PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun oleh : Muhammad Kharisma 1112053100007 MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017
150
Embed
Skripsi - repository.uinjkt.ac.id · dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. Pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK
TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DIREKTORAT
JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh :
Muhammad Kharisma 1112053100007
MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
i
ABSTRAK
MUHAMMAD KHARISMA
PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK
TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DIREKTORAT
JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang
dampak/pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik terhadap
Produktivitas Kerja Pegawai Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia. Data diperoleh dengan menyebarkan
kuesioner kepada 52 orang pergawai Ditjen PHU Kemenag RI. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode regresi berganda. Dengan demikian, dalam
penelitian ini penulis pergi ke lapangan, bertindak sebagai pengamat dan
mengamati gejala dan mencatatnya dalam catatan pengamatan dengan tidak ada
upaya untuk memanipulasi variabel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
motivasi intrinsik berdampak/berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas
kerja, serta motivasi ekstrinsik tidak berdampak/berpengaruh secara signifikan
terhadap produktivitas kerja, sedangkan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
tidak berdampak/berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas kerja
pegawai Ditjen PHU Kemenag RI
Kata Kunci: Motivasi Intrinsik, Motivasi Ekstrinsik, Produktivitas Kerja
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiratan Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta
salam penulis memohon kepada Allah SWT agar dilimpahkan kepada Baginda
Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya ke jalan yang penuh dengan
cahaya peradaban.
Skripsi ini berjudul “PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK DAN
MOTIVASI EKSTRINSIK TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI
DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA.” Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang telah banyak turut membantu dalam
penyelesaian tugas akhir ini. Melalu kesempatan ini, dengan segala kerendahan
hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, MA, beserta jajarannya.
2. Drs. Cecep Castrawijaya, MM., Selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah.
3. Drs. Sugiharto, MM. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah.
4. Muammar Aditya, SE, M.Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan tugas akhir.
5. Drs. H. Hasanudin. MA, selaku dosen pembimbing akademik.
6. Bapak Sudjarwo, SH dan Ibu Riswanti M,AP selaku orang tua tercinta yang
telah membantu dalam segala bentuk bantuan.
iii
7. Henggar Asmara Anjarwati SIP, Osasani Adrin SH dan Adilla Surihayati
SE, selaku kakak kandung penulis yang telah memotivasi untuk
penyelesaian tugas akhir.
8. Nadya Anindhita Radityani SE, selaku penyemangat hidup penulis yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir dari pembentukan
niat untuk membuat tugas akhir hingga penyelesaian tugas akhir.
9. Seluruh karyawan Ditjen PHU Kemenag RI yang telah meluangkan
waktunya untuk pengisian kuesioner, terutama Bapak Deny, Ibu Nurjanah
dan Ibu Icha, penulis sangat berterimakasih atas segala bentuk bantuannya.
10. Muhammad Taqwa Sasra Wahyu Saputra, Akza Arif, Tezza Sukma
Ramdhani, Caesariza Kusuma Chandra, Dikta Pradika, Muhammad Hatta
dan Muhammad Furqon selaku sahabat sepermainan penulis.
11. M. Alif Prabowo, Khairul Umamul Arifin, Abdul Fattah M, Ridha Firsa
9 H. Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 141 10 M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012), h. 278.
16
Jadi secara keseluruhan dapat dijelaskan bahwa motivasi adalah
suatu kegiatan atau cara untuk mendorong seseorang untuk berperilaku,
dan mengerjakan pekerjaan itu sendiri tanpa dipaksa untuk memenuhi
kebutuhan atau tujuan yang telah ditentukan untuk menjadi optimal.
2.1.2 Tipe-Tipe Motivasi
Menurut Hasibuan11, menyatakan bahwa tipe-tipe motivasi adalah
sebagai berikut:
1. Motivasi Positif
Motivasi positif ialah atasan yang memberikan imbalan kepada
bawahannya yang dapat melaksanakan pekerjaan melebihi dari standart
yang ada. Dengan adanya motivasi positif, moral bawahan akan meningkat
karena manusia pada umumnya senang menerima imbalan.
2. Motivasi Negatif
Motivasi negatif ialah atasan yang memotivai bawahannya untuk
mencapai standart yang diberikan perusahaan dengan cara memberikan
hukuman. Dengan motivasi negatif ini dalam jangka pendek bawahan akan
mencoba untuk mencapai standart yang ada lebih meningkat dikarenakan
meraka takut terhadap hukuman, akan tetapi dalam jangka panjang tidak
akan mendapatkan hasil yang baik.
11 Malayu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012).
17
Menurut Winardi12, ia menyatakan bahwa tipe motivasi adalah
sebagai berikut:
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang dimana kebutuhan serta
pencapaian pekerja dapat tercapai. Motivasi ini sering juga disebut pure
motivation, yaitu motivasi yang berasal dari dirikita sendiri. Motivasi ini
timbul tanpa adanya pengaruh dari luar. Motivasi intrinsik diartikan juga
sebagai motivasi yang hidup didalam individual itu sendiri dan digunakan
didalam situasi kerja yang sangat berguna.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor
dari luar (external). Motivasi ekstrinsik tetap dibutuhkan karena tidak
semua pekerjaan dapat menarik minat dari karyawan.
Dalam bentuk umum dari motivasi sering diadopsi oleh perusahaan
termasuk empat unsur utama adalah13:
a. Bentuk Kompensasi Uang
Salah satu bentuk yang paling umum diberikan kepada pekerja
dalam bentuk kompensasi dan kompensasi yang sering diberikan dalam
bentuk uang. kompensasi tunai sebagai motivasi kerja karyawan memiliki
perilaku dua pengaruh. Keanggotaan adalah pengaruh paling luas, yang
keduanya negatif dari sudut pandang perusahaan adalah dan cenderung
12 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen (Jakarta: Rajawali Pers, 2008). 13 Bejo Siswanto Sastrohadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. (Jakarta: PT. Bumu Aksara,
2003).
18
terbatas dan hanya untuk pekerja yang berpenghasilan tidak lebih dari
tingkat "standar hidup yang layak" dan cenderung menganggap saldo kas
kompensasi.
b. Arah dan Kontrol
Mengarahkan berarti menentukan apa yang harus mereka lakukan
atau tidak mereka lakukan, control berarti menentukan bahwa tenaga kerja
harus melakukan hal-hal yang telah diperintahkan.
c. Penentuan Pola Kerja Yang Efektif
Dalam reaksi kebosanan di tempat kerja akan menghambat
produktivitas kerja dan untuk menanggapinya dapat menggunakan beberapa
teknik:
1) Memperkaya pekerjaan bahwa tuntutan penyesuaian
pekerjaan dengan kemampuan tenaga kerja.
2) Manajemen partisipatif adalah penggunaan berbagai cara
untuk melibatkan karyawan dalam keputusan yang
mempengaruhi pekerjaan mereka.
3) Mengalihkan pekerja dari pekerjaan yang membosankan
untuk instrumen (alat), waktu luang untuk beristirahat atau
dengan cara lain yang lebih menarik perhatian pekerja.
d. Kebaikan
Kebaikan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang diambil sengaja
oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan tenaga kerja.
