BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pemalsuan uang tidak hanya terjadi pada saat sekarang akan tetapi sudah terjadi sejak masa lampau, sejak zaman Romawi kuno. Hal-hal yang menjadi motivasi seseorang untuk melakukan tindak pidana juga memerlukan penelitian yang mendalam. Tetapi yang jelas mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi. Penelitian tentang tindak pidana pemalsuan uang dalam skripsi ini merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang bersifat aktual, sebab perkara tindak pemalsuan uang pada akhir-akhir ini sering terjadi. Dari situlah maka penulis ingin membahas secara tuntas tentang tindak pidana tersebut. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana pemalsuan uang tidak hanya terjadi pada saat sekarang akan
tetapi sudah terjadi sejak masa lampau, sejak zaman Romawi kuno. Hal-hal yang
menjadi motivasi seseorang untuk melakukan tindak pidana juga memerlukan
penelitian yang mendalam. Tetapi yang jelas mereka hanya ingin mendapatkan
keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi.
Penelitian tentang tindak pidana pemalsuan uang dalam skripsi ini
merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang bersifat
aktual, sebab perkara tindak pemalsuan uang pada akhir-akhir ini sering terjadi.
Dari situlah maka penulis ingin membahas secara tuntas tentang tindak pidana
tersebut.
Berbekal dengan temuan perkara tindak pidana pemalsuan uang pada
Pengadilan Negeri Tangerang maka penulis mendapatkan inspirasi untuk meneliti
permasalahan yang menyangkut faktor-faktor terjadinya tindak pidana pemalsuan
uang.
Setiap negara memiliki peraturan sebagai pedoman kepada setiap warga
negaranya demi tercipta ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat. Dengan
terbentuknya peraturan diharapkan kepada setiap warga negara taat sehingga ada
rasa takut untuk melakukan suatu kejahatan.
1
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terkenal dengan adat istiadat dan
kepribadiannya yang luhur. Pada zaman dahulu Bangsa Indonesia sangat disegani
oleh bangsa lain karena kepribadiannya dan kesantunannya.
Seiring dengan perkembangan IPTEK ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
banyak orang pandai, akan tetapi kepandaian tersebut tidak diikuti dengan etika
dan moral yang baik sehingga banyak orang yang memanfaatkan kepandaian
tersebut untuk berbuat yang melanggar aturan negara.
Maraknya berbagai macan jenis kejahatan suatu bukti bahwa tingkat
moralitas dan akhlak masyarakat sudah mulai berkurang. Sebagai contoh akhir-
akhir ini banyak terjadi aksi-aksi penipuan salah satunya yaitu maraknya
peredaran uang palsu. Peredaran uang palsu ini tidak hanya melanda pada warga
kota bahkan sudah mencapai ke seluruh pelosok tanah air.
Tindak pidana pemalsuan uang merupakan delik formil yaitu delik yang
dianggap telah terlaksana apabila telah dilakukan suatu tindakan yang terlarang.
Dalam delik formil hubungan kausal mungkin diperlukan pula tetapi berbeda
dengan yang diperlukan dalam delik materiil, dengan demikian dikatakan bahwa
delik materiil tidak dirumuskan secara jelas, lain dengan formil yang dilarang
dengan dengan tegas adalah perbuatannya.
Dalam delik formil yaitu apabila perbuatan dan akibatnya terpisah menurut
waktu, jadi timbulnya akibat yang tertentu itu baru kemudian terjadi.
Pengaturan ancaman terhadap tindak pidana pemalsuan uang secara spesifik
diatur dalam KUHP pada pasal 244 dan pasal 245. Perbedaan kedua pasal tersebut
2
adalah hanya perbedaan unsur saja, jika pada pasal 245 mengancam pelaku yang
dengan sengaja mengedarkan atau menyimpan uang palsu. Sedangkan pada pasal
244 dijelaskan terhadap ancaman pidana terhadap orang yang dengan sengaja
meniru atau membuat uang palsu.
Penelitian ini akan difokuskan pada No perkara 1425/PID.B/2005/PN.TNG
dengan nama terdakwa Muktar als. Tar bin Muhamad Latif yang telah tertangkap
oleh pihak kepolisian yang dengan sengaja mengedarkan uang palsu pecahan Rp.
100.000,- (Seratus ribu rupiah) pada tanggal 17 Agustus 2005 di Pasar Cikokol
Tangerang.
Oleh karena penelitian didalam buku ini difokuskan pada perkara di atas
maka pembahasan hal yang bersifat Yuridis terhadap perkara yang kemudian
akan menghasilkan suatu bahan analisa yang dapat dipergunakan untuk
memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam Ilmu Hukum Pidana.
Pada umumnya ada 6 macam unsur obyektif1 yang terdapat dalam rumusan
tindak pidana yaitu:
1. Tingkah laku seseorang (handeling)
2. Akibat yang menjadi syarat mutlak delik
3. Unsur sifat melawan hukum yang dirumuskan secara formil
4. Unsur yang menentukan sifat perbuatan (voorwaarden die de straf
barheid bepalen)
5. Unsur melawan hukum yang memberatkan pidana
1 Suharto, Hukum Pidana Materiil. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.2002
3
6. Unsur tambahan dari suatu tindak pidana (big komande voorwaarden
van het straf barheid)
Bahan unsur-unsur dari angka 1 sampai dengan angka 6 adalah rumusan
perbuatan pidana yang mempunyai ciri-ciri khusus dalam unsur-unsur yang
berupa perbedaan materiil harus dimasukkan dalam uraian surat dakwaan untuk
dibuktikan di muka sidang pengadilan.
Pada pokoknya kejahatan uang palsu terdiri dari 4 unsur kegiatan pokok
yaitu:
1. Meniru
2. Memalsukan
3. Mengedarkan
4. Menyimpan
Perbuatan meniru pada umumnya merupakan perbuatan membuat sesuatu
yang mirip dengan sesuatu yang lain dan yang memberikan sifat asli. Dalam hal
meniru merupakan perbuatan membuat mata uang atau uang kertas bank yang
memperlihatkan sifat asli. Penghukuman terhadap pembuat perbuatan peniruan
mata uang kertas atau uang kertas bank, tidak tergantung pada kurangnya
banyaknya kesamaaan dengan yang asli, hanya melakukan pembuatan mata uang.
Memahami enam macam unsur obyektif tersebut perlu untuk menyiapkan
Berita Acara Pemeriksaan (B.A.P) yang akan digunakan sebagai dasar membuat
surat dakwaan.
4
Dalam hal ini persamaan persepsi atas suatu perkara antara penyidik dan
penuntut umum harus sama, utnuk itu masing-masing diperlukan sikap yang
transparan demi tercipta suatu tujuan hukum yaitu kebenaran dan keadilan.
Diharapkan dengan penelitian dapat membantu pekerjaan dari beberapa instansi
yang terkait sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Sebaik-baiknya undang-undang tergantung dari pelaksanaannya, untuk itu
mari bersama-sama menempatkan diri, apapun profesinya baik yang bergerak
baik di bidang penegak hukum, pejabat yang bergerak di bidang jasa pengabdian
masyarakat yang menjadi pelengkap kesempurnaan negara dan bangsa, tidak akan
mengkhianati hati nurani. Hati nurani hanya dapat dibina melalui penghayatan,
pemahaman dan pengenalan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Berpedoman pada sila pertama pancasila kelakuan yang amoral dihilangkan
dengan mendengarkan pesan suci yang telah diamanatkan oleh rasul agar
dijalankan semua umat manusia.
