Page 1
SKRIPSI
HUBUNGAN FASILITAS SANITASI KANTIN DENGAN
TINGKAT KEPADATAN LALAT DI SEKOLAH MENENGAH
ATAS NEGERI (SMAN) WILAYAH KABUPATEN MADIUN
Oleh:
ERVIAN WARDANINGRUM
NIM : 201503063
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
Page 2
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN FASILITAS SANITASI KANTIN DENGAN TINGKAT
KEPADATAN LALAT DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI
(SMAN) WILAYAH KABUPATEN MADIUN
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
ERVIAN WARDANINGRUM
NIM : 201503063
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
Page 5
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bismillahirohmanirrohim
Dengan Rahmat Allah SWT yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Saya Persembahkan skripsi ini kepada :
1. Allah SWT, karena hanya atas ridho dan karunia-Nya maka skripsi ini
dapat dibuat dan selesai tepat waktu.
2. Kedua orang tua (Bapak Mujiono dan Ibu Suliyah) yang sangat saya
hormati dan cintai, selama ini telah memberikan semangat, dukungan, dan
do’a tiada henti untuk kesuksesan dan kelancaran dalam mengerjakan
skripsi ini.
3. Kedua dosen pembimbing Ibu Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM dan Ibu
Avicena Sakufa M, S.KM., M.Kes yang telah dengan sabar membimbing
dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
4. Kakak saya mbak iis dan dek novi dengan dukungan yang luar biasa saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Anita dewi, fina, elma, detta, nadia, retno dengan semangat kerja keras dan
gotong royong saling membantu saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang
senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat dan membimbing saya
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh kawan-kawan S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2015 yang
memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Page 7
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ervian Wardaningrum
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 12 November 1996
Agama : Islam
Alamat : Dusun Pintu RT 11/RW 05 Desa Dagangan, Kec.
Dagangan Kabupaten Madiun
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. Lulusan TK PKK Desa DaganganTahun 2003
2. Lulusan SD Negeri Dagangan 03 Tahun 2009
3. Lulusan SMP Negeri 1 Dagangan Tahun 2012
4. Lulusan SMA Negeri 1 Geger Tahun 2015
5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Tahun
2015-2019
Page 8
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan
Fasilitas Sanitasi Kantin Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di Sekolah Menengah
ATAS (SMAN) Wilayah Kabupaten Madiun” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bimbingan, saran dan
dukungan moral kepada saya, untuk itu saya sampaikan terimakasih kepada :
1. Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku ketua STIKES Bhakti Husada
Mulia Madiun.
2. Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan selaku
pembimbing II yang telah membina, menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk membimbing penulis dalam menyusun proposal skripsi
sehingga dapat selesai tepat waktu.
3. Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM selaku pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam
menyusun proposal skripsisehingga dapat selesai tepat waktu.
4. H. Edy Bachrun, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Dewan Penguji yang
senantiasa mendampingi dan membantu dalam proposal skripsi ini.
5. Seluruh Kepala Sekolah di SMAN Kabupaten Madiun yang telah
memberikan izin dalam melakukan penelitian di SMAN Kabupaten
Madiun.
6. Seluruh teman S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2015 yang memberikan
bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti
mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Page 9
ix
Skripsi ini telah penulis susun semaksimal mungkin, namun penulis
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan ini. Demi perbaikan
skripsi ini, maka diharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun.
Madiun, 26 Agustus 2019
Penyusun
Ervian Wardaningrum
NIM 201503063
Page 10
x
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2019
ABSTRAK
Ervian Wardaningrum
HUBUNGAN FASILITAS SANITASI KANTIN DENGAN TINGKAT
KEPADATAN LALAT DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI (SMAN)
WILAYAH KABUPATEN MADIUN
162 Halaman+ 12 Tabel+ 7 Gambar + 8 Lampiran
Latar belakang: Keberadaan kantin sekolah memberikan peranan penting karena
mampu menyediakan kurang lebih seperempat konsumsi makanan keluarga
karena keberadaan peserta didik di sekolah yang cukup lama. Kantin dapat
menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui makanan
dan minuman. Kantin sekolah memerlukan sanitasi dasar yang harus dijaga
kebersihannya agar dapat mencegah datangnya vektor penyakit seperti lalat.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan di 3 kantin sekolah SMAN Kabupaten
Madiun 2 kantin diantaranya memiliki tingkat kepadatan lalat tinggi.
Tujuan penelitian: Dilakukan untuk mengetahui hubungan fasilitas sanitasi
kantin dengan tingkat kepadatan lalat di kantin SMAN Kabupaten Madiun.
Metode penelitian: Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan desain cross
sectional teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Jumlah sampel
38 kantin dan dianalisis menggunakan chi-square.
Hasil penelitian: Menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
penyediaan air bersih (p=0,474;RP=2,1;CI95%=1,535-3,087), SPAL
(p=0,286;RP=2,6;CI95%=0,672-10,065) dengan tingkat kepadatan lalat di kantin
SMAN. Dan terdapat hubungan antara kondisi tempat sampah
(p=0,038;RP=9,5;CI95%=1,014-88,966) dengan tingkat kepadatan lalat di kantin
SMAN.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil tersebut, kesimpulan yang didapat yaitu fasilitas
sanitasi kantin Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Kabupaten Madiun
masih ada yang belum memenuhi syarat. Serta tingkat kepadatan lalat di kantin
SMAN Kabupaten Madiun sebagian besar termasuk dalam kategori tinggi.
Kunci : Fasilitas Sanitasi, Kepadatan lalat, Kantin
Daftar Bacaan : 1990 - 2018
Page 11
xi
Public Health Department
Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2019
ABSTRACT
Ervian Wardaningrum
The Relation of Sanitation Facilities in Senior High Schools’ Canteen around
Madiun Regency with the Level of Fly Density
162 Pages + 12 Tables + 7 Figures + 8 Attachments
Background: The existence of school canteen provides an important role since it
provides at least a quarter of family dining places because students are staying at
school for a long time. The canteen can be a place for the spread of all diseases
through food and beverages. The school canteen need the basic sanitation which
must be kept clean so that the diseases vectors such as flies can be avoided. Based
on the results of a preliminary survey in 3 high schools in Madiun Regency, 2
canteens are found to have a high level of fly density.
Aim: This research is conducted in purpose to find out the relationship of
sanitation facilities with the level of fly density in the canteen of Senior High
Schools in Madiun Regency.
Method: This research is included into analytic survey with cross sectional
design. Afterwards, the sampling technique used is total sampling. The amounts of
samples are 38 canteens and are analyzed using chi-square test.
Results: There are no relationship between water supply
(p=0,474;RP=2,1;CI95%=1,535-3,087), SPAL
(p=0,286;RP=2,6;CI95%=0,672-10,065) with the level of density in the Senior
High Schools around Madiun Regency. However, there is relationship between
trash can condition (p=0,038;RP=9,5;CI95%=1,014-88,966) with the level of
density in the Senior High Schools around Madiun Regency.
Conclusion: Based on these results, the conclusion obtained is that the sanitation
facilities in the Madiun Regency Public High School (SMAN) canteens still do not
fulfill the requirements. Furthermore, the level of fly density in senior high
schools canteen mostly categorized as high density.
Keywords : Sanitation facility, fly density, canteen
Bibliography : 1990 – 2018
Page 12
xii
DAFTAR ISI
Sampul Depan .................................................................................................. i
Sampul Dalam .................................................................................................. ii
Lembar Persetujuan .......................................................................................... iii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iv
Halaman Persembahan ..................................................................................... v
Lembar Pernyataan........................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... vii
Kata Pengantar ................................................................................................. viii
Abstrak ............................................................................................................. x
Daftar Isi........................................................................................................... xii
Daftar Tabel ..................................................................................................... xvi
Daftar Gambar .................................................................................................. xvii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xviii
Daftar Singkatan............................................................................................... xix
Daftar Istilah..................................................................................................... xx
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
1.5 Keaslian Penelitian ..................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Kantin ........................................................................................... 12
2.1.1 Pengertian ........................................................................................... 12
2.1.2 Persyaratan Sanitasi Kantin ................................................................ 12
2.1.3 Prinsip Kantin Sekolah ....................................................................... 25
Page 13
xiii
2.2 Sekolah ....................................................................................................... 26
2.2.1 Sekolah Menengah Atas ..................................................................... 27
2.3 Hubungan Sanitasi Sekolah Dengan Kesehatan ........................................ 27
2.4 Lalat............................................................................................................ 28
2.4.1 Pengertian ........................................................................................... 28
2.4.2 Siklus Hidup Lalat .............................................................................. 28
2.4.3 Tempat Perindukan Lalat & Perilaku Lalat ........................................ 31
2.4.4 Penyakit Yang Ditimbulkan Oleh Lalat ............................................. 33
2.4.5 Pengendalian Lalat Rumah ................................................................. 35
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepadatan Lalat di Kantin ............... 36
2.5.1 Fasilitas Sanitasi ................................................................................. 36
2.5.2 Kondisi Fisik Lingkungan .................................................................. 37
2.5.3 Kondisi Sanitasi Lingkungan ............................................................. 38
2.6 Tingkat Kepadatan Lalat ............................................................................ 40
2.6.1 Pengertian ........................................................................................... 40
2.6.2 Pengukuran Kepadatan Lalat .............................................................. 40
2.7 Kerangka Teori........................................................................................... 43
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................... 44
3.2 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 44
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 46
4.2 Populasi dan Sampel .................................................................................. 47
4.2.1 Populasi .............................................................................................. 47
4.2.2 Sampel ................................................................................................ 47
4.3 Teknik Sampling ........................................................................................ 48
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ......................................................................... 49
Page 14
xiv
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............................. 50
4.5.1 Variabel Penelitian ............................................................................. 50
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ............................................................ 51
4.6 Instrumen Penelitian................................................................................... 54
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 57
4.7.1 Lokasi Penelitian ................................................................................ 57
4.7.2 Waktu Penelitian ................................................................................ 57
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................................... 58
4.8.1 Sumber Data ....................................................................................... 58
4.8.2 Pengolahan Data ................................................................................. 58
4.9 Teknik Analisis Data .................................................................................. 61
4.9.1 Analisis Univariat ............................................................................... 61
4.10.2 Analisis Bivariat ............................................................................... 61
4.10 Etika Penelitian ........................................................................................ 63
4.10.1 Prinsip Dasar dan Kaidah Etika Penelitian ....................................... 64
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum ....................................................................................... 67
5.2 Hasil Penelitian .......................................................................................... 69
5.2.1 Analisis Univariat ............................................................................... 70
5.2.2 Analisis Bivariat ................................................................................. 73
5.3 Pembahasan ................................................................................................ 76
5.3.1 Kepadatan Lalat .................................................................................. 77
5.3.2 Penyediaan Air Bersih ........................................................................ 79
5.3.3 Saluran Pembuangan Air Limbah ...................................................... 80
5.3.4 Kondisi Tempat Sampah .................................................................... 81
5.3.5 Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kepadatan Lalat .............. 83
5.3.6 Hubungan SPAL dengan Kepadatan Lalat ......................................... 84
Page 15
xv
5.3.7 Hubungan Tempat Sampah dengan Kepadatan Lalat ........................ 86
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 89
6.2 Saran ........................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91
LAMPIRAN .................................................................................................... 96
Page 16
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................... 9
Tabel 4.1 Definisi Operasional ........................................................................ 52
Tabel 4.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 57
Tabel 4.3 Coding Data Variabel....................................................................... 59
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kantin SMAN Kabupaten Madiun ................. 70
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penyediaan Air Kantin SMAN Kab. Madiun . 71
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi SPAL di Kantin SMAN Kab. Madiun ............ 71
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tempat Sampah Kantin SMAN Kab.Madiun 72
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Kepadatan lalat Kantin SMAN Kab.Madiun.. 72
Tabel 5.6 Hubungan Penyediaan Air Bersih Dengan Kepadatan Lalat ........... 73
Tabel 5.7 Hubungan SPAL Dengan Kepadatan Lalat ..................................... 74
Tabel 5.8 Hubungan Kondisi Tempat Sampah Dengan Kepadatan Lalat ....... 75
Page 17
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat ........................................................................ 31
Gambar 2.2 Fly Grill ........................................................................................ 42
Gambar 2.3 Kerangka Teori ............................................................................. 43
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ................................................................... 44
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Cross Sectional ......................................... 47
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 49
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kabupaten Madiun ................................................. 67
Page 18
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan (Informed Consent) .................................... 96
Lampiran 2 Lembar Observasi ....................................................................... 97
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian .................................................................... 104
Lampiran 4 Dokumentasi di Kantin ............................................................... 117
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian ........................................... 120
Lampiran 6 Output Hasil Penelitian ............................................................... 133
Lampiran 7 Lembar Konsultasi ...................................................................... 139
Lampiran 8 Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi ....................................... 140
Page 19
xix
DAFTAR SINGKATAN
MA : Madrasah Aliyah
MTS : Madrasah Tsanawiyah
SMAN : Sekolah Menengah Atas Negeri
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPAL : Saluran Pembuangan Air Limbah
WC : Water Closet
Page 20
xx
DAFTAR ISTILAH
Calliphoridae : Berbagai Jenis Lalat Hijau
Cleaning : Pengecekan
Coding : Pemberian Kode-kode
Composting : Pengomposan
Cross sectional : Potong Lintang
Domestic : Rumah Tangga
Editing : Pengeditan
Entry : Memasukkan
Escherchia coli : Bakteri Penyebab Diare
Feces : Tinja
Fly Grill : Alat Pengukur Kepadatan Lalat
Garbage : Sampah Organik
Grey Water : Air Bekas Cucian Dapur, Mesin Cuci, dan Kamar Mandi
Inceneration : Pembakaran Dengan Alat Incenerator
Industrial : Industri
Informed Consent : Lembar Persetujuan
Musca Domestica : Lalat Rumah
Muscidae : Berbagai Jenis Lalat Rumah, Lalat Kandang, Lalat
Tanduk
Recycling : Daur ulang
Reduction : Pengurangan
Rating scale : Skala Penilaian
Salmonella spp : Bakteri Penyebab Tifus
Sarcophagidae : Berbagai Jenis Lalat Daging
Page 21
xxi
Septic tank : Bak Untuk Menampung Air Limbah Yang Digelontorkan
Dari WC
Shigella spp : Bakteri Penyebab Diare
Spiracle : Lubang Nafas
Tabulating : Pengelompokkan
Total Sampling : Semua Sampel
Urine : Air Seni
Vibrio cholera : Bakteri Penyebab Kolera
Waste : Sampah
WC : Tempat Khusus Untuk Buang Air Besar
Page 22
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sanitasi adalah salah satu faktor penentu untuk menghasilkan makanan yang
aman untuk dikonsumsi. Praktik kebersihan dan sanitasi yang buruk dapat
menciptakan kondisi yang tidak sehat dan dapat menimbulkan penyakit meliputi
disentri, kolera, dan diare (UNICEF,2012 dalam Kumala). Sanitasi yang perlu
diperhatikan adalah sanitasi tempat umum dikarenakan tempat umum merupakan
tempat kegiatan bagi masyarakat banyak (Kumala, 2016).
Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan
penyakit pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Tempat
umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan yaitu hotel, pasar,
warung makan, kantin sekolah, taman hiburan, tempat ibadah dan lain-lain
(Budiman Candra,2007:175).
Kantin sekolah merupakan suatu tempat yang digunakan untuk memasak
atau membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada konsumen.
Keberadaan kantin sekolah memberikan peranan penting karena mampu
menyediakan kurang lebih seperempat konsumsi makanan keluarga karena
keberadaan peserta didik di sekolah yang cukup lama. Kantin sekolah sehat yang
memenuhi standar kesehatan telah ditetapkan sebagai salah satu indikator sekolah
sehat (Nuraida,2009 dalam Julhija). Kantin dapat menjadi tempat menyebarnya
segala penyakit yang medianya melalui makanan dan minuman (Mukono,2000).
Page 23
2
Persyaratan sanitasi kantin telah dijelaskan dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 Tentang
Kelaikan Higiene Sanitasi Pada Rumah Makan Dan Restoran. Persyaratan higiene
sanitasi kantin yang harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan adalah
fasilitas sanitasi seperti kualitas lingkungan dan faktor-faktor lingkungan fisik
atau sanitasi dasar, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan penjamah makanan
(Julhija,2015).
Sanitasi dasar terdiri dari penyediaan air bersih, pembuangan kotoran,
manusia (jamban), pembuangan air limbah, dan pengelolaan sampah (tempat
sampah). Kantin sekolah memerlukan sanitasi dasar yang harus dijaga
kebersihannya agar dapat mencegah datangnya vektor penyakit seperti lalat
(Julhija,2015). Sebagaimana diketahui bahwa lalat merupakan salah satu vektor
penyakit pada sistem pencernaan yang memiliki tempat perindukan ditempat-
tempat sampah. Telah dibuktikan bahwa ada hubungan antara sarana tempat
sampah dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Purwoharjo
Kabupaten Pemalang. Ada 75% responden (ibu yang memiliki anak balita) yang
memiliki personal hygiene kurang baik memiliki balita dengan riwayat diare
(Mafazah,2013).
Penelitian Julhija dkk (2015) menyebutkan sumber air bersih seluruh
kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik telah memenuhi syarat berdasarkan
kualitas fisik air, air tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna serta
jumlahnya mencukupi. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang tidak kedap
Page 24
3
air dan terbuka yang mudah dihinggapi oleh lalat, serangga, tikus sehingga
menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor (Budiman, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Ardhiana menyebutkan bahwa sarana
sanitasi dasar dan tingkat kepadatan lalat di kantin SMA Kecamatan Medan Barat
Kota Medan masih belum memenuhi syarat, karena dari 8 kantin di 8 SMA, hanya
satu yang memenuhi syarat dalam hal pengelolaan sampah (Ardhiana, 2011).
Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan dan kedudukan
strategis dalam upaya promosi kesehatan . Hal ini disebabkan sebagian besar anak
usia 5-19 tahun terpanjang dengan lembaga pendidikan dalam jangka waktu
cukup lama. Jumlah usia 7-12 berjumlah 25.267.914 anak (99,4%) aktif dalam
proses belajar. Untuk kelompok umur 13-15 tahun berjumlah 12.070.200 jiwa dan
sebanyak 10.438.667 anak (86.5%) aktif dalam sekolah (Depdiknas,2007 dalam
Budiman).
Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu yang termasuk
dalam cakupan program pembinaan siswa berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 39 Tahun 2008 (Budiman,2005). Data Dinas
Pendidikan Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa jumlah Sekolah Menengah
Atas (SMA) di Kabupaten Madiun sebanyak 38, terdiri dari 24 SMA Swasta dan
14 SMA Negeri. Sedangkan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak
26, terdiri dari 8 SMK Negeri dan 18 SMK swasta.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di beberapa SMA dan SMK baik
Negeri maupun Swasta di Kabupaten Madiun menunjukkan bahwa di seluruh
Sekolah SMA dan SMK Negeri memiliki kantin di tiap sekolahnya. Berbeda
Page 25
4
dengan SMA dan SMK swasta, dimana terdapat sekolah yang belum memiliki
kantin sekolah karena sekolah swasta tersebut masih berskala kecil.
Survei pendahuluan di 12 kantin dari beberapa SMA dan SMK Negeri
maupun swasta di Kabupaten Madiun dimana masing-masing diambil 3 kantin,
menunjukkan bahwa di SMA dan SMK Negeri masih terdapat tempat sampah
yang terbuka di kantin. Selain itu terdapat sampah yang berserakan di dalam
kantin. Rata- rata penyediaan air bersih di kantin sudah baik. Untuk saluran
pembuangan air limbah di kantin rata-rata SPAL sudah tertutup. Namun masih
ada kantin di SMAN yang sistem pembuangan air limbahnya masih terbuka, baik
itu di buang ke sungai maupun dialirkan di belakang kantin tanpa tutup.
Sedangkan untuk SMA dan SMK swasta menunjukkan bahwa keadaan kantinnya
lebih bersih. Rata-rata penyedian air bersih cukup baik. Tempat mencuci
peralatannya rata-rata sudah menggunakan wastafel. Dan untuk saluran air
limbahnya sudah tertutup. Terdapat kantin di SMKS yang tidak ada proses masak-
memasak di dalamnya. Seluruh makanan yang disajikan merupakan titipan dari
orang luar sekolah. Dan terdapat beberapa sekolah swasta yang belum memiliki
fasilitas kantin di dalamnya. SMA/SMK di Kabupaten Madiun perlu diperhatikan
dalam hal sanitasi dasar kantin agar terhindar dari vektor penyakit. Kantin
merupakan tempat yang sangat potensial tercemar oleh lingkungan sekitarnya,
salah satunya adalah oleh lalat (Masyudi,2018).
Lalat adalah serangga genus musca domestica yang termasuk ordo Diptera
yang dapat bertindak sebagai vektor mekanik dan biologik dari suatu penyakit.
Lalat suka hinggap ditempat yang kotor atau ditempat yang mengandung makanan
Page 26
5
yang disukainya (Suyono,2010). Lalat dianggap mengganggu karena kesukaannya
hinggap ditempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Jika makanan
yang dihinggapi lalat tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa,
telur/larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat
dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan penyakit diare pada
manusia (Ismawati,2015) . Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Madiun pada
tahun 2017 kasus diare sebanyak 12.461 kasus, lebih tinggi dibanding tahun 2016
kasus diare sebanyak 10.054 kasus (Dinkes,2017).
Kepadatan lalat diukur dengan standart 0-2 (rendah), 3-5 (sedang), 6-20
(tinggi), >20 (sangat tinggi). Teknis pengambilan data dengan menghitung jumlah
lalat yang hinggap di fly grill sedikitnya 10 kali perhitungan (10 × 30 detik) dan
lima perhitungan yang tertinggi dibuat rata-ratanya dan di catat dalam pencatatan.
Angka rata-ratanya ini merupakan petunjuk indeks populasi lalat dalam suatu
lokasi tertentu (Depkes RI, 1992).
Pengukuran kepadatan lalat di beberapa SMA dan SMK Negeri dengan
masing-masing dilakukan pada 3 kantin. Sehingga total yang dilakukan untuk
pengukuran kepadatan lalat adalah 6 kantin. Hasil pengukuran Kepadatan lalat di
3 kantin SMA Negeri yaitu diperoleh dengan kategori tinggi sebanyak 2 kantin
dengan rata-rata 6 ,dan kategori sedang sebanyak 1 kantin dengan rata-rata 3.
Sedangkan hasil pengukuran kepadatan lalat di 3 kantin SMK Negeri yaitu
diperoleh dengan kategori sedang sebanyak 2 kantin dengan rata-rata 5 dan 4.
Untuk kategori rendah sebanyak 1 kantin dengan rata-rata 2. Solusi alternatif dari
permasalahan tersebut adalah dengan memperbaiki atau mengganti fasilitas
Page 27
6
sanitasi kantin yang belum memenuhi persyaratan agar tidak adanya populasi lalat
di kantin sekolah .
Dari hasil pengukuran kepadatan lalat disimpulkan bahwa rata-rata kepadatan
lalat SMAN lebih tinggi dibandingkan dengan SMKN di Kabupaten Madiun.
Sehingga penulis tertarik melakukan penelitian tingkat kepadatan lalat di SMA
Negeri. Selain itu penelitian tentang kepadatan lalat di kantin SMAN masih jarang
dilakukan . Serta saluran pembuangan air limbah (SPAL) belum pernah diteliti.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kepadatan
lalat yang berhubungan dengan kondisi fasilitas sanitasi kantin di Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kabupaten Madiun.
1.2 Rumusan Masalah
Melihat latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “ apakah ada hubungan antara fasilitas sanitasi kantin dengan kepadatan
lalat di SMAN Kabupaten Madiun Tahun 2019?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis hubungan fasilitas sanitasi kantin dengan kepadatan lalat di
SMAN Kabupaten Madiun.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi penyediaan air bersih di kantin SMAN Kabupaten Madiun.
2. Mengidentifikasi saluran pembuangan air limbah di kantin SMAN Kabupaten
Madiun.
3. Mengidentifikasi kondisi tempat sampah di kantin SMAN Kabupaten Madiun.
Page 28
7
4. Mengukur tingkat kepadatan lalat di lingkungan kantin sekolah.
5. Menganalisis hubungan penyediaan air bersih dengan tingkat kepadatan lalat di
kantin sekolah SMAN Kabupaten Madiun.
6. Menganalisis hubungan saluran pembuangan air limbah dengan tingkat
kepadatan lalat di kantin SMAN Kabupaten Madiun.
7. Menganalisis hubungan kondisi tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat
di kantin SMAN Kabupaten Madiun.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya :
1.4.1 Bagi Pengelola Kantin
Sebagai bahan masukan bagi pengelola kantin Sekolah Menengah Atas
Negeri (SMAN) Wilayah Kabupaten Madiun dalam peningkatan fasilitas sanitasi
kantin sekolah dan dalam hal pengendalian lalat di kantin sekolah.
1.4.2 Bagi Instansi/Pihak Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi instansi terkait
untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
selanjutnya.
1.4.3 Bagi Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Dapat menjadi tambahan kepustakaan (bahan referensi) dan untuk
memperkaya pustaka yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan oleh peserta
didik berikutnya dalam proses pendidikan. Serta mendapatkan keilmuan baru
tentang pentingnya fasilitas sanitasi kantin terhadap tingkat kepadatatan lalat di
SMAN Kabupaten Madiun.
Page 29
8
1.4.4 Bagi Peneliti
Dapat memperoleh keterampilan, pengalaman, dan wawasan mengenai
hubungan fasilitas sanitasi kantin terhadap tingkat kepadatan lalat di SMAN
Kabupaten Madiun.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian ini masih jarang dilakukan, maka dari itu peneliti tertarik untuk
meneliti hubungan fasilitas sanitasi kantin dengan tingkat kepadatan lalat di
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Wilayah Kabupaten Madiun.
Page 30
9
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No
Peneliti
(Tahun)/Judul
penelitian
Desain Variabel Hasil
1. Yulia Shinta
Nur Kumala
(2016),
GambaranKon
disi Sanitasi
Kantin Dan
Tingkat
Kepadatan
Lalat Pada
Sekolah Dasar
Di Wilayah
Kerja
Puskesmas
Kedungmundu
Tembalang
Semarang
Deskriptif
kuantitatif
cross
sectional
Variabel bebas :
tempat pencucian
peralatan di kantin,
tempat
penyimpanan
bahan makanan,
Sarana pencegahan
lalat,tempat
penyajian
makanan, dan
kondisi tempat
sampah
Variabel terikat :
tingkat kepadatan
lalat
Angka kepadatan
lalat di kantin SD
dengan kepadatan
lalat rendah
sebanyak 6 kantin,
sedang sebanyak 10
kantin, dan tinggi
sebanyak 4 kantin.
Kondisi tempat
pencucian peralatan
katagori buruk 11
kantin (55%), baik 9
kantin. Tempat
bahan makanan
buruk 7 kantin dan
baik 13 kantin
(65%). sarana
pencegahan lalat
buruk 18 kantin
(90%) dan baik 2
kantin. penyajian
makanan baik 12
kantin (60%) dan
buruk 8 kantin.
Kondisi tempat
sampah buruk 16
kantin(80%) dan
baik 4 kantin.
Page 31
10
Lanjutan Tebel 1.1 Keaslian Penelitian
No
Peneliti
(Tahun)/Judul
penelitian
Desain Variabel Hasil
2. Masyudi
(2018),
Pengaruh
Sanitasi Dasar
Terhadap
Kepadatan
Lalat Pada
Warung Nasi
Dan Kantin
(Studi Kasus
Di Kecamatan
Tangan-
Tangan
Kabupaten
Aceh Barat
Daya)
Bersifat
analitik
dengan uji
chi square
Variabel bebas :
penyediaan air
bersih, pengelolaan
sampah,
penyimpanan
makanan
Variabel terikat :
kepadatan lalat
- Tidak ada
pengaruh
penyediaan air
bersih pada
warung nasi dan
kantin terhadap
kepadatan lalat,
dengan nilai p-
value 0.581 (α =
0.05)
- Tidak ada
pengaruh
pengelolaan
sampah pada
warung nasi dan
kantin terhadap
dan kantin
terhadap kepadatan
lalat dengan nilai
p-value 0.110 (α =
0.05)
- Ada pengaruh
penyimpanan
makanan pada
warung nasi dan
kantin terhadap
kepadatan laat
dengan nilai p-
value 0.031 (α =
0.05)
Page 32
11
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu meliputi :
1. Tempat : Sekolah Menengah Atas Negeri di Wilayah Kabupaten
Madiun
2. Variabel yang diteliti
Variabel bebas : Sistem pembuangan air limbah
3. Subyek penelitian : Kantin SMAN di Kabupaten Madiun
4. Tahun penelitian : 2019
Page 33
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Kantin
2.1.1 Pengertian
Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya
menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin
merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai
tempatuntuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya
segala macam masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun karyawan yang
berada di lingkungan kampus, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya
(Depkes RI,2003).
2.1.2 Persyaratan Sanitasi Kantin
Persyaratan sanitasi kantin antara lain dijelaskan pada Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang
kelaikan higiene sanitasi pada kantin. Persyaratan sanitasi kantin sesuai
Kepmenkes diatas meliputi faktor bangunan, konstruksi, dan fasilitas sanitasi,
sebagai berikut (Mulia,2005) :
Page 34
13
2.1.2.1 Bangunan
Bangunan kantin kokoh, kuat dan permanen. Ruangan harus ditata sesuai
fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus karyawan, arus bahan makanan
dan makanan jadi serta barang-barang lainnya yang dapat mencemari makanan.
2.1.2.2 Kontruksi
1. Lantai harus dibuat kedap air, rata, tidak licin, kering dan bersih.
2. Permukaan dinding harus rata, kedap air dan dibersihkan.
3. Ventilasi alam harus cukup menjamin peredaran udara dengan baik, dapat
menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan
diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.
4. Intensitas Pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan
pengolahan makanan secara efektif dan kegitan pembersihan ruangan.
5. Atap tidak bocor, cukup landai dan tidakmenjadi sarang tikus dan serangga
lainnya.
6. Pemukaan langit-langit rata, bersih dan tidak terdapat lubang-lubang.
2.1.2.3 Fasilitas Sanitasi
1. Air bersih
Air merupakan salah satu kebutuhan hidup dan merupakan dasar bagi peri
kehidupan di bumi. Penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi
manusia untuk kelangsungan hidup dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan
dan kesejahteraan manusia. Dalam memenuhi kebutuhan akan air, manusia selalu
memperhatikan aspek kualitas dan kuantitas air. Kuantitas air yang cukup
Page 35
14
dimungkinkan karena adanya siklus hidrologi yaitu siklus alami yang mengatur
tersedianya air permukaan dan air tanah.
Kualitas air bersih harus memenuhi syarat fisik (tidak bebau, tidak berasa,
tidak berwarna, jernih), serta jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/1990 sebagai
pemenuhan kebutuhan akan air bersih harus memenuhi syarat yaitu:
a. Kuantitas : tersedia air bersih yang dibutuhkan minimal 60 liter/orang/hari.
b. Kualitas : tersedia air bersih yang memenuhi syarat kesehatan fisik.
c. Kontinuitas : tersedia air bersih secara berkesinambungan di setiap kegiatan
(Julhija,2015).
Menurut Sumantri (2010), sumber- sumber air bersih diantaranya terdiri
atas :
a. Air hujan
Merupakan sumber utama dari bumi. Walau pada saat presipitasi
merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran
ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat
disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme dan gas.
b. Air permukaan
Air permukaan merupakan salah satu sumber penting bahan baku air
bersih. Faktor –faktor yang harus diperhatikan adalah mutu, jumlah dan
Page 36
15
kontinuitasnya. Sumber air permukaan yaitu sungai, selokan, rawa, parit,
bendungan, danau, laut, dan air terjun.
c. Air tanah
Air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi
dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Air tanah dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dengan cara memuat sumur atau pompa
air.
2. Air limbah
Menurut Kepmenkes RI (2003), Air limbah harus mengalir dengan lancar,
sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air,
seluran pembuangan air limbah tertutup. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu
usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah
tangga (domestic) maupun industri (industrial). Air limbah rumah tangga terdiri
atas tiga faktor penting yaitu (Chayatin,2009):
a. Tinja (feces), berpotensi mengandung mikroba patogen.
b. Air seni (urine). Umumnya mengandung nitrogen, posfor, dan sedikit
mikroorganisme.
c. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar mandi.
Air limbah industri umumnya dihasilkan akibat adanya pemakaian air
dalam proses industri, pada industri air memiliki beberapa fungsi yaitu :
Page 37
16
a. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses
industri.
b. Menstransportasikan produk atau bahan baku.
c. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman dan
sebagainya.
d. Mencuci dan membuat produk atau gedung serta instalasi.
Air limbah jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak
antara lain :
a. Gangguan kesehatan
Air limbah dapat mengandung bibit penyakit, selain itu di dalam air limbah
mungkin terdapat zat yang berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya.
b. Penurunan kualitas lingkungan
Air limbah yang dibuang langsung ke air dapat mengakibatkan pencemaran
air permukaan seperti sungai dan danau, bahkan air limbah yang merembes ke
dalam air tanah dapat menyebabkan pencemaran pada air tanah.
c. Gangguan terhadap keindahan
Adakalanya air limbah mengandung polutan yag tidak mengganggu
kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan (air limbah dapat merubah
warna air).
Page 38
17
d. Gangguan terhadap kerusakan benda
Air limbah yang mengandung zat-zat yang dapat dikonversikan oleh
bakteri anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S yang dapat mempercepat
prosesperkaratan pada besi.
Menurut Oihuwal (2012), Sarana pembuangan air limbah yang sehat harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tidak mencemari sumber air bersih
b. Tidak menimbulkan genangan air
c. Tidak menimbulkan bau
d. Tidak menimbulkan tempat berlindung dan tempat berkembang biaknya
nyamuk dan serangga lainnya.
3. Toilet
Jamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja/
kotoran pada manusia yang sering disebut WC (Depkes RI, 2002). Ketersediaan
jamban sehat adalah kepemilikan jamban berbentuk leher angsa oleh sebuah
keluarga. Jika dalam satu rumah terdiri dari beberapa keluarga dan menggunakan
jamban leher angsa yang sama maka dikatakan seluruh keluarga tersebut
dinyatakan memilki jamban keluarga. Jamban komunal (umum) tidak termasuk
dalam ketersediaan jamban keluarga karena biasanya digunakan oleh beberapa
keluarga yang tidak tinggal pada rumah yang sama (Kemenkes RI 2016 dalam
Rofiana).
Menurut Kepmenkes RI 2003, syarat-syarat jamban atau toilet antara lain :
tersedia toilet yang bersih, dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan dan bak
Page 39
18
air, tersedia sabun/deterjen untuk mencuci tangan, dalam toilet harus tersedia bak
dan air bersih dalam keadaan cukup.
