1 SKRIPSI PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS SISWA MI NURUL ISLAMIYAH CISEENG BOGOR Oleh : ASEP SURYADI NIM. 503016029879 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
SKRIPSI
PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVISME TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS
SISWA MI NURUL ISLAMIYAH CISEENG BOGOR
Oleh :
ASEP SURYADINIM. 503016029879
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H / 2009 M
2
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Asep SuryadiNIM : 503016029879Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) BiologiJudul Skipsi : Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Dengan
Pendekatan Kontruktivisme Terhadap Hasil BelajarSains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng
No. Judul dan Halaman Buku/ReferensiParaf Pembimbing
1 2I 1. H. Ahmad Sabri, M. Pd., Strategi Belajar Mengajar
dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching,2005), h.33
2. Nurhasanah, Pengaruh Pembelajaran RemedialTerhadap Hasil Belajar Biologi Siswa (UIN,Jakarta, 2005)h.1
4. Depag RI, Pedoman Khusus Pengetahuan AlamMadrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Dirjen KelembagaanAgama Islam, 2004), h. 1
5. Depag RI., Standar Kompetensi Kurikulum 2004,(Jakarta : Dirjen kelembagaan agama Islam, 2004),h. 205-206
6. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI,(Bandung:IAIN Bandung,2001), h.49
II 7. Zulfiani, M.Pd,Model Pembelajaran Sains BerbasisKonstruktivisme di MI/MTs, Seminar StrategiPembelajaran Sains yang Efektif di Madrasah,(Jakarta : CEQDA UIN, 2008), h.1
8. Depag RI, Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan2006, (Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam,
3
2006), h. 484- 485
9. Depag RI., Kurikulum 2004, Standar Kompetensi(Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2004),h. 210
10. Margaretha Sri Yuliariatiningsih, The Developmentof Interactive Teaching Model to Enhance TheGrade 3 Students Rational Thinking Scill,(Bandung : Seminar nasional MIPA, 2004), h. 4
11. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI,(Bandung : IAIN Bandung, 2001), h. 53-54
12. Judy Mousley and Russel Tyttler, ConstructivismView of Learning, (Deakin University Press,1998), p.2
13. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI,(Bandung : IAIN Bandung, 2001), h. 52-53
14. Didik P., Efektivitas Model Pembelajaran BiologiBerbasis Hands-on, Seminar Nasional MIPA,(JICA,2004), h. 2-3
15. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI,(Bandung : IAIN Sunan Gunung Djati, 2001), h.51
25. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses BelajarMengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo,2004), cet. Ke-4, h.45-54
26. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2004), h. 233-238
27. Slameto, belajar dan Faktor-faktor YangMempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003),h. 54
28. H. Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar danMicro Teaching, (Jakarta : Quantum Teaching,2005), h. 48-49
29. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses BelajarMengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo,2004), cet. Ke-4, h.42-43
III 30. Prof. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar EvaluasiPendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. Ke-4, h.70
31. Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.208
32. M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan TeknikEvaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. RemajaRosdakarya, 2004) Cet.ke-12, h.119
33. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses belajarMengajar, (Bandung : Rosdakarya, 2001), h. 137
5
34. M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan TeknikEvaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. RemajaRosdakarya, 2004) Cet.ke-12, h.120
35. Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian,(Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h.275
IV 36. Dra. Margareha Sri Yuliariatiningsih, TheDevelopment Of Interactive Teaching Model ToEnhance The Grade 3 Students Rational ThinkingSkill, (Bandung : Seminar nasional MIPA, 2004),h. 9-10
37. Ibid, h. 10
6
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul : “ Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor “,
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah pada
tanggal 22 Januari 2009 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan Biologi.
Jakarta, Januari 2009
Panitia Ujian Munaqasyah Tanggal Tanda TanganKetua Jurusan Pend. IPA
Ir. Mahmud M. Siregar, M. Si .............................. ............................NIP. 150222933
Sekretaris Jurusan Pend. IPA
Baiq Hana Susanti, M. Sc .............................. .............................NIP. 150299475
Penguji I
Prof. Dr. Aziz Fachrurrozi, M.A ............................... ............................NIP. 150202343
Penguji II
Drs. Ahmad Sofyan, M. Pd ............................... ..............................NIP. 150231502
Mengetahui :Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
13. Perhitungan Data Distribusi Frekuensi........................................ 82
14. Perhitungan Nilai Rata-rata......................................................... 84
15. Nilai Product moment................................................................. 85
16. Luas di bawah Lengkungan Kurve Normal................................ 86
17. Tabel Harga Kritik D.................................................................. 87
18. Nilai-nilai Data Distribusi t........................................................ 88
19. Nilai-nilai untuk Distribusi F..................................................... 89
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain, belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai
subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar
menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.1
Pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, adalah “Usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam hal
ini berarti dalam praktik usahanya pendidikan bertujuan untuk mewujudkan
suasana belajar yang aktif sehingga dapat meningkatkan potensi yang dimiliki
oleh peserta didik. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
anak didik dapat dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengajaran, dan
latihan atau pembiasaan yang diarahkan dalam rangka mengembangkan
kepribadian dan kemampuan peserta didik ke tingkat kedewasaan.2
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai
sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan.
Jadi pendidikan merupakan usaha sadar yang mengarah kepada tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan pendidikan merupakan target atau sasaran yang akan
dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan harus
1 H. Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: QuantumTeaching, 2005)h.33
2 Nurhasanah, Pengaruh Model Pembelajaran Remedial Terhadap Hasil Belajar BiologiSiswa, (UIN Jakarta, 2005 ) h. 1
19
diarahkan kepada dasar pendidikan yang ada. Dasar Pendidikan Nasional negara
kita adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan Pendidikan Nasional tertuang dalam Undang-Undang Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang berbunyi :
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan danmembentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalamrangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untukberkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yangberiman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab.3
Kebijakan pemerintah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan PP
Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah Otonom. Pada PP
ini, dalam bidang Pendidikan dan Kebudayaan, dinyatakan bahwa kewenangan
pusat adalah dalam hal penetapan standar kompetensi peserta didik warga belajar
serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional
serta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pokok. Berdasarkan
hal itu disusunlah standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di Madrasah
Ibtidaiyah, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok,
dan indikator pencapaian.4
Pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Tujuan Pendidikan
Nasional, dinyatakan bahwa Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat, lebih menekankan pada
kemampuan siswa untuk menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi
4 Depag RI, Pedoman Khusus Pengetahuan Alam Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: DirjenKelembagaan Agama Islam,2004), h.1
20
Pengetahuan Alam merupakan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Alam di
Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah bermanfaat bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.
Pendidikan Pengetahuan Alam menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik
mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Alam
diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu peserta
didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.5
Dalam perkembangan pendidikan, siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI)
mulai diperkenalkan pada pengertian dasar keilmuan, seperti hukum sebab akibat
dan cara-cara pengamatan yang obyektif dengan menggunakan alat-alat yang
dapat memperluas jangkauan panca indera mereka. Selain itu di MI
diperkenalkan pula rekayasa untuk menumbuhkan dan memupuk kreativitas
produktif dalam pendayagunaan sumber daya alam yang tersedia, dan menjadi ciri
pelajaran sains untuk dapat meningkatkan kesadaran siswa terhadap kebesaran
dan kekuasaan penciptaan-Nya.
Dari tujuan tersebut perlu diciptakan adanya sistem lingkungan
(kondisi) belajar yang lebih kondusif, dan siswa dapat berinteraksi dengan
lingkungan belajar melalui proses pembelajaran yang diatur oleh guru. Mengingat
kedudukan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran maka inti proses
pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran siswa dalam mencapai suatu tujuan
pengajaran. Tujuan ini penting karena merupakan pedoman untuk mengarahkan
siswa dalam belajar.
Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri sesorang.
Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk
5 Depag RI, Standar Kompetensi Kurikulum 2004 (Jakarta:Dirjen kelembagaan AgamaIslam,2004)h.205-206
21
seperti berubah pemahamannya, pengetahuannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilannya, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu.
Proses belajar siswa di sekolah diatur dan direncanakan supaya tujuan
pendidikan tercapai, yaitu sejumlah perubahan dalam kognitif, psikomotor dan
afektif yang terjadi melalui pengalaman-pengalaman belajar yang direncanakan
untuk menunjang perkembangan siswa.
