SKRIPSI STUDI PERBANDINGAN SPEKTRUM PROSENTASE TRANSMITANSI LAPISAN TIPIS SPECTRUM 20% DAN SOLAR QUARD 60% HASIL UJI MENGGUNAKAN MONOKROMATOR 270M DAN UV-VISIBLE SPCTROFOTOMETER 1601PC Eko Kristianto M.0201026 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat sarjana sains pada jurusan Fisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2006
81
Embed
SKRIPSI STUDI PERBANDINGAN SPEKTRUM ......Dari inspirasi dan dorongan mereka, saya mungkin akan dpat memperbaiki negara saya dan siapa tahu mungkin saya telah mengubah dunia. (Sebuah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SKRIPSI
STUDI PERBANDINGAN SPEKTRUM PROSENTASE TRANSMITANSI
LAPISAN TIPIS SPECTRUM 20% DAN SOLAR QUARD 60% HASIL UJI
MENGGUNAKAN MONOKROMATOR 270M DAN UV-VISIBLE
SPCTROFOTOMETER 1601PC
Eko Kristianto
M.0201026
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat sarjana sains
pada jurusan Fisika
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2006
SKRIPSI
STUDI PERBANDINGAN SPEKTRUM PROSENTASE TRANSMITANSI
LAPISAN TIPIS SPECTRUM 20% DAN SOLAR QUARD 60% HASIL UJI
MENGGUNAKAN MONOKROMATOR 270M DAN UV-VISIBLE
SPCTROFOTOMETER 1601PC
Eko Kristianto M.0201026
Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji
pada hari : Rabu, 22 November 2006
Tim Penguji
Dra. Riyatun, M.Si.
(Ketua) ……….
Ahmad Marzuki, S.Si, Ph.D.
(Sekretaris) ……….
Drs. Cari, MA, Ph.D. (Penguji ) ……….
Kartika Sari S.Si, M.Si. (Penguji ) ……….
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
Memperoleh gelar sarjana sains
Mengetahui,
Dekan
Drs. H. Marsusi, M.S NIP. 130 906 776
Ketua Jurusan Fisika
Drs. Harjana, M.Si., Ph.D NIP. 131 570 309
PERNYATAAN
STUDI PERBANDINGAN SPEKTRUM PROSENTASE TRANSMITANSI
LAPISAN TIPIS SPECTRUM 20% DAN SOLAR QUARD 60% HASIL UJI
MENGGUNAKAN MONOKROMATOR 270M DAN UV-VISIBLE
SPCTROFOTOMETER 1601PC
Eko Kristianto
M.0201026
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual skripsi ini adalah hasil
kerja saya dan sepengetahuan saya, hingga saat ini isi skripsi tidak berisi materi
yang telah dipublikasikan atau ditullis oleh orang lain atau materi yang telah
diajukan untuk mendapat gelar kesarjanaan di Universitas Sebelas Maret
Surakarta atau di Perguruan Tinggi lainnya kecuali telah dituliskan di daftar
pustaka skripsi ini dan segala bentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di
bagian ucapan terimakasih.
Surakarta,
(Eko Kristianto)
MOTTO
• Setiap pagi di Afrika seekor rusa bangun, ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat dari singa tercepat. Jika tidak ia akan terbunuh. Setiap pagi seekor singa bangun, ia tahu bahwa ia harus harus berlari lebih cepat dari rusa terlamban. Jika tidak ia akan mati kelaparan. Tidak penting apakah kita adalah sang rusa atau sang singa, saat matahari terbit sebaiknya kita mulai berlari.
(Pepatah Afrika)
• Ketika saya masih muda, bebas dan imajinasi saya tidak terbatas, saya bermimpi
bahwa saya dapat mengubah dunia. Sewaktu saya beranjak dewasa dan semakain bijaksana, saya menyadari bahwa dunia tidak akan berubah. Jadi saya memperkecil visi saya dan memutuskan untuk hanya mengubah negara saya. Namun inipun sama saja kelihatannya tidak dapat dirubah. Sewaktu usia saya semakin lanjut, dalm sebuah usaha terakhir saya berkomitmen untuk hanya mengubah keluarga saya, mereka yang dekat dengan saya. Tapi… ah… mereka tidak berubah juga. Dan sekarang menjelang ajal, baru saya menyadari Andaikan saja saya hanya mengubah diri saya dulu,kemudian saya menjadi contoh untuk perubahan dalam keluarga saya. Dari inspirasi dan dorongan mereka, saya mungkin akan dpat memperbaiki negara saya dan siapa tahu mungkin saya telah mengubah dunia.
(Sebuah tulisan yang terukir diatas batu nisan seorang pendeta Anglikan di Westminster Abby tahun 1100 A.D)
PERSEMBAHAN Karya kecil ini saya persembahkan kepada
• Ibu yang saya hormati Seandainya kupersembahkan dunia dan seisinya kepada Ibu, tentulah belum cukup untuk membalas setetes peluh yang telah Ibu keluarkan untuk merawat dan membesarkanku Tuhan Yang Maha Pengampun, ampunilah dan sayangilah Ibuku sebagaimana Ibu menyayangiku diwaktu kecil
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan
nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul “Studi perbandingan Prosentase Transmitansi Lapisan Tipis
Spectrum 20% dan Solar Quard 60% Menggunakan Monokromator 270M
dan UV-Visible Spektrofotometer 1601 PC“.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk kelulusan
tingkat sarjana strata satu pada jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan pernah terselesaikan
tanpa bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan beribu terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian Tugas Akhir ini, di
antaranya :
1. Dra. Riyatun, M.Si., sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan waktu
untuk membina dan memberikan bimbingan, arahan serta ide-ide kepada
penulis
2. Ahmad Marzuki, S.Si. Ph.D., sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan serta ide-ide kepada penulis.
Widya, Hany, Heni, Enny, Mami, Budhi, Grooom&Shida (U’re my best
friend), Kotrek, Koko, Edy, Aulia, Supri, Ivana, Ucup, Nina dan semua
teman-teman angkatan 2001…..
14. Kakak-kakak angkatan : Bang πiii, Pakdhe Cecep, Bang Kampret, Bos
Niplik, Bang Uthink, Pakdhe Keken, Bang Nanang, Koh Rian, etc…
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam tulisan
ini.
Semoga segala bentuk bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis mendapatkan pahala yang lebih baik disisi Tuhan Yang Maha Esa.
