PERAN KELUA PASIEN RE Untuk Memen PRO ARGA TERHADAP PROSES PENY N PERILAKU KEKERASAN DI PA EHABILITASI MENTAL WISMA BUDI MAKARTI BOYOLALI SKRIPSI nuhi Persayaratan Mencapai Sarjana Kepe Oleh: Arifin Puguh Waskitho NIM. ST13006 OGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i YEMBUHAN ANTI erawatan N
90
Embed
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana ...digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/31/01-gdl-arifinpugu... · Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., ... 2.1.1 Keperawatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAN KELUARGA TERHADAP PROSES PENYEMBUHANPASIEN PERILAKU KEKERASAN DI PANTI
REHABILITASI MENTAL WISMABUDI MAKARTI BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
Arifin Puguh Waskitho
NIM. ST13006
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PERAN KELUARGA TERHADAP PROSES PENYEMBUHANPASIEN PERILAKU KEKERASAN DI PANTI
REHABILITASI MENTAL WISMABUDI MAKARTI BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
Arifin Puguh Waskitho
NIM. ST13006
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PERAN KELUARGA TERHADAP PROSES PENYEMBUHANPASIEN PERILAKU KEKERASAN DI PANTI
REHABILITASI MENTAL WISMABUDI MAKARTI BOYOLALI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persayaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
Arifin Puguh Waskitho
NIM. ST13006
PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
iiiiii
iiiiiiiii
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah S.W.T., karena atas rahmat
dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Peran keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Perilaku Kekerasan
di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali”. Dalam
penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Kepala Program
Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Pembimbing I yang telah
memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.
4. Ibu Rufaida Nur Fitriana, S.Kep., Ns, selaku Pembimbing II yang juga
telah memberikan masukan dan arahan selama penyusunan skripsi.
5. Ibu Happy Indri Hapsari, S. Kep., Ns., M.Kep, selaku Penguji skripsi yang
telah memberi masukan dan saran.
6. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S-1 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
7. Bapak H. Edi Mulyono selaku Pimpinan Panti Rehabilitasi Mental Wisma
Budi Makarti Boyolali yang telah memberikan ijin lahan untuk melakukan
penelitian.
iv
8. Seluruh perawat dan karyawan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi
Makarti Boyolali yang telah membantu dalam melakukan penelitian.
9. Keluarga pasien di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti
Boyolali yang telah bersedia menjadi partisipan penelitian.
10. Orang tua tercinta dan adik-adik tersayang yang selalu memberikan
dukungan, motivasi, doa dan kasih sayangnya sepanjang waktu.
11. Teman-teman Transfer S-1 Keperawatan angkatan 2013, yang selalu
mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat
balasan yang lebih baik dari Allah S.W.T. Peneliti sangat berterimakasih atas
masukan, saran dan kritik, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan pelayanan keperawatan.
Surakarta, 26 Agustus 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 7
1.3.1. Tujuan Umum ..................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 7
PROGRAM STUDI TRANSFER S-1 KEPERAWATANSTIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Arifin Puguh Waskitho
Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Perilaku Kekerasan Di
Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti
Boyolali
Abstrak
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukantindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupunorang lain. Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan mendapatkanpengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya. Penelitian ini untukmengetahui peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien dengan perilakukekerasan di Panti Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakanpendekatan deskriptif fenomenology. Teknik pengambilan sampel dilakukan denganmenggunakan metode purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah 3anggota keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan di PantiRehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali. Teknik analisa yang digunakanpada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi
Keluarga memberi peran yang baik terhadap pasien dengan gangguanjiwa perilaku kekerasan. Didapatkan tema antara lain memberikan dukunganfinansial dan dukungan emosional, menjaga kepatuhan dalam minum obat,memberikan perhatian, memahami perasaan, memperdulikan, menjaga perasaan,memberikan kesempatan dan memeriksakan pasien secara rutin.
Dalam penelitian ini bentuk dukungan finansial yang diberikan olehkeluarga terhadap pasien perilaku kekerasan berupa membiayai pengobatan danmencukupi kebutuhan sehari-hari. Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisapulih asalkan mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang
secaraproduktif, baik secara ekonomis maupun secara sosial.
Kata Kunci : Peran keluarga, dukungan keluarga, perilaku kekerasanDaftar Pustaka : 36 (2005-2015)
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015Arifin Puguh Waskitho
Family’s Role in the Healing Process of Violent Behavior Patients at WismaBudi Makarti Psychiatric Rehabilitation Center of Boyolali
ABSTRACT
Violent behavior is a condition where people perform actions that canphysically endanger either themselves or others. Any heavy psychiatric disorderscan be recovered as long as they get treatment and psychosocial support theyneed.The objective of this research is to investigate the family’s role in the healingprocess of violent behavior patients at Wisma Budi Makarti PsychiatricRehabilitation Center of Boyolali.
This research used qualitative method with desctiptivephenomenologycal approach. The samples of resarch were 3 family members ofthe violent behavior patients at Wisma Budi Makarti Psychiatric RehabilitationCenter of Boyolali and were taken by using the purposive sampling technique.The data of research were analyzed by using the Collaizi’s method.
The result of research shows that there were seven themes, namely:providing financial support and emotional support, maintaining the obedience intaking medication, giving attention, understanding their feelings, caring, keepingtheir feeling, giving patients a chance and checked regularly. Thus, family gave agood role on the violent behavior patient.
The supports given by the family were paying for the medication of thepatients and attending their daily needs. Whatever the severity of their disease,they could get recovered and return to live productively in community, botheconomically and socially.
Terapi keluarga meliputi: Family Psycho Education dan terapi
kelompoknya Therapy Supportif Group.
