ANALISIS KESULITAN KEUANGAN (FINANCIAL DISTRESS) PERUSAHAAN GO PUBLIC PADA BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Oleh: MUHAMMAD RAMLAN 11.010.35.570 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013
111
Embed
Skripsi muhammad ramlan analisis kesulitan keuangan (financial distress) perusahaan go public pada bursa efek indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KESULITAN KEUANGAN
(FINANCIAL DISTRESS) PERUSAHAAN GO PUBLIC
PADA BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
MUHAMMAD RAMLAN
11.010.35.570
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Financial distress dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan
untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang dapat
menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Darsono dan Ashari, 2005:101).
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Financial distress berbeda
dengan kondisi insolvency. Perusahaan yang mengalami financial distress
berada di antara status solvent dan insolvent. Financial distress dinyatakan
bahwa perusahaan dalam kondisi cash flow yang sangat minimum sehingga
menyebabkan terjadinya “deadweight losses”, tidak berarti sudah sampai pada
tahap insolvent. Sehingga dapat dikatakan bahwa financial distress berarti
perusahaan dalam kondisi illiquid, tetapi masih solvent. Kejadian insolvency,
dapat dilihat dari nilai assets perusahaan lebih rendah dari hutangnya. Kejadian
ini memberikan konsekuensi bahwa pemberi kredit akan melakukan kontrol
langsung atas kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang berada pada negara yang sedang mengalami kesulitan
ekonomi akan lebih cepat mengalami financial distress bahkan kebangkrutan,
karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya perusahaan
mengalami keadaan financial distress. Perusahaan yang berkategori sehatpun
akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional
perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Namun demikian, keadaan
financial distress suatu perusahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan
oleh faktor ekonomi saja, tetapi bisa juga disebabkan oleh faktor lain yang
sifatnya non ekonomi.
3
Darsono dan Ashari (2005:104) mendeskripsikan bahwa secara garis
besar penyebab financial distress bisa dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian
internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal bisa berasal dari
faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor
perekonomian secara makro. Faktor internal yang bisa menyebabkan financial
distress meliputi :
1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus-
menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat
membayar kewajibannya. Ketidakefisien ini diakibatkan oleh
pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian
manajemen.
2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah hutang-
piutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan
biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa
menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan
merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga
tidak menghasilkan pendapatan.
3. Adanya kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
Kecurangan tersebut bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun
memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau
investor.
Sedangkan faktor eksternal financial distress bisa berasal dari faktor yang
berhubungan langsung dengan perusahaan seperti pelanggan, supplier, debitur,
4
kreditur, pesaing maupun dari pemerintah atau dapat pula disebabkan oleh faktor
yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan meliputi kondisi
perekonomian secara makro ataupun faktor persaingan global. Faktor-faktor
eksternal yang bisa mengakibatkan financial distress adalah:
1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh
perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi
penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga hal tersebut
perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan
dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan
pelanggan.
2. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi
kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk
mengantisipasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin
hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan
kebutuhan bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko
kekurangan bahan baku dapat diatasi.
3. Faktor debitur juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitur
tidak melakukan kecurangan atas hutang-piutang. Terlalu banyak
piutang yang diberikan debitur dengan jangka waktu pengembalian
yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang
tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian
yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan
keadaan debitur supaya bisa melakukan perlindungan dini terhadap
aktiva perusahaan.
5
4. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat
fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Apalagi dalam
undang-undang no.4 tahun 1998, kreditur bisa memfailitkan
perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus
bisa mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan
baik dengan kreditur.
5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar
selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan
lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya
persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk
yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi
pelanggan.
6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi
oleh perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan
negara-negara lain, perkembangan perekonomian global juga harus
diantisipasi oleh perusahaan.
Dari teori yang dikemukakan diatas maka faktor penyebab financial
distress baik faktor ekonomi internal maupun eksternal adalah faktor yang
mempengaruhi terjadinya suatu kebangkrutan jika pihak manajemen perusahaan
tidak sigap dalam mengatasinya dan membiarkan keadaan tersebut berlarut-
larut.
Lain halnya ketika suatu perusahaan telah mengalami financial distress.
Dalam hal ini sudah seyogianya menjadi kewajiban bagi tiap perusahaan untuk
mengatasi keadaan tersebut, agar tidak menjadi semakin parah akibat efek yang
6
ditimbulkan. Secara umum berikut beberapa akibat yang ditimbulkan dari
financial distress :
a. Resiko biaya financial distress mempunyai dampak negatif terhadap
nilai perusahaan yang mengoffset nilai pembebasan pajak (tax relief)
atas peningkatan level hutang.
b. Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi ketika terjadi
financial distress, hubungannya dengan supplier, pelanggan, pekerja,
dan kreditur menjadi rusak parah.
c. Suplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin lebih berhati-
hati, atau bahkan menghentikan pasokan sama sekali.
d. Para pelanggan akan mempertimbangkan untuk menjalin kerja sama
dengan pihak lain.
Pada dasarnya berinvestasi saham di pasar modal memiliki resiko yang
cukup besar sehingga para investor sebelum berinvestasi harus mengetahui
dahulu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga saham. Secara detail
dan terperinci banyak literatur-literatur yang membahas tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi harga saham, namun secara luas faktor-faktor tersebut ada
dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor
yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan, antara lain kinerja
perusahaan, pertumbuhan laba dan perkembangan perusahaan. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar perusahaan seperti tingkat
suku bunga bank, kebijakan pemerintah, kondisi perekonomian, gejolak politik,
indeks saham regional dan internasional, dan sebagainya.
Faktor internal yang mempengaruhi harga saham dapat dilihat melalui
kinerja suatu perusahaan yang dapat diukur melalui laporan keuangan
7
perusahaan. Laporan keuangan yang tersedia dapat dianalisis untuk membuat
suatu keputusan.
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan merupakan
salah satu sumber informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui posisi
keuangan perusahaan, kinerja serta membantu dalam pengambilan keputusan
yang tepat sehingga diperlukan suatu alat analisis yang menghubungkan
beberapa rasio sekaligus untuk menilai kondisi keuangan perusahaan melalui
laporan keuangan perusahaan tersebut. Model yang paling sering digunakan
dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan.
Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat, maka
dilakukan penelitian mengenai manfaat laporan keuangan. Salah satu bentuk
penelitian dengan menggunakan beberapa rasio keuangan yaitu penelitian-
penelitian yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk memprediksi
kinerja perusahaan seperti memperkirakan adanya suatu keadaan financial
distress pada suatu perusahaan.
Model untuk menganalisis adanya suatu financial distress sangat perlu
untuk dikembangkan karena dengan mengetahui kondisi financial distress
perusahaan sejak dini diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan yang
bersifat preventif yang bertujuan untuk mengantisipasi perusahaan ke arah
kebangkrutan, selain itu informasi ini dapat pula digunakan oleh para calon
investor sebagai bahan pertimbangan ketika akan menanam saham di suatu
perusahaan tertentu pada pasar modal.
Berikut dipaparkan data pasar modal Bursa Efek Indonesia baik yang
sudah terdaftar, baru terdaftar maupun perusahaan yang delisting dari tahun
2005-2011.
8
Tabel 1.1.
JUMLAH PERUSAHAAN YANG LISTING DI BEI S.D. DESEMBER 2011
s.d. Tahun Pelaporan
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Des 2011
Jumlah Listing Awal 331 336 344 383 396 398 420
Jumlah Terdaftar Baru 8 12 22 19 13 23 25
Jumlah Delisting 3 4 8 6 12 1 5
Jumlah Listing Akhir 336 344 383 396 398 420 440 *sumber idx.co.id
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan pasar modal
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, menurut data tersebut telah
tercatat selama tahun 2011 ada sekitar 440 perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Hal ini membuat jumlah investor baik berupa badan maupun
individu (perseorangan) terus bertambah, sehingga transaksi perdagangan
saham dalam bursa efek juga akan meningkat. Dengan bertambahnya investor
baik badan maupun individu akan berdampak pada meningkatnya volume
transaksi (trading volume) dari tahun ke tahun.
Semaraknya aktivitas pasar modal tidak terlepas dengan adanya pemain-
pemain pasar di bursa. Ada beberapa pemain yang meramaikan lantai bursa,
salah satunya adalah Investor. Menurut Sutrisno (2008:307-309) Investor, yakni
instansi atau individu yang melakukan jual beli instrumen pasar modal yang
tujuan pemilik efeknya untuk jangka panjang. Contohnya Yayasan dana pensiun,
perusahaan asuransi, dan perusahaan-perusahaan lainnya. Berikut gambaran
investor secara umum :
Karakteristik : Mempunyai time frame jangka panjang, sehingga perputaran efek
yang dimiliki lambat dan tingkat risiko yang diambil brebdah
demikian pula tingkat keuntungannya.
9
Strategi : Membeli saham bila dinilai harganya wajar (fair value) dengan
jenis saham yang mempunyai trend meningkat, sehingga dalam
jangka panjang harga saham meningkat dan bila nantinya dijual
akan menapatkan capital gain. Analisis yang digunakan adalah
analisis fundamental, yakni melihat kinerja perusahaan yang
mengeluarkan efek.
Tujuan : Untuk mendapatkan deviden dan capital gain.