Tak ada gading yang retak, begitu juga dengan karya tulis ini yang masih
jauh dari sempurna. Untuk itu saran dan kritik untuk perbaikan sangat penulis
harapkan. Akhirnya, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberi
sumbangan kebaikan bagi perkembangan peradaban ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI Judul i Pengesahan ii Pernyataan iii Motto iv Persembahan v Kata pengantar vi Daftar isi viii Daftar gambar x Daftar tabel xi Daftar Lampiran xii Daftar Notasi xiii Inti sari xiv Abstract xv Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 2 1.3 Batasan Masalah 2 1.4 Tujuan Penelitian 3 1.5 Manfaat Penelitian 3 1.6 Sistematika Penulisan 3
Bab II Dasar Teori 5 2.1 Cahaya 5 2.1.1 Cahaya Tampak 5 2.1.2 Ultra Violet 7 2.2 Spektroskopik 7 2.2.1 Monokromator 8 2.2.2 Photon Counter 15 2.2.3 UV-Vis Spectograph 15 2.3 Transmisi Cahaya 16 Bab III Metodologi Penelitian 19 3.1 Metode Penelitian 19 3.2 Alat dan bahan Penelitian 20 3.2.1 Alat-Alat Penelitian 20 3.2.2 Bahan-Bahan Penelitian 20 3..3 Prosedur Penelitian 21 3.3.1 Prinsip Kerja Penelitian 21 3.3.2 Prosedur Percobaan 22 3.4 Diagram alir Penelitian 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan 24
4.1 Tempat dan waktu Penelitian 24 4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan 24 4.2.1 Pemilihan Sumber Cahaya Yang Digunakan 25 4.2.2 Metode dan Perhitungan T% Menggunakan Monokromator 27 4.2.3 Studi Hasil Perbandingan 30 4.2.4 Penentuan Koefisien Atenuasi Bahan (µ). 34 4.2.5 Pengaruh Ketebalan Bahan Terhadap Koefisien Atenuasi. 36 Bab V Kesimpulan 37 5.1 Kesimpulan 37 5.2 Saran 38 Daftar Pustaka 39 Lampiran
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Spektrum cahaya tampak berdasarkan panjang gelombang. 6 Gambar 2.1 Prisma kaca menguraikan cahaya putih. 6 Gambar 2.3 Dua tipe monokromator berdasar elemen pendispersi. 10 Gambar 2.4 Perbedaan dispersi pada monokromator. 12 Gambar 2.5 Mekanisme difraksi pada kisi echellete. 13 Gambar 2.6 Setting peralatan untuk menentukan intensitas. 17 Gambar 3.1 Sett-up alat-alat percobaan. 21 Gambar 3.2 Diagram alir percobaan. 23 Gambar 4.1 Perbandingan spektrum lampu deuterium dan tungsten. 26 Gambar 4.2 Perbandingan intensitas awal dan intensitas bahan uji. 28 Gambar 4.3 Gambar T% menggunakan monokromator. 29 Gambar 4.4 Grafik prosentase transmitansi. 30 Gambar 4.5 Grafik perbandingan T% sampel spectrum 20%. 31 Gambar 4.6 Grafik perbandingan T% sampel solar quard 60%. 32 Gambar 4.7 Grafik perbandingan Intensitas awal dan intensitas bahan. 34 Gambar 4.8 Grafik koefisien atenuasi bahan. 36
DAFTAR LAMPIRAN Gambar Monokromator 270M. Gambar Photon Counter. Gambar Hand Scan. Gambar Photon Counter beserta tombol pengoperasian. Tabel Hasil Perhitungan Koefisien Atenuasi Bahan Uji.
DAFTAR NOTASI n = Orde difraksi. λ = Panjang gelombang, nm. d = Jarak, m. i = Sudut datang. r = Sudut pantul. R = Daya pisah. N = Jumlah galur kisi. I = Intensitas bahan, AU. I0 = Intensitas awal, AU. µ = Koefisien atenuasi bahan, (1/mm). x = Tebal sampel, (mm). T% = Prosentase transmitansi, %.
STUDI PERBANDINGAN SPEKTRUM PROSENTASE TRANSMITANSI LAPISAN TIPIS SPECTRUM 20% DAN SOLAR QUARD 60% HASIL UJI
MENGGUNAKAN MONOKROMATOR 270M DAN UV-VISIBLE SPCTROFOTOMETER 1601PC
Intisari
Telah dilakukan studi perbandingan spectrum transmitansi Monokromator 270M Rapid Scanning Imaging Spectrograph/Monochromator menggunakan UV-Visible Spectrofotometer SHIMADZU 1601PC dengan membandingkan hasil prosentase transmitansi kedua alat. Pengukuran prosentase transmitansi(T%) Monokromator 270M didapatkan dengan cara mengukur intensitas awal(I 0) dan intensitas bahan uji (I). Dari kedua nilai intensitas tersebut dapat dihitung besarnya prosentase transmitansi(T%) menggunakan perumusan T% = I/I0 x 100 %. Hasil studi perbandingan kedua alat disajikan dalam bentuk grafik perbandingan T%.. Dari hasil studi perbandingan didapatkan hasil yang akurat untuk panjang gelombang cahaya tampak(381-740nm). Karena grafik yang terbentuk malar. Sedangkan untuk penentuan Koefisien atenuasi bahan uji( µ) dapat dicari dengan
penurunan persamaan Lambert-Beer yaitu x
IILn )/( 0−=µ dan didapatkan
nilai sebesar: ± 38/mm untuk sampel spectrum 20%, dan sebesar: ± 10/mm untuk sampel solar quard 60%.
Kata kunci : Intensitas awal(I0), Intensitas bahan uji(I), Prosentase transmitansi (T%), Persamaan Lambert-Beer, Koefisien Atenuasi Bahan (µ).
STUDY OF SPECTRUM TRANSMITANCE PERCENTAGE COMPARISON OF THIN FILM SPECTRUM 20% AND SOLAR QUARD 60% RESULT
TEST TO USE THE MONOKROMATOR 270M AND UV-VISIBLE SPCTROFOTOMETER 1601PC.
Abstract
It have been done comparison Monokromator 270M Rapid Scanning Imaging
Spectrograph / monochromator use the UV-VISIBLE Spectrofotometer SHIMADZU 1601PC by comparing result of both transmitant percentage appliance. Measurement of this percentage of transmittance (T%) Monokromator 270M got by measuring initial intensity( I0 ) and materials intensity test the ( I). From both the intensity value countable the level of the percentage of transmitansi(T%) using the formulation T = I / I0 x 100 %. Both comparison result of appliance presented in the form of graph of comparison T%. From comparison result got an accurate result for the wavelength of visible light (381-740nm). Because graph formed is continu. While for the determination of Coefficient of attenuation of materials (µ) can be searched with the deferential of
Lambert-Beer equation whichx
IILn )/( 0−=µ and got the value equal to ± 38 / (1/mm) for
the sampel of spectrum 20% and equal to ± 10 / (1/mm) for the sampel of solar quard 60%.
Keyword :Initial intensity(I0 ), Material intensity(I), Transmitance percentage ( T%), Lambert-Beer equation, Coefficient of attenuation(µ).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kenyataannya cahaya umumnya merupakan cahaya yang bersifat
polikromatis, yaitu cahaya yang terdiri dari banyak panjang gelombang.
Gelombang cahaya dapat mengalami fenomena fisika yaitu transmisi.
Kata transmisi pasti menyangkut tentang seberapa besar atau kecilnya
intensitas yang dapat dilewatkan oleh suatu medium jika medium tersebut
berinteraksi dengan cahaya. Untuk mengetahui ukuran intensitas suatu
cahaya dapat digunakan seperangkat alat spektroskopi yang hasilnya dapat
dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang. Seperangkat alat
spektroskopi tersebut adalah monokromator.
Monokromator adalah suatu instrumen optis yang berfungsi secara spesifik untuk
memilih dan memilah panjang gelombang dari suatu berkas cahaya atau
mengarahkan rentang panjang gelombang tertentu melalui celah keluaran
dengan tingkat kemurnian spektral yang tinggi sesuai dengan yang
diinginkan (Pedrotti, 1993).
Monokromator yang ada di Sub Laboratorium Fisika Laboratorium Pusat
Universitas Sebelas Maret Surakarta yaitu tipe 270M Rapid Scanning Imaging
Spectrograph/Monochromator. Monokromator ini mempunyai sumber lampu
yang berada diluar sistem (tidak include), sehingga sumber lampu yang digunakan
pada penelitian bisa beragam tergantung dari kebutuhan. Namun demikian hasil
pengukuran dari monokromator ini haruslah dibandingkan dengan alat ukur yang
lain. Dengan melihat fungsi dasar kerja yang dimiliki oleh monokromator, maka
digunakan seperangkat alat spektografi lain yaitu UV-Vis Spectograph untuk
membandingkan hasil monokromator.