19
Penanganan intervensi keperawatan pada klien perilaku
kekerasan dengan memberikan strategi komunikasi pada klien
meliputi :
a. Intervensi keperawatan pada klien perilaku kekerasan
Bertujuan untuk mengontrol perilaku kekerasannya, dengan
cara:
1) Bersama klien mendiskusikan penyebab, tanda dan
gejala perilaku kekerasan
2) Bersama klien mendiskusikan akibat dan perilaku
kekerasan yang dilakukan
3) Bersama klien mendiskusikan cara mengontrol dan
melatih perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 (tarik
nafas dalam) dan fisik 2 (melakukan aktivitas yang
disukai)
4) Bersama klien melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal
5) Bersama klien melatih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual
6) Bersama klien mengontrol perilaku kekerasan dengan
cara patuh minum obat
7) Bersama klien menganjurkan pasien memasukan dalam
jadwal kegiatan harian
20
8) Bersama klien mengevaluasi jadwal kegiatan harian yang
sudah dibuat dan dilaksanakan.
b. Intervensi keperawatan yang diberikan pada Keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan
Bertujuan agar keluarga mampu merawat klien
dengan perilaku kekerasan, dengan hubungan dukungan
cara :
1) Bersama keluarga mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Bersama keluarga menyamakan persepsi definisi
perilaku kekerasan tanda dan gejala, proses terjadinya
perilaku kekerasan.
3) Bersama keluarga menyamakan persepsi dan
mempraktekkan cara merawat pasien perilaku kekerasan.
4) Bersama keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning) dan
menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
c. Intervensi keperawatan dengan terapi kelompok pada pasien
perilaku kekerasan
Terapi bertujuan untuk merubah perilaku destruktif
dan maldaftif menjadi perilaku yang kontruktif, sehingga
mampu berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan manfaat
terapi kelompok adalah saling berbagi pengalaman, saling
21
membantu menyelesaikan masalah dan mempraktekkan
cara marah yang asertif. Terapi kelompok perilaku
kekerasan yang diberikan adalah terapi aktivitas kelompok
yaitu stimulasi persepsi meliputi:
1) Bersama kelompok mengenal perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan;
2) Bersama kelompok belajar mencegah tidak melakukan
perilaku kekerasan secara fisik;
3) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku
kekerasan secara sosial;
4) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku
kekerasan dengan spiritual;
5) Bersama kelompok belajar dan mencegah perilaku
kekerasan dengan patuh mengkonsumsi obat.
2.1.3. Keluarga
2.1.3.1. Pengertian Keluarga
Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi
teori yang menjadi dasar pendefisiannya.Keluarga berasal dari
bahasa Sansekerta (kulo dan warga) kulowarga yang berarti
anggota kelompok kerabat.Banyak ahli menguraikan pengertian
keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.
Pendapat yang menganut teori interaksional, memandang
keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya interaksi
22
kepribadian, sedangkan mereka yang berorientasi pada perspektif
sistem sosial memandang keluarga sebagai bagian terkecil yang
terdiri dari seperangkat komponen yang sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-sistem lain (Padila,
2012). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam
satu rumah angga karena adanya hubungan darah, perkawinan,
atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya (Friedman, 2010). Keluarga
adalah suatu sistem interaksi emosional yang diatur secara
kompleks dalam posisi, peran dan norma yang lebih jauh diatur
dalam subsistem didalam keluarga, subsistem ini menjadi dasar
struktur atau organisasi keluarga (Harmoko, 2012). Penelitian
Solahudin (2009) peran keluarga dalam penyembuhan gangguan
jiwa di Yayasan Dian Atmajaya Lawang Kabupaten Magelang
menyatakan peran keluarga sangat berkontribusi terhadap
kesembuhan klien gangguan jiwa.
2.1.3.2. Tipe Keluarga
Menurut Setyowatidan Murwani (2007), keluarga yang
memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam
pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe
keluarga berkembang mengikutinya, agar dapat mengupayakan
peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka
23
perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga. Berikut ini
disampaikan berbagai tipe keluarga :
1. Tipe keluarga tradisional
a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami, istri, dan anak (kandung atau anak angkat)
b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek,
keponakan, paman, bibi.
c. Keluarga Dyad, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami dan istri tanpa anak.
d. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat).
Kondisi ini dapat diakibatkan oleh perceraian atau
kematian.
e. Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorang dewasa (seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
2. Tipe keluarga non tradisional
a. The unmarried teenage mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu)
dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri.
24
c. Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang
tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu
rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang
sama: sosialisai anak dengan melalui aktivitas kelompok
atau membesarkan anak bersama.
d. The non marital heterosexual cohibitang family
Keluarga yang hidup besamadan berganti-ganti
pasangan tanpa melaui pernikahan.
e. Gay and lesbian family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana suami-istri (marital partners)
f. Cohibitang couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group marriage family
Beberapa orang dewasa mengunakan alat-alat rumah
tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi
sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
h. Group network family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai,
hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
25
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,
pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat
orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya
j. Homesless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang
dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem
kesehatan mental.
k. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-
orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga
yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam
kekerasan dan kriminal dalam kehidupan.
2.1.3.3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1998) fungsi keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan perilaku kekerasan seperti affection,
security and acceptance, identity and satisfaction, affiliation and
companionship, socialization dan controls, hal tersebut
merupakan medan kontrol yang memberikan dan berkontribusi
26
terhadap derajat sehat atau sakitnya anggota keluarga yang lain
terhadap persoalan fisik, psikis, sosial atau spiritual yang
dihadapi, terlebih ketika dia menghadapi persoalan gangguan
kejiwaan yang bersifat patologis (Padila, 2012).
Friedman (2010) mendefinisikan fungsi dasar keluarga
adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan
masyarakat yang lebih luas, meliputi :
1. Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian
dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga, peran keluarga
dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.
2. Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer
anggotakeluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota
keluarga yang produktif dan memberikan status pada anggota
keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan
interakasi dengan anggotanya.
3. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan hidup keluarga, dan
menambah sumberdaya manusia.
4. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan
untuk meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan
keluarganya.
27
5. Fungsi perawatan mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
2.1.3.4. Tugas Keluarga dalam Kesehatan
Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan (Friedman,
2010) yang meliputi:
1. Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah
kesehatan keluarga klien dengan perilaku kekerasan, keluarga
perlu mengetahui penyebab tanda-tanda klien kambuh dan
perilaku maladaftifnya meliputi keluarga perlu mengetahui
pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejalanya, cara
mengontrol prilaku kekerasaannya dengan cara minum obat
dan cara spiritual.
2. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi
anggota keluarga dengan prilaku kekerasan, menanyakan
kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa
kepelayanan kesehatan atau membawa untuk dirawat ke rumah
sakit jiwa.
3. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang
perlu dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut perilaku
kekerasan yang dilakukan, pemahaman keluarga tentang cara
28
merawat anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan
yang perlu dilakukan oleh keluarga, pengetahuan keluarga
tentang alat-alat yang membahayakan bagi anggota keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan, pengetahuan keluarga
tentang sumber yang dimiliki keluarga dalam merawat anggota
keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan, bagaimana
keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan riwayat
perilaku kekerasan yang membutuhkan bantuan.
4. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi
lingkungan, yang perlu dikaji: pengetahuan keluarga tentang
sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam memodifikasi
lingkungan khususnya dalam merawat anggota keluarga
dengan riwayat perilaku kekerasan, kemampuan keluarga
dalam memanfaatkan lingkungan yang asertif.
5. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat, yang perlu
dikaji pengetahuan keluarga tentang fasilitas keberadaan
pelayanan kesehatan dalam mengatasi perilaku kekerasannya.
Pemahaman keluarga tentang manfaat fasilitas pelayanan yang
berada di masyarakat, tingkat kepercayaan keluarga terhadap
fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai
pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan,
29
apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang
ada di masyarakat.
Menurut Setyowati dan Murwani (2007), sesuai dengan
fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di
bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu akan tidak
berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga habis. Keluarga perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan
keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang
terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat, agar masalah kesehatan dapat
dikurangi atau bahkan dapat teratasi. Jika keluarga mempunyai
30
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di
lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat
dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah
diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu
memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah
yang lebih parah tidak dapat terjadi. Perawatan dapat
dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah
apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin keluarga
sehat. Modifikasi lingkungan dilakukan agar keluarga merasa
nyaman dan aman sehingga perilaku kekerasan tidak timbul.
Modifikasi lingkungan yang dapat dilakukan seperti membuat
suasana rumah selalu nyaman, aman, tenang, selalu bersih,
banyak tanaman dan bunga sebagai aroma terapi serta
lingkungan yang bebas dari suasanan keributan.
5. Memanfaatkan fasilitasi kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas yang ada disekitarnya
seperti puskesmas yang dapat digunakan sebagai sumber
informasi serta pengobatan awal pada anggota keluarga yang
31
mengalami perilaku kekerasan serta sebagai media rujukan
untuk merujuk pasien ke tempat rumah sakit jiwa agar anggota
keluarga yang mengalami perilaku kekerasan dapat dirawat
dan diobati sesuai dengan penyakit yang dialaminya.
2.1.3.5. Peran keluarga
Peran keluarga menurut beberapa sumber:
1. Keluarga perlu memperlakukan penderita gangguan jiwa
dengan sikap yang bisa membubuhkan dan mendukung
tumbuhnya harapan dan optimisme. Harapan dan
optimisme akan menjadi motor penggerak pemulihan
dari gangguan jiwa, dilain pihak kata menghina
memandang rendah dan membubuhkan pesimisme akan
bersifat melemahkan proses pemulihan. Harapan
merupakan pendorong proses pemulihan, salah satu
faktor penting dalam pemulihan adalah adanya keluarga,
saudara dan teman yang percaya bahwa seorang
penderita gangguan jiwa bisa pulih dan kembali hidup
produktif di masyarakat. Mereka bisa memberikan
harapan, semangat dan dukungan sumber daya yang
diperlukan untuk pemulihan. Melalui dukungan yang
terciptanya lewat jaringan persaudaraan dan pertemanan,
maka penderita gangguan jiwa bisa mengubah hidupnya,
dari keadaan kurang sehat dan tidak sejahtera menjadi
32
kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan
di masyarakat. Hal tersebut akan mendorong
kemampuan penderita gangguan jiwa mampu hidup
mandiri, mempunyai peranan dan berpartisipasi di
masyarakatnya. Harapan dan optimisme akan menjadi
motor penggerak pemulihan dari gangguan jiwa. Dilain
pihak, kata-kata yang menghina, memandang rendah dan
menumbuhkan pesimisme akan bersifat melemahkan
proses pemulihan (Setiadi, 2014)
2. Peran keluarga diharapakan dalam perawatan klien
gangguan jiwa adalah dalam pemberian obat,
pengawasan minum obat dan meminimalkan ekspressi
keluarga. Keluarga merupakan unit paling dekat dengan
klien dan merupakan “perawat utama” bagi penderita.
Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
perawatan yang diperlukan klien, keberhasilan perawat
di rumah sakit akan sia-sia jika kemudian
mengakibatkan klien harus dirawat kembali di rumah
sakit (Keliat 1996, dalam Made Ruspawan dkk, 2011).
3. Peran keluarga meengontrol ekspresi emosi keluarga,
seperti mengkritik, bermusuhan dapat mengakibatkan
tekanan pada klien Andri (2008), pendapat serupa juga
diungkapkan David (2003), yang menyatakan bahwa
33
kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan
penting ndalam menimbulkan kekambuhan (Made
Ruspawan dkk, 2011)
4. Peran keluarga sebagai upaya pencegah kekambuhan
Kepedulian ini diwujudkan cara meningkatkan fungsi
afektif yang dilakukan dengan memotivasi, menjadi
pendengar yang baik, membuat senang, memberi
kesempatan rekreasi, member tanggung jawab dan
kewajiban peran dari keluarga sebagai pemberi asuhan
(Wuryaningsih dkk, 2013).