19
2.1.3 Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari perasaan puas
dalam melaksanakan pekerjaan itu sendiri. Ia merupakan bagian langsung
dari dari kandungan kerja. Oleh sebab itu, menurut siagian14 motivasi
intrinsik berasal dari dalam sumber individu. Motivasi intrinsik jika
dihubungkan dengan hirarki kebutuhan manusia, maka menyangkut pada
kebutuhan yang lebih tinggi (higher level needs) yaitu esteem needs dan self
actualization needs. Nilai kerja intrinsik adalah nilai kerja yang
berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri. Nilai kerja intrinsik meliputi
ketertarikan terhadap pekerjaan, tertantang pada pekerjaan, belajar hal baru,
membuat kontribusi penting, memanfaatkan potensi kerja sepenuhnya,
tanggung jawab, otonomi dan kreatif. Motivasi intrinsik ada untuk posisi
ketertarikan dan ketertantangan dalam pekerjaan. Menurut Syaiful
Bahri15 motivasi intrinsik yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak memerlukan rangsangan dari luar, karena dalam diri
setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Taufik16, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
intrinsik yaitu :
1. Kebutuhan (need)
14 Sondang p Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya (jakarta: PT Rineka cipta, 2004), h.139 15 Aswan Zain dan Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 115 16 M, Taufik, Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan (Jakarta: Infomedika,
2007).
20
Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya
faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis, misalnya
ibu melakukan mobilisasi dini karena ibu ingin cepat sehat pasca
operasi.
2. Harapan (expentancy)
Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya
harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan
dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah
pencapaian tujuan.
3. Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada
suatu hal tanpa ada yang menyuruh (tanpa adanya pengaruh dari
orang lain).
2.1.4 Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada kaitannya dengan
imbalan yang diterima seseorang sesudah melakukan pekerjaan. Imbalan
ini bisa berupa promosi, hubungan pribadi, gaji, upah, serta tunjangan,
sehingga motivasi ekstrinsik ini berasal dari luar pribadi atau individu.
Manullang17 menyatakan bahwa jika perusahaan menyediakan kondisi-
kondisi kerja, upah, tunjangan, atau keselamatan kerja yang tidak
tercukupi, maka ia akan mendapatkan kesulitan dalam menarik karyawan-
17 M. Manullaog, Manullang Marihot, Manajemen Personalia (Yogyakarta Gajah Mada University
Press, 2001), h. 119
21
karyawan yang baik, dan perputaran, kemangkiran serta keluhan-keluhan
akan meningkat.
Menurut Taufik18, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
ekstrinsik adalah :
1. Dorongan keluarga
Seseorang yang terdorong untuk melakukan suatu kegiatan
bukan atas kehendak sendiri tetapi karena dorongan dari keluarga
seperti suami, orang tua, teman, dan lain sebagainya.
2. Lingkungan
Lingkungan adalah tempat di mana seseorang tinggal.
Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat
termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan
juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang
dalam mengubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang
hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang
tinggi.
3. Media
Media adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi
responden, dikarenakan pada era globalisasi ini hampir dari waktu
yang dihabiskan adalah berhadapan dengan media informasi, baik
itu media cetak maupun elektronika (TV, radio, komputer/internet)
18 M, Taufik, Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan (Jakarta: Infomedika,
2007).
22
sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang
akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah yang positif.
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Teori yang sudah sangat terkenal dan sudah lazim digunakan untuk
menjelaskan motivasi adalah Teori Motivasi Hezberg. Teori yang
dikemukakan oleh Frederick Herzberg ini menjelaskan bahwa ada dua jenis
faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan
menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya hygiene
factors dan motivator factors.19
1. Hygiene Factors
Biasa disebut juga faktor ketidakpuasan (dissatisfaction) karena
berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor hygiene memotivasi
seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan. Faktor hygiene merupakan
faktor ekstrinsik, dan perlu mendapatkan perhatian dari pemimpin, agar
kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.
Yang termasuk dalam faktor hygiene antara lain20:
a. Pengawasan (supervision)
b. Kebijakan perusahaan (company policy)
c. Hubungan dengan atasan (relationship with supervisor)
d. Kondisi lingkungan kerja (working condition)
19 Stephen P. Robbins & Mary Coulter, Management, Eleventh Edition, Global Edition. (England:
Pearson Education Limited, 2012), h. 458
20Stephen P. Robbins, & Mary Coulter, Management, Eleventh Edition, Global Edition. (England:
Pearson Education Limited, 2012).
23
e. Imbalan/gaji (salary)
f. Hubungan dengan rekan kerja (relationship with peers)
g. Kehidupan pribadi (personal life)
h. Hubungan dengan bawahan (relationship with subordinates)
i. Status pekerjaan (status)
j. Keamanan (security)
k. Motivator Factors
Faktor kepuasan atau motivator factors dikatakan sebagai pemuas
karena dapat memberikan kepuasan kerja seseorang dan juga dapat
meningkatkan prestasi kerja, tetapi faktor ini tidak dapat menimbulkan
ketidakpuasan bila hal itu tidak dipenuhi.
Yang termasuk dalam faktor motivator antara lain21:
1. Prestasi (achievement)
2. Pengakuan (recognition)
3. Pekerjaan itu sendiri (work itself)
4. Tanggungjawab (responsibility)
5. Kemajuan (advancement)
6. Pertumbuhan (growth)
Untuk mendapatkan motivasi kerja yang dibutuhkan suatu landasan
yaitu tepatnya suatu motivator. Adapun yang dibutuhkan oleh motivator
adalah sebagai berikut22:
21 Stephen P. Robbins, & Mary Coulter, Management, Eleventh Edition, Global Edition. (England:
Pearson Education Limited, 2012). 22 Muchdarsyah Sinungan, PRODUKTIVITAS APA DAN BAGAIMANA. (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), h. 139-140.
24
1. Pencapaian penyelesaian tugas yang berhasil berdasarkan tujuan dan
sasaran.
2. Penghargaan terhadap pencapaian tugas dan sasaran yang telah
ditetapkan.
3. Sifat dan ruang lingkup pekerjaan itu sendiri (pekerjaan yang
menarik dan memberi harapan).
4. Adanya peningkatan (kemajuan).
5. Adanya tanggung jawab.
6. Adanya administrasi dan manajemen serta kebijaksanaan
pemerintah.
7. Supervisi.
8. Hubungan antar perseorangan.
9. Kondisi kerja.
10. Gaji.
11. Status.
12. Kemanan kerja.
2.1.6 Cara Untuk Meningkatkan Motivasi
Menurut Drs. Muchdarsyah Sinungan untuk meningkatkan motivasi
kerja karyawan/organisasi karyawan ialah dengan cara sebagai berikut23:
1. Internal Perusahaan
a. Penjabaran dan penanaman pengertian serta tumbuhnya sikap pelaku
dan pengalaman Konsep Tri Dharma.
23 Muchdarsyah Sinungan, PRODUKTIVITAS APA DAN BAGAIMANA. (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), h. 140-141.