UV-Vis Spectograph yang digunakan sebagai pembanding adalah UV-Vis
Spectograph tipe UV-1601PC UV-Visible Spectrofotometer SHIMADZU yang
terdapat di Sub Laboratorium Biologi. UV-Vis Spectograph tersebut dipilih karena
merupakan UV-Vis Spectograph yang digunakan untuk meneliti sampel padat,
karena sampel yang diteliti pada penelitian ini merupakan sampel padat.
1.2 Perumusan Masalah
Akan dibandingkan bagaimana hasil spektrum prosentase transmitansi
dengan monokromator dibandingkan dengan UV-Vis Spectograph tentang
seberapa akuratnya, keunggulan dan kekurangannya.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini hanya dibatasi dengan :
1. Sampel yang digunakan adalah : spectrum 20% dan solar quard 60%.
2. Panjang gelombang yang diambil sebagai sumber cahaya adalah pada
panjang gelombang cahaya tampak dan ultraviolet (UV),
menggunakan sumber cahaya lampu merkuri Phillips 160 W.
3. Pembanding yang digunakan sebagai perbandingan adalah spektrum
T%.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk studi hasil spektrum transmisi
menggunakan monokromator dan UV-Vis Spectograph dengan
cara membandingkan hasil prosentase transmitansi (T%) kedua
alat tersebut.
2. Menentukan besarnya koefisien atenuasi bahan (µ).
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan selesainya penelitian ini diharapkan seperangkat alat monokromator dapat
dimanfaatkan untuk keperluan spektroskopi lainnya.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memperjelas dan mempermudah penyusunan laporan tugas akhir ini
maka secara ringkas sistematika penulisannya disusun dalam 5 bab yang meliputi:
BAB I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang penelitian,
perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan judul
penelitian yaitu tentang pembagian cahaya menurut panjang
gelombang, metode spektroskopi yang mencakup
monokromator, photon counter, dan UV-Vis Spectograph serta
BAB III Metodologi penelitian, pada bab ini dijelaskan tentang metode
penelitian yang dipakai, alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian serta diagram alir penelitian.
BAB IV Hasil dan pembahasan, dalam bab ini dilaporkan tentang waktu
dan tempat penelitian, data hasil pengamatan yang berupa
panjang gelombang dan intensitas yang disajikan dalam bentuk
grafik. Hasil dari pada penelitian menggunakan monokromator
akan dibandingkan dengan alat ukur yang lain yaitu
menggunakan UV-Vis Spectograph. Setelah menentukan
transmitansinya maka ditentukan besarnya koefisien atenuasi
bahan uji.
BAB V Penutup, berisi kesimpulan dari semua proses penelitian yang
telah dilakukan disertai beberapa saran untuk perbaikan
penelitian selanjutnya. Kemudian lembar akhir laporan tugas
akhir ini ditutup dengan daftar pustaka dan lampiran.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Cahaya
Segala hal yang ada di dunia ini dapat dilihat karena adanya cahaya. Tanpa
cahaya, tentunya manusia tidak bisa melihat apapun. Jadi sebagian besar
pengetahuan mengenai dunia ini didapatkan melalui cahaya. Dengan
bertambahnya pengetahuan mengenai cahaya, bertambah pula pengetahuan
mengenai dunia ini. Semakin canggih teknologi optik (teknologi yang berurusan
dengan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan cahaya) semakin banyak pula
pengetahuan yang bisa digali mengenai alam ini.
2.1.1 Cahaya Tampak
Cahaya tampak merupakan cahaya yang memiliki rentang (range) panjang
gelombang tertentu yang dapat dilihat oleh mata manusia secara telanjang. Dalam
ilmu fisika, warna-warna lazim diidentifikasikan dari panjang gelombang. Merah
misalnya, memiliki panjang gelombang sekitar 625 - 740 nm, dan biru sekitar 435
- 500 nm. Kumpulan warna-warna yang dinyatakan dalam panjang gelombang
(biasa disimbolkan dengan λ) ini disebut spektrum warna. Gambar (2.1)
memperlihatkan tentang bagaimana rentang spektrum warna dasar yang lazim di
lihat sehari-hari.
Gambar 2.1 Spektrum cahaya tampak berdasarkan panjang gelombang.
(Young dan Freeman, 1995)
Warna-warna ini adalah komponen dari cahaya putih yang disebut cahaya
tampak (visible light) atau gelombang tampak. Komponen lainnya adalah cahaya
yang tak tampak (invisible light), seperti inframerah merah dan ultraviolet.
Sinar putih yang biasa kita lihat (visible light) terdiri dari semua
komponen warna dalam spektrum di atas, tentu saja ada komponen lain yang tidak
terlihat. Alat paling sederhana yang sering dipakai untuk menguraikan warna
putih adalah prisma kaca seperti dalam Gambar (2.2).
Gambar 2.2 Prisma kaca menguraikan cahaya putih yang datang menjadi komponen-
komponen cahayanya. (febdian.net, 2006).
2.1.2 Ultra Violet
Istilah ultraviolet berarti “melebihi ungu” sedangkan apabila diambil
artinya dari bahasa Latin ultra memiliki arti “melebihi”, sedangkan ungu
merupakan warna dari panjang gelombang paling pendek dari cahaya sinar
tampak (visible light). Ultraviolet adalah radiasi elektro magnetis dengan panjang
gelombang yang lebih pendek dari daerah dengan sinar tampak, namun lebih
panjang dari sinar-X yang kecil. Radiasi ultraviolet dapat dibagi menjadi hampir
UV dengan panjang gelombang antara (380-200 nm),dan UV vakum yang
memiliki panjang gelombang (200-10 nm). Ketika mempertimbangkan pengaruh
radiasi ultraviolet terhadap kesehatan manusia dan lingkungan maka jarak panjang
gelombang ultraviolet dibagi lagi menjadi UV-A yang memiliki panjang
gelombang antara (380-315 nm) yang juga disebut sebagai gelombang panjang
atau black light. UV-B dengan panjang gelombang antara (315-280 nm) yang juga
disebut sebagai gelombang medium (medium wave), dan terakhir adalah UV-C
dengan panjang gelombang (280-10 nm) yang sering disebut sebagai gelombang
pendek (short wave). (febdian.net, 2006).
2.2. Spektroskopik
Kata spektroskopik tentunya tidak luput dari kata spektrum. Dalam
mengamati peristiwa spektroskopi dapat digunakan alat yang mempunyai metode
spektroskopis, alat tersebut sering dikenal sebagai spektrofotometer.
Spektrofotometer adalah gabungan dari suatu alat yang terdiri dari spektroskopi
dan fotometer. Spektroskopi menghasilkan sinar dengan panjang gelombang (λ)
tertentu dan fotometer merupakan alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif
jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
gelombang.
