputra (2009)

menjelaskan bahwa, seseorang akan berusaha menyeimbangkan antara

respon emosi positif dan respon emosi negatif. Seseorang yang gagal

menyeimbangkan respon emosinya, misalnya saat berada dalam situasi

yang tidak menyenangkan hanya akan dimunculkan respon emosi yang

negatif, maka individu tersebut gagal mencapai stabilitas emosi. Jadi,

bentuk respon emosi yang dipilih dan ditampilkan seseorang saat

menghadapi situasi tertentu dapat menunjukkan kestabilan emosi

seseorang.

c. Kematangan Emosi

Menurut Schneiders (1991), kematangan emosi adalah kemampuan

seseorang untuk melakukan reaksi emosi sesuai dengan tingkat

perkembangannya. Indikator kematangan emosi seseorang dapat dilihat

dari kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap stres, tidak mudah

khawatir, tidak mudah cemas dan tidak mudah marah. Gerungan (2004)

juga menyebutkan bahwa kestabilan emosi pada dasarnya harus ada

kematangan emosi yang berdasarkan kesadaran yang mendalam daripada

kebutuhan keinginan-keinginan, cita-cita dan alam perasaannya, serta

pengintergrasian semuanya itu ke dalam kepribadian yang bulat dan

harmonis.

Page 42: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

yang menyusun kestabilan emosi adalah kontrol emosi, respon emosi dan

kematangan emosi.

C. Pasangan Muda

Perkawinan merupakan tahapan yang penting dalam hidup seseorang.

Soewondo (2001) menyebutkan bahwa perkawinan memiliki tujuan untuk

mendapatkan kebahagiaan, cinta kasih, kepuasan dan keturunan. Untuk mencapai

kebahagiaan dan kepuasan di dalam perkawinan tidaklah mudah, sebab di dalam

perkawinan banyak hal yang dapat memicu berbagai permasalahan. Agar

pasangan suami istri dapat menjalankan fungsi keluarga dengan baik dalam

kehidupan perkawinannya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain

sebagai berikut.

1. Harapan-harapan dari masing-masing individu

Setiap individu akan memberi pengharapan-pengharapan kepada

pasangannya. Terlebih ketika masa sebelum menikah, banyak karakter asli

yang belum dimunculkan. Sadarjoen (2005) menyebutkan bahwa, konflik-

konflik muncul pada bulan pertama perkawinan berasal dari harapan-harapan

kedua pasangan tentang perkawinan tersebut dan apa yang seharusnya tidak

terjadi pada perkawinan. Florence (dalam Bastaman, 2001) menambahkan

bahwa, ketika di antara pasangan suami istri memiliki harapan yang

berlebihan dan tidak realistis akan menyebabkan kekecewaan dan

ketidakpuasan di dalam kehidupan perkawinannya. Jika seseorang merasa

Page 43: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

tidak puas dengan kehidupannya, tentunya akan sulit mencapai psychological

well being dalam kehidupan perkawinannya.

2. Kerjasama di antara pasangan

Kerjasama merupakan hal yang penting di dalam perkawinan.

Kerjasama di antara suami istri diperlukan dari hal-hal yang sederhana sampai

dengan hal-hal yang kompleks. Sadarjoen (2005) menjelaskan bahwa

kebersamaan adalah sesuatu yang penting untuk mempertahankan dan

merawat perkawinan. Lebih lanjut ia menjelaskan, bila kedua individu yang

terlibat dalam suatu perkawinan tidak mampu menjalin kerjasama dalam

melaksanakan hal-hal kecil dalam kehidupan rumah tangganya, maka

merekapun akan mendapat kesulitan dalam mengatasi permasalahan-

permasalahan hidup yang lebih kompleks di kemudian hari. Mengingat

masalah-masalah dalam kehidupan perkawinan selalu ada, maka kerjasama

yang baik di antara pasangan suami istri menjadi sangat penting agar dapat

mencapai kebahagiaan dalam kehidupan perkawinannya.

3. Keinginan dan kebutuhan di antara pasangan

Sadarjoen (2005) menjelaskan bahwa, kebutuhan merupakan sesuatu

yang selalu ada pada seseorang yang sehat. Meskipun kebutuhan-kebutuhan

personal merupakan dasar yang sangat penting bagi tercapainya kesejahteraan

fisik dan psikologis, akan tetapi saat individu telah menikah, keinginan dan

kebutuhan personal itu harus diseimbangkan dengan pasangan agar tidak ada

pihak yang merasa dirugikan. Apabila perbedaan keinginan masing-masing

individu dalam kehidupan perkawinan tidak dapat diatasi, akan menimbulkan

Page 44: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

masalah-masalah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi psychological well

being pasangan suami istri tersebut.

4. Komunikasi

Untuk menjalin relasi perkawinan yang memuaskan diperlukan

komunikasi yang baik di antara pasangan (Sadarjoen, 2005). Lebih lanjut

Bastaman (2001) menjelaskan bahwa dalam menjalankan kehidupan

perkawinan, ada komunikasi di mana individu memiliki kesediaan dan

keberhasilan untuk memberi dan menerima pendapat, tanggapan, ungkapan,

saran, umpan balik dari satu pihak ke pihak lain secara baik yang dilakukan

tanpa menyakiti hati salah satu pihak. Apabila komunikasi yang demikian

digunakan dalam setiap menghadapi permasalahan, maka pasangan suami istri

akan menemukan cara-cara yang efektif untuk menyelesaikan setiap

permasalahan yang muncul dengan baik.

Perkawinan menciptakan pasangan dalam kehidupan rumah tangga, yaitu

pasangan suami dan istri. Pasangan muda merupakan pasangan orang-orang

muda. Hurlock (1994) menyebutkan orang dewasa muda sebagai orang muda.

Menurut Hurlock (1994) masa dewasa muda dimulai dari umur 18 tahun sampai

kira-kira umur 40 tahun. Sementara itu, Rahmawati (2003) dalam penelitiannya,

menyebutkan pasangan muda merupakan individu yang telah menikah dengan

batas usia maksimal 35 tahun.

Masa dewasa muda merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-

pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang muda memainkan

Page 45: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafkah, keinginan-

keinginan dan nilai-nilai baru yang sesuai dengan tugas baru ini (Hurlock, 1994).

Undang-undang perkawinan di negara kita menyebutkan bahwa, seseorang

diperbolehkan menikah apabila pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak

wanita sudah mencapai umur 16 tahun (UU Perkawinan Pasal 7 dalam Walgito,

1984). Walgito (1984) sendiri menyebutkan bahwa, seorang wanita sebaiknya

menikah setelah usianya mencapai 23 tahun, sedangkan untuk pria setelah

mencapai 27 tahun, karena pada usia tersebut individu dianggap telah dewasa. Hal

ini berarti, seseorang sebaiknya menikah apabila ia telah dewasa, sehingga ia

mampu menjalankan kehidupan perkawinannya dengan baik, karena menurut

Maryati, dkk. (2007), dalam sebuah perkawinan pada umumnya banyak terjadi

kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi.

Keluarga dimulai dengan suatu perkawinan dan selanjutnya berkembang

pada tahun-tahun berikutnya. Susilowati (2008) menyebutkan bahwa, perjuangan

di dalam perkawinan tidak akan pernah berhenti karena hidup ini adalah

perjuangan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hauck (1993) bahwa

kebanyakan perkawinan merupakan pertalian silih berganti antara “perang” dan

damai. Anjani dan Suryanto (2006) menyebutkan masa perkawinan yang masih

muda atau awal sebagai periode awal dalam perkawinan, yaitu kurang dari

sepuluh tahun, dimana periode ini merupakan masa rawan di dalam perkawinan.

Dua tahun pertama pernikahan merupakan masa-masa yang penuh

perjuangan, dimana pasangan suami istri mengetahui karakter asli pasangannya

dan harus menyiapkan mental untuk menghadapi kondisi tersebut. Selanjutnya,

Page 46: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

pada usia tujuh tahun pernikahan pasangan suami istri akan terjebak dalam

rutinitas rumah tangga sehingga keintiman berkurang dan kondisi ini harus

diwaspadai setiap pasangan muda tersebut (Susilowati, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, pasangan muda yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah individu yang telah menikah (suami dan istri), mencapai usia

dewasa muda, usia minimal untuk istri 23 tahun dan suami 27 tahun dan usia tidak

lebih dari 35 tahun serta usia perkawinan yang masih muda (periode awal) yaitu

kurang dari sepuluh tahun.

D. Hubungan antara Kestabilan Emosi dengan Psychological Well Being

pada Pasangan Muda

Kebahagiaan dalam sebuah perkawinan adalah dambaan setiap orang, akan

tetapi untuk mencapainya tidaklah mudah, dibutuhkan perjuangan yang besar.

