SKRIPSI PROFIL DAN PEROKSIDASI LIPID TIKUS PERCOBAAN SETELAH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KACANG KOMAK (Lablab purpureus (L.) Sweet) Oleh RH. FITRI FARADILLA F24053375 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SKRIPSI
PROFIL DAN PEROKSIDASI LIPID TIKUS PERCOBAAN SETELAH
PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KACANG KOMAK
(Lablab purpureus (L.) Sweet)
Oleh
RH. FITRI FARADILLA
F24053375
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PROFIL DAN PEROKSIDASI LIPID TIKUS PERCOBAAN SETELAH
PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KACANG KOMAK
(Lablab purpureus (L.) Sweet)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RH. FITRI FARADILLA
F24053375
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
RH. Fitri Faradilla. F24053375. Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan Setelah Pemberian Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Arif Hartoyo, STP, M.Si. 2010.
RINGKASAN
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyebabkan
kematian sekitar 15 juta jiwa atau sekitar 30% dari total penyebab kematian dan diperkirakan meningkat mencapai 40% pada tahun 2020 (WHO 2001). Salah satu penyebab terjadinya PJK adalah kondisi hiperkolesterolemia yang sangat mendukung terbentuknya aterosklerosis. Tempe kedelai telah diketahui bersifat hipokolesterolemik dan memiliki antioksidan yang tinggi sehingga dapat mencegah PJK (Brata-Arbai 2001). Namun setiap tahunnya Indonesia selalu mengimpor kedelai (Sawit et al. 2006), sehingga dibutuhkan alternatif kacang lain untuk membuat tempe.
Kacang komak merupakan kacang yang berpotensi menyubtitusi kacang kedelai. Nugroho (2007) telah membuktikan bahwa kacang komak bersifat hipokolesterolemik seperti halnya kedelai. Namun sifat fungsional tempe kacang komak belum diketahui. Oleh karena itu dibutuhkan uji in vivo untuk mengetahuinya. Akan tetapi uji in vivo tempe kacang komak segar akan mengalami kesulitan pada persiapan sampel. Untuk meningkatkan umur simpan dan memermudah dalam persiapan sampel maka pada penelitian ini tempe kacang komak segar ditepungkan sehingga didapat tepung tempe kacang komak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh tepung tempe kacang komak terhadap profil dan peroksidasi lipid. Profil lipid tersebut mencakup total kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL. Peroksidasi lipid meliputi kadar malonaldehida pada hati dan limpa tikus.
Tahap pertama penelitian ini adalah persiapan sampel, yaitu tepung tempe kacang komak. Tepung tempe dianalisis nilai gizinya yang terdiri dari kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan serat kasar. Data tersebut digunakan untuk merancang komposisi ransum tikus. Setelah sampel disiapkan, tikus mulai dipelihara. Masa adaptasi tikus adalah 1 minggu. Masa perlakuan selama 36 hari. Selama masa perlakuan, secara berkala dilakukan penghitungan jumlah konsumsi ransum dan pengukuran berat badan. Pada akhir perlakuan, dilakukan pembedahan tikus. Serum darah tikus digunakan untuk menentukan total kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, dan indeks aterogenik (IA). Hati dan limpa digunakan untuk analisis malonaldehida (MDA). Organ hati, ginjal, dan limpa ditimbang sebagai data pendukung.
Nilai gizi tepung tempe kacang komak basis kering yaitu protein 32,81%, air 6,94%, abu 2,86%, lemak 1,74%, karbohidrat 63,28%, dan serat 8,03%. Hingga akhir perlakuan, kontrol negatif (tikus yang diberi ransum standar) maupun kontrol positif (tikus yang diberi ransum standar + 1% kolesterol + PTU (propil tio urasil)) mengalami kenaikan berat badan secara berturut-turut yaitu 65 g dan 30 g. Sebaliknya, tempe (tikus yang diberi ransum dengan tepung tempe kacang komak sebagai pengganti kasein + 1% kolesterol + PTU) mengalami penurunan berat badan sebesar 11 g selama perlakuan.
Berat hati relatif kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 0,030; 0,032; dan 0,044. Berat organ ginjal relatif semua perlakuan tidak berbeda nyata secara statistik pada α=0,1. Kontrol negatif memiliki berat ginjal relatif 0,006, kontrol positif 0,0056, dan tempe 0,007. Seperti halnya berat ginjal relatif, berat limpa relatif ketiga kelompok juga tidak berbeda nyata, yaitu kontrol negatif 0,0030, kontrol positif 0,0026, dan tempe 0,0026.
Total kolesterol kontrol positif (143,45 mg/dl) paling tinggi, diikuti tempe (122,18 mg/dl), dan paling rendah kontrol negatif (60,23 mg/dl). Kadar trigliserida serum darah tikus kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 42,45 mg/dl, 27,73 mg/dl, dan 19,51 mg/dl. Nilai HDL kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe berturut-turut adalah 27,28 mg/dl, 23,50 mg/dl, dan 19,02 mg/dl. Kadar LDL kontrol negatif paling rendah dan berbeda nyata, yaitu 24,45 mg/dl. Kadar LDL tempe lebih rendah dari pada kontrol positif, walau tidak berbeda nyata. Kadar LDL kontrol positif adalah 114,39 mg/dl dan tempe adalah 99,26 mg/dl. Nilai IA tempe paling tinggi, walau tidak berbeda nyata dengan kontrol positif. Kontrol negatif merupakan kelompok tikus yang memiliki nilai IA paling rendah. Nilai IA kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 1,26; 5,14; dan 5,99.
Kadar MDA hati pada kelompok tikus kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 0,04 pmol/ml, 0,02 pmol/ml, dan 0,04 pmol/ml. Kadar MDA limpa pada kelompok tikus kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 0,10 pmol/g, 0,09 pmol/g, dan 0,10 pmol/g. Secara statistik, α=0,1, kadar MDA limpa ketiga kelompok tikus ini tidak berbeda nyata.
Hasil penelitian yang telah disebutkan, menunjukkan bahwa tepung tempe kacang komak dapat menghambat kenaikan total kolesterol dan LDL, namun tidak dapat meningkatkan HDL. Rendahnya HDL tempe menyebabkan nilai IA tikus ini tinggi. Selain itu dapat disimpulkan bahwa tepung tempe kacang komak tidak mampu menurunkan kadar malonaldehida pada organ hati dan limpa.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1988 di Pekanbaru
dari pasangan Drs. Yufrizal, M.Si dan Ir. Henni Syawal, M.Si.
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 1999 penulis menamatkan sekolah dasar di SDN 006
Pekanbaru. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN
21 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2002. Selama tiga tahun kemudian penulis
menimba ilmu di SMAN 4 Pekanbaru dan lulus dengan predikat juara umum pada
tahun 2005. Pada tahun itu juga, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB).
Setelah satu tahun di tingkat persiapan bersama (TPB), penulis diterima di
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP).
Selama berkuliah di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi.
Penulis pernah menjadi pengurus aktif Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa
Pekanbaru (IKPMR) Bogor, klub fotografi LENSA, Himpunan Mahasiswa Ilmu
dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), Food Chat Club (FCC), dan majalah peduli
pangan dan gizi EMULSI. Penulis juga aktif dalam kegiatan program kreativitas
mahasiswa (PKM). Penulis pernah melakukan tiga judul kegiatan penelitian yang
didanai DIKTI. Satu di antaranya membawa penulis bersama tim PKM menjadi
salah satu delegasi IPB dalam PIMNAS XXI dan mendapatkan penghargaan
setara perunggu dalam presentasi poster. Selain itu, pada PKM bidang penulisan
ilmiah, tim penulis pernah menjadi tim yang didanai untuk dua judul karya tulis.
Kompetisi non PKM juga pernah penulis ikuti. Penulis bersama tim menjadi juara
ke-3 dalam acara National Student Paper Competition.
Penulis tergabung dalam tim penerima dana bantuan usaha dari DPKHA
IPB. Penulis bersama tim membuka usaha café di sekitar kampus. Nama café
tersebut adalah Friends 24.
Penulis melakukan penelitian dengan judul Profil dan Peroksidasi Lipid
Tikus Percobaan Setelah Pemberian Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab
purpureus (L.) Sweet). Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi,
M.Si dan Arif Hartoyo, STP, M.Si.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan Setelah Pemberian
Tepung Tempe Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) Sweet)..
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
pembimbing dan penguji penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri
Palupi M.Si yang telah dengan sabar membimbing penulis sejak semester tiga.
Terima kasih kepada Bapak Arif Hartoyo, STP, M.Si yang telah memberi penulis
kesempatan untuk melakukan penelitian ini sehingga banyak pengalaman dan
ilmu yang penulis dapatkan. Terima kasih kepada Bapak Dr. Sukarno yang telah
bersedia menjadi dosen penguji pada ujian akhir penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Papa, Mama, Aal, dan Uta yang selalu menjadi bagian terpenting dalam hidup
penulis.
2. Tante rina, Tante ridha, Om Yudi, Nantan, Nenek, Uncu, Apuk, Puti, Izza,
Tante Mimi, Om Hendro, Inez, dan Alif yang telah menjadi keluarga terdekat
penulis selama berkuliah di IPB.
3. Ayah, almarhumah Ibu, Nenek, Buya, Etek Nan, dan keluarga besar penulis
lainnya yang selalu mendoakan penulis.
4. Guru-guru dan dosen-dosen penulis yang telah mewariskan ilmunya kepada
penulis. Semoga penulis dapat mewariskannya kembali dan menerapkannya.
5. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu mewarnai hidup penulis, Diana, Secha,
Dini, Wina, Ami, Fani, Nutri, Iin, Susan, Septi, Rika, Riri, Era, Mrs. Umar,
Iwik, Resti, Santhy, Nola, Noli, dan Fifi.
6. Sahabat sepenelitian, Rika, yang telah berjuang bersama dalam semangat dan
keceriaan.
7. Iin untuk bertumpuk bahan kuliah yang rapi dan sangat bermanfaat.
8. Sahabat satu bimbingan, Retno dan Melisa, yang selalu saling memberikan
motivasi dan semangat.
ii
9. Arya untuk sekantong energinya, Ari untuk motor dan seliter bensinnya,
Arya, Ari, Riza, dan Adi Leo untuk tenaga dalam mengangkut ransum dan
kacang komak.
10. Laboran-laboran yang selalu sabar membantu penulis, Pak Adi, Pak Jun, Pak
Deni, Pak Wachid, Pak Rojak, Pak Gatot, Mas Edi, Pak Taufik, dan Bu Dewi,
serta Pak Ganda yang telah membantu dalam eutanasia tikus.
11. Mbak rini untuk baju bersih dan wangi selama tiga tahun.
12. Cocoguters (Iin, Muji, Kak Tomi, Kak Tuko) yang membawa penulis dalam
pengalaman-pengalaman baru yang menyenangkan.
13. Keluarga belalang (Nutri, Dita Hui, Kocan, Kak Rahmat) untuk keceriaan dan
pengalaman penelitian pertama penulis.
14. Keluarga Friends 24, Fahmi, Risma, Tiwi, Riza, Widya, Widi, Jali, Zul, Tito,
dan Rina untuk pengalaman bisnisnya, semoga F24 sukses selalu.
15. Sahabat-sahabat LENSA, IKPMR, EMULSI, dan Himitepa. Dari mereka
penulis belajar banyak tentang berorganisasi.
16. Sahabat-sahabat satu kamar penulis di asrama TPB (Ijup, Puti, Satya) yang
telah satu tahun menjadi keluarga penulis di asrama.
17. Saudari-saudari sekelompok liqoq penulis (mba Yana, Ike, Galih, Reriel,
Retno, Susan, Fitri, Ica, Mike, Upik, dll).
18. Pegawai-pegawai UPT yang sangat baik.
19. Keluarga ITP 42 yang telah memberikan semangat untuk terus maju,
memberikan atmosfer kehidupan untuk terus berkarya, dan memberikan arti
tanggung jawab dan etos kerja. Semoga angka 42 menjadi doa bagi
kebersamaan kita (42 = 4ever 2gether).
Bogor, Januari 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR TABEL ........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
A. Kacang Komak .................................................................................. 3
B. Tempe ................................................................................................ 4
C. Tepung Tempe ................................................................................... 6
D. Metabolisme Lipid ............................................................................. 6
E. Kolesterol ........................................................................................... 8
F. Malonaldehida ................................................................................... 9
G. Tikus Percobaan ................................................................................. 10
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 12
A. Bahan dan Alat .................................................................................. 12
1. Bahan ............................................................................................ 12
2. Alat ............................................................................................... 12
B. Metoda Penelitian ............................................................................... 13
1. Tahap 1 Persiapan Sampel ........................................................... 13
a. Pembuatan Tempe Kacang Komak ........................................ 13
b. Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak ........................... 16
c. Analisis Proksimat Tepung Tempe Kacang Komak .............. 17
2. Tahap 2 Pengujian In Vivo ........................................................... 20
a. Persiapan dan Pembuatan Ransum ........................................ 20
b. Masa Adaptasi Tikus ............................................................. 20
c. Masa Perlakuan ...................................................................... 22
d. Persiapan Sampel Darah dan Organ ....................................... 22
e. Analisis Serum Darah dan Organ ........................................... 23
iv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 27
A. Tempe dan Tepung Tempe ................................................................. 27
B. Pertumbuhan dan Konsumsi Ransum ............................................... 27
C. Berat Organ ........................................................................................ 32
D. Profil Lipid Tikus ............................................................................... 34
1. Total Kolesterol Serum Darah ...................................................... 34
2. Kadar Trigliserida Serum Darah .................................................. 37
3. Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Serum Darah ................ 39
4. Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Serum Darah ................. 42
5. Indeks Aterogenik (IA) .............................................................. 44
E. Peroksidasi Lipid (Malonaldehida (MDA)) ....................................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 50
LAMPIRAN .................................................................................................. 56
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Komposisi Kimia Kacang Komak Dibandingkan Kacang Kedelai (per 100 g Berat Basah) .................................................................
3
Tabel 2 Nilai Gizi Kedelai dan Tempe Kedelai ......................................... 5
Tabel 3 Potensi Senyawa Aktif pada Tempe Kedelai ................................ 6
Tabel 4 Komposisi Lipoprotein Plasma Darah (%) ................................... 7
Tabel 5 Komposisi Ransum Tikus ............................................................. 21
Tabel 6 Komposisi Vitamin Fitkom ........................................................... 21
Tabel 7 Komposisi Campuran Mineral ...................................................... 21
Tabel 8 Komposisi Reagen Kolesterol ....................................................... 23
Tabel 9 Komposisi Reagen Presepitasi ...................................................... 24
Tabel 10 Komposisi Reagen Trigliserida ..................................................... 25
Tabel 11 Kandungan Gizi Tepung Tempe Kacang Komak ......................... 28
Tabel 12 Pertambahan Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus ............. 29
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................ 14
Gambar 2 Prosedur Pembuatan Tempe Kacang Komak ........................... 16
Gambar 3 Prosedur Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak ............. 17
Gambar 4 Prosedur Analisis Total Kolesterol ........................................... 23
Gambar 5 Prosedur Persiapan Sampel Analisis Kadar HDL .................... 24
Gambar 6 Prosedur Analisis Total HDL ................................................... 24
Gambar 7 Prosedur Analisis Total Trigliserida Standar ........................... 25
Gambar 8 Prosedur Analisis MDA pada Organ Hati dan Limpa .............. 26
Gambar 9 Kurva Pertumbuhan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan ..... 28
Gambar 10 Berat Organ Relatif (A) Berat Hati Relatif, (B) Berat Ginjal Relatif, (C) Berat Limpa Relatif Tikus Percobaan ...................
33
Gambar 11 Total Kolesterol Tikus Percobaan ............................................ 35
Gambar 12 Kadar Trigliserida Tikus Percobaan ......................................... 38
Gambar 13 Kadar HDL Serum Darah Tikus Percobaan ............................. 40
Gambar 14 Kadar LDL Serum Darah Tikus Percobaan .............................. 42
Gambar 15 Indeks Aterogenik Tikus Percobaan ......................................... 44
Gambar 16 Kadar MDA Hati dan Limpa Tikus Percobaan ........................ 46
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Contoh Perhitungan Penyusunan Ransum Tempe ................. 56
Lampiran 2 Analisis Sidik Ragam Pertambahan Berat Badan .................. 57
Lampiran 3 Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum ............................. 58
Lampiran 4 Analisis Sidik Ragam Berat Hati Relatif ............................... 59
Lampiran 5 Analisis Sidik Ragam Berat Ginjal Relatif ............................ 60
Lampiran 6 Analisis Sidik Ragam Berat Limpa Relatif ............................ 61
Lampiran 7 Analisis Sidik Ragam Total Kolesterol Serum Darah ........... 62
Lampiran 8 Analisis Sidik Ragam Kadar Trigliserida Serum Darah ........ 63
Lampiran 9 Analisis Sidik Ragam Kadar HDL Serum Darah ................... 64
Lampiran 10 Analisis Sidik Ragam Kadar LDL Serum Darah Tikus ......... 65
Lampiran 11 Analisis Sidik Ragam Indeks Aterogenik ............................ 66
Lampiran 12 Kurva Standar TEP ................................................................ 67
Lampiran 13 Analisis Sidik Ragam MDA Hati ........................................... 68
Lampiran 14 Analisis Sidik Ragam MDA Limpa ....................................... 69
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang
menyebabkan kematian sekitar 15 juta jiwa atau sekitar 30% dari total
penyebab kematian dan diperkirakan meningkat mencapai 40% pada tahun
2020 (WHO 2001). Salah satu penyebab terjadinya PJK adalah kondisi
hiperkolesterolemia yang sangat mendukung terbentuknya aterosklerosis.