34
2.2. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama Judul Metode HasilPeneliti
1 Muhammad Peran Penelitian Tema penelitia: UpayaKeluarga ini keluarga mencegah SalahuddinTerhadap merupakan kekambuhan pasienProses penelitian penelitian iniPenyembuh deskriptif menghasilkan: Peranan Pasien kualitatif, keluarga terhadapGanggguan dengan proses penyembuhanJiwa populasi pasien gangguan
seluruh jiwaYayasan Dianpasien Atma Jaya Lawanggangguan Kabupaten Malang,jiwa di diantaranya:Yayasan memberikanbantuanDian Atma utama terhadapJaya penderita gangguanLawang dan jiwa, pengertian dansampel pemahamantentang4orang, berbagai manifiestasiyang gejala-gejala sakitdiambil jiwa yang terjadi padasecara penderita,membantupurposive dalam aspeksampling. administratrif danAlasan finansial yang haruspengambila dikeluarkann sampel ini dalamselama prosesdidasarkan pengobatan penderita.pada Hal terpenting yangpertimbanga harus dilakukann adalahnilai dukungankemudahan dan kesediandalam menerima apa yangproses sedang dialami olehpengumpula penderitasertan bagaimana kondisidanketajam kesehatan penderitaan data. dapat dipertahankan
setelah dklaimsehatoleh tenaga psikolog,
35
psikiater, neurolog,dokter, ahli gizi danterapismenjalani
“… ya diperhatikan mas, jangan omong kasar samamas E…” P(01)“…selalu diperhatikan, disayang bagaimanapunjuga dia anak saya…” P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengungkapkan
memperhatikan pasien perilaku kekerasan.
“ mencoba memahami apa yang dipikirkannya…“P(01)“…saya pahami apa yang anak saya mau…“ P(02)
Partisipan 1 dan partisipan 2 mengatkan mencoba untuk
memahami apa yang dipikirkan pasien perilaku kekerasan.
“… yang penting kepeduliannya terhadap anaksaya…” P(02)“… semua keluarga memperdulikan bapak mas …”P(03)
57
Partisipan 2 mengatakan yang penting kepedulian terhadap
pasien perilaku kekersan sedangkan partisipan no 3
mengatakan semua keluarga peduli terhadap pasien.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu menjaga
perasaan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan:
“… kalau bisa jangan menyingung, harus menjagaperasaan…” P(01)“…yaa anak-anaknya harus menjaga perasaanbapak, kalau ingat ibu ya harus mengalihkanperhatiannya jangan sampai menyinggungnya…”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan harus menjaga
perasaan pasien perilaku kekerasan.
4.3.4. Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Kekambuhan
Hasil penelitian dari upaya penceahan kekambuhan
didapatkan 2 tema yaitu: 1) pengalihan perhatian dan 2) upaya
mencari pelayanan kesehatan. Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Pengalihan perhatian
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu rekreasi.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… mengajak anak saya ini jalan-jalan, sayabonceng naik motor keliling desa atau melihatsawah pemandangan, kadang ke bandara…(P02)
“… bapak kadang-kadang diajak jalan-jalan ...”P(03)
57
Partisipan 2 mengatakan yang penting kepedulian terhadap
pasien perilaku kekersan sedangkan partisipan no 3
mengatakan semua keluarga peduli terhadap pasien.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu menjaga
perasaan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan:
“… kalau bisa jangan menyingung, harus menjagaperasaan…” P(01)“…yaa anak-anaknya harus menjaga perasaanbapak, kalau ingat ibu ya harus mengalihkanperhatiannya jangan sampai menyinggungnya…”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan harus menjaga
perasaan pasien perilaku kekerasan.
4.3.4. Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Kekambuhan
Hasil penelitian dari upaya penceahan kekambuhan
didapatkan 2 tema yaitu: 1) pengalihan perhatian dan 2) upaya
mencari pelayanan kesehatan. Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Pengalihan perhatian
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu rekreasi.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… mengajak anak saya ini jalan-jalan, sayabonceng naik motor keliling desa atau melihatsawah pemandangan, kadang ke bandara…(P02)
“… bapak kadang-kadang diajak jalan-jalan ...”P(03)
57
Partisipan 2 mengatakan yang penting kepedulian terhadap
pasien perilaku kekersan sedangkan partisipan no 3
mengatakan semua keluarga peduli terhadap pasien.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu menjaga
perasaan pasien. Berikut ungkapan dari partisipan:
“… kalau bisa jangan menyingung, harus menjagaperasaan…” P(01)“…yaa anak-anaknya harus menjaga perasaanbapak, kalau ingat ibu ya harus mengalihkanperhatiannya jangan sampai menyinggungnya…”P(03)
Partisipan 1 dan partisipan 3 mengatakan harus menjaga
perasaan pasien perilaku kekerasan.
4.3.4. Peran Keluarga dalam Upaya Pencegahan Kekambuhan
Hasil penelitian dari upaya penceahan kekambuhan
didapatkan 2 tema yaitu: 1) pengalihan perhatian dan 2) upaya
mencari pelayanan kesehatan. Berikut ungkapan dari partisipan:
1. Pengalihan perhatian
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu rekreasi.
Berikut pernyataan dari partisipan:
“… mengajak anak saya ini jalan-jalan, sayabonceng naik motor keliling desa atau melihatsawah pemandangan, kadang ke bandara…(P02)
“… bapak kadang-kadang diajak jalan-jalan ...”P(03)
58
Partisipan 2 mengatakan mengajak pasien jalan-
jalan, partisipan 3 mengatakan kadang jalan-jalan untuk
refreshing.
