BAB 4ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Data PenelitianPenelitian ini menggunakan
perusahaan-perusahaan yang go public atau telah terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (saham-sahamnya masih aktif diperdagangkan) dan
selalu terdaftar kedalam indeks LQ 45 selama periode 2006-2010.
Perusahaan yang masuk kedalam kriteria ini berjumlah 13 perusahaan,
tanpa memasukkan industri perbankan, hal ini karena inovasi dan
strategi yang berbeda dalam melakukan pengelolaan dananya. Variabel
dependen dan variable independen pada penelitian ini meliputi
tingkat pengembalian (return) saham, net income (NI), cash flow
operation (CFO), economic value added (EVA), momentum EVA. Data
penelitian berasal dari laporan keuangan yang tersedia secara
public pada periode 2006-2010. Analisis untuk hubungan antara
economic value added dan return dapat dilihat pada grafik dibawah
ini:
Grafik 4.1Pergerakan rata-rata EVA dan Return
(Sumber data : Hasil Penelitian)
Grafik diatas menjelaskan bahwa pada periode sebelum 2010,
economic value added bergerak bersama-sama dengan return begitu
juga pada periode krisis ketika investor memperkirakan atau
mengekspektasikan adanya penurunan nilai EVA, namun pada periode
2010, nilai EVA dan return berkorelasi negative hal ini mungkin
dapat dijelaskan ketika adanya nilai saham yang underpriced dan
adanya ekspektasi masyarakat akan adanya penurunan performa
perusahaan yang tercermin dalam economic value added
perusahaan.Variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi
variable independen dan variabel dependen, sebelum menganalisis
hubungan antara masing-masing variabel, peneliti merasa membutuhkan
analisis masing-masing variable sebelum menganalisis signifikansi
antara masing-masing variabel. Analisis yang dilakukan adalah
terhadap data return, net income, cash flow operation, economic
value added dan momentum EVA.
4.1.1 Analisis Return saham perusahaan LQ 45 di IndonesiaReturn
saham adalah salah satu indikator investor dalam melakukan
investasinya, dimana return saham ini dipengaruhi oleh pergerakan
harga saham. Perusahaan dengan kinerja dan fundamental yang baik
dapat dilihat pada return harga sahamnhya, ketika perusahaan
memiliki fundamental yang kuat dan pertumbuhan pada laporan
neracanya hal ini akan diikut dengan grafik harga saham yang
positif (bullish), dan sebaliknya ketika perusahaan memiliki
fundamental yang lemah serta adanya penurunan pada laporan neraca
keuangannya hal ini akan diikuti dengan kinerja pergerakan saham
yang menurun (bearish), analisis lebih lanjut pergerakan return
saham dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1Return saham Perusahaan Periode 2006-2010
(Sumber data : Hasil Penelitian)Tabel diatas menginformasikan
bahwa pada pada periode awal penelitian, perusahaan sampel LQ 45
memiliki kinerja return saham yang positif, hal ini dikarenakan
saham-saham LQ 45 selalu menjadi pertimbangan investor dalam
melakukan investasinya karena fundamental yang baik. Namun pada
periode 2008 mayoritas perusahaan LQ 45 mengalami penurunan return.
Dimana hanya Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) yang tetap mampu
menghasilkan return yang positif, hal ini disebabkan oleh krisis
ekonomi dunia 2008 yang mengakibatkan investor asing yang menjadi
penggerak harga saham menarik semua investasinya sehingga return
saham menjadi negatif.
4.1.2 Analisis Net Income (NI) Perusahaan LQ 45 di
IndonesiaPerusahaan LQ 45 adalah perusahaan yang memiliki
fundamental perusahaan yang kuat, hal ini dapat dilihat pada
laporan keuangannya yang positif, sehingga jarang sekali perusahaan
LQ 45 yang menghasilkan nilai net income (NI) yang negatif. Nilai
net income (NI) perusahaan berbeda-beda tergantung pada ukuran,
kapitalisasi perusahaan, jenis industri, management perusahaan dan
faktor-faktor lainnya. Variabel net income menjadi salah satu
informasi yang digunakan investor dalam melakukan investasinya
dimana perusahaan dengan net income yang positif dan meningkat
menjadi sasaran investor dalam melakukan alokasi investasinya.
