Top Banner
KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA Oleh SITI NUROSIYAH F24101015 2005 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
120

SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

Mar 05, 2019

Download

Documents

duongcong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN

DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

Oleh

SITI NUROSIYAH

F24101015

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN

DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SITI NUROSIYAH

F24101015

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN

DAN SISTEM PELAPORANNYA DI INDONESIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SITI NUROSIYAH

F24101015

Dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1982

di Magelang, Jawa Tengah

Tanggal Lulus : 16 Desember 2005

Menyetujui,

Bogor, Januari 2006

Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, M.S. Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP

Page 4: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

Siti Nurosiyah. F24101015. Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc. 2005.

RINGKASAN

Keamanan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan.

Kebijakan-kebijakan telah dibuat untuk melindungi masyarakat dari pangan yang tidak aman. Pangan bisa terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia, dan biologis yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang sistematis penting untuk menyajikan data kasus yang dapat digunakan sebagai landasan ilmiah (evidence base) dalam penentuan kebijakan keamanan pangan. Data kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia belum digunakan sebagai landasan ilmiah untuk membuat kebijakan program keamanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus penyakit akibat pangan, dengan metode yang digunakan adalah pemberitahuan wajib (statutory notification) kasus penyakit akibat pangan dan laporan rumah sakit; (2) mengidentifikasi masalah sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia; serta (3) mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang lebih sistematis, dengan rujukan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di negara-negara maju dan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO (World Health Organization) sebagai acuan utama.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian adalah dengan pengumpulan data sekunder kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen PPPL dan Ditjen Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI. Metode wawancara pada informan ahli (expert informan) dilakukan untuk mengumpulkan informasi faktual tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Studi pustaka (melalui browsing internet) tentang sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO dan negara lain dengan sistem surveilan dan notifikasi kasus penyakit akibat pangan yang lebih baik digunakan sebagai rujukan.

Berdasarkan hasil investigasi, terdapat beberapa penyakit akibat pangan di Indonesia yang wajib terlaporkan pada Ditjen Pelayanan Medik dan/atau Ditjen PPPL yaitu kasus kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, diare dan gastroenteritis, amubiasis, penyakit infeksi usus lain, serta hepatitis A. Interpretasi data kasus tersebut belum mencerminkan kecenderungan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah angka pelaporan kasus yang rendah (< 40%, dengan range 7.6% data kasus rumah sakit dan puskesmas pada Ditjen PPPL selama tahun 2002 sampai 37.6% data kasus rawat inap rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik selama tahun 2004) serta sistem pelaporan yang kurang jelas. Propinsi dengan persentase kelengkapan yang relatif besar meliputi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung (data pada Ditjen PPPL).

Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang efektif dan efisien harus terus dikembangkan, sebagai salah satu pendukung surveilan keamanan pangan di Indonesia. Sistem pelaporan yang mencakup mekanisme dan formulir pelaporan kasus dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam membuat model pelaporan yang lebih baik di masa yang akan datang. Peran penting laboratorium kesehatan perlu dimaksimalkan dengan melibatkannya dalam

Page 5: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan, serta perlu dilakukan surveilan dan investigasi lebih lanjut tentang kasus penyakit akibat pangan berbasis laboratorium kesehatan di Indonesia. Pengembangan sistem tersebut juga harus diikuti dengan perangkat pendukung lainnya seperti software pengolah data kasus penyakit akibat pangan sehingga output dari pengembangan sistem tersebut dapat lebih aplikatif untuk diimplementasikan di Indonesia. Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang melibatkan Badan POM RI sebagai leading sector dalam program keamanan pangan perlu didukung oleh stakeholder yang dapat menguatkan peran serta Badan POM RI.

Page 6: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan

Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2001 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program

Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis

aktif dalam beberapa kegiatan akademis dan non akademis, diantaranya sebagai

asisten praktikum Kimia Dasar I, staf pengajar privat di Lembaga Pendidikan Nurul

Ilmi, serta anggota HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan). Penulis

juga aktif dalam beberapa kepanitiaan, diantaranya tergabung dalam seksi

kesekretariatan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional tahun 2003 dan BAUR

2003. Penulis menjadi salah satu finalis dalam lomba Program Kreativitas

Mahasiswa (PKM) bidang penelitian tingkat IPB pada tahun 2002.

Penulis melakukan kerja magang pada Sub Direktorat Surveilan dan

Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan

Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya,

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Badan POM RI). Dalam kegiatan magang

tersebut, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kasus Penyakit Akibat

Pangan dan Sistem Pelaporannya di Indonesia” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir.

Winiati Pudji Rahayu, M.S. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.

Penulis dilahirkan pada 12 Juli 1982 di Magelang,

Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga

bersaudara, pasangan Ayahanda Turhadi dan Ibunda

Nafsyah. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK

Masyithoh (1988 - 1989), SD Negeri 1 Kebonrejo (1989 -

1995), SLTP Negeri 1 Salaman, Magelang (1995 - 1998)

dan SMU Negeri 1 Purworejo (1998 - 2001).

Page 7: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat, hidayah serta nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Kasus Penyakit Akibat Pangan dan Sistem

Pelaporannya di Indonesia”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan

skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibunda dan Ayahanda yang selalu memberikan dukungan berupa doa, kasih

sayang, semangat dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan

dan tugas akhir ini. Karya ini ku persembahkan untuk Kalian.

2. Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS., sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus

Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan tugas akhir di Direktorat Surveilan dan

Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI, serta atas bimbingan, arahan,

dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan dan

penyelesaian tugas akhir ini. Saya terinspirasi oleh langkah Ibu.

3. Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc., selaku Dosen Pembimbing II sekaligus

Kepala Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan pangan,

Badan POM RI, yang telah bekerja keras memberikan bimbingan dan arahan

secara profesional kepada penulis selama pelaksanaan tugas akhir. Apresiasi

saya yang sangat tinggi atas dedikasi Bapak.

4. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc., Deputi Bidang Pengawasan Keamanan

Pangan dan Bahan Berbahaya, yang telah memberikan izin untuk melaksanakan

magang di Badan POM RI.

5. Ir. Darwin Kadarisman, MS., sebagai dosen penguji atas masukannya pada saat

pelaksanaan ujian skripsi.

6. Mbakku, Masku, Mas Iparku, dan keponakan kecilku (Nida) yang selalu

memberikan keceriaan dan dukungannya. Bagaimana lah aku tanpa Kalian di

sampingku.

Page 8: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

7. dr. Erfandi, FETP. dan Staf Direktorat Surveilan dan Penanggulangan

Keamanan Pangan (Dra. Setia Murni Sitanggang, Ruki Fanaike, STP., Ir.

Dedi Darusman, drh. A.A. Nyoman Marta Negara, Nugroho Indrotristanto,

STP., Rina Puspitasari, STP., Novian Damayanti, STP., Yanti Ratnasari, SP.)

atas bantuannya selama magang.

8. Mbak Devi, mbak Nita, mas Didik dan mas Fahmi, terima kasih untuk semua

dukungan serta sharing pengalaman yang tentunya berharga untukku.

9. Bapak Nu’man, Ibu Oom dan keluarga, terima kasih banyak atas tempat, rumah

dan kos yang selalu membuatku nyaman. Semoga Allah SWT membalas jasa

Bapak, Ibu dan keluarga.

10. Wahyu_que, de’Nanny, Enu, Efi, Eri, Herman dan semua sahabatku yang tidak

bosan-bosannya memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir ini. Ber-SEMANGAATT!!!

11. Inne, Rini, Ari, dan Tami sebagai teman seperjuangan selama pelaksanaan

magang di Badan POM RI. Sukses selalu teman!!

12. Anita, Rini, Rina, Yayah, Aar, Citra, dan teman satu bimbingan yang telah

banyak memberikan masukan dalam pelaksanaan tugas akhir ini.

13. Tithut, Ciput, dan Majaw sebagai teman di ‘Mrs.Oom’s boarding house’, serta

teman-teman di ‘Nikita boarding house’ yang selalu memberi semangat dalam

pelaksanaan magang dan penyelesaian skripsi ini.

14. Lina, Novi, Hendry, Vica, Umi, Nita, Wanda, Meli, Ana, Eni dan rekan-rekan

TPG angkatan 38 atas kerjasamanya selama perkuliahan di IPB.

15. Semua pihak yang turut membantu selama kuliah sampai dengan penulisan

skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukannya.

Bogor, Januari 2006

Penulis

Page 9: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... viii

DAFTAR ISTILAH ............................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ..................................................................... 1

B. TUJUAN .......................................................................................... 3

C. MANFAAT ...................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4

A. PENYAKIT AKIBAT PANGAN ..................................................... 4

B. METODE SURVEILAN KEAMANAN PANGAN. ....................... 8

C. SURVEILAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN ............... 14

D. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AKIBAT PANGAN ....................... 24

E. KONSEP ANALISIS RISIKO UNTUK KEAMANAN PANGAN . 27

F. DAMPAK EKONOMI PENYAKIT AKIBAT PANGAN ............... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 35

A. METODE PENELITIAN .................................................................. 35

B. TEMPAT DAN WAKTU ................................................................. 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 43

A. IDENTIFIKASI KELEMAHAN DALAM INTERPRETASI DATA

KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA .......... 43

B. PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI

INDONESIA .................................................................................... 44

C. KECENDERUNGAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI

INDONESIA .................................................................................... 48

D. KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN MENURUT INCIDENT

RATE, CASE FATALITY RATE, DAN ADMISSION RATE PADA

RUMAH SAKIT ............................................................................ 62

Page 10: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

E. MANAJEMEN PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT

PANGAN ......................................................................................... 68

F. MASALAH POKOK DALAM SISTEM PELAPORAN KASUS

PENYAKIT AKIBAT PANGAN .................................................... 69

G. PENGEMBANGAN SISTEM PELAPORAN KASUS

PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA ........................ 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 80

LAMPIRAN ........................................................................................... 87

Page 11: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan infeksi dan intoksikasi penyakit akibat pangan ............ 6 Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab .............. 8

Tabel 3. Keadaan surveilan keamanan pangan di Indonesia ........................ 13 Tabel 4. Penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di beberapa

negara ............................................................................................. 20 Tabel 5. Kerugian ekonomi akibat KLB keracunan pangan ........................ 33 Tabel 6. Definisi kasus penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di

Indonesia ........................................................................................ 37 Tabel 7. Ketersediaan komponen pelaporan data kasus penyakit akibat

pangan pada Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL ................ 44 Tabel 8. Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen

Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL ................................................ 45 Tabel 9. Pelaporan data kasus oleh rumah sakit pada Ditjen

Pelayanan Medik ............................................................................ 46

Page 12: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Piramida beban penyakit akibat pangan ......................................... 17 Gambar 2. Peta angka insiden kasus penyakit akibat pangan (foodborne

disease) di dunia ............................................................................. 18

Gambar 3. Proses analisis risiko ...................................................................... 28 Gambar 4. Bagan alir kegiatan-kegiatan dalam kajian risiko .......................... 31 Gambar 5. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian pengembangan sistem

pelaporan kasus penyakit akibat pangan ........................................ 36

Gambar 6. Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur ........................................................... 49 Gambar 7. Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu .......................................................................... 49

Gambar 8. Incident rate kasus kolera berdasarkan penyebaran per propinsi di Indonesia ...................................................................... 51 Gambar 9. Incident rate tifoid pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur ........................................................... 52

Gambar 10. Incident rate tifoid pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu .............................................................................................. 53 Gambar 11. Incident rate kasus tifoid berdasarkan penyebaran per propinsi di Indonesia ...................................................................... 54

Gambar 12. Incident rate diare pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur ........................................................... 56

Gambar 13. Incident rate diare pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu .............................................................................................. 56

Gambar 14. Incident rate kasus diare berdasarkan penyebaran per propinsi di Indonesia ...................................................................... 57

Gambar 15. Incident rate hepatitis A pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur ........................................................... 60

Page 13: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

Gambar 16. Incident rate hepatitis A pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu .......................................................................... 60

Gambar 17. Incident rate disentri pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur ........................................................... 61

Gambar 18. Incident rate disentri pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu .......................................................................... 62 Gambar 19. Incident rate kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai IR < 12 ....................................................................... 63 Gambar 20. Incident rate kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai IR > 50 ....................................................................... 63 Gambar 21. Case fatality rate (CFR) kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai CFR < 12 ........................................................... 65 Gambar 22. Case fatality rate (CFR) diare dan gastroenteritis serta kolera di rumah sakit ..................................................................................... 65 Gambar 23. Admission rate (AR) kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai AR < 3.5 ............................................................ 67 Gambar 24. Admission rate (AR) kasus diare dan gastroenteritis serta infeksi usus di rumah sakit ............................................................. 67 Gambar 25. Distribusi data surveilan penyakit akibat pangan di Indonesia ...... 69 Gambar 26. Mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease) di Indonesia ...................................................................... 73 Gambar 27. Formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease) di Indonesia ...................................................................... 76

Page 14: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Persentase kelengkapan laporan puskesmas dan rumah sakit tahun 2003 ................................................................................... 87

Lampiran 2. Distribusi penyakit kolera pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ...................... 88 Lampiran 3. Distribusi penyakit demam tifoid dan paratifoid pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit

tahun 2003 ................................................................................... 88

Lampiran 4. Distribusi penyakit sigelosis pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ...................... 89

Lampiran 5. Distribusi penyakit diare dan gastroenteritis oleh penyakit infeksi tertentu pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis

kelamin di rumah sakit tahun 2003 ............................................. 89

Lampiran 6. Distribusi penyakit amubiasis pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ...................... 90

Lampiran 7. Distribusi penyakit infeksi usus lainnya pasien rawat inap dan

rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003.... 90

Lampiran 8. Distribusi penyakit hepatitis a pasien rawat inap dan rawat jalan menurut jenis kelamin di rumah sakit tahun 2003 ...................... 91

Lampiran 9. Kasus dan angka insiden kolera per 10 000 per propinsi di Indonesia tahun 2000-2003 ......................................................... 92

Lampiran 10. Kasus dan angka insiden tifoid per 10 000 per propinsi di Indonesia tahun 2000-2003 ......................................................... 94

Lampiran 11. Kasus dan Angka Insidens Diare Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia tahun 2000-2003 ......................................................... 96

Lampiran 12. Daftar penyakit akibat pangan menurut ICD X (International Classification Disease) WHO.............................. 98

Lampiran 13. Contoh formulir rekam medis rumah sakit di Indonesia (1) ....... 101

Lampiran 14. Contoh formulir rekam medis rumah sakit di Indonesia (2) ....... 102

Page 15: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

DAFTAR ISTILAH

1. Admission rate (angka kunjungan) adalah angka kunjungan kasus dengan

rawat jalan pada rumah sakit, ditentukan berdasarkan jumlah kunjungan

(kasus lama dan kasus baru) per jumlah kasus baru (pasien rawat jalan) pada

rumah sakit.

2. Case fatality rate (angka kefatalan kasus) adalah nilai perbandingan antara

jumlah korban meninggal (kasus meninggal) dengan total jumlah korban

(jumlah kasus yang terjadi) selama kurun waktu tertentu.

3. Confirmed case adalah kasus penyakit akibat pangan yang didiagnosis secara

klinis oleh petugas kesehatan (dokter) dan dilengkapi dengan hasil pengujian

spesimen oleh laboratorium.

4. Data adalah fakta atau kejadian yang sesungguhnya yang diamati dalam studi,

survei, maupun surveilan.

5. Endemik adalah peningkatan prevalensi suatu penyakit atau infeksi dengan

agen penyebab penyakit tertentu pada suatu populasi penduduk dalam wilayah

geografis tertentu.

6. Epidemik adalah kejadian penyakit tertentu yang lebih besar dari biasanya

pada individu di suatu komunitas dalam waktu yang bersamaan.

7. Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan (faktor-faktor)

yang berhubungan dengan status kesehatan dan kejadian-kejadian yang

berhubungan dengan kesehatan dalam suatu populasi penduduk, serta

aplikasinya untuk mencegah, menanggulangi masalah-masalah kesehatan

(penyakit).

8. Epidemiolog adalah orang yang menerapkan prinsip-prinsip dan metode

epidemiologi dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit.

9. Etiologi adalah penyebab suatu penyakit (misal: tipe bakteri, virus, toksin dan

sebagainya).

10. Evidence base adalah informasi yang diperoleh secara secara ilmiah, melalui

kegiatan studi, survei, atau surveilan mengenai keamanan pangan, yang dapat

dijadikan dasar dalam menetapkan suatu kebijakan pangan.

Page 16: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

11. Fecal oral transmission adalah organisme penyebab suatu penyakit yang

menyebar melalui manusia atau hewan dan kemudian terbawa

(mengkontaminasi) dalam pangan yang termakan oleh manusia.

12. Formulir kasus penyakit akibat pangan adalah alat atau pendukung (tools)

pelaporan kasus penyakit akibat pangan berupa kuesioner yang diisi oleh

dokter, yang menyatakan tentang keadaan kasus, penyakit,

pemeriksaan/pengujian laboratorium dan identitas dokter/klinik/rumah

sakit/puskesmas tempat pemeriksaan kasus.

13. GI adalah gastrointestinal (saluran pencernaan bagian dalam atau usus).

14. Hazard atau bahaya adalah cemaran biologi, kimia, dan fisika dalam pangan

yang berpotensi untuk menyebabkan dampak buruk pada kesehatan.

15. Hipotesis adalah suatu pernyataan yang belum disetujui kebenarannya,

berdasarkan informasi yang tersedia, yang secara umum sesuai dengan

identitas suatu agen penyebab (etiologic agent), sumber infeksi dan jenis

transmisi (saluran penularan). Hipotesis digunakan sebagai dasar rasional

dalam suatu investigasi.

16. Imunitas adalah sistem pertahanan terhadap penyakit, termasuk mekanisme

pertahanan dari penyebab luar (host) yang bersifat non-spesifik serta

pertahanan dari dalam, seperti antibodi dan sel darah putih.

17. Immunocompromised adalah suatu fungsi sistem imun yang menurun dari

keadaan optimal atau secara keseluruhan mengalami penurunan tingkat

imunitas.

18. Incident rate (angka insiden) adalah nilai perbandingan antara jumlah korban

(kasus) per 100.000 penduduk.

19. Informasi adalah produk yang dihasilkan dari sintesis atau analisis data.

20. Investigasi adalah studi tentang pengidentifikasian sumber pada kasus

individu dan cara penularan/penyebaran suatu penyakit.

21. Kajian risiko adalah sebuah proses yang sistematis dan ilmiah terdiri dari

langkah-langkah berikut, yaitu: (i) identifikasi bahaya, (ii) karakterisasi

bahaya, (iii) kajian paparan, dan (iv) karakterisasi risiko.

Page 17: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

22. Kasus adalah orang yang terinfeksi atau mengalami sakit dengan pemeriksaan

secara klinis, pengujian laboratorium, atau dengan karakterisasi secara

epidemiologi.

23. Kejadian luar biasa/KLB (outbreak) keracunan pangan adalah terjadinya dua

atau lebih kasus dengan kesamaan penyakit sebagai akibat dari mengkonsumsi

pangan yang sama atau pangan yang berbeda tapi dalam satu tempat yang

sama. Kejadian luar biasa/KLB juga dapat didefinisikan sebagai situasi

dimana terjadi peningkatan jumlah kasus/kejadian kesakitan dan atau

kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun

waktu tertentu.

24. Komunikasi risiko adalah proses pertukaran informasi secara interaktif dan

pendapat mengenai risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko, industri,

konsumen, kalangan akademisi, dan pihak-pihak yang terkait (stakeholder)

keamanan pangan lainnya, termasuk penjelasan mengenai temuan-temuan

kajian risiko dan dasar keputusan manajemen risiko.

25. Manajemen risiko adalah proses kajian berbagai alternatif kebijakan pangan

dengan mempertimbangkan masukan-masukan berbagai pihak, hasil kajian

risiko, dan faktor-faktor lainnya untuk melindungi kesehatan konsumen dan

meningkatkan praktek perdagangan yang baik, serta jika diperlukan,

menyeleksi dan menerapkan pengendalian risiko yang sesuai.

26. Medical record (rekam medis) adalah formulir tentang identitas kasus,

penyakit kasus, serta identitas dokter dan rumah sakit tempat pemeriksaan

kasus, diisi oleh dokter yang memeriksa kasus.

27. Patogen adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan suatu penyakit.

28. Patogen penyebab penyakit akibat pangan (foodborne patogens) adalah

mikroorganisme yang menyebabkan penyakit melalui pencernaan makanan.

29. Penyakit akibat pangan (foodborne disease) adalah penyakit sebagai akibat

mencerna pangan yang terkontaminasi.

30. Periode inkubasi adalah waktu antara pencernaan pangan atau patogen mulai

bekerja/menginfeksi sampai terlihatnya gejala penyakit pada tubuh manusia.

Page 18: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

31. Risk atau risiko adalah fungsi probabilitas untuk terkena penyakit dan

keparahan yang disebabkan penyakit tersebut akibat pangan yang

terkontaminasi cemaran biologis, kimia, dan fisika.

32. Risk analysis atau analisis risiko adalah sebuah proses yang terdiri dari 3

komponen yaitu risk asessment (kajian risiko), risk management (manajemen

risiko), dan risk communication (komunikasi risiko).

33. Sistem Keamanan Pangan Terpadu adalah pendekatan dalam pelaksanaan

program keamanan pangan nasional, meliputi kegiatan surveilan, pengawasan,

dan promosi keamanan pangan yang dilakukan bersama-sama oleh instansi-

instansi terkait untuk meningkatkan kualitas keamanan pangan nasional.

34. Statutory notification (pelaporan wajib) penyakit akibat pangan adalah

kegiatan dengan dasar hukum yang kuat yaitu undang-undang atau peraturan

yang mewajibkan dokter atau petugas kesehatan lainnya untuk melaporkan

penyakit-penyakit atau informasi yang berhubungan dengan keamanan pangan

lainnya kepada pihak yang berwenang (health authority).

35. Surveilan keamanan pangan adalah pengumpulan, interpretasi, dan analisis

data-data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematis dan

berkelanjutan, menjadi informasi yang akan digunakan oleh pihak yang

berwenang untuk perencanaan, implementasi, dan pengkajian kebijakan

keamanan pangan.

36. Suspected case adalah kasus penyakit akibat pangan dimana penetapan agen

penyebab penyakit tersebut hanya berdasarkan dugaan (suspected) dari gejala

klinis yang ada, tanpa dilengkapi dengan hasil analisis spesimen dari

laboratorium.

Page 19: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan merupakan salah satu persyaratan penting untuk membentuk

masyarakat yang kokoh (Fardiaz, 2001). Tetapi pangan juga dapat menyebabkan

penyakit jika terkontaminasi oleh bahan biologis, kimia, dan fisik. Oleh karena

itu, kebijakan-kebijakan telah diterbitkan untuk melindungi masyarakat dari

pangan yang tidak aman. Sayangnya, penetapan kebijakan di Indonesia masih

kurang berdasar kepada landasan ilmiah (evidence base).

Surveilan keamanan pangan merupakan salah satu kegiatan pengumpulan

dan interpretasi data secara kontinyu dan sistematik, sehingga hasil surveilan

dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah untuk penetapan kebijakan dalam bidang

keamanan pangan. Surveilan keamanan pangan di Indonesia telah dilakukan oleh

instansi-instansi yang terkait dengan masalah keamanan pangan antara lain Badan

POM RI, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen

Perindustrian, Departemen Perdagangan, Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga

penelitian, dan instansi terkait lainnya. Tetapi pelaksanaan surveilan tersebut

belum memiliki prioritas, tidak kontinyu, dan umumnya masih dilakukan sendiri-

sendiri. Untuk itu, program keamanan pangan di Indonesia perlu dilaksanakan

dengan menggunakan pendekatan Sistem Keamanan Pangan Terpadu.

Menurut Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Kesehatan

Rakyat Nomor 29/Kep/Menko/Kesra/X/2002, Badan POM RI bertindak sebagai

leading sector dalam penyusunan kebijakan tentang mutu dan keamanan makanan

dengan dibantu secara terpadu oleh instansi terkait lainnya. Keputusan ini

diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 (PP No.28 tahun

2004) tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Keterpaduan tersebut

sebaiknya mengikuti konsep analisis risiko, yaitu kebijakan keamanan pangan

yang dilandasi oleh kajian risiko (risk assessment). Salah satu kajian risiko adalah

melalui program surveilan yang dilakukan oleh beberapa lembaga terkait secara

sinergis. Program ini memerlukan komunikasi yang baik antara stakeholder agar

hasilnya lebih optimal untuk ditindaklanjuti oleh pihak terkait dalam pengawasan

Page 20: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

2

pangan (risk management) maupun promosi keamanan pangan (risk

communication).