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu periksa,
berikut ungkapan dari partisipan:
“… 2 minggu dibawa ke panti untuk kontrolmas…” (P01)“… kontrol jangan sampai terlambat lama mas…”(P02)
Partisipan 1 mengatakan 2 minggu pasien dibawa ke
panti untuk periksa, sedangkan partisipan 2 mengatakan
periksa jangan sampai terlambat.
58
Partisipan 2 mengatakan mengajak pasien jalan-
jalan, partisipan 3 mengatakan kadang jalan-jalan untuk
refreshing.
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu periksa,
berikut ungkapan dari partisipan:
“… 2 minggu dibawa ke panti untuk kontrolmas…” (P01)“… kontrol jangan sampai terlambat lama mas…”(P02)
Partisipan 1 mengatakan 2 minggu pasien dibawa ke
panti untuk periksa, sedangkan partisipan 2 mengatakan
periksa jangan sampai terlambat.
58
Partisipan 2 mengatakan mengajak pasien jalan-
jalan, partisipan 3 mengatakan kadang jalan-jalan untuk
refreshing.
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Dalam tema ini didapatkan sub tema yaitu periksa,
berikut ungkapan dari partisipan:
“… 2 minggu dibawa ke panti untuk kontrolmas…” (P01)“… kontrol jangan sampai terlambat lama mas…”(P02)
Partisipan 1 mengatakan 2 minggu pasien dibawa ke
panti untuk periksa, sedangkan partisipan 2 mengatakan
periksa jangan sampai terlambat.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Dukungan Keluarga
Hasil penelitian untuk mengetahui dukungan keluarga terhadap proses
penyembuhan dapat disimpulkan keluarga memberikan dukungan berupa
dukungan finansial dan dukungan emosional.
1. Dukungan Finansial
Dalam penelitian ini bentuk dukungan finansial yang diberikan
oleh keluarga terhadap pasien perilaku kekerasan berupa membiayai
pengobatan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Iklima (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bentuk
dukungan seperti penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan
langsung seperti mencukupi kebutuhan, pemberian barang, makanan dan
membiayai dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung
memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.
Hal ini sesuai pendapat Ruspawan dkk (2011) yang mengatakan
salah satu dukungan yang harus dipenuhi kelurga yang mempunyai
anggota keluarga dengan skizofrenia adalah dukungan materi, khususnya
untuk biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
2. Dukungan Emosional
Dalam penelitian ini keluarga memberikan dukungan emosional
yaitu: memotivasi, bersabar dan memberi semangat. Pendapat serupa
59
60
diungkapkan oleh Yulia (2009) dalam penelitiannya dukungan emosional
berupa kasih sayang, menghargai dan pemberian semangat sangat
diperlukan, karena dengan memberikan dukungan emosional pasien akan
merasa dihargai dan dicintai. Kondisi ini yang memungkinkan pasien
gangguan jiwa untuk kooperatif.
Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian Permatasari (2012)
yang mengungkapkan bahwa kehangatan dalam keluarga secara tidak
langsung meningkatkan kepatuhan pasien. Keluarga yang bersedia untuk
membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota
keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah
bahwa anggota keluarga merupakan orang- orang yang penting dalam
memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam
menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.
5.2. Pengawasan Minum Obat
1. Pengawasan persiapan
Hasil dari wawancara ketiga partisipan disimpulkan bahwa
pengawasan persiapam minum obat harus disiapkan, ditunggu dan
memastikan obat diminum dikarenakan pasien merasa tidak sakit ataupun
pasien merasa dirinya sudah sembuh.
Pentingnya peran keluarga dalam pengawasan minum obat
sebagaimana dilakukan oleh penelitian Akbar (2008) tentang hubungan
dukungan sosial keluarga terhadap tingkat kekambuhan penderita
skizofrenia di RS Grhasia Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan
61
bahwa hubungan antara dukungan sosial keluarga terhadap tingkat
kekambuhan skizofrenia adalah signifikan.
Penelitian lain dilakukan oleh Prinda (2010) tentang hubungan
antara dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial pada pasien
skizofrenia pasca perawatan di rumah sakit”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara
variabel dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial. Hal ini
bermakna bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan kepatuhan pasien minum obat. Dapat disimpulkan
semakin tinggi dukungan keluarga dalam pengawasan minum obat maka
kepatuhan pasien dalam minum obat juga semakin tinggi
2. Pengawasan dosis
Hasil penelitian dapat disimpulkan keluarga dalam meberikan obat
sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Hal serupa
diungkapkan oleh Permatasari (2012) dalam penelitiannya obat yang dapat
menyembuhkan penyakit serta tidak menimbulkan efek samping adalah
obat yang diminum dengan dosis atau takaran yang tepat. Utuk dosis obat
bisa disesuaikan berat badan atau usia. Sebelum minum obat perhatikan
dengan seksama pada leaflet atau etiket obat, biasanya tertera jumlah obat
yang harus diminum untuk setiap pemakaian.
Pendapat ini didukung oleh Nurdiana (2010) dosis obat antipsikotik
pada pasien gangguan jiwa dimulai dengan dosis yang rendah lalu
perlahan-lahan dinaikkan, dapat juga langsung diberi dosis tinggi
62
tergantung pada keadaan pasien dan kemungkinan terjadi efek samping.
Sedangkan Kuntarti (2005) mengatakan pada pasien yang dirawat di
rumah sakit boleh diberikan dosis tinggi karena pengawasannya lebih
baik.
3. Pengawasan ketetapan waktu
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa keluarga berusaha
memberikan obat sesuai waktu yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan. Hal
serupa dikatakan Yustina (2009) dalam penelitiannya mengatakan terdapat
prinsip tepat yang harus dipatuhi dalam pemberian obat, yaitu salah
satunya tepat waktu, yaitu a) Mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, Pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, misalnya 3 x 1
berarti obat diberikan setiap 8 jam dalam 24 jam ; jika 2 x1 berarti obat
diberikan setiap 12 jam sekali, b) Mengecek tanggal kadaluarsa obat, c)
Memberikan obat dalam rentang 30 menit sebelum sampai 30 menit
setelah waktu yang diprogramkan.