Atas dasar uraian di atas maka Penulis berkeinginan untuk melakukan
penelitian lebih jauh tentang “ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP
KEJAHATAN PEMALSUAN UANG” dengan melakukan studi kasus pada
perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG.
B. Pokok Permasalahan
Di dalam kehidupan banyak sekali masalah-masalah yang dapat diteliti, baik
untuk kepentingan pengembangan ilmu maupun untuk kebutuhan praktek. Di
5
dalam bidang hukum, banyak masalah-masalah hukum yang ditemukan untuk
kemudian di lakukan suatu penelitian. Adapun pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peredaran mata uang palsu di Indonesia serta siapa saja
pihak-pihak yang terlibat dan apa factor-faktor yang menyebabkan
terjadinya tindak pidana pemalsuan uang ?
2. Apa yang menjadi unsur pidana dan bagaimana ancaman pidana dari
perbuatan tindak pidana pemalsuan uang ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a) Untuk mengetahui peredaran mata uang palsu dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya pemalsuan uang.
b) Untuk mengetahui unsur-unsur pidana yang terdapat dalam tindak pidana
pemalsuan uang.
c) Untuk mengetahui ancaman pidana terhadap tindak pidana pemalsuan
uang berdasarkan perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam KUHP.
d) Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam menanggulangi
atau memberantas terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang.
2. Kegunaan Penelitian
6
a) Mewujudkan efektifitas peraturan perundang-undangan dalam
upaya mengurangi kejahatan dan meningkatkan kedisiplinan agar tercipta
suatu keadilan, ketertiban dan ketentraman di dalam masyarakat.
b) Dari segi teoritis :
1) Menghasilkan pemikiran-pemikiran yang bersifat praktis yang mampu
memberikan wacana kepada para Mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya tentang bahaya pemalsuan dan peredaran
uang palsu.
2) Efektifitas KUHP dalam upaya penanggulangan tindak pidana
pemalsuan uang.
3) Memberikan analisa yuridis khususnya dalam membantu aparat
penegak hukum dan masyarakat terhadap bahaya peredaran uang
palsu.
c) Dari segi praktis
Mensosialisasikan pada masyarakat agar lebih protektif terhadap
peredaran mata uang palsu, membantu aparat penegak hukum dalam
menanggulangi peredaran mata uang palsu bersama-sama dengan
masyarakat agar melaporkan setiap kegiatan yang dianggap dapat
membahayakan keselamatan atau mengganggu ketertiban, meningkatkan
kedisiplinan hukum terhadap para aparat penegak hukum dan masyarakat
agar tercipta kedisiplinan.
7
D. Metode Penelitian
Dalam pengertiannya metode penelitian di sini merupakan suatu cara untuk
mempelajari masalah, menganalisis, menyelidiki atau meneliti suatu bidang ilmu
pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta dengan maksud bahwa
informasi yang telah dikumpulkan akan releven dengan masalah yang diselidiki
dalam hal ini adalah masalah tindak pidana pemalsuan uang khususnya dalam
perkara No.1425/PID/.B/2005/PN.TNG sehingga keterangan-keterangan tersebut
melalui pemikiran-pemikiran dengan mengkaitkan literature-literature yang ada
dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dipercaya kebenarannya dan dapat
dipertanggungjawabkan hasilnya. Dalam penelitian ada beberapa unsur kegiatan
yang merupakan bagian dari kegiatan itu masing-masing unsur bagian kegiatan
itu mempunyai metode dan cara tersendiri yang dilakukan untuk berhasilnya
penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai berikut:
1. Tipe Penelitian
a) Penelitian hukum normative atau lebih di kenal dengan (Library Research
atau penelitian pustaka) yaitu:
Sebagai landasan ilmiah yang dikemukakan teori-teori yang berhubungan
dengan pokok permasalahan dari referensi dan dokumen lainnya seperti
makalah, hasil seminar, Undang-undang serta karya ilmiah yang ada
kaitannya dengan permasalahan penelitian. Penelitian normative bertujuan
untuk meneliti tentang perbandingan hukum, sejarah hukum dan
8
sinkronisasi hukum, sistematika hukum, serta penemuan-penemuan asas-
asas hukum positif.
b) Penelitian hukum empiris (Field Research/penelitian lapangan) adalah
penelitian tentang hukum di dalam pelaksanaannya, baik terhadap
efektifitas hukum dalam masyarakat maupun identifikasi di lapangan
penelitian ini di lakukan dengan:
1) Wawancara dengan informan dalam hal ini dengan Panitra, Jaksa,
Hakim yang mengadili perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG guna
memperoleh keterangan nyata/konkrit tentang data yang diperlukan.
2) Melakukan observasi (pengamatan) terhadap responden.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis data yaitu:
a) Data Sekunder yang terbagi atas:
1) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana
pemalsuan uang yaitu KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
2) Buku-buku yang ada kaitannya tindak pidana yang dijadikan sebagai
bahan analisa dalam penelitian ini adalah Buku Hukum Pidana
Materiil, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Bagian II), Pengantar
Penelitian Hukum, Bungan Rampai Hukum Pidana, Asas-asas Hukum
Pidana, Hukum Pidana Ekonomi.
3) Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari kamus hukum, Kamus Bahasa
Belanda, Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.
9
b) Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan melalui
wawancara dengan responden untuk memperoleh data dan fakta yang
terjadi di lapangan.
4. Cara dan Alat Pengumpulan Data
Cara dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Membuat konsep secara tertulis dari bahan-bahan yang diperoleh dari
studi pustaka dengan cara meringkas atau mengambil intisari dari buku
yang ada kaitannya dengan masalah penelitian kemudian disimpan dalam
bentuk dokumentasi untuk kemudian dipergunakan dalam pembahasan
masalah penelitian.
b) Melakukan wawancara dengan para aparat penegak hukum yang
menangani perkara No.1425/PID.B/2005/PN.TNG khususnya kepada
Panitra, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim yang mengadili perkara
tersebut.
c) Mengikuti atau mengamati proses persidangan untuk mengetahui
bagaimana prosedur peradilan terhadap suatu perkara pidana.
5) Analisis Data
Di dalam suatu penelitian digunakan teknik analisa data, teknik analisa
data ini terbagi atas dua bagian yaitu Teknik Analisa Kuantitatif dan Teknik
Analisa Kualitatif. Dalam penelitian hukum khususnya digunakan teknik
analisa data kualitatif disebabkan penelitian hukum bersifat deskriptif di mana
10
dari data yang ada, baik data primer atau data sekunder yang sudah terkumpul
dan dibahas, kemudian akan menghasilkan suatu kesimpulan.
E. Landasan Teori
Penelitian tentang tindak pidana pemalsuan uang dalam skripsi ini
merupakan suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang bersifat
aktual, sebab perkara tindak pidana pemalsuan uang pada akhir-akhir ini sering
terjadi. Dari situlah penulis ingin membahas secara tuntas tindak pidana tersebut.
