MAKNA SOSIAL DALAM BUKU KUMPULAN SAJAK MAKAM KENANGAN KARYA H. KAMILUDDIN DM DAN ANDHIKA DAENG MAMMANGKA KAJIAN SEMIOTIKA MICHAEL RIFFATERRE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Skripsi Sarjana Pendidikan pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Mutahar 10533794915 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020
143
Embed
SKRIPSI Mutahar 10533794915 - Universitas Muhammadiyah ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKNA SOSIAL DALAM BUKU KUMPULAN SAJAK MAKAM KENANGAN
KARYA H. KAMILUDDIN DM DAN ANDHIKA DAENG MAMMANGKA
KAJIAN SEMIOTIKA MICHAEL RIFFATERRE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Skripsi
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Mutahar
10533794915
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
Jalan Sultan Alauddin No. 259 MakassarTelp : 0411-860837/ 860132 (fax)Email : [email protected] : www.fkip.unismuh.ac.id
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANPRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mutahar
Nim : 10533794915
Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : Makna Sosial dalam buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan
Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka
Kajian Semiotika Michael Riffaterre.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji
adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain tau dibuatkan oleh
siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila
pernyataan ini tidak benar.
Makassar, September 2020
Yang Membuat Pernyataan
Mutahar
Jalan Sultan Alauddin No. 259 MakassarTelp : 0411-860837/ 860132 (fax)Email : [email protected] : www.fkip.unismuh.ac.id
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANPRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
v
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mutahar
Nim : 10533797915
Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut.
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan
menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan siapapun).
2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, Agustus 2020
Yang Membuat Perjanjian
Mutahar
vi
MOTO
“Jadilah Pribadi yang lebih Produktif
Dengan berbagai Bentuk Karakter yang unik.
Sebab, Semesta berbicara lewat peristiwa tanpa kata.
Semesta bercerita tentang Jalan-Jalan yang tak mungkin Salah eja”.
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini buat :
Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku,
Atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis
Mewujudkan harapan menjadi kenyataan
vii
ABSTRAK
Mutahar, 2020. “Makna Sosial dalam Kumpulan Sajak Makam Kenangankarya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian SemiotikaMichael Riffaterre”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas MuhammadiyahMakassar. Dibimbing oleh Tjodding S.B. dan Asis Nojeng.
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu Apa isi kandungan maknaHeuristik dan Hermeneutik serta Kritik Sosial pada Buku Kumpulan SajakMakam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika DaengMammangka. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Kajian Pustaka.Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan pendekatan semiotikMichael Riffaterre yang mencakup tentang pembacaan heuristik danhermeneutik. Data pada penelitian ini berupa data yang diperoleh dari hasilpembahasan Heuristik dan Hermeneutik dari tujuh sajak yang terdapat padaKumpulan Sajak Makam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan AndhikaDaeng Mammangka yaitu: “Tala Maqring”, “Papekang”, “Buruqneki IntuAnaq”, “Panangkala”, “Neqneq Lalang pangnguqrangi”, “Pinisi kalengku”,dan “Bangngi”. Kemudian mendeskripsikan Masalah Sosial apa sajak yangterdapat dalam sajak tersebut.
Berdasarkan Hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwakeempat sajak yang dikaji makna Heuristik dan Hermeneutiknya memilikitema yang berbeda – beda, yaitu sajak “Tala Maqring” memiliki tema tentangLarangan, lalu pada sajak “Papekang” bertemakan tentang Kehidupan danmenantang maut dan sajak “Buruqneki Intu Anaq” memiliki tema tentangkehidupan dan Tanggung Jawab. Dan sajak “Panangkala” memiliki tematentang kerja keras dan kesabaran sajak “Neqneq Lalang pangnguqrangi”memiliki tema tentang suapan orang dulu sajak “Pinisi kalengku” memilikitema tentang kehidupan dan tanggung jawab dan sajak “Bangngi”memilikitema tentang kerinduan di malam hari.
Permasalahan sosial yang terdapat dalam ketujuh sajak yaitu masalahsosial dalam ekonomi pada sajak Papekang dan sajak Panangkala, masalahsosial dalam Pendidikan pada sajak Tala Maqring, masalah sosial dalamkebudayaan pada sajak Buruqneki Intu Anaq, sajak Panangkala, NeqneqLalang pangnguqrangi, dan Pinisi kalengku masalah sosial dalam moral padasajak Tala Maqring dan masalah sosial dalam gender pada sajak Bangngi
Kata kunci: Sajak Makam Kenangan, makna heuristik, makna hermeneutik,makna sosial
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Sebagai manusia ciptaan Allah Swt., sudah sepatutnya penulis
memanjatkan kehadirat-Nya karena atas segala limpahan rahmat dan karunia serta
kenikmatan yang diberikan kepada penulis. Nikmat Allah itu sangat banyak dan
melimpah. Bahkan jika penulis ingin melukiskan nikmat Allah Swt.,
menggunakan semua ranting pohon yang ada di dunia sebagai penanya dan
seluruh air laut sebagai tintanya, maka ranting-ranting pohon dan air laut akan
habis dan belum cukup untuk menuliskan nikmat-Nya tersebut. Semoga nikmat
Sang Pencipta selalu dilimpahkan kepada hamba-Nya yang senantiasa berbuat
baik dan bermanfaat.
Tidak lupa penulis ucapkan kepada salawat serta salam Baginda
Rasullulah Saw., Manusia yang telah membawa misi risalah Islam sehingga
penulis dapat membedakan antara haq dan yang batil. Sehingga, Kejahiliyaan
tidak dirasakan lagi oleh umat manusia di zaman yang serba digital ini.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelas sarjana (S-1),
skripsi ini bersifat penelitian. Skripsi ini juga dibuat agar dapat memberi
pengetahuan kepada pembaca mengenai Makna Sosial dalam Buku Kumpulan
Sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng
Mammangka Kajian Semiotika Michael Riffaterre.
ix
Teristimewah ucapan terima kasih tidak terhingga kepada kedua orang tua
yang telah mengasuh, memelihara, mendidik, dan membimbing penulis dengan
penuh kasih sayang serta pengorbanan yang tak terhitung sejak dalam kandungan
hingga saat ini. Terima kasih juga kepada keluarga yang selalu memberikan
motivasi baik moral maupun material yang diberikan kepada penulis.
Penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa
ada keterlibatan berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan
bantuannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Drs. H. Tjoddin SB,M.Pd. dan Dr. Asis
Nojeng, S.Pd,.M.Pd. selaku pembimbing yang selalu memberikan semangat dan
membuka wawasan berpikir dalam memecahkan masalah dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag.
Rektor Univeritas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan fasilitas
sarana dan prasarana di dalam kampus, Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D.,
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Makassar, Ibu Dr. Munirah, M.Pd., Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar, serta seluruh
dosen dan para staf dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Makassar sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada teman-teman yang telah
membantu menyelesaikan skripsi dan telah meluangkan waktu dan
x
kesempatannya untuk penyusunan skripsi ini. Tanpa ada partisipasi dari teman-
teman tentunya skripsi ini tidak akan terselesaikan.
Terima kasih pula kepada pihak-pihak lain yang tak sempat disebutkan
satu persatu dalam skripsi ini. Pihak-pihak yang telah memberikan semangat dan
membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, baik konstribusi secara
langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Kata sempurna tidak pantas penulis sandang karena tidak ada gading yang
tidak retak. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari pembaca. Harapan penulis, semoga skripsi ini
dapat memberikan setitik ilmu dan manfaat bagi para pembaca pada umumnya
dan penulis pada khususnya.
Makassar, September 2020
Mutahar
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................. i
A. Sajak H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka.............................. 111
B. Klasifikasi Data .................................................................................................... 121
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya Sastra berupa bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada
dasarnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk
mengungkapkan kehidupan manusia. Sebuah karya sastra, umumnya berisi
tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Karya sastra
muncul dengan latar belakang dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan
eksistensi dirinya (Sarjidu, 2004:2).
Karya sastra selain menyajikan estetika bentuk juga menyajikan gagasan
pengarang yang mengandung nilai kemanusiaan, sehingga sastra dan tata nilai
kehidupan manusia merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi
untuk mewujudkan peradaban. Karya sastra merupakan salah satu hasil karya
seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan.
Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung unsur
keindahan yang dapat menimbulkan perasaan senang, nikmat, haru, menarik
perhatian dan menyegarkan penikmatnya. Endraswara (2011: 183)
menyatakan bahwa banyak gagasan tentang nilai budi pekerti dalam karya
sastra, di antaranya terdapat dalam puisi, dongeng, cerita rakyat, drama, dan
bentuk karya sastra lainnya.
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra, Widijanto (2007: 31)
menyatakan bahwa bentuk kata estetis lebih mengisyaratkan sebagai
seseorang memahami keindahan, memahami nilai rasa serta bagaimana dapat
2
dimodifikasi seseorang yang tengah menikmati karya seni, serta bagaimana
pengarang mengaktualisasi nilai itu dalam karyanya bersamaan dengan
sikapnya disamping unsur-unsur yang menyertainya. Dengan demikian, akan
dihasilkan puisi yang merupakan perwakilan perasaan penyair dan
dokumentasi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar penyair.
Puisi merupakan salah satu media dalam karya sastra yang
menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah sosial dalam
masyarakat, puisi selalu diperbincangkan dalam riuh maupun sunyi. Selain itu
puisi juga merupakan salah satu media dalam karya sastra yang
menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah sosial dalam
masyarakat. Persoalan sosial tersebut merupakan tanggapan atau respon
penulis terhadap fenomena permasalahan yang ada disekelilingnya, sehingga
dapat dikatakan bahwa seorang penyair tidak bisa lepas dari pengaruh sosial
budaya masyarakatnya. Latar sosial budaya itu terwujud dalam tokoh-tokoh
yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan
masyarakat, kesenian dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam
karya sastra (Pradopo, 2000: 254).
Makna sosial merupakan sesuatu yang berasal dari interaksi sosial berupa
kelopok sosial yang terdiri dari mahluk sosial. Makna sosial dapat ditinjau dari
masalah sosial yaitu lahan yang banyak memberikan inspirasi bagi para
sastrawan Indonesia. Hal ini dapat dipahami sejalan dengan banyaknya
masalah sosial yang muncul dalam puisi-puisi Indonesia sejak tahun 1950-an
hingga saat ini. Pada tahun 1950-an, masalah sosial bisa kita lihat pada puisi-
3
puisi yang bertemakan protes sosial dengan menititikberatkan pada
permasalahan umum (humanisme universal). Selanjutnya tahun 1960-an
masalah sosial ditandai dengan munculnya puisi-puisi protes karya Rendra.
Tahun 1980-2000 masalah sosial semakin keras diungkapkan dalam puisi
karena kepincangan di dalam masyarakat terasa semakin besar dan keberanian
memberikan kritik semakin kuat. Adapun masalah sosial pada tahun 2000 dan
sesudahnya lebih mengetengahkan pada tindakan kesewenang-wenangan
pemerintahan Orde Baru dan ketidakmenentuan situasi di tahun 2000-an .
Dengan demikian, jika kita cermati sebenarnya masalah sosial telah lama
diungkapkan oleh para sastrawan Indonesia setidaknya mulai tahun 1950-an.
Bahkan, jika ditarik mundur lagi, masalah sosial telah muncul ratusan tahun
lalu ketika para dalang melakukan pementasan wayang pada adegan goro-
goro (Rendra, 2001:15).
masalah sosial merupakan sebuah sarana komunikasi dalam
menyampaikan gagasan baru disamping menilai gagasan lama untuk
menciptakan suatu perubahan sosial. Dalam konteks ini masalah sosial
merupakan salah satu bagian penting dalam memelihara sistem sosial.
Berbagai tindakan sosial maupun individu yang menyimpang secara sosial
maupun nilai moral dalam masyarakat dapat dicegah dengan memfungsikan
kritik sosial. Dengan kata lain, masalah sosial dalam hal ini berfungsi sebagai
wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah sosial
merupakan suatu masukan, sanggahan, sindiran, tanggapan, ataupun penilaian
4
terhadap sesuatu yang dinilai menyimpang atau melanggar nilai-nilai yang ada
dalam kehidupan masyarakat.
Puisi Ibu Indonesia karya Sukmawati Soekarno Putri yang dibaca dalam
acara 29 tahun Anne Avantie Berkarya Di Indonesia Fashion Week 2018
menjadi perdebatan yang kontroversial. Puisi tersebut dianggap mengandung
unsur SARA oleh beberapa golongan masyarakat, namun anggapan seperti itu
kiranya perlu ditinjau kembali dengan cara analisis melalui pendekatan yang
relavan sebagai upaya untuk mengetahui makna puisi yang sebenarnya.
Berangkat dari alasan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti kumpulan
sajak Makam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng
Mammangka.
Menurut pengamatan penulis di dalam puisi Makam Kenangan terdapat
muatan kritik sosial. Kritik sosial merupakan bentuk komunikasi pengarang
atau masyarakat dengan tujuan sebagai alat kontrol terhadap jalannya sebuah
sistem (Oksinata, 2010:33).
Dasar utama menjadikan sajak Makam Kenangan menarik untuk diteliti
karena: Pertama, sajak Makam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan
Andhika Daeng Mammangka, namun baru terbit tahun 2014; Kedua, di dalam
sajak Makam Kenangan tentang masyarakat yang penuh pertentangan atau
biasa disebut dengan pemasalahan sosial; Ketiga, sajak Makam Kenangan
adalah yang paling relevan dengan kebutuhan penelitian yang akan penulis
lakukan dari pada sajak-sajak lain yang terdapat di dalam buku karya H.
Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka; Keempat, belum ada yang
5
meneliti sajak tersebut. Dikarenakan fokus kajian dalam penelitian ini adalah
Makam Kenangan (sajak) berbentuk teks, maka peneliti menggunakan
pendekatan penelitian yang menggunakan pendekatan teori semiotik Michael
Riffaterre, dalam hal ini adalah pembacaan heuristik dan hermeneutik.
Fokus dalam penelitian ini bukan membongkar ideologi pengarang namun,
penulis berusaha menafsirkan sajak sesuai dengan kebutuhan zamannya, yakni
Makna Sosial dalam kumpulan sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin
DM dan Andhika Daeng Mammangka terbit Agustus tahun 2014 Penerbit
Komunitas Rumah Cinta, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pendekatan yang
dilakukan penulis adalah pendekatan dengan menggunakan teori semiotik
Michael Riffaterre dalam hal ini pembacaan Heuristik dan Hermenutik dan
selanjutnya akan dikaitkan kritik sosial yang terdapat dalam buku tersebut.
B. Rumasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, Rumusan Masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut:
1. Pembacaan Heuristik dalam Buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan
Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian
semiotika Michael Riffaterre?
2. Pembacaan Hermenutik dalam Buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan
Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian
semiotika Michael Riffaterre?
6
C. Tujuan Penelitian
Sehubung dengan permasalahan yang telah dikemukakan pada bagian
rumusan masalah maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Menginterpretasikan Pembacaan Heuristik dalam Buku Kumpulan sajak
Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng
Mammangka Kajian semiotika Michael Riffaterre.
2. Menginterpretasikan Pembacaan Hermeneutik dalam Buku Kumpulan
Sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng
Mammangka Kajian semiotika Michael Riffaterre.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan atau rujukan dalam
mengadakan penelitian ini lebih lanjut di bidang kebudayaan
khususnya, budaya Makassar.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian atau
kajian ilmiah dalam bidang kesusastraan, khususnya karya sastra puisi
berupa sajak.
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap
kemajuan dan perkembangan kajian sastra dengan pendekatan Teori
Semiotik Michael Riffaterre dalam hal ini Heuristik dan Hermeneutika.
