Top Banner
PERBEDAAN ANTARA PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DIBANDING QUANTUM LEARNING DITINJAU DARI TINGKAT INTELEGENSI SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD SE-KECAMATAN PETANAHAN Oleh Nama : Tatmimatun Ni’mah NIM : X7211123 Kelas : C Semester : V
88

Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

Dec 10, 2015

Download

Documents

BiyankaFauzy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

PERBEDAAN ANTARA PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

DIBANDING QUANTUM LEARNING DITINJAU DARI

TINGKAT INTELEGENSI SISWA TERHADAP PRESTASI

BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD SE-KECAMATAN

PETANAHAN

Oleh

Nama : Tatmimatun Ni’mah

NIM : X7211123

Kelas : C

Semester : V

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011/2012

Page 2: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1

B. Identifikasi Masalah.................................................................................4

C. Batasan Masalah......................................................................................4

D. Rumusan Masalah....................................................................................4

E. Tujuan Penelitian.....................................................................................5

F. Manfaat Penelitian...................................................................................5

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Diskripsi Teori.........................................................................................7

B. Kerangka Berpikir..................................................................................38

C. Hipotesis................................................................................................38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................40

B. Populasi, Sampel dan Pengambilan Sampel..........................................41

C. Rancangan Penelitian.............................................................................42

D. Teknik Pengumpulan Data.....................................................................43

E. Teknik Analisis Data..............................................................................49

F. Teknik Analisis Data..............................................................................53

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam usaha mencapai

manusia yang berguna dan berkembang yang dapat menjawab tantangan jaman

melalui pengetahuan dan keterampilan yang cukup memadai dalam mengelola

suatu institusi pendidikan secara profesional. Pendidikan juga merupakan

investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal

ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya.

Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap

pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas

muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk. Meski diakui bahwa

pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan,

dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup

besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih berkutat pada permasalahan klasik

dalam hal ini yaitu kualitas pendidikan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik yang menjadi manusia beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Mutu pendidikan di Indonesia harus selalu ditingkatkan. Salah satu usaha

untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan memperbaiki

proses belajar mengajar. Misalnya dengan berbagai metode,pendekatan, dan

model-model pembelajaran yang bervariasi.

Dalam proses belajar mengajar di SD terdapat berbagai macam mata

pelajaran. Salah satunya adalah mata pelajaran IPA yang identik dengan

1

Page 4: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

2

percobaan-percobaan. IPA merupakan Ilmu pengetahuan yang perlu

dikembangkan. IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai

hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA

sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi,

karena IPA memiliki upaya  untuk membangkitkan minat manusia serta

kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum

terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat

dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat

penting. Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi

perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan

negara-negara maju.

Kenyataan yang terjadi, mata plajaran IPA tidak begitu diminati dan

kurang diperhatikan. Selama ini sebagian besar siswa menganggap bahwa IPA

dirasa cukup sulit. Hal ini disebabkan pembelajaran yang dilakukan guru kurang

bermakna Apalagi melihat kurangnya pendidik yang menerapkan konsep IPA.

Permasalahan ini terlihat pada cara pembelajaran IPA serta kurikulum yang

diberlakukan sesuai atau malah mempersulit pihak sekolah dan siswa didik,

masalah yang dihadapi oleh pendidikan IPA sendiri berupa materi atau kurikulum,

guru, fasilitas, peralatan siswa dan komunikasi antara siswa dan guru.

Kenyataan di lapangan, dalam pembelajaran sebagian besar guru masih

menggunakan pendekatan ekspositori, pembelajaran dikuasai oleh guru, misal

dengan ceramah dan latihan soal sehingga menjadikan suatu pembelajaran yang

membosankan karena siswa bersikap pasif. Pembelajaran juga kurang bermakna

bagi siswa, yang menyebabkan prestasi belajar IPA buruk atau menurun.

Untuk itu guru perlu memperhatikan metode, pendekataan, dan model-

model pembelajaran yang digunakan ketika mengajar karena akan berpengaruh

terhadap prestasi belajar siswa. Dalam pembelajarn IPA yang cenderung lebih

banyak kegiatan di luar kelas dan banyak kegiatan praktikum dan pengamatan,

agar pembelajaran lebih bermakna guru dapat memilih dan menggunakan model-

Page 5: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

3

model pembelajaran yang bervariasi. Salah satunya adalah model pembelajaran

Quantum yang terkenal dengan QL ( Quantum Learning ). Pembelajaran quantum

merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar yang induktif

(berdasarkan fakta yang nyata) yang kegiatan pembelajarannya secara langsung

dapat dialami oleh siswa, sehingga siswa diharapkan dapat membangun makna

atau kesan pengetahuan dalam ingatannya. Dengan model pembelajaran yang

bervariasi tersebut, prestasi siswa khususnya dalam pembelajaran IPA dapat

dicapai secara maksimal.

Selain pembelajarn yang bervariasi, tingkat intelegensi siswa pun menjadi

salah satu faktor penting agar prestasi belajar dapat diraih secara maksimal.

Menurut Wangmuba, Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan

umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam

kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat

spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada siswa suatu

kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau

ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Intelegensi yang dimiliki oleh

setiap siswa berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki intelegensi tinggi, namun

tidak sedikit pula siswa yang intelegensinya cukup atau bahkan bisa dikatakan

rendah. Untuk itu sebagai pendidik harus mampu membantu siswa untuk

meningkatkan prestasinya khususnya dalam mata pelajaran IPA dengan

menggunakan berbagai macam model-model pembelajaran yang nyaman dan

menyenangkan bagi siswa dengan memperhatikan kondisi intelegensi yang

dimiliki oleh masing-masing siswa.

Berdasarkan uraian di atas kiranya perlu diadakan penelitian sebagai upaya

untuk meningkatkan prestasi pembelajaran IPA. Mengingat banyaknya masalah

dan materi yang disajikan serta keterbatasan sebagai peneliti, maka peneliti

membatasi berbagai masalah di atas dan mengambil judul “ Perbedaan Model

Pembelajaran Konvensional dibanding Quantum Lerning Ditinjau dari Tingkat

Intelegensi Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Sekecamatan

Petanahan “.

Page 6: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

4

B. Identifikasi Masalah

Adapun masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang

adalah sebagai berikut:

1. Penelitian prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA masih cukup rendah

bila dibandingkan dengan mata pelajaran lain

2. Pemikiran siswa bahwa pembelajaran IPA selama ini dirasa cukup

membosankan

3. Tingkat intelegensi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda

dan terlihat jauh

4. Bimbingan orang tua terhadap anaknya masih sangat kurang terutama dalam

masalah pendidikan.

C. Batasan Masalah

Mengingat banyaknya keterbatasan peneliti antara lain waktu penelitian,

dana operasional, dan kompetensi diri peneliti, maka penelitian ini dibatasi hanya

masalah tentang : model pembelajaran konvensional, model pembelajaran

Quantum, tingkat intelegensi siswa, serta prestasi belajar IPA siswa kelas V SD

se-kecamatan Petanahan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah ada perbedaan model pembelajaran konvensioanal dengan model

pembelajaran quantum terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD se-

kecamatan Petanahan ?

2. Apakah ada perbedaan tingkat intelegensi siswa ditinjau dari tingkat

intelegensi rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD se-

kecamatan Petanahan ?

3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat intelegensi

siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD se-kecamatan

Petanahan ?

Page 7: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

5

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan model pembelajaran konvensional

dengan model pembelajaran Quantum terhadap prestasi belajar IPA siswa

kelas V SD se-kecamatan Petanahan ?