Komponen-komponen penting dalam spektrofotometer :
a. Sumber radiasi yang kontinu, meliputi daerah spektrum dimana instrumen
yang bersangkutan dirancang agar dapat beroperasi dengan optimum.
b. Monokromator yang memiliki fungsi untuk memperoleh sumber sinar
monokromatis.
c. Detektor, Detektor fotolistrik digunakan dalam daerah cahaya tampak dan
ultra violet. Disini digunakan detektor pengganda foton PMT (Photo
Multiplier Tube) yang lebih peka dari tabung cahaya biasa (Photo Tube)
karena penguatan yang sangat besar dalam tabung. PMT mempunyai
serangkaian elektrode, masing-masing pada suatu potensial yang secara
progesif lebih positif dari katoda yang disebut dinoda.
d. Piranti baca, karena energi gelombang elektro magnetik (GEM) telah diubah
dalam bentuk sinyal listrik maka pembacaan keluaran dari detektor digunakan
alat ukur listrik. (Riyatun dan Yahya,I, 2001)
2.2.1 Monokromator
Cahaya yang berasal dari lampu masih berupa cahaya polikromatis yang
terdiri dari banyak panjang gelombang cahaya. Kemudian cahaya tersebut
diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan
filter cahaya pada photometer. Monokromator atau filter optik ini mengubah
cahaya polikromatis menjadi monokromatis. Untuk beberapa metode
spektroskopi, diperlukan proses scanning spektrum yaitu merubah panjang
gelombang secara kontinu di sekitar range sebenarnya.
a. Bagian-bagian monokromator
Monokromator didesain untuk spektral scanning. Monokromator pada
umumnya terdiri dari:
a) Celah masuk (entrace slit) berfungsi sebagai jalan masuk bagi seberkas
cahaya yang berasal dari sumber radiasi.
b) Prisma dan kisi atau (grating) berfungsi sebagai pendispersi radiasi agar
didapatkan resolusi yang baik dari radiasi tersebut.
c) Celah keluar (exit slit) berfungsi sebagai jalan keluar bagi cahaya dari
monokromator dan memisahkan pita spektral yang diinginkan.
d) Cermin pengkolimasi untuk menghasilkan berkas radiasi paralel.
e) Cermin pemfokus yang berfungsi untuk membentuk kembali bayangan
dari celah masuk dan memfokuskan pada permukaan planar yang
dinamakan bidang fokus.
Jenis monokromator ada yang berupa kisi dan lensa prisma. Jika
menggunakan kisi dan lensa prisma, cahaya polikromatis akan membentuk
spektrum cahaya setelah melewatinya. Sedang yang menggunakan filter optik
biasanya berupa lensa berwarna tertentu, yang berfungsi hanya melewatkan
cahaya tertentu saja sesuai dengan warna lensanya. Ada banyak lensa warna
dalam satu alat yang digunakan sesuai dengan jenis penelitian. Adapun kedua
elemen pendispersi dapat ditunjukkan pada Gambar (2.3) berikut ini :
(2.3a)
(3.2b)
Celah masuk Celah keluar
Gambar 2.3. Dua tipe monokromator berdasar elemen pendispersi
(a) dan (b) prisma bunsen (c) gratting Czerney-Turner.
Sebagai penjelasan dari gambar, radiasi ini masuk monokromator melalui
celah masuk, dikolimasi dan kemudian mengenai permukaan elemen pendispersi.
Untuk monokromator yang menggunakan kisi, dispersi sudut panjang gelombang
dihasilkan dari difraksi yang terjadi pada permukaan yang memantulkan cahaya.
Cermin cekung
Bidang fokus
Celah masuk Celah keluar
Lensa pengkolimasi
Prisma
Lensa pemfokus
(2.3c) Gratting
Untuk monokromator yang menggunakan prisma, pembiasan pada dua permukaan
menghasilkan dispersi sudut dari radiasi. Dalam kedua desain, radiasi yang
terdispersi difokuskan pada bidang fokus yang terletak pada celah keluar. Dengan
memutar elemen pendispersi maka muncul bayangan yang dapat difokuskan pada
celah keluar.
Monokromator dengan kisi dapat memberikan pemisahan panjang gelombang
yang lebih baik untuk elemen pendispersi dengan ukuran sama dan radiasi
terdispersi secara linear (posisi pita sepanjang bidang fokus berubah secara linear
sesuai dengan panjang gelombangnya) sepanjang bidang fokus. Kisi untuk daerah
ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari 300-200 galur/mm, sedangkan untuk
daerah inframerah kisi terdiri dari 10-200 galur/mm. Sebaliknya monokromator
dengan prisma, panjang gelombang yang lebih pendek terdispersi sampai derajad
yang besar daripada panjang gelombang yang lebih besar. (Day, 1980 ).
Dengan monokromator prisma, suatu lebar tertentu tidak menghasilkan
derajat monokromatisitas yang sama pada seluruh spektrum. Ketergantungan
dispersi suatu prisma terhadap panjang gelombang adalah sedemikian rupa hingga
panjang gelombang pada spektrum tidak tersebar secara uniform. Dispersinya
lebih besar untuk panjang gelombang yang lebih pendek, dan karenanya celah
lebih lebar disini dapat mencapai derajat kemurnian spektral yang sama seperti
yang akan dicapai dengan celah yang lebih sempit pada panjang gelombang yang
lebih panjang. (Day, 1980 ).
λ, nm
a. Kisi
200 600 500 700 800 300 400
200 350 400 450 500 600 800
λ, nm
b. Prisma
Gambar 2.4 Perbedaan dispersi pada monokromator dengan kisi dan prisma.
b. Konfigurasi Czerny-Turner
Gambar (2.3c) diatas menunjukkan suatu sistem spektrometer gratting
Czerny-Turner. Cahaya dari celah masuk (entrance slit) diarahkan dan
dipantulkan oleh cermin cekung pertama, dimana kemudian cahaya terkolimasi
mengenai kisi (gratting). Selanjutnya cahaya terdifraksi mengenai cermin cekung
kedua, dimana kemudian spektrum cahaya difokuskan melewati celah keluar (exit
slit). Satu kisi difraksi (refleksi) dibuat dengan menggoreskan pada permukaan
logam yang digilapkan, seperti aluminium, sejumlah garis paralel. Untuk daerah
inframerah ada sekitar 1500 hingga 2500 garis/inci, untuk daerah ultraungu dan
tampak ada sekitar 1500 hingga 30.000 garis/inci. Apabila cahaya dipantulkan
dari permukaan ini, maka yang mengenai goresan tersebar oleh hamburan, bagian
yang tidak tergores memantulkan secara beraturan, bekerja sebagai sumber cahaya
sendiri-sendiri. Keadaan saling menindih gelombang-gelombang dari sumber-
sumber ini menyebabkan suatu pola interferensi yang menghasilkan dispersi dari
cahaya yang dipantulkan menjadi panjang gelombang komponen-komponennya.
Galur (grooved/blazed) mempunyai permukaan yang relatif lebar di
terjadinya pemantulan dan menyempit pada permukaan yang tidak terjadi
pemantulan. Geometri ini memberikan efisiensi difraksi radiasi yang tinggi.
Masing-masing permukaan yang lebar dianggap sebagai sumber titik dari radiasi,
Serapan
sehingga interferensi diantara berkas yang dipantulkan dapat terjadi. Untuk dapat
terjadi interfernsi konstruktif, maka panjang lintasannya berbeda sebesar kelipatan
integral n dari panjang gelombang berkas sinar datang. (Douglas, 1998).
3 2
2 1
1 r
i C D
A d B
Gambar 2.5 Mekanisme difraksi pada Gratting.
Dari gambar (2.5) di atas, berkas paralel dari radiasi monokromatis 1 dan 2
mengenai kisi dengan sudut datang i terhadap normal kisi. Interferensi konstruktif
maksimum terjadi pada sudut pantul r. Terlihat bahwa berkas 2 mempunyai
lintasan yang lebih panjang dari berkas 1 dan perbedaan lintasannya sebesar
(CB + BD ). Sehingga agar terjadi interferensi konstruktif maka perbedaaan
lintasan harus sama dengan nλ.
nλ = (CB + BD )…………………….(2.1)
dengan n adalah orde difraksi, (sudut CAB = sudut i dan sudut DAB = sudut r ).