Dari tujuan tersebut perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Salah satu faktor yang sangat penting adalah melalui penggunaan
berbagai model pendekatan pembelajaran. Dengan berbagai macam model
pembelajaran itu diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran yang
tradisional (teaching centered), yang hanya menekankan pada penyampaian
informasi dan hanya dilakukan oleh guru. Ini merupakan suatu kekeliruan besar
karena hanya mengajarkan sains hanya dengan mentransfer apa-apa yang terdapat
di dalam buku teks. Pengajaran seperti ini ternyata tidak sesuai dengan keadaan
sekarang. Untuk itu diharapkan guru tidak lagi bersifat demikian, akan tetapi
mengubah teknik pengajaran dengan berpusat pada anak didik (student centered)
yang menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa sendirilah yang akan
membangun pengetahuannya. 6
Menurut Gilbert, Osborn, dan Fensham dalam Saptono (1977) terdapat
tiga alternatif kegiatan pembelajaran IPA yang sering terjadi. Pertama, siswa
tidak tahu sama sekali tentang sesuatu konsep sampai akhirnya pembelajaran
dilakukan guru secara informatif dengan metode ceramah. Kedua, siswa
mempunyai pengetahuan namun masih mudah dipengaruhi oleh pengetahuan
guru. Ketiga, siswa menpunyai pengetahuan yang sangat melekat dalam struktur
kognitifnya sehingga tidak mudah dipengaruhi guru. Dalam kondisi seperti ini
guru harus merancang kegiatan pembelajaran yang baik bagi siswa untuk
meningkatkan atau mengubah pengetahuan awalnya.7
6 M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI (Bandung : IAIN Sunan Gunung DjatiBandung, 2001), h. 49
7 M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI (Bandung: IAIN Sunan GunungDjati,2001),h.49
22
Adanya ketidak-selarasan antara pemahaman siswa (struktur kognitif)
dengan konsep sains yang diajarkan, merupakan masalah yang harus diperbaiki
dalam pembelajaran sains.
Permasalahan pembelajaran sains yang sering terjadi diantaranya adalah
siswa tidak tahu sama sekali tentang suatu konsep yang diajarkan, yang pada
akhirnya pembelajaran dilakukan guru secara informatif dengan metode ceramah
saja. Seorang siswa sebelum masuk ke kelas sebenarnya telah memiliki
pengetahuan yang telah ia dapatkan sebelumnya, dan kadang seorang guru tidak
memperhatikan hal ini, sehungga pengetahuan awal siswa diabaikan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran sains di SD/ MI
guna memperoleh hasil yang maksimal dan bermakna para ahli sains telah
mencoba berbagai model pembelajaran dengan berbagai pendekatan, gaar
diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran sains yang masih bersifat
tradisional menjadi pembelajaran yang bersifat interaktif. Karena selama ini
seorang guru telah melakukan suatu kekeliruan besar dalam mengajarkan sains
hanya mentransfer apa-apa yang terdapat dalam buku teks. Pengajaran seperti ini
tentunya sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang, untuk itu diharapkan
seorang guru harus mengubah teknik mengajarnya dengan cara menekankan
kepada siswa untuk melakukan proses pembelajaran dengan cara mengkonstruk
pengetahuannya.
Bertolak dari uraian di atas, maka dalam merancang kegiatan
pembelajaran sains sebaiknya guru memperhatikan pengetahuan awal siswanya
tentang konsep sains. Salah satu model pembelajaran yang bertolak dari
pengetahuan awal siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
Realita yang terjadi dalam konsep pembelajaran masih ada guru sains yang
mengajarkan ilmu sains dengan menerangkan dan menyuruh siswa membaca dan
menghafal. Semua pengetahuan diperlakukan sama seperti mengajarkan
Pengetahuan Sosial, padahal pengetahuan sains harus dimulai dan dibangun oleh
siswa secara langsung, tidak bisa ditransfer dari orang lain (termasuk guru).
Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa adalah
melalui pembelajaran IPA yang menekankan pada pendekatan konstruktivisme.
23
Karena penerapan model ini sangat baik dalam memotivasi siswa untuk berpikir
aktif serta mengambil tanggung jawab dalam pembelajaran dirinya.
Berkembangnya keterampilan berpikir akan berdampak pada peningkatan hasil
belajar IPA (sains).
Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah bahwa proses
belajar mengajar siswa sendiri yang aktif secara mental membangun
pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan
tentang belajar dan mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi
pengalaman mereka.
Bertitik tolak pada uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dikaji
lebih lanjut tentang berbagai faktor yang berhubungan dengan peningkatan
keterampilan berpikir rasional siswa melalui variasi pembelajaran yang lebih
menekankan pada pengalaman siswa sebelum siswa diajak dalam kegiatan belajar
mengajar, yang dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai ‘Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme
Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pernyataan pada latar belakang masalah, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah yaitu :
1. Bagaimana guru sains menggunakan metode dalam melakukan kegiatan
pembelajaran di sekolah ?
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
bidang studi sains ?
3. Bagaimana hasil belajar sains yang dilakukan dengan menggunakan
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme ?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
24
1. Pembatasan Masalah
Dari sekian banyak masalah yang terkait dengan hasil belajar
siswa, dalam penelitian ini hanya dibatasi pada: pengaruh pembelajaran
pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa MI. Nurul
Islamiyah, Ciseeng Bogor.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, untuk merumuskan
permasalahannya, yaitu “Bagaimanakah penagruh pembelajaran
pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa MI. Nurul
Islamiyah Ciseeng Bogor?”
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna :
1. Bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi guru sains untuk
meningkatkan profesionalisme dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran sains.
2. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran pendekatan konstruktivisme
tehadap hasil belajar sains..
3. Bagi kepala sekolah dan pengawas diharapkan agar dapat memberikan
pembinaan kepada guru-guru sains dalam mengembangkan pembelajaran
sains di sekolah.
25
BAB II
PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIS
KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teoretis
Konsep Sains
Ilmu Pengetahuan Alam (sains) adalah ilmu yang berhubungan dengan
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh
karenanya pendekatan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya sehari-hari.8
Sebagaimana tercantum dalam Kurikulum 2006, Ilmu Pengetahuan Alam
atau sains diartikan sebagai cara untuk mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan, fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses
penemuan. Pendidikan Pengetahuan Alam di tingkat Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah
Dasar diharapkan ada penekanan Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan
membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja
ilmiah secara bijaksana.9
Mata pelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah
(scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan
hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pengalaman
8Zulfiani, “Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs”, (Seminar:strategiPembelajaran Sains yang Efektif di Madrasah:CEQDA UIN Jakarta)h.1
9Depag RI, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, (Jakarta:Direktorat JenderalKelembagaan Islam, 2006), h. 484. 8
26
langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap
ilmiah.
Mata pelajaran Pengetahuan Alam di Madrasah Ibtidaiyah (MI) bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa,
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan proses IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. :10
Konsep-konsep sains maupun proses-proses sains mempunyai kedudukan
penting dalam pelajaran, khususnya siswa-siswi di negara maju. Siswa perlu
mengetahui konsep-konsep Sains agar pengetahuan yang dimiliki lebih luas.
Konsep-konsep sains dapat diperoleh siswa melalui informasi-informasi
yang diberikan oleh guru. Namun demikian, konsep-konsep sains itu juga dapat
diperoleh siswa melalui proses sains yang dikembangkan dalam pembelajaran
pendekatan konstruktivisme yang dilakukan melalui demonstrasi, di samping
melalui eksperimen. Kegiatan siswa dalam pendekatan konstruktivisme dapat
disusun dalam melakukan konsep-konsep sains.
Sains adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik
dimana dalam penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
10 Ibid, h. 484- 485
27
Perkembangan sains tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta (produk) saja,
tetapi juga timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Metode pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat sains yang dinamis
selama manusia dapat melanjutkan untuk melakukan pengamatan (observasi).
Dan penerapan metode ilmiah sains merupakan pengetahuan yang dinamis dan
berkembang, tidak statis, baik dalam prinsip maupun dalam praktik.
Kondisi yang memungkinkan membawa siswa untuk menuju ke
penguasaan terhadap pengertian struktur sains adalah dengan metode
pembelajaran konstruktivisme yang dapat dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah.
Nilai kebenaran sains bersifat relatif dan terbuka. Hukum-hukum sains
dapat diperiksa oleh siapapun. Oleh karena itu dalam melakukan metode ilmiah
harus bersifat obyektif, jujur, dan terbuka.