Tiap perusahaan yang listing pada pasar modal tentunya memiliki laporan
keuangan. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan
merupakan salah satu sumber informasi yang dapat digunakan untuk
mengetahui posisi keuangan perusahaan, kinerja serta membantu dalam
pengambilan keputusan yang tepat sehingga diperlukan suatu alat analisis yang
menghubungkan beberapa rasio sekaligus untuk menilai kondisi keuangan
perusahaan melalui laporan keuangan perusahaan tersebut. Model yang paling
sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-
rasio keuangan. Foster (Luciana:183-184) menyatakan empat hal yang
mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan menggunakan rasio
keuangan adalah :
1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar
perusahaan atau antar waktu.
2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistic
yang digunakan.
3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan.
4. Untuk menguji hubungan empirik antara rasio keuangan dan estimasi
atau prediksi variabel tertentu (seperti financial distress).
10
Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan bermanfaat, maka
dilakukan penelitian mengenai manfaat laporan keuangan. Salah satu bentuk
penelitian dengan menggunakan beberapa rasio keuangan yaitu penelitian-
penelitian yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk memprediksi
kinerja perusahaan seperti memperkirakan adanya suatu keadaan financial
distress (kesulitan keuangan) pada suatu perusahaan.
Salah satu penelitian mengenai financial distress adalah seperti yang
dilakukan oleh Luciana S. Amalia & Kristijadi pada tahun 2002 dengan judul
penelitian Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial
Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta.
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah perusahaan dengan nilai net
operating income negatif dan tidak melakukan pembayaran deviden selama lebih
dari satu tahun. Luciana & Kristijadi mendasarkan kriteria sampel yang
digunakan pada penelitiannya dengan penelitian pendahulu yang dilakukan oleh
Hofer (1980), Whitaker (1999) dan Lau (1987). Dari hasil penelitian tersebut,
disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi
financial distress pada perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian ini penulis memilih kriteria atas kemungkinan terjadinya
financial distress adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki net operating
income negatif dan tidak membayar deviden selama lebih dari satu tahun karena
menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Luciana & Kristijadi perusahaan
akan mengalami financial distress jika :
1. Beberapa tahun mengalami laba bersih (net income) negatif (dalam
penelitian Hofer (1980) dan Whitaker (1999), menggunakan laba
bersih operasi atau net operating income).
11
2. Selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden
(sesuai dengan penelitian Lau 1987).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, Financial distress atau kesulitan
keuangan diartikan sebagai suatu kondisi dimana perusahaan secara keuangan
mengalami kemacetan (penurunan). Dalam hal ini penulis juga mencoba untuk
menghubungkan antara kondisi pada perusahaan berkategori net operating
income negatif dan tidak membayar deviden selama satu tahun lebih dengan
kemungkinan perusahaan tersebut mengalami financial distress.
Namun berbeda dengan yang dilakukan peneliti terdahulu, dalam hal ini,
model alat analisis yang digunakan adalah Multiple Discriminant Analysis Altman
atau biasa disebut Z-Score Model Altman, yang menggunakan rasio-rasio
keuangan seperti rasio likuiditas atau liquidity ratios, rasio laverage atau laverage
ratios, rasio aktivitas atau activity ratios, rasio keuntungan atau profitability ratios,
dan rasio pasar.
Dengan mendasarkan kepada rasio-rasio tersebut, Z-Score model Altman
diharapkan mampu digunakan untuk mengklasifikasikan perusahaan-perusahaan
yang memiliki beberapa kriteria khusus ke dalam kelompok yang mempunyai
kemungkinan tinggi untuk mengalami financial distress atau kelompok
perusahaan yang masuk ke dalam kategori grey zone.
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
apakah perusahaan-perusahaan yang memiliki net operating income negatif dan
tidak membayar dividen selama lebih dari satu tahun masuk ke dalam kategori
perusahaan yang sedang mengalami financial distress, dengan menggunakan
Multiple Discriminant Analysis Altman atau biasa disebut Z-Score Model Altman.
12
Objek yang coba dikaji adalah perusahaan-perusahaan go public pada periode
2009-2011, dan akan dibahas dengan judul penelitian :
“Analisis Kesulitan Keuangan (Financial Distress) Perusahaan Go Public
Pada Bursa Efek Indonesia”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis mencoba mengangkat permasalahan lebih lanjut sebagai berikut:
“Apakah perusahaan yang memperoleh net operating income negatif dan tidak
melakukan pembayaran dividen selama lebih dari satu tahun adalah perusahaan
yang sedang mengalami Financial Distress?”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
perusahaan-perusahaan yang memperoleh net operating income negatif dan
tidak melakukan pembayaran dividen selama lebih dari satu tahun dengan
keadaan kesulitan keuangan (financial distress) perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan informasi gejala-gejala yang bisa menyebabkan
financial distress sebuah perusahaan.
2. Untuk memberikan informasi kepada perusahaan serta para pembaca
atas penelitian yang telah dilakukan.
3. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan
penelitian serupa.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Keuangan
2.1.1. Teori Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan meliputi seluruh aktifitas yang menyangkut
penarikan atau pengumpulan, penggunaan dan pengendalian dana yang
dihadapi oleh suatu perusahaan. Dalam penerapannya manajemen keuangan
tidak dapat berdiri sendiri. Manajemen keuangan selalu berkaitan erat dengan
berbagai disiplin ilmu. Pada awalnya pengertian manajemen keuangan hanya
terbatas pada usaha pencarian dana, namun kemudian berkemang pada
pengelolaan seluruh aspek modal.
Van Horne dan Wachowich (1998:5) mengatakan bahwa manajemen
keuangan adalah “Financial management is concerced the acquisition, financing
and management of asset with some overall good in mine”. Berdasarkan
pengertian tersebut yang memiliki arti bahwa “Manajemen keuangan adalah
segala aktifitas berhubungan dengan perolehan, pendanaan dan pengelolaan
aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh”.
Agus Sabardi (2000:2) memberikan definisi mengenai manajemen
keuangan sebagai berikut : “Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai
manajemen yang membahas tentang investasi, pembelanjaan dan pengelolaan
aset-aset dengan beberapa tujuan menyeluruh yang direncanakan”.
Sedangkan R. Agus Sartono (2001:8) menyatakan bahwa :
“Manajemen Keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana yang
berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi
secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan
investasi atau pembelanjaan secara efisien.”
14
Dari beberapa definisi tersebut maka, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
manajemen keuangan selalu meliputi kegiatan perencanaan, penganggaran,
pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana
yang dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan. Definisi-definisi tersebut
juga telah menjelaskan bahwa manajemen keuangan dapat dikelompokkan
menjadi dua kegiatan utama, yaitu dana yang berasal dari luar perusahaan
(external financing) atau dana yang berasal dari dalam perusahaan (internal
financing) yang disebut juga penarikan modal dari penggunaan modal.
Sutrisno (2008:3) menyatakan bahwa manajemen keuangan atau sering
disebut pembelanjaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang
berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan
biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana
tersebut secara efisien.
Agar pengelolaan dana berjalan efektif dan mendapatkan keuntungan
(profit), penting kiranya membuat perencanaan keuangan yang meliputi rencana
jangka pendek dan rencana jangka panjang dan korelasinya dengen kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.
2.1.2. Tujuan dan fungsi manajemen keuangan.
Dalam buku Manajemen Keuangan, Suad Husnan (2000:7) menyatakan:
“Secara normatif tujuan keputusan keuangan adalah untuk
memaksimumkan nilai perusahaan. Tujuan tersebut dipergunakan karena
dengan memaksimumkan nilai perusahaan maka pemilik perusahaan
akan menjadi lebih makmur (atau menjadi semakin kaya). Sedangkan
nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.”
15
Sedangkan fungsi manajemen keuangan menurut Abas Kartadinata
(2000:48-50) dalam bukunya Pengantar Manajemen Keuangan, yaitu :
1. Membuat anggaran arus uang (forecasting cash flow)
Tujuan utamanya adalah untuk penyesuaian arus uang masuk
dengan arus uang keluar. Terutama bila membutuhkan tambahan
dana untuk membuat proyek baru, maka proyeksi arus uang dibuat
sebagai dasar evaluasi proyek tersebut.
2. Mencari dana (rising funds)
Manajer keuangan perlu mengetahui sumber-sumber dana dan
jumlah yang diperlukan/tersedia dari tiap sumber dan jangka waktu
lamanya dana tersebut diperlukan.
3. Mengelola dana arus perusahaan (managing the flow if internal funds)
Arus dana yang tersedia diberbagai tempat (bank) senantiasa diawasi
secara kontinyu, agar tercapai keseimbangan likuiditas sehingga
dapat membatasi pinjaman luar pada tingkat minimum.
4. Mengawasi biaya (cost control)
Pengendalian pengeluaran untuk berbagai biaya dilakukan agar
diperoleh laporan biaya yang akurat dan tepat dalam arti menghindari
kenaikan biaya yang disebabkan pemborosan, pemakaian peralatan
yang tidak efektif dan efisien dan lain sebagainya.
5. Menetapkan harga (pricing)
Untuk memutuskan kebijaksanaan harga yang menguntungkan
perusahaan dan tidak merugikan konsumen, perlu kiranya diketahui
tingkat biaya, fluktuasi dan tingkah laku konsumen pada berbagai
tingkat produksi, dan penjualan serta jumlah laba kotor yang ingin
dicapai.
6. Proyeksi laba rugi masa depan (forecasting future point)
Untuk mengetahui estimasi penjualan di masa yang akan dating,
diperlukan data-data sebagai berikut :
a) Tingkat biaya sekarang.
b) Perubahan-perubahan dalam biaya yang diproyeksikan terjadi
di masa yang akan datang.
c) Penilaian kemampuan dalam mencapai jumlah yang
diinginkan.
d) Kemampuan menjual produk dengan harga yang dikehendaki.
e) Dan sebagainya.
