PENDIDIKAN IBADAH MAHDHAH PADA ANAK KELUARGA BEDA AGAMA (STUDI KASUS PADA KELUARGA BEDA AGAMA DI DESA BANYUBIRU KECAMATAN BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG) TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Agustin Kemala sari NIM: 11113215 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017
114
Embed
SKRIPSI - IAIN Salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2346/1/PENDIDIKAN IBADAH MAHDHAH.pdfIBADAH MAHDHAH PADA ANAK KELUARGA BEDA AGAMA (Studi Kasus di Keluarga Beda Agama di
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDIDIKAN IBADAH MAHDHAH PADA ANAK KELUARGA BEDA AGAMA
(STUDI KASUS PADA KELUARGA BEDA AGAMA DI DESA BANYUBIRU KECAMATAN BANYUBIRU
KABUPATEN SEMARANG) TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Agustin Kemala sari NIM: 11113215
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
PENDIDIKAN IBADAH MAHDHAH PADA ANAK KELUARGA BEDA AGAMA
(STUDI KASUS PADA KELUARGA BEDA AGAMA DI DESA BANYUBIRU KECAMATAN BANYUBIRU
KABUPATEN SEMARANG) TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kesulitan ada kemudahan.”(QS.Asy-Syarh:5-6)
VI
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat serta karuniaNya, skripsi
ini penulis persembahkan untuk :
1. Ayahku dan ibundaku tersayang, Suyadi (Alm) dan Ninik Susiyati, Papah
saya Budi Utomo yang selalu membimbingku, memberikan doa, nasihat,
kasih sayang, dan motivasi dalam kehidupanku.
2. Adiku tersayang Bayu Wicaksono Ady, atas motivasi yang tak ada
hentinya kepadaku sehingga proses penempuhan gelar sarjana ini bisa
tercapai.
3. Sahabat-sahabatku rumpi yang selalu memberiku semangat (Yayah, Dina,
Mbak Ika, Reza, Sukitri, Mbak Dwik, Badiah, Sanah). Dan yang selalu
mendukungku dan membantu saya Arif Hamdan, beserta teman-teman
mahasiswa KKN 36 dan keluarga besar PAI angkatan 2013.
4. Sahabat-sahabatku guru-guru di SMA N 1 Karang Bahagia Bekasi yang
selalu mendukung dan memberi semangat.
VII
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin, penulis panjatkan kepada Allah
Swt yang selalu memberikan nikmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis
sehinggap penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul PENDIDIKAN
IBADAH MAHDHAH PADA ANAK KELUARGA BEDA AGAMA (Studi
Kasus di Keluarga Beda Agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang) tahun 2017.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi agung
Muhammad Saw, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang selalu
setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya umat
manusia yang dapat menerangi umat manusia dari zaman kegelapan menuju
zaman terang benerang yakni dengan ajarannya agama Islam.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Bapak Rovi’in, M.Ag., selaku dosen pembimbing akademik saya selama
menjadi mahasiswa.
VIII
IX
ABSTRAK Sari, Agustin Kemala. 2017. Pendidikan Ibadah Mahdhah pada Anak Keluarga
Beda Agama (Studi Kasus pada keluarga beda Agama DI Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang) Tahun 2017. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, S.Pd.,M.Pd.
Kata Kunci: pendidikan ibadah mahdhah anak dan keluarga beda agama
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) bagaimana pelaksanaan pendidikan ibadah mahdhah pada anak keluarga beda agama, (2) problematika serta solusi apa dalam mendidik ibadah mahdhah pada anak keluarga beda agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.
Jenis penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian lapangan (field research) dan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer yakni hasil pengamatan dan wawancara pada keluarga beda agama yaitu terdiri atas orang tua dan anaknya, dan sumber sekunder yang dapat berupa foto-foto, dokumen-dokumen pribadi serta buku-buku yang dapat menunjang penelitian. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengadakan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan pendidikan ibadah mahdhah pada anak keluarga beda agama meliputi: (a) Orang tua mengajarkan sholat pada anaknya pada saat melaksanaakan sholat, (b) Membelikan peralatan sholat sehingga anak akan lebih bersemangat dalam melaksanakan shalat, (c) Memasukkan anak ke sekolah-sekolah Islam dan mengikutkan di TPQ. (2) Problematika yang terjadi pada proses pendidikan ibadah mahdhah pada anak keluarga beda agama meliputi (a) kurangnya pengetahuan agama orang tua, (b) orang tua yang mempertahankan kepercayaannya masing-masing, berbagai solusi yang dilakukan orang tua antara lain: (a) Menuntun anak untuk yakin terhadap agamanya, (b) Menanamkan toleransi dalam hal beragama, (c) Memberikan perhatian kepada anak yang rajin beribadah.
X
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... I
HALAMAN BERLOGO ................................................................................. II
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... III
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... IV
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI V
MOTTO ........................................................................................................... VI
PERSEMBAHAN ........................................................................................... VII
KATA PENGANTAR ..................................................................................... VIII
ABSTRAKS ..................................................................................................... X
DAFTAR ISI .................................................................................................... XI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian .................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 5
E. Penegasan Istilah .................................................................................. 7
F. Metode Penelitian................................................................................. 9
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................ 9
2. Kehadiran Penulis .............................................................................. 10
3. Lokasi Penelitian ................................................................................ 10
4. Sumber Data....................................................................................... 11
a. Data Primer ................................................................................... 11
b. Data Sekunder ............................................................................... 11
5. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 12
a. Metode Wawancara ....................................................................... 12
b. Metode Observasi .......................................................................... 13
c. Metode Dokumentasi .................................................................... 13
XI
6. Analisis data ...................................................................................... 14
7. Pengecekan Keabsahan Data ............................................................. 15
“Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayah dan ibunyalah yang menjadikan yahudi, nasrani, atau majusi”.
Oleh sebab itu anak menjadi tanggung jawab orang tua yang telah
di amanatkan Allah SWT.Untuk di didik dan di arahkan menjadi seorang
yang berakhlaq karimah.Islam memandang anak merupakan amanat yang
dibebankan oleh Allah Swt kepada orang tuanya. Mereka harus
mengantarkan anak-anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri
kepada Allah SWT.
Keluarga sesungguhnya tidak hanya sebatas pada ikatan
perkawinan saja untuk mendapatkan keturunan, akan tetapi keluarga
1
merupakan sumber pendidikan yang utama. Sebab keluarga merupakan
salah satu elemen terkecil di dalam masyarakat.(Chabib,1996:103).
Menurut Djamarah (2004:2), antara keluarga dan pendidikan
adalah dua istilah yang tidak bisa dipisahkan, karena dimana ada keluarga
di situ pula terdapat pendidikan. Di mana ada orang tua disitu pula anak
merupakan suatu kemestian dalam keluarga. Ketika terdapat orang tua
yang mendidik anaknya, maka pada waktu yang sama ada anak yang
menhajatkan pendidikan dari orang tuanya. Dari hal tersebut muncullah
istilah “pendidikan keluarga”, artinya pendidikan yang berlangsung dalam
keluarga yang dilaksanakan oleh orang tua sebagai tugas dan tangggung
jawabnya dalam mendidik anak pada keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, dalam
lingkungan ini anak mendapatkan pengaruh. Oleh sebab itu, keluarga
merupakan pendidik tertua yang bersifat informal dan kodrati. Tugas
keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak,
sehingga anak dapat berkembang secara baik. Tugas mendidik anak pada
hakikatnya tidak bias dilimpahkan kepada orang lain. Kecuali jika anaknya
dimasukkan ke lembaga sekolah misalnya, tugas dan tanggung jawab
mendidik berada di tangan orang tuanya tetap melekat padanya.
Pendidikan agama dan spiritual bagi anak-anak adalah termasuk
bidang-bidang yang harus mendapatkan perhatian penuh oleh
keluarga.Yaitu dengan membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual
yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama
2
yang sehat dan mengamalkann ajaran-ajaran agama. Pendidikan agama
yang paling mendasar dan paling utama yaitu dengan mendidik anak untuk
mengetahui bagaimna cara ia beribdah dan berkomunikasi kepada Allah
SWT. Dengan menanamkan pendidikan ibadah kepada anak maka akan
menimbulkan rasa tanggung jawab baik tanggung jawab kepada dirinya
sendiri, sesama manusia, dan kepada Allah SWT.
Djamarah (2004:25), pendidikan dalam keluarga memiliki nilai
strategisdalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak
sudahmendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya melalui
keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga.
Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru merupakan salah satu
wilayah yang ada di Kabupaten Semarang. Ada banyak keberagaman yang
ada pada desa ini, terlebih banyaknya pendatang dari daerah-daerah lain
yang sekarang menetap di desa Banyubiru. Hal ini yang menimbulkan
adanya keberagaman dan perbedaan, baik tentang adat maupun agama.
Dalam bermasyarakat ada banya agama yang ada di Indonesia, di Desa
Banyubiru pula terdapat perbedaan agama antara lain Islam, Katholik, dan
Kristen. Ketiga agama ini yang mendominasi kepercayaan masyarakat
yang ada di Desa banyubiru.