25
1) Rumongso Handarbeni (saling merasa ikut memiliki).
2) Melu Hangrungkebi (ikut serta memelihara, mempertahankan,
b. Secara fisik, maka sarana-sarana motivatif yang langsung berkaitan
dengan kerja dan tenaga kerja diusahakan peningkatan menurut
kemampuan dan situasi-situasi perusahaan seperti:
1) Adanya man-power planning untuk lebih memantapkan job
security melalui employment policy yang jelas dan mantap antara
lain latihan dan pendidikan untuk carier dan succession planning.
2) Kondisi dan syarat-syarat kerja seperti upah, employee benefits,
lingkungan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan hari
tua dan sebagainya.
2. External Perusahaan
Penanaman kesadaran bermasyarakat dan kesadaran bernegara
antara lain melalui penataran P4.
3. Pancasila sebagai motivator.
a. Menanamkan kesadaran dan melaksanakan P4 dalam melakukan
pekerjaan.
b. Mengoperasionalkan Hubungan Industrial Pancasila.
c. Mengemban tugas dan berperan serta menciptakan masyarakat adil dan
makmur berdasrakan jiwa dan semangat pancasila.
26
2.1.7 Dimensi Motivasi
Menurut Abraham Maslow, dalam Munandar24 mengemukakan
bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang
berkesinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan
tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Tingkat kebutuhan tersebut
ditunjukkan dalam 5 tingkatan, dimulai dari kebutuhan biologis dasar
sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting
setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling
tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat
berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Berikut dimensi
motivasi kerja yang akan digunakan dalam penelitian ini:
1. Physiological (kebutuhan psikologis), yaitu kebutuhan yang timbul
berdasarkan kondisi psikologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk
makanan dan minuman, kebutuhan udara segar, pakaian dan tempat
tinggal.
2. Safety (kebutuhan rasa aman), yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga,
dan harta benda yang dimiliki. Jika dikaitkan dengan kerja maka
kebutuhan akan keamanan sewaktu bekerja, perasaan aman yang
menyangkut masa depan karyawan.
24 Ashar Sunyoto Munandar, Psikologi Industri dan Organisasi. (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), 2006), h. 326.
27
3. Social needs (kebutuhan sosial), yaitu kebutuhan untuk memiliki
keluarga dan sanak saudara, rasa dihormati, status sosial, harga diri, dan
kebutuhan pendidikan agama.
4. Self esteem (kebutuhan harga diri), yaitu keinginan untuk dipuji dan
keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan
dihargai pandangannya.
5. Self actualization (kebutuhan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan
untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh.
Frederick Herzberg (1950) dalam Hasibuan25, seorang profesor
ilmu jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori
Motivasi Dua Faktor atau Herzberg's Two Factors Motivation Theory.
Menurut Frederick Herzberg (1996) dalam Robbins ada dua jenis faktor
yang mempengarhi motivasi kerja, yaitu faktor instrinsik dan faktor
ekstrinsik26.
1) Faktor-Faktor Intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain:
a. Tanggung Jawab (Responsibility), besar kecilnya tanggung jawab
yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan.
b. Kemajuan (Advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
dapat maju dalam pekerjaannya.
25 Malayu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 157. 26 Stephen P Robbins,Tim Judge, A Timothy, Organizational Behavior. (New York, Pearson,
Prentice Hall, 2008), h. 218.
28
c. Pekerjaan Itu Sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan yang
dirasakan oleh karuawan dari pekerjaannya.
d. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan
mendapatkan prestasi kerja, mencapai kinerja tinggi.
e. Pengakuan (Recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada karyawan atas kinerja yang dicapai.
2) Faktor-Faktor Ekstrinsik yang menimbulkan ketidakpuasan serta
berkaitan dengan konteks pekerjaan, antara lain:
a. Kebijakan dan Administrasi perusahaan (company policy and
administration), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari
semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi.
b. Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja
dengan pelaksanaan tugas pekerjaannya.
c. Gaji dan Upah (wagesand salaries), derajat kewajaran dari gaji yang
diterima sebagai imbalan kinerjanya.
d. Hubungan Antar Pribadi (interpersonal relation), derajat kesesuaian
yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain.
e. Kualitas supervisi (Quality supervisor), derajat kewajaran penyeliaan
yang dirasakan dan diterima oleh karyawan.
Dari faktor motivasi tersebut umumnya motivasi yang tinggi
dihubungkan produktivitas kerja dengan produktivitas kerja yang tinggi.
Sebaliknya, motivasi yang rendah dihubungkan dengan produktivitas kerja
yang buruk. Produktivitas kerja kadang-kadang tidak berhubungan dengan
29
motivasi yang diberikan, karena terdapat faktor dari mempengaruhi
produktivitas kerja.
2.2 Produktivitas Kerja
Pentingnya arti produktivitas dalam meningkatkan kesejahteraan
pekerja telah disadari secara universal. Tidak ada jenis kegiatan manusia
yang tidak mendapatkan keuntungan dari produktivitas yang ditingkatkan
sebagai kekuatan untuk menghasilkan lebih banyak barang atau jasa.
Peningkatan produktivitas juga menghasilkan peningkatan langsung
pada standar hidup yang berada dibawah kondisi distribusi yang sama dari
perolehan produktivitas yang sesuai dengan masukan tenaga kerja.
2.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja
Konsep produktivitas dijelaskan oleh sebagai berikut27:
1. Produktivitas adalah konsep universal, dimaksudkan untuk
menyediakan semakin banyak barang dan jasa untuk semakin banyak orang
dengan menggunakan sedikit sumber daya.
2. Produktivitas berdasarkan atas pendekatan multidisiplin yang secara
efektif merum
uskan tujuan rencana pembangunan dan pelaksanaan cara-cara produktif
dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien namun tetap
menjaga kualitas.
27 Ravianto, Produktivitas dan Seni Usaha. (PT. Binaman Teknika Aksara, 1989), h. 18.
30
3. Produktivitas terpadu menggunakan keterampilan modal, teknologi
manajemen, informasi, energi, dan sumber daya lainnya untuk mutu
kehidupan yang mantap bagi manusia melalui konsep produktivitas secara
menyeluruh.
4. Produktivitas berbeda di masing-masing negara dengan kondisi,
potensi, dan kekurangan serta harapan yang dimiliki oleh negara yang
bersangkutan dalam jangka panjang dan pendek, namun masing-masing
negara mempunyai kesamaan dalam pelaksanaan pendidikan dan
komunikasi.
5. Produktivitas lebih dari sekedar ilmu teknologi dan teknik
manajemen akan tetapi juga mengandung filosofi dan sikap mendasar pada
motivasi yang kuat untuk terus menerus berusaha mencapai mutu kehidupan
yang baik.
Sinungan28 menjelaskan produktivitas dalam beberapa kelompok
sebagai berikut :
1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah
ratio apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi
yang digunakan.
2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada
kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
28 Muchdarsyah Sinungan, Produktivitas Apa dan Bagaimana. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 18.
31
3. Produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dari tiga faktor
esensial, yakni : Investasi termasuk pengetahuan dan tekhnologi serta riset,
adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika
produktivitas naik hal ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan
efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan system kerja, teknis produksi dan
adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya”.