7. Menghitung biaya modal (measuring cost of capital)
Sumber-sumber perolehan akan berbeda dalam biaya penggunaan
(Cost of Capital). Karenanya penting untuk menyusun struktur modal
yang tepat dan menguntungkan (profitable).
16
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pembelanjaan perusahaan meliputi dua hal yakni kegiatan mendapatkan dana
dan menggunakan dana tersebut seefisien mungkin.
2.1.3. Kebijakan Dividen
Perusahaan akan tumbuh dan berkembang, kemudian pada waktunya
akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang ditahan
dan laba yang dibagikan. Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan
salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan
perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari laba yang
ditahan di tambah penyusutan aktiva tetap, maka makin kuat posisi finansial
perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian
dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan
besarnya dividen yang akan dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan
dividen dari pimpinan perusahaan.
Kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (Kabo:2011) :
Merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan
pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan
keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun
akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan
ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa
yang akan datang.
Sedangkan Kebijakan dividen dalam Werner R.Murhadi (Kabo:2011) :
Kebijakan dividen merupakan suatu kebijakan yang dilakukan dengan
pengeluaran biaya yang cukup mahal, karena perusahaan harus
menyediakan dana dalam jumlah besar untuk keperluan pembayaran
dividen. Perusahaan umumnya melakukan pembayaran dividen yang
stabil dan menolak untuk mengurangi pembayaran dividen. Hanya
perusahaan dengan tingkat kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke
depan yang cerah, yang mampu untuk membagikan dividen. Banyak
17
perusahaan yang selalu mengkomunikasikan bahwa perusahaannya
memiliki prospektif dan menghadapi masalah keuangan sudah tentu akan
kesulitan untuk membayar dividen. Hal ini berdampak pada perusahaan
yang membagikan dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa
perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan yang cerah dan mampu
untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan
pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang
cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi.
Sejauh ini pembahasan dividen hanya menyangkut aspek-aspek teoritis
dari kebijakan dividen. Namun, ketika perusahaan menetapkan suatu kebijakan
dan memperhatikan sejumlah hal, pertimbangan-pertimbangan ini harus
dikaitkan kembali ke teori pembayaran dividen dan penilaian perusahaan. Berikut
beberapa pertimbangan manajer dalam pembayaran dividen menurut Martono
dan D. Agus Harjito (Kabo:2011) antara lain:
1. Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil
kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan perusahaan akan
digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi dananya baru sisanya untuk
pembayaran dividen.
2. Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam
kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka
semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan,
semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi
adanya ketidakpastian dan agar mempunyai fleksibilitas keuangan,
kemungkinan perusahaan tidak akan membayar dividen dalam jumlah
yang besar.
3. Kemampuan untuk meminjam
Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan
fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Apabila
perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan
pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga
kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan
memerlukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu
mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.
18
4. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang
Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang sering
mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen. Pembatasan
ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan
tersebut membayar hutangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan
dalam persentase maksimum dari laba kumulatif. Apabila pembatasan ini
dilakukan, maka manajemn perusahaan dapat menyambut baik
pembatasan dividen yang dikenakan para kreditur, karena dengan
demikian manajemen tidak harus mempertanggungjawabkan penahanan
laba kepada para pemegang saham. Manajemen hanya perlu mentaati
pembatasan tersebut.
5. Pengendalian perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat besar, maka
perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang
melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi
yang menguntungkan.
Dividen diumumkan secara priodik oleh dewan direktur. Biasanya tiap
setengah tahun atau tiap satu tahun. Pembayaran dividen menjadi sulit karena
komposisi pemegang saham berubah-ubah. Pengukuran jual-beli saham sangat
cepat berubah-ubah. Karena cepatnya perpindahan pemegang saham maka sulit
untuk dipantau daftar pemegang saham. Dividen mengkin dapat diberikan
kepada pemegang saham baru lima hari kerja setelah pembelian saham
Sedangkan beberapa faktor yang menentukan dan mempengaruhi dalam
pembuatan kebijakan dividen menurut Dermawan Sjahrial (Kabo:2011) antara
lain:
1. Posisi likuiditas perusahaan.
Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang
dibayarkan.
2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang.
Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar hutang maka
sisanya yang digunakan untuk membayar dividen makin kecil
3. Rencana perluasan usaha.
Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang
dapat dibayarkan untuk dividen.
19
4. Pengawasan terhadap perusahaan.
Kebijakan pembiayaan: untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber
intern antara lain: laba. Dengan pertimbangan: apabila dibiayai dengan
penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol dari kelompok
pemegang saham dominan. Karena suara pemegang saham mayoritas
berkurang.
Sutrisno (2008:267) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen adalah:
1. Posisi Solvabilitas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang
menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini
disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk
memperbaiki posisi struktur modalnya.
2. Posisi Likuiditas Perusahaan
Cash devidend merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena
itu bila perusahaan membayarkan deviden berarti harus bisa
menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan
tingkat kualitas perusahaan. Bagi perusahaan yang tingkat kualitasnya
kurang baik, biasanya devident payout rationya kecil, sebab sebagian
besar laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan
yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan
deviden yang lebih besar.
3. Kebutuhan untuk melunasi hutang
Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa hutang
baik berjangka pendek maupun berjangka panjang. Hutang-hutang ini
harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar
hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang
yang harus dibayar semakin besar dana yang harus disediakan sehingga
akan mengurangi jumlah deviden yang akan dibayarkan kepada
pemegang saham. Disamping itu dengan jatuh temponya hutang, berarti
dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang
bisa dengan mencari hutang baru atau meroll-over hutang, danjuga bisa
dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal
ini tentunya akan memperkecil devidend payout ratio.
4. Rencana perluasan
Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya
pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang
dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan,
juga semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin
besar kebutuhan dana untuk membiayai kebutuhan tersebut. Kebutuhan
dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang,
20
menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya
juga bisa diperoleh dari internal resources berupa memperbesar laba
yang ditahan. Dengan demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan
perusahaan semakin kecil devidend payout rationya.
5. Kesempatan investasi
Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi
besarnya deviden yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan
investasi semakin kecil deviden yang dibayarkan sebab dananya
digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila
kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak akan
digunakan untuk membayar deviden.
6. Stabilitas pendapatan
Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, deviden yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan
perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang
pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk
berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil
harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga.
7. Pengawasan terhadap perusahaan
Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap
perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal
sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan
mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan.
Jika dibelanjai dari hutang resikonya cukup besar. Oleh karena itu
perusahaan cenderung tidak membagi devidennya agar pengendalian
tetap berada ditangannya.
Kebijakan dividen stabil menurut Dermawan Sjahrial (Kabo:2011) adalah
jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif lengkap
selama jangka waktu tertentu meskipun laba per lembar saham per tahunnya
berfluktuatif.
Menurut Dermawan Sjahrial (Kabo:2011) alasan-alasan dilaksanakannya
kebijakan pembayaran dividen stabil adalah:
1. Memberikan penjelasan kepada para investor bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang baik di masa-masa mendatang.
2. Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima
dari dividen.
3. Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, hanya
diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang
21
dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan
pembayaran dividen yang stabil.
Dari uraian tersebut, ternyata kebijakan dividen tersebut menimbulkan
dua akibat yang bertentangan, oleh karena itu penentuan besarnya dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham menjadi sangat penting dan merupakan
tugas manajer keuangan yang harus mampu menentukan kebijakan yang akan
menyeimbangkan dividen saat ini dan tingkat pertumbuhan dividen di masa yang
akan datang agar memaksimumkan harga saham.
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (Kabo:2011) Deviden
dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan kebutuhan investasi
suatu perusahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga sulit untuk
menentukan jumlah dividen tetap yang tinggi. Di pihak lain, perusahaan mungkin
menginginkan pembayaran dividen yang tinggi untuk menyalurkan dana yang
tidak di butuhkan untuk investasi
Hubungan positif antara kebijakan pembayaran deviden dan pergerakan
harga saham telah didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang
dilakukan oleh Linter (1956) dalam Werner R. Murhadi (2008) memperoleh hasil
sebagai berikut :
1) Perusahaan lebih menekankan pembayaran deviden yang stabil, dan
2) Earning merupakan faktor penentu utama dalam kebijakan deviden.
2.2. Analisis Laporan Keuangan
2.2.1. Laporan Keuangan
Pihak yang berkepentingan atas perkembangan suatu perusahaan sangat
perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Kondisi keuangan dari
suatu perusahaan dapat diketahui dari keputusan laporan keuangan perusahaan
22
tersebut. Laporan ini diperlukan oleh pihak yang berkepentingan, antara lain
manajer perusahaan, pemilik perusahaan, banker, kreditor, investor, pemerintah
dan lembaga lain.
Laporan keuangan merupakan produk akhir dari proses atau kegiatan
akuntansi suatu kesatuan usaha. Laporan keuangan pada dasarnya adalah akhir
dari proses aktif yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara data
keuangan atau aktifitas suatu perusahaan dengan pihak yang berkepentingan
dengan data keuangan tersebut. Laporan ini diperlukan oleh pihak yang
berkepentingan seperti yang telah disebutkan di atas.