Salah satu sumber informasi surveilan yang aktif dilakukan adalah

penerimaan laporan kasus penyakit akibat pangan, kejadian-kejadian luar biasa

akibat pangan dan survei-survei rutin yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

terkait, seperti Badan POM RI, Departemen Kesehatan RI, dan Departemen

Pertanian RI. Penyakit akibat pangan telah menyebabkan kerugian ekonomi yang

sangat besar. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan program keamanan pangan

untuk melindungi masyarakat (konsumen) dari pangan yang tidak aman. Data

kasus penyakit akibat pangan sangat diperlukan sebagai landasan ilmiah untuk

menentukan kebijakan tersebut. Akan tetapi sampai saat ini belum dilakukan.

Sistem pelaporan yang sistematis perlu dikembangkan, sehingga pada waktu yang

akan datang, data kasus penyakit akibat pangan dapat terkumpul secara sistematis

dan diinterpretasikan untuk menentukan kebijakan program keamanan pangan

yang efektif dan efisien.

Badan POM RI sebagai instansi yang memiliki kewenangan untuk

mengawasi pangan di Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis

(Badan POM, 2001). Beberapa strategi yang sedang dilaksanakan oleh Deputi

Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI

adalah: (1) Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait lainnya untuk

melaksanakan pengawasan keamanan pangan baik di dalam maupun di luar

negeri, (2) Peningkatan pengawasan keamanan pangan dengan tindakan preventif,

(3) Peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan pangan terhadap

masyarakat, (4) Peningkatan tindakan hukum bagi mereka yang melanggar

peraturan perundang-undangan terutama mengenai keamanan pangan. Langkah-

langkah strategis tersebut memerlukan adanya kegiatan surveilan keamanan

pangan yang memberikan informasi ilmiah sebagai dasar (sound scientific

information) untuk menetapkan prioritas, menerbitkan kebijakan-kebijakan dalam

bidang pangan, dan memonitor kondisi keamanan pangan di Indonesia

(Borgdorff, 1997; Sparringa, 2002).

Page 21: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

3

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus penyakit

akibat pangan di Indonesia.

2. Mengidentifikasi masalah sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan

yang ada di Indonesia.

3. Mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di

Indonesia yang lebih sistematis, dengan rujukan sistem pelaporan kasus

penyakit akibat pangan di negara-negara maju dan sistem pelaporan kasus

penyakit akibat pangan menurut WHO (World Health Organization) sebagai

acuan utama.

C. MANFAAT

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kecenderungan (trend) terjadinya kasus penyakit akibat pangan

di Indonesia.

2. Sebagai kewaspadaan dini (early warning system) terhadap kasus maupun

kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan.

3. Sebagai tindak lanjut (action) dalam menentukan kebijakan keamanan

pangan berdasarkan landasan ilmiah data kasus penyakit akibat pangan di

Indonesia.

4. Mengembangkan manajemen pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang

lebih sistematis.

5. Sebagai bahan masukan dalam menetapkan prosedur tetap (standard

operating procedure) sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan kepada

pihak-pihak terkait.

Page 22: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYAKIT AKIBAT PANGAN

1. Definisi Penyakit Akibat Pangan

Penyakit akibat pangan (foodborne disease) didefinisikan oleh

WHO (World Health Organization) sebagai penyakit yang umumnya

bersifat infeksi atau racun, disebabkan oleh agent yang masuk ke dalam

tubuh melalui makanan yang dicerna. Sedangkan Sharp dan Reilly (2000)

mendefinisikan secara lebih luas bahwa penyakit akibat pangan atau

keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi atau

intoksikasi sebagai akibat mengkonsumsi makanan, minuman atau air yang

telah terkontaminasi. Pangan dapat terkontaminasi oleh cemaran fisik,

biologis, dan kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Pangan seperti dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28

tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, adalah segala sesuatu

yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak

diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan

lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau

pembuatan makanan atau minuman. Pangan merupakan salah satu

persyaratan penting untuk membentuk masyarakat yang kokoh. Keamanan

pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan. Keamanan

pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan

dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

2. Klasifikasi Penyakit Akibat Pangan

Sebagian besar penyakit akibat pangan disebabkan oleh mikroba

patogen seperti virus, bakteri dan parasit. Meskipun penyakit akibat pangan

juga dapat disebabkan oleh kontaminasi benda fisik maupun bahan kimia,

dalam penelitian ini lebih difokuskan pada penyakit akibat pangan dengan

agen mikroba (microbial agents) sebagai penyebabnya. Pangan yang

terkontaminasi oleh bahan kimia pada umumnya memberikan efek yang

Page 23: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

5

bersifat kronis (menahun), sehingga tidak serta merta menyebabkan

konsumen sakit. Akan tetapi, hal itu tergantung pada dosis konsumsinya.

Pada konsumsi yang melebihi dosis toleransinya dapat menyebabkan

keracunan yang bersifat akut. Dalam waktu yang lama, kontaminan bahan

kimia dapat menumpuk dan menimbulkan penyakit yang serius seperti

kanker, kerusakan ginjal, kerusakan sistem saraf, sistem reproduksi dan

sistem imunitas tubuh (WHO, 1996; WHO, 1999; WHO, 2001). Oleh karena

itu, diperlukan kajian paparan tentang kontaminan kimia.

Untuk selanjutnya, penyakit akibat pangan yang dibahas dalam

penelitian ini adalah penyakit akibat pangan yang disebabkan kontaminasi

bahan biologis (foodborne illness). Berdasarkan agen penyebabnya, penyakit

ini diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu :

a) Penyakit akibat pangan karena infeksi (foodborne infection)

Penyakit akibat pangan karena infeksi adalah penyakit akibat pangan

yang disebabkan oleh pangan yang terkontaminasi virus, bakteri atau

parasit. Hal ini dapat terjadi dengan dua cara :

• Virus, bakteri, atau parasit masuk melalui pangan yang dicerna

dan berkembang biak dalam jaringan usus maupun jaringan tubuh

lainnya, sehingga menyebabkan infeksi.

• Bakteri yang mengkontaminasi pangan, menginfeksi dan

berkembang biak dalam saluran usus serta mengeluarkan toksin

yang merusak jaringan dan mempengaruhi fungsi jaringan tubuh

lainnya. Istilah singkatnya adalah infeksi dengan perantara toksin

(toxin-mediated infection). Virus dan parasit tidak dapat

menyebabkan gejala penyakit seperti ini.

b) Penyakit akibat pangan karena intoksikasi (foodborne intoxication)

penyakit akibat pangan karena intoksikasi adalah penyakit yang

disebabkan oleh pangan yang telah terkontaminasi suatu toksin (racun).

Sumber racun (toksin) dapat berasal dari :

• Racun oleh kontaminan bahan kimia, seperti : logam berat

(tembaga, timbal, raksa)

• Toksin yang dihasilkan oleh bakteri tertentu

Page 24: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

6

• Racun yang ditemukan secara alami pada tanaman, hewan, atau

jamur (termasuk beberapa jenis ikan dan kerang tertentu serta

beberapa jenis jamur liar).

Virus dan parasit tidak dapat menyebabkan intoksikasi (Hackbarth et al,

1997).

Perbedaan antara infeksi dan intoksikasi penyakit akibat pangan dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan infeksi dan intoksikasi penyakit akibat pangan Infeksi Penyakit Akibat

Pangan Intoksikasi Penyakit Akibat

Pangan Waktu periode inkubasi

Secara umum, biasanya terukur dalam beberapa hari

Secara umum terjadi secara cepat, seringkali terukur dalam menit atau jam

Jenis gejala Diare, sakit kepala, muntah, kejang perut, seringkali disertai demam

Umumnya disertai muntah, gejala ringan dari sakit kepala sampai muntah yang disertai perubahan indera perasa, indera peraba (sentuhan) dan pergerakan otot (misal: pandangan kabur, lemas, lesu, kaku otot, gatal di bagian wajah, panas dan merah, disorientasi)

Jenis mikroorganisme patogen

Infeksi : Salmonella sp., Hepatitis A, Shigella sp., Yersinia sp., Listeria monocytogenes, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus, Rotavirus, Norwalk virus, Toxoplasma gondii, Cyclospora cayetanensis, Cryptosporidium parvum Infeksi dengan perantaraan toksin : Clostridium botulinum (infant), Bacillus cereus (dengan masa inkubasi panjang), E. coli sp., Vibrio cholerae, Clostridium perfringens

Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus (dengan masa inkubasi pendek), keracunan oleh jenis logam tertentu (logam berat: Pb, Hg, Cu), jenis jamur tertentu, ikan dan kerang tertentu.

Sumber : Hackbarth et al. (1997)

Page 25: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

7

3. Agen Penyebab Penyakit Akibat Pangan

Sebagian besar penyakit akibat pangan terjadi melalui saluran

pencernaan pada usus (fecal-oral transmission). Organisme penyebab

penyakit ada dalam feses manusia maupun hewan dan dapat

mengkontaminasi pangan yang terkonsumsi. Infeksi oleh mikroorganisme

patogen dalam pangan dapat terjadi melalui beberapa cara, diantaranya

adalah :

• Pangan mentah yang terkontaminasi patogen tidak dimasak dengan

benar (suhu dan waktu yang cukup) untuk membunuh patogen atau

pangan dikonsumsi mentah.

• Peralatan makan atau masak yang digunakan untuk mengolah bahan

mentah yang terkontaminasi patogen, kemudian digunakan pula untuk

mengolah bahan pangan lain atau disebut dengan istilah kontaminasi

silang.

Penyakit akibat pangan dapat disebabkan oleh berbagai spesies

mikroorganisme patogen. Deteksi awal agen penyebab secara spesifik suatu

jenis penyakit akibat pangan dapat diketahui dengan melihat gejala yang

terjadi dan waktu inkubasinya. Beberapa jenis gejala penyakit akibat

pangan, waktu inkubasi serta mikroorganisme agen penyebabnya dapat

dilihat pada Tabel 2.

Page 26: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

8

Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebabnya

Waktu Inkubasi

Jenis Gejala Agen Penyebab (Etiologic Agent)

Pendek 1 – 5 jam Muntah, sakit kepala, diare, kram/

kejang perut Bacillus cereus

2 – 6 jam Muntah, sakit kepala, diare Staphylococcal aureus

Sedang 8 – 18 jam Diare, sakit perut Clostridium perfringens 8 – 16 jam Diare, sakit perut Bacillus cereus

Panjang/Lama 12 – 24 jam Sakit kepala, muntah, diare antara

1-2 hari Virus (Norwalk like)

12 – 24 jam Diare, sakit perut Vibrio parahaemolyticus 12 – 36 jam Lemas, mulut kering, penglihatan

kabur, sulit menelan Clostridium botulinum

12 – 48 jam Diare, demam, sakit perut Salmonella sp. 1 – 2 hari Diare (seringkali berdarah) E. coli (Toxigenic

species) 1 – 3 hari Sakit perut, diare berdarah dan

berlendir, demam Shigella sp.

2 – 5 hari Diare (kadang berdarah), sakit perut, demam

Campylobacter sp.

7 – 10 hari

Diare encer (berair), sakit kepala, muntah, perut kembung, malaise (perasaan tidak enak), penurunan berat badan

Cyclospora

1 – 2 minggu Diare, pembengkakan Cryptosporidium parvum1 – 3 minggu Demam, konstipasi (sulit buang air

besar) Salmonella typhi

15 – 50 hari Malaise, demam, diare, penyakit kuning (jaundice)

Hepatitis A

1 – 10 minggu Flu ringan, malaise, meningitis Listeria monocytogenes Sumber : Department of Health (1994)

B. METODE SURVEILAN KEAMANAN PANGAN

1. Definisi Surveilan dan Prinsip Umum Surveilan Keamanan Pangan

Surveilan keamanan pangan adalah pengumpulan, tabulasi, analisis

dan interpretasi data-data yang berhubungan dengan keamanan pangan

secara sistematis dan berkelanjutan, sehingga menjadi informasi yang akan

disebarkan kepada pihak yang membutuhkan untuk perencanaan,

implementasi, dan pengkajian kebijakan pangan (Borgdorff, 1997; Arnold

Page 27: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

9

dan Munce, 2000; Sharp dan Reilly, 2000; Sparringa, 2002). Informasi yang

dimaksud adalah informasi mengenai kecenderungan (trend) keamanan

pangan yang dapat dijadikan bukti ilmiah (evidence base) untuk

ditindaklanjuti (Sparringa, 2002). Jadi, surveilan penting dilakukan untuk

menyajikan data sebagai dasar (sound scientific information) yang dapat

digunakan untuk landasan ilmiah dalam menentukan kebijakan program

keamanan pangan yang efektif, efisien dan tepat sasaran.

Surveilan telah dilakukan di berbagai negara di dunia. Di Inggris

dan Wales data mengenai keracunan pangan dapat ditemui pada Office of

Population Censuses and Surveys (OPCS) bekerja sama dengan

Communicable Disease Surveillance Centers (CDSC). Center Disease of

Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat melaksanakan surveilan

bekerja sama dengan Department of Health and Welfare Kanada. Informasi

hasil surveilan tersebut dipublikasikan secara periodik pada WHO

Newsletter. Sedangkan di Australia, surveilan dilakukan oleh Communicable

Disease Intelligence dan publikasinya dilakukan oleh Communicable

Disease Branch dari Department of Health Australia (Hobbs dan Roberts,

1987).

Di Indonesia, beberapa instansi yang melakukan surveilan

keamanan pangan antara lain Badan POM RI dan Departemen Kesehatan

RI. Di Badan POM RI, surveilan keamanan pangan dilakukan oleh

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi III Bidang

Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI

(Badan POM, 2001a). Sedangkan di Departemen Kesehatan RI, kegiatan

surveilan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (PPPL), Departemen Kesehatan RI. Secara aktif,

kegiatan surveilan tersebut dilakukan oleh balai-balai POM atau Dinas

Kesehatan yang tersebar di daerah seluruh Indonesia, sedangkan Badan

POM RI ataupun Departemen Kesehatan RI yang ada di pusat hanya

memberikan panduan/pedoman (guideline) untuk kegiatan surveilan

tersebut, kecuali untuk kasus-kasus tertentu.

Page 28: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

10

2. Metode dalam Surveilan Keamanan Pangan

Banyak metode surveilan keamanan pangan digunakan untuk

menghasilkan data yang representatif. Metode-metode surveilan tersebut

diantaranya :

a) Pelaporan/pemberitahuan wajib (statutory notification)

Kegiatan ini mempunyai dasar hukum yang lebih kuat yaitu

Undang-undang atau peraturan yang mewajibkan dokter atau petugas

kesehatan lainnya (misal: pakar/petugas dalam bidang mikrobiologi,

kimia dan farmasi yang bekerja pada laboratorium) untuk melaporkan

penyakit-penyakit atau informasi yang berhubungan dengan keamanan

pangan lainnya kepada pihak yang berwenang (health authority) seperti

Dinas Kesehatan dan/atau Departemen Kesehatan RI.

Pemberitahuan wajib ini bisa berupa laporan dokter mengenai

gejala penyakit akibat pangan, misalnya keracunan pangan,

gastroenteritis, infeksi enterokolitis dan HUS (haemolytic uraemic

syndrome) (Sharp dan Reilly, 2000) atau laporan dari laboratorium

mengenai ditemukannya isolat patogen spesifik, misalnya Salmonella

sp., Shigella sp., Vibrio sp., atau emerging pathogen seperti Escherichia

coli O157:H7, Salmonella typhimurium DT104, Listeria monocytogenes,

Campylobacter jejuni, Arcobacter, Helicobacter pylori,

Cryptosporidium dan Cyclospora (D’Aoust, 2000; Farber dan Peterkin,

2000; Stern dan Line, 2000; Stiles, 2000; Taylor, 2000; Willshaw, 2000;

Sparringa, 2002).

Pemberitahuan wajib ini sangat bermanfaat bagi pihak berwenang

untuk mendeteksi kemungkinan adanya kasus/KLB penyakit ataupun

keracunan pangan sehingga dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin

untuk mencegah perluasan suatu penyakit akibat pangan. Pelaporan

tersebut dapat dilakukan melalui telepon, faksimil, atau email.

Penyakit-penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan ke pihak

yang berwenang tergantung pada kondisi yang sedang dihadapi oleh

suatu negara. Misalnya di Australia dalam periode 75 tahun (1917-1991)

ada 2.200.194 pemberitahuan penyakit-penyakit akibat pangan, yaitu

Page 29: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

11

campylobacteriosis (sejak 1980), salmonellosis (sejak 1949 di Western

Australia), kolera, disentri, tifoid, paratifoid, shigellosis dan diare pada

bayi (1917-1978) (Arnold dan Munce, 1997; Sparringa, 2002).

Metode ini belum digunakan pada kegiatan surveilan keamanan

pangan di Indonesia. Informasi dan data kasus penyakit akibat pangan

penting sebagai landasan ilmiah dalam menentukan prioritas program

keamanan pangan baik pada skala nasional maupun daerah, sehingga

pada penelitian ini, metode pelaporan/pemberitahuan wajib digunakan

sebagai upaya untuk mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit

akibat pangan di Indonesia.

b) Laporan rumah sakit

Rumah sakit merupakan salah satu sumber informasi penting

dalam surveilan keamanan pangan. Informasi penting bisa diperoleh dari

laporan pendaftaran rumah sakit (hospital admission records) yang

mencakup laporan keluar masuknya pasien dan kematian pasien.

Umumnya hanya penyakit serius saja yang disertai diagnosis dan

konfirmasi laboratorium, misalnya tifus. Laporan rumah sakit ini bisa

digunakan sebagai indikasi awal terjadinya KLB (Sharp dan Reilly,

2000). Metode ini sedang dikembangkan dalam surveilan keamanan

pangan di Indonesia.

c) Investigasi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan

Investigasi KLB merupakan kegiatan surveilan keamanan pangan

yang penting. Investigasi bisa mudah dilaksanakan jika risiko

paparannya diketahui, misalnya KLB keracunan pangan pada pesawat

terbang, rumah sakit, tahanan, dan asrama. Surveilan laboratorium

mempunyai peranan penting dalam deteksi penyebab keracunan pangan.

Dalam investigasi KLB ini, laporan akhir yang dibuat antara lain jumlah

penderita yang terkena, pangan dan penyebab keracunan (etiologic

agent) yang dicurigai atau telah terkonfirmasi serta alasan-alasan

terjadinya KLB.

Page 30: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

12

d) Surveilan sentinel

Pengertian surveilan sentinel adalah pengumpulan data dari

sampel-sampel yang dilakukan pada lokasi yang dianggap mewakili

keseluruhan populasi. Pada surveilan ini, biasanya pengumpulan data-

data dilakukan pada puskesmas-puskesmas, klinik, laboratorium, rumah

sakit, dan fasilitas kesehatan lainnya. Surveilan ini membutuhkan biaya

yang mahal, sehingga sulit untuk diterapkan di negara-negara

berkembang. Departemen Kesehatan melakukan surveilan ini untuk

memantau keberhasilan penggunaan oralit untuk menurunkan kasus

diare. Surveilan ini berguna sekali untuk menentukan magnitude dari

masalah kesehatan yang ada di daerah tersebut.

e) Surveilan laboratorium

Surveilan ini mengumpulkan data-data mengenai spesimen dari

manusia, toksin, bahan kimia berbahaya, dan sebagainya yang penting

untuk deteksi kasus/KLB keracunan pangan. Metode surveilan ini efektif

untuk menentukan penyebab kejadian luar biasa atau kasus penyakit

akibat pangan, tetapi belum cukup untuk mengukur magnitude dan

kecenderungan dari masalah keamanan pangan. Karena itu, metode ini

biasanya dikombinasikan dengan metode surveilan lainnya seperti studi

masyarakat.

f) Studi masyarakat (community study)

Studi masyarakat ini merupakan survei dengan masyarakat sebagai

respondennya. Biaya yang dibutuhkan untuk surveilan ini cukup besar.

Studi masyarakat cukup efektif dalam memberikan arahan mengenai

kecenderungan (trend) mengenai masalah keamanan pangan.

Keadaan surveilan secara faktual di Indonesia saat ini, untuk setiap

metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 31: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

13

Tabel 3. Keadaan surveilan keamanan pangan di Indonesia Metode surveilan Keadaan di Indonesia

1. Pemberitahuan wajib (statutory notification)

Pelaporan wajib beberapa jenis penyakit, termasuk penyakit akibat pangan pada Dinas Kesehatan, Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL.

2. Laporan rumah sakit Informasi berupa laporan pendaftaran di rumah sakit mencakup laporan keluar masuknya pasien termasuk kematian, saat ini terlapor pada Ditjen Pelayanan Medik.

3. Surveilan laboratorium Masih tersebar dan belum ada koordinasi.

4. Surveilan sentinel Sentinel diare telah dilakukan untuk melihat kecenderungan keberhasilan sosialisasi oralit. Saat ini sedang dikembangkan sentinel puskesmas dan sentinel rumah sakit untuk beberapa jenis penyakit akibat pangan. Sentinel untuk pangan dan kontaminasi belum dilakukan.

5. Investigasi KLB keracunan pangan

Data KLB keracunan pangan masih rendah yang dilaporkan, tidak banyak terungkap penyebabnya, masih menghitung jumlah keracunan saja dan belum banyak dimanfaatkan.

6. Studi masyarakat (community study)

Survei kesehatan rumah tangga, survei kewaspadaan pangan dan gizi sedang dilakukan oleh Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan. Survei mendatang perlu mencakup informasi keamanan pangan penting di masyarakat.

Sumber : Sparringa dan Rahayu (2005)

3. Informasi dalam Surveilan Keamanan Pangan

Untuk mendukung terwujudnya surveilan yang tangguh diperlukan

adanya informasi yang dapat menguatkan kegiatan surveilan itu sendiri.

Selain pelaporan mengenai kasus dan kejadian luar biasa akibat pangan,

terdapat beberapa sumber informasi untuk surveilan keamanan pangan yang

disebutkan oleh Borgdorff (1997), Sharp dan Reilly (2000), dan Sparringa

(2002) yaitu:

a) Studi epidemiologi

Studi epidemiologi adalah studi mengenai penyebaran penyakit

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Studi epidemiologi terkadang

lebih efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan dibandingkan

Page 32: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

14

dengan surveilan karena mampu memberikan perkiraan yang lebih tepat

mengenai angka terjadinya penyakit-penyakit akibat pangan.

b) Surveilan veteriner

Beberapa penyakit hewan dapat menyebabkan penyakit akibat

pangan (zoonosis), seperti Brucella melitensis, Bacillus anthracis,

Salmonella sp, Leptospira sp, dan sebagainya. Sumber informasi

mengenai zoonosis ini berguna untuk memberikan peringatan dini

penyakit-penyakit akibat pangan yang ditularkan oleh hewan.

c) Informasi dari turis

Informasi dari wisatawan bisa sangat berguna. Informasi tersebut

dapat diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada mereka

melalui pesawat terbang, kapal, atau sarana transportasi lainnya. Tujuan

dari pelaporan ini diantaranya adalah mengantisipasi penyebaran

penyakit akibat pangan yang diderita oleh turis lintas darat, propinsi,

maupun negara.

d) Surveilan pada rantai pangan

Pangan dan kondisi rantai pangan dapat memberikan informasi

yang berkaitan dengan keamanan pangan pada saat pangan masih

dibudidayakan sampai dikonsumsi (from farm to table). Informasi

tersebut berupa cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia yang

mungkin mengkontaminasi pangan selama masih berada pada mata

rantai pangan tersebut. Sehingga informasi yang diperoleh dari

pelaksanaan surveilan ini akan sangat berguna untuk pelaksanaan

program keamanan pangan.

C. SURVEILAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN

1. Definisi Surveilan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Konsep surveilan penyakit akibat pangan (foodborne disease

surveillance) sering dipahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan data dan

penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan. Pengertian

tersebut menyembunyikan makna analisis dan penyebaran informasi sebagai

Page 33: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

15

bagian yang sangat penting dari proses kegiatan surveilan penyakit akibat

pangan tersebut. Menurut WHO (2000), surveilan adalah proses

pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik

dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang

membutuhkan untuk dapat mengambil suatu tindakan. Oleh karena itu, perlu

dikembangkan suatu definisi surveilan penyakit akibat pangan yang lebih

mengedepankan analisis atau kajian penyakit akibat pangan serta

pemanfaatan informasi penyakit akibat pangan, tanpa melupakan pentingnya

kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan surveilan kasus penyakit

akibat pangan adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus-menerus

terhadap penyakit akibat pangan atau masalah-masalah kesehatan dan

kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan faktor risiko

penyakit akibat pangan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan

secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan

penyebaran informasi tentang penyakit akibat pangan kepada pihak terkait

dengan masalah keamanan pangan. Kasus dalam kegiatan surveilan ini

adalah pasien atau orang (perseorangan) yang mengalami atau menderita

penyakit akibat pangan.

2. Definisi Kasus Penyakit Akibat Pangan

Kasus setiap penyakit akibat pangan harus didefinisi secara jelas.

Hal tersebut penting dilakukan dalam surveilan kasus penyakit akibat

pangan sehingga diharapkan data yang tersedia akurat dan berkualitas.