Produktivitas menurut National Productivity Board Singapore
adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan
peningkatan perbaikan.30
Sejalan dengan pendapat diatas Muchdarsyah Sinungan
mendefinisikan produktivitas sebagai: “Perbandingan antara totalitas
pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode
tertentu”31.
Laeham dan Wexley, seperti yang dikutip oleh sedarmayanti
menyatakan bahwa produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk
mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk
kerja juga penting diperhatikan.32
29 Malayu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 41. 30 Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. (Jakarta: Mandar Maju, 2001),
h. 56.
31 Muchdarsyah Sinungan, PRODUKTIVITAS APA DAN BAGAIMANA. (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), h. 12. 32 Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. (Jakarta: Mandar Maju, 2001),
h. 65.
32
L. Greenberg mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan
antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan
selama periode tersebut. Produktivitas juga diartikan sebagai:
a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.
b. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang
dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum.
Secara umum yang dimaksud dengan produktivitas kerja adalah
perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber
daya yang digunakan (input). Konsep produktivitas dikembangkan untuk
mengukur besarnya kemampuan menghasilkan nilai tambah atas komponen
masukan yang digunakan. Secara sederhana produktivitas yang dimaksud
disini adalah perbandingan ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan
jumlah setiap sumber yang digunakan selama kegiatan berlangsung.
Adapun pengertian produktivitas kerja menurut Nawawi sebagai
berikut:33
Produktivitas kerja adalah perbandingan terbaik antara hasil
yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber kerja yang
digunakan (input). Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika hasil
yang diperoleh lebih besar daripada sumber kerja yang digunakan.
Sebaliknya produktivitas kerja dikatakan rendah, jika hasil yang
diperoleh lebih kecil dari sumber kerja yang digunakan.
33 Hadari Nawawi, Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit Yang Kompetitif edisi pertama,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), h. 97.
33
Jadi produktivitas bisa diartikan sebagai hubungan hasil
nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan masuknya yang
sebenarnya. Serta sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi
barang-barang atau jasa-jasa. Produktivitas mengutarakan cara
pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam
memproduksi barang-barang.
International Labour Organization (ILO) yang dikutip oleh
mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana maksud dari produktivitas
adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan
jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung.
Sumber tersebut dapat berupa:34
1) Tanah
2) Bahan baku dan bahan pembantu
3) Pabrik, mesin-mesin dan alat-alat
4) Tenaga kerja
2.2.2 Dimensi Produktivitas Kerja
Umar Husein, mengemukakan dua dimensi produktivitas sebagai
berikut:35 “Produktivitas mengimplikasikan dua dimensi, yakni efektivitas
dan efisiensi. Pengertian efektivitas itu sendiri adalah “doing the right
thing”. Melaksanakan sesuatu yang benar dalam memenuhi kebutuhan
34 Malayu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara,
2005), h. 127.
35 Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis Edisi 6, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 9.
34
organisasi berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam
arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu.
Sedangkan dimensi kedua yaitu efisiensi adalah: “doing things right”.
Melakukan yang benar dengan proses yang benar berkaitan dengan upaya
membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana
pekerjaan tersebut dilaksanakan. Untuk itu, produktivitas biasanya dicapai
melalui efektivitas pencapaian tujuan dan efisiensi penggunaan sumber
daya”.
Efisiensi adalah ukuran yang menunjukan bagaimana baiknya
sumber-sumber daya yang digunakan dalam proses produksi untuk
menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik proses yang
mengukur performansi aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang
ditetapkan.
Perbedaan produktivitas dengan efektivitas dan efisiensi adalah
bahwa produktivitas merupakan ukuran tingkat efisiensi dan efektivitas dari
setiap sumber yang digunakan selama produksi berlangsung dengan
membandingkan antara jumlah yang dihasilkan (output) dengan masukan
dari setiap sumber yang dipergunakan atau seluruh sumber (input).
Tinggi rendahnya efisiensi ditentukan oleh nilai input dan output,
sedangkan tinggi rendahnya nilai efektivitas ditentukan oleh pencapaian
target. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang
direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila input yang
sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat
efisiensi semakin tinggi. Tetapi semakin kecil input yang dapat dihemat
35
akan semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran
yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai.
Pada dasarnya peningkatan produktivitas menggunakan pendekatan
system yang berfokus pada perbaikan terus-menerus terhadap kualitas,
efektivitas pencapaian tujuan, dan efisiensi penggunaan sumber-sumber
daya dari perusahaan.
Produktivitas dipandang dari dua sisi sekaligus, yaitu sisi input dan
sisi output. Produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi,
performasi kualitas, hasil-hasil. Merupakan komponen dari usaha
produktivitas. Dengan demikian, produktivitas merupakan suatu kombinasi
dari efektivitas dan efisiensi.
Peningkatan produktivitas merupakan dambaan setiap perusahaan,
produktivitas mengandung pengertian berkenaan denagan konsep
ekonomis, filosofis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau kegiatan
manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan masyarakat pada umumnya.
Dari sejumlah teori yang dideskripsikan untuk memperoleh
dukungan teoritik penyusunan konsep operasional variabel penelitian,
menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah menjelaskan ada enam
faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja yaitu Sikap Kerja,
Tingkat keterampilan, Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan,
Manajemen produktivitas, Efisiensi tenaga kerja dan Kewiraswastaan.
36
Dengan pandangan ini terdapat enam dimensi yaitu36 : dimensi
Sikap Kerja, dimensi Tingkat keterampilan, dimensi Hubungan antara
lingkungan kerja, dimensi Manajemen produktivitas, dimensi Efisiensi
tenaga kerja dan dimensi Kewiraswastaan maka disusun konsep operasional
variabel produktivitas kerja sebagai berikut :
1. Dimensi Sikap Kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian
yang terdiri dari indikator-indikator sikap dalam melayani, sikap dalam
melaksanakan pekerjaan, dan sikap melakukan inisiatif kerja.
2. Dimensi Tingkat Ketrampilan dioperasionalkan menjadi 3 indikator
penelitian yang terdiri dari indikator-indikator ketrampilan pencapaian
tugas, ketrampilan melaksanakan program, dan ketrampilan
mengevaluasi pencapaian program.
3. Dimensi Hubungan antara lingkungan kerja dioperasionalkan menjadi 3
indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator hubungan kerja
dengan pimpinan, hubungan kerja dengan antar bagian, dan hubungan
kerja dengan rekan sekerja.
4. Dimensi Manajemen Produktivitas dioperasionalkan menjadi 3
indikator penelitian yang terdiri dari indikator-indikator koordinasi
pekerjaan, komunikasi antar bagian, dan tanggungjawab pekerjaan.
5. Dimensi Efisiensi tenaga kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator
penelitian yang terdiri dari indikator-indikator jumlah tenaga kerja,
pemanfaatan tenaga kerja, dan pemanfaatan waktu tenaga kerja.
36Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis edisi 11 (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011).
37
6. Dimensi Kewiraswastaan dioperasionalkan menjadi 3 indikator
penelitian yang terdiri dari indikator-indikator kemampuan melihat
potensi daerah, kemampuan melihat potensi diri, dan kemampuan
melihat potensi organisasi.
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Tinggi rendahnya produktivitas sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor penting. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam sendiri
maupun dari luar. Dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan
produktivitasmemperhatikan faktor-faktor yang memilki potensi untuk
meningkatkan produktivitas kerja.
Menurut sedarmayanti37 yang dirangkum penulis, terdapat dua belas
faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja:
1. Sikap mental meliputi:
a. Motivasi Kerja
Pada umumnya orang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi
akan bekerja dengan rajin, giat, sehingga dengan begitu akan dapat
mencapai satu prestasi kerja yang tinggi.
b. Disiplin kerja
Orang yang mempunyai disiplin kerja yang tinggi akan bertanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini akan
mendorong gairah kerja, semangat kerja dan akan mendukung
37 Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. (Jakarta: Mandar Maju, 2001),
h. 72.
38
terwujudnya tujuan perusahaan. Sebab kedisiplinan adalah kunci
keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya dan
produktivitas kerja pun akan meningkat.
c. Etika kerja
Pada umumnya orang mempunyai etika yang baik akan nampak
dalam penampilan kerja sehari-hari berupa kerja sama, kehadiran,
antusias, inisiatif, tanggung jawab terhadap pekerjaan, dan
kreativitas. Wujud tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap pencapaian produktivitas kerja karyawan yang
optimal dan mampu memenuhi harapan atau bantuan pencapaian
tujuan perusahaan.
2. Pendidikan
Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan
memiliki wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan pentingnya
produktivitas.
3. Keterampilan
Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan
lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik.
4. Manajemen
Berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk
mengelola atau pun memimpin serta mengendalikan bawahannya. Apabila
manajemennya tepat, maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi
sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan produktif.
5. Hubungan Industrial Pancasila
39
Dengan penerapan hubungan industrial pancasila maka akan:
a. Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi
kerja.
b. Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis
sehingga menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha
meningkatkan produktivitas.
c. Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga
mendorong diwujudkannya jiwa yang berdedikasi dalam
upaya meningkatkan produktivitas.
6. Tingkat Penghasilan
Apabila tingkat penghasilan pegawai tinggi, maka akan
menimbulkan konsentrasi dan semangat kerja sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas kerja.
7. Gizi dan Kesehatan
Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan
sehat, maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila mempunyai semangat yang
tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.
8. Jaminan Sosial
Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada
pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat
kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi, maka akan dapat
menimbulkan produktivitas kerja.
40
9. Lingkungan dan Iklim Kerja
Lingkungan dan iklim kerja merupakan hal baik dalam mendorong
pegawai agar senang dalam bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab
untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik sehingga terarah dalam
peningkatan produktivitas kerja.
10. Sarana Produksi
Mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas kerja karena dengan mutu sarana produksi yang lebih baik,
seseorang dapat bekerja dengan semangat.
11. Teknologi
Apabila teknologi yang dipakai lebih tepat, maka akan
memungkinkan jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu
serta memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa.
12. Kesempatan Berprestasi
Apabila terbuka kesempatan dalam berprstasi, akan menimbulakan
dorongan psikologis untuk meningkatkan potensi yang dimiliki untuk
meningkatkan produktivitas.
Sedangkan menurut pendapat Sri Haryani38, yang dirangkum
penulis bahwa variabel yang mempengaruhi produktivitas dapat
dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Variabel yang berasal dari karyawan
a. Bersifat Fisikal, meliputi:
38 Sri Haryani, Komunikasi Bisnis. (Yogyakarta: Unit dan Percetakan AMP, 2002), h.104.
41
1) Gizi, berguna untuk mendukung aktivitas fisik mapupun
mental, sehingga orang tidak akan cepat lelah dalam bekerja
dan mampu berpikir secara optimal.
2) Kesehatan, merupakan faktor penting dalam meningkatkan
produktivitas karyawan, yang mencakup kesehatan fisik dan
mental, karena secara umum orang yang sehat akan mampu
bekerja dengan lebih baik dibanding orang yang tidak sehat.
b. Bersifat Psikologikal, meliputi:
1) Motivasi. Masing-masing individu mendorong dirinya
sendiri untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, orang
yang bekerja dengan motovasi yang lebih tinggi, akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi pula.
2) Sikap. Sikap seseorang akan tercermin dari prestasi
kerjanya, sikap yang positif terhadap pekerjaan ditunjukan
dengan kesediaan yang lebih besar untuk berusaha agar apa
yang dikerjakan berhasil dan untuk bertanggung jawab
terhadap apa yang ditugaskan kepadanya. Sementara sikap
yang negatif ditunjukkan dengan adanya sikap yang pasif,
dimana hanya mengerjakan seperti apa yang diperintahkan,
menyukai pengarahan, dan apabila memungkinkan akan
menghindar dari tanggung jawab.
c. Keterampilan. Meliputi
42
1) Bakat. Orang yang bekerja sesuai dengan bakatnya akan
mempunyai produktivitas yang relatif lebih tinggi dibanding
mereka yang kurang berbakat.
2) Pendidikan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi memungkinkan dirinya untuk bekerja lebih produktif
dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Karyawan yang
memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan
yang lebih luas, kematangan dalam berfikir, dan bekerja
dengan lebih baik.
3) Latihan. Latihan dimaksudkan untuk membentuk dan
meningkatkan keterampilan dalam bekerja.
2. Variabel yang berasal dari perusahaan.
a. Lingkungan Kerja. Dibedakan menjadi dua, yaitu
lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik terdiri dari
dan WC, tersedianya fasilitas olah raga, serta fasilitas
ibadah. Sedangkan lingkungan non fisik misalnya rasa
perkawanan diantara karyawan, hubungan antara karyawan
dengan manajer, dan persaingan yang sehat. Lingkungan
fisik yang baik akan mendukung peningkatan produktivitas.
b. Kemampuan Manajemen. Kemampuan manajerial seorang
pemimpin sangat berpengaruh terhadap produktivitas.
Dalam hal ini pemimpin akan bertugas untuk mengarahkan
kegiatan karyawan, sehingga mengarah ke pencapaian
43
tujuan perusahaan. Dengan pemimpin yang efektif tujuan
perusahaan lebih mudah tercapai.
c. Kebijakan Perusahaan dalam Produktivitas. Adanya
kebijakan perusahaan dalam bidang produktivitas akan
menggerakan seluruh anggota perusahaan baik karyawan
maupun manajer untuk berusaha mencapai produktivitas
yang lebih tinggi.