Hauck (1993) menjelaskan bahwa, kebanyakan perkawinan merupakan pertalian

silih berganti antara “perang” dan damai. Perkawinan akan membawa lebih

banyak frustrasi daripada yang dibayangkan. Memang benar perkawinan akan

membuat seseorang lebih bahagia dari sebelumnya, akan tetapi untuk

mencapainya harus menempuh saat-saat yang sulit. Kadang seseorang tidak akan

mencapai keseimbangan yang baik setelah beberapa tahun menjalani perkawinan.

Setelah perkawinan akan terus muncul gejolak-gejolak yang datang secara

berkala.

Pasangan muda yang merupakan orang-orang dewasa muda dan dengan

usia perkawinan yang masih muda, juga akan mengalami berbagai permasalahan

Page 47: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

dalam kehidupan perkawinannya. Hal ini dikarenakan masa dewasa muda

merupakan periode yang khusus dan sulit dalam kehidupan seseorang. Menurut

Hurlock (1994), masa dewasa muda merupakan periode penyesuaian diri terhadap

pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda

diharapkan memainkan peran baru, seperti peran suami atau istri, orang tua,

pencari nafkah, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas baru

ini.

Kondisi tersebut akan mempengaruhi kehidupan perkawinan pasangan

muda, sebab dalam perkawinan dapat terjadi berbagai hal yang dapat memicu

permasalahan, seperti terjadinya perbedaan pendapat, pemikiran, tujuan atau

impian, ingin menguasai satu sama lain, kekecewaan, takut kehilangan dan

perbedaan kebiasaan yang dipengaruhi perbedaan latar belakang. Menurut Anjani

dan Suryanto (2006), masa perkawinan kurang dari sepuluh tahun merupakan

masa rawan di dalam perkawinan. Susilowati (2008) menyebutkan bahwa pada

dua tahun pertama pernikahan merupakan masa-masa yang penuh perjuangan,

dimana pasangan suami istri mengetahui karakter asli pasangannya dan harus

menyiapkan mental untuk menghadapi kondisi tersebut. Selanjutnya, pada usia

tujuh tahun pernikahan pasangan suami istri akan terjebak dalam rutinitas rumah

tangga sehingga keintiman berkurang dan kondisi ini harus diwaspadai setiap

pasangan muda.

Menurut Hurlock (1994), ketika pasangan suami istri menghadapai

tekanan ataupun kondisi negatif, namun hal tersebut tidak diungkapkan, maka

akan menimbulkan situasi yang sulit dalam kehidupan pekawinannya. Meskipun

Page 48: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

demikian, tidak berarti pasangan muda tidak dapat mencapai kesejahteraan

psikologis dalam kehidupannya. Kebahagiaan dapat diperoleh jika individu

mampu menjalankan fungsi psikologisnya dengan baik (Hawthorne dalam Manz,

2007). Jadi, individu akan mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan jika ia mampu

menjalankan fungsi psikologis positif sehingga dapat mencapai kondisi psikologis

yang baik.

Kondisi psikologis seseorang memiliki peran penting dalam

perkawinannya. Banyak hal yang tidak diharapkan terjadi dalam perkawinan

disebabkan oleh faktor psikologis. Seseorang yang dapat menjalankan fungsi-

fungsi psikologis positif yang ada dalam dirinya akan memiliki kondisi psikologis

yang baik. Ryff (1989) menyebutkan bahwa fungsi positif artinya manusia

dipandang sebagai mahluk yang mempunyai potensi dan mampu mengembangkan

dirinya. Menurut Safaria dan Saputra (2009), pemahaman akan suasana emosi,

mengetahui secara jelas makna dari perasaan, mampu mengungkapkan perasaan

secara konstruktif merupakan hal-hal yang mendorong tercapainya kesejahteraan

psikologis (psychological well being), kebahagiaan dan kesehatan jiwa individu.

Orang yang mampu memahami emosi apa yang sedang mereka alami dan

rasakan, akan lebih mampu mengelola emosinya secara positif. Sebaliknya, orang

yang kesulitan memahami emosi apa yang sedang bergejolak dalam perasaannya,

menjadi rentan terpenjara oleh emosinya sendiri. Hal ini terkait dengan

kemampuan individu dalam menjalankan fungsi psikologisnya. Individu yang

mampu menjalankan fungsi psikologisnya dengan baik, akan memiliki kondisi

Page 49: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

psikologis yang baik pula. Apabila seseorang memiliki kondisi psikologis yang

baik, maka ia mampu mengendalikan emosinya dalam berbagai situasi.

Kondisi emosi yang stabil akan mempengaruhi bagaimana individu

menghadapi permasalahan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangganya.

Menurut Walgito (1984) kondisi yang demikian diperlukan agar pasangan suami

istri dapat melihat permasalahan yang ada dalam kehidupan perkawinannya secara

baik dan objektif. Individu yang mampu mengendalikan kondisi emosinya saat

menghadapi situasi yang menyenangkan ataupun ketika berada dalam situasi yang

tidak menyenangkan adalah mereka yang memiliki kestabilan emosi. Apabila

pasangan muda memiliki kestabilan emosi, maka mereka akan menghasilkan

reaksi emosi yang tepat, tidak berlebihan dalam menghadapi masalah yang

muncul dalam kehidupan rumah tangganya dan akan mengarah pada tercapainya

kesejahteraan psikologis (psychological well being) pada pasangan muda tersebut.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Semiun (2006), yang menyebutkan

bahwa, apabila emosi itu dapat dikendalikan dengan tepat maka emosi tersebut

bekerja untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.

E. Kerangka Pemikiran

Hubungan antara kestabilan emosi dengan psychological well being pada

pasangan muda dapat digambarkan dengan kerangka pikiran sebagai berikut:

Pasangan Muda Psychological Well BeingKestabilan Emosi

Page 50: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

F. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang dapat diajukan adalah: ada

hubungan positif antara kestabilan emosi dengan psychological well being pada

pasangan muda.

Page 51: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Tergantung : Psychological well being

2. Variabel Bebas : Kestabilan Emosi

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kestabilan Emosi

Kestabilan emosi adalah suatu kondisi emosi yang tetap, tidak mudah

berubah, tidak labil, memiliki kontrol emosi yang baik dan tidak mudah

mengalami gangguan emosional dan mampu mengendalikan emosi secara

tepat ketika menghadapi kondisi yang menyenangkan ataupun ketika

menghadapi masalah dalam hidup. Tingkat kestabilan emosi akan diungkap

melalui skala kestabilan emosi yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan

aspek-aspek kestabilan emosi yang disimpulkan berdasarkan pendapat

beberapa ahli (Aleem, 2005; Schneiders, 1991; Semiun, 2006; Li & Hui,

2005; Witherington, 1978; Safaria & Saputra, 2009; Gerungan, 2004), yaitu

kontrol emosi, respon emosi dan kematangan emosi. Semakin tinggi skor yang

diperoleh subjek berarti semakin tinggi kestabilan emosi, sebaliknya semakin

rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah kestabilan emosi

dari subjek tersebut.

Page 52: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

2. Psychological Well Being

Psychological well being adalah kondisi dimana individu mampu

menghadapi berbagai hal yang dapat memicu permasalahan dalam

kehidupannya, mampu melalui periode sulit dalam kehidupan dengan

mengandalkan kemampuan yang ada dalam dirinya dan menjalankan fungsi

psikologi positif yang ada dalam dirinya, sehingga individu tersebut

merasakan adanya kepuasan dan kesejahteraan batin dalam atau terhadap

hidupnya. Untuk mengukur tingkat psychological well being pada subjek

yang akan diteliti, digunakan skala psychological well being yang dibuat

sendiri oleh peneliti yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang

dikemukakan oleh Ryff (1989), yaitu penerimaan diri, hubungan positif

dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan

pertumbuhan pribadi. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti

semakin tinggi tingkat psychological well being, sebaliknya semakin rendah

skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah tingkat psychological well

being dari subjek tersebut.

C. Populasi, Sampel dan Sampling

Populasi penelitian ini adalah pasangan muda yang ada di Kaplingan,

kelurahan Jebres, kecamatan Jebres Surakarta. Peneliti memilih daerah Kaplingan

sebagai populasi penelitian dikarenakan beberapa alasan. Berdasarkan survei yang

dilakukan peneliti dan data yang diperoleh dari kelurahan Jebres, daerah ini

memiliki penduduk yang cukup banyak (terdiri dari 6 RT) di kelurahan Jebres dan

Page 53: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

berdasarkan survei prapenelitian yang dilakukan peneliti, di sana terdapat cukup

banyak pasangan muda yang sesuai dengan karakteristik pasangan muda yang

diinginkan dalam penelitian ini, yaitu 105 pasangan (210 orang), serta wilayahnya

yang tidak terlalu jauh mempermudah peneliti karena dapat menghemat waktu,

tenaga dan biaya.