Maksud data yang berkualitas adalah data yang ada untuk setiap jenis

penyakit tidak melebihi kasus yang secara faktual terjadi di masyarakat

(over estimate) maupun tidak terlalu jauh lebih kecil dari kenyataan yang

ada di lapang (under estimate). Oleh karena itu, untuk menentukan data

yang akurat dan faktual tersebut diperlukan adanya pemeriksaan

laboratorium sebagai penguat diagnosis klinis yang dilakukan oleh dokter.

Hal ini penting, karena jenis penyakit tertentu mungkin mempunyai gejala

(symptoms) yang hampir sama dengan jenis penyakit lainnya. Sebagai

Page 34: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

16

contoh, gejala diare berdarah dapat disebabkan oleh adanya penyakit

shigellosis ataupun campylobacteriosis (Black et al., 1988; Wallis, 1994).

Untuk tujuan surveilan, kasus penyakit akibat pangan didefinisikan

menurut status diagnosis. Berdasarkan status diagnosisnya, kasus penyakit

akibat pangan terbagi dalam dua kategori yaitu :

a) Kasus penyakit yang bersifat dugaan (suspected case)

Kasus penyakit yang bersifat dugaan adalah kasus penyakit akibat

pangan dimana penetapan agen penyebab penyakit tersebut hanya

berdasarkan dugaan (suspected) dari gejala klinis yang ada, tanpa

dilengkapi dengan hasil analisis spesimen dari laboratorium, sehingga

diagnosis yang ada tidak pasti (unconfirmed).

b) Kasus penyakit yang bersifat tetap (confirmed case)

Kasus penyakit yang bersifat tetap adalah kasus penyakit akibat

pangan yang didiagnosis secara klinis oleh petugas kesehatan (dokter)

dan dilengkapi dengan hasil pengujian spesimen oleh laboratorium untuk

menentukan agen penyebab penyakit tersebut secara pasti (confirmed).

Pendefinisian kasus penyakit akibat pangan ini berkontribusi dalam

menyediakan data kasus penyakit akibat pangan yang ilmiah. Data yang

ilmiah tersebut merupakan salah satu pendukung dasar (evidence base)

penetapan kebijakan, disamping landasan non ilmiah (Sparringa, 2002).

3. Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Penyakit akibat pangan sebagai salah satu masalah keamanan

pangan di Indonesia akan menjadi ‘bom waktu’ yang dapat ‘meledak’

sewaktu-waktu bila tidak tertangani dengan baik. Pola pelaporan penyakit

akibat pangan mengikuti pola ‘gunung es’ yaitu suatu pola dimana kasus

penyakit akibat pangan yang terlapor sangat sedikit dan berada pada puncak

gunung atau permukaan saja, sedangkan data kasus yang sebenarnya terjadi

jauh lebih besar dari keadaan yang ada di permukaan (Rocourt et al., 2003).

Keadaan ini dapat dilihat pada kejadian maupun kasus busung lapar yang

sedang di sorot banyak media akhir-akhir ini. Pola pelaporan kasus penyakit

akibat pangan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 35: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

17

Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat banyak informasi yang hilang pada

setiap langkah sebelum kasus terlaporkan pada institusi kesehatan yang

berwenang (health authority) untuk dijadikan sebagai sumber informasi

dalam surveilan kasus penyakit akibat pangan.

Sebagian besar kasus penyakit akibat pangan yang terlaporkan saat

ini, merupakan kasus yang masih bersifat syndromic, artinya hanya

berdasarkan gejala klinis dan belum terkonfirmasi dengan uji laboratorium

sehingga jenis penyakit yang terlapor belum jelas berdasarkan agen

penyebabnya, misal: listeriosis, salmonellosis. Meskipun beberapa kasus

penyakit wajib untuk dilaporkan, tetapi dalam kenyataannya belum

terimplementasi dengan baik. Pada umumnya hanya kasus yang bersifat

‘sporadic’ dengan kondisi atau gejala kasus yang parah saja terlaporkan

secara lengkap dibandingkan data kasus penyakit akibat pangan dengan

gejala ringan, misalnya diare. Sebagai konsekuensinya, banyak kasus tidak

terlaporkan dan menjadi masalah utama dalam analisis dan interpretasi data,

sehingga informasi yang dihasilkan kurang representatif.

Populasi masyarakat

Terlapor Pada Departemen

Kesehatan

Kasus terkonfirmasi

Pengujian laboratorium

Pengumpulan spesimen

Penderita yang mendapatkan perawatan medis

Orang yang menderita penyakit akibat pangan

Sumber : Rocourt et al. (2003)

Gambar 1. Piramida beban penyakit akibat pangan

Page 36: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

18

Gambar 2 di atas dapat menunjukkan lemahnya sistem surveilan

panyakit akibat pangan di Indonesia. Saat ini Badan POM RI melalui

Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan telah

mengembangkan sistem penanganan, penanggulangan maupun pelaporan

kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan, khususnya yang bersifat point

sources atau “point sources foodborne disease outbreak”. Data KLB

keracunan pangan tersebut hanya menggambarkan sedikit potret keamanan

pangan yang ada di Indonesia. Sedangkan kasus penyakit akibat pangan

sporadis yang sering terjadi dengan jumlah korban yang jauh lebih besar dan

mempunyai potensi KLB belum diketahui dengan pasti. Hal ini terjadi

karena lemahnya sistem surveilan penyakit akibat pangan yang ada di

Indonesia. Untuk mendukung surveilan kasus penyakit akibat pangan

tersebut diperlukan adanya perangkat pendukung yang baik, salah satunya

Sumber : Majowicz (2001) Keterangan : warna putih menunjukkan “tidak ada data” kasus penyakit akibat pangan

Gambar 2. Peta angka insiden kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease) di dunia

Page 37: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

19

dengan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan dari rumah sakit,

puskesmas, klinik maupun pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat

secara terpadu.

Blok putih pada Gambar 2 diatas menunjukkan bahwa data kasus

penyakit akibat pangan (foodborne disease) di Indonesia belum tersedia,

sehingga belum dapat diakses oleh masyarakat luas, baik masyarakat

internasional maupun regional (ASEAN). Bila dibandingkan dengan negara-

negara asia lainnya, surveilan kasus penyakit akibat pangan (foodborne

disease case surveillance) di Indonesia masih lemah, sama halnya dengan

negara-negara dunia ketiga yang ada di benua Afrika (dengan blok putih).

Untuk itu diperlukan usaha yang sangat besar dari pemerintah untuk terus

meningkatkan surveilan penyakit akibat pangan di Indonesia.

4. Penyakit Akibat Pangan yang Wajib Dilaporkan

Setiap wilayah/negara mewajibkan pelaporan kasus beberapa jenis

penyakit akibat pangan yang berbeda-beda, tergantung jenis kasus penyakit

akibat pangan yang paling sering dan paling potensial terjadi di suatu

wilayah tertentu berdasarkan studi epidemiologi yang telah dilakukan. Pada

Tabel 4 dapat dilihat beberapa jenis penyakit akibat pangan yang wajib

dilaporkan (notifiable foodborne disease) di beberapa negara.

Berdasarkan Tabel 4 di bawah, pada negara-negara yang telah

maju semakin banyak jenis penyakit akibat pangan (foodborne disease) yang

wajib dilaporkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada negara maju,

perhatian pemerintahnya terhadap masalah kesehatan sangat besar. Dapat

dilihat pada Tabel 4 tersebut, terdapat beberapa jenis penyakit akibat pangan

yang wajib dilaporkan pada hampir semua negara, diantaranya: kolera,

shigellosis (kecuali Malaysia), typhoid, dan hepatitis A (kecuali Canada).

Hal itu menunjukkan bahwa penyakit-penyakit tersebut merupakan masalah

kesehatan masyarakat secara global.

Page 38: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

20

Tabel 4. Penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di beberapa negara Jenis/syndrome penyakit akibat

pangan (penyebab penyakit )

Negara Amerika Serikat

1

Canada 2

Indonesia 3

Australia 4

Malaysia 5

Botulisme (C. botulinum)

x x

Kolera (Vibrio cholerae)

x x x x x

Shigellosis x x x x Listeriosis x x x Infeksi E. coli (termasuk E. coli O157:H7)

x x

HUS x Salmonellosis x x x Typhoid x x x x x Paratyphoid x x Yersiniasis (Yersinia enterocolitica)

x

Campylobacteriosis x x Brucellosis x Anthrax x Cryptosporidiosis (Cryptosporidium parvum)

x x

Cyclosporiosis (Cyclospora sp.)

x x

Giardiasis (Giardia)

x x

Trichinosis (Trichinella spiralis)

x x

Chlamydia x x Amubiasis x x Hepatitis A x x x x Dysentery x x Keracunan pangan (food poisoning)

x

Diare x Sumber : 1. CDC (2003) 2. PHAC (2000)

3. Departemen Kesehatan (2004) 4. OzFoodnet (2003)

5. FAO/WHO (2004)

Page 39: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

21

5. Angka Insiden (Incident Rate), Angka Kematian (Case Fatality Rate) dan Angka Kunjungan (Admission Rate) Kasus Penyakit Akibat Pangan

Untuk mengetahui dan menentukan tingkat keseringan (prevalensi)

maupun tingkat keparahan penyakit akibat pangan pada suatu tempat atau

propinsi dapat dilakukan dengan penghitungan angka insiden (incident rate).

Incident rate adalah nilai perbandingan antara jumlah korban (kasus) per

100.000 penduduk (Imari, 2004). Dengan angka insiden, dapat diketahui

juga tingkat keparahan (severity) suatu penyakit akibat pangan dibandingkan

dengan penyakit akibat pangan lainnya, ataupun tingkat keparahan penyakit

akibat pangan pada suatu tempat/daerah/propinsi dibandingkan pada tempat/

propinsi lainnya. Hal ini berguna untuk menentukan prioritas program

keamanan pangan pada wilayah di Indonesia sehingga hasil yang diharapkan

akan lebih efektif dan efisien.

Selain incident rate (IR), tingkat keparahan penyakit akibat pangan

pada suatu daerah dalam suatu waktu tertentu dapat diketahui dengan

menghitung nilai case fatality rate (CFR). Case fatality rate adalah nilai

perbandingan antara jumlah korban meninggal (kasus meninggal) dengan

total jumlah korban (jumlah kasus yang terjadi) selama kurun waktu

tertentu. Propinsi dengan CFR tertinggi berarti kejadian kasus penyakit

akibat pangan di wilayah tersebut mengakibatkan korban meninggal

terbanyak dibanding daerah (propinsi) yang lain. Apabila CFR pada suatu

waktu tertentu (tahun atau bulan) mempunyai nilai tertinggi berarti kejadian

kasus penyakit akibat pangan pada waktu tersebut mengakibatkan korban

meninggal terbanyak dibandingkan pada waktu-waktu yang lain.

Admission rate dihitung berdasarkan jumlah kunjungan per jumlah

kasus baru (pasien rawat jalan) pada rumah sakit. Admission rate hanya

berlaku untuk kasus pada rawat jalan. Kasus baru pada pengobatan dengan

rawat jalan adalah pasien (kasus) yang berkunjung untuk kali pertama pada

suatu rumah sakit atau puskesmas dengan gejala atau penyakit tertentu.

Apabila kasus tersebut berkunjung pada rumah sakit/klinik/puskesmas

dengan jenis penyakit yang sama, maka pasien tersebut bukan disebut

sebagai kasus baru. Admission rate ini dapat digunakan untuk mengetahui

tingkat kunjungan kasus dengan jenis penyakit akibat pangan tertentu dan

Page 40: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

22

menentukan jenis penyakit akibat pangan yang paling umum (common)

terjadi di suatu wilayah/negara tertentu (Erfandi; Djauzi, personal

communication. 2005).

6. Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan

Pelaporan kasus penyakit akibat pangan merupakan bagian dari

kegiatan surveilan penyakit akibat pangan. Hal tersebut penting dilakukan

untuk mengetahui kecenderungan (trend) penyakit akibat pangan pada suatu

tempat/daerah/wilayah (negara ataupun propinsi) dalam kurun waktu

tertentu. Kecenderungan kejadian kasus penyakit akibat pangan dapat

digunakan sebagai kewaspadaan dini (early warning) akan adanya kejadian

luar biasa keracunan pangan/penyakit akibat pangan.

Kejadian luar biasa (KLB) menurut Peraturan Menteri Kesehatan

No.560/MENKES/PER/VIII/1989 adalah timbulnya atau meningkatnya

kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada

suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Departemen Kesehatan, 2003).

Sedangkan menurut WHO (World Health Organization), KLB keracunan

pangan (foodborne disease outbreak) didefinisikan sebagai suatu kejadian

dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit setelah

mengkonsumsi pangan yang secara epidemiologis terbukti sebagai sumber

penularan (Sparringa, 2002).

Berdasarkan skala kejadiannya, kejadian luar biasa (KLB)

keracunan pangan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :

a) Protracted foodborne disease outbreak

Protracted foodborne disease outbreak adalah kejadian luar biasa

(KLB) keracunan pangan (foodborne disease outbreak) yang terjadi

pada masyarakat atau suatu tempat secara terus menerus tanpa diketahui

waktu paparannya, misal: KLB diare pada suatu area A yang terjadi pada

waktu tertentu dan secara epidemiologis disebabkan oleh air atau pangan

yang tercemar oleh bakteri patogen.

b) Point source foodborne disease outbreak

Point source foodborne disease outbreak adalah KLB yang terjadi

pada suatu tempat yang diketahui waktu paparannya secara

Page 41: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

23

epidemiologis disebabkan mengkonsumsi pangan yang sama, misal:

KLB keracunan pangan pada suatu pesta akibat mengkonsumsi pangan

tercemar yang dihidangkan dalam pesta tersebut (Sparringa, 2005).

7. Keparahan (Severity) Penyakit Akibat Pangan

Penyakit akibat pangan merupakan masalah kesehatan yang paling

umum terjadi dibandingkan jenis penyakit yang lain. Data pada Departemen

Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit diare dan gastroenteritis oleh

penyebab infeksi (kolitis infeksi) merupakan penyakit utama yang diderita

oleh pasien (kasus) rawat inap pada rumah sakit di Indonesia (Departemen

Kesehatan, 2004). Bahkan menurut Rocourt et al. (2003), salah satu

penyakit akibat pangan yang secara klinis paling banyak terjadi di dunia

adalah gastroenteritis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme,

seperti bakteri, virus atau parasit. Biasanya penyakit ini mempunyai masa

inkubasi yang pendek yaitu antara 1-2 hari sampai 7 hari. Masa atau waktu

inkubasi adalah masa atau periode antara konsumsi pangan yang

terkontaminasi oleh mikroorganisme dengan terjadinya gejala sakit.

Penyakit akibat pangan dapat menyebabkan tingkat keparahan

yang bervariasi, dari gejala penyakit yang ringan, dimana tidak memerlukan

perawatan kesehatan sampai dengan terjadinya kematian. Mead et al. (1999)

menyatakan bahwa di Amerika Serikat, angka pasien yang masuk rumah

sakit (hospitalization rate) untuk kasus penyakit akibat pangan mempunyai

kisaran antara 0.6% sampai 29%. Artinya, dari seluruh kasus penyakit akibat

pangan terdapat jenis penyakit akibat pangan tertentu dimana dari 1000

kasus yang terjadi, 6 hingga 290 orang/pasien perlu menjalani rawat inap.

Hasil paparan penyakit diare akibat mikroorganisme patogen

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : (1) keadaan imunitas atau

kemampuan menghasilkan respon imun, (2) faktor nutrisi, (3) umur dan

(4) faktor non spesifik (sebagai contoh, luka atau pasca cangkok organ).

Sebagai hasilnya, kejadian, keparahan dan tingkat kematian (lethality)

penyakit diare lebih tinggi pada beberapa segmen populasi tertentu,

termasuk balita, wanita hamil, manusia dengan tingkat imunitas rendah

(immunocompromised), misalnya pasien yang melakukan transplantasi

Page 42: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

24

organ, pasien yang melakukan kemotherapi kanker, pengidap HIV/AIDS

serta orang yang telah lanjut usia (Gerba et al., 1996).

Pelaporan kasus penyakit akibat pangan juga penting dilakukan

sebagai dasar untuk melakukan kajian berbagai jenis penyakit sebagai

implikasi (impact) adanya penyakit akibat pangan. Beberapa penyakit akibat

pangan diketahui sebagai penyebab penyakit yang bersifat kronis

(menahun). Sebagai contohnya adalah infeksi Vibrio parahaemolyticus

septicaemia yang menyebabkan penyakit thalasemia (Hlady et al., 1996;

Adam Kiewiciz et al., 1998). Infeksi E. coli O157:H7 dengan gejala diare

berdarah dapat menyebabkan komplikasi serius sebagai manifestasi secara

sistemik seperti haemolytic uremic syndrome (HUS). Penyakit HUS

merupakan salah satu penyebab terjadinya gagal ginjal dan kerusakan sistem

syaraf (neurologi). Infeksi Campylobacter jejuni dapat menyebabkan

sindrom Guillain-Barre (Guillain-Barre syndrome) yaitu gejala degenerasi

sistem saraf dan ketidakmampuan menawar racun, salmonellosis dapat

menyebabkan arthritis dan encephalitis toksoplasma yang bersifat kronis

(Griffin et al., 1988; Rees et al., 1995; Thompson et al., 1995). Bahkan 2%

sampai 3% dari seluruh kasus penyakit akibat pangan berpotensi

menyebabkan penyakit yang bersifat kronis (komplikasi jangka panjang)

(Lindsay, 1997).

D. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AKIBAT PANGAN

1. Definisi Epidemiologi

Epidemiologi didefinisikan sebagai studi yang mempelajari

tentang distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan

manusia dalam suatu populasi tertentu serta aplikasinya dalam

mengendalikan masalah kesehatan manusia. Sparringa (2005), menjabarkan

pengertian epidemiologi tersebut dengan keenam kata kuncinya, yaitu :

a) Studi

Epidemiologi merupakan ilmu dasar dalam kesehatan masyarakat.

Epidemiologi didukung oleh banyak disiplin ilmu berdasarkan prinsip

statistik dan metode riset, termasuk di dalamnya surveilan, observasi,

pengujian hipotesis, dan riset analitis.

Page 43: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

25

b) Distribusi

Dalam epidemiologi dipelajari frekuensi dan pola suatu penyakit

dalam populasi masyarakat. Untuk tujuan tersebut, digunakan

epidemiologi deskriptif untuk mengetahui karakteristik penyebaran suatu

penyakit berdasarkan waktu, tempat dan karakteristik orang.

c) Determinan

Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari faktor-faktor

penyebab yang memungkinkan meningkatnya risiko maupun kasus suatu

penyakit. Dengan dasar inilah dapat dikembangkan pertanyaan ‘siapa’,

‘apa’, ‘dimana’, ‘kapan’, dan mulai juga dikembangkan untuk bisa

menjawab ‘bagaimana’ serta ‘mengapa’ suatu penyakit dapat terjadi

atau mempunyai kecenderungan meningkat. Pengertian ini disebut

dengan istilah ‘epidemiologi analitik’.

d) Status (hal-hal) yang berhubungan dengan kesehatan manusia

Epidemiologi berkembang mencakup spektrum yang lebih luas,

termasuk diantaranya mempelajari pola penyakit yang bersifat kronis,

masalah lingkungan, masalah kesehatan, perilaku manusia, hewan

ataupun alam dan tingkat keparahan suatu infeksi penyakit.

e) Populasi

Epidemiologi lebih ditekankan untuk mempelajari karakteristik

penyakit dan masalah kesehatan lainnya dalam suatu kelompok manusia

dari pada kesehatan yang menyangkut individu manusia.

f) Kontrol (pengendalian dan pencegahan)

Data epidemiologi digunakan sebagai dasar untuk membuat

keputusan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat serta

berdasarkan tujuannya dalam mengembangkan dan mengevaluasi

intervensi dalam penanggulangan dan pencegahan masalah-masalah

kesehatan.

2. Investigasi Penyakit Akibat Pangan Berdasarkan Epidemiologi

Investigasi secara epidemiologi merupakan bagian terpenting

dalam investigasi penyakit akibat pangan termasuk di dalamnya investigasi

lingkungan maupun laboratorium. Tujuan investigasi secara epidemiologi

Page 44: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

26

adalah untuk mengidentifikasi suatu masalah, mengumpulkan data,

memformulasikan dan menguji suatu hipotesis, termasuk di dalamnya

pengumpulan dan analisis berbagai macam fakta dan data untuk menentukan

penyebab penyakit dan mengimplementasikan perangkat kontrol untuk

mencegah penyebaran yang lebih luas penyakit akibat pangan.

Kuesioner merupakan perangkat yang digunakan dalam membantu

penginvestigasian untuk mengembangkan hipotesis yang lebih baik tentang

identitas agen penyebab, sumber dan penyebaran penyakit akibat pangan.

Dalam pelaporan kasus penyakit akibat pangan, dokter atau petugas

kesehatan merupakan investigator seorang pasien atau kasus. Diharapkan

dengan investigasi tersebut dapat diketahui waktu, tempat dan individu yang

menderita penyakit akibat pangan sehingga dari informasi kasus-kasus yang

terkumpul dapat diketahui pola penyebaran dan kecenderungan terjadinya

peningkatan kasus penyakit akibat pangan. Investigasi secara epidemiologi

tersebut dihubungkan dengan faktor lingkungan yang mungkin berpengaruh

dan pengujian spesimen dalam laboratorium.

3. Langkah-langkah Investigasi Penyakit Akibat Pangan Secara Epidemiologi

Investigasi secara epidemiologi penyakit akibat pangan biasa

digunakan dalam menangani kejadian luar biasa (KLB) atau ’outbreak’

keracunan pangan. Dalam penelitian ini, investigasi secara epidemiologi

dikembangkan untuk tujuan pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit

akibat pangan. Menurut Hackbarth et al. (1997), terdapat beberapa langkah

investigasi epidemiologi untuk kasus penyakit akibat pangan, yaitu :

a) Konfirmasi kasus oleh petugas kesehatan (dokter, petugas kesehatan

yang berwenang)

b) Konfirmasi diagnosis penyakit akibat pangan yang diderita kasus oleh

laboratorium

c) Pengisian laporan kasus pada formulir pelaporan kasus penyakit akibat

pangan

d) Pengiriman pelaporan pada instansi kesehatan yang berwenang (health

authority)

Page 45: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

27

e) Pengolahan, analisis dan interpretasi data kasus penyakit akibat pangan

yang terkumpul

f) Pengembangan hipotesis

g) Perbandingan hipotesis dan fakta

h) Pembuatan kebijakan

E. KONSEP ANALISIS RISIKO UNTUK KEAMANAN PANGAN

Tujuan utama pengumpulan data kasus penyakit akibat pangan adalah

untuk menghasilkan informasi yang dapat dijadikan sebagai landasan ilmiah

dalam menentukan kebijakan pengendalian masalah-masalah kesehatan

masyarakat (public health action). Informasi yang tersedia diantaranya mencakup

agen penyebab, karakteristik penyakit, media penyebaran (vehicles of

transmission), dan kesalahan dalam penanganan pangan (food misshandling

errors). Informasi-informasi tersebut dikumpulkan oleh pihak kesehatan yang

berwenang (public health authorities). Pada negara-negara maju, kegiatan

surveilan berdasarkan data-data tersebut telah sukses digunakan untuk

menurunkan angka insiden (incident rate) penyakit akibat pangan. Akan tetapi,

beban penyakit akibat pangan masih tinggi dan diperlukan usaha untuk

menurunkan insiden kasus penyakit akibat pangan secara lebih signifikan.

Penyakit akibat pangan di negara-negara yang tergabung dalam OECD

(Organization for Economic Co-operation and Development), merupakan

penyakit yang dapat dicegah atau diatasi, terkecuali penyakit akibat pangan

tertentu seperti tifoid, hepatitis A serta infeksi rotavirus (Rocourt et al., 2003).

Tantangan ke depan adalah penggunaan berbagai pendekatan multidisiplin dalam

pengidentifikasian strategi terbaik sepanjang rantai pangan (termasuk informasi

dan edukasi konsumen) dalam usaha pencegahan penyakit, terutama pada tingkat

produksi primer. Metode pendekatan yang digunakan harus melalui proses

analisis risiko yang menghubungkan patogen dalam pangan dengan masalah

kesehatan masyarakat, termasuk masalah penyakit akibat pangan.

Untuk mengatasi kompleksitas interaksi antara populasi manusia yang

bervariasi, patogen, dan pangan serta untuk meminimalkan pengaruh terhadap

masalah kesehatan masyarakat dan faktor ekonomi pada lain sisi, Codex

Page 46: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

28

Alimentarius, WHO (World Health Organization) dan FAO (Food and

Agriculture Organization of United Nations) mempromosikan konsep analisis

risiko. Secara umum, analisis risiko terbagi dalam tiga langkah yang saling

terintegrasi yaitu kajian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Kaitan

antara ketiga langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

1. Manajemen Risiko (Risk Management)

Manajemen risiko merupakan tahap awal dalam proses analisis

risiko. Manajemen risiko adalah proses seleksi, implementasi dan evaluasi

(review) kebijakan keamanan pangan, terutama menetapkan opsi dalam

pengendalian yang sesuai untuk menanggulangi risiko. Manajemen risiko

merupakan kegiatan pengendalian risiko yang telah diidentifikasi pada

kegiatan karakteristik risiko. Pengendalian risiko tersebut dilakukan dengan

mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Untuk risiko

tinggi, pengendalian risiko mutlak diperlukan. Untuk risiko sedang,

pengendalian risiko tidak perlu dilakukan apabila tenaga dan biaya yang

diperlukan sangat besar dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh.