Kondisi keuangan suatu perusahaan akan dapat diketahui dari laporan
keuangan. Posisi keuangan memerikan gambaran tentang bagaimana susunan
kekayaan yang dimiliki perusahaan dan bagaimana sumber-sumber keuangan
tersebut didapat. Perubahan posisi keuangan menunjukkan kemajuan
perusahaan, memberikan gambaran apakah perusahaan memperoleh laba
dalam melaksanakan kegiatannya dan apakah perusahaan mengalami
perkembangan yang menunjukkan manajemen telah mengelola perusahaan
dengan baik.
Pengertian laporan keuangan menurut Soemarso (2005:356) bahwa :
“Laporan keuangan adalah media komunikasi yang biasa digunakan perusahaan
untuk pihak luar. Di dalamnya tercantum sebagian besar informasi keuangan
yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan”.
Sedangkan pengertian laporan keuangan menurut John J. Wild and
Friend (2005;83) yang diterjemahkan oleh Yavini S. Bachtiar dkk, bahwa :
“Laporan keuangan merupakan produk proses pelaporan keuangan yang diatur
23
oleh standar dan aturan akuntansi, intensif manajer, serta mekanisme
pelaksanaan dan pengawasan perusahaan”.
Berdasarkan pengertian laporan keuangan yang telah dikemukan di atas
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan adalah hasil akhir dari
proses akuntansi yang mempunyai fungsi sebagai media informasi dan
komunikasi antara pihak intern (perusahaan) dengan pihak ekstern (pihak lain)
yang mempunyai kepentingan dengan data atau laporan dari hasil kegiatan
perusahaan yang disajikan.
Tujuan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
(2009:5) disebutkan bahwa:
“Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sebagian besar pemakai dalam pengambilan keputusan.”
Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (Saifullah:2011), tujuan laporan
keuangan adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja
dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi.
2. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan
perubahan posisi keuangan sangat diperlukan untuk dapat melakukan
evaluasi atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas
(setara kas), dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut.
3. Menyediakan informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas
diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumberdaya ekonomi
yang mungkin dikendalikan di masa depan, sehingga dapat
memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan kas serta
untuk merumuskan efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan
tambahan sumber daya.
4. Menyediakan informasi perubahan posisi keuangan perusahaan
bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi
perusahaan selama periode pelaporan.
24
Laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu
kombinasi antara :
1. Fakta yang telah dicatat (recorded fact)
2. Prinsip-prinsip dan kebiasaan-kebiasaan dalam akuntansi (accounting
confention and postulate)
3. Pendapat pribadi (personal judgement)
Pada PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 1 revisi 1998,
komponen keuangan lngkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Perusahaan dapat juga menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai
lingkungan hidup dan laporan nilai tambah khususnya bagi industry dimana
faktor lingkungan hidup memegang peranan penting.
Sedangkan menurut PSAK No. 1 revisi 2009 yang disahkan pada tanggal
15 Desember 2009 dan mulai efektif berlaku untuk periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan yang
lengkap harus meliputi komponen laporan posisi keuangan pada akhir periode,
laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan perubahan ekuitas
selama periode, laporan arus kas selama periode, catatan atas laporan
keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan
lain; dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan
ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau
membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas
mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
25
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada
dasarnya laporan keuangan yang utama terdiri dari neraca dan laporan laba rugi,
sedangkan laporan keuangan lainnya hanya merupakan laporan pelengkap yang
sifatnya memberikan penjelasan lebih lanjut.
Pada pembahasan di sini hanya memberikan penjelasan mengenai kedua
pokok penting dalam laporan keuangan, penjelasan dari masing-masing laporan
keuangan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Neraca
Menurut PSAK No.1 tahun 2007 menjelaskan bahwa :
“ Neraca adalah sebuah laporan keuangan yang menyajikan aktiva
lancar, aktiva tidak lancar dan kewajiban jangka pendek dengan
kewajiban jangka panjang kecuali untuk industri tertentu yang diatur
dalam standar akuntansi keuangan khusus. Aktiva lancer disajikan
menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut jatuh
temponya.”
Jumlah kekayaan disajikan pada sisi aktiva sedangkan jumlah kewajiban
disajikan pada sisi pasiva. Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa pada
dasarnya suatu neraca terdiri dari tiga komponen pokok yaitu aktiva, kewajiban
dan modal.
Suad Husnan (2000:36) mendefinisikan neraca sebagai: “Neraca adalah
laporan keuangan yang melaporkan jumlah keuangan, kewajiban keuangan dan
modal sendiri pada waktu tertentu”. Dalam pengertian, aktiva tidak terbatas pada
benda yang berwujud saja, tetapi juga termasuk pengeluaran-pengeluaran yang
belum dialokasikan (deffered charges) atau biaya yang masih harus dialokasikan
pada penghasilan yang akan datang serta aktiva tidak berwujud lainnya misalnya
goodwill, hak paten, hak menerbitkan dan sebagainya.
26
Pada kebanyakan perusahaan dagang dan jasa, aktiva dibagi dalam dua
kelompok, yaitu aktiva lancer dan aktiva tetap. Aktiva lancer (current asset)
adalah uang tunai dan aktiva lainnya yang dalam jangka waktu satu tahun atau
dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal akan menjadi uang tunai.
Aktiva tetap adalah kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang digunakan
dalam operasi perusahaan secara permanen (lebih dari satu periode
akuntansi/tahun).
Adapun pasiva dibagi dalam tiga kelompok, yaitu utang lancer, utang
jangka panjang dan modal. Utang lancer (current liabilities) adalah kewajiban
keuangan perusahaan yang harus dibayar dalam waktu kurang dari satu tahun.
Sedangkan utang jangka panjang (long term liabilities) adalah kewajian
keuangan perusahaan yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun.
Modal (equity) merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik
perusahaan. Di dalam perusahaan perseorangan yang dimaksud modal
hanyalah modal pribadi, sedangkan dalam perseroan terbatas (PT) yang
termasuk dalam modal adalah modal saham, laba ditahan dan cadangan.
Neraca menjadi penting sebagai salah satu laporan keuangan karena
dapat memberikan informasi-informasi sebagai berikut:
1. Likuiditas besar hasil operasi tahun lalu, yang dapat digunakan sebagai
sumber dana untuk membantu usaha ekspansi perusahaan dan
mengurangi ketergantungan dari sumer ekstern.
2. Memberikan gambaran tentang komposisi aktiva dengan jumlah masing-
masing kategori baik itu aktiva lancer, aktiva tetap maupun aktiva lainnya.
3. Jumlah total hutang relatif terhadap modal sendiri (komposisi relatif total
hutang terhadap modal sendiri), secara umum semakin tinggi jumlah
27
hutang relatif terhadap modal sendiri maka semakin tinggi resiko
keuangan perusahaan tersebut.
b. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan suatu laporan sistematis tentang
penghasilan, biaya-biaya, laba rugi yang diperoleh oleh perusahaan selama
periode tertentu.
Menurut Zaki Baridwan (2005:30) laporan laba rugi diartikan :
“Laporan laba rugi adalah suatu bentuk laporan yang menunjukkan
pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya dari suatu unit usaha untuk
suatu periode tertentu. Selisih antara pendapatan dan biaya merupakan
laba yang diperoleh atau rugi yang diderita perusahaan.”
Bentuk laba rugi yang umum digunakan adalah sebagai berikut :
1. Bentuk single step yaitu dengan menggabungkan semua penghasilan
menjadi satu kelompok sehingga untuk menghitung laba rugi bersih
hanya memerlukan satu langkah yaitu mengurangi total biaya
terhadap total pendapatan.
2. Bentuk multiple step dalam bentuk ini dilakukan pengelompokkan
yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara umum.
Menurut Arthur J. Keown dalam buku Dasar-Dasar Manajemen Keuangan
(2001:82 ), laporan laba rugi diartikan :
“Laporan laba rugi merupakan ringkasan dari empat jenis kegiatan yaitu:
1. Menjual produk atau jasa, 2. Beban produksi atau untuk mendapatkan
barang/jasa yang dijual, 3. Beban yang timbul dalam memasarkan dan
mendistribusikan produk, 4. Beban keuangan dalam menjalankan bisnis”.
Laporan laba rugi merupakan ringkasan kegiatan perusahaan selama
periode tertentu dan dipandang sebagai laporan akuntansi yang penting. Karena
dengan adanya laporan laba rugi dapat diketahui jumlah keuntungan/kerugian
28
yang diderita oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Tiga komponen
laporan ini adalah pendapatan, beban, laba dan rugi.
1. Pendapatan (revenue) adalah kenaikan aktiva suatu badan usaha
atau pelunasan hutang atau kombinasi keduanya selama satu periode
yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan
jasa atau dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan
usaha.
2. Beban (expenses) adalah arus keluar atau penggunaan lain atas
harta atau terjainya kewajiban selama satu periode dari penyerahan
atau produksi barang. Pemberian jasa atau aktivitas lain yang
merupakan operasi pokok atau utama yang berkelanjutan dari
kesatuan tersebut.
3. Laba (gains) adalah kenaikan modal yang berasal dari transaksi
sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha
dan dari suatu periode kecuali yang timbul dari pendapatan atau
investasi oleh pemilik.
4. Rugi (loses) adalah penurunan modal dari transaksi sampingan atau
transaksi yang jarang terjadi dari satu badan usaha selama satu
periode tertentu kecuali yang timul dari biaya atau distibusi pemilik.
Sedangkan laba rugi menurut Eugene F. Brigham (2001:42) diartikan: “Laporan
laba rugi adalah laporan yang mengikhtisarkan pendapatan dan beban
perusahaan selama periode akuntansi tertentu, yang umumnya setiap kuartal
atau satu tahun”.