Hiperkolesterolemia adalah kondisi kolesterol di dalam darah meningkat
melebihi batas ambang normal yang ditandai dengan meningkatnya kadar
kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan kolesterol total (Montgomery et
al. 1993). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa LDL yang
teroksidasi berperan pada terjadinya aterosklerosis (Langseth 1995).
Fenomena PJK dan hubungannya dengan distribusi kolesterol dalam
lipoprotein sangat penting untuk diketahui karena konsentrasi total kolesterol
yang tinggi belum tentu menyebabkan aterosklerosis bila diimbangi dengan
peningkatan jumlah HDL (high density lipoprotein). Sitepoe (1993)
menyatakan bahwa nisbah LDL/HDL dapat digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui tingkat aterosklerosis. Rekomendasi diet anti aterogenik menurut
Wolf (1996) hendaknya lebih ditekankan pada penurunan LDL daripada
menghindari penurunan HDL, karena pemberian diet rendah lemak dan rendah
kolesterol tidak hanya menurunkan LDL tetapi juga menurunkan HDL dan
demikian juga sebaliknya.
Tempe kedelai telah diketahui dapat menurunkan kolesterol dan LDL
serta dapat meningkatkan HDL darah dan status antioksidan tubuh (Brata-
Arbai 2001). Namun kedelai yang merupakan bahan baku tempe kedelai
merupakan tanaman subtropis yang tidak dapat tumbuh optimum di Indonesia,
sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai. Setiap tahunnya, Indonesia rata-
rata mengimpor kedelai sebanyak 2,3 juta ton (1996-2005). Hampir 50% dari
total impor kedelai Indonesia didominasi oleh Amerika Serikat (Sawit et al.
2006). Oleh karena itu dibutuhkan kacang lain yang mirip kedelai baik secara
2
morfologi maupun fungsional dan merupakan tanaman tropis untuk
menyubtitusi kedelai agar mengurangi jumlah impor kedelai.
Kacang komak merupakan kacang yang berpotensi menyubtitusi
kacang kedelai. Kacang komak yang dapat tumbuh optimal di Indonesia,
selain memiliki penampakan seperti kedelai, juga telah dibuktikan dapat
menurunkan kadar kolesterol, LDL, dan trigliserida serum darah tikus seperti
halnya kedelai (Nugroho 2007).
Kacang komak juga dapat dijadikan tempe (tempe kacang komak).
Namun sifat fungsionalnya, terutama kemampuan dalam memperbaiki profil
lipid darah dan status antioksidan tubuh belum diketahui. Oleh karena itu
dibutuhkan uji in vivo untuk mengetahuinya. Namun uji in vivo tempe kacang
komak segar akan mengalami kesulitan pada persiapan sampel. Hal ini karena
tempe kacang komak belum dijual di pasaran dan umur simpannya singkat.
Untuk meningkatkan umur simpan dan mempermudah dalam persiapan
sampel maka pada penelitian ini tempe kacang komak segar ditepungkan
sehingga didapat tepung tempe kacang komak.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe kacang komak terhadap
profil lipid darah tikus, yaitu total kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL.
2. Mengevaluasi pengaruh konsumsi tepung tempe kacang komak terhadap
produk peroksidasi lipid (malonaldehida) pada hati dan limpa tikus.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kacang Komak
Kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) termasuk ordo
leguminoseae dan sub kelas dikotiledon. Kacang komak diduga berasal dari
India, Asia Tenggara, dan Afrika. Kacang komak diyakini dapat membantu
dalam usaha mengatasi kekurangan protein, karena kacang komak mempunyai
nilai gizi yang cukup tinggi, berupa protein, lemak, zat-zat gizi lainnya dan
komposisi asam amino yang baik. Kadar protein kacang komak sebesar 21,5%
dengan susunan asam amino yang mendekati pola protein kedelai
(Martoyuwono 1984).
Nilai gizi kacang komak menempati urutan ketiga setelah kacang tanah
dan kedelai. Kandungan lemak dan serat biji kacang komak terendah di antara
kacang-kacangan yang banyak ditanam di Indonesia. Hal tersebut membuat
kacang komak berpotensi menggantikan sebagian atau seluruh bahan baku
pangan, misalnya kedelai. Tempe, tauco, kecap, tepung komposit, makanan
bayi, dan konsentrat protein adalah produk yang dapat dihasilkan dari kacang
komak (Utomo et al. 1991). Tabel 1 menunjukkan perbedaan komposisi
kacang komak dan kacang kedelai.
Tabel 1. Komposisi Kimia Kacang Komak Dibandingkan Kacang
Kedelai (per 100 g Berat Basah) Komponen Kacang komak (g) Kacang kedelai (g)
Air 12,1 12,7 Energi (kal) 334,0 381,0 Protein 21,5 40,0 Lemak 1,2 16,7 Karbohidrat 61,4 24,9 Serat 6,9 3,2 Abu 3,8 5,3
Sumber : Kay (1979)
Protein pada kacang-kacangan dapat digolongkan dengan beberapa
cara. Berdasarkan sumbernya, protein kacang-kacangan termasuk protein biji
yang terbagi menjadi protein embrio dan protein endosperm. Berdasarkan
kelarutan, kacang-kacangan dan biji-bijian dikelompokkan menjadi empat
4
macam (fraksi) protein yaitu albumin, globulin, glutelin, dan prolamin.
Albumin adalah protein yang larut dalam air dan garam encer serta dapat
terkoagulasi karena panas. Globulin adalah protein yang tidak larut air tetapi
larut dalam garam encer dan juga terkoagulasi bila dipanaskan. Glutein adalah
protein yang tidak larut dalam semua pelarut yang netral, tetapi larut dalam
asam dan basa yang sangat encer. Prolamin adalah protein yang tidak larut
dalam air tetapi larut dalam etanol 70-80%. Penggolongan protein tersebut
termasuk jenis protein sederhana yaitu protein yang bila dihidrolisis hanya
menghasilkan asam amino α. Berdasarkan golongan protein konjugasi, protein
kacang-kacangan termasuk anak golongan glikoprotein karena bila
terhidrolisis menghasilkan karbohidrat sebagai gugus prostetik selain asam
amino. Berdasarkan fungsi atau sifat fisiologinya, protein kacang-kacangan
yang dimasukkan dalam anak golongan glikoprotein dikelompokkan lagi
menjadi protein simpanan (Robinson 1995). Protein yang dikategorikan
protein simpanan adalah protein yang terakumulasi pada waktu proses
pembentukan biji, kaya kandungan nitrogen, dan tersimpan dalam protein
bodies pada sel kotiledon. Protein simpanan utama pada tanaman leguminosae
adalah globulin (Ersland et al. 1983).
Kacang komak kering umumnya mengandung protein sebesar 21-29 g
per 100 g (Tabel 1). Komposisi asam amino esensial kacang komak bila
dibandingkan dengan pola FAO/WHO kaya asam amino lisin dan defisiensi
asam amino metionin dan sistin, seperti kebanyakan tanaman leguminosae.
Protein utama kacang komak adalah globulin, yaitu dolichosin (Kay 1979;
Duke 1983).
B. Tempe
Tempe di Indonesia biasa diidentikkan dengan kacang kedelai. Syarief
et al. (1999) menyatakan tempe adalah salah satu makanan tradisional
Indonesia yang dihasilkan melalui proses fermentasi biji kedelai oleh berbagai
mikroorganisme dan khususnya oleh kapang Rhizopus oligosporus. Namun
demikian, tempe juga dapat dibuat dari berbagai jenis kacang lain. Tempe
dengan bahan baku selain kedelai biasa disebut dengan nama bahan bakunya,
seperti tempe gembus, tempe lamtoro, tempe benguk, tempe koro, tempe
5
bongkrek, dan tempe gude (Sapuan dan Sutrisno 1996). Tempe yang dibuat
dari bahan baku kacang komak dapat pula disebut sebagai tempe kacang
komak atau tempe komak.
Proses fermentasi pada tempe menyebabkan komponen-komponen
kacang dihidrolisa menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan
mudah dicerna. Pengolahan kacang-kacangan menjadi tempe akan
meningkatkan kandungan protein, asam amino esensial, mutu protein, dan
kandungan zat gizi lainnya, seperti terlihat pada Tabel 2. Selain itu tempe juga
mengandung beberapa senyawa aktif. Senyawa-senyawa tersebut dihasilkan
melalui proses transformasi dan sintesa oleh mikroorganisme pada proses
pembuatan tempe dan khususnya pada perendaman dan proses pemeraman.
Tabel 3 menunjukkan hasil identifikasi sejumlah senyawa aktif pada tempe,
baik menurut jenis maupun potensinya (Syarief et al. 1999).
Tabel 2. Nilai Gizi Kedelai dan Tempe Kedelai Zat Gizi dan Faktor Mutu
Gizi Kedelai Mentah
Tempe Kedelai
Kadar zat gizi (% bk) Protein (g) 42,2 46,5 Lemak (g) 19,1 19,7 Karbohidrat (g) 28,5 30,2 Serat (g) 3,7 7,2 Abu (g) 6,1 3,6 Kalsium (mg) 254,0 347,0 Fosfor (mg) 781,0 729,0 Besi (mg) 11,0 9,0
Faktor mutu gizi Nilai cerna 75-89
(82) 83
Nilai biologis 41-47 - PER 0-16 2,12 NPV standar 48-61 -
Sumber : Syarief et al. (1999).
Proses pembuatan tempe menggunakan laru (inokulum). Inokulum
berisi spora kapang Rhizopus sp yang dalam pertumbuhannya akan
menghasilkan enzim yang akan menguraikan substrat menjadi komponen-
komponen yang lebih kecil dan sederhana, sehingga lebih mudah larut dan
menghasilkan flavor dan aroma yang diinginkan. Syarat utama inokulum
untuk pembuatan tempe (makanan) adalah : (1) mikroba tidak berbahaya bagi
6
Tabel 3. Potensi Senyawa Aktif pada Tempe Kedelai No Senyawa Aktif Potensi / Fungsi 1 Isoflavon: daidzein, glisitein,
genistein, dan faktor-2 Antioksidan, antihemolisis, antibakteri, antifungi, antikanker
2 Asam lemak tidak jenuh: asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat
Antioksidan, hipokolesterolemik
3 Vitamin larut dalam lemak: vitamin E dan β-karoten
Antioksidan, antihemolisis, pembelahan sel, melindungi dinding sel, metabolisma
4 Glikoprotein Antibakteri 5 Ergosterol Hipokolesterolemik, provitamin D 6 Vitamin B komplek: tiamin,
riboflavin, niasin, asam pantotenat, sianokobalamin, folasin
Metabolisma (koenzim)
7 Enzim: protease, lipase, amilase, dan lain-lain
Metabolisma/hidrolisa
Sumber : Pawiroharsono (1995)
kesehatan, (2) dapat tumbuh dengan cepat, dan (3) tahan terhadap kontaminan.
Jenis kapang yang biasa ada pada tempe adalah R. oligosporus, R. oryzae, R.
stolonifer, dan R. Arrhizus (Syarief et al. 1999).
C. Tepung Tempe
Tempe merupakan produk fermentasi yang tidak dapat bertahan lama.
Setelah dua hari, tempe akan mengalami pembusukan sehingga tidak dapat
dikonsumsi oleh manusia. Tempe yang sudah busuk masih bisa dimanfaatkan
sebagai bahan masakan namun fungsinya telah banyak mengalami penurunan
(Syarief et al. 1999).
Salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan tempe adalah
dengan mengolahnya menjadi tepung tempe. Manfaat pembuatan tepung ini
antara lain mudah dicampur dengan tepung lain untuk meningkatkan nilai
gizinya dan mudah disimpan dan diolah menjadi makanan yang cepat
dihidangkan (Syarief et al. 1999). Hasil penelitian secara in vivo menunjukkan
nilai gizi protein tepung tempe hampir sama dengan kasein (Mardiah 1994).
D. Metabolisme Lipid
Lipid yang bersifat nonpolar tidak dapat disirkulasikan secara bebas
dalam medium cair seperti plasma. Dalam setiap peredarannya lipid selalu
bergabung dengan protein membentuk komposisi larut air yang disebut
7
lipoprotein (Soetardjo 1990) sehingga dapat didistribusikan dalam fluida
tubuh.
Lipoprotein adalah partikel berbentuk sferis yang terdiri dari ratusan
molekul lipid dan protein. Lipid utama dalam lipoprotein adalah kolesterol,
trigliserida, dan fosfolipid. Trigliserida dan bentuk esterifikasi kolesterol
adalah lemak non polar yang tidak larut air (hidrofobik) yang membentuk inti
lipoprotein. Fosfolipid dan sejumlah kecil kolesterol bebas yang larut dalam
lipid dan air, menutupi permukaan partikel dan bertindak sebagai pembatas
antara komponen inti dan plasma. Apolipoprotein menempati permukaan
lipoprotein dan berfungsi sebagai pemisah antara lipid dengan lingkungan
berair, serta mempunyai peran sangat penting dalam pengaturan transpor lipid
dan metabolisme protein (Ginsberg dan Goldberg 1998).
Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dikelompokkan menjadi empat
yaitu: kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Komposisi lipoprotein
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Lipoprotein Plasma Darah (%)
Jenis Densitas Total protein
Total lipid
TG FL Kolesterol
ALB Ester Bebas
Kilomikron < 0,95 2 98 88 8 3 1 - VLDL 0,95-
1,006 10 90 56 56 15 8 1
LDL 1,019-1,063
21 79 13 28 48 10 1
HDL 1,125-1,210
57 43 13 46 29 6 6
Sumber : Mann dan Skeaff (2002) Keterangan : TG = trigliserida, FL = fosfolipid, ALB = asam lemak bebas
Kilomikron terbentuk dalam mukosa usus halus dari trigliserida yang
dipecah melalui metabolisme dalam usus. Kilomikron berfungsi membawa
trigliserida ke jaringan tubuh sebagai sumber asam lemak yang dapat segera
digunakan atau untuk disimpan sebagai cadangan (Soetardjo 1990).
VLDL disintesis di dalam hati dan juga terdiri dari banyak trigliserida
yang berasal dari dalam tubuh (endogen). VLDL berfungsi membawa
trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol dari hati ke jaringan lain dalam tubuh.
8
Trigliserida diambil dari VLDL dengan bantuan enzim lipoprotein lipase,
kemudian masuk ke dalam jaringan sebagai sumber energi yang dapat segera
dipakai atau disimpan kembali (Mann dan Skeaff 2002).
LDL adalah produk akhir dari metabolisme VLDL, namun terdapat
bukti bahwa sebagian diproduksi langsung oleh hati (Mayes 1996). LDL
berfungsi membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer yang akan
digunakan untuk konstruksi membran atau untuk pembentukan hormon
steroid. LDL membawa sekitar 70% kolesterol dalam plasma (Mann dan
Skeaff 2002).
HDL disintesis di hati dan usus halus. HDL berperan dalam membawa
kolesterol dari jaringan tubuh ke hati untuk kemudian diubah menjadi asam
empedu dan selanjutnya disimpan atau dibuang melalui empedu ke usus besar
sebagai rute utama mekanisme pembuangan dari tubuh. Sehingga, HDL
memegang peranan penting dalam mengatur jumlah kolesterol yang tinggal
dalam jaringan tubuh, termasuk dalam dinding arteri (Soetardjo 1990).
E. Kolesterol
Kolesterol merupakan komponen esensial dari membran sel dan
merupakan komponen utama sel-sel otak dan jaringan syaraf (Krause dan
Mahan 1984). Sedangkan menurut Mayes et al. (1987) kolesterol adalah
produk khas dari metabolisme hewan dan oleh karenanya terdapat dalam
makanan yang berasal dari hewan seperti daging, hati, otak, dan kuning telur.
Sebagian besar kolesterol berasal dari sintesis (kira-kira 1 g/hari) sedangkan
sekitar 0.3 g/hari dilengkapi dari konsumsi makanan. Menurut Sitepoe (1993)
bila ditinjau dari sudut kimiawi, kolesterol diklasifikasikan ke dalam golongan
lipid (lemak), berkomponen alkohol steroid, sebagian besar berfungsi sebagai
sumber kalori serta memberikan nilai tambah terhadap cita rasa makanan.
Menurut Martin et al. (1984) kolesterol di dalam tubuh manusia dapat
berasal dari dua sumber yaitu dari makanan dan biosintesa de novo. Kolesterol
yang bersumber dari makanan berasal dari bahan pangan hewani. Kolesterol
yang berasal dari makanan memegang peranan penting karena merupakan
sterol utama di dalam tubuh manusia serta komponen permukaan sel dan
membran intraseluler. Biosintesa de novo kolesterol terjadi hampir pada
9
semua sel yang mengandung nukleus, tetapi yang terbesar terjadi pada hati,
usus, korteks, adrenal, dan jaringan produktif. Pada kondisi normal kolesterol
disintesa di dalam tubuh sebanyak dua kali dari kadar kolesterol di dalam
makanan yang dimakan (Sitepoe 1993). Jumlah laju sintesis kolesterol de
novo berhubungan dengan jumlah kolesterol yang berasal dari makanan, jika
jumlah kolesterol di dalam diet meningkat maka sintesis kolesterol di dalam
hati dan usus akan menurun. Sebaliknya jika jumlah kolesterol dari makanan
berkurang maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus akan meningkat
(Muchtadi et al. 1993).