Sedangkan untuk risiko kecil, pengendalian risiko tidak perlu dilakukan

Gambar 3. Proses analisis risiko

Kajian risiko Landasan Ilmiah

Manajemen risiko Landasan Kebijakan

Komunikasi risiko Pertukaran informasi dan opini

yang interaktif dan terus menerus

Page 47: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

29

(Badan POM, 2001b). Tujuan dari kegiatan pengendalian risiko ini adalah

mengurangi risiko, atau bahkan mencegah terjadinya risiko tersebut.

Wilson dan Droby (2001) menyebutkan langkah-langkah

manajemen risiko terdiri dari: (1) mengidentifikasi masalah-masalah

keamanan pangan beserta faktor risikonya, (2) menyusun profil risiko, (3)

menetapkan tujuan manajemen risiko dan tim manajer risiko untuk

mengendalikan risiko tersebut, (4) membuat prioritas risiko yang ingin

dikendalikan, (5) menerbitkan kebijakan-kebijakan pengendalian risiko

dengan mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari kegiatan kajian

risiko, (6) monitoring pelaksanaan kebijakan yang telah disusun, dalam hal

ini dilimpahkan kepada kegiatan kajian risiko, dan (7) melakukan evaluasi

berdasarkan informasi dari kegiatan kajian risiko yang dilakukan pada tahap

6. Seluruh tahap kegiatan manajemen risiko tersebut perlu

didokumentasikan dan dilakukan secara transparan (Badan POM, 2001b).

Parker dan Tompkin (2000) meringkas tahap-tahap tersebut dalam empat

tahap yaitu: (1) evaluasi risiko (risk evaluation), (2) kajian alternatif-

alternatif manajemen risiko (option risk management assessment), (3)

pelaksanaan keputusan manajemen risiko (implementation of management

decisions), serta (4) monitoring dan evaluasi (monitoring and review).

Pada tahap evaluasi risiko, manajer risiko akan membahas risiko-

risiko yang telah ditentukan melalui kegiatan kajian risiko. Pembahasan

tersebut diharapkan menghasilkan profil masing-maing risiko. Profil

tersebut berisi lokasi dan distribusi risiko, keuntungan dan kerugian

pengendalian risiko, serta informasi lain yang diperlukan. Profil risiko

diperlukan untuk menentukan instansi-instansi terkait yang akan dilibatkan

dalam tim manajer risiko, seperti: Pemerintah Daerah, Departemen

Kesehatan, Dinas Kesehatan, Balai POM atau instansi lain yang memiliki

kewenangan dan kepentingan yang berhubungan dengan risiko tersebut.

Instansi-instansi yang dipilih sebaiknya terdiri dari berbagai multidisiplin

ilmu, sehingga dapat memberi pertimbangan kepada manajer risiko dalam

berbagai sudut pandang. Selanjutnya, pembahasan tersebut diharapkan

mampu memformulasikan tujuan manajemen risiko, mengembangkan

Page 48: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

30

kerangka acuan (term of reference), dan memberikan alternatif-alternatif

untuk mengendalikan risiko yang terjadi.

Langkah kedua adalah kajian alternatif pengendalian risiko. Kajian

tersebut berupa diskusi dengan instansi-instansi terkait untuk menentukan

alternatif pemecahan masalah yang tepat. Beberapa informasi-informasi

yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan alternatif yang tepat adalah

ketidakpastian yang ada pada masing-masing alternatif, besarnya risiko yang

ada setelah dilakukan alternatif, biaya yang diperlukan untuk melaksanakan

alternatif tersebut, dan adanya sumber daya manusia yang memadai untuk

melakukan alternatif tersebut. Intinya, keuntungan dan kerugian dari

masing-masing alternatif perlu dikaji sebelum memilih. Biasanya, kriteria

yang mudah diukur dan diamati juga disusun untuk mempermudah kajian

alternatif ini. Alternatif yang memenuhi kriteria akan dipilih dan

diimplementasikan untuk mengendalikan risiko.

Langkah ketiga adalah pelaksanaan keputusan, dimana

memerlukan kekompakan tim manajer risiko serta perencanaan yang

matang. Rencana tersebut meliputi pihak yang akan bertanggung jawab

langsung di lapangan, karena tidak semua pihak dalam tim manajer risiko

akan turun langsung ke lapangan. Perencanaan tersebut juga berisi petunjuk

pelaksanaan teknis, jadwal pelaksanaan, dan sasaran pengendalian risiko.

Langkah terakhir adalah monitoring, evaluasi, dan dokumentasi.

Langkah ini sangat penting untuk memberikan umpan balik yang diperlukan

untuk memperbaiki pelaksanaan manajemen risiko. Kegiatan monitoring

bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan keputusan manajemen risiko dan

berapa besar pengaruhnya dalam mengurangi risiko yang ada. Kegiatan

monitoring tersebut dilakukan pada tahap kajian risiko, dan dapat berupa

kegiatan studi, survei, atau surveilan. Setelah dilakukan monitoring, tidak

menutup kemungkinan adanya penyempurnaan terhadap keputusan

manajemen risiko yang telah ada.

2. Kajian Risiko (Risk Assessment)

Menurut Parker dan Tompkin (2000), kajian risiko keamanan

pangan adalah mengorganisasi informasi yang berhubungan dengan risiko-

Page 49: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

31

risiko keamanan pangan secara sistematis dan ilmiah sehingga pengambil

keputusan (manajer risiko) dapat mengerti faktor-faktor yang mendorong

risiko. Kajian risiko bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan : (1)

bahaya (hazards) apa saja yang mungkin terjadi, (2) bagaimana peluang

terjadinya bahaya tersebut, dan (3) jika bahaya terjadi, apa konsekuensi yang

harus dihadapi. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melakukan empat

langkah yaitu identifikasi bahaya (hazard identification), karakterisasi

bahaya (hazard characterization), kajian pemaparan (exposure assessment),

dan karakterisasi risiko (risk characterization) (Badan POM, 2001b). Bagan

alir langkah-langkah tersebut terdapat pada Gambar 4.

Penetapan tujuan Identifikasi bahaya (Hazard identification)

Karakterisasi bahaya Kajian paparan (Hazard characterization) (Exposure assessment)

Karakterisasi risiko Perkiraan risiko: (Risk characterization) • Peluang dan keparahan • Ketidakpastian • Keragaman

Identifikasi bahaya (hazard identification) adalah identifikasi

bahaya yang terdapat di dalam makanan dan dapat menyebabkan dampak

buruk terhadap kesehatan. Sedangkan bahaya (hazard) dapat diartikan

sebagai agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat di dalam

pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan.

Identifikasi bahaya merupakan hasil dari kegiatan studi/survei/surveilan

keamanan pangan, diantaranya survei terhadap faktor-faktor risiko pada

Gambar 4. Bagan alir kegiatan-kegiatan dalam kajian risiko (Badan POM, 2001c)

Page 50: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

32

rantai pangan, mikroba penyebab penyakit akibat pangan atau kejadian luar

biasa keracunan pangan, survei epidemiologi, dan survei/studi/surveilan

lainnya (Parker dan Tompkin, 2000).

3. Komunikasi Risiko (Risk Communication)

Komunikasi risiko merupakan pertukaran informasi dan opini

secara interaktif dalam pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko,

faktor yang berkaitan dengan risiko, dan persepsi risiko, antara pengkaji

risiko, manajer risiko serta pihak terkait lainnya, seperti pihak pemerintah,

konsumen, industri dan akademisi. Informasi yang diberikan termasuk

penjelasan tentang temuan-temuan dalam kajian risiko dan landasan

keputusan manajemen risiko.

Tujuan dari kegiatan komunikasi risiko yaitu : (1) menetapkan dan

mempertahankan informasi tentang pengetahuan, sikap dan persepsi semua

pihak tentang topik risiko untuk melaksanakan analisis risiko, (2) melakukan

review terhadap kebijakan analisis risiko yang diambil, termasuk metode

kajian risiko dan standar risiko yang digunakan serta tentang kebijakan atau

program manajemen risiko.

Dalam melakukan komunikasi risiko diperlukan beberapa strategi,

diantaranya : (1) mengkoleksi dan menganalisis informasi tentang risiko

keamanan pangan dan persepsi pihak-pihak terkait, (2) mengembangkan dan

diseminasi pesan-pesan utama yang ditargetkan pada kelompok-kelompok

tertentu, (3) mendorong dan mengajak pihak terkait untuk berdialog tentang

risiko, (4) memonitor dan mengevaluasi hasil dari komunikasi risiko.

F. DAMPAK EKONOMI PENYAKIT AKIBAT PANGAN

Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tetapi juga

menyangkut kepedulian individu. Keamanan pangan merupakan syarat penting

yang harus melekat pada pangan dan merupakan hak asasi setiap individu dalam

masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena pentingnya keamanan pangan sebagai

bagian dari ketahanan pangan nasional, maka perhatian serius dalam hal tersebut

perlu terus ditingkatkan, baik oleh pemerintah, produsen maupun konsumen.

Page 51: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

33

Salah satu upaya untuk memonitor keamanan pangan adalah dengan mengetahui

kecenderungan penyakit akibat pangan yang ada di masyarakat.

Penyakit akibat pangan telah menimbulkan dampak kesehatan bagi

masyarakat yang berimplikasi pada masalah sosial maupun kerugian ekonomi.

Secara individu, setiap kasus (penderita) penyakit akibat pangan akan mengalami

penurunan produktivitas. Selain itu, dampak dari penyakit akibat pangan dapat

dihitung pada kerugian yang dialami oleh konsumen (masyarakat), industri

pangan maupun pemerintah. Kerugian secara finansial ini dapat dilihat pada

kerugian ekonomi dengan adanya kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan

yang ada di Indonesia (Tabel 5).

Tabel 5. Kerugian ekonomi akibat KLB keracunan pangan

Industri pangan Rumah tangga Pemerintah

Penarikan produk Penutupan pabrik

(dan pembersihan) Tuntutan dan liability

cost lainnya Penurunan

permintaan produk Asuransi Administrasi

Biaya medis Penurunan/kehilangan

gaji Kesakitan dan

penderitaan Kehilangan ”leisure

time” Kehilangan biaya

”child care” Biaya perjalanan

Biaya surveilan Biaya pendidikan Biaya pembersihan Biaya pendidikan

konsumen Biaya manajemen

risiko (penerapan HACCP dll)

Sumber : Rahayu et al. (2005)

1. Dampak Ekonomi Penyakit Akibat Pangan di Amerika Serikat

Untuk mengatasi penyakit akibat pangan dengan bakteri sebagai

etiologic agent-nya, Amerika Serikat mengeluarkan biaya sampai US$23

milyar. Sedangkan khusus untuk kasus salmonellosis diperkirakan

menimbulkan dampak ekonomi sebesar US$3.991 juta setiap tahunnya

(Sockett dan Roberts, 1991). Total kerugian ekonomi oleh penyakit akibat

pangan di Amerika Serikat diperkirakan mencapai US$5.6 milyar sampai

US$9.4 milyar (Mei 1995, Chief of Food Safety Branch of the United States

Department of Agriculture) – khusus untuk biaya perawatan kesehatan dan

kehilangan produktivitas akibat salmonellosis dengan 3.8 juta kasus,

kerugian ekonomi mencapai US$0.6-3.5 milyar (Buzby dan Roberts, 1995).

Page 52: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

34

2. Dampak Ekonomi Penyakit Akibat Pangan di Australia dan New Zealand

Australia mengalami kerugian ekonomi sebesar Aus$487 juta

sampai Aus$1900 juta (ANZFA, 1996) atas kejadian luar biasa (KLB) oleh

HUS di Australia Selatan disebabkan oleh E. coli O111 yang

mengkontaminasi mettwurs (Cameron et al., 1995), dan kerugian ekonomi

sebagai dampak penurunan produktivitas kerja mencapai Aus$20 juta per

tahun. Sedangkan kerugian ekonomi sebagai dampak penyakit akibat pangan

di New Zealand mencapai NZ$100 juta per tahun.

3. Dampak Ekonomi Penyakit Akibat Pangan di Indonesia

Kerugian ekonomi sebagai dampak dari penyakit akibat pangan di

Indonesia, belum diketahui dengan pasti. Hal ini disebabkan diantaranya

belum adanya data yang menunjukkan jumlah angka kasus penyakit akibat

pangan secara jelas di Indonesia. Akan tetapi, berdasarkan kejadian luar

biasa (KLB) keracunan pangan yang terlapor pada Badan POM RI selama

tahun 2004, dapat diperkirakan bahwa kerugian negara Indonesia atas kasus

penyakit/KLB keracunan pangan yang terjadi adalah sebesar 6.7 trilyun

rupiah per tahun (Rahayu et al., 2005).

Page 53: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu : (1) identifikasi masalah

sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di indonesia, (2) pengumpulan

data kasus penyakit akibat pangan di indonesia, (3) analisis data kasus penyakit

akibat pangan, (4) identifikasi kebutuhan dalam pengembangan sistem pelaporan

kasus penyakit akibat pangan, (5) penyusunan mekanisme dan formulir pelaporan

kasus penyakit akibat pangan, (6) evaluasi mekanisme dan formulir pelaporan

kasus penyakit akibat pangan. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian dapat dilihat

pada Gambar 5.

1. Identifikasi Masalah

Tahap pengidentifikasian masalah meliputi studi banding

(benchmarking) dengan cara studi pustaka (melalui browsing internet) tentang

sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO (World Health

Organization) dan negara lain dengan sistem surveilan dan notifikasi kasus

penyakit akibat pangan yang lebih baik, seperti : Australia, Amerika Serikat,

Kanada, dan Inggris (Sparringa, personal communication. 2005). Penelusuran

mengenai sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan melalui internet

dilakukan dengan membuka situs-situs resmi. Selanjutnya dilakukan

pengumpulan informasi faktual tentang sistem pelaporan kasus penyakit

akibat pangan di Indonesia pada informan ahli (expert informan) dengan

metode wawancara (personal communication). Berdasarkan kedua kegiatan

diatas (studi pustaka dan pengumpulan informasi faktual) dilakukan

pengidentifikasian kelemahan atau kekurangan sistem pelaporan kasus

penyakit akibat pangan di Indonesia.

Page 54: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

36

Gambar 5. Tahap-tahap pelaksanaan penelitian pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan

Perbaikan dan pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan

Mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan

Tools (formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan)

Evaluasi

Selesai

Studi pustaka : surveilan dan sistem notifikasi penyakit

akibat pangan menurut WHO dan negara-negara maju

Pengumpulan informasi sistem pelaporan dan data kasus penyakit akibat pangan (data sekunder) pada Ditjen Pelayanan

Medik dan Ditjen PPPL, Depkes RI

Analisis sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan

di Indonesia

Pengolahan, analisis dan interpretasi data kasus penyakit akibat pangan

Mulai

Analisis kesenjangan

(gap analysis) sistem pelaporan

Page 55: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

37

2. Pengumpulan Data Kasus Penyakit Akibat Pangan di Indonesia

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:

1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilan Epidemiologi Kesehatan dan berdasarkan Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor: 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilan Epidemiologi Penyakit Menular dan

Penyakit Tidak Menular Terpadu, di Indonesia terdapat beberapa jenis

penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan (notifiable foodborne disease).

Definisi kasus penyakit-penyakit yang wajib dilaporkan tersebut dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Definisi kasus penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di

Indonesia Jenis/gejala

penyakit akibat pangan Definisi kasus

Kolera

Penderita diare klinis dengan pemeriksaan laboratorium pada tinja dan/atau muntahan menunjukkan adanya kuman kolera (Vibrio cholerae)

Diare klinis Buang air besar lembek atau cair dengan frekuensi lebih dari biasanya

Diare berdarah Diare klinis yang disertai darah sebagai bercak coklat atau merah. Apabila dilakukan pemeriksaan tinja ditemukan sel darah merah

Tifus perut klinis

Demam tinggi terus menerus selama 7 (tujuh) hari atau lebih, permukaan lidah kotor dan pinggirnya merah (typhoid tounge) dapat disertai sembelit (obstipasi), diare, dan kesadaran menurun

Tifus perut widal/kultur

(+)

Demam tinggi terus menerus yang pada pemeriksaan laboratorium darah, air seni, tinja atau sumsum tulang menunjukkan kuman Salmonella typhi atau pada serum darah terdapat kenaikan kadar zat antinya

Sumber : Departemen Kesehatan RI (2004)

a. Data kasus penyakit akibat pangan bersumber pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

Data kasus penyakit akibat pangan yang dikumpulkan merupakan

data sekunder dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Data sekunder

Page 56: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

38

adalah data yang sudah tersedia, dimana seorang peneliti atau organisasi

hanya perlu mencari tempat (pihak lain) untuk mendapatkannya dalam

bentuk jadi atau publikasi (Simamora, 2002; Sparringa, 2005). Data kasus

penyakit akibat pangan yang terkumpul meliputi : (1) kolera, (2) demam

tifoid dan paratifoid, (3) sigelosis, (4) diare dan gastroenteritis, (5)

amubiasis, (6) penyakit infeksi usus lainnya, serta (7) hepatitis A.

Selanjutnya dilakukan perhitungan persentase rumah sakit yang

melaporkan data kasus penyakit akibat pangan ke Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik dengan perhitungan sebagai berikut :

Keterangan : RS = rumah sakit

b. Data kasus penyakit akibat pangan bersumber pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL)

Data kasus penyakit akibat pangan yang dikumpulkan juga

merupakan data kasus yang bersumber pada Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPPL). Data

kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen PPPL merupakan

data kasus penyakit akibat pangan yang berasal dari puskesmas maupun

data kasus pada rumah sakit. Data kasus penyakit akibat pangan yang

terlapor pada direktorat tersebut meliputi : (1) kolera, (2) tifoid, dan (3)

diare.

3. Analisis Data Kasus Penyakit Akibat Pangan

Data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul, dianalisis

berdasarkan empat parameter yaitu (1) subjek, (2) waktu, (3) tempat, serta (4)

analisis berdasarkan angka insiden (incident rate), angka kefatalan suatu kasus

(case fatality rate), dan angka kunjungan (admission rate).

a. Analisis berdasarkan subjek

Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan

subjek merupakan data kasus dari Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen

PPPL. Maksud analisis berdasarkan subjek disini adalah data kasus

RS yang melaporkan data kasus penyakit akibat pangan % RS yang melapor = x 100% Jumlah RS di Indonesia

Page 57: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

39

penyakit akibat pangan dianalisis menurut jenis kelamin dan golongan

umur kasus untuk setiap jenis penyakit akibat pangan. Kasus penyakit

akibat pangan bersumber dari Ditjen Pelayanan Medik yang dianalisis

berdasarkan jenis kelamin, meliputi : (1) kolera, (2) demam tifoid dan

paratifoid, (3) sigelosis, (4) diare dan gastroenteritis, (5) amubiasis, (6)

penyakit infeksi usus lainnya, (7) hepatitis A, selama periode 1998 sampai

2003. Distribusi data kasus berdasarkan jenis kelamin untuk ketujuh jenis

penyakit akibat pangan tersebut dapat dilihat pada lembar lampiran yaitu

kasus kolera (Lampiran 2), demam tifoid dan paratifoid (Lampiran 3),

sigelosis (Lampiran 4), diare dan gastroenteritis (Lampiran 5), amubiasis

(Lampiran 6), penyakit infeksi usus lainnya (Lampiran 7), serta hepatitis A

(Lampiran 8).

Kasus penyakit akibat pangan bersumber dari Ditjen PPPL yang

dianalisis berdasarkan golongan umur, meliputi : (1) kolera, (2) tifoid, dan

(3) diare, selama periode 2001 sampai 2004, serta (4) hepatitis A dan (5)

disentri selama periode 2001 sampai 2003.

b. Analisis berdasarkan waktu

Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan

parameter waktu merupakan data kasus dari Ditjen PPPL. Maksud analisis

berdasarkan waktu adalah analisis data kasus menurut bulan terjadinya

kasus. Kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis meliputi : (1) disentri

dan (2) hepatitis A selama periode 2001-2003; (3) diare, (4) kolera, serta

(5) tifoid selama periode 2001-2004.

c. Analisis berdasarkan tempat

Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan

tempat meliputi : (1) kolera, (2) tifoid dan (3) diare selama periode 2000-

2003, yang bersumber dari Ditjen PPPL. Data kasus penyakit akibat

pangan yang terkumpul, dianalisis menurut propinsi terjadinya kasus. Data

kasus ketiga jenis penyakit akibat pangan tersebut berdasarkan

penyebarannya per propinsi dapat dilihat pada lembar lampiran, yaitu

masing-masing untuk kasus kolera (Lampiran 9), tifoid (Lampiran 10) dan

diare (Lampiran 11).

Page 58: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

40

Analisis data kasus penyakit akibat pangan berdasarkan ketiga

parameter tersebut diatas dilakukan untuk melihat kecenderungan (trend)

maupun tingkat risiko populasi penduduk dalam suatu wilayah geografis

yang rentan terhadap jenis penyakit akibat pangan tertentu.

d. Analisis berdasarkan nilai IR (Incident Rate), CFR (Case Fatality Rate) dan AR (Admission Rate)

Data kasus penyakit akibat pangan yang dianalisis berdasarkan

nilai IR, CFR, dan AR adalah data kasus yang bersumber dari Ditjen

Pelayanan Medik. Sedangkan data kasus penyakit akibat pangan dari

Ditjen PPPL tidak dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan ketiga

parameter ini karena data yang tersedia dari sumber tersebut hanya

menunjukkan jumlah kasus yang terjadi. Sedangkan informasi lain, seperti

jumlah kematian kasus dan jumlah kunjungan kasus tidak tersedia.

Nilai Incident Rate (IR), dan Case Fatality Rate (CFR) ditentukan

dengan metode yang digunakan oleh Imari (2004), sedangkan Admission

Rate (AR) ditentukan berdasarkan definisi dari Departemen Kesehatan

(2003). Nilai IR, CFR dan AR data kasus penyakit akibat pangan dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

4. Identifikasi Kebutuhan dalam Pengembangan Sistem Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan

didasarkan pada mekanisme pelaporan kasus penyakit yang ada di Indonesia.

Mekanisme tersebut merupakan hasil penyesuaian terhadap mekanisme

sebelumnya yang terdapat pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik

IR = Jumlah kasus per 100 000 penduduk

Jumlah korban meninggal CFR = x 100% Jumlah korban

Jumlah kunjungan kasus baru dan kasus lama (rawat jalan) AR =

Jumlah kasus baru (rawat jalan)

Page 59: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

41

Indonesia Nomor: 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1479/MENKES/SK/X/2003

tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit

Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu maupun Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1410/MENKES/SK/X/2003 tentang

Penetapan Penggunaan Sistem Informasi Rumah Sakit di Indonesia (Sistem

Pelaporan Rumah Sakit) Revisi Kelima. Selanjutnya dilakukan identifikasi

kebutuhan dan pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan,

beserta formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan

5. Penyusunan Mekanisme dan Formulir Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Pengembangan dan perbaikan sistem dalam penelitian ini mencakup

dua hal yaitu penyusunan mekanisme dan formulir pelaporan kasus penyakit

akibat pangan. Penyusunan ini diawali dengan merumuskan isi formulir. Isi

dari setiap formulir diidentifikasi berdasarkan lima pertanyaan yang sangat

mendasar sesuai dengan metode surveilan epidemiologi penyakit akibat

pangan, yaitu : (1) apa (what), (2) siapa (who), (3) mengapa (why), (4) kapan

(when), (5) dimana (where), dan (6) bagaimana (how). Keenam kata tanya

tersebut diinterpretasikan menjadi garis-garis besar (outline) dalam

mengembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia

yang mencakup mekanisme maupun format pelaporannya.

Hal tersebut di atas dilakukan dengan cara melakukan diskusi dan studi

pustaka mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sistem pelaporan

(notification) kasus penyakit akibat pangan. Diskusi dilakukan dengan sebuah

tim (team work) dari Badan POM RI maupun Departemen Kesehatan. Studi

pustaka dilakukan dengan mempelajari sistem pelaporan kasus penyakit akibat

pangan yang ada pada Departemen Kesehatan RI, sistem pelaporan kasus

penyakit akibat pangan di negara-negara maju sebagai studi banding dan

sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan menurut WHO sebagai acuan

utama.

Page 60: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

42

6. Evaluasi

Mekanisme dan formulir yang telah disusun, selanjutnya dievaluasi.

Evaluasi dilakukan oleh sebuah tim dari Badan POM RI.

B. TEMPAT DAN WAKTU

Kegiatan magang penelitian ini dilakukan pada Sub Direktorat Surveilan

dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan

Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kegiatan ini

dilakukan selama empat bulan yaitu 1 Februari 2005 sampai 31 Mei 2005.

