BAB I PANDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan bagian terpenting dalam berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Martinet (1982:22), bahwa fungsi utama bahasa adalah untuk berkomunikasi. Tanpa adanya bahasa maka komunikasi tidak akan berjalan dengan baik. Baik itu menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulis. Keduanya memiliki peranan yang sangat penting dalam berkomunikasi. Karena pada dasarnya bahasa merupakan alat yang ampuh untuk menghubungkan dunia seseorang dengan dunia luar, dunia seseorang dengan lingkungannya, dunia seseorang dengan alamnya, bahkan dunia seseorang dengan tuhannya, (Pateda, 1993:6). Dari pendapat Pateda tersebut dapat diketahui bahwa bahasa merupakan alat penghubung semua ide, pikiran, maupun gagasan yang ada di dalam diri seseorang dengan dunia 1 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PANDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan bagian terpenting dalam berkomunikasi. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Martinet (1982:22), bahwa fungsi utama bahasa
adalah untuk berkomunikasi. Tanpa adanya bahasa maka komunikasi tidak akan
berjalan dengan baik. Baik itu menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Keduanya memiliki peranan yang sangat penting dalam berkomunikasi. Karena
pada dasarnya bahasa merupakan alat yang ampuh untuk menghubungkan dunia
seseorang dengan dunia luar, dunia seseorang dengan lingkungannya, dunia
seseorang dengan alamnya, bahkan dunia seseorang dengan tuhannya, (Pateda,
1993:6). Dari pendapat Pateda tersebut dapat diketahui bahwa bahasa merupakan
alat penghubung semua ide, pikiran, maupun gagasan yang ada di dalam diri
seseorang dengan dunia luar, maksud dunia luar yaitu bisa berwujud lawan tutur
“languange is a systematic means of communicating ideas or feeling by the use of
conventionalized sign, sounds, gestures, or marks having understood meaning”.
“Bahasa adalah suatu alat yang sistematik untuk menyampaikan gagasan atau
perasaan dengan memakai tanda-tanda, bunyi-bunyi, isyarat-isyarat atau ciri-ciri
yang konvensional dan yang memiliki arti yang dimengerti”.
1
1
Komunikasi dapat berjalan dengan baik, bila bahasa yang digunakan dapat
dipahami oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu, kedua pihak yang
berkomunikasi harus mampu menginterprestasikan makna yang terkandung dalam
bahasa yang digunakan. Karena makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia
luar sesuai dengan kesepakatan para pemakainya, sehingga dapat saling mengerti,
(Djajasudarma, 1993:5).
Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki karakteristik yang berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lain. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Chaer (1994:51), bahwa hakekat bahasa, salah satunya adalah bahasa itu bersifat
unik, artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang
lain. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem
pembentukan kalimat, atau sistem-sistem yang lain. Karakteristik yang unik juga
dimiliki oleh bahasa Jepang, yaitu sehubungan dengan gramatikanya. Gramatika
bahasa Jepang berdasarkan fungsi unsur kalimat memiliki pola “subjek - objek -
predikat” , misalnya pada kalimat bahasa Indonesia “Ali membeli rokok”
memiliki pola “subjek – predikat – objek”, jika dinyatakan dalam kalimat bahasa
Jepang maka akan menjadi :
“アリさんはタバコを買う” (Arisan wa tabako o kau )
(1) (2) (3)
Tanda-tanda pada kalimat di atas menunjukkan subjek, predikat, dan
objek. Tanda (1) adalah subjek, (2) adalah objek, dan (3) adalah predikat. jika
dilihat, posisi predikat berada pada akhir kalimat yaitu pada kata 買う . Hal ini
menjadi salah satu ciri khas yang dimiliki oleh bahasa Jepang. Begitu juga dengan
struktur pembentukan frase yang berpola “menerangkan-diterangkan”, sehingga
2
kata “topi merah” dalam bahasa Indonesia yang berpola “diterangkan –
menerangkan”, menjadi:
“赤い帽子” (akai boshi )
(1) (2)
dalam bahasa Jepang, tanda-tanda tersebut menunjukkan kata yang diterangkan
dan juga kata yang menerangkan. Tanda (1) menunjukkan kata yang
menerangkan, sedangkan (2) menunjukkan kata yang diterangkan.
Struktur kalimat bahasa Jepang yang berupa “Subjek – objek – predikat”,
di dalamnya terdapat salah satu unsur kalimat yang berupa joshi (partikel, untuk
penulisan selanjutnya istilah partikel digantikan dengan joshi), misalnya pada
kalimat アリさんはタバコを買う, di antara subjek dan objek maupun objek
dan predikat terdapat joshi, yaitu は dan を. Isao (2000:345) memberikan definisi
tentang joshi (partikel), yaitu:
助詞は単独では用いられず、名詞や動詞などほかの語に後接する活用の
ない語です。
“Joshi (partikel) adalah kata yang tidak dapat berdiri sendiri, tidak mengalami perubahan bentuk, serta dilekatkan setelah kata kerja, kata benda maupun jenis kata yang lain”
Kalimat di atas memberikan penjelasan, bahwa joshi tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi harus digabungkan dengan jenis kata yang lain. Misalnya pada
contoh berikut:
“アリさんはタバコを買う” , joshi pada kalimat tersebut adalah は dan を ,
keduanya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus digabungkan dengan jenis kata
yang lain, yaitu : は dilekatkan setelah kata benda (名詞) yang berfungsi sebagai
penanda subjek (pokok kalimat), yaitu dilekatkan setelah kata アリさん ,
3
sedangkan を dilekatkan setelah kata benda (名詞 ) yang berfungsi sebagai
penanda objek, yaitu dilekatkan setelah kata タバコ . Ada banyak sekali jenis
joshi yang terdapat dalam bahasa Jepang, tetapi dalam penelitian ini hanya akan
diteliti tentang joshi とも, karena joshi ini memiliki banyak makna, sehingga bagi
pembelajar pemula bahasa Jepang terkadang sering menemui banyak kesulitan
dalam memahami makna yang dimiliki oleh joshiとも. Kesulitan tersebut, antara
lain disebabkan karena kurangnya pemahaman yang baik tentang makna joshi
tersebut. Diantara makna yang dimiliki oleh joshi とも salah satunya adalah
menyatakan kesertaan, dalam hal ini memiliki arti “termasuk”, Misalnya:
日本人が伝えてきた「もてなし」のこころ。
茶の湯の精神とも通じる日本のもてなしは、
老舗旅館や高級ホテルはもちろん、暮らしの中にも溢れている。
“Orang Jepang mewariskan budaya dalam melakukan suatu jamuan.
Berhubungan dengan jamuan negara Jepang, termasuk di dalamnya semangat
saat melakukan Chanoyu. Chanoyu sering diselenggarakan di tempat-tempat
penginapan yang bernilai sejarah, di hotel-hotel kelas mewah, dan tentu saja
dalam kehidupan sehari-hari”
(Nipponia, 2006:4, edisi 39)
Joshi とも pada kalimat di atas menyatakan kesertaan yang ditunjukkan
oleh kata “termasuk”, yaitu terdapat pada 茶の湯の精神とも (termasuk di
dalamnya semangat Chanoyu). Sudjianto (2004:181), menyatakan bahwa joshi
akan menunjukkan maknanya apabila sudah dipakai setelah kelas kata lain yang
dapat berdiri sendiri sehingga membentuk sebuah kalimat. Kelas kata yang dapat
4
disisipi Joshi とも antara lain : Meishi ”kata benda”, Dooshi ”kata kerja”, dll.
Oleh karena itu, joshi とも belum dapat menunjukkan maknanya apabila belum
dipakai setelah kelas kata lain (meishi ”kata benda”, dooshi ”kata kerja”, dan lain-
lain). Misalnya pada kalimat di atas, joshi とも memiliki makna “termasuk”
(menyatakan kesertaan), pada kalimat tersebut joshi とも dipakai setelah kelas
kata meishi ”kata benda”, yaitu:
茶の湯の精神 + とも
Meishi
Joshi とも juga menunjukkan perkiraan maksimum atau minimum, yang
bisa diartikan “sekurang-kurangnya, kebanyakannya, dan lain-lain”, jika
diletakkan setelah adjektiva –ku (kelas kata i-keiyoushi). Misalnya dalam kalimat:
職人技野すべてを否定するわけではないが、少なくとも合わせが価値
を生んでいるとは言い難かった。
“Bukan berarti menyangkal kemampuan pekerja, tetapi sulit mengatakan
sekurang-kurangnya kemampuan pekerja tersebut memberikan manfaat.”
(Nikkei Monozukuri, 2006:32, edisi 1)
Jika dilihat dari pemakaiannya, Joshi とも di atas disertakan setelah adjektiva –
ku, yaitu: 少なく + とも
Adjektiva –ku
Joshi と も di atas bisa diartikan “sekurang-kurangnya”, hal ini
menunjukkan perkiraan minimum. Dari contoh Joshi と も tersebut, dapat
diketahui bahwa Joshi とも tidak hanya memiliki satu makna, tetapi bisa
5
menyatakan kesertaan dan perkiraan. Di sisi lain, Joshi とも juga memiliki arti
yang hampir sama dengan joshi ても , yaitu menyatakan makna “meskipun
dilakukan atau terjadi sesuatu”, dapat dilihat pada contoh berikut;
誰が行こうとも結果は同じだろう。
“Siapa pun yang pergi, hasilnya tetap saja akan sama”
(Chino, dkk, 61 showa:23)
Joshi とも di atas menunjukkan makna “meskipun dilakukan atau terjadi
sesuatu, tetapi tidak akan merubah keadaan semula”, keadaan yang tidak berubah
ditunjukkan pada kalimat “siapa pun yang pergi, hal itu tidak akan mengubah
keadaan yang sudah ada, atau bisa dikatakan hasilnya tetap saja akan sama” .
Untuk pemakaiannya とも disertakan pada kata kerja bentuk V-よう + とも ,
sehingga menjadi行こうとも.
Pada penelitian sebelumnya, belum ada penelitian yang membahas tentang
joshi とも . Hal ini yang menjadi ketertarikan penulis dalam mengkaji tentang
joshi とも. Sedangkan untuk joshi ても, pada penelitian sebelumnya telah diteliti
oleh “Siti Djajaningsih” dalam skripsi yang berjudul “Pembahasan Joshi ても (で
も)”, tahun 1985. salah satu contohnya adalah:
(たとえ)雨が降っても、私は行きます。
“Misalnya saja, meskipun turun hujan, saya akan tetap pergi”
(Djajaningsih, 1985:6)
Kalimat di atas memiliki makna bahwa meskipun turun hujan atau hal yang lain
terjadi, hal itu tidak akan mengubah keadaan semula, keadaan semula tersebut
6
yaitu keinginan pembicara untuk tetap pergi. Dari kedua contoh di atas, baik joshi
とも maupun joshi ても, memiliki makna yang hampir sama, tetapi juga terdapat
perbedaan baik dalam pemakaian maupun jenisnya. Misal pada kalimat berikut:
90年代の半ばを過ぎたあたり、構造非線形解析や熱流体解析をやり
たいと思っても、ハード、ソフトとも高価で、操作が難しかった。
” Pada pertengahan periode 90-an, meskipun berfikir ingin melakukan
analisis struktur tidak bergaris dan analisis suhu cairan, terhadap perangkat
keras dan termasuk pada perangkat lunak, susah untuk melakukannya karena
memerlukan biaya yang tinggi”.
(日経ものづくり, 2006 : 84)
Pada kalimat di atas, joshi とも bisa dilekatkan pada kata benda (名詞 ) secara
langsung. Misal : ソフト + とも → ソフトとも. Tetapi joshi ても tidak bisa
dilekatkan secara langsung pada kata benda, jika joshi ini akan dilekatkan
mengikuti kata benda, maka joshi ても akan digantikan dengan joshi でも ,
sehingga bisa dilekatkan mengikuti kata benda. Di lain pihak, joshi とも memiliki
jenis shuujoshi, yaitu joshi yang bisa dilekatkan di akhir kalimat. Joshi とも yang
berjenis shuujoshi memiliki makna ”tentu, benar, silahkan”. Misal pada kalimat
berikut:
この本を借りていいですか。
Apakah boleh meminjam buku ini?
いいとも。
Tentu.
7
(Chino, 2002: 104)
Tetapi untuk joshi ても tidak memiliki jenis shuujoshi. Karena joshi ini tidak bisa
dilekatkan di akhir kalimat.
Pada penjelasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa baik bahasa lisan
maupun bahasa tulis sama-sama memiliki peranan yang penting dalam proses
komunikasi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Chaer (2003:82), bahwa
bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah sekunder. Artinya
bahasa lisan lebih dahulu ada dari pada bahasa tulis. Chaer (2003:83), juga
menyatakan bahwa bahasa tulis pun sebenarnya merupakan rekaman dari bahasa
lisan, sebagai usaha manusia untuk “menyimpan” bahasanya atau untuk bisa
disampaikan kepada orang lain yang berada dalam waktu yang berbeda.
Verhaar (1999:7) berpendapat bahwa bahasa tulis dapat disebut turunan dari bahasa tutur. Bahasa tutur merupakan objek primer ilmu linguistik, sedangan bahasa tulis merupakan objek sekunder linguistik. Bahasa tulis atau ortografi pada umumnya tidak merupakan representasi langsung dari bahasa tutur.
Bahasa tulis adalah wujud rekaman dari bahasa lisan atau bahasa tutur,
sehingga bahasa tulis banyak terdokumentasikan dalam bentuk surat kabar,
majalah, dan karya sastra. Dalam bentuk majalah, misalnya saja majalah-majalah
yang ditulis dalam bahasa Jepang ada bermacam-macam baik jenis maupun
edisinya. Salah satunya adalah majalah Nikkei Monozukuri. Majalah Nikkei
Monozukuri merupakan majalah yang banyak memberikan informasi terbaru
tentang hasil-hasil produksi yang ada di Jepang, khususnya dalam bidang
teknologi. Di dalam Majalah Nikkei Monozukuri banyak ditemukan joshi とも ,
sehingga bagi pembelajar pemula terkadang sering menemui kesulitan dalam
menyerap informasi yang ada di dalamnya, khususnya yang berkaitan dengan
8
makna joshi とも. Selain itu, majalah Nikkei Monozukuri belum pernah dijadikan
sumber data penelitian dalam penulisan skripsi oleh mahasiswa Universitas
Negeri Surabaya Prodi bahasa Jepang. Selama ini, majalah yang sering dijadikan
sumber data penelitian dalam penulisan skripsi oleh mahasiswa Universitas
Negeri Surabaya Prodi bahasa Jepang antara lain majalah Nipponia dan Nihon Go
Jurnal. Padahal, di perpustakaan Universitas Negeri Surabaya Prodi bahasa
Jepang banyak tersedia majalah-majalah yang ditulis dalam bahasa Jepang dan
dapat dijadikan sumber data penelitian. Salah satunya adalah majalah Nikkei
Monozukuri. Oleh karena itu, peneliti mengambil sumber data penelitian berupa
majalah Nikkei Monozukuri , sedangkan objek penelitiannya berupa joshiとも.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah yang
dapat dirumuskan, yaitu:
1. Bagaimana makna gramatikal joshi (partikel) とも dalam majalah Nikkei
Monozukuri (日経ものづくり) tahun 2005-2006 ?
2. Bagaimana pemakaian joshi (partikel) とも yang terdapat dalam kalimat
pada majalah Nikkei Monozukuri (日経ものづくり) tahun 2005-2006 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mendeskripsikan makna gramatikal joshi (partikel) とも dalam
majalah Nikkei Monozukuri (日経ものづくり) tahun 2005-2006.
9
2. Untuk mendeskripsikan pemakaian joshi (partikel) とも yang terdapat
dalam kalimat pada majalah Nikkei Monozukuri (日経ものづくり) tahun
2005-2006.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi yang dapat
memperkaya kajian ilmu linguistik khususnya tentang joshi (partikel) dalam
bahasa Jepang.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan agar pembaca maupun pembelajar bahasa
Jepang dapat memahami tentang pemakaian joshi serta makna yang terkandung
di dalamnya, khususnya joshi とも yang terdapat dalam majalah Nikkei
Monozukuri.
E. Batasan Masalah
Terbatasnya kemampuan dan hal-hal pendukung lainnya, maka penulis
membatasi penelitian ini hanya berkaitan dengan makna gramatikal serta
pemakaian joshi とも yang terdapat pada majalah Nikkei Monozukuri (日経もの
づくり) tahun 2005 edisi 1, 2, 8, 9, 10 dan majalah Nikkei Monozukuri (日経も
のづくり ) tahun 2006 edisi 1, 2, 3. Dalam penelitian ini peniliti juga akan
membatasi pada joshi とも yang berjenis kakujoshi dan setsuzokujoshi.
10
F. Definisi Istilah
Kakujoshi : Salah satu jenis joshi yang dipakai setelah nomina untuk
menunjukkan hubungan antara nomina tersebut dengan
kata lainnya, (Hirai dalam Sudjianto, 2004:181).
Setsuzokujoshi : Salah satu jenis joshi yang dipakai setelah yoogen (dooshi,
i-keiyooshi, na-keiyooshi) atau setelah jodooshi untuk
melanjutkan kata-kata yang ada sebelumnya terhadap
kata-kata yang ada pada bagian berikutnya, (Hirai dalam
Sudjianto, 2004:181).
Bunsetsu : Unsur atau elemen yang membentuk kalimat, (Masao dalam
Sudjianto, 2004:138).
Aspek : Kategori gramatikal verba yang menunjukkan lama dan
jenis perbuatan, (Kamus Besar Bahasa Indonesi, 1996:
62).
Diatesis : Pembendaan bentuk verba (kata kerja) untuk menandai
pertalian antara subjek dan predikat yang dinyatakan oleh
verba, (Kamus Besar Bahasa Indonesi, 1996: 232).
Holistik : Berhubungan dengan sistem keseluruhan sebagai suatu
kesatuan lebih daripada sekedar kumpulan bagian, (Kamus
Besar Bahasa Indonesi, 1996: 336).
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Joshi (Partikel)
Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan 「統語論」 atau
「シンタクス」. Sutedi (2003:61), berpendapat bahwa sintaksis adalah cabang
linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat.
Menurut Sutedi (2003:70), kalimat dalam bahasa jepang terbentuk dari perpaduan
beberapa jenis kata (hinshi) yang disusun berdasarkan pada aturan gramatikalnya.
Iwabuchi Tadasu (dalam Sudjianto, 2004:133), mengartikan gramatika sebagai aturan-aturan mengenai bagaimana menggunakan dan menyusun kata-kata menjadi sebuah kalimat. Selain itu, aturan-aturan mengenai bagaimana menyusun beberapa bunsetsu (unsur atau elemen yang membentuk kalimat (Masao, dalam Sudjianto, 2004:138)) untuk membuat sebuah kalimat pun disebut gramatika. Apabila kata-kata digabungkan akan membentuk unsur kalimat, lalu apabila unsur-unsur kalimat itu digabung maka akan membentuk sebuah kalimat.
1. Struktur Gramatikal yang memperlihatkan bagaimana bangun gramatika suatu bahasa sehingga kita dapat melihat konstruksi dari unsur-unsur gramatika yang berasal dari leksem, disamping hubungan sintagmatis dan paradigmatis diantaranya.
2. Sistem Gramatikal yang memperlihatkan bagaimana unsur-unsur gramatika berperilaku sebagai satuan yang terorganisir menjadi suatu hirearki dari yang terkecil yakni morfem, sampai yang terbesar yakni wacana.
3. Kategori Gramatikal atau Klasifikasi Gramatikal yang memperlihatkan bagaimana satuan-satuan gramatikal dengan pelbagai cirinya berperilaku sebagai satuan yang lebih abstrak dalam satuan gramatikal yang lebih besar.
4. Fungsi Gramatikal yang memperlihatkan bagaimana bagian dari satuan-satuan gramatikal itu dalam satuan yang lebih besar berperilaku dalam hubungan saling ketergantungan seperti modofikasi, subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan, tema dan rema.
5. Peran Gramatikal yang memperlihatkan bagaimana gramatikal menjadi ungkapan dari konfigurasi semantis yang mengkombinasikan konsep-konsep sehingga bahasa menjadi alat komunikasi yang bermakna.
12
Dalam kategori gramatikal sering dibedakan kategori primer yakni kelas kata, dan
kategori sekunder yakni modus, kala, aspek, diatesis, jumlah, dan kasus (Lyons,
dalam Kridalaksana, 1994:6). Seperti yang diungkapkan oleh Lyons, bahwa
kategori gramatikal yang termasuk kategori primer yaitu kelas kata. Kelas kata
dalam bahasa Jepang terdiri atas beberapa jenis. Murakami (dalam Sudjianto,
2004:147), membagi kelas kata (hinshi) dalam gramatika bahasa Jepang menjadi:
1. Jiritsugo (kelas kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu), jenis
kelas kata ini dibagi menjadi 2, yaitu:
A. Yoogen (kelas kata yang mengenal konjugasi atau deklinasi serta bisa
menjadi predikat), Yoogen dibagi menjadi tiga, yaitu:
.① Dooshi (kata kerja), misal : iku (pergi).
.② Keiyooshi (kata sifat bentuk-i), misal: atarashii (baru).
.③ Keiyoodooshi (kata sifat bentuk-na), misal: shizuka (tenang).
B. Kelas kata yang tidak mengenal konjugasi atau deklinasi, kelas kata ini
terdiri atas dua macam, yaitu:
.① Taigen (Kelas kata yang bisa menjadi subjek), diisi oleh Meishi.
Misal : haha (ibu).
.② Kelas kata yang tidak menjadi subjek. Kelas kata ini terdiri atas dua
macam, yaitu:
a. Kelas kata yang menjadi keterangan, terdiri atas:
Fukushi (menerangkan yoogen), misal : totemo (sangat) dan
Rentaishi misal : kono (ini) (menerangkan Taigen).
b. Kelas kata yang tidak menjadi keterangan, terdiri atas:
13
Setsuzokushi (menjadi penyambung) misal : sorede (oleh sebab
itu) dan Kandoshi (tidak menjadi penyambung), misal : hora,
maa, aa.
2. Fuzokugo (kelas kata yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu),
jenis kelas kata ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Jodooshi (kata kerja bantu), jenis kelas kata ini mengenal konjugasi atau
deklinasi. Misal : rashii (anggapan, dugaan, perkiraan)
b. Joshi (partikel), jenis kelas kata ini tidak mengenal adanya konjugasi atau
deklinasi. Misal : o, wa, tomo.
Setiap jenis kata tersebut dalam kalimat dapat berfungsi sebagai subjek,
predikat, objek, keterangan, modifikator, maupun penyambung. Jabatan kata
dalam kalimat tersebut dijadikan sebagai unsur suatu kalimat. Salah satu jenis
kelas kata (hinshi) yang dipadukan dan disusun berdasarkan aturan gramatikalnya
sehingga ikut melengkapi terbentuknya kalimat dalam bahasa Jepang adalah joshi
(partikel), misalnya pada kalimat:
田中さんの送別会には、少なくとも 三十人は 集まるだろう。
(1) (2) (3) (4)
”Dalam acara perpisahan dengan Tanaka, mungkin orang yang berkumpul
sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang”
(日本語文型辞典, 1998:358 )
Tanda-tanda pada contoh kalimat tersebut menunjukkan: (1) keterangan tempat,
(2) keterangan jumlah, (3) subjek, (4) predikat.
Pada kalimat tersebut, salah satu contoh joshi yang dipadukan dengan jenis kata
lain yaitu joshi とも, pada contoh kalimat tersebut joshi とも dipadukan dengan
14
jenis kata sifat (イ形容詞-く), yaitu 少なく+ とも, sehingga menjadi 少なく
とも.
A.1. Pengertian Joshi (Partikel)
Sutedi (2003:43), berpendapat bahwa partikel (joshi) adalah kata bantu,
tidak bisa berdiri sendiri, dan tidak mengalami perubahan bentuk. Sedangkan
Chino (2002: vii), mengemukakan bahwa partikel tidak bisa berdiri sendiri sebab
sebagai suatu kesatuan yang berdiri sendiri, partikel tidak memiliki arti, partikel
mungkin dapat didefinisikan dalam sebuah percakapan, memiliki kemutlakan arti
tersendiri yang bebas ikatan, melengkapi dirinya sendiri dalam bagian-bagian
pembicaraan, yang dengan demikian, ia menempatkan dirinya dalam sebuah
konteks. Oleh karena itu, suatu kata yang hanya terdiri atas partikel saja mungkin
tidak berarti apa-apa.
Kindaichi (昭和 58年 :816), memberikan definisi joshi (partikel), yaitu:
助詞は品詞の一、国文法で、付属語のうち活用のないもの、単独では具
体的な意味をもちえず、他の自立語についてその意味を明らかにし、ま
た語と語の関係を示す。
”Joshi (partikel) adalah salah satu jenis kata yang dalam tata bahasa Jepang termasuk Fuzokugo, saat berdiri sendiri tidak mempunyai arti, tetapi akan memiliki arti yang jelas jika digabungkan dengan jenis kata lain yang bisa berdiri sendiri (jiritsugo), serta menunjukkan hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lainnya”
Definisi Joshi dalam 日本語実用辞典 (1993:202), adalah sebagai
berikut:
15
“Joshi is used after various words to indicate the the relationship between words
or between phrasee or to indicate the speaker’s attitude, judgement, or feelings,
partikel do not conjugate”.
”Joshi (Partikel) digunakan setelah berbagai jenis kata yang menunjukkan
hubungan antar kata, atau frase, atau untuk menunjukkan sikap pembicara,
pendapat, dan perasaan. Partikel bukan sebagai penghubung”.
Definisi yang lain yang terdapat dalam 口語文法 (昭和 61年:64), yaitu:
助詞は、主として名詞や用言、あるいは活用連語などに付属して文節を作る。すなわち、付属語であるが、助動詞と違って活用がない。助詞は語に付いて、その語とほかの語との関係を示し、あるいはこれに一定意味を添える。”Joshi (partikel) adalah kata yang tidak mengalami perubahan bentuk dan temasuk dalam fuzokugo tetapi berbeda dengan Jodoshi (kata kerja bantu). Sebagian besar dilekatkan pada taigen (kata yang dapat menjadi subjek), yogen (kata yang dapat menjadi predikat), atau kata majemuk yang bisa berubah bentuk, sehingga bisa membentuk sebuah bunsetsu dan dapat menunjukkan makna tertentu”.
Beberapa pendapat yang memberikan definisi tentang joshi di atas, dapat
diketahui bahwa joshi merupakan kata bantu yang termasuk fuzokugo (kelas kata
yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu), karena saat berdiri sendiri
tidak memiliki arti, maka harus dilekatkan pada jenis kelas kata lainnya yang
termasuk dalam jiritsugo (kelas kata yang dengan sendirinya dapat menjadi
bunsetsu) agar memiliki makna yang jelas. Selain itu, joshi menunjukkan
hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lainnya, serta untuk menun
jukkan sikap, pendapat, dan perasaan dari pembicara. Meskipun menunjukkan
hubungan kata yang satu dengan yang lainnya, tetapi joshi bukan sebagai
konjugasi (penghubung antar kalimat).
16
A.2. Jenis Joshi (partikel)
Hirai (dalam Sudjianto, 2004:181-182), membagi joshi berdasarkan
fungsinya menjadi empat macam, yaitu:
a. Kakujoshi
Joshi yang termasuk dalam kakujoshi pada umumnya dipakai setelah nomina
untuk menunjukkan hubungan antara nomina tersebut dengan kata lainnya.
Joshi kelompok ini misalnya: ga, no, o, ni, e, to, yori, kara, de, dan ya.
Selain contoh joshi di atas, joshi とも juga bisa digolongkan dalam kakujoshi,
karena joshi ini juga dilekatkan setelah meishi (kata benda).
Contoh :
サービス料とも合計一万五千円です。
Meishi
Chino (2002:102)
b. Setsuzokujoshi
Joshi yang termasuk dalam setsuzokujoshi dipakai setelah yoogen (dooshi, i-
keiyooshi, na-keiyooshi) atau setelah jodooshi untuk melanjutkan kata-kata
yang ada sebelumnya terhadap kata-kata yang ada pada bagian berikutnya.
Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya: ba, to, keredo, keredomo,
ga, kara, shi, temo (demo), te (de), nagara, tari (dari), noni, node.
Joshi とも juga termasuk dalam setsuzokujoshi, karena joshi ini juga dipakai
setelah dooshi (kata kerja), i-keiyooshi (kata sifat bentuk-i), na-keiyooshi (kata
sifat bentuk-na).
Contoh :
この事故で死んだ人は、多くとも百人ぐらいだろう。
17
i-keiyooshi (kata sifat bentuk i)
Chino (2002:102)
あの人ならどんな事があろうとも、最後まで頑張るだろう。
Dooshi (kata kerja)
Chino (2002:103)
c. Fukujoshi
Joshi yang termasuk fukujoshi dipakai setelah berbagai macam kata. Seperti
kelas kata fukushi, fukujoshi berkaitan erat dengan bagian kata berikutnya.
Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya wa, mo, koso, sae, demo, gurai,
nado, nari, yara, ka.
d. Shuujoshi
Joshi yang termasuk shuujoshi pada umumnya dipakai setelah berbagai
macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pernyataan,
pertanyaan, larangan, seruan, rasa haru, dan sebagainya. Joshi yang termasuk
kelompok ini misalnya: ka, kashira, na, yo, ne.
Isao (2000:345-346) membagi joshi (partikel) menjadi lima, joshi-joshi
tersebut terdiri atas :
1. 格助詞
「が、を、二、と、で、へ、から、まで、より」のように名詞と述語
との関係表す助詞を格助詞と呼びます。
”Kakujoshi adalah joshi yang menunjukkan hubungan antara kata benda dan
predikat, misalnya seperti (ga, o, ni, de, e, kara, made, yori)”.
18
2. 並立助詞
名詞と名詞の間に置かれる「と、や、か」などは並立助詞と呼ばれま
す。
”Heiritsujoshi adalah joshi yang diletakkan antara kata benda dan kata benda.
Misalnya seperti (to, ya, ka) dan lain-lain”.
3. 終助詞
「ね、よ、よね、か、は、ぞ、さ」など主に文末に置かれます。聞き
手や出来事に対する話し手の表す助詞を格助詞と呼びます。
”Shuujoshi adalah joshi yang diletakkan di akhir kalimat. Joshi ini
menunjukkan sikap pembicara terhadap suatu hal atau terhadap pendengar”.
4. とりたて助詞
学校文法で係助詞や副助詞と呼ばれる「ば、も、だけ、しか、ばか
り」などです。
”Dalam tata bahasa di lembaga pendidikan, toritatejoshi sering disebut dengan
keijoshi atau fukujoshi. Misalnya seperti (ba, mo, dake, shika, bakari)”.
5. 接続助詞
日本語教育では学校文法で言う接続助詞の「手」や「足り」などを動
詞の活用形として切り離して考えないのが普通です。
”Dalam dunia pendidikan bahasa Jepang, tata bahasa di lembaga pendidikan
yang disebut dengan setsuzokujoshi, seperti (te) dan (tari) dan lainnya,
biasanya bukan sebagai bentuk yang terpisah”.
19
Sedangkan jenis joshi dalam 口語文法, (昭和 61年:64-75), terdiri atas:
1.格助詞
格助詞は主として体言に付く。そうして、その体言が、同じ文の中他
の語に対してどんな関係に立つかを示す。「が、の、を、に、へ、と、
から、より、で、や」
”Kakujoshi adalah joshi yang sebagian besar dilekatkan pada taigen (jenis kata
yang dapat menjadi subjek), sehingga menunjukkan hubungan antara kata
tersebut dengan kata yang lain dalam kalimat yang sama, dan menunjukkan
makna tertentu. Misalnya: が、の、を、に、へ、と、から、より、で、
や”.
2.接続助詞
接続助詞は用言または活用連語に付いて、前の意味を、後の活用連語
に続ける。「ば、と、ても、けれど(も)、が、のに、ので、から、
し、て(で)、ながら、たり(だり)。
”Setsuzokujoshi adalah joshi yang dilekatkan pada yogen dan katsuyorengo.
Setsuyokujoshi menunjukkan makna pada kata sebelumnya. Setsuzokujoshi
dilekatkan dibelakang katsuyorengo. Misalnya ば、と、ても、けれど
(も)、が、のに、ので、から、し、て(で)、ながら、たり(だ
り)”.
3.副助詞
20
副助詞は格助詞・接続助詞などとは違って、体言に付くとか用言付く
とかに限らず、色々の語に付いて、副詞のように、下の語にかかって
いく。「は、も、こそ、さえ、でも、しか、まで、ばかり、だけ、ほ
ど、くらい(ぐらい)、など、なり、やら、か」。
”Fukujoshi adalah joshi yang dilekatkan pada berbagai jenis kata. Tidak hanya
dilekatkan pada yogen atau taigen saja. Fukujoshi berbeda dengan kakujoshi
dan setsuzokujoshi. Fukujoshi seperti fukushi yang bisa dilekatkan pada
berbagai jenis kata. Misalnya は、も、こそ、さえ、でも、しか、まで、
ばかり、だけ、ほど、くらい(ぐらい)、など、なり、やら、か ”.
4.終助詞
終助詞は文の終わりか、文節の切れ目に付いて、疑問・禁止・感動・
強めなどを現す。「か、な、な(あ)、ぞ、とも、よ、ね、さ」。
”Shujoshi adalah joshi yang dilekatkan pada akhir kalimat. Jenis joshi ini
menunjukkan penekanan, rasa haru, larangan, dan pertanyaan. Misalnya か、
な、な(あ)、ぞ、とも、よ、ね、さ ”.
Pembagian Joshi yang telah dibahas pada teori di atas, dapat diketahui
bahwa kakujoshi merupakan joshi yang dilekatkan pada taigen (jenis kata yang
bisa menjadi subjek), jenis kata ini diisi oleh meishi (kata benda), sedangkan
setsuzokujoshi adalah joshi yang dilekatkan pada yoogen (jenis kata yang bisa
menjadi predikat), yoogen terdiri atas dooshi (kata benda), keiyooshi (kata siifat
bentuk-i), dan keiyoodooshi (kata sifat bentuk-na). Sesuai dengan batasan masalah
21
yang telah diungkapkan pada bab I, bahwa dalam penelitian ini hanya akan
dibahas tentang joshi とも khususnya yang berjenis kakujoshi dan setsuzokujoshi.
B. Makna
Menurut Sutedi (2003:103), semantik (意味論 ) merupakan salah satu
cabang linguistik (言語学) yang mengkaji tentang makna. Dari pendapat Sutedi
tersebut bahwa kajian semantik berupa makna. Sedangkan Keraf (1991:159),
memberikan definisi tentang semantik yang merupakan cabang ilmu bahasa yang
meneliti tentang makna dalam bahasa tertentu, mencari asal-usul dan
perkembangan arti suatu kata, mempelajari klasifikasi perubahan kata-kata atau
bentuk bahasa sebagai faktor dalam perkembangan bahasa.
Definisi semantik dalam日本語辞典 (1992:11), adalah
意味を研究する分野を意味論という。”Semantik adalah bidang ilmu yang meneliti tentang makna”.
Sedangkan definisi semantik dalam Encyclopedia of Contemporary Knowledge 大
辞典 (昭和 58年: 816)
意味論とは言語学の一部門で、言葉の意味を関する研究する分野、音韻論や文法(文法論)に対している。”Semantik merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang bidang kajiannya berhubungan dengan makna kata. Juga berhubungan dengan fonologi dan tata bahasa (ilmu tata bahasa)”.
Menurut Ferdinad de Saussure (dalam Chaer ,1994:285-286), menyatakan
bahwa teori tanda linguistik yaitu setiap tanda linguistik atau tanda bahasa yang
terdiri atas dua komponen, yaitu komponen Signifian atau ”yang menyatakan”
22
yang wujudnya berupa runtunan bunyi, dan komponen Signifie atau ”yang
diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh
Signifian). Misalnya saja tanda linguistik berupa (ditampilkan dalam bentuk
ortografis) <meja>, terdiri dari komponen Signiafian, yakni berupa runtunan
fonem /m/, /e/, /j/, /a/ : dan komponen Signifienya berupa konsep atau makna
’sejenis perabot kantor atau rumah tangga’. Tanda linguistik ini berupa runtunan
fonem konsep yang dimiliki runtunan fonem itu mengacu pada sebuah referen di
luar bahasa, yaitu ”sebuah meja”.
Menurut teori yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure, Chaer
(1994:287), menyimpulkan bahwa makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang
dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik.
B.1. Jenis Makna
Chaer (1994:289-296), membagi jenis makna menjadi dua belas macam,
makna referensial, makna konstruksi, makna leksikal dan makna gramatikal,
makna idesional, makna preposisi, makna pusat, makna piktorial, dan makna
ideomatik. Menurut Djajasudarma (1999:7-16), makna gramatikal adalah makna
yang menyangkut hubungan intra bahasa atau makna yang muncul sebagai akibat
berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Definisi makna gramatikal dalam
Kamus besar bahasa Indonesia, (1996:619), yaitu makna yang didasarkan atas
hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar,
misalnya hubungan antara kata dan kata lain dalam frase atau klausa.
Kalimat bahasa Jepang terbentuk dari kumpulan beberapa tango, masing-
masing tango (kata) dapat bediri sendiri dan memiliki arti yang pasti, tetapi ada
juga yang tidak memiliki arti tertentu tanpa bantuan tango yang lain yang dapat
berdiri sendiri. Tango (kata) yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memiliki
arti tertentu disebut fuzokugo (termasuk di dalamnya joshi (partikel) dan jodoshi
(kata kerja bantu)), (Sudjianto, 2004:137). Dari pendapat Sudjianto tersebut,
dinyatakan bahwa joshi tidak akan memiliki arti jika tidak digabungkan dengan
jenis kata lain yang termasuk dalam jiritsugo (jenis kelas kata yang dengan
sendirinya dapat menjadi bunsetsu). Begitu pula joshi とも yang termasuk dalam
joshi, partikel ini tidak akan memiliki arti jika tidak digabungkan dengan jenis
kata yang lain yang termasuk dalam jiritsugo. Hal ini juga sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Chaer dan Djajasudarma, bahwa makna gramatikal merupakan
makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata di dalam kalimat,
berfungsinya kata tersebut bisa terjadi karena adanya proses grammatikal. Maka
makna gramatikal joshi とも baru ada kalau terjadi proses gramatikal. Proses
24
gramatikal tersebut berupa pelekattan joshi とも pada jenis kelas kata lain yang
termasuk dalam jiritsugo. Misalnya :
少なくとも三十人は集まるだろう。
”Mungkin sekurrang-kurangnya berkumpul 30 orang”
(日本語文型辞典, 1998:358)
Dari kalimat di atas, joshi とも digabungkan dengan jenis kata keiyoshi (kata sifat
bentuk-i yang berakhiran く ) yaitu 少なく dan memiliki makna gramatikal
”untuk memperkirakan jumlah minimum”. Tanpa digabung dengan jenis kata
yang termasuk dalam jiritsugo, maka joshi とも tidak akan memiliki arti.
B.2. Makna Joshi (Partikel) とも
Makna joshi とも dalam 日本語教師と学習者のための文型辞典
(1998:258-259) terdiri atas:
1. ...とも、「A-くとも」、「A-かろうと(も)」
① 田中さんの送別会には、少なくとも30人は集まるだろう。
”Dalam acara perpisahan tanaka, sekurang-kurangnya berkumpul 30
orang”.
② どんなに苦しくとも、最後まで諦めないで頑張るつもりだ。
”Bagaimanapun susahnya, saya bermaksud untuk tetap bersemangat dan
tidak akan menyerah sampai akhir”.
③ どんなに辛かろうと、苦しかろうと必ずやり遂げてみせます。
”Bagaimanapun sukarnya dan pedihnya, saya harus bisa melakukan”.
25
イ形容詞「-く」、「かろう」、の形に付く。話し言葉では、「-くても」となるのが普通である。① は「そのように見積もっても」の意味で数量を見積もる表現が続く。「多くとも10人」「長くとも30分」「遅くとも5時までに」などが同様の活用である。③ のように、「-かろうと」が2度繰り返される場合は「も」が省略されることが多い。”i-keiyoshi 「く」、「かろう」diikuti bentuk とも. Biasanya dalam bentuk bahasa lisan lebih sering digunakan bentuk 「-くても」. Seperti contoh no 1, maknanya menunjukkan suatu perkiran. Misalnya : (sebanyak-banyaknya 10 orang), (selama-lamanya 30 menit), (selambat-lambatnya 5 jam). Pada contoh no 3, jika 「かろう」diulang sebanyak 2 kali, maka 「も」 sering dihilangkan”.
2. V – ようと(も)
① たとえ両親に反対されようとも、彼女と結婚するつもりだ。
”Saya bermaksud tetap menikah dengan dia, meskipun berlawanan
dengan keinginan kedua orang tua”
② たとえ失敗しようとも、やると決めたとは実行する。
”Meskipun akan gagal, karena telah saya putuskan maka akan saya
kerjakan”.
③ どんな苦労があろうとも、二人で助け合って幸せな人生を歩んで
ゆきたい。
”Bagaimanapun susahnya penderitaan itu, saya ingin menjalalani hidup
berdua dan bahagia dengan saling membantu”
V-ようともは「V-ても」の書き言葉的な表現で「どのような行動をとっても・どのような状況があっても」という意味を表す。2度繰り返される場合は「も」が省略されることが多い。” V -ようとも merupakan bentuk tulis dari V -ても . Memiliki arti (meskipun ada keadaan.... atau meskipun melakukan...). jika bentuk V-ようとも digunakan dua kali secara berulang-ulang, maka 「も」dihilangkan.
3. であっろうと(も)、「N / Na であろうと(も)」
26
① 病人であろうと年寄りであろうと、何の配慮もなしに、敵は攻撃
を仕掛けてくる。
”Musuh mulai datang menyerang, tanpa ada pertimbangan apapun,
meskipun terhadap orang yang sakit atau orang yang sudah tua”.
② たとえ健康であろうと中年を過ぎたら、定期健診を受けたほうが
いい。
”Meskipun sehat, tiap setengah tahun sekali sebaiknya memeriksakan
kesehatan”
③ 公明な僧侶であろうとも、迷いを断てないこともある。
”Meskipun biksu yang termashur, pernah mengalami kesesatan”
「どちらの場合であっても」の意味。う後ろには事態に変わりがないことを示す表現が続くことが多い。2度繰り返される場合は「も」が省略されることが多い。”Menunjukkan makna (meskipun ada keadaan yang bagaimana pun), pada klausa berikutnya menunjukkan ungkapan yang tidak berubah dan akan tetap dilanjutkan. Jika bentuk であろうとも dipakai dua kali secara berulang. Ada kalanya 「も」 dihilangkan”.
Chino (2002:102-104), membagi makna joshi (partikel) とも menjadi
tujuh macam, yaitu:
1. Bermakna ”kedua-duanya, kesemuanya, (tiga dan seterusnya)”, jika dipakai setelah bilangan atau penjumlahan.
a. ここにいる人たちは、三人とも大学で言語学を勉強しました。 Ketiga orang di sini itu belajar ilmu bahasa di universitas. [secara harfiah mengenai orang yang ada di sini , ketiga-tiganya] b. このセーターは、二枚ともMサイズですか。 Apakah baju hangat ini kedua-duanya berukuran sedang?2. Bermakna ”sekurang-kurangnya, kebanyakannnya, selambat-lambatnya,dan
lain-lain”, jika diletakkan setelah adjektiva-ku (tomo menunjukan perkiraan maksimum atau minimum).a. この家なら、少なくとも一億円でしょう。 Rumah ini sekurang-kurangnya berharga 100 juta yen.
27
b.この事故で死んだ人は、多くとも百人ぐらいだろう。 Jumlah korban dalam kecelakaan ini paling banyak 100 orang.
Jumlah semuanya adalah ¥15.000, termasuk biaya pelayanan.b. 運賃ともで、五万になりますか。
Termasuk angkutan biayanya ¥50.000.4. Bermakna ”meskipun, tidak masalah” (penekanan pengandaian), jika dipakai
setelah kata kerja-o.a. あの人ならどんな事があろうとも、最後まで頑張るだろう。
Mengenai orang itu, apapun yang akan terjadi dia akan terus bertahan.b.明日は雪が降るだろうとも、行くつもりだ。
Meskipun besok akan turun salju, saya berniat untuk tetap pergi.5. Bermakna ”baik ... maupun siapa saja, maupun siapa saja”, jika berbentuk ともあろう (nomina) が.a. 首相ともあろう人が、そんなことをして平気だとは信じられない。
Baik perdana menteri, maupun siapa saja, yang dapat melakukan hal semacam itu dengan tenang adalah sungguh luar biasa. Atau saya tidak bisa percaya jika ada seseorang yang dalam posisinya sebagai perdana menteri atau siapa saja dapat melakukan hal semacam itu tanpa rasa ragu.
b. 大学の学長ともあろう人が、あんなにビジョンがないのでは困る。 Baik presiden universitas, maupun siapa saja, jika tidak memiliki wawasan
berpikir seperti itu akan menyusahkan saja. 6. Bermakna ”sulit untuk menyatakan ... atau...”, jika muncul setelah kata yang
berlawanan arti dan diikuti kata 言えない ’ienai’. Joshi とも menunjukkan dua hal yang berlawanan arti.b.多田さんは、あの映画はいいとも悪いとも言えないと言っていました。Kata tada ia tidak bisa mengatakan film itu bagus atau tidak. Atau kata tada sulit untuk mengatakan apakah film itu bagus atau tidak.
c. その値段は、高いとも安いともいえませんね。 Sulit untuk mengatakan apakah harga itu mahal atau murah.7. Bermakna ”tentu, benar, silahkan”, jika terletak pada akhir kalimat. とも
menambahkan keputusan untuk pernyataan positif.a. この本を借りていいですか。
Boleh saya pinjam buku ini? いいとも。 Tentu boleh
b.明日の試合に行きますか。 Apakah kamu akan pergi ke pertandingan besok? 行くとも。 Tentu saya pergi.
28
Teori yang terakhir yang barkaitan dengan makna beserta pemakaian joshi
とも terdapat dalam 基礎日本語活用辞典, (1988, 1222-1223), yaitu:
1. 「とも」 disertakan pada meishi dalam bentuk 「とも」 atau 「とも
に」 yang memiliki arti (keduanya, masing-masing, termasuk). Misal pada
kalimat berikut:
① 京都,奈良ともに古い町だ。
(Kyoto, Nara kedua-duanya adalah kota lama.)
② 金・サービス料ともに1割ずつだ。
(Pajak dan biaya pelayanan masing-masing 10 persen)
③ この雑誌は送料ともで1000円する。
(Majalah ini termasuk ongko kirim hahrganya 1000 yen.)
Pemakaian : apabila disertakan pada kata yang menunjukkan bilangan, dipakai
pula untuk menyebutkan hal yang lebih dari dua. Misal:
うちの子供は3人とも男だ。
(Anak saya ketiga-tiganya laki-laki.)
Dipakai pula sebagai fukushi dalam bentuk ともに, misal:
あの兄弟はともにテニスが上手だ。
(Kakak beradik itu kedua-duanya pandai bermain tenis.)
2. 「とも」 disertakan pada bentuk renyoukei (perubahan bentuk verba yang
mencakup bentuk sopan (masu), bentuk sambung (te), bentuk lampau (ta),
(sutedi, 2003:48)) dari keiyooshi yang menunjukkan taraf atau derajat (agak
resmi) batas kira-kira dari taraf. Misal:
レポートは遅くともに来週中に出してください。
29
(Selambat-lambatnya paper harus diserahkan pada minggu depan.)
3. 「とも」disertakan pada dooshi yang diikuti (Oう/Yoo おう), atau bentuk
shushikei (verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat) dari
keiyooshi (ragam formal yang agak kuno) berarti ”meskipun berkeadaan
seperti itu tapi harus lagi”. Misal:
貧しくとも幸せだった。
(Meskipun miskin, kami merasa bahagia.)
Pemakaian : bentuk なくともいい (menunjukkan bahwa hal itu tidak perlu).
とも disertakan pada bentuk shushikei dari dooshi, merupakan ungkapan
bergaya kuno. Misal:
花は枯れるとも実は残る。
(meskipun bunganya telah mengering tetapi buahnya akan tetap ada.)
4. 「とも」disertakan pada bentuk shushikei (verba bentuk kamus atau yang
digunakan di akhir kalimat) dari kata yang berkonjugashi (ragam lisan)
menunjukkan perasaan yang merupakan hal yang diyakini dengan kuat. Misal:
「君も一緒に行くのかい」
(Kamu pun ikut pergi bersama?)
「行くとも」
(tentu saja pergi)
Analisis makna joshi とも dalam penelitian ini menggunakan teori yang
terdapat dalam 日本語文型辞典, teori yang dikemukakan oleh Naoko Chino dan
juga teori yang terdapat dalam 基礎日本語活用辞典 . Naoko Chino membagi
30
makna joshi とも menjadi tujuh macam beserta pemakaiannya. Berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Naoko Chino tersebut akan dilengkapi oleh teori yang
terdapat dalam日本語文型辞典 dan teori yang terdapat dalam 基礎日本語活用
辞典 . Sesuai dengan ketiga teori tersebut, joshi とも bisa berfungsi sebagai
Kakujoshi dan Setsuzokujoshi. Hal ini sesuai dengan batasan masalah yang ada,
yaitu hanya berkaitan dengan makna joshi とも beserta pemakaiannya yang
berjenis Kakujoshi dan Setsuzokujoshi. Sehingga dengan menggunakan ketiga
teori yang ada, maka akan lebih mempermudah peneliti dalam melakukan analisis
data sesuai dengan tujuan penelitian.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
` Djajasudarma (1993:8), mengemukakan bahwa metode penelitian
deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi; maksudnya membuat
gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat
serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti. Metode ini dikatakan pula
sebagai pencarian data dengan interpretasi yang tepat. Sedangkan Moleong
(2005:6), memberikan pengertian tentang penelitian kualitatif, yaitu penelitan
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain,
Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan beberapa metode
alamiah.
Merujuk pada pendapat yang disampaikan oleh Moleong tersebut,
penelitian kualitatif menggunakan cara deskripsi berupa kata-kata dan bahasa. Hal
ini dikarenakan di dalam penelitian bahasa, metode penelitian deskriptif
32
32
cenderung digunakan dalam penelitian kualitatif terutama dalam mengumpulkan
data, serta menggambarkan data secara ilmiah. Data yang dikumpulkan adalah
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Data tersebut mungkin berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, videotape, dokumen pribadi, catatan dan
memo, dokumen resmi lainnya (Moleong, 2005:11).
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu penelitian kualitatif yang menggunakan metode
penelitian deskriptif. Maksudnya, metode penelitian deskriptif digunakan untuk
menganalisis dan mendeskripsikan hasil analisis secara jelas sesuai dengan tujuan
penelitian. Data-data tersebut berupa kata-kata atau kalimat yang di dalamnya
terdapat makna joshi とも, dan bukan berupa angka.
B. Sumber Data
Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2005:157), menyatakan bahwa data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dokumen dan lain-lain terbagi atas
sumber data tertulis, foto, dan statistik. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu:
Majalah Nikkei Monozukuri tahun 2005 edisi 1, 2, 8, 9, 10 dan Majalah Nikkei
Monozukuri tahun 2006 edisi 1, 2, dan 3. Majalah ini merupakan majalah yang
diterbitkan dalam bahasa Jepang. Penerbitnya adalah Dainippon Insatsu
Kabushikigaisha. Majalah Nikkei Monozukuri memberikan informasi tentang
hasil-hasil teknologi terbaru yang ada di Jepang, serta perkembangan perusahaan-
perusahaan yang bergerak dalam bidang teknologi yang ada di Jepang. Dari
33
majalah tersebut, peneliti berusaha mendeskripsikan makna joshi とも yang
berjenis kakujoshi dan setsuzokujoshi, serta pemakaiannya.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui studi pustaka terhadap majalah Nikkei Monozukuri
tahun 2005 edisi 1, 2, 8, 9, 10 dan Majalah Nikkei Monozukuri tahun 2006 edisi 1,
2, dan 3, tentunya yang berkaitan dengan joshi とも . Proses pengumpulan data
dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
1. Mengumpulkan majalah Nikkei Monozukuri tahun 2005 edisi 1, 2, 8, 9, 10
dan Majalah Nikkei Monozukuri tahun 2006 edisi 1, 2, dan 3.
2. Mencari data berupa joshi とも yang terdapat pada delapan edisi majalah
tersebut.
3. Menandai setiap joshi とも yang terdapat pada delapan majalah tersebut.
4. Membuat kartu data.
5. Menggolongkan joshi とも yang berjenis Kakujoshi dan Setsuzokujoshi.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong,
2005:248), adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
34
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain. Dalam penelitian ini, pengertian analisis data di atas dapat dirumuskan
menjadi beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menganalisis data, yaitu:
1. Menggaris bawahi data yang telah dikumpulkan, yaitu berupa joshi とも
yang terdapat dalam kalimat atau kata pada majalah Nikkei Monozukuri
tahun 2005 edisi 1, 2, 8, 9, 10 dan tahun 2006 edisi 1, 2, dan 3,
2. Tahap selanjutnya yaitu menganalisis pemakaian joshi とも tersebut
beserta maknanya sesuai dengan teori yang ada.
3. Mendeskripsikan hasil analisis.
4. Menyimpulkan hasil analisis.
5. Melaporkan hasil analisis
E. Prosedur Penelitian
Arikunto (2002:19), berpendapat bahwa yang disebut dengan prosedur
penelitian adalah langkah-langkah penelitian. Langkah-langkah dalam
penelitian ini adalah:
1. Pembuatan rancangan penelitian, terdiri atas:
a. Memilih masalah, yaitu tentang makna joshi (partikel) とも yang
berjenis kakujoshi dan setsuzokujoshi.
b. Melakukan studi pendahuluan.
c. Merumuskan masalah.
d. Menentukan sumber data, yaitu majalah Nikkei Monozukuri.
2. Pelaksanaan penelitian, langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
35
a. Mengumpulkan data dari majalah Nikkei Monozukuri tahun 2005 edisi
1, 2, 8, 9, 10 dan Majalah Nikkei Monozukuri tahun 2006 edisi 1, 2,
dan 3.
b. Melakukan analisis data.
c. Menarik kesimpulan.
3. Pembuatan laporan penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengantar
Joshi と も yang berjenis kakujoshi dan setsuzokujoshi yang akan
dianalisis dalam penelitian ini diperoleh data kepustakaan berupa majalah Nikkei
Monozukuri tahun 2005 edisi 1, 2, 8, 9, 10 dan majalah Nikkei Monozukuri tahun
2006 edisi 1, 2, 3. Adapun data yang diperoleh dari majalah Nikkei Monozukuri
tersebut untuk memberikan jawaban pada rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana makna gramatikal joshi (partikel) とも dalam majalah Nikkei
Monozukuri (日経ものづくり) tahun 2005-2006 ?
2. Bagaimana pemakaian joshi (partikel) とも yang terdapat dalam kalimat pada
majalah Nikkei Monozukuri (日経ものづくり) tahun 2005-2006 ?
B. Hasil dan Pembahasan
36
Hasil penelitian ini berupa data (kalimat-kalimat) yang di dalamnya
terdapat makna gramatikal serta pemakaian joshi とも yang berjenis kakujoshi
dan setsuzokujoshi pada majalah Nikkei Monozukuri tahun 2005 edisi 1, 2, 8, 9, 10
dan majalah Nikkei Monozukuri tahun 2006 edisi 1, 2, 3, kemudian data tersebut
disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan kartu data yang telah dibuat. Kartu
data tersebut misalnya: NM (2005/I/21):K, maksudnya data tersebut diambil dari