7
2. Manfaat Praktis
a. Dalam bidang pariwisata dan budaya, hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai salah satu bentuk pelestarian asset budaya di
Sulawesi Selatan.
b. Dalam kehidupan bermasyarakat, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan informasi bagi masyarakat bahwa di
dalam tatana kehidupan, nilai moral harus dijunjung tinggi karena
tanpa moral, kehidupan tidak akan dapat tertata secara harmonis.
c. Dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai bahan rujukan dalam menyusun materi muatan lokal.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
Usaha untuk mencapai tujuan yang di inginkan dalam membahas masalah
yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di
dalam melakukan penelitian sebagai salah satu sistem berpikir ilmiah. Sehubungan
dengan itu, maka penulis membahas beberapa teori yang dianggap relevan dan
fokus yang dikaji dalam penelitian ini:
1. Penelitian yang Relevan
Berkaitan dengan penelitian kritik sosial dalam buku kumpulan Sajak
Makam Kenangan karya H. Kamaluddin DM dan Andhika Daeng
Mamamangka dengan menggunakan pendekatan teori semiotika Michael
Riffaterre dalam hal ini pembacaan secara heuristik dan heurmeneutika yang
akan dikaitkan dengan kritik sosial didalamnya. Meski demikian, ada beberapa
bahan penelitian yang dijadikan kajian dalam penelitian adalah sebagai berikut.
Pertama, Skripsi oleh Silfiana tahun (2006) yang berjudul “Pembacaan
Heuristik dan Heurmeneutika Kumpulan Sajak Le Cahier De Douai karya
Arthur Rimbaud” ada pun metodologi penelitian yang dipakai mengarah pada
penjelasan deskriptif kualitatif. Isi pembahasan meliputi pembacaan Heuristik
9
dan Heurmeneutika sebagai bentuk dari metode-metode dalam semiotik, dalam
hal Antologi Douai karya Arthur Rimbaud.
Kedua, Skripsi Indriani (2007) dalam “Nilai-Nilai Nasionalisme dalam
kumpulan puisi Perjalanan Penyair (sajak-sajak kegelisahan hidup) Karya
Putu Oka Sukanta. Tinjauan semiotika”. Berdasarkan analisis struktur, unsur-
unsur puisi terbentuk secara utuh dan terpadu dalam mencapai totalitas makna.
Adapun nilai-nilai nasionalisme yang terdapat dalam kumpulan puisi
perjalanan penyair (sajak-sajak kegelisahan hidup) adalah sikap bangga
menjadi bangsa Indonesia, rela berkorban demi ketuhanan, dan kemajuan
bangsa dan Negara, cinta tanah air, menjunjung nilai sebuah persatuan dan
kesatuan bangsa, menghargai jasa para pahlawan bangsa yang telah gugur
demi menegakkan kebenaran serta keadilan bangsa, dan berani membela
kebenaran dan keadilan demi terwujudnya cita-cita nasional bangsa.
Ketiga, Skiripsi Aliyah, 2010 UMS “Kritik sosial dalam kumpulan
sajak Terkenang Topeng Cirebon Karya Ajib Rosidi. Tinjauan Sosiologi
Sastra” mendeskripsikan struktur puisi dalam kumpulan sajak Terkenang
Topeng Cirebon karya Ajib Rosidi dengan tinjauan sosiologi Sastra.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan beberapa hal. Kritik Sosial
terhadap bidang politik yaitu “Panorama tanah air”, “Kau yang berbicara”,
“perumpamaan”, “pemandangan”, “tak tahu tempatku di mana”. Kritik social
terhadap bidang hukum dan bidang ekonomi yaitu puisi “cari Muatan”. Kritik
sosial terhadap budaya yaitu puisi “katakanlah” dan “sajak bunglon”. Kritik
10
sosial terhadap bidang pertahanan keamanan yaitu puisi “kusaksikan manusia”
kesamaan penelitian Aliyah dengan penelitian ini adalah terletak pada acuan
dan pendekatan yang digunakan, yaitu kritik sosial dengan menggunakan sajak
Terkenang Topeng Cirebon Karya Ajib Rosidi. Perbedaan penelitian terletak
pada pendekatan sosiologi sastra.
Adapun kesamaan penelitian Indriani (2007) dengan penelitian ini
terletak pada acuannya. Perbedaan penelitian Septa Indriani dengan penelitian
ini adalah aspek makna yang akan diungkap dalam puisi. Penelitian Septa
Indriani mengungkap nilai-nilai nasionalisme sedangkan penelitian ini berupa
kritik sosial.
2. Hakikat Sastra
Sastra adalah sebuah karya yang diciptakan atau dikarang oleh
seseorang. Wiyatmi (2012: 80) menyatakan bahwa karya sastra adalah karya
seni ciptaan sastrawan untuk mengkomunikasikan masalah sosial atau
individu yang dialami oleh masyarakat atau pengarangnya. Wujud penciptaan
karya sastra berbeda dengan penciptaan karya sastra lainnya seperti karya seni
tari atau seni ukir. Sejatinya sastra adalah tuturan.
Sastra adalah alat yang dijadikan sebagai petunjuk, pedoman, wasiat
tentang kehidupan. Dengan demikian, sastra juga dijadikan sebagai sarana,
alat, atau sumber belajar khususnya belajar tentang kehidupan. Saryono
(2009: 17), sastra bukan sekedar artefak (barang mati), tetapi sastra
merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang
11
dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi,
kesenian, dan kebudayaan.
Pradopo (2009: 124) menyatakan bahwa karya sastra merupakan
bentuk ekspresi secara tidak langsung, menyatakan pikiran atau gagasan
secara tidak langsung tetapi dengan cara lain. Karya sastra sulit dipahami oleh
masyarakat umum, kesulitan tersebut disebabkan oleh kata-kata yang
digunakan pengarang seringkali berpeluang pada terjadinya penafsiran yang
lebih beragam. Karya sastra seperti novel, cerpen atau teks drama yang
biasanya menggunakan bahasa yang lebih naratif dan deskriptif, berbeda
dengan bahasa puisi yang cenderung menggunakan bahasa padat dan
ekspresif.
Wellek dan Werren (2016: 21) mengungkapkan bahwa sastra
merupakan karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai unsur
pembentukan dan tanggapan refleksi realitas sosial kehidupan bermasyarakat.
Sugihastuti (2007: 82) karya sastra merupakan media yang digunakan
oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya.
Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan
pikiran-pikiran pengarang untuk disampaiakan kepada pembaca selain itu,
karya sastra juga merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai
masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan
melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai
fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali
12
oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam
bentuk naratif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah
karya seni artistik ciptaan manusia yang mengandalkan bahasa sebagai
mediumnya, memanfaatkan pengalaman sensorik-motorik yang diubah dalam
bentuk rekaan atau fiksi, serta berisi pengetahuan yang dapat memperkaya
intelektual, batin, sosial. Dan moralitas.
3. Hakikat Puisi
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima
“membuat” atau “poeisis”, dan dalam bahasa Inggris tersebut poem atau
poetry. Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada
dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin
berisi pesan atau gambaran singkat. Aminuddin (2009: 134) memberikan
pengertian puisi sebagai berikut:
Puisi adalah salah satu genre sastra yang dapat dikaji dari beberapaaspek, seperti stuktur, bahasa, jenis-jenisnya, dan sebagainya. Puisidapat dikaji dari segi struktur karena puisi merupakan sebuah strukturyang dibentuk dari banyak unsur. Dari segi bahasa, bahasa dalam puisiberbeda dengan bahasa karya sastra yang lain berbentuk prosa.
Puisi juga merupakan bentuk karya sastra yang paling padat dan
terkonsentrasi. Kepadatan komposisi tersebut ditandai dengan pemakaian
sedikit kata, namun mengungkapkan lebih banyak hal. Secara implisit puisi
13
sebagai bentuk sastra menggunakan bahasa sebagai media pengungkapnya.
Hanya saja bahasa puisi memiliki ciri tersendiri yakni kemampuannya
mengungkap lebih intensif dan lebih banyak ketimbang kemampuan yang
dimiliki oleh bahasa biasa yang cenderung bersifat informative praktis
(Siswantoro, 2010:23).
Menurut Aminuddin (2009: 136), jika ditinjau dari bentuk maupun
isinya, ragam puisi itu bermacam-macam. Ragam puisi itu setidaknya akan
dibedakan antara: (1) puisi epik, yaitu suatu puisi yang di dalamnya
mengandung suatu cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang
berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah, (2) puisi naratif,
yaitu puisi yang didalamnya mengandung suatu cerita, dengan pelaku
perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu
cerita, (3) puisi lirik, yaitu puisi yang berisi luapan batin individual
penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun
suasana batin yang melingkupinya, (4) puisi dramatic, yaitu salah satu jenis
puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang baik lewat
lakuan, dialog maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah
tertentu, (5) puisi didaktik, yaitu puisi yang mengandung nilai-nilai
kependidikan yang umumnya terampilan eksplisit, (6) puisi satirik, yaitu puisi
yang mengandung sindiran atau kritik kehidupan suatu kelompok atau
masyarakat, (7) romance, yaitu puisi berisi luapan rasa cinta seseorang
14
terhadap sang kekasih, (8) elegi, yaitu puisi ratapan yang mengungkapkan
rasa pedih seseorang, (9) ode, yaitu puisi yang berisi pujian terhadap tuhan.
Dari teori di atas, puisi (sajak) Makam Kenangan termasuk dalam puisi lirik
karena, H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka sebagai
pencipta puisi telah meluapkan perasaan pada saat itu melalui puisi tersebut.
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah
ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang
imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan karya
seni yang memiliki sifat dan ciri tersendiri. Salah satu cirinya terletak pada
kepadatan bahasa yang digunakan.
4. Struktur Puisi
Menurut Waluyo (2003: 25) mengemukakan bahwa puisi merupakan
bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara
imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa
dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Kata dalam puisi
berdasarkan bentuk dan isi dapat dibedakan antara lain: (1) lambang, yaitu
bila kata-kata itu mengandung makna seperti makna dalam kamus (makna
leksikal) sehingga acuan maknanya tidak merujuk pada berbagai macam
kemungkinan lain (makna denotatif). (2) Simbol, yaitu bila kata-kata itu
mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk memahaminya
seseorang harus menafsirkannya (interpretatif) dengan melihat bagaimana
15
hubungan makna kata tersebut dengan makna kata lainnya (analisis
kontekstual). (3) Utterance atau indice, yaitu kata-kata yang mengandung
makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian (Aminuddin,
2009: 140).
Kata sebagai suatu dari perbendaharaan kata sebuah bahasa
mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna,
pada umumnya makna kata dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan
makna kata yang bersifat konotatif. Makna denotatif adalah makna yang tidak
merujuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna murni).
5. Semiotika Michael Riffaterre
Riffaterre (1979: 1) mengatakan dalam bukunya Semiotic of Poetry
bahwa puisi selalu berubah oleh konsep estetik dan mengalami evolusi selera
perkembangan zaman. Namun, satu hal yang tidak berubah adalah puisi
menyampaikan pesan secara tidak langsung. Puisi merupakan sistem tanda
yang mempunyai satuan-satuan tanda (yang minimal) yang mempunyai
makna berdasarkan konvensi-konvensi (dalam) sastra (Pradopo, 2003: 122)
Sehingga, dalam sistem tanda tersebut harus dianalisis untuk menentukan
maknanya. Riffaterre mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mengetahui makna puisi secara utuh, yaitu pembacaan
heuristik, pembacaan hermeneutik, ketidaklangsungan ekspresi, mencari
matriks, model dan variasi serta hipogram.
16
a. Pembabacaan Heuristik
Pembacaan heuristik merupakan langkah pertama dalam
memaknai puisi secara semiotik. Menurut Pradopo (2008: 136)
pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya.
Untuk memperjelas arti, pembaca memberikan sisipan kata atau sinonim
kata yang diletakkan dalam tanda kurung. Begitu juga, struktur kalimatnya
sesuai dengan kalimat baku (berdasarkan tata bahasa normatif), sehingga
perlu susunan kalimatnya dibalik untuk memperjelas arti. Dalam puisi
sering kali ditemukan kata-kata yang tidak dipakai dalam bahasa sehari-
hari dan “keanehan” struktur kata. Pada tahap pembacaan heuristik arti
kata-kata dan sinonim-sinonim diterjemahkan atau diperjelas (Endraswara,
2011: 67). Pada pembacaan heuristik maka akan didapatkan “arti” dari
sebuah teks “Arti” adalah semua informasi dalam tataran mimetik yang
disajikan oleh teks kepada pembaca, bersifat tekstual dan bersifat
referensial sesuai dengan bahasa.
Jadi, pembacaan heuristik adalah pembacaan semiotika tingkat
pertama, yaitu berdasarkan struktur kebahasaan yang menerjemahkan
“keanehan” kata-kata dan struktur bahasa agar sesuai dengan bahasa
sehari-hari dan struktur kata berlaku. Pada tahap ini akan ditemukan arti
puisi tersebut secara tektual.
17
b. Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan hermeneutik dilakukan setelah pembacaan heuristik
dan merupakan pembacaan sistem semiotic tingkat kedua. Hermeneutik
berasal dari bahasa Yunani “hermeutike”, akar kata hermeneutik berasal
dan kata kerja “hermeneuien” yang berarti “menafsirkan” dan kata benda
“hermeneia” yang berarti “interpretasi”. Penjelasan dua kata ini dan tiga
bentuk dasar makna pemakaian aslinya, mengungkapkan, menjelaskan,
menerjemahkan, membuka karakter dasar interpretasi dalam teologi dan
sastra (Palmer, 2003: 14).
Hermeneutik sebagai salah satu aliran dalam telaah sastra
mengharapkan kehadiran seluruh aspek yang kongruen menunjang
terbentuknya teks sastra itu sebagai media utama dalam upaya memahami
makna teks sastra. Unsur-unsur itu meliputi latar kesejarahan pengarang,
unsur sosial budaya, proses kreatif penciptaan serta dunia yang diciptakan
pengarang lewat teks sastra. Bagi hermeneutik, keseluruhannya itu
merupakan suatu totalitas yang tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan
pada sisi lain, dunia yang diciptakan pengarang, seperti halnya dunia
dalam kehidupan sehari-hari ini tidak selamanya dapat dianalisis secara
rasional. Dalam hal seperti itulah unsur-unsur di luar teks sastra
memegang peranan dalam interpretasi (Aminuddin, 2009: 119).
18
Menurut Riffaterre (Pradopo, 2008: 97) mengemukakan bahwa
dalam pembacaan heremeneutik, sajak dibaca berdasarkan konvensi-
konvensi sastra menurut sistem semiotik. Sebagai ilmu maupun metode
mempunyai peran luas dan penting dalam filsafat. Sastra dan filsafat
hermeneutik disejajarkan dengan metode analisis isi. Diantara metode-
metode yang lain, hermeneutik adalah salah satu metode yang dapat
digunakan dalam penelitian teks sastra (Ratna, 2010: 44).
Jadi, Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif)
sesudah pembacaan heuristik dengan memberi konvensi sastranya
(Pradopo, 2003: 135). Pada tahap pembacaan ini, puisi dimaknai secara
keseluruhan. Tanda-tanda yang ditemukan dalam pembacaan heuristik
ditemukan makna yang sebenarnya.
c. Ketidaklangsungan Ekspresi
Karya sastra dalam hal ini puisi menggunakan bahasa sebagai
mediumnya. Bahasa berkedudukan sebagai bahan dalam hubungannya
dengan sastra disebut sebagai sistem semiotik tingkat pertama karena
sudah memiliki sistem dan konvensi sendiri. Sedangkan, sastra disebut
sebagai sistem semiotik tingkat kedua karena sastra memiliki sistem dan
konvensi sendiri yang mempergunakan bahasa (Pradopo, 2003: 121).