Tidak berbeda pula terdapat berbedaan yang cukup kompleks
dimana dalam satu keluarga di Desa Banyubiru ini memiliki kepercayaan
yang berbada. Yaitu seperti seorang anak yang memiliki ayah seorang
muslim dan ibu seorang Katholik. Hal ini akan menimbulkan
3
permasalahan dalam batin si anak. Dalam hal pendidikan ibadah pula anak
tersebut di bingungkan oleh cara beribadah kedua orang tuanya yang
sangat berbeda, akibatnya anak menjadi bingung. Di sinilah peran orang
tua sangan diperlukan untuk mendidik dan menanamkan masalah
pendidikan ibadah kepada anaknya. Apabila anak tersebut memiliki
kepercayaan dan berkeyakinan islam maka orang tua wajib mendidiknya
dengan menanamkan nilai-nilai ajaran Islam terutama tentang pendidikan
ibadahnya. Selain itu pula, anak juga harus ditanamkan rasa toleransi yang
sangat besar untuk dapat menghormati dan menghargai perbedaan agama
yang ada dalam keluarganya. Sebab dalam lingkup keluarga beda agama
agama ada berbagai kepentingan yang berbeda sehingga tidak mustahil
jika ada perbedaan perlakuan dalam keluarga dan kesempatan
mengembangkan potensi diri dalam beragama, dalam hai ini adalah
pendidikan ibadah agama Islam. Hal inilah yang melatar belakangi penulis
melakukan penelitian dengan judul “PENDIDIKAN IBADAH
MAHDHAH PADA ANAK KELUARGA BEDA AGAMA (STUDI
KASUS DI KELUARGA BEDA AGAMA DI DESA BANYUBIRU
KECAMATAN BANYUBIRU KABUPATEN SEMARANG) TAHUN
2017”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti
merumuskan fokus penelitian mengenai pendidikan ibadah mahdhah pada
4
anak keluarga beda agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru pada
tahun 2017 secara singkat sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan ibadah mahdhah pada anak
keluarga beda agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang tahun 2017?
2. Problematika serta solusi apa dalam pendidikan ibadah mahdhah pada
anak keluarga beda agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada fokus penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan ibadah mahdhah pada anak
keluarga beda agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang tahun 2017.
2. Untuk mengetahui problematika serta solusi terbaik dalam
memecahkan masalah tentang pendidikan ibadah mahdhah pada anak
keluarga beda agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang tahun 2017.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi yang
jelas tentang pendidikan ibadah pada anak keluarga beda agama di Desa
Banyubiru Kecamatan Banyubiru pada tahun 2017. Dari informasi tersebut
diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis,
yaitu:
5
1. Secara Teoritis
a. Hasil penlitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan
khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya tentang
pendidikan ibadah pada anak keluarga beda agama.
b. Memberikan sumbangan pemikiran sebagai solusi atas masalah
yang dihadapi dunia Islam.
c. Menjadi refrensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik
meneliti terutama tentang pendidikan ibadah anak keluarga beda
agama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Orang Tua
1) Sebagai bahan masukan bagi orang tua tentang pentingnya
pendidikan ibadah bagi anak.
2) Sebagai bahan masukan bagi orang tua tentang keutamaan
pendidikan ibadah bagi anak.
3) Orang tua hendaknya dapat menanamkan sikap aling
menghargai, menghormati, toleransi, dan mengasihi terhadap
anggota keluarganya.
b. Bagi Anak
1) Agar dapat mengembangkan sikap toleransi dalam kehidupan
beragama.
2) Cobaan yang dialami dalam hidup jangan mematahkan
semangat dalam menggapai cita-cita.
6
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalah pemahaman dalam menginterpretasikan judul
tersebut, maka penulis akan memberikan penegasan atau penjelasan demi
adanya ketegasan istilah judul dan permasalahan yang akan di bahas, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Pendidikan
Menurut Ahmad D Marimba (1989:19), pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
Sehingga yang dimaksud pendidikan oleh penulis adalah
pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya dengan
memberikan latihan dan tuntunan sehingga dapat memiliki pengetahuan
yang luas. Pemberian pelatiahan ibadah kepada anak seperti tata cara
beribadah dan manfaaat yang didapat setelah melaksanakan ibadah.
2. Ibadah Mahdhah
Hakikat ibadah adalah penghambaan dan perbudakan, sedangkan
secara terminologi adalah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-
aturan Allah dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan
perintahnya, mulai akil baligh sampai meninggal dunia. Indikasi ibadah
adalah kesetiaan, kepatuhan, dan penghormatan serta penghargaan
kepada Allah SWT serta dilakukan tanpa adanya batasan serta bentuk
khas tertentu (Muhaimin, 2005:279).
7
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang dari segi perkataan, perbatan
telah didesain oleh Allah SWT kemdian diperintahkan kepada Raslullah
SAW untuk mengerjakannya. Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah
ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah tingkat, tata cara dan
perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengerti suatu apapun, dan Dia memberi kamu pendengaran, pemglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”(Departemen Agama RI,2007:275)
Oleh sebab itu, sebagai orang dewasa hendaknya
memberikan teladan yang baik bagi anak dalam tiap ucapan,
tingkah laku, sehingga dapat tercermin pula dalam diri anak
kepribadian yang baik.
Hasbullah (1999:39-43) menjelasakan bahwa pendidikan
informal memiliki beberapa fungsi yaitu:
1) Pengalaman pertama masa kanak-kanak
Lembaga pendidikan yang ada dalam keluarga member
pengalaman pertama yang merupakan factor penting dalam
perkembangan pribadi anak. Suasana dari sinilah
keseimbangan jiwa di dalam perkembangan individu
selanjutnya ditentukan.
2) Menjamin kehidupan emosional anak
Melalui pendidikan keluarga ini kehidupan emosional atau
kebutuhan akan rasa sayang dapat terpenuhi atau dapat
21
berkembang secara baik, hal ini disebabkan karenan adanya
hubungan darah antara pendidik dan anak didik, karena orang
tua hanya menghadapi sedikit anak didik dan karena
hubungan itu tadi didasarkan rasa cinta kasih sayang murni.
3) Menanamkan dasar pendidikan moral
Di dalam keluarga, merupakan penanaman pendidikan
pertama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya
tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan
yang dapat dijadikan contoh bagi anak-anaknya guna
membentuk manusia susila.
4) Memberikan dasar pendidikan sosial
Keluarga merupakan lembaga sosial resmi, yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak. Perkembangan benih-benih social
pada anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat
kehidupan keluarga yang perlu menciptakan rasa tolong
menolong dan gotong royong kekeluargaan.
5) Peletakan dasar-dasar keagamaan
Keluarga disamping berfungsi dalam menanamkan dasar-
dasar pendidikan moral, social, juga berfungsi dalam
peletakan dasar-dasar keagamaan. Karena masa anak-anak
adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar
hidup beragama.
22
Dari fungsi pendidikan diatas menunjukan bahwa
pendidikan informal tidak dapat diabaikan begitu saja. Justru
dalam pendidikan informal inilah yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak. Oleh sebab itu setiap orang tua harus
mampu mendidik anaknya dengan baik karena pendidikan
keluarga merupakan sarana dalam membentuk karakteristik
serta kepribadian anak.
b. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah usaha pendidikan yang
diselenggarakan secara sengaja, berencana, terarah dan
sistematis melalui suatu lembaga pendidikan yang disebut
sekolah. (Ihsan,2001:77)
Dari pengertian tersebut maka, sekolah adalah tempat
berlangsungnya pendidikan formal yang mempunyai program
jelas dan resmi yang bertujuan untuk mengembangkan
ketrampilan, sikap, pengetahuan serta nilai-nilai berdasarkan
jenjang pendidikan dan umur anak.
Lembaga pendidikan formal (sekolah) adalah lembaga
pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga yang tidak
bersifat kodrati, yakni tidak atas dasar hubungan darah antara
guru dan murid seperti halnya dalam keluarga tetapi
berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan.
(Hasbullah,1999:71)
23
Hasbullah (1999:52-53), lembaga pendidikan formal
memiliki banya ragamnya serta tergantung dari sebagaimana
melihatnya.
1) Ditinjau dari segi mengusahakan
a) Sekolah Negeri
Yaitu sekolah yang diusahakan pemerintah, baik dari
segi pendanaan fasilitas, keuangan maupun pendanaan
tenaga pengajar. Instansi penyelengara pada umumnya
adalah departemen pendidikan dan kebudayaan
(Depdikbud) untuk sekolah-sekolah umum, dan
departemen agama untuk sekolah-sekolah yang berciri
khas agama Islam.
b) Sekolah Swasta
Yaitu sekolah yang diusahakan oleh selain pemerintah,
yaitu badan-badan swasta. Dilihat dari statusnya, sekolah
swasta terdiri dari disamakan, diakui, terdaftar, damn
tercatat.
2) Ditinjau dari sudut tingkatan
a) Pendidikan Pra Sekolah
Yaitu suatu penyelenggaraan pendidikan yang
diperuntukan bagi anak-anak sebelum memasuki jenjang
pendidikan.
24
b) Pendidikan Dasar
(1) Sekolah Dasar (SD) atau Madarasah Ibtidaiyah
(MI).
(2) Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
Madarasah Tsanawiyah (MTs).
c) Pendidikan Menengah
(1) Sekolah Menengah Umum (SMU) dan kejuruan.
(2) Madrasah Aliyah (MA).
d) Pendidikan Tinggi
(1) Akademi
(2) Institut
(3) Sekolah Tinggi
(4) Universitas
3) Ditinjau dari sifatnya
a) Sekolah umum, yaitu sekolah yang belum
mempersiapkan anak dalam kondisi spesialisasi pada
bidang pekerjaan tertentu. Sekolah ini penekanannya
adalah sebagai persiapan mengikuti pendidikan yang
lebih tinggi tingkatannya.
b) Sekolah kejuruan, yaitu lembaga pendidikan yang
mempersiapkan anak menguasai keahlian-keahlian
tertentu.