Hakikat sains mencakup dua aspek yaitu sains sebagai konsep (produk),
dan sains sebagai keterampilan proses (proses). Selain mampu menerapkan kedua
aspek tersebut, harus memiliki sikap dan nilai-nilai sains. Pemberian pengalaman
belajar secara langsung sangat ditekankan melalui pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan
memecahkan masalah. Keterampilan proses yang digunakan dalam pengetahuan
alam adalah : (1) Mengamati, (2) Menggolongkan, (3) Mengukur, (4)
Menggunakan alat, (5) Mengkomunikasikan hasil melalui berbagai bentuk seperti
lisan, tulisan, dan diagram, (6) Menafsirkan, (7) Memprediksi, dan (8) Melakukan
percobaan. 11
Dengan dikembangkannya keterampilan proses pada pendidikan sains,
berarti bahwa proses belajar lebih ditekankan pada keterampilan intelektual dari
pada materi pelajaran, karena materi pelajaran selalu dikaitkan dengan
keterampilan proses, maka keterampilan proses merupakan sejumlah keterampilan
yang memungkinkan siswa memproses lebih lanjut dalam mempelajari sains.
Karena siswa akan lebih berhasil bila proses belajar itu merupakan pengalaman
yang menyenangkan bagi siswa dan dengan belajar diharapkan siswa dapat
11 Kurikulum 2004, Standar Kompetensi, ( Jakarta :Depag RI Direktorat JenderalKelembagaan Islam, 2004), h.210
28
mengembangkan cara berpikirnya, sehingga siswa dapat memecahkan masalah
yang baru berdasarkan konsep yang sudah ada.
Carin & Sund (1993) seperti dikutip dalam Zulfiani, mendefinisikan
sebagai “Pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum
(universal), dan merupakan kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Berdasarkan pernyataan tersebut jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat sains
meliputi empat unsur utama, yaitu : 12 (1) sikap, (2) proses, (3) produk, dan (4)
aplikasi, sains sebagai sikap ialah rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,
makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru
yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, serta bersifat open ended ;
hakikat IPA sebagai proses dan produk yang diwujudkan dalam bentuk prosedur
pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang menghasilkan produk yang
berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA
dalam kehidupan sehari-hari merupakan perwujudan aplikasi dari hakikat IPA.
B. Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Konstruktivisme
1. Teori-teori yang mendasari pandangan konstruktivisme
Pada dasarnya sebelum memperoleh pelajaran IPA, siswa telah
mempunyai gagasan tentang peristiwa-peristiwa ilmiah yang terbentuk
melalui proses belajar informal dalam memahami pengalaman sehari-hari
(Tytler, 1998:1) seperti dikutip dalam Margaretha, ketika sedang berinteraksi
dengan lingkungannya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan bahasa,
kebudayaan, pengetahuan intuitif, keadaan fisik, lingkungan, orang tua,
teman sebaya atau orang lain.13
12 Zulfiani, Model Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs,(SeminarStrategi Pembelajaran Sains yang Efektif Di Madrasah:CEQD, UIN Jakarta)h.1
13 Margaretha Sri Yuliariatingsih, The Development Of Interactive Teaching Model ToEnhance The Grade 3 Students Rational Thinking Skills, (Bandung : Seminar Nasional MIPA,2004), h. 4
29
Berikut ini adalah beberapa teori yang mendasari perkembangan
tentang pembelajaran pendekatan konstruktivisme.14
Teori Piaget
Berdasarkan penelitiannya tentang bagaimana anak -anak
memperoleh pengetahuan Piaget sampai pada kesimpulannya bahwa
pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak sambil anak (yang belajar)
mengatur pengalaman-pengalamannya yang terdiri atas struktur-struktur
mental atau skema yang sudah ada padanya. Dengan kata lain anak-anak
akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu hanya bila anak telah
memiliki struktur kognitif (skemata) yang menjadi prasyaratnya.
Teori David Ausubel
Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi
belajar siswa adalah apa yang telah diketahui siswa atau konsep
awal siswa. Hal ini mengandung pengertian bahwa, agar terjadi
pembelajaran yang bermakna, konsep baru atau informasi baru harus
dikaitkan dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya.
Teori Harlen
Seorang memiliki pengetahuan pribadi yang merupakan pemahaman
sendiri tentang keadaan di sekitar. Pengetahuan ini dapat bersifat ilmiah
yaitu dapat tahan uji terhadap kenyataan dan sebagian bersifat sehari-hari. Di
samping itu, ada pula pengetahuan umum yang dimiliki masyarakat.
Pengetahuan inipun dapat bersifat ilmiah dan sebagian bersifat sehari-hari.
Teori Vigotsky
Menurut Vigotsky, pada saat anak memasuki ruang kelas,
anak telah membawa konsep awal yang diperoleh dari kehidupannya
sehari-hari. Gagasan atau konsep awal tersebut perlu disadari oleh
pendidik dalam kegiatan pembelajaran agar proses pembelajaran
bukanlah sekedar pemindahan gagasan guru kepada anak/siswa,
melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan-gagasan yang ada
14 M. Muttaqin, Pendidikan IPA di SD/MI, Program Kerjasama Peningkatan PendidikanDasar, (Bandung : Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati, 2001), h.53-54
30
melalui pengalaman di kelas. Dengan kata lain, dasar pemikiran para
konstruktivis ialah bahwa pengajaran efektif menghendaki guru agar
mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang
menjadi subyek pengajaran atau bagaimana gagasan anak mengenai
topik yang akan dibahas sebelum pelajaran tentang topik itu dimulai.
Secara umum pendekatan konstruktivisme adalah ˝Constructivism is
about what can be known and how knowledge develops. Constructivism is a
method of teaching, however constructivism has been a strong driving force
in many areas of education, and has spawned new perspective on the
processes of learning and teaching.˝15 Jadi konstruktivisme adalah tentang
apa-apa yang dapat diketahui dan bagaimana pengetahuan berkembang dan
konstruktivisme juga adalah sebagai perspektif baru dalam proses belajar
mengajar.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam
kegiatan belajar mengajar pada model konstruktivisme siswa sendiri yang
aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur kognitif yang telah dimilikinya. Guru lebih bersifat sebagai
fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan dalam belajar mengajar
lebih berfokus pada suksesnya siswa dalam memahami atas apa yang
dilakukan.
Secara lebih rinci dapat dikemukakan dalam kegiatan
belajar mengajar yang mengacu pada model konstruktivisme, seorang guru
harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:16
1. Mengakui adanya konsepsi awal siswa yang dimiliki siswa melalui
pengalamannya.
2. Menekankan pada kemampuan minds on dan hands on.
15Judy Mousley and Russel Tyttler, Constructivism Views Of Learning,(DeakinUniversity ,1998) p. 2
16M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI, (Bandung : IAIN Sunan Gunung Djati,2001), h. 52-53
31
Minds on adalah keterampilan berpikir siswa, sedangkan hands on
menurut Haury dan Rillero (dalam Didik) adalah segala aktivitas yang
dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau mengobservasi
proses-proses sains.17
3. Mengakui bahwa dalam proses belajar mengajar terjadi perubahan
konseptual.
4. Mengetahui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif.
5. Mengutamakan terjadinya interaksi sosial.
Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah model
pembelajaran yang memandang belajar sebagai pengaturan diri sendiri (self
regulation) yang dilakukan seseorang dalam mengatasi konflik kognitif.
Konflik kognitif timbul pada saat terjadi ketidak selarasan (disequilibration)
antara informasi yang diterima siswa dengan struktur kognitif yang
dimilikinya. Adapun pengaturan sendiri adalah proses internal untuk
mencapai keselarasan (equilibration) yang dilakukan melalui dua fungsi
yakni organisasi dan adaptasi.
Konflik kognitif tersebut terjadi antara konsepsi awal yang telah
dimiliki siswa dengan fenomena baru yang tidak dapat diintegrasikan begitu
saja, sehingga diperlukan perubahan atau modifikasi struktur kognitif
(skemata) untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini terjadi secara
berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru. Terjadinya proses
struktur kognitif dapat dilukiskan dalam bentuk diagram di bawah ini :18
17 Didik P., Efektivitas Model Pembelajaran Biologi Berbasis Hands on, Seminarnasional Pendidikan MIPA, JICA, 2004, h. 2-3
18 M. Muttaqin, “Pendidikan IPA di SD/MI”, (IAIN SGD, Bandung,2001),h. 51
SKEMATA
Dibandingkan dengan konsepsi awal
Cocok
Hal BaruHasil Interaksi dengan lingkungannya
(dalam pembelajaran)
32
Bagan 1. Proses Perubahan Strukur Kognitif Siswa
2. Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Dalam
Pembelajaran Sains di MI
a. Kelebihan Pendekatan Konstruktivisme
Ada beberapa kelebihan pendekatan konstruktivisme dalam
pelaksanaan pembelajaran, di antaranya adalah :19
1. Kelebihan dalam belajar-mengajar. Pendekatan konstruktivismememandang bahwa pengetahuan adalah non objektif, bersifattemporer (selalu berubah-ubah). Belajar konstruktivisme adalahmenyusun pengetahuan dari pengalaman nyata (konkrit). Sedangkanmengajar adalah menciptakan lingkungan agar siswa termotivasidalam menggali cara berpikir rasional.