29
2.2.2. Kinerja Keuangan
Peranan manajer keuangan adalah sangat luas, keterlibatannya meliputi
keseluruhan dari kegiatan perusahaan. Saat ini manajer keuangan juga terlibat di
dalam general manajemen, yang sebenarnya hanya bertugas untuk memperoleh
dana yang diutuhkan dan mengelola posisi kas keuangan. Dengan adanya
pergeseran persaingan yang semakin kuat, pengaruh inflasi, perubahan
teknologi, kepedulian terhadap lingkungan hidup, energi, masalah sosial,
peraturan-peraturan pemerintah serta adanya tuntunan dari sistem perdagangan
bebas, manajer keuangan dituntut pula untuk semakin akurat dalam bertindak
sesuai dengan tujuan atau sasaran perusahaan.
Dalam mengambil keputusan manajemen, maka diperlukan informasi-
informasi tentang keadaan perusahaan. Informasi yang dimaksud adalah kinerja
keuangan perusahaan. Sedangkan kinerja keuangan perusahaan mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam mengelola operasional perusahaan. Kinerja yang
baik akan memberikan pengharapan yang baik pula bagi para pengambil
keputusan investasi.
Secara umum pengertian kinerja yaitu sesuai yang ingin dicapai atau
prestasi yang diperlihatkan.
Kusnadi (2002:54) mengartikan kinerja keuangan sebagai :
“Kinerja keuangan adalah setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaan,
kegiatan atau tidakan sadar yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan
atau target tertentu, dalam hal ini adalah laba perusahaan. Tanpa adanya
kinerja berarti tidak ada upaya untuk mencapai hasil atau target.”
Kinerja keuangan menjadi indikasi apakah strategi perusahaan,
implementasi dan segala inisiatif perusahaan memperbaiki laba perusahaan.
Tentunya diadakan evaluasi kerja dimana proses-proses dengan para manajer
30
dari segala tingkatan memperoleh informasi tentang tugas di dalam perusahaan
dan menilai kinerja itu terhadap kriteria yang telah dibuat sebelumnya,
sebagaimana disusun dalam anggaran-anggaran, neraca-neraca dan tujuan-
tujuan. Dari kualitas kinerja inilah nantinya yang akan berpengaruh kepada hasil,
kualitas kinerja berkorelasi positif dengan hasil.
Adapun tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan menurut S.
Munawir (2000:116) adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi, atau
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban pada saat ditagih.
2. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut
dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka
panjang.
3. Mengetahui tingkat rentabilitas yaitu kemempuan perusahaan untuk
menghasilkan laba pada periode tertentu.
4. Mengetahui stabilitas usaha yaitu kemampuan perusahaan untuk
malakukan usahanya dengan stabil dan mempertimbangkan kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen secara teratur.
2.2.3. Analisis Rasio Keuangan
Guna menilai kondisi dan prestasi keuangan suatu perusahaan, analisis
memerlukan adanya suatu ukuran tertentu. Ukuran yang sering digunakan
adalah rasio atau indeks dari dua unsur data keuangan.
Menurut Arthur J. Keown (2001:98), “Rasio keuangan merupakan alat
analisis yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan
hubungan tertentu antara elemen yang satu dengan elemen yang lain dalam
X4 = Nilai buku saham biasa dan preferen/Nilai buku total hutang
X5 = Penjualan/Total Aset
39
Titik cut-off yang dilaporkan Altman adalah berikut ini :
Dengan Nilai Pasar Dengan Nilai Buku
Safe area (Z >) 2,99 2,90
Distress area (Z <) 1,81 1,20
Grey area 1,81-2,99 1,20-2,90
Sumber: Analisis Laporan Keuangan Mamduh M. Hanafi & Abdul Halim (2009:274-275)
Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2009:261), prediksi
financial distress perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak
yang menggunakan model tersebut meliputi:
1. Pemberi Pinjaman (seperti pihak Bank). Informasi financial deistress
bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi
pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor
pinjaman yang ada.
2. Investor. Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya
kemungkinan financial distress atau tidaknya perusahaan yang
menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif
akan mengembangkan model prediksi financial distress untuk melihat
tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian
mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3. Pihak Pemerintah. Pada beberapa sektor usaha, lembagapemerintah
mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha
tersebut (misal sektor perbankan). Juga pemerintah mempunyai
badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu diawasi.lembaga
pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda
40
kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa
dilakukan lebih awal.
4. Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi
kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan
going concern suatu perusahaan.
5. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka
perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan
pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau
kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan
adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan
dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat
menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
Sementara beberapa akibat yang ditimbulkan dari financial distress
adalah sebagai berikut:
e. Risiko biaya kesulitan keuangan mempunyai dampak negatif terhadap
nilai perusahaan yang mengoffset nilai pembebasan pajak (tax relief)
atas peningkatan level hutang.
f. Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi ketika terjadi
kesulitan keuangan, hubungannya dengan supplier, pelanggan,
pekerja, dan kreditor menjadi rusak parah.
g. Suplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin lebih berhati-
hati, atau bahkan menghentikan pasokan sama sekali.
h. Para pelanggan akan mempertimbangkan untuk menjalin kerja sama
dengan pihak lain.
41
2.2.5. Hubungan Rasio-rasio Keuangan yang dipakai dalam Model Altman Z-
Score dengan Financial Distress.
Menurut Edward I. Altman dalam The jurnal of finance, 1968 (594:596)
variabel-variabel yang berkaitan dalam penelitian ini serta hubungannya dengan
financial distress adalah sebagai berikut :
1. Working Capital / Total Assets (Modal Kerja / Total Aktiva)
Rasio pertama yang digunakan sebagai alat diskriminan adalah
rasio modal kerja terhadap total aktiva, ini sering kali dijumpai dalam studi
kasus permasalahan perusahaan, ini adalah ukuran bersih pada aktiva
lancar perusahaan terhadap modal perusahaan.
Modal kerja bersih adalah selisih antara aktiva lancar dikurangi
hutang lancar. Karakteristik likuiditas benar benar ditentukan secara jelas
biasanya sebuah perusahaan yang mengalami kerugian operasi yang
terus menerus akan menyusutkan aktiva lancar sehubungan dengan total
aktiva.
Diantara penilaian terhadap rasio likuiditas, rasio ini terbukti paling
berharga. Pemasukan variabel ini sesuai dengan studi Merwin yang
menilai modal kerja bersih pada rasio total aktiva sebagai indikator terbaik
terhadap penghentian terakhir.
2. Retained Earning / Total Assets (Laba yang Ditahan / Total Aktiva)
Adalah ukuran dari profitabilitas kumulatif lewat waktu disebutkan
pada awalnya sebagai satu dari rasio baru. Usia perusahaan dinyatakan
secara implisit dalam rasio ini, sebagai contoh, sebuah perusahaan baru
relatif mungkin akan menunjukan rasio laba ditahan/total aktiva yang
rendah karena tidak adanya waktu untuk menambah laba kumulatifnya.
Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa perusahaan baru nampak
berbeda dari analisis ini, dan kesempatan/peluang untuk diklasifikasikan
dalam golongan bangkrut relatif lebih tinggi dari yang lainnya, dari pada
perusahaan perusahaan yang lebih tua, jika hal-hal lain diasumsikan tidak
mempengaruhi (cateris paribus). Tapi, ini merupakan keadaan yang
sesungguhnya di dunia nyata. Timbulnya kegagalan lebih tinggi dalam
tahun-tahun awal perusahaan.
3. Earning Before Interest and Taxes / Total Assets (Laba Sebelum Bunga
dan Pajak / Total Aktiva)
Rasio ini dihitung dangan membagi total aktiva perusahaan
dengan penghasilan sebelum bunga dan potongan pajak dibagi dengan
total aktiva. Pada pokoknya, merupakan ukuran produktivitas dari aktiva
perusahaan yang sesungguhnya terlepas dari pajak atau faktor leverage.
Sejak keberadaan pokok perusahaan didasarkan pada kemampuan
menghasilkan laba dari aktiva aktivanya, rasio ini muncul menjadi yang
42
paling utama sesuai untuk studi yang berhubungan dengan kegagalan
perusahaan.
Selanjutnya keadaan bangkrut dalam pengertian kebangkrutan
terjadi saat total kewajiban melebihi penilaian wajar perusahaan terhadap
aktiva perusahaan dengan nilai ditentukan oleh kemampuan aktiva
menghasilkan laba.
4. Market Value of Equity / Book Value of Debt (Nilai Buku Saham Biasa
dan Saham Preferen / Nilai Buku Total Utang)
Modal diukur melalui gabungan nilai pasar dan keseluruhan
lembar saham preferen dan biasa. Sementara hutang meliputi hutang
lancar dan hutang jangka panjang. Ukuran tersebut menunjukan
seberapa banyak aktiva perusahaan dapat menurun nilainya (diukur dari
nilai pasar modal ditambah hutang) sebelum kewajiban (hutang) melebihi
aktiva dan perusahaan menjadi bangkrut.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan dengan nilai pasar dari
modalnya sebesar 1.000 dollar dan hutang 500 dollar dapat mengalami
2/3 penurunan nilai aktiva sebelum kebangkrutan, bagaimanapun
perusahaan yang sama dengan modal 250 dollar akan bangkrut jika
penurunannya hanya 1/3 nilainya. Rasio ini menambahkan dimensi nilai
pasar yang tidak ditentukan oleh studi mengenai kebangkrutan lainnya.
Rasio ini juga tampak menjadi penentu kebangkrutan yang lebih efektif
dari pada rasio serupa yang lebih umum digunakan.