Seperti yang dikatakan Riffaterre bahwa puisi mengatakan sesuatu tetapi
memiliki makna yang lain. Artinya, puisi menyampaikan sesuatu secara
tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi tersebut menurut Riffaterre
19
disebabkan oleh tiga hal, yaitu (1) pergantian arti (displacing of meaning),
(2) penyimpangan arti (distorting of meaning), (3) penciptaan arti
(creating of meaning).
d. Menemukan Matriks, Model dan Variasi Puisi
Matriks merupakan sumber seluruh makna yang ada dalam puisi.
Biasanya matriks tidak hadir dalam teks puisi. Menurut Pradopo (2008:
299), matriks adalah kata kunci untuk menafsirkan puisi yang
dikonkretisasikan. Dalam memahami sebuah puisi, Riffaterre
mengumpamakan sebuah donat. Bagian donat terbagi menjadi dua yaitu
daging donat dan bulatan kosong di tengah donat. Kedua bagian tersebut
merupakan komponen yang tak terpisahkan serta saling mendukung.
Bagian ruang kosong donat tersebut justru memegang peranan penting
sebagai penopang donat. Maka sama halnya dengan puisi, ruang kosong
pada puisi, sesuatu yang tidak hadir dalam teks puisi tersebut pada
hakikatnya adalah penopang adanya puisi dan menjadi pusat makna yang
penting untuk ditemukan.
Ruang kosong tersebut adalah matriks. Matriks kemudian
diaktualisasikan dalam bentuk model, sesuatu yang terlihat dalam teks
puisi. Model dapat pula dikatakan sebagai aktualisasi pertama dari
matriks. Model merupakan kata atau kalimat yang dapat mewakili bait
dalam puisi. Bentuk penjabaran dari model dinyatakan dalam varian-
varian yang terdapat dalam tiap baris atau bait. Matriks dan model
20
merupakan varian-varian dari struktur yang sama. Dengan kata lain, puisi
merupakan perkembangan dari matriks menjadi model kemudian
ditransformasikan menjadi varian-varian.
e. Hipogram
Riffaterre (1979: 39) menyatakan bahwa setiap karya sastra
biasanya baru memiliki makna yang penuh jika dikaitkan dengan karya
sastra yang lain baik itu bersifat mendukung atau bertentangan. Hubungan
antara suatu karya sastra dengan karya yang lain disebut hipogram.
Hipogram juga dapat ditemukan dengan melihat keterkaitan suatu karya
sastra dengan sejarahnya. Pada dasarnya, hipogram adalah latar
penciptaan suatu karya sastra yang dapat meliputi keadaan masyarakat,
peristiwa dalam sejarah, atau alam dan kehidupan yang dialami oleh
penyair. Seperti halnya matriks, hipogram adalah ruang kososng yang
merupakan pusat makna suatu puisi yang harus ditemukan. Riffaterre
membagi hipogram dalam dua jenis yaitu hipogram potensial dan
hipogran aktual.
Hipogram potensial adalah hipogram yang tampak dalam karya
sastra, segala bentuk implikasi dari makna kebahasaan yang telah
dipahami dari suatu karya sastra. Hipogram ini dapat berupa presuposisi,
sistem deskripsi dan makna konotasi yang terdapat dalam suatu karya
sastra. Bentuk implikasi tersebut tidak terdapat dalam kamus namun sudah
ada dalam pikiran kita sendiri. Hipogram aktual merupakan keterkaitan
21
teks dengan teks yang sudah ada sebelumnya. Analisis semiotika
Riffaterre adalah analisis memaknai puisi dengan memperhatikan karakter
dari puisi dan melalui langkah kerja yaitu pembacaan heuristik,
pembacaan hermeneutik, mencari ketidaklangsungan ekspresi,
menemukan matriks, model, varian dan hipogram.
Berdasarkan uraian teori semiotika Michael Riffaterre di atas, penulis
lebih memfokuskan pada pembacaan heuristik yaitu berdasarkan struktur
kebahasaan yang menerjemahkan “keanehan” kata-kata dan struktur bahasa
agar sesuai dengan bahasa sehari-hari dan struktur kata berlaku atau arti
secara tekstual dan pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan ulang
(retroaktif) atau dimaknai secara keseluruhan. Tanda-tanda yang ditemukan
dalam pembacaan heuristik ditemukan makna yang sebenarnya. Kemudian
digunakan untuk mengemukakan kritik sosial yang terdapat dalam puisi
tersebut.
6. Masalah Sosial dalam Karya Sastra
Karya sastra merupakan salah satu media yang dapat dijadikan sebagai
sarana pengarang dalam menyampaikan gagasannya tentang suatu keadaan
atau permasalahan sosial, sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008: 243),
bahwa karya seni, khususnya sastra merupakan alat atau media untuk
menyatukan individu, kelompok, suku, dan bahkan antar bangsa. Seperti apa
yang disampaikan Faruk (2015: 46) bahwa sebagai bahasa, karya sastra
sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial
22
tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat karya sastra itu hidup dan
berlaku.
Karya sastra dapat juga dijadikan sebagai sarana aspirasi masyarakat
dan dapat pula dikatakan sebagai perjuangan nonfisik, Dalam kaitannya
dengan sastra, pengarang merupakan sosok sentral dalam menyisipkan
pandangannya terhadap dunia melalui karyanya. Meskipun pengarang
memiliki daya kreativitas yang tinggi, lingkungan sekitar (masyarakat) secara
tidak langsung mempengaruhi bagaimana ia menyikapi kehidupannya.
a. Masalah Sosial
Dalam kehidupan sosial banyak permasalahan sosial yang tidak dapat
dihindari oleh manusia, misalnya masalah ekonomi, kemiskinan,
kejahatan, dan peperangan. Berbagai permasalahan tersebut mendorong
manusia untuk melakukan kritik. Kritik yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat disebut kritik sosial. Salah satu cara yang bisa digunakan
untuk melakukan kritik adalah melalui karya sastra.
Kata kritik berasal dari kata krinein, bahasa Yunani, yang berarti
menghakimi, membanding, atau menimbang. Kata krinein menjadi
pangkal atau asal kata kreterion yang berarti dasar, pertimbangan, atau
penghakiman. Orang yang melakukan pertimbangan dan penghakiman itu
disebut krites yang berarti hakim. Bentuk krites itulah yang menjadi dasar
kata kritik yang digunakan hingga sekarang (Semi, 1989: 7). Kata sosial
dalam hal ini berhubungan dengan interaksi dengan masyarakat. Interaksi
23
yang dilakukan warga masyarakat mengacu pada permasalahan yang
melibatkan banyak orang dan sering disebut dengan kepentingan umum,
manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat semestinya
mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan individu.
Maslah sosial merupakan suatu upaya yang dilakukan seseorang untuk
memberikan penilaian terhadap persoalan atau kenyataan sosial yang
terjadi di masyarakat. Kenyataan sosial yang dikritik adalah kenyataan
sosial yang dianggap menyimpang dalam suatu masyarakat dalam kurun
waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat diungkapkan dengan cara
mengamati, menyatakan kesalahan, memberi pertimbangan, dan sindiran
guna menentukan nilai hakiki suatu masyarakat lewat pemahaman,
penafsiran, dari kenyataan-kenyataan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengertian Masalah sosial tersebut memberi batasan masalah sosial selalu
disertai dengan 1) penilaian yang dilakukan oleh seseorang, 2) masalah
sosial digunakan untuk menentukan nilai hakiki suatu masyarakat, 3)
masalah sosial didasarkan pada kenyataan sosial, 4) bentuk penyampaian
masalah sosial dengan cara mengamati, menyatakan kesalahan, memberi
pertimbangan, dan sindiran.
Istilah kritik seperti yang diketahui adalah usaha untuk membedakan
pengalaman (jiwa) dan memberikan penilaian kepadanya. Jadi, masalah
sosial lahir dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam sebuah
kelompok masyarakat, termasuk hal-hal yang menyangkut persoalan
24
bangsa dan negara (Pardi, 2003: 185). Masalah sosial muncul karena
adanya konflik sosial. Konflik sosial itu meliputi ketimpangan sistem
sosial, kemiskinan, kebijakan pemerintah yang tidak merakyat, konflik
antar etnik, dan peperangan. Dengan adanya konflik sosial, masyarakat
menyuarakan pendapat, tanggapan, dan celaan terhadap hasil tindakan
individu atau kelompok masyarakat. Hal ini terjadi komunikasi di dalam
masyarakat yang berwujud kritik sosial. masalah sosial bertujuan untuk
mewujudkan inovasi sosial sehingga tercapailah harmonisasi sosial.
Persoalan-persoalan sosial yang menjadi bahan kritik, biasanya bersifat
multipolitis, ekonomi, kemasyarakatan, kultural, bahkan juga religius.
Pengertian kritik juga dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tahun 2008 adalah kecaman atau tanggapan untuk menilai baik
buruknya suatu pendapat, hasil karya, dan sebagaianya. Berdasarkan
Kamus Istilah Sastra, kritik adalah evaluasi dan analisis dari segi bentuk
dan isi melalui proses menimbang, menilai dan memutuskan. masalah
yang ilmiah mempertimbangkan keburukan dan kebaikan, kebenaran dan
kesalahan, serta memberikan penilaian yang masuk dan tidak mengobrol
pujian atau cacian. Soekanto dan Sulistyowati (2015: 312), masalah sosial
merupakan ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan dan
masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial atau
menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok
sosial tersebut sehingga menimbulkan kepincangan ikatan sosial.
25
Masalah sosial dalam sastra identik pula dengan dominannya masalah
sosial dalam kehidupan di luar sastra (Abdullah, 2014:11). permasalahan
dalam sastra tidak semata-mata merupakan permasalahan yang imajinatif.
Permasalahan itu didasari permasalahan yang hidup di sekeliling sehingga
sastra itu dilahirkan, karena bagaimanapun juga, pengarang adalah salah
satu anggota masyarakat di dalam aktivitas sosial terjadi.
Kritik dapat diterapkan pada berbagai objek, salah satunya ialah
masyarakat, atau sering disebut sebagai kritik sosial. kritik sosial adalah
salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau
berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau
proses bermasyarakat (Abdullah, 2014: 11). Kritik sosial merupakan
sebuah sarana komunikasi dalam menyampaikan gagasan baru disamping
menilai gagasan lama untuk menciptakan suatu perubahan sosial.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kritik sosial
merupakan suatu masukan, sanggahan, sindiran, tanggapan, ataupun
penilaian terhadap sesuatu yang dinilai menyimpang atau melanggar nilai-
nilai yang ada di dalam kehidupan masyarakat.
selanjutnya juga ditambahkan bahwa kritik sosial dalam sastra bisa
disampaikan melalui sarana gaya bahasa, peribahasa, kiasan semboyan
dan berbagai manifestasi metaforis dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik
sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang
26
pengarang, dengan cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-
persoalan yang ia lihat pada masyarakat. Sedangkan, tanggapan tersebut
biasanya disertai dengan pertimbangan atau pemikiran pengarang.
Tanggapan atau ketimpangan-ketimpangan yang berbentuk kritik dalam
karya sastra dapat pula berasal dari sebagian orang atau sebagian
kelompok yang merasakan dampak dari ketimpangan-ketimpangan yang
terjadi. Pada umumnya pengarang mencoba menyatakan kesalahan atau
ketimpangan dalam masyarakat yang ia ketahui dan ia dengar melalui
bentuk sindiran, ejekan, bahkan celaan dengan tujuan menyadarkan objek
sasaran.
Adapun batasan masalah sosial yang dibahas dalam penelitian ini
adalah masalah sosial yang berdasarkan pada kenyataan-kenyataan sosial.
Kenyataan sosial yang dikritik adalah kenyataan sosial yang dianggap
menyimpang dalam suatu masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu.
Penulis bermaksud menganalisis masalah-masalah sosial yang muncul
dalam budaya masyarakat tertentu, dikhususkan pada masyarakat Suku
Konjo dengan latar belakang waktu, tempat, dan budaya pengarang.
b. Masalah Sosial dalam Karya Sastra
Karya sastra melalui medium bahasa figuratif konotatif memiliki
kemampuan yang jauh lebih luas dalam mengungkapkan masalah-masalah
yang ada di masyarakat (Ratna, 2003: 23). Lebih lanjut menurut Ratna
(2011:335) diantara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan
27
drama, genre puisilah, khususnya sajak yang dianggap paling dominan
dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan
diantaranya: a) sajak menampilkan unsur-unsur cerita yang lebih lengkap,
memiliki media yang paling luas, menyajikan masalkah-masalah
kemasyarakatan yang juga luas, b) bahasa sajak cenderung menggunakan
bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan oleh masyarakat.
Oleh karena itulah, dikatakan bahwa sajak merupakan genre yang
sosiologis dan responsiv sebab sangat pekat terhadap fluktuasi
sosiohistoris.
Sastrawan sebagai anggota masyarakat berusaha mengkomunikasikan
masalah-masalah yang ada di masyarakat dengan cara menciptakan suatu
karya sastra, yang mengandung kritik di dalamnya. Kedudukan sastrawan
dalam menyampaikan kritik dapat berupa individu atau mewakili
masyarakat.
Masalah sosial dalam karya sastra memiliki kesamaan dengan kritik
sosial dalam pengertian umum atau kritik sosial dalam media massa.
Kesamaan tersebut terletak pada kemampuannya untuk mengungkapkan
segala problem sosial. Damono (1979: 25) berpendapat bahwa kritik sosial
dalam karya sastra (dewasa ini) tidak lagi hanya menyangkut hubungan
antara orang miskin dan orang kaya, kemiskinan dan kemewahan. Kritik
sosial mencakup segala macam masalah sosial yang ada di masyarakat,
28
hubungan manusia dengan lingkungan, kelompok sosial, penguasa dan
institusi-institusi yang ada.
Masalah sosial merupakan interpretasi sastra dalam aspek-aspek sosial
dalam masyarakat. Melalui karya sastra, kritik sosial yang berpengaruh
tidak langsung kepada masyarakat dapat disampaikan secara terbuka
Maksudnya, masyarakat memiliki kebebasan untuk menilai atau
mengkritik, setuju atau tidak, terhadap kritik sosial yang disampaikan
dalam karya sastra. Keputusan untuk menerima atau menolak kritik sosial
itu didasarkan pada interpretasi masing-masing individu dalam
masyarakat, setelah itu masyarakat akan bereaksi terhadap kritik sosial
yang disampaikan oleh karya sastra. Hal itulah yang dimaksud kritik
sosial dalam karya sastra berpengaruh tidak langsung.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa karya sastra dapat
berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan masalah-masalah dan
kritik sosial, agar tercipta kondisi sosial yang lebih padu.
c. Jenis – Jenis Masalah Sosial
Penelitian Pada penelitian ini peneliti mengklasifikasikan jenis-jenis
kritik sosial berlandaskan pada konsep sosiologi sastra Marx, dengan
pengembangan konsep konflik sosial berdasarkan konsep lembaga-
lembaga kemasyarakatan, sehingga peninjauan kritik dilakukan
berdasarkan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
29
Dalam konsep sosiologi sastra Marx dijelaskan bahwa eksistensi sastra
sebagai produk pikiran dan perasaan manusia ditentukan oleh faktor di
luar sastra, yaitu struktur material masyarakat (Kurniawan, 2011:46).
Dalam menganalisis sastra dengan metodologi analisis sastra Marx,
terdapat tiga paradigma yakni: pertama analisis terhadap aspek di luar
sastra, yaitu struktur kelas ekonomi masyarakat yang menjadi faktor
determinasi sastra, yang dilakukan dengan mengidentifikasi latar sosial
yang menjadi konteks terjadinya peristiwa. Kedua, analisis terhadap relasi
struktural sastra dengan struktur masyarakat, yang tinjauan akhirnya
adalah mengidentifikasi fenomena sosial masyarakat yang menjadi acuan
dari perspektif konflik sosial antar kelas. Ketiga, analisis fungsi sosial
sastra.