3. Variabel yang Berasal dari Lingkungan Eksternal, yang meliputi:
a. Teknologi
Secara umum teknologi akan membantu meyelesaikan tugas-
tugas dengan lebih cepat dan lebih banyak, selain itu dapat
membantu meyelesaikan pekerjaan manusia dengan lebih
baik.
b. Kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah dapat berpengaruh langsung maupun
tidak langsung terhadap produktivitas. Kebijakan secara
langsung meliputi kebijakan dalam bidang pendidikan dan
latihan. Sedangkan kebijakan tidak langsung adalah
kebijakan dalam bidang investasi, perizinan, dan fiskal.
c. Kondisi ekonomi
Kondisi secara umum dapat mempengaruhi produktivitas.
Kondisi krisis seperti yang terjadi pada tahun 1997-1999
berdampak pada penurunan produktivitas sehingga secara
nasional produktivitas juga menurun.
44
Menurut Muchdarsyah Sinungan39 terdapat 8 faktor-faktor umum
yang mempengaruhi produktivitas, yakni:
1. Manusia
a. Kuantitas
1) Tingkat keahlian
2) Latar belakang kebudayaan dan pendidikan
3) Kemampuan, sikap
4) Minat
5) Struktur pekerjaan, keahlian dan umur (kadang-kadang jenis
kelamin) dari angkatan kerja
2. Modal
a. Modal tetap (mesin, gedung, alat-alat, volume dan struktur)
b. Teknologi R dan D (research and development = Litbang)
c. Bahan baku (volume dan standar)
3. Metode/proses
a. Tata ruang tugas
b. Penangan bahan baku penolong dan mesin
c. Perencanaan dan pengawasan produksi
d. Pemeliharaan melalui pencegahan
e. Teknologi yang memakai cara alternatif
4. Lingkungan organisasi (internal)
a. Organisasi dan perencanaan
b. Sistem manajemen
39Muchdarsyah Sinungan, PRODUKTIVITAS APA DAN BAGAIMANA. (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), h. 55–58.
45
c. Kondisi kerja (fisik)
d. Iklim kerja (sosial)
e. Tujuan perusahaan dan hubungannya dengan tujuan lingkungan
f. Sistem insentif
g. Kebijaksanaan personalia
h. Gaya kepemimpinan
i. Ukuran perusahaan
5. Produksi
a. Kuantitas
b. Kualitas
c. Ruangan produksi
d. Struktur campuran
e. Spesialisasi produksi
6. Lingkungan negara (eksternal)
a. Kondisi ekonomi dan perdagangan
b. Struktur sosial dan politik
c. Struktur industri
d. Tujuan pengembangan jangka panjang
e. Pengakuan/pengesahan
f. Kebijakan ekonomi pemerintah (perpajakan dan lain-lain)
g. Kebijakan tenaga kerja
h. Kebijakan R dan D (penelitian dan pengembangan)
i. Kebijakan energi
j. Kebijakan pendidikan dan latiahan
46
k. Kondisi iklim dan geografis
l. Kebijakan perlindungan lingkungan
7. Lingkungan internasional maupun regional
a. Kondisi perdagangan dunia
b. Masalah-masalah perdagangan internasioanal
c. Investasi, usaha bersama
d. Spesialisasi internasional
e. Kebijakan migrasi tenaga kerja
f. Fasilitas latian internasioanl/regional
g. Bantuan internasional/regional
h. Standar kerja dan teknik internasional
8. Umpan balik
Merupakan informasi yang ada pada hubungan timbal balik
masukan (input) dan hasil (output) dalam perusahaan, antar perusahaan
dengan ruang lingkup negara (internasional). Dengan kata lain umpan balik
menunjukan bagaimana masyaraat menilai kuantitas dan kualitas produksi
(hasil) berapa banyaknya uang yang harus dibayarkan dari sudut lain berapa
banyak yang mau dibayarkan untuk masukan-masukan utamanya (tenaga
kerja dan modal) dimana masyarakat menawarkan pada perusahaan.
Dari sudut pandang umpan balik ini dapat dipertimbangkan sebagai
pengukuran produktivitas. Pada tingkatan perusahaan kita perlu mengukur
hubungan satu sama lain antar biaya suatu hasil atau output dan input atau
masuk. Hasil dari pengukuran ini menunjuan efektivitas dari metode atau
proses dan lingkungan internal perusahaan.
47
2.2.4 Manfaat dari Penilaian Produktivitas Kerja
Menurut Muchdarsyah Sinungan40 manfaat dari pengukuran
produktivitas kerja adalah sebagai beikut:
a. Umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki
produktivitas kerja karyawan.
b. Evaluasi produktivitas kerja digunakan untuk penyelesaian
misalnya: pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
c. Untuk keputusan-keputusan penetapan, misalnya: promosi,
transfer dan demosi.
d. Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan.
e. Untuk perencanaan dan pengembangan karier.
f. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses
staffing.
g. Untuk mengetahui ketidak akuratan informal.
h. Untuk memberikan kesempatan kerja yang adil.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berjudul “PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK
DAN MOTIVASI ENTRINSIK TERHADAP PRODUKTIVITAS
KERJA PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH KEMENTERIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA” dengan maksud observasi
Motivasi Intrinsik (X1) dan Motivasi Ekstrinsik (X2) sebagai variabel
40 Muchdarsyah Sinungan, PRODUKTIVITAS APA DAN BAGAIMANA. (Jakarta: Bumi Aksara,
2009), h. 125.
48
independen terhadap Produktivitas Kerja (Y) sebagai variabel dependen.
Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut
Sumber: Penulis
2.4 Hipotesis
Berikut hipotesis dari penelitian ini:
T-1
Apakah motivasi intrinsik berpengaruh atau berdampak secara
signifikan terhadap produktifitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia?
Motivasi
Intrinsik (X1)
Motivasi
Ekstrinsik
(X2)
Produktivitas
Kerja (Y)
Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran
49
Ho: Motivasi intrinsik tidak berpengaruh atau berdampak secara signifikan
terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Ha: Motivasi intrinsik berpengaruh atau berdampak secara signifikan
terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Hipotesis tersebut sesuai dengan penelitian dari penelitian terdahulu
yang di teliti oleh Resky Astrini pada penelitiannya di kantor
pelayanan kekayaan negara dan lelang makasar bahwa motivasi
intrinsik berpengaruh lebih dominan dari pada motivasi ekstrinsik
terhadap produktivitas kerja pegawai pada kantor pelayanan kekayaan
negara dan lelang makasar.41
T-2
Apakah motivasi ekstrinsik berpengaruh atau berdampak secara
signifikan terhadap produktifitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia?
41 Resky Astrini, “Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Produktivitas
Kerja Pegawai Pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar,” (fakultas
ekonomi, universitas hasanuddin Makassar, 2012), h. 83.
50
Ho: Motivasi ekstrinsik tidak berpengaruh atau berdampak secara
signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Ha: Motivasi ekstrinsik berpengaruh atau berdampak secara signifikan
terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Hipotesis tersebut sesuai dengan penelitian dari penelitian terdahulu
yang terlebih dahulu diteliti oleh Arif Yusuf Hamali pada studi kasus
PT. X Bandung yang menyimpulkan bahwa motivasi berdampak
secara signifikan terhadap produktivitas kerja namun dimensi
motivasi ekstrinsik memiliki nilai bobot di bawah rata-rata pada
variabel motivasi.42
T-3
Apakah motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berpengaruh atau
berdampak secara signifikan terhadap produktifitas kerja pegawai
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama Republik Indonesia?