Sedangkan peneliti Yudha (2015) mendukung ketepatan waktu
pemberian obat dengan mengatakan untuk mendapatkan efek obat yang
optimal, obat harus diminum pada waktu yang tepat, beberapa obat
mungkin bisa diminum setiap saat tanpa mempengaruhi efeknya,
sedangkan obat lain sebaiknya diminum pada saat-saat tertentu. Obat
merupakan zat yang memiliki 2 sifat yaitu bersifat menyembuhkan dan
bersifat meracuni. Obat bersifat menyembuhkan apabila dikonsumsi
dengan cara, dosis, waktu, dan aturan yang tepat.
63
Puspitasai (2009) dalam penelitiannya mengatakan ketepatan
waktu dalam pemberian dapat dilakukan dengan mengecek program terapi
pengobatan dari dokter, mengecek tanggal kadaluarsa obat, memberikan
obat dalam rentang 30 menit sebelum dan sesudah memberikan obat . Hal
ini berbeda dengan yang peneliti temukan bahwa benar waktu menurut
mereka diberikan dengan tepat waktu. Tetapi ada sumber lain yang
mengatakan bahwa waktu yang benar adalah dimana obat yang diresepkan
harus diberikan dalam waktu tertentu sehingga kadar plasma obat dapat
dipertahankan . Hal ini menurut peneliti sama dengan yang ditemukan
peneliti. Namun ada sumber lain yang mengatakan bahwa jika sebuah
prosedur dapat menganggu tidur klien sebaiknya pemberian obat ditunda
sampai waktu dimana klien dapat memperoleh manfaat optimal obat
5.3. Peran Keluarga Mengontrol Emosi
1. Bersikap empati
Hasil penelitian untuk mengontrol emosi dapat disimpulkan
keluarga bersikap empati dengan memahami, memperhatikan dan peduli.
Hal ini sejalan dengan Hartanto (2014) dalam penelitiannya mengatakan
keluarga menunjukkan hal yang positif dan baik. Setiap keluarga
memberikan dukungan yang membuat penderita gangguan jiwa yaitu
anggota keluarganya memperhatikan, peduli dan keluarga selalu
berusaha untuk melakukan yang terbaik agar anggota keluarganya dapat
sembuh.
64
Hal ini didukung oleh Nurdiana (2010), dari hasil penelitiannya
sikap keluarga terhadap penderita gangguan jiwa baik secara kognitif,
afektif dan kecenderungan untuk bertindak menunjukkan bahwa semua
keluarga sudah memiliki sikap yang baik dan positif. Ditunjukkan
dengan 3 (tiga) karakteristik kemampuan empati yaitu : 1) Mampu
menerima sudut pandang orang lain, individu mampu membedakan
antara apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain dengan reaksi dan
penilaian individu itu sendiri. Dengan perkembangan aspek kognitif
seseorang, kemampuan untuk menerima sudut pandang orang lain dan
pemahaman terhadap perasaan orang lain akan lebih lengkap dan akurat
sehingga ia akan mampu memberikan perlakuan dengan cara yang tepat.
2) Memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain, individu mampu
mengidentifikasi perasaan-perasaan orang lain dan peka terhadap
hadirnya emosi dalam diri orang lain melalui pesan non verbal yang
ditampakkan, misalnya nada bicara, gerak-gerik dan ekspresi wajah.
Kepekaan yang sering diasah akan dapat membangkitkan reaksi spontan
terhadap kondisi orang lain, bukan sekedar pengakuan saja. 3) Mampu
mendengarkan orang lain, mendengarkan merupakan sebuah ketrampilan
yang perlu dimiliki untuk mengasah kemampuan empati. Sikap mau
mendengar memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan
orang lain dan mampu membangkitkan penerimaan terhadap perbedaan
yang terjadi.
65
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Peran keluarga yang lain dalam mengontrol ekspresi emosi
keluarga dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, hal ini sesuai
dengan penjelasan yang diungkapkan Fitri (2012) dalam penelitiannya,
bahwa ekspresi emosi keluarga seperti mengkritik, bermusuhan dapat
mengakibatkan tekanan pada pasien Perilaku kekerasan sehingga dapat
meningkatkan kekambuhan pasien. Pendapat yang serupa juga
diungkapkan oleh peneliti Solahudin (2009), yang menyatakan bahwa
kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan. Pasien yang dipulangkan ke rumah lebih
cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan pasien
yang ditempatkan di lingkungan residensial. Pasien yang paling berisiko
adalah pasien yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh
permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan,
terlalu protektif berlebihan (disebut emosi yang diekspresikan).
Penjelasan ini didukung oleh teori menurut Stuart dan Sudden
(2007) salah satu faktor predisposisi kekambuhan penyakit skizofrenia
adalah lingkungan yang berupa suasana rumah yang tidak nyaman,
kurangnya dukungan sosial maupun dukungan keluarga.
5.4. Upaya Pencegahan Kekambuhan
1. Pengalihan perhatian
Hasil wawancara mengungkakan upaya pencegahan
kekambuhan berupa pengalihan perhatian berupa rekreasi. Rekreasi
66
memberikan efek distraksi atau pengalihan perhatian. Hal serupa
dikatakan oleh Permatasari (2012) dalam penelitiananya terapi yang
mempergunakan media rekreasi (bermain, olahraga, darmawisata,
menonton TV, dan sebagainya), dia mengatakan tujuannya mengurangi
ketergangguan emosional dan memperbaiki perilaku melalui diskusi
tentang kegiatan rekreasi yang telah dilakukan, sehingga perilaku yang
baik diulang dan yang buruk dihilangkan. Meluangkan waktu untuk
merawat kesehatan fisik dan mental anggota keluarga lain dengan
melakukan rekreasi, rekomendasi ini telah dicantumkan sebelumnya
disampaikan melalui pembicaraan dengan subjek penelitian.