5. Sales / Total Asset (Penjualan / Total Aktiva)
Rasio perputaran modal adalah standar rasio keuangan yang
menggambarkan kemampuan peningkatan penjualan dari aktiva
perusahaan merupakan suatu ukuran dari kemampuan manajemen
dalam menghadapi kondisi yang kompetitif. Rasio akhir ini cukup penting,
walaupun dalam faktanya signifikan dari ukuran rasio ini tidak dapat
ditampakkan semuanya tapi karena relasi yang unik diantara variabel
dalam model ini, rasio penjualan atau total aktiva menjadi rangking kedua
dalam kontribusi keseluruhan ketepatan model diskriminan.
Adapun beberapa penelitian yang memakai Model Altman Z-Score dan
menggunakan rasio-rasio seperti yang telah dijelaskan di atas, mengenai analisis
financial distress yang dilakukan di Indonesia sampai pada tahun 2011 antara
lain :
43
TABEL 2.2.
MATRIKS PENELITIAN EMPIRIS TERDAHULU 2005-2011
NO TAHUN NAMA
PENELITI
JUDUL
PENELITIAN KESIMPULAN
1 2005 YULIA
PURWANTI
ANALISIS RASIO
KEUANGAN
DALAM
MEMPREDIKSI
KONDISI
KEUANGAN
FINANCIAL
DISTRESS
PERUSAHAAN
MANUFAKTUR
YANG
TERDAFTAR DI
BURSA EFEK
JAKARTA
Metode yang digunakan untuk
membuktikan apakah benar rasio
keuangan (di luar model Altman)
berpengaruh signifikan terhadap
kondisi financial distress adalah regresi
logit.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada rasio keuangan lain
yang dapat digunakan sebagai alat
untuk memprediksi kondisi financial
distress perusahaan selain rasio –
rasio keuangan yang digunakan dalam
model Altman.
2 2005 APRILIA NUGRAHENI
ANALISIS KETEPATAN PREDIKSI POTENSI KEBANGKRUTAN MELALUI ALTMAN Z-SCORE DAN HUBUNGANNYA DENGAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG LISTING DI BURSA EFEK JAKARTA
Sampel dalam penelitian ini adalah 17 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2003. Dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah Altman Z-Score dan harga saham. Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi yang diambil dari laporan keuangan perbankan dan buku-buku yang menunjang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Altman Z-Score dan Korelasi Product Moment dari Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama lima tahun berturut-turut nilai Z-Score yang dimiliki oleh semua perusahaan perbankan masih dibawah 1,2 sehingga berada di wilayah ketiga yaitu yang diprediksi mengalami kebangkrutan. Hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa potensi kebangkrutan Altman Z-Score berhubungan dengan harga saham dengan adanya korelasi sebesar 22,6 % dengan taraf kepercayaaan 95 %. Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa Altman Z-Score bisa diterapkan untuk memprediksi potensi kebangkrutan di
44
Indonesia
3 2008 SINTA KARTIKA WATI
ANALISIS Z-SCORE DALAM MENGUKUR KINERJA KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA TUJUH PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI
BURSA EFEK
JAKARTA
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan, kinerja serta membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode Altman Z-Score. Kesimpulan dari Skripsi ini adalah PT.
Gudang Garam Tbk dan PT. Kimia
Farma Tbk berada pada kondisi sehat,
PT. Kalbe Farma Tbk berada pada
kondisi sehat namun sempat berada
pada kondisi bangkrut dan gray area.
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
berada pada kondisi gray area. PT.
Ultrajaya Milk Tbk berada pada kondisi
gray area dan sempat dikatakan
bangkrut. PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk berada pada kondisi
gray area dan sempat dikatakan
bangkrut. PT. Mayora Indah Tbk
mempunyai kondisi keuangan yang
naik turun. Secara metodologi
penggunaan metode Altman Z-Score
dapat mengidentifikasi keadaan suatu
perusahaan.
4 2008 ENDRI
PREDIKSI KEBANGKRUTAN BANK UNTUK MENGHADAPI DAN MENGELOLA PERUBAHAN LINGKUNGAN BISNIS: ANALISIS MODEL
ALTMAN‟S Z-
SCORE
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan tiga sampel Islam bank Indonesia. Studi ini berlaku Z-Score Altman Model selama periode 2005-2007 dan hasilnya menunjukkan bahwa semua Bank-bank Islam di sampel diperkirakan akan bangkrut. Penelitian ini membawa implikasi bagi
manajemen bank untuk memperbaiki
keuangan kinerja untuk masa depan
untuk menghindari prediksi peluang
kebangkrutan.
5 2008 ARRY PRATAMA RUDYAWAN DAN I DEWA NYOMAN
OPINI AUDIT GOING CONCERN: KAJIAN BERDASARKAN
Penilaian going concern harus disampaikan oleh auditor dan ditambahkan ke dalam opini audit. Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah ada keraguan
45
BADERA
MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN
REPUTASI
AUDITOR
substansial tentang kemampuan entitas untuk terus beroperasi untuk jangka waktu yang wajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model prediksi kebangkrutan altman, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor pada kekhawatiran akan opini audit. Hasilnya menunjukkan bahwa model prediksi kebangkrutan altman mempengaruhi akurasi masalah opini going concern. Namun, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak melakukannya.
6 2008 DIANA ATIM IFLAHA
ANALISIS FINANCIAL DISTRESS DENGAN METODE Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN.
(Studi Pada
Perusahaan
Restoran, Hotel
dan Pariwisata
yang Listing di
Bursa Efek
Indonesia Periode
2003-2007)
Zscore adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk memprediksi pekerjaan keuangan dan posisi keuangan dalam perusahaan masing-masing. Pencapaian terburuk keuangan memicu kebangkrutan. Metode yang digunakan untuk menganjurkan metode Z-Score adalah analisis tren. penelitian yang digunakan perusahaan sembilan restoran, hotel dan pariwisata yang telah menerbitkan laporan keuangan dalam lima tahun terakhir sebagai objek. yang diambil.analisis tren nemukan bahwa salah satu perusahaan mengalami berfluktuasi tren. Jadi semua perusahaan berada dalam posisi trend berfluktuasi.
7 2009 NUNUNG ARIANI
ANALISIS PERBANDINGAN MODEL ALTMAN (Z SCORE) DAN MODEL ZAVGREN (LOGIT) UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI BURSAEFEK INDONESIA (BEI)
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan adalah: menghitung financial distress dengan cara membandingkan rasio operating profit/interest expense, menghitung nilai altman (z-score) dan mengklasifikasikan berdasarkan titik cut off, menghitung nilai zavgren (logit) dan mengklasifikasikan berdasarkan rentang interval, membandingkan antara kedua model untuk mengetahui model yang lebih baik dalam memprediksi financial distress.
8 2011 GABRIELLA
ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA
Prediksi kebangkrutan menggunakan analisis z-score altman dan melihat bagaimana keadaan perusahaan manufaktur secara individu
46
PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
perusahaan maupun secara keseluruhan dengan melihat laporan keuangan perusahaan pada tahun 2009-2010.
Diolah dari berbagai sumber skripsi dan jurnal
2.3. Pasar Modal
2.3.1. Pengertian Pasar Modal
Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek
yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para investor selain alternatif
investasi lainnya, seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan
bangunan, dan sebagainya. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung. Pasar
Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan
ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka
panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.
Setiap perusahaan membutuhkan pasar keuangan (financial market)
untuk mendukung sumer dananya. Pasar keuangan terdiri dari pasar uang
(money market) dan pasar modal (capital market). Pasar uang berkaitan dengan
penyediaan dana-dana berjangka panjang.
Pengertian pasar modal secara umum menurut Keputusan Menteri
Keuangan RI No. 1548/KMK/1990 Tentang Peraturan Pasar Modal adalah :
“Suatu sistem keuangan yang terorganisir, termasuk di dalamnya adalah
bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang jasa keuangan,
serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar.”
47
Sedangkan dalam arti sempit pasar modal adalah “suatu tempat dalam
pengertian fisik yang mengorganisasikan transaksi penjualan efek yang disebut
sebagai bursa efek”.
Pengertian pasar modal menurut Undang-undang Pasar Modal Nomor 8
Tahun 1995 pasal 1, “Pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan public yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan
tempat bertemunya pihak yang mengalami kekurangan modal dengan pihak
yang mengalami kelebihan modal yang saling membutuhkan dan melakukan
berbagai permintaan dan penawaran.
2.3.2. Fungsi Pasar Modal
Pasar modal memiliki beberapa fungsi strategis yang menyebabkan
lembaga ini mempunyai daya tarik bagi pihak yang membutuhkan dana, pihak
yang memiliki dana, maupun pemerintah. Pemenintah sangat berkepentingan
dalam pembinaan pasar modal, karena dengan membaiknya kondisi pasar modal
bisa mencegah terjadinya capital flight atau pelarian modal ke luar negeri.
Sutrisno dalam bukunya Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan
Aplikasi (2008:301) memaparkan beberapa fungsi strategis dari pasar modal
yaitu :
1. Sebagai Sumber Penghimpunan Dana
Kebuluhan dana perusahaan bisa dipenuhi dari berbagai sumber
pembiayaan. Salah satu sumber dana yang bisa dimanfaatkan oleh
perusahaan adalah pasar modal, selain sistem perbankan yang
selama lni dikenal sebagal media perantara keuangan secara
konvensional. Ada beberapa keterbatasan apabila perusahaan
48
memanfaatkan bank sebagai sumber dana. Keterbatasan tersebut
adalah jumlah dana yang bisa ditarik dari perbankan terbatas, karena
pada industri perbankan dikenal dengan adanya Legal Lending Limit
atau Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK). Sehingga bila
perusahaan ingin menggalang dana yang jumlahnya relatif besar
akan terhambat dengan aturan perbankan tersebut. Oleh karena itu
perusahaan bisa masuk ke pasar modal untuk menggalang dana
yang besarnya sesuai dengan yang diharapkan tanpa ada batasan
besarnya dana.