Dari hubungan trigonometri diperoleh:
nλ = d(sini + sinr)…………………….(2.2)
dengan d adalah jarak antara dua permukaan pemantul.
c. Daya pisah (resolving power) monokromator
3 Berkas monokromatik pada sudut datang i
Berkas terdifraksi pada sudut pantul r
Untuk membedakan gelombang-gelombang cahaya yang panjang
gelombang-panjang gelombangnya sangat dekat satu sama lain, maka maksimum-
maksimum dari panjang gelombang-panjang gelombang ini yang dibentuk oleh
kisi haruslah sesempit mungkin, dinyatakan dengan cara lain, maka kisi tersebut
harus mempunyai daya pisah R yang tinggi, yang didefinisikan dari
R = λ
λ∆
…………………….(2.3)
dengan λ adalah panjang gelombang rata-rata dari dua garis spektrum yang hampir
tidak dikenal sebagai terpisah (yang berdekatan) dan Δλ adalah perbedaan panjang
gelombang diantara kedua garis spektrum tersebut. Semakin kecil Δλ, maka
semakin dekatlah garis-garis tersebut dan masih dapat dipisahkan; maka daya
pisah R dari kisi monokromator akan semakin besar. Untuk mencapai daya pisah
yang tinggi maka harus dibuat jumlah kisi lebih banyak (Halliday dan Resnick, 1993).
Daya pisah R untuk sebuah kisi grating dapat dituliskan sebagai berikut :
R = nN……………………...(2.4)
dengan n adalah orde difraksi dan N adalah jumlah galur kisi yang disinari oleh
radiasi dari celah masuk. Daya pisah yang baik dikarakterisasikan oleh kisi yang
lebih panjang, jarak antar galur yang kisi yang lebih kecil dan orde difraksi yang
lebih tinggi (Pedrotti, 1993 dalam Triyono, 2006).
2.2.2 Photon Counter
Photon counter merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencacah dan
menampilkan besarnya intensitas dari seberkas cahaya pada setiap panjang
gelombang tertentu. Pada penelitian ini digunakan photon counter model C5410
dari HAMAMATSU. Selama proses scanning berjalan berkas cahaya yang masuk
ke monokromator diteruskan ke PMT (Photon Multiplier Tube) yang berfungsi
untuk memperkuat sinyal masukkan dari suatu berkas cahaya walaupun sekecil
apapun, kemudian sinyal ini diteruskan menuju ke photon counter dimana sinyal
ini diproses menjadi tampilan spektrum dari berkas cahaya sumber radiasi. Disini
photon counter tidak begitu dibahas secara men-detail karena fungsi dari pada
photon counter disini hanya untuk menampilkan hasil output dari intensitas yang
berasal dari monokromator. Gambar mengenai photon counter beserta tombol-
tombol pengoperasian terdapat pada lampiran (No. 2).
2.2.3 UV-Vis Spectograph
Uv-Vis spektroskopi merupakan cara pengukuran dari sebuah panjang gelombang
dengan intensitas penyerapan yang dimiliki oleh ultraviolet dan cahaya
tampak dari sebuah sampel. Ultraviolet dan cahaya tampak memiliki
cukup energi untuk meloncatkan elektron terluar menuju level energi yang
lebih tinggi. UV-Vis spektroskopi biasanya digunakan untuk molekul-
molekul dan ion bebas maupun kompleks. UV-Vis spectograph
mempunyai tampilan yang terbatas untuk identifikasi sampel, tetapi sangat
berguna untuk pengukuran kuantitatif. Analisis dan penyelesaian dapat
ditentukan melelui pengukuran penyerapan untuk beberapa panjang
gelombang dengan menerapkan Hukum Lambert-Beer.
Sumber cahaya yang digunakan pada UV-Vis spectograph biasanya adalah lampu
deuterium untuk pengukuran ultraviolet dan lampu tungsten untuk
pengukuran cahaya tampak.
2.3 Transmisi cahaya.
Didalam sebuah fotometer optik, seberkas cahaya yang terfokus secara
sempurna digunakan untuk menembus suatu medium tertentu. Sebuah sel silikon
fotolistrik mengukur hasil intensitas cahaya. Perubahan dalam intensitas cahaya
disebabkan oleh penyerapan cahaya dan / atau hamburan cahaya yang dilukiskan
oleh hukum Lambert-Beer.
Hukum Lambert-Beer dapat digunakan secara matematis untuk
menyatakan tentang bagaimana sebuah cahaya diserap oleh suatu materi. Hukum
itu menyatakan bahwa jumlah cahaya yang muncul dari sebuah sampel yang
disinari oleh seberkas cahaya akan mengalami pengurangan karena adanya tiga
fenomena fisika :
• Jumlah dari materi yang terserap dalam konsentrasinya (concentration).
• Jarak cahaya yang melewati ketebalan sampel (Optical Path Length OPL).
• Kemungkinan bahwa foton dari panjang gelombang partikuler akan
diserap oleh materi (absorptivity or extinction coefficient).
Dari ketiga fenomena tersebut maka apabila dinyatakan dalam persamaan Lambert-Beer adalah sebagai berikut
xeII µ−= 0 ........................(2.5) Konsekwensinya, intensitas seberkas cahaya akan berkurang secara eksponensial jika radiasi melewati bahan berketebalan x (Krane, 1988,hal 207-209, dalam Riyatun dan Yahya,I , 2001). Jika perbandingan intensitas sesudah melewati bahan dibandingkan dengan sebelum melewati bahan setebal x maka dapat dihitung µ yang merupakan koefisien atenuasi linier dari bahan. Dengan adanya perbedaaan hasil intensitas sebelum dan sesudah melewati bahan maka dapat ditentukan besarnya transmitansi yang dimiliki oleh bahan. Adapun setting yang dilakukan untuk menentukannya dapat ditunjukkan pada gambar (2.6).
Gambar 2.6 Setting peralatan untuk menentukan besarnya intensitas cahaya.
(elchem.kaist.ac.ar, 2006).
Sebuah perangkat monokromator memilih sebuah panjang gelombang
partikuler. Sampel yang dipakai dapat diletakkan pada cuvette. Cahaya dari lampu
akan melewati cuvette dan mengenai perangkat phototube. Sinyal yang dapat
dideteksi oleh phototube akan dicatat oleh piranti pencatat.
Dari gambar (2.6) dapat dilihat adanya intensitas cahaya yang berasal dari sumber
cahaya (Tungsten Lamp) sebelum melewati sampel maka akan diperoleh besarnya
intensitas sebesar ( I0 ), sedangkan setelah cahaya melewati sampel diperoleh
intensitas sebesar ( I ).
Dalam pendekatan secara sederhana transmitansi dapat dinyatakan sebagai
perbandingan intensitas radiasi seberkas cahaya sesudah melewati sebuah
sampel terhadap intensitas radiasi seberkas cahaya sebelum melewati
sebuah sampel. Untuk mempermudahkannya transmitansi diberi simbol T.
Transmitansi biasanya disajikan dalam bentuk prosentase, untuk
menentukan besar prosentasenya dapat dihitung dengan perumusan sebagai
berikut : T% = I/I0 x 100 %. (elchem.kaist.ac.ar, 2006)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Proses penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan, adapun sistematika
pelaksanaannya meliputi :
• Persiapan.
• Setting peralatan.
• Pengambilan data.
• Pengolahan data.
• Pembuatan laporan.
Penelitian yang dilakukan merupakan kajian ilmiah yang berupa penelitian
mengenai besarnya cacahan intensitas yang ditunjukkan oleh photon counter
setelah seberkas gelombang cahaya polikromatis yang memasuki celah masuk
pada monokromator diubah menjadi cahaya yang bersifat monokromatis yang
memiliki panjang gelombang tertentu, dan besarnya intensitas diukur sebelum dan
sesudah melewati sebuah sampel.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat-Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari :
Tabel 3.1 Alat-alat penelitian No. Nama Spesifikasi Peruntukan
1. Monokromator 270 M rappid Scanning
Memilih dan memilah gelombang cahaya yang masuk.