Menurut Depkes RI 2008, syarat–syarat yang perlu diperhatikan dalam
pembangunan jamban yang sehat diantaranya sebagai berikut (Sarmani, 2013) :
a. Tidak mencemari air minum, letak lubang penampungan paling sedikit berjarak
10 meter dari sumber air bersih atau air minum, jika keadaan tanah berkapur
atau tanah liat yang retak-retak pada saat musim kemarau maka diusahakan
jarak jamban tidak kurang dari 15 meter.
b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat di jamak oleh serangga maupun tikus.
c. Air seni tidak mencemari tanah sekitarnya untuk lantai jamban harus cukup
luas paling sedikit berukuran 1×1 meter, dan dibuat cukup landas atau miring
ke arah lubang jongkok.
d. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang.
f. Cukup penerangan sehingga tidak mudah berkembangbiaknya berbagai jenis
binatang atau serangga.
g. Ventilasi harus cukup baik sehingga sirkulasi udara dapat membuat ruang
jamban tidak berbau dan pemakai jamban lebih merasa nyaman.
h. Adanya air dalam jumlah yang cukup dan memiliki alat pembersih dalam
jamban.
Jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan konstruksi dan cara
menggunakannya yaitu (Chayatin, 2009 dalam Nurmalawati):
Page 40
19
a. Jamban cemplung
Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang diatasnya diberi
lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu,
tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton.
b. Jamban plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan
oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok
dari jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan tetapi agak jauh.
c. Jamban bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat
dengan menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor
anger dengan diameter antara 30-40 cm.
d. Angsatrine ( water seal latrine)
Di bawah tempat jongkok, jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat
yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi
mencegah timbulya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak
tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang
melengkung.
e. Jamban di atas balong (Empang)
Membuat jamban di atas balong ( yang kotorannya dialirkan ke balong)
adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk
menghilangannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong.
Page 41
20
f. Jamban septic tank
Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara
anaerobic. Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi
proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic
tank terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan
mengatur sedemikian rupa ( misalnya dengan memasang beberapa sekat atau
tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam
bak tersebut.
4. Tempat sampah
Menurut american public health association, sampah (waste) diartikan
sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu
yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan
sendirinya. Penggolongan sampah menurut sumbernya diantaranya
(Sumantri,2010) :
a. Pemukiman penduduk
Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa
keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa
atau di kota.
b. Tempat umum dan tempat perdagangan
Jenis sampah yang yang dihasilkan dari tempat umum dan tepat
perdagangan dapat berupa sisa- sisa makanan, sampah kering, abu sisa- sisa bahan
bangunan, sampah khusus dan terkadang sampah berbahaya.
Page 42
21
c. Saranan layanan masyarakat milik pemerintah
Sarana layanan masyarakat yang dimaksud yaitu tempat hiburan dan
umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan, kompleks militer,
gedung pertemuan, pantai dan sarana pemerintah yang lain. Tempat ini biasanya
menghasilkan sampah khusus dan kering.
Pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan
pengendalian timbulan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,
pengolahan, dan pembuangan sampah dengan cara yang merujuk pada dasar-dasar
terbaik mengenai kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi, estetika,
dan pertimbangan lingkungan lainnya serta tanggap terhadap perilaku massa
(Masyudi,2018). Pengelolaan sampah padat yang baik diantaranya terdiri atas
(Sumantri, 2010) :
a. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber
Sampah yang ada di lokasi sumber ditempatkan dalam tempat
penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah
kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan
pemusnahannya (Sumantri,2010).
Tempat sampah merupakan tempat yang disenangi lalat dan menjadi
tempat perindukannya, tempat sampah juga memberikan suatu medium utama bagi
kehidupan lalat. Tempat sampah yang terbuka, lembab, dan sampah yang
didalamnya menumpuk akan disenangi lalat. Tempat yang disenangi adalah tempat
yang basah seperti sampah basah, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang
menumpuk secara kumulatif dan lalat berkembang biak pada habitat diluar hunian
Page 43
22
manusia yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen
lainnya, kotoran hewan, sampah dan sejenisnya (Kumala, 2016).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1098/Menkes/SK/VII/2003, tempat sampah yang digunakan harus memenuhi
persyaratan berikut ini :
1) Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air.
2) Tidak mudah berkarat.
3) Mempunyai tutup.
4) Tersedia pada setiap tempat/ruangan memproduksi sampah.
5) Sampah dibuang tiap 24 jam.
b. Tahap pengangkutan
Sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah
dengan menggunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas
Kebersihan Kota (Sumantri, 2010).
c. Tahap pemusnahan
Adalah tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang
digunakan antara lain (Sumantri, 2010) :
1) Sanitary landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam
metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan
tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada
Page 44
23
di ruang terbukadan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang
binatang pengerat.
2) Inceneration
Insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara
membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik.
3) Composting
Pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat
organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini
menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk.
4) Hot feeding
Pemberian sejenis garbage pada hewan ternak (misal, babi). Perlu diingat
bahwa sampah basah tersebut harus diolah lebih dahulu (dimasak atau direbus)
untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trichinosis ke hewan ternak.
5) Discharge to sewers
Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan
air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah
memang baik.
6) Dumping
Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang atau
tempat sampah.
Page 45
24
7) Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya terjadi
pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.
8) Individul incineration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk
terutama di daerah pedesaan.
9) Recycling
Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai
atau didaur ulang.
10) Reduction
Metode ini diterapkan dengan cara menghancurkan sampah sampai ke
bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak.
11) Salvaging
Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali misalnya, kertas bekas.
Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit.
5. Tempat cuci tangan
Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai.
Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air mengalir, sabun/deterjen, bak
Page 46
25
penempungan yang permukaannya halus, mudah dibersihkan dan limbahnya
dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.
6. Tempat mencuci peralatan
Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan.
Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur,
menyabun dan membilas.
7. Tempat mencuci bahan makanan
Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan.
8. Tempat penyimpanan air bersih (tandon air) harus tertutup sehingga dapat
menahan masuknya tikus dan serangga.
9. Ruang dapur, ruang makan dan penyajian
Dapur harus bersih, ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan
lainnya.
10. Ruang makan
Ruang makan bersih, tersedia perlengkapan di ruang makan (meja, kursi,
taplak meja), tempat peragaan makanan jadi harus tertutup, perlengkapan bumbu,
kecap, sambal, merica, garam dan lain-lain bersih.
2.1.3 Prinsip Kantin Sekolah
1. Makanan jajanan yang dijual harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup
(terlindung dari lalat atau binatang lain dan debu).
Page 47
26
2. Makanan jajanan yang disajikan dalam kemasan harus dalam keadaan baik dan
tidak kadaluarsa.
3. Tempat penyimpanan makanan yang dijual pada kantin harus selalu terpelihara
dan selalu dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, terhindar dari bahan
kimia berbahaya, serangga dan hewan lain.
4. Tempat pengolahan/ dapur atau penyiapan makanan harus bersih dan
memenuhi persyaratan kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Peralatan yang sudah di pakai dicuci dengn air bersih yang mengalir atau dalam
2 (dua) wadah yang berbeda dan dengan menggunakan sabun.
6. Peralatan yang sudah bersih harus disimpan di tempat yang bebas pencemaran.
7. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan
harus sesuai dengan peruntukannya.
8. Dilarang menggunkan kembali peralatan yang dirancang hanyauntuk sekali
pakai.
9. Penyaji makanan di sekolah harus selalu menjaga kebersihan dengan selalu
mencuci tangan sebelum memasak dan dari toilet (Kepmenkes,2006).
2.2 Sekolah
Sekolah merupakan sebuah lembaga yang berperan sebagai pelaksana proses
pembelajaran untuk siswa atau murid. Arti dari pembelajaran ini adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik (guru) dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (Saputra, 2016).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
Page 48
27
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.20, 2003). Pendidikan menengah
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan, atau bentuk lain
yang sederajat.
2.2.1 Sekolah Menengah Atas
Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan
formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah
Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah
Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah Menengah Atas yang
selanjutnya disingkat SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah
sebagai lanjutan dari SMP, MTs atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs ( PP RI No.17, 2010).
2.3 Hubungan Sanitasi Sekolah Dengan Kesehatan
Sekolah secara formal terdiri dari 3 jenjang yang berbeda, yaitu sekolah
dasar, sekolah menegah, dan sekolah tinggi. Fungsi sekolah terdiri dari 3 fungsi
utama yaitu fungsi pendidikan sebagai penyadaran, fungsi progresif pendidikan
dan fungsi mediasi pendidikan. Status kesehatan siswa dipengaruhi oleh
sanitasinya, sanitasi ini merupakan faktor lingkungan yang berperan sangat besar
terhadap status kesehatan suatu kelompok. Sarana sanitasi dasar di sekolah
Page 49
28
meliputi sarana air bersih, pengolahan sampah, pengolahan tinja serta saluran
pengolahan air limbah. Fungsi sekolah sebagai sarana pembelajaran dan
pendidikan juga sangat berperan dalam hubungannya dengan sanitasi sekolah.
Jika fungsi sekolah dapat dijalankan dengan baik seiring dengan kelengkapan
sarana sanitasi dasar maka dapat mempengaruhi keadaan kesehatan di lingkungan
sekolah yang secara tidak langsung mempengaruhi status kesehatan siswa
(Danim, 2007).
2.4 Lalat
2.4.1 Pengertian
Lalat pengganggu kesehatan tergolong ke dalam ordo Diptera, subordo
Cyclorhapha, dan anggotanya terdiri ats lebih dari 116.000 spesies lebih seluruh
dunia. Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak dengan menggunakan
sayapnya (terbang). Hanya sesekali bergerak dengan kakinya. Oleh karena itu,
daerah jelajahnya cukup luas. Berbagai jenis family yang penting di permukiman
antara lain adalah Muscidae (berbagai jenis lalat rumah, lalat kandang, lalat
tanduk), Calliphoridae (berbagai jenis lalat hijau) dan Sarcophagidae (berbagai
jenis lalat daging) (Sucipto, 2011).
2.4.2 Siklus Hidup Lalat
Lalat termasuk dalam genus musca yang terdapat di sekitar rumah dan
dalam rumah (Musca domestica). Siklus hidupnya adalah terdiri dari empat
stadium telur, larva, pupa dan dewasa (Suyono,2010).
Page 50
29
1. Stadium telur
Stadium ini memerlukan waktu 12-24 jam. Bentuk telur lonjong bulat
berwarna putih, besarnya telur 1-2 mm, dikeluarkan oleh lalat betina sekaligus
sebanyak 150-200 butir.,faktor temperatur tempat sarang telur ini (kotoran)
sangat berpangaruh, semakin hangat semakin cepat proses pematangannya.
2. Stadium larva
Larva lalat berbentuk bulat panjang kurang lebih 8mm, warna putih
kekuning-kuninganagak keabuan bersegmen 13, dikalangan masyarakat biasa
disebut sebagai belatung. Larva dewasa selalu bergerak untuk mencari makanan
sekitar sarangnya berupa bahan organik. Pada tingkat akhir larva mencari
tempat kering untuk kemudian tidak bergerak dan berubah menjadi
kepompong/pupa. Lamanya stadium ini 2-8 hari tergantung dari pengaruh
setempat. Larva mudah terbunuh pada temperatur 37˚C. Ada tiga tingkatan
stadium larva lalat :
a. Setelah keluar dari telur, belum banyak gerakan
b. Setelah larva menjadi dewasa, banyak gerakan
c. Tingkat terakhir tidak banyak gerakan
3. Stadium pupa
Lamanya stadium ini 2-8 hari bergantung pada temperatur setempat.
Bentuk bulat lonjong dengan warna coklat hitam panjang 8-10 mm. Pada
stadium ini jarang ada pergerakan, mempunyai selaput luar yang keras disebut
chitine, di bagian depan terdapat spiracle (lubang nafas) disebut posterior
spiracle.
Page 51
30
4. Stadium dewasa
Dari pupa ini akhirnya terwujud lalat dewasa. Dari stadium telur sampai
menjadi dewasa memerlukan waktu selama 7-14 hari. Sarang lalat umumnya
adalah kotoran manusia dan hewan serta dari bahan organik lainnya yang segar
maupun membusuk ( daging, ikan , tumbuhan). Masa bertelurnya 4-20 hari,
sexual maturity 2-3 hari. Perkawinan terjadi pada hari ke-2 sampai ke-12
sesudah keluar dari kepompong. Setiap bertelur mencapai 100-150 butir, setiap
betinanya dapat bertelur sampai 4-5 kali seumur hidupnya.
Makanan utamanya adalah benda-benda cair terutama yang
mengandung gula dan berbau amis. Benda yang keras dicairkan menggunakan
liurnya. Setiap makan seringkali memuntahkan makananya. Oleh sebab itu
kemungkinan terjadinya penularan penyakit dapat melalui aktivitas
memuntahkan makan ini disamping bulu-bulu kakinya yang sanggup membawa
jutaan kuman berbahaya.
Lalat suka hinggap di tempat yang kotor antara lain di lantai dan tanah,
atau di tempat yang mengandung makanan yang disukainya, sering hinggap di
tempat yang mengandung makanan yang disukainya, sering hinggap ditempat
yang memanjang vertikal misalnya tali yang menggantung, jarang mau hinggap
di dinding. Sering hinggap di tempat yang sejuk dan terhindar dari sinar
matahari langsung. Di luar rumah sering hinggap di semak-semak, ditempat
menjemur pakaian, apabila hujan masuk ke dalam rumah.
Lalat tidak suka terbang terus-menerus, setiap saat selalu hinggap. Jarak
terbang antara 0.5-20 km. Jenis lalat meliputi :
Page 52
31
a. Musca domestica – domestica
b. Musca domestica vicina
c. Chrysomia megacephala (lalat hijau)
d. Sarchopaga SPP (lalat daging)
Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI No 50 Tahun 2017
2.4.3 Tempat Perindukan dan Perilaku Lalat
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat yang basah seperti sampah
basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk
secara kumulatif (dikandang) ( Sucipto, 2011).
Page 53
32
a. Kotoran hewan
Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama yaitu pada kotoran
hewan yang lembab dan baru (normalnya lebih kurang satu minggu).
b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan
lalat juga suka berkembangbiak pada sampah, sisa makanan, buah-buahan
yang ada di dalam rumah maupun di pasar.
c. Kotoran organik
Kotoran organik seperti kotoran hewan dan manusia, sampah dan makanan
ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembangbiaknya lalat.
d. Air kotor
Lalat rumah berkembang biak pada permukaan air kotor yang terbuka.
Lalat umumnya terestrial, meskipun habitat pradewasa berbeda dengan
tahap dewasa. Tahap pradewasa memilih habitat yang cukup banyak bahan
organik yang sedang mengalami dekomposisi. Misal sampah organik yang basah.
Tahap dewasa juga menyukai sampah organik, hanya daerah jelajahnya yang luas
sehingga dapat memasuki rumah atau tempat manusia beraktivitas. Kedua
perbedaan ini menyebabkan kehidupan tahap pradewasa tidak bersaing dengan
kehidupan tahap dewasa. Karena tanpa persaingan, maka lalat dapat berkembang
dengan optimal. Umumnya daya terbang lalat tidak lebih dari 50 meter dari
tempat perindukannya, kecuali kalau keadaan memaksa maka dapat terbang
beberapa kilometer. Selain ketersediaan makanan, kelembaban dan adanya tempat
bertelur yang aman, kecepatan angin, bau, cahaya juga banyak mempengaruhi
daya terbang lalat.
Page 54
33
Lalat dewasa aktif pada siang hari dan selalu berkelompok atau berkumpul
dan berkembangbiak di sekitar sumber makanannya. Pada malam hari biasanya
istirahat walaupun mereka dapat beradaptasi dengan cahaya lampu lebih terang.
Penyebaran lalat sangat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, kelembaban. Untuk
istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35˚- 40˚C, kelembaban 90%. Aktifitas
terhenti pada suhu <15˚C. Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik
yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan
adanya sinar buatan. Jumlah lalat akan meningkat pada suhu 20˚C - 25˚C dan
akan berkurang jumlahnya pada suhu <10˚C atau >49˚C serta kelembaban yang
optimum 90%.
Pada waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk
titik hitam. Tanda–tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat
lalat istirahat. Pada siang hari lalat tidak tidak makan tetapi istirahat di lantai
dinding, langit-langit, rumput-rumput dan tempat yang sejuk. Juga menyukai
tempat yang berdekatan dengan makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung
dari angin dan matahari yang terik. Di dalam rumah, lalat istirahat pada piggiran
tempat makanan, kawat listrik,. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian
tidak lebih dari 5 meter.
2.4.4 Penyakit yang Ditimbulkan Oleh Lalat
Penyakit- penyakit yang ditimbulkan dari lalat diantaranya (Sucipto, 2011):
a. Disentri
Dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat peredaran
darah.
Page 55
34
b. Diare
Dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu.
Disentri dan diare termasuk karena Shigella spp atau diare bisa juga karena
Escherchia coli.
c. Thypoid
Gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu,
penyebabnya adalah Salmonella spp.
d. Cholera
Gejala muntah-muntah, demam, dehydrasi, penyebabnya adalah Vibrio
cholera.
e. Pada beberapa kasus, sebagai vektor penyakit lepra dan yaws (Frambusia atau
patek)
f. Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh lalat
rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misal cacing jarum atau cacing kremi
(Enterobius vermicularis), cacing gilig, cacing kait, cacing pita, cacing
cambuk.
g. Di mesir lalat Musca sorbens bertanggung jawab dalam penyebaran trakhoma
dan wabah sakit mata.
h. Belatung lalat Musca domestica, Chrysomya dan Sarcophaga dapat juga
menyerang jaringan luka pada manusia dan hewan.