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan tigkat intelegensi siswa ditinjau

dari tingkat intelegensi rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD

se-kecamatan Petaahan ?

3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan

tingkat intelegensi siswa terhadapprestasi belajar IPA siswa kelas V SD se-

kecamatan Petanahan ?

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana bagi mahasiswa

calon pendidik dan pendidik/guru untuk dapat memperluas wawasan

kaitannya dengan penggunaan model-model pembelajaran seperti model

pembelajaran konvensional dan Quantum terhadap pembelajaran IPA siswa

SDN se-Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan

bagi guru-guru, khususnya guru mata pelajaran IPA dalam

mendayagunakan model- model pembelajaran yang bervariasi khususnya

model pembelajaran Quantum sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi

belajar siswa secara optimal. Selain itu perbedaan tingkat intelegensi siswa

juga dapat dijadikan pengetahuan dan pengalaman bagi guru untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Bagi Pelaksana Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala keilmuwan dan

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan mutu

Page 8: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

6

pendidikan kaitannya dengan penggunaan model-model pembelajaran

yang bervariasi khususnya model pembelajaran Quantum pada mata

pelajaran IPA. Tingkat intelegensi yang dimiliki oleh masing-masing

siswa berbeda, sehingga pelaksana pendidikan dapat mengambil langkah

secara tepat dalam usahanya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa

khususnya pada mata pelajaran IPA.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman yang sangat

berharga dalam meningkatkan pemahaman tentang model-model

pembelajaran khususnya model konvensional dan model quantum serta

penerapannya terhadap tingkat intelegensi siswa yang berbeda-beda

sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat secara optimal.

Page 9: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD

a. Karakteristik Siswa Kelas V SD

Karakteristik utama siswa kelas V sekolah dasar yaitu mereka

menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi di

antaranya:

1) perbedaan dalam intelegensi,

2) kemampuan dalam kognitif dan bahasa,

3) perkembangan kepribadian, dan

4) perkembangan fisik anak.

Menurut Erikson perkembangn psikososial pada anak kelas V SD

adalah anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang

luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai

dihadapan dengan teknologi masyarakat di samping itu proses belajar

mereka tidak hanya terjadi di sekolah.

Sedangkan menurut Thornberg (1984) anak sekolah dasar

merupakan individu yang sedang berkembang, barangkali tidak perlu lagi

diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam

perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku

mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial

meningkat. Anak kelas lima memiliki kemampuan tenggang rasa dan kerja

sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakkan

tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan.

Nasution(1992)dalam http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-

pendidikan/ karakteristik-siswa-sekolah-dasar mengatakan bahwa siswa

kelas V sekolah dasar mempunyai sifat khas sebagai berikut:

1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit,

7

Page 10: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

8

2) amat relistik, ingin tahu dan ingin belajar,

3) menjelang masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata

pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti teori faktor ditaksirkan

sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor,

4) pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan

berusaha menyelesaikan sendiri,

5) pada masa ini anak memandang nilai (nilai rapor) sebagai ukuran yang

tepat mengenai prestasi sekolah, anak pada masa ini gemar

membentuk kelompok sebaya, untuk bermain bersama-sama.

Sedangkan menurut Piaget dalam tahapan perkembangan intelektual

yang dialui anak, siswa kelas V sekolah dasar berada pada tahap

operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran

logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta peseptual, artinya anak mampu

berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan

melakukan konservasi.

Anak kelas V SD berusia antara 8-9 tahun. Pada usia ini anak berada

pada fase operasional konkrit. Anak aktif bergerak dan mempunyai

perhatian yang besar pada lingkungan. Pada usia 8 tahun rasa ingin

tahunya berkembang pesat, mereka selalu ingin tahu apa saja yang

dijumpainya dan apa yang terjadi di sekitarnya. Selanjutnya Bredekamp

juga mengatakan bahwa anak usia muda berkembangsecara holistik,

dimana satu aspek perkembangan mempengaruhi aspek lainnya.

(Bredekamp,1987 (dalam Padmono,1999: 75)

b. IPA ( Ilmu Pengetahuan Alam )

Kata “IPA” merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam”.

Kata tersebut merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris yaitu

“Natural Science” secara singkat sering disebut science. Natural artinya

alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam.

Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, Ilmu Pengetahuan Alam atau

Page 11: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

9

science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tetang alam. Ilmu

yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

IPA berasal dari kata sains yang berarti alam. Ilmu pengetahuan

alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti

harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi

khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge

merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses.

Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan

pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan

pengetahuan itu.

Webster menyatakan Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan

tentang alam dan gejala-gejalanya. Menurut Purnells, Ilmu Pengetahuan

Alam adalah pegetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara

observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan

aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesis-

hipotesis. Ada juga yang mendefinisikan, bahwa Ilmu Pengetahuan Alam

adalah apa yang dilakukan oleh para ahli IPA.

Konsep IPA dipengaruhi ileh pengalaman. Konsep IPA merupakan

suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta yang ada hubungannya. Fakta

dalam IPA adalah pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-

benar ada atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah

dikonfirmasi secara obyektif.

Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan.

“Real Science is both product and process, inseparably Joint” (Agus. S.

2003: 11). Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia

tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan

bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora,

teologi, dan seni. Sains menurut Suyoso    (1998:23) merupakan

“pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada

henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur,

sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”.

Page 12: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

10

Menurut Abdullah (1998:18), IPA merupakan “pengetahuan teoritis

yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu

dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan

teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait

antara cara yang satu dengan cara yang lain”. Dari pendapat di atas maka

dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan

manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah

yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau

observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan. Dalam

pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam

serta persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energi dan

perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya.

IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar setiap siswa

memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta

dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai

sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Prestasi Belajar

1.) Prestasi

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam

melakukan kegiatan. Gagne (1985:40) menyatakan bahwa prestasi

belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual,

strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut

Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1990:110) bahwa hasil belajar

dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Prestasi merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat

dicapai pada saat atau periode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut,

prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa

dalam proses pembelajaran.

Prestasi yaitu hasil yang telah dicapai dari yang dilakukan atau

dikerjakan. prestasi dapat diartikan hasil yang diperoleh karena

Page 13: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

11

adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Kemampuan intelektual

siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh

prestasi.

2.) Belajar

Belajar merupakan kegiatan esensial dalam pengajaran, juga

terkait dengan berbagai faktor yang dapat memberikan perubahan

pada siswa. Faktor siswa, guru serta faktor lingkungan secara

menyeluruh merupakan faktor-faktor yang berpengaruh. Menurut T.

Raka Joni (1981) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang

disebabkan oleh matangnya seseorang atau perubahan yang bersifat

temporer. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah

usaha sadar yang dilakukan indVidu dan menyebabkan adanya

perubahan tingkah laku sebagai responden terhadap lingkungan, baik

langsung ataupun tidak langsung.

Belajar  adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi

dengan lingkungannya" (Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan

perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan

lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan

demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam

diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu

maka belajar tidak dikatakan berhasil.

Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi tentang belajar.

Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20)

sebagai berikut :

a) Cronbach memberikan definisi :

“Learning is shown by a change in behavior as a result of

experience”.

“Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai

hasil dari pengalaman”.

b) Harold Spears memberikan batasan:

Page 14: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

12

“Learning is to observe, to read, to initiate, to try something

themselves, to listen, to follow direction”.

Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu

sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan.

c) Geoch, mengatakan :

“Learning is a change in performance as a result of practice”.

Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek.

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu

senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan,

dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan

lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya,

jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu

sebenarnya merupakan rangsangan-rangsangan individu yang dikirim

kepadanya oleh lingkungan. Dengan demikian terjadinya kegiatan

belajar yang dilakukan oleh seorang idnividu dapat dijelaskan dengan

rumus antara individu dan lingkungan.

Fontana seperti yang dikutip oleh Udin S. Winataputra (1995:2)

dikemukakan bahwa learning (belajar) mengandung pengertian proses

perubahan yang relative tetap dalam perilaku individu sebagai hasil

dari pengalaman. Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Slameto

(2003:2) yakni belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.

Selaras dengan pendapat-pendapat di atas, Thursan Hakim

(2000:1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan

di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan

dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti

peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

Page 15: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

13

keterampilan, daya pikir, dll. Hal ini berarti bahwa peningkatan

kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam

bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang

dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak

mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan,

maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau

dengan kata lain ia mengalami kegagalan di dalam proses belajar.

Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang

ingin dicapai. Untuk meningkatkan prestasi belajar yang baik perlu

diperhatikan kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal dalah

kondisi atau situasi yang ada dalam diri siswa, seperti kesehatan,

keterampilan, kemapuan dan sebaginya. Kondisi eksternal adalah

kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya ruang belajar

yang bersih, sarana dan prasaran belajar yang memadai.

Nana Sudjana (1989: 5) berpendapat: “Belajar adalah suatu

proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam

berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah

laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-

aspek lain yang ada pada individu yang belajar”.

Anita E. Woolfolk (dalam Conny R. Semiawan, 1998: 245)

menegaskan bahwa belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan

suatu perubahan pengetahuan dan perilaku yang relatif permanen pada

individu.

William Burton (dalam Oemar Hamalik, 2009: 28)

mengemukakan bahwa a good learning situation consist of a rich and

varied on in interaction with a rich, varied and propocation

environment.

Skinner (dalam Margaret, 1994: 115) berpandangan bahwa

belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka

Page 16: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

14

responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka

responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:

a) kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons

pebelajar,

b) respons si pebelajar, dan

c) konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.

Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi

tersebut.

Menurut Gagne (dalam Margaret, 1994: 182) belajar adalah

kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah

belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.

Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulus yang berasal dari

lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Dengan

demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah

sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi dan

menjadi kapabilitas baru.

Jean Piaget (dalam Margaret, 1994: 301) berpendapat bahwa

pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan

interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut

mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan,

maka fungsi intelek semakin berkembang.

Dari beberapa pendapat tentang belajar dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses yang diperoleh dari pengalaman

melalui interaksi dengan lingkungan sehingga dihasilkan perubahan

tingkah laku.

Prinsip-prinsip belajar

Prinsip-prinsip belajar dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono

( 2006: 42) pada dasarnya meliputi (1) perhatian dan motivasi, (2)

keaktifan, (3) keterlibatan langsung atau pengalaman, (4)

Page 17: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

15

pengulangan, (5) tantangan, (6) balikan dan penguatan, (7) perbedaan

individual.

Sedangkan Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra

(1996 : 9) mengemukakan prinsip-prinsip belajar yang pada dasarnya

meliputi (1) siswa harus bertindak secara aktif, (2) belajar sesuai

dengan tingkat kemampuan siswa, (3) memperoleh penguatan

langsung pada proses pembelajaran, (4) penguasaan materi, (5)

memberi tanggung jawab dan kepercayaan pada siswa.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti simpulkan bahwa prinsip-

prinsip belajar adalah (1) keaktifan siswa, (2) perhatian dan motivasi,

(3) penguasaan materi, (4) keterlibatan langsung atau pengalaman, (5)

penguasaan materi, (6) pengulangan, (7) tantangan, (8) balikan dan

penguatan langsung, (9) perbedaan individual.

3.) Prestasi belajar

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran. Lazimnya ditunjukkan dengan

nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh siswa. (tim penyusun

kamus besar bahasa Indonesia.)

Pengertian prestasi belajar menurut Purwanto yaitu hasil yang

dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang

dinyatakan dalam raport. Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan

bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau

kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya

sesuai dengan bobot yang dicapainya.”

Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17) prestasi belajar

adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir,

merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila

memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor,

sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang

belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.”

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi

Page 18: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

16

belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam

menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh

dalam proses belajar mengajar.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang

diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam

diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor

ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat

biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain

adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.

a) Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu

sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern

yaitu kecedersan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi.

Kecerdasan/intelegensi

Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan

untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya

intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai

dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalany

perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang

berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga

seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat

kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan

sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi

merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan

belajar mengajar.

Menurut Kartono (1995:1) kecerdasan merupakan “salah satu

aspek yang penting, dan sangat menentukan berhasil tidaknya

studi seseorang. Kalau seorang murid mempunyai tingkat

Page 19: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

17

kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi ia

dapat mencapai prestasi yang tinggi.”

Slamet (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang

tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat

intelegensi yang rendah.”

Muhibbin (1999:135) berpendapat bahwa intelegensi adalah

“semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang siswa maka

semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya,

semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang siswa maka

semakin kecil peluangnya untuk meraih sukses.”

Dari pendapat di atas jelaslah bahwa intelegensi yang baik atau

kecerdasan yang tinggi merupakan faktor yang sangat penting

bagi seorang anak dalam usaha belajar.

Bakat

Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki

seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai

dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto

(1986:28) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat

pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan,

yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu.”

Kartono (1995:2) menyatakan bahwa “bakat adalah potensi

atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk

dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang

nyata.” Menurut Syah Muhibbin (1999:136) mengatakan

“bakat diartikan sebagai kemampuan indivedu untuk

melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya

pendidikan dan latihan.”

Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian

tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang

dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai

Page 20: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

18

tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu.

Dalam proses belajar terutama belajat keterampilan, bakat

memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan

prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua

memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai

dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut.

Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan

dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki

seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan

rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah

“kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa

tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang

berkecimpung dalam bidang itu.” Selanjutnya Slameto

(1995:57) mengemukakan bahwa minat adalah

“kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati

seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa

sayang.”

Kemudian Sardiman (1992:76) mengemukakan minat adalah

“suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri

atai arti sementara situasi yang dihubungkan dengan

keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.”

Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar

pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran

yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan

karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah

minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah

siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk

melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki siswa

Page 21: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

19

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil

belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi

terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk

melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai

sesuai dengan keinginannya.

Motivasi

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal

tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa

untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam

belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat

ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar

sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi

untuk belajar.

Nasution (1995:73) mengatakan motivasi adalah “segala daya

yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.”

Sedangkan Sardiman (1992:77) mengatakan bahwa “motivasi

adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau

ingin melakukan sesuatu.”

Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu (a) motivasi instrinsik dan (b) motivasi

ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan motivasi

yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya

kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar.

Sedangkan motivasi ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi

yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang

menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar.

Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha

dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan

perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya

dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan

Page 22: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

20

alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan

motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan

belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif.

b) Faktor Ekstern

Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa

pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya

dan sebagainya.

Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak

memberikan paksaan kepada individu. Menurut Slameto (1995:60)

faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan

keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.”

Keadaan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat

tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Slameto bahwa: “Keluarga adalah lembaga

pendidikan pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar

artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan

dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.”

Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam

keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat

seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa

aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang

menambah motivasi untuk belajar.

Dalam hal ini Hasbullah (1994:46) mengatakan: “Keluarga

merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam

keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan

bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi

pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan

akhlak dan pandangan hidup keagamaan.”

Page 23: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

21

Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa

pendidikan dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah

merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal

ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik

antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha

meningkatkan hasil belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu

ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh perhatian yang

serius tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang tua

dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat

belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat

dan keadaan yang baik untuk belajar.

Keadaan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang

sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa,

karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk

belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara

penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat

pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa

kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya.

Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan “guru dituntut untuk

menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki

tingkah laku yang tepat dalam mengajar.” Oleh sebab itu, guru

harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan,

dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.

Lingkungan Masyarakat

Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu

faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar

siswa dalm proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan

alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan

pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih

banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.

Page 24: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

22

Dalam hal ini Kartono (1995:5) berpendapat:

Lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar

anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak

yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka

anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya

bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak

nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat

terpengaruh pula.

Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk

kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak

akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan

lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat

tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka

kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada

dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.

2. Model Pembelajaran

a. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah

pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh

guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian

pemberian tugas. Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian

informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu

ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan komunikasi searah dari

pembaca kepada pendengar. Penceramah mendominasi seluruh kegiatan,

sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.

Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah

adalah sebagai berikut: Guru mendominasi kegiatan pembelajaran

penurunan rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru,

contoh-contoh soal diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru.

Page 25: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

23

Langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh peserta didik. Mereka

meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh guru.

Kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain:

1) pelajaran berjalan membosankan, peserta didik hanya aktif membuat

catatan

2) Kepadatan konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat peserta

didik tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3) Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.

4) Ceramah menyebabkan belajar peserta didik menjadi benar menghafal

yang tidak menimbulkan pengertian.

Model pembelajaran konvensional didalamnya meliputi berbagai

metode yang berpusat pada guru. Metode-metode tersebut meliputi

ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Metode Ceramah Metode ceramah

adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini senantiasa bagus

bila pengunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan

media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunannya.

Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering

digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh

beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari

guru atau pun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam

proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian

juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang

memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang

berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak ada

belajar.

Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori. Ada beberapa

kelebihan sebagai alasan mengapa ceramah sering digunakan. Metode

yang murah dan mudah untuk dilakukan. Dapat menyajikan materi

pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang banyak dapat

dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang

Page 26: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

24

singkat. Dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.

Guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas

merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah. Organisasi

kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana.

Sebagaimana dikatakan oleh Philip R. Wallace  tentang Pendekatan

konservatif, pendekatan konvensional memandang bahwa proses

pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan

materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada

siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.  

Menurut Ujang Sukandi (2003: mendeskripsikan bahwa Pendekatan

konvensional ditandai dengan  guru mengajar lebih banyak mengajarkan

tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa

mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat

proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.  Di sini terlihat

bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud  adalah proses

pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pen-

transfer” ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

 Institute of Computer Technology (2006:10) menyebutnya dengan

istilah “Pengajaran tradisional”. Dijelaskannya bahwa pengajaran

tradisional yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang

paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia.

Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk:

1) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.

2) Menyampaikan informasi dengan cepat.

3) Membangkitkan minat akan informasi.

4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai

beberapa kelemahan sebagai berikut:

1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan

mendengarkan.

Page 27: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

25

2) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik

dengan apa yang dipelajari.

3) Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang

kritis.

4) Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu

sama dan tidak bersifat pribadi.

Dalam proses pembelajaran bahasa misalnya, dalam pendekatan

konvensional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) lebih  berpusat 

guru; (b) fokus pembelajaran lebih pada struktur dan format bahasanya

(ilmu bahasa); (c) Guru berbicara, siswa mendengarkan; (d) para siswa

melakukan kegiatan sendiri;  (e) Guru selalu memonitor dan mengoreksi

tiap-tiap ucapan siswa; (f) guru menjawab pertanyaan para siswa tentang

(ilmu) bahasa; (g) guru yang menentukan topik atau tema pembelajaran;

(h) guru menilai  hasil belajar siswa; dan (i) kelas tenang.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional

dapat dimaknai sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak

berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa,

metode pembelajaran lebih banyak menggunakan ceramah dan

demonstrasi, dan materi pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-

konsep bukan kompetensi.

b. Quantum Learning

Istilah Quantum secara harafiah berarti “ kuantitas sesuatu “ mekanis

yang berkenaan dengan gerak. Quantum learning merupakan seperagkat

metode dan falsafah belajar. De porter dan Hernacki ( 1999)

mendefinisikan quantum learning sebagai interaksi-interaksi yang

mengubah energi menjadi cahaya. Agus Nggermanto mengatakan bahwa

quantum learning menjelaskan bagaimana cara belajar efektif sehingga

mendapatkan hasil yang sama dengan kecepatan cahaya. Metode membaca

quantum, mencatat quantum, menghafal quantum dan pemanfaatan kondisi

Page 28: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

26

gelombang otak adalah sebagian quantum learning mencapai kecepatan

cahaya.

Quantum learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanof, seorang

pendididk berkebangsaan bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang

disebutnya sebagai sugestology. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat

dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan hasil koreksi apapun

memberikan koreksi positif ataupun negatif. Beberapa teknik yang

digunakan untuk memberikan sugesti positif adallah mendudukkan siswa

secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan

partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan

besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang

terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.

Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting dalam program

neurolinguistik yaitu penelitian tentang bagaimana suatu otak dapat

mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan

perilaku dan dapat digunakan untuk jalinan pengertian antara siswa dan

guru. Para pendidik dengan pengetahuan tersebut dapat mengetahui

bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan

tindakan positif.

Quantum learning adalah adalah seperangkat metode dan falsafah

belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum learning

menggabungkan sugestiologi, teknologi pemercepatan belajar , dan

keyakinan. Quantum Learning mempunyai konsep-konsep kunci dari

berbagai teori dan strategi belajar, antara lain :

1) Teori otak kanan / kiri

2) Teori otak triune

3) Pilihan modalitas (visual, audio, kinestetik).

4) Teori kecerdasan ganda

5) Pendidikan holistik (menyeluruh )

6) Belajar berdasarkan pengalaman

7) Belajar dengan simbol

Page 29: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

27

8) Simulasi/ permainan

Karakteristik Pembelajaran quantum

Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok

pembelajaran kuantum sebagai berikut:

Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan

fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.

Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar

diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori

psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini

bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum –

kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih

bersifat kognitif daripada fisis.

Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-

empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar

menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya

motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang

secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada

karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan

dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa

keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.

Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan

positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Karena itu,

menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran

kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran

kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif,

bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan

konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau

mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan

pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang

efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.

Page 30: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

28

Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan],

menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku

pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks

pembelajaran. Atau lebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran

kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan

res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam

pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan

kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling

mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau

potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan

yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.

Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang

bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan

bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam

pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan

tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang

bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai

penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat

mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar

menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar.

Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus

dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam

kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran

kuantum.

Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan

pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan

pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut

pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat

dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang

dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan,

atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat

Page 31: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

29

dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang

menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang

rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi

pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi

lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus

diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.

Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan

kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang

dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman,

segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan

kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan.

Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan

difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan

proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang

dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif

untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.

Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan

kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak

bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan

pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan

terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus

dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu

dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar,

terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai.

Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal

ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat

dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar

pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke

dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.

Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks

dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang

Page 32: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

30

memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan

atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran

meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan

belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak

terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang

memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan

kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara

fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi;

ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam

sebuah orkestra

Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan

keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup, dan prestasi fisikal

atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola

secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak bisa

hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran

yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan

prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya

keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun

sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara

keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.

Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai

bagian penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu,

proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus

memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses

pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya

menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan

keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran.

Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau

kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan

tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran

dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah

Page 33: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

31

(punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui

dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus

dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan

keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil

dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-

nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita

mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku

berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”,

ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).

Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan,

bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat

dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam

pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman

dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah

perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar,

dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan

digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi

lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas

pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.

Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran

dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran

membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih

optimal.

Kunci Keunggulan pembelajaran Quatum

Ada 8 kunci keunggulan yang ditumbuhkan melalui pembelajaran

quantum, antara lain :

1) Integritas : bersikap jujur, tulus, dan menyeluruh menyelaraskan

nilai-nilai dengan perilaku

2) Kegagalan awal kessuksesan : memahami bahwa kegagalan adalh

pemberian informasi yang dibutuhkan untuk sukses. Kegagalan itu tak

Page 34: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

32

ada.yang ada hanyalah hasil dan umpan balik. Semuanya dapat

bermanfaat jika tahu cara menemukan hikmahnya.

3) Berbicara dengan niat baik : berbicara dengan niat positif dan

bertanggungjawab untuk komuikasi yag jujur dan lurus, menghindari

gosip dan komunikasi yang berbahaya.

4) Pola pikir kekinian : memusatkan perhatian pada saat sekarang ini dan

memanfaatka waktu sebaik-baiknya, mengerjakan setiap tugas sebaik

miungkin.

5) Komitmen : memenuhi janji dan kewajiban melaksanakan visi,

melakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan

6) Tanggung jawab : bertanggung jawab atas semua tindakan.

7) Sikap luwes atau fleksibel : bersikap terbuka terhadap perubahan atau

pendekatan baru yang dapat membantu untuk memperoleh hasil yang

diinginkan.

8) Keseimbangan : menjaga keselarasan pikiran,tubuh, dan jiwa.

Menyisihkan waktu membangun dan memelihara ketiga hal tersebut.

Asas Pembelajaran Quantum

Segala hal yang dilakukan dalam rangka pembelajaran quantum

bahwa setiap interaksi dengan peserta didik, setiap rancangan kurikulum,

dan setiap strategi pembelajarandibangun di atas prinsip “bawalah dunia

siswa ke dalam dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia siswa”.

Semakin jauh guru memasuki dunia peserta didik, semakin jauh pula

pengaruh yang dapat diberikan.

Prinsip utama pembelajaran Quantum

1) Segalanya berbicara : segala sesuatu di lingkungan kelas hinngga

bahasa tubuh guru dari kertas yang dibagikan sampai rancangan

pelajaran semuanya mengirim pesan tentanng belajar

2) Segalanya bertujuan : semua yang terjadi dalam penggubahan

mempunyai tujuan

Page 35: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

33

3) Berangkat dari pengalaman ; proses belajar paling baik terjadi ketika

peserta didik telah mengalamai informasi sebelum memperoleh label

unt7uk sesuatu yang dipelajari

4) Hargai setiap usaha : belajar mengandung resiko. Belajar brarti

melangkah keluar dari pengalaman. Pada saat ini peserta dididk

mengambil langkah ini patut mendapat pengakuan atas kecaklapan

dan pengakuan dirinya.

5) Rayakan setiap keberhasilan : perayaan memberikan umpan balik

tentang kemajuan belajar dan mengimngatkan asosiasi emosi positif.

Kerangka Rancangan Pembelajaran Quantum

Dikenal dengan gubahan “ TANDUR “.

T = Tumbuhkan minat dengan mengatakan “apakah manfaat bagiku ?,

dan manfaatkan kehidupan peserta didik

A = Alami. Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat

dimengerti semua peserta didik.

N = Namai. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus,strategi sebuah

masukan

D = Demonstrasikan. Sediakan kesempatan bagi peserta didik untuk

menunjukkan bahwa mereka tahu.

U = Ulangi. Tunjukkan pada peserta didik cara-cara mengulang materi

dan menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu”

R = Rayakan. Pengakuan untuk suatu penyelesaian, partisipasi dan

pemerolehan pengetahuan dan ketrampilan.

Interaksi Guru Peserta Didik

Untuk menjaga agar peserta didik tetap pada jalur dan tetap berminat

belajar, digunakan KEG ( Know what you want ). Maksudnya ketahuilah

apa yang anda inginkan. Hal ini dapat berupa hasil ( outcome ) yang

berdasarkan alasan kognitif atau yang berdasarkan ketrampilan. Pahami

apa rupa, bunyi, dan rasa hasil itu. Explain what you want, maksudnya

Page 36: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

34

setelah dipahami hasil tersebut, jelaskanlah. Get want you want,dapatkan

hasil itu..

Belajar Cara Belajar

Apapun mata pelajaran yang dipelajari, peserta didik lebih cepat dan

lebih efektif jika menguasai lima ketrampilan penting antara lain :

1) Cara mencatat

2) Cara mempersiapkan tes

3) Cara membaca cepat

4) Cara mengingat

Menggubah Kondisi Terbaik untuk Belajar

Peserta didik perlu belajar berkonsentrasi. Peserta didik dalam

keadaan konsetrasi terfokus akan belajar lebih cepat dan lebih mudah.

Keadaan konsentrasi tersebut adalah kombinasi antara pikiran, perasaan,

dan postur. Dengan mengajarkan dua teknik belajar yang disebut SLANT

dan keadaan Alfa, guru dapat memberi alat kepada peserta didikuntuk

mengakses keadaan terbaik.

SLANT = Sit up ( duduk tegap ), Learn forward ( condong ke

depan), Ask question ( bertanya ), Nod your head ( anggukkan kepala ),

Talk your teacher ( bicara dengan guru ).

Alfa, manusia memancarkan empat keadaan kegiatan gelombang

otak yaitu beta ( sadar dan aktif ), alfa ( sadar dan santai ), teta ( hampir

tidur atau bermimpi ), dan delta ( tidur nyanyak tanpa mimpi ).

3. Tingkat Intelegensi Siswa

Cerdas adalah sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir

dan mengerti )

Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi ( seperti

kepandaian dan ketajaman berpikir)

Tingkat Kecerdasan (IQ) Siswa

Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan

sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan

Page 37: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

35

menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami

gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya

dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat

diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes

IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental

yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.

Terdapat beberapa cara untuk mendefinisikan kecerdasan. Dalam

beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak,

pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, beberapa psikolog tak

memasukkan hal-hal tadi dalam kerangka definisi kecerdasan. Kecerdasan

biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental dalam berpikir,

namun belum terdapat definisi yang memuaskan mengenai kecerdasa.

Stenberg& Slater (1982) mendefinisikannya sebagai tindakan atau pemikiran

yang bertujuan dan adaptif.