Kolesterol yang disintesa diubah menjadi jaringan, hormon, dan
vitamin yang kemudian beredar ke dalam tubuh melalui darah (Sitepoe 1993).
Namun demikian kolesterol ada yang kembali ke hati untuk diubah menjadi
asam empedu dan garam. Dalam keadaan normal bila terjadi gangguan
konsumsi kolesterol, maka akan terjadi mekanisme untuk mempertahankan
keseimbangan kolesterol dengan semua faktor sebagai mekanisme pertahanan.
Linder (1992) menyatakan kadar kolesterol normal dalam plasma pada
orang dewasa normal sebesar 3,1-5,7 mmol/l (120-220 mg/dl). Biasanya kadar
kolesterol yang melebihi batas ini dianggap sebagai hiperkolesterolemia.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menurunkan kolesterol dalam
darah. Beberapa faktor tersebut di antaranya adalah penurunan kalori yang
dikonsumsi, penurunan konsumsi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh,
penurunan konsumsi kolesterol, penurunan kadar lipoprotein, konsumsi serat
pangan larut air (SDF), dan konsumsi beberapa jenis bahan kimia. Beberapa
bahan kimia yang diindikasikan memiliki potensi hipokolesterolemik tersebut
adalah sitosterol, niasin, vitamin C, vitamin E, dan karoten (Sitepoe 1993).
F. Malonaldehida
Malonaldehida (MDA) menurut Bird dan Draper (1984), merupakan
produk hasil peroksidasi lipid dalam tubuh dan sebagai indeks ketengikan
oksidatif dalam makanan. MDA di dalam material biologi terdapat dalam
bentuk bebas dan sebagai kompleks dengan unsur pokok berbagai jaringan.
MDA terutama dihasilkan pada reaksi penguraian sel. Secara biologis MDA
dihasilkan dari berbagai macam reaksi. Reaksi-reaksi tersebut misalnya
10
kebocoran sistem mitokondria, oksidasi lipida, exercise (olah raga), dan
dekomposisi asam amino serta komponen karbohidrat.
Salah satu metode pengukuran MDA adalah dengan thiobarbituric
acid reactivity test. Metode ini didasarkan pada reaksi antara MDA dan TBA
(thiobarbituric acid) dalam suasana asam. MDA dapat melakukan reaksi
penambahan nukleofilik dengan TBA membentuk kompleks MDA-TBA.
Kompleks MDA-TBA yang terbentuk memiliki warna merah jambu dan
absorbansinya dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm (Conti et al.
1991).
Menurut Nawar (1985), metode uji TBA merupakan metode yang
paling banyak digunakan untuk mengukur keberadaan radikal bebas dan
peroksida lipid dikarenakan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi, mudah
diaplikasikan untuk berbagai sampel pada berbagai tahap oksidasi lipid, dan
biayanya tidak mahal.
G. TIKUS PERCOBAAN
Tikus atau rat (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan
sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok
untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur atau varietas tikus
yang memiliki kekhususan tertentu, salah satunya adalah galur spargue-
dawley. Spargue-dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala
kecil, dan ekornya lebih panjang dari pada badannya (Malole dan Pramono
1989).
Tikus tidak memiliki kantong empedu. Seperti rodentia lainnya, tikus
terutama yang muda memiliki jaringan lemak berwarna coklat di bagian leher
sampai scapula yang jumlahnya berkurang setelah dewasa. Tikus dapat
dikandangkan bersama dalam satu kelompok besar yang terdiri dari jantan dan
betina dari berbagai tingkat tanpa terjadinya perkelahian yang berarti. Tikus
yang lepas dari kandang umumnya akan kembali ke kandangnya. Tikus dapat
hidup lebih dari tiga tahun (Malole dan Pramono 1989).
Tikus biasanya dipelihara dalam kandang kotak terbuat dari metal atau
plastik atau kayu yang ditutup dengan kawat yang dianyam dengan lubang
anyaman 1,6 cm2. Luas lantai kandang yang dibutuhkan oleh tikus dewasa 250
11
cm2/ekor (berat tikus sekitar 300 g). Tinggi kandang harus lebih dari 18 cm.
Temperatur kandang yang ideal adalah 18-27oC dengan rata-rata 22oC dan
kelembaban relatif 40-70%. Pemberian penerangan cukup selama 12 jam/hari,
karena bila lebih dari 12 jam akan mempengaruhi siklus birahi. Rodensia
umumnya, terutama rodensia yang aktif di malam hari (nocturnal) seperti
tikus, senang pada cahaya remang-remang. Perlu diperhatikan agar alas
kandang selalu kering dan tidak berbau untuk mencegah gangguan respirasi
serta alat-alat dalam kandang harus dibersihkan 1-2 kali seminggu (Malole
dan Pramono 1989).
Seekor tikus dewasa membutuhkan 5 g makanan dan 10 ml air minum
per hari per 100 g berat badan. Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh
temperatur kandang, kelembaban, kesehatan tikus, dan kualitas makanan itu
sendiri. Sebagai hewan nocturnal, tikus aktif makan di malam hari (Malole
dan Pramono 1989).
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat
1. Bahan
a. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan yaitu kacang komak (Lablab
purpureus (L.) Sweet) yang didapat dari petani di Probolinggo, Jawa
Timur.
b. Tikus Percobaan
Tikus percobaan yang digunakan merupakan tikus jantan jenis
spargue dawley umur 40 hari.
c. Bahan Makanan Tikus
Bahan yang digunakan sebagai makanan tikus dalam penelitian
ini adalah pati jagung, kasein, sukrosa, minyak kedelai, CMC, mineral
mix, vitamin mix, kolesterol, PTU (propiltiourasil), dan tepung tempe
kacang komak.
d. Bahan Analisis
Bahan-bahan untuk analisis proksimat antara lain K2SO4, HgO,
H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator biru metilen, HCl, dan
pelarut n-heksana. Bahan untuk analisis total kolesterol dan HDL yaitu
reagen kit cholesterol FS dan HDL precipitant FS dengan metode
CHOD-PAP. Bahan analisis trigliserida yaitu tryglyserides FS dengan
metode GPO-PAP. Bahan-bahan untuk analisis malonaldehida yaitu
larutan PBS, larutan TCA 15%, dan larutan TBA 0,37% dalam HCl
0,25 N.
2. Alat
a. Alat Pemeliharaan Tikus
Alat yang digunakan untuk memelihara tikus dan membuat
makanan tikus adalah kandang metabolik, botol minum, timbangan,
baskom plastik, varimixer, dan blender.
13
b. Alat Pembedah Tikus
Alat yang digunakan dalam pembedahan tikus adalah gunting,
pinset, jarum suntik, papan pembedahan, dan alat-alat gelas.
c. Alat Analisis
Alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven,
tanur, ekstraktor soxhlet, labu kjeldahl, alat-alat gelas, cawan
aluminium, cawan porselen. Alat-alat yang digunakan untuk analisis
kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, dan malonaldehida meliputi
spektrofotometer, sentrifuse, penangas air, tabung reaksi, tabung
sentrifuse, pipet mikro, kuvet, dan kuvet mikro.
B. Metoda Penelitian
Tahap pertama penelitian ini adalah persiapan sampel, yaitu tepung
tempe kacang komak. Tepung tempe dianalisis nilai gizinya yang terdiri dari
kadar protein, lemak, karbohidrat, air, abu, dan serat kasar. Data tersebut
digunakan untuk merancang komposisi ransum tikus. Setelah sampel
disiapkan, tikus mulai dipelihara. Masa adaptasi tikus adalah 1 minggu. Masa
perlakuan selama 36 hari. Selama masa perlakuan, secara berkala dilakukan
penghitungan jumlah konsumsi ransum dan pengukuran berat badan. Pada
akhir perlakuan, dilakukan pembedahan tikus. Serum darah tikus digunakan
untuk menentukan total kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, dan indeks
aterogenik. Hati dan limpa digunakan untuk analisis MDA (malonaldehida).
Organ tikus hati, ginjal, dan limpa ditimbang sebagai data pendukung. Secara
garis besar, rancangan penelitian yang dilakukan beserta output yang
diharapkan dapat dilihat pada Gambar 1.
1. Tahap 1 Persiapan Sampel
a. Pembuatan Tempe Kacang Komak (Harnani 2009)
Kacang komak kering direbus dalam larutan abu 5% dari berat
kacang selama 30 menit, kemudian direndam selama 48 jam. Setelah
direndam, lendir dihilangkan dan dikupas kulitnya. Kacang komak
tanpa kulit kemudian dikukus selama 15 menit dan ditiriskan lalu
14
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian.
Tahapan Penelitian Luaran Tujuan
Mengetahui profil lipid darah tikus. Profil lipid tersebut mencakup total kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL.
Mengetahui kadar produk peroksidasi lipid (malonaldehida) pada hati dan limpa tikus.
Tepung Tempe Kacang Komak
Data kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, dan serat kasar sampel
Data berat badan dan jumlah konsumsi ransum
Data berat organ
Data kadar kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, indeks aterogenik , dan malonaldehida
Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak
Analisis Proksimat dan serat kasar
Pengujian In Vivo • Masa adaptasi • Masa perlakuan
Pembedahan Tikus
ginjal Hati, limpa Darah
Ditimbang
Analisis malonaldehida
Analisis kadar total kolesterol, HDL, trigliserida, LDL, indeks
aterogenik
16
didinginkan pada suhu ruang. Kacang komak yang sudah dingin
kemudian diinokulasi dengan ragi tempe RAPRIMA sebanyak 0,5%
dari berat kacang kukus. Kacang komak yang telah diinokulasi tersebut
kemudian dibungkus dalam plastik dan diberi lubang dengan jarak 2
cm. Kacang komak yang telah dikemas tersebut kemudian diinkubasi
pada suhu kamar (25-30oC) selama 36 jam sehingga dihasilkan tempe
kacang komak segar. Prosedur pembuatan tempe kacang komak
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Prosedur Pembuatan Tempe Kacang Komak
b. Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak (Harnani 2009)
Tempe segar dipotong dengan ketebalan sekitar 0,5 cm,
kemudian dikeringkan selama 5-6 jam pada suhu 75oC. Tempe kering
ini kemudian digiling dengan pin disc mill dan diayak dengan ayakan
berukuran 60 mesh sehingga dihasilkan tepung tempe. Prosedur
pembuatan tempe kacang komak disajikan pada Gambar 3.
Kacang
Direbus (+abu 5% berat kacang, 30 menit)
Direndam (48
Dicuci dan dikupas
Dikukus 15 menit
Didinginkan dan diinokulasi dengan ragi (0,5% berat kacang kukus)
Dikemas plastik dan diberi lubang dengan
Diinkubasi (25-30oC, 36 jam)
Tempe kacang komak
17
Gambar 3. Prosedur Pembuatan Tepung Tempe Kacang Komak
c. Analisis Proksimat Tepung Tempe Kacang Komak
1) Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)
Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena
kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak
terdegradasi pada suhu 100oC. Cawan aluminium kosong
dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 15 menit lalu
didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai tidak panas
lagi. Cawan ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu ditimbang sampel
sebanyak 5 g di dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam
oven sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari
0,003 g). Setelah itu cawan didinginkan di dalam desikator.
Ditimbang berat akhirnya. Dihitung kadar air dengan persamaan
berikut:
Kadar air (% b/b) = ������ � 100%
Keterangan : x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g)
2) Analisis Kadar Abu (AOAC 1995)
Cawan porselen dibakar dalam tanur selama 15 menit
kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin ditimbang.
Kemudian sampel sebanyak 5 g ditimbang di dalam cawan lalu
Dipotong (ketebalan 0,5
Dikeringkan (75oC, 5-6
Digiling dan diayak (60
Tempe kacang komak
Tepung tempe kacang komak
18
diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan
beratnya tetap. Setelah itu, cawan didinginkan di dalam desikator
lalu ditimbang.
Perhitungan :
Kadar abu (%b/b) = W2
W1×100%
Keterangan : W1 = berat sampel (g) W2 = berat abu (g)
3) Analisis Kadar Protein (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 0,1-0,2 g dimasukkan ke dalam labu
kjedahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,5
ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi selama 30 menit sampai
cairan berwarna jernih dan dibiarkan sampai dingin. Selanjutnya
ditambahkan air suling secukupnya dan 10 ml NaOH pekat sampai
berwarna coklat kehitaman dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung
dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H2BO3 dan indikator,
kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Larutan blanko juga
dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus
% Nitrogen = V HCl – V blankoml�N HCl�14,007�faktor konversi
mg contoh×100%
4) Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam
oven kemudian ditimbang setelah dingin. Sampel sebanyak 5 g
dibungkus dalam kertas saring kemudian ditutup kapas yang bebas
lemak. Sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet,
kemudian kondensor dan labu dipasang pada ujung-ujungnya.
Pelarut heksana dimasukkan ke dalam alat lalu sampel direfluks
selama 5 jam. Setelah itu pelarut didestilasi dan ditampung pada
wadah lain. Labu lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC
sampai diperoleh berat tetap. Kemudian Labu lemak dipindahkan ke
desikator, lalu didinginkan dan ditimbang.
19
Perhitungan :
Kadar lemak (%b/b) = W2
W1×100%
Keterangan : W2 = Berat sampel (g) W1 = Berat lemak (g)
5) Analisis Kadar Karbohidrat By Difference (AOAC 1995)
Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by
difference dengan rumus :
Kadar karbohidrat (%b/b) = 100% - (k.air + k.protein + k.lemak + k.abu) (%)
6) Analisis Serat Kasar (Apriyantono et al. 1989)
Sebanyak 2 g sampel bebas lemak dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2
tetes zat anti buih. Setelah itu 200 ml H2SO4 mendidih ditambahkan
ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer kemudian diletakkan di dalam
pendingin balik. Sampel di dalam erlenmeyer didihkan selama 30
menit dengan sesekali digoyang. Setelah selesai, suspensi disaring
dengan kertas saring. Residu dicuci dengan air mendidih hingga air
cucian tidak bersifat asam (diuji dengan kertas lakmus). Residu
dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer dengan cara
mencuci residu dengan 200 ml NaOH mendidih. Larutan tersebut
kemudian didihkan kembali selama 30 menit dengan pendingin
balik. Setelah itu larutan disaring dengan kertas saring yang
diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%, air mendidih,
kemudian dengan alkohol 95%. Kertas saring dikeringkan di dalam
oven hingga berat konstan. Setelah didinginkan di desikator, residu
ditimbang. Serat kasar didapat dari rumus
Kadar serat kasar � g100g contoh� � W� � W�
W � 100
Keterangan : W2 = Berat residu dan kertas saring kering (g) W1 = Berat kertas saring (g) W = Berat sampel yang dianalisis (g)
20
2. Tahap 2 Pengujian In Vivo
Penelitian tahap 2 dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian
tepung tempe kacang komak terhadap profil lipid darah dan peroksidasi
lipid tikus dengan melakukan pengukuran kandungan total kolesterol,
trigliserida, LDL, dan HDL dalam serum darah. Tikus yang digunakan
sebanyak 15 ekor jenis spargue dawley jantan. Tikus tersebut dibagi ke
dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kontrol positif, kelompok
kedua kontrol negatif, dan kelompok ketiga adalah kelompok tempe
(diberi tepung tempe kacang komak). Rancangan penelitian utama dapat
dilihat pada Gambar 1.
a. Persiapan dan Pembuatan Ransum
Ransum yang diberikan kepada tikus percobaan mengacu pada
AIN (American Institute of Nutrition) (Reeves et al. 1993). Komposisi
ransum tikus setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5, perhitungan
komposisi ransum kelompok tempe dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ransum standar terdiri atas pati jagung, kasein, sukrosa, minyak
kedelai, CMC, vitamin mix merek Fitkom (Tabel 6), dan mineral mix
(Tabel 7). Kelompok kontrol positif diberi ransum standar dengan
penambahan kolesterol 1% dan PTU (propiltiourasil). Kelompok
kontrol negatif hanya diberi ransum standar. Kelompok tempe diberi
ransum standar dengan penambahan kolesterol dan PTU serta
mengganti kasein ransum standar dengan sampel (tepung tempe kacang
komak).
b. Masa Adaptasi Tikus (Arafah 1994)
Lama masa adaptasi adalah tujuh hari dengan pemberian ransum
standar (komposisi sama dengan kontrol negatif). Air diberikan secara
ad libitum. Tikus ditempatkan secara individual dalam kandang pada
ruangan dengan sirkulasi gelap terang masing-masing 12 jam dengan
suhu berkisar 22-24oC.