25
c. Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang
diselenggarakan secara sengaja dan berencana tapi tidak
sistematis di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
(Ihsan,2001:77)
Pada pendidikan nonformal tenaga pengajar, fasilitas,
waktu, cara pengajaran, dan komponen-komponen lainnya
disesuaikan dengan keadaan peserta didik. Sehingga
pendidikan ini dapat diperoleh oleh setiap lapisan masyarakat.
Materi yang disampaikan dalam pendidikan ini tidak hanya
mencangkup materi pelajaran saja, sehingga pelajarannya lebih
luas dan out put yang dihasilkan akan lebih baik sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
3. Unsur-unsur Pendidikan
Unsur-unsur pendidikan terdiri atas:
a. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik atau pribadi yang
otonom, yang ingin diakui keberadaannya yang ingin
mengembangkan diri secara terus menerus guna memecahkan
masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya.
Peserta didik memiliki ciri-ciri:
26
1) Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang
khas.
2) Individu yang sedang berkembang.
3) Individu yang membutuhkan bimbingan individu dan
perlakuan manusiawi.
4) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
b. Pendidik
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Pendidik
harus memiliki kewibawaan dan menghindari penggunaan
kekuasaan lahir.
c. Interaksi edukatif antar peserta didik dan pendidik
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal
balik antar peserta didik dengan pendidikmyang terarah kepada
tujuan pendidikan, dimana ketika proses pembelajaran yang
sedang berlangsung mendapatkan suasanan belajar yang efektif.
d. Materi atau isi pendidikan (kurikulum)
Dalam system pendidikan persekolah,materi telah diramu
dalam kurikulum yang disajikan sebagai sarana pencapaian
tujuan.
e. Konteks yang mempengaruhi pendidikan
Konteks yang dapat mempengaruhi dalam proses pendidikan
adalah alat dan metode yang diartikan sebagai segala sesuatu
27
yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk
mencapai tujuan pendidikan.
f. Perbuatan pendidik
Kegiatan yang dilakukan oleh pendidikketika menghadapi
peserta didik. Tata cara dan sikap seorang pendidik dalam
penyampaian pelajaran juga menunjang perkembangan peserta
didik, pendidik harus menghindari sikap menekan mental
peserta didik.
g. Evaluasi dan tujuan pendidikan
Sikap mengulas kembali pelajaran-pelajaran yang sudah
dipelajari dalam bentuk latihan dan tugas-tugas. Tujuannya
adalah membangkitkan, memicu, dan menyegarkan kembali
materi-materi yang telah dibahas sebelumnya, agar peserta didik
semakin mantap dalam menguasai pelajaran tersebut.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan, pendidikan dapat
berlangsung jika terpenuhi seluruh unsur-unsurnya. Setiap unsur
dalam pendidikan memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika
terdapat satu unsur dalam pendidikan tidak terpenuhi maka terjadi
ketidak seimbangan dalam proses pendidikan.
B. Ibadah Mahdhah
1. Pengertian Ibadah Mahdhah
Hakikat ibadah adalah penghambaan dan perbudakan,
sedangkan secara terminologi adalah usaha mengikuti hukum-
28
hukum dan aturan-aturan Allah dalam menjalankan kehidupan
yang sesuai dengan perintahnya, mulai akil baligh sampai
meninggal dunia.Indikasi ibadah adalah kesetiaan, kepatuhan, dan
penghormatan serta penghargaan kepada Allah SWT serta
dilakukan tanpa adanya batasan serta bentuk khas tertentu
(Muhaimin, 2005:279).
Hasbi-Al Shiddieqy (Saleh,2008:3-5) mengungkapkan dalam
kuliah ibadahnya:
Menurut ulama’ Tauhid ibadah adalah: “Pengesaan Allah dan pengagungan-Nya dengan segala kepatuhan dan kerendahan diri kepada-Nya”. Menurut ulama’ Akhlak, Ibadah adalah: “Pengalaman segala kepatuhan kepada Allah secara badaniah, dengan menegakkan syariah-Nya”.
Menurut ulama’ Tasawuf, Ibadah adalah: “Perbuatan mukallaf yang berlawanan dengan hawa nafsunya untuk mengagungkan Tuhan-Nya”. Sedangkan menurut ulama’ Fiqh, ibadah adalah: “Segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai ridha Allah, dengan mengharapkan pahala-Nya di akhirat”.
Menurut jumhur ulama’: “Ibadah adalah nama yang mencangkup perbuatan , baik terang-terangan maupun diam-diam.”
Ibadah mahdah (ibadah yang ketentuannya pasti) yakni,
ibadah yang ketentuan dan pelaksanaannya telah ditetapkan oleh
nash dan merupakan sari ibadah kepada Allah SWT. Seperti
shalat, puasa, zakat, dan haji (Ahmad Thib Raya dan Siti
Musdiah, 2003:142).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ibadah
mahdhah adalah usaha yang dilakukan setiap umat untuk
29
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya yang dilakukan pada mulanya berasal dari hati namun
diwujudkan dengan perbuatan serta ucapan, sekaligus cerminan
ketaatan kepada Allah SWT yamg berupa ibadah khusus seperti
sholat, mengaji, dan puasa.
2. Hakikat Ibadah
Ketika seseorang diciptakan Allah maka tidak hanya semata-
mata ada di dunia tanpa adanya tujuan di balik diciptakannya
manusia. Allah menciptakan setiap insan untuk beribadah kepada-
Nya. Seperti firman Allah SWT dalam QS.Adzariyat ayat 56:
Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik dari pada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surge dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkam ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran”. (Departemen Agama, 2007:35). Dari ayat tersebut telah jelas bahwa setiap keluarga yang di bina
harus memiliki satu agama yang sama. Islam memandang bahwa
keluarga yang dibina memiliki beberapa agama yang berbeda maka
akan menimbulkan dosa. Walupun dalam kehidupan bermasyarakat
terdiri atas beberapa agama yang berbeda maka wajiblah bersikap
toleransi. Sehingga akan menimbulkan kerukunan dalam umat
beragama. Seperti fiman allah dalam Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 6:
لَكُمْ دِیْنُكُمْ وَلِيَ دِیْنِ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku”.(Departemen Agama RI, 2007:603)
E. Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian oleh Adi Pitoyo, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga tahun 2011yang berjudul “Pengaruh
Bimbingan Keagamaan Dalam Keluarga Terhadap Pengalaman
Ibadah Anak di Rw 06 Kelurahan Susukan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang”. Skripsi ini menjelaskan tentang
bimbingan yang keagamaan dalam keluarga dan pengalaman
ibadah anak sesudah dan sebelum mendapatkan bimbingan
37
ibadah. Yaitu apakah memiliki pengaruh yang cukup signifikan
atau tidak terhadap pengalaman ibadah anak setelah
mendapatkan bimbingan ibadah dalam keluarga. Penelitian
dalam skripsi ini menitik beratkan pada pengaruh bimbingan
ibadah dalam keluarga sebelum dan sesudah anak mendapatkan
bimbingan pengalaman ibadah.
2. Penelitian oleh Yaquta Mustofiah, Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga tahun 2012 yang berjudul “Pendidikan
Agama Islam Pada Anak Dalam Keluarga Beda Agama di
Kelurahan Sidorejo Lor Kota Salatiga”. Skripsi ini menjelaskan
tentang pendidikan agama Islam yang berlangsung pada suatu
keluarga yang berbeda agama. Yang mencangkup berbagai
macam metode yang diberikan orang tua dalam membimbing
anaknya untuk mempelajari agama islam. Berbagai macam
problematika orang tua beda agama dalam mendidik anaknya
dalam memberikan pembelajaran agama islam. Penelitian dalam
skripsi ini menitikberatkan bagaimana cara orang tua yang
memiliki perbedaan agama dalam mendidik anaknya dalam hal
pendidikan agama islam.
Dari dua penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan
dengan penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang penulis teliti
adalah pada penelitian yang terdahulu menjelaskan tentang pendidikan
ibadah yang dilakukan orang tua kepada anaknya sebelum dan sesudah
38
mendapatkan pendidikan agama Islam. Serta pada penelitian
selanjutnya hanya meneliti pada anak yang beragama islam saja dalam
mendapatkan pendidikan ibadah pada keluarga yang beda agama. Jika
dibandingkan, penelitian yang penulis teliti adalah meneliti tentang
pendidikan ibadah pada anak keluarga beda agama, baik anak tersebut
beragama Islam maupun non Islam. Terdapat metode yang diberikan
untuk mendidik anak yang memiki keyakinan yang berbeda dengan
orang tuanya, problematika serta pencarian solusi yang tepat dalam
mendidik ibadah anak walaupun memiliki orang tua yang berbeda
agama.
39
BAB III
PROFIL DATA
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Desa Banyubiru terletak di Kecamatan Banyubiru Kabupaten
Semarang. Terletak diantara Kota Salatiga dan Ambarawa. Desa
Banyubiru merupakan daerah yang memiliki potensi Sumber Daya
Manusia (SDM) yang cukup besar mencapai 8.459 jiwa dan memiliki
potensi wilayah yang luas mencapai 677,087 ha. Memiliki iklim tropis
dan memiliki hawa yang cukup sejuk. Suhu udara rata-rata berkisar
antara 23-25 derajat celcius pada pagi hari dan 29 deraajat celcius
pada siang hari.