Page 61: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI KELEMAHAN DALAM INTERPRETASI DATA KASUS

PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA

Tahap awal identifikasi masalah dilaksanakan dengan melihat performa

data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul, dianalisis dan

diinterpretasikan. Performa data tersebut dapat menggambarkan keadaan sistem

pelaporan yang ada di Indonesia. Data kasus penyakit akibat pangan dalam

penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, sehingga interpretasi data yang ada

tidak dapat menggambarkan profil penyakit akibat pangan dalam masyarakat

Indonesia secara utuh. Beberapa kelemahan dalam interpretasi data yang

terkumpul tersebut diantaranya: (1) Beberapa kasus penyakit akibat pangan tidak

terdefinisi secara jelas; (2) Cakupan jenis penyakit yang termasuk dalam penyakit

akibat pangan (foodborne disease) di Indonesia kurang jelas; (3) Representasi data

belum mencerminkan kecenderungan penyebaran penyakit akibat pangan pada

keseluruhan populasi penduduk di Indonesia; (4) Kontradiksi data antara kasus

berbasis rumah sakit dan puskesmas pada Ditjen PPPL dan data kasus berbasis

rumah sakit pada Ditjen Pelayanan Medik; (5) Pelaporan kasus dari rumah

sakit/puskesmas kepada unit surveilan kabupaten/kota dan seterusnya kepada unit

surveilan diatasnya kurang konsisten, baik dalam ketepatan waktu maupun

kelengkapan laporan; (6) Pembagian range golongan umur kasus dalam sistem

pelaporan yaitu pada golongan umur 15-44 tahun, kurang menjelaskan status

kasus apakah termasuk golongan remaja atau dewasa; (7) Pelaporan kasus dugaan

dan kasus terkonfirmasi yang tidak jelas. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana

mengatasi kekurangan sistem pelaporan yang sudah ada, sehingga data kasus

penyakit akibat pangan yang representatif dapat digunakan sebagai landasan

ilmiah bagi penentu kebijakan.

Interpretasi data kasus penyakit akibat pangan berdasarkan dua sumber

data yaitu Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL dilakukan dengan pendekatan

yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan komponen pelaporan data

kasus penyakit akibat pangan yang ada pada masing-masing instansi tersebut

Komponen data tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 62: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

44

Tabel 7. Ketersediaan komponen pelaporan data kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL Komponen Data Ditjen

Pelayanan Medik Ditjen PPPL

1. Golongan umur x √ 2. Jenis kelamin √ x 3. Penyakit √a) √b)

4. Definisi kasus x √ 5. Waktu kejadian/pelaporan x √ 6. Karakteristik tempat/propinsi x √ 7. Data kasus meninggal (CFR) √ x 8. Diagnosis penyakit kasus S/C S/C 9. Sumber data kasus rumah sakit rumah sakit,

puskesmas

Sumber : Data diolah dan diadaptasikan dari Departemen Kesehatan (2005) Keterangan : S/C = Data kasus yang terkumpul tidak dapat dibedakan antara kasus dugaan

(suspected case) atau kasus terkonfirmasi (confirmed case) x = Tidak tersedia data √ = Data tersedia

a) kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, amubiasis, hepatitis A, diare dan gastroenteritis, penyakit infeksi usus lainnya

b) kolera, tifoid, hepatitis A, disentri, diare Dalam interpretasi data kasus penyakit akibat pangan ini digunakan

beberapa asumsi, yaitu : (1) Data penduduk selama setahun (dalam periode

bulanan) bersifat tetap; (2) Interpretasi data kasus berdasarkan karakteristik jenis

kelamin, angka CFR, IR dan AR dalam penelitian ini tidak menggambarkan

keadaan sebenarnya di Indonesia karena analisis hanya berdasarkan data kasus

pada rumah sakit yang terlapor pada Ditjen Pelayanan Medik.

B. PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI INDONESIA

1. Pelaporan Data Kasus Penyakit Akibat Pangan pada Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 1410/MENKES/SK/X/2003 tentang Penetapan Penggunaan Sistem

Informasi Rumah Sakit di Indonesia (Sistem Pelaporan Rumah Sakit) Revisi

Kelima, setiap rumah sakit di Indonesia wajib melaporkan data kasus penyakit

yang ada, pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan

RI. Termasuk di dalamnya kasus penyakit akibat pangan. Sedangkan

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Page 63: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

45

Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan

Penyakit Tidak Menular Terpadu, setiap puskesmas maupun rumah sakit yang

ada di Indonesia wajib melaporkan data kasus penyakit (termasuk kasus

penyakit akibat pangan) pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (PPPL) melalui Dinas Kesehatan tingkat

kabupaten/kota dan propinsi.

Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen Pelayanan

Medik merupakan kasus penyakit berdasarkan panduan dari ICD X

(International Classification of Disease) WHO. Jenis-jenis penyakit akibat

pangan menurut ICD X WHO dapat dilihat pada Lampiran 12. Sedangkan

kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen PPPL adalah kasus

penyakit yang secara epidemiologi cenderung terjadi di Indonesia. Pelaporan

tersebut wajib dilakukan sebagai upaya pengawasan (monitoring) dan sistem

kewaspadaan dini (early warning system) akan adanya kejadian luar biasa

(KLB). Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen Pelayanan

Medik dan Ditjen PPPL dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kasus penyakit akibat pangan yang terlapor pada Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPPL

Kasus penyakit akibat pangan Ditjen Pelayanan Medik

Kasus penyakit akibat pangan Ditjen PPPL

Jenis kasus : 1. kolera 2. demam tifoid dan paratifoid 3. sigelosis 4. diare dan gastroenteritis 5. amubiasis 6. penyakit infeksi usus lainnya 7. hepatitis A

Sumber : Rumah sakit di Indonesia, mencakup : rumah sakit swasta, rumah sakit dibawah Departemen Kesehatan dan Pemerintah daerah (Depkes-Pemda), rumah sakit TNI POLRI maupun rumah sakit dibawah Departemen lain.

Jenis kasus : 1. diare 2. kolera 3. tifoid 4. disentri 5. hepatitis A

Sumber : Data kasus pada rumah sakit dan puskesmas yang terlapor di Dinas Kesehatan tingkat propinsi di Indonesia.

Sumber : Data diolah dan diadaptasikan dari Departemen Kesehatan (2005)

Page 64: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

46

2. Persentase Rumah Sakit yang Melaporkan Kasus Penyakit Akibat Pangan ke Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

Data kasus penyakit akibat pangan pada Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data nasional dari

tahun 1998-2003, dimana data tersebut bersumber dari laporan kasus penyakit

akibat pangan pada rumah sakit di seluruh Indonesia. Rumah sakit tersebut

mencakup rumah sakit swasta, rumah sakit Departemen Kesehatan dan

Pemerintah Daerah (Depkes Pemda), rumah sakit TNI POLRI, serta rumah

sakit departemen lainnya.

Meskipun pelaporan wajib dilakukan, namun secara faktual tidak

semua rumah sakit melakukan pelaporan tersebut. Hal ini disebabkan banyak

kendala, diantaranya letak geografis rumah sakit di daerah yang jauh dan

sosialisasi sistem pelaporan data kasus penyakit yang masih rendah (Nur

Khoirimah, personal communication, Juni 2005). Tabel 9 menunjukkan

persentase rumah sakit yang melakukan pelaporan data kasus penyakit,

termasuk kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen Pelayanan Medik selama

tahun 2003 dan 2004.

Tabel 9. Pelaporan data kasus oleh rumah sakit pada Ditjen Pelayanan

Medik Tahun Jenis

rumah sakit Jumlah rumah sakit

Rumah sakit yang melapor

Persentase pelaporan (%)

a b a b

2003 swasta

Depkes-Pemda

622

424

311

173

209

169

50,0

40,8

33,6

39,9

Jumlah 1046 484 378 46,3 36,1

2004 swasta

Depkes-Pemda

TNI POLRI

Departemen lain

618

431

112

78

229

194

19

24

217

187

17

21

37,1

45,0

17,0

30,8

35,1

43,4

15,2

26,9

Jumlah 1239 466 442 37,6 35,7 Sumber : Data diolah dan diadaptasikan dari Departemen Kesehatan (2005) Keterangan : a = rawat inap; b = rawat jalan

Page 65: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

47

Berdasarkan Tabel 9, kelengkapan pelaporan kasus penyakit di rumah

sakit, termasuk kasus penyakit akibat pangan pada Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik selama tahun 2004, baik untuk pelaporan kasus dengan

rawat inap maupun rawat jalan kurang dari 40%.

3. Persentase Rumah Sakit dan Puskesmas yang Melaporkan Kasus Penyakit Akibat Pangan ke Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kasus penyakit akibat pangan yang terdapat pada rumah sakit maupun

puskesmas wajib dilaporkan pada Dinas Kesehatan kabupaten dan Dinas

Kesehatan Propinsi sebagai tembusan. Selanjutnya setiap Dinas Kesehatan

propinsi wajib melaporkan data kasus penyakit yang terkumpul dari rumah

sakit dan puskesmas tersebut pada Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL).

Berbeda dengan pelaporan data kasus penyakit akibat pangan pada

Ditjen Pelayanan Medik yang berasal dari laporan langsung rumah sakit, data

kasus penyakit akibat pangan pada Ditjen PPPL bersumber dari Dinas

Kesehatan tingkat propinsi di seluruh Indonesia, bukan merupakan data

laporan langsung dari puskesmas ataupun rumah sakit yang ada di Indonesia.

Pada pelaporan data kasus penyakit akibat pangan dari Ditjen PPPL tidak

dilakukan perhitungan persentase Dinas Kesehatan yang melapor, akan tetapi

data persentase pelaporan merupakan data sekunder yang telah terolah

(direkapitulasi) dan dibukukan (dipublikasikan) dari Ditjen PPPL. Data

persentase pelaporan tersebut menunjukkan kelengkapan pelaporan rumah

sakit dan puskesmas pada setiap Dinas Kesehatan tingkat propinsi dan

terlaporkan pada Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (Lampiran 1).

Berdasarkan Lampiran 1, persentase pelaporan data kasus bersumber

dari puskesmas sebesar 12.3% (870 dari 7071 puskesmas) pada tahun 2001,

13% (919 puskesmas) pada tahun 2002 dan 38.9% (2751 puskesmas) untuk

tahun 2003. Sedangkan persentase pelaporan data kasus bersumber dari rumah

sakit lebih rendah dari pada pelaporan oleh puskesmas yaitu sebesar 10.5%

(118 dari 1128 rumah sakit) pada tahun 2001, 7.6% (86 rumah sakit) pada

tahun 2002 dan 24.7% (279 rumah sakit) selama tahun 2003. Perhitungan

Page 66: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

48

persentase tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa selama tahun 2001-2003

tersebut tidak terjadi perubahan jumlah rumah sakit dan puskesmas di

Indonesia. Artinya, secara umum terjadi peningkatan persentase kelengkapan

pelaporan oleh Dinas Kesehatan pada Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL). Berdasarkan Lampiran 1

tersebut, empat Dinas Kesehatan tingkat propinsi di Indonesia yang secara

rutin melakukan pelaporan dengan persentase kelengkapan pelaporan yang

relatif tinggi yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung.

Pelaporan data kasus penyakit akibat pangan oleh Dinas Kesehatan Propinsi

ke tingkat pusat pada Ditjen PPPL tidak konsisten. Maksudnya pada periode

tahun tertentu persentase pelaporan untuk setiap daerah tinggi, akan tetapi

pada periode tertentu nol (tidak ada pelaporan).

C. KECENDERUNGAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN DI

INDONESIA

1. Kasus Kolera

Kasus kolera di Indonesia cenderung terjadi pada golongan umur 1-4

tahun (Gambar 6), dengan perbandingan kasus wanita dan pria yang tidak

signifikan yaitu 1.1:1 dan kisaran antara 0.9:1 sampai 1.5:1 (berdasarkan data

pada Lampiran 2). Studi epidemiologi oleh Faruque et al. (1998)

menunjukkan bahwa di daerah endemik, infeksi kolera dominan terjadi pada

populasi dengan golongan umur 1-5 tahun. Berdasarkan definisi klinis kasus

kolera dari WHO, pada daerah bukan endemik, kolera potensial terjadi pada

golongan umur 5 tahun atau lebih. Selain itu, ditemukan juga kasus kolera

pada umur 2-4 tahun. Kasus kolera pada golongan umur ini dapat mengurangi

spesifitas pelaporan kasus kolera karena sebagian besar kasus diare berair

banyak terjadi pada golongan umur 2-4 tahun. Oleh karena itu, WHO (1999)

merekomendasikan panduan standar surveilan (WHO recommended

surveillance standards second edition) bahwa definisi kasus kolera secara

klinis yaitu: (1) Pada daerah dimana penyakit kolera jarang ditemukan,

dehidrasi akut atau kematian akibat diare berair secara akut pada pasien

berumur 5 tahun atau lebih; (2) Pada daerah epidemik kolera, diare berair akut

Page 67: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

49

dengan atau tanpa disertai muntah pada pasien berumur 5 tahun atau lebih,

sedangkan pada kasus diare berair dengan umur kurang dari 5 tahun, kasus

kolera bersifat dugaan pada semua pasien.

0,08

0,15

0,11

0,09

0,05

0 0 0 0 0

0,03

0,08

0,03

0,00 0,000 0 0 0 0

-

0,02

0,04

0,06

0,08

0,10

0,12

0,14

0,16

0,18

< 1 thn 1 - 4 thn 5 - 14 thn 15- 44 thn >45 thnGolongan Umur

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003 2004

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2004)

Kasus kolera yang ada di rumah sakit selama tahun 1998-2003, rata-

rata 26.8% diantaranya harus menjalani rawat inap, dengan kisaran antara

11.6% pada tahun 1999 sampai 52.6% pada tahun 2001. Data kasus kolera

rawat inap dan rawat jalan pada rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 2.

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

Januari

FebruariMaret April Mei

Juni JuliAgustus

September

Oktober

November

Desember

Bulan

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003 2004

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2004)

Gambar 6. Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur

Gambar 7. Incident rate kolera pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu

Page 68: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

50

Berdasarkan Gambar 7, selama bulan Juli 2001 terjadi kecenderungan

peningkatan kasus kolera. Sedangkan pada 2003 kasus kolera meningkat pada

bulan Februari. Pada bulan tersebut kecenderungan yang ada di Indonesia

adalah musim kemarau. V. cholerae ditransmisikan melalui rute fekal-oral dan

dapat menyebar terutama melalui air dan pangan yang terkontaminasi.

Investigasi dengan case-control oleh Estrada-Garcia dan Mintz (1996) tentang

penyebaran kolera secara epidemik menunjukkan bahwa pada daerah/area

tertentu, pangan merupakan media transmisi yang lebih penting dari pada air.

Kontaminasi pangan tersebut dimungkinkan terjadi pada kondisi lingkungan

yang buruk, dimana sumber air yang digunakan dalam proses pencucian bahan

pangan terkontaminasi oleh feses manusia (Cary et al., 2000). Pada musim

kemarau, ketersediaan air bersih sangat terbatas. Kondisi inilah yang mungkin

menyebabkan masyarakat Indonesia, terutama pada golongan ekonomi rendah

(miskin) mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Studi

epidemiologis di Bangladesh selama 35 tahun, menunjukkan bahwa angka

insiden kasus kolera meningkat selama bulan September sampai Desember

(Faruque et al., 1998). Selama periode waktu tersebut di Bangladesh

cenderung bermusim dingin disertai hujan (Anonimb, 2005). Sedangkan pada

bulan-bulan tersebut, di Indonesia tidak ada laporan data kasus kolera pada

Ditjen PPPL.

Gambar 8 menunjukkan bahwa selama kurun waktu empat tahun

(2000-2003), angka insiden kasus kolera sangat tinggi terjadi pada tahun 2000

di propinsi Nusa Tenggara Timur dibanding propinsi lainnya yaitu 350 kasus

per 100.000 penduduk, sedangkan pada propinsi lain kurang dari 50 kasus per

100.000 penduduk. Sistem pelaporan dan surveilan yang ada saat ini belum

mencantumkan status diagnosis maupun informasi lain yang mendukung

penginvestigasian, sehingga tidak dapat ditelusuri faktor-faktor penyebab

terjadinya peningkatan kasus kolera pada propinsi tersebut. Menurut Faruque

et al. (1998), Pulau Sulawesi merupakan daerah pandemik penyakit ini. Akan

tetapi Gambar 8 menunjukkan angka insiden kasus kolera pada propinsi-

propinsi di Pulau Sulawesi sangat rendah. Oleh karena itu, perlu adanya

investigasi lebih lanjut untuk menjawab kontradiksi kedua informasi tersebut.

Page 69: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

51

0

50

100

150

200

250

300

350

400N

angg

roe

Ace

h D

arus

sala

m

Sum

ater

a U

tara

Sum

ater

a B

arat

Ria

u

Jam

bi

Sum

ater

a Se

lata

n

Ben

gkul

u

Ban

gka

Bel

itung

Lam

pung

DK

I Jak

arta

Ban

ten

Jaw

a B

arat

Jaw

a Te

ngah

DI Y

ogya

karta

Jaw

a Ti

mur

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Teng

ah

Kal

iman

tan

Sela

tan

Kal

iman

tan

Tim

ur

Sula

wes

i Uta

ra

Gor

onta

lo

Sula

wes

i Ten

gah

Sula

wes

i Sel

atan

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Bal

i

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Mal

uku

Mal

uku

Uta

ra

Papu

a

Propinsi

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2000 2001 2002 2003

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2000-2003)

Gambar 8. Incident rate kasus kolera berdasarkan penyebaran per propinsi di Indonesia

Page 70: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

52

2. Kasus Tifoid dan Paratifoid

Tifoid dan paratifoid masih menjadi masalah utama di beberapa

negara berkembang, termasuk di Indonesia. Pada umumnya menyebar melalui

air dan pangan yang terkontaminasi pada area endemik (Pang et al., 1995;

WHO, 1998). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Salmonella serovar Typhi

dan Paratyphi a atau b (Cary et al., 2000).

0,58

2,34

6,53

12,65

5,82

0,28

1,31

3,71

5,37

2,99

0,85

3,28

8,40

14,52

6,80

0,78

3,12

10,68

12,45

7,32

-

2

4

6

8

10

12

14

16

< 1 thn 1 - 4 thn 5 - 14 thn 15- 44 thn >45 thnGolongan Umur

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003 2004

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2004)

Kasus tifoid di Indonesia dominan terjadi pada golongan umur 15-44

tahun (Gambar 9), perbandingan kasus pria dan wanita yaitu 1:1, dengan

kisaran antara 0.9:1 sampai 1.3:1 (Lampiran 3). Menurut Cary et al. (2000),

infeksi Salmonella berisiko tinggi terhadap bayi yang baru lahir, balita, lanjut

usia, dan individu immunocompromised. Penyakit tifoid dapat terjadi pada

semua golongan umur, tetapi pada daerah endemik dengan attack rate yang

tinggi, paling potensial terjadi pada populasi golongan umur antara 3-19 tahun

(WHO, 2005; Singh, 2001). Dari seluruh kasus tifoid dan paratifoid selama

tahun 1998-2003 yang terlapor pada rumah sakit, 52.4% diantaranya

menjalani rawat inap, dengan kisaran antara 45.5% pada tahun 2003 sampai

65.9% pada tahun 2002. Data kasus tifoid dan paratifoid berdasarkan jenis

kelamin dan perawatan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 9. Incident rate tifoid pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur

Page 71: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

53

Gambar 10 menunjukkan bahwa pada triwulan pertama yaitu Januari

sampai Maret terjadi kecenderungan peningkatan kasus tifoid. Selama bulan

tersebut di Indonesia cenderung bermusim penghujan. Menurut WHO (2005),

secara alami manusia merupakan host bagi penyebaran penyakit tifoid. Infeksi

ini ditransmisikan melalui makanan atau air yang terkontaminasi bakteri fekal,

Salmonella typhi.

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

JanuariFebruari

MaretApril Mei

Juni JuliAgustus

September

Oktober

November

Desember

Bulan

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003 2004

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2004)

Kasus tifoid berdasarkan Gambar 11 di bawah, selama tahun 2000

sampai 2002 paling besar terjadi di propinsi Kalimantan Tengah dan angka

insiden terbesar kedua selama tahun 2000 adalah propinsi Kalimantan Barat.

Angka insiden pada kedua propinsi tersebut pada tahun 2000 mencapai 800

kasus per 100.000 penduduk, sedangkan angka insiden pada propinsi lain

selama tahun 2000 sampai 2003 kurang dari 400 kasus per 100.000 penduduk.

Hal tersebut sangat kontradiksi dengan persentase kelengkapan pelaporan

kasus oleh kedua propinsi tersebut yang sangat kecil yaitu 0% (data laporan

pada Ditjen PPPL). Oleh karena itu, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut

untuk menjawab kontradiksi tersebut. Seperti juga pada kasus-kasus penyakit

akibat pangan sebelumnya, interpretasi data kasus yang tersaji pada Gambar

11 tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya di Indonesia.

Gambar 10. Incident rate tifoid pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu

Page 72: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

54

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600N

angg

roe

Ace

h D

arus

sala

m

Sum

ater

a U

tara

Sum

ater

a B

arat

Ria

u

Jam

bi

Sum

ater

a Se

lata

n

Ben

gkul

u

Ban

gka

Bel

itung

Lam

pung

DK

I Jak

arta

Ban

ten

Jaw

a B

arat

Jaw

a Te

ngah

DI Y

ogya

karta

Jaw

a Ti

mur

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Teng

ah

Kal

iman

tan

Sela

tan

Kal

iman

tan

Tim

ur

Sula

wes

i Uta

ra

Gor

onta

lo

Sula

wes

i Ten

gah

Sula

wes

i Sel

atan

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Bal

i

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Mal

uku

Mal

uku

Uta

ra

Papu

a

Propinsi

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2000 2001 2002 2003

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2000-2003)

Gambar 11. Incident rate kasus tifoid berdasarkan penyebaran per propinsi di Indonesia

Page 73: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

55

3. Kasus Sigelosis

Sigelosis merupakan penyakit kemiskinan yang biasa menginfeksi

anak-anak di negara-negara berkembang (Cary et al., 2000). Penyakit sigelosis

merupakan penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh infeksi bakteri

Shigella sp. Pada umumnya S. flexneri dan S. dysenteriae tipe 1 merupakan

agen penyebab kasus di negara-negara berkembang. Infeksi Shigella

terlokalisasi pada usus, dengan karakteristiknya ditandai demam, kram perut

yang parah serta diare dengan darah dan lendir (Cary et al., 2000).

Kasus sigelosis di Indonesia dengan jenis kelamin pria dan wanita

mempunyai perbandingan 1.1:1 (berdasarkan data pada Lampiran 4).

Sedangkan kasus sigelosis di Amerika Serikat didominasi kasus dengan jenis

kelamin wanita, tanpa menjelaskan perbandingannya secara spesifik (MMWR,

1990). Selama dua tahun tersebut, rata-rata 57.3% kasus sigelosis di rumah

sakit harus menjalani rawat inap. Menurut Stoll et al. (1982), di Bangladesh

66% dan 16% kasus sigelosis dengan S. flexneri dan S. dysenteriae 1 sebagai

agen penyebabnya harus menjalani rawat inap. Data kasus sigelosis

berdasarkan jenis kelamin kasus dan jenis perawatannya (rawat inap dan rawat

jalan) dapat dilihat pada Lampiran 4.

4. Kasus Diare dan Gastroenteritis

Diare merupakan salah satu sindrom (syndrome) penyakit akibat

pangan yang dapat disebabkan oleh berbagai agen penyebab, seperti: B.

cereus, S. aureus, C. perfringens, Salmonella sp., Campylobacter sp., hepatitis

A dan beberapa agen penyebab penyakit akibat pangan lainnya. Sebesar 1.3

milyar kasus non-typhoid di dunia disertai gejala atau sindrom

diare/gastroenteristis akut yang menyebabkan 3 juta kematian (Pang et al.,

1995). Di Inggris dan Wales, sebagian besar kasus salmonellosis non-typhoid

disebabkan oleh S. enterica serovar Typhimurium DT104, yaitu dua kali lipat

dibanding serovar yang lain. Pada negara-negara di Asia, seperti Jepang,

salmonellosis non-typhoid diduga sebagai akibat dari peningkatan konsumsi

telur dan produk-produk telur (WHO, 1997).

Page 74: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

56

74,99

132,80

92,45

111,74

80,75

19,35

33,9727,18

31,90

17,17

64,33

106,30

69,08

85,42

59,65

83,59

142,36

103,25 106,19

90,19

-

20

40

60

80

100

120

140

160

< 1 thn 1 - 4 thn 5 - 14 thn 15- 44 thn >45 thnGolongan Umur

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003 2004

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2004)

Kasus diare di Indonesia sebagian besar terjadi pada golongan umur 1-

4 tahun (Gambar 12). Perbandingan kasus diare dan gastroenteritis berjenis

kelamin pria dan wanita adalah 1.1:1, dengan kisaran antara 0.8:1 sampai

1.1:1. Kasus diare dan gastroenteritis di rumah sakit, 31.3% diantaranya harus

menjalani rawat inap, dengan kisaran antara 0.9% pada tahun 2002 sampai

42.3% pada tahun 2000 (berdasarkan data pada Lampiran 5).

