Skripsi LEGALITAS PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH MOREN WIDYA PUTRI 08.1011.3380 Program Kekhususan Hukum Pidana FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS 2012
34
Embed
Skripsi LEGALITAS PEMBERIAN REMISI TERHADAP …repository.unand.ac.id/19765/1/coverskrip.pdf · Lucunya para tokoh 7 ... sebanyak 330 narapidana kasus korupsi dan 11 orang diantaranya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Skripsi
LEGALITAS PEMBERIAN REMISI TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
MOREN WIDYA PUTRI
08.1011.3380
Program Kekhususan Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI
UNIVERSITAS ANDALAS
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Telah lebih dari 66 tahun Indonesia memproklamirkan dirinya sebagai
negara yang merdeka, namun selama itu pula bangsa ini belum bisa memberantas
tuntas masalah Korupsi. Korupsi semakin meluas dan bekerja secara sistematik
sehingga pelaku korupsi yang sebenarnya tersamarkan dan sulit untuk membasmi
korupsi sampai keakar-akarnya karena tindak pidana ini sudah sistematis dan
terorganisir secara sempurna. Korupsi juga berdampak luas bagi seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya merugikan perekonomian
negara tetapi juga melemahkan perekonomian bangsa. Menjauhkan rakyat
Indonesia dari kesejahteraan.
Korupsi juga telah memerosotkan moral bangsa. Melempar jauh Indonesia
kejurang ketidakpercayaan dunia. Mempredikatkan Indonesia sebagai negara
paling korup di Asia beberapa tahun terakhir.1 Memberantas korupsi adalah sama
halnya dengan lari maraton.2 Dibutuhkan jarak yang jauh dengan konstan
kecepatan yang bertahap. Bukan lari sprint dengan kecepatan optimal selekasnya
korupsi harus dibasmi. Butuh waktu dan butuh pemikiran serta ilmu pengetahuan
untuk mendorong bangsa ini bebas dari praktik korupsi. Setidaknya jika kita tidak
bisa membasmi tuntas minimal kita bisa mengendalikan korupsi ini dengan
cerdik.
1Menurut survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berkedudukan
di Hongkong. 2Wijayanto dan Ridwan Zachrie (ed.), 2009, dalam “Korupsi Mengorupsi Indonesia”,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. XXii
Di Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak zaman kerajaan. Bahkan, VOC
bangkrut pada awal abad ke-20 akibat korupsi yang merajalela ditubuhnya.
Setelah proklamasi kemerdekaan, posisi pemerintahan diisi oleh kaum pribumi
yang tumbuh dan berkembang di lingkungan korup. Kultur korupsi tersebut
berlanjut hingga masa pemerintahan Orde Lama. Di awal pemerintahan Orde
Baru, Presiden Soeharto melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi.
Terlepas dari upaya tersebut, Presiden Soeharto tumbang karena isu korupsi.
Perjalanan panjang korupsi telah membuat berbagai kalangan pesimistis akan
prospek pemberantasan korupsi, baik di Indonesia maupun di berbagai belahan
dunia.3
Berbagai aturan dan perundang-undangan di susun dengan sebegitu
sempurna untuk membantu aparatur negara, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) memberantas tindak pidana korupsi ini. Namun yang kita tahu sehebat
apapun aturan yang dibuat ternyata tidak mampu berjalan sesuai apa yang dibuat
sama saja tidak ada gunanya. Kemandulan ini juga cukup menggelitik hati kita.
Bagaimana mungkin aturan yang telah sedemikian hebat dan mengikat akan tetapi
tetap saja ada celah bagi para koruptor untuk lepas dari jerat hukum. Seandainya
pun mereka dihukum dibuat bagaimana agar hukum itu tidak berat atau jauh dari
apa yang dituntutkan kepada mereka.