2. Kelebihan dalam tujuan pembelajaran. Pada pembelajaran pendekatankonstruktivisme tujuan pembelajaran ditentukan pada belajar tentangbagaimana belajar sesungguhnya.
3. Kelebihan dalam strategi pembelajaran. Penyajian isi materipembelajaran pendekatan konstruktivisme menekankan padapengetahuan secara bermakna mulai dari urutan yang umum keurutan yang spesifik (bagian-bagian). Pembelajaran lebih banyakdiarahkan untuk melayani pertanyaan-pertanyaan dan pemahamansiswa. Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data pentingdan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan proses.
4. Kelebihan dalam evaluasi. Evaluasi menekankan pada penyusunanmakna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, denganmenggunakan masalah dalam konteks nyata. Evaluasi juga menggaliberpikir secara divergen, pemecahan ganda, bukan hanya jawabanbenar, dan evaluasi juga merupakan bagian utuh dari belajar dengancara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajarbermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata.
b. Kebermaknaan Pendekatan Konstruktivisme
Ada beberapa kebermaknaan pendekatan konstruktivisme yakni
sebagai berikut :20
1. Siswa memiliki peluang dalam mengemukakan pendapat merekaterhadap suatu konsep.
2. Siswa dapat menyamakan persepsi/pandangan mereka satu sama lain.3. Siswa dapat menghormati semua pendapat teman-temannya.4. Semua pendapat siswa dapat diterima.5. Siswa dapat mengaplikasikan ide baru mereka ke dalam konteks yang
berbeda.6. Siswa dapat mengemukakan hipotesisnya.7. Siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain dan juga dengan guru.8. Pembelajaran berpusat kepada siswa.9. Guru lebih bersifat sebagai fasilitator dalam pembelajaran.10. Guru hanya mengarahkan dan siswa yang mencari jawaban.
c. Prinsip Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme
Dalam melaksanakan proses belajar mengajar sains dengan
pendekatan konstruktivisme perlu diperhatikan prinsip-prinsip
1. Sisipkanlah benda - benda nyata untuk digunakan para siswa.
Ada dua alasan prinsip ini, yaitu memperoleh pengetahuan fisik
melalui pengamatan pada benda dan melihat reaksi benda-benda
tersebut, dan pengembangan pengetahuan logika matematika, di
mana anak menghubungkan perubahan- perubahan dalam
perbuatannya dan perubahan-perubahan terhadap benda-benda.
2. Empat pendekatan mengenai berbuat terhadap benda-benda
pilihlah yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak :
a. Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan bagaimana
benda- benda itu dapat bereaksi.
b. Berbuat terhadap benda – benda untuk menghasilkan efek-efek
yang diinginkan.
c. Menjadi sadar bagaimana sesorang menghasilkan efek-efek yang
yang diinginkan.
d. Menjelaskan.
3. Perkenalkanlah kegiatan yang layak dan menarik dan
berilah para siswa kebebasan untuk menolak saran-saran guru.
4. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah
beserta pemecahannya.
5. Anjurkan siswa untuk saling berinteraksi:
a. Menurut Piaget, pertukaran gagasan tidak dapat dihindari
untuk perkembangan penalaran, juga para siswa hendaknya
dianjurkan untuk mempunyai pendapat sendiri (walaupun mungkin
“salah”), mengemukakannya, mempertahankannya, dan
bertanggung jawab.
b. Guru membangkitkan interaksi dengan meminta seluruh
kelas untuk membandingkan berbagai masalah-masalah
pengamatan dan interpretasi.
6. Hindari istilah-istilah teknis dan tekankan berpikir.
7. Anjurkan para siswa untuk berpikir dengan cara mereka sendiri.
35
8. Perkenalkan ulang (reintroduce) materi dan kegiatan yang
sama setelah beberapa tahun.21
d. Implikasi Dalam Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme
Kajian epistemologis dari psikologi tentang bagaimana hakikat
seorang siswa dalam memperoleh pengetahuan terus berlangsung hingga
sekarang. Salah satunya adalah kajian terhadap pembelajaran pendekatan
konstruktivisme yang sangat kontributif terhadap pembelajaran sains yang
diharapkan (Dahar, 1991:160).22
Implikasi pembelajaran pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran sains meliputi empat tahap, di mana langkah-langkah yang
harus dikerjakan adalah :
1. Apersepsi (mengungkapkan konsepsi awal siswa dan membangkitkan
motivasi siswa).
Pada tahap ini siswa didorong agar mampu mengemukakan
pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu
guru memancing siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
problematis tentang fenomena yang sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa
diberi kesempatan untuk mengilustrasikan pemahamannya tentang
konsep itu.
2. Eksplorasi.
Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk menyelediki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
penginterpretasian data dalam suatu kegiatan dan diskusi. Hasil
temuan kemudian secara kelompok didiskusikan kembali dengan
kelompok lain secara keseluruhan. Tahap ini siswa akan menemui
rasa ingin tahu tentang fenomena alam di sekelilingnya.
21 opcit, h. 52 -5422 M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI, (Bandung: IAIN SGD Bandung, 2001), h.
52-54
36
3. Diskusi dan Penjelasan Kelompok.
Tahap ketiga ini, siswa diberikan penjelasan dan solusi yang
didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru,
maka dengan demikian siswa akan membangun pemahamannya yang
sedang dipelajarinya. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi
tentang konsepsinya.
4. Pengembangan dan aplikasi.
Pada tahap ini, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan
pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu di
lingkungannya.
e. Aplikasi Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme
Untuk mengaplikasikan pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme dalam kelas, guru diharapkan mampu memahami dan
melaksanakan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme, Alters (2004).23 Seperti dikutip dalam Munas.
Memberikan ilustrasi tentang langkah-langkah tersebut yaitu:
Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran
Pendekatan Konstruktivisme
No. Langkah/tahap-tahappembelajaran
Uraian Kegiatan
1. Menarik Perhatian Dalam tahapan ini, guru
memberikan pengertian singkat
tentang sebuah fenomena dan
23 Munas Prianto ramli, “Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan MetodeKonstruktivisme”,(Jurnal Pendidikan IPA, 2006) , h. 52- 53
37
menanyakan pengalaman anak
tentang fenomena tersebut.
2. Prediksi Pribadi Pada tahapan ini, siswa diberi
kesempatan untuk membuat
prediksi tentang percobaan yang
akan dilakukan
3. Prediksi Kelompok Guru mengajak anak untuk
membuat kelompok kecil dan
berdiskusi untuk membuat prediksi
kelompok. Kemudian masing-
masing kelompok diharapkan
menyampaikan prediksi mereka.
Prediksi ini berupa keterangan atau
gambar dan bisa ditulis di papan
tulis (jika memungkinkan).
4. Percobaan Ini adalah salah satu bagian
terpenting, karena bagian ini anak
akan melakukan sendiri percobaan
mereka. Mereka akan melakukan
percobaan untuk menguji hipotesa
mereka, dan mengobservasi apakah
prediksi mereka akurat atau tidak.
5. Diskusi Kelompok Setelah melakukan percobaan, anak
didik diajak untuk berdiskusi dalam
kelompok mengenai hasil
percobaan mereka. Mereka
berdiskusi apakah prediksi mereka
akurat atau tidak.
6. Laporan Kelompok Masing-masing kelompok
menyampaikan hasil diskusi
38
kelompok mereka, dan bermacam
alasan untuk mendukung hipotesa
dan konsep mereka.
7. Penjelasan Pada tahapan ini, guru
menyampaikan penjelasan singkat
tentang teori dan konsep yang
mendasari percobaan serta juga
mengkoreksi sekiranya terdapat
kesalah-pahaman siswa.
8. Aplikasi Pada tahap ini, guru mengajak
siswa untuk berpikir tentang apa
yang bisa mereka lakukan untuk
mengembangkan percobaan yang
tadi dikerjakan atau menjelaskan
fakta lain mengenai percobaan
yang mereka lakukan.
C. Hasil Belajar Siswa dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya
1. Hakikat belajar
Belajar merupakan hal yang kompleks, karena definisi atau
pandangan seseorang tergantung pada teori yang dianutnya. Belajar
merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap jenjang pendidikan.
Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses
belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah maupun di luar
lingkungan sekolah.
Oleh sebab itu, belajar adalah proses yang aktif. Belajar adalah
proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar
adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai
39
pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu.
Apabila kita berbicara tentang belajar maka kita berbicara tentang bagaimana
mengubah tingkah laku seseorang.
Oleh karena itu belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Inilah yang merupakan sebagai inti
proses pembelajaran. Perubahan tersebut bersifat intensional, positif-aktif,
dan efektif fungsional.24
1. Perubahan Intensional, yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman
atau praktek yang dilakukan, proses belajar mengajar dengan sengaja dan
disadari buka terjadi secara kebetulan.
2. Perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan ini bersifat positif yaitu
perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar, di samping
menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik dibanding sebelumnya,
sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu perubahan yang terjadi
karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya.
3. Perubahan yang bersifat efektif, yaitu perubahan yang memberikan
pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun yang bersifat fungsional
yaitu perubahan yang relatif tetap serta dapat diproduksi atau
dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.
Sebagai landasan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
belajar, di bawah ini akan dikemukakan pendapat beberapa ahli :
Menurut Slameto25, bahwa belajar adalah :
“belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untukmemperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi denganlingkungannya”.
Cronbach (dalam Sumadi), menyatakan bahwa:
24 H. Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: QuantumTeaching,2005), h.33-34
25 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta,2003), h. 2
40
“Learning is shown by a change in behaviour as a result ofexperience”.26
Senada dengan yang dikemukakan oleh Cronbach di atas itu ialah
pendapat McGeoh (dalam Skinner, 1958:109).27
“Learning is a change in performance as a result of practice.”
Hilgard (dalam Sumadi Suryabrata), mengatakan:
“Learning is the process by which an activity originales or ischanged through training procedures wether in the laboratory orin the natural environment as distinguished from change byfactors not attributable to training .”28
Hamalik (dalam Syafarudin dan Irwan nasution), mengemukakan:
“Proses pendidikan sebagai proses untuk mengubah tingkah lakudan sikap sesuai dengan tujuan kognitif, afektif, dan psikomotormerupakan komponen yang sangat penting dalam pola sistempendidikan.”29
Definisi-definsi yang telah dikemukakan di atas memberikan
kesimpulan pokok tentang belajar, yakni sebagai berikut:
(a). Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioural
changes, aktual maupun potensial)
(b). Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan
baru
(c). Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
2. Bentuk dan Tipe Hasil Belajar
Dalam proses belajar-mengajar, tipe hasil belajar yang diharapkan
dapat dicapai siswa penting diketahui oleh guru, agar guru dapat
merancang/mendesain pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap
26 Sumadi Suryasubrata, Psikolgi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2007), h. 231
27 Ibid.23128 Drs. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), h. 231-23229 Syafarudin dan Irwan, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005),
h. 104
41
proses belajar-mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil
belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari segi prosesnya.
Artinya, seberapa jauh tipe hasil belajar dimiliki siswa. Tipe hasil belajar
harus nampak dalam tujuan pengajaran (tujuan instruksional), sebab
tujuan itulah yang akan dicapai oleh proses belajar-mengajar.
Peristiwa belajar-mengajar adalah alat untuk mencapai tujuan
pengajaran. Ada beberapa pendapat yang melihat proses belajar. Dari
semua pendapat tersebut dapat dibagi menjadi tiga sudut pandang, yakni
(a) melihat belajar sebagai proses, (b) melihat belajar sebagai hasil, (c)
melihat belajar sebagai fungsi. Ketiga cara tentang ini perlu bagi guru,
karena tugas guru adalah membina/membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa, agar memperoleh hasil yang telah dirancang
sebelumnya. Dalam uraian ini peristiwa belajar akan dipandang dari segi
hasil.
Howard Kingsley (Sudjana, 2004) membagi tiga macam hasil
belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengertian, (c) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat
diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.30
Sedangkan Gagne (Sudjana,2004) mengemukakan lima kategori
tipe hasil belajar, yakni (a) verbal information, (b) intelektual skill, (c)
cognitive strategy, (d) Attitude, dan (e) motoric skill. Sementara
Benyamin Bloom berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak
kita capai digolongkan atau dibedakan (bukan dipisahkan) menjadi tiga
bidang, yakni (a) bidang kognitif, (b) afektif, dan (c) bidang
psikomotor.31
Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas tipe hasil belajar
menurut Gagne dan Benyamin Bloom. Sekalipun dalam sistem
pendidikan kita menganut teori yang dikemukakan oleh Benyamin
Bloom, namun ada baiknya dikemukakan pendapat Gagne sebagai bahan
30 Nana Sudjana, ”Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” (Bandung: Sinar BaruAlgensindo, 2004) h.45.31 Ibid, h. 45-46
42
perbandingan, sekaligus dapat memperkaya pembaca, sebab pendapat
keduanya banyak persamaannya.
1. Bentuk Perbuatan Belajar
Gagne berpendapat, bahwa belajar dapat dilihat dari segi proses
dan dapat pula dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, menurut
Gagne ada delapan tipe perbuatan belajar, yakni:32
(a) Belajar signal. Bentuk belajar ini paling sederhana yaitu
memberikan reaksi terhadap perangsang.
(b) Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu
memberikan reaksi yang berulang-ulang manakala terjadi
reinforcement atau penguatan.
(c) Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar menghubung-
hubungkan gejala/faktor yang satu dengan yang lain, sehingga
menjadi satu kesatuan (rangkaian) yang berarti.
(d) Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk
kata-kata, bahasa, terhadap perangsang yang diterimanya.
(e) Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan
reaksi yang berbeda terhadap perangsang yang hampir sama
sifatnya.
(f) Belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi satu
klasifikasi tertentu.
(g) Belajar kaidah atau belajar prinsip yaitu menghubung-
hubungkan beberapa konsep.
(h) Belajar memecahkan masalah, yaitu menggabungkan beberapa
kaidah atau prinsip, untuk memecahkan persoalan.
Kedelapan tipe di atas, disusun mulai dari yang sederhana
sampai kepada yang kompleks. Dengan kata lain mempunyai
hubungan hirarki. Belajar ditinjau dari proses, seperti dikemukakan di
atas memberi petunjuk bagaimana belajar itu dilakukan, atau
32 Nana Sudjana, ”Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” (Bandung: Sinar BaruAlgensindo, 2004), h. 46-47
43
bagaimana terjadinya perbuatan belajar. Bukan pada petunjuk
mengenai hasil belajar yang harus dicapai siswa.
Sedangkan belajar yang berkenaan dengan hasil, (dalam
pengertian banyak hubungannya dengan tujuan pengajaran), Gagne
mengemukakan ada lima jenis atau lima tipe, yakni
a Belajar kemahiran intelektual (kognitif)
Dalam tipe ini termasuk belajar diskriminasi belajar konsep dan
belajar kaidah.
Belajar diskriminasi, yakni belajar kesanggupan membedakan
beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu. Untuk itu
diperlukan pengamatan yang cermat dan ciri-ciri objek tersebut
seperti bentuknya, ukuran, warna, dan lain-lain. Kemampuan
membedakan objek dipengaruhi oleh kematangan,
pertumbuhan, dan pendidikannya.
b. Belajar informasi verbal
Pada umumnya belajar, berlangsung melalui informasi verbal,
apalagi belajar di sekolah, seperti membaca, mengarang,
bercerita, mendengarkan uraian guru, kesanggupan,
menyatakan pendapat dalam bahasa lisan/tulisan,
berkomunikasi, kesanggupan memberi arti dari setiap
kata/kalimat dan lain-lain.
c. Belajar mengatur kegiatan intelektual
Tipe belajar ini menekankan aplikasi kognitif dalam
memecahkan persoalan. Ada dua aspek penting dalam tipe
belajar ini, yakni prinsip pemecahan masalah dan langkah
berpikir dalam pemecahan masalah (problem solving). Prinsip
pemecahan masalah memerlukan kemahiran intelektual seperti
belajar diskriminasi, belajar konsep dan belajar kaidah.
Kemahiran intelektual tersebut, pada gilirannya akan
membentuk satu kemampuan intelektual yang lebih tinggi,
yakni langkah-langkah berpikir dalam pemecahan masalah.
44
Dengan kata lain, kemampuan memecahkan masalah
merupakan aspek kognitif tingkat tinggi.
d. Belajar sikap
Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk
menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian
terhadap objek itu apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Itulah
sebabnya sikap berhubungan dengan pengetahuan, dan
perasaan seseorang terhadap objek. Sikap juga dapat dipandang
sebagai kecenderungan seseorang untuk berperilaku
(predisposisi). Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk
kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan, dan lain-lain.
Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses belajar.
e. Belajar keterampilan motorik
Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan
kesanggupan menggunakan gerakan badan, sehingga memiliki
rangkaian gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan lancar.
Misalnya belajar melakukan eksperimen dalam IPA. Belajar
motorik memerlukan kemahiran intelektual dan sikap, sebab
dalam belajar motorik bukan semata-mata hanya gerakan
anggota badan, tetapi juga memerlukan pemahaman dan
penguasaan akan prosedur yang harus dilakukan.
2. Tipe Hasil Belajar
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan
menjadi tiga bidang, yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual),
bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang
psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiga
aspek ini tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki.
Berikut ini dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga
aspek hasil belajar : :
1. Tipe Hasil Belajar Bidang Kognitif
45
Adapun tingkatan belajat tipe bidang kognitif, meliputi :
a. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Pengetahuan hafalan dimaksudkan sebagai terjemahan dari
kata ‘knowledge” dari Bloom. Cakupan dalam pengetahuan
hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, di
samping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu
diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum,
bab, ayat, rumus, dan lain-lain.
b. Tipe hasil belajar pemahaman (comprehension)
Tipe hasil belajar ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil
belajar pengetahuan hafalan pemahaman memerlukan
kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep.
Untuk itu diperlukan hubungan atau pertautan antara konsep
dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Ada tiga
macam pemahaman yang berlaku umum; pertama
pemahaman terjemahan, kedua pemahaman penafsiran, dan
ketiga pemahaman ekstrapolasi (kesanggupan melihat di balik
yang tertulis, tersirat, dan tersurat).
c. Tipe hasil belajar penerapan aplikasi
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi
suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru.
Misalnya, memecahkan persoalan dengan menggunakan
rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam
suatu persoalan. Dengan perkataan lain, aplikasi bukan
keterampilan motorik tapi lebih banyak keterampilan mental.
d. Tipe hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu
integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau
bagian yang mempunyai arti, atau mempunyai
tingkatan/hirarki. Analisis merupakan tipe hasil belajar yang
46
kompleks, yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar
sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
e. Tipe hasil belajar sintesis
Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis tekanan pada
kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian
yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan
menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas. Sudah
barang tentu sintesis memerlukan kemampuan hafalan,
pemahaman, aplikasi, dan analisis. Pada berpikir sintesis
adalah berpikir divergen sedangkan berpikir analisis adalah
berpikir konvergen.
f. Tipe hasil belajar evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang
nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan
kriteria yang dipakainya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan
paling tinggi, dan terkandung semua tipe hasil belajar yang
telah dijelaskan sebelumnya.
2. Tipe Hasil Belajar Bidang Afektif
Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan
tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai dari tingkat yang
sederhana/dasar sampai tingkatan yang kompleks. 33
a. Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam
menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang pada
diri siswa.
b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan
seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam hal
ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam
menjawab stimulus tadi.
33 Nana Sudjana, ”Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” (Bandung : Sinar BaruAlgensindo, 2004), 47-49
47
c. Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan
kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi
ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar
belakang atau pengalaman untuk menerima nilai, dan
kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatu sistem
organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan
nilai yang lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah
dimilikinya.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan
dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3. Tipe Hasil Belajar Bidang Psikomotorik
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk
keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang).
Ada 6 tingkatan keterampilan, yakni :
a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c. Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan
visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan,
dan ketepatan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sederhana
sampai keterampilan yang kompleks.
f. Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi
seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.34
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar Siswa
34 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar BaruAlgensindo, 2004), h.49-54
48
Hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Sumadi Suryabrata, faktor-faktor tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :35
1. Faktor non sosial dalam belajar.
Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang
jumlahnya, seperti misalnya : keadaan udara, suhu udara, cuaca,
waktu (pagi, siang, ataupun malam), tempat (letaknya,
pengedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti alat
tulis–menulis dan sebagainya yang biasa kita sebut sebagai alat-alat
pelajaran.
2. Faktor-faktor sosial dalam belajar.
Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial di sini adalah faktor
manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun
kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.
3. Faktor-faktor fisiologis dalam belajar.
Faktor-faktor ini masih dapat dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu :
(a). Tonus jasmani (latar belakang aktivitas belajar), dan
(b). Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu.
4. Faktor-faktor psikologi dalam belajar.
Faktor-faktor ini seperti misalnya sifat ingin tahu, sifat kreatif, adanya
keinginan untuk memperbaiki kegagalan dan lain sebagainya.
Selain faktor-faktor di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua
golongan saja, yaitu faktor intern (faktor yang ada di dalam diri siswa)
dan faktor ekstern (faktor yang ada dari luar diri siswa).36
Selain itu pula faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah
faktor lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan
mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran. Yang
35 Drs. Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004)h.233-238
36 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta,2003), h.54
49
dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif
atau tidaknya proses belajar-mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.
Oleh sebab itu hasil belajar siswa pada hakikatnya tersirat dalam tujuaan
pengajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan kualitas pengajaran pendapat ini sejalan dengan
teori belajar di sekolah ( Theory of School Learning ) dari Bloom. Yang
mengatakan ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yakni
karakteristik individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar siswa.
Sedangkan Caroll berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
lima faktor yakni ; (a) bakat belajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar,
(c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas
pengajaran, dan (e) kemampuan individu. Empat faktor di atas (a, b , c, dan
e) berkenaan dengan kemampuan individu, dan faktor (d) adalah faktor di
luar individu (lingkungan).37
Adanya pengaruh kualitas pengajaran, khususnya kompetensi
guru terhadap hasil belajar siswa telah ditunjukkan oleh hasil penelitian,
salah satunya penelitian dalam bidang pendidikan.
Di samping faktor guru, kualitas pengajaran dipengaruhi juga
oleh karakteristik kelas.38diantaranya adalah :
a. Besarnya kelas (class size). Artinya banyak sedikitnya jumlah siswa
yang belajar. Ukuran yang biasa digunakan ialah ratio guru dengan
siswa. Pada umumnya dipakai ratio 1: 40, artinya satu orang guru
melayani 40 orang siswa. Diduga makin besar jumlah siswa yang
harus diajar dalam satu kelas, makin rendah juga kualitas
pengajaran, demikian pula sebaliknya.
b. Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis memberikan
peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan
37Ahmad Sabri, Strategi Belajar dan Micro Teaching (Jakarta : Quantum Teaching, 2005),h. 48-49
38Nana Sudjana, dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo,2004) h. 42-43
50
suasana belajar yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas ada
pada guru.
c. Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Sering kita temukan
bahwa guru satu-satunya sumber belajar di kelas. Situasi ini kurang
menunjang kualitas pengajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai
tidak optimal.
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran di sekolah
adalah karakteristik sekolah itu sendiri. Karakteristik sekolah berkaitan
dengan displin sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah, letak
geografis, lingkungan sekolah,estetika dalam arti sekolah memberikan
perasaan yang nyaman, dan kepuasaan belajar, bersih dan nyaman.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur dalam
kualitas pengajaran yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, yaitu :
kompetensi guru, karakteristik kelas, dan karakteristik sekolah.
D. Kerangka Berpikir
Dalam proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhinya,
salah satunya pembelajaran pendekatan konstruktivisme. Agar pembelajaran
bukanlah sekedar pemindahan gagasan guru kepada siswa, melainkan sebagai
proses untuk mengubah gagasan-gagasan yang ada melalui pengalaman-
pengalaman siswa baik di luar maupun di dalam kelas. Dengan kata lain dasar
pemikiran para konstruktivisme adalah pengajaran efektif menghendaki guru agar
mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjek
pengajaran atau bagaimana gagasan anak mengenai topik yang akan dibahas
sebelum pelajaran tentang topik itu dimulai.
Namun pembelajaran pendekatan konstruktivisme yang digunakan harus
maksimal sesuai dengan langkah-langkah yang jelas sehingga berperan terhadap
meningkatkan minat siswa, rasa ingin tahu siswa, mengembangkan berpikir
kreatif, mampu memecahkan masalah, mengembangkan intelektual siswa, serta
mampu mengembangkan aplikasinya (praktikum). Semuanya itu akan
meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa inilah yang nantinya akan
51
menjadi suatu hasil nilai yang diperoleh siswa setelah selesai mengikuti proses
pembelajaran yang diukur dengan tes.
Bertolak dari sebuah pemikiran di atas, maka dapat digambarkan dalam
bagan kerangka berpikir di bawah ini :
Mengungkapkan Konsepsi AwalMembangkitkan Motivasi
Eksplorasi
Diskusi dan Penjelasan Konsep
Pengembangan Aplikasi
Konstruktivisme
52
Bagan 2. Kerangka Berpikir Pembelajaran Pendekatan Konstruktivismedengan Hasil Belajar
53
E. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir di atas, maka
dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :
Ho = Tidak terdapat pengaruh penggunaan pendekatan
konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa .
Ha = Terdapat pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme
terhadap hasil belajar sains siswa.
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme terhadap hasil belajar siswa pada bidang studi sains.
b. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran pendekatan konstruktivisme
pada pembelajaran sains dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Untuk mengetahui usaha peningkatan hasil belajar siswa dalam proses
belajar sains.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester II Tahun Pelajaran 2006/2007.
Adapun tempat penelitian adalah MI. Nurul Islamiyah, kecamatan Ciseeng
Kabupaten Bogor.
C. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas V MI. Nurul Islamiyah Ciseeng
Bogor. Siswa berjumlah 60 orang, yang terdiri dari 30 orang siswa kelas VA, dan
30 orang siswa kelas VB.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Di mana dari dua
kelas yang berjumlah 60 orang siswa dibagi menjadi kelas kontrol (tanpa
menggunakan pendekatan konstruktivisme), dan kelas eksperimen (menggunakan
pendekatan konstruktivisme). Sedangkan untuk mendapatkan angka sebagai alat
55
untuk menemukan keterangan yakni dengan menggunakan tes dalam bentuk
postes pada masing-masing kelompok.
E. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yakni:
1. Variabel independent ( bebas ) adalah pembelajaran pendekatan
konstruktivisme. Variabel ini disimbolkan dengan huruf X.
2. Variabel dependent ( terikat ) adalah berupa skor hasil belajar pada mata
pelajaran sains yang terdiri dari nilai sebelum dan sesudah dilakukan
pembelajaran pendekatan konstruktivisme. Variabel ini disimbolkan dengan
Huruf Y.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembaran soal
(tes). Soal tes yang digunakan disusun berdasarkan ruang lingkup materi yang
disesuaikan dengan ranah kognitif yang meliputi aspek ingatan, pemahaman, dan
aplikasi siswa terhadap materi pelajaran Sauns, yakni pada pokok bahasan Sistem
Peredaran darah Manusia.
Tabel 2.
Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Sains
NO.PB/SPB Jenjang Kemampuan Jumlah
C1 C2 C3
Sistem Peredaran Darah
Manusia
A. Sistem peredaran Darah
Manusia
B. Penyakit yang Mempengaruhi
1,2,3,4,5,6,7,8
23, dan 24
26 dan 27
9,10,11,
12,13,14
15,16,17
20
19
15
11
56
Alat Peredaran Darah Pada
Manusia
C. Kebiasaan Hidup Sehat 30 dan 25
18,21
dan 22
28 29 4
14 13 3 30Keterangan :
C1 = Hasil belajar kategori pengetahuan
C2 = Hasil belajar kategori pemahaman
C3 = Hasil belajar kategori aplikasi
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Validitas Instrumen
Tes dapat dilakukan baik jika tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur atau tes dapat dikatakan valid atau shahih.
Pengujian validitas tes pada penelitian ini didasarkan pada
pendekatan validitas konten, yaitu instrumen tes yang dibuat
dengan disesuaikan ruang lingkup materi yang disajikan, indikator, dan
aspek yang dikembangkan yang merupakan ranah kognitif yang meliputi
aspek ingatan, pemahaman, dan aplikasi pada pokok bahasan sistem
peredaran darah manusia.
Setelah melakukan penelitian di kelas eksperimen dan kelas kontrol,
instrumen berupa tes hasil belajar pada pokok bahasan Sistem Peredaran
Darah Manusia (yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya), diberikan
kepada siswa di dua kelompok ini. Tes berupa pilihan ganda berjumlah 30
soal. Setelah dilakukan hasil uji coba validitas dan reliabilitasnya hanya 19
soal saja yang dianggap telah memenuhi validitasnya.
2. Uji Reliabilitas
57
Untuk menguji apakah instrumen yang digunakan pada
penelitian ini tetap konsisten atau tidak untuk digunakan, maka terlebih
dahulu dilakukan uji coba instrumen. Dalam melakukan perhitungan
koefisien reliabilitas dengan menggunakan rumus:39
r 11 = ( n ) ( S² - Σpq )n – 1 S²
Keterangan :
r 11 = koefisien reliabilitas instrumen
n = banyaknya item butir yang dikeluarkan dalam tes
St² = varians total
p = proporsi responden yang menjawab benar
q = propoesi responden yang menjawab salah
3. Perhitungan Analisis Butir Instrimen
Tingkat kesukaran butir soal ialah proporsi tes yang menjawab benar
terhadap butir soal tersebut. Makin besar proporsi yang menjawab benar,
berarti makin rendah kesukaran butir soal itu. Yang selanjutnya berarti
bahwa butir soal itu makin mudah. Tingkat kesukaran butir soal sangat
dipengaruhi oleh tingkat kemampuan anggota kelompok peserta tes.
Dalam penelitian ini untuk mengatur taraf kesukaran digunakan
rumus sebagai berikut:40
TK = U + L
T
Keterangan :
TK = Indeks TK atau tingkat/ taraf kesukaran yang dicari
39 Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2006), h.208
40 M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung :PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet.ke-12, h. 119
58
U = Jumlah siswa yang termasuk kelompok pandai (upper
group) yang menjawab benar untuk tiap soal
L = Jumlah siswa yang termasuk kelompok kurang (lower
group) yang menjawab benar untuk tiap soal
T = Jumlah siswa dari kelompok pandai dan kelompok
kurang (jumlah upper group dan lower group)
Menurut ketentuan yang telah sering diikuti, indeks kesukaran
sering diklasifikasikan sebagai berikut :41
0,00 sampai 0,30 adalah soal kategori sukar
0,31 sampai 0,70 adalah soal kategori sedang
0,71 sampai 1,00 adalah soal kategori mudah
Sedangkan daya pembeda (DP) soal digunakan untuk mengetahui
kemampuan suatu soal dengan membedakan siswa yang pandai dengan
yang kurang pandai. Daya pembeda dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :42
DP = U – L
½T
Keterangan :
DP = Indeks DP atau daya pembeda yang dicari
U, L, dan T = sama dengan keterangan pada rumus ‘”taraf kesukaran””
Besarnya daya pembeda memiliki kriteria sebagai berikut :
0,00 – 0,20 = termasuk kategori jelek
0,20 – 0,40 = termasuk kategori cukup
0,40 – 0,70 = termasuk kategori baik
0,70 – 1,00 = termasuk kategori baik sekali
41 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Rosdakarya,2001), h.137
42 M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung :PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet.ke-12, h. 120
59
4. Uji Normalitas
Uji Normalitas dimaksud untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji kenormalan yang
dikenal dengan uji Liliefors.
Lo = F ( Zi) - S(Zi)
Keterangan :
Lo/L observasi = harga mutlak terbesar
F (Zi) = peluang angka baku
S (Zi) = proporsi angka baku
Kriteria pengujian :
L hit < L tab data berdistribusi normal
L hit > L tab data berdistribusi tidak normal
5. Uji F untuk mengetahui adanya homogenitas atau variansi populasi antar
dua kelompok
Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians sampel atau dua
kelompok perlakuan dilakukan dengan menggunakan rumus :
Fh = S1² dengan S1 = S2 = N.ŽFx – (ŽFx)²
S2² N(N-1)
Keterangan :
Fh = F hitung
S1² = variasi terbesar
S2² = variasi terkecil
6. Untuk membandingkan perbedaan rata-rata antara kelompok kontrol dan
eksperimen digunakan uji “t”
Dalam mengolah data penulis menggunakan cara analisis statistik
dari data kuantitatif. Untuk melihat apakah ada pengaruh pembelajaran
pendekatan konstruktivisme, penulis menggunakan uji statistik “t”.
60
Uji “t”adalah tes statistik yang dapat dipakai untuk menguji
perbedaan atau kesamaan dua kondisi perlakuan atau dua kelompok
berbeda atas perlakuan itu.43
Kemudian dengan menggunakan rumus:
12
2
11
1
2122
N
SDX
N
SDX
XXt
Keterangan :
X1 = rata-rata hasil belajar kelompok siswa yang diajar dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme
X2 = rata-rata hasil belajar kelompok siswa yang tidak diajar
dengan pendekatan konstruktivisme
N1 = jumlah sampel pada kelompok eksperimen
N2 = jumlah sampel pada kelompok kontrol
1 = bilangan konstan
SDX1 = standar deviasi kelompok eksperimen
SDX2 = standar deviasi kelompok kontrol
t = hasil hitung uji t
Hasil perhitungan thitung dibandingkan dengan ttabel dengan taraf
signifikansi 0,05.
Kriteria pengujiannya :
Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak, dan Ha diterima
Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima, dan Ha ditolak
43 Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), Cet.Ke-12, h. 275.
61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Data Hasil Penelitian
Pembelajaran dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan.Penulis
memberikan perlakuan yang berbeda di dua kelas V MI. Nurul Islamiyah
Ciseeng, yang telah dipilih sebagai kelas penelitian. Kelas VA sebagai kelas
eksperimen mendapat perlakuan pengajaran menggunakan pendekatan
pembelajaran konstruktivisme. Sedangkan kelas VB sebagai kelas kontrol
mendapat perlakuan strategi konvensional. Berikut ini adalah hal-hal yang
terjadi saat pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen.
a. Siswa memiliki inisiatif untuk memprediksi manfaat yang akan mereka
peroleh setelah mempelajari Sistem Peredaran Darah Manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa jika siswa diberi kesempatan untuk berpendapat
maka secara berkesinambungan maka pelajaran di kelas akan menjadi
lebih aktif. Selain itu manfaat yang dikemukakan dapat meningkatkan
minat belajar bagi siswa yang lain karena mereka akan merasa
membutuhkan pelajaran. Dengan demikian akan muncul secara otomatis
perhatian atau konsentarsi siswa dalam pembelajaran.
b. Siswa tampak menyimak penjelasan guru meskipun diiringi perasaan
tegang karena mereka harus mendemonstrasikan ulang apa yang diajarkan
oleh guru. Ketegangan yang mereka rasakan akan mengakibatkan
konsentrasi dalam memperhatikan guru sehingga materi yang disampaikan
terserap secara optimal.
c. Siswa terlihat penasaran saat penentuan pasangan kelompok karena setiap
pertemuan sistem penentuan akan berganti-ganti. Hal ini mengakibatkan
suasana kelas menjadi seru karena siswa cenderung gembira jika terbentuk
siswa secara berpasangan. Kebanyakan siswa tampak senang tapi sebagian
lagi kurang senang karena mendapat pasangan yang tidak diharapkan.
62
Misalnya mendapat pasangan yang pendiam, namun semua itu dapat
diatasi dengan diskusi kelompok.
d. Siswa tampak lebih antusias untuk mencoba kesempatan demonstrasi
ulang yang diberikan oleh guru, hal ini mungkin karena mereka
menginginkan nilai yang lebih baik lagi. Dengan tampil di depan kelas
sebagai peraga ulang maupun mengerjakan LKS, siswa tampak terlibat
aktif secara langsung dalam pembelajaran.
e. Review yang diberikan guru turut menyiapkan siswa sebelum masuk ke
materi pelajaran yang baru. Inisiatif juga terlihat ketika mereka
menyampaikan lagi materi yang sudah dipelajari. Pembuatan stetoskop
dengan alat seadanya berperan dalam pengenalan cara kerja sistem
peredaran darah manusia kepada siswa.
f. Siswa terlihat semangat ketika pembelajaran diselingi dengan games
sehingga beberapa siswa yang jenih dengan materi dapat menyegarkan
kembali pikiran mereka menjadi rikleks kembali.
Sedangkan pada kelas kontrol pembelajaran terlihat biasa saja bahkan
cenderung pasif. Siswa tampak jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran.
Mereka tampak kurang bergairah dan tidak bersemangat. Guru lebih
mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran sehingga tidak
terlihat keaktifan siswa.
2. Data Hasil Tes
Setelah melakukan penelitian di kelas eksperimen dan kontrol,
instrumen berupa tes hasil belajar pada pokok bahasan sistem peredaran
darah manusia (yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya) diberikan
kepada siswa di dua kelompok ini. Tes ini berupa 19 item soal sains
berbentuk pilihan ganda. Setelah mendapatkan hasil tes dan memberi
penilaian , keseluruhan nilai tersebut diolah dan disajikan dalam tabel dan
grafik. Berikut ini adalah penyajian data nilai tes hasil belajar siswa pada
Muttaqin M., Pembelajaran IPA di SD/MI, Bandung : IAIN Sunan Gunung DjatiBandung, 2001.
Mousley, J., and Tyttler, R., Constructivism and Conceptual Change View ofLearning Science, Deakin University Press 1998.
Murtiningsih, M.S., Bandung : Seminar Nasional MIPA JICA Bandung, 2004.
Nurhasanah, Pengaruh Model Pembelajaran Remedial Terhadap Hasil BelajarBiologi Siswa, UIN Jakarta, 2006.
Purwanto, N., Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2004.
Ramli, M., Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode Konstruktivisme,Jakarta : Jurnal Pendidikan IPA, UIN Jakarta, 2006.
Sabri, A., Stategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Jakarta : QuantumTeaching, 2005.
Sudjana, N., Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Sinar Baru Algensindo,2004.
Sudjiono, A., Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2003.
Sudjiono, A., Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada, 2003.
78
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : BumiAksara, 2002.
Suryabrata, S., Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Syafarudin dan Nasution, I., Manajemen Pembelajaran, Jakarta : QuantumTeaching, 2005.
Tyttler, R. and Jane, B., Constructivisme in Science Education, DeakinUniversity Press, 1998.
Zulfiani, Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs, Jakarta :Seminar Strategi Pembelajaran Sains yang Efektif di Madrasah, CEQDAUIN Jakarta, 2008.
79
Lampiran 1
SATUAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : MI. NURUL ISLAMIYAH
Mata Pelajaran : Sains
Konsep : Sistem Peredaran Darah Manusia
Kelas/Semester : V/II
Waktu : 2 x 40 menit
Kompetensi Dasar : mendeskripsikan alat-alat tubuh bagian dalam manusia
dan hewan (organ pernapasan, pencernaan, dan
peredaran darah).
Indikator :
Mengidentifikasi alat peredaran darah melalui gambar.
Mencari informasi tentang penyakit yang mempengaruhi alat peredaran
darah manusia.
Mempraktikkan kebiasaan hidup sehat untuk menghindari penyakit yang
berhubungan denganalat peredaran darah.
Kegiatan Belajar Mengajar :
A. Materi pembelajaran
1. Guna darah antara lain untuk mengedarkan zat-zat makanan ke seluruh
bagian tubuh.
2. Darah sebagai pengedar sari-sari makanan.
3. Jika pembuluh darah mengalami gangguan misalnya menyempit,
tersumbatt, maka tekanan jantung akan meningkat.
4. Untuk menjaga agar aliran darah menjadi teratur antara lain dengan
berolah raga teratur, tidak membiasakan posisis tubuh tertekan terlalu
lama..
B. Pendekatan dan Metode :
80
Pendekatan : Konstruktivisme
Metode : Ceramah, demonstrasi, eksperimen, tanya jawab, diskusi,
dan penugasan.
C. Alat dan sumber pembelajaran :
1. Alat Pembelajaran :
Lembar Kerja Siswa
Jam tangan
Bekas botol aqua 2 buah
Slang plastik panjangnya 50 cm, sebanyak 2 buah
Air
Gambar sistem peredaran darah manusia
Anatomi jantung
2. Sumber pembelajaran
Kurikulum KTSP, Buku paket Sains kelas V
Ensiklopedia sains
Buku penunjang yang sesuai
D. Langkah-langkah pembelajaran:
1. Appersepsi (mengungkapkan konsepsi awal siswa dan membangkitkan
motivasi.
2. Eksplorasi (memberiakn kesempatan siswa untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan
penginterpretasian data dalam suatu kegiauatan dan diskusi.
3. Diskusi dan penjelasan konsep.
4. Pengembangan dan aplikasi
Menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
mengaplikasikan pemahamannnya dalam bentuk evaluasi dan membuat
laporan.
81
Lampiran 2
LEMBAR KERJA SISWA
TEKANAN DARAH
Langkah percobaan :
Genggamlah jari-jari tanganmu beberapa saat dan tanganmu menekan
pergelangan tangan kiri.
Bukalah jari-jari tangan kirimu perlahan-lahan.
Amati perubahan warna telapak tanganmu!
Ulangi percobaan ini sebaik-baiknya !
Hasil Pengamatan :
Warna telapakmu akan ................................................................................