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sebagian dari

pasangan muda yang ada di Kaplingan, yaitu 47 pasangan (94 orang) yang dibagi

menjadi dua kelompok yaitu kelompok subjek untuk uji coba dan kelompok

subjek untuk penelitian. Perbandingan kedua kelompok tersebut adalah 1 : 2,

sehingga diperoleh 17 pasangan (34 orang) dari RT 6 untuk uji coba dan 30

pasangan (60 orang) dari RT 1 dan RT 4 untuk penelitian.

Pemilihan sampel menggunakan purposive cluster random sampling.

Purposive karena subjek pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu

sesuai dengan karakteristik yang diinginkan atau sesuai dengan tujuan penelitian.

Karakteristik yang ditentukan untuk subjek penelitian ini antara lain sebagai

berikut.

1. Individu yang telah menikah (suami dan istri)

2. Mencapai usia dewasa muda (18-40 tahun)

3. Istri dengan kriteria usia 23-35 tahun dan suami denga kriteria usia 27-35

tahun, rentang usia demikian dipilih agar usia dapat menjadi kendali atau

kontrol dalam pemilihan subjek penelitian

Page 54: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

4. Usia perkawinan yang masih muda atau merupakan perisode awal di dalam

perkawinan, yaitu kurang dari sepuluh tahun

Cluster dikarenakan randomisasi dilakukan pada RT yang ada di

Kaplingan, kelurahan Jebres, kecamatan Jebres, dimana RT ini dianggap sebagai

kelas. Pemilihan 47 pasangan (94 orang) didapatkan dengan cara mengundi RT

yang ada di desa Kaplingan dengan menggunakan gulungan kertas yang ditulis

nama-nama RT (RT 1-RT 6). Hasil randomisasi menghasilkan RT 1 (18 pasangan

muda atau 36 orang pasangan muda), RT 4 (12 pasangan muda atau 24 orang

pasangan muda) dan RT 6 (17 pasangan muda atau 34 orang pasangan muda)

yang digunakan sebagai sampel penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

responden penelitian dan merupakan data utama dalam penelitian. Dalam

penelitian ini data primer diperoleh dari skala kestabilan emosi dan skala

psychological well being.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penunjang yang diperoleh dari tempat

penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini berupa arsip yang diperoleh

dari kelurahan tentang tingkat pendidikan subjek penelitian. Data

penunjang ini digunakan untuk analisis deskriptif mengenai hasil

Page 55: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

penelitian. Data mengenai tingkat pendidikan subjek penelitian dicatat

kembali oleh peneliti dan dilampirkan dalam penelitian ini.

2. Alat Pengumpul Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis skala psikologi, yaitu skala

psikologi tentang kestabilan emosi dan skala tentang psychological well being.

Selain itu, untuk mengetahui deskripsi lain mengenai responden, yaitu tingkat

pendidikan, digunakan data atau arsip kelurahan. Skala yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan modifikasi skala Likert, dimana masing-masing skala

memiliki ciri-ciri empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi

pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable, dengan cara penilaian

dengan menggunakan empat kategori jawaban yaitu sebagai berikut:

Tabel 1

Penilaian Pernyataan Favorable dan Pernyataan Unfavorable

Pilihan JawabanBentuk Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

Penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban dengan

menghilangkan alternatif jawaban “ragu-ragu”, hal tersebut dilakukan karena

“ragu-ragu” mengindikasikan subjek tidak yakin dengan jawaban yang

diberikan (Azwar, 2008). Penghilangan alternatif jawaban “ragu-ragu”

Page 56: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

dilakukan peneliti sebagai upaya agar subjek hanya memberikan jawaban yang

diyakini oleh subjek.

Penilaian skor bergerak mulai dari satu sampai empat, hal ini

dilakukan peneliti dengan alasan ada beberapa pendapat bahwa nilai nol dapat

diartikan bahwa subjek tidak memiliki hal yang disebutkan dalam suatu

pernyataan dalam skala.

a. Skala Kestabilan Emosi

Kestabilan emosi dalam penelitian ini akan diukur dengan

menggunakan skala kestabilan emosi yang dibuat sendiri oleh peneliti

berdasarkan aspek-aspek kestabilan emosi yang disimpulkan berdasarkan

pendapat beberapa ahli (Aleem, 2005; Schneiders, 1991; Semiun, 2006; Li

& Hui, 2005; Witherington, 1978; Safaria & Saputra, 2009; Gerungan,

2004), yaitu kontrol emosi, respon emosi dan kematangan emosi.

Skala kestabilan emosi dalam penelitian ini terdiri atas aitem

favorable dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas empat

alternatif jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung nilai-

nilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan tertentu.

Sedangkan aitem unfavorable adalah aitem yang mengandung nilai-nilai

yang mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan tertentu.

Blueprint skala kestabilan emosi sebelum uji coba dapat dilihat

pada tabel 2 berikut ini.

Page 57: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Tabel 2

Blueprint Skala Kestabilan Emosi (Sebelum Uji Coba)

No Aspek Indikator AitemFavorable Unfavorable

1. Kontrolemosi

- Intensitas ledakkan emosi 5 33, 8- Menahan kemarahan di

depan umum21, 38 11, 14

- Mampu menghadapi situasiekstrim dengan tenang

18, 25 3, 24

- Frustrasi yang wajar atautidak berlebihan

7, 34, 43 29, 41

2. Responemosi

- Emosi yang ditunjukkan 1, 12, 20 22, 26, 31, 40- Sedikit respon emosi negatif 4, 15, 28, 30 17, 36, 44

3. Kematanganemosi

- Penyesuaian diri terhadapstress

2, 9 10, 16

- Tidak mudah cemas ataukhawatir serta marah

27, 35 13, 42

- Mampu melaksanakanaktivitas dengan baik

6 37, 23

- Memiliki konsentrasi yangbaik

39, 45 19, 32

Jumlah 22 23Jumlah Total 45

b. Skala Psychological Well Being

Psychological well being dalam penelitian ini akan diukur dengan

menggunakan skala psychological well being yang dibuat sendiri oleh

peneliti berdasarkan dimensi-dimensi psychological well being yang

dikemukakan oleh Ryff (1989), yaitu penerimaan diri, hubungan positif

dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan

pertumbuhan pribadi.

Skala psychological well being dalam penelitian ini terdiri atas

aitem favorable dan aitem unfavorable yang masing-masing terdiri atas

empat alternatif jawaban. Aitem favorable adalah aitem yang mengandung

Page 58: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

nilai-nilai yang mendukung secara positif terhadap suatu pernyataan

tertentu. Sedangkan aitem unfavorable adalah aitem yang mengandung

nilai-nilai yang mendukung secara negatif terhadap suatu pernyataan

tertentu.

Blueprint skala psychological well being sebelum uji coba dapat

dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 3

Blueprint Skala Psychological Well Being (Sebelum Uji Coba)

No. DimensiNomor Aitem

JumlahFavorable Unfavorable

1. Penerimaan diri 2,11,20,30 4,25,29 72. Hubungan positif

dengan orang lain1,17,31,39 9,13,21,33 8

3. Kemandirian 5,19,24,45 26,38,40,43 84. Penguasaan lingkungan 8,12,27,32 14,18,37 75. Tujuan hidup 3,15,28 7,23,35,42 76. Pertumbuhan pribadi 6,16,34,44 10,22,36,41 8 Jumlah total 23 22 45

E. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Vaditas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan review

professional judgement, yaitu penilaian alat dengan dibimbing oleh orang-

orang yang sudah berkompeten dan ahli di bidangnya. Dalam hal ini peneliti

dibantu oleh dosen pembimbing. Uji validitas selanjutnya adalah prosedur

seleksi aitem berdasarkan data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif

terhadap parameter-parameter aitem. Pada tahap ini akan dilakukan seleksi

item berdasarkan daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan

Page 59: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

korelasi aitem total biasanya digunakan batasan 0,30. Namun dalam penelitian

ini, batasan korelasi aitem total yang digunakan adalah 0,25. Hal ini menurut

Crocker dan Algina (dalam Azwar, 2007) umumnya koefisien rix di atas 0,30

atau di atas 0,25 sudah dianggap mengindikasikan daya diskriminasi yang

baik. Untuk mempermudah perhitungan, maka digunakan program Statistical

Product and Service Solution (SPSS) versi 17.0.

2. Reliabilitas

Teknik untuk mengetahui reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini

menggunakan koefisien Cronbach’s Alpha. Pertimbangan memilih teknik ini

karena data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh lewat

penyajian satu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada

sekelompok responden (single-trial administration), sehingga problem yang

mungkin timbul pada pendekatan reliabilitas terulang dapat dihindari (Azwar,

2008). Untuk mempermudah perhitungan penelitian ini menggunakan bantuan

program SPSS 17.0 for windows.