Kecerdasan dapat dibagi dua yaitu kecerdasan umum biasa disebut

sebagai faktor-g maupun kecerdasan spesifik. Akan tetapi pada dasarnya

kecerdasan dapat dipilah-pilah. Berikut ini pembagian spesifikasi kecerdasan

menurut L.L. Thurstone:

a. Pemahaman dan kemampuan verbal

b. Angka dan hitungan

c. Kemampuan visual

d. Daya ingat

e. Penalaran

f. Kecepatan perseptual

Skala Wechsler yang umum dipergunakan untuk mendapatkan taraf

kecerdasan membagi kecerdasan menjadi dua kelompok besar yaitu

kemampuan kecerdasan verbal (VIQ) dan kemampuan kecerdasan tampilan

(PIQ).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan, yaitu:

a. Biologis

Page 38: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

36

b. Lingkungan

c. Budaya

d. Bahasa

e. Masalah etika

Menurut  David Wechsler , inteligensi adalah kemampuan untuk

bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi

lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir

secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara

langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang

merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Intelegensi menurut “Claparde dan Stern” adalah kemampuan untuk

menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru. Berbagai

macam tes telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui tingkat

intelegensi seseorang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat

intelegensi seseorang. Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang harus kita

perhatikan supaya intelegensi yang kita miliki bisa meningkat.

(http://fadliyanur.blogspot.com/2008/02/intelegensi.html).K. Buhler

mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan

pemahaman atau pengertian.

David Wechster (1986) definisinya mengenai intelegensi mula-mula

sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk

mengatasi tantangan-tantangannya. Namun di lain kesempatan ia mengatakan

bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir

secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif. William Stern

mengemukakan batasan sebagai berikut: intelegensi ialah kesanggupan untuk

menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat

berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa

intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan

atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi seseorang.

Page 39: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

37

Setiap siswa mempunyai tingkat intelegensi yang berbeda-beda. Hal ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor anatara lain faktor bawaan atau faktor

keturunan dan faktor lingkungan. IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient,

adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian,

IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang

dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Woodworth dan Marquis (1955,p.54) mengemukakan penggolongan

manusia atas dasar IQ nya antara lain :

a. Di atas 140 luar biasa, genius.

b. 120-139 cerdas sekali, very superuor

c. 110-119 cerdas, superior

d. 90-109 sedang, avarage

e. 80-89 bodoh, dull avarage

f. 70-79 anak pada batas, border line

g. 50-69 debil, moron

h. 30-49 ambisil, embicille

i. Di bawah 30 idiot

Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa tingkat kecerdasan adalah

kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak,

memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar seseorang dalam

menyerap materi yang di pelajari.

Tingkat kecerdasan yaitu merupakan tinggi rendahnya kemampuan

siswa dalam berpikir dan mudah mengerrti dalam kegiatan pembelajaran.

a. Tingkat intelegensi rendah

Tingkat intelegensi mempengaruhi prestasi belajar siswa. Prestasi belajar

siswa yang memiliki tingkat intelegensi rendah akan terhambat.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan keluarga,

teman sebaya, keturunan dan lain-lain. Anak yang mempunyai IQ 80-89

digolongkan anak yang berintelegensi rendah.

Page 40: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

38

b. Tingkat intelegensi tinggi

Anak dikatakan mempunyai intelegensi tinggi apabila IQ nya 110 ke atas.

Prestasi belajr anak yang berintelegensi tinggi akan jauh berbeda dengan

anak yang memiliki intelegensi rendah. Cara anak dalam menerima materi

pembelajaran pun berbeda dengan anak yang berintelegensi rendah. Ia

akan lebih mudah menangkap dan mencerna materi yang diajarkan oleh

guru. Prestasi belajar yang diraih akan lebih baik bila dibandingkan

dengan anak yang berintelegensi rendah.

B. Kerangka Berpikir

1. a. Perbedaan prestasi belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran.

b. Model pembelajaran quantum memberikan prestasi belajar lebih baik

daripada model pembelajaran konvensional

2 a. Perbedaan prestasi belajar ditinjau dari tingkat intelegensi siswa

b. Tingkat intelegensi tinggi menghasilkan prestasi belajar lebih baik

a. Interaksi model pembelajaran dengan tingkat intelegensi siswa

terhadap prestasi belajar IPA

b. Kelompok model pembelajaran quantum dan tingkat intelegensi tinggi

memperoleh prestasi belajar tinggi dibanding kelompok lain.

C. Hipotesis

Menurut Moh. Nazir (1999: 182), “hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara

empiris sehingga hipotesis merupakan pernyataan yang diterima secara sementara

sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan

merupakan dasar kerja”.

Berdasarkan landasan teori maupun kerangka pemikiran yang telah di-

kemukakan dalam penelitian ini, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai

berikut:

a. Ada perbedaan prestasi belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran

b. Model pembelajaran quantum memberikan prestasi belajar lebih baik

Page 41: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

39

dari pada model pembelajaran konvensional

a. Ada perbedaan prestasi belajar ditinjau dari tingkat intelegensi siswa

b. Tingkat intelegensi tinggi menghasilkan prestasi belajar lebih baik

a. Ada interaksi model pembelajaran dengan tingkat intelegensi siswa

terhadap prestasi belajar IPA

b. Kelompok model pembelajaran quantum dan tingkat intelegensi tinggi

memperoleh prestasi belajar tinggi dibanding kelompok lain

Page 42: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri di

kecamatan Petanahan, kabupaten Kebumen. Dalam penelitian ini melibakan

beberapa sekolah yang berada di wilayah kerja UPT Dikpora Unit Kecamatan

Petanahan Kabupaten Kebumen.

2. Waktu Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, peneliti merencanakan jadwal

penelitian. Hal ini dilakukan agar penelitian dapat berlagsung secara

sistematis, efisien, dan efektif. Penelitian ini direncanakan selama lima bulan

yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei yang dimulai dengan

pengajuan judul sampai dengan penyelesaian penulisan laporan penelitian

pada bulan Juni 2011. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (1)

Persiapan penelitian. Kegiatan ini meliputi pengajuan judul, penyusunan

proposal, persetujuan proposal, permohonan perijinan penelitian, membuat

instrumen; (2) Pelaksanaan penelitian di lapangan. Kegiatan ini meliputi

memperbanyak instrumen, mengadakan try-out atau uji coba, memperbaiki

instrumen, menetapkan subyek penelitian dan pengisian instrumen lalu

menganalisis data, membuktikan hipotesis serta mengambil kesimpulan; (3)

Penyelesaian penulisan laporan penelitian.

Untuk memperjelas pembagian waktu dalam penelitian, maka peneliti

membuat jadwal penelitian sebagai berikut:

40

Page 43: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

41

Tabel Jadwal Penelitian

No Nama Kegiatan2011

Jan Feb Mar Apr Mei

1. Persiapan Penelitian

a. Pengajuan judul

b. Penyusunan proposal dan

perijinan

c. Membuat instrument

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Memperbanyak instrument

b. Mengadakan uji coba dan

memperbaiki instrument

c. Menetapkan subyek penelitian

dan pengisian instrument

d. Menganalisis data, membuktikan

hipotesis serta menarik

kesimpulan

3. Penyelesaian penyusunan hasil

penelitian Bab I sampai Bab V

B. Populasi, Sampel, dan Pengambilan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2008: 80) populasi merupakan wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajarai dan

kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian” (Suharsimi Arikunto,

2003: 102). Populasi pada penelitian ini diambil dari seluruh siswa kelas V

SD UPT Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Unit Kecamatan Petanahan,

jumlah populasi ini sebesar 930 dari 33 SD.