Adapun Landasan landasan teori dalam penelitian ini adalah:
1. Pasal 244 KUHP
“Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
2. Pasal 245 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang ada waktu diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
F. Definisi Operasional
11
Ada beberapa definisi yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini agar tidak
terjadi salah penafsiran. Istilah tersebut antara lain:
1. Hukum Pidana adalah semua perintah-perintah atau larangan-larangan yang
diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu pidana atau nestapa
(led) bagi siapa yang tidak mentaatinya. (definisi menurut Prof. Simons)
2. Delik Formil adalah delik yang dianggap telah terlaksana apabila telah
dilakukan suatu tindakan yang terlarang.
3. Meniru adalah membuat yang menyerupai uang dengan bahan logam yang
lebih murah atau lebih mahal atau semula tidak terdapat sesuatu mata uang,
kemudian orang membuat suatu mata uang seolah-olah mata uang asli dan
tidak dipalsukan.
4. Mengedarkan adalah perbuatan penggunaan uang palsu di dalam peredaran
atau penggunaan uang palsu itu sebagai alat pembayaran dalam lalu lintas
pembayaran.
5. Menyimpan adalah suatu perbuatan dalam arti mempunyai persediaan uang
palsu serta barang itu dalam kekuasaannya.
G. Sistematika Pembahasan
Agar mendapat hasil yang maksimal maka dalam penyusunan laporan
inipun perlu diperhatikan sistematika dalam pembahasan masalahnya. Adapun
sistematika atau urutan dalam penyusunan laporan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
12
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I ini akan membahas mengenai Latar Belakang Masalah, Pokok
Permasalahan yang akan diteliti, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode
BAB IV ANALISA YURIDIS TINDAK KEJAHATAN PEMALSUAN UANG
Pada Bab IV ini akan membahas mengenai Identitas Terdakwa, Uraian
Kejadian, Keterangan Saksi, Alat Bukti, Barang Bukti, Tuntutan dan
Putusan serta Analisa Kriminologis.
13
BAB V PENUTUP
Pada Bab V ini membahas tentang Keimpulan dan Saran-saran atau Intisari
dari Penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
14
BAB II
TINAJUAAN UMUM TERHADAP FAKTOR TERJADINYA
TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG
A. Politik Kriminal Dalam Rangka Penganggulangan Tindak Pidana
Perbankan Dalam Kerangka Tindak Pidana Perkonomian2
Sebuah tehnologi komputer sudah merupakan suatu alat Bantu yang amat
bermanfat bagi masyarakat dan digunakan pada berbagai aktifitas manusia dalam
kehidupannya, seperti rumah tangga, sekolah, perdagangan dan pemerintahan.
Namun dengan penggunaan komputer yang semakin meningkat tersebut akhirnya
disadari bahwa, berbagai kemungkinan yang buruk dapat atau telah terjadi, baik
yang diakibatkan oleh keteledoran dan kekurangan kemampuan maupun
kesengajaan yang dilandasi sikap batin yang tidak terpuji.
Kejahatan komputer semakin menjadi persoalan internasional dan
membutuhkan kerjasama internasional, sehubungan dengan meningkatnya
transnational/transborder data flow melalui jaringan komunikasi internasional,
dari sini jelas bahwa menanggulangi kejahatan komputer bukan lagi masalah
suatu negara, akan tetapi membutuhkan kerjasama internasional yang erat,
khsusunya dalam penelitian kriminologis, perubahan rumusan Undang-undang,
pengembangan strategis pengamanan dan penuntutan, sebagaimana yang telah
2 Prof. Dr. Muladi, SH, Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda di Purwokerto tanggal 18 dan 19 Agustus 1990, Disampaikan pada Penataran Hukum Pidana Nasional Angkatan IV
15
dilakukan oleh Council of Europa, studi perbandingan internasional terhadap
kejahatan computer sangat penting. Salah satunya yaitu dengan Politik Kriminal
(criminal politic) adalah usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan. Politik
kriminal ini merupakan bagian dari politik penegakkan hukum dalam arti luas
(law enforcement policy). Semuanya merupakan bagian dari politik sosial (social
policy), yakni usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan
kesejahteraan warganya.
Politik criminal yang menyangkut tundak pidana perbankan, mempunyai
karakteristik yang khusus, mengingat karakteristik khusus yang melekat pada
tindak pidana perbankan. Selain sebagai tindak pidana perbankan juga sebagai
tindak pidana dalam bidang perekonomian. Untuk memahami karakteristik yang
bersifat khusus ini perlu dikaji secara mendasar hakikat tindak pidana dalam
bidang perekonomian (economic crimes).
Pada mulanya perkembangan hakikat dapat diamati sejak Tahun 1939, pada
saat seorang kriminologi bernama Edwin H Sutherland menyebut istilah white
collar crime dalam pidatonya di depan American Sosiological Society pada Tahun
1939 yang kemudian oleh beliau dijabarkan lebih lanjut dalam bukunya principles
of criminology.
Sutherland merumuskan White collar crime sebagai kejahatan yang
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan social yang tinggi dan
terhormat dalam pekerjaannya (crime committed by persons of respectability and
high social status in the course of their occupation). Perumusan ini sebenarnya
16
merupakan suatu usaha untuk merombak teori tentang perilaku kriminal yang
secara tradisional adalah orang-orang yang berasal Sari kelaskelas dan ekonomi
yang rendah. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain adalah perampokan,
pencurian, dan kejahatan-kejahatan kekerasan.
Dengan perumusan tersebut Sutherland ingin menunjukkan bahwa kejahatan
merupakan phenomenon yang dapat diketemukan juga dalam kelaskelas
masyarakat yang lebih tinggi yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan secara
tradisional seperti kemiskinan (proverty) atau factor-faktor patologik yang
bersifat individual.
Pesan pesan moral dan politik dalam istilah white collar crime mengandung
dua elemen, pertama status pelaku tindak pidana (status of the 1)f fMIM) !an
kedua kejahaian tersebut berkaitan dengan karakter pekerjaan atau jabatan
tertentu (the occupation of the offence). Dua elemen inilah yang membedakannya
dengan blue collar crime. Di sini Sutherland ingin mengatakan tuntutannya
berupa keadilan yang sama dengan sederajat (equal justice) dalam system
penyelenggaraan hukum pidana.
Dalam bukunya yang lain berjudul White Collar Crime Sutherland
menjelaskan bahwa, istilah ini digunakan terutama untuk menunjuk kejahatan-
kejahatan yang dilakukan oleh para pengusaha dan pejabat-pejabat eksekutif yang
merugikan kepentingan umum.
Dalam pertumbuhannya kemudian, istilah White Collar Crime mengalami
perkembangan menuju cakrawala yang lebih luas. Demikian pula dalam
17
pertemuan-pertemuan ilmiah, baik yang bersifat nasional, regional dan
internasional maka di samping mereka yang ingin tetap mempertahankan
pendekatan moral dan politik di atas, terdapat pulamereka yang ingin
menggunkan pendekatan teknis (technical approach) yang mengutamakan aspek
teknis dalm meningkatkan teknis proses peradilan pidana dalam masyarakat
modern. Contohnya adalah pengaturan organisasi peradilan di Jerman Barat
(Gerichtsvervesuungssgesetz) yang memungkinkan di bentuknya peradilan
khusus yang menangani kejahatn ekonomi (Wirtscaftsstrafsachen).