Analisis data net income dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.2Net Income Perusahaan Periode 2005-2010
(Sumber Data : Hasil Penelitian)
Pada tabel 4.2 dapat dilihat net income (NI) sampe
perusahaan-perusahaan dalam penelitian ini. Untuk net income (NI)
tertinggi dicapai oleh Astra Internatinal Tbk (ASII) pada tahun
2010 sebesar Rp 14.366.000.000,00 dan net income (NI) terendah
dicapai oleh Semen Cibinong Tbk (SMCB) yang mengukuhkan net income
(NI) yang negative sebesar Rp 334.081.000,00, net income perusahaan
adalah merupakan keuntungan bersih dengan menggunakan metode
akuntansi, dimana investor dalam melakukan investasinya melihat net
income sebagai indikator dalam memilih perusahaan yang ingin
diinvestasikan. Nilai rata-rata net income (NI) perusahaan LQ 45
juga perlu menjadi bahan penelitian dimana peneliti akan
membandingkan rata-rata net income perusahaan dengan tiap
perusahaan, berikut ini adalah grafik persebaran data (scatter
plot) sampel perusahaan LQ 45 di Indonesia :
Grafik 4.2Grafik Scatter Plot Net Income
(Sumber data : Hasil Penelitian)
Dari grafik diatas tampak bahwa persebaran net income perusahaan
sampel LQ 45 tidak merata, hanya sedikit perusahaan yang mampu
menghasilkan net income diatas rata-rata sampel, pada grafik ini
hanya PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT. Astra
International Tbk (ASII) yang mampu menghasilkan nilai net income
yang postif dan diatas rata-rata secara konstan pada periode
penelitian. Grafik tersebut juga menjelaskan iklim investasi di
Indonesia, dimana pada periode 2006 hingga 2007 rata-rata net
income perusahaan meningkat, namun akhnirnya mengalami koreksi pada
periode krisis 2008, dimana banyak perusahaan yang jatuh sehingga
net income perusahaan menurun dan hanya 3 perusahaan yang mampu
menghasilkan net income diatas rata-rata, pada periode berikutnya
perusahaan di indonesia mampu bangkit dari krisis tersebut hal
tersebut bisa dilihat dari meningkat rata-rata net income
perusahaan sampel LQ 45 di Indonesia.
4.1.2 Analisis Cash Flow Operation (CFO) Perusahaan LQ 45 di
IndonesiaArus kas operasi adalah komponen penting untuk menentukan
keputusan investor, dimana seperti prinsip time value of money
ketika perusahaan tidak menahan arus kas dan menginvestasikan pada
proyek yang memberikan NPV positif hal ini akan memberikan nilai
pada perusahaan, sebaliknya ketika perusahaan berinvestasi pada
proyek yang memberikan NPV negatif, hal ini akan mengurangi nilai
perusahaan, melihat definisi tersebut peneliti melihat bahwa arus
kas dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk berinvestasi
dalam meningkatkan nilai perusahaannya, tabel dibawah ini adalah
cash flow operation (CFO) perusahaan pada periode 2006-2010 :Tabel
4.2Cash Flow Operation Perusahaan Periode 2005-2010
(Sumber data : Hasil Penelitian)
Tabel diatas memperlihatkan cash flow operation (CFO) perusahaan
sampe LQ 45 pada periode 2006-2010. Tebel tersebut menginformasikan
bahwa cash flow operation tertinggi perusahaan dicapai oleh
Telekomunikasi Indonesia Tbk pada tahun 2009 sebesar Rp
29.718.149.000.00 dan cash flow operation terendah (CFO) dihasilkan
oleh Medco Energi International Tbk sebesar Rp 113.114.000,00.
Tabel tersebut juga menginformasikan bahwa pada pada periode
penelitian 2006-2010, perusahaan sampel LQ 45 mampu menghasilkan
arus kas yang besar dari aktifitas operasinya. positif. Untuk
analisis grafik lebih lanjut hal ini bisa dilihat pada grafik
dibawah ini :
Grafik 4.2Grafik Scatter Plot Cash Flow Operation
(Sumber data : Hasil Penelitian)Grafik diatas menjelaskan bahwa
konsisten dengan net income bahwa cash flow operation bergerak
bersama dengan net income atau memiliki korelasi positif, hal ini
dapat dilihat bahwa pada periode 2006-2010 cash flow operation di
Indonesia menghadapi trend yang linear positif. Grafik tersebut
juga menjelaskan bahwa pada periode krisis berpengaruh terhadap
cash flow operation perusahaan, dimana pada periode 2008 cash flow
operation perusahaan menurun, namun iklim investasi yang baik
mengakibatkan cash flow operation meningkat pada periode
berikutnya.Grafik diatas juga menginformasikan bahwa hanya ada 2
perusahaan yang mampu menghasilkan cash flow operation yang stabil
dan postif diatas rata-rata perusahaan sampel yaitu PT.
Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT. Indosat Tbk, peneliti melihat
bahwa 2 perusahaan ini adalah industri telekomunikasi, dimana
industry ini memiliki strategi khusus pada ekspansi perusahaannya
dan juga disebabkan oleh banyaknya penduduk Indonesia yang
menggunakan jasa telekomunikasi sehingga penghasilan yang didapat
dari operasinya tinggi.