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

JanuariFebruari

MaretApril Mei

Juni JuliAgustus

SeptemberOktober

November

Desember

Bulan

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003 2004

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2004)

Gambar 13. Incident rate diare pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu

Gambar 12. Incident rate diare pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur

Page 75: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

57

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000N

angg

roe

Ace

h D

arus

sala

m

Sum

ater

a U

tara

Sum

ater

a B

arat

Ria

u

Jam

bi

Sum

ater

a Se

lata

n

Ben

gkul

u

Ban

gka

Bel

itung

Lam

pung

DK

I Jak

arta

Ban

ten

Jaw

a B

arat

Jaw

a Te

ngah

DI Y

ogya

karta

Jaw

a Ti

mur

Kal

iman

tan

Bar

at

Kal

iman

tan

Teng

ah

Kal

iman

tan

Sela

tan

Kal

iman

tan

Tim

ur

Sula

wes

i Uta

ra

Gor

onta

lo

Sula

wes

i Ten

gah

Sula

wes

i Sel

atan

Sula

wes

i Ten

ggar

a

Bal

i

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

Nus

a Te

ngga

ra T

imur

Mal

uku

Mal

uku

Uta

ra

Papu

a

Propinsi

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2000 2001 2002 2003

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2004)

Gambar 14. Incident rate kasus diare berdasarkan penyebaran per propinsi di Indonesia

Page 76: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

58

Kasus diare di Indonesia cenderung meningkat selama bulan Januari

sampai Maret (Gambar 13), tetapi angka insiden juga tinggi pada bulan Mei,

Juni dan Juli. Berdasarkan informasi BMG, selama ini hitungan musim

kemarau dimulai bulan April dan berakhir September. Sedangkan musim

penghujan terjadi pada bulan Oktober – Maret. Tetapi dalam 30 tahun terakhir

terjadi perubahan musim. Sebagian wilayah di Indonesia diperkirakan mulai

memasuki musim kemarau pada bulan April, sedangkan wilayah lain akan

memasuki kemarau bulan Mei, Juni, dan Juli. Jadi dapat disimpulkan bahwa

angka insiden kasus diare meningkat selama musim penghujan dan masa

pergantian ke musim kemarau.

Berdasarkan Gambar 14 di atas, angka insiden kasus diare paling

besar selama tahun 2000 di Indonesia terjadi di tiga propinsi yaitu Sulawesi

Tenggara, Jawa Barat dan Kalimantan Tengah. Wilayah/propinsi tersebut

mempunyai angka insiden yang relatif lebih tinggi dibandingkan propinsi lain.

5. Kasus Amubiasis

Kasus penyakit amubiasis dari tahun 1998-2003 berjenis kelamin pria

dan wanita rata-rata 1:1, dengan kisaran antara 0.8:1 sampai 1.2:1. 33% kasus

amubiasis pada rumah sakit selama kurun waktu tersebut harus menjalani

rawat inap, dengan kisaran antara 25.1% sampai 42.4%. Data kasus amubiasis

berdasarkan jenis kelamin dan perawatan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Amubiasis, salah satunya merupakan penyakit akibat pangan yang disebabkan

oleh infeksi Entamoeba histolytica. Manifestasi secara klinis dari penyakit ini

adalah timbulnya gejala disentri (Cary et al., 2000). Penyakit ini sudah tidak

umum terjadi di negara maju, tetapi masih menjadi ancaman bagi negara-

negara berkembang dengan rendah sanitasi dan miskin air bersih. WHO

melaporkan bahwa E. histolytica telah menginfeksi 50 juta orang di seluruh

dunia dan menyebabkan 70.000 kematian setiap tahun (WHO, 1995).

6. Kasus Penyakit Infeksi Usus Lain

Jenis penyakit akibat pangan yang wajib dilaporkan di Indonesia

dalam penelitian ini merupakan penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh

agen mikrobiologis, seperti bakteri patogen, virus, dan protozoa. Penyakit

akibat pangan oleh mikrobiologis patogen tersebut dapat menyebabkan infeksi

Page 77: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

59

ataupun intoksikasi. Selain kelima jenis penyakit akibat pangan yang terlapor

dan telah disebutkan di atas, menurut ICD (International Classification of

Disease) X dari WHO (World Health Organization) terdapat jenis penyakit

infeksi usus lainnya. Sesuai dengan kode ICD, yang termasuk dalam jenis

penyakit ini adalah infeksi Salmonella sp. (ICD A02), infeksi oleh bakteri

usus lain (ICD A04), intoksikasi oleh bakteri (ICD A05), penyakit usus oleh

protozoa (ICD A07), dan infeksi usus oleh virus (ICD A08). Berbagai jenis

penyakit berdasarkan kode ICD secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12.

Perbandingan kasus penyakit infeksi usus pria dan wanita adalah

1.2:1, dengan kisaran antara 1.1:1 sampai 1.4:1. Selama tahun 1998-2003,

34.6% kasus infeksi usus di rumah sakit menjalani rawat inap, dengan kisaran

22.5% pada tahun 2000 sampai 54.3% pada tahun 2003. Data kasus infeksi

usus berdasarkan jenis kelamin dan perawatan dapat dilihat pada Lampiran 7.

7. Kasus Hepatitis A

Hepatitis A merupakan salah satu penyakit akibat pangan yang

disebabkan oleh virus Picornaviridae dan disebarkan melalui rute fekal-oral

(WHO, 2005). Kasus hepatitis A di Indonesia didominasi oleh pria dengan

perbandingan sebesar 1.4:1, dan kisaran antara 1.3:1 sampai 1.5:1 (Lampiran

8). Kecenderungan ini juga terjadi di beberapa negara yang lain, seperti

Hennepin County, USA dengan 81.4% kasus terjadi pada pria selama tahun

1995 (Anonima, 1998). Kasus hepatitis A yang ada di rumah sakit sebagian

besar menjalani rawat inap yaitu rata-rata 57.9%, dengan kisaran antara 51.8%

sampai 61.9%. Data kasus hepatitis A menurut jenis kelamin dan

perawatannya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Populasi dengan tingkat risiko yang paling tinggi terhadap penyakit

hepatitis A di Indonesia adalah pada golongan umur 15 - 44 tahun (Gambar

15). Studi epidemiologi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa, penyakit

hepatitis A dominan terjadi pada kasus anak-anak dan remaja (Gay et al.,

1994; Hackbarth et al., 1997; WHO, 2005). Interpretasi kasus penyakit

hepatitis A di Indonesia berbasis data kasus pada rumah sakit dalam penelitian

ini kurang spesifik menjelaskan kasus pada golongan umur 15-44 tahun,

apakah termasuk remaja atau dewasa. Hal ini disebabkan kurang jelasnya

Page 78: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

60

pembagian range golongan umur dalam sistem pelaporan kasus penyakit yang

sudah ada, termasuk kasus penyakit akibat pangan.

0,020,07

0,35

0,84

0,36

0,030,08

0,36

0,70

0,34

0,04

0,19

0,58

1,38

0,65

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

< 1 thn 1 - 4 thn 5 - 14 thn 15- 44 thn >45 thnGolongan Umur

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2003)

-

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

0,45

0,50

JanuariFebruari

MaretApril Mei

Juni JuliAgustus

September

Oktober

November

Desember

Bulan

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2003)

Gambar 15. Incident rate hepatitis A pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur

Gambar 16. Incident rate hepatitis A pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu

Page 79: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

61

Kasus hepatitis A di Indonesia cenderung meningkat selama bulan

Januari sampai Maret (Gambar 16), dimana selama bulan tersebut Indonesia

mengalami musim penghujan.

8. Kasus Disentri

Penyakit disentri dapat disebabkan adanya infeksi oleh Shigella

dysenteriae, C. jejuni, entero-invasive E. coli atau Entamoeba histolytica

(Cary et al., 2000; WHO, 2005 ). Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa

kasus disentri dominan terjadi pada golongan umur 15-44 tahun. Akan tetapi,

studi epidemiologi di Bangladesh dan Chile menunjukkan bahwa kasus

sigelosis dan disentri mayoritas terjadi pada golongan umur dibawah lima

tahun dan lanjut usia (Bennish dan Wojtyniak, 1991; Ferreccio et al., 1991;

WHO, 2005). Berdasarkan Gambar 18 terjadi kecenderungan peningkatan

kasus disentri pada bulan Desember dan Januari.

12,47

29,6828,08

44,10

32,45

1,393,60

6,088,31

4,905,15

13,8816,29

26,71

18,03

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

< 1 thn 1 - 4 thn 5 - 14 thn 15- 44 thn >45 thnGolongan Umur

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2003)

Gambar 17. Incident rate disentri pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan golongan umur

Page 80: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

62

-

5

10

15

20

25

30

JanuariFebruari

MaretApril Mei

Juni JuliAgustus

SeptemberOktober

November

Desember

Bulan

Inci

dent

Rat

e (I

R)

2001 2002 2003

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (2001-2003)

Dari Gambar 10, 13, 16, dan 18 kasus penyakit akibat pangan di

Indonesia cenderung meningkat pada musim penghujan. Kecuali kasus kolera,

cenderung meningkat pada musim kemarau (Gambar 7). Secara umum, pria

dan wanita mempunyai risiko yang sama terhadap penyakit akibat pangan.

D. KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN MENURUT INCIDENT RATE,

CASE FATALITY RATE DAN ADMISSION RATE PADA RUMAH SAKIT

1. Incident Rate Kasus Penyakit Akibat Pangan

Nilai incident rate (IR) tertinggi berdasarkan Gambar 26 adalah infeksi

usus yang terjadi pada tahun 2000. IR dari tahun 1998-2000, tiga jenis

penyakit akibat pangan yaitu kolera, amubiasis dan infeksi usus lain secara

umum mengalami peningkatan. Pada Gambar 19 di bawah juga terlihat bahwa

kasus hepatitis A selama tahun 1998-2001 cenderung meningkat. Selanjutnya

sampai tahun 2003, angka insiden penyakit amubiasis, hepatitis A dan infeksi

usus lainnya mengalami penurunan, kecuali pada kasus penyakit kolera

mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu dari rata-rata 2

kasus/100.000 penduduk pada tahun 2001 menjadi lebih dari 8 kasus/100.000

penduduk pada tahun 2003.

Gambar 18. Incident rate disentri pada rumah sakit dan puskesmas berdasarkan waktu

Page 81: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

63

0,64

2,98

5,39

0,53

2,16

8,32

0 0 0 0

0,73 0,51

6,537,02

10,43

9,64

8,64

6,08

3,73

5,36

11,22

5,78 5,63

4,65

1,270,85

2,68

3,73

3,09

2,29

0

2

4

6

8

10

12

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004Tahun

Inci

dent

Rat

e (I

R)

kolera sigelosis amubiasis infeksi usus hepatitis A

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (1998-2003)

Dibandingkan tifoid dan paratifoid serta diare dan gastroenteritis pada

Gambar 20, lima jenis kasus penyakit akibat pangan di atas (amubiasis,

sigelosis, kolera, hepatitis A dan infeksi usus lainnya) mempunyai nilai

incident rate yang relatif rendah.

48,8963,87

96,81 98,85

131,19

59,56

153,54 159,58

244,07

271,11

164,14

208,86

0

50

100

150

200

250

300

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004Tahun

Inci

dent

Rat

e (I

R)

tifoid dan paratifoid diare dan gastroenteritis

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (1998-2003)

Gambar 19. Incident rate kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai IR < 12

Gambar 20. Incident rate kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai IR > 45

Page 82: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

64

Penyakit tifoid merupakan penyakit akibat pangan utama di negara-

negara berkembang dan kini telah menjadi masalah global. Angka insiden

kasus tifoid berbasis data rumah sakit di Indonesia dari tahun 1998-2003, rata-

rata sebesar 83.2 kasus/100.000 penduduk/tahun, dengan kisaran antara 48.89

sampai 131.19 kasus/100.000 penduduk/tahun. Angka insiden kasus tersebut

sangat mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan negara maju, misal angka

kasus tifoid di Inggris adalah sebesar 1 kasus/100.000 penduduk/tahun.

Bahkan nilai tersebut melebihi angka insiden rata-rata di negara berkembang

yaitu antara 15 kasus/100.000 penduduk/tahun di Amerika Latin dan 100

kasus/100.000 penduduk/tahun di negara-negara benua Asia (Singh, 2001).

Bila dibandingkan dengan kelima jenis penyakit akibat pangan diatas

(amubiasis, sigelosis, kolera, hepatitis A dan infeksi usus lain), tifoid serta

diare dan gastroenteritis mempunyai IR yang jauh lebih tinggi yaitu lebih dari

50 kasus per 100.000 penduduk. Oleh karena itu, diperlukan perhatian yang

serius dari pemerintah, produsen maupun konsumen pangan terhadap risiko

penyakit tersebut, tanpa mengesampingkan risiko kelima jenis penyakit akibat

pangan yang lainnya seperti tersebut di atas. Namun perlu diperhatikan bahwa

kasus diare dan gastroenteritis merupakan sindrom penyakit akibat pangan,

belum diketahui jenis penyakit dan agen penyebabnya secara spesifik.

2. Case Fatality Rate Kasus Penyakit Akibat Pangan

Penyakit akibat pangan (foodborne disease) dapat memberikan efek

sakit ataupun gejala (symptom) yang beragam, dari gejala yang ringan sampai

berat. Beberapa contoh penyakit akibat pangan yang memberikan gejala yang

berat adalah kasus penyakit tifoid-paratifoid dan sigelosis. Sebagai contoh

gejala kedua penyakit tersebut adalah diare berdarah.

Berdasarkan Gambar 21, CFR kasus tifoid dan paratifoid di rumah

sakit selama kurun waktu 1998-2003 rata-rata sebesar 1.31%, dengan kisaran

antara 0.03% sampai 2.21%. Nilai tersebut dibawah angka rata-rata CFR

kasus tifoid di Asia yaitu sebesar 3.31% (Singh, 2001). Akan tetapi perlu

diperhatikan bahwa data tersebut belum mencakup keseluruhan kasus tifoid di

Indonesia, hanya mencakup data kasus penyakit akibat pangan pada rumah

sakit dan terlapor pada Ditjen Pelayanan Medik.

Page 83: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

65

0,03

1,31

2,21

1,46 1,631,22

0 0 0 0

0,92

7,63

1,08

4,11

2,72

0,60

1,61

0,780,830,36

3,04

0,99 1,090,54

1,18

10,20

1,76

0,90

1,73

0,68

0

2

4

6

8

10

12

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004Tahun

Cas

e Fa

talit

y R

ate

(CFR

)

tifoid dan paratifoid sigelosis amubiasis infeksi usus hepatitis A

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (1998-2003)

2,42

23,02

2,00 1,55 1,44 1,691,13

10,61

4,98

1,120,59 0,83

0

5

10

15

20

25

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004Tahun

Cas

e Fa

talit

y R

ate

(CFR

)

kolera diare dan gastroenteritis

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (1998-2003)

Case fatality rate (CFR) penyakit sigelosis pada tahun 2003

mempunyai nilai yang terbesar. Dari Gambar 21 dapat dilihat bahwa kasus

sigelosis selama kurun waktu dua tahun mengalami peningkatan CFR yang

Gambar 21. Case fatality rate (CFR) kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai CFR < 12

Gambar 22. Case fatality rate (CFR) diare dan gastroenteritis serta kolera di rumah sakit

Page 84: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

66

signifikan. Gambar 21 juga menunjukkan bahwa pada tahun 1999, penyakit

hepatitis A menimbulkan tingkat fatalitas yang paling tinggi yaitu lebih dari

10% dari kasus hepatitis A yang ada meninggal dunia.

Gambar 22 menunjukkan bahwa diare dan gastroenteritis serta kolera

dari tahun 1998 sampai 2003 rata-rata mempunyai nilai CFR kurang dari 5%,

kecuali pada tahun 1999 mencapai lebih dari 10%. Dibandingkan lima kasus

penyakit akibat pangan sebelumnya (tifoid dan paratifoid, amubiasis,

sigelosis, hepatitis A serta infeksi usus lainnya), penyakit diare dan

gastroenteritis serta kolera mempunyai nilai CFR yang jauh lebih tinggi. Oleh

karena itu, diperlukan perhatian yang serius dari semua pihak terkait untuk

mengurangi angka kematian akibat kedua jenis kasus tersebut. Interpretasi

tersebut harus dilakukan secara hati-hati karena data CFR ini hanya

didasarkan pada data kematian kasus rawat inap yang ada di rumah sakit.

Sedangkan pada data kasus dengan rawat jalan, tidak terlaporkan data

kematian kasus akibat foodborne disease. Hal itu, merupakan salah satu

kekurangan sistem surveilan penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia.

3. Admission Rate Kasus Penyakit Akibat Pangan

Gejala dan efek penyakit akibat pangan dapat ringan sampai berat, dari

sakit yang mengharuskan kasus menjalani perawatan secara intensif dengan

rawat inap maupun gejala ringan yang dapat diatasi cukup dengan rawat jalan.

Pada kasus dengan rawat jalan terdapat istilah ‘kasus baru’, ‘jumlah

kunjungan’ serta ‘angka kunjungan’ (admission rate). Kasus baru adalah

kasus/pasien yang untuk pertama kali berkunjung ke rumah sakit dengan

penyakit akibat pangan tertentu dan tercatat dalam rekam medis (medical

record) untuk selama periode waktu tertentu yang ditentukan oleh dokter

sesuai diagnosis yang dilakukan dokter (Nur Khoirimah, personal

communication, 2005). Untuk selanjutnya, apabila kasus berkunjung dengan

penyakit atau gejala yang sama dan pada periode waktu yang sama sesuai

ketentuan dokter, maka pasien tersebut disebut sebagai kasus lama. Sedangkan

angka kunjungan adalah perbandingan antara jumlah kunjungan (kasus baru

dan kasus lama) dengan jumlah kasus baru.

Page 85: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

67

1,35

1,00

1,70 1,70

1,00 1,05

1,42

1,04

1,711,60

0,04

0,22

0 0 0 0

1,31

1,71

1,24 1,22 1,261,34

1,211,06

2,11

1,91

1,591,73

2,01

3,01

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004Tahun

Adm

issi

on R

ate

(AR

)

kolera tifoid dan paratifoid sigelosis amubiasis hepatitis A

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (1998-2003)

1,20 1,33

12,07

1,34 1,22 1,30

2,231,94

1,48 1,26 1,55 1,32

0

2

4

6

8

10

12

14

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004Tahun

Adm

issi

on R

ate

(AR

)

diare dan gastroenteritis infeksi usus

Sumber : Data diolah dari Departemen Kesehatan RI (1998-2003)

Semakin tinggi nilai admission rate (AR), berarti jumlah kasus yang

berkunjung (kasus baru dan kasus lama) ke rumah sakit dengan jenis penyakit

tertentu semakin besar. Peningkatan nilai admission rate tersebut lebih

Gambar 24. Admission rate (AR) kasus diare dan gastroenteritis serta infeksi usus di rumah sakit

Gambar 23. Admission rate (AR) kasus penyakit akibat pangan di rumah sakit dengan nilai AR < 3,5

Page 86: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

68

ditentukan oleh peningkatan jumlah kasus lama yang berkunjung ke rumah

sakit/dokter dengan penyakit tertentu. Gambar 23 menunjukkan bahwa selama

tahun 1998-2003 rata-rata setiap kasus penyakit akibat pangan (kolera, tifoid

dan paratifoid, sigelosis, amubiasis, serta hepatitis A) berkunjung ke rumah

sakit/dokter sebanyak satu sampai dua kali, kecuali pada tahun 2003 kasus

hepatitis A mempunyai angka kunjungan sebesar 3 kali. Gambar 24

menunjukkan admission rate dua jenis penyakit akibat pangan tersebut yaitu

diare dan gastroenteritis serta infeksi usus lainnya rata-rata mempunyai angka

kunjungan relatif (admission rate) sebesar 2 kali selama periode tahun 1998-

2003, kecuali pada tahun 2000 angka kunjungan relatif untuk kasus diare

sebesar 12 kali.

E. MANAJEMEN PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN

Kasus penyakit, termasuk kasus penyakit akibat pangan yang ada di rumah

sakit maupun puskesmas wajib dilaporkan kepada pihak yang berwenang terhadap

masalah kesehatan (health authority), dalam hal ini yaitu Dinas Kesehatan tingkat

Kabupaten. Selanjutnya Dinas Kesehatan tingkat kabupaten melaporkan kasus ini

kepada Dinas Kesehatan tingkat Propinsi. Pelaporan tersebut diteruskan oleh

Dinas Kesehatan tingkat propinsi kepada Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL) pada tingkat pusat (Nasional).

Selain itu, setiap rumah sakit juga wajib melaporkan kasus penyakit akibat pangan

baik kasus dengan rawat inap maupun rawat jalan kepada Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik (tingkat pusat). Masing-masing data pada kedua sumber tersebut

diolah oleh kompilator data untuk tujuan masing-masing institusi. Gambar 25

menunjukkan bagan pelaporan kasus pada rumah sakit dan puskesmas. Pelaporan

dilakukan selama periode trisemester (tiga bulan) yaitu dengan ketentuan kasus

pada bulan Januari-Maret dilaporkan pada bulan Maret dan seterusnya.

Berdasarkan panduan Ditjen PPPL, Departemen Kesehatan RI

memberikan feedback atas pelaporan yang ada melalui penyebaran informasi

surveilan kasus penyakit. Karena keterbatasan waktu, keadaan (feedback) ini

belum diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang

sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang ada di Indonesia.

Page 87: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

69

F. MASALAH POKOK DALAM SISTEM PELAPORAN KASUS PENYAKIT

AKIBAT PANGAN

1. Kendala dalam Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan di Indonesia

Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia saat ini

belum terintegrasi dengan baik dan sistematis. Kendala yang selama ini

dihadapi diantaranya : (1) Belum semua kasus penyakit akibat pangan yang

wajib dilaporkan, terlaporkan kepada Departemen Kesehatan RI (Direktorat

Jenderal Pelayanan Medik maupun Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan/PPPL); (2) Format pelaporan yang

disampaikan belum lengkap dan seragam; (3) Prosedur/mekanisme pelaporan

yang kurang jelas dan sistematis; (4) Petugas kesehatan terkait, terutama yang

berhubungan langsung dengan kasus (pasien) belum memahami dengan baik

prosedur pelaporan kasus penyakit dan tugas yang harus dilakukannya seperti

yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:

1116/MENKES/SK/VIII/2003, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 1479/MENKES/SK/X/2003 maupun Surat Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1410/MENKES/SK/X/2003

atau kurangnya sosialisasi peraturan tentang kewajiban pelaporan data kasus

Unit

Surveilans Ditjen PPPL

Depkes

Pusat Informasi Ditjen Pelayanan Medik, Depkes

Distribusi data surveilan dari unit surveilan kepada kompilator data Distribusi informasi surveilan dari kompilator data kepada unit surveilan pengirim data

Gambar 25. Distribusi data surveilan penyakit akibat pangan di Indonesia

Unit Surveilans

Puskesmas

Unit Surveilans

Rumah Sakit

Unit Surveilans

Dinas Kesehatan Kab/Kota

Unit Surveilans

Dinas Kesehatan Propinsi

Page 88: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

70

penyakit, termasuk penyakit akibat pangan oleh rumah sakit, puskesmas

maupun pusat pelayanan kesehatan lainnya; (5) Sarana prasarana yang belum

memadai juga menyebabkan sulitnya mengimplementasikan sistem pelaporan

kasus penyakit yang seharusnya dilaporkan, misal: layanan pos yang kurang

memadai untuk rumah sakit dan puskesmas yang berada di daerah pedalaman

atau jauh dari kota; (6) Letak geografis rumah sakit dan puskesmas yang jauh

dapat menjadi kendala dalam pelaporan kasus penyakit, termasuk kasus

penyakit akibat pangan tersebut (Nur Khoirimah; Erfandi, personal

communication, Juni 2005).

2. Format Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Berdasarkan format dan isi laporannya, formulir pelaporan kasus

penyakit akibat pangan belum seragam dan kurang lengkap. Pelaporan data

kasus, termasuk kasus penyakit akibat pangan mengikuti pelaporan seperti

pada rekam medis (medical record) yang ada di rumah sakit ataupun

puskesmas. Rekam medis tersebut berupa formulir tentang identitas kasus,

penyakit kasus, serta identitas dokter dan rumah sakit tempat pemeriksaan

kasus. Formulir tersebut diisi oleh dokter yang memeriksa kasus. Formulir

rekam medis untuk setiap rumah sakit berbeda-beda sesuai dengan keadaan

dan kemampuan masing-masing rumah sakit. Kelengkapan formulir rekam

medis pada rumah sakit dipengaruhi oleh kapasitas dan kemampuan diagnosis

atau analisis laboratorium yang dimiliki rumah sakit yang bersangkutan (Nur

Khoirimah; Erfandi, personal communication, Juni 2005). Kapasitas,

kemampuan analisis serta finansial rumah sakit yang berbeda menyebabkan

formulir dan isi pelaporan data kasus secara nasional tidak lengkap dan

seragam. Hal tersebut menyebabkan terdapat beberapa informasi penting tidak

dicantumkan dalam formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan,

sehingga datanya kurang memadai dan kurang ilmiah. Salah satu formulir

rekam medis rumah sakit di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 13.