Dalam laporan menyambut tahun 2011, Pusat Kajian Anti Korupsi
(PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) mencatat, ada lima kasus berskala
3Wijayanto, 2009, “Memahami Korupsi” dalam Wijayanto dan Ridwan Zachrie (ed.),
ibid, hlm 4-5.
nasional yang proses hukumnya bergulir pada 2010, tapi masih menjadi tanda
tanya besar karena belum tuntas hingga tahun berganti. Kasus itu adalah perkara
sistem administrasi badan hukum (sisminbakum), kasus Depsos, kasus suap
pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (DGSBI) Miranda Goeltom, kasus
Gayus Tambunan dan kasus Bank Century.4
Pertama, perkara sisminbakum yang mengabulkan permohan kasasi bekas
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita. Romli
dinyatakan lepas dari segala tuntutan dan dapat menghirup udara bebas. Kedua,
kasus pengadaan sarung, mesin jahit dan sapi untuk bantuan sosial di Departemen
Sosial. Kasus itu telah menyeret bekas Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah sebagai
terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Ketiga, yang
juga masih menjadi tanda tanya besar adalah kasus suap pemilihan DGS BI
Miranda Goeltom. Soalnya, meskipun sudah ada tersangka baru sebanyak 26
orang, tetapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menetapkan pihak-
pihak yang diduga sebagai penyuap menjadi tersangka. Sejauh ini, 26 tersangka
dan empat terpidana kasus tersebut berasal dari pihak yang menurut KPK
disuap. Kasus ini seperti tebang pilih. Miranda masih bebas, begitu pula Nunun
Nurbaetie yang menggunakan alasan sakit lupa ingatan dan sedang menjalani
perawatan di Singapura.
Keempat, kasus Gayus Tambunan. Menurut PUKAT, kasus Gayus seperti
dibonsai. Soalnya, yang terlibat dalam kasus itu hanya pejabat kelas teri tanpa big
4http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=16113, diakses 26 Januari 2012
dalam iklan antikorupsi tersebut baru-baru ini malah diduga terlibat sejumlah
kasus korupsi.9 Terlepas dari itu semua, membuktikan bahwa pada masa
pemerintahan SBY pun korupsi sulit dibasmi.
Indonesian Corruption Watch (ICW) melansir 40 kasus korupsi kelas
kakap yang belum dituntaskan. Kasus korupsi itu antara lain skandal Bank Bali,
kasus korupsi di PT Perumnas, dan kasus korupsi pembangunan kantor cabang PT
Taspen. Menurut Emerson Wakil Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring
Peradilan ICW, korupsi skandal Bank Bali senilai Rp 904 miliar, kasus korupsi di
PT Perumnas senilai Rp 859 miliar, dan kasus korupsi pembangunan kantor
cabang PT Taspen senilai Rp 679 miliar. Beberapa kasus korupsi BLBI juga tidak
jelas penanganannya. Emerson juga menunjuk, beberapa kasus penyimpangan
yang telah disidik sejak 1998 namun hingga saat ini belum dilimpahkan ke
pengadilan.10
Hal diatas membuktikan belum sungguh-sungguhnya SBY menepati
janjinya untuk memberantas korupsi tanpa tebang pilih dan belum efektifnya
kinerja Jaksa Agung dalam mengusut kasus korupsi padahal awal
pemerintahannya dulu SBY mengeluarkan Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Sejalan dengan mandeknya
pemberantasan korupsi, kembali kita dikejutkan oleh pemberitaan tentang remisi
untuk koruptor.
9Seperti yang kita ketahui maraknya pemberitaan kasus korupsi yang melibatkan Anas
Urbaningrum dan Angelina Sondakh dalam kasus suap wisma Atlet Palembang oleh Nazaruddin. 10http://www.detiknews.com/read/2009/07/16/114655/1166103/10/40-kasus-korupsi-
kakap-belum-tuntas-sby-harus-evaluasi-hendarman, diakses 26 Januari 2012 pukul 20.00 WIB.