2. Sebagai Sarana Investasi
Pada umumnya perusahaan yang menjual surat berharga (saham
atau obligasi) ke pasar modal adalah perusahaan yang sudah
mempunyai reputasi bisnis yang baik dan kredibel, sehingga efek-efek
yang dikeluarkan akan laku dijualbelikan di bursa. Sementara, pemilik
dana atau investor jika tidak ada pilihan lain mereka akan
menginvestasikan pada perbankan yang notabene mempunyai tingkat
keuntungan yang relatif kecil. Dengan adanya surat berharga yang
mudah dijualbelikan, maka bagi investor merupakan alternatif
instrument investasi. Investasi di pasar modal leblh fleksibel, sebab
setiap investor bisa dengan mudah memindahkan dananya dan satu
perusahaan ke perusahaan lainnya atau dan satu industri ke industri
lainnya. Oleh karena itu pasar modal sebagai salah satu alternatif
instrumen penempatan dana bagi investor selain di perbankan atau
investasi langsung lainnya.
3. Pemerataan Pendapatan
Pada dasarnya apabila perusahaan tidak melakukan go public,
pemilik perusahaan terbatas pada personal-personal pendiri
perusahaan yang bersangkutan. Dengan go publicnya perusahaan
memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk ikut serta
memiliki perusahaan tersebut. Dengan demikian akan memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk ikut menikmati keuntungan
dan perusahaan berupa bagian keuntungan atau dividen, sehingga
semula hanya dinikmati oleh beberapa orang permilik, akhirnya bisa
dinikmati oleh masyarakat artinya ada pemerataan pendapatan
kepada masyarakat.
4. Sebagai Pendorong lnvestasi
Sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk memajukan
pembangunan dan perekonomian negaranya. Untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan memajukan pembangunan membutuhkan
investasi besar. Pemerintah tidak akan mampu untuk melakukan
investasi sendiri tanpa dibantu oleh pihak swasta nasional dan asing.
Untuk mendorong agar pihak swasta dan asing mau melakukan
investasi baik secara langsung maupun tidak langsung, pemerintah
harus mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi mereka.
49
Salah satu iklim investasi yang kondusif adalah likuidnya pasar modal.
Semaki baik pasar modal, semakin banyak perusahaan yang akan
masuk.
2.3.3. Penggolongan Pasar Modal
Penjualan saham yang dilakukan oleh perusahaan yang go public kepada
masyarakat bisa dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan jenis pasar dan
sekuiritas yang akan dijual. Jenis-jenis pasar tersebut adalah :
a. Pasar Perdana
Pasar perdana menurut Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia adalah penawaran efek dari emiten kepada para
pemodal selama masa tertentu sebelum efek-efek tersebut dicatatkan
di bursa. Biasanya dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 hari
kerja.
Pada pasar perdana, penjamin emisi dibantu para agen
penjualan untuk menyebarkan prospectus, melayani pemesanan
saham, penjatahan saham dan pengembalian uang pemesanan
apabila pemesan tidak memperoleh jatah saham. Jika masa
penawaran perdana selesai, selanjutnya efek-efek tersebut dapat
diperdagangkan di pasar sekunder.
b. Pasar Sekunder
Pasar sekunder adalah perdaganan efek setelah melewati
masa penawaran pada pasar perdana dalam waktu selambat-
lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut
harus dicatatkan di bursa. Sejak pencatatanini maka perdagangan
efek dilakukan di bursa dimana transaksi dilakukan melalui
perdagangan efek dan pedagang efek yang menjadi anggota bursa.
50
Tempat terjadinya pasar sekunder terdapat 2 tempat, yaitu :
1. Bursa Reguler
Bursa regular adalah bursa efek resmi, seperti Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES).
2. Bursa Paralel
Bursa parallel atau over the counter adalah suatu sistem
perdagangan efek yang terorganisisr di luar bursa efek resmi,
dengan bentuk pasar sekunder yang diatur dan diselenggarakan
oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE),
diawasi dan diina oleh Bapepam. Disebut over the counter karena
pertemuan antara penjual dan pembeli tidak dilakukan di suatu
tempat tertentu tapi tersebar di antara kantor para broker atau
dealer.
2.3.4. Pelaku Pasar Modal
Semaraknya aktivitas pasar modal tidak terlepas dengan adanya pemain-
pemain pasar di bursa. Menurut Sutrisno (2008:307-309) Ada beberapa pemain
yang meramaikan lantai bursa, yaitu:
1) Investor, yakni instansi atau individu yang melakukan jual beli
instrumen pasar modal yang tujuan pemilik efeknya untuk jangka
panjang. Contohnya Yayasan dana pensiun, perusahaan asuransi,
dan perusahaan-perusahaan lainnya.
2) Spekulator, adalah instansi atau individu yang melakukan jual beli
instrumen investasi pasar modal untuk tujuan jangka pendek.
Biasanya pemain ini di bursa lebih banyak.
51
3) Acquisitor, merupakan instansi yang tujuan dalam pembelian saham
untuk ikut mengendalikan perusahaan yang mengeluarkan saham.
Biasanya acquisitor ini akan masuk pasar modal bila terjadi penjualan
saham secara besar-besaran melalui tender over, sehingga bisa
membeli dalam porsi yang besar dan bisa ikut dalam manajemen
perusahaan.
Dari ketiga pemain tersebut di atas yang lebih banyak terlibat dalam
transaksi sehari-hari adalah spekulator dan investor. Bila dibandingkan antara
investor dan spekulator, maka perbedaannya bisa dilihat dari :
Table 2.3.
Perbedaan antara Investor dan Spekulator
No Sisi Perbedaan Investor Spekulator
1 Karkteristik Mempunyai time frame jangka
panjang, sehingga perputaran efek
yang dimiliki lambat dan tingkat risiko
yang diambil rendah demikian pula
tingkat keuntungannya.
Mempunyai time frame
berjangka pendek, sehingga
perputaran efek yang dimiliki
cepat. Tingkat risikonya
tinggi namun tingkat
keuntungannya juga tinggi.
2 Strategi Membeli saham bila dinilai harganya
wajar (fair value) dengan jenis
saham yang mempunyai trend
meningkat, sehingga dalam jangka
panjang harga saham meningkat dan
bila nantinya dijual akan menapatkan
capital gain. Analisis yang digunakan
adalah analisis fundamental, yakni
melihat kinerja perusahaan yang
mengeluarkan efek.
Memilih saham yang
harganya bergejolak atau
price movement, dan akan
membeli saham pada saat
harga rendah (under value)
dan menjualnya pada saat
harga tinggi. Sedangkan
analisis investasi yang
digunakan adalah analisis
teknikal.
3 Tujuan Untuk mendapatkan dividen dan
capital gain.
Hanya mengharapkan
keuntungan dari capital gain.
Sumber : Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi oleh Sutrisno (2008:307-309)
52
2.3.5. Saham
a. Pengertian saham
Menurut Pasal 10 Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1995 “Saham
bursa efek adalah saham atas nama yang mempunyai nilai nominal dan hak
suara yang sama”.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Dan Peraturan Pasar Modal No.8
Tahun 1995: “Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek”.
Menurut John Downes dan Jordan Elliot Goodman (1994: 213): “Saham
(stock) adalah kepemilikan suatu perseroan yang diwakili oleh saham yang
merupakan klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan”.
Menurut Anatoli Karvof (2004:33): “Saham adalah surat penyertaan atas
kepemilikan dari suatu perusahaan”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Suad Husnan (2000:115) pengertian
saham adalah :
Saham merupakan sekuiritas yang memberikan penghasilan yang tidak
tetap bagi pemiliknya. Pemilik saham akan menerima penghasilan dalam
bentuk dividen dan perubahan harga saham. Jika harga saham
meningkat dari harga beli, maka pemodal dikatakan memperoleh capital
gains, apabila sebaliknya disebut capital loss.
Definisi tentang saham pada dasarnya hampir sama, yaitu
mengemukakan bahwa saham merupakan bukti kepemilikan seseorang pada
suatu perusahaan. Membeli saham berarti membeli perusahaan atau memiliki
hak suara di dalam perusahaan tersebut.
Dalam makalah seminar Training of Stock Exchange (2007), keuntungan,
hak dan resiko pemegang saham adalah sebagai berikut :
53
Keuntungan dari pemegang saham :
a. Selisih positif harga jual dikurangi harga beli (capital gain)
b. Dividen (tunai atau saham) yang dibagikan kepada pemegang saham
c. Saham bonus (jika ada)
Hak pemegang saham :
a. Dividen
b. Hak suara dalam RUPS
c. Mendapat bagian jika perusahaan dilikuidasi
Resiko pemegang saham :
a. Turunnya harga saham pada saat menjual kembali (capital loss)
b. Bila emiten rugi kemungkinan tidak ada pembagian dividen
c. Bila emiten dinyatakan bangkrut hak klaim pemegang saham adalah
terakhir.
b. Jenis saham
Menurut Sutrisno (2005:4-6) saham-saham dapat dibedakan menurut
tingkatannya dalam perdagangan saham, yaitu :
1. Saham Utilitas.
2. Saham Blue Chip.
Saham yang dikategorikan dalam jenis ini adalah saham-saham dari
perusahaan-perusahaan besar yang sudah sangat mapan, misalnya
perusahaan multinasional seperti IBM, General Electic dan sebagainya di
Indonesia dapat dikatakan antara lain PT. Telkom tbk, PT Astra
Internasional tbk, dan Bank Mandiri. Namun demikian bukan tanpa resiko
menanamkan modal diperusahaan tersebut. Dengan besarnya
perusahaan, maka biasanya deviden yang diterima para pemodal akan
kecil jumlah persahamnya, sehingga bagi pemodal-pemodal kecil tidak
begitu menguntungkan.