Penetapan agen penyebab penyakit akibat pangan umumnya hanya

berdasarkan dugaan (suspected) yaitu hanya melalui diagnosis klinis dokter,

tanpa dilengkapi dengan analisis spesimen dari laboratorium, sehingga

diagnosis yang ada tidak pasti (unconfirmed). Oleh karena itu, hampir semua

Page 89: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

71

data kasus yang tersedia hanya bersifat dugaan atau tidak dapat dibedakan

antara kasus pasti (confirmed) dan dugaan (suspected). Sistem pelaporan kasus

penyakit akibat pangan akan lebih efektif untuk tujuan surveilan apabila

disertai dengan konfirmasi hasil pengujian laboratorium. Surveilan

berdasarkan laboratorium (laboratory-based surveillance) mampu

meningkatkan kualitas data dari pada surveilan yang hanya berdasarkan

sindrom (syndromic surveillance). WHO menekankan agar setiap negara

mengembangkan sistem surveilan berdasarkan laboratorium (WHO, 2002).

Berdasarkan format pelaporan kasus penyakit, termasuk penyakit

akibat pangan yang ada saat ini pada rumah sakit atau puskesmas, setiap kasus

penyakit akibat pangan yang terjadi tidak dilaporkan secara rinci. Dalam

format pelaporan tersebut, hanya disebutkan jumlah total kasus, jumlah orang

yang meninggal, jumlah kasus berdasarkan golongan umur dan jenis kelamin

untuk masing-masing jenis penyakit, serta berdasarkan cara perawatannya

yaitu rawat jalan dan rawat inap. Format pelaporan kasus penyakit akibat

pangan yang ada di rumah sakit maupun puskesmas tidak dicantumkan

keterangan diagnosis penyakit secara jelas. Oleh karena itu, perlu

dikembangkan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang mencakup

mekanisme serta formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan secara

seragam. Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang sedang

dikembangkan tersebut merupakan langkah awal dalam pembuatan model

sistem pelaporan kasus penyakit terutama penyakit akibat pangan secara

terpadu dan sistematik yang dapat diimplementasikan di Indonesia.

G. PENGEMBANGAN SISTEM PELAPORAN KASUS PENYAKIT AKIBAT

PANGAN DI INDONESIA

Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan mencakup

dua hal, yaitu memperbaiki mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan

dan membuat formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang sistematis,

aplikatif dan sesuai dengan studi epidemiologi. Artinya, dengan formulir

pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang dikembangkan tersebut, diharapkan

data kasus penyakit akibat pangan yang terkumpul pada masa mendatang dapat

Page 90: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

72

diolah, dianalisis dan diinterpretasikan menurut studi epidemiologi, baik secara

deskriptif maupun analitis. Pengembangan sistem yang dilakukan dalam

penelitian ini merupakan salah satu alternatif masukan bagi pemerintah pusat

(Departemen Kesehatan, Badan POM RI dan stakeholder terkait lainnya) untuk

memperbaiki profil data pelaporan kasus penyakit akibat pangan di Indonesia.

1. Mekanisme Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan ini merupakan

pengembangan dari pelaporan kasus penyakit yang sudah ada sebelumnya.

Dalam mekanisme pelaporan sebelumnya, tidak dilibatkan peran Badan POM

RI. Dalam pengembangan mekanisme tersebut ditambahkan Badan POM RI.

Dengan mekanisme ini, diharapkan data kasus penyakit akibat pangan dapat

digunakan oleh Badan POM RI untuk melihat kecenderungan dan dapat

digunakan sebagai landasan ilmiah dalam menentukan kebijakan keamanan

pangan di Indonesia.

Berdasarkan pengembangan mekanisme tersebut, diharapkan rumah

sakit, puskesmas dan pusat pelayanan kesehatan lainnya dapat melaporkan

data kasus penyakit akibat pangan yang ada, kepada Badan POM RI melalui

Balai Besar POM yang ada di daerah (Badan POM RI c.q. Balai Besar POM).

Bagan pengembangan mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan

dapat dilihat pada Gambar 26.

Kegiatan pengembangan sistem pelaporan harus mempertimbangkan

aspek organisasi dan tanggung jawabnya terhadap masalah terkait, dalam hal

ini kasus penyakit akibat pangan. Badan POM RI sebagai leading sector

dalam keamanan pangan harus menjalin kerjasama dengan instansi terkait

yaitu Departemen Kesehatan RI. Pelaporan kasus penyakit yang saat ini

ditangani oleh Departemen Kesehatan RI seharusnya dapat diintegrasikan

secara terpadu. Keterpaduan tersebut hanya bisa tercapai dengan melibatkan

kerjasama inter maupun antar instansi. Kerja sama inter-instansi dalam hal ini

adalah antara Ditjen Pelayanan Medik, Ditjen PPPL maupun Laboratorium

Kesehatan yang ada di bawah kewenangan Departemen Kesehatan RI. Selain

itu, perlu ditingkatkan kerjasama antar-instansi, dalam hal ini antara

Departemen Kesehatan RI dan Badan POM RI.

Page 91: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

73

Sumber : Diolah dan diadaptasikan dari Departemen Kesehatan (2003) Keterangan : * Pelaporan kasus berdasarkan formulir pelaporan kasus penyakit dari Departemen Kesehatan ** Pelaporan khusus kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease) berdasarkan

pengembangan pelaporan kasus penyakit akibat pangan dari Badan POM RI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI.

Pelaporan Data kasus penyakit, termasuk penyakit akibat pangan yang ada saat ini

Pengembangan mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan, data kasus penyakit akibat pangan yang ada diharapkan sampai ke Badan POM RI c.q. Balai Besar POM

Badan POM RI c.q. Balai Besar POM

**

Gambar 26. Mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan (foodborne disease) di Indonesia

RS

Departemen Kesehatan RI

c.q Ditjen Pelayanan

Medik, Ditjen PPPL

Dinas Kesehatan Propinsi

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

**

*

*

Rumah sakit PEMDA/TNI-POLRI/BUMN/ swasta, puskesmas, klinik dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat lainnya

Page 92: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

74

Keterpaduan dan kerjasama tersebut sangat penting dengan satu tujuan utama

yaitu menciptakan kesehatan masyarakat Indonesia, terlebih dalam kaitannya

dengan keamanan pangan dan penyakit akibat pangan (foodborne disease) di

masyarakat. Salah satu alternatif pendukung keterpaduan sistem tersebut

adalah formulir dengan nomor identitas pelaporan kasus (I.D.) yang terpadu

dan berlaku secara nasional. Hal ini untuk mencegah duplikasi pelaporan

kasus oleh rumah sakit/puskesmas/klinik/dokter dan laboratorium kesehatan.

Pengembangan sistem ini juga harus mempertimbangkan aspek sumber

daya manusia serta fasilitas yang ada. Proses penginvestigasian kasus (pasien)

dalam sistem pelaporan ini sebagai alternatif dilakukan oleh dokter dalam

proses diagnosis secara klinis, sedangkan staf laboratorium kesehatan

berwenang dalam konfirmasi agen penyebab kasus. Staf-staf tersebut bertugas

dibawah kewenangan dan atas panduan/pedoman kerja dari Departemen

Kesehatan RI. Bagian selanjutnya dari sistem pelaporan yaitu tahap

pengolahan, analisis dan interpretasi data kasus penyakit akibat pangan yang

terlaporkan oleh staf dan epidemiolog pada Badan POM RI c.q. Balai/Balai

Besar POM.

Mekanisme pelaporan di atas merupakan salah satu alternatif dalam

sistem pelaporan yang dapat digunakan oleh pemerintah pusat. Alternatif

lainnya adalah pelaporan kasus penyakit akibat pangan dengan pengumpulan

data yang ada pada Dinas Kesehatan tingkat Kabupaten/Kota atau tingkat

Propinsi pada Badan POM RI (c.q. Balai/Balai Besar POM) yang ada pada

masing-masing daerah/propinsi di Indonesia.

2. Formulir Pelaporan Kasus Penyakit Akibat Pangan

Formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan merupakan kuesioner

untuk melaporkan kasus penyakit akibat pangan, berisi tentang identitas kasus,

penyakit kasus, diagnosis penyakit akibat pangan oleh dokter maupun hasil

analisis laboratorium, identitas dokter dan rumah sakit/puskesmas serta

informasi lain yang berhubungan dengan kasus/pasien, dokter maupun

penyakit akibat pangan yang diderita oleh kasus. Formulir tersebut disusun

melalui diskusi dengan sebuah tim (team work) dari Badan POM dan studi

banding pelaporan kasus (notification) dari negara lain, seperti Australia dan

Page 93: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

75

Amerika Serikat. Formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang telah

disusun, dapat dilihat pada Gambar 27.

Data kasus penyakit akibat pangan yang ada di rumah sakit/puskesmas/

klinik/dokter seharusnya divalidasi dengan data spesimen kasus oleh

laboratorium kesehatan untuk membedakan kasus dugaan dan kasus tetap.

Investigasi pada Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa tidak ada

laporan data kasus dan spesimen kasus penyakit akibat pangan. Oleh karena

itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang sistem pelaporan kasus

penyakit akibat pangan yang melibatkan peran laboratorium kesehatan di

Indonesia. Pengembangan sistem selanjutnya perlu keterlibatan peran

laboratorium dan sumber daya laboratoran pada Departemen Kesehatan RI

sebagai mitra yang mampu mendukung penginvestigasian kasus penyakit

akibat pangan. Keterlibatan tersebut dituangkan dalam proses konfirmasi

dengan pengisian formulir kasus penyakit akibat pangan berikut hasil

pengujian spesimennya secara terpadu dengan data kasus oleh dokter pada

rumah sakit/puskesmas/klinik/dokter praktek.

Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang dikembangkan dalam

penelitian ini merupakan bahan masukan dalam membuat prosedur tetap

(Standard Operating Procedure/SOP) pelaporan kasus penyakit akibat pangan

berdasarkan studi epidemiologi yang lebih sistematis dan terpadu serta dapat

diimplementasikan di masa yang akan datang. Dengan sistem pelaporan yang

lebih baik sebagai pendukung surveilan keamanan pangan, data kasus penyakit

akibat pangan dapat diolah, dianalisis dan diinterpretasikan dengan lebih baik pula

serta dapat diakses oleh masyarakat luas, regional maupun internasional yang

terkait dengan masalah keamanan pangan di Indonesia dan dunia.

Page 94: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

76

Gambar 27. Usulan formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan

(foodborne disease) di Indonesia

Page 95: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

77

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kasus penyakit akibat pangan yang dikumpulkan dalam penelitian ini

adalah kasus kolera, demam tifoid dan paratifoid, sigelosis, diare dan

gastroenteritis, amubiasis, penyakit infeksi usus lain, serta hepatitis A. Data-data

tersebut bersumber dari laporan kasus pada rumah sakit dan/atau puskesmas yang

terlapor pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik dan/atau Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPPL). Berdasarkan studi

epidemiologi deskriptif yang dilakukan dalam penelitian ini, penyakit kolera dan

diare potensial terjadi pada kasus dengan golongan umur 1-4 tahun, sedangkan

penyakit tifoid, hepatitis A dan disentri cenderung terjadi pada golongan umur 15-

44 tahun. Hasil analisis dan interpretasi data kasus tersebut kurang sesuai dengan

definisi populasi rentan oleh WHO untuk masing-masing jenis kasus penyakit

akibat pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut dan

memperbaiki sistem surveilan kasus penyakit akibat pangan secara terus-menerus.

Berdasarkan variabel waktu (bulan kejadian), kasus penyakit tifoid, diare,

disentri dan hepatitis A cenderung meningkat pada musim penghujan yaitu antara

bulan Januari-Maret. Sedangkan kasus kolera cenderung meningkat pada musim

kemarau. Sebagian besar kasus penyakit akibat pangan potensial berisiko pada

subjek baik berjenis kelamin pria maupun wanita, kecuali penyakit hepatitis A

yang dominan terjadi pada subjek dengan jenis kelamin pria. Berdasarkan variabel

tempat (propinsi) kasus penyakit akibat pangan terjadi, propinsi Nusa Tenggara

Timur merupakan propinsi yang potensial terhadap risiko penyakit kolera,

sedangkan propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat merupakan daerah

potensial penyebaran tifoid. Propinsi Sulawesi Tenggara, Jawa Barat dan

Kalimantan Tengah mempunyai angka insiden tertinggi untuk kasus diare.

Kelemahan dalam sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan di

Indonesia tercermin pada kekurangan interpretasi data yang ada, yaitu

diantaranya: (1) kasus yang terlaporkan tidak dapat dibedakan antara kasus yang

bersifat dugaan (suspected case) atau tetap (confirmed case), (2) data kasus

Page 96: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

78

dengan parameter IR, CFR dan AR hanya berdasarkan data rumah sakit pada

Ditjen Pelayanan Medik, serta (3) komponen data antara kedua sumber (Ditjen

PPPL dan Ditjen Pelayanan Medik) belum seragam. Hasil analisis dan interpretasi

data-data kasus penyakit akibat pangan tersebut belum mencerminkan

kecenderungan penyebaran penyakit akibat pangan pada keseluruhan populasi

penduduk di Indonesia. Hal ini disebabkan data kasus yang dilaporkan hanya

12%-13% untuk data kasus bersumber pada puskesmas dan 30%-40% untuk kasus

bersumber pada rumah sakit. Propinsi dengan persentase kelengkapan yang relatif

besar meliputi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Riau dan Lampung (data

pada Ditjen PPPL).

Pengembangan sistem, yang mencakup pengembangan dan perbaikan

mekanisme serta formulir pelaporan kasus penyakit akibat pangan dalam

penelitian ini merupakan langkah awal dalam memperbaiki profil pelaporan data

kasus penyakit akibat pangan di Indonesia. Diharapkan dengan penelitian ini, data

kasus penyakit akibat pangan pada masa mendatang dapat diinterpretasikan dan

informasi yang dihasilkan dapat lebih representatif.

B. SARAN

1. Pelaporan kasus penyakit akibat pangan harus terus dikembangkan, sebagai

salah satu pendukung surveilan keamanan pangan di Indonesia.

2. Pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan yang

mencakup dua hal, yaitu mekanisme dan formulir pelaporan sebagai bahan

masukan untuk membuat SOP pelaporan harus dievaluasi, sedang formulir

pelaporan harus diuji validitas dan reliabilitas sebelum dikembangkan menjadi

sebuah model pelaporan di Indonesia.

3. Peran penting laboratorium kesehatan perlu dimaksimalkan dengan

melibatkannya dalam mekanisme pelaporan kasus penyakit akibat pangan,

serta perlu dilakukan surveilan dan investigasi lebih lanjut tentang kasus

penyakit akibat pangan berbasis laboratorium kesehatan di Indonesia.

4. Perangkat pendukung surveilan kasus penyakit akibat pangan, seperti software

pengolah data kasus, perlu terus dikembangkan secara sinergis dengan

pengembangan sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan sehingga

Page 97: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

79

output dari pengembangan sistem tersebut dapat lebih aplikatif untuk

diimplementasikan di Indonesia.

5. Untuk mendukung surveilan kasus penyakit akibat pangan yang terpadu dan

sistematis, diperlukan adanya sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan

yang baik dan terpadu pula. Sistem pelaporan kasus penyakit akibat pangan

yang melibatkan Badan POM RI sebagai leading sector dalam program

keamanan pangan perlu didukung dengan stakeholder yang dapat menguatkan

peran serta Badan POM RI.

Page 98: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

80

DAFTAR PUSTAKA

Adamkiewitz TV., Berkovitch M., Krishnan C., Polsinelli C., Kermack D., Oliveri F. Infection due to Yersinia enterocolitica in a series of patients with B-thalasemia: incidence and predisposing factors. Clinical Infectious Diseases 1998; 27:1362-6 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Anonima. 1998. Epidemiology update: Hepatitis A. http://www.co.hennepin.mn.

us/vgn/images/portal/cit_100003616/30/14/106580956Hepatitis%20A%20Update.pdf (6 September 2005)

Anonimb. 2005. The World Factbook. http://www.cia.gov/cia/publications/

factbook/geos/bg.html (20 Oktober 2005)

Arnold, G.J. dan B.A. Munce. 2000. Investigation of Foodborne Disease Outbreaks di dalam Hocking, A. D. et al (eds). Foodborne Microorganisms of Public Health Significance : 5th Edition. AIFST (NSW Branch) Food Microbiology Group.

Badan POM. 2001a. Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Keamanan Pangan, Badan POM RI. Jakarta. Badan POM. 2001b. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Analisis Risiko. Deputi Bidang

Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI. Jakarta

Badan POM. 2001c. Analisis Risiko Keamanan Pangan Mikrobiologis : Kajian

Risiko Mikrobiologis. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2002. Proyeksi Penduduk Indonesia per Propinsi Menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 2000-2010. Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik. BPS, Jakarta-Indonesia.

Bennish, M.L. dan Wojtyniak, B.J. 1991. “Mortality due to shigellosis:

community and hospital data,” Rev. Infect. Dis. 13:S245-251 di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Black, R.E., Levine, M.M., Clements, M.L., Hughes, T.P., and Blaser, M.J. 1988.

“ Experimental Campylobacter jejuni infection in humans” di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Borgdorff, M.W., Motarjemi Y. 1997. Surveillance of Foodborne Diseases: What

Are The Options?. Food Safety Issues. Food Safety Unit, WHO. WHO.

Page 99: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

81

Buzby JC dan Roberts T. 1995. ERS estimates US foodborne disease costs, Food Review, vol 18, pp37-42 di dalam Communicable Diseases Network Australia and New Zealand, Commonwealth Department of Health and Family Services, Australia.

Cameron S., Walker W., Beers M., et al. 1995. Enterohaemorrhagic Escherichia

coli outbreak in South Australia associated with the consumption of mettwurst, Communicable Diseases Intelligence, vol 19, pp70-1 di dalam Communicable Diseases Network Australia and New Zealand, Commonwealth Department of Health and Family Services, Australia.

Cary, J.W., Linz, J.E. dan Bhatnagar, D. 2000. Microbial Foodborne Disease

Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

CDC. Nationally Notifiable Infectious Diseases United States 2003.

http://www.cdc.gov/epo/dphsi/phs/infdis2003.htm (8 Juli 2005) D’Aoust, J. 2000. Salmonella di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan

Keamanan Pangan. Badan POM RI. Departemen Kesehatan. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Department of Health. 1994. Management of Outbreaks of Foodborne Illness.

Department of Health, London di dalam Hackbarth et al., Massachusetts Department of Public Health.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2000. Statistik Rumah Sakit di Indonesia,

Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2001. Statistik Rumah Sakit di Indonesia,

Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2002. Statistik Rumah Sakit di Indonesia,

Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2003. Sistem Informasi Rumah Sakit di

Indonesia (Sistem Pelaporan Rumah Sakit Revisi V). Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2003. Statistik Rumah Sakit di Indonesia,

Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2004. Statistik Rumah Sakit di Indonesia,

Edisi: Tahun 2004. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Page 100: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

82

Djauzy. 2005. Personal Communication. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Erfandi. 2005. Personal Communication. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Estrada-Garcia, T dan Mintz, E.D. 1996. ”Cholera: Foodborne transmission and

its prevention,” 461-469 di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

FAO/WHO. 2004. Foodborne Disease Monitoring and Surveillance Systems.

Seremban, Malaysia. http://www.fao.org/docrep/meeting/006/J2381E.htm (20 Juli 2005)

Farber, J.M. dan Peterkin, P.I. 2000. Listeria monocytogenes di dalam Sparringa,

R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Fardiaz, D. 2001. Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Secara

Total. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM. Jakarta.

Faruque, S.M., Albert, M.J., dan Mekalanos, J.J. 1998. Epidemiology, Genetics

and Ecology of Toxigenic Vibrio cholerae, Microbiology and Molecular Biology Reviews. Dec. 1998 Vol.62 No.4, p.1301-1314. American Society for Microbiology.

Ferreccio, C., Prado, V., Ojeda, A., Cayyazo, M., Abergo, P., Guers, L., and

Levine, M.M. 1991. “Epidemiologic patterns of acute diarrhea and endemic Shigella infections in children in poor periurban setting in Santiago, Chile, ” Am. J. Epidemiol. 134:614-627 di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Gay NJ, Morgan-Capner P, Wright J, et al. Age-specific antibody prevalence to

hepatitis A in England: implications for disease control. Epidemiol Infect 1994;113:113–20 di dalam Ross et al. 2002. Seroprevalence of hepatitis A immunity in male genitourinary medicine clinic attenders: a case control study of heterosexual and homosexual men. Birmingham, UK.

Gerba CP., Rose JB., Haas CN. Sensitive Populations: Who is at the greatest risk?

International Journal of Food Microbiology. 1996; 30:113-23 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Griffin PM., Ostroff M., Tauxe RV., Greene K.D., Wells JG., Lewis JH., Blake

PA. Illnesses associated with Escherichia coli O157:H7 infectious. A broad clinical spectrum. Annals of Internal Medicine 1988; 109:705-12 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Hackbarth, A., Robert G., Dan H., Emily H., Jocelyn I., Pat K., dan Priscilla L.

1997. Foodborne Illness Investigation and Control Reference Manual. Massachusetts Department of Public Health.

Page 101: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

83

HIady WG., Klontz KC. The epidemiology of Vibrio infections in Florida, 1981-1993. The Journal of Infectious Diseases 1996; 173:1176-83 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Hobbs, B.C. dan D. Roberts. 1987. Food Poisoning and Food Hygiene : 5th

Edition. Edward. London. Imari, S. 2004. Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan.

Makalah pada Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan, 12-16 Juli 2004. Bogor.

Khoirimah, N. 2005. Personal Communication. Departemen Kesehatan RI.

Jakarta. Lindsay JA. Chronic sequelae of foodborne disease. Emerging Infectious Diseases

1997; 3:443-52 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Majowicz, S. 2001. Foodborne Disease: How Big A Problem?. University of

Guelph. Canada. Mead PS, Slutsker L., Dietz V., McCaig LF., Bresee JS., Shapiro C., Griffin PM.,

Tauxe RV. Food-Related Illness and Death in the United States. Emerging Infectious Diseases. 1999; 5:607-25 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

MMWR. 1990. Current Trends Community Outbreaks of Shigellosis United

States. August 03, 1990 / 39 (30); 509-513,519. OzFoodnet. 2003. Pathogens under Surveillance. http://www.ozfoodnet.org.au/

surveillance.htm (Juni 2005) Pang, T., Bhutta, Z.A., Finlay, B.B, dan Altwegg, M. 1995. “Typhoid fever and

other salmonellosis: a continuing challenge.” Trends Microbial.,3(7):253-255. di dalam Cary et al. Microbial Foodborne Disease Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Parker, T.C.B. dan R.B. Tompkin. 2000. Risk and Microbiological Criteria di

dalam Lund, Barbara M. et al (eds) The Microbiological Safety and Quality of Food : Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland

Public Health Agency of Canada (PHAC). National Notifiable Diseases for 2000.

http://www.dsol-smed.hc-sc.gc.ca/dsol-smed/ndis/list_e.html (8 Juli 2005)

Rahayu, W.P., R.A. Sparringa., dan P. Hariyadi. 2005. Surveilan KLB Keracunan Pangan. Lokakarya Jejaring Intelijen Pangan: Surveilan keamanan pangan pada rantai pangan, 20 Juni 2005. Badan POM RI. Jakarta.

Page 102: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

84

Rees J., Soudain SE., Gregson Norman A., Hugues Richard AC. Campylobacter jejuni infection and Guillain-Barre Syndrome. The New England Journal of Medicine 1995; 333:1371-5 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Rocourt J., G. Moy, K. Vierk dan J. Schlundt. 2003. The Present of Foodborne

Disease in OECD Countries. Food Safety Department, WHO, Geneva. www.who.int/entity/foodsafety/publications/foodborne_disease/oecd_fbd.pdf (20 Mei 2005)

Sharp, J. Clark dan W. (Bill) J. Reilly. 2000. Surveillance of Foodborne Disease.

di dalam Lund, Barbara M. Et al (eds) The Microbial Safety and Quality of Food : Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland.

Singh, B. 2001. Symposium: Typhoid fever-epidemiology, Journal Indian

Academy of Clinical Medicine. Vol 2, No.1&2, January-June. Sockett PN dan Roberts JA. 1991. The social and economic impact of

salmonellosis, Epidemiology and Infection, vol 107, pp 335-47 di dalam Communicable Diseases Network Australia and New Zealand, Commonwealth Department of Health and Family Services, Australia.