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu kestabilan emosi sebagai

variabel bebas dan psychological well being sebagai variabel tergantung, sehingga

menggunakan metode product moment dari Karl Pearson untuk melakukan

pengujian dan pembuktian secara statistik hubungan antara kestabilan emosi

Page 60: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

dengan psychological well being pada pasangan muda. Teknik korelasi product

moment Pearson ini dipilih karena kedua variabel pada penelitian ini akan

menghasilkan data yang berupa data interval. Untuk mempermudah perhitungan

metode ini akan diolah dengan program Statistical Product and Service Solution

(SPSS) versi 17.0.

Page 61: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian mengenai hubungan antara kestabilan emosi dengan

psychological well being pada pasangan muda dilaksanakan di Kaplingan,

kelurahan Jebres, kecamatan Jebres Surakarta. Daerah Kaplingan merupakan

RW XX yang ada di kelurahan Jebres yang terdiri dari 6 RT. Berdasarkan data

yang diperoleh dari bank data kelurahan Jebres Mei 2010 terdapat 548 jiwa

yang merupakan penduduk tetap di daerah Kaplingan. Berikut rekapitulasi

hasil coklit (pendataan yang dilakukan pihak kelurahan) tahun 2009 kelurahan

Jebres.

Tabel 4

Rekapitulasi Hasil Coklit Desa Kaplingan Tahun 2009

RT Diterima Pindah Bukan

Penduduk

Meninggal Ganda

(double)

Tambahan Jumlah

I 85 - - - 1 2 86

II 100 - - 2 - 8 106

III 97 1 - - 2 6 100

IV 92 - 3 - 2 8 95

V 68 1 - - - 15 82

VI 75 - - - - 4 79

Jumlah 517 2 3 2 5 43 548

Sumber: Arsip kelurahan Jebres

Page 62: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Dari 548 penduduk di Kaplingan, terdapat 210 orang yang merupakan

pasangan muda yang sesuai dengan karakteristik di dalam penelitian ini.

Jumlah tersebut diperoleh peneliti dari survei prapenelitian dengan melakukan

pendataan berdasarkan arsip di masing-masing RT dan wawancara. Berikut

hasil pendataan pasangan muda di Kaplingan yang dilakukan peneliti.

Tabel 5

Hasil Pendataan Pasangan Muda di Kaplingan

RT Jumlah Pasangan Muda

I 38 orang

II 48 orang

III 44 orang

IV 24 orang

V 22 orang

VI 34 orang

Jumlah 210 orang

2. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar

dan terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah persiapan yang berkaitan

dengan perijinan serta penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian.

a. Persiapan Administrasi

Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan

yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan

penelitian. Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

a. Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

Page 63: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

ditujukan kepada pimpinan kelurahan Jebres Surakarta dengan nomor

820/H27.06.7.1/TU/2011 agar bisa melakukan penelitian di Kaplingan,

kelurahan Jebres.

b. Peneliti mendapatkan surat pengantar permohonan ijin penelitian

dengan nomor 074/22/1/2011 dari pimpinan kelurahan Jebres

Surakarta yang ditujukan kepada ketua RT 01, RT 04 dan RT 06 di

Kaplingan.

c. Surat pengantar dari pimpinan kelurahan Jebres surakarta, selanjutnya

dibawa peneliti untuk ditujukan kepada masing-masing ketua RT

tersebut, dan setelah mendapat ijin dari ketua RT yang bersangkutan,

peneliti baru melaksanakan penelitian dengan dibantu salah satu warga

yang telah ditentukan.

b. Persiapan Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala

kestabilan emosi dan skala psychological well being. Persiapan mengenai

alat ukur sendiri telah melalui proses professional judgement yang

dilakukan oleh pembimbing. Mengenai distribusi aitem kedua skala

psikologi serta aspek dan dimensi apa saja yang mendasarinya telah

dibahas pada bab sebelumnya.

Page 64: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

3. Pelaksanaan Uji Coba (Try Out)

Pelaksanaan uji coba (try out) dilakukan sebelum skala penelitian

digunakan, gunanya adalah untuk mengetahui validitas dan reliabilitas skala

penelitian. Menurut Azwar (2008), uji coba terhadap aitem skala psikologi

bertujuan untuk mengetahui apakah kalimat dalam aitem mudah dan dapat

dipahami oleh responden sebagaimana yang diinginkan oleh penulis aitem,

dan sebagai salah satu cara praktis untuk memperoleh data jawaban dari

subjek yang akan digunakan untuk penskalaan.

Uji coba (try out) dilakukan sendiri oleh peneliti dengan dibantu oleh

salah satu warga dari lingkungan setempat. Uji coba (try out) dilakukan oleh

peneliti dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah. Uji coba (try out)

dilakukan selama 2 hari, yaitu tanggal 5-6 Januari 2011. Uji coba (try out)

dilakukan pada 34 orang yang merupakan pasangan muda yang ada di RT 6

di Kaplingan. Seluruh skala dapat dianalisis, karena skala langsung dijawab di

depan peneliti dan peneliti melakukan pengecekan langsung setelah subjek

selesai menjawab. Jumlah yang demikian sudah memenuhi syarat untuk

dilakukan skoring yang kemudian dapat dianalisis nilai validitas dan

reliabilitasnya.

4. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas skala kestabilan emosi dan skala psychological well being

dilakukan dengan seleksi aitem berdasarkan data empiris dengan melakukan

analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Pada tahap ini akan

dilakukan seleksi item berdasarkan daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem

Page 65: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

berdasarkan korelasi aitem total biasanya digunakan batasan 0,30. Namun

dalam penelitian ini, batasan korelasi aitem total yang digunakan adalah

0,25. Hal ini menurut Crocker dan Algina (dalam Azwar, 2007) umumnya

koefisien rix di atas 0,30 atau di atas 0,25 sudah dianggap mengindikasikan

daya diskriminasi yang baik. Uji validitas akan menentukan aitem yang gugur

atau sahih. Sedangkan perhitungan reliabilitasnya dihitung dengan teknik

analisis reliabilitas Cronbach’s Alpha. Perhitungan validitas dan reliabilitas

skala pada pendekatan ini dibantu dengan menggunakan program analisis

validitas dan reliabilitas program statistik SPSS 17.0 for Windows.

a. Skala Kestabilan Emosi

Berdasarkan hasil analisis, dari 45 aitem yang digunakan dalam uji

coba, didapatkan 29 aitem valid dan 16 aitem gugur. Aitem yang valid

mempunyai nilai corrected item-total correlation bergerak dari 0,261

sampai 0,603 dan koefisien reliabilitas alpha (a) = 0,889. Distribusi aitem

skala kestabilan emosi yang valid dan gugur adalah sebagai berikut.

Page 66: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Tabel 6

Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kestabilan Emosi

No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah

Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur

1. Kontrol Emosi

- Intensitas ledakkan emosi 5 - 33 8

9 7

- Menahan kemarahan didepan umum 38 21 11 14

- Mampu menghadapisituasi ekstrim dengantenang

18 25 3, 24 -

- Frustrasi yang wajar atautidak berlebihan 7 34, 43 41 29

2. Respon Emosi

- Emosi yang ditunjukkan 1, 20 12 22,26, 40

3110 4

- Sedikit respon emosinegatif

4, 15,30 28 17, 44 36

3.KematanganEmosi

- Penyesuaian diri terhadapstress 2 9 10, 16 -

10 5

- Tidak mudah cemas ataukhawatir serta marah 35 27 13 42

- Mampu melaksanakanaktivitas dengan baik 6 - 23 37

- Memiliki konsentrasi yangbaik

39, 45 - 32 19

Jumlah total 14 8 15 8 29 16

b. Skala Psychological Well Being

Berdasarkan hasil analisis, dari 45 aitem yang digunakan dalam uji

coba, didapatkan 33 aitem valid dan 12 aitem gugur. Aitem yang valid

mempunyai nilai corrected item-total correlation bergerak dari 0,262

sampai 0,729 dan koefisien reliabilitas alpha (a) = 0,925. Distribusi aitem

skala psychological well being yang valid dan gugur adalah sebagai

berikut.

Page 67: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Tabel 7

Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Psychological Well Being

No. DimensiFavorable Unfavorable Jumlah

Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur

1. Penerimaan diri2, 11,

30 20 4, 25 29 5 2

2.Hubunganpositif denganorang lain

17, 31,39

1 9, 13, 21 33 6 2

3. Kemandirian 5, 24,45 19 26, 38,

40, 43 - 7 1

4. Penguasaanlingkungan

8, 27,32 12 18, 37 14 5 2

5. Tujuan hidup 3, 5, 28 - 7, 35 23, 42 5 2

6. Pertumbuhanpribadi

6, 16,34 44 36, 41 10, 22 5 3

Jumlah total 18 5 15 7 33 12

5. Penyusunan Alat Ukur Penelitian

Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya

adalah menyusun kembali butir-butir aitem yang sahih dan dipergunakan

untuk mengambil data yang sesungguhnya. Adapun distribusi ulang skala

penelitian untuk skala kestabilan emosi dan skala psychological well being

dapat dilihat pada tabel 8 dan tabel 9 berikut ini.