B. Faktor Kriminogen
Perubahan-perubahan organisasi sosial ekonomi mendorong terjadinya tipe-
tipe kejahatan baru. Perubahan-perubahan tersebut anatara lain mencakup:
1. Mobilitas social (mobility of society) dari suatu masyarakat kemasyarakat lain
yang semakin kompleks, sehingga memperlemah system keamanan.
2. Kompleksitas masyarakat (complexity of society) dalam pemasaran dan
distribusi, yang mengharuskan transaksi dilaksanakan melalui berbagai
instrumen kredit.
3. Kemakmuran masyarakat yang makin melimpah (the affluencef society)
materi yang melimpah, bagi sebagaian orang justru menimbulkan dorongan
melindungi harta tersebut dengan melanggar hukum misalnya penggelapan
pajak dan lain-lainnya.
18
4. Kemajuan technologi masyarakat (Technological advance of society)
seringkali membawa dampak sampingan antara lain kejahatan di bidang IT.
5. Pengaturan dalam masyarakat (the regulation of society) yang semakin
kompleks dan birokratis, sehingga mengundang perbuatan kriminal.
C. Peranan Sistem Peradilan Pidana
Kejahatan dalam bidang perbankan khususnya dan ekonomi pada umumnya
seringkali sangatlah rumit. Disamping pelakunya seringkali cukup lihai dan poses
terjadinya yang cukup lama, maka antar hubungan yang terkait cukup lama. Antar
hubungan disini mencakupsector-sector pemerintahan, lembaga-lembaga swasta
dan masyarakat luas. Dengan demikian jelas bahwa system peradilan pidana
sebenarnya hanya merupakan salah satu sarang penanggulangan kejahatan.
Semua sektor yang terkait dalam antar hubungan diatas harus mengambil
langkah-langkah preventif, yaitu dengan car:
1. Pemerintah harus meningkatkan moral dan kemampuan aparaturnya untuk
menghindarkan diri dari perbuatan krminal
2. Lembaga swasta harus selalu bekerjasama dengan pengusaha untuk
memerangi kejahatan kejaatan dengan cara melaporkan tindak kejahatan yang
terjadi.
3. Masyarakat luar harus peka terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat
meruikan Negara dan mereka sendiri.
19
Seandainya hukum pidana digunakan sehingga sangsi pidana diterapkan,
maka tujuan pemidanaan utama yang harus dipertimbangkan bukannya
rehabilitasi dan resosialisasi terpidana, melainkan justru efek moral dan
pencegahan dari sanksi pidana. Dalam hal ini pelaku tindak pidana telah
mengkhianati kepercayan masyarakat yang paling besar, sehingga pidana harus
mencerminkan beratnya kejahatan yang dicela masyarakat.
D. Karakteristikdn Jenis TIndak Pidana Ekonomi
Dengan tidak mengakibatkan kemungkinan adanya berbagai tindak pidana
atas dasar perbedaan karakter, setatus dan motip pelaku, maka dapat
diidentifikasikan beberapa sipat kejahatan ekonomi, yang sedikit banyak akan
bermanfaat bagi para penyidik dan penuntut umum.
a. Penyamararan atau sifat tersembunyi maksud dan tujuan kejahatan (disquiseof
purpose of intent)
Berbeda denga kejahatan biasa yang perbuatannya nampak bersifat terbuka
dan mudah diintepretasikan, maka pada kejahatan ekonomi implementasinya
seringkali terselubung. Contohnya adalah suap menyuap, peredaran uang
palsu, pembuatan uang pals,pembuatan uang palsu yang bisa berupa berbagai
fasilitas dan kesempatan bagi si penerima dan bagi si pemberi yang juga dapat
sebagai badan hukum, suapan tersebut dapat disamararkan dalam bentuk
biaya adpertensi, promsi dan sebagainya.
20
b. Keyakinan si pelaku terhadap kebodohan dan kesembronoan si korban
(reliance upon the ignorance or carelessness of the victim )
Dalam hal ini kurangnya keahlian, pengetahuan dan keteledoran si korban
akan dimanfaatkan oleh si pelaku.
c. Penyembunyian pelanggaran (concealment of the violation)
Dalam tindak pidana biasa, yang jadi masalah adalah menemukan si pelaku
sedangkan perbuatannya terlihat dengan nyata.pada kejahatan ekonomi. Pada
kejahatan ekonom, seringkali si korban merasakan bahwa dia merupakan
korban viktimisasi selang beberapa lama. Sebagai contoh adalah penggelapan
yang nerupakan perbuatan berlanjut.
Selanjutnya sepanjang menyangkut tipe-tipe kejahatan sosio ekonomi, hal
ini dapat didentifikasikan sebagai berikut:
1. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka kepentingan individual (crime by
persons operating on an individual basis) sebagai contoh adalah apa yang
dinamakan credit card frauds dan pemalsuan uang.
2. Kejahatan yang dilakukan dalam kerangka perdagangan, pemerintah atau
kelembagan lain, dalam kerangka menjalankan pekejaan, tetapi dengan cara
melanggar kepercayaan. (in breach of their duty of trust with their employer).
Contohnya adalah banking violations by bank officers and employees
(embezzlement and misapplication of funds).
3. Kejahatan yang berhubungan atau merupakan lanjutan oprasionalisasi
perdagangan, tetapi bukan merupakan tujuan perdagangan tersebut.
21
Contohnya adalah suap menyuap, mengedarkan uang palsu dan memberikan
informasi yang salah untuk memperoleh kredit.
4. Kejahatan sosio ekonomi sebagai usaha business atau sebagai aktivitas utama
(economics crimes a business or as the central activity). Sebagai contoh
pembuatan uang palsu dan penyalahgunaan kredit bank.
E. Pemalsuan Mata Uang Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank
Dalam Pasal 244 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas mata
negara atau uang kertas bank, dengan maksud untuk menjalankan atau
menyuruh menjalankan mata uang atau uang kertas Negara atau mata uang
bank itu sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya lima belas tahun”
Dari bunyi pasal diatas maka yang diancam dengan hukuman adalah sebagai
berikut:
1. Meniru berarti membuat sedemikian sehingga menyerupai yang asli.
2. Mata uang Negara ialah alat pembayaran sah dari negara yang dibuat dari
logam.
3. Uang kertas Negara adalah alat pembayaran sah dari Negara yang dibuat dari
kertas.
4. Uang Kertas Bank adalah alat pembayaran sah yang dibuat oleh bank yang
ditunjuk oleh pemerintah yang terbuat dari kertas.
22
5. Dalam pemalsuan alat pembayaran ini, tidak saja meliputi uang Indonesia,
tetapi termasuk juga uang negara asing.