Menurut Soekanto (2017:395) pada hakekatnya masalah-masalah
sosial yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala-gejala yang tidak
dikehendaki atau gejala patologis. Gejala-gejala tersebut akan
menyebabkan kekecewaan dan penderitaan bagi warga masyarakat. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa masalah-masalah sosial yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial.
Dalam keadaan normal terdapat integrasi yang sesuai antara lembaga-
lembaga kemasyarakatan sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini
(Soekanto, 2017: 398-399).
30
Masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat
dikurangi atau bahkan diatasi dengan berbagai cara. Salah satunya adalah
dengan mengemukakan kritik. Hal ini sesuai dengan teori tindakan yang
dikemukakan oleh (Beilharz, 2003: 293), bahwa tindakan adalah perilaku
yang disertai aspek “upaya” subyektif dengan tujuan membawa kondisi-
kondisi situasional atau “isi kenyataan”, lebih dekat dengan keadaan
“ideal” atau yang ditetapkan secara normatif. Melalui kritik sosial,
diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di
dalam masyarakat, sehingga keadaan yang ideal dan harmonis dapat
terwujud.
Berdasarkan uraian di atas maka masalah sosial pada penelitian ini
diklasifikasikan menjadi sembilan aspek, meliputi politik, ekonomi,
kebiasaan, pendidikan, keluarga, moral, gender, agama, dan teknologi.
Pembagian ini didasarkan pada pembagian lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang meliputi: politik, moral, pendidikan, agama, rumah
tangga, ekonomi dan kebiasaan. Aspek-aspek ini kemudian dikembangkan
lagi menjadi sembilan aspek dengan membagi aspek kebiasaan menjadi
dua, yaitu aspek kebudayaan dan aspek gender, karena gender dan budaya
merupakan aspek yang sama-sama berakar pada kebiasaan masyarakat.
Aspek ekonomi dikembangkan menjadi dua, yakni ekonomi dan
teknologi. Sebab teknologi terlahir seiring dengan perkembangan ekonomi
dan industri. Masalah-masalah yang ada sebenarnya adalah bagian dari
31
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang muncul karena ketidakstabilan
kondisi baik itu individu maupun kelompok.
1) Permasalahan Sosial dalam Politik
Sistem politik adalah aspek masyarakat yang berfungsi untuk
mempertahankan hukum dan keterlibatan di dalam masyarakat dan
untuk menegetahui hubungan-hubungan eksternal di antara dan
dikalangan masyarakat (Sanderson, 1993: 295). Sumaadmaja (1980:
42) mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk berpolitik karena
manusia mempunyai kemampuan untuk mengatur kesejahteraan,
keamanan, dan pemerintahan di dalam kelompoknya. Manusia adalah
makhluk yang dapat mengatur pemerintahan dan kenegaraannya.
Dalam usaha mengatur pemerintahannya, manusia harus menjalankan
suatu mekanisme yang sesuai sehingga tidak terjadi ketimpampangan-
ketimpangan yang akan merugikan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (1993: 295-296)
yang membagi mekanisme politik menjadi tiga aspek, yaitu pengaruh,
kekuasaan dan kewenangan (authority). Pengaruh merupakan suatu
proses informal kontrol sosial yang ketat yang terjadi sebagai akibat
dari adanya interaksi sosial yang erat. Seorang pemimpin yang
mempunyai pengaruh, tidak mempunyai kemampuan untuk memaksa
orang lain untuk mematuhi perintahnya, melainkan hanya bisa
menghimbau dan menganjurkan.
32
Mekanisme lain yang harus dijalankan dalam
pemerintahan adalah kekuasaan (power). Kekuasaan adalah
kemampuan untuk mengendalikan orang lain, dalam hal ini kekuasaan
memiliki unsur yang tidak dimiliki oleh pengaruh, yaitu kemampuan
untuk memadamkan perlawanan dan menjamin tercapainya keinginan
penguasa itu. Aspek terakhir yang dalam mekanisme politik adalah
kekuasaan (authority). Kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan kekerasan. Kekuasaan dapat melawan keinginan
orang dan membuatnya patuh pada peraturan atau kebijakan yang
ditetapkan penguasa pemerintahan, walaupun dengan menggunakan
jalan-jalan kekerasan.
Ketiga aspek dalam mekanisme politik tersebut harus
dijalankan sesuai dengan porsi skala prioritas masing-masing aspek.
Apabila ada satu aspek yang mendominasi, maka akan terjadi suatu
ketimpangan. Misalnya, apabila aspek kekuasaan lebih mendominasi
dari pada aspek lain, maka akan mengarah pada bentuk pemerintahan
yang otoriter. Apabila dibiarkan terus-menerus, ketimpangan tersebut
akan berkembang menjadi masalah-masalah sosial yang merugikan
rakyat sebagai anggota masyarakat. Bentuk-bentuk penyimpangan dan
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat dapat mendorong
sastrawan untuk menciptakan karya sastra yang bermuatan kritik.
33
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Permasalahan
Sosial dalam politik merupakan masalah yang muncul seiring dengan
terjadinya ketimpangan pada aspek-aspek politik yang meliputi
pengaruh, kekuasaan, dan kewenangan. Ketimpangan bisa terjadi
apabila mekanisme politik tidak dijalankan sesuai dengan porsi skala
prioritas masing-masing aspek.
2) Permasalahan Sosial dalam Ekonomi
Menurut (Beilharz, 2003: 2), ekonomi merupakan instansi
determinan yang paling berpengaruh terhadap masyarakat, meskipun
sebagai determinan, namun ia tidak dominan. Ekonomi menjadi sangat
pentingdalam masyarakat apabila tingkat ekonomi di masyarakat
belum setara. Akan tetapi, ketika keadaan ekonomi dalam suatu
masyarakat telah mapan, maka faktor yang menjadi prioritas bagi
masyarakat bukan lagi faktor ekonomi, melainkan faktor lain,
misalnya faktor budaya, moral, dan sebagainya.
Masalah-masalah ekonomi merupakan persoalan-persoalan
yang menyangkut cara bagaimana manusia memenuhi kebutuhan
materinya dari sumber daya yang terbatas jumlahnya, bahkan dari
sumber daya yang langka adanya (Sumaadmadja, 1980: 77).
Soekanto (2017: 320) berpendapat bahwa salah satu masalah
ekonomi adalah kemiskinan, yang merupakan suatu keadaan di mana
seorang tidak sangup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
34
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga
mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Keadaan kaya dan
miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai
saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbul nilai-nilai
sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh
dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu
kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial.
Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonomisnya sehingga
mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin.
Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial apabila perbedaan
kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas.
Pada masyarakat yang bersahaja susunan dan organisasinya,
mungkin kemiskinan bukan merupakan masalah sosial karena mereka
menganggap bahwa semuanya telah ditakdirkan sehingga tidak adanya
usaha-usaha untuk mengatasinya. Mereka tidak akan terlalu
memperhatikan keadaan tersebut kecuali apabila mereka betul-betul
menderita karenanya. Faktor-faktor yang menyebabkan mereka
membenci kemiskinan adalah kesadaran bahwa mereka telah gagal
untuk memperoleh lebih daripada apa yang telah dimilikinya dan
perasaan akan adanya ketidakadilan (Soekanto, 2017: 320).
Dalam memenuhi kebutuhan materinya, masih banyak terdapat
ketimpangan-ketimpangan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat,
35
misalnya masalah pengangguran, kurangnya lapangan pekerjaan, dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
Permasalahan Sosial dalam ekonomi adalah masalah yang muncul
akibat adanya ketimpangan ekonomi di masyarakat, misalnya
pengangguran, kemiskinan, tingginya harga bahan pokok, dan
kurangnya lapangan pekerjaan.
3) Permasalahan Sosial dalam Pendidikan
Pendidikan secara luas merupakan pembentukan kepribadian,
kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan kehidupan sosial
pada umumnya (Sumaadmadja, 1980: 89). Definisi lain mengenai
pendidikan dikemukakan oleh Ahmadi (2001: 70), bahwa pendidikan
pada hakekatnya suatu kegiatan secara sadar dan disengaja, serta
penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada
anak, sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut
mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-
menerus.
Dengan pendidikan, manusia dapat menghadapi masalah-
masalah yang terjadi pada dirinya sendiri dan masyarakat. Masalah
pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan,
sehingga pendidikan tidak dapat dipisahkan sama sekali dengan
36
kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan
bangsa dan negara (Ahmadi, 2001: 98).
Lebih lanjut dikemukakan mengenai masalah-masalah
pendidikan yang terjadi dalam masyarakat. Masalah-masalah tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pendidik, baik pendidik
dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat serta faktor masalah yang
bersumber pada anak didik itu sendiri.
Masalah-masalah yang disebabkan oleh faktor pendidik antara
lain: masalah kemampuan ekonomi, kemampuan pengetahuan dan
pengalaman, kemampuan skill, kewibawaan, kepribadian, attitud
Berdasarkan bait ketiga pada sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Larangan
memeluk lutut dan bertopang dagu. Larangan untuk orang agar tidak
bersiul di dalam rumah. Larangan untuk orang agar tidak menunjuk
batu nisan kuburan. Larangan untuk orang agar tidak melangkahi
batang pohon kelor. Objek dalam sajak ini adalah bentuk larangan
seperti, dagu, batu nisan kuburan, dan batang pohon kelor yang
disampaikan agar tidak melakukannya.
Bait Keempat
Larangan(untuk) orang(tidak) memotong rambut (padawaktu)malamhariLarangan(untuk) orang(tidak) meratapi jika (sedang)mengalamikematian
Berdasarkan bait keempat pada puisi tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
larangan untuk orang tidak memotong rambut pada waktu malam hari.
larangan untuk orang tidak meratapi jika sedang mengalami kematian.
Dari bait sajak tersebut dijelaskan bahwa bentuk larangan seseorang
yang meratapi kematian baik itu keluarga maupun orang terdekatnya.
55
Bait Kelima
Ini(lah) dunia (yang) banyak larangan(nya)Sejak zaman dahulu (dan)sejak zaman nenek moyangJika ada (seorang)gadis (sedang)menyanyi di dapur (maka)jodohnyaorangtuaLarangan(bagi) orang bernazar jika (tidak)dilakukan setelahnya
Berdasarkan bait kelima pada puisi tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
inilah dunia yang banyak larangannya. Sejak zaman dahulu dan sejak
zaman nenek moyang. Jika ada seorang gadis sedang menyanyi di
dapur maka jodohnya orang tua. Dari bait sajak kata nenek moyang
adalah orang terdahulu atau leluhur dijadikan panutan yang
menyampaiakan banyaknya larangan di dunia ini.
Bait Keenam
Larangan(untuk) orang bermain gitar di dalam rumahLarangan memukul dinding atau lantai rumah jika (waktu)malamsebab tikus akan naik(kerumah)Larangan(bagi) kita berkata tikam lalu kita tidak melaksanakannya
Berdasarkan bait keenam pada puisi tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
larangan untuk orang bermain gitar di dalam rumah. Larangan
memukul di dinding atau lantai rumah jika waktu malam sebab tikus
akan naik ke rumah. Larangan bagi kita berkata tikam lalu kita tidak
melaksanakannya.
Bait Ketujuh
Ini(lah) Sebagian kecil (yang)terlarang, (yang)dipercaya orang(ter)dahulu dan Tenang hidupnya. (maka)Percaya atau tidak percaya(eng)kau(lah) yang tahu (antara)baik dan buruk. (eng)kau(lah) yangmengetahui makna dalam pesannya(maka)Belajar engkau agar pandai membaca belakang surat.
56
Berdasarkan bait ketujuh pada sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
sebagaian larangan telah dipercaya oleh orang terdahulu sehingga
hidupnya tenang oleh sebab itu, percaya atau tidak percaya hanya
engkaulah yang mengetahui antara yang baik dan buruk. Engkau pula
yang mengetahui makna dalam setiap pesannya maka dari itu
belajarlah engkau agar pandai membaca belakang surat. Dari bait
sajak telah mengisyaratkan bahwa kita yang mengetahui antara yang
baik dan buruk dengan belajar dari belakang surat atau buku.
b. pada Sajak “Papekang”
Pembacaan heuristik ini, sajak terlebih dahulu ditransliterasi
kedalam bahasa indonesia kemudian, dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata atau
sinonim kata-katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan heuristiknya.
Bait Pertama
Di waktu subuh(hari)Di saat langit (mulai)terbukaKakimu (telah)berada di antara ombakMemegang tali pancing dan pancingMemikul dayung
Judul sajak “Pemancing” memiliki arti tentang kehidupan seseorang
ditengah laut. Berdasarkan bait pertama dari sajak tersebut yang di
baca dengan metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai
berikut. Pada waktu subuh hari disaat langit mulai terbuka seorang
57
nelayan yang kakinya telah berada diantar ombak laut membawah tali
pancing dan dayungnya.
Bait Kedua
Pada sampan (yang)cadiknya (hanya)sebelahMengulur kehidupan (dan)menyibak takdir(di)dalam perut lautan yang biru(eng)kaulah itu benteng hidupnya (bagi)orang kota(eng)kaulah itu (yang)mengenyangkan (bagi)orang kota
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang sampan
yang hanya memiliki cadik sebelah mengarungi lautan biru dijelasakn
dalam sajak “di perut lautan yang biru” kemudian, “engkaulah
benteng hidupnya dan mengenyangkan orang kota” kalimat tersebut
menjelaskan tentang hasil yang ditangkap oleh pemancing setelah
mengarungi lautan biru.
Bait Ketiga
Kabut(ditengah laut) dan badai hujanTak bergeming (dan)tak takut (eng)kau dilautOmbak (yang)datang didepan dibelakang (eng)kau (hanya) berlariDiatasnya Angin dari samping (eng)kau (hanya)menertawakannyaDuduk sendiri(an) tak berbicara (dan)tak (pernah)melihat kedaratanMenunggu (seekor)ikan merah memakan umpanmu
Berdasarkan bait ketiga dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
menceritakan kabut ditengah laut dan badai hujan membuat dirinya
tidak takut di tengah lautan bahkan ombak yang datang di depan dan
belakang hanya menertewakannya. kalimat ini menjelaskan bahwa
betapa berani dirinya berada di tengah lautan tanpa melihat ke daratan
hanya karena menunggu seekor ikan merah memakan umpannya.
58
Bait Keempat
Datanglah (terik)matahariMenetes(lah) keringatmuHitamlah (eng)kauTapi (eng)kau tak (pernah)mengeluh disusahnya (ke)hidup(an)
Berdasarkan bait keempat dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan matahari yang mulai di atas ubun-ubun. terik matahari
membuat dirinya menetesakan keringat dan kulit tubuhnya menghitam
tetapi dia tidak pernah mengeluh dengan kehidupan yang dijalaninya.
Bait Kelima
Pemancing(eng)kaulah bunga-bunga surgaSebab (eng)kau berani sendiri(an) ditengah lautMencari rezeki untuk anak dan istrimuSehingga membuat suapan orang (per)kota(an) besar
Berdasarkan bait kelima dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan nelayan yang dijadikan bunga-bunga surge sebab sikap
berani di tengah lautan hanya mencari rezeki untuk anak dan istrinya.
kalimat ini menjelaskan bahwa nelayan yang merupakan pekerjaan
yang mulia sehingga membuat orang perkotaan dapat menikmati hasil
dari tangkapannya.
c. pada Sajak “Buruqneki Intu Anaq”
Pembacaan heuristik ini, sajak terlebih dahulu ditransliterasi
kedalam bahasa indonesia kemudian, dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata atau
59
sinonim kata-katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan heuristiknya.