Adapun batas Wilayah Desa Banyubiru adalah sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara : Kelurahan Pojok Sari.
b. Sebelah Barat : Desa Rapah / Desa Brongkol.
c. Sebelah Selatan : Desa Wirogomo
d. Sebelah Timur : Desa Kebondowo
Mengenai pertanahan adalah sebagai berikut:
a. Tanah Sawah : 192.087 Ha
b. Irigasi teknis : 41.00 Ha
c. Irigasi ½ teknis : 133.087 Ha
40
d. Sederhana : -
e. Tanah AD (Angk. Darat) : 18.000 Ha
f. Tanah kering : 264.963 Ha
g. Pekarangan/bangunan : 72.123 Ha
h. Tegalan/kebunan : 178.860 Ha
i. Padang gembala : -
j. Tambak/kolam : -
k. Rawa : 220.000 Ha
2. Keadaan Penduduk
Desa Banyubiru terletak diantara Kota Salatiga dan
Ambarawa. memiliki 9 dusun dan memiliki jumlah penduduk
mencapai 8.459 jiwa. Untuk lebih rinci diklasifikasikan menurut
dusun dan jumlah RT dan RW pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Dusun dan RT/RW se Desa Banyubiru
NO DUSUN JUMLAH RW JUMLAH RT KETERANGAN
1 Krajan 2 11
2 Kampung Rapet
1 4
3 Randusari 2 4
4 Tegalwuni 2 6
5 Cerbonan 3 9
6 Demakan 2 8
41
Penduduk Desa Banyubiru terdiri atas jiwa. Adapaun klasifikasi
penduduk berdasarkan jenis kelamin pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Penduduk Desa Banyubiru berdasarkan jenis kelamin tahun 2017
NO Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-laki 4.482
2. Perempuan 4.377
Jumlah 8.859
Desa Banyubiru mempunyai jumlah penduduk 8.859 Jiwa, yang tersebar 9 dusun yang terdiri atas berbagi jenjang usia. Berikut klasifikasi penduduk Desa Banyubiru berdasarkan usia:
Tabel 3.3
Penduduk Desa Banyubiru berdasarkan kelompok usia tahun 2017
NO Kelompok Umur
(Tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
1 0 < 1 446 496 942
7 Pancuran 1 4
8 Dangkel 1 Rw ikut Rw II Dusun Krajan
9 Tawang Rejo 1 2
10 Jumlah Dusun total 9
Jumlah Rw total :
14
Jumlah Rt total : 49
42
2 1 < 5 412 416 828
3 6 < 10 378 435 813
4 11 < 15 405 432 837
5 16 < 20 399 488 887
6 21 < 25 456 438 894
7 26 < 30 438 395 833
8 31 < 40 382 449 831
9 41 < 50 397 338 735
10 51 < 60 343 371 714
11 60 keatas 251 294 545
Jumlah 4307 4552 8859
Penduduk Desa Banyubiru berjumlah 8.859 jiwa, yang memiliki
kepercayaan beragam. Untuk lebuh jelasnya sesuai dengan tabel di bawah ini:
Tabel 3.4
Penduduk Desa Banyubiru berdasarkan Agama tahun 2017
No Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah
Agama
1. Islam 4.177 4.083 8.260
2. Kristen 93 102 195
3. Katholik 203 186 389
4. Hindu 5 9 14
5. Budha 1 0 1
43
6. Kepercayaan 0 0 0
Jumlah 8.859
Desa Banyubiru adalah desa dengan latarbelakang penduduk yang
memiliki pekerjaan yang beragam. Adapun lebih jelasnya pada tabel berikut:
Tabel 3.5
Mata pencaharian penduduk Desa Banyubiru tahun 2017
NO Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 PNS 46 14 60
2 TNI 22 0 22
3 Polri 23 3 26
4 Pegawai Swasta 166 51 217
5 Pensiunan 148 116 264
6 Pengusaha 22 0 22
7 Buruh Bangunan 42 0 42
8 Buruh Industri 92 194 286
9 Buruh Tani 36 11 47
10 Petani 56 0 56
11 Peternak 5 0 5
12 Nelayan 15 0 15
13 Lain-lain 66 10 76
Jumlah 739 399 1138
44
3. Penyelenggara Organisasi Pemerintah Desa Banyubiru dan
Lembaga Desa
Tabel 3.6
Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Banyubiru
No. Jabatan Nama
1. Kepala Desa Sri Anggoro Siswaji
2. Sekertaris Desa Tri Joko Siswantoro
3. Kaur Keuangan Sudarmanto Setiadi, SP
4. Kasi Umum Suwadi
5. Kaur Pemerintahan Anik Sri Rahayu, SH
6. Kaur Pembangunan H. Joko Sungkono
7. Kaur Kesra Suhodo
8. Pembantu Perangkat Didik Kiswantoro
9. Kadus Krajan Djoko Feriyanto
10. Kadus Dangkel Sugiyanto
11. Kadus Kampung Rapet PD. Supri Daryono
12. Kadus Randusari Ismail
13. Kadus Tegalwuni Sukaryanto
14. Kadus Cerbonan Achmad Mujadil
15. Kadus Demakan Mudiono
16. Kadus Pancuran Purwadi
17. Kadus Tawang Rejo Slamet
45
4. Keadaan Agama dan Sosial Ekonomi
a. Keadaan Sosial Ekonomi
Dalam kehidupan bermasyarakat khususnya dalam bidang
ekonomi juga nampak adanya peningkatan taraf hidup dan inkam
perkapita waluapun tidak signifikan. Harga barang kebutuhan
sehari-hari khususnya 9 bahan pokok tetap terkendali dan dapat
dijangkau oleh masyarakat.
Adanya bantuan-bantuan dari pemerintah baik dalam
program Raskin, Jamkesmas yang sudah tertata sistem
penyalurannya pada keluarga tidak mampu (miskin). Namun
demikian hal ini mempunyai dua dampak di satu sisi berdampak
positif sehingga masyarakat bisa mengembangkan dana bantuan
menjadi modal usaha tetapi di sisi lain juga berdampak negatif
karena masyarakat menjadi lebih malas untuk berusaha (dalam
istilah jawa njagakke) dan juga menimbulkan sedikit keirian warga
yang tidak dapat bantuan namun dari semua itu kami selaku
pemerintah Desa sudah mencoba mengatasinya sehingga
masyarakat bisa memahami.
Dalam kehidupan berkoperasi di Desa Banyubiru cukup
menggembirakan dimana di tiap-tiap Dusun sampai ke tingkat RT
maupun lingkungan tumbuh pra koperasi yang dikelola oleh warga
setempat.
46
Dengan adanya pra koperasi ini juga sangat berpengaruh
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Banyubiru. Apalagi
ditunjang dengan program PNPN-Mandiri khususnya di bidang
Simpan Pinjam dan UEP yang bisa dinikmati masyarakat pencari
modal usaha kecil menengah tanpa jaminan dan bunga sangat lunak
sehingga mempercepat putaran bisnis / ekonomi di desa.
b. Keadaan Agama Melihat pada tabel 3.4 kehidupan beragama di wilayah
Desa Banyubiru terasa penuh dengan rasa kekeluargaan, toleransi
antar umat beragama juga nampak hidup dengan harmonis. Dengan
adanya pengajian-pengajian, jemaah Yasin/Berjanji, Jemaah
Misa/Kebaktian yang berkembang kondusif sehingga bisa
meningkatkan kualitas ketaqwaan masing-masing pemeluk agama.
Bahkan toleransi dalam beragama juga terdapat dalam satu
lingkungan keluarga. Yaitu keluarga yang memiliki perbedaan
agama antar anggota keluarga. Yang biasanya dalam keluarga
hanya ada 1 agama yang dianut tetapi ini terdapat 2 agama yang di
anut. Sehingga dalam kasus ini toleransi dalam beragama sangat
dibutuhkan.
Pendidikan keagamaan bagi anak juga diperhatikan, sebab
dalam satu lingkungan keluarga memiliki perbedaan agama. Harus
adanya dukungan dari orang tua yang memiliki agama yang sama
dan juga orang tua yang berbeda agamanya dengan anak. Sebab
47
agama yang diajarkan dalam keluarga akan mempengaruhi anak
dalam beribadah dan dalam kehidupannya.
B. Temuan Penelitian
1. Pelaksanaan Pendidikan Mahdhah Ibadah Pada Anak
Keluarga Beda Agama di Desa Banyubiru Kecamatan
Banyubiru Kabupaten Semarang.
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pendidikan ibadah anak pada keluarga beda
agama yang terdiri atas 6 keluarga yang berjumlah 20 Informan
sebagai berikut:
Pendidikan ibadah anak pada responden ke-1, yaitu bapak
YLT dan ibu T orang tua dari SWS. Penulis mendapakan data pada
tanggal 11 Mei 2017 di Dusun Tegalwuni dan hasilnya sebagai
berikut:
Pada keluarga SWS (15th) awalnya memiliki keluarga yang
beragama Islam. Ibunya T dan ayahnya YLT adalah seorang
menikah sesuai dengan syariat islam. Tetapi keadaan berubah
ketika adik bapak YLT menikah dengan seorang pendeta sehingga
secara tiba-tiba bapak YLT memutuskan untuk berpindah agama
menjadi seorang Khatolik.
Sebagaimana yang dituturkan oleh bapak YLT adalah sebagai
berikut:
“Dulunya saya menikah dengan syariat Islam. Tetapi setelah beberapa tahun menikah trus adik saya menikah dengan seorang
48
pendeta ada sing beda dengan saya. Yaa akhirnya saya pindah agama mbak. Tapi saya tidak memaksa anak dan istri saya ikut dengan agama saya sekarang. Walaupun saya, istri dan anakku punya agama yang berbeda tapi dalam mendidik agama anak saya tetap memberikan pelajaran yang terbaik untuk anakku mbak.” ( 11 mei 2017). Pada saat itu SWS sudah berusia 5 tahun ia memeluk agama
Islam. Seperti pada umumnya SWS dididik oleh ibunya T untuk
mengaji dan sholat seperti membelikan Iqro’ untuk belajar mengaji
bersama ibunya. Dalam hal sholat SWS kecil juga diajarkan ibunya
serta mendapatkan ilmu agama di sekolah hingga saat ini. Dalam
hal ini bapak YLT tidak mempermasalahkan memiliki perbedaan
keyakinan dengan anaknya. Bahkan bapak YLT sering menyuruh
anaknya untuk sholat dan mengaji.
Sebagaimana yang di tuturkan ibu T adalah sebagi berikut:
“Nak SWS sudah tak ajari sholat sama ngaji dari dia kecil mbak. Tak tumbaske iqra’ sama sarung. Nak ngaji tak masukke TPQ tempat e Mbah Bakrim trus sholat tak ajari alon-alon mbk. Bapak ne nak ngerti SWS durung sholat kui mesti di elingke mbak kon sholat walau pun bedo agamane. Tapi biyen pas iseh cilik SWS kui mesti melu neng gereja karo bapakne nganti kira-kira SD kelas 5nan lagi mudeng ora melu meneh neng greja. Aku ya tetep ngajari anakku sing apik nak kabeh agama kui ngajarke ibadah sing apik”.(11 Mei 2017) Hal yang hampir serupa juga terjadi pada informan ke-2 yaitu
keluarga bapak H dan ibu D orang tua dari V (13 tahun) dan S (9
tahun) penulis mendapatkan datanya pada tanggal 13 Mei 2017 di
Dusun Tegalwuni, dan hasilnya sebagai berikut:
Pada awalnya bapak H menikah dengan ibu D yang memiliki
latar belakang keluarga beragama Khatolik. Setelah menikah ibu D
49
menjadi seorang mualaf sebab mengikuti keyakinan bapak H.
Setelah lahir anak ke-2 yaitu S, ibu D memutuskan untuk berpindah
keyakinan kembali menjadi seorang Khatolik. Sebagaimana yang
dituturkan oleh ibu D kepada penulis adalah sebagai berikut:
“Dulunya saya pindah agama itu ikut suami mbak, setelah itu saya merasa tidak nyaman yaa saya putuskan balik lagi ke agama saya yang dulu. Anak saya yang besar V mengikuti agama bapaknya trus yang S ikut agama saya. Tapi saya memberikan ajaran ibadah sesuai dengan agama mereka mbak dan tidak pernah saya paksa-paksa”. (13 Mei 2017).
Bapak H mengajari putrinya V untuk sholat dan mengaji
seperti mengibaratkan orang yang hidup itu membutuhkan
makanan. Sedangkan Ibu D mengajari anaknya S dengan selalu
membawanya ke gereja setiap kali peribadatan. Dalam keluarga ini
tidak terjadi pemaksaan dalam hal beribadah dan memeluk agama.
Sebagaimana yang di tuturkan bapak H:
“Agama kui koyo wong sing urip trus butuh panganan mbak, dadi V kui tak ajari ibadah sholat, ngaji ora tau tak peksa. Malahan ibune kui sing jengkel nak V lali ora sholat. Tak kon mangkat TPQ nang Mbah Bakrim ben iso ngaji gawe erip e dewe. Beda karo S mbak, S kui mesti angel yen di kandani kon melu ibune neng greja malah seneng dolan wae, aku ya jengkel mbak nak S kui ora melu sembahyangan. Makane kui saben minggu melu neng greja karo sekolah minggu neng greja”. (13 Mei 2017). Pelaksanaan pendidikan ibadah anak pada informan yang
ke-3 penulis mewawancarai pada keluarga bapak C dan ibu D
orang tua M (7 tahun) pada tanggal 17 Mei 2017 di Dusun
Cerbonan, dan hasilnya sebagai berikut:
50
Bapak C dan ibu D menikah secara agama Katholik. Bapak
C memiliki latar belakang keluaraga Khatolik dan ibu D memiliki
latar belakang agama Islam. Tetapi ibu D tetap teguh dengan
keyakinannya yaitu Islam walaupun menikah secara
Khatolik.seperti yang di tuturkan ibu D kepada penulis yaitu:
“Saya dulu menikah di gereja mbak, tapi saya tidak mau pindah keyakinan. Saya percaya Allah maha tau mbak. Suami saya juga tidak memaksa untuk saya pindah agama, dia (suami)juga mempertahankan agamanya. Kalau menikah di gereja gak harus jadi katholik mbak, sehingga diputuskan menikah di gereja. Untuk anak saya sekarang ikut dengan saya menjadi seorang muslimah”(17 Mei 2017). Ibu D mengajarkan agama Islam pada anaknya M sejak
usia dini dan suaminya tidak mempermasalahkan. Bahkan sejak
masuk sekulah M di masukkan di sekolah Islam di tambah lagi
dengan pembelajaran yang dilakukan di rumah pada saat ibu D
sholat maka mengajak anaknya M untuk ikut sholat. Seperti yang
dituturkan ibu D sebagai berikut:
“Anak saya M harus pintar agamanya mbak. Dari kecil saya sekolahkan di RA sekarang saya sekolahkan di MI. Setiap sore saya suruh dia (M) ikut TPQ dan selalu saya ingatkan ketika masuk waktu sholat. Suami (C) tidak pernah mempermasalahkan apa yang saya ajarkan pada M, malahan dia (suami) sangat mendukung yang saya lakukan”.(17 Mei 2017). Pelaksanaan pendidikan ibadah anak pada informan ke-4
yaitu keluarga bapak Y dan ibu N orang tua dari DD (14 tahun) dan
P (10 tahun). Penulis mendapatkan data pada tanggal 20 Mei 2017
di dusun Tegalwuni dan hasilnya sebagai berikut:
51
Pada awalnya latar belakang keluarga bapak Y dan Ibu N
adalah keluarga beragama Islam. keluarga ini termasuk dalam
keluarga yang sederhana. Pada saat P kelas 2 SD terdapat tetangga
yang mengajak untuk ikut PPA gereja. Alasannya yaitu untuk
pelatihan sekolah seperti les mata pelajaran. Karena sering dibantu
ekonomi dari gereja seperti bantuan uang dan sarana prasarana
sekolah, ibu N memutuskan berpindah agama Khatolik serta P
diajak untuk berpindah agama. Seperti yang dituturkan ibu N
sebagai berikut:
“Dulunya saya beragama Islam mbak tapi setelah anaka
saya P ikut PPA dan saya mengetahui bagaimana ajaran yang
diberikan di sana, saya merasa ingin berpindah keyakinan, dan
akhirnya saya berpindah keyakinan. Suami (bapak Y) pada
awalnya tidak mensetujui, tapi ini jalan hidup saya mbak. Agama
kan pilihan mbak kemantapan seseorang, akhinya dia (suami)
mengikhlaskan saya dan P pindah keyakinan”.(20 mei 2017).
P dididik oleh Ibu N dengan pendidikan ibadah khatolik
sedangkan DD dididik bapak Y dengan pendidikan ibadah Islam.
ibu N juga sering mengingatkan DD untuk sholat dan mengaji,
begitu pula sebaliknya Bapak Y yang mengingatkan P untuk
sembahyangan. Bapak Y memberikan pendidikan ibadah pada DD
dengan cara memasukkan DD ke sekolah Islam dan mendidiknya
di rumah dengan menyuruh untuk selalu sholat dan mengaji.
Seperti yang dituturkan bapak Y sebagai berikut:
52
“DD tak didik mbak tak masukke sekolah Islam ben ora kepengaruh karo godaan-godaan podo ibune. Biyen cilik e tak kon ngaji sholat saben aku sholat tak kon melu, setiap Jum’atan tak ajak ben iso ngerti kewajiban e ibadah marang gusti Allah. Aku mung iso doa mugo anakku P iso mlebu neng Islam meneh mbak”. (20 Mei 2017). Penulis mewawancarai pada informan yang ke-5 dan
ternyata memiliki kesamaan pada informan ke-3. Pendidikan
ibadah anak pada keluarga bapak M dan ibu T orang tua dari D (15
tahun). Penulis mendapatkan datanya pada tanggal 21 Mei 2017 di
Dusun Randusari dan hasilnya sebagai berikut:
Bapak M dan ibu T menikah secara agama Katholik. Bapak
M memiliki latar belakang keluarga Khatolik dan ibu T memiliki
latar belakang agama Islam. Tetapi ibu T tetap teguh dengan
keyakinannya yaitu Islam walaupun menikah secara
Khatolik.seperti yang di tuturkan ibu T kepada penulis yaitu:
“Awalnya saya tidak direstui orang tua mbk, setelah orang tua tau saya tidak berpindah keyakinan maka saya diperbolehkan menikah walaupun menikah di gereja”.(21 Mei 2017). Pendidikan ibadah anak pada keluarga ini berlangsung
secara Islami. Sejak kecil D dididik menjadi seorang muslimah. Ibu
T sendiri yang mengajarkan D mengaji dan sholat. Pendidikan itu
berlangsung pada saat ibu T akan melaksanakan sholat atau
mengaji dan mengajak D untuk diajari. Sedangkan bapak M tidak
mempermasalahkan perbedaan agama tersebut. Seperti yang
dituturkan ibu T sebagai berikut:
53
“Saya mengajari D untuk mengaji dan sholat mbak ketika saya juga akan melaksanakannya. Membelikan mukena kecil dan Iqra’ supaya dapat diajari sedikit-sedikit cara beribadahkepada Allah. Dia (Suami) tidak pernah melarang bahkan ia selalu mengingatkan jika lupa”. (21 Mei 2017). Pendidikan ibadah anak pada informan ke-6, yaitu bapak N
dan ibu S orang tua dari T (11 tahun), yang penulis peroleh data
pada tanggal 27 Mei 2017 di Dusun Tegalwuni dan hasilnya sebagi
berikut:
Bapak N dan Ibu S menikah secara syariat Islam. Setelah 1
tahun pernikahan bapak N kembali ke agamanya semula yaitu
Khatolik. Ibu S memiliki latar belakang keluarga Islam dan bapak
N memiliki latar belakang keluarga katholik. Seperti yang
dituturkan bapak N sebagai berikut:
“Dulunya saya menikah secara Islam mbak, tapi kira-kira sudah satu tahun menikah saya berpindah agama lagi karena saya merasa nyaman dengan agama saya yang dulu”. (27 Mei 2017). Dalam pendidikan ibadah ibu S mendidik anaknya T
secara Islam. Seperti dari kecil diajarkan mengaji dan sholat serta
memasukkannya TPQ. Tetapi tidak jarang juga bapak N mengajak
anaknya T untuk ikut ke gereja walaupun di dalam gereja tidak ikut
bersembahyang. Seperti yang dituturkan ibu S sebagai berikut:
“Saya didik T mbak dari kecil tak ajari sholat, ngaji tak masukke TPQ. Sampai sekarang juga sering tak ingatke kalau belum sholat, bapaknya malah kadang ikut peringatke T kalau belum sholat bahkan sampai dimarahi. Pas T masih kecil bapaknya sering ajak T ikut ke gereja pas acara natal sama paskah, tapi T sudah tak kasih tau supaya tidak ikut sembahyang di sana”. (27 Mei 2017).
54
Dari Ke enam informan penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa ke enam keluarga yang berbeda agama tersebut memiliki
penyebab perbedaan agama yang hampir sama. Ada yang pada
awalnya sama sama menikah dalam keadaan seagama lalu salah
satu berpindah keyakinan pada saat sudah menikah, dan ada pula
yang menikah tanpa ada yang berpindah agama.
Dalam pendidikan ibadah mahdhah pada anak, sudah
diajarkan dari anak tersebut berusia dini. Pada anak yang mengkuti
bapak atau ibunya yang beragama Islam orang tua memberikan
pendidikan dengan cara mengajarinya secara langsung pada saat
melaksanakan ibadah baik sholat maupun mengaji. Dan pada anak
yang beragama non Islam juga hampir sama dengan yang
dilakukan pada anak yang beragam Islam.
Bahkan toleransi beragama pada setiap keluarga sangat
besar. Yaitu saling mengingatkan dalam hal beribadah baik antara
bapak, ibu, dan anak.
2. Problematika dan Solusi Pendidikan Ibadah Mahdhah pada
Anak Keluarga Beda Agama di Desa Banyubiru Kecamatan
Banyubiru Kabupaten Semarang.
Dari observasi yang dilakukan penulis pada keluarga beda
agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru Kabupaen
Semarang menunjukkan bahwa problematika serta solusi yang
55
yang diperoleh dalam mendidik ibadah anak di keluarga beda
agama adalah sebagai berikut:
Problematika serta solusi Pendidikan ibadah anak pada
informan ke-1 yaitu keluarga bapak YLT dan ibu T orang tua dari
SWS, yang penulis peroleh data pada 11 Mei 2017 sebagi berikut:
Problematika yang sering terjadi yaitu SWS terkadang
merasa malas dalam mengerjakan sholat dan lebih senang bermain
handphone. Ayahnya bapak YLT sesekali menegur, solusinya yaitu
memberikan suatu hadiah apabila SWS rajin dalam melaksanakan
ibadah yaitu sholat dan mengaji. Tentunya dengan bimbingan dari
ibunya juga. Seperti yang di tuturkan bapak YLT,ibu T, dan SWS:
“Sering mbak saya suruh SWS untuk sholat trus berangkat TPA, eh malah anaknya itu seneng main HP. Yaa akhirnya saya bujuk-bujuk kalau rajin tak kasih hadiah”.(Bapak YLT) “Saya senang mbak, bapaknya juga memperhatikan SWS dalam hal ibadah. Saya juga sering awasi SWS kalua belum sholat tak bilangkan ke bapanya, dan iya dia langsung nurut mbak”. (Ibu T) “Males mbak, kadang lupa kalau sudah main game tapi bapak sering marah-marah. Trus kalau rajin nanti saya di kasih hadiah mainan mbak makanya sekarang saya rajin”.(SWS) Problematika serta solusi Pendidikan ibadah anak pada
informan ke-2 yaitu keluarga bapak H dan ibu D orang tua dari V
dan S, yang penulis peroleh data pada 13 Mei 2017 sebagi berikut:
Pada keluarga ini memiliki 2 anak yang berbeda keyakinan.
Bapak H sering sekali menyuruh V untuk selalu beribadah dengan
tekun tetapi ada saja hal yang membuat V lalai. Yaitu sering
bermain handphone. Begitu pula dengan S yang juga sering
56
bermain game apabila hendak diajak ke gereja. Solusi yang
dilalukan bapak H terhadap anaknya V adalah menceritakan bahwa
anak yang rajin beribadah akan mendapatkan kesuksesan dan
terkadang memberikan suatu hadiah. Begitu pula yang dilakukan
ibu D terhadap anaknya S jika tidak mau diajak ke gereja maka
akan menceritakan tentang Santaclause yang tidak mau
memberkian hadiah kepada anak yang malas. Seperti yang
dituturkan bapak H dan ibu D:
“V kalau sudah ketemu handphone lupa sholat mbak, kadang sing suruh sampai kesel. Ya nak mau sholat apa ngaji kalau sudah tak ceritani anak sing sukses karena rajin ibadah kadang ya tak belike hadiah ben semangat”. (Bapak H) “Kalau adiknya tak critani Santaclause langsung berakat mbak, takut nak gak dapat hadiah. Langsung mau ikut ibadah ke gereja”. (Ibu D) Problematika serta solusi Pendidikan ibadah anak pada
informan ke-3 yaitu keluarga bapak C dan ibu D orang tua dari M,
yang penulis peroleh data pada 17 Mei 2017 sebagai berikut:
Tidak jauh berbeda dengan keluarga yang sebelumnya, pada
keluarga ini anak M lebih suka bermain dengan bonekanya hingga
lupa melaksanakan sholat dan berangkat mengaji. Solusinya
biasanya ibu D memberikan bintang setiapkali M melaksanakan
sholat atau mengaji. Hal itu juga di dukung bapak C, jika
bintangnya berjumlah 10 maka akan di tukar dengan boneka Barbie
baru. Seperti yang dituturkan bapak C, ibu D, dan M:
“M itu kalau sudah mainan boneka lupa waktu mbak. Yaa kalau dia (M) mau melaksanakan ibadah sholat tanpa ngaji tak
57
kasih bintang. Kalau sudah 10 ditukar ke bapaknya dapat Barbie baru”. (Ibu D) “Iya mbak saya dukung itu supaya anak saya rajin ibadah walaupun berbeda keyakinan dengan saya”. (Bapak C) “Setiap sholat apa ngaji dapat bintang.. makanya saya semangat biar punya Barbie banyak mbak”. (M) Problematika serta solusi Pendidikan ibadah anak pada
informan ke-4 yaitu keluarga bapak Y dan ibu N orang tua dari DD
dan P, yang penulis peroleh data pada 20 Mei 2017 sebagi berikut:
Pada keluarga ini memiliki kesamaan pada keluarga
informan ke-2. Memiliki 2 anak yang berkeyakinan berbeda. DD
adalah anak yang nurut untuk melaksanakan ibadah namun ia suka
sekali untuk mendengarkan lagu-lagu gereja. Hal ini yang membuat
bapak Y menjadi khawatir. Solusinya yaitu bapak Y selalu
menasihati DD bahwa agama Islamlah agama yang benar dan
jangan sampai terpengaruh dengan yang lainnya. Seperti yang
didituturkan bapak Y sebagai berikut:
“DD nak sholat ngaji sregep mbak, tapi mesti seneng rungokke lagu-lagu gereja. Kadang tak seneni mbak. Yaa tak nasehati aja sampai kepengaruh kaya adik lan ibune, soale agama Islam kuwi agama seng bener”. Problematika serta solusi Pendidikan ibadah anak pada
informan ke-5 yaitu keluarga bapak M dan ibu T orang tua dari D,
yang penulis peroleh data pada 21 Mei 2017 sebagi berikut:
Pada keluarga ini tidak banyak permasalahan yang dalam
mendidik D untuk beribadah. Sebab D sudah terbiasa dari kecil
untuk dididik menjadi seorang muslimah yang bertanggung jawab.
58
Sedikit problematika yaitu ketika D lupa melaksanakan ibadah
Karena bermain itu pun jarang dan langsung dinasehati. Seperti
yang dituturkan ibu T sebagai berikut:
“D itu sregep mbak kalau ibadah soalnya dari kecil sudah biasa. Paling ya lupa biasa karena main, tetapi kalau sudah dinasehati lagi ya sudah biasa mau ibadah, sholat ngaji lagi”. Problematika serta solusi Pendidikan ibadah anak pada
informan ke-6 yaitu keluarga bapak N dan ibu S orang tua dari T,
yang penulis peroleh data pada 27 Mei 2017 sebagi berikut:
Problematika yang timbul yaitu hamper sama dengan keluarga
informan ke-1. Yaitu T suka malas beribadah dan senang bermain
game. Solusinya yang diambil oleh Ibu S biasanya menasihati dan
membelikan permainan baru jika T rajin dalam melaksanakan
ibadah. Seperti yang dituturkan ibu S sebagai berikut:
“saya sering mbak membelikan mainan baru jika T rajin ibadah yaa saya anggap itu sebagai pancingan. Tetapi juga tidak saya biasakan karena juga berakibat tidak baik jika dibelikan mainan terus”. Dari Ke enam informan penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa ke enam keluarga yang berbeda agama tersebut memiliki
Problematika dalam mendidik ibadah anak yang hampir sama yaitu
anak yang malas dan lebih suka bermain handphone atau game,
bermain boneka, dan ada pula yang suka mendengarkan lagu-lagu
gereja.
Adapun solusi yang dilakukan sehingga anak mau
melaksanakan ibadah bermacam-macam. Yaitu dengan cara
59
menasehati memberikan semngat jika berbadah dengan rajin akan
menjadi orang yang sukses. Dengan memberikan apresiasi setiap
kali melaksanakan ibadah. Ada pula yang memberikan hadiah
berupa mainan sehingga anak lebih semangat.
Hal-hal semacam itu dilakukan orang tua supaya anak
memiliki rasa tanggung jawab dalam beribadah. Sebab ibadah
merupakan fondasi awal untuk memperkuat keyakinan. Agama
sebagai pedoman manusia dalam hidup. Selain itu berfungsi untuk
berhubungan dengan sesama manusia dan dan dengan Tuhan-Nya.
60
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS
A. Pelaksanaan Pendidikan Ibadah Mahdhah pada Anak Keluarga Beda
Agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru Kabupaten
Semarang.
Pada bagian ini penulis akan memberikan analisis tentang data-data
yang sudah di sampaikan pada bab-bab sebelumnya. Untuk memudahkan
analisis maka disusun sesuai dengan pokok permasalahan. Berdasarkan
hasil observasi serta wawe ancara di Desa Banyubiru Kecamatan
Banyubiru Kabupaten Semarang studi kasus pada keluarga beda agama
ditemukan berbagai cara Pendidikan ibadah mahdhah yang diberikan
orang tua beda agama kepada anaknya, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengajari sholat pada saat orang tua juga melaksanakan sholat
dan membelikan perlengkapan sholat.
Sholat merupakan kewajiban setiap muslim yang tidak boleh lalali
untuk dikerjakan. Kewajiban melaksanakan sholat tidak hanya
dikerjakan oleh orag tua saja tetapi semua orang muslim harus
melaksanakannya. Dalam keluarga berbeda agama tentunya diantara
ayah atau ibunya ada yang memiliki keyakinan berbeda. Begitu pula
dengan anaknya, ada yang mengikuti keyakinan ayahnya dan ada yang
mengikuti keyakinan ibunya.
61
Orang tua yang beragama Islam mengajarkan anak-anaknya sejak
dini untuk melaksanakan sholat. Hal ini dilakukan dengan cara
mengikutsertakan anak apabila sedang melaksanakan sholat. Untuk
membuat anak semangat melaksanakan sholat, orang tua membelikan
perlengkapan sholat khusus untuknya. Hal ini penulis temukan pada
wawancara dengan ibu T pada 11 Mei 2017 dan pada ibu T pada 21
Mei 2017, kedua ibu ini membelikan sarung serta mukena kepada
anaknya untuk melaksanakan sholat. Pada wawancara dengan ibu T
pada 11 Mei 2017, bapak H pada 13 Mei 2017, Bapak Y pada 20 Mei
2017, ibu T pada 21 Mei 2017, dan ibu S pada 27 Mei 2017 kelima
keluarga ini mengajarkan putra putrinya untuk sholat secara bersama.
Pendidikan yang dilakukan tidak hanya sebatas teori melainkan
langsung dipraktekkan. Sehingga anak dapat mengerti tentang
kewajibannya untuk melaksanakan sholat.
Berkaitan dengan kewajiban untuk melaksanakan sholat, Allah
Artinya: “Mu’mal bin Hisyam yakni al-Yaskuri menceritakan kepada kami, Ismail menceritakan kepaa kami, dari Sawwar Abi Hamzah as-Sairo, dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkannya, sedang mereka berumur sepuluh tahun dan pisahlah diantara mereka dari tempat tidurnya”. (Riyadussalihin, diakses Jum’at 25 Agustus 2017:39).
2. Memasukkan pada sekolah Islam dan ikut TPQ
Memasukkan anak di sekolah Islam adalah pilihan yang sangat
tepat. Sebab pada kasus keluarga keluarga berbeda agama, anak akan
merasa bingung untuk menetapkan keyakinan dikarenakan memiliki
orang tua yang berbeda keyakinan. Orang tua yang sadar akan
63
Pendidikan akan agama juga akan mengikut sertakan anak-anaknya
untuk belajar mengaji atau TPQ. Hal tersebut penulis temukan dalam
wawancara dengan bapak H pada 13 Mei 2017, ibu D pada 17 Mei
2017, dan ibu S pada 27 Mei 2017 yang memasukkan anaknya pada
kegiatan mengaji yaitu TPQ.
Anak yang berada pada lingkungan keluarga beda agama, biasanya
akan cenderung taat dalam beribadah dan memiliki rasa toleransi yang
besar terhadap perbedaan yang terdapat pada keluarganya. Orang tua
yang mensekolahkan anaknya di sekolah Islam memiliki tujuan agar
anaknya merasa mantap untuk memeluk agama Islam. Hal ini penulis
temukan dalam wawancara dengan bapak Y pada 20 Mei 2017 bahwa
ia tidak mau jika anaknya DD ikut berpindah keyakinan seperti ibunya
dan adiknya.
Berkaitan dengan Pendidikan sekolah Hasbullah (1999;71) adalah
lembaga pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga yang tidak
bersifat kodrati, yakni tidak atas dasar hubungan darah antara guru
dan murid seperti halnya dalam keluarga tetapi berdasarkan hubungan
yang bersifat kedinasan. Sekolah terdiri atas sekolah negeri dan
sekolah yang berada pada pengawasan departemen agama yaitu MI,
MTs, dan MAN. Dalam hadis Nabi SAW yang di riwayatkan oleh
Imam Muslim no 1388:
كَلَسَ نْمَ: (لُوْقُیَ وسلمَ علیھِ االلهُ صلى اللَّھِ رَسُول تُعْمِسَ قال عَنھُ اللَّھُ رَضِيَ اءَدَرْلدّا أبي نْعَ،ةِنّجَالْ ىلَإِ یقاًرِطَ ھُلَ اللَّھُ لَھّسَ لماًعِ فیھِ یَلْتَمِسُیقاًرِطَ
64
Artinya: “Dari abu darda ra berkata, saya mendengar rasulullah Saw bersabda : barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan ke syurga”.(Riyadussalihin, diakses Jum’at 25 Agustus 2017).
Dari hadis tersebut dapat tercermin bahwa orang tua juga wajib
memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Terutama dengan
pemberian pendidikan keagamaan. Pada kasus keluarga beda agama,
para orang tua sudah melaksanakan hal tersebut yaitu memberikan
pendidikan kepada anaknya dengan mensekolahkan pada sekolah-
sekolah Islam.
B. Problematika dan Solusi Pendidikan Ibadah Mahdhah pada Anak
Keluarga Beda Agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru
Kabupaten Semarang.
Problematika sering terjadi pada keluarga untuk mendidik anak
dalam hal ibadah. Terlebih permasalahan yang terjadi pada Pendidikan
ibadah mahdhah pada keluarga beda agama. Adanya perbedaan inilah
yang menjadikan anak bingung dalam hal keagamaan. Berikut ini
problematika yang muncul pada Pendidikan ibadah pada anak keluarga
beda agama:
1. Problematika Pendidikan Ibadah Anak Keluarga Beda Agama di
Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.
a. Kurangnya Pengetahuan Agama Orang Tua
Ibadah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh
orang dewasa maupun oleh anak-anak. Kesadaran dalam
melaksanakan ibadah antara orang dewasa dan anak-anak cenderung
65
berbeda. Seperti diketahui bahwa anak akan lebih senang dengan
dunianya sendiri apabila orangtua tidak mengajarkan dan mengarakan
anaknya dalam beribadah. Pendidikan ibadah pada anak wajib
ditanamkan sejak dini, walaupun anak berada pada lingkungan beda
agama.
Anak yang malas untuk beribadah harus terus menerus diingatkan
oleh kedua orang tuanya. Sehingga anak merasa bahwa ibadah adalah
kewajiban yang harus ia kerjakan. Seperti yang terjadi pada keluarga
bapak YLT yang terus menerus menyuruh anaknya untuk tidak malas
melaksanakan ibadah.
Dalam Islam pendidikan ibadah bagi anak merupakan kewajiban
yang harus dilakukan. Bahkan ada sebuah hadis yang membolehkan
memukul anak ketika ia lalai atau malas sholat ketika anak sudah
berusia sepuluh tahun. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud
Artinya: “Mu’mal bin Hisyam yakni al-Yaskuri menceritakan kepada kami, Ismail menceritakan kepada kami, dari Sawwar Abi Hamzah as-Sairo, dari Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkannya, sedang mereka berumur sepuluh tahun dan pisahlah diantara mereka dari tempat tidurnya”. (Riyadussalihin, diakses Jum’at 25 Agustus 2017:39).
66
Hal yang membuat anak untuk malas beribadah tentu disebabkan
adanya faktor lain. Faktor yang sangat mempengaruhi anak untuk giat
dalam beribadah adalah dukungan dari kedua orang tuanya. Tetapi
pada kasus keluarga beda agama, orang tua pasti sama-sama
memegang teguh terhadap keyakinannya masing-masing. Orang tua
yang memiliki pengetahuan agama yang kurang cenderung
memasukkan anak-anaknya kedalam sekolah-sekolah yang dapat
memberikan pendidikan ibadah yang bagus.
b. Orang Tua yang Mempertahankan Kepercayaan Masing-
masing
Keluarga beda agama merupakan hal yang tidak tabu lagi untuk
didengar di masyarakat. Banyak pasangan yang menikah dengan
perbedaan agama dan dengan cara apapun. Tentunya dalam menikah
pasangan-pasangan tersebut harus mengorbankannkan agamanya
sendiri untuk salah satu berpindah keyakinan, dan setelah pernikahan
selesai akan kembali ke agamanya semula.
Dalam pernikahan tentu hadirnya seorang anak adalah hal yang di
tunggu. Sebab dalam keluarga anak merupakan hal yang sangat di
idam-idamkan, anak sebagai penerus garis keturunan. Dalam keluarga
beda agama orang tua yang menentukan anaknya untuk memeluk
keyakinan sesuai dengan kedua orang tuanya.
Dalam kasus yang penulis teliti, dari masing-masing informan.
Setiap orang tua teguh untuk mempertahankan agamanya masing-
67
masing. Tetapi dalam urusan menetapkan keyakinan anaknya
cenderung mengikuti agama yang dianut oleh ibunya jika memiliki 1
anak. Tetapi jika memiliki anak lebih dari satu maka untuk pembagian
kepercayaan anak akan di bagi rata anatara agama yang dianut ibu dan
bapaknya. Seperti pada keluarga bapak Y dan Ibu N serta Bapak H
dan ibu D yang memiliki anak dengan kepaercayaan yang berbeda.
2. Solusi Pendidikan Ibadah Mahdhah pada Anak Keluarga Beda
Agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru Kabupaten
Semarang.
Problematika dalam Pendidikan anak keluaga beda agama
membutuhkan pemecahan masalah. Berikut ini cara pemecahan
masalah yang dilakukan keluarga beda agama dalam mendidik
anaknya untuk beribadah:
a. Menuntun Anak untuk Yakin Terhadap Agamanya
Nasehat orang tua kepada anaknya wajib dilakukan, terlebih
nasehat yang diberikan jika anak tersebut melakukan suatu kasalahan.
Nasehat yang diberikan dalam hal keluarga beda agama adalah orang
tua menasehati anak-anaknya untuk melaksanakan ibadah mahdhah
seperti sholat dan mengaji dalam agama Islam. Dan memberi nasehat
kepada anaknya yang lain untuk melaksanakan sembahyang bagi
anaknya yang beragama Khatolik.
Bimbingan atau pendidikan senantiasa diberikan orang tua kepada
anak-anaknya dalam hal agama. Walaupun anak berada pada
68
lingkungan keluarga beda agama. Kedua orang tuanya harus
mendukung kegiatan ibadah yang dilakukan anak yaitu jika anaknya
beragama Islam ataupun non Islam orantua mendukung walaupun
terjadi perbedaan agama.
Hal yang demikian tersebut penulis temukan pada setiap keluarga
yang penulis wawancarai. Rata-rata setiap keluarga selalu
memberikan nasehat dan bimbingan kepada anaknya unuk
melaksanakan kegiatan ibadah sesuai dengan agama yang dipercayai.
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar-kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang Dia perinyahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Departemen Agama RI, 2007:560)
Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa kewajiban seorang orang tua
walaupun memiliki perbedaan agama, berkewajiban untuk mendidik
serta menjaga anak-anaknya untuk senantiasa taat kepada Tuhannya.
Jika dilihat dari hasil penelitian yang penulis lakukan, maka setiap
keluarga beda agama sudah mendidik denganbenar anak-anaknya
untuk melaksanakan ibadah. ibadah yang dilakukan tidak hanya
sekedar shalat tetapi ada juga dengan mengaji dan selalu berakhlaq
mulia.
69
b. Menanamkan Toleransi dalam Hal Beragama
Perbedaan yang terjadi pada keluarga beda agama menimbulkan
berbagai problematika. Hal yang sangat penting di berlakukan dalam
keluarga beda agama adalah toleransi. Toleransi dalam hal ini
khususnya dalam mendidik ibadah mahdhah pada anaknya yang
beragama Islam.
Pendidikan ibadah yang berkaitan langsung dengan Allah SWT,
wajib di tanamkan orang tua sejak anak berusia dini. Sehingga
kepercayaan anak telah tertanam kokoh dan tidak tergoyahkan. Peran
orang tua sangat penting, walaupun orang tua memiliki perbedaan
agama dengan anaknya. Hal tersebut penulis temukan dalam setiap
wawancara yang penulis lakukan pada setiap informan. Salah satunya
pada informan yang pertama yaitu keluarga bapak YLT. Bapak YLT
adalah seorang Nasrani yang sangat kuat terhadap kepercayaannya.
Tetapi dalam mendidik SWS, bapak YLT juga berperan aktif seperti
selalu menyuruh dan mengingatkan SWS untuk shalat dan berangkat
TPQ. Dan tidak segan-segan untuk memarahi SWS ketika tidak mau
atau malas untuk melaksanakan ibadah.
c. Memberikan perhatian kepada anak yang rajin beribadah
Anak membutuhkan perhatian dari kedua orang tuanya dalam hal
Pendidikan agama. Apabila orang tua kurang dalam pemberian
perhatian kepada anaknya, maka anak tersebut akan cenderung malas
untuk melaksanakan ibadah. Kerja sama antara kedua orang tua,
70
terlebih yang memiliki perbedaan keyakinan sangat penting dilakukan.
Kedua orang tua harus selalu berperan aktif dalam memberikan
Pendidikan ibadah kepada anak-anaknya. Sehingga anak akan merasa
nyaman dan senang untuk melaksanakan ibadah.
Pemberian perhatian kepada anak yang rajin beribadah berdasarkan
hasil wawancara penulis dari berbagai narasumber keluarga beda
agama, bahwa perhatian orang tua kepada anak yang rajin dalam
beribadah dapat memberikan dampak yang besar. Hal tersebut sesuai
dengan hadis diatas yang menjelaskan bahwa saling memberi hadiah
baik berupa perhatian orang tua kepada anak yang rajin beribadah
dapat meningkatkan rasa kasih sayang dalam keluarga. Terlebih akan
menjadikan seorang anak yang soleh solehah.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang mengacu padarumusan masalah,
peneliti jabarkan dalam bab III dan peneliti analisis dalam bab IV maka
bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Pendidikan ibadah mahdhah pada anak keluarga beda
agama di Desa Banyubiru Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang
tahun 2017. Berikut ini pelaksanaan Pendidikan ibadah pada anak
keluarga beda agama:
a. Mengajari sholat pada saat orang tua juga melaksanakan sholat dan
membelikan perlengkapan sholat. Dengan mengajarkan ibadah
pada anak secara internal maka diharapkan akan lebih memacu
anak dan menjadikan anak semangat serta tertib dalam beribadah/
b. Memasukkan anak pada sekolah Islam dan ikut TPQ (Taman
Pembelajaran Al-Qur’an) diharapkan anak akan menjadi seseorang
yang teguh dalam beribadah walaupun tinggal pada keluarga yang
berbeda agama.
2. Problematika yang mucul dalam Pendidikan ibadah pada anak
keluarga beda agama adalah:
a. Kurangnya pengetahuan agama orang tua.
b. Orang tua yang mempertahankan kepercayaannya masing-masing.
72
Adapun solusi yang diambil untuk menyelesaikan problematika
tersebut adalah:
a. Menuntun anak untuk yakin terhadap agamanya.
b. Menanamkan toleransi dalam hal beragama.
c. Memberikan perhatian kepada anak yang rajin beribadah.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan menganalisa hasil yang
didapatkan dari hasil observasi dan wawancara, penulis bermaksud
memberikan saran kepada obyek penelitian. Adapun beberapa saran dari
penulis adalah:
1. Untuk Keluarga Beda Agama
a. Janganlah membeda-bedakan anak walaupun memiliki keyakinan
yang berbeda.
b. Memeberikan pendidkan ibadah semaksimalnya.
c. Memberikan perhatian yang lebih dalam memberikan pendidikan
ibadah.
d. Memberikan kebebasan anak untuk memilih kepercayaan yang
dianutnya.
2. Untuk Masyarakat
a. Sikap saling menghormati antar umat beragama harus di tegakkan.
b. Bersikap toleran terhadap orang-orang yang berbeda agama di
lingkungan sekitar.
73
3. Untuk Penulis
a. Penulis banyak membutuhkan saran dalam penulisan skripsi ini.
b. Dalam kasus keluarga beda agama, sebaiknya setiap keluarga
Persada. Chabib, Toha. 1996. Pembina Rumah tangga Bahagia. Jakarta: Yamunu.
Departemen Agama RI. 2007. YASMINA Al-Qur’an & Terjemah. Bandung: Syaamil Qur’an.
Djamaroh, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Hasbullah. 1999. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ihsan , Fuad. 2001. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Marimba, Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al-
Ma’arif. Mas’ud, Ibnu dan Zaenal Abidin S. 2007. Fiqh Madzhab Syafi’i. Bandung: CV
Pustaka Setia. Miles, Mettew. B dan Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI-Press. Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Kualitatif. Bandung: PT.Remaja RosdaKarya. Muhaimin. 2005. Kawasan Dan wawasan Studi Islam. Jakarta: Kencana. Mustofiah, Yaquta. 2012. Skripsi: Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga
Beda Agama di Kelurahan Sidorejo Lor Kota Salatiga. STAIN SALATIGA
Notoatmodjo, Soekidjo.2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta. Pitoyo, Adi. 2011. Skripsi: Pengaruh Bimbingan Keagamaan Dalam Keluarga
Terhadap Pengalaman Ibadah Anak di Rw 06 Kelurahan Susukan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. STAIN SALATIGA
Raya, Ahmad Thib & Siti Musdiah. 2003. Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam
Islam. Jakarta: Kencana.
Riyadussalihin, Bab: Kewajiban Memerintahkan Keluarga untuk Beribadah. Diakses Jumat,25 Agustus 2017 jam 10.10 WIB.