21
Tabel 5. Komposisi Ransum Tikus (Reeves et al. 1993)
Bahan
Komposisi Ransum Dalam %
Kontrol Negatif (ransum standar)
Kontrol Positif (ransum standar + kolesterol + PTU)
Tempe (sumber protein
kasein diganti tepung tempe kacang komak + kolesterol + PTU)
Pati Jagung 61,4 62,5 33,9 Tepung Tempe - - 45,6 Kasein 14,0 14,0 - Sukrosa 10,0 10,0 10,0 Minyak Kedelai 4,0 4,0 3,3 Selulosa 5,0 5,0 1,6 Mineral Mix 3,5 3,5 2,3 Vitamin Mix 1,0 1,0 1,0 Kolesterol - 1,0 1,0 PTU - 0,1 0,1
Tabel 6. Komposisi Vitamin Fitkom
Jenis Jumlah % AKG Vitamin A 1000 IU 333,33 Vitamin B1 1,4 mg 116,67 Vitamin B2 1,6 mg 123,08 Vitamin B6 2 mg 153,85 Vitamin B12 3 mcg 125,00 Vitamin C 60 mg 100,00 Vitamin D3 100 IU 20,00 Vitamin E 5 mg 50,00 Nicotinadium 9 mg 56,25 Kalsium pantotenat 5 mg 0,06
Tabel 7. Komposisi Campuran Mineral
Jenis Vitamin Jumlah (g/500g) NaCl 69,99 KH2PO4 194,53 MgSO4 28,65 CaCO3 190,73 FeSO4.7H2O 13,50 MnSO4.H2O 2,01 KI 0,40 ZnSO4.7H2O 0,27 CuSO4.5H2O 0,24 CuCl2.6H2 0,01
22
c. Massa Perlakuan
Masa perlakuan adalah 36 hari. Selama masa perlakuan, tikus
diberi ransum sesuai dengan kelompok perlakuannya (Tabel 5) dan
pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Pengamatan yang
dilakukan yaitu jumlah konsumsi ransum dan berat badan tikus
percobaan. Banyaknya ransum yang dikonsumsi dihitung setiap hari
dengan menimbang sisa ransum yang tidak dikonsumsi oleh tikus.
Pengamatan berat badan masing-masing tikus dalam tiga kelompok
perlakuan dilakukan tiga hari sekali selama perlakuan. Hasil yang
diperoleh kemudian dibandingkan antar kelompok.
d. Persiapan Sampel Darah dan Organ
Pengambilan sampel darah dan organ dilakukan pada hari ke-37.
Sebelum dibedah, selama 12 jam tikus dipuasakan agar data yang
dihasilkan tidak dipengaruhi oleh konsumsi terakhir.
Tikus yang akan dibedah harus dalam keadaan hidup. Eutanasia
dilakukan dengan cara menarik ekor tikus sehingga tulang belakangnya
lepas. Cara ini dapat menghilangkan rasa sakit tikus, namun jantung
masih tetap berdetak selama beberapa menit. Tikus kemudian
dipindahkan ke papan pembedahan yang dialasi aluminium foil.
Kemudian tikus ditelentangkan dan digunting bagian perutnya secara
vertikal ke arah leher sampai jantung tikus terlihat.
Alat suntik ditusukkan ke jantung tikus dan secara perlahan-
lahan ditarik ke atas. Darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuse dan diletakkan dalam posisi miring selama satu jam
pada suhu kamar sampai terbentuk dua lapisan, lapisan bening di bagian
atas dan lapisan berwarna merah di bagian bawah. Darah kemudian
disentrifuse pada 894 x g selama 10 menit. Lapisan atas yang bening
diambil dengan menggunakan pipet dan untuk selanjutnya dianalisis.
Organ tikus (hati, ginjal, dan limpa) diambil dengan gunting bedah dan
pinset, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Hati dan limpa
kemudian disimpan untuk analisis (Nugroho 2007).
23
e. Analisis Serum Darah dan Organ Tikus
1) Analisis Total Kolesterol (Metode CHOD-PAP)
Prinsip pengujian ini adalah mereaksikan kolesterol secara
hidrolisis enzimatis dan oksidasi. Hasil reaksi tersebut menghasilkan
senyawa quinine yang berwarna merah, sehingga dapat dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Prosedur analisis
disajikan pada Gambar 2. Komposisi reagen kolesterol terdapat di
Tabel 8. Nilai kadar kolesterol didapat dari persamaan berikut :
Kadar kolesterol !mgdl # � A sampel
A standar � 200 mgdl
Gambar 4. Prosedur Analisis Total Kolesterol.
Tabel 8. Komposisi Reagen Kolesterol Komposisi Jumlah
Good’s buffer pH 6,7 50 mmol/l Phenol 5 mmol/l 4-aminoantipyrine 0,3 mmol/l Kolesterol esterase >_ 200 U/I Kolesterol oksidase >_50 U/I Poroksidase >_ 3 kU/I Standar 200 mg/dl (5,2 mmol/l)
2) Analisis High Density Lipoprotein (HDL) (Metode CHOD-PAP)
Prinsip penentuan HDL yaitu mengendapkan kilomikron,
VLDL, dan LDL dengan menambahkan asam fosfotungstat dan ion
Mg. Proses sentrifugasi akan menghasilkan hanya HDL dalam
supernatan yang kemudian ditentukan secara enzimatis
menggunakan DSI cholesterol FS. Prosedur analisis disajikan pada
Gambar 3 dan Gambar 4. Komposisi reagen presepitasi terdapat di
Tabel 9. Nilai kadar HDL didapat dari persamaan berikut :
0,01 ml serum/standar ditambah 1 ml reagen kolesterol
Dicampur
Diinkubasi pada suhu 37 oC, 5 menit
Dibaca absorbansi (A) pada λ 500 nm
24
Kadar HDL !*+,- # � . /�*01-
. /2�3,�4 � 200 *+,-
Gambar 5. Prosedur Persiapan Sampel Analisis Kadar HDL.
Gambar 6. Prosedur Analisis Total HDL.
Tabel 9. Komposisi Reagen Presepitasi Komposisi Jumlah
Asam fosfotungstat 1,4 mmol/l Magnesium klorida 8,6 mmol/l Standar kolesterol 0,3 mmol/l Standar kolesterol 200 mg/dl (5,2 mmol/l)
3) Analisis Trigliserida (Metode GPO-PAP)
Analisis kandungan trigliserida dapat dilihat pada Gambar 5.
Komposisi reagen trigliserida yang digunakan tertera pada Tabel 10.
Kadar trigliserida didapat dari hasil perhitungan berikut :
Kadar TG !*+,- # � . /�*01-
. /2�3,�4 � 200 *+,-
4) Analisis Low Density Lipoprotein (LDL) (Friedward et al. 1972)
Kadar LDL dihitung secara langsung menggunakan rumus :
200 µl serum ditambah 500 µl reagen presipitasi
Dicampur
Diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit
Disentrifuse 3578 x g, 10 menit
Supernatan siap dianalisis
100 µl supernatan/standar ditambahkan 1 ml pereaksi kolesterol
Dicampur
Diinkubasi pada suhu 37 oC, 5 menit
Dibaca absorbansi (A) pada λ 500 nm
25
Kadar LDL !*+,- # � total kolesterol � !HDL 7 89
: #
Asumsi: TG/5 merupakan VLDL.
Gambar 7. Prosedur Analisis Total Trigliserida Standar.
Tabel 10. Komposisi Reagen Trigliserida Komposisi Jumlah
Good’s buffer pH 7,2 50 mmol/l 4-klorofenol 4 mmol/l ATP 2 mmol/l Mg 2+ 15 mmol/l glycerokinase ≥0,4 kU/I peroksidase ≥2 kU/I Lipoprotein lipase ≥2 kU/I 4-Aminoantipyrine 0,5 mmol/l Glycerol-3-phosphate-oxidase ≥ 0,5 kU/I Standar 200 mg/dl (2,3 mmol/l)
5) Indeks Aterogenik (Balsinska 1998)
Indeks Aterogenik (IA) dihitung dengan rumus :
IA � �total kolesterol � HDL�HDL
6) Analisis Malonaldehida (MDA) (Conti et al. 1999)
Analisis MDA ini dilakukan pada organ hati dan limpa tikus.
Prinsip analisis MDA yaitu bahwa pemanasan akan menghidrolisis
peroksida lipid sehingga MDA yang terikat akan dibebaskan dan
akan bereaksi dengan TBA dalam suasana asam membentuk
kompleks MDA-TBA yang berwarna merah. Intensitas warna merah
tersebut dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Prosedur
analisis MDA pada hati dan limpa dapat dilihat pada Gambar 6.
0,01 ml Serum/standar trigliserida ditambah 1 ml reagen trigliserida
Dicampur
Diinkubasi pada suhu 37 oC, 5 menit
Dibaca absorbansi (A) pada λ 500 nm
26
Gambar 8. Prosedur Analisis MDA pada Organ Hati dan Limpa.
Sebagai standar MDA digunakan 1,1,3,3 tetraetoksipropana
(TEP). Pada suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan
hemiasetal dan etanol. Hemiasetal yang terbentuk kemudian
terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehida. Penentuan kurva
standar dilakukan sama dengan penentuan sampel. Perhitungan
kadar MDA sampel berdasarkan hasil ploting nilai absorbansi pada
kurva standar. Konsentrasi TEP yang digunakan yaitu 0,0; 1,2; 2,4;
3,6; 4,8; 6,0; 7,2; 15,0; dan 24,0 x10-3 pmol/ml.
Organ hati ditimbang sebanyak 1 g
Ditambah larutan PBS dingin sebanyak 9 ml
Dihancurkan dengan cara digerus
Disentrifuse pada 2012 x g selama 15 menit
Diambil supernatan 4 ml
Ditambah 1 ml larutan TCA 15%
Ditambah 1 ml TBA 0,37% dalam HCL 0,25 N
Dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80 oC selama 15 menit
Didinginkan sampai suhu ruang
Disentrifuse pada 2012 x g selama 15 menit
Diukur absorbansi supernatan pada λ 532 nm
Organ limpa ditimbang dan dicatat beratnya
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tempe dan Tepung Tempe
Pembuatan tempe kacang komak dilakukan dengan merujuk Syarif et
al. (1999) yang telah dimodifikasi oleh Harnani (2009). Pembuatan tempe
dengan prosedur ini menghasilkan rendemen tempe segar sebanyak 115-
140%. Modifikasi dilakukan pada penambahan abu. Penambahan abu
sebanyak 5g/100g bahan dilakukan untuk mengurangi aroma langu. Aroma
langu disebabkan oleh kerja enzim lipoksigenase. Enzim tersebut
menghidrolisis asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan senyawa yang
mudah menguap seperti keton (Sugiyono 2008). Enzim lipoksigenase
merupakan suatu protein yang dapat didegradasi dengan pemanasan.
Pengggunaan larutan abu yang bersifat basa dapat meregangkan struktur
protein sehingga lebih mudah didegradasi (Kinsella 1979).
Tempe kacang komak kemudian dijadikan tepung tempe kacang
komak sebagai sampel dan diberikan kepada tikus percobaan. Prosedur
pembuatan tepung tempe kacang komak memodifikasi prosedur Harnani
(2009). Tahapan yang dimodifikasi yaitu suhu pengeringan. Harnani (2009)
melakukan pengeringan pada suhu 50oC selama 24 jam. Pada penelitian ini,
tempe kacang komak dikeringkan pada suhu 75oC selama 5-6 jam. Suhu dan
waktu pengeringan tersebut dipilih dengan mempertimbangkan ketersediaan
alat di laboratorium. Rendemen tepung tempe kacang komak dengan metode
Harnani (2009) adalah 50%, sedangkan dengan metode yang telah
dimodifikasi adalah 49,6%.
Kandungan gizi tepung tempe kacang komak dianalisis untuk
menyusun komposisi ransum yang akan diberikan kepada tikus. Tabel 11
menyajikan data kandungan gizi tepung tempe kacang komak.
B. Pertumbuhan dan Konsumsi Ransum
Masa perlakuan tikus percobaan adalah 36 hari. Selama masa
perlakuan, tikus diberi makan sesuai kelompoknya seperti yang tertera pada
28
Tabel 5. Gambar 9 menggambarkan pertumbuhan tikus yang terjadi selama
masa perlakuan
Tabel 11. Kandungan Gizi Tepung Tempe Kacang Komak
Zat Gizi Jumlah (%BB) Jumlah (%BK)
Protein 30,68 32,81
Air 6,49 6,94
Abu 2,67 2,86
Lemak 1,62 1,74
Karbohidrat 58,53 63,28
Serat kasar 7,50 8,03 .
Gambar 9. Kurva Pertumbuhan Berat Badan Tikus Selama Perlakuan.
Gambar 9 menunjukkan baik kelompok kontrol negatif maupun
kontrol positif mengalami kenaikan berat badan. Artinya terjadi pertumbuhan
yang positif pada kedua kelompok tersebut. Sebaliknya, kelompok tempe
mengalami penurunan berat badan selama masa perlakuan. Besarnya
kenaikan maupun penurunan berat badan tikus disajikan pada Tabel 12.
Kontrol negatif mengalami pertambahan berat badan paling tinggi, yaitu 65 g.
Kontrol positif mengalami kenaikan berat badan sebesar 30 g atau lebih kecil
dari pada kontrol negatif. Tempe mengalami penurunan berat badan sebesar
11 g selama perlakuan.
Kenaikan dan penurunan berat badan tikus selaras dengan tingkat
konsumsi ransum. Kontrol negatif yang mengalami pertambahan berat badan
paling tinggi, mengonsumsi ransum paling banyak, yaitu 10,37 g. Sebaliknya,
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 10 20 30 40
Be
rat
Ba
da
n (
g)
Lama Perlakuan (hari)
Kontol Negatif Kontol Positif Tempe
29
tempe yang mengalami penurunan berat badan mengonsumsi ransum paling
rendah, yaitu 5,79 g.
Tabel 12. Pertambahan Berat Badan dan Konsumsi Ransum Tikus
Kelompok Pertambahan berat
badan (g) (A) Konsumsi ransum
per hari (g) (B) Efisiensi
ransum (B/A) Kontrol Negatif (ransum standar)
65c 10,37c 0,16
Kontrol Positif (ransum standar + kolesterol + PTU)
30b 7,97b 0,26
Tempe (sumber protein kasein diganti tepung tempe kacang komak + kolesterol + PTU)
-11a 5,79a -0,52
Keterangan: superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 2 dan Lampiran 3).
Lebih rendahnya konsumsi kontrol positif dan tempe apabila
dibandingkan kontrol negatif, kemungkinan disebabkan terdapatnya PTU
(propiltiourasil) pada ransum kontrol positif dan tempe. PTU ditambahkan
untuk meningkatkan kadar kolesterol tikus dengan cara menghambat sintesis
hormon tiroid (Mahfouz dan Kummerow 2000). Rasa PTU yang pahit
kemungkinan merupakan penyebab rendahnya konsumsi ransum.
Penurunan berat badan akibat pemberian PTU juga terjadi pada
beberapa penelitian terdahulu. Hasil penelitian Joyce et al. (1993)
menunjukkan tikus yang diberi PTU memiliki berat badan 57% lebih rendah
daripada kontrol yang tidak diberi PTU. Demikian juga penelitian yang
dilakukan oleh Cooke dan Meisami (1991), terjadi penurunan berat badan
tikus sebesar 15% pada tikus yang diberi PTU.
Alternatif selain penggunaan PTU untuk membuat tikus menjadi
hiperkolesterolemik adalah dengan menambahkan 0,5% natrium
tauroglikokolat pada ransum. Ramakrishna et al. (2007) menggunakan
natrium tauroglikokolat pada ransum tikus. Setelah penambahan natrium
tauroglikokolat selama delapan minggu, kadar kolesterol plasma tikus
meningkat hingga 178,5 mg/dl tanpa terjadi penurunan berat badan.
30
Konsumsi ransum pada kelompok tempe lebih kecil dari pada kontrol
positif diduga karena tepung tempe juga menyumbangkan rasa pahit pada
ransum. Hal ini karena pengeringan tempe dengan suhu di atas 80oC dapat
menimbulkan rasa pahit. Rasa pahit timbul akibat pembebasan asam amino
dan interaksi antara asam amino dengan karbohidrat sederhana (Syarief et al.
1999).
Hasil penelitian Nugroho (2007) menunjukkan terjadi penurunan berat
badan sebesar 39% pada tikus yang diberi fraksi protein kacang komak dan
kenaikan berat badan sebesar 7% pada tikus yang diberi fraksi non protein
kacang komak. Tingkat konsumsi kedua kelompok tersebut juga berbeda.
Konsumsi ransum fraksi protein kacang komak lebih rendah dari pada fraksi
non protein kacang komak. Fenomena ini menunjukkan bahwa protein pada
kacang komak kemungkinan dapat menurunkan selera makan tikus. Hal ini
dapat dijelaskan dari uraian Nishi et al. (2003) bahwa fraksi 7S globulin (β-
conglicinin) dapat menekan konsumsi ransum dan pengosongan lambung
dengan cara meningkatkan level plasma kolesistokinin (CCK) pada tikus.
Kolesistokinin (CCK) adalah mediator fisiologis yang penting dalam
mengatur kepuasan dan pengosongan lambung. Kacang komak mengandung
fraksi globulin sebanyak 55,2%. Fraksi globulin tersebut terdiri atas sebagian
besar 7S globulin (β-conglicinin) yaitu sebesar 20,5% (Subagio 2006).
Kemampuan protein kacang komak dalam mengatur kepuasan dan
pengosongan lambung menjadi peluang bagi kacang ini sebagai pangan yang
dikhususkan untuk orang yang sedang melakukan usaha penurunan berat
badan. Kacang kedelai juga merupakan kacang yang kaya akan protein
globulin. Namun kandungan fraksi globulin 7S lebih kecil dibandingkan
kacang komak, yaitu berkisar 6,40-9,70% (Wijaya dan Rohman 2001). Hal
ini mengakibatkan kacang kedelai tidak memiliki efek yang sama dengan
kacang komak. Hasil penelitian Reza et al. (2008) mempertegas fenomena
ini. Pada penelitian tersebut, tikus yang diberi ransum protein kacang kedelai
memiliki berat badan yang tidak jauh berbeda dari tikus yang diberi ransum
standar (sumber protein adalah kasein).