Seseorang yang melukis uang kertas negara demikian rapi sehingga sama
dengan yang aslinya, tetapi tidak disertai untuk mnjalankanya sebagai uang kertas
yang sah, tidak dapat dituntut dengan pasal 244 KUHP ini. Sesuai dengan
ketentuan pasal 519 KUHP yang berbunyi:
(1) Barangsiapa membuat, mejual atau menyarkan atau menyediakan untuk dijual
atau disiarkan ataupun memasukan ke Indonesia: Barang cetakan, potongan
logam atau benda lain, yang rupanya mirip dengan uang kertas negara atau
uang ketas bank atau mata uang, barang mas atau prak yang memakai cap
Negara atau materai pos,dipidana dengan pidana dendasebanyak-banyaknya
empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Benda yang menjadi sebab pelanggaranitu boleh dirampas
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh percetakan atau tokoh-tokoh yang
mencetak atau menyebarkan barang-barang cetakan yang menyerupai uang kertas
negara, uang kertas bank, mata uang, uang atau prangko sebagai reklame atau
tukang emas yang menjual perhiasan seperti tusuk konde, kancing baju dan
sebagainya yang menyerupai mata uang. Dalam pengertian “mata uang” temasuk
juga mata uang asing.
Termasuk meniru uang mengurangi logam mata uang yang asli, kemudian
menambal dengan lgam yang yang lain, mencetak uang kertas serupa dengan
uang asliatau resmi.
23
Ancaman terhadap perbuatan ini adalah diatur dalam pasal 246 KUHP yang
berbunyi:
“Barang siapa mengurangi harga matang uang , maksd untuk mengeluarkan,
atau menyuruh mengeluarkan uang yang sudah kurang harganya itu, dipidana
karna merusak uang,dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun”
Penjelasan yang dipeoleh dari bunyi pasal diatas adalah bahwa yng diancam
dengan hukuman pidana adalah orang yang mengurangi mata uang, dengan
maksud untuk mengeluarkan mata uang yang sudah berkurang itu sebagai mata
uang yang masih utuh. Sedangkan yang dapat dikurangi harganya adalah mata
uang yang erbuat dari logam., uang kertas tidak dapat dikurangi. Dan yang bisa
dikurangi ialah mata uang yang terbuat dari emas atau perak. Adapun cara
menguranginya yaitu dengan cara mengikir mata uang terebut sehingga berat
timbanganya berkurang.
Sedangkan orang yang membuat atau yang menyediakan perkakas-perkakas
atau bahan-bahan seperti cap cetakan, kertas, logam, mesin percetakan, klise,
obat-obat kimia, potret dan sebagainya yang diketahui bahwa prkakas-perkakas
atau bahan-bahan tersebut akan digunakan untuk meniru, memalsu,mngurangi
harga mata uang diancam dengan hukum pidana sesuai dengan keteantuan pasal
250 KUHP yang berbunyi:
“Barangsiapa membuat atau menyediakan bahan atau barang yan diketahui
bahwa itu disediakan untuk meniru atau memalsukan uang kertas negara atau
24
uang kertas bank, pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda
sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus ribu rupiah”
Sedangkan barang-barang yang boleh dirampas sesuai dengan ketentuan
pasal 39 KUH Pidana adalah
a. Yang diperoleh dengan kejahatan misalnya, uang palsu yang diperoleh dengan
melakukan kejahatan memalsukan uang, yang didapat dengan kejahatan suap
dan lain-lain. Apabila diperoleh dengan pelanggaran, barang-barang itu hanya
dapat dirampas dalam pasal-pasl 549 (2), 519 (2), 502 (2) KUH Pidana
b. Yang dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan misalny: senjata
tajam atau senjata api yang dipakai untuk melakukan pembunuhan dengan
sengaja, alat-alat yang dipakai untuk menggugurkan kandugan dan
sebagainya. Barang-barang ini dapat dirampas juga, akan tetapi harus
memenuhi persyaratan bahwa barang-barang itu kepunyaan terhukum dan
digunakan untuk meakukan kejahatan-kejahatan dengan sengaja. Dalam hal
kejahatan-kejahatan tidak dengan sengaja dan pelanggaran, maka barang-
barang itu hanya dapat dirampas apabila ditentukan dengan khusu, misalnya
c. Seluruh usaha tadi disengaja ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.
Apabila struktur dari organisasi kriminal yang tidak formal harus memiliki
rasionalitas yang perlu untuk menciptakan pembagian kerja dalam kejahatan-
kejahatan yang dalam hukum pidana disebut persekongkolan kejahatan secara
tents menerus, maka akan menjad.i organisasi formal.
Betapapun, kita harus mencatat adanya empat butir logis10, yaitu sebagai
berikut;
a. Garis pembagi antara dua macam organisasi menjadi samar-samar, tidak
terdapat cara yang tegas dan tetap untuk membedakan diantaranya.
b. Kira tidak boleh beranggapan, bahwa setiap usaha kejahatan non-formal
tertentu hams berjalan menuju status organisasi formal
c. Kendatipun ketiga ciri yang disebutkan di atas mengenai organisasi formal
tadi sekedar merupakan masalah tingkatan, dan janganlah dianggap, bahwa
suatu organisasi formal sederhana hams berjalan terns menuju bentuknya yang
rumit
d. Struktur oganisasi formal tidak usah bersifat struktur hirarki suatu
kewibawaan maupun kekuasaan; gambarannya sering berupa suatu peta
ialanan dan dengan kota-kota yang merupakan kedudukan jabatan serta
kemudian berbentuk gambar sebuah tangga piramida.
10 Ibid. Hal. 63
46
Mengingat bahwa untuk mengenal cirri-ciri organisasi kesatuan tertentu
lebih merupakan rnasalah karena harus mernperinci deretannya secara_
berkesinambungan dan bukannya menentukan type-tipenya, maka tepatlah
apabila dikatakan, bahwa ada kalanya organisasi kriminal lebih teratur
dibandingkan dengan lain. Karena organisasi dalam konteks ini adalah sama
dengan "rasionalitas", maka sama benarnya jugalah kiranya, bahwa beberapa
kelompok yang melakukan kejahatan lebih bersifat rasional daripada yang
lainnya.
Rasionalitas akan mempengaruhi sifat daripada kejahatan yang dilakukan.
Selanjutnya dalam rangkaian kesatuan adalah konfiderasi kelompok kriminal di
mana kepentingan untuk menjamin kekebalan dari proses penghukuman dan
untuk disiplin organisasi kedua-duanya sangat dibesarbesarkan.
Organisasi tersebut berkenaan dengan rasionalitas tidak serupa dengan
sebuah organisasi yang berkaitan dengan diferensiasi rasional berkenaan dengan
bagian dan fungsi. Di setiap kota besar, biasanya terdapat organisasi dikalangan
penjahat, walaupun bekerja dalam suatu organisasi atau tidak, rnempraktekkan
kejahatan sebagai lapangan pekerjaannya, namun dunia penjahat ini sendiri hanya
merupakan organisasi dalam pengertian istilah secara luas dan Samar.
Sewaktu mambahas masyarakat yang legal, Moreno sudah semenjak dahulu
mengarnati, bahwa "jaringan-jaringan" membentuk semacam "struktur
permanen", suatu wadah, suatu dasar yang mengikat kelompok individu bersama-
sama tanpa menghiraukan geografis.