2. Sampel

Page 44: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

42

“Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti” (Suharsimi

Arikunto, 2002: 104). Sampel dalam penelitian ini adalah 5 sekolah. Hal ini

didasarkan pada pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa “ jika jumlah

subjeknya besar dapat diambil antara 10% - 15%, ” (Suharsimi Arikunto,

2002:107). Peneliti mengambil sampel penelitian sebesar 15% dari populasi,

15% dari 33 SD adalah 4,95 dibulatkan menjadi 5 SD.

3. Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah random sampling dengan cara undian. Random sampling yaitu

pengambilan sampel secara random tidak pandang bulu, semua individu

dalam populasi baik secara sendiri maupun bersama-sama diberi

kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Sampel

yang diambil dalam penelitian ini adalah 5 SD. 2 SD menggunakan model

pembelajaran konvensional, dan 3 SD menggunakan model pembelajaran

Quantum.

Tahap pertama ialah menentukan SD yang dijadikan sampel melalui

sistem acak, yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan sampel yang

berjumlah 5 SD yang terpilih melalui sistem acak pula yang terdiri atas SD

yang pembelajarannya menggunakan model konvensional dan SD yang

menggunakan model pembelajaran Quantum.

C. Rancangan Penelitian

Peneliti mengambil anava dua jalur untuk menguji hipotesis perbandingan

lebih dari dua sampel dan setiap sampel terdiri atas dua jenis atau lebih secara

bersama-sama, dengan rancangan penelitian sebagai berikut:

Mdl Pembelajaran

Tingkat intelegensi

Model pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran

Quantum

Jumlah

Rendah

Tinggi

Jumlah

D. Tehnik Pengumpulan Data

Page 45: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

43

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes dan teknik dokumentasi.

Instrumennya berupa lembar soal tes, yaitu tes untuk mengukur prestasi siswa,

dan tes intelegensi untuk mengukur tingkat intelegensi.

1. Tes

Kerlingger (2006: 788) menyatakan bahwa tes (uji) adalah prosedur

sistematis ketika individu yang diuji dihadapkan pada sehimpunan rangsang

(stimulus) buatan untuk ditanggapinya, dan tanggapan tanggapan itu

memungkinkan penguji memberikan angka atau sehimpunan angka bagi

pihak yang diuji, dan angka atau angka-angk itu dapat menjadi sumber

inferensi tentang pemilikan pihak yang diuji terhadap sifat apapun yang

diukur dengan tes itu.

Padmono (2002: 7) mengemukakan tes adalah suatu cara untuk

mengadakan pengukuran berupa tugas atau serangkaian kegiatan yang harus

dilakukan subjek sehingga menghasilkan informasi tentang performan atau

penampilan perilaku tertentu yang dapat dibandingkan dengan skor standar

atau dengan kelompoknya.

Menurut Harun Rasyid dan Mansur (2008: 11) tes merupakan

sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau sejumlah pernyataan

yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan

seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan

suatu cara yang dilakukan seseorang untuk mencari informasi dengan

memberikan beberapa pertanyaan/pernyataan sehingga tes akan menjawab

kemampuan individu dibanding dengan individu lain.

Tes disisni digunakan untuk mengukur prestasi siswa. Tes ini

diberikan setelah peneliti melakukan pembelajaran pada sample. Selanjutnya

hasil belajar ini akan dianalisis. Uji analisis yang digunakan dalam

penyusunan instrumen tes adalah sebagai berikut:

Page 46: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

44

a. Validitas

Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu tes

melakukan fungsi ukurnya (2008: 133). Sugiyono (2010: 173) menyatakan

bahwa valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur

apa yang seharusnya diukur. Lebih lanjut, Nana Syaodih Sukmadinata

(2010: 228) berpendapat bahwa validitas instrumen menunjukkan bahwa

hasil suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur.

Untuk mengetahui valid atau tidaknya dari masing-masing butir

soal tes matematika dapat digunakan rumus korelasi momen produk

(product moment) atau metode pearson (dalam Suharsimi Arikunto, 2002:

72) dengan rumus :

xyr

=

2222 YYNXXN

YXXYN

Kriteria keputusan : jika hitungr tabelr maka status instrumen adalah valid

b. Reliabilitas

Harun Rasyid dan Mansur (2008: 146) menyatakan bahwa sifat

reliabel (keterandalan) dari sebuah alat ukur berkenaan dengan

kemampuan alat ukur tersebut memberikan hasil yang konsisten dan stabil.

Suharsimi Arikunto (dalam Padmono, 2002: 197) juga berpendapat bahwa

reliabilitas berkenaan dengan kepercayaan. Suatu tes dikatakan memiliki

tingkat kepercayaan tinggi (eliabilitas tinggi) jika tes tersebut dapat

memberikan hasil yang tetap (andal). Instrumen yang reliabel adalah

instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang

sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010: 173).

Untuk mengetahui reliabilitas tes prestasi belajar IPA (jika jumlah

butir soal ganjil) digunakan rumus K-R 20 (dalam Suharsimi Arikunto,

Page 47: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

45

1993: 154) yaitu:

11r =

1k

k

t

t

v

pqv

Keterangan:

k = banyaknya butir

tv = varians total

p = proporsi subjek yang menjawab soal dengan benar

q = proporsi subjek yang mendapat skor 0 (q=1-p)

Jika jumlah butir pertanyaan genap digunakan rumus Flanagan

(Suharsimi Arikunto, 1993: 150)

11r = 2

tV

VV 211

Keterangan:

11r = reliabilitas instrumen

1V = varians belahan pertama (varians skor butir-butir ganjil)

2V = varians belahan kedua (varians skor butir-butir genap)

tV = varians skor total

Kriteria keputusan: jika hitungr tabelr maka status instrumen adalah

reliabel

c. Tingkat Kesukaran

Taraf kesukaran menunjukkan kemampuan butir soal untuk

menyaring banyaknya peserta tes yang dapat mengerjakan dengan benar.

Semakin banyak subjek yang menjawab soal dengan benar, maka taraf

kesukaran soal tersebut tinggi. Jika taraf kesukarannya tinggi maka soal

tersebut tergolong mudah.

Seperti dituliskan Padmono (2002: 214) taraf kesukaran (P) dapat

Page 48: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

DK=w L+wH

nL+nH

X 100 %

46

dicari dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

DK = derajat kesukaran

WL = jumlah subjek kelompok bawah (27%) yang menjawab salah

pada butir soal tersebut

WH = jumlah subjek kelompok atas (27%) yang menjawab salah pada

soal tersebut

nL = jumlah subjek pada kelompok bawah

nH = jumlah pada kelompok atas

Kriteria pengujian:

Soal dikatakan mudah jika derajat kesukarannya < 25%.

Soal dikatakan sedang jika derajat kesukarannya berkisar antara 25%-75%.

Soal dikatakan sulit jika derajat kesukarannya > 75%.

2. Dokumentasi

Menurut Arikunto (1998:236) metode dokumentasi yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat

kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.

Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk

mendapatkan data tentang daftar nama, jumlah siswa yang menjadi populasi

serta untuk penentuan sampel, mendapatkan data prestasi belajar IPA pada

semester I tahun 2010/2011.

3. Instrumen Tes

a. Instrumen prestasi belajar IPA

Penyusunan instrumen soal tes didasarkan materi IPA semester II

sesuai dengan materi yang ada dalam kurikulum KTSP. Dalam pembuatan

Page 49: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

47

instrument di dasarkan pada silabus yang berlaku di UPT Kecamatan

Petanahan yang didasarkan pada standar kompetensi, kompetensi dasar

dan indikator yang dibuat.