31
Tabel 12 juga memperlihatkan rasio konsumsi ransum terhadap
kenaikan berat badan (B/A). Nilai ini menunjukkan efisiensi dari ransum
tersebut. Tepung tempe kacang komak memiliki nilai B/A negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tepung tempe kacang komak tidak efisien dalam
mendukung pertumbuhan. Kemungkinan penyebabnya adalah karena kacang
komak kekurangan asam amino esensial, yaitu metionin, dan masih terdapat
zat anti nutrisi yang tidak hilang secara sempurna selama pengolahan.
Menurut Murphy dan Colucci (1999), kacang komak memiliki anti nutrisi
tanin, fitat, dan anti tripsin. Ory (1981) menambahkan, kacang komak juga
memiliki hemaglutinin sebagai anti nutrisi.
Tanin telah diketahui dapat menghambat pertumbuhan tikus
percobaan. Pengaruh tersebut disebabkan karena terjadinya penurunan
availabilitas karbohidrat, protein, dan lipid akibat penghambatan aktivitas
enzim tripsin, kimotripsin, amilase, dan lipase. Fitat dapat menurunkan
availabilitas makanan karena dapat membentuk senyawa kompleks dengan
protein sehingga protein sulit dicerna oleh enzim pencernaan. Selain itu fitat
juga dapat mengikat mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, besi, dan
seng. Seperti halnya tanin dan fitat, anti tripsin juga dapat menurunkan
bioavailabilitas protein. Anti tripsin mampu membentuk ikatan dengan enzim
tripsin sehingga enzim ini tidak dapat memecah protein (Muchtadi 1989).
Nafi et al. (2007) menduga kadar anti tripsin kacang komak lebih tinggi
dibandingkan kacang kedelai. Hal ini berdasarkan pada hasil penelitian yang
menunjukkan tidak terdeteksinya daya cerna tepung kaya protein kacang
komak terhadap enzim tripsin.
Hemaglutinin tersebar pada berbagai tanaman, terutama kacang-
kacangan. Telah dibuktikan bahwa hemaglutinin yang telah diisolasi dari
bermacam-macam kacang-kacangan bersifat toksik bila diinjeksikan pada
hewan percobaan. Bila dicampur dalam ransum, senyawa ini dapat
menghambat pertumbuhan hewan percobaan (Muchtadi 1989).
Proses pembuatan tempe yang melibatkan proses pemanasan,
perendaman, dan fermentasi, kemungkinan telah menurunkan sebagian besar
zat anti nutrisi maupun zat toksik pada kacang komak. Osman (2007)
32
mendapatkan hasil bahwa kacang komak Saudi Arabia yang direndam selama
satu hari dapat menurunkan fitat sebesar 22,19%. Selama fermentasi, kapang
tempe juga memproduksi fitase yang dapat mereduksi asam fitat
(Pawiroharsono 2001). Pada contoh kacang hijau, proses perebusan selama 25
menit mampu menurunkan tanin sebesar 67,36% dan anti tripsin sebesar
85,62% (Estiasih 1993). Selain itu Koswara (1989) menyebutkan, perebusan
pada suhu 100oC selama 15 menit pada kacang jogo dan tunggak dapat
menghilangkan aktivitas hemaglutinin hingga tidak terdeteksi secara in vitro
dengan darah sapi.
C. Berat Organ
Organ hati, ginjal, dan limpa ditimbang pada akhir masa perlakuan.
Nilai berat organ tersebut kemudian dibandingkan dengan bobot tubuh untuk
mendapatkan berat relatif.
Gambar 10 (A) memperlihatkan rasio berat hati terhadap berat badan
tikus. Dari gambar tersebut tampak berat hati relatif tempe mempunyai nilai
paling besar dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan kedua kontrol.
Nilai berat hati relatif kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe secara
berturut-turut adalah 0,030; 0,032; dan 0,044. Gambar 10 (B dan C)
memperlihatkan berat relatif organ ginjal dan limpa. Dari data tersebut
terlihat bahwa semua kelompok tikus memiliki nilai berat ginjal dan limpa
relatif yang tidak berbeda nyata secara statistik.
Hasil penelitian Nugroho (2007) memperlihatkan tikus yang diberi
perlakuan dengan protein kacang komak memiliki berat hati dan ginjal relatif
yang lebih besar jika dibandingkan fraksi non protein kacang komak dan
kontrol. Hal ini menunjukkan fraksi protein kacang komak menyebabkan
kerja hati dan ginjal lebih berat karena ukuran suatu organ berbanding lurus
dengan tingkat beban kerja organ tersebut (Panjaitan et al. 2007). Hati dan
ginjal merupakan organ yang berfungsi dalam detoksifikasi zat non gizi.
Fungsi detoksifikasi inilah yang kemungkinan terjadi lebih besar pada tikus
yang diberi ransum fraksi protein kacang komak, sehingga dapat disimpulkan
sebagian besar zat non gizi terikat pada fraksi protein kacang komak.
0
1
2
3
4
5
Be
rat
Ha
ti/B
era
t B
ad
an
(10
-2)
Keterangan: superscriptstatistik pada
Gambar 10. Berat Organ Relatif Relatif, (C)
Apabila hasil penelitian Nugroho (2007) dibandingkan dengan hasil
penelitian ini, terlihat bahwa proses pembuatan tepung tempe kacang komak
012345678
Be
rat
Gin
jal/
Be
rat
Ba
da
n(1
0-3
)
0
1
2
3
Be
rat
Lim
pa
/Be
rat
Ba
da
n(1
0-3
)
A
B
C
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
3 a 3,2 a
4,4 b
Kelompok Tikus
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 ((A) Lampiran 4, (B) Lampiran 5, (C)
Berat Organ Relatif (A) Berat Hati Relatif, (B) Berat Ginjal Relatif, (C) Berat Limpa Relatif Tikus Percobaan
Apabila hasil penelitian Nugroho (2007) dibandingkan dengan hasil
penelitian ini, terlihat bahwa proses pembuatan tepung tempe kacang komak
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
6 a5,6 a
7 a
Kelompok Tikus
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
3 a
2,6 a 2,6 a
Kelompok Tikus
33
yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara , (C) Lampiran 6).
(A) Berat Hati Relatif, (B) Berat Ginjal Berat Limpa Relatif Tikus Percobaan
Apabila hasil penelitian Nugroho (2007) dibandingkan dengan hasil
penelitian ini, terlihat bahwa proses pembuatan tepung tempe kacang komak
34
dapat mengurangi kandungan zat non gizi. Hal ini berdasarkan pada
kenyataan bahwa ginjal tikus tempe tidak dipengaruhi oleh tepung tempe
kacang komak. Namun pengurangan ini tidak cukup besar untuk tidak
mempengaruhi organ hati tikus.
D. Profil Lipid Tikus
1. Total Kolesterol Serum Darah
Total kolesterol serum darah tikus dianalisis pada akhir perlakuan .
Berdasarkan penelitian Mahfouz dan Kummerow (2000), tikus percobaan
tidak sensitif terhadap efek aterogenik akibat diet tinggi kolesterol
dibandingkan dengan kelinci. Oleh karena itu, selain ditambahkan
kolesterol murni pada ransum kontrol positif dan tempe, ditambahkan juga
PTU (propiltiourasil) yang berfungsi meningkatkan kadar kolesterol
dengan cara menghambat sintesis hormon tiroid. Peningkatan hormon
tiroid dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan
tingkat sekresi kolesterol menuju empedu dan selanjutnya dibuang
bersama feses. Mekanisme penurunan kadar kolesterol oleh hormon tiroid
yaitu hormon tiroid menginduksi peningkatan jumlah reseptor LDL pada
sel-sel hati menyebabkan pembuangan yang cepat (rapid removal) LDL
dari plasma oleh hati, dimana kolesterol yang tadinya ada pada LDL
disekresi lewat empedu menuju feses (Guyton dan Hall 2006).
Gambar 11 memperlihatkan total kolesterol serum darah tikus
masing-masing kelompok. Dari gambar tersebut terlihat bahwa total
kolesterol kontrol positif (143,45 mg/dl) paling tinggi, diikuti tempe
(122,18 mg/dl), dan paling kecil kontrol negatif (60,23 mg/dl). Dari data
tersebut, dapat diketahui bahwa pemberian tepung tempe kacang komak
mengakibatkan penghambatan kenaikan total kolesterol serum sebesar
21,27 mg/dl (14,82%).
Hasil penelitian Nugroho (2007) juga memperlihatkan bahwa fraksi
protein dan non protein kacang komak dapat menghambat kenaikan total
kolesterol serum tikus. Tikus yang diberi fraksi protein kacang komak
dapat menghambat 91,1 mg/ml (44,6%). Nilai penghambatan ini jauh lebih
besar dari pada kemampuan penghambatan tepung tempe kacang komak.
Hal ini karena pada penelitian Nugroho (2007) waktu perlakuannya lebih
lama, yaitu 75 hari, sehingga tikus kelompok
mengalami hiperkolesterol hingga 204 mg/dl.
Keterangan:
Khayrani (2008) juga membuktikan bahwa tikus diabetes yang
diberi kolesterol dan ditambah konsentrat protein kacang komak dapat
menghambat kenaikan
dibandingkan dengan kontrol.
tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Brata
penelitan tersebut, manusia yang mengalami hiperlipidemia
150 g tempe
menurun sebesar 8,38%. Penurunan total kolest
terjadi pada kelompok manusia yang diberi tepung tempe
sudah dimodifikasi, yaitu 18,59%. Modifikasi yang dilakukan adalah
dengan membuat minuman yang mengandung
campuran minyak sayur,
Mekanisme penurunan kolesterol akibat konsumsi kacang komak
belum diketahui secara pasti. Khayrani (2008) telah meneliti kolesterol
pada feses tikus. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar
kolesterol feses kontrol dengan kelompok tikus
protein kacang komak, walau total kolesterol serumnya berbeda. Hal ini
100
150
To
tal
Ko
lest
ero
l (m
g/d
l)
Hal ini karena pada penelitian Nugroho (2007) waktu perlakuannya lebih
lama, yaitu 75 hari, sehingga tikus kelompok kontrol
mengalami hiperkolesterol hingga 204 mg/dl.
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1(Lampiran 7).
Gambar 11. Total Kolesterol Tikus Percobaan.
Khayrani (2008) juga membuktikan bahwa tikus diabetes yang
diberi kolesterol dan ditambah konsentrat protein kacang komak dapat
menghambat kenaikan kolesterol sebesar 41,94 mg/dl (46,98%)
dibandingkan dengan kontrol. Pengahambatan kolesterol ini ja
tinggi jika dibandingkan hasil penelitian Brata-Arbai (1994). Pada
penelitan tersebut, manusia yang mengalami hiperlipidemia
150 g tempe kedelai selama dua minggu. Hasilnya total kolesterol
menurun sebesar 8,38%. Penurunan total kolesterol yang lebih tinggi
terjadi pada kelompok manusia yang diberi tepung tempe
sudah dimodifikasi, yaitu 18,59%. Modifikasi yang dilakukan adalah
dengan membuat minuman yang mengandung tepung tempe,
campuran minyak sayur, dan aspartam.
Mekanisme penurunan kolesterol akibat konsumsi kacang komak
belum diketahui secara pasti. Khayrani (2008) telah meneliti kolesterol
pada feses tikus. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar
kolesterol feses kontrol dengan kelompok tikus yang diberi konsentrat
protein kacang komak, walau total kolesterol serumnya berbeda. Hal ini
0
50
100
150
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
60,23 a
143,45 c
122,18 b
Kelompok Tikus
35
Hal ini karena pada penelitian Nugroho (2007) waktu perlakuannya lebih
kontrol positif telah
yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata
Gambar 11. Total Kolesterol Tikus Percobaan.
Khayrani (2008) juga membuktikan bahwa tikus diabetes yang
diberi kolesterol dan ditambah konsentrat protein kacang komak dapat
(46,98%) apabila
Pengahambatan kolesterol ini jauh lebih
Arbai (1994). Pada
penelitan tersebut, manusia yang mengalami hiperlipidemia mengonsumsi
selama dua minggu. Hasilnya total kolesterol
erol yang lebih tinggi
terjadi pada kelompok manusia yang diberi tepung tempe kedelai yang
sudah dimodifikasi, yaitu 18,59%. Modifikasi yang dilakukan adalah
tepung tempe, lesitin, serat,
Mekanisme penurunan kolesterol akibat konsumsi kacang komak
belum diketahui secara pasti. Khayrani (2008) telah meneliti kolesterol
pada feses tikus. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan kadar
yang diberi konsentrat
protein kacang komak, walau total kolesterol serumnya berbeda. Hal ini
b
36
menunjukkan bahwa penurunan kolesterol akibat pemberian konsentrat
protein kacang komak tidak melalui pembuangan feses.
Chen et al. (2008) menyatakan bahwa terdapat lima kemungkinan
cara suatu pangan atau obat-obatan menurunkan kolesterol. Empat
diantaranya adalah melalui penghambatan enzim HMG-CoA (3-hidroksi-
3-metilglutaril-CoA) reduktase, aktivasi reseptor LDL, penghambatan
ACAT (asil-koenzim A kolesterol asiltransferase), dan penghambatan
penyerapan asam empedu. Salah satu atau beberapa dari keempat
mekanisme itu kemungkinan yang menjadi cara tepung tempe kacang
komak dalam menghambat kenaikan kolesterol serum.
Enzim HMG-CoA reduktase merupakan enzim yang dibutuhkan
dalam pembuatan kolesterol. Oleh karena itu, jika kerja enzim ini
dihambat maka sintesis kolesterol pun dapat dihambat. Aktivasi LDL
reseptor dapat menurunkan kolesterol serum karena reseptor LDL
membantu dalam pembuangan LDL-C dari darah. Fitoesterogen yang
terdapat dalam tanaman dapat mengaktivasi reseptor ini. Di dalam tubuh,
ACAT berfungsi membantu penyerapan kolesterol di usus dan sekresi
VLDL dari hati ke darah. Artinya, penghambatan aktivitas ACAT akan
menurunkan kolesterol plasma dengan menurunkan absorpsi kolesterol di
usus dan produksi VLDL di hati (Chen et al. 2008).
Asam empedu merupakan hasil metabolisme utama kolesterol.
Pengikatan asam empedu di usus mencegah asam empedu diserap kembali,
pada akhirnya asam empedu ini dibuang ke feses. Ekskresi ini memicu hati
untuk membuat asam empedu baru dari kolesterol yang diambil dari darah,
sehingga kolesterol darah menurun (Chen et al. 2008). Serat dalam bahan
pangan dapat berperan dalam pengikatan asam empedu di usus (Walker
1994).
Merujuk pada tempe kedelai, Brata-Arbai (2001) menyatakan
bahwa terdapat beberapa komponen tempe kedelai yang memiliki efek
menurunkan kolesterol. Komponen tersebut antara lain protein,
polyunsaturated fatty acid (PUFA), serat, niasin, vitamin E, karetonoid,
isoflavon, dan kalsium. Protein, serat, dan kalsium dapat menghambat
37
penyerapan asam empedu di usus. Selain itu protein dan PUFA juga
meningkatkan aktivasitas reseptor LDL. Niasin dapat menurunkan
kolesterol karena dapat meningkatkan katabolisme VLDL oleh enzim
lipoprotein lipase dan menghambat lipolisis jaringan adiposa yang
merupakan bahan baku VLDL. Vitamin E, karetonoid, dan isoflavon
merupakan antioksidan yang dapat menjaga sel dari serangan radikal
bebas. Hal ini membuat sel dapat bekerja dengan baik, sehingga dapat
menjaga metabolisme lipid tubuh tetap dalam kondisi normal. Selain itu
vitamin E juga dapat menghambat kerja HMG-CoA reduktase.
Komponen-komponen pada tempe kedelai yang dapat menurunkan
kolesterol tersebut kemungkinan juga terdapat pada kacang komak.
Syarifudin (2003) telah membuktikan bahwa kacang komak memiliki
fraksi protein globulin 7S dan 11S yang mirip dengan kacang kedelai.
Untuk mengetahui ada atau tidak komponen lainnya di kacang komak atau
di tepung tempe kacang komak, perlu dilakukan analisis lebih lanjut.
Zat anti nutrisi yang terdapat pada kacang komak kemungkinan
juga memiliki peran dalam penghambatan kenaikan kolesterol serum. Anti
nutrisi yang terdapat di kacang komak antara lain tanin, fitat, dan anti
tripsin (Colucci 1999). Ketiga anti nutrisi tersebut memiliki kemampuan
dalam mengikat asam empedu di usus dan dibuang melalui feses. Hal ini
dapat menurunkan total kolesterol darah (Johansson et al. 1992; Nakamura
et al. 2001; Hyeon Lee et al. 2007).
2. Kadar Trigliserida Serum Darah
Kadar trigliserida serum tikus dapat dilihat pada Gambar 12.