Page 68: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Tabel 8

Distribusi Aitem Skala Kestabilan Emosi Setelah Uji Coba

No Aspek Indikator AitemFavorable Unfavorable

1. Kontrolemosi

- Intensitas ledakkan emosi 5 33 (29)- Menahan kemarahan di

depan umum38 (9) 11

- Mampu menghadapi situasiekstrim dengan tenang

18 3, 24

- Frustrasi yang wajar atautidak berlebihan

7 41 (19)

2. Responemosi

- Emosi yang ditunjukkan 1, 20 22, 26, 40 (28)- Sedikit respon emosi negatif 4, 15, 30 (21) 17, 44 (12)

3. Kematanganemosi

- Penyesuaian diri terhadapstres

2 10, 16

- Tidak mudah cemas ataukhawatir serta marah

35 (27) 13

- Mampu melaksanakanaktivitas dengan baik

6 23

- Memiliki konsentrasi yangbaik

39 (8), 45 (14) 32 (25)

Jumlah 14 15Jumlah Total 29

Tabel 9

Distribusi Aitem Skala Psychological Well Being Setelah Uji Coba

No. Dimensi Nomor Aitem JumlahFavorable Unfavorable

1. Penerimaan diri 2, 11, 30 4, 25 52. Hubungan positif dengan

orang lain17, 31, 39 (1) 9, 13, 21 6

3. Kemandirian 5, 24, 45 (20) 26,38 (22),40 (33),43 (10)

7

4. Penguasaan lingkungan 8, 27, 32 18, 37 (12) 55. Tujuan hidup 3,15,28 7, 35 (29) 56. Pertumbuhan pribadi 6, 16, 34 (19) 36 (14), 41 (23) 5 Jumlah total 18 15 33

Keterangan: nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk

penelitian

Page 69: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Penentuan Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah individu yang merupakan pasangan

muda yang ada di RT 01 dan RT 04 di Kaplingan, kelurahan Jebres Surakarta.

Jumlah total pasangan muda tersebut adalah 60 orang, yang sebelumnya pada

saat survei pra penelitian peneliti memperoleh 62 orang, namun saat penelitian

dilaksanakan individu tersebut sudah pindah. Jumlah tersebut diperoleh

peneliti sesuai dengan kriteria sampel penelitian yang sudah ditetapkan

sebelumnya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan

secara random dengan teknik purposive cluster random sampling.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan selama 4 hari tanggal 12-15 Januari

2011. Sebelumnya, peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada ketua RT 01

dan RT 04 dengan membawa surat pengantar dari pimpinan kelurahan Jebres.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan berkunjung dari rumah ke rumah.

Peneliti dibantu oleh salah satu warga setempat yang lebih memahami daerah

tersebut. Sedikit berbeda dengan pelaksanaan uji coba (try out), dimana tidak

semua skala dijawab di depan peneliti. Terdapat beberapa subjek yang tidak

memungkinkan untuk bertemu langsung dengan peneliti, karena masalah

waktu dan kesibukan, sehingga skala diberikan kepada subjek dengan

dititipkan pada suami atau istri mereka, yang kemudian diambil oleh peneliti

pada hari berikutnya. Selain itu, ada beberapa skala yang sudah selesai

Page 70: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

dijawab dikumpulkan di tempat ketua RT setempat, sehingga peneliti tidak

mengambil kembali skala tersebut di rumah subjek penelitian. Peneliti

menyiapkan skala sebanyak 62 eksemplar sesuai dengan jumlah subjek hasil

survei pra penelitian, namun total skala yang dibagikan hanya 60 eksemplar,

karena ada 2 orang subjek yang sudah pindah. Jumlah 60 skala tersebut

semuanya dapat dianalisis. Selanjutnya, dapat dilakukan skoring pada skala

yang telah terkumpul.

3. Pelaksanaan Skoring

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan

skor pada hasil pengisian skala yang telah diisi oleh subjek untuk keperluan

analisis data. Kedua skala menggunakan sistem penilaian dengan kategori

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Aitem-aitem dalam kedua skala ini terdiri aitem yang favorable dan aitem

unfavorable. Skor untuk aitem yang favorable yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2,

STS = 1. Skor untuk aitem yang unfavorable yaitu SS = 1, S = 2, TS = 3, STS

= 4. Skor total setiap aitem yang diperoleh dari subjek penelitian dijumlahkan

untuk tiap-tiap skala. Total skor setiap aitem dari setiap skala yang diperoleh

subjek ini akan digunakan dalam analisis data.

Page 71: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

C. Hasil Analisis Data Penelitian

1. Uji Asumsi

Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi

uji normalitas sebaran, dan uji linieritas hubungan, mengingat bahwa syarat

untuk mencari koefisien hubungan antar dua variabel ( r ) adalah data yang

digunakan memiliki distribusi normal dan hubungannya linear. Perhitungan

dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer program statistik SPSS

17.0 for Windows.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data

berdistribusi normal atau tidak. Jika analisis menggunakan metode

parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi, yaitu data

berasal dari distribusi yang normal. Dalam penelitian ini akan digunakan

uji One Sample Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 0,05. Data

dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5% atau

0,05 Priyatno (2009). Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut

ini.

Page 72: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Tabel 10

Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Kestabilan Emosi .083 60 .200* .984 60 .613

Psychological Well

Being

.065 60 .200* .984 60 .598

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Berdasarkan hasil perhitungan dalam tabel di atas, diperoleh nilai

K-S sebesar 0,200. Karena 0,200 > 0,05 maka uji normalitas dalam

penelitian ini dapat mewakili populasi. Hal tersebut bahwa sampel dalam

penelitian dapat mewakili populasi.

b. Uji Linieritas Hubungan

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel

mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Pengujian

pada SPSS 17.0 for Windows dengan menggunakan Test for Linearity

dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai

hubungan yang linier bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05

(Priyatno, 2009). Hasil uji linieritas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Page 73: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Tabel 11

Hasil Uji Linearitas Antara Variabel Kestabilan Emosi denganPsychological Well Being

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, menunjukkan

bahwa hubungan antara variabel kestabilan emosi dan psychological well

being menghasilkan nilai signifikansi Linearity sebesar 0,002. Karena

signifikansi 0,002 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel

kestabilan emosi dan psychological well being terdapat hubungan yang

linier.

2. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji asumsi diketahui sebaran data kestabilan emosi

dan psychological well being berdistribusi normal dan linier. Karena syarat

untuk melakukan uji hipotesis, yaitu uji asumsi telah terpenuhi, maka langkah

selanjutnya adalah melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang

diajukan dengan analisis Korelasi Bivariate Pearson atau sering disebut

dengan teknik korelasi Product Moment Pearson untuk mengetahui keeratan

ANOVA Tabel

Sum ofSquares Df

MeanSquare F Sig.

PsychologicalWell Being*KestabilanEmosi

BetweenGroups

(Combined)

2786.250 23 121.141 1.440 .160

Linearity 959.293 1 959.293 11.401 .002

DeviationfromLinearity

1826.957 22 83.044 .987 .501

Within Groups 3029.000 36 84.139

Total 5815.250 59

Page 74: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

hubungan antara dua variabel tersebut dan untuk mengetahui arah hubungan

yang terjadi. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12

Hasil Analisis Korelasi Bivariate Pearson

Correlations

Kestabilan Emosi Psychological Well

Being

Kestabilan Emosi Pearson Correlation 1 .406**

Sig. (2-tailed) .001

N 60 60

PsychologicalWell Being

Pearson Correlation .406** 1

Sig. (2-tailed) .001

N 60 60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Menurut Priyatno (2009), nilai korelasi ( r ) berkisar antara 1 sampai -

1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antar dua variabel

makin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antar dua variabel

semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y

naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y

turun).

Menurut Sugiyono (dalam Priyatno, 2009) pedoman untuk

memberikan interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut.

0,00 – 0,199 = Sangat rendah

0,20 – 0,399 = Rendah

0,40 – 0,599 = Sedang

Page 75: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

0,60 – 0,799 = Kuat

0,80 – 1,000 = Sangat Kuat

Dari hasil analisis korelasi sederhana ( r ) diperoleh korelasi antara

kestabilan emosi dengan psychological well being adalah 0,406 dan

didapatkan p value sebesar 0,001. Karena p value < 0,05 (a) maka hipotesis

diterima, sehingga dapat dinyatakan ada hubungan antara kestabilan emosi

dengan psychological well being. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang

sedang antara kestabilan emosi dengan psychological well being. Sedangkan

arah hubungan adalah positif karena nilai r positif ( + ), berarti semakin tinggi

kestabilan emosi maka semakin meningkatkan psychological well being.