Langkah – langkah penyusunan instrumen tes adalah sebagai berikut :

1) Menyusun definisi konseptual

a) Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA)

Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan

kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone

menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan

cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan

itu.

Webster menyatakan Ilmu Pengetahuan Alam adalah

pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya. Menurut

Purnells, Ilmu Pengetahuan Alam adalah pegetahuan manusia

yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen

yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan,

hukum-hukum, prinsip-prinsip, teori-teori dan hipotesis-hipotesis.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu

Pengetahuan Alam adalah kumpulan pengetahuan manuasia yang

luas dan untuk memperoleh pengetahuan itu memerlukan

beberapa cara seperti observasi, eksperimen dan lain-lain.

b) Prestasi Belajar

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam

melakukan kegiatan. Gagne (1985:40) menyatakan bahwa

prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu :

kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap

dan keterampilan. Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto

(1990:110) bahwa hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek

yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan prestasi

belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh seseorang yang

Page 50: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

48

meliputi kognitif,afektif, dan psikomotor, setelah siswa

melakukan suatu pembelajaran.

2) Menyusun definisi operasional

Prestasi belajar IPA diukur menggunakan teknik tes dengan

memberikan soal pilihan ganda.

3) Membuat tabel spesifikasi dalam rangka penyusunan tes prestasi

belajar IPA

a) Kalibrasi instrumen kemampuan menyelesaikan soal IPA. Proses

pengembangan instrumen keterampilan membaca dimulai dengan

menyusun butir instrumen sebanyak 20 butir pertanyaan dengan

empat pilihan jawaban (option).

b) Melaksanakan uji coba instrumen hasil belajar IPA.

Uji coba instrumen dilakukan dengan mengambil sampel uji coba

sebanyak 5 SD di Kecamatan Petanahan.

b. Instrumen Tingkat Intelegensi Siswa

Tes intelegensi adalah tes kemampuan intelektual, mengukur taraf

kemampuan berfikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapi

taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental ability Test;

Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Jenis

data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan intelektual atau

kemampuan akademik. Untuk instrument tingkat intelegensi memiliki

sebuah definisi konsep dan juga definisi operasional yang nantinya

dijadikan sebagai indikator yang dijadikan dasar sebagai penyusunan

instrument.

Langkah-langkah penyusunan tes adalah sebagai berikut :

1. Menyusun definisi konseptual

Tingkat intelegesi adalah tingkatan kemampuan individu untuk

bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi

lingkungannya secara efektif. Tingkat intelegensi merupakan

kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi

Page 51: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

49

dan kondisi baru. intelegensi adalah kesanggupan untuk menyesuaikan

diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir

yang sesuai dengan tujuannya. Dari pengertian-pengertian tersebut

dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tingkat intelegensi adalah

tingkatan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi atau

lingkungan baru dengan bertindak secara terarah dan berpikir secara

rasional.

2. Menyusun definisi operasional

Tingkat intelegensi siswa dapat diukur dengan tes yaitu tes

intelegensi dengan menggunakan berbagai macam model, misalnya

menggunakan gambar-gambar, symbol-symbol, angka-angka dan

sebagainya.

3. Membuat tabel spesifikasi dalam rangka penyusuan tes tingkat intelegensi

siswa

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk

mengolah data hasil penelitian. Sebelum pengujian hipotesis maka ada

persyaratan yang harus dipenuhi yaitu uji normalitas, dan uji homogenitas.

1. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidak data

yang dianalisis. Normalitas sampel akan diuji menggunakan uji statistik

Chi-Kuadrat ( χ2) dengan rumus

χ2=∑i=1

k

(Oi−EiEi )

2

Keterangan:

χ2= harga Chi-Kuadrat

Oi = frekuensi observasi pada kelas interval ke-iEi = frekuensi harapan pada kelas interval ke-i(Sudjana, 2002: 273)

Page 52: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

50

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah korelasi antara

variabel bebas dan variabel terikat bersifat homogen atau tidak. Uji

homogenitas yang digunakan adalah menggunakan uji varians terbesar

dibanding varians terkecil menggunakan tabel F yaitu:

Fhitung=var iansterbesarvar iansterkecil

Kriteria Pengujian:

Jika Fhitung ≥ F tabel , tidak homogen

Jika Fhitung ≤ F tabel , homogen

2. Uji Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan uji analisis anava dua jalur dengan

perhitungan sebagai berikut:

AI A2 Total

X1 X12 X2 X22

B1

∑B1

B2

∑B2

Total

Keterangan :

1. A1 = Model pembelajaran konvensional

2. A2 = model pembelajaran quantum

3. B1 = Tingkat intelegensi rendah

4. B2 = Tingkat intelegensi tinggi

Page 53: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

51

5. 1. Menghitung Jumlah Kuadrat Total (JKT ) dengan rumus

JKT=∑ XT

2−(∑ XT )2

N

2. Menghitung Jumlah Kuadrat Antar Grup A (JK A ) dengan rumus:

JK A=(∑ (∑ X A )2

nA)− (∑ XT )2

N

3. Menghitung Jumlah Kuadrat Antar Group B (JK B) dengan rumus:

JKB=(∑ (∑ XB )2

nB)− (∑ XT )2

N

4. Menghitung Jumlah Kuadrat Antar Group A dan B (JK AB ) dengan

rumus:

JK AB=(∑ (∑ X AB A)n AB

)−( (∑ XT )2

N )5. Menghitung Jumlah Kuadrat Dalam (Residu) antar Group (JK p )

dengan

rumus:

JKP=JKT−JK A−JK B−JK AB

6. Mencari derajat kebebasan (dbA , dbB ,db AB, dbD, dbT ) dengan rumus:

db A (baris) = b-1

dbB (kolom) = k-1

db AB (interaksi) = (dbA ) . (dbB )

dbD (residu) = N-(b.k)

dbT (total) = N-1

7. Menghitung Kuadrat Rerata antar Group (KRA , KRB , KRAB , KRD ) dengan rumus:

Page 54: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

52

KRA=JK A

db A

KRB=JK B

dbB

KRAB=JK AB

db AB

KRD=JK D

dbD

8. Mencari F hitung (F A ; FB; F AB ) masing-masing gruop dengan rumus:

F A=KRA

KRD

FB=KRB

KRD

F AB=KR AB

KRD

9. Mencari F

tabel( F A , FB ,F AB ) masing-masing dengan rumus:

FA ( tabel )=F

A ( α ) ( dbA .dbD )

FB ( tabel )=FB ( α ) ( dbB . dbD )

F AB ( tabel )=F AB ( α ) ( dbAB . dbD )

10. Buatlah Tabel Ringkasan Anava Dua Jalur

Sumber

Variasi

Jumlah

kuadrat

Derajat

kebebasan

Rerata

kuadrat

Hitung Tabel Keputus

an

Page 55: Skripsi PGSD - Perbedaan Antara Pembelajaran Konvensional Dibanding Quantum Learning Ditinjau Dari Tingkat Intelegensi Siswa (1).docx

53

11. Kriteria Pengujian, jika Fhitung≥F tabel maka tolak Ho, berarti

signifikan.

F. Hipotesis Statistik

1. a.

b.

2. a.

b.

3. a.

b.

H0=μ1=μ2

Ho=μ1≠μ2

Ho=μ1≠μ2

H1=μ1>μ2

Ho=μ1=μ2

H1=μ1>μ2

Ho=μ1=μ2

H1=μ1≠μ2

Ho=μ1=μ2=μ3=μ4

H1>μ1>μ2>μ3>μ4