2. Photon Counter Hamamatsu C 5410 Mencacah foton yang masuk.
3. Hand Scan ISA Jobin Yvon-Spex Mengatur panjang gelombang yang ingin ditampilkan.
4. PMT - Pengganda foton.
5. Lensa Dobel Cembung Pemfokus cahaya yang masuk ke monokromator.
6. UV-Visible Spektrofotometer Shimadzu 1601 PC
Pembanding grafik prosentase transmitansi (T%).
3.2.2 Bahan-Bahan Penelitian
Sedangkan bahan yang diuji didalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.2 Bahan-bahan penelitian No. Nama Spesifikasi Peruntukan
1 Sumber Cahaya Lampu Mercury Philips elekton 160 W
Sebagai sumber cahaya pada penelitian.
2 Sampel Thin film (spectrum 20% dan solar quard 60%) Sebagai objek pengujian.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini dapat ditunjukkan pada gambar yang
terdapat pada lembar lampiran.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Prinsip Kerja Penelitian
Penelitian ini berdasarkan pada bagaimana sebuah cahaya mengalami
peristiwa transmisi. Dari peristiwa tersebut maka akan diteliti tentang bagaimana
transmisi cahaya jika melewati dan tanpa melewati sebuah medium tertentu.
Dengan adanya perbandingan dari kedua hal tersebut maka dapat ditentukan
besarnya prosentase transmitansi dari sebuah sampel, serta dapat pula diketahui
bagaimanakah kinerja dari alat yang digunakan pada penelitian ini dan
membandingkannya dengan alat lain yaitu (UV-Vis Spectograph) yang memiliki
metode yang sama .
3.3.2 Prosedur Percobaan
Sebelum mengambil data, peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian dirangkai seperti ditunjukkan gambar berikut ini :
Gambar 3.1 Gambar Sett-up alat-alat percobaan.
Kemudian rangkaian peralatan tersebut dihubungkan dengan catu daya
PLN dan menghidupkan masing-masing komponen, baik monokromator, photon
counter, hand scan, dan sumber cahaya (lampu merkuri).
Catu daya PLN Hand scan Monokromator
PMT
Photon Counter Sampel Lensa dobel cembung
Sumber cahaya
Setelah semua komponen berfungsi dengan baik, kemudian diatur
cahayanya agar mengenai lensa dobel cembung, hal ini bertujuan agar cahaya
dapat difokuskan sebelum memasuki celah masuk (entrance slit). Jika sudah
diperoleh cahaya yang telah memasuki monokromator (cahaya yang telah
terfokus) maka dapat diatur berapa panjang gelombang yang ingin ditampilkan
pada photon counter dengan cara mengaturnya melalui hand scan, pada percobaan
ini hand scan diatur pada panjang gelombang cahaya tampak (330-740 nm) dan
pada panjang gelombang ultraviolet (124-380 nm).
Photon counter yang memiliki fungsi sebagai pencacah foton akan
menampilkannya dalam bentuk grafik antara intensitas versus panjang
gelombang, dari grafik tersebut maka dapat dicatat hasilnya. Dengan cara yang
sama percobaan tersebut dapat diulangi untuk percobaan yang menggunakan
sampel.
Dari hasil percobaan yang dilakukan selanjutnya akan dianalisis
bagaimana transmisi cahaya sesudah melewati sampel, serta ditentukan besarnya
prosentase transmitansi dari bahan yang diuji. Setelah besarnya prosentase
transmitansi ditemukan, kemudian dibandingkan dengan hasil prosentase
transmitansi menggunakan seperangkat alat lain yaitu UV-Vis Spectrofotometer.
Persiapan
Setting peralatan
Pengambilan data
Pengolahan data
Pembandingan dengan pengukuran menggunakan
UV-Vis Spectograph
Selesai
3.4 Diagram Alir Penelitian
Secara garis besar rangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat
digambarkan dalam diagram alir berikut ini :
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Tempat dan Waku Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Sub. Lab. Fisika, khususnya pada ruang
Optika, Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian dimulai tanggal 18 April 2006 dan selesai tanggal 20 Mei 2006.
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Penelitian yang dilakukan pertama kali adalah menentukan besarnya
intensitas yang masuk pada monokromator. Hasil pengamatan monokromator
dapat ditampilkan pada piranti baca yaitu photon counter. Karena pada
pembacaan (photon counter) untuk panjang gelombang masih dalam satuan (byte)
maka perlu diubah terlebih dahulu kedalam satuan panjang gelombang (nm).
Konversi dari satuan (byte) menjadi satuan (nm) dapat dicari dengan perhitungan
berikut ini.
Time Resolved (sec) : Gate time (msec) * 1024 (byte)..................(4.1)
∆λ : Speed scan (nm/sec) * Time resolved (sec)............................(4.2)
Gate time pada penelitian adalah 50 msec dan Speed scan adalah 8 nm/sec.
∆λ merupakan range panjang gelombang yang diinginkan, untuk menentukan
panjang gelombang yang digunakan dalam grafik tinggal menjumlahnya dengan
panjang gelombang awal (λ0). Maka didapatkan, λ : λ0 + ∆λ.
24
4.2.1 Pemilihan sumber cahaya yang digunakan.
Pada penelitian ini digunakan pembanding UV-Vis Spectrofotometer. Oleh karena
itu maka harus diketahui terlebih dahulu lampu spektral yang digunakan
pada UV-Vis Spectrofotometer. Sumber cahaya yang digunakan pada UV-
Vis spectograph adalah lampu deuterium untuk pengukuran ultraviolet
dan lampu tungsten untuk pengukuran cahaya tampak. Berikut adalah
pembahasan tentang kedua lampu. Lampu tungsten halogen biasa dipakai
sebagai sumber cahaya tampak. Lampu ini menghasilkan cahaya tampak
dalam daerah panjang gelombang 350 - 2500 nm. Untuk keperluan
spektroskopi cahaya tampak, hanya daerah 350 - 800 nm saja yang
dimanfaatkan. Lampu tungsten halogen terbuat dari tabung kuarsa yang
berisi filamen tungsten dan sejumlah kecil iodine. Filamen tungsten itu
tidak lain adalah sebuah resistor (serupa dengan bola lampu untuk
pemakaian rumah/kantor). Ketika filamen dialiri arus maka energi listrik
tersebut diubah menjadi energi panas. Suhu dari filamen bisa mencapai
lebih dari 2000 °C. Pada suhu yang sedemikian tinggi tersebut, energi
panas (radiasi) dan cahaya terpancar dari filamen tadi. Karena energi
cahaya yang dihasilkan sebanding dengan pangkat empat dari tegangan
yang diberikan, stabilitas sumber tegangan sangatlah penting untuk
mendapatkan energi cahaya yang konstan.
Lampu deuterium (D2) biasa dipakai sebagai sumber cahaya ultraviolet.
Lampu ini dapat menghasilkan cahaya dalam daerah 160-380 nm. Lampu ini
harus dibungkus oleh tabung gelas khusus terbuat dari kuarsa atau silika karena
panas yang dihasilkan oleh lampu itu sendiri dan menghindari penyerapan cahaya
dengan panjang gelombang pendek. Gelas biasa menyerap cahaya dengan panjang
gelombang lebih pendek dari 350 nm. (sentraBD.com/main/info, 2006).