Bait Pertama
Berjalan(lah) engkau (wahai)anakMenyebrangi lautanMembawa tasmuMembawa badiq atau sangkur (di)dalam lidahmuMencari (ke)hidup(an)mu di duniaBekal (yang)tak habis di akhirat
Judul sajak “Lelaki engkau anak” memiliki arti tentang pesan orang
tua kepada anaknya yang menanamkan semangat hidup. Berdasarkan
bait pertama dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang seorang
anak yang berjalan menyebrangi lautan dengan membawa tas untuk
mencari kehidupannya di dunia.
Bait Kedua
(eng)kaulah itu anakLelaki yang berdiri di (atas)kata-katanyaJika pergi di ingat bagai(kan) (buah)kelapaJika pergi di ingat bagai(kan) minyaknikmat di (dalam)cerita-ceritanya
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Menceritakan
tentang anak yaitu sosok lelaki yang harus mampu berpegang teguh
dari setiap ucapannya dijelasakan dalam sajak “engkaulah itu anak
lelaki yang berdiri di atas kata-katanya). Selanjutnya, jika dia pergi
akan di ingat bagaikan kelapa dan dikenang bagaikan minyak
sehingga nikmat dalam ceritanya.
Bait Ketiga
60
(eng)kaulah itu anakPemberani (disetiap)keturunanmuLelaki balibiq keturunanmuAyam korona keturunanmuBuriq-buriq keturunanmu
Berdasarkan bait ketiga dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang lelaki yang memiliki keturunan pemberani
dijelaskan dalam sajak “lelaki balibiq keturunanmu, ayam korona
keturunanmu, buriq-buriq keturunanmu” kalimat tersebut memiliki
arti yaitu balibiq, korona, dan buriq-buriq merupakan keturunan yang
memiliki keistimewaan dalam setiap keturunannya.
Bait Keempat
(eng)kaulah itu anakPelita tak redup(meskipun) di tiup anginMatahari bagi (setiap)orang (yang)kesulitanBenteng (untuk)tempat sandaran (bagi)orang biasa
Berdasarkan bait keempat dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan tentang anak lelaki yang harus memiliki semangat hidup
yang kuat dijelaskan dalam sajak “engkaulah itu anak pelita tak redup
meskipun ditiup angin”. Selanjutnya dalam sajak “matahari bagi
setiap orang yang kesusahan, benteng untuk tempat sandaran bagi
orang biasa” kalimat tersebut memiliki arti bahwa matahari
dilambangkan sebagai bentuk sifat dermawan sedangkan benteng bagi
setiap orang biasa adalah orang yang dapat dijadikan panutan dalam
hidupnya.
61
Bait Kelima
(eng)kaulah itu anakLelaki (yang)mengusir kehidupan(nya) (sendiri)Menikahi kematian(mu) (sendiri)
Berdasarkan bait kelima dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menceritakan anak lelaki yang menjalani kehidupannya yang
dijalaninya dijelaskan dalam sajak “lelaki yang mengusir
kehidupanmu sendiri dan menikahi kematianmu sendiri” kalimat
tersebut memiliki arti bahwa kehidupan anak lelaki tersebut berbeda
jauh dengan kehidupan yang diinginkannya bahkan dia harus mampu
bertahan walau dalam keadaan mati sekalipun.
Bait Keenam
(eng)kaulah itu anakCucunya (keturunan) (nabi)adam(yang) (mampu)Berdiri di alifDibentengi nun (dan) dibentengi ba
Berdasarkan bait keenam dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut.
Menjelaskan tentang anak yang merupakan keturunan dari nabi adam
sebagai kahalifah dan bertanggung jawab di dalam kehidupannya
dijelaskan dalam sajak “ engkaulah itu cucunya keturunan nabi adam
yang mampu berdiri di alif di bentengi nun dan ba” kalimat tersebut
memiliki arti bahwa anak lelaki tersebut harus sadar bahwa dia adalah
cucu nabi adam yang berdiri pada alif (tidak pernah mati) dan
dibentengi oleh keyakinan dan agama( nun dan ba)
62
d. pada Sajak “Panangkala”
Pembacaan heuristik ini, sajak terlebih dahulu ditransliterasi
kedalam bahasa indonesia kemudian, dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata atau
sinonim kata-katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan heuristiknya.
Bait Pertama
Dua ekor sapi(sedang)Manarik bajakmuMembalik tanah (dan)batu-batuMembalik tanahMembalik takdirTak pernah ragu-ragu (melakukannya)
Judul sajak “Pembajak Sawah” memiliki arti tentang kerja keras yang
dilakukan oleh pembajak sawah atau petani dalam menghasilkan
sumber kehidupan. Berdasarkan bait pertama dari sajak tersebut yang
di baca dengan metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai
berikut. Tentang dua ekor sapi yang sedang menarik bajak dari
pembajak sawah tersebut. Pembajak sawah tersebut membalik tanah
dan batu-batu serta membalik takdir dan tak pernah ragu-ragu
melakukannya. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa betapa kerasnya
kehidupan pembajak sawah dalam menghasilkan sumber
kehidupannya.
Bait Kedua
Dua ekor sapi(milikmu)Menemanimu di kebun (dan)Menemanimu di sawah
63
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang dua ekor
sapi yang menemanni pembajak di kebun dan sawahnya hal ini dapat
dijelaskan dalam sajak “dua ekor sapi menemanimu di kebun dan
menemanimu di sawah” pada sajak tersebut memiliki arti bahwa dua
ekor sapi tersebut selalu menemani pembajak sawah dalam
menyelesaikan pekerjaan baik di kebun maupun sawahnya.
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Menceritakan
tentang tetesan keringat saat bekerja dapat menyuburkan jagung dan
padi miliknya hal ini dijelaskan dalam sajak “tetesan keringatmu
dapat menyuburkan jagung dan padimu” kalimat memiliki arti bahwa
kerja keras yang dilakukan pembajak sawah tersebut membuat tiap
tetesan keringatnya menyuburkan jagung dan padinya. Selanjutnya
pada sajak “melunakkan kerasnya hidupmu dan menjadi pintu
hidupmu” memiliki arti yaitu setiap pekerjaan berat yang dihadapi
dalam hidupnya tidak pernah mengeluhkannya.
Bait Keempat
Pembajak sawah(eng)kaulah itu orang (yang)diangkat menjadi (seorang)guruSebab (eng)kau tak (pernah)mengeluh diberatnya (pe)kerjaanmu
64
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Menceritakan
pembajak sawah yang memiliki sifat sabar dan tidak pernah mengeluh
dalam menjalani hidupnya yang begitu keras. Hal ini dijelaskan dalam
sajak “engkaulah orang yang diangkat menjadi seorang guru sebab
engkau tak pernah mengeluh di beratnya pekerjaanmu”.
e. pada Sajak “Neqneq lalang pangnguqrangi”
Pembacaan heuristik ini, sajak terlebih dahulu ditransliterasi
kedalam bahasa Indonesia kemudian, dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata atau
sinonim kata-katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan heuristiknya.
Bait Pertama
Dahulu(ketika)Kabut masih ada(burung)Gagak dan (burung)gelatik bersahutanKicauan (seekor)cui-cui (yang)diselingi kidung (seorang)pembajakMenyambut (datangnya)pagi (di)desa ara
Judul sajak “Nasi Jagung Halus dalam Kenangan” memiliki arti
tentang suapan orang terdahulu disebuah desa yang begitu halus dan
menyetuh rasa tetapi kini telah tergantikan. Berdasarkan bait pertama
dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode pembacaan heuristik
dapat dibaca sebagai berikut. Menceritakan tentang dahulu disebuah
desa ketika suasana di pagi buta dijelaskan dalam sajak “ketika kabut
masih ada burung gagak dan burung gelatik bersahutan” dalam sajak
tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat subuh atau pagi buta orang
65
di desa tersebut yaitu petani telah melakukan aktifitasnya sembari
menyambut datangnya pagi hari.
Bait Kedua
Suara Timborong (yang)menyeruling (dan)Bunyi serung (di)dapur (begitu)Asyik terdengar
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang suara yang
menyeruling yang dihasilkan timborong seperti dalam kutipan sajak
“suara timborong yang menyeruling dan bunyi serung di dapur begitu
asyik terdengar” kalimat tersebut dapat dijelaskan bahwa suara yang
menyeruling dan begitu asik dihasilkan timborong adalah sebuah alat
berupa pipa atau bambu yang digunakan orang desa untuk
Berdasarkan bait ketiga dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
nasi jagung halus yang dikenang dalam sajak di atas
“dup…dup…dup..menyentuh pinggiran periuk…” pada kalimat
tersebut dijelaskan bagaimana bunyi letupan-letupan dari nasi jagung
halus yang dimasak dan membuatnya sungguh lembut serta
menyentuh rasa sehingga orang-orang didesa merindukan nasi jagung
halus tersebut.
66
Bait Keempat
Oh nasi jagung halusKini (eng)kau tinggal(lah) (hanya)kenangan (sebab)Dia si beras (telah)menggantikanmuSalam hormat kami (ke)padamu.
Berdasarkan bait keempat dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
nasi jagung halus yang telah digantikan oleh beras dan menjadi
suapan setiap orang di desa tersebut dijelaskan dalam sajak “oh nasi
jagung halus kini engkau tinggallah hanya kenangan sebab si beras
telah menggantikanmu” pada kalimat tersebut dapat dijelaskan bahwa
nasi jagung halus yang telah tergantikan oleh beras sebagai suapan
orang desa tersebut akan selalu dikenang dan dihormati.
f. pada Sajak “Pinisi kalengku”
Pembacaan heuristik ini, sajak terlebih dahulu ditransliterasi
kedalam bahasa Indonesia kemudian, dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata atau
sinonim kata-katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan heuristiknya.
Bait Pertama
(eng)kau (selalu)menyebut namaku di tepi ara (di dalam)perut perahu(nya) sawerigading (serta)kerja keras (yang) diajarkan (oleh)leluhurtuntas diturunkan (ke)dalam diri
Judul sajak “Pinisi tubuhku” memiliki arti tentang asal sebuah kapal
pinisi yang diwariskan oleh Sawerigading. Berdasarkan bait pertama
dari sajak tersebut yang di baca dengan metode pembacaan heuristik
67
dapat dibaca sebagai berikut. Menceritakan tentang seorang yang
pekerjaannya nelayan telah diajarkan warisan leluhur yaitu
Sawerigading untuk selalu bekerja keras dan ditanamkan di dalam
diri.
Bait Kedua
tulang punggung(nya) (akan)menjadi lunasrusuk(nya) (akan)menjadi gadingkulit(nya) (adalah)susunan papanurut(nya) (akan)menjadi kayu baru
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang gambaran
sebuah kapal pinisi yang dijadikan sebagai bentuk tubuh manusia hal
tersebut dijelaskan dalam sajak “tulang punggungnya akan menjadi
lunas, rusuknya akan menjadi gading kulitnya adalah susunan papan
uratnya akan menjadi kayu baru” pada kalimat tersebut dapat jelaskan
bahwa seorang yang akan berlayar harus mampu memastikan seluruh
tubuhnya adalah muasal dari kehidupan warisan leluhur.
Bait Ketiga
menguatkan tubuh perahu (yang)dikuatkan (dengan)semangatelusannya(lah) (yang)menurunkan(nya)memastikan (akan)Kembali(nya)gerak niat (untuk)menggerakkan layar(nya)
Berdasarkan bait ketiga dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
seorang yang berlayar harus memastikan dirinya kembali dengan
menggerakkan layar kapal pinisnya dijelaskan dalam sajak
“menguatkan tubuh perahu dikuatkan dengan semangat elusannya
68
yang menurunkan memastikan akan kembali gerak niat menggerakkan
layar” kalimat tersebut dapat dijelaskan tentang semangat dan niat
seorang yang berlayar agar tetap kembali untuk menggerakkan
layarnya.
Bait Keempat
Kami(lah) pekerja (yang)memastikanSeluruh tubuhku(ini) adalah muasalmu (yang)Menyelimuti kehidupan kitaWarisan leluhur (kita), (ialah)warisan sawerigading (yang)turun mewujud(kan) berempat
Berdasarkan bait keempat dari sajak tersebut yang dibaca dengan
metode pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang
pekerja atau orang yang berlayar harus memastikan setiap tubuhnya
adalah muasal dari kehidupan warisan leluhur yaitu warisan
Sawerigading yang turun berempat.
g. pada Sajak “Bangngi”
Pembacaan heuristik ini, sajak terlebih dahulu ditransliterasi
kedalam bahasa Indonesia kemudian, dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya untuk memperjelas arti diberi sisipan kata atau
sinonim kata-katanya diletakkan dalam tanda kurung. Berikut
pembacaan heuristiknya.
Bait Pertama
Kembali(lah) burung-burung (itu)kesarang(nya)Keluar(lah) semua binatang malam (untuk)mencari rezeki(nya)Menyanyi(lah) malaikat (di)langit (malam)Menangis(lah) (para)janda (di)dalam kelambu(nya)Ditertawai (seekor)cicak yang menempel (di)plafon rumah(nya)
69
Judul sajak “Malam” memiliki arti tentang suasana malam
merindukan merindukan wajah dalam pikiran. Berdasarkan bait
pertama dari sajak tersebut yang di baca dengan metode pembacaan
heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Menceritakan tentang suasana
malam hari saat Kembalilah burung-burung kesarangnya dan binatang
malam hari yang mencari rezekinya maka saat itulah malaikat
menyanyi di langit membuat para janda menangis di dalam
kelambunya dan hanya ditertawakan oleh seokor cicak di plafon
rumahnya.
Bait Kedua
Diriku (yang)termenung dan mendekap lutut (membuat)Basah tepi mataku(ini)Kuraih airnya, (akan)kujadikan tinta, dan melukis wajahmudi (dalam)hatiku yang terluka(ini) (tetapi)jika malam telah datang, hanya wajahmu(saja) yang selaluberderai di (dalam)jiwa dan pikiranku, adik.
Berdasarkan bait kedua dari sajak tersebut yang dibaca dengan metode
pembacaan heuristik dapat dibaca sebagai berikut. Tentang diri ini
yang termenung dan hanya mendekap lutut membuat basah tepi
mataku dijelaskan dalam sajak “Kuraih airnya, akan kujadikan tinta,
dan melukis wajahmu di dalam hatiku yang terluka ini tetapi jika
malam dating, hanya wajahmu saja yang berderai dalam jiwa dan
pikiranku adik” kalimat tersebut dapat dijelaskan bahwa ketika malam
datang membuat diri ini merindukan wajah seseorang yang selalu
muncul dalam pikiran.
70
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Setelah melakukan analisis pada ketujuh sajak karya H. Kamiluddin DM
dan Andhika Daeng Mammangka dengan transliterasi teks bahasa konjo
kedalam bahasa indonesia dan menggunakan semiotik Michael Riffaterre
yang mencakup tentang pembacaan heuristik selanjutkan, penulis akan
mendeskripsikan pembacaan hermeneutik untuk menemukan kritik sosial
yang terdapat dalam sajak ‘Tala Maqring’, ‘Papekang’, ‘Buruqneki Intu
Permasalahan sosial yang digunakan adalah Permasalahan sosial yang
muncul karena adanya masalah sosial. masalah sosial itu meliputi
ketimpangan sistem sosial yaitu, masalah ekonomi, masalah Pendidikan,
masalah kebudayaan, dan masalah moral. Masalah-masalah tersebut akan
diuraikan satu-persatu dengan data hasil analisis pembacaan heuristik dan
heremeneutik pada sajak tersebut.