3. Peran Kestabilan Emosi terhadap Psychological Well Being

Untuk mengetahui besarnya peran kestabilan emosi terhadap

psychological well being pada pasangan muda adalah menggunakan koefisien

determinan, yaitu R2 (R Square), atau kwadrat dari koefisien korelasi

kestabilan emosi dengan psychological well being. Berdasarkan hasil

perhitungan dengan SPSS, dapat dilihat bahwa R2 adalah 0,165, sehingga

dikatakan bahwa peran kestabilan emosi terhadap psychological well being

pada pasangan muda adalah 16,5%. Berikut tabel rangkuman hasil

perhitungan R2 (R Square).

Page 76: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Tabel 13

Peran Kestabilan Emosi terhadap Psychological Well Being

Variabel Bebas => Variabel Tergantung R P R2

Kestabilan Emosi => Psychological WellBeing

0,406 0,001 0,165

4. Deskripsi Statistik

Gambaran umum data penelitian dapat dilihat pada tabel deskripsi data

penelitian yang meliputi variabel kestabilan emosi dan psychological well

being berikut ini.

Tabel 14

Deskripsi Statistik Data Penelitian

Skala JumlahSubjek

Data HipotetikM SD

)

Data EmpirikM SD

)SkorMin

SkorMaks

SkorMin

SkorMaks

KestabilanEmosi

60 29 116 72,5 14,5 70 103 89.02 5.882

PsychologicalWell Being 60 33 132 82,5 16,5 76 118 99.75 9.928

Keterangan:M : MeanSD ( ) : Standar Deviasi

Deskripsi data penelitian di atas menggambarkan kategorisasi dari

masing-masing variabel yaitu kestabilan emosi dan psychological well being.

Kategorisasi dibagi menjadi tiga golongan yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Penentuan kategori tersebut didasarkan pada tingkat diferensiasi yang

dikehendaki. Namun untuk memperoleh kategori perlu ditentukan terlebih

dahulu batasan yang akan digunakan berdasarkan nilai deviasi standar dengan

Page 77: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

memperhitungkan rentangan nilai maksimal dan minimum teoritisnya.

Kategori ini ditentukan berdasarkan sebaran empirik.

1) Skala Kestabilan Emosi

Skala kestabilan emosi dikategorikan untuk mengetahui tinggi

rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan

mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,

sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999).

Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 29 x 1 = 29 dan skor maksimal

yang dapat diperoleh subjek adalah 29 x 4 = 116, maka jarak sebarannya

adalah 116 – 29 = 87 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 87 : 6,0

= 14,5, sedangkan rerata hipotetiknya 29 x 2,5 = 72,5. Apabila subjek

digolongkan dalam 3 kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta

distribusi skor subjek seperti pada tabel 14.

Tabel 15

Kriteria Kategori Skala Kestabilan Emosi

Standar Deviasi Skor KategorisasiSubjek

RerataempirikFrek

(N)Presentase

(%)(MH+1,0 X 87 X Tinggi 43 72,00(MH-1,0 X<(MH+1,0 )

58 X < 87 Sedang 17 28,00 89.02

X < (MH-1,0 ) X < 58 Rendah - -Jumlah 60 100

Dari kategori skala kestabilan emosi seperti terlihat pada tabel,

dapat diambil kesimpulan bahwa 72 % subjek yang merupakan pasangan

Page 78: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

muda di Kaplingan memiliki kestabilan emosi yang tinggi dan 28 %

subjek yang merupakan pasangan muda di Kaplingan tergolong memiliki

tingkat kestabilan emosi yang sedang. Jadi secara umum, subjek memiliki

tingkat kestabilan emosi yang tinggi.

2) Skala Psychological Well Being

Skala psychological well being dikategorikan untuk mengetahui

tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan

mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,

sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 1999).

Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 33 x 1 = 33 dan skor maksimal

yang dapat diperoleh subjek adalah 33 x 4 = 132, maka jarak sebarannya

adalah 132 – 33 = 99 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 99 : 6,0

= 16,5, sedangkan rerata hipotetiknya 33 x 2,5 = 82,5. Apabila subjek

digolongkan dalam 3 kategorisasi, maka akan diperoleh kategorisasi serta

distribusi skor subjek seperti pada tabel 15.

Page 79: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Tabel 16

Kriteria Kategori Skala Psychological Well Being

Standar Deviasi Skor KategorisasiSubjek

RerataempirikFrek

(N)Presentase

(%)(MH+1,0 X 99 X Tinggi 34 57,00(MH-1,0 X<(MH+1,0 )

66 X < 99 Sedang 26 43,00 99.75

X < (MH-1,0 ) X < 66 Rendah - -Jumlah 60 100

Dari kategori skala psychological well being seperti terlihat pada

tabel, dapat diambil kesimpulan bahwa 57 % subjek yang merupakan

pasangan muda di Kaplingan memiliki psychological well being yang

tinggi dan 43 % subjek yang merupakan pasangan muda di Kaplingan

tergolong memiliki tingkat psychological well being yang sedang. Jadi

secara umum, subjek memiliki tingkat psychological well being yang

tinggi.

5. Deskripsi Data Sekunder Subjek Penelitian

Berikut ini akan disajikan deskripsi data sekunder subjek penelitian

yang kemudian diikuti oleh rangkuman data penelitian. Deskripsi data

sekunder subjek penelitian ini memberikan gambaran tambahan mengenai

pengaruh tingkat pendidikan subjek penelitian terhadap hasil pengukuran

tingkat psychological well being. Berikut rangkuman gambaran tingkat

pendidikan subjek penelitian yang dibuat peneliti berdasarkan data dari arsip

kelurahan.

Page 80: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Tabel 17

Deskripsi Subjek Berdasarkan Tingkat PendidikanNo Tingkat Pendidikan Responden

Jumlah %1 Tinggi (SMA-Perguruan Tinggi) 39 65,00%2 Rendah (SD-SMP) 21 35,00%

Jumlah 60 100%

Data tingkat pendidikan subjek tersebut digunakan untuk melihat

perbandingan tingkat psychological well being subjek penelitian dengan

menghitung rata-rata skor psychological well being pada subjek yang

berpendidikan tinggi (SMA-Perguruan Tinggi) dan subjek berpendidikan

rendah (SD-SMP). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, rata-rata skor

psychological well being untuk subjek berpendidikan tinggi (SMA-Perguruan

Tinggi) adalah 100,72. Sedangkan rata-rata skor psychological well being

untuk subjek berpendidikan rendah (SD-SMP) adalah 97,95. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa rata-rata skor psychological well being untuk subjek

berpendidikan tinggi lebih tinggi dari pada rata-rata skor psychological well

being untuk subjek berpendidikan rendah (SD-SMP). Meskipun demikian,

perbedaan tersebut tidak begitu jauh yaitu hanya 2,77.

Page 81: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

D. Pembahasan

Hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan

bahwa ada hubungan positif antara kestabilan emosi dengan psychological

well being pada pasangan muda telah terbukti. Hubungan positif antara kedua

variabel ini menunjukkan bahwa hubungannya searah, artinya semakin tinggi

kestabilan emosi individu, maka semakin tinggi pula psychological well

being-nya. Kekuatan hubungan antara kedua variabel ini ditunjukkan oleh

koefisien korelasi sebesar r = 0,406; p:0,001 (p < 0,05), sedangkan koefisien

determinan sebesar R2 = 0,165, artinya besar peranan yang diberikan oleh

kestabilan emosi terhadap psychological well being pada pasangan muda

adalah sebesar 16,5%, sedangkan 83,5% lainnya dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain.

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan Semiun (2006),

yaitu apabila emosi seseorang dapat dikendalikan dengan tepat, maka emosi

itu akan membawa kepada kesejahteraan (well being) dan kebahagiaan

individu tersebut. Individu yang dapat mengendalikan emosi dengan tepat

merupakan individu yang memiliki kestabilan emosi yang baik. Kondisi emosi

yang stabil akan mempengaruhi bagaimana individu menghadapi setiap

permasalahan yang muncul dalam kehidupan rumah tangganya. Walgito

(1984) menjelaskan bahwa kondisi yang demikian diperlukan agar pasangan

suami istri dapat melihat permasalahan yang ada dalam kehidupan

perkawinannya secara baik dan objektif. Sehingga, setiap masalah yang

muncul tidak membawa individu tersebut kepada penderitaan atau tertekan.