3. Saham Establish Growth.
4. Saham Emerging Growth.
5. Saham Penny.
2.3.6. Delisting
a. Pengertian Delisting
Delisting atau penghapusan pencatatan saham adalah adalah kebijakan
yang dilakukan oleh bursa efek untuk mengeluarkan emiten dari bursa, artinya
saham-saham emiten tersebut sudah tidak tercatat lagi di bursa efek. Pada
54
dasarnya delisting berhubungan dengan fakta yang menunjukkan bahwa
perusahaan tercatat (di bursa efek) sesungguhnya memiliki kondisi ekonomi,
likuiditas, dan kepatuhan terhadap peraturan pasar modal yang lebih buruk dari
kondisi sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa perusahaan yang terkena delisting
adalah perusahaan yang mempunyai masalah serius.
Ada sejumlah indikator yang dijadikan pegangan dalam menilai kondisi
delisting. Misalnya dalam hal laporan perkembangan setiap bulan, indikator yang
perlu diperhatikan mulai dari kepatuhan melakukan kewajiban dalam bentuk
laporan keuangan dan kejadian-kejadian penting perusahaan, frekuensi dan
volume transaksi, jumlah pemegang saham hingga kapitalisasi pasar.
b. Kriteria Delisting
Bursa mengapus pencatatan saham emiten sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Berikut adalah kondisi-kondisi dimana bursa bisa menghapus
pencatatan saham emiten di bursa yaitu :
1. Pernyataan pendaftaran yang telah menjadi efektif dibatalkan atau
dibekukan oleh Bapepam.
2. Perusahaan yang menggabungkan diri dengan perusahaan lain atau
melakukan peleburan perusahaan.
3. Perusahaan dilikuidasi.
4. Diputuskan pailit oleh Penadilan Niaga.
5. Dibekukan izin usaha yang memberikan kontribusi penjualan atau
pendapatan utama.
55
6. Harga teoritis saham hasil stock split, saham bonus, dan atau saham
dividen, atau penerbitan efek bersifat ekuitas selain saham kurang dari 20
x fraksi.
7. Laporan keuangan emiten memperoleh pendapat adverse pada tahun
buku terakir.
8. Tidak menyampaikan corporate plan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan bursa.
9. Mengalami kerugian usaha dan atau mengalami kerugian setelah pajak
selama 4 tahun berturut-turut (setelah tercatat di bursa).
10. Memiliki ekuitas negative selama tiga tahun berturut-turut (setelah tercatat
di bursa).
11. Perdagangan saham dihentikan (suspensi) selama 12 bulan berturut-turut
karena alas an apapun.
12. Tidak terjadi transaksi di pasar reguler selama Sembilan bulan berturut-
turut (tidak termasuk masa suspensi).
13. Harga rata-rata penutupan saham yang terjadi selama 3 bulan berturut-
turut kurang dari Rp 50 (lima puluh rupiah).
14. Rata-rata volume transaksi di pasar reguler selama 12 bulan berturut-
turut kurang dari sepuluh ribu saham perbulan.
15. Jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minor (bukan majority
shareholders) kurang dari 5% dari modal disetor dan kurang dari sepuluh
juta saham dalam jangka waktu 6 bulan terakhir berturut-turut.
16. Jumlah pemegang saham yang memiliki minimal satu tahun perdagangan
kurang dari 100 pemegang saham dalam jangka waktu 6 bulan terakhir
berturut-turut.
56
17. Emiten tidak lagi memenuhi persyaratan umum pencatatan apabila
bidang usahanya baik langsung maupun tidak langsung dilarang oleh
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan emiten yang
bersangkutan memberikan kontribusi pendapatan lebih dari 50% kepada
anak/induk perusahaannya dimana anak/induk perusahaan tersebut juga
merupakan emiten di bursa.
18. Perusahaan yang tercatat sebagai perusahaan pertambangan tidak lagi
mempunyai :
a. Kuasa penambangan atau surat izin penambangan daerah.
b. Jumlah cadangan (deposit) tidak lagi memenuhi persyaratan
ekonomis.
c. Direktur yang memiliki kemampuan teknis yang berpengalaman di
bidang pertambangan sesuai dengan kegiatan usaha perusahaan
selama 6 bulan berturut-turut.
c. Prosedur Delisting
Bila emiten yang mengalami minimal satu kondisi delisting yaitu :
a. Pernyataan pendaftarannya dibatalkan atau dibekukan oleh Bapepam
b. Emiten mengalami merger
c. Akuisisi
d. Emiten dilikuidasi, maka bursa paling lambat pada hari bursa
berikutnya mengumumkan di lantai bursa tentang penghapusan
saham tersebut
Bila emiten mengalami salah satu kondisi yang mengarah delisting di luar
dari empat kondisi di atas, maka prosedur delisting dilakukan sebagai berikut :
57
a. Bursa memberitahukan mengenai keputusan delisting dan jadwal
pelaksanaannya kepada emiten yang bersangkutan pada hari bursa yang
sama saat dikeluarkannya keputusan tersebut dengan tembusan kepada
Bapepam.
b. Bursa mengumumkan mengenai keputusan delisting tersebut termasuk
jadwal pelaksanaannya. Pengumuman dilakukan paling lambat pada saat
hari bursa berikutnya setelah adanya keputusan delisting tersebut.
c. Saham emiten di atas dapat diperdagangkan di bursa pada pasar
negoisasi selama 20 hari bursa terhitung sejak berakhirnya masa
suspense dan penyelesaian transaksinya tidak dilakukan KPEI.
d. Penghapusan pencatatan saham emiten dari daftar efek yang tercatat di
bursa berlaku efektif pada hari bursa berikutnya setelah berakirnya masa
perdagangan.
e. Paling lambat lima hari bursa sebelum berakhirnya masa perdagangan,
maka bursa menggunakan tanggal efektif delidting saham emiten
tersebut.
d. Dampak Delisting Perusahaan
1. Bagi Investor
Pada kondisi tertentu kebijaksanaan delisting memang bisa
merugikan investor karena beberapa alasan yaitu :
a. Delisting menyebabkan investor kehilangan cara untuk
memperdagangkan sahamnya secara efisien dan transparan.
58
b. Delisting menyebabkan investor kehilangan informasi tentang
besarnya modal perusahaan, tingkat operasi perusahaan dan
jumlah pemegang sahamnya.
c. Delisting menyebabkan investor kesulitan dalam mendapatkan
market information yang mempengaruhi perkembangan harga
saham.
2. Bagi Kreditur
Delisting menyebabkan kreditur kehilangan informasi tentang
kinerja perusahaan, sehingga akan kesulitan dalam pemberian kredit
kepada perusahaan tersebut.
3. Bagi perusahaan yang di-delist
Dengan tidak tercatatnya perusahaan di bursa efek, akan menyebabkan
perusahaan yang bersangkutan mengalami kesulitan dalam melakukan
restrukturisasi keuangan yang telah dilakukannya.
2.4. Definisi Konsepsional
Untuk dapat mempelajari permasalahan dalam penulisan skripsi ini, maka
penulis akan menjelaskan definisi konsepnya. Berdasarkan uraian dari latar
belakang dan dasar teori, maka penulis memberikan batasan definisi
konsepsional pada penulisan ini sehingga dapat diperoleh arah dan pengertian
yang jelas.
Kesulitan keuangan (Financial Distress) diartikan sebagai suatu kondisi
dimana perusahaan secara keuangan mengalami kemacetan (penurunan).
Dalam hal ini penulis mencoba untuk menghubungkan antara kondisi financial
distress pada perusahaan berkategori net operating income negatif dan dalam
59
satu tahun lebih tidak melakukan pembayaran dividen dengan kemungkinan
perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Dimana alat analisis yang
digunakan adalah Z Score model Altman modifikasi 1983.
Dalam perkembangannya Z Score Altman sendiri mengalami beberapa
perubahan. Sehingga dari hasil perkembangan itu, menghasilkan beberapa
bentuk perhitungan.
Rasio Likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya.
Rasio-rasio yang dipakai dalam Model Altman Z-Score yang hubunganya
terhadap financial distress telah dijelaskan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Rasio likuiditas atau Liquidity ratios
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
2. Rasio laverage atau Laverage ratios
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh
aktiva perusahaan diiayai dengan hutang.
3. Rasio aktivitas atau Activity ratios
Rasio-rasio untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan sumber dananya.
4. Rasio keuntungan atau Profitability ratios
Adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
profitabilitas.
60
Perusahaan adalah organisasi yang terstruktur yang melakukan kegiatan
bisnis meliputi proses manajemen dan produksi yang tujuan utamanya (main
purpose) adalah memperoleh keuntungan (profit).
Bursa Efek Indonesia adalah pihak yang menyelenggarakan dan
menyediakan sistem atau sarana untuk perdagangan efek saham yang