Penyakit- penyakit diatas tersebar diseluruh dunia tidak tergantung pada
iklim, tetapi hygiene perorangan yang buruk serta sanitasi lingkungan yang
rendah mempunyai pengaruh langsung terhadap incidence cholera. Penyediaan air
Page 56
35
bersih yang memadai mencegah kontak lalat terhadap makanan dan minuman
serta pelaksanaan karantina bagi penderita dapat mengurangi kejadian penyakit-
penyakit tersebut di suatu daerah.
2.4.5 Pengendalian Lalat Rumah
Sampai saat ini belum ditemukan pengendalian lalat yang efektif. Beberapa
metode pengendalian khususnya di TPA (tempat pembuangan akhir) hanya
mungkin apabila dilakukan secara terpadu dengan berbagai metode. Pengendalian
lalat dapat dibedakan menjdi 2 strategi yaitu langsung dan tidak langsung.
Strategi pengendalian secara tidak langsung adalah menghalangi lalat rumah
untuk sampai pada tempat perindukan atau sumber makanan sehingga menambah
kematian seperti : sanitasi lingkungan (pengurangan sumber) dan modifikasi
habitat. Pengendalian dengan perbaikan sanitasi lingkungan dan higiene lebih
efektif dan keuntungan lebih lama. Peningkatan sanitasi lingkungan dan higiene
dapat dilakukan : pengurangan atau eliminasi tempat perindukan lalat, reproduksi
atau pengurangan sumber-sumber yang menarik lalat, perlindungan terjadinya
kontak antara lalat dengan patogen dan proteksi makanan, dan manusia dari
kontak dengan lalat (Sucipto, 2011).
2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepadatan Lalat di Kantin Sekolah
Menengah Atas (SMA)
2.5.1 Fasilitas Sanitasi
Fasilitas Sanitasi yang mempengaruhi kepadatan lalat di kantin
diantaranya :
Page 57
36
1. Penyediaan air bersih
Air bersih harus tersedia dengan cukup untuk seluruh kegiatan pengelolaan
makanan (Oihuwal, 2012). Di tempat pencucian alat harus tersedia air bersih yang
cukup dan mengalir. Disekitar tempat cuci alat tidak boleh ada air tergenang.
Genangan air dan ceceran makanan pada tempat pencucian peralatan dapat
dengan mudah mengundang datangnya lalat karena sifat lalat yang suka makan-
makanan yang cair (Kepmenkes,2014 dalam Kumala).
2. Toilet atau jamban
Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok
untuk sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia (feces) adalah sumber
penyebaran penyakit yang multi kompleks. Peranan tinja dalam penyebaran
penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan,
minuman, sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga, dan bagian-bagian
tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut ( Pebriyanti 2017).
3. Saluran pembuangan air limbah
Tingginya kepadatan lalat dapat disebakan oleh Sistem Pembuangan Air
Limbahnya tidak ada dan di alirkan pada saluran terbuka, dimana dari SPAL
tersebut tercium bau yang kurang sedap sehingga lalat berada di sekitar SPAL
yang menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan vektor (Pebriyanti,
2017).
Page 58
37
4. Kondisi tempat sampah
Lalat merupakan salah satu vektor penyakit pada sistem pencernaan yang
memiliki tempat perindukan di tempat-tempat sampah. Tidak adanya penutup
pada tempat sampah menimbulkan bau yang kurang sedap dan mengundang
datangnya lalat (Pebriyanti, 2017).
2.5.2 Kondisi Fisik Lingkungan
Kondisi fisik lingkungan yang mempengaruhi kepadatan lalat di kantin
diantaranya (Kumala, 2016):
1. Pencahayaan
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya.
Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan adanya sinar buatan. Efek
sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperature dan kelembaban (Depkes
RI, 1992:5).
2. Temperature
Jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperature 20˚C-25˚C dan
akan berkurang jumlahnya pada temperature <10˚C atau .49˚C serta kelembaban
yang optimum 90%. Untuk istirahat lalat memerlukan suhu sekitar 35˚C-40˚C,
kelembaban 90%. Aktivitas terhenti pada temperatur <15˚C (Komariah, 2010:40).
Page 59
38
3. Kelembaban
Kelembaban yang optimum untuk aktifitas dan perkembangbiakan lalat
adalah 90%. Lama kehidupan lalat sangat tergantung pada makanan, air dan
temperatur. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu sedangkan musim
dingin bisa mencapai 70 hari (Depkes RI, 1992:4).
2.5.3 Kondisi Sanitasi Lingkungan
Hal- hal yang mempengaruhi kepadatan lalat di kantin diantaranya adalah
sebagai berikut (Kumala, 2016) :
1. Kondisi tempat pencucian peralatan
Lalat senang hinggap di tempat pencucian peralatan yang kotor , dan
terdapat sisa-sisa makanan yang tercecer. Menurut Depkes RI (1992:3)
menyebutkan sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam
bentuk cair/ makanan yang basah. Air merupakan hal yang penting dalam
kehidupan lalat dewasa.
Apabila sekitar tempat pencucian peralatan lembab maka akan
memudahkan lalat untuk berkembangbiak, karena perkembangbiakan lalat akan
mudah pada kelembaban 90%. Genangan air dan ceceran makanan pada tempat
pencucian peralatan dapat dengan mudah mengundang datangnya lalat karena
sifat lalat yang suka makan makanan yang cair.
Page 60
39
Persyaratan tempat mencuci peralatan yaitu terbuat dari bahan yang kuat,
aman, tidak berkarat, mudah dibersihkan, bak pencucian sedikitnya terdiri dari
tiga bilik/bak untuk mengguyur, menyabun, dan membilas. Tersedia air bersih
yang cukup dan mengalir, dilengkapi dengan sabun/ detergent. Disekitar tempat
cuci alat tidak boleh ada air tergenang (Kepmenkes,2014).
2. Kebersihan tempat penyimpanan bahan makanan
Menurut Depkes RI (2001) tempat penyimpanan bahan makanan yang
tidak bersih dan tidak teratur akan menarik lalat untuk mengerumuni bahan
makanan yang akan dimasak. Timbunan sayuran yang sudah membusuk akan
menjadi tempat perindukan yang bagus bagi lalat.
3. Sarana pencegahan terhadap lalat
Penggunaan kawat kasa dan kipas angin elektrik pada tempat makan akan
mencegah masuknya lalat (Depkes RI, 2001). Persyaratan peralatan pencegahan
terhadap lalat yaitu tempat penyimpanan air bersih harus ditutup sehingga dapat
menahan masuknya lalat. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang
dapat mencegah masuknya lalat (kawat kasa berukuran 32 mata per inchi).
4. Tempat penyajian makanan
Tempat penyajian makanan yang terbuka akan mengundang lalat untuk
hinggap pada makanan yang tersaji. Kebiasaan makan lalat yang sering berpindah
dari satu makanan ke makanan yang lain. Pada waktu makan lalat, lalat seringkali
memuntahkan sebagian makanannya dan bila pada bulu-bulu kaki lalat tedapat
Page 61
40
kuman patogen maka dapat memungkinkan terjadinya penyebaran kuman penyakit
(Depkes RI,1992:3).
2.6 Tingkat Kepadatan Lalat
2.6.1 Pengertian
Tingkat kepadatan lalat adalah jumlah lalat yang diukur dengan
menggunakan fly grill. Pengukuran kepadatan lalat dengan mempergunakan fly
grill didasarkan pada sifat lalat yaitu kecenderungannya untuk hinggap pada tepi-
tepi atau tempat yang bersudut tajam. Fly grill diletakkan pada tempat-tempat
yang telah ditentukan (berdekatan dengan tempat sampah, kotoran hewan,
kandang, dan lain-lain) pada daerah yang diukur (Depkes RI,1992:8).
2.6.2 Pengukuran Kepadatan Lalat
Cara mengukur kepadatan lalat dengan cara :
1. Fly grill
Alat fly grill terbuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya
1 cm dengan panjang masing-masing 80 cm, sebanyak 16-26 buah. Bilah-bilah
yang sudah disiapkan, dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangkanya
menggunakan paku skrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah selesai dipakai.
(Depkes RI 1992 dalam Jannah, 2006). Fly grill atau yang sering disebut blok grill
oleh sebagaian orang, adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur
kepadatan lalat di suatu tempat. Alat ini dipergunakan di dunia kesehatan,
khususnya kesehatan lingkungan. Alat ini sering di pergunakan untuk mengukur
Page 62
41
kepadatan lalat ditempat umum, misalnya pasar, tempat sampah umum, warung
makan, terminal, stasiun. Cara membuat fly grill sangat mudah dan tidak
diperlukan keahlian khusus untuk membuatnya, bahan untuk membuat fly grill
mudah untuk didapatkan, fly grill kuat dan mudah disimpan, permukaan fly grill
luas sehingga dapat menangkap lalat lebih banyak dan dapat digunakan untuk
jangka panjang. Fly grill diletakkan pada titik yang akan diukur dan jumlah lalat
yang hinggap dihitung selama 30 detik, tiap titik diadakan 10 kali perhitungan,
kemudian diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan dibuat rata-rata.
Angka ini merupakan indek populasi lala pada satu titik perhitungan.
Pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan
daripada pegukuran populasi larva lalat. Sebagai interpretasi hasil pengukuran
indek populasi lalat juga berguna untuk menentukan tindakan pengendalian yang
akan dilakukan, indek populasi lalat terbagi menjadi :
a. 0-2 ekor : rendah atau tidak menjadi masalah
b. 3-5 ekor : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat
perkembangbiakkan lalat
c. 6-20 ekor : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap
tempat- tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya
pengendalian.
d. 21 ekor : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap
tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat (Wijayanti, 2009
dalam Nida).
Page 63
42
Gambar 2.2 Fly Grill
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1992
Page 64
43
2.7 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi dari Oihuwal (2012), Pebriyanti (2017), dan Kumala (2016)
Fasilitas
Sanitasi
Tinja
Terbuka/ tanpa
tutup
Air bersih
Kepadatan lalat
di Kantin
Toilet
SPAL
Tempat
Sampah
Kuantitas
Bau
Pencahayaan
Kondisi fisik
lingkungan
Tempat bahan makanan
Sanitasi
lingkungan
Temperatur
Kelembaban
Tempat pencucian
peralatan
Tempat penyajian makanan
Sarana pencegahan lalat
Genangan air dan
ceceran makanan
Page 65
44
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep serta
variabel-variabel yang akan diukur (diteliti) (Notoadmodjo, 2012). Kerangka
konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah sementara dugaan adanya hubungan antara variabel bebas
dengan vaiabel terikat (Kasmadi,2013). Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris.
Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau ingin kita pelajari.
Kepadatan Lalat di
Kantin
Penyediaan air
bersih
Saluran
Pembuangan air
limbah
Kondisi Tempat
Sampah
Page 66
45
Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena yang kompleks,
oleh karena itu hipotesis menjadi sangat penting dalam sebuah penelitian
(Nasir,2011). Ditinjau dari operasi rumusnya, ada dua jenis hipotesis yaitu :
1. Hipotesis nol atau hipotesis nihil, hipotesis ini dituliskan dengan “Ho” adalah
hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan
hubungan sebab akibat antar variabel.
2. Hipotesis Ha, hipotesis ini ditulis dengan “Ha”. Hipotesis ini digunakan untuk
menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Hipotesis ini menyatakannya
adanya hubungan antar variabel.
Dari penjelasan diatas dapat dirumuskan bahwa hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Ha : Ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kepadatan lalat di kantin
SMAN Kabupaten Madiun.
Ha : Ada hubungan antara kondisi tempat sampah dengan kepadatan lalat di
kantin SMAN Kabupaten Madiun.
Ha : Ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan kepadatan lalat
di kantin SMAN Kabupaten Madiun.
Page 67
46
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik. Survei analitik
adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi
antara fenomena atau antara faktor resiko dengan faktor efek (Notoatmodjo,
2012).
Desain penelitian yang akan digunakan adalah cross sectional. Menurut
Notoatmodjo (2012) survey cross sectional adalah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek dimana
dalam penelitian ini mempelajari dinamika korelasi antara fasilitas sanitasi kantin
dengan kepadatan lalat dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (point time approach). Pada penelitian ini peneliti ingin
mengetahui hubungan antara penyediaan air bersih, kondisi tempat sampah,
saluran pembuangan air limbah dengan kepadatan lalat di kantin SMAN
Kabupaten Madiun.
Page 68
47
Populasi
(Sampel)
Faktor Resiko + Faktor Resiko -
Efek + Efek - Efek + Efek –
Sumber : Notoatmodjo, 2012
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Cross Sectional
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan
diduga (Kasjono, 2009). Menurut Sugiyono (2017) Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kantin di
SMAN Kabupaten Madiun yang berjumlah 39 kantin.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mana ciri-cirinya diselidiki atau
diukur (Kasjono, 2009). Sedangkan menurut Sugiyono (2017), sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
Page 69
48
populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti
dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Yang menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah seluruh kantin di SMAN Kabupaten Madiun yang
berjumlah 39 kantin.
1. Kriteria inklusi
Kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang
dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini kriteria
inklusinya adalah:
a. Kantin yang memiliki fasilitas sanitasi penyediaan air bersih, tempat
sampah, dan saluran pembuangan air limbah.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria populasi yang tidak dapat dijadikan
sampel dalam penelitian (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini kriteria
eksklusi adalah :
a. Pemilik kantin yang tidak bersedia untuk dilakukan penelitian
4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk
menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai
teknik sampling yang digunakan (Sugiyono, 2017). Dengan demikian teknik
sampling dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan jenis total
sampling yaitu seluruh populasi dambil untuk dijadikan sebagai sampel
(Nursalam,2008). Alasan mengambil total sampling adalah karena jumlah
Page 70
49
populasi yang kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian
( Sugiyono, 2011).
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja adalah pentahapan (langkah-langkah) dalam aktivitas ilmiah
mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal
penelitian dilaksanakan (Nursalam,2008). Berikut disampaikan kerangka kerja
dari penelitian ini, mulai dari awal sampai penarikan kesimpulan.
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian
Sampel Seluruh kantin di SMAN Kabupaten Madiun yang berjumlah 39
kantin
Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan observasi
Jenis dan desain penelitian
Jenis penelitan survei analitik dengan desain cross sectional
Hasil dan kesimpulan
Pengolahan data Editing, coding, entry, cleaning, tabulating dan analisis data
menggunakan uji chi square
Populasi
Seluruh kantin di SMAN Kabupaten Madiun yang berjumlah 39 kantin
Page 71
50
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitan pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel penelitian adalah
suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017). Dalam penelitian ini, variabel yang di
teliti adalah :
1. Variabel independen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent.
Dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas
adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2017).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyediaan air bersih, kondisi tempat
sampah, dan saluran pembuangan air limbah.
2. Variabel dependen
Sering disebut sebagai variabel output, kriteria konsekuen. Dalam bahasa
indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
(Sugiyono, 2017). Biasanya antara variabel independen dengan variabel dependen
Page 72
51
tidak dapat dipisahkan, karena masing-masing tidak bisa berdiri sendiri tetapi
selalu berpasangan (Riwidikdo, 2012). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kepadatan lalat di kantin SMAN Kabupaten Madiun.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel
diamati/diteliti, perlu sekali variabel-varabel tersebut diberi batasan atau “definisi
operasional”. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta
pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo,2012).
Page 73
52
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel hubungan fasilitas sanitasi dasar kantin dengan tingkat kepadatan lalat di kantin
SMAN Kabupaten Madiun
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor Kategori
Varabel bebas
Penyediaan
air bersih
Penyediaan air bersih
yang dimaksud adalah
kualitas fisik air yang
digunakan untuk
keperluan mengolah
makanan, mencuci
bahan makanan dan
mencuci peralatan di
setiap proses
pengolahan makanan
di kantin sekolah.
(Kepmenkes, 2006)
Parameter yang diukur
adalah kualitas fisik air
berupa:
1. Tidak berwarna
2. Tidak berbau
3. Tidak Berasa
Lembar
Observasi
Nominal 0 = buruk
1 = baik
Buruk : apabila salah
satu syarat
tersebut
tidak
terpenuhi.
Baik : apabila
ketiga syarat
tersebut
terpenuhi.
Tempat
sampah
Tempat sampah yang
dimaksud dalam
penelitian ini adalah
kualitas fisik tempat
sampah di kantin
sekolah.
(Kepmenkes, 2003)
Parameter yang diukur
adalah kuaitas fisik
tempat sampah berupa:
1. Mempunyai penutup
2. Kedap air
Lembar
Observasi
Nominal 0 = buruk
1 = baik
Buruk : apabila salah
satu syarat
tersebut
tidak
terpenuhi.
Baik : apabila
kedua syarat
tersebut
terpenuhi.
Page 74
53
Lanjutan tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel hubungan fasilitas sanitasi dasar kantin dengan tingkat kepadatan lalat di
kantin SMAN Kabupaten Madiun
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor Kategori
Saluran
pembuangan
air limbah
Saluran pembuangan
air limbah yang
dimaksud dalam
penelitian ini adalah
kualitas fisik saluran
pembuangan air
limbah yang berasal
dari pencucian
peralatan dan bahan
makanan di kantin
sekolah.
(Kepmenkes, 2003)
Parameter yang diukur
adalah kualitas fisik
saluran pembuangan air
limbah berupa:
1. kedap air
2. tidak tersumbat
3. saluran tertutup
4. berjarak minimal 10 m
dari sarana air bersih.
Lembar
Observasi
dan Roll
meter
Nominal 0 = buruk
1 = baik
Buruk : apabila salah
satu syarat
tersebut
tidak
terpenuhi.