47
Demikian pula Spaulding sudah bertahun-tahun yang lalu mendefinisikan
jaringan tadi sebagai "sepasang ikatan emosional yang relatif stabil antara orang-
orang yang berakibat adanya saluran komunikasi yang bisa disiplin melalui mana
informasi dan emosi dapat dengan lebih bebas disalurkan kepada anggota
masyarakat yang terikat seperti itu”11
Nilai-nilai norma-norma, sikap, motif (daya pendorong), rasionalisasi dan
kepercayaan yang dijalin bersama jaringan di antara penjahat, membentuk suatu
"kultur kriminal" yang sekarang sudah menjadi biasa untuk menamakannya "sub
kultur kriminal" atau kebudayaan khusus kriminal. Istilah atau yang digunakan
oleh klik penjahat secara tersendiri merupakan bukti adanya kebudayaan khusus.
Memang sesungguhnya seorang pengamat yang amat cerdik telah menegaskan
bahwa bahasa khusus atau dialek " dunia penjahat dibuat untuk mendefinisikan
dan menyalurkan dari orang yang satu ke orang yang lainnya, segala kegiatan,
peranan, alat, dan buah pikiran yang terdapat dalam kejahatan "yang ahli" orang
memerlukan bahasanya untuk membuat konsepsi kegiatan-kegiatan dan
seterusnya di kalangan mereka sendiri.
Walaupun bagaimana bayangan perilaku yang dihasilkan oleh konsepsi ini
secara tidak realistis dan tidak tepat menunjukkan beribu-ribu penjahat terjalin
menjadi satu dalam ikatan yang tersebar diseluruh negeri dan bahkan meluas
hingga menjadi aliansi internasional. Lebih jauh lagi konsep "dunia penjahat"
11 Charles B Spaulding; cliques, Gangs and Networks” (klik, Gang, dan jaringan), Sosiology and social search (sosiologi dan Riset Sosial. 32 (1948) hal. 928-937 pada halaman 929
48
secara tidak teliti menyarankan, bahwa aktor-aktor dunia ini dapat dengan mudah
dibedakan dengan orang-orang baik disebelah atas atau ”orang-orang buruk” di
sebelah bawah.
Adanya suatu jaringan organisasi kriminal yang secara cepat dinyatakan
sebagai konfederasi kriminal yang dengan demikian, seperti halnya organisasi itu
sendiri. Namun demikian organisasi-organisasi ini tidak meluas sampai keseluruh
masyarakat seperti konsep dunia penjahat.
Setiap organisasi tertentu merupakan system kedudukan secara bebas, tidak
tergantung kepada atasan mereka yang sekarang, apakah posisi tadi diatur secara
hirarki atau susunan lainnya. Karena itu setiap organisasi kriminal layak seperti
nama yang dimilikinya, ditujukan sedemikian rupa agar terus dapat memperkosa
hukum atau berusaha untuk berbuat demikian walaupun apabila terjadi pergeseran
dalam personalia yang menduduki jabatan dalam pembagian kerjanya.
B. Asas-alas hukum pidana yang diberlakukan dalam tindak pidana pemalsuan
uang
Pada prinsipnya asas-asas hukum pidana yang dapat digunakan dalam
membahas anlisa kejahatan pemalsuan uang dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Asas yang dirumuskan di dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya
- Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat, yang
mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai di mana
49
berlakunya Undang-undang hukum pidana sesuatu negara itu berlaku
apabila terjadi perbuatan pidana.
- Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, yang
mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan terjadinya perbuatan
pidana.
- Asas berlakunya undang undang hukum pidana menurut orang sebagai
pembuat atau peserta, yang mempunyai arti penting untuk terjadinya
perbuatan pidana. dari penuntutannya terhadap seseorang dalam suatu
negara maupun yang berada di luar wilayah negara.
Ketiga pembagian tersebut didasarkan pada ajaran pembagian wilayah
berlakunya sesuatu perbuatan hukum.
b. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak
tertulis dan dianut dalam Yurisprudensi
Para ahli sebenarnya mengakui berlakunya asas tidak tertulis dalam hukum
pidana, yaitu asas "geen straf zonder schuld" yang artinya (tiada pidana tanpa
kesalahan )
Disamping itu juga dikenal beberapa asas yang berlaku sangat luas dalam
ilmu pengetahuan hukum pidana, tetapi dalam beberapa hal telah ada yang
dirumuskan terbatas dalam undang-undang:
- Alasan pembenar (rechtsvaaigingsgronden) yaitu menghapuskan sifat
melawan hukumnya perbuatan, sehingga menjadi perbuatan yang benar
50
- Alasan pemaaf (schould uitsluitings gronden) yaitu menghapuskan sifat
kesalahan dari terdakwa meskipun perbuatannya bersifat melawan hukum
tetapi tidak dipidana (tidak dihukum)
- Alasan penghapusan penuntutan (onverbolgbaarheid), yaitu pernyataantidak
menuntut karena tidak dapat diterima oleh badan penuntut umum yang
disebabkan konflik kepentingan dengan lebih mengutamakan kernanfataannya
tidak dituntut (Mr. J.E. Jonkers)
C. Unsur-unsur Tindak Pidana Pemalsuan Uang
1. Unsur Melawan hukum
Pengertian melawan hukum yang tercantum di dalam pasal-pasal
Undang undang Hukum Pidana, ada tiga pengertian yang berbeda yaitu
sebagai berikut:
a. Menurut Simons, "melawan hukum" artinya "bertentangan dengan
hukum" bukan saja dengan hak orang lain (hukum subyektif), melainkan
juga dengan hukum obyektif, seperti dengan hukum perdata, dan hukum
tata usaha negara. Menurut Pompe, memberikan taksiran yang lebih luas,
bahwa "bertentangan dengan hukum" itu ialah tidak saja dengan hukum
tertulis, melainkan juga dengan hukum yang tidak tertulis.
b. Noyon mengatakan, bahwa "melawan hukum" artinya "bertentangan
dengan hak orang lain"
51
c. Hoge raad (Hakim tertinggi) di Negeri Belanda, artinya "melawan hukum
itu ialah tanpa wewenang atau tanpa hak" (arrest 18-12 1911 W.9263)
Dengan demikian timbul dua penafsiran yang berbeda dalam hal apakah
unsur "melawan hukum itu harus diartikan bertentangan dengan hukum
tertulis (hukum positif) saja, atau haruS diartikan bertentangan lebih luas lagi,
yaitu bertentangan dengan hukum tidak tertulis. Dalam hal ini menimbulkan 2
penafsiran yang berbeda yaitu sebagai berikut:
a) Ajaran melawan hukum meteriil
Yang disebut melawan hukum itu bukanlah hanya sekedar bertentangan
dengan hukum tertulis saja, tetapi juga apabila bertentangan dengan
hukum yang tidak tertulis.
Golongan ini berpendapat bahwa unsur "melawan hukum" itu adalah
merupakan unsur yang berdiri sendiri, tidak perduli lagi apakah unsur itu
secara tegas disebut di dalam pasalnya atau tidak.
Golongan ini berpendirian bahwa diluar ketegasan di dalam Undang-
undang unsur "melawan hukum" itu tidak dapat dilepaskan sama sekali.
Sebab, barulah perbuatan yang merupakan peristiwa pidana itu dapat
dikenakan hukuman, apabila ternyata bahwa secara obyektif perbuatan itu
merupakan suatu hal yang tidak dapat dibenarkan, bail( dilihat dari sudut
kepentingan masyarakat maupun dilihat dari sudut kepentingan yang
dilindungi oleh hukum.