4.1.3 Analisis Economic Value Added (EVA) Perusahaan LQ 45 di
IndonesiaAnalisis berikutnya adalah economic value added
perusahaan, dimana metode ini merupakan formulasi baru dengan
memperhitungkan cost of capital atau biaya modal dari keputusan
investasi perusahaan, dengan metode ini perusahaan yang memberikan
nilai EVA yang positif berarti mampu menciptakan nilai bagi
perusahaannya atau creating value dan perusahaan yang memberikan
EVA yang negativ berarti mengurangi nilai perusahaannya atau
destroying value, sehingga menurunnya nilai perusahaan yang
tercermin pada harga saham perusahaan (capital loss), untuk data
EVA perusahaan sampe LQ 45 periode 2006-2010 bisa dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 4.3Economic Value Added Perusahaan Periode 2005-2010
(Sumber data : Hasil Penelitian)
Tabel diatas adalah table economic value added perusahaan
periode 2005-2010, Tabel ini menginformasikan bahwa banyak
perusahaan yang masih memberikan nilai negative pada perusahaan
atau destroying value, dimana perusahaan yang mampu mencapai nilai
EVA tertinggi adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk pada periode
2009 sebesar Rp 10.119.004.000,00 dan nilai EVA terendah dihasilkan
oleh PT. Aneka Tambang tbk pada periode 2009 yang menciptakan nilai
EVA negative sebesar Rp -722.447.000,00. Tabel diatas juga
menginformasikan bahwa perusahaan sampel LQ 45 mulai mengadopsi
metode economic value added, hal ini dapat dilihat bahwa 5
perusahaan mampu memberikan nilai yang positif pada periode
penelitian sampel yaitu : PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT
Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Tambang Batubara Bukit Asam
Tbk (PTBA), PT Telekomunikasi Tbk (TLKM) dan PT United Tractor Tbk
(UNTR).Analisis persebaran data economic value added dibutuhkan
untuk melihat industry dan perusahaan yang sudah menerapkan
economic value added dalam kegiatannya, untuk lebih lanjutnya dapat
dilihat pada grafik dibawah ini:
Grafik 4.3Grafik Scatter Plot Economic Value Added
(Sumber Data : Hasil Penelitian)
Grafik diatas menjelaskan bahwa adanya trend linear yang postif
akan variable economic value added (EVA), dimana hanya ada 2
perusahaan yang mampu menghasilkan economic value added diatas
rata-rata sampel yaitu : PT Astra International Tbk dan PT
Telekomunikasi Indonesia, sedangkan perusahaan lain banyak yang
belum menerapkan konsep economic value added pada perusahaannya hal
tersebut tercermin dalam banyak perusahaan yang yang memberikan
nilai economic value added (EVA) yang negatif. Periode krisis 2008
juga berpengaruh terhadap economic value added perusahaan, dimana
pada periode tersebut economic value added perusahaan menurun
dibandingkan periode sebelumnya, namun iklim investasi dan strategi
perusahaan yang tepat memberikan nilai yang positif pada periode
berikutnya yang diikuti dengan meningkatnya economic value added
perusahaan
4.1.4 Analisis Economic Value Added (EVA) Perusahaan LQ 45 di
IndonesiaAnalisis data terakhir adalah Momentum EVA dimana metode
ini merupakan rasio yang berasal dari selisih nilai EVA terhadap
penjualan tahun sebelumnya. Jadi dapat diihat bahwa momentum EVA
yang positif berarti adanya peningkatan perubahan nilai EVA
terhadap tingkat penjualan dan jika nilai momentum EVA negative
maka terjadi pengurangan pada economic value added pada tingkat
penjualan, data momentum EVA perusahaan sampel LQ 45 periode
2006-2010 dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 4.4Nilai Momentum EVA Tahun 2006-2010
(Sumber data : Hasil Penelitian)
Tabel diatas adalah tabel momentum EVA perusahaan sampel LQ 45
periode 2006-2010. Tabel diatas menginformasikan bahwa dengan
menggunakan momentum EVA, nilai negative yang diciptakan lebih
banyak disbanding menggunakan EVA. Hal ini berarti bahwa perusahaan
sampel LQ 45 periode 2006-2010 di Indonesia tidak mampu memberikan
nilai tambah yang positif bagi pemegang sahamnya mengacu pada
tingkat penjualannya. Peneliti melihat bahwa momentum EVA tertinggi
diciptakan oleh PT. International Nickel Indonesia Tbk (INCO) pada
periode 2007 sebesar 0.578 dan momentum EVA terendah dengan nilai
negative diciptakan oleh PT. Aneka Tambang Tbk (ANTM) periode 2008
sebesar -0.323. Tabel diatas juga menginformasikan bahwa tidak ada
perusahaan yang mampu menghasilkan momentum EVA yang positif selama
periode penelitian, hal ini disebabkan sulitnya menjaga nilai
economic value added tetap positif karena perusahaan menghadapi
biaya hutang dan biaya ekuitas.Momentum EVA berbeda dengan rasio
lain, karena rasio ini melibatkan nilai EVA dari tahun sebelumnya
dan selisih nilai tersebut terhadap tingkat penjualan, oleh karena
itu momentum EVA dapat dijadikan alat untuk membandingkan
keberhasilan suatu perusahaan dalam menciptakan nilai (value
creation) yang dapat diukur sehingga mempermudah pengukuran kinerja
perusahaan serta pemberian insentif bagi manajemen perusahaan.