Rekreasi adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang
(lapang) yang bertujuan untuk membentuk, meningkatkan kembali
kesegaran fisik, mental, pikiran dan daya rekreasi (baik secara
individual maupun secara kelompok) yang hilang akibat aktivitas rutin
sehari-hari dengan jalan mencari kesenangan, hiburan dan kesibukan
yang berbeda dan dapat memberikan kepuasan dan kegembiraan yang
ditujukan bagi kepuasan lahir dan batin manusia (Wiyati, dkk, 2010).
2. Upaya mencari pelayanan kesehatan
Umumnya penderita gangguan jiwa enggan untuk
memeriksakan diri ke dokter, keluarga teman sangat penting dalam
menghadapi situasi ini. Hal ini sejalan dengan peneliti Setyowati dan
Murwani (2007), yang mengatakan keluarga mampu memanfaatkan
fasilitas yang ada disekitarnya seperti puskesmas yang dapat digunakan
67
sebagai sumber informasi serta pengobatan awal pada anggota
keluarga yang mengalami perilaku kekerasan serta sebagai media
rujukan untuk merujuk pasien ke tempat rumah sakit jiwa agar anggota
keluarga yang mengalami perilaku kekerasan dapat dirawat dan diobati
sesuai dengan penyakit yang dialaminya.
Hasil penelitian keluarga mengatakan pemekriksaan tidak boleh
terlambat, harus tepat waktu. Hal ini selajalan dengan penelitian Yudha
(2015) dalam penelitian kuantitatif mengunakan desain cross sectional
didapatkan lebih banyak responden keluarga yang memiliki sikap
negatif dan niat sedang yaitu 42 atau 52,5%. Keluarga setuju bahwa
membawa penderita ke poli kesehatan jiwa tepat waktu merupakan hal
yang penting dalam kepatuhan kontrol yaitu sebesar 48 responden atau
60%, lebih banyak responden menganggap melakukan kontrol
merupakan pemberian kesembuhan pada penderita skizofrenia agar
dapat sembuh dari penyakit yaitu sebanyak 38 responden atau 47,5%.
Penderita gangguan jiwa seberat apapun bisa pulih asalkan
mendapatkan pengobatan dan dukungan psikososial yang
dibutuhkannya. Mereka bisa pulih dan kembali hidup di masyarakat
secara produktif, baik secara ekonomis maupun secara sosial.
Sebagian besar dari mereka bisa terbebas dari keharusan minum obat.
Hanya saja, seperti juga kesehatan badan, kesehatan jiwa tetap harus
dipelihara dan ditingkatkan. Tanpa pemeliharaan, baik kesehatan fisik
maupun jiwa seseorang bisa kembali jatuh sakit (Setiahadi, 2014).
BAB VI
PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian akhir dari laporan hasil penelitian yang
menjelaskan kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang dibuat berdasarkan kategori
yang ada dan tema-tema yang telah ditemukan dalam penelitian tentang peran
keluarga terhadap proses penyembuhan pasien dengan perilaku kekerasan di Panti
Rehabilitasi Mental Wisma Budi Makarti Boyolali. Saran pada bab ini dibuat bagi
perawat, bagi
keluarga.
6.1. Kesimpulan
rumah sakit, institusi pendidikan, peneliti lain, peneliti dan
1. Dukungan keluarga terhadap proses penyembuhan
Peran keluarga memberi dukungan terhadap proses penyembuhan
menunjukkan bahwa keluarga telah memberikan peran yang baik. Hal
tersebut berupa dukungan finansial dan dukungan emosional. Dukungan
finansial seperti mencukupi kebutuhan dan membiayai pengobatan.
Memberikan dukungan emosional seperti memotivasi, bersabar,
mendengarkan, dan memberi semangat.
2. Peran keluarga dalam pengawasan minum obat
Peran keluarga dalam pengawasan minum obat adalah baik, yaitu
peran keluarga dalam pengawasan minum obat menunjukkan keluarga
menjaga kepatuhan pasien dalam minum obat dengan menyiapkan obat,
http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/ diunduh pada tanggal 20-6-2014.
Permatasai Linda. 2012. Gambaran Dukungan Keluarga Yang Diberikan
Keluarga Dalam Perawatan Penderita Skizofrenia di Instalasi Rumah Sakit
Jiwa Povinsi Jawa Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran Bandung.
Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. 2006. Essentials of Nursing Research:
Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins,
A Wolter Kluwer Company: Philadelphia.
Puspitasari, Esti. (2009). Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan
Penderita Skizofrenia Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Prinda. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian
Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Naskah
publikasi. UNDIP Semarang. http//:eprint.undip.ac.id diunduh pada tanggal
21-6-2015 pukul 10.00.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta :GrahaI lmu.
Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta.
Setiadi. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman Bagi Penderita, Keluarga
dan Relawan. Tidak dipublikasikan.
Setyowati dan Murwani.(2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung
Seto
Solahudin, Muhammad. (2009). Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan
Pasien Gangguan Jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.
Jiwa Povinsi Jawa Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran Bandung.
Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. 2006. Essentials of Nursing Research:
Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins,
A Wolter Kluwer Company: Philadelphia.
Puspitasari, Esti. (2009). Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan
Penderita Skizofrenia Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Prinda. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian
Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Naskah
publikasi. UNDIP Semarang. http//:eprint.undip.ac.id diunduh pada tanggal
21-6-2015 pukul 10.00.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta :GrahaI lmu.
Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta.
Setiadi. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman Bagi Penderita, Keluarga
dan Relawan. Tidak dipublikasikan.