42 Arif Yusuf Hamali, “Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja: Studi Kasus Pada PT. X
Bandung,” Journal THE WINNERS, Vol. 14 No. 2, September 2013, h. 77-86.
51
Ho: Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik tidak berpengaruh atau
berdampak secara signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama Republik Indonesia.
Ha: Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berpengaruh atau berdampak
secara signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia.
Hipotesis tersebut sesuai dengan penelitian dari penelitian terdahulu
yang diteliti oleh I Wayan Sutama pada penelitiannya di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tabanan bahwa motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik secara simultan berdampak terhadap
produktivitas kerja sebesar 32,6%, selebihnya 67,4% dipengaruhi
oleh faktor lain yang tidak diteliti.43
43 I Wayan Sutama, “Hubungan Motivasi Kerja Intrinsik Pegawai dan Motivasi Kerja Ekstrinsik
Dengan Produktivitas Kerja Pegawai Di Dinasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Tabanan,” (STIA-Denpasar, Bali), h. 354.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif yang dimaksudkan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih, dan dalam hal
ini hubungan tersebut bersifat kausal dimana variabel bebas mempengaruhi
variabel terikat44. Populasi, Tekhnik Sampling dan Sampel. Unit analisis
yang digunakan untuk masing-masing identifikasi masalah adalah unit
analisis yaitu pada karyawan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia. Sedangkan Time horizon
yang digunakan adalah cross sectional. Menurut Sekaran45 Cross sectional
adalah data yang dikumpulkan untuk penelitian ini pada waktu (satu kurun
waktu) dan tempat tertentu saja. Untuk lebih ringkasnya, desain dari
penelitian ini dijabarkan pada Tabel 3.1
44 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: CV. Alfabeta. 2012). 45 Uma Sekaran, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. (Jakarta: Salemba Empat, 2006), h. 177.
53
Tabel 3. 1 Desain Penelitian
Tujuan
Penelitian
Disain Penelitian
Jenis dan
Metode
Penelitian
Unit Analisis
Time
Horizon
T-1 Asosiatif
Karyawan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia
Cross
Sectional
T-2 Asosiatif
Karyawan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia
Cross
Sectional
T-3 Asosiatif
Karyawan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia
Cross
Sectional
Sumber : Penulis
Keterangan :
T-1 : Untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik terhadap produktivitas
kerja karyawan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia.
54
T-2 : Untuk mengetahui pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap
produktivitas kerja karyawan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia.
T-3 : Untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
terhadap produktivitas kerja karyawan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
3.2 Operasional Variabel
Definisi operasionalisasi variabel adalah penjelasan teoritis dari
variabel sehingga dapat diamati dan kemudian diukur untuk menentukan
hal-hal apa yang diperlukan harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu
atau proses dekomposisi variabel penelitian ke dalam sub-variabel, dimensi
dan indikator pengukuran. Menurut sekaran dan bougie, konsep
operasionalisasi adalah pengurangan konsep abstrak untuk membuat
mereka terukur dengan cara yang nyata. Operasionalisasi dilakukan dengan
melihat perilaku dimensi, aspek, atau properti dilambangkan dengan
konsep.46 Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah motivasi
dan produktivitas kerja.
Berikut adalah tabel terkait variabel-variabel yang digunakan dan
alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.
46 Uma Sekaran, & Roger Bougie, Research Methods for Business: A Skill-Building Approach 6th
Edition. (Chichester: Jhon Wiley & Sons Ltd, 2013), h. 200.
55
Tabel 3. 2 Operasional Variabel
Variabel Konsep
Variabel Dimensi Indikator
Skala
Pengukur
an
Model
Skala
Penguk
uran
Produktivi
tas Kerja (Y)
Produktivit
as dipandang
dari dua sisi sekaligus,
yaitu sisi input dan
sisi output. Dengan demikian,
produktivitas
merupakan suatu kombinasi
dari efektivitas
dan efisiensi. (Husein,
Metode Penelitian
Untuk Skripsi Dan Tesis
Bisnis, 2004, hal.
9)
Sikap Kerja
Sikap dalam
melayani
Ordinal-Interval
Likert
Sikap dalam melaksanaka
n pekerjaan
Sikap dalam melaksanaka
n pekerjaan
Sikap melakukan inisiatif kerja
Tingkat Keterampilan
Keterampilan pencapaian tugas
Keterampilan
melaksakan program
Keterampilan
mengavaluasi pencapaian program
Hubungan Antara Lingkungan
Kerja
Hubungan
kerja dengan pimpinan
Hubungan
kerja dengan antar bagian
Hubungan kerja dengan rekan kerja
Manajemen Produktivitas
Kordinasi pekerjaan
Komunikasi
antar bagian
Tanggung jawab
pekerjaan
Efisiensi Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja
56
Variabel Konsep
Variabel Dimensi Indikator
Skala
Pengukur
an
Model
Skala
Penguk
uran
Pemanfaatan
tenaga kerja
Pemanfaatan waktu tenaga
kerja
Kewiraswast
aan
Kemampuan melihat potensi
daerah
Kemampuan melihat
potensi diri
Kemampuan melihat
potensi organisasi
Motivasi Intrinsik (X1)
Motivasi
intrinsik diartikan juga
sebagai motivasi
yang hidup didalam individual
itu sendiri dan
digunakan didalam situasi
kerja yang sangat
berguna. (Robbins, Judge, &
Judge, Organizatio
nal Behavior, 2008, hal.
216)
Faktor Intrinsik
1. Kemajuan
Ordinal-Interval
Likert
2. Pengakuan
3. Tanggung
Jawab
4. Pencapaian
5. Pekerjaan itu sendiri
57
Variabel Konsep
Variabel Dimensi Indikator
Skala
Pengukur
an
Model
Skala
Penguk
uran
Motivasi
Ekstrinsik (X2)
Motivasi
ekstrinsik adalah
motivasi yang disebabkan
oleh faktor dari luar
(external). (Robbins, Judge, &
Judge, Organizatio
nal Behavior, 2008, hal.
216)
Faktor
Ekstrinsik
1. Kebijakan
dan Administrasi
Perusahaan
Ordinal-
Interval Likert
2. Kondisi Kerja
3. Gaji dan Upah
4. Hubungan antar Pribadi
5. Kualitas Supervisi
Sumber : Penulis
3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini yaitu kuantitatif. Kuantitatif adalah
meneliti status kelompok manusia, suatu kondisi, suatu pemikiran ataupun
kelas peristiwa pada waktu tertentu47. Dimana penelitian kuantitatif
dilakukan untuk mendapatkan kosistensi data penelitian dan membuktikan
penelitian yang telah ada.Sumber data dalam penelitian ini yaitu primer
dengan melakukan survey melalui kuesioner.
47Jonathan Sarwono, Panduan Cepat dan Mudah SPSS 14 (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2006) .