Apabila dibandingkan kontrol positif, kadar trigliserida tempe lebih kecil
yaitu 19,51 mg/dl untuk tempe dan 27,73 mg/dl untuk kontrol positif,
walau tidak berbeda nyata secara statistik pada α=0,1. Hasil ini didukung
dengan hasil penelitian Chau et al. (1998) yang mendapatkan hasil bahwa
kadar trigliserida hamster yang mengonsumsi ransum konsentrat protein
kacang komak lebih rendah dibandingkan hamster kelompok kontrol
positif. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Nugroho (2007)
yang mendapatkan kadar trigliserida tikus yang mengonsumsi fraksi
protein kacang komak
kontrol positif
Keterangan:
Gambar 12. Kadar Trigliserida Tikus Percobaan.
Penurunan yang tidak signifikan terjadi pada manusia yang
mengalami hiperlipidemia yang diberi 150 g tempe kedelai selama dua
minggu. Penurunan yang terjadi sebesar 9,19% (Brata
Penelitian lain menunjukkan bahwa protein kacang kedelai secara n
menghambat kenaikan trigliserida plasma darah tikus pada akhir masa
perlakuan (11 minggu)
(Reza 2008).
Kontrol
42,45 mg/dl. Nilai ini juga tidak berbeda nyata terhadap
pada α=0,1.
negatif juga paling tinggi dibandingkan kelompok tikus lainnya
Tingginya
konsumsi kelompok tikus ini paling tinggi. Tingginya konsumsi ransum
menyebabkan
trigliserida. Selain itu, jika terdapat kelebihan karbohidrat
maka akan di
hati dan diangkut melalui darah menuju jaringan adiposa (Guyton 1987).
Hal inilah yang menjadi kemungkinan penyebab tingginya trigliserida
serum darah kontrol
Tri
gli
seri
da
(m
g/d
l)
protein kacang komak lebih besar walau tidak berbeda nyata dibandingkan
f.
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1(Lampiran 8).
Gambar 12. Kadar Trigliserida Tikus Percobaan.
Penurunan yang tidak signifikan terjadi pada manusia yang
mengalami hiperlipidemia yang diberi 150 g tempe kedelai selama dua
minggu. Penurunan yang terjadi sebesar 9,19% (Brata
Penelitian lain menunjukkan bahwa protein kacang kedelai secara n
menghambat kenaikan trigliserida plasma darah tikus pada akhir masa
perlakuan (11 minggu) apabila dibandingkan kontrol yang diberi kasein
ontrol negatif memiliki kandungan trigliserida paling besar, yaitu
42,45 mg/dl. Nilai ini juga tidak berbeda nyata terhadap
Nugroho (2007) mendapatkan kadar trigliserida
juga paling tinggi dibandingkan kelompok tikus lainnya
Tingginya kadar trigliserida kontrol negatif kemungkinan karena
konsumsi kelompok tikus ini paling tinggi. Tingginya konsumsi ransum
menyebabkan semakin besarnya lemak yang disimpan dalam bentuk
trigliserida. Selain itu, jika terdapat kelebihan karbohidrat
maka akan diubah juga menjadi trigliserida. Trigliserida ini disintesis di
hati dan diangkut melalui darah menuju jaringan adiposa (Guyton 1987).
Hal inilah yang menjadi kemungkinan penyebab tingginya trigliserida
kontrol negatif.
0
10
20
30
40
50
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
42,45 a
27,73 ab
19,51
Kelompok Tikus
38
tidak berbeda nyata dibandingkan
yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata
Gambar 12. Kadar Trigliserida Tikus Percobaan.
Penurunan yang tidak signifikan terjadi pada manusia yang
mengalami hiperlipidemia yang diberi 150 g tempe kedelai selama dua
minggu. Penurunan yang terjadi sebesar 9,19% (Brata-Arbai 1994).
Penelitian lain menunjukkan bahwa protein kacang kedelai secara nyata
menghambat kenaikan trigliserida plasma darah tikus pada akhir masa
dibandingkan kontrol yang diberi kasein
memiliki kandungan trigliserida paling besar, yaitu
42,45 mg/dl. Nilai ini juga tidak berbeda nyata terhadap kontrol positif
mendapatkan kadar trigliserida kontrol
juga paling tinggi dibandingkan kelompok tikus lainnya.
kemungkinan karena
konsumsi kelompok tikus ini paling tinggi. Tingginya konsumsi ransum
lemak yang disimpan dalam bentuk
trigliserida. Selain itu, jika terdapat kelebihan karbohidrat dan protein
ubah juga menjadi trigliserida. Trigliserida ini disintesis di
hati dan diangkut melalui darah menuju jaringan adiposa (Guyton 1987).
Hal inilah yang menjadi kemungkinan penyebab tingginya trigliserida
a
39
Alasan yang sama juga menjadi kemungkinan rendahnya
trigliserida kelompok tikus tempe. Tikus kelompok tempe memiliki tingkat
konsumsi paling rendah, sehingga penyimpanan lemak, karbohirat, dan
protein dalam bentuk trigliserida juga kecil.
Kemungkinan lain penyebab rendahnya trigliserida tempe adalah
karena kemampuan protein tepung tempe kacang komak dalam
menghambat penyerapan asam empedu. Merujuk pada hasil penelitian
Syarifudin (2003) yang mendapatkan hasil bahwa protein kacang komak
mirip dengan protein kedelai. Yu-Hsin (2008) menyatakan bahwa protein
kacang kedelai dapat mengikat asam empedu di usus. Pengikatan asam
empedu ini mengakibatkan penyerapan lemak melalui kilomikron
terhambat. Kilomikron itu sendiri kaya akan trigliserida (Marinetti 1990).
Tanin dan fitat yang terdapat pada kacang komak kemungkinan
juga berperan dalam menurunkan kadar trigliserida serum. Park et al.
(2002), melaporkan bahwa tanin dapat menurunkan kadar trigliserida
plasma darah. Tanin dapat menghambat kerja HMG–CoA dan asil-
koenzim A kolesterol asiltransferase (ACAT) yang merupakan enzim
untuk mensintesis kolesterol dan absorpsi kolesterol serta pelepasannya ke
darah.
Hasil penelitian Hyen Lee et al. (2007), menunjukkan kadar
trigliserida serum darah tikus tua (umur 15 bulan) yang diberi fitat
tidak berbeda nyata dengan kontrol, namun kadar trigliserida di hati
turun secara signifikan. Mekanisme penurunan kadar trigliserida ini
melalui sekresi asam empedu melalui feses. Hal ini terbukti dari
tingginya kadar trigliserida feses tikus yang diberi fitat apabila
dibandingkan dengan kontrol.
3. Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Serum Darah
Kadar HDL kontrol negatif lebih besar dari pada kontrol positif
walau tidak berbeda nyata pada α=0,1. Kadar HDL tempe paling kecil
apabila dibandingkan dengan kedua kontrol, namun tidak berbeda nyata
pada α=0,1 terhadap kontrol positif. Nilai HDL kontrol negatif, kontrol
positif, dan tempe
19,02 mg/dl. Gambar 13 menyajikan data Kadar
ketiga perlakuan tersebut.
Keterangan:
Gambar
Hasil penelitian
dan Chau et al
menggunakan tikus diabetes, tikus yang diberi protein kacang komak
memiliki HDL serum 37,65%
et al. (1994) meneliti protein kacang komak dari Cina, hasilnya konsentrat
protein kacang komak dapat menurunkan kolesterol tetapi tidak memiliki
kemampuan menaikkan kadar HDL.
Hasil yang berbeda didapat oleh Nugroho (
tersebut, diketahui
memiliki HDL serum 44,2%
Perbedaan yang terjadi menunjukkan bahwa kondisi tikus dan cara
pengolahan kacang komak yang berbeda akan menghasilkan efek yang
berbeda pada kadar HDL serum. Tikus dengan kondisi diabetes, cara
pembuatan konsentrat protein metode Khayrani (2008), dan pe
kacang komak menjadi tepung tempe kacang komak pada penelitian ini,
tidak dapat meningkatkan kadar HDL serum darah tikus.
Berbeda dengan kacang komak, kacang kedelai yang dibuat tempe
dapat menaikkan kadar HDL darah. Brata
10
15
20
25
30
Ka
da
r H
DL
(mg
/dl)
tempe berturut-turut adalah 27,28 mg/dl, 23,50 mg/dl, dan
19,02 mg/dl. Gambar 13 menyajikan data Kadar HDL serum darah tikus
ketiga perlakuan tersebut.
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 9).
Gambar 13. Kadar HDL Serum Darah Tikus Percobaan.
Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Khayrani (2008)
et al. (1994). Pada penelitian Khayrani (2008) yang
menggunakan tikus diabetes, tikus yang diberi protein kacang komak
memiliki HDL serum 37,65% lebih rendah dari pada kontrol
(1994) meneliti protein kacang komak dari Cina, hasilnya konsentrat
protein kacang komak dapat menurunkan kolesterol tetapi tidak memiliki
kemampuan menaikkan kadar HDL.
Hasil yang berbeda didapat oleh Nugroho (2007). Dari penelitian
tersebut, diketahui bahwa tikus yang diberi ransum protein kacang komak
memiliki HDL serum 44,2% lebih banyak dari pada
Perbedaan yang terjadi menunjukkan bahwa kondisi tikus dan cara
pengolahan kacang komak yang berbeda akan menghasilkan efek yang
berbeda pada kadar HDL serum. Tikus dengan kondisi diabetes, cara
pembuatan konsentrat protein metode Khayrani (2008), dan pe
kacang komak menjadi tepung tempe kacang komak pada penelitian ini,
tidak dapat meningkatkan kadar HDL serum darah tikus.
Berbeda dengan kacang komak, kacang kedelai yang dibuat tempe
dapat menaikkan kadar HDL darah. Brata-Arbai (1994) telah
0
5
10
15
20
25
30
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
27,28 b23,50 ab
19,02
Kelompok Tikus
40
turut adalah 27,28 mg/dl, 23,50 mg/dl, dan
HDL serum darah tikus
yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata
13. Kadar HDL Serum Darah Tikus Percobaan.
ini senada dengan hasil penelitian Khayrani (2008)
(1994). Pada penelitian Khayrani (2008) yang
menggunakan tikus diabetes, tikus yang diberi protein kacang komak
lebih rendah dari pada kontrol positif. Chau
(1994) meneliti protein kacang komak dari Cina, hasilnya konsentrat
protein kacang komak dapat menurunkan kolesterol tetapi tidak memiliki
). Dari penelitian
bahwa tikus yang diberi ransum protein kacang komak
lebih banyak dari pada kontrol positif.
Perbedaan yang terjadi menunjukkan bahwa kondisi tikus dan cara
pengolahan kacang komak yang berbeda akan menghasilkan efek yang
berbeda pada kadar HDL serum. Tikus dengan kondisi diabetes, cara
pembuatan konsentrat protein metode Khayrani (2008), dan pengolahan
kacang komak menjadi tepung tempe kacang komak pada penelitian ini,
Berbeda dengan kacang komak, kacang kedelai yang dibuat tempe
Arbai (1994) telah
19,02 a
41
membuktikan manusia yang mengalami hiperlipidemia jika mengonsumsi
tempe sebanyak 150 g per hari selama dua minggu dapat menaikkan HDL
plasma sebanyak 8,47%. Zat pada tempe kedelai yang dapat meningkatkan
kadar HDL darah salah satunya adalah isoflavon. Sanders et al. (2002)
membandingkan efek peningkatan HDL kacang kedelai yang mengandung
isoflavon dengan kacang kedelai yang telah dihilangkan isoflavonnya.
Hasil penelitian tersebut yaitu kacang kedelai yang mengandung isoflavon
dapat menurunkan 4% kolesterol plasma dan meningkatkan 6%
apolipoprotein A-I dibandingkan kacang kedelai tanpa isoflavon.
Apolipoprotein A-I merupakan protein utama penyusun HDL.
Keberadaan isoflavon di kacang komak belum diketahui. Namun
demikian terdapat kemungkinan keberadaan isoflavon di tempe kacang
komak. Hal ini karena selama proses fermentasi, beberapa bakteri dapat
mensintesis isoflavon. Isoflavon yang disintesis oleh mikroba ini disebut
isoflavon faktor II (6,7,4 trihidroksi isoflavon) (Pawiroharsono 2001).
Bakteri yang dapat mensintesis isoflavon faktor II antara lain
Brevibacterium epidermides, Micrococcus luteus, dan Microbacterium
arborescens (Borger-Papendorf dan Barz 1991). Oleh karena itu
rendahnya kadar HDL kelompok tikus yang diberi tepung tempe kacang
komak kemungkinan disebabkan tiga faktor, (1) kacang komak memang
tidak memiliki isoflavon seperti kedelai dan selama proses fermentasi
tidak terbentuk isoflavon faktor II, (2) selama proses fermentasi terbentuk
isoflavon faktor II namun kadarnya sangat kecil, (3) proses pengeringan
tempe untuk menjadi tepung tempe menyebabkan isoflavon yang terdapat
di tempe rusak. Tensiska et al. (2007) menyatakan bahwa ekstrak
antioksidan isoflavon relatif tidak tahan panas baik suhu pasteurisasi
maupun sterilisasi yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas sampai 50
%. Ketiga kemungkinan ini perlu analisis lanjutan untuk membuktikannya.
Tingginya kadar HDL pada kontrol negatif yang tidak diberi
perlakuan khusus apapun, kemungkinan disebabkan oleh tingginya
konsumsi ransum. Konsumsi ransum yang tinggi artinya asupan protein
yang masuk ke tubuhnya juga lebih tinggi. HDL merupakan lipoprotein
dengan komposisi dominan yaitu protein (
kemampuan tubuh tikus
tinggi karena ketersediaan protein di dalam tubuhnya
pada kedua kelompok tikus lainnya.
4. Kadar Low D
Gambar 14 menunjukkan kadar LDL serum darah dari ketiga
kelompok tikus. Dari gambar tersebut ta
paling kecil dan berbeda nyata, yaitu 24,45 mg/dl. Kadar LDL
kecil 13,23% dari pada
α=0,1. Kadar LDL
99,26 mg/dl.
Penurunan LDL darah juga di
(2007) dan Khayrani (2008). Nugroho (2007) mendapatkan hasil tikus
yang diinduksi kolesterol dan
menghambat kenaikan LDL sebesar 67,52%.
protein kacang komak pada penelitian Khayrani (2008) menunjukkan
kemampuan menghambat kenaikan LDL sebesar 54,40%.
Keterangan:
Gambar
Kadar LDL
namun selisihnya tidaklah terlalu besar jika dibandingkan hasil penelitian
Nugroho (2007
100
120
Ka
da
r LD
L (m
g/d
l)
dengan komposisi dominan yaitu protein (Marinetti 1990). Oleh karena itu
kemampuan tubuh tikus kontrol negatif untuk memproduksi HDL leb
tinggi karena ketersediaan protein di dalam tubuhnya juga
pada kedua kelompok tikus lainnya.
Density Liporotein (LDL) Serum Darah
Gambar 14 menunjukkan kadar LDL serum darah dari ketiga
kelompok tikus. Dari gambar tersebut tampak kadar LDL
paling kecil dan berbeda nyata, yaitu 24,45 mg/dl. Kadar LDL
kecil 13,23% dari pada kontrol positif, walau tidak berbeda nyata pada
=0,1. Kadar LDL kontrol negatif adalah 114,39 mg/dl dan
Penurunan LDL darah juga ditemukan pada penelitian Nugroho
(2007) dan Khayrani (2008). Nugroho (2007) mendapatkan hasil tikus
yang diinduksi kolesterol dan mengonsumsi protein kacang komak mampu
menghambat kenaikan LDL sebesar 67,52%. Tikus diabetes yang diberi
protein kacang komak pada penelitian Khayrani (2008) menunjukkan
kemampuan menghambat kenaikan LDL sebesar 54,40%.
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 10).
Gambar 14. Kadar LDL Serum Darah Tikus Percobaan.
Kadar LDL tempe walau lebih kecil dari pada
namun selisihnya tidaklah terlalu besar jika dibandingkan hasil penelitian
2007) dan Khayrani (2008). Hal ini menunjukka
0
20
40
60
80
100
120
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
24,45 a
114,39 b99,26
Kelompok Tikus
42
). Oleh karena itu
untuk memproduksi HDL lebih
juga lebih tinggi dari
Gambar 14 menunjukkan kadar LDL serum darah dari ketiga
mpak kadar LDL kontrol negatif
paling kecil dan berbeda nyata, yaitu 24,45 mg/dl. Kadar LDL tempe lebih
, walau tidak berbeda nyata pada
adalah 114,39 mg/dl dan tempe adalah
emukan pada penelitian Nugroho
(2007) dan Khayrani (2008). Nugroho (2007) mendapatkan hasil tikus
protein kacang komak mampu
Tikus diabetes yang diberi
protein kacang komak pada penelitian Khayrani (2008) menunjukkan
yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata
14. Kadar LDL Serum Darah Tikus Percobaan.
walau lebih kecil dari pada kontrol positif,
namun selisihnya tidaklah terlalu besar jika dibandingkan hasil penelitian
) dan Khayrani (2008). Hal ini menunjukkan bahwa tepung
99,26 b
43
tempe kacang komak tidak secara nyata menurunkan LDL serum. Masih
tingginya kandungan LDL serum tikus kelompok tempe dibandingkan
kelompok kontrol negatif, kemungkinan karena konsumsi ransum
kelompok ini yang sangat rendah. Rendahnya konsumsi ransum
menyebabkan tikus kekurangan kalori. Pada saat sel-sel di dalam tubuh
tikus membutuhkan tambahan kalori, sedangkan asupan makanan kurang,
maka hati akan memproduksi VLDL yang mengandung 56% triasilgliserol
dan 23% kolesterol ke dalam darah. Triasilgliserol kemudian dipecah
menjadi asam lemak untuk memenuhi kebutuhan sel. VLDL yang telah
berkurang triasilgliserolnya akan menjadi LDL (13% triasilgliserol dan
58% kolesterol). LDL yang tersisa selanjutnya akan ditangkap oleh
reseptor dan dibawa kembali ke hati (Marinetti 1990). Kecepatan produksi
VLDL dan pembongkaran triasilgliserol VLDL yang tidak seimbang
dengan pengembalian LDL ke hati inilah yang kemungkinan menyebabkan
LDL serum di tempe masih cukup tinggi apabila dibandingkan kontrol
negatif.