Sparringa, R.A. 2002. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan di dalam Rahayu,

et al. Surveilan Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM. Jakarta.

Sparringa, R.A. 2005. Pengantar Investigasi KLB Keracunan Pangan. Pelatihan

Surveilan Keamanan Pangan, Bogor, 27 Juni-2 Juli 2005. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Jakarta.

Sparringa, R.A. 2005. Personal Communication. Badan POM RI. Jakarta. Sparringa, R.A. dan Rahayu, W.P. 2005. Kebijakan dan Strategi Surveilan

Keamanan Pangan. Pelatihan Kajian Risiko Keamanan Pangan, Bogor, 27 Juni-2 Juli 2005. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Jakarta.

Stern, N.J. dan Line, E.J. 2000. Campylobacter di dalam Sparringa, R.A.

Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta. Stiles, M.E. 2000. Less recognized and suspected foodborne bacterial pathogens

di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta.

Stoll, B.J., Glass, R.I., Huq, M.I., Khan, M.U., Banu, H., and Holt, J. 1982.

”Epidemiologic and clinical features of patients infected with Shigella who attended a diarrheal disease hospital in Bangladesh” di dalam Cary et al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Page 103: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

85

Taylor, M.A. 2000. Protozoa di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta.

Thomson G., DeRubeis D., Hodge M., Rajanayagam C., Inman RD., Post-

Salmonella reactive arthritis: late clinical sequelae in a point source cohort. The American Journal of Medicine 1995; 98:13-9 di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

Wallis, M.R. 1994. “The pathogenesis of Campybacter jejuni” di dalam Cary et

al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.

Willshaw, G.A., Cheasty, T. dan Smith, H.R. 2000. Escherichia coli di dalam Sparringa, R.A. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan. Badan POM RI. Jakarta.

Wilson, C.L. dan S. Droby. 2001. Microbial Food Contamination. CRC Press.

New York WHO. 1995. The World Health Report 1995: Bridging the Gaps. di dalam Cary et

al. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania. WHO. 1996. Principles and methods for assessing direct immunotoxicity

associated with Exposure to Chemicals. Environmental Health criteria – EHC 180, Geneva-Switzerland di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

WHO. 1997. “Foodborne disease-possibly 350 times more frequent than

reported.” http://www.who.int/dsa/justpub/food.htm (2 September 2005) WHO. 1998. “Typhoid fever.” http://www.who.int/gpv-dvacc/diseases/typhoid_

fever.htm (Agustus 2005)

WHO. 1999. Principles and methods for assessing allergic hypersensitization associated with Exposure to Chemicals. Environmental Health criteria – EHC 212, Geneva-Switzerland di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

WHO. 1999. WHO Recommended Surveillance Standards. Second Edition. WHO

Department of Communicable Disease Surveillance and Response. http://www.who.int/csr/resources/publications/surveillance/whocdscsrisr992.pdf (Agustus 2005)

WHO. 2000. Foodborne Disease : A Focus For Health Education. Word Health

Organization. Geneva.

Page 104: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

86

WHO. 2001. Neurotoxicity risk assessment for human health: Principles and approaches; Environmental Health criteria – EHC 223, Geneva-Switzerland di dalam Rocourt et al. Food Safety Department, WHO, Geneva.

WHO. 2002. Methods for Foodborne Disease Surveillance in Selected Sites:

report of a WHO consultation, 18-21 March 2002, Leipzig, Germany. Word Health Organization. Geneva.http://www.who.int/entity/salmsurv/ links/en/Leipzigmeetingreport.pdf (22 November 2005)

WHO. 2005. Communicable Disease Control in Emergencies, a Field Manual edited by M.A. Connolly. Word Health Organization. Geneva. http://www.who.int/infectious-disease-news/IDdocs/whocds200527/ whocds200527chapters/ (Agustus 2005)

Page 105: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

87

Lampiran 1. Persentase Kelengkapan Laporan Puskesmas dan Rumah Sakit Tahun 2003

No Propinsi 2001 2002 2003 Pusk RS Pusk RS Pusk RS

1 Nanggroe Aceh Darussalam

0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 14.7

2 Sumatera Utara 100.0 100.0 0.0 0.0 47.0 69.9 3 Sumatera Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 4 Riau 41.0 31.6 50.3 10.6 46.0 14.6 5 Jambi 18.5 7.9 0.0 0.0 52.6 31.9 6 Sumatera Selatan 33.3 0.0 32.5 25.0 0.0 0.0 7 Bengkulu 0.0 0.0 0.0 0.0 74.5 21.0 8 Bangka Belitung 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.4 9 Lampung 58.5 49.0 80.0 0.0 69.7 11.5 10 DKI Jakarta 0.0 0.0 0.0 0.0 98.5 73.9 11 Banten 0.0 0.0 0.0 0.0 83.1 35.8 12 Jawa Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 25.4 11.5 13 Jawa Tengah 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 14 DI Yogyakarta 8.1 37.9 0.0 0.0 0.0 0.0 15 Jawa Timur 0.0 0.0 0.0 0.0 68.2 12.0 16 Kalimantan Barat 0.0 15.8 0.0 21.1 88.2 25.4 17 Kalimantan

Tengah 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

18 Kalimantan Selatan

0.0 0.0 0.0 0.0 79.4 42.4

19 Kalimantan Timur 36.5 35.8 49.8 37.4 44.6 25.3 20 Sulawesi Utara 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 21 Gorontalo 0.0 0.0 0.0 0.0 47.6 100.0 22 Sulawesi Tengah 28.1 23.2 21.6 34.4 34.5 65.0 23 Sulawesi Selatan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.6 24 Sulawesi

Tenggara 0.0 0.0 0.0 0.0 85.3 16.7

25 Bali 0.0 0.0 97.2 89.7 100.0 96.0 26 Nusa Tenggara

Barat 0.0 0.0 0.0 0.0 35.2 0.0

27 Nusa Tenggara Timur

43.8 12.5 0.0 0.0 0.0 0.0

28 Maluku 0.0 0.0 0.0 0.0 44.3 25.5 29 Maluku Utara 0.0 0.0 49.0 0.0 34.7 0.0 30 Papua 0.0 0.0 9.3 8.9 7.7 7.8

Indonesia 12.3 10.5 13.0 7.6 38.9 24.7 Keterangan : Pusk = puskesmas, ∑ seluruh Indonesia = 7071;

RS = rumah sakit, ∑ seluruh Indonesia= 1128 Sumber : Departemen Kesehatan RI (2004)

Page 106: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

88

Lampiran 2. Distribusi Penyakit Kolera Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003 No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah Kunjungan

Admission Rate Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 309 270 579 14 2,4 317 415 732 985 1,3 2 1999 349 372 691 166 24,0 2636 2846 5482 5482 1,0 3 2000 800 753 1553 31 2,0 4893 4658 9551 16238 1,7 4 2001 332 248 580 9 1,6 303 220 523 891 1,7 5 2002 452 519 971 14 1,4 2299 1281 3580 3580 1,0 6 2003 1829 1244 3073 52 1,7 7477 7239 14716 15491 1,1

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Lampiran 3. Distribusi Penyakit Demam Tifoid dan Paratifoid Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003

No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan Jumlah Pasien Keluar Pasien

Mati CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah

Kunjungan Admission

Rate Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah 1 1998 23714 22867 46581 14 2,4 25962 27397 53359 75884 1,4 2 1999 31463 32437 63900 837 1,3 43773 24824 68592 71109 1,0 3 2000 58622 57234 115856 2562 2,2 34343 49081 83424 142462 1,7 4 2001 51952 51035 102987 1505 1,5 51391 51667 103058 165182 1,6 5 2002 92044 90475 182519 2984 1,6 45450 48949 94399 3580 1,06 2003 27044 30889 57933 704 1,2 34326 35034 69360 15491 1,1

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Page 107: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

89

Lampiran 4. Distribusi Penyakit Sigelosis Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003 No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah Kunjungan

Admission Rate Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 - - - - - - - - - - 2 1999 - - - - - - - - - - 3 2000 - - - - - - - - - - 4 2001 - - - - - - - - - - 5 2002 561 526 1087 10 0,9 254 209 463 608 1,3 6 2003 247 238 485 37 7,6 310 295 605 1032 1,7

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Lampiran 5. Distribusi Penyakit Diare dan Gastroenteritis oleh Penyakit Infeksi Tertentu Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis

Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003 No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah Kunjungan

Admission Rate Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 55297 48446 103743 1169 1,1 107923 102211 210134 251242 1,2 2 1999 64362 54729 118641 12631 10,6 106650 105750 212400 283357 1,3 3 2000 113260 99218 212478 10579 5,0 102560 187362 289922 3498148 12,1 4 2001 109488 98118 207606 2335 1,1 188417 169073 357490 478394 1,3 5 2002 2604 638 3242 19 0,6 182400 160818 343218 417923 1,2 6 2003 93589 79462 173051 1433 0,8 144876 128462 273338 355040 1,3

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Page 108: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

90

Lampiran 6. Distribusi Penyakit Amubiasis Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003 No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah Kunjungan

Admission Rate Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 2137 1563 3700 40 1,1 5195 4461 9656 11986 1,2 2 1999 2382 1050 4322 141 3,3 5058 5187 10245 12505 1,2 3 2000 4179 4014 8193 223 2,7 6532 6737 13269 16665 1,3 4 2001 3289 3265 6554 39 0,6 6876 6655 13531 18079 1,3 5 2002 2961 2868 5829 94 1,6 6512 5897 12409 15067 1,2 6 2003 2741 2775 5516 43 0,8 2978 4506 7484 7952 1,1

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Lampiran 7. Distribusi Penyakit Infeksi Usus lainnya Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003 No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah Kunjungan

Admission Rate Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 1057 882 1939 16 0,8 3046 2632 5678 12644 2,2 2 1999 1680 1349 3029 11 0,4 4731 3369 8100 15690 1,9 3 2000 2890 2313 5203 158 3,0 10538 7361 17899 26446 1,5 4 2001 2181 2046 4227 42 1,0 4201 3611 7812 9857 1,3 5 2002 2697 2424 5121 56 1,1 3468 3302 6770 10462 1,5 6 2003 2992 2398 5390 29 0,5 2282 2263 4545 5998 1,3

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Page 109: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

91

Lampiran 8. Distribusi Penyakit Hepatitis A Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan Menurut Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tahun 2003 No Tahun Rawat Inap Rawat Jalan

Jumlah Pasien Keluar Pasien Mati

CFR Jumlah Kasus Baru Jumlah Kunjungan

Admission Rate Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah

1 1998 932 597 1529 18 1.2 636 441 1077 2268 2.1 2 1999 597 315 912 93 10.2 459 391 850 1625 1.9 3 2000 1793 1164 2957 52 1.8 1323 1227 2550 4067 1.6 4 2001 2875 1894 4769 43 0.9 1626 1385 3011 5211 1.7 5 2002 2387 1657 4044 70 1.7 1445 1043 2488 4999 2 6 2003 1789 1169 2958 20 0.7 1061 883 1944 5850 3

Sumber : Statistik Rumah Sakit di Indonesia, Seri 3 Morbiditas/Mortalitas Edisi 1999-2004, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.

Page 110: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

92

Lampiran 9. Kasus dan Angka Insidens Kolera Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003

No Propinsi 2000 2001 2002 2003 ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI

1 Nanggroe Aceh Darussalam

0 0 0 0 0 0 39 0,09

2 Sumatera Utara 2922 2,37 0 0 0 0 0 0 3 Sumatera Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 4 Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 5 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0 6 Sumatera Selatan 0 0 0 0 118 0,15 0 0 7 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0 8 Bangka Belitung 0 - 0 - 0 - 0 0 9 Lampung 31 0,04 2 0 0 0 0 0

10 DKI Jakarta 288 0,29 0 0 0 0 0 0 11 Banten 0 - 0 - 0 - 0 0 12 Jawa Barat 55 0,01 335 0,08 9 0 3 0 13 Jawa Tengah 0 0 3 0 0 0 0 0 14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 15 Jawa Timur 0 0 0 0 0 0 6 0 16 Kalimantan Barat 90 0,22 0 0 0 0 0 0 17 Kalimantan Tengah 377 2,05 1 0,01 0 0 0 018 Kalimantan Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 19 Kalimantan Timur 0 0 1 0 0 0 0 0 20 Sulawesi Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 21 Gorontalo 0 - 0 - 0 - 50 0,58 22 Sulawesi Tengah 0 0 7 0,03 0 0 23 0,10 23 Sulawesi Selatan 0 0 9 0,01 76 0,09 0 0 24 Sulawesi Tenggara 3 0,02 55 0,3 20 0,11 0 025 Bali 0 0 1 0 0 0 0 0

Page 111: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

93

Lampiran 9. Kasus dan Angka Insidens Kolera Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003 (Lanjutan)

No Propinsi 2000 2001 2002 2003 ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI

26 Nusa Tenggara Barat

62 0,15 0 0 0 0 0 0

27 Nusa Tenggara Timur

13711 34,4 0 0 7 0,02 0 0

28 Maluku 0 0 0 0 0 0 0 0 29 Maluku Utara 0 - 0 - 3 - 0 0 30 Papua 0 0 173 0,76 0 0 0 0INDONESIA (JUMLAH) 17539 0,83 587 0,03 230 0,01 121 0,01

Keterangan : AI = Angka Insidental 0 = Tidak ada kasus - = Tidak ada laporan Sumber : Data Sub Direktorat Surveilans, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI (2004)

Page 112: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

94

Lampiran 10. Kasus dan Angka Insidens Tifoid Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003

No Propinsi 2000 2001 2002 2003 ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI

1 Nanggroe Aceh Darussalam

4212 9,84 8835 20,6 4826 11,3 4319 10,4

2 Sumatera Utara 14181 11,5 5324 4,3 5007 4,1 11600 9,48 3 Sumatera Barat 28 0,06 472 1 0 0 0 0 4 Riau 1378 3,08 1173 2,6 1810 4 2338 4,44 5 Jambi 11474 42,6 6698 24,9 4370 16,2 8565 33,9 6 Sumatera Selatan 5104 6,39 5868 7,4 4596 5,8 18120 25 7 Bengkulu 4726 29 4205 25,8 5778 35,4 1583 9,65 8 Bangka Belitung 0 - 0 - 0 - 115 1,15 9 Lampung 18066 24,8 20729 28,5 12866 17,7 8502 12,1

10 DKI Jakarta 24045 24,5 0 0 8673 8,8 12283 14,1 11 Banten 0 - 3709 - 0 - 23680 28 12 Jawa Barat 0 0 42372 9,7 0 0 0 0 13 Jawa Tengah 9960 3,14 7407 2,3 0 0 1030 0,32 14 DI Yogyakarta 3472 11,1 197 0,6 0 0 4553 14,4 15 Jawa Timur 61724 17,2 45774 12,8 39144 10,9 99372 28,1 16 Kalimantan Barat 37400 91,5 0 0 1852 4,5 6890 16,3 17 Kalimantan Tengah 25310 138 10110 54,9 10573 57,5 2796 14,318 Kalimantan Selatan 142 0,44 5175 16,2 3781 11,8 4078 13,2 19 Kalimantan Timur 6887 25,4 4749 17,5 1555 5,7 7425 28,8 20 Sulawesi Utara 498 1,73 94 0,3 606 2,1 231 1,12 21 Gorontalo 0 - 357 - 226 - 1104 12,7 22 Sulawesi Tengah 1728 7,77 2295 10,3 1154 5,2 2206 9,71 23 Sulawesi Selatan 18037 21,6 13694 16,4 20599 24,7 13819 16,5 24 Sulawesi Tenggara 2187 12 2153 11,9 1151 6,3 1218 6,3325 Bali 5625 18 5843 18,7 1627 5,2 5045 15,5

Page 113: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

95

Lampiran 10. Kasus dan Angka Insidens Tifoid Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003 (Lanjutan)

No Propinsi 2000 2001 2002 2003 ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI

26 Nusa Tenggara Barat

12473 30,7 0 0 0 0 11517 27,5

27 Nusa Tenggara Timur

2415 6,07 1624 4,1 6085 15,3 3396 8,49

28 Maluku 0 0 0 0 0 0 26 0,21 29 Maluku Utara 0 - 0 - 0 - 0 0 30 Papua 4567 20,1 226 1 35 0,2 6 0,03INDONESIA (JUMLAH) 275639 13 201252 9,5 136088 6,4 255817 12

Keterangan : AI = Angka Insidental 0 = Tidak ada kasus - = Tidak ada laporan Sumber : Data Sub Direktorat Surveilans, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI (2004)

Page 114: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

96

Lampiran 11. Kasus dan Angka Insidens Diare Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003

No Propinsi 2000 2001 2002 2003 ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI

1 Nanggroe Aceh Darussalam

54443 12,7 50193 11,7 37030 8,6 52856 12,7

2 Sumatera Utara 141866 11,5 70070 5,7 46030 3,7 154938 12,7 3 Sumatera Barat 333 0,1 2227 0,5 0 0 0 0 4 Riau 83377 18,6 27334 6,1 39159 8,7 51382 9,77 5 Jambi 20977 7,8 26508 9,8 22551 8,4 32472 12,8 6 Sumatera Selatan 39141 4,9 25483 3,2 16160 2 90501 12,5 7 Bengkulu 32895 20,2 36014 22,1 33823 20,7 6968 4,25 8 Bangka Belitung 0 - 0 - 0 - 11975 12 9 Lampung 96641 13,3 120660 16,6 83287 11,4 83965 11,9

10 DKI Jakarta 158111 16,1 65485 6,7 120883 12,3 88261 10,2 11 Banten 0 - 49224 - 0 - 165081 19,5 12 Jawa Barat 2039325 46,5 710410 16,2 342350 7,8 320928 8,66 13 Jawa Tengah 450802 14,2 71857 2,3 0 0 2439 0,08 14 DI Yogyakarta 91714 29,4 12210 3,9 0 0 47774 15,1 15 Jawa Timur 611803 17,1 443570 12,4 278367 7,8 635151 18 16 Kalimantan Barat 38697 9,5 18990 4,6 26925 6,6 61949 14,7 17 Kalimantan Tengah 94779 51,5 35413 19,2 38953 21,2 13969 7,1418 Kalimantan Selatan 0 0 40480 12,6 29020 9,1 36678 11,8 19 Kalimantan Timur 56269 20,8 43659 16,1 14672 5,4 36240 14,1 20 Sulawesi Utara 16129 5,6 19628 6,8 14783 5,1 13812 6,68 21 Gorontalo 0 - 26216 - 22052 - 24931 28,7 22 Sulawesi Tengah 46289 20,8 37758 17 20299 9,1 37337 16,4 23 Sulawesi Selatan 198151 23,7 110279 13,2 154661 18,5 95992 11,4 24 Sulawesi Tenggara 162626 89,5 45636 25,1 30230 16,6 21155 1125 Bali 87524 28 92060 29,4 20617 6,6 74778 23

Page 115: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

97

Lampiran 11. Kasus dan Angka Insidens Diare Per 10.000 Per Propinsi di Indonesia Tahun 2000-2003 (Lanjutan)

No Propinsi 2000 2001 2002 2003 ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI ∑ Kasus AI

26 Nusa Tenggara Barat

48992 12,1 0 0 0 0 38091 9,1

27 Nusa Tenggara Timur

64464 16,2 71095 17,9 52028 13,1 54443 13,6

28 Maluku 0 0 0 0 0 0 13510 11,1 29 Maluku Utara 0 - 10848 - 3892 - 4645 6,03 30 Papua 20066 8,8 11918 5,2 11918 5,2 3305 1,4INDONESIA (JUMLAH) 4655414 21,9 2277071 10,7 1433746 6,7 2275526 10,6

Keterangan : AI = Angka Insidental 0 = Tidak ada kasus - = Tidak ada laporan Sumber : Data Sub Direktorat Surveilans, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen Kesehatan RI (2004)

Page 116: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

98

Lampiran 12. Daftar penyakit akibat pangan menurut ICD X (International Classification of Disease)

Intestinal Infectious Disease :

A00 Cholera A00.0 Cholera due to Vibrio cholerae 01 Biovar Cholerae Classical Cholerae A00.1 Cholera due to Vibrio cholerae 01 Biovar eltor Cholera eltor A00.9 Cholera, unspecified A01 Typhoid dan Paratyphoid A01.0 Typhoid fever Infection due to Salmonella typhi A01.1 Paratyphoid fever A A01.2 Paratyphoid fever B A01.3 Paratyphoid fever C A01.4 Paratyphoid fever, unspecified Infection due to Salmonella paratyphi NOS A02 Other Salmonella infection A02.0 Salmonella enteritis Salmonellosis A02.1 Salmonella septicaemia A02.2 Localized Salmonella infections Salmonella : Arthritis (MOI.3) Meningitis (G01) Osteomyelitis (M90.2) Pneumonia Renal tubulo A02.8 Other specified Salmonella infections A02.9 Salmonella infections, unspecified A03 Shigellosis A03.0 Shigellosis due to Shigella dysenteriae Group A Shigellosis (Shiga-Kryse dysentery) A03.1 Shigellosis due to Shigella flexineri Group B Shigellosis A03.2 Shigellosis due to Shigella boydii Group C Shigellosis A03.8 Other Shigellosis A03.9 Shigellosis, unspecified Bacillary dysentery NOS A04 Other bacterial intestinal infectious Excludes : Foodborne intoxication, bacterial (A05.-) Tuber culous enteritis (A18.3) A04.0 Enteropathogenic Escherichia coli infection A04.1 Enterotoxigenic Escherichia coli infection

Page 117: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

99

A04.2 Enteroinvasive Escherichia coli infection A04.3 Enterohaemorrhagic Escherichia coli infection A04.4 Other intestinal E. Coli infections E. coli enteritis NOS A04.5 Campylobacter enteritis A04.6 enteritis due to Yersinia enterocolitica Excludes : extra intestinal yersiniosis (A28.2) A04.7 Enterocolitis due to Clostridium difficile A04.8 Other specified bacterial intestinal infectious A04.9 Bacterial intestinal infection, unspecified Bacterial enteritis NOS A05 Other bacterial foodborne intoxication Excludes : E. coli infections (A04.0-A04.4) Listeriosis (A32.-) Salmonella foodborne intoxication & infection (A02.-) Toxic effect of noxious food stuffs (T61-T62) A05.0 Foodborne Staphylococcal intoxication A05.1 Botulism Classical foodborne intoxication due to Clostridium botulinum A05.2 Foodborne Clostridium perfringens [Clostridium welchii] intoxication Enteritis necroticans Pig - bel A05.3 Foodborne Vibrio parahaemolyticus intoxication A04.4 Foodborne Bacillus cereus intoxication A05.8 Other specified bacterial Foodborne intoxication A05.9 Bacterial Foodborne intoxication, unspecified A06 Amoebiasis Includes : Infections due to Entamoeba histolytica Excludes : Other protozoal intestinal diseaseS (A07.-) A06.1 Chronic intestinal amoebiasis A06.2 Amoebic non dysenteryc colitis A06.3 Amoeboma of intestine Amoeboma NOS A06.4 Amoebic liver abscess Hepatic amoebiasis A06.5 Amoebic lung abscess (J99.8) Amoebic abscess of lung (and liver) A06.6 Amoebic brain abscess (G07) Amoebic abscess of brain (and liver) (and lung) A06.7 Cutaneous amoebiasis A06.8 Amoebic infection of other sites Amoebic : Appendicitis Balanitis (N51.2) A06.9 Amoebiasis unspecified A07 Other protozoal intestinal disease A07.0 Balantidiasis

Page 118: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

100

Balantidial dysentery A07.1 Giardiasis (Lambliasis) A07.2 Cryptosporidiosis A07.3 Isosporiasis Infection due to Isospora belli and Isospora hominis Intestinal coccidiosis Isosporosis A07.8 Other specified protozoal intestinal diseases Intestinal trichomoniasis Sarcocystosis Sarcosporidiosis A07.9 Protozoal intestinal disease, unspecified Flagellata diarrhoea Protozoal : Colitis Diarrhoea Dysentery A08 Viral dan Other specified intestinal infections Excludes : Influenza with involvement of GI tract (J10.8, J11.8) A08.0 Rotaviral enteritis A08.1 Acute gastroenteropathy due to Norwalk agent Small round structured virus enteritis A08.2 Adenoviral enteritis A08.3 Other viral enteritis A08.4 Viral intestinal infection, unspecified Viral : Enteritis NOS Gastroenteritis NOS Gastroenteropathy NOS A08.5 Other specified intestinal infections A09 Diarrhoea dan Gastroenteritis of presumed infectious origin Sumber : International Classification of Disease (ICD) X WHO (World Health Organization)

Page 119: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

101

Lampiran 13. Contoh formulir rekam medis rumah sakit di Indonesia (1)

Page 120: SKRIPSI KASUS PENYAKIT AKIBAT PANGAN - … · Tabel 2. Keadaan klinis beberapa jenis penyakit akibat pangan berdasarkan waktu inkubasi, gejala, dan agen penyebab ..... 8 Tabel 3.

102

Lampiran 13. Contoh formulir rekam medis rumah sakit di Indonesia (2)