Data yang telah diperoleh tidak dimunculkan semua dalam pembahasan,
melainkan hanya data yang dianggap mewakili aspek permasalahan yang
dikritik.
a. Permasalahan Sosial dalam Ekonomi
Perkembangan ekonomi tidak hanya memiliki dampak positif seperti
meningkatkannya tingkat kesejahteraan masyarakat. Tetapi juga memiliki
dampak negatif yang menyertainya misalnya pada keterbatasan dan sulit
berkembang sehingga pemerataan ekonomi akan melahirkan kesenjangan
sosial.
Soekanto (2017: 320) berpendapat bahwa salah satu masalah ekonomi
adalah kemiskinan, yang merupakan suatu keadaan dalam hal ini seorang
91
tidak sangup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan
kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun
fisiknya dalam kelompok tersebut. Keadaan kaya dan miskin secara
berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya
perdagangan berkembang dengan pesat dan timbul nilai-nilai sosial yang
baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan
ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan
masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu
individu sadar akan kedudukan ekonomisnya sehingga mereka mampu
untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap
sebagai masalah sosial apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga
masyarakat ditentukan secara tegas.
Pada masyarakat yang bersahaja susunan dan organisasinya, mungkin
kemiskinan bukan merupakan masalah sosial karena mereka menganggap
bahwa semuanya telah ditakdirkan sehingga tidak adanya usaha-usaha
untuk mengatasinya. Mereka tidak akan terlalu memperhatikan keadaan
tersebut kecuali apabila mereka betul-betul menderita karenanya. Faktor-
faktor yang menyebabkan mereka membenci kemiskinan adalah kesadaran
bahwa mereka telah gagal untuk memperoleh lebih daripada apa yang
telah dimilikinya dan perasaan akan adanya ketidakadilan (Soekanto,
2017: 320).
Sehingga di dalam memenuhi kebutuhan materinya, masih banyak
terdapat ketimpangan-ketimpangan ekonomi yang terjadi dalam
masyarakat, misalnya masalah pengangguran, kurangnya lapangan
92
pekerjaan. Selain itu, tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
tekadang memaksa diri dalam setiap pekerjaanya agar kebutuhan untuk
anak, istri, maupun keluarganya dapat terpenuhi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sosial
masalah ekonomi adalah kritik yang muncul akibat adanya ketimpangan
ekonomi di masyarakat, misalnya pengangguran, kemiskinan, tingginya
harga bahan pokok, dan kurangnya lapangan pekerjaan. Oleh sebab itu
penulis dapat mendeskripsikan kritik sosial yang terdapat dalam kumpulan
sajak Makam kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng
Mammangka dengan menggunakan pembacaan heuristik dan pembacaan
heurmenetik. Hal ini dijelaskan dalam kutipan sajak berikut ini.
Pemancing
Bait Ketiga
Kabut ditengah laut dan badai hujanTak bergeming dan tak takut engkau dilautOmbak yang datang didepan dibelakang engkau hanya berlaridiatasnyaAngin dari samping engkau hanya menertawakannyaDuduk sendirian tak berbicara dan tak pernah melihat kedaratanMenunggu seekor ikan merah memakan umpanmu
Kutipan sajak pemancing tersebut dapat dijelaskan pada bait ketiga
tentang kehidupan seorang nelayan yang begitu keras dan berbahaya untuk
mencari sumber kehidupannya. Pemancing adalah suatu masyarakat yang
tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama memanfaatkan
sumber daya alam yang terdapat di dalam laut baik itu berupa ikan, udang,
rumput laut, kerang, terumbu karang dan hasil kekayaan laut lainnya.
Masyarakat pemancing memiliki karakteristik khusus yang membedakan
mereka dari masyarakat lain dan pemancing indentik dengan kemiskinan,
93
banyaknya jumlah anak dalam keluarga dan pendidikan yang rendah
(Kusnadi, 2003: 16).
Menurut Kusnadi, penyebab lain terjadinya kemiskinan pada
masyarakat nelayan adalah tekanan kehidupan yang dihadapi oleh
fluktuasi musim ikan, keterlibatan kemampuan teknologi penangkapan,
jaringan pemasaran yang dianggap merugikan pemancing serta sistem bagi
hasil yang timpang sehingga pemancing tradisional dan nelayan buruh
merupakan kelompok sosial yang paling terpuruk tingkat kesejahteraan
hidupnya.
Pada sajak diatas dijelaskan bahwa kehidupan pemancing yang
merupakan kelompok sosial paling buruk tingkat kesejahteraan hidupnya
yaitu pada kutipan sajak “kabut ditengah laut dan badai hujan Tak
bergeming dan tak takut engkau dilaut ombak yang datang didepan
dibelakang engkau hanya berlari diatasnya angin dari samping engkau
hanya menertawakannya duduk sendirian tak berbicara dan tak pernah
melihat kedaratan Menunggu seekor ikan merah memakan umpanmu”.
Kalimat tersebut memiliki makna bahwa jika seorang pemancing yang
ingin mencari kehidupannya harus bertahan dalam keadaan yang bgitu
keras ditengah lautan untuk mendapatkan hasil dari tangkapnya dilautan.
Sajak tersebut termasuk dalam kritik sosial masalah ekonomi sebab dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya seorang nelayan harus bertahan di tengah
lautan yang terdapat bahaya didalamnya.
Bait Kelima
Pemancingengkaulah bunga-bunga surgaSebab engkau berani sendirian ditengah laut
94
Mencari rezeki untuk anak dan istrimuSehingga membuat suapan orang perkotaan besar
Dari kutipan diatas pada bait kelima dalam sajak pemancing yang
termasuk dalam Permasalahan ekonomi adalah masyarakat nelayan lemah
dari aspek ekonomi dan sosial seperti pendapatan, pendidikan bahkan
teknologi. Banyak anak yang harus bekerja melaut setelah menyelesaikan
pendidikan di sekolah dasar. Pendapatan yang diperoleh pemancing tidak
menetap dan terkadang hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Sementara biaya pendidikan yang tinggi menjadi salah satu faktor
penghambat bagi nelayan dengan status sebagai masyarakat miskin yang
memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akibat
ketidakpastian usaha. Kemiskinan yang melekat mengakibatkan mereka
tidak mampu memberikan pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa pada sajak pembajak sawah
atau petani merupakan kelompok sosial dalama kategori miskin Menurut
Kusnadi petani adalah seorang yang mempunyai profesi bercocok tanam
(menanam tumbuh-tumbuhan) dengan maksud tumbuh-tumbuhan dapat
berkembang biakmenjadi lebih banyak serta untuk dipungut hasilnya,
tujuan menanam tumbuh-tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup
95
yaitu dapat dimakan manusia dan hewan peliharaanya. Mengemukakan
bahwa sistem perekonomian yang berdasarkan kepada usaha bersama dari
masyarakat secara keseluruhan dengan tujuan utama meningkatkan taraf
hidup masyarakat dengan meningkatkan pendapatan perkapita dan
pembagian pendapatan yang merata dengan Negara (pemerintah) yang
memainkan peran aktif untuk mengarahkan dan melaksanakan
pembanguna. petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus mampu
bertahan dalam kerasnya kehidupannya seperti yang dijelaskan pada sajak
diatas yaitu patani harus berpeluh dan berkeringat demi mendapatkan
kesejahteraan dalam hidupnya.
Dari beberapa kutipan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah
ekonomi yang dikritik oleh penulis melalui kumpulan sajak Makam
kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka
berfokus pada kehidupan kelompok sosial yang muncul akibat
kesenjangan ekonomi dan tuntutan pemenuhan kebutuhan, kurang
meratanya lapangan pekerjaan, kesenjangan antar golongan masyarakat,
tuntutan ekonomi yang menjadikan seseorang bekerja hanya demi
memenuhi kebutuhan hidupnya menikmati apa yang dikerjakan meskipun
dengan menantang maut, dan juga kurang meratanya persebaran bahan
makanan. Berbagai permasalahan di atas memang kerap terjadi dalam
kehidupan, utamanya dalam kehidupan modern, di mana tuntutan ekonomi
semakin banyak khususnya masyarakat yang golongan petani dan nelayan.
96
b. Permasalahan Sosial dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan.
Dengan tingkat pendidikan yang tinggi manusia dapat mencapai taraf
hidup yang lebih baik. Apalagi dalam kehidupan masyarakat modern,
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dan bisa
diperoleh oleh semua orang. Berbeda dengan di zaman dahulu, yang hanya
golongan bangsawan yang dapat mengenyam Pendidikan.
Selain itu, fokus masalah Pendidikan yang akan di kritik adalah
pemerataan Pendidikan sehingga dapat memahami makna dari setiap
sejarah orang terdahulu. Hal ini dapat di jelaskan dalam kutipan sajak
sebagai berikut.
Larangan
Bait Ketujuh
Inilah Sebagian kecil yang terlarang, yang dipercaya orangterdahulu dan Tenang hidupnya. Maka Percaya atau tidak percayaengkaulah yang tahu antara baik dan buruk. engkaulah yangmengetahui makna dalam pesannyamaka Belajar engkau agar pandai membaca belakang surat.
Dari kutipan sajak larangan di atas dapat dijelaskan bahwa ada
banyaknya hal-hal yang terlarang dan dipercaya oleh orang terdahulu atau
nenek moyang kita. Oleh sebab itu, kita harus belajar dengan pandai agar
dapat menilai mana yang baik dan buruk dari setiap pesan nenek moyang
kita. Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan yang
ditanamkan sejak zaman nenek moyang kita harus pandai dalam
menilainya agar dapat memberikan manfaat di dalam kehidupan.
97
c. Permasalahan Sosial dalam Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, Tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
bersama dengan belajar. timbulnya kebudayaan disebabkan karena
interaksi manusia sebagai anggota masyarakat dengan lingkungan
sosialnya. Oleh karena itu kebudayaan satu daerah dengan daerah yang
lain akan berbeda.
Unsur budaya yang terkandung dalam sajak Makam kenangan karya
H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka adalah budaya yang
terkait dengan kehidupan masyarakat saat itu. Salah satunya adalah
kebiasaan masyarakat dalam menjalani kehidupannya yang membedakan
antara kelas sosial yang tinggi atau dianggap lebih kaya akan
diperlakakuka dengan lebih baik di bandingan dengan kelas sosial yang
rendah atau orang yang tergolong miskin. Hal tersebut dijelaskan pada
sajak berikut ini.
Lelaki Engkau Anak
Bait Pertama
Berjalanlah engkau wahai anakMenyebrangi lautanMembawa tasmuMembawa badiq atau sangkur didalam lidahmuMencari kehidupanmu di duniaBekal yang tak habis di akhirat
Pemancing
Bait Pertama
Di waktu subuh hari
98
Di saat langit mulai terbukaKakimu telah berada di antara ombakMemegang tali pancing dan pancingMemikul dayung
Nasi jagung halus dalam kenangan
Bait Keempat
Oh nasi jagung haluskau tinggal kenanganDia si beras menggantikanmuSalam hormat kami padamu.
Pinisi tubuhku
Bait Keempat
Kami pekerja memastikanSeluruh tubuhku adalah muasalmuMenyelimuti kehidupan kitaWarisan leluhur, warisan sawerigadingturun mewujud berempat
Pada kutipan empat sajak di atas dapat dijelaskan bahwa dalam sajak
lelaki engkau anak menceritakan tentang seorang anak yang harus
merantau dijelaskan dalam sajak “berjalanlah engkau wahai anak
menyebrangi lautan membawa tasmu…” makna kalimat tersebut adalah
kebudayaan suku bugis makassar terkhusus lelaki yang akan merantau
meninggalkan kampung halamannya demi mendapatkan kehidupan yang
layak dalam sudut pandang kelas sosial di lingkungan masyarakat.
Pada sajak pemancing menceritakan tentang kehidupan yang setiap hari
dilakukannya yaitu di waktu subuh mereka telah berada di antara ombak
untuk mencari sumber kehidupannya. Kebiasaan tersebut adalah
kebudayaan yang enggan masyarakat menganggapnya kelas sosial rendah
sebab seorang pemancing akan menggantungkan nasibnya dan membuat
99
keselamatan hidupnya berbahaya sebab akan berada ditengah lautan yang
jauh dari keluarga mereka.
Pada sajak nasi jagung halus dalam kenangan menceritakan tentang
suapan nasi jagung halus yang menyetuh rasa setiap orang di desa yang
telah dilupakan dan digantikan dengan suapan beras. Hal tersebut adalah
kebudayaan yang telah melekat sejak zaman dahulu yang memiliki
peristiwa nasionalisme akan tetapi masyarakat tidak sekarang tidak peduli
lagi dengan nasi jagung halus sebagai suapannya.
Selanjutnya pada sajak pinisi tubuh menceritakan tentang seorang yang
ingin berlayar harus memastikan bahwa seluruh tubuhnya adalah muasal
kehidupan yang di wariskan oleh leluhurnya yaitu warisan leluhur
sawerigading. Kebudayaan tersebut yang dianggap sebagai kerja keras
yang diajarkan leluhur tuntas dalam setiap diri orang yang berlayar akan
tetapi banyak masyarakat yang melupakan budaya tersebut sehingga
mengakibatkan warisannya diturunkan akan sirna oleh waktu.
Dari kempat sajak tersebut dapat diberikan kesimpulan bahwa kritik
sosial yang dikritik adalah perbedaan kebudayaan masyarakat antara satu
daerah dengan dengan daerah lain yang ditinjau dari kelas sosialnya.
Sehingga dapat terjadi kesenjangan sosial akibat dari kelas sosial tinggi
dan kelas sosial rendah.
d. Permasalahan Sosial dalam Moral
Moral pada prinsipnya mengacu pada penilaian baik dan buruk terhadap
sesuatu. Ukuran dan penilaian tentang hal baik dan buruk tidak dapat
100
ditentukan begitu saja. Penilaian tersebut juga dipengaruhi oleh etika yang
berkembang dalam masyarakat tersebut.
Salah satu sikap moral yang lazim ditemukan adalah sifat etika dalam
adat istiadat, hal tersebut dapat berujung pada sesuatu yang buruk apabila
tidak dikontrol dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan dalam sajak berikut
ini.
Larangan
Bait Pertama
Inilah dunia yang banyak larangannyaDiingatkan oleh orang terdahulu dan sejak zaman nenekMoyang kitaLarangan bagi perempuan hamil tidak tidur terlentangLarangan bagi kita pergi meninggalkan orang yang sedang makan
Pada kutipan sajak larangan di atas menjelaskan bahwa ada banyaknya
larangan yang terdapat didunia ini. Hal tersebut dapat dijelaskan dalam
sajak “larangan bagi perempuan hamil tidak tidur terlentang dan
larangan bagi kita pergi meninggalkan orang yang sedang makan” makna
dalam sajak tersebut mengingatkan agar kita tidak melakukannya karena
dapat berakibat buruk bagi kehidupan. Pada sajak larangan tersebut adalah
bentuk larangan yang lazim di temukan di kebudayaan suku bugis
makassar bahkan bagi sebagian masyarakat masih menyakini akan
larangan tersebut sehingga menciptakan kehidupan yang lebih harmonis.
e. Permasalahan Sosial dalam Gender
Perbedaan gender merupakan interpretasi sosial dan kultural terhadap
perbedaan jenis kelamin. Jadi, gender mengacu pada peran dan kedudukan
wanita di masyarakat dalam rangka bersosialisasi dengan masyarakat lain.
101
Perbedaan gender tidaklah menjadi masalah ketika tidak menyebabkan
ketidakadilan gender. Salah satu aspek yang dapat dilihat untuk
mengetahui adanya ketidakadilan gender adalah dengan memandangnya
melalui menifestasi subordinasi.
Pandangan gender yang biasa dapat mengakibatkan subordinasi
terhadap wanita. Wanita dianggap lemah dan tidak bisa memimpin.