Gambar di bawah ini menunjukkan bentuk kedua lampu tersebut dan
spektrum cahaya yang dihasilkannya. Kombinasi kedua lampu itu mencakup
daerah panjang gelombang dari 200 nm hingga 900 nm.
Gambar 4.1 Gambar perbandingan spektrum lampu deuterium dan lampu tungsten
Dengan melihat pertimbangan dari kedua lampu yang dipakai pada UV-Vis
Spektrofotometer tersebut. Maka untuk memperoleh sumber cahaya yang
mempunyai rentang panjang gelombang cahaya tampak dan ultraviolet dapat
digunakan lampu merkuri. Hal itu dikarenakan lampu merkuri sering digunakan
sebagai sumber ultravioet, dan lampu merkuri juga memiliki gelombang cahaya
tampak. Intensitas yang muncul terdapat pada rentang panjang gelombang antara
(280-740) nm. Jadi lampu merkuri tersebut memenuhi standar jika digunakan
pada panjang gelombang cahaya tampak dan ultraviolet.
4.2.2 Metode dan perhitungan T% menggunakan monokromator.
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada hukum Lambert-Beer.
Seperti yang telah diketahui bahwa gelombang cahaya dapat mengalami empat
fenomena yaitu transmisi (transmission), pantulan (reflection), penyerapan
(absorbtion), dan hamburan (scattering). Pada percobaan ini hanya ditekankan
pada bagaimana transmisi sebuah cahaya terhadap suatu medium tertentu.
Cahaya dapat bertransmisi setelah dijatuhkan pada suatu medium.
Besarnya transmisi tergantung pada jumlah konsentrasi materi penyerap. Untuk
menentukan seberapa besarnya transmisi cahaya, dapat digunakan seperangkat
peralatan optik yaitu monokromator.
Pada penelitian ini cahaya yang berasal dari sumber cahaya akan
difokuskan menggunakan lensa dobel cembung (biconveks). Setelah cahaya sudah
terfokus cahaya tersebut memasuki celah masuk (entrace slit) pada mono
kromator. Didalam monokromator cahaya akan terpilah sesuai dengan panjang
gelombang yang diinginkan. Cahaya yang telah terpilah akan keluar melalui celah
keluaran (exit slit) dan dapat diketahui besarnya intensitas gelombang cahaya
yang masuk melalui piranti baca yaitu photon counter. Dari percobaan yang
dilakukan tersebut didapatkan hasilnya yaitu intensitas awal yang dinyatakan
sebagai ( I0 ). Dengan metode yang sama dalam mencari besarnya intensitas awal
maka besarnya intensitas cahaya yang dapat ditransmisikan oleh suatu bahan uji
dapat ditentukan melalui cara yang sama dengan meletakkan bahan uji diantara
lensa dobel cembung dan monokromator. Intensitas cahaya setelah melewati
bahan uji yang terbaca dinyatakan sebagai intensitas bahan ( I ).
Setelah mendapatkan kedua hasil tersebut maka dapat ditentukan besarnya
prosentase transmitansinya dengan perumusan :
%T = I/I0 x 100 %...................(4.3)
Sesuai dengan metode perhitungan dan hasil poenelitian, besarnya T%
dapat dicari dengan membandingkan hasil kedua grafik intensitas. Perbandingan
kedua intensitas (intensitas awal dan intensitas bahan uji) dapat dicari dengan
membandingkan tiap-tiap intensitas yang terbentuk pada grafik pada tiap-tiap
panjang gelombang. Perbandingan grafik intensitas awal dan intensitas bahan uji
disajikan pada gambar (4.2) dibawah ini.
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
280 330 380 430 480 530 580 630 680 730
non sampel spect 20% s.quard 60%
Panjang gelombang (nm)
Intensitas (AU)
Gambar 4.2 Gambar perbandingan intensitas awal dan intensitas bahan uji.
Agar hasil monokromator dapat dibandingkan dengan hasil UV-Vis
Spectograph, maka hasilnya harus dibuat dalam bentuk T% terlebih dahulu. Dari
hasil grafik intensitas maka data diolah agar tersaji menjadi T%. Pengolahan data
dapat dihitung menggunakan persamaan (4.3). Data yang sudah berupa T%
kemudian dibuat grafik menjadi grafik panjang gelombang vs T%. Dibawah ini
adalah grafik panjang gelombang vs T% untuk sampel spectrum 20% dan sampel
solar quard 60% hasil menggunakan monokromator 270M.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
280 330 380 430 480 530 580 630 680 730
spect 20% s.quard 60%
Panjang Gelombang
T%
Gambar 4.3 Gambar grafik T% menggunakan monokromator.
Sedangkan grafik spektrum prosentase transmitansi (T%) menggunakan
UV-Vis Spectrofotometer untuk kedua sampel dapat ditunjukkan pada gambar
(4.4). Pada grafik ini data yang diperoleh merupakan grafik yang sudah berupa
grafik antara panjang gelombang vs T%. Jadi tidak perlu dilakukan
pengkonversian grafik seperti pada penggunaaan monokromator.
0102030405060708090
100
280 380 480 580 680
spect 20% s.quard 60%
Panjang Gelombang (nm)
T%
Gambar 4.4 Grafik prosentase transmitansi (T%) menggunakan UV-Vis Spectrofotometer.
4.2.3 Studi perbandingan spektrum prosentase transmitansi kedua alat.
Sesuai dengan tujuan pada penelitian ini, yaitu studi perbandingan
spektrum prosentase transmitansi. Maka hasil penelitian menggunakan
monokromator 270M akan dibandingkan dengan UV-Visible Spectrofotometer.
Studi perbandingan dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil prosentase
transmitansi dari kedua alat tersebut. Karena pada penelitian digunakan dua
macam sampel maka pembahasan perbandingan akan dibahas untuk masing-
masing sampel yang digunakan.
4.2.3. (a) Studi Perbandingan Sampel Spectrum 20%.
Hasil studi perbandingan sampel spectrum 20% dapat ditunjukkan pada
gambar (4.5).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
280 330 380 430 480 530 580 630 680 730
UV-Vis Spect Monokromator
Panjang Gelombang (nm)
T%
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Spektrum T% Sampel Spectrum 20%.
Dari gambar tersebut terdapat dua macam grafik yang memperlihatkan
perbandingan besarnya T% kedua alat yang digunakan pada penelitian ini.
Perbandingan T% untuk daerah panjang gelombang ultraviolet (280-380 nm)
sebenarnya menunjukkan hasil yang cukup bagus. Hal itu dapat dilihat pada pola
penyebaran titik-titik yang terbentuk apabila ditarik garis yang menghubungkan
titik-titiknya didapatkan trend grafik yang mendekati bentuk grafik UV-Vis
Spectograph. Tetapi pada hasil grafik T% yang didapatkan dari UV-Vis
Spectograph sendiri tidak menunjukkan pola grafik yang malar sehingga hasilnya
tidak dapat digunakan sebagai pembanding.
Sedangkan untuk panjang gelombang cahaya tampak (381-740 nm) hasil
perbandingannya menunjukkan hasil yang bagus, karena apabila ditarik garis yang
menghubungkan titik-titik T% hasil monokromator akan menunjukkan adanya
pola bentuk grafik yang mendekati sama terhadap pola bentuk grafik hasil UV-Vis
Spectograph. Namun demikian tetap terdapat pola penyebaran titik yang
melenceng agak jauh dari grafik T% UV-Vis Spectograph, sehingga menyebabkan
adanya ∆T% apabila dibandingkan menurut tiap-tiap panjang gelombangnya.
4.2.3 (b) Studi Perbandingan Sampel Solar Quard 60%.
Hasil studi perbandingan sampel solar quard 60% dapat dilihat pada
gambar (4.6).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
280 330 380 430 480 530 580 630 680 730
UV-Vis Spect Monokromator
Panjang Gelombang (nm)
T %
Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Spektrum T% Sampel Solar Quard 60%.
Pada sampel solar quard 60% ini, hasil yang diperoleh pada rentang
panjang gelombang ultraviolet (280-380 nm) menunjukkan hasil yang tidak tepat
untuk kedua alat. Hal itu dikarenakan hasil prosentase transmitansi dari
monokromator 270M membentuk grafik yang acak sehingga tidak besifat malar.
Sedangkan hasil prosentase transmitansi dari UV-Vis Spectograph juga
menunjukkan grafik yang tidak malar pula. Jadi pembahasan lebih ditekankan
pada rentang panjang gelombang cahaya tampak yaitu pada panjang gelombang
(381-740 nm).
Hasil studi perbandingan spektrum prosentase transmitansi monokromator
270M terhadap UV-Vis Spectograph pada rentang panjang gelombang cahaya
tampak menunjukkan hasil perbandingan yang bagus. Hal itu dapat dilihat pada
pola penyebaran titik-titiknya. Dengan cara menghubungkan antar titik-titik yang
ada pada grafik, maka didapatkan trend grafik yang mendekati sama dengan
bentuk grafik T% hasil pengamatan menggunakan UV-Vis Spectograph. Tetapi
apabila dilihat melalui perbandingan T% pada tiap-tiap panjang gelombang
hasilnya tetap menunjukkan adanya ∆T%.
Sesuai dengan perumusan masalah pada penelitian ini, yaitu menentukan
keakuratan, kelebihan, dan kekurangan hasil perbandingannya. Maka setelah
diperoleh hasil studi perbandingan spektrum transmitansinya, dapat dinyatakan
bahwa monokromator 270M akurat untuk pengukuran T% pada rentang panjang
gelombang cahaya tampak. Baik yang menggunakan sampel spectrum 20% dan
sampel solar quard 60% dengan sumber cahaya lampu mercury Phillips Elekton.
Kelebihan yang dimiliki oleh monokromator yaitu sumber cahaya yang
digunakan dapat diganti-ganti menurut kebutuhan. Sistem sumber cahaya yang
berada diluar (tidak include) memudahkan pengguna untuk mengganti sumber
cahaya yang digunakan dengan sumber cahaya yang lain.. Namun dengan sistem
sumber cahaya yang berada diluar dapat menimbulkan adanya kekurangan.
Kekurangannya adalah pada pengaturan ketepatan cahaya agar cahaya dapat tepat
masuk ke celah masuk pada monokromator. Hal itu dikarenakan lebar celah
masuk berada pada orde mikron. Kekurangan lain yang dimiliki oleh
monokromator karena sistem lampu yang berada diluar mengharuskan
pengambilan data harus dilakukan pada ruang gelap. Sehingga apabila ada sumber
cahaya luar yang masuk maka akan mempengaruhi hasil pengambilan datanya.
4.2.4 Penentuan koefisien atenuasi bahan (µ).
Penentuan koefisien atenuasi bahan (µ) dapat dicari dengan menurunkan
persamaan Lambert-Beer berikut ini.
xeII µ−= 0 ………………(4.4) )/(. 0IILnx =− µ ……….(4.5)
xIILn )/( 0−=µ ………(4.6)
Setelah didapatkan penurunan rumusnya maka dicari terlebih dahulu besarnya
intensitas masing-masing bahan dan intensitas awalnya. Adapun besarnya
intensitas tersebut tersaji pada grafik (4.7) dibawah ini.
0
10
20
30
40
50
60
70
280 380 480 580 680
I awal I 20% I 60%
Panjang Gelombang (nm)
Intensitas (AU)
Grafik 4.7 Grafik perbandingan Intensitas awal dan intensitas bahan.
Dilihat dari grafik tersebut maka besarnya intensitas awal dan intensitas bahan
pada tiap-tiap panjang gelombnagnya dapat diketahui. Untuk menentukan
koefisien atenuasi bahan, maka nilai masing-masing intensitas masuk pada
persamaan (4.6). Untuk menentukan koefisien atenuasi bahan diperlukan faktor
penting lain yaitu ketebalan bahan uji. Penentuan ketebalan bahan dapat
ditentukan dengan menggunakan alat ukur yaitu mikrometer sekrup. Dari hasil
pengukuran didapatkan ketebalan bahan sebagai berikut: sampel Spectrum 20%
memiliki ketebalan 0,04 milimeter, sedangkan untuk sampel Solar Quard 60%
memiliki ketebalan 0,09 milimeter. Setelah menghitung besarnya koefisien
atenuasi bahan maka hasilnya dapat disajikan pada grafik (4.8) yaitu grafik
atenuasi bahan terhadap panjang gelombang.
020406080
100120140160180200
280 380 480 580 680
u 20% u 60%
Panjang Gelombang (nm)
Koefisien Atenuasi Bahan (1/mm)
Grafik 4.8 Grafik koefisien atenuasi bahan.
Dari grafik tersebut diatas, menunjukkan bahwa koefisien atenuasi bahan untuk kedua sampel memberikan nilai yang malar pada panjang gelombang kurang lebih pada 400nm keatas.Pada kasus ini dapat dinyatakan bahwa transmisi yang diberikan oleh bahan juga membentuk grafik yang malar pula. Karena transmisi merupakan perbandingan intensitas sample terhadap intensitas substrat, maka seharusnya grafik transmisi harus merupakan grafik yang malar.
4.2.5 Pengaruh ketebalan bahan terhadap koefisien atenuasi bahan.
Jika besarnya transmitansi sudah kontinu, maka satu faktor yang sangat
mempengaruhi besarnya koefisien atenuasi bahan adalah ketebalan bahan. Dan
telah diketahui bahwa perbandingan intensitas bahan terhadap intensitas substrat
yang merupakan besarnya transmitansi, dan transmitansinya sudah menunjukkan
nilai yang malar. Dengan melihat pada persamaan bahwa xTLn )(
−=µ , maka
dapat dinyatakan apabila semakin besar nilai ketebalan sebuah bahan maka nilai
koefisien atenuasinya semakin kecil, begitu sebaliknya. Jadi besarnya nilai
koefisien atenuasi bahan berbanding terbalik dengan besarnya ketebalan yang
dimiliki bahan tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Studi perbandingan spektrum transmisi Monokromator 270M dan UV-
Visible Spectrofotometer untuk sampel spectrum 20% dan Solar quard
60% memberikan hasil spektrum yang malar pada panjang gelombang
380nm-740nm.
2. Koefisien atenuasi bahan memberikan nilai sebesar:
a. Sampel spectrum 20% : ± 38/mm.
b. Sampel solar quard 60% : ±10/mm.
5.2 Saran
Untuk perbaikan penelitian selanjutnya, disarankan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Perbandingan yang dilakukan menggunakan standart lampu spektral
laboratorium yang lebih bagus.
2. Pada saat pengambilan data sebaiknya berada pada kondisi ruangan
yang sama.
3. Dengan selesainya penelitian ini diharapkan seperangkat alat
monokromator dapat dimanfaatkan untuk keperluan spektroskopi
lainnya. Sebagai contoh adalah penentuan absorbansi bahan (A)
dengan terlebih dahulu menentukan besarnya T%.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006, Spektrum cahaya tampak dan ultraviolet,
Http://febdian.net/files/images/spectrum_warna/prisma. Anonim, 2006, Ultraviolet and Visible Absorption Spectroscopy (UV-Vis) with