Penurunan kadar LDL sebesar 13,23% pada tikus tempe tersebut
apabila dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan protein
kacang komak memang relatif sangat rendah. Namun jika dibandingkan
dengan tempe kedelai nilai ini masih lebih besar. Brata-Arbai (1994)
meneliti efek tempe kedelai terhadap profil lipid manusia yang mengalami
hiperlipidemia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, setelah
mengonsumsi tempe kedelai selama dua minggu hanya menurunkan LDL
darah sebesar 8,29%.
Kemampuan menghambat kenaikan kadar LDL tepung tempe
kacang komak kemungkinan karena sampel ini masih mengandung
beberapa zat anti nutrisi. Anti nutrisi yang terdapat di kacang komak antara
lain tanin, fitat, dan anti tripsin (Colucci 1999). Yugarani et al. (1992)
menyatakan bahwa tanin mampu menurunkan kadar LDL dan trigliserida
tanpa mempengaruhi kadar HDL. Hasil penelitian Hyen Lee et al. (2007)
menunjukkan bahwa tikus tua (15 bulan) yang diberi diet 1,5% asam
fitat, mengalami penurunan kadar LDL serum secara signifikan.
Wright (1998) mendapatkan paten atas penemuannya
kemampuan
dan meningkatkan sintesis asam empedu di hati.
5. Indeks Aterogenik
Keterangan:
Gambar
Indeks
resiko aterosklerosis (Sihombing
semakin tinggi pula resiko terkena aterosklerosis. Nilai IA normal yaitu
5 (Vidyadaran
Gambar
dianalisis. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai IA
tinggi, walau tidak berbeda nyata dengan
kontrol negatif
kontrol positif
Tidak adanya perbedaan
secara statistik,
apabila dibandingkan dengan
Karmally (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
aterosklerosis
HDL diketahui dapat menurunkan resiko
hipotesis mekanisme. Pertama, melalui mekanisme pengangkutan balik
0
1
2
3
4
5
6
Ind
ek
s A
the
rog
en
ik
(1998) mendapatkan paten atas penemuannya
kemampuan α1-antitripsin untuk meningkatkan jumlah reseptor LDL
dan meningkatkan sintesis asam empedu di hati.
Aterogenik (IA)
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 11).
Gambar 15. Indeks Aterogenik Tikus Percobaan.
Indeks aterogenik (IA) merupakan indikator untuk mengetahui
esiko aterosklerosis (Sihombing 2003). Semakin tinggi
semakin tinggi pula resiko terkena aterosklerosis. Nilai IA normal yaitu
Vidyadaran et al. 1997).
Gambar 15 memperlihatkan nilai IA ketiga kelompok tikus yang
dianalisis. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai IA
tinggi, walau tidak berbeda nyata dengan kontrol positif
negatif memiliki nilai IA paling kecil. Nilai IA
positif, dan tempe secara berturut-turut adalah 1,26; 5,14; dan 5,99.
dak adanya perbedaan nilai IA tempe terhadap
secara statistik, sejalan dengan rendahnya kadar HDL kelompok tikus ini
dibandingkan dengan kontrol negatif (Gambar 13
Karmally (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
adalah karena rendahnya kadar HDL darah.
HDL diketahui dapat menurunkan resiko aterosklerosis
hipotesis mekanisme. Pertama, melalui mekanisme pengangkutan balik
0
1
2
3
4
5
6
Kontrol negatif Kontrol positif Tempe
1,26 a
5,14 b5,99
Kelompok Tikus
44
(1998) mendapatkan paten atas penemuannya, yaitu
untuk meningkatkan jumlah reseptor LDL
yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata
Tikus Percobaan.
(IA) merupakan indikator untuk mengetahui
2003). Semakin tinggi nilai IA, maka
semakin tinggi pula resiko terkena aterosklerosis. Nilai IA normal yaitu ≤
memperlihatkan nilai IA ketiga kelompok tikus yang
dianalisis. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai IA tempe paling
positif pada α=0,1.
memiliki nilai IA paling kecil. Nilai IA kontrol negatif,
turut adalah 1,26; 5,14; dan 5,99.
terhadap kontrol positif
kadar HDL kelompok tikus ini
13). Ginsberg dan
Karmally (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
aterosklerosis melalui dua
hipotesis mekanisme. Pertama, melalui mekanisme pengangkutan balik
b
45
kolesterol dari jaringan ke hati. Kedua, kemampuan antiaterogenik HDL
terkait dengan fungsinya sebagai antioksidan dan atau antiagregasi di
saluran darah. Secara in vitro Apo A-I dapat melindungi LDL dari
serangan oksidasi. Apo A-I merupakan protein utama penyusun HDL
(Ginsberg dan Karmally 2000).
E. Peroksidasi Lipid (Malonaldehida (MDA))
Malonaldehida ditemukan di jaringan manusia dan hewan sebagai
produk akhir dari peroksidasi lipid (IARC 1985). Kadar MDA dalam suatu
jaringan dapat menjadi indikator tingkat serangan radikal bebas terhadap lipid
di jaringan tersebut. Selain itu, kadar MDA juga dapat menjadi indikator
keefektifan antioksidan dalam suatu pangan di dalam tubuh.
Kadar MDA pada penelitian ini dianalisis pada organ hati dan limpa.
Hati dan limpa dipilih karena kedua jaringan ini memiliki fungsi dalam
metabolisme lemak. Limpa memiliki peran dalam penyerapan lemak dari
usus halus ke darah (Nigam 2008). Hati juga memiliki peran dalam
mendegradasi asam lemak menjadi energi, mensintesis trigliserida dari
karbohidrat dan protein, dan memproduksi lemak lainnya seperti kolesterol
dan fosfolipid. Selain itu, hati juga memiliki kemampuan untuk melakukan
desaturasi asam lemak sehingga trigliserida yang ada di hati umumnya dalam
bentuk tidak jenuh (Guyton 1987). Keberadaan asam lemak tidak jenuh di
hati membuat lipid hati menjadi sensitif terhadap oksidasi.
Penentuan kadar MDA organ hati dan limpa dilakukan secara
spektrofotometrik. Sebagai standar digunakan 1,1,3,3 tetraetoksipropana
(TEP) dengan konsentrasi 0,0; 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0; 7,2; 15,0; dan 24,0 x10-3
pmol/ml. Persamaan kurva standar yang didapat yaitu y = 0,008x + 0,030
dengan R² = 0,956, dimana y = absorbansi dan x = konsentrasi MDA (10-3
pmol/ml). Kurva standar tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12.
Gambar 16 menunjukkan kadar MDA hati dan limpa ketiga kelompok
tikus. Dari gambar tersebut diketahui kadar MDA hati kontrol negatif, kontrol
positif, dan tempe berturut-turut adalah 0,04; 0,02; dan 0,04 pmol/ml. Kadar
MDA limpa kontrol negatif, kontrol positif, dan tempe berturut-turut adalah
0,1; 0,09; 0,1 pmol/ml. Nilai MDA ini relatif sangat kecil bila dibandingkan
dengan hasil Nugroho (2007). Kadar MDA hati dan darah pada penelitian
Nugroho (2007) memiliki satuan µmol/ml. Perbedaan ini kemungkinan
karena berbedanya jenis dan lama perlakuan tikus. Perbedaan jenis tikus
kemungkinan juga diikuti dengan perbedaan metabolisme. Perbedaan lama
perlakuan mengakibatkan perbedaan paparan oksidatif sehingga semakin
lama perlakuan semakin besar kemungkinan tikus men
Nugroho (2007) menggunakan tikus wistar dengan lama perlakuan 75 hari,
sedangkan pada penelitian ini digunakan tikus jenis spargue dawley dengan
lama perlakuan 36 hari. Selain itu, Nugroho (2007) juga mendapati kadar
MDA darah jauh
sensitif dan lebih baik untuk dijadikan sampel dibandingkan hati.
Keterangan: superscriptstatistik
Gambar
Dari Gambar 16 terlihat bahwa tepung tempe kacang komak tidak
mampu menurunkan kadar MDA hati dan limpa tikus.
Nugroho (2007) dan Khayrani (2008). Nugroho (2007)
kacang komak terhadap kadar MDA hati
kolesterol yang hasilnya tidak berbeda nyata dengan
juga mendapatkan hasil yang sama ketika meneliti efek protein kacang komak
terhadap kadar M
0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
Ka
da
r M
DA
(p
mo
l/g
)
dengan hasil Nugroho (2007). Kadar MDA hati dan darah pada penelitian
Nugroho (2007) memiliki satuan µmol/ml. Perbedaan ini kemungkinan
a berbedanya jenis dan lama perlakuan tikus. Perbedaan jenis tikus
kemungkinan juga diikuti dengan perbedaan metabolisme. Perbedaan lama
perlakuan mengakibatkan perbedaan paparan oksidatif sehingga semakin
lama perlakuan semakin besar kemungkinan tikus mengalami stres oksidatif.
Nugroho (2007) menggunakan tikus wistar dengan lama perlakuan 75 hari,
sedangkan pada penelitian ini digunakan tikus jenis spargue dawley dengan
lama perlakuan 36 hari. Selain itu, Nugroho (2007) juga mendapati kadar
MDA darah jauh lebih besar dibandingkan hati. Oleh karena itu darah lebih
sensitif dan lebih baik untuk dijadikan sampel dibandingkan hati.
superscript yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara statistik pada α=0,1 (Lampiran 13 dan Lampiran 14).
Gambar 16. Kadar MDA Hati dan Limpa Tikus Percobaan.
Dari Gambar 16 terlihat bahwa tepung tempe kacang komak tidak
mampu menurunkan kadar MDA hati dan limpa tikus. Hal ini diperkuat oleh
Nugroho (2007) dan Khayrani (2008). Nugroho (2007) meneliti efek protein
kacang komak terhadap kadar MDA hati dan darah tikus yang diberi
hasilnya tidak berbeda nyata dengan kontrol. Khayrani (2008)
juga mendapatkan hasil yang sama ketika meneliti efek protein kacang komak
terhadap kadar MDA serum darah tikus yang mengalami diabetes.
Hati Limpa
0,04 b
0,10 a
0,02 a
0,09 a
0,04 b
Jenis Organ
Kontrol Negatif Kontrol Positif Tempe
46
dengan hasil Nugroho (2007). Kadar MDA hati dan darah pada penelitian
Nugroho (2007) memiliki satuan µmol/ml. Perbedaan ini kemungkinan
a berbedanya jenis dan lama perlakuan tikus. Perbedaan jenis tikus
kemungkinan juga diikuti dengan perbedaan metabolisme. Perbedaan lama
perlakuan mengakibatkan perbedaan paparan oksidatif sehingga semakin
galami stres oksidatif.
Nugroho (2007) menggunakan tikus wistar dengan lama perlakuan 75 hari,
sedangkan pada penelitian ini digunakan tikus jenis spargue dawley dengan
lama perlakuan 36 hari. Selain itu, Nugroho (2007) juga mendapati kadar
lebih besar dibandingkan hati. Oleh karena itu darah lebih
sensitif dan lebih baik untuk dijadikan sampel dibandingkan hati.
yang berbeda, menunjukkan nilai yang berbeda nyata secara
16. Kadar MDA Hati dan Limpa Tikus Percobaan.
Dari Gambar 16 terlihat bahwa tepung tempe kacang komak tidak
Hal ini diperkuat oleh
meneliti efek protein
dan darah tikus yang diberi
. Khayrani (2008)
juga mendapatkan hasil yang sama ketika meneliti efek protein kacang komak
DA serum darah tikus yang mengalami diabetes.
0,10 a
47
Tidak adanya pengaruh tepung tempe dan fraksi protein kacang
komak terhadap kadar MDA hati, serum, dan limpa, menunjukkan tidak
adanya aktivitas antioksidan yang nyata dari sampel tersebut. Hal ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian Yulia (2007) dan Harnani (2009). Hasil
penelitian Yulia (2007) secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak kacang
komak memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari pada asam
askorbat dengan metode DPPH. Khusus untuk ekstrak fraksi protein memiliki
aktivitas antioksidan 7,1 kali lebih besar dibandingkan dengan asam askorbat.
Total fenol kacang komak juga relatif lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan kacang kedelai. Kacang komak mengandung total fenol sebesar
23.285,6 ppm, sedangkan kedelai hanya 11.330 ppm. Kapasitas antioksidan
tepung tempe kacang komak yang diekstrak dengan air dan dinalisis secara in
vitro dengan metode DPPH memperlihatkan nilai yang lebih tinggi dari pada
kacang komak. Tepung tempe kacang komak yang diekstrak dengan air
memiliki kapasitas antioksidan sebesar 964,5 AEAC, sedangkan kacang
komak hanya 216,7 AEAC (Harnani 2009).
Terdapat dua kemungkinan alasan dari tidak adanya korelasi antara
kandungan antioksidan dengan kemampuan penghambatan MDA pada tepung
tempe dan protein kacang komak. Pertama bioavailabilitas antioksidan
tersebut kecil. Kedua, khusus untuk tepung tempe kacang komak, antioksidan
yang terdapat pada sampel ini kemungkinan rusak akibat pemanasan selama
pengeringan. Hal ini didasarkan pada sampel yang dianalisis kapasitas
antioksidannya oleh Harnani (2009) dikeringkan pada suhu 50oC, sedangkan
tempe kacang komak pada penelitian ini dikeringkan pada suhu 75oC.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
F. Kesimpulan
Konsumsi ransum berkolerasi positif terhadap pertumbuhan berat
badan. Tikus kelompok Tempe yang mengkonsumsi ransum paling rendah,
mengalami peningkatan berat badan yang paling kecil bila dibandingkan
dengan kedua kontrol.
Tikus kelompok Tempe memiliki berat hati relatif yang lebih besar
dari pada Kontrol Positif dan Kontrol Negatif. Berat relatif ginjal dan limpa
tidak berbeda nyata untuk semua kelompok.
Tepung tempe kacang komak mampu menghambat kenaikan total
kolesterol secara signifikan sebesar 14,82%. Kadar trigliserida dan HDL
serum Tempe paling kecil bila dibandingkan dengan kedua kontrol. Walau
tidak signifikan secara statistik, LDL tikus Tempe 13,23% lebih rendah
dibandingkan Kontrol Positif. Indeks atherogenik Tempe tidak berbeda nyata
dengan Kontrol Positif.
Kadar malonaldehida (MDA) diukur sebagai indikator tingkat
peroksidasi lipid. Hasil pengukuran menunjukkan tepung tempe kacang
komak tidak mampu menurunkan kadar MDA baik pada organ hati maupun
limpa.
G. Saran
Hal-hal yang dapat disarankan untuk penelitian berikutnya adalah:
1. Mengoptimasi proses pembuatan tepung tempe kacang komak untuk
menghilangkan rasa pahit, misalnya dengan menggunakan suhu di bawah
75oC pada tahap pengeringan
2. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dilakukan analisis
malonaldehida darah karena kenaikan kadar malonaldehida darah lebih
cepat terjadi dibandingkan organ hati maupun limpa
3. Menganalisis kolesterol feses tikus untuk menduga mekanisme penurunan
kolesterol serum
49
4. Melakukan penelitian serupa dengan penelitian ini, namun dengan sampel
tempe kacang komak untuk mengetahui pengaruh proses penepungan
terhapap profil dan peroksidasi lipid tikus
5. Meneliti konsentrasi zat-zat anti nutrisi yang dikandung kacang komak,
tempe kacang komak, dan tepung tempe kacang komak.
50
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry. Washington DC: AOAC Intl.
Arafah E. 1994. Ketersediaan hayati β-karoten dan interaksinya dengan mineral besi (Fe) pada bayam (Amaranthus hybridus L.) [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Balasinska B. 1998. Hypocholesterolemic effect of food dietary evening primerose (Oenothera paradoxa) cake extract in rats. Food Chemistry 63(4):453-459.
Bird RP, Draper HH. 1984. Comparative study on different methods of malonaldehyde determination. In: Method in Enzimology. p: 105-299.
Borger-Papendorf G, Barz W. 1991. Metabolism of isoflavones and formation of factor-II by tempe-producing microorganisms (Part I). Cologne: Tempe workshop TUV Rheinland. [21 Okt 1991].
Brata-Arbai AM. 1994. Efek normolipidemik ‘tempe A5’ dan ‘tempe’ terhadap profil lipid penderita dislipidemia [disertasi]. Program pascasarjana, Universitas Airlangga.
Brata-Arbai AM. 2001. Cholesterol lowering effect of tempe. In: Agranoff J, editor. The Complete Handbook of Tempe. 2nd ed. American Soybean Association. hlm 51-70.