Anggapan ini kemudian memunculkan sikap untuk menomorduakan
wanita. Kedudukan wanita dianggap inferior, dalam artian posisinya selalu
berada di bawah laki-laki yang dianggap superior.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sosial masalah
gender merupakan kritik yang muncul akibat adanya subordinasi terhadap
wanita, yakni wanita diangggap lemah dan tidak bisa memimpin, serta
wanita diposisikan di bawah laki-laki.
Malam
Bait Pertama
Kembali(lah) burung-burung (itu)kesarang(nya)Keluar(lah) semua binatang malam (untuk)mencari rezeki(nya)Menyanyi(lah) malaikat (di)langit (malam)Menangis(lah) (para)janda (di)dalam kelambu(nya)Ditertawai (seekor)cicak yang menempel (di)plafon rumah(nya)
Pada kutipan sajak malam di atas menjelaskan bahwa kedudukan seorang
perempuan yang telah menjadi janda di malam hari yang dianggap lemah
dijelaskan dalam sajak “disaat malam mulai datang kembalilah semua
burung-burung ke sarangnya dan keluarlah semua binatang malam
mencari rezekinya dan malaikat menyanyi di langit malam menangislah
para janda di dalam kelambunya ditertawai seekor cicak yang menempel
102
di plafon rumahnya” makna dalam kalimat tersebut menjelaskan
kedudukan seorang janda yang begitu lemah sebab mereka harus
menghadapi kehidupan tanpa adanya seorang yang bisa memimpinnya.
Adapun perbedaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu yang
sempat dilakukan oleh Silfiana, Aliyah dan Indriani mengenai makna Heuristik
dan Hermeneutiknya Serta mendeskripsikan kritik sosial yaitu terdapat
perbedaan temuan pada klasifikasi data yang dilakukan, yang artinya pada
penelitian yang dilakukan Penulis terdapat banyak penggunaan simbol –
simbol serta kalimat yang berupa perumpamaan dengan menggunakan unsur -
unsur alam sehingga dalam sajaknya cukup sulit dan butuh waktu untuk
menemukan maknanya secara Hermeneutik dan memiliki cukup banyak
perbedaan dalam pemaknaannya secara Heuristik dan Hermenutik. Sedangkan
pada ketiga penelitian Relevan tersebut. sebenarnya juga terdapat simbol –
simbol serta perumpamaan yang cukup banyak. Namun dalam kaitannya tidak
berfokus pada kritik sosialnya saja seperti pada sajak Makam Kenangan karya
H. Kamaluddin DM dan Andhika Daeng Mamamangka Sehingga dalam
mendeskripsikan kritik sosial cukup muda meskipun juga memiliki waktu yang
tidak singkat. Perbedaan yang lebih terlihat lagi yaitu dari segi maknanya yang
hampir sama antara Heuristik dan Hermenutiknya.
Perbedaan lainnya juga terdapat pada sajak yang dianalisis yaitu pada sajak
yang dikaji penulis merupakan sajak yang menggambarkan tentang kehidupan
didunia. Sedangkan pada puisi yang dikaji oleh Silfiana pada “Pembacaan
Heuristik dan Heurmeneutika Kumpulan Sajak Le Cahier De Douai karya
Arthur Rimbaud” yang didalamnya mengungkapkan pembacaan Heuristik dan
103
Heurmeneutika sebagai bentuk dari metode-metode dalam semiotik, dalam hal
Antologi Douai karya Arthur Rimbaud. Kemudian pada penelitian yang
dilakukan oleh Aliyah pada “Kritik sosial dalam kumpulan sajak Terkenang
Topeng Cirebon Karya Ajib Rosidi. Tinjauan Sosiologi Sastra”. Kritik Sosial
terhadap bidang politik yaitu “Panorama tanah air”, “Kau yang berbicara”,
“perumpamaan”, “pemandangan”, “tak tahu tempatku di mana”. Kritik social
terhadap bidang hukum dan bidang ekonomi yaitu puisi “cari Muatan”. Kritik
sosial terhadap budaya yaitu puisi “katakanlah” dan “sajak bunglon”. Kritik
sosial terhadap bidang pertahanan keamanan yaitu puisi “kusaksikan manusia”
kesamaan penelitian Aliyah dengan penelitian ini adalah terletak pada acuan
dan pendekatan yang digunakan, yaitu kritik sosial dengan menggunakan sajak
Terkenang Topeng Cirebon Karya Ajib Rosidi. Perbedaan penelitian terletak
pada pendekatan sosiologi sastra.
Selanjutnya pada penelitian Indriani yaitu “Nilai-Nilai Nasionalisme dalam
kumpulan puisi Perjalanan Penyair (sajak-sajak kegelisahan hidup) Karya
Putu Oka Sukanta. Tinjauan semiotika”. Adapun nilai-nilai nasionalisme yang
terdapat dalam kumpulan puisi perjalanan penyair (sajak-sajak kegelisahan
hidup) adalah sikap bangga menjadi bangsa Indonesia, rela berkorban demi
ketuhanan, dan kemajuan bangsa dan Negara, cinta tanah air, menjunjung nilai
sebuah persatuan dan kesatuan bangsa, menghargai jasa para pahlawan bangsa
yang telah gugur demi menegakkan kebenaran serta keadilan bangsa, dan
berani membela kebenaran dan keadilan demi terwujudnya cita-cita nasional
bangsa.
104
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penyajian data dan pembahasan hasil analisis data tentang
pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik untuk mendeskripsikan
Makna sosial dalam buku kumpulan sajak Makam kenangan karya H.
Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka maka, penulis dapat
menarik kesimpulan tujuh sajak ‘Tala Maqring’, ‘Papekang’, ‘Buruqneki
‘Neqneq Lalang Pangnguqrangi’, ‘Pinisi Kalengku’, dan ‘Bangngi’.
karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam ketujuh sajaknya H.
Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka selalu dominan
menggunakan unsur alam yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat,
105
gaya bahasanya pun berupa kiasan atau perumpamaan. 2. Dalam sajaknya
terdapat cerita yang berbeda-beda disetiap bagian-bagiannya, seperti pada
salah satu sajaknya yang berjudul “Tala Maqring” yang berarti larangan
yang memiliki delapanbelas bagian di dalamnya dan terdiri dari tujuh bait.
3. Dari ketujuh sajak yang dikaji makna Heuristik dan Hermeneutiknya
memiliki tema yang berbeda-beda, yaitu sajak “Tala Maqring” memiliki
tema tentang Larangan, lalu pada sajak “Papekang” bertemakan tentang
Kehidupan dan menantang maut dan sajak “Buruqneki Intu Anaq”
memiliki tema tentang kehidupan dan Tanggung Jawab, sajak
“Panangkala” memiliki tema tentang kerja keras dan kesabaran, sajak
“Neqneq Lalang Pangnguqrangi” memiliki tema tentang suapan orang
dulu, sajak “Pinisi Kalengku” memiliki tema tentang kehidupan dan
tanggung jawab, dan sajak “Bangngi” memiliki tema tentang kerinduan
di malam hari
2. Permasalahan Sosial
Berdasarkan masalah sosial yang terdapat dalam ketujuh sajak
tersebut yaitu kritik sosial masalah ekonomi pada sajak pemancing dan
sajak pembajak sawah merupakan masalah sosial masalah ekonomi sebab
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seorang nelayan harus bertahan di
tengah lautan yang terdapat bahaya didalamnya dan tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan sebab kurang meratanya lapangan pekerjaan.
Masalah sosial masalah pendidikan pada sajak larangan, pendidikan
merupakan salah satu faktor kebutuhan yang harus dipenuhi dan bisa
106
diperoleh oleh semua orang. Berbeda dengan di zaman dahulu, yang hanya
golongan bangsawan yang dapat mengenyam Pendidikan.
Masalah sosial masalah kebudayaan pada sajak lelaki engkau anak,
sajak larangan, sajak nasi jagung halus dalam kenangan, dan sajak pinisi
tubuhku permasalahan sosial adalah perbedaan kebudayaan masyarakat
antara satu daerah dengan dengan daerah lain yang ditinjau dari kelas
sosialnya. Sehingga dapat terjadi kesenjangan sosial akibat dari kelas
sosial tinggi dan kelas sosial rendah.
Masalah sosial masalah moral pada sajak larangan. Masalah sosial yang
dikritik adalah sajak larangan yang di dalam sajak tersebut mengingatkan
agar kita tidak melanggar moral dan etika yang berkembang dalam
masyarakat tersebut karena dapat berakibat buruk bagi kehidupan.
Selanjutnya, pada Masalah sosial masalah gender pada sajak malam.
Masalah sosial yang dikritik adalah perbedaan gender yang mengacu pada
peran dan kedudukan wanita di masyarakat dalam rangka bersosialisasi
dengan masyarakat lain.
107
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis makna Heuristik dan makna Hermeneutik
dan menentukan kritik sosial pada teks sajak karya H. Kamiluddin DM dan
Andhika Daeng Mammangka, maka penulis dapat menyampaikan saran
sebagai berikut.
1. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian yang lebih baik
dan sempurna, baik yang berhubungan dengan penelitian ini, maupun yang
berhubungan dengan masalah lain dalam penelitian yang berobjek teks
sajak khususnya sajak karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng
Mammangka, karena terdapat aspek lain yang dapat diteliti selain aspek
makna, seperti penganalisaan mengenai majas dan lain sebagainya.
2. Bagi para pendidik, diharapkan banyak menjadikan karya sastra khususnya
teks puisi sebagai bahan pengajaran sehingga nilai-nilai dan makna besar
yang terkandung dalam karya sastra dapat dijadikan sebagai pedoman
untuk terciptanya sebuah kebudayaan yang baik khusunya untuk
mencerminkan kebudayaan Indonesia seutuhnya.
3. Bagi pembaca diharapakan penelitian ini dapat meningkatkan apresiasi
masyarakat terhadap karya sastra, serta dapat menjadi bahan rujukan bagi
pembaca yang hendak meneliti karya sastra dengan pendekatan yang sama.
108
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ahmad Adib. 2014. Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen SeekorBebek yang Mati di Kali Karya Puthut EA. Yogyakarta: UniversitasNegeri Yogyakarta.
Ahmadi, Abu, Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Aliyah, Laely Nurul. 2010. “Kritik Sosial dalam Kumpulan Sajak terkenangTopeng Cirebon Karya Ajib Rosidi”. Skripsi tidak diterbitkan.Surakarta: UMS.
Aminuddin, 2009. Pengantar Apresiasi Puisi Karya Sastra. Bandung: Sinar BaruAlgensindo.
Andhika DM, H. Kamiluddin DM. 2014. JERAQ PANGNGUQRANGI (MakamKenangan). Bulukumba: Komunitas Rumah Cinta.
Charon, John M. 1992. Sociology, A Conseptual Approach Third Edition. UnitedStates of Amerika: Alin & Bacon.
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:Penelitian dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.Deutsch alsFremdsprache.
Depdiknas, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka (online).Edisi Keempat, (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php,Diakses 24 Oktober 2019.
Eddy, Nyoman Thusthi. 2004. Kamus Istilah Sastra Indoneisa. Yogyakarta: NusaIndah
Silfiana, Popin. 2006. “Pembacaan Heuristik dan Hermeneutika Kumpulan SajakLe Cahier De Douai Karya Arthur”. Skripsi tidak diterbitkan.Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Siswantoro, Hawkes. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soekanto, Sulistyowati, 2015. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. 2017. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugihastuti, 2007. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sumaadmaja, Nursid. 1980. Perspektif Studi Sosial. Bandung: Penerbit Angkasa.
Waluyo. Herman J. 2003. Apresiasi Puisi: untuk pelajar dan mahasiswa. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Wellek, Werren. 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Widijanto, 2007. Pengajaran Sastra yang Menyenangkan. Bandung: PT. PribumiMekar
111
Wiyatmi. 2012. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya dalam SastraIndonesia. Yogyakarta: Ombak.
Wellek, Werren. 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
111
LAMPIRAN
A. Sajak H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka
1. Tala Maqring
Tala Maqring
Innimi lino lohe talamaqrinnaNapisangka tau mariolo nampa ri bohe-boheta
Talamaqring tutianang tinro lengangTalamaqringki apparruru ansalai tau nagnreaTalakullei tauwwa cidong ri paqlungangTalamaqringi tauwwa annyerung kanre rate taringTalamaqringi tauwwa attoqbaq kanuku ri bangnginaNilabbirangi lukkaq a capi naiyya lukkaq a bajaoTalamaqringi tauwwa rakaq kolantoq na appatungkuluTalamaqringi tauwwa appaloiq punna Lalang ballaqTalamaqringi tauwwa aqjoqjoq mesang kuburuTalakullei tauwwa allingkai batang keloroTalamaqringi tauwwa accuquru bangngiTalakullei tauwwa ammoang nappirau punna kamateangkiTalamaqringi tauwwa attopang naqlela-lela
Innimi lino lohe talamaqring pappisangkanaNampa riolopa na riolo ri bohe-boheta
Punna rieq tau lolo akkelong ri pallua, jodona bede’ tau toaTalamaqringi tauwwa attinja na tala nigaukang mangeannaTalamaqringi tauwwa aggambusu Lalang ballaqTalamaqringi tauwwa aqdeqdeq dapara yareka rinring ribangngina,Biasai bede naiq balahoaTalaqkullei tauwwa angkua toboq punna anrreq rurunganna
Ini(lah) dunia (yang) banyak larangan(nya)Diingatkan(oleh) orang (ter)dahulu (dan) sejak zaman nenekmoyang(kita)
Larangan(bagi) perempuan hamil(tidak) tidur terlentangLarangan (bagi) kita(pergi) meninggalkan orang yang(sedang)makanLarangan(untuk) orang(tidak) duduk dibantalLarangan(untuk) orang(tidak) mengambil nasi diatas tungkuLarangan(untuk) orang(tidak) memotong kuku (diwaktu)malamhariLebih baik(jika) kita mencuri (seekor)sapi dibanding mencuri(sebutir) TelurLarangan memeluk lutut dan bertopang daguLarangan(untuk) orang(tidak) bersiul (di)dalam rumahLarangan(untuk) orang(tidak) menunjuk (batu)nisan kuburanLarangan(untuk) orang(tidak) melangkahi batang (pohon)kelorLarangan(untuk) orang(tidak) memotong rambut (diwaktu)malamhariLarangan(untuk) orang(tidak) meratapi jika (sedang)mengalamiKematian
Ini(lah) dunia (yang) banyak larangan(nya)Sejak zaman dahulu (dan)sejak zaman nenek moyang(kita)
Jika ada (seorang)gadis (sedang)menyanyi didapur (maka)jodohnya orang tuaLarangan(bagi) orang bernazar jika (tidak)dilakukan setelahnyaLarangan(untuk) orang bermain gitar di dalam rumahLarangan memukul dinding atau lantai rumah jika (waktu)malamsebab tikus akan naik(kerumah)Larangan(bagi) kita berkata tikam lalu kita tidak melaksanakannya
Ini(lah) Sebagian kecil (yang)terlarang, (yang)dipercaya orang(ter)dahulu dan Tenang hidupnya. (maka)Percaya atau tidakpercaya (eng) kau (lah) yang tahu (antara)baik dan buruk.(eng)kau(lah) yang mengetahui makna dalam pesannya(maka)Belajar engkau agar pandai membaca belakang surat.