4.2 Statistik DeskriptifAnalisis deskriptif dalam penelitian ini
berfokus kepada persebaran data dimana untuk melihat apakah pola
independen variable memiliki pola yang mengikuti variable
independen variable, dimana peneliti menggunakan variable rata-rata
(mean), standard deviasi, skewness, kurtosis dan Jarque-Bera
probability, dimana table statistic deskriptif bisa dilihat pada
table dibawah ini:
Tabel 4..5Statistik Deskriptif
(Sumber Data : Hasil Penelitian)
Dari table 4.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 65 sampel
perusahaan nilai rata-rata dari net income perusahaan adalah Rp
3.161.856.000,00 nilai ini menginformasikan bahwa tingginya laba
yang dihasilkan perusahan-perusahaan LQ 45 dibanding perusahaan
lain yang non LQ 45 dapat dilihat juga pada tabel bahwa tikda ada
perusahaany LQ 45 yang memberikan net income negatif.Tabel diatas
juga menginformasikan rata-rata cash flow perusahaan (CFO) sebesar
Rp 5.386.959.000,00, hal ini membuktikan bahwa perusahaan sampel LQ
45 mampu menghasilkan arus kas yang besar dan postif dari aktivitas
operasinya, dimana mayoritas LQ 45 menghasilkan laba yang tinggi
berasal dari aktivitas operasinya, dengan variasi yang tidak
terlalu besar pada standard deviasi pada umumnya perusahaan LQ 45
mampu menghasilkan arus kas operasi yang relative sama.Pada
variable economic value added kita melihat bahwa perusahaan LQ 45
adalah perusahaan yang tidak hanya berfokus pada laba bersihnya
saja tetapi juga pada investasi yang positif ini dapat dilihat pada
nilai mean economic value added Rp 1.756.398.000,00 dengan
rata-rata positif ini membuktikan perusahaan LQ 45 secara umum
dapat memberikan nilai tambah pagi pemegang sahamnya.Momentum EVA
menunjukkan rata-rata sebesar 0.030917 hal ini mengindikaskan bahwa
rata-rata perusahaan LQ 45 mampu menciptakan nilai (value creation)
dengan nilai economic value added yang terus meningkat walaupun
nilainya tidak begitu signifikan.
4.3 Hasil Uji Penelitian4.3.1 Pemilihan ModelPemilihan model
pada penelitian ini meliputi uji chow, hausman dan LM test dimana
hal ini untuk melihat model yang paling tepat untuk masing-masing
variable, untuk proses pemilihan modelnya bisa dilihat pada diagram
dibawah ini :
Tabel 4.6Pemilihan Model
(Sumber Data : Hasil Penelitian)
Pengujian diatas adalah hasil pemilihan model dengan metodologi
yang dijelaskan pada bab 3, dimana dengan hipotesa sebagai berikut
:
Ho: Pooled EffectH1: Fixed EffectHasil uji tabel menunjukkan
bahwa keempat model menggunakan pooled effect dan tidak perlu
dilakukan LM test dan hausmann test karena hasil test menunjukkan
tidak perlu menggunakan fixed effect atau random effect. Model ini
dilanjutkan dengan pengujian untuk mendapatkan kualifikasi model
BLUE yaitu yang meliputi uji normalitas, uji multikoleniaritas,
heteroskedastisitas dan autokorelasi, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dibawah ini:
4.3.1 Uji NormalitasUji normalitas adalah uji yang dilakukan
untuk menguji normalitas dari persebaran suatu data, dimana uji
yang digunakan untum melihat apakah sampel yang diambil dari
populasi yang terdistribusi normal atau tidak, hasil uji normalitas
bisa dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6Uji Normalitas
(Sumber Data : Hasil Penelitian)
. Uji ini dilakukan dengan uji normalitas error term menggunakan
hipotesis dan criteria sebagai berikut :H0: error term tidak
terdistribusi normalH1: error term terdistribusi normalDari table
output 4.6 diatas diperoleh kesimpulan sebagai berikut :1. Variabel
net income (NI) memiliki nilai p-value sebesari 0.0000 atau lebih
kecil disbanding tingkat signifikansi 5% sehingga Ho ditolak
berarti dengan tingkat keyakinan 95% dapat dikatakan bahwa error
term NOPAT terdistribusi normal.2. Variabel cash flow operation
(CFO) memiliki nilai p-value sebesari 0.0000 atau lebih kecil
disbanding tingkat signifikansi 5% sehingga Ho ditolak berarti
dengan tingkat keyakinan 95% dapat dikatakan bahwa error term NOPAT
terdistribusi normal.3. Variabel economic value added (EVA)
memiliki nilai p-value sebesari 0.0000 atau lebih kecil disbanding
tingkat signifikansi 5% sehingga Ho ditolak berarti dengan tingkat
keyakinan 95% dapat dikatakan bahwa error term NOPAT terdistribusi
normal.4. Variabel momentum EVA memiliki nilai p-value sebesari
0.0000 atau lebih kecil disbanding tingkat signifikansi 5% sehingga
Ho ditolak berarti dengan tingkat keyakinan 95% dapat dikatakan
bahwa error term NOPAT terdistribusi normal.