Chau CF, Cheung PTK, Wong YS. 1998. Hypocholesterolemic effect of protein concentrates from three chinese indigenous legume seeds. J. Agric. Food Chem 46:3698-3701.
Chen ZY, Jiao R, Ma KY. 2008. Cholesterol-lowering nutraceuticals and functional foods. J Agric Food Chem 56:8761-8773.
Cooke PS, Meisami E. 1991. Early hypothyroidism in rats increases adult testis and reproductive organ size but does not change testosterone levels. Endocrinology 129:237-243.
Conti M, Moramd PC, Levillaind P, Lemonnier A. 1991. Improve fluorometric determination of malonaldehyde. J Clin Chem Soc 103:6472-6477.
Duke JA. 1983. Handbook of Legumes of World Economic Importance. New York: Plenum Press.
Ersland DR, John WSB, Rod C, Timothy CH. 1983. The storage protein of Phaseolus vulgaris L., Vicia faba L., dan Pisum sativum L. In: Gottschalk,
51
Muller, editor. Seed Protein, Biochemistry, Genetics, Nutritive Value. London: Martinus Nijhoff Publishers. p 355-370.
Estiasih T. 1993. Pengaruh cara pembuatan tepung kacang hijau (Vigna radiata (L) Wilezck) terhadap kandungan gizi dan antinutrisi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Friedwald WT, Levy RI, Fredrikson DS. 1972. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without use of the preparative ultra-centrifuge. Clin Chem 18:499-502.
Ginsberg HN, Goldberg IJ. 1998. Disorder of intermediary metabolism. In: Ziegler EE, Filer LJ, editor. Present Knowledge in Nutrition 7th Edition. Washington DC: International Life Science Institute Press.
Ginsberg HN, Karmally W. 2000. Nutrition, lipids, and cardiovascular disease. In: Stipanuk MH, editor. Biochemistry and Physiological Aspects of Human Nutrition. Philadelphia: Saunders. p 945-960.
Guyton AC. 1987. Human Physiology and Mechanisms of Disease Fourth Edition. Philadelphia: W.B. Sauders Company.
Guyton, Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. eBook. Elsevier Inc.
Harnani S. 2009. Studi karakteristik fisikokimia dan kapasitas antioksidan tepung tempe kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hyen Lee S et al. 2007. Dietary phytic acid improves serum and hepatic lipid levels in aged ICR mice fed a high-cholesterol diet. J Nutr Res 27:505–510.
IARC. 1985. Allyl compounds, aldehydes, epoxides and peroxides, lyon. IARC Monographs on the Evaluation of the Carcinogenic Risk of Chemicals to Humans. Vol 36. p 163–177.
Johansson J, Grondal S, Sjovall J, Jornvall H, Curstedt T. 1992. Identification of hydrophobic fragments of α1-antitrypsin and Cl protease inhibitor in human bile, plasma and spleen. Febs Letters 299:146-148.
Joyce KL, Porcelli J, Cooke PS. 1993. Neonatal goitrogen treatment increases adult testis size and sperm production in the mouse. J Andrology 14:448-455.
Kay ED. 1979. Food Legumes. London: Tropical Products Isntitute.
Khayrani AC. 2008. Pengaruh konsentrat protein kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) terhadap kadar glukosa darah, profil lipid, dan peroksidasi lipid tikus diabetes [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
52
Kinsella JE. 1979. Functional properties of soy proteins. J Amer Oil Chem Soc 56:242-258.
Krause MV, Mahan LK. 1984. Food Nutrition and Diet Theraphy. Canada: Sunders Company.
Koswara S. 1989. Mempelajari senyawa toksik dan antinutrisi pada kacang jogo (Phaseolus vulgaris L) dan kacang tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp.) serta cara inaktivasinya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Langseth L. 1995. Oxidant, Antioxidant and Disease Prevention. Belgium: ILSI Europe.
Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: UI Press.
Mahfouz MM, Kummerow FA. 2000. Cholesterol-rich diets have different effects on lipid peroxidation, cholesterol oxides, and antioxidant enzymes in rats and rabbits. J Nutr Biochem 11:293-302.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Bahan Pengajaran Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.
Mann J, Skeaff M. 2002. Lipids. In: Man J, Truswell A, editor. Essential of Human Nutrition 2nd. Oxford.
Mardiah. 1992. Mempelajari Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta Pengembangan Produk Olahannya sebagai Makanan Tambahan bagi Anak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Marinetti GV. 1990. Disorders of Lipid Metabolism. New York: Plenum Press.
Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW. 1984. Review of Biochemistry. California: Lange Medical Publication.
Martoyuwono T. 1984. The utilization of lablab bean for human food [Thesis]. Kensington: Univ of New South Wales.
Mayes PA, Danyl KG, Victor WR, David WM. 1987. Review of Biochemistry. 20th ed. California: Lange Medical Publication.
Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, Spector AA. 1993. Biokimia: Satu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2 Ed Ke-4. Ismadi M, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
53
Murphy AM, Colucci PE. 1999. A tropical forage solution to poor quality ruminant diets: A review of Lablab purpureus. Livestock Research for Rural Development (11) 2. http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd11/2/colu.htm [28 Okt 2009].
Nawar W. 1985. Lipids. In: Fenema OR. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker.
Navi A, Susanto T, Subagio A. 2007. Pengembangan tepung kaya protein (TKP) dari koro komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) dan koro kratok (Phaseolus lunatus). J Teknologi dan Industri Pangan XVII(3):159-165.
Nigam Y. 1 Apr 2008. The lymphatic system. NT 104(13):52-54. http://www.nursingtimes.net [9 Nov 2009].
Nishi T, Hara H, Tomita F. 2003. Soybean β-conglycinin peptone supresses food intake and gastric emptying by increasing plasma cholecytokinin levels in rats. American Society for Nutritional Sciences.
Nugroho P. 2007. Pengaruh Fraksi Protein dan Non Protein Kacang Komak (Lablab purpureus (L) Sweet) terhadap Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tinggi Kolesterol [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ory RL. 1981. Antinutrients and Natural Toxicants in Foods. Wesport: Food and Nutrion Press inc.
Panjaitan RGP et al. 2007. Pengaruh pemberian karbon tetraklorida terhadap fungsi hati dan ginjal tikus. Makara Kesehatan 11(1):11-16.
Park SY et al. 2002. Effect of rutin and tannic acid supplements on cholesterol metabolism in rats. J Nutr Res 22(3):283–295.
Pawiroharsono S. 1995. Potensi Tempe dan Pengembangan Industri Tempe Generasi III. Di dalam : Prosiding Simposium Sehari. Pengembangan Industri Makanan dari Kedelai. Jakarta.
Pawiroharsono S. 2001. Microbiological aspects of tempe. In: Agranoff J, editor. The Complete Handbook of Tempe. 2nd ed. American Soybean Association. p 93-115.
Ramakrishna V, Rani PJ, Rao PR. 2007. Hypocholesterolemic effect of diet supplemented with Indian bean (Dolichos lablab (L.) var lignosus) seeds. Nutr Food Sci 37(6):452-456.
Reeves PG, Nielsen FH, Fahey GC. 1993. AIN-93 Purrified Diets for Laboratory Rodents: Final Report of the American Institute of Nutrition Ad Hoc Writing Committee on the Formulation of the AIN-76 A Rodent Diet. Urbana: University of Illinois.
54
Reza NM, Fatemeh BR, Fahimeh MT, Fatemeh GN, Morteza BR. 2008. Hypocholesterolemic effects of dietary soybean vs. casein protein in a crossed over diets in rat. Pakistan J Bio Sci 11(11):1467-1471.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Sapuan, Sutrisno N. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta: Yayasan Tempe Indonesia.
Sawit MH, Bachri S, Nuryanti S, Dabukke FBM. 2006. Fleksibilitas penerapanan special safeguard mechanism (SSM) dan kaji ulang kebijakan domestik support (DS) untuk special product (SP) Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisa Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Sihombing ABH. 2003. Pemanfaatan Rumput Laut sebagai Sumber Serat Pangan dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan[Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sitepoe M. 1993. Kolesterol FOBIA: Keterkaitan dengan Penyakit Jantung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Soetardjo S. 1990. Pengaruh Diit pada Lipida Darah dan Penyakit Jantung Koroner. Di dalam: Anonim. Gizi Menuju Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. Jakarta: Prosiding Khusus Pangan Ilmu Gizi dan Kongres VIII PERSAGI. hlm 174-180.
Subagio A. 2006. Characterization of hyacinth bean (Lablab purpureus (L) Sweet) seeds from Indonesia and their protein isolate. J Food Chem 95:65-70.
Sugiyono. 2008. Kedelai, dari tempe sampai tahu. http://www.kompas.com [24 Apr 2009].
Murphy AM, Colucci PE. 1999. A tropical forage solution to poor quality ruminant diets: A review of Lablab purpureus. Livestock Research for Rural Development (11) 2. http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd11/2/colu.htm [28 Okt 2009].
Syarief R et al. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.
Syarifudin RA. 2003. Mempelajari sifat-sifat deformasi protein globulin 7S dan 11S dari kacang komak (Lablab purpureus (L) Sweet) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tensiska, Marsetio, Yudiastuti SON. 2007. Pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kasar isoflavon dari ampas tahu. Hasil penelitian.
55
Sanders TAB, Dean TS, Grainger D, Miller GJ, Wiseman H. 2002. Moderate intakes of intact soy protein rich in isoflavones compared with ethanol-extracted soy protein increase HDL but do not influence transforming growth factor β1 concentrations and hemostatic risk factors for coronary heart disease in healthy subjects. Am J Clin Nutr 76:373–7.
Utomo JS, Astanto K, Tri W. 1999. Nilai Gizi dan Prospek Pengembangan Kacang Komak di Lahan Kering Beriklim Kering. Makalah Balittan Malang No. 91-13/SM-46. Di dalam: Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1991. hlm 339-345.
Vidyadaran MK et al. 1997. A critical evaluation of high density lipoprotein cholesterol as an index of coronary artery disease risk in Malaysians. Mal J Nutr 3:61-70.
Walker R. 1994. Hyperlipidaemia In Clinical Pharmacy and Therapeutics. Walker R, Edward C, editor. New York: Churchill Livingstone.
[WHO] World Health Organization. 2001. Heart Disease. www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en/-24k [22 Januari 2009].
Wijaya SKS, Rohman L. 2001. Fraksinasi dan karakterisasi protein utama biji kedelai J Ilmu Dasar 2(1):49-54.
Wolf G. 1996. High fat, high cholesterol diet raises plasma HDL cholesterol : studies on the mechanism of this effect. J Nutr 54:34-35.
Wright TH, penemu; Virginia Commonwealth University. 8 Nov 1998. Method and composition for lowering low density lipoprotein cholesterol. United States Patent 5792749.
Yugarani T, Tan BKH, The M, Das NP. 1992. Effects of polyphenolic natural products on the lipid profiles of rats fed high fat diets. Lipids 27(3):181–186.
Yu-Hsin L. 2008. Effect of soybean protein hydrolysate on hypocholesterolemic activity. http://140.121.155.217/seminar/D95320002-4.pdf [1 Nov 2009].
Yulia O. 2007. Pengujian kapasitas antioksidan ekstrak polar, nonpolar, fraksi protein dan nonprotein kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
56
Lampiran 1. Contoh Perhitungan Penyusunan Ransum Tempe Kelompok tempe adalah kelompok tikus yang diberi ransum dengan sumber protein tepung tempe kacang komak ditambah kolesterol dan PTU (propil tio urasil). Penyusunan komposisi ransum kelompok tikus tempe didasarkan pada kandungan zat gizi tepung tempe kacang komak (TTKK). Contoh perhitungan : Basis 100g
1. Protein : Kadar protein TTKK (dianalisis dengan metode kjeldahl) = 30,68 % Kadar protein ransum = 14 %
TTKK yang harus ditambahkan ke dalam ransum � �<<�<,�><,?<@A � 45,6 g � x
2. Lemak : Kadar lemak TTK (dianalisis dengan metode soxhlet) = 1,62 % Kadar lemak ransum = 4 %
Kadar lemak 45,6 g TTK � >:,@��,@��<< � 0,7 g
Jumlah minyak kedelai yang harus ditambahkan = �<<�>
�<< � 0,7 � 3,3 g
3. Mineral: Kadar abu TTK (dianalisis dengan menggunakan tanur) = 2,67 % Kadar mineral ransum = 3,5 %
Kadar abu 45,6 g TTK � >:,@��,@G�<< � 1,2 g
Jumlah mineral mix yang harus ditambahkan = �<<�?,:
�<< � 1,2 � 2,3 g
4. Serat : Kadar serat kasar TTK = 7,5 % Kadar serat ransum = 5 %
Kadar serat 45,6 g TTK � >:,@�G,:�<< � 3,42 g
Jumlah selulosa yang harus ditambahkan = �<<�:
�<< � 3,42 � 1,6 g
57
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Pertambahan Berat Badan Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
pertambahan_berat
14318,400 2 7159,200 26,388 ,000
3255,600 12 271,300
17574,000 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
pertambahan_berat
Duncana
5 -10,8000
5 30,0000
5 64,8000
1,000 1,000 1,000
sampeltempe
kontrol_positif
kontrol_negatif
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
58
Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum
Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
konsumsi
52,435 2 26,217 17,685 ,000
17,789 12 1,482
70,224 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
konsumsi
Duncana
5 5,7920
5 7,9720
5 10,3700
1,000 1,000 1,000
sampeltempe
kontrol_positif
kontrol_negatif
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
59
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Berat Hati Relatif
Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
hati_relatif
,001 2 ,000 8,600 ,005
,000 12 ,000
,001 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
hati_relatif
Duncana
5 ,0300
5 ,0320
5 ,0440
,594 1,000
sampelkontrol_negatif
kontrol_positif
tempe
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
60
Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Berat Ginjal Relatif Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
ginjal_relatif
,000 2 ,000 1,814 ,205
,000 12 ,000
,000 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
ginjal_relatif
Duncana
5 ,00560
5 ,00600
5 ,00700
,103
sampelkontrol_positif
kontrol_negatif
tempe
Sig.
N 1
Subsetfor alpha
= .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
61
Lampiran 6. Analisis Sidik Ragam Berat Limpa Relatif Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
limpa_relatif
,000 2 ,000 ,308 ,741
,000 12 ,000
,000 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
limpa_relatif
Duncana
5 ,00260
5 ,00260
5 ,00300
,531
sampelkontrol_positif
tempe
kontrol_negatif
Sig.
N 1
Subsetfor alpha
= .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
62
Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Total Kolesterol Serum Darah Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
kolesterol_serum
18693,515 2 9346,758 34,467 ,000
3254,114 12 271,176
21947,629 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
kolesterol_serum
Duncana
5 60,2300
5 122,1840
5 143,4500
1,000 1,000 1,000
sampelkontrol_negatif
tempe
kontrol_positif
Sig.
N 1 2 3
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
63
Lampiran 8. Analisis Sidik Ragam Kadar Trigliserida Serum Darah Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
TG_serum
1351,320 2 675,660 3,255 ,074
2490,829 12 207,569
3842,148 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
TG_serum
Duncana
5 19,5100
5 27,7300 27,7300
5 42,4540
,385 ,132
sampeltempe
kontrol_positif
kontrol_negatif
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
64
Lampiran 9. Analisis Sidik Ragam Kadar HDL Serum Darah Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
HDL_serum
171,067 2 85,533 3,963 ,048
259,024 12 21,585
430,091 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
HDL_serum
Duncana
5 19,0200
5 23,5040 23,5040
5 27,2820
,153 ,223
sampeltempe
kontrol_positif
kontrol_negatif
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
65
Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Kadar LDL Serum Darah Tikus Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
LDL_serum
23191,795 2 11595,897 43,254 ,000
3217,043 12 268,087
26408,838 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
LDL_serum
Duncana
5 24,4520
5 99,2620
5 114,3940
1,000 ,170
sampelkontrol_negatif
tempe
kontrol_positif
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
66
Lampiran 11. Analisis Sidik Ragam Indeks Atherogenik Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
indeks_atherogenik
63,623 2 31,812 9,342 ,004
40,864 12 3,405
104,488 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
indeks_atherogenik
Duncana
5 1,2560
5 5,1400
5 5,9860
1,000 ,482
sampelkontrol_negatif
kontrol_positif
tempe
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
67
Lampiran 12. Kurva Standar TEP
y = 0,008x + 0,030
R² = 0,956
0,000
0,050
0,100
0,150
0,200
0,250
0 5 10 15 20 25 30
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi standar (10-3 pmol/ml)
68
Lampiran 13. Analisis Sidik Ragam MDA Hati Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
mda_hati
,002 2 ,001 13,364 ,001
,001 12 ,000
,003 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
mda_hati
Duncana
5 ,0160
5 ,0380
5 ,0420
1,000 ,474
sampelkontrol_positif
tempe
kontrol_negatif
Sig.
N 1 2
Subset for alpha = .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.
69
Lampiran 14. Analisis Sidik Ragam MDA Limpa Oneway
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
mda_limpa
255,731 2 127,865 ,130 ,880
11831,549 12 985,962
12087,279 14
Between Groups
Within Groups
Total
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
mda_limpa
Duncana
5 91,22860
5 96,42860
5 101,34120
,637
sampelkontrol_positif
tempe
kontrol_negatif
Sig.
N 1
Subsetfor alpha
= .1
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.a.