Baik : apabila
keempat
syarat
tersebut
terpenuhi
Variabel Terikat
Kepadatan
lalat
Kepadatan lalat adalah
jumlah lalat yang
diukur dengan
menggunakan fly grill
yang terdapat di
kantin SMAN
(Depkes RI,1992)
Jumlah lalat yang
hinggap di fly grill dalam
waktu 30 detik dihitung,
pada setiap lokasi
sedikitnya 10 kali
perhitungan (10 × 30
detik) dan lima
perhitungan yang
tertinggi dibuat rata-rata.
Lembar
observasi
(Fly grill)
dan Timer
(jam)
Nominal 0 = tinggi
1 = tidak
tinggi
>5 : tinggi
≤5 : tidak tinggi
Page 75
54
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut
variabel penelitian (Sugiyono, 2017). Adapun instrumen dalam penelitian ini
adalah lembar observasi dan fly grill.
4.6.1 Observasi
Instrumen observasi terdiri atas Checklist dan Rating scale. Pada suatu
pengukuran, peneliti menggunakan pendekatan berdasarkan katagori sistem yang
telah dibuat oleh peneliti untuk mengobservasi suatu peristiwa dan perilaku dari
subjek. Hal yang sangat penting pada teknik pengukuran dengan adanya sistem
kategori adalah adanya definisi secara hati-hati terhadap perilaku yang diobservasi
setiap kategori harus dijelaskan secara mendalam dengan definisi operasional
supaya observer dapat mengkaji kejadian yang timbul.
4.6.2 Pengukuran Jarak Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Sarana Air
Bersih
Pengukuran jarak antara saluran pembuangan air limbah dengan sarana air
bersih di kantin dengan menggunakan alat yaitu roll meter. Roll meter atau
meteran adalah alat ukur panjang yang bisa digulung, dengan panjang 25-50
meter. Roll meter berfungsi untuk mengukur jarak atau panjang.
4.6.3 Pengukuran Kepadatan Lalat
Jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap lokasi
sedikitnya sepuluh kali perhitungan (10×30 detik) dan lima (5) perhitungan yang
Page 76
55
tertinggi dibuat rata-rata. Angka rata-rata merupakan petunjuk indeks populasi
lalat dalam satu lokasi tertentu. Alat yang digunakan untuk mengukur kepadatan
lalat adalah fly grill. Kategori hasil pengukuran pada setiap lokasi atau block grill
yaitu (Depkes,1992) :
a. ≤ 5 : tidak tinggi, tidak menjadi masalah.
b. > 5 : tinggi, populasi padat dan perlu perencanaan terhadap tempat-tempat
berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian (Depkes,
1992).
1. Ukuran Fly Grill
a. Panjang : 80 cm
b. Lebar : 2 cm
c. Tebal : 1 cm
d. Jumlah bilah : 20 bilah kayu
e. Jarak antar bilah : 1.5 cm
2. Posisi Atau Letak Fly Grill
a. Dekat dengan tempat sampah
b. Dekat dengan SPAL
c. Dekat dengan penyedian air bersih yang digunakan untuk mencuci alat
d. Di bawah meja makan
e. Ditengah-tengah (diantara tempat sampah, tempat pencucian alat serta
SPAL)
Page 77
56
3. Waktu Pengukuran Kepadatan Lalat
Pengukuran kepadatan lalat dengan alat fly grill dimulai pukul jam 08.00-
11.30 WIB. Pengukuran lalat dilakukan setelah pedagang kantin selesai melakukan
proses masak-memasak sehingga sudah menghasilkan sampah kering maupun
basah dan limbah dari tempat pencucian alat. Pada waktu jam istirahat tidak
dilakukan pengukuran karena pada jam istirahat banyak siswa-siswi yang berlalu
lalang di kantin.
4. Alat Dan Bahan
a. Alat :
1) Fly grill adalah alat yang digunakan untuk menghitung kepadatan lalat
2) Timer adalah alat yang digunakan untuk mengukur waktu
b. Bahan :
1) Lalat rumah
5. Cara Kerja
a. Letakkan alat fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya yaitu
di dekat tempat sampah, SPAL, penyediaan air bersih yang digunakan untuk
mencuci alat, dibawah meja makan, dan diantara tempat sampah, tempat
pencucian alat serta SPAL. Alat fly grill diletakkan di permukaan yang
datar, hal ini terutama mengingat lalat tertarik pada permukaan datar
(Wulandari,2015).
b. Siapkan timer untuk menentukan waktu perhitungan selama 30 detik.
Page 78
57
c. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selam 30 detik dengan
menggunakan timer. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30
detik tetap dihitung.
d. Jumlah lalat yang hinggap dicatat.
e. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang
sama.
f. Dan dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung
rata-ratanya, sehingga diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi penelitian
Lokasi adalah tempat yang digunakan untuk pengambilan data selama kasus
berlangsung (Notoatmodjo,2012). Penelitian ini dilakukan di Kantin Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) Kabupaten Madiun.
4.7.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis untuk
memperoleh data penelitian yang dilaksanakan (Notoatmodjo,2012). Berikut
adalah waktu pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti :
Tabel 4.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Pelaksanaan
1. Pengajuan judul skripsi 20 Februari 2019
2. Penyusunan dan konsul proposal skripsi 28 Februari - 30 April 2019
3. Seminar proposal 5 Mei 2019
4. Penelitian 16 Juli 2019 - 29 juli 2019
5. Konsul skripsi 3 Agustus 2019
6. Ujian seminar hasil 19 Agustus 2019
7. Revisi 20-26 Agustus 2019
Page 79
58
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
4.8.1 Sumber Data
1. Data primer
Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti untuk
menjawab masalah penelitiannya secara khusus. Pada umumnya data primer ini
belum tersedia, sehingga seorang peneliti harus melakukan pengumpulan data
sendiri berdasarkan kebutuhannya. Data primer dari penelitian ini diperoleh
langsung dari hasil survei pendahulan dan observasi oleh peneliti secara langsung
di Kantin SMAN Kabupaten Madiun.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan sumber
lain atau pihak lain yaitu dengan mengadakan studi kepustakaan dengan obyek
penelitian atau dapat dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari
instansi yang terkait. Data sekunder penelitian ini diperoleh dari Dinas Pendidikan
Kabupaten Madiun dan SMAN Se-Kabupaten Madiun.
4.8.2 Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2012), proses pengolahan data ini melalui tahap-
tahap yaitu sebagai berikut :
1. Editing
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan
penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan
kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut:
Page 80
59
a. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.
b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau
terbaca.
c. Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya.
d. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan
yang lainnya.
2. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan
peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan.
Tabel 4.3 coding data variabel hubungan fasilitas sanitasi dasar kantin
dengan kepadatan lalat di SMAN Kabupaten Madiun.
No Variabel Coding data
1. Penyediaan air bersih 0= buruk
1= baik
(Kepmenkes, 2003)
2. Kondisi tempat sampah 0= buruk
1= baik
(Kepmenkes, 2003)
3. Saluran pembuangan air limbah 0= buruk
1= baik
(Kepmenkes, 2003)
4. Kepadatan lalat 0= tinggi
1= tidak tinggi
(Depkes RI,1992)
3. Memasukkan data (data entry) atau processing
Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software”
Page 81
60
komputer. Software komputer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang paling sering
digunakan untuk “entry data” penelitian adalah program pengolah data.
Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang yang melakukan “data
entry” ini. Apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya memasukkan
data saja.
4. Pembersihan data (cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data
cleaning). Adapun cara membersihkan data dapat diberikan contoh sebagai
berikut :
a. Mengetahui missing data (data yang hilang)
Untuk mengetahui data yang hilang (missing) dapat dilakukan dengan
membuat distribusi frekuensi masing-masing variabel.
b. Mengetahui variasi data
Dengan melihat variasi data dapat dideteksi apakah data yang dimasukkan
benar atau salah. Cara mendeteksi dengan membuat distribusi masing-masing
variabel. Seperti telah diuraikan diatas bahwa data dimasukkan (entry) dalam
bentuk kode atau angka.
Page 82
61
c. Mengetahui konsistensi data
Cara untuk mengetahui adanya ketidakkonsistensian data dapat dilakukan
dengan menghubungkan dua variabel.
5. Tabulating
Mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti guna memudahkan
analisis data.
4.9 Teknik Analisis Data
4.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari
jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median
dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo,2012). Analisis
yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggambarkan masing-masing
variabel baik variabel bebas berupa penyediaan air bersih, kondisi tempat sampah,
saluran pembuangan air limbah dan variabel terikat berupa kepadatan lalat.
4.9.2 Anaisis Bivariat
Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut di atas, hasilnya akan
diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan
analisis bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo,2012).
Page 83
62
Analisis bivariat dalam mengetahui atau mengidentifikasi hubungan
fasilitas sanitasi kantin dengan tingkat kepadatan lalat di Sekolah Menengah Atas
Negeri (SMAN) Wilayah Kabupaten Madiun dianalisa menggunakan uji chi-
square. Syarat uji chi-square yaitu :
1. Semua pengamatan dilakukan dengan independent.
2. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan 1 (satu). Sel- sel dengan
frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total sel dan yang
dibaca adalah continuity correction. Apabila melebihi 20% dari total sel maka
menggunakan uji alternatif dari chi square yaitu fisher exact.
Analisis chi-square sebenarnya merupakan statistik non parametrik. Hal
ini disebabkan karena data untuk pengujian chi-square adalah data
kategori/kualitatif (nominal,ordinal). Chi-square disini digunakan untuk mencari
hubungan dan tidak dapat untuk melihat seberapa besar hubungannya. Chi-square
dapat melihat tabulasi silang (Sujarweni,2015). Keputusan dari pengujian chi-
square yaitu :
1. Apabila p value ≤ 0.05, maka Ha diterima dan Hₒ ditolak, sehingga antara
kedua variabel ada hubungan yang bermakna.
2. Apabila p value > 0.05, maka Hₒ diterima dan Ha ditolak, sehingga antara
kedua variabel tidak ada hubungan yang bermakna.
3. 95% CI tidak melewati angka 1 artinya berhubungan, 95% CI melewati angka 1
artinya tidak berhubungan.
Page 84
63
Syarat rasio prevalens, sebagai berikut :
1. RP (Rasio prevalens) < 1, artinya ada hubungan namun variabel tersebut tidak
menjadi faktor resiko.
2. RP (Rasio prevalens) > 1, artinya ada hubungan dan variabel tersebut menjadi
fakor resiko.
3. RP (Rasio prevalens) = 1, artinya variabel bebas tersebut tidak menjadi faktor
resiko.
4.10 Etika Penelitian
Ethos (tunggal) atau etha (jamak), berasal dari bahasa yunani yang
mengandung banyak arti antara lain : adat, kebiasaan, akhlak, watak, perasaan,
sikap, dan cara berpikir. Dalam perkembangan selanjutnya etika adalah
ilmu/pengetahuan tentang apa yang dilakukan (pola perilaku) orang, atau
pengetahuan tentang adat kebiasaan orang. Dalam kamus bahasa indonesia
karangan poerwadarminta (1953) menyatakan etika atau akhlak adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak kewajiban orang dalam
kelompok sosial. Penelitian adalah upaya mencari kebenaran terhadap semua
fenomena kehidupan manusia, baik yang menyangkut fenomena alam maupun
sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, dan sebagainya guna
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermuara kepada
kesejahteraan umat manusia. Dalam penelitian keesehatan khususnya, khususnya
penelitian keehatan masyarakat, subjek penelitian tersebut adalah manusia
(Notoatmodjo,2012).
Page 85
64
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti
(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil
penelitian tersebut.
4.10.1 Prinsip Dasar dan Kaidah Etika Penelitian :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut.
Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk
memberikan informasi atau tidak memberikan informasi (berpartisipasi). Sebagai
ungkapan, peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti
seyogianya mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concent) yang
mencakup :
a. Penjelasan manfaat penelitian
b. Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan
c. Penjelasan manfaat yang didapatkan
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek
berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian kapan
saja.
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang
diberikan oleh responden.
Page 86
65
2. Menghormati privacy dan kerahasiaan subjek penelitian (respectfor privacy and
confidentiality)
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak
memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti
tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas
subjek. Peneliti seyogianya cukup menggunakan coding sebagai pengganti
identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu
dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan
proedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian
memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender,
agama, etnis dan sebagainya.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms
and benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin
bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti
hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh
sebab itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak
mengurangi rasa sakit, cidera, stres, maupun kematian subjek penelitian.
Page 87
66
Mengacu pada prinsip-prinsip dasar penelitian tersebut, maka setiap
penelitian yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti kesehatan
hendaknya :
a. Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani, moral,
kejujuran, kebebasan, dan tanggung jawab.
b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan, kesejahteraan,
martabat, dan peradaban manusia, serta terhindar dari segala sesuatu yang
menimbulkan kerugian atau membahayakan subjek penelitian atau masyarakat
pada umumya.
Page 88
67
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum
Kabupaten Madiun merupakan salah satu Kabupaten dari 38 Kabupaten/
Kota di Propinsi Jawa Timur dan terletak hampir di ujung barat Propinsi Jawa
Timur. Jarak antara Kabupaten Madiun dengan ibukota Propinsi Jawa Timur
kurang lebih 175 km ke arah timur, sedangkan jarak dengan ibukota Negara
kurang lebih 775 km dengan arah berlawanan. Kabupaten Madiun terletak antara
111025’45” - 1110 51’ bujur timur dan 7012’ 7048’30” lintang selatan dengan
luas wilayah 1010,86 km2 atau 101.1086 ha dengan batas administrasi sebagai
berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Ngawi
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Ngawi
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kabupaten Madiun
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Madiun Tahun 2017
Page 89
68
Secara administratif Kabupaten Madiun terbagi menjadi 15 wilayah
Kecamatan yang terdiri dari 198 Desa dan 8 Kelurahan. Kabupaten Madiun
memiliki 14 Jenjang Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) diantaranya :
a. SMA Negeri 1 Dagangan
Alamat Jl. Gerilya No.7 Dagangan
b. SMA Negeri 1 Dolopo
Alamat Jl. Suluk Dolopo Madiun
c. SMA Negeri 1 Geger
Alamat Jl. Raya Uteran, Kab. Madiun
d. SMA Negeri 1 Jiwan
Alamat Jl. Dandang Gendis, Ds.Teguhan, Kec.Jiwan, Kab.Madiun
e. SMA Negeri 1 Mejayan
Alamat Jl. P.Sudirman No.82 Caruban
f. SMA Negeri 1Nglames
Alamat Jl. Raya Nglames
g. SMA Negeri 1 Pilangkenceng
Alamat Jl. Raya Pilangkenceng 15
h. SMA Negeri 1 Saradan
Alamat Jl. Raya Saradan Kab.Madiun
i. SMA Negeri 1 Wungu
Alamat Jl. Raya Kare No.156 Kab.Madiun
j. SMA Negeri 2 Mejayan
Alamat Jl. P.Sudirman No.58 Mejayan
Page 90
69
k. MAN 1 Madiun
Alamat Jl. Raya Kebonsari Desa Rejosari, Kec. Kebonsari , Kab.Madiun
l. MAN 2 Madiun
Alamat Jl. Ki Ageng Buntu No.4, Rejosari Kebonsari Kab.Madiun
m. MAN 3 Madiun
Alamat Jl. Raya Ponorogo KM.17 ,Dolopo Kab.Madiun
n. MAN 4 Madiun
Alamat Jl. H.Agus Salim No.6B Caruban Mejayan
Sekolah-sekolah tersebut memiliki beberapa kantin sekolah yang
menyediakan makanan dan minuman. Jumlah kantin yang terdapat pada Sekolah
Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kabupaten Madiun yaitu SMA Negeri 1
Dagangan memiliki 5 kantin, SMA Negeri 1 Dolopo memiliki 6 kantin, SMA
Negeri 1 Geger memiliki 5 kantin, SMA Negeri 1 Jiwan memiliki 1 kantin, SMA
Negeri 1 Mejayan memiliki 3 kantin, SMA Negeri 1 Nglames memiliki 3 kantin,
SMA Negeri 1 Pilangkenceng memiliki 2 kantin, SMA Negeri 1 Saradan memiliki
2 kantin, SMA Negeri 1 Wungu memiliki 1 kantin, SMA Negeri 2 Mejayan
memiliki 4 kantin, MAN 1 Madiun memiliki 1 kantin, MAN 2 Madiun memiliki 2
kantin, MAN 3 Madiun memiliki 3 kantin, dan MAN 4 Madiun memiliki 1 kantin.