58
Tabel 3. 3 Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data Jenis Data Sumber Data
Motivasi Intrinsik Kuantitatif Primer - Sekunder
Motivasi
Ekstrinsik Kuantitatif Primer - Sekunder
Produktivitas kerja Kuantitatif Primer - Sekunder
Sumber : Penulis
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara
membagikan kuisioner, dimana peneliti memberikan seperangkat
pertanyaan tertulis, peneliti juga melakukan pengumpulan data dengan studi
pustaka yang dijadikan sebagai landasan teori, serta sumber-sumber lainnya
didapatkan dari media internet dan jurnal-jurnal.
3.5 Populasi dan Tekhnik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai direktorat
jenderal penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah di Kementerian Agama.
Tekhnik sampling yang ditempuh adalah convenience. Tekhnik
convenience merupakan tekhnik dari non probability sampling dimana
peneliti menggunakan individu yang tersedia sebagai peserta penelitian
dengan alasan kemudahan dan kesiapan menjadi responden.
59
3.5.1 Mengukur Ukuran Sampel
Untuk menentukan ukuran contoh dari suatu populasi akan
menggunakan rumus Slovin adalah sebagai berikut :48
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁𝑒2
Keterangan:
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi
e = Nilai Error Sebesar 5%
Dengan menggunakan rumus Slovin diatas maka dalam penelitian
ini dari jumlah total populasi sebesar 52 orang dapat disimpulkan bahwa
minimal sample yang harus didapat penulis ialah 46 orang. Sedangkan
setelah melakukan penelitian penulis berhasil mendapatkan sample
sebanyak 49 orang, terdapat 3 orang/responden yang tidak valid
dikarenakan responden tersebut tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.
3.6 Metode Analisis
Dalam penelitian ini analisis diawali dengan pengumpulan dan
pengolahan data yang diperoleh dari kuesioner dengan menggunakan skala
likert, yang kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas serta
normalitasnya. Kemudian hasil pengolahan data tersebut dianalisis lebih
lanjut untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian, dengan menggunakan
48 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 156
60
analisis regresi berganda dan regresi sederhana. Pengolahan data
menggunakan program SPSS.
Tabel 3. 4 Metode Analisis Data
Tujuan
Penelitian
Metode Analisis
Jenis Penelitian Teknik Analisis
T-1 Asosiatif Regresi Sederhana
T-2 Asosiatif Regresi Sederhana
T-3 Asosiatif Regresi Berganda
Sumber : Penulis
3.6.1 Skala Likert
Menurut Sarjono dan Julianita49 skala likert adalah skala yang
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang terhadap suatu kejadian atau keadaan sosial, dimana
variablel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
pernyataan.
49 Haryadi Sarjono & Winda Julianita, SPSS vs LISREL : Sebuah Pengantar, Aplikasi Untuk Riset.
(Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 6.
61
Tabel 3. 5 Penilaian Skala Likert
Sangat Setuju (SS) = 5
Setuju (S) = 4
Kurang Setuju (KS) = 3
Tidak Setuju (TS) = 2
Sangat Tidak Setuju (STS) = 1
Sumber : Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011, hal 6)
3.6.2 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur
terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang
seharusnya diukur. Berkaitan dengan pengujian validitas instrument
menurut Riduwan dan Kuncoro50 menjelaskan bahwa validitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan suatu alat ukur.Instrumen
yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu
valid terlebih dahulu dicari jumlah korelasi antar bagian-bagian dari alat
ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir.
Dasar pengambilan keputusan uji validitas adalah :
Jika r hitung positif, serta r hitung ≥ r tabel, maka butir atau variabel tersebut
valid
Jika r hitung positif, serta r hitung < r tabel, maka butir atau variabel tersebut
tidak valid
50 Mudrajat Kuncoro, Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi.
(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2007), h. 109.
62
Jika r hitung ≥ r tabel, tapi bertanda negatif, maka butir atau variabel
tersebut tidak valid
3.6.3 Uji Reliabilitas
Pengertian reliabilitas, menurut Sekaran51 adalah suatu pengukuran
yang menunjukkan sejauh mana pengukuran tersebut tanpa bias (bebas
kesalahan) dan karena itu menjamin pengukuran yang konsisten lintas
waktu dan lintas beragam item dalam instrumen. Dengan kata lain,
keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai stabilitas dan
konsistensi dimana instrument mengukur konsep dan membantu menilai
ketepatan sebuah pengukuran.
Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas
yaitu dengan menggunakan cronbach’s alpha. Rumus cronbach’s alpha
dapat digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya
merupakan rentangan antara beberapa nilai atau berbentuk skala.
Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:
1. Bila r hitung> 0,6 maka kuesioner tersebut dinyatakan reliabel.
2. Bila r hitung< 0,6 maka kuesioner tersebut dinyatakan tidak reliabel.
3.6.4 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
normalitas.
3.6.4.1 Data Transformasi
Transformasi data digunakan untuk mengubah data ordinal dari
kuesioner ke data interval. Transformasi ini dilakukan dengan “Method of
51 Uma Sekaran, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. (Jakarta: Salemba Empat, 2006), h. 43.
63
Successive Interval”52. Untuk menguji normalitas data harus berubah dari
ordinal ke interval karena analisis regresi memerlukan data interval.
Transformasi dapat dilakukan dengan menggunakan software stat97.xla.
3.6.4.2 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi
secara normal dari populasi. Uji normalitas untuk masing-masing variabel
dilakukan dengan melihat distribusi titik data pada plot grafik QQ. Data -
data dari variabel dapat dikatakan normal, jika distribusi data tersebar pada
titik alur cerita lurus.
Dalam uji normalitas, SPSS menyajikan output yang ditampilkan
dalam dua tabel sekaligus yaitu Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk.
Menurut Sarjono & Julianita53 menyatakan dalam uji normalitas bahwa jika
peneliti memiliki responden diatas >50, maka Sig. Kolmogorov-Smirnov
yang dibandingkan dengan Aplha, sedangkan jika peneliti memiliki
responden dibawah <50, maka Sig. Shapiro-Wilk yang dibandingkan
dengan Aplha untuk menguji normiltas dari data yang diperoleh peneliti.
1. Jika angka signifikansi Uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk
Sig ≥ 0,05 maka data berdistribusi normal
2. Jika angka signifikansi Uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk
Sig < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal
52 S.A Muhidin, Dasar-dasar Metode Statistika untuk Penelitian. (Bandung: Pustaka Setia,2011), h.
45.
53 Haryadi Sarjono & Winda Julianita, SPSS vs LISREL : Sebuah Pengantar, Aplikasi Untuk Riset.
(Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 64.
64
3.6.4.3 Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat
rendah yang terjadi pada hubungan diantara variabel bebas.Uji
multikorelasi perlu dilakukan jika jumlah variabel independen (variabel
bebas) lebih dari satu. Multikolinieritas adalah keadaan di mana antara dua
variabel independen atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linier
yang sempurna atau mendekati sempurna. Uji multikolinieritas bertujuan
untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas (independen). Pada model regresi yang baik, variabel –
variabel independen seharusnya tidak berkorelasi satu dengan yang lain.
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas adalah dengan melihat
nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor). Semakin kecil nilai
Tolerance