Page 82: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Kestabilan emosi pasangan muda di Kaplingan secara umum tergolong

tinggi. Hal ini terlihat dari skor kestabilan emosi pasangan muda dalam

penelitian ini, dimana 72% subjek memiliki kestabilan emosi tinggi, dan 28%

sisanya termasuk sedang. Begitu pula dengan skor psychological well being

subjek yang secara umum juga tinggi, yaitu 57% subjek memiliki

psychological well being tinggi, dan 43% sisanya sedang. Hal ini

menunjukkan, makin tinggi kestabilan emosi subjek, maka psychological well

being-nya pun makin tinggi. Safaria dan Saputra (2009) menambahkan,

pemahaman akan suasana emosi, mengetahui secara jelas makna dari

perasaan, mampu mengungkapkan perasaan secara konstruktif merupakan hal-

hal yang mendorong tercapainya psychological well being. Hal tersebut

menjelaskan bahwa untuk mencapai psychological well being perlu adanya

suatu usaha untuk memahami kondisi emosi yang dialami diikuti pengaturan

dan penguasaan yang dilakukan individu ketika sedang menghadapi situasi

yang berbeda dengan kondisi emosi yang cenderung tidak mudah berubah dan

seimbang serta tidak berlebihan. Selanjutnya, pemahaman akan suasana emosi

tersebut akan membantu individu untuk mengendalikan emosinya dan

memilih reaksi emosi yang tepat dalam merespon situasi yang terjadi,

sehingga tidak merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan sekitar.

Meskipun dalam penelitian ini didapatkan bahwa kestabilan emosi

memiliki hubungan yang signifikan dengan psychological well being pada

pasangan muda, namun ternyata peran yang diberikan kestabilan emosi

terhadap psychological well being tergolong kecil, yaitu 16,5%. Hal ini

Page 83: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

dimungkinkan terkait dengan bagaimana kondisi subjek itu sendiri, dimana

pengisian skala yang dilakukan subjek berbeda-beda karena tidak semua

subjek dapat bertemu langsung dengan peneliti. Selain itu, psychological well

being tetap dipengaruhi oleh banyak faktor lain seperti yang diungkapkan Ryff

dan Singer (1996); Schmutte dan Ryff (1997); Hurlock (1994); Ellison (dalam

Taylor, 1995); Cohen dan Syme (dalam Calhoun dan Accocella, 1990) yaitu

usia, jenis kelamin, kelas sosial (terkait pekerjaan, jenis kerja, status kerja dan

tingkat pendidikan), latar belakang budaya, kepribadian, kesehatan dan fungsi

fisik, tingkat otonomi, daya tarik fisik, kesempatan-kesempatan interaksi di

luar keluarga dan kondisi kehidupan, keseimbangan antara harapan dan

pencapaian serta pemilikan harta benda, penyesuaian emosional dan sikap

terhadap periode tertentu, realisme dari konsep diri dan konsep peran,

religiusitas serta dukungan sosial.

Dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well

being di atas, peneliti mencoba melihat perbedaan psychological well being

pasangan muda dengan melakukan analisis tambahan terkait dengan data

sekunder yang diperoleh dari arsip kelurahan, yaitu tingkat pendidikan subjek.

Data tingkat pendidikan subjek tersebut digunakan untuk melihat

perbandingan tingkat psychological well being subjek penelitian dengan

menghitung rata-rata skor psychological well being pada subjek yang

berpendidikan tinggi (SMA-Perguruan Tinggi) dan subjek berpendidikan

rendah (SD-SMP). Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, rata-rata skor

psychological well being untuk subjek berpendidikan tinggi (SMA-Perguruan

Page 84: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Tinggi) adalah 100,72. Sedangkan rata-rata skor psychological well being

untuk subjek berpendidikan rendah (SD-SMP) adalah 97,95. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa rata-rata skor psychological well being untuk subjek

berpendidikan tinggi lebih tinggi dari pada rata-rata skor psychological well

being untuk subjek berpendidikan rendah (SD-SMP). Meskipun demikian,

perbedaan tersebut tidak begitu jauh yaitu hanya 2,77.

Hasil analisis tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Ryff dan

Singer (1996). Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa tingginya tingkat

pendidikan seseorang menunjukkan bahwa individu memiliki faktor

pengaman (uang, ilmu, keahlian) dalam hidupnya untuk menghadapi masalah,

tekanan dan tantangan (Ryff dan Singer, 1996). Hal ini dapat terkait dengan

kesulitan ekonomi, dimana kesulitan ekonomi menyebakan sulitnya individu

untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehingga menyebabkan menurunnya

kesejahteraan psikologis (psychological well being). Kecilnya perbedaan

tersebut dimungkinkan karena terkait dengan situasi yang diukur. Pengaruh

tingkat pendidikan yang signifikan mungkin dapat lebih terlihat perbedaannya

pada situasi lain, misalnya mengukur psychological well being terkait dengan

situasi kerja.

Banyaknya hal lain yang mempengaruhi psychological well being

khususnya pada pasangan muda dalam kehidupan perkawinan memang tidak

bisa dipungkiri, dimana dalam kehidupan rumah tangga menyatukan dua

orang yang berbeda dalam hal kebutuhan, keinginan serta pengharapan

keduanya yang dimungkinkan dapat memicu berbagai permasalahan dalam

Page 85: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

kehidupan rumah tangga, yang pada akhirnya turut mempengaruhi

psychological well being pada pasangan suami istri pada tingkat kestabilan

emosi tertentu. Menurut Florence (dalam Bastaman, 2001), di dalam

perkawinan yang bahagia sekalipun, akan mengalami suka dan duka.

Sadarjoen (2005) menambahkan bahwa setiap perkawinan tidak akan

terhindar dari konflik. Lebih lanjut ia menjelaskan, konflik-konflik yang

muncul pada awal perkawinan berasal dari harapan-harapan kedua pasangan

tersebut dan apa yang seharusnya terjadi pada perkawinan. Hal ini menurut

Hurlock (1994) dapat menimbulkan situasi yang sulit dalam kehidupan

perkawinannya.

Florence (dalam Bastaman, 2001) menjelaskan bahwa, pada permulaan

perkawinan biasanya masing-masing pihak mengharapkan secara berlebihan

tampilnya sikap atau tindakan yang ideal dari pasangannya. Dalam

kenyataannya, hal itu hampir tak pernah terjadi, karena biasanya masing-

masing pihak pada suatu saat akan menunjukkan beberapa sikap, tindakan dan

ucapan yang tidak disukai atau disetujui pasangannya. Pada kondisi demikian,

penting bagi individu untuk dapat menerima kenyataan tersebut secara

realistis, sehingga masalah yang muncul dapat diminimalisir dan mengarah

kepada tercapainya psychological well being dalam kehidupan

perkawinannya.

Untuk menjalin relasi perkawinan yang memuaskan dibutuhkan

kerjasama di antara pasangan suami istri (Sadarjoen, 2005). Kerjasama ini

dimulai dari hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari sampai dengan

Page 86: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

mengambil keputusan yang penting. Wilson (dalam Sadarjoen, 2005)

menyebutkan bahwa apabila pengambilan keputusan dilakukan atas dasar

kesepakatan bersama, akan memuaskan kedua pihak. Apabila pasangan suami

istri merasakan kepuasan dan kebahagiaan, diyakini akan mempengaruhi

psychological well being keduanya dalam kehidupan perkawinannya.

Sementara itu, Apabila pasangan suami istri tidak mampu melaksanakan hal-

hal kecil dalam rumah tangga, maka merekapun akan mendapatkan kesulitan

dalam mengatasi permasalahan-permasalahan hidup yang lebih kompleks di

kemudian hari. Masalah-masalah yang tidak terselesaikan inilah yang dapat

menyebabkan ketidakpuasan dalam perkawinannya.

Selain itu, perbedaan keinginan masing-masing individu dalam

kehidupan perkawinan dapat menimbulkan masalah yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi psychological well being pasangan suami istri tersebut.

Adanya perbedaan-perbedaan keinginan ini bukan berarti memaksakan salah

satu pihak untuk mengikuti keinginan pihak lainnya. Sadarjoen (2005)

menyebutkan bahwa, perkawinan yang baik dan memuaskan memberikan

peluang bagi kebebasan yang cukup, memberi kesempatan setiap pasangan

untuk berkembang secara terpisah, dan membuka peluang bagi kesempatan

kedua pasangan untuk mendapatkan tujuan-tujuan hidupnya. Lebih lanjut ia

menjelaskan, tujuan bersama dalam kehidupan perkawinan dapat diperoleh

dengan mengkomposisikan tujuan personal yang akan menyertakan keinginan

pasangan tersebut. Dengan demikian, tidak ada tujuan yang dieliminasi, tapi

dengan koordinasi yang baik di antara suami istri mencapai tujuan bersama.

Page 87: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Komunikasi juga memiliki peranan penting dalam kehidupan

perkawinan. Smith (2003) menjelaskan bahwa adanya kemungkinan

perbedaan cara berkomunikasi di antara pasangan karena masing-masing

individu belajar komunikasi dari keluarganya masing-masing. Meskipun

demikian, perbedaan cara berkomunikasi dapat diatasi oleh kedua pasangan

apabila pasangan memiliki komunikasi yang baik di antara keduanya.

Bastaman (2001) menjelaskan bahwa komunikasi yang baik di antara

pasangan dalam menjalankan kehidupan perkawinan adalah harus memiliki

kesediaan dan keberhasilan untuk memberi dan menerima pendapat,

tanggapan, ungkapan, saran, umpan balik dari satu pihak ke pihak lain secara

baik yang dilakukan tanpa menyakiti hati salah satu pihak. Hal ini berarti,

apabila komunikasi yang demikian digunakan dalam setiap menghadapi

permasalahan, maka setiap permasalahan yang muncul dapat diselesaikan

dengan baik. Terselesaikannya setiap permasalahan yang muncul inilah yang

nantinya akan membawa kepada kehidupan perkawinan yang bahagia.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan adanya beberapa hal yang

turut mempengaruhi psycholocical well being seseorang, khususnya dalam

kehidupan perkawinan, antara lain harapan-harapan dari masing-masing

individu, kerjasama di antara pasangan, keinginan dan kebutuhan di antara

pasangan, serta bagaimana komunikasi di antara keduanya.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa penelitian ini hanya

mengungkap hubungan antara kestabilan emosi dengan psychological well

being pada pasangan muda dan hanya melihat perbedaan tingkat psychological

Page 88: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

well being subjek berdasarkan tingkat pendidikannya saja, tanpa memandang

banyak faktor dan hal-hal lain yang mungkin dapat mempengaruhi

psychological well being khususnya dalam kehidupan rumah tangga. Selain

itu, jumlah subjek yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini juga

tergolong sedikit karena hanya terbatas di daerah Kaplingan.

Page 89: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif yang signifikan antara kestabilan emosi dengan

psychological well being pada pasangan muda, dimana semakin tinggi

kestabilan emosi subjek, maka akan semakin tinggi pula psychological well

being-nya.

2. Peran yang diberikan kestabilan emosi terhadap psychological well being pada

pasangan muda adalah sebesar 16,5%, sementara 83,5% dipengaruhi oleh

faktor-faktor lainnya.

B. Saran

1. Bagi Pasangan Muda

Kepada pasangan muda diharapkan dapat menjadikan bahan pertimbangan

untuk meningkatkan kestabilan emosi dalam upaya mencapai psychological

well being dalam kehidupan perkawinannya di samping faktor-faktor lainnya.

2. Bagi Psikolog, Konselor Perkawinan dan Praktisi Terkait

Psikolog, konselor perkawinan dan praktisi terkait diharapkan dapat

memberikan masukan, saran dan penanganan yang efektif kepada pasangan

suami istri yang sedang menghadapi berbagai masalah dalam upaya

Page 90: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

peningkatan kestabilan emosi agar tercapai psychological well being dengan

tetap mempertimbangkan berbagai faktor lain yang mempengaruhi

psychological well being individu tersebut.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengangkat tema yang sama,

disarankan agar mengembangkan penelitian ini dengan mempertimbangkan

faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi psychological well being.

Page 91: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

DAFTAR PUSTAKA

Aleem, S. 2005. Emotional Stability among College Youth. Journal of IndianAcademy of Applied Psychology, 31, 100-102.

Amawidyati, A. G. dan Utami, M, S. 2007. Religiusitas dan Psychological WellBeing pada Korba Gempa. Jurnal Psikologi, 34, 164-174.

Anjani, C. dan Suryanto. 2006. Pola Penyesuaian Perkawinan pada Periode Awal.Jurnal Psikologi, 8, 198-210.

Azwar, S. 1999. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi Kedua.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

________. 2007. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran PrestasiBelajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________. 2008. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barus, G. 2005. Komunikasi Interpersonal Suami-Istri Menuju KeluargaHarmonis. Jurnal Intelektual, 3, 137-152.

Bastaman, H. D. 2001. Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju PsikologiIslami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Calhoun, J. F. dan Acocella, J. R. 1990. Psychology of Adjustment and HumanRelationship 3rd Edition. USA: McGraw Hill.

Chaplin, J. P. 2000. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Gerungan, W. A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Hauck, P. 1993. Membina Perkawinan Bahagia. Jakarta: Arcan.Hurlock, E. B. 1994. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Page 92: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Irma, A. 2003. Perbedaan Kestabilan Emosi Remaja yang Shalatnya Teraturdengan Kestabilan Emosi Remaja yang Shalatnya Tidak Teratur. JurnalPsikologi Islam, 3, 83-93.

Li, Y. dan Hui, C. 2005. Multilevel Model of Emotional Stability on EmergentGroup Leadership When Group Level Conflict Concerned. Tesis. TidakDiterbitkan. Chinese University of Hong Kong.

Manz, C. 2007. Emotional Discipline: 5 Langkah Menata Emosi untuk MerasaLebih Baik Setiap Hari. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Maryati, H., Alsa, A. dan Rohmatun. 2007. Kaitan Kematangan Emosi denganKesiapan Perkawinan pada Wanita Dewasa Awal di Kecamatan SemarangBarat. Jurnal Psikologi Proyeksi, 2, 25-35.

Morgan, C. T. 1986. Introduction to Psychology 7th Edition. New York: McGrawHill Book Company Inc.

Pengadilan Agama Surakarta. 2010. Melonjaknya Angka Perceraian Jadi SorotanLagi. http://pa-surakarta.go.id (Diakses 1 Juni 2010, 08.42 pm).

Priyatno, Duwi. 2009. Mandiri Belajar SPSS untuk Analisis Data & Uji Statistik.Yogyakarta: MediaKom.

Putri, A. G. dan Suryadi, D. 2007. Gambaran Kesejahteraan Psikologis SelebritiMenjelang Masa Lanjut Usia: Studi pada Penyanyi Wanita Era 60-an.Arkhe, 12, 91-100.

Rahmawati. 2003. Analisis Permintaan Anak pada Wanita Pasangan Usia Muda diKota Makasar. Tesis. Tidak diterbitkan. Program Pasca SarjanaUniversitas Hasanuddin Makasar.

Ryff, C. D. dan Singer, B. H. 1996. Psychological Well Being: Meaning,Measurement and Implications for Psychotherapy Research. Journal ofPsychotheraphy Psychosomatics, 65, 14-23.

Ryff, C. D. dan Keyes, C. L. M. 1995. The Structure of Psychological Well BeingRevisited. Journal of Personality and Social Psychology. 69, 719-727.

Page 93: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Ryff, C. D., Keyes, C. L. M. dan Shmotkin, D. 2002. Optimizing Well-Being: TheEmpirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and SocialPsychology, 82, 1007-1022.

Ryff, C. D. 1989. Happines Is Everything, or Is It? Exploration on the Meaning ofPsychological Well Being. Journal of Personality and Social Psychology,57, 1069-1081.

Sadarjoen, S. S. 2005. Konflik Marital: Pemahaman Konseptual, Aktual danAlternatif Solusinya. Bandung: Refika Aditama.

Safaria, T. dan Saputra, N. E. 2009. Manajemen Emosi: Sebuah Panduan CerdasBagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta: BumiAksara.

Schmutte, P. S. dan Ryff, C. D. 1997. Personality and Well Being: ReexaminingMethodes and Meaning. Journal of Personality and Social Psychology,73,549-559.

Schneiders, A. 1991. Personal Adjustment and Mental Health. New York:Rinehart and Winston.

Semiun, Y. 2006. Kesehatan Mental 1: Pandangan Umum Mengenai PenyesuaianDiri dan Kesehatan Mental serta Teori-Teori Terkait. Yogyakarta:Kanisius.

Sharma, S. 2006. Emotional Stability of Visually Disabled in Relation to TheirStudy Habits. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 32,30-32.

Smith, S. J. 2003. Before Saying Yes to Marriage. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama.

Soewondo, S. 2001. Bunga Rampai: Psikologi Perkembangan Pribadi dari Bayisampai Lanjut Usia. Jakarta: UI Press.

Sugianto, I. R. 2000. Status Lajang dan Psychological Well Being pada Pria danWanita Lajang Usia 30-40 Tahun di Jakarta, Phronesis, 2, 67-77.

Susilowati, P. 2008. Jurus Memenangkan Pernikahan. Majalah Psikologi, Vol.III,No.4, 36-39.

Page 94: Skripsi Vina Witri Astuti (G0106095)Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala karunia-Nya yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Taylor, S. E. 1995. Health Psychology 3rd Edition. Singapore: McGraw Hill.

Tenggara, H., Zamralita dan Suyasa, P. T. Y. S. 2008. Kepuasaan Kerja danKesejahteraan Psikologis Karyawan. Jurnal Ilmiah Psikologi Industri danOrganisasi, 10, 96-115.

Wahyuningsih, H. 2005. Penyesuaian Perkawinan Pasangan Suami-Istri DewasaMuda Ditinjau dari Kecerdasan Emosional dan Umur Perkawinan.Indonesian Psychological Journal, 20, 330-341.

Walgito, B. 1984. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: YayasanPenerbitan Fakultas Psikologi UGM.

________. 1994. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

Witherington, H. C. 1978. Psikologi Pendidikan (Terjemahan: Muchtar Buchori).Jakarta: Aksara Baru.