5.2 Hasil Penelitian
Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk
mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas
Page 91
70
maupun variabel terikat. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
5.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel
atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.
a. Jumlah Kantin SMAN Kabupaten Madiun
Jumlah kantin di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) wilayah Kabupaten
Madiun
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kantin SMAN Kabupaten Madiun
SMAN Frekuensi Persentase (%)
SMAN 1 Dagangan 5 12,8
SMAN 1 Dolopo 6 15,4
SMAN 1 Geger 5 12,8
SMAN 1 Jiwan 1 2,6
SMAN 1 Mejayan 3 7,7
SMAN 1 Nglames 3 7,7
SMAN 1 Pilangkenceng 2 5,1
SMAN 1 Saradan 2 5,1
SMAN 1 Wungu 1 2,6
SMAN 2 Mejayan 4 10,3
MAN 1 Madiun 1 2,6
MAN 2 Madiun 2 5,1
MAN 3 Madiun 3 7,7
MAN 4 Madiun 1 2,6
Jumlah 39 100,0
Sumber: Data primer & hasil penelitian bulan Juli
Page 92
71
Berdasarkan tabel 5.1 untuk SMAN yang memiliki kantin terbanyak adalah
sman 1 Dolopo 6 kantin (15,4%) wilayah Kabupaten Madiun.
b. Penyediaan air bersih
Gambaran mengenai penyediaan air bersih di kantin SMAN Kabupaten
Madiun diperoleh dari hasil observasi. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
penyediaan air bersih dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penyediaan Air Bersih di Kantin SMAN
Kabupaten Madiun
Penyediaan air bersih Frekuensi Persentase (%)
Buruk 1 2,6
Baik 37 97,4
Total 38 100,0
Sumber : Data primer & hasil penelitian bulan Juli
Berdasarkan tabel 5.2 sebanyak 37 kantin (97,4%) baik dalam penyediaan
air bersih.
c. Saluran pembuangan air limbah (SPAL)
Gambaran mengenai saluran pembuangan air limbah di kantin SMAN
Kabupaten Madiun diperoleh dari hasil observasi. Adapun hasil yang diperoleh
mengenai saluran pembuangan air limbah (SPAL) dapat dilihat pada tabel 5.3
berikut ini:
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi SPAL di Kantin SMAN Kabupaten Madiun
Saluran pembuangan air
limbah
Frekuensi Persentase (%)
Buruk 15 39,5
Baik 23 60,5
Total 38 100,0
Sumber : Data primer & hasil penelitian bulan Juli
Page 93
72
Berdasarkan tabel 5.3 sebanyak 23 kantin (60,5%) baik dalam saluran
pembuangan air limbah.
d. Kondisi tempat sampah
Gambaran mengenai kondisi tempat sampah di kantin SMAN Kabupaten
Madiun diperoleh dari hasil observasi. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
kondisi tempat sampah dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini :
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kondisi Tempat Sampah di Kantin SMAN
Kabupaten Madiun
Kondisi tempat sampah Frekuensi Persentase (%)
Buruk 31 81,6
Baik 7 18,4
Total 38 100,0
Sumber : Data primer & hasil penelitian bulan Juli
Berdasarkan tabel 5.4 sebanyak 31 kantin (81,6%) buruk dalam kondisi
tempat sampah.
e. Tingkat kepadatan lalat
Gambaran mengenai tingkat kepadatan lalat di kantin SMAN Kabupaten
Madiun diperoleh dari hasil observasi. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
tingkat kepadatan lalat dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kepadatan Lalat di Kantin SMAN
Kabupaten Madiun
Tingkat kepadatan lalat Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 20 52,6
Tidak tinggi 18 47,4
Total 38 100.0
Sumber : Data primer & hasil penelitian bulan Juli
Berdasarkan tabel 5.5 sebanyak 20 kantin (52,6%) tingkat kepadatan lalat
tinggi.
Page 94
73
5.2.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat merupakan lanjutan dari analisis univariat. Hasil penelitian
dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat dan besarnya nilai ratio prevalens, dengan uji statistik yang disesuaikan
dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan Chi-square dan
penentuan Ratio Prevalens (RP) dengan taraf kepercayaan (CI) 95% dan tingkat
kemaknaan 0.05. Berikut adalah hasil analisis bivariat dibawah ini :
a. Hubungan penyediaan air bersih dengan tingkat kepadatan lalat di kantin
SMAN wilayah Kabupaten Madiun
Hasil penelitian mengenai hubungan penyediaan air bersih dengan tingkat
kepadatan lalat di kantin SMAN wilayah Kabupaten Madiun sebagai berikut :
Tabel 5.6 Hubungan penyediaan air bersih dengan tingkat kepadatan lalat
Penyediaan
air bersih
Tingkat kepadatan lalat Total % P-
Value
RP (95%CI)
Tinggi Tidak tinggi
N % N %
Buruk 0 0,0 1 100,0 1 100,0 0,474 2,176
(1,535-3,087)
Baik 20 54,1 17 45,9 37 100,0
Sumber : Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Juli
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan lalat yang
tinggi pada penyediaan air bersih yang baik sebanyak 20 kantin (54,1%). Tidak
terdapat tingkat kepadatan lalat yang tinggi pada penyediaan air bersih yang buruk
di kantin (0,0%). Jadi proporsi kepadatan lalat yang tinggi lebih besar pada
penyediaan air bersih yang baik daripada penyediaan air bersih yang buruk.
Secara statistik pada uji fisher exact dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
hubungan antara penyediaan air bersih dengan tingkat kepadatan lalat dengan nlai
Page 95
74
p=0,474. Untuk hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 2,1 (95%CI 1,535-
3,087) yang berarti bahwa penyediaan air bersih mempunyai resiko 2,1 kali
mengakibatkan kepadatan lalat yang tidak tinggi. Menggunakan uji Fisher exact
karena terdapat sel dengan frekuensi harapan kurang dari 5 yang melebihi 20%
dari total sel yaitu sebesar 50%.
b. Hubungan saluran pembuangan air limbah (SPAL) dengan tingkat kepadatan
lalat di kantin SMAN wilayah Kabupaten Madiun
Hasil penelitian mengenai hubungan saluran pembuangan air limbah
dengan tingkat kepadatan lalat di kantin SMAN wilayah Kabupaten Madiun
sebagai berikut :
Tabel 5.7 Hubungan saluran pembuangan air limbah dengan tingkat kepadatan
lalat
Saluran
pembuangan
air limbah
Tingkat kepadatan lalat Total % P-
Value
RP (95%CI)
Tinggi Tidak tinggi
N % N %
Buruk 10 66,7 5 33,3 15 100,0 0,286 2,600
(0,672-10,065)
Baik 10 43,5 13 56,5 23 100,0
Sumber : Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Juli
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan lalat yang tinggi
pada saluran pembuangan air limbah yang buruk sebanyak 10 kantin (66,7%) dan
saluran pembuangan air limbah yang baik sebanyak 10 kantin (43,5%). Jadi
proporsi tingkat kepadatan lalat yang tinggi sama antara saluran pembuangan air
limbah yang buruk dan saluran air limbah yang baik.
Secara statistik pada uji chi-square yang sudah dilakukan koreksi (continuity
correction) dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara saluran
Page 96
75
pembuangan air limbah dengan tingkat kepadatan lalat dengan nilai p= 0,286.
Untuk hasil perhitungan resiko didapatkan RP= 2,6 (95%CI 0,672-10,065) yang
berarti bahwa saluran pembuangan air limbah yang buruk mempunyai resiko 2,6
kali mengakibatkan kepadatan lalat yang tinggi daripada saluran pembuangan air
limbah yang baik. Menggunakan continuity correction karena terdapat sel dengan
frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total sel yaitu sebesar 0%.
c. Hubungan kondisi tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat di kantin
SMAN wilayah Kabupaten Madiun
Hasil penelitian mengenai hubungan kondisi tempat sampah dengan tingkat
kepadatan lalat di kantin SMAN wilayah Kabupaten Madiun sebagai berikut :
Tabel 5.8 Hubungan kondisi tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat
Kondisi
tempat
sampah
Tingkat kepadatan lalat Total % P-
Value
RP (95%CI)
Tinggi Tidak tinggi
N % N %
Buruk 19 61,3 12 38,7 31 100,0 0,038 9,500
(1,014-88,966)
Baik 1 14,3 6 85,7 7 100,0
Sumber : Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Juli
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan lalat yang
tinggi pada kondisi tempat sampah yang buruk sebanyak 19 kantin (61,3%).
Tingkat kepadatan lalat yang tinggi pada kondisi tempat sampah yang baik
sebanyak 1 kantin (14,3%). Jadi proporsi tingkat kepadatan lalat yang tinggi lebih
besar pada kondisi tempat sampah yang buruk daripada kondisi tempat sampah
yang baik.
Secara statistik pada uji Fisher exact dapat dikatakan bahwa terdapat
hubungan antara kondisi tempat sampah dengan kepadatan lalat dengan nilai
Page 97
76
p=0,038. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP= 9,5 (95%CI 1,014-88,966)
yang berarti bahwa kondisi tempat sampah yang buruk mempunyai resiko 9,5 kali
mengakibatkan kepadatan lalat yang tinggi daripada kondisi tempat sampah yang
baik. Menggunakan uji Fisher exact karena terdapat sel dengan frekuensi harapan
kurang dari 5 yang melebihi 20% dari total sel yaitu sebesar 50%.
5.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian untuk jumlah Kantin di SMAN Kabupaten
Madiun terdapat 39 kantin. Untuk Kabupaten Madiun terdapat 14 jenjang SMAN
yang di setiap SMAN tersebut memiliki kantin masing-masing. Namun, terdapat
satu jenjang SMAN yang tidak diteliti karena kantinnya tidak memenuhi kriteria
inklusi. Sehingga total sampel untuk penelitian ini menjadi 38 Kantin. Menurut
hasil penelitian, sekolah menengah atas negeri yang memiliki kantin terbanyak
adalah SMAN 1 Dolopo 6 kantin (15,4%).
Kantin merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya
selain sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat
bertemunya segala macam masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun
karyawan yang berada di lingkungan kampus, dengan segala penyakit yang
mungkin dideritanya (Depkes RI,2003). Menurut penelitian Ardhiana (2011)
kantin yang sehat secara fisik tentunya harus mempunyai sarana dan prasarana
yang memadai. Berdasarkan fisiknya tersebut, kantin sehat dapat dibedakan
menjadi kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka
seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada diruang
terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam
Page 98
77
kedaan tertutup. Kedua jenis kantin tersebut harus memiliki sarana dan prasarana
sebagai berikut: sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat pengolahan,
tempat penyajian dan ruang makan, fasilitas sanitasi, perlengkapan kerja dan
tempat pembuangan limbah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kantin di sekolah menengah
atas negeri Kabupaten Madiun menjual jajanan dengan berbagai jenis makanan
yaitu gorengan, kue, makanan ringan, makanan berat, bakso, sosis dan lain-lain.
Di SMAN Kabupaten Madiun masih terdapat fasilitas sanitasi yang belum
memenuhi syarat sehingga menimbulkan datangnya lalat. Hal ini tidak sesuai
dengan kepmenkes RI nomor 1429/menkes/sk/VII/2006 tentang pedoman
penyelenggaraan kesehatan lingkungan di lingkungan sekolah, yang menjelaskan
bahwa persyaratan sanitasi kantin adalah ketentuan teknis yang ditetapkan
terhadap makanan, peralatan, tempat dan penjamah makanan yang harus dipenuhi
oleh penyelenggara atau pengelola kantin sekolah. Pada saat ini masih terdapat
kantin sekolah menengah atas negeri di kabupaten madiun yang belum
memperhatikan fasilitas sanitasi kantin. Fasilitas sanitasi kantin yang buruk dapat
mengundang datangnya lalat dan dapat menimbulkan efek kesehatan bagi warga
sekolah yang jajan pada tempat tersebut.
5.3.1 Kepadatan lalat
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kantin di
SMAN Kabupaten Madiun memiliki tingkat kepadatan lalat tinggi 52,6% dan
kepadatan lalat kategori tidak tinggi 47,4%. Lalat merupakan salah satu vektor
penular penyakit. Lalat rumah dapat menularkan sekitar 100 jenis patogen yang
Page 99
78
dapat mengakibatkan penyakit pada manusia atau hewan. Diantaranya tipoid,
kolera, disentri, tuberkulosis, antraks, diare. Setiap 3-4 hari seekor lalat betina
bertelur dalam 5-6 kelompok yang masing-masing berisi 75-150 butir telur. Lalat
dapat menyebarkan kuman penyebab penyakit dari sampah ke orang atau makanan
(Kumala,2016).
Pada penelitian ini pengukuran angka kepadatan lalat menggunakan fly
grill. Sesuai dengan Depkes RI (1992), pengukuran kepadatan lalat dengan
menggunakan fly grill didasarkan pada sifat lalat yaitu kecenderungannya untuk
hinggap pada tepi-tepi atau tempat yang bersudut tajam. Fly grill diletakkan pada
tempat-tempat yang telah ditentukan (berdekatan dengan tempat sampah, kotoran
hewan, kandang, dan lain-lain) pada daerah yang diukur.
Pengukuran angka kepadatan lalat dilakukan pada 5 titik dekat dengan
tempat sampah, dekat dengan SPAL, dekat dengan penyediaan air bersih yang
digunakan untuk mencuci alat, dibawah meja makan, dan ditengah-tengah.
Penentuan titik pengukuran di dekat tempat sampah dan SPAL ialah karena pada
titik tersebut penumpukan sampah dan limbah terjadi sehingga ada kemungkinan
angka kepadatan lalat tinggi. Untuk yang didekat penyediaan air bersih menjadi
titik pengukuran karena terdapat kegiatan pencucian peralatan kotor yang
menimbulkan bau sehingga memungkinkan datangnya lalat. Untuk yang di bawah
meja makan dilakukan pengukuran karena diatasnya terdapat makanan yang dapat
menarik lalat untuk datang. Sedangkan di tengah-tengah dilakukan pengukuran
karena di tengah-tengah merupakan pusat diantara tempat sampah, spal, tempat
pencucian peralatan, dan meja makanan.
Page 100
79
Berdasarkan hasil dari observasi untuk kantin yang memiliki tingkat
kepadatan lalat yang tinggi penyebabnya adalah masih banyaknya tempat sampah
yang masih terbuka selain itu kondisi tempat sampah yang tidak kedap air. Hal ini
terjadi karena masih kurangnya kesadaran pemilik kantin tentang pentingnya
menggunakan tempat sampah yang tertutup dan kedap air. Untuk kantin yang
memiliki tingkat kepadatan lalat yang tidak tinggi karena dalam penyediaan
tempat sampah menggunakan tempat sampah yang tertutup dan kedap air.
Sehingga tidak menimbulkan bau yang dapat mengundang datangnya lalat.
5.3.2 Penyediaan Air Bersih
Berdasarkan hasil penelitian penyediaan air bersih di 38 Kantin SMAN
sebanyak 37 kantin (97,4%) baik dalam penyediaan air bersih dan 1 kantin (2,6%)
buruk dalam penyedian air bersih. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
tahun 2006 sebagai pemenuhan kebutuhan akan air bersih harus memenuhi syarat
kualitas fisik diantaranya : tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Sejalan dengan penelitian Sari (2013) dalam hal kondisi air yang terdapat
di kantin SMPN Perkotaan dan SMPN Pedesaan telah memenuhi syarat dalam hal
warna, bau dan rasa sesuai dengan Keputusan menteri kesehatan RI Nomor
1429/Menkes/SK/XII/2006. Menurut Slamet (2002), air mempunyai hubungan
yang erat dengan kesehatan. Ada 4 (empat) klasifikasi penyakit yang berhubungan
dengan air sebagai media penularan penyakit yaitu : 1) water borne disease, 2)
water washed disease, 3) water based disease, dan 4) vektor-vektor insekta.
Menurut hasil observasi yang dilakukan, 1 kantin yang memiliki air agak
berwarna kemungkinan besar karena sumber air tersebut dekat dengan sungai yang
Page 101
80
terdapat sampah-sampah rumah tangga yang dibuang secara sembarangan ke
sungai. Selain hal tersebut, bisa jadi sumber air masih pada level dangkal yang
artinya belum pada level tanah keras dan berpasir yang pada umumnya memiliki
kualitas sumber air terbaik bebas dari pencemaran dan endapan lumpur. Dari pihak
sekolah sendiri kurang menjaga kebersihan di area tandon air karena ketika kran
air dekat tandon dinyalakan terdapat beberapa binatang kecil (jentik-jentik) yang
keluar bersama air. Untuk kantin di SMAN Kabupaten Madiun menggunakan 2
jenis sumber penyediaan air bersih yaitu PDAM dan Sumur Bor. Untuk seluruh
kantin yang penyediaan air bersihnya bersumber dari PDAM memenuhi
persyaratan dalam segi kualitas fisik air bersih.
5.3.3 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Berdasarkan hasil penelitian saluran pembuangan air limbah di 38 Kantin
SMAN sebanyak 15 kantin (39,5%) buruk dalam kepemilikan saluran
pembuangan air limbah dan 23 kantin (60,5%) baik dalam kepemilikan saluran
pembuangan air limbah. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan higiene sanitasi
pada kantin menyatakan untuk kualitas fisik SPAL diantaranya harus kedap air,
tidak tersumbat, saluran tertutup, dan berjarak minimal 10 m dari sarana air bersih.
Hal ini sesuai dengan penelitian Muchtar (2012) yang menunjukkan bahwa
kondisi saluran pembuangan air limbah di tempat pengelolaan makanan sebagian
besar telah memenuhi syarat secara fisik karena kondisi saluran pembuangan air
limbahnya tidak tersumbat, memiliki penutup dan kedap air sedangkan tidak
memenuhi syarat karena tidak memiliki penutup dan tidak memiliki saluran
Page 102
81
pembuangan air limbah yang layak karena pihak angkasa pura belum
memfasilitasi. Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat
menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, larva
nyamuk ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit,
terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar seperti
kolera, tipus, abdominalis, disentri, dan sebagainya (Kusnuputranto,2000)
Menurut hasil observasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa kantin
yang belum memenuhi syarat dalam hal saluran pembuangan air limbah. Dimana
saluran pembuangan air limbah masih ada yang terbuka dan tidak kedap air. Di
temukan juga SPAL yang tersumbat sehingga air limbahnya menggenang. Dan
terdapat kantin dimana air limbahnya dialirkan ke sungai atau aliran dekat
persawahan. Untuk jarak antara SPAL dengan sarana air bersih seluruhnya sudah
baik yaitu melebihi 10 meter.
5.3.4 Kondisi Tempat Sampah
Berdasarkan hasil penelitian kondisi tempat sampah di 38 kantin SMAN
sebanyak 31 kantin (81,6%) buruk dalam kepemilikan tempat sampah dan 7 kantin
(18,4%) baik dalam kepemilikan tempat sampah. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang
kelaikan higiene sanitasi pada kantin menyatakan untuk kualitas fisik tempat
sampah diantaranya tempat sampah harus tertutup dan kedap air.
Page 103
82
Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-
sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga
binatang atau serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor). Oleh
sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak
mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat (Sari,2013). Jika sampah
tidak dibuang dengan benar maka akan menjadi masalah kesehatan lingkungan
yang besar karena dapat menimbulkan bau paling tidak menyenangkan. Sampah
memiliki kuman penyebab penyakit yang dapat menyebar ke orang, yang
ditularkan oleh lalat (Rejeki,2015 dalam Kasiono).
Sejalan dengan penelitian Julhija (2015) yang menyatakan bahwa tempat
sampah yang dimiliki oleh kantin sekolah di kecamatan Sidamanik dalam kondisi
yang tertutup dan dari bahan kedap air hanya sebanyak 15,9%. Seluruh kantin
tidak menyediakan tempat sampah di setiap ruang penghasil sampah tetapi tempat
sampah hanya tersedia di satu tempat saja seperti dekat etalase atau di dapur dan
sebagian kantin sekolah menyediakan tempat sampah yang terbuat dari plastik,
keranjang bambu, plastik, kardus dan ember.
Menurut hasil observasi yang telah dilakukan, rata-rata kondisi tempat
sampah di kantin SMAN belum memenuhi syarat. Dimana banyak tempat sampah
yang belum tertutup dan tidak kedap air. Terdapat pemilik kantin yang
menggunakan kardus bekas serta kantong kresek untuk dijadikan sebagai tempat
sampah. Cairan dari sampah dapat merembes keluar pada tempat sampah yang
tidak kedap air. Terdapat kantin yang tempat sampahnya tidak dari bahan kedap air
namun dilapisi kantong kresek sehingga cairan dari sampah tidak merembes
Page 104
83
keluar. Tapi sayangnya, tempat sampah tersebut belum dilengkapi dengan
penutup. Dan antara sampah kering maupun sampah basah dalam pembuangannya
dijadikan dalam satu tempat sampah tanpa dibeda-bedakan terlebih dahulu.
5.3.5 Hubungan Penyediaan Air Bersih Dengan Tingkat Kepadatan Lalat
Hasil penelitian dari tabel 5.6 menunjukkan bahwa sebagian besar kantin
yang memiliki penyediaan air bersih yang baik sebanyak (54,1%) dengan
kepadatan lalat tinggi. Hal tersebut didukung dengan hasil uji fisher exact
diperoleh nilai P-Value 0,474 > 0,05 yang artinya tidak ada hubungan antara
penyediaan air bersih dengan tingkat kepadatan lalat di Kantin SMAN Kabupaten
Madiun. Dari hasil analisis RP sebesar 2,1 (95%CI 1,535-3,087).
Air adalah suatu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
manusia. Dengan air, kita bisa melakukan kegiatan sehari-hari dengan sesuai
keinginan kita dan mengkonsumsinya agar tetap hidup. Bahkan bukan hanya
manusia saja yang membutuhkan, akan tetapi makhluk hidup sangat butuh
terhadap air. Bisa dilihat bahwa sebagian bumi bahkan dalam presentasenya bumi
hampir dikelilingi oleh air sehingga bisa dibilang bahwa air merupakan denyut
nadi untuk kelangsungan kehidupan manusia (Masyudi,2018). Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.416/MENKES/PER/IX/1990
kualitas fisik air harus memenuhi syarat kesehatan yaitu air tidak berbau, air tidak
berasa dan air tidak berwarna. Sejalan dengan penelitian Budiman (2015), yang
menyatakan bahwa kantin di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota
Manado telah memenuhi syarat sanitasi salah satunya adalah fasilitas sanitasi
penyediaan air bersih.
Page 105
84
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Masyudi (2018), yang berjudul
pengaruh sanitasi dasar terhadap kepadatan lalat pada warung nasi dan kantin
(studi kasus di kecamatan tangan-tangan kabupaten aceh barat daya) menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh penyediaan air bersih pada warung nasi dan kantin
terhadap kepadatan lalat pada warung nasi dan kantin di kecamatan Tangan-
Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan penyediaan air
bersih yang buruk dan memiliki tingkat kepadatan lalat yang tidak tinggi sebanyak
1 kantin (100,0%). Hal ini dapat terjadi karena penyediaan air bersih yang buruk
itu karena berwarna saja, tidak menimbulkan bau yang dapat mengundang
datangnya lalat. Untuk penyediaan air bersih yang baik dan memiliki kepadatan
lalat yang tinggi sebanyak 20 (54,1%). Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi
oleh kondisi fasilitas sanitasi lainnya seperti dekat dengan tempat sampah dan
terdapat piring kotor di tempat pencuciannya.
5.3.6 Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Dengan Tingkat
Kepadatan Lalat
Hasil penelitian dari tabel 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar kantin
yang memiliki saluran pembuangan air limbah buruk sebanyak (66,7%) dengan
kepadatan lalat yang tinggi. Hal tersebut didukung dengan hasil uji chi-square
yang sudah dilakukan koreksi (continuity correction) dengan P-Value 0,286 > 0,05
yang artinya tidak ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan
tingkat kepadatan lalat di Kantin SMAN Kabupaten Madiun. Dengan nilai RP =
2,6 (95%CI 0,672-10,065).
Page 106
85
Saluran pembuangan air limbah (SPAL) di kantin bertujuan untuk
mengumpulkan pembuangan air limbah sisa pencucian dari aktivitas pencucian
peralatan kotor dan pencucian bahan makanan. Masih ditemukan saluran
pembuangan air limbah di kantin SMAN Kabupaten Madiun yang terbuka, tidak
kedap air dan tersumbat yang menimbulkan bau tidak sedap. Sejalan dengan
penelitian Rorong (2014), yang menyatakan saluran pembuangan air limbah pada
kantin SMP di Kecamatan Tumpaan tidak memenuhi syarat sanitasi dasar karena
ada beberpa hal yang tidak terpenuhi seperti saluran yang tidak kedap air,
menimbulkan bau serta dihinggapi vektor. Hal ini tidak sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan
higiene sanitasi pada kantin menyatakan bahwa persyaratan kualitas fisik untuk
SPAL harus kedap air , saluran pembuangan air limbah dapat mengalir dengan
lancar/tidak tersumbat, saluran tertutup, dan memiliki jarak minimal 10 meter dari
sarana air bersih.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nuriyah (2018) yang berjudul
hubungan sanitasi lingkungan pengelolaan limbah dengan indikator angka
kepadatan lalat di rumah potong unggas kota depok tahun 2018 menyatakan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan SPAL dengan angka
kepadatan lalat di suatu RPU. Namun hal ini tidak sesuai pada penelitian yang
dilakukan oleh Collinet-Adler et al.,(2015), ditemukan bahwa angka kepadatan
lalat tinggi pada saluran pembuangan air limbah.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan saluran
pembuangan air limbah yang buruk dan memiliki tingkat kepadatan lalat yang
Page 107
86
tidak tinggi sebanyak 5 kantin (33,3%). Hal ini dapat terjadi karena saluran
pembuangan air limbah di kantin mengalir dengan lancar atau tidak menggenang.
Selain itu, terdapat kantin yang air limbahnya langsung dialirkan ke sungai dekat
kantin. Sehingga tidak menimbulkan bau di sekitar kantin yang disukai oleh lalat.
Untuk saluran pembuangan air limbah yang baik dan memiliki tingkat kepadatan
lalat yang tinggi sebanyak 10 kantin (43,5%). Hal ini dapat terjadi karena terdapat
sampah basah dan kering bekas makanan yang berserakan karena dibuang
sembarangan di sekitar saluran pembuangan air limbah yang dibuang oleh warga
sekolah. Sampah basah dari sisa makanan dapat menimbulkan bau sehingga lalat
tertarik untuk datang. Selain hal tersebut, penelitian ini dilakukan pada pagi
sampai siang hari sehingga membuat lalat sangat aktif. Karena lalat memiliki sifat
fototropik yang artinya lalat menyukai adanya cahaya.
5.3.7 Hubungan Kondisi Tempat Sampah Dengan Tingkat Kepadatan Lalat
Hasil penelitian dari tabel 5.8 menunjukkan bahwa sebagian besar kantin
yang memiliki kondisi tempat sampah buruk sebanyak (61,3%) dengan kepadatan
lalat tinggi. Hal tersebut didukung dengan hasil uji fisher exact dengan P-Value
0,038 < 0,05 yang artinya terdapat hubungan antara kondisi tempat sampah dengan
tingkat kepadatan lalat di Kantin SMAN Kabupaten Madiun. Dengan nilai RP =
9,5 (95%CI 1,014-88,966).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang kelaikan higiene sanitasi pada kantin bahwa
persyaratan kualitas fisik tempat sampah harus dibuat dari bahan kedap air dan
mempunyai tutup. Penelitan ini sejalan dengan penelitian Kasiono (2016) yang
Page 108
87
berjudul hubungan antara sanitasi dasar dengan tingkat kepadatan lalat di rumah
makan pasar tuminting kota manado menyatakan bahwa adanya hubungan antara
pengelolaan sampah dengan tingkat kepadatan lalat, karena pengelolaan sampah di
rumah makan pasar tuminting Kota Manado masih belum memenuhi syarat.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Masyudi
(2018) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh pengelolaan sampah pada
warung nasi dan kantin terhadap kepadatan lalat, dengan nilai p-value 0,110
(α=0,05).
Sebagian besar kondisi tempat sampah di kantin sekolah menengah atas
negeri Kabupaten Madiun masih belum memenuhi syarat yaitu tidak tertutup dan
tidak kedap air. Hal ini dapat menyebabkan banyak lalat yang akan hinggap di
tempat sampah tersebut. Menurut Dwiyatmo dalam Nida (2007) bahwa pemberian
tutup bertujuan agar sampah tidak menjadi sarang lalat. Sejalan dengan penelitian
Rorong (2014) bahwa tempat pembuangan sampah pada kantin SMP di
Kecamatan Tumpaan tidak memenuhi syarat sanitasi dasar karena masih ada
beberapa hal yang tidak terpenuhi, seperti kondisi tempat sampah yang terbuka,
dan tidak menggunakan kantong plastik. Pengelolaan sampah yang kurang baik
dapat menimbulkan pengaruh terhadap kesehatan yaitu sebagai tempat
perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat dan tikus karena kebiasaan hidup
di tempat yang kotor dan juga menjamah makanan manusia. Selain itu, estetika
sampah baik bentuk atau wujud maupun baunya dapat menimbulkan kesan tidak
estetis (Sarudji,2010).
Page 109
88
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan untuk kondisi
tempat sampah yang buruk dan tingkat kepadatan lalatnya tidak tinggi adalah 12
kantin (38,7%) hal ini dapat terjadi karena sampah tersebut dimasukkan dalam
tempat sampah yang terbuat dari bahan kedap air sehinga cairan dari sampah tidak
merembes keluar. Selain itu, frekuensi jumlah sampah tidak penuh atau masih
sedikit. Sehingga tidak menimbulkan bau yang dapat mengundang datangnya lalat.
Untuk kondisi tempat sampah yang baik dan tingkat kepadatan lalatnya tinggi
adalah 1 kantin (14,3%) hal ini dapat terjadi karena di sekitar tempat sampah
tersebut terdapat ceceran seperti cairan darah dari daging ayam dan tidak langsung
dibersihkan sehingga bau yang ditimbulkan menarik lalat untuk datang. Selain itu,
sampah yang sudah terkumpul dibiarkan saja tidak langsung di buang ke tempat
penampungan sementera sampah.
Page 110
89
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 38 kantin SMAN wilayah
Kabupaten Madiun diketahui bahwa :
1. Sebagian besar penyediaan air bersih di kantin sudah baik (97,4%).
2. Sebagian besar saluran pembuangan air limbah di kantin baik (60,5%).
3. Sebagian besar kondisi tempat sampah di kantin buruk (81,6%).
4. Tingkat kepadatan lalat di kantin sebagian besar dalam kategori tinggi (52,6%).
5. Tidak ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan tingkat kepadatan lalat
di kantin SMAN Kabupaten Madiun (p=0,474;RP= 2,1;95%CI 1,535-3,087).
6. Tidak ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan tingkat
kepadatan lalat di kantin SMAN Kabupaten Madiun (p=0,286;RP = 2,6;95%CI
0,672-10,065).
7. Ada hubungan antara kondisi tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat di
kantin SMAN Kabupaten Madiun (p=0,038;RP = 9,5;95%CI 1,014-88,966).
6.2 Saran
1. Bagi Pengelola Kantin
Bagi pengelola kantin disarankan untuk memberikan penutup pada tempat
sampah yang masih terbuka, mengganti tempat sampah dengan yang terbuat dari
bahan yang kedap air, memisahkan sampah basah dan sampah kering, serta
Page 111
90
pengelola kantin menyediakan tempat sampah dan diletakkan di setiap tempat
yang memproduksi sampah.
2. Bagi Institusi/Pihak Sekolah
Bagi pihak sekolah untuk dapat mengawasi kantin dalam hal sanitasi
sekurang-kurangnya seminggu sekali.
3. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber referensi dan pustaka
berkaitan dengan hubungan fasilitas sanitasi kantin sekolah dengan tingkat
kepadatan lalat
4. Bagi Peneliti yang Akan Datang
Bagi peneliti yang akan datang disarankan untuk meneliti variabel-variabel
lain diantaranya toilet atau jamban, pencahayaan, temperature, kelembaban,
kondisi tempat pencucian peralatan, kebersihan tempat penyimpanan bahan
makanan, sarana pencegahan terhadap lalat, dan tempat penyajian makanan yang
dapat mempengaruhi kepadatan lalat di kantin sekolah. Selain itu, disarankan juga
untuk meneliti bagaimana kondisi penyediaan air bersih di tempat penampungan
air di kantin sekolah.
Page 112
91
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Nasir, Abdul Muhith, Ideputri. 2011 . Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta : Mulia Medika.
Ardhiana, R. 2011. Gambaran Sanitasi Dasar Kantin dan Tingkat Kepadatan
Lalat Pada kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Medan
Barat Kota Medan Tahun 2011. Diakses pada http://text-id.123dok.com
pada tanggal 23 februari 2019, pukul 08.15 WIB.
Budiman Chandra.2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.
Budiman, H.D,Joseph B.S.W dan Pinontoan R.O.2015. Gambaran Sanitasi Dasar
Kantin dan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Kantin di Beberapa Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Kota Manado Tahun 2015. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses pada
http://medkesfkm.unsrat.ac.id pada tanggal 26 Februari 2019, pukul 07.07
WIB.
Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Jakarta :
Salemba Medika.
Danim, Sudarman. 2007. Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Dinas Kesehatan.2017.Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun.
Dinas Pendidikan, Profil Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun.
http://madiunkab.siap.web.id/data-sekolah/data-daftar/ (diakses 25 februari).
Depkes RI.1992. Petunjuk Teknis tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta : Ditjen
PPM & PLP.
Depkes RI.2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
Jajanan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta.
Ismawati, Lestari,Hariati., dan Jafriati. 2015. Hubungan Kepadatan Lalat , Jarak
Pemukiman Dan Sarana Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada
Pemukiman Sekitar Uptd Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Kendari
Di Kelurahan Anggoeya Kecamatan Poasia Tahun 2015. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Haluoleo. Diakses pada
https://media.neliti.com pada tanggal 12 Maret 2019, pukul 20.06 WIB.
Page 113
92
Jannah, Dewi Nur.2006. Perbedaan Kepadatan Lalat Pada Berbagai Warna Fly
Grill (Studi TPS Pasar Beras Bendul Merisi,Surabaya). Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya 2006. Diakses pada
http://repository.unair.ac.id pada tanggal 12 Maret 2019, pukul 19.50 WIB.
Julhija, Marsaulina,Irnawati., dan Nurmaini. 2015. Higiene Sanitasi Dasar Serta
Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat pada
Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Diakses pada
https://www.neliti.com pada tanggal 1 Maret 2019, pukul 20.23 WIB.
Kasiono,M.A, L.M,Jootjhe dan Boky,Harvani. 2016. Hubungan Antara Sanitasi
Dasar Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Di Rumah Makan Pasar Tuminting
Kota Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakatuniversitas Sam Ratulangi.
Diakses pada http://medkesfkm.unsrat.ac.id pada tanggal 2 Agustus 2019,
pukul 05.26 WIB.
Kasjono, Heru Subaris dan Yasril. 2009. Teknik Sampling untuk Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Kasmadi & N.Siti Sunariah. 2013. Panduan Modern Penelitian Kuantitatif.
Alfabeta : Bandung.
Kementerian Kesehatan RI.2016. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat
Dengan Pendekatan Keluarga. Kemenkes RI P.39.
Kepmenkes RI.1990. Keputusan Menteri Kesehatan No. 416/Menkes/Per/1990
tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
Kepmenkes RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1429/MENKES/SK/XII/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan Sekolah.
Kumala,Yulia Shinta Nur.2016.Gambaran Kondisi Sanitasi Kantin Dan Tingkat
Kepadatan Lalat Pada Sekolah Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Tembalang Semarang.Skripsi: Universitas Negeri Semarang.
Diakses pada http://lib.unnes.ac.id pada tanggal 26 Maret 2019, pukul 10.18
WIB.
Kusnoputranto, Haryoto.2002. Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat University Indonesia, Jakarta.
Mafazah, L. 2013. Ketersediaan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu dan
Kejadian Diare. Jurnal Kesehatan Masyarakat vol.8, Nomor 2, hal.176-182.
Page 114
93
Masyudi. 2018. Pengaruh Sanitasi Dasar Terhadap Kepadatan Lalat Pada Warung
Nasi Dan Kantin (Studi Kasus Di Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten
Aceh Barat Daya). Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Serambi
Mekkah. Diakses pada http://ojs.serambimekkah.ac.id pada tanggal 24
Februari 2019, pukul 07.22 WIB.
Muchtar, Angriany A.D.2012. Gambaran Kondisi Fasilitas Sanitasi Tempat
Pengelolaan Makanan Di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universita Islam Negeri Alaudidin Makassar.
Diakses pada http://repositori.uin-alauddin.ac.id pada tanggal 13 Agustus
2019, pukul 09.06 WIB.
Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Mukono.2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press,
Surabaya.
Nida, Kotrum. 2014. Hubungan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Terhadap
Daya Tarik Vektor Musca Domestica (Lalat Rumah) Dengan Resiko Diare
Pada Balita Di Kelurahan Ciputat. Skripsi : Universitas islam negeri syaif
hidayatullah Jakarta. Diakses pada http://repository.uinjkt.ac.id pada tanggal
12 Maret 2019, pukul 20.07 WIB.
Notoatmodjo,S. 2012.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nuraida L, Widjajanti W, Kusumaningrum HD, Palupi NS, Koswara S,
Madanijah S, Zulaikhah, Rini, Madjid S.2009. Menuju Kantin Sehat Di
Sekolah Bogor: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen
Pendidikan Nasional Bekerjasama Dengan Southeast Asian Food And
Agricultural Science And Technology (SEAFAST) Center, Lembaga
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian
Bogor. Diakses pada https://www.neliti.com pada tanggal 1 Maret 2019,
pukul 20.23 WIB.
Nuriyah,Saffanah.2018. Hubungan Sanitasi Lingkungan Pengelolaan Limbah
Dengan Indikator Angka Kepadatan Lalat Di Rumah Potong Unggas Kota
Depok Tahun 2018. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses Pada http://repository.uinjkt.ac.id pada
tanggal 2 Agustus 2019, pukul 07.38 WIB.
Nurmalawati. 2013. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Jamban Oleh Masyarakat Di Desa Marek Kecamatan Kaway XVI
Kabupaten Aceh Barat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar Meulaboh Aceh Barat. Diakses pada http://repository.utu.ac.id/84/
pada tanggal 13 Maret 2019, pukul 19.56 WIB.
Page 115
94
Nursalam.2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba.
Nursalam.2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Oihuwal, three sutrisna. 2012. Gambaran Higiene Dan Sanitasi Kantin Kampus Di
Lingkungan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Skripsi :
Unversitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Diakses pada
http://repositori.uin-alauddin.ac.id pada tanggal 9 April 2019, pukul 06.17
WIB.
Pebriyanti,R.I,Nirmala, F dan Saktiansyah, L.O.A. 2017. Identifikasi Kepadatan
Lalat Dan Sanitasi Lingkungan Sebagai Vektor Penyakit Kecacingan Di
Pemukiman Sekitar Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Kendari Tahun
2017.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Diakses pada
https://media.neliti.com pada tanggal 21 Maret 2019, pukul 20.21 WIB.
PP RI. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tentang
Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Peraturan menteri kesehatan RI No.50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan
Bintang Pembawa Penyakt Serta Pengendaliannya. Jakarta : Menkes RI.
Riwidikdo, Handoko. 2012. Statistik Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika.
Rofiana, Luthfi. 2017. Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Keluhan Diare Pada
Balita Di Pemukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun
2017. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses pada http://repository.uinjkt.ac.id pada
tanggal 23 Maret 2019, pukul 18.40 WIB.
Rorong,O.L,Joseph,B.W dan Bernadus,Janno. 2014. Gambaran Sanitasi Dasar
Kantin Dan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Di Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan
Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado. Diakses pada http://fkm.unsrat.ac.id pada tanggal 17 April 2019,
pukul 19.47 WIB.
Saputra, Jony. 2016.Studi Deskriptif Sanitasi Kantin Dan Fasilitas Sanitasi Dasar
di Lingkungan Sekolah Dasar Pada Wilayah Kerja Puskesmas Ungaran
Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang Tahun 2016. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang. Diakses pada
http://lib.unnes.ac.id pada tanggal 9 April 2019, pukul 17.42 WIB.
Page 116
95
Sari, Ratna Evi.2013. gambaran higiene dan sanitasi kantin sekolah (studi banding
SMPN Perkotaan dan SMPN Pedesaan). Fakultas ilmu kesehatan universitas
islam negeri alauddin makassar. Diakses pada http://repositori.uin-
alauddin.ac.id pada tanggal 17 April 2019, pukul 20.03 WIB.
Sarmani, intan.2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Jamban Di Gampong Pawoh Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat
Daya. Skripsi : Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat. Diakses
pada http://repository.utu.ac.id pada tanggal 10 April 2019, pukul 19.38
WIB.
Sarudji, Didik.2010. Kesehatan Lingkungan. Karya Putra Darwati. Bandung.
Slamet, Juli Soemirat.2002. Kesehatan Lingkungan. Gajahmada University
Press,Yogyakarta.
Sujarweni, V. Wiratna. 2015. Statistik untuk Kesehatan. Yogyakarta : Gava
Media.
Sumantri,A. 2010. Kesehatan Lingkungan. Karya Putra Darwati. Bandung.
Sumantri.2010. Kesehatan lingkungan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung :
Alfabeta.
Suyono & Dr. Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks
Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Sucipto, cecep dani.2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta : Gosyen
publishing.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Wijayanti, Putri Dianing. 2009. Hubungan Kepadatan Lalat Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Yang Bermukim Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Bantar Gebang Kota Bekasi. Skripsi: Universitas Indonesia.
Diakses pada http://lib.ui.ac.id pada tanggal 12 Maret 2019, pukul 19.40
WIB.
Wulandari, A.D, Saraswati,D.L dan Martini.2015. Pengaruh Variasi Warna
Kuning Pada Fly Grill Terhadap Kepadatan Lalat (Studi Di Tempat
Pelelangan Ikan Tambak Lorok Kota Semarang). Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro. Diakses pada https://media.neliti.com
pada tanggal 12 Maret 2019, pukul 19.55 WIB.
Page 118
96
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama :
Alamat :
Usia :
Memberikan persetujuan dan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang
dilakukan oleh Ervian Wardaningrum sebagai mahasiswa calon Sarjana
Kesehatan Masyarakat dari STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dengan judul
penelitian “Hubungan Fasilitas Sanitasi Kantin Dengan Tingkat Kepadatan
Lalat Di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Wilayah Kabupaten
Madiun”.
Persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran tanpa ada paksaan
dari pihak yang lain dan data diri tidak akan disebarluaskan dan dijaga
kerahasiaannya.
Madiun, Juli 2019
Peneliti
(Ervian Wardaningrum)
Responden
(.........................................)
Page 119
97
Lampiran 2
Lembar Observasi
A. Fasilitas Sanitasi Kantin
Nama Kantin :
Sekolah :
No Objek pengamatan Kondisi Kategori
Ket. Ya Tidak
1. Penyediaan air bersih Berbau
Berasa
Berwarna
2. Spal Berjarak
minimal 10
m dari
sarana air
bersih
Kedap air
Tidak
tersumbat
Saluran
tertutup
3. Tempat sampah Memiliki
penutup
Kedap air
Page 120
98
1. Tabulasi Data Fasilitas Sanitasi Kantin
Kode kantin
(X)
Penyediaan air
bersih
SPAL Tempat sampah
X1 1 1 1
X2 1 1 1
X3 1 1 1
X4 1 1 1
X5 1 1 1
X6 1 0 1
X7 1 1 0
X8 1 1 0
X9 1 1 0
X10 1 0 0
X11 1 0 0
X12 1 0 0
X13 1 1 0
X14 1 0 0
X15 1 1 0
X16 1 0 0
X17 1 0 0
X18 1 1 0
X19 1 0 0
X20 1 0 0
X21 1 0 0
X22 1 0 0
X23 1 0 0
X24 1 1 0
X25 1 1 1
X26 1 1 0
X27 1 1 0
Page 121
99
X28 1 1 0
X29 1 1 0
X30 1 1 0
X31 1 1 0
X32 1 1 0
X33 1 0 0
X34 1 0 0
X35 0 1 0
X36 1 1 0
X37 1 1 0
X38 1 0 0
Page 122
100
B. Jumlah Kepadatan Lalat
Cara menghitung kepadatan lalat yaitu dengan menghitung jumlah lalat
yang hinggap di fly grill sedikitnya 10 kali perhitungan (10 × 30 detik) dan
lima perhitungan yang tertinggi dibuat rata-ratanya dan di catat dalam
pencatatan. Angka rata-ratanya ini merupakan petunjuk indeks populasi lalat
dalam suatu lokasi tertentu (Depkes RI, 1992).
No Lokasi
Jumlah lalat yang hinggap pada fly grill Jumlah lalat
(5 tertinggi)
pada 10
pengukuran
Rata-
rata
Ket
.
30”
ke-
1
30”
ke-
2
30”
ke-
3
30”
ke-
4
30”
ke-
5
30”
ke-
6
30”
ke-
7
30”
ke-
8
30”
ke-
9
30”
ke-
10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Page 123
101
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
Kategori (pada rata-rata 5 tertinggi) :
a. ≤ 5 : tidak tinggi, tidak menjadi masalah.
b. >5 : tinggi, populasi padat dan perlu perencanaan terhadap tempat-tempat
berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian.
Page 124
102
1. Tabulasi Data Kepadatan lalat
No
Lokasi
(kode
kantin)
Jumlah lalat yang hinggap pada fly grill Jumlah
lalat (5
tertinggi)
pada 10
pengukuran
Rata-
rata Ket.
30”
ke-
1
30”
ke-
2
30”
ke-
3
30”
ke-
4
30”
ke-
5
30”
ke-
6
30”
ke-
7
30”
ke-
8
30”
ke-
9
30”
ke-
10
1. X1 3 2 0 1 1 1 3 4 3 3 16 3,2
2. X2 2 1 0 0 0 1 3 3 4 3 15 3
3. X3 2 3 1 0 1 2 2 3 2 4 14 2,8
4. X4 3 3 0 0 2 2 4 3 3 3 16 3,2
5. X5 3 2 0 1 2 1 4 4 3 4 18 3,6
6. X6 5 6 6 5 3 2 4 5 5 6 28 5,6 Tinggi
7. X7 4 5 1 1 2 1 4 3 4 3 20 4
8. X8 5 6 6 5 1 1 3 3 5 6 28 5,6 Tinggi
9. X9 6 5 6 5 2 1 2 3 6 6 29 5,8 Tinggi
10. X10 5 6 5 5 1 1 3 2 6 6 28 5,6 Tinggi
11. X11 5 4 4 5 1 0 2 2 5 4 23 4,6
12. X12 6 6 6 5 2 1 3 2 6 5 29 5,8 Tinggi
13. X13 5 6 6 5 3 2 2 1 5 6 28 5,6 Tinggi
14. X14 6 7 5 6 2 2 2 1 5 6 30 6 Tinggi
15. X15 6 6 6 5 3 4 3 2 5 5 28 5,6 Tinggi
16. X16 4 3 3 3 1 2 2 3 5 4 19 3,8
17. X17 3 5 2 3 1 1 2 1 4 3 18 3,6
18. X18 6 7 5 6 2 1 3 2 5 5 29 5,8 Tinggi
19. X19 6 6 6 5 3 2 2 2 5 6 29 5,8 Tinggi
20. X20 6 7 5 6 2 2 3 2 5 6 30 6 Tinggi
21. X21 4 3 5 4 3 3 4 3 4 4 21 4,2
22. X22 5 6 6 5 4 3 4 5 6 6 29 5,8 Tinggi
23. X23 3 4 5 5 4 3 2 3 4 5 23 4,6
24. X24 6 7 6 5 3 2 3 3 5 3 29 5,8 Tinggi
25. X25 2 3 0 1 2 3 1 2 3 2 13 2,6
26. X26 6 6 5 6 3 2 4 3 6 6 30 6 Tinggi
Page 125
103
27. X27 5 6 6 5 3 1 3 4 5 6 28 5,6 Tinggi
28. X28 4 3 1 1 3 3 2 1 3 4 17 3,4
29. X29 3 3 0 1 2 3 3 4 4 4 18 3,6
30. X30 5 4 1 0 3 2 2 2 5 3 20 4
31. X31 3 4 0 0 2 1 3 2 4 3 17 3,4
32. X32 6 6 5 6 2 3 4 3 6 6 30 6 Tinggi
33. X33 6 5 6 6 2 4 2 3 5 5 28 5,6 Tinggi
34. X34 5 6 6 5 3 3 4 3 6 6 29 5,8 Tinggi
35. X35 3 4 1 0 3 2 3 3 4 3 17 3,4
36. X36 6 6 5 5 3 2 3 3 6 6 29 5,8 Tinggi
37. X37 3 4 0 1 1 2 2 3 4 3 17 3,4
38. X38 5 6 6 6 3 2 2 2 6 6 30 6 Tinggi
Page 126
104
Lampiran 3
Surat Ijin Penelitian
Page 139
117
Lampiran 4
Dokumentasi di Kantin
Gambar 1. Pengisian lembar persetujuan responden
Gambar 2. Observasi di kantin sekolah
Page 140
118
Gambar 3. Pengkuran kepadatan lalat dekat tempat sampah
Gambar 4. Pengkuran kepadatan lalat dekat SPAL
Page 141
119
Gambar 6. Pengukuran kepadatan lalat dekat pencucian alat
Gambar 7. Pengukuran jarak antara SPAL dengan sumber air bersih.
Page 142
120
Lampiran 5
Surat Keterangan Selesai Penelitian
Page 155
133
Lampiran 6
Output Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Penyediaan air bersih
penyediaan_air_bersih
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 1 2.6 2.6 2.6
baik 37 97.4 97.4 100.0
Total 38 100.0 100.0
b. Saluran pembuangan air limbah
Spal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 15 39.5 39.5 39.5
baik 23 60.5 60.5 100.0
Total 38 100.0 100.0
c. Kondisi tempat sampah
tempat_sampah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 31 81.6 81.6 81.6
baik 7 18.4 18.4 100.0
Total 38 100.0 100.0
Page 156
134
d. Tingkat kepadatan lalat
kepadatan_lalat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tinggi 20 52.6 52.6 52.6
tidak tinggi 18 47.4 47.4 100.0
Total 38 100.0 100.0
2. Analisis Bivariat
a. Penyediaan air bersih dengan tingkat kepadatan lalat
penyediaan_air_bersih * kepadatan_lalat Crosstabulation
kepadatan_lalat
Total tinggi tidak tinggi
penyediaan_air_bersih buruk Count 0 1 1
Expected Count .5 .5 1.0
% within
penyediaan_air_bersih .0% 100.0% 100.0%
baik Count 20 17 37
Expected Count 19.5 17.5 37.0
% within
penyediaan_air_bersih 54.1% 45.9% 100.0%
Total Count 20 18 38
Expected Count 20.0 18.0 38.0
% within
penyediaan_air_bersih 52.6% 47.4% 100.0%
Page 157
135
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.141a 1 .285
Continuity Correctionb .003 1 .957
Likelihood Ratio 1.524 1 .217
Fisher's Exact Test .474 .474
Linear-by-Linear Association 1.111 1 .292
N of Valid Casesb 38
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,47.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort kepadatan_lalat =
tidak tinggi 2.176 1.535 3.087
N of Valid Cases 38
Page 158
136
b. Saluran pembuangan air limbah dengan tingkat kepadatan lalat
spal * kepadatan_lalat Crosstabulation
kepadatan_lalat
Total tinggi tidak tinggi
spal buruk Count 10 5 15
Expected Count 7.9 7.1 15.0
% within spal 66.7% 33.3% 100.0%
Baik Count 10 13 23
Expected Count 12.1 10.9 23.0
% within spal 43.5% 56.5% 100.0%
Total Count 20 18 38
Expected Count 20.0 18.0 38.0
% within spal 52.6% 47.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.958a 1 .162
Continuity Correctionb 1.138 1 .286
Likelihood Ratio 1.986 1 .159
Fisher's Exact Test .198 .143
Linear-by-Linear Association 1.907 1 .167
N of Valid Casesb 38
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,11.
b. Computed only for a 2x2 table
Page 159
137
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for spal (buruk /
baik) 2.600 .672 10.065
For cohort kepadatan_lalat =
tinggi 1.533 .852 2.759
For cohort kepadatan_lalat =
tidak tinggi .590 .265 1.313
N of Valid Cases 38
c. Kondisi tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat
tempat_sampah * kepadatan_lalat Crosstabulation
kepadatan_lalat
Total tinggi tidak tinggi
tempat_sampah buruk Count 19 12 31
Expected Count 16.3 14.7 31.0
% within tempat_sampah 61.3% 38.7% 100.0%
baik Count 1 6 7
Expected Count 3.7 3.3 7.0
% within tempat_sampah 14.3% 85.7% 100.0%
Total Count 20 18 38
Expected Count 20.0 18.0 38.0
% within tempat_sampah 52.6% 47.4% 100.0%
Page 160
138
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.061a 1 .024
Continuity Correctionb 3.351 1 .067
Likelihood Ratio 5.451 1 .020
Fisher's Exact Test .038 .032
Linear-by-Linear Association 4.928 1 .026
N of Valid Casesb 38
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,32.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
tempat_sampah (buruk /
baik)
9.500 1.014 88.966
For cohort kepadatan_lalat =
tinggi 4.290 .684 26.907
For cohort kepadatan_lalat =
tidak tinggi .452 .264 .772
N of Valid Cases 38
Page 161
139
Lampiran 7
Lembar Konsultasi