Remisi merupakan hak-hak narapidana yang diatur secara tegas dalam
undang-undang.35Menurut Tesaurus bidang hukum, Remisi: pemotongan
hukuman, pengampunan hukuman, pengurangan hukuman.36 Sementara Andi
Hamzah dalam bukunya Terminologi Hukum Pidana berpendapat bahwa remisi
adalah pengurangan pidana oleh negara bagi narapidana yg berkelakuan baik.37
Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada
Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan.38 Sistem kepenjaraan menempatkan remisi
sebagai anugerah, artinya remisi adalah anugerah dari pemerintah kepada
narapidana. Baru tahun 1950 berdasarkan Kepres No. 156/1950 remisi diberikan
setiap ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut Andi Hamzah lagi, remisi adalah sebagai pembebasan hukuman
untuk seluruhnya atau sebagian atau dari seumur hidup menjadi hukuman terbatas
32Eko Endarmoko, 2009, Tesaurus Bahasa Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, hlm. 370 33Daniel Haryono, loc.cit 34Eko Endarmoko, loc. cit 35Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 14 ayat 1
poin i menjelaskan tentang remisi 36Ajarotni Nasution dkk, 2008, Tesaurus Bidang Hukum, pengayoman, Jakarta, hlm 132 37Andi hamzah, 2007, Terminologi Hukum Pidana,Sinar Grafika, Jakarta, hlm 132 38Lihat Pasal 1 PP Nomor 32 Th.1999 tentang Syarat dan Tata Cara pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan
yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan, remisi adalah pengurangan
masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan Anak Pidana yang
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia
No.174 Tahun 1999, tidak memberikan pengertian remisi, di sana hanya
dikatakan “setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani pidana penjara
sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan
baik selama menjalani pidana.39
Dasar hukum pemberian sudah mengalami beberapa kali perubahan,
bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keppres no 69 Tahun 1999 dan belum
sempat diterapkan akan tetapi kemudian dicabut kembali dengan Keppres No. 174
Tahun 1999. Remisi yang berlaku dan pernah berlaku di Indonesia sejak zaman
Belanda sampai sekarang adalah berturut-turut sebagai berikut:
1. Gouvernement Besluit tanggal 10 agustus 1935 no 23 Bijblad No.
13515 jo. 9 Juli 1941 no. 12 dan 26 Januari 1942 No. 22; Merupakan
yang diberikan sebagai hadiah semata-mata pada hari kelahiran Sri Ratu
Belanda.
2. Keputusan Presiden Nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat
dalam Berita Negara No. 26 Tanggal 28 April 1950 jo. Peraturan
Presiden RI No. 1 Tahun 1946 tanggal 8 Agustus 1946 dan Peraturan
39Dwidja Priyatno, 2009, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT Refika
Aditama, Bandung , hlm 133-134.
Menteri Kehakiman RI No.G.8/106 tanggal 10 Januari 1947 jo.
Keputusan Presiden RI Nomor 120 Tahun 1955, tanggal 23 Juli 1955
tentang Ampunan Istimewa.
3. Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1987 jo. Keputusan Menteri
Kehakiman RI No. 01.HN.02.01 Tahun 1987 tentang Pelaksanaan
Keputusan Presiden No 5 Tahun 1987, Keputusan Menteri Kehakiman
RI No.04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 tentang
Tambahan Remisi Bagi Narapidana yang Menjadi Donor Organ Tubuh
dan Donor Darah dan Keputusan Menteri Kehakiman RI No.
03.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 10 Maret 1988 tentang Tata Cara
Permohonan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana
Penjara Sementara berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 5 tahun
1987.
4. Keputusan Presiden No. 69 Tahun 1999 tentang Pengurangan Masa
Pidana (remisi).
5. Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 jo. Keputusan Menteri
Hukum dan Perundang-undangan RI No. M.09.HN.02.01 Tahun 1999
tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999,
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan No.
M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian
Remisi Khusus.
C. Tindak Pidana Korupsi
Sebelum mengupas masalah tentang tindak pidana korupsi. Ada baiknya
terlebih dahulu kita membicarakan mengenai pelaku dalam hal ini disebut sebagai
Narapidana dan membahas sedikit pengertian dari tindak pidana. Narapidana
adalah orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di dalam
lembaga permasyarakatan.40 Sementara itu tindak pidana disebut juga dengan
delik, delict;delikt;offenceyang berarti artinya adalah perbuatan yang dilarang dan
diancam pidana oleh undang-undang.41
Secara historis, korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio dimana ia
memiliki kata kerja Commpereyang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutar balik atau menyogok. Dapat diibaratkan bahwa perbuatan para koruptor
itu busuk, tidak bermoral, bahkan bejad. Keberadaannya mampu merusak tatanan
kemapanan, licik, curang dan cenderung menghancurkan segalanya.42 Beberapa
para ahli memberikan pemaparan dan pemahaman mengenai istilah korupsi dan
bagaimana mengartikan korupsi tersebut sebagai suatu kejahatan, yaitu antara
lain:
1. John M. Echols dan Hassan Shaddily mengartikan korupsi secara harfiah
berarti jahat atau busuk.43
2. A.I.N. Kramer mengartikan kata korupsi sebagai busuk, rusak atau dapat