Setyowati dan Murwani.(2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung
Seto
Solahudin, Muhammad. (2009). Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan
Pasien Gangguan Jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.
Jiwa Povinsi Jawa Barat. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran Bandung.
Polit, Denise F & Cheryl Tatano Beck. 2006. Essentials of Nursing Research:
Methods, Appraisal, and zutilization 6th ed. Lippincott William & Wilkins,
A Wolter Kluwer Company: Philadelphia.
Puspitasari, Esti. (2009). Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan
Penderita Skizofrenia Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Prinda. 2010. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Keberfungsian
Sosial Pada Pasien Skizofrenia Pasca Perawatan Di Rumah Sakit. Naskah
publikasi. UNDIP Semarang. http//:eprint.undip.ac.id diunduh pada tanggal
21-6-2015 pukul 10.00.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta :GrahaI lmu.
Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Kesehatan. Nuha Medika: Yogyakarta.
Setiadi. 2014. Pemulihan Gangguan Jiwa: Pedoman Bagi Penderita, Keluarga
dan Relawan. Tidak dipublikasikan.
Setyowati dan Murwani.(2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung
Seto
Solahudin, Muhammad. (2009). Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan
Pasien Gangguan Jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.
Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Sudiharto.2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan
keperawatan Trnaskultural. Jakarta: EGC
Sudirman.(2014). Faktor Presipitasi yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku
Kekerasan pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 3.Nomor 6.
Sugiyono.(2009). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
Yudha,Tri S, Dr. Ah Yusuf, S.Kp., M.Kes, Hanik Endang.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.2015. Analisis Faktor Kepatuhan Keluarga Dalam Melakukan KontrolPada Penderita Skizofrenia Berdasarkan Theory Of Planned BehaviourDi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Naskahpublikasi Universitas Airlangga Surabaya
Yulia Ice Wardani .(2009). Pengalaman Keluarga. Diambil pada tanggal 12Agustus 2015, dari http://eprints.lib.ui.ac.id/4204/4/125769-TESIS0617%20Ice%20N09p-Pengalaman%20Keluarga-Pendahuluan.pdf
Yustina Nanik Lestari. 2009. Pengalamam Perawat Dalam Menerapkan PrinsipEnam Benar Dalam Pemberian Obat Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitMardi Rahayu Kudus. Tidak dipublikasikan
Wiyati Ruti, dkk. 2010. Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuankeluarga dalam merawat klien Isolasi Sosial.Jurnal keperawatanSoedirman vol.5 no.2
Wuryaningsih, Emi Wuri, Achir, Yani S. Hamid, Novy. Helena C.D. (2013). StudiFenomologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku
Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Sudiharto.2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan
keperawatan Trnaskultural. Jakarta: EGC
Sudirman.(2014). Faktor Presipitasi yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku
Kekerasan pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 3.Nomor 6.
Sugiyono.(2009). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
Yudha,Tri S, Dr. Ah Yusuf, S.Kp., M.Kes, Hanik Endang.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.2015. Analisis Faktor Kepatuhan Keluarga Dalam Melakukan KontrolPada Penderita Skizofrenia Berdasarkan Theory Of Planned BehaviourDi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Naskahpublikasi Universitas Airlangga Surabaya
Yulia Ice Wardani .(2009). Pengalaman Keluarga. Diambil pada tanggal 12Agustus 2015, dari http://eprints.lib.ui.ac.id/4204/4/125769-TESIS0617%20Ice%20N09p-Pengalaman%20Keluarga-Pendahuluan.pdf
Yustina Nanik Lestari. 2009. Pengalamam Perawat Dalam Menerapkan PrinsipEnam Benar Dalam Pemberian Obat Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitMardi Rahayu Kudus. Tidak dipublikasikan
Wiyati Ruti, dkk. 2010. Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuankeluarga dalam merawat klien Isolasi Sosial.Jurnal keperawatanSoedirman vol.5 no.2
Wuryaningsih, Emi Wuri, Achir, Yani S. Hamid, Novy. Helena C.D. (2013). StudiFenomologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku
Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC
Sudiharto.2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan
keperawatan Trnaskultural. Jakarta: EGC
Sudirman.(2014). Faktor Presipitasi yang Mempengaruhi Terjadinya Perilaku
Kekerasan pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi Provinsi Sulawesi
Selatan.Jurnal Keperawatan Jiwa. Volume 3.Nomor 6.
Sugiyono.(2009). Memahami Penelitian Kuantitatf dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif, Universitas Sebelas Maret,Surakarta.
Yudha,Tri S, Dr. Ah Yusuf, S.Kp., M.Kes, Hanik Endang.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.2015. Analisis Faktor Kepatuhan Keluarga Dalam Melakukan KontrolPada Penderita Skizofrenia Berdasarkan Theory Of Planned BehaviourDi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Naskahpublikasi Universitas Airlangga Surabaya
Yulia Ice Wardani .(2009). Pengalaman Keluarga. Diambil pada tanggal 12Agustus 2015, dari http://eprints.lib.ui.ac.id/4204/4/125769-TESIS0617%20Ice%20N09p-Pengalaman%20Keluarga-Pendahuluan.pdf
Yustina Nanik Lestari. 2009. Pengalamam Perawat Dalam Menerapkan PrinsipEnam Benar Dalam Pemberian Obat Di Ruang Rawat Inap Rumah SakitMardi Rahayu Kudus. Tidak dipublikasikan
Wiyati Ruti, dkk. 2010. Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuankeluarga dalam merawat klien Isolasi Sosial.Jurnal keperawatanSoedirman vol.5 no.2
Wuryaningsih, Emi Wuri, Achir, Yani S. Hamid, Novy. Helena C.D. (2013). StudiFenomologi: Pengalaman Keluarga Mencegah Kekambuhan Perilaku
Kekerasan Pasien Pasca Hospitalisasi di RSJ. Jurnal Keperawatan JIwa.VOL.1. NO.2