113
2. Papekang
Papekang
Rihattu subuRi beru tattimbaqna langiq aRahami bangkengta ri allaq bombingAnneteng gulungang tasi na pekangAnnyalembang bise
Ri lepa-lepa somang sialingtaKiuoloro tallasaqta ansuei sarengtaLalang battangna tamparang gahuq a
Di waktu subuh(hari)Di saat langit (mulai)terbukaKakimu (telah)berada di antara ombakMemegang tali pancing dan pancingMemikul dayung
114
Pada sampan (yang)cadiknya (hanya)sebelahMengulur kehidupan (dan)menyibak takdir(di)Dalam perut lautan yang biru
(eng)Kaulah itu benteng hidupnya (bagi)orang kota(eng)Kaulah itu (yang)mengenyangkan (bagi)orang kota
Kabut(ditengah laut) dan badai hujanTak bergeming (dan)tak takut (eng)kau dilautOmbak (yang)datang didepan dibelakang (eng)kau (hanya)berlariDiatasnya Angin dari samping (eng)kau (hanya)menertawakannyaDuduk sendiri(an) tak berbicara (dan)tak melihat (pernah)kedaratan Menunggu (seekor)ikan merah memakan umpanmu
Datanglah (terik)matahariMenetes(lah) keringatmuHitamlah (eng)kauTapi (eng)kau tak (pernah)mengeluh disusahnya (ke)hidup(an)
Pemancing(eng)kaulah bunga-bunga surgaSebab (eng)kau berani sendiri(an) ditengah lautMencari rezeki untuk anak dan istrimuSehingga membuat suapan orang (per)kota(an) besar
3. Buruqneki intu anaq
Buruqneki intu anaq
Dakkamaki mange anaqAqlimbang tamparangAngsalembang kampilongtaAngseleq I badiq yareka jambia ri lilataKihoja katallasangta ri linoaBokong tala labbusuqtari ahera
Gittemintu anaqBuruqne ammentenga ri pau-paunnaAbboko nirampe kalukuAbboko nirampe minnyakLunraq ri cariq-caritanna
Jangang korona pammanakangtaBuriq-buriq pammanakangta
Gittumintu anaqSulo teammate nairiq angingMatanna alloa ri tu kamaseaBenteng passanjengannna tau samarayya
Gittemintu anaqBuruqne maing angngusiri i tallasayyaAnnikkai i matea
Gittemintu anaqAmpunna adamMenteng ri alefuNarinring nun narinring ba
Diterjemahkan Kedalam Bahasa Indonesia
Lelaki engkau anak
Berjalan(lah) engkau (wahai)anakMenyebrangi lautanMembawa tasmuMembawa badiq atau sangkur (di)dalam lidahmuMencari (ke)hidup(an)mu di duniaBekal (yang)tak habis di akhirat
(eng)kaulah itu anakLelaki yang berdiri di (atas)kata-katanyaJika pergi di ingat bagai(kan) (buah)kelapaJika pergi di ingat bagai(kan) minyaknikmat di (dalam)cerita-ceritanya
(eng)kaulah itu anakPemberani (disetiap)keturunanmuLelaki balibiq keturunanmuAyam korona keturunanmuBuriq-buriq keturunanmu
(eng)kaulah itu anakPelita tak redup(meskipun) di tiup anginMatahari bagi (setiap)orang (yang)kesulitanBenteng (untuk)tempat sandaran (bagi)orang biasa
116
(eng)kaulah itu anakLelaki (yang)mengusir kehidupan(nya) (sendiri)Menikahi kematian(mu) (sendiri)
(eng)kaulah itu anakCucunya (keturunan) (nabi)adam(yang) (mampu)Berdiri di alifDibentengi nun (dan) dibentengi ba
4. Panangkala
Penangkala
Ruangkaju capiAnruiq i nangkalangtaAngngokkaq tana batu-batuAmpahulintaq i tanayyaAmpahulintaq i dalleqtaTala bata-bata
Ruangkaju capiAngngurangki ri kokongtaAngngurangki ri galungta
Attiq songottaAmpaka coqmoq i batara na parengtaAttiq songottaAmpaka lumui terasaqna tallasattaAnjari annaq katallasangta
PanangkalaGitte mintu tau laniangkaq anrong guruLanri talamaingta akkunrerang ri hattalaqna jamangtaDiterjemahkan Kedalam Bahasa Indonesia
Pembajak Sawah
Dua ekor sapi(sedang)Manarik bajakmuMembalik tanah (dan)batu-batuMembalik tanahMembalik takdirTak pernah ragu-ragu (melakukannya)
117
Dua ekor sapi(milikmu)Menemanimu di kebun (dan)Menemanimu di sawah
ikambe tukang ampa’nassaisikabusu ri kalengku kabattuannuansalipuri I tallasattamana’ turiolotamana’na sawerigadingtu appaia siturungang
119
Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia
Pinisi Tubuhku
(eng)kau (selalu)menyebut namaku di tepi ara (di dalam)perut perahu(nya) sawerigading (serta)kerja keras (yang) diajarkan (oleh)leluhurtuntas diturunkan (ke)dalam diri
tulang punggung(nya) (akan)menjadi lunasrusuk(nya) (akan)menjadi gadingkulit(nya) (adalah)susunan papanurut(nya) (akan)menjadi kayu baru
menguatkan tubuh perahu (yang)dikuatkan (dengan)semangatelusannya(lah) (yang)menurunkan(nya)memastikan (akan)Kembali(nya)gerak niat (untuk)menggerakkan layar(nya)
Kami(lah) pekerja (yang)memastikanSeluruh tubuhku(ini) adalah muasalmu (yang)Menyelimuti kehidupan kitaWarisan leluhur (kita), (ialah)warisan sawerigading (yang)turun mewujud(kan) berempat
7. Bangngi
Bangngi
Minro ngaseqmi jangang-jangang ri ruqmunnaSuluq ngaseqmi oloq-oloq bangngia anghojai tallasaqnaAkkelongmi malaekaqa ri langiqaAngngarrangmi jandayya ri lalang bocoqnaNikaqkali ri caccaq nuqraqkiq ri timbaho ballaqnaNakke aqmunung naq rakaq kolantuqHasa biring matangkuKualle erena, kupanjari dawaq, nakugambarai tanjaqtaRi ati lokoqkuPunna antamaqmi bangngiya, sangnging tanjatta mamiAqruhehe ri nyaha na naha-nahangku, andile.
120
Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia
Malam
Kembali(lah) burung-burung (itu)kesarang(nya)Keluar(lah) semua binatang malam (untuk)mencari rezeki(nya)Menyanyi(lah) malaikat (di)langit (malam)Menangis(lah) (para)janda (di)dalam kelambu(nya)Ditertawai (seekor)cicak yang menempel (di)plafon rumah(nya)
Diriku (yang)termenung dan mendekap lutut (membuat)Basah tepi mataku(ini)Kuraih airnya, (akan)kujadikan tinta, dan melukis wajahmudi (dalam)hatiku yang terluka(ini) (tetapi)jika malam telah datang, hanya wajahmu(saja) yang selaluberderai di (dalam)jiwa dan pikiranku, adik.
121
B. Klasifikasi Data Masalah Sosial
No. Sajak Data Masalah Sosial
1. LaranganBait Pertama
Inilah dunia yang banyak larangannya
Diingatkan oleh orang terdahulu dan sejak
zaman nenek Moyang kita
Larangan bagi perempuan hamil tidak
tidur terlentang
Larangan bagi kita pergi meninggalkan
orang yang sedang makan
Permasalahan Sosial dalam Moral
Berdasarkan bait pertama pada sajak tersebut. makna
dalam sajak tersebut mengingatkan agar kita tidak
melakukannya karena dapat berakibat buruk bagi kehidupan.
Pada sajak larangan tersebut adalah bentuk larangan yang
lazim di temukan di kebudayaan suku bugis makassar
bahkan bagi sebagian masyarakat masih menyakini akan
larangan tersebut sehingga menciptakan kehidupan yang
lebih harmonis.
122
Bait Ketujuh
Inilah Sebagian kecil yang terlarang, yang
dipercaya orang
terdahulu dan Tenang hidupnya. Maka
Percaya atau tidak percaya
engkaulah yang tahu antara baik dan
buruk.
engkaulah yang mengetahui makna dalam
pesannya
maka Belajar engkau agar pandai
membaca
belakang surat.
Permasalahan Sosial dalam Pendidikan
Berdasarkan bait Ketujuh pada sajak tersebut. makna
dalam sajak tersebut yaitu ada banyaknya hal-hal yang
terlarang dan dipercaya oleh orang terdahulu atau nenek
moyang kita. Oleh sebab itu, kita harus belajar dengan
pandai agar dapat menilai mana yang baik dan buruk dari
setiap pesan nenek moyang kita. Dalam uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan yang ditanamkan sejak
zaman nenek moyang kita harus pandai dalam menilainya
agar dapat memberikan manfaat di dalam kehidupan.
123
2. Pemancing Bait Pertama
Di waktu subuh hari
Di saat langit mulai terbuka
Kakimu telah berada di antara ombak
Memegang tali pancing dan pancing
Memikul dayung
Permasalahan Sosial dalam Kebudayaan
Berdasarkan pada bait pertama sajak tersebut yaitu
kebudayaan suku bugis makassar terkhusus lelaki yang
akan merantau meninggalkan kampung halamannya demi
mendapatkan kehidupan yang layak dalam sudut pandang
kelas sosial di lingkungan masyarakat.
Selanjutnya pada sajak pemancing menceritakan tentang
kehidupan yang setiap hari dilakukannya yaitu di waktu
subuh mereka telah berada di antara ombak untuk mencari
sumber kehidupannya. Kebiasaan tersebut adalah
kebudayaan yang enggan masyarakat menganggapnya kelas
sosial rendah sebab seorang pemancing akan
menggantungkan nasibnya dan membuat keselamatan
hidupnya berbahaya sebab akan berada ditengah lautan
124
yang jauh dari keluarga mereka.
Bait Ketiga
Kabut ditengah laut dan badai hujan
Tak bergeming dan tak takut engkau dilaut
Ombak yang datang didepan dibelakang
engkau hanya berlari diatasnya
Angin dari samping engkau hanya
menertawakannya
Duduk sendirian tak berbicara dan tak
pernah melihat kedaratan
Menunggu seekor ikan merah memakan
umpanmu
Permasalahan Sosial dalam Ekonomi
Berdasarkan pada bait Ketiga sajak tersebut yaitu jika
seorang nelayan yang ingin mencari kehidupannya harus
bertahan dalam keadaan yang bgitu keras ditengah lautan
untuk mendapatkan hasil dari tangkapnya dilautan. Sajak
tersebut termasuk dalam kritik sosial masalah ekonomi sebab
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seorang pemancing
harus bertahan di tengah lautan yang terdapat bahaya
didalamnya.
125
Bait Kelima
Nelayan
engkaulah bunga-bunga surga
Sebab engkau berani sendirian ditengah
Laut Mencari rezeki untuk anak dan
istrimu
Sehingga membuat suapan orang
perkotaan besar
Permasalahan Sosial dalam Ekonomi
Berdasarkan pada bait Kelima sajak tersebut yaitu
Masyarakat nelayan lemah dari aspek ekonomi dan sosial
seperti pendapatan,pendidikan bahkan teknologi. Banyak
anak yang harus bekerja melaut setelah menyelesaikan
pendidikan di sekolah dasar. Pendapatan yang diperoleh
nelayan tidak menetap dan terkadang hanya mampu untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sementara biaya
pendidikan yang tinggi menjadi salah satu faktor
penghambat bagi nelayan dengan status sebagai masyarakat
miskin yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya akibat ketidakpastian usaha.
Kemiskinan yang melekat mengakibatkan mereka tidak
mampu memberikan pendidikan yang cukup bagi anak-
126
anaknya terutama pendidikan formal.
3. Lelaki engkau anakBait Pertama
Berjalanlah engkau wahai anak
Menyebrangi lautan Membawa tasmu
Membawa badiq atau sangkur didalam
lidahmu Mencari kehidupanmu di dunia
Bekal yang tak habis di akhirat
Permasalahan Sosial dalam Kebudayaan
Berdasarkan pada bait Pertama sajak tersebut yaitu makna
kalimat tersebut adalah kebudayaan suku bugis makassar
terkhusus lelaki yang akan merantau meninggalkan kampung
halamannya demi mendapatkan kehidupan yang layak dalam
sudut pandang kelas sosial di lingkungan masyarakat.
4. Pembajak sawahBait Ketiga
Tetesan keringatmu dapat
Menyuburkan jagung dan padimu
Tetes keringatmu dapat Melunakkan
kerasnya hidupmu dan Menjadi pintu
hidupmu
Permasalahan Sosial dalam Ekonomi
Berdasarkan pada bait Ketiga sajak tersebut yaitu
kehidupan kelompok sosial yang muncul akibat kesenjangan
ekonomi dan tuntutan pemenuhan kebutuhan, kurang
meratanya lapangan pekerjaan, kesenjangan antar golongan
masyarakat, tuntutan ekonomi yang menjadikan seseorang
127
bekerja hanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya
menikmati apa yang dikerjakan meskipun dengan menantang
maut, dan juga kurang meratanya persebaran bahan
makanan. Berbagai permasalahan di atas memang kerap
terjadi dalam kehidupan, utamanya dalam kehidupan
modern, di mana tuntutan ekonomi semakin banyak
khususnya masyarakat yang golongan petani dan nelayan.
5. Nasi jagung halusdalam kenangan Bait Keempat
Oh nasi jagung halus
Kini engkau tinggallah
(hanya)kenangan sebab
Dia si beras telah menggantikanmu
Salam hormat kami kepadamu.
Permasalahan Sosial dalam Kebudayaan
Berdasarkan pada bait keempat sajak tersebut yaitu makna
kalimat tersebut adalah suapan nasi jagung halus yang
menyetuh rasa setiap orang di desa yang telah dilupakan dan
digantikan dengan suapan beras. Hal tersebut adalah
kebudayaan yang telah melekat sejak zaman dahulu yang
memiliki peristiwa nasionalisme akan tetapi masyarakat
128
tidak sekarang tidak peduli lagi dengan nasi jagung halus
sebagai suapannya.
6. Pinisi tubuhkuBait Keempat
Kamilah pekerja
yang memastikan
Seluruh tubuhku ini adalah
muasalmu yang
Menyelimuti kehidupan kita
Warisan leluhur kita, ialah warisan
sawerigading yang turun mewujudkan
berempat
Permasalahan Sosial dalam Kebudayaan
Berdasarkan pada bait keempat sajak tersebut yaitu
menceritakan tentang seorang yang ingin berlayar harus
memastikan bahwa seluruh tubuhnya adalah muasal
kehidupan yang di wariskan oleh leluhurnya yaitu warisan
leluhur sawerigading. Kebudayaan tersebut yang dianggap
sebagai kerja keras yang diajarkan leluhur tuntas dalam
setiap diri orang yang berlayar akan tetapi banyak
masyarakat yang melupakan budaya tersebut sehingga
mengakibatkan warisannya diturunkan akan sirna oleh
waktu.
129
7. Malam Bait Pertama
Kembalilah burung-burung itu
kesarangnya
Keluarlah semua binatang malam untuk
mencari rezekinya
Menyanyilah malaikat di langit malam
Menangislah para janda didalam
kelambunya
Ditertawai seekor cicak yang menempel
diplafon rumahnya
Permasalahan Sosial dalam Kebudayaan
Berdasarkan pada bait Pertama sajak tersebut yaitu
menceritakan tentang menjelaskan kedudukan seorang janda
yang begitu lemah sebab mereka harus menghadapi
kehidupan tanpa adanya seorang yang bisa memimpinnya.
RIWAYAT HIDUP
Mutahar Dilahirkan di Makassar pada tanggal 13 November
1997, dari pasangan Ayahanda Ramang Dg. Manjeng. Dan
Ibunda Fatmawati. Penulis masuk sekolah dasar pada tahun 2003
di SDN BARAYA II Kota Makassar. Dan tamat pada tahun
2009, tamat SMPN 1 Sinjai Selatan tahun 2012 dan tamat SMAN 1 Sinjai Selatan
tahun 2015. Pada tahun yang sama (2015), Penulis melanjutkan pendidikan pada
program Strata satu (S1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.