52
Van Harrel berpendirian apabila Hakim merasa ragu-ragu apakah tidak
ada hal-hal yang dapat membuktikan, bahwa perbuatan terdakwa
sesungguhnya tidak melawan hukum, maka Hakim berkewajiban
menyelidiki hal itu.
Dan apabila ia setelah mengadakan penyelidikan itu tetap tidak
mempunyai keyakinan bahwa terdakwa dalam perbuatan melawan hukum
menurut -Van Hamel, Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman.
b) Ajaran melawan hukum yang formel
Ajaran ini berpendapat bahwa yang disebut malawan hukum itu adalah
yang bertentangan dengan hukum tertulis.
Menurut Simons "Untuk dapat dipidana, perbuatan harus mencocoki
rumusan delik yang tersebut dalam Undang-undang. Jika biasanya tidak
perlu lagi menyelidiki, apakah perbuatan itu melawan hukum ataukah
tidak"
Simons berpendirian suatu tindak pidana hanyalah dapat dianggap tidak
berlawanan dengan hukum dan dapat dilepaskan dari hukuman apabila di
dalam Undang-undang tersedia dasar-dasarnya yang dapat melepaskan
yang berbuat itu dari sanksi atas perbuatan itu. Jika tidak terdapat
pengecualian-pengecualian di dalam Undang-undang terhadap berlakunya
sanksi atas tindak pidana itu, maka menurut Simons Hakim tidak boleh
tidak harus menghukum orang itu. Ia tidak menyetujui bahwa ketentuan
53
yang telah ditetapkan oleh Pembuat Undang-undang dapat diletakkan di
bawah kontrol keyakinan hukum dari Hakim.
Golongan yang menganut paham ini berpei dapat bahwa unsur "melawan
hukum" itu. Meskipun betul merupakan unsur peristiwa pidana tetapi tidak
merupakan suatu unsur yang berdiri sendiri.
Bagaimana sikap kita terhadap pertentangan pendapat formeel dan
materiil mengenai sifat melawan hukum itu?
Kita bangsa Indonesia mengikuti ajaran materiil, bagi bangsa Indonesia
belum pernah ada saat bahwa hukum dan Undang-undang adalah sama.
Bahkan sebaliknya sebagian besar dari hukum adat terdiri dari aturan-aturan
tidak tertulis. Benar bahwa Hakim adalah terikat kepada sistem hukum yang
berlaku, tetapi Hakim Indonesia adalah "bebas" untuk rneninjau secara
mendalam apakah penetapan-penetapan yang diambil pada waktu yang
lampau, masih dapat dan hams dipertahankan berhubung dengan adanya
perubahan-perubahan di dalam masyarakat, berhubung dengan adanya
pertumbuhan perasaan-perasaan keadilan ham. Dan kita telah sama-sama
ketahui, bahwa pembentukan Undang-undang selalu terbelakang dari
pertumbuhan dan perkembangan hukum. Bagaimana dapat mernpertahankan
pendapat pula bahwa pengecualian atas sifat-sifat melawan hukumnya
perbuatan harus dicantumkan dulu dalam Undang-undang, baru dapat
digunakan oleh Hakim.
54
Masyarakat adalah hidup, bergerak berhubungan dengan itu rasa
keadilan masyarakat rakyat bergerak pula. Lebih-lebih diingat pendapat Van
Hatt-um dan Langemeyer bahwa dengan perumusan-perumusan delik tidak
akan bisa diadakan gambaran yang sempurna mungkin tentang aneka bentuk
daripada hidup ini.
Menurut Soepomo dalam bukunya yang berjudul "Bab-bab tentang
Hukum Adat" mengatakan sebagai berikut:
"Didalarn rangka system hukum adat, Hakim berwenang bahkan
berkewajiban jika terhadap suatu soal belum ada peraturan hukum yang
positif, memberi putusan yang mencerminkan rasa keadilan rakyat yang
bertumbuh baru. Hakim sebagai pemimpin masyarakat wajib memberi
concrelisering, wajib mewujudkan secara konkrit di dalam putusannya, apa
yang menurut anggapannya sesuai dengan aliran masyarakat"
Jiwa dari pada Hakim seperti ini hanya dapat dipenuhi oleh mereka yang
mengikuti pandangan yang materiil, tidak oleh yang formil.
Dengan demikian fungsi negatif dari ajaran melawan hukum materiil
adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh Peraturan Undang-undang dapat
dikecualikan oleh aturan hukum tidak tertulis, sehingga lalu tidak lagi
merupakan perbuatan pidana.
2. Unsur Kesengajaan
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak dimuat suatu
keterangan, apa yang dimaksudkan dengan "sengaja" itu, tetapi pernah dimuat
55
dalam Crimineel Wetboek, tahun 1809 (pasal 11) bahwa yang dimaksud
dengan "sengaja" ialah:
"membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau
diperintahkan oleh undang-undang"
Definisi ini juga tidak dimasukkan dalam KUHP Belanda tahun 1881,
oleh sebab itu dengan sendirinya juga tidak dimasukkan ke dalam W.v.S.I
(KUHP Indonesia tahun 1915)
Menurut memori perjalanan tentang rencana Undang-undang tersebut
dikatakan, bahwa perbuatan yang dilakukan dengan sengaja itu ialah
perbuatan yang bertekad dan dilakukan dengan penuh kesadaran.
Dalam membahas kata "dengan sengaja" kita memerlukan sebuah
memori Van Toelichting Nederland tentang kata "dengan sengaja"
(opzettelijk).
Kata "dengan sengaja" (opzetelijk) (Lto ini banyak terdapat dalam pasal-
pasal KUHP) adalah sama dengan "Willens en wettens" (dikehendaki dan
diketahui), menurut R. Tresna dalam bukunya "Asas-asas Hukum Pidana"
mempergunakan kata-kata sebagai berikut: kata "dikehendaki" = "tekad". kata
"diketahui" = "cita", "dibayangkan"
Untuk membahas kata "dikehendaki" dan "diketahui" ada dua aliran
(teori). Kedua teori tersebut adalah:
1. Von Hippel dengan teori "kehendak" (wilstheorie) = teori pangkal tekad,
yang mengatakan "bahwa: "sengaja" adalah kehendak membuat suatu
56
tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat karena tindakan itu.
Dengan kata lain adalah "sengaja" apabila akibat suatu tindakan
dikehendaki; dan boleh dikatakan bahwa "akibat dikehendaki", apabila
akibat itu menjadi maksud benar-benar dari tindakan yang dilakukan
tersebut.
Contoh: A menyediakan sebuah alat teknologi untuk membuat sebuah
percetakan ternyata alat tersebut digunakan untuk membuat mata uang
palsu"
Adalah "sengaja" apabila A benar-benar ingin membuat mata uang palsu.
- Menurut VOS "teori kehendak" ini dianut oleh Memori Van
Toeklichting buktinya adalah istilah "willens en wetten" yang terdapat
dalam WvT itu.
- Ada yang berpendirian, bahwa kehendak atau tekad (niat) untuk
melakukan sesuatu perbuatan itu tidak juga meliputi akibat-akibat
perbuatan itu.
- Akibat itu hanya dapat dibayangkan atau dicita-citakan (diketahui)
saja oleh orang yang melakukan perbuatan itu.