4.3.2 Uji MultikolinieratisPengujian ini tidak perlu dilakukan
karena pada masing-masing model hanya terdiri dari satu derajat
bebas, dimana uji ini hanya dilakukan jika model memiliki lebih
dari 1 (satu) variable bebas yang memungkinkan ada gejala
multikoleniaritas.
4.3.3 Uji HeterokedastisitasPengujian awal terhadap keempat
model ini menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran pada
homeskedastisitas, kemudian pada model diberikan perlakuan cross
section weight dan white heteroscedasticity-consistent standard
error dan covariance untuk mengantisipasi adanya data yang bersifat
heteroskedastis. Hal ini dapat dilihat dengan melihat nilai R2.
Nilai adjusted R2 weighted lebih besar dari R2 unweighted
menandakan model telah bersifat homoskedastis.
4.3.4 Uji AutokorelasiUji autokorelasi dapat dilihat dengan
melihat koefisien durbin-watson, hal ini membandingkan pada
durbin-watson tabel dengan hasil regresi, dimana dengan metode
generalized least square (GLS) telah menghilangkan pelanggraran
ini.4.4 Analisis RegresiAnalisis Regresi dilakukan untuk melihat
penjelasan dari masing-masing variable terhadap return saham,
melihat interpretasi hasil regresi, menjelaskan signifikansi dari
setiap variable dan menjelaskan hasil regresi untuk keadaan di
Indonesia, untuk lebih lanjutnya dapat dilihat dibawah ini:
4.4 Analisis Hasil RegresiAnalisis regresi digunakan untuk
menguji hubungan antara dependen variable dengan independen
variable, dimana yang kita akan analisis disini adalah nilai
koefisien beta, probability F, koefisien determinasi (R-squared)
dan probabilita signifikansi (uji t, uji p), dimana rangkuman hasil
regresi bisa dilihat seperti dibawah ini :
Tabel 4.6Rangkuman Hasil Uji Regresi Sederhana
(Sumber Data : Hasil Penelitian)
4.4.1 Analisis Koefisien BetaInterpretasi penting dari
masing-masing variable adalah tanda pada koefisien yang
mencerminkan hubungan antara variable independen (net income, cash
flow operation, economic value added dan momentum EVA) terhadap
variable dependen (return). Hasil pengolahan model data panel
dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengaruh net income berpengaruh positif terhadap return
dengan koefisien regresi sebesar 3.084055 dapat diartikan bahwa
kenaikan 1% pada proporsi perubahan net income terhadap market
value equity perusahaan akan meningkatkan return saham sebesar
30,84%
2. Pengaruh cash flow operation berpengaruh positif terhadap
return denga koefisien regresi sebesar 5.419959 dapat diartikan
bahwa kenaikan 1% pada proporsi perubahan cash flow operation
terhadap market value equity perusahaan akan meningkatkan return
saham sebesar 54,19%
3. Pengaruh economic value added berpengaruh positif terhadap
return denga koefisien regresi sebesar 6.029452 dapat diartikan
bahwa kenaikan 1% pada proporsi perubahan economic value added
terhadap market value equity perusahaan akan meningkatkan return
saham sebesar 60,29%
4. Pengaruh momentum EVA berpengaruh positif terhadap return
denga koefisien regresi sebesar 7.819577 dapat diartikan bahwa
kenaikan 1% pada momentum EVA akan meningkatkan return saham
sebesar 78,19%.Model diatas juga menginformasikan peneliti untuk
melihat variable mana yang memiliki pengaruh yang paling signifikan
terhadap return saham, hal ini dapat dilihat dari koefisien beta.
Berdasarkan table 4.6 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
economic value added memiliki pengaruh yang lebih nyata terhadap
return saham dibandingkan dengan net income, cash flow operation
dan momentum EVA berdasarkan koefisien nilai betanya. Hasil ini
juga mendukung pernyataaan Stern & Stewart (1991), bahwa EVA
memberikan kontribusi yang paling signifikan terhadap motode
pengukuran akuntansi lainnya.Hasil diatas belum dapat digunakan
untuk menyimpulkan apakah empat independen variable diatas secara
statistic berpengaruh signifikan terhadap return dan berapa besar
pengaruhnya oleh karena perlu dilakukan uji statistic.
4.4.2 Probabilita F ( Uji F)Uji ini digunakan untuk melihat
apakah model tepat untuk menjelaskan dependen variabel dengan
tingkat kepercayaan (confidence interval) 95%, hal ini dapat
dianalisa dengan melihat masing-masing model yaitu :
1. Kemampuan model net income untuk dependen variabel dapat
digunakan, dengan nilai probabilita F sebesar 0,000116 dengan
confidence interval 95%, hal ini berarti model dapat digunakan
untuk menganalisis perilaku pergerakan return saham.
2. Kemampuan model cash flow operation untuk dependen variabel
dapat digunakan, dengan nilai probabilita F sebesar 0,000003 dengan
confidence interval 95%, hal ini berarti model dapat digunakan
untuk menganalisis perilaku pergerakan return saham.
3. Kemampuan model economic value added untuk dependen variabel
dapat digunakan, dengan nilai probabilita F sebesar 0,000025 dengan
confidence interval 95%, hal ini berarti model dapat digunakan
untuk menganalisis perilaku pergerakan return saham.
4. Kemampuan model momentum EVA untuk dependen variabel dapat
digunakan, dengan nilai probabilita F sebesar 0,000095 dengan
confidence interval 95%, hal ini berarti model dapat digunakan
untuk menganalisis perilaku pergerakan return saham.
4.4.2 Koefisien Determinasi (R2)Analisis yang dilakukan peneliti
untuk pertama adalah menentukan model terbaik yaitu dengan melihat
R-square, dimana dari table diatas dapat dilihat bahwa cash flow
operatoin adalah model terbaik dengan kemampuan menjelaskan model
sebesar 33,54% selanjutnya diikuti oleh economic value added (EVA)
dengan R-square 28,97%, lalu diikuti oleh net income dengan
R-square 25,34% dimana model dengan kemampuan untuk menjelaskan
model terkecil adalah Momentum EVA dengan R-square 22,11%. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Biddle, Bowen dan Wallace
(1997) yang menyatakan bahwa EVA tidak lebih unggul dari
perhitungan akuntansi lain jika diasosiasikan dengan return saham,
hal ini dapat dilihat pada kemampuan model CFO yang lebih baik
dalam menjelaskan EVA, R-square CFO > R-square EVA. Hasil ini
juga mematahkan pernyataan Stewart (2009) yang menyatakan bahwa
momentum EVA menjelaskan lebih baik dibandingkan dengan economic
value added (EVA), dimana R-square economic value added (EVA)
memiliki nilai lebih tinggi dibanding momentum EVA.
4.4.3 Analisis Signifikansi (Uji t & Uji p-value)Penjelasan
hasil regresi berdasarkan signifikansi, hubungan dengan melihata
nilai t-statnya diatas adalah sebagai berikut :
1. Hubungan net income (NI), hasil uji diatas dapat dilihat
bahwa p-value NI adalah sebesar 0.0189 atau lebih kecil disbanding
tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa Ho gagal diterima
dimana hipotesis yang menyatakan bahwa NI memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap return saham terbukti. Model NI dalam
menjelaskan variasi return saham adalah sebesar 25,34% dimana
sisanya sebesar 74,66% dijelaskan oleh variable lain yang tidak
dijelaskan kedalam model.
2. Hubungan cash flow operation (CFO), hasil uji diatas dapat
dilihat bahwa p-value CFO adalah sebesar 0.0000 atau lebih kecil
disbanding tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa Ho gagal
diterima dimana hipotesis yang menyatakan bahwa CFO memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap return saham terbukti. Model CFO
dalam menjelaskan variasi return saham adalah sebesar 33,54% dimana
sisanya sebesar 66,46% dijelaskan oleh variable lain yang tidak
dijelaskan kedalam model.
3. Hubungan economic value added (EVA) hasil uji diatas dapat
dilihat bahwa p-value EVA adalah sebesar 0.0000 atau lebih kecil
disbanding tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa Ho gagal
diterima dimana hipotesis yang menyatakan bahwa EVA memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap return saham terbukti. Model EVA
dalam menjelaskan variasi return saham adalah sebesar 28,97% dimana
sisanya sebesar 71,03% dijelaskan oleh variable lain yang tidak
dijelaskan kedalam model.
4. Hubungan momentum EVA hasil uji diatas dapat dilihat bahwa
p-value EVA adalah sebesar 0.0000 atau lebih kecil disbanding
tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti bahwa Ho gagal diterima
dimana hipotesis yang menyatakan bahwa EVA memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap return saham terbukti. Model EVA dalam
menjelaskan variasi return saham adalah sebesar 22,11% dimana
sisanya sebesar 71,89% dijelaskan oleh variable lain yang tidak
dijelaskan kedalam model.
4.4. 5 Analisis VariabelAnalisis variable ini digunakan untuk
menganalisis hasil output dengan keadaan pasar di Indonesia, dimana
analisis ini dibutuhkan untuk menjelaskan keadaan pasar dan efek
setiap variable terhadap keputusan perusahaan, dimana pada bagian
ini akan dibahas 4 variabel yaitu : net income (NI), cash flow
operation (CFO), net income (NI) dan momentum EVA. Sebelum analisis
yang lebih dalam dilakukan ada baiknya peneliti melihat
factor-faktor yang memprengaruhi pergerakan indeks LQ 45 yaitu yang
meliputi factor internal dan factor eksternal yaitu :
Faktor Internal :1. Tingkat bunga SBI sebagai patokan
(benchmark) portofolio investasi di pasar modal Indonesia.2.
Tingkat toleransi investor terhadap risiko
Faktor Eksternal1. Penguatan bursa global dan regional menyusul
penurunan harga minyak mentah dunia, dan2. Penguatan nilai tukar
rupiah yang mampu mengangkat indeks LQ 45 ke zona positif.
Analisis yang lebih lanjut terhadap efek masing-masing variable
terhadap perusahaan akan dibahas dibawah ini :
4.4.6.1 Pengaruh net income terhadap return saham
perusahaanHasil pengujian menunjukkan bahwa net income memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap return yang diterima pemegang
saham. Pada periode 2006-2010 peneliti melihat bahwa perusahaan
sampel LQ 45 mampu menghasilkan net income yang positif, hal ini
disebabkan karena perusahaan LQ 45 adalah perusahaan yang memiliki
fundamental yang kuat serta manajemen yang baik. Adanya perbedaan
net income masing-masing perusahaan adalah karena ukuran dan
kapitalisasi yang dimiliki oleh perusahaan.Perusahaan LQ 45 secara
khusus berbeda dengan perusahaan listing lainnya karena perusahaan
ini adalah perusahaan yang telah mendapatkan kepercayaan para
investor, perusahaan yang selalu memberikan top gain saham setiap
minggunya, perusahaan yang likuid dan memiliki nilai kapitalisasi
yang besar. Investor asing dan investor lokal secara umum akan
berinvestasi pada perusahaan dengan fundamental yang kuat seperti
perusahaan LQ 45 dan hal ini akan mengakibatkan laporan keuangan
perusahaan yang postif.Faktor-faktor ekonomi seperti inflasi,
market risk premium dan stabilnya kondisi perekonomian menjadi
salah satu alasan investor dalam melakukan alokasi investasinya.
Kondisi ekonomi Indonesia yang tidak stabil pada periode 2006-2010
menimbulkan kecemasan pada investor asing maupun local, dimana
investor lebih memiliki kepercayaan dengan perusahaan yang memiliki
fundamental yang kuat. Faktor lain adalah kecilnya tingkat imbal
hasil (return) yang dihasilkan pada pasar uang yang tercermin pada
tingkat suku bunga SBI, hal ini membuat investor mengalihkan
investasinya pada pasar modal dengan perusahaan LQ 45 sebagai
target investasinya, dimana hal ini berdampak pada meningkatnya net
income perusahaan.Korelasi yang berbeda antara net income dan
return dapat dilihat sebagai aksi pergerakan supply dan demand pada
pasar modal, dimana harga bergerak berdasarkan mekanisme pasar, dan
adanya aksi menggoreng saham juga dapat menjadi alasan harga saham
cenderung tidak berkorelasi dengan net income perusahaaanya,
sehingga secara khusus dapat dilihat bahwa pergerakan return saham
tidak berkorelasi secara kuat pada fundamental perusahaan, Djahwir
(2001).Laporan keungan menggunakan variable net income (NI) sebagai
ukuran keberhasilan perusahaan, dimana net income disusun
berdasarkan standar akuntansi dan tampak langsung pada laporan laba
rugi. Net income yang positif juga memungkinkan perusahaan untuk
membagi dividen bagi pemegang sahamnya, tetapi net income yang
positif belum tentu mencerminkan aliran kas yang besar. Berdasarkan
definisi diatas net income dapat digunakan investor sebagai
indikator dalam menentukan alokasi investasinya.
4.4.6.2 Pengaruh cash flow operation terhadap return saham
perusahaanHasil pengujian menunjukkan bahwa cash flow operation
(CFO) memiliki pengaruh yang nyata dan signifkan terhadap return
yang diterima oleh pemegang saham, dibandingkan dengan 3 (tiga)
varibel independen lainnya, variable CFO memiliki signifikansi yang
lebih besar terhadap return. Hal ini ditunjukkan pada cash flow
operation perusahaan LQ 45 yang selalu postifit pada periode
2006-2010Nilai cash flow operation yang selalu positif ini
mengindikasikan perusahaan LQ 45 memiliki fundamental kuat serta
manajemen yang baik, dimana nilai cash flow operation adalah kas
yang berasal dari aktifitas operasi yang berupa penjualan produk,
kegiatan perdagangan dan kegiatan operasi lainnya, cash flow
operasi yang rendah belum tentu mencerminkan performa perusahaan
yang buruk hal tersebut mungkin disebabkan oleh jumlah piutang
perusahaan.Variabel cash flow operation berbeda dengan earnings
dimana variable ini adalah hasil operasi yang dananya diterima
secara tunai oleh perusahaan serta menghadapi beban yang
dikeluarkan secara actual perusahaan, dalam hal ini bisa terjadi
distorsi pada net income dimana ketika adanya nilai net income yang
tinggi namun hal itu berasal dari piutang dimana perusahaan belum
menerima pelunasannya, dimana hal ini akan menciptakan kemungkinan
adanya kemungkinan gagal bayar atau pembayaran kredit yang lama.
Perusahaan juga dibebani oleh biaya bersifat non tunai yang tidak
saja berupa depresiasi dan amortisasi tetapi beban bunga.
Perusahaan yang menghadapi proses restrukturisasi hutang akan
mencatat hutang bunga sama periode sebelumnya meskipun belum
dibayar hal ini akan mengakibatkan laporan laba rugi dibebani bunga
terhutang.Investor menyadari bahwa cash flow operation yang postif
mengindikasikan perusahaan mampu menciptakan laba yang tinggi dan
menghasilkan nilai dari aktivitas operasinya. Hal ini berbeda bagi
perusahaan perbankan yang memiliki kebijakan khusus dalam mengelola
cash flow operation (CFO) dengan adanya reserve requirement yang
tampak dalam capital adequncy ratio (CAR) perusahaan perbankan,
dimana kebijakan ini agar perusahaan perbankan tidak mengalami
bankruptcy yang bisa mengancam stabilisasi perekonomian.
4.4.6.3 Pengaruh economic value added terhadap return saham
perusahaanHasil pengujian menunjukkan bahwa economic value added
(EVA) memliki pengaruh yang signifikan terhadap return yang
diterima pemegang saham, hal ini dapat dilihat dari pergerakan
economic value added yang diikuti dengan pergerakan return saham
dan hasil regresi pada table (4.6).Hasil yang signifikan ini
menginformasikan bahwa ketika perusahaan menciptakan nilai economic
value added yang postif hal ini akan diikuti oleh return
perusahaan, dimana nilai yang postif ini berarti ketika perusahaan
mampu memberikan nilai tambah melebihi tingkat modal yang
diinginkan oleh investornya, nilai yang signifikan ini juga
disebabkan oleh stabilnya suku bunga BI rate yang diikuti dengan
rendah dan stabilnya tingkat inflasi. Nilai yang negative pada
perusahaan LQ 45 juga disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar valuta
asing, dimana dalam menghitung EVA perusahaan harus menanggung
beban bunga hutang dan bunga ekuitas, dalam menanggung bunga hutang
saja perusahaan harus menderita kerugian apalagi jika ditambah
menanggung beban ekuitas. Indsutri perbankan yang tidak dimasukkan
kedalam sampel juga menjadi alasan nilai economic value added
signifikan dimana industry perbankan memiliki strategi dan inovasi
khusus dalam kegiatan perbankannya.Nilai economic value added ini
tidak langsung tampak pada laporan keuangan perusahaan, sehingga
dalam melaukan valuasinya sangat menyulitkan bagi investor karena
diperlukan banyak data yaitu : penyesuain akuntansi dan perhitungan
WACC, sebagai akibatnya para pelaku sulit menggunakan metode ini
dalam mengambil keputusan investasinya.
4.4.6.4 Pengaruh momentum EVA terhadap return saham
perusahaanMomentum EVA merupakan rasio yang menggunakan pendekatan
ekonomi dalam melakukan valuasinya, dimana rasio ini dapat menjadi
pertimbangan bagi manajer dalam mengambl keputusan karena
memperhitungkan baiya modal didalamnya, pada tabel 4.6 variabel
momentum EVA memiliki hasil yang signfikan terhadap return saham,
dimana hal ini dapat menjadi pedoman bagi investor untuk melakukan
investasinya.Variabel ini melihat terhadap perubahan nilai EVA dan
penjualan periode sebelumnya, dimana hal ini melihat apakah
perusahaan mampu mempertahankan nilai postif dan meningkatkan value
yang diberikan kepada pemegang sahamnya, Momentum EVA yang negative
pada tabel diatas disebabkan ketika perusahaan tidak mampu
mempertahankan kemampuannya dalam memberikan nilai diatas tingkat
modal yang diinvestasikan investor. Hal ini mengandung implikasi
bahwa perusahaan menghadapi biaya modal dan biaya ekuitas
sekaligus, dimana ketika menghadapi penggunaan hutang (leverage)
saja perusahaan harus menanggung biaya bunga yang tinggi apalagi
jika ditambah dengan biaya ekuitas.Momentum EVA dapat dijadikan
rasio unggulan bagi manajer dimana dengan rasio ini manajer dapat
menciptakan nilai secara terus menerus dapat dijadikan metode untuk
menilai kinerja manajemen atau pemberian insentif bagi manajemen
perusahaanya.