- Pendapat tersebut malahirkan ajaran (teori, aliran) berpangkal cita atau
teori membayangkan (voorstelings theorie).
2. Teori berpangkal cita (membayangkan, dikemukakan oleh Frank dalam
`Festschrift Gieszen, 1907; karangan Ueber den Autbau des
Schuldbegriffs) Menurut Frank mendasarkan alasan psychologis, maka
57
tidak mungkinlah hal suatu akibat dapat dikehendaki. Manusia tidak
mungkin dapat menghendaki suatu akibat "manusia hanya dapat
mengharapkan, membayangkan, mengetahui (kemungkinan) adanya suatu
akibat"! Rumus Frank Berbunyi:
"adalah sengaja, apabila suatu akibat (yang ditimbulkan karena suatu
tindakan) yang dibayangkan sebagai maksud (tindakan itu) clan oleh
sebab itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan
yang terlebih dahulu telah dibuat tersebut"
Dengan kata lain: "menitikberatkan pada apa yang diketahui, apa yang
akan terjadi pada waktu akan'berbuat."
lni dinamakan "teori pengetahuan" atau "teori membayangkan"
(voorstellings theorie) menurut R Tresna: "teori berpangkal cita" Contoh:
A membayangkan keuntungan yang akan diperoleh dan saran-saran yang
akan dicapai yaitu terhadap peredaran mata uang palsu, maka A memberi
sejumlah uang kepada B agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Tidak
boleh dikatakan bahwa A menghendaki B untuk melakukan peredaran
uang palsu. A hanya mempunyai bayangan (keinginan) tentang Pembuatan
dan Pemalsuan uang dengan memperalat B. berdasarkan alasan
Psikologis, maka tidak mungkinkah A menghendaki B untuk melakukan
Pembuatan dan peredaran uang palsu. Yang hanya dapat dikehendaki ialah
suatu tindakan yang mungkin menyebabkan B melakukan peredaran mata
uang palsu. Pembuatan dan peredaran mata uang palsu yang dilakukan B.
58
tindakan itu adalah menyuruh melakukan pembuatan dan peredaran uang
palsu. Pembuatan dan Peredaran mata uang palsu pada waktu A
merencanakan tindakannya berubah suatu bayangan (voorstelling) saja.
Sedangkan perbedaan kedua teori tersebut adalah:
- Pada "teori kehendak" (berpangkal tekad): unsur sengaja itu letaknya
pada niat (tekad) untuk berbuat semata-mata. A berniat membuat mata
uang palsu maka A memberi peralatan mesin cetak yang canggih dan
merekrut B untuk mengoperasikannya sebagai tenaga ahli.
- Pada teori membayangkan (teori berpangkal cita atau teori
pengetahuan) maka unsur disengaja itu letaknya pada apa yang dicita-
citakan (dibayangkan) dengan perbuatan itu.
B berniat memperoleh keuntungan yang besar dan keuntungan itu
dapat diperoleh dengan membuat dan mengedarkan uang palsu.
Oleh karma itu is sengaja melakukan pembuatan dan peredaran uang
palsu dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Ada dua macam opzet yaitu:
a. Formil Opzet
Perbuatan disengaja yang ditujukan semata-mata kepada perbuatannya
saja
b. Materiil Opzet
Perbuatan disengaja yang ditujukan kepada akibat dari suatu tindakan
perbuatan.
59
Hubungan antara keadaan jasa orang dengan perbuatan yang
disengaja, meliputi masalah-masalah sebagai berikut:
a) Apakah orang itu hares mengetahui atau setidak-tidaknya harus dapat
mengetahui, bahwa perbuatannya itu adalah suatu perbuatan yang
dilarang atau yang melawan hukum maupun yang bertentangan
dengan kewajibannya ataukah
b) Sudah cukup jika perbuatannya itu merupakan sesuatu yang dilarang.
- Menurut hukum pidana yang berlaku, untuk menetapkan adanya
unsur " dengan sengaja" itu, sudah cukuplah apabila orang semata-
mata melakukan perbuatan perbuatan yang dilarang, atau
membiarkan apa yang diharuskan dalam undang-undang dengan
tidak perlu dibuktikan bahwa orang itu mengetahui atau sadar
bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum atau undang-
undang.
Di dalam lapangan teori hukum pidana, hal ini dinamakan
"kleurloos opzet" atau "kesengajaan yang tidak berwarna"
Artinya sengaja berbuat itu tidak perlu mengetahui, bahwa
kelakuannya itu dilarang.
- Sedang "boos opzet" atau "niat jahat semata", di mana yang
berbuat itu memang mengetahui bahwa apa yang ia lakukan atau
biarkan rnemang diancam hukuman.
60
Dengan di undangkannya sesuatu peraturan hukum menurut cara-
cara yang syah maka setiap orang dianggap mengetahui isinya.
3. Unsur Meniru atau memalsukan
Meniru berarti membuat sedemikian rupa sehingga menyerupai yang
asli. Sedangkan yang ditiru disini adalah mata uang negara yang
merupakan alat pembayaran sah dari negarai yang dibuat dari logam dan
kertas.
Dalam pemalsuan uang ini tidak saja meliputi mata uang Indonesia
tetapi juga mata uang asing. Saeorang yang melukis mata uang kertas
negara Seorang yang melukis uang kertas negara demikian rapi sehingga
sama dengan aslinya, tetapi tidak disertai maksud untuk menjalankannya
sebagai uang kertas yang sah, tidak dapat dituntut dengan pasal 244
KUHP
Pelanggaran ini biasanya dilakukan oleh percetakan atau toko-toko
yang mencetak atau menyebarkan barang-barang cetakan yang
menyerupai uang kertas negara, uang kertas bank, mata uang atau
perangko sebagai reklame atau tukang emas yang menjual perhiasan
seperti tusuk konde, kancing baju dan sebagainya yang menyerupai mata
uang. Dalam pengertian ":mata uang" termasuk juga mata uang asing.
4. Unsur Menyimpan, mengeluarkan, menerrim dan Mesuk i ke Daerah
Republik Indonesia
61
Dalam unsur menyimpan ini terkait beberapa hal yang merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk nmenyimpan mata uang
palsu ini. Dalam hal ini banyak pengertian yang hampir sama sehingga
memerlukan sebuah analisa yang mendalam terhadap beberapa hal sebagai
berikut:
a. Orang yang dengan sengaja mengeluarkan mata uang yang telah
dikurangi sendiri harganya, dengan maksud untuk mengeluarkan atau
menyuruh mengeluarkan sebagai mata uang yang tidak rusak.
b. Orang yang pada waktu menerima mata uang atau uang kertas negara
ataii uang kertas bank mcngetahui akan kepalsuan atau dipalsukan itu
dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau
uang kertas bank tersebut sebagai mata uang atau uang uang kertas
negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan
c. Orang yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik
Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank
yang palsu atau dipalsukan dengan maksud untuk mengeluarkan atau
menyuruh mengeluarkan sebagai yang ash dan tidak dipalsukan.
Secara singkat yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang
dengan sengaja mengeluarkan, menerima, menyimpan, atau memasukkan ke
daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas
bank yang palsu atau dipalsukan, dengan maksud untuk diedarkan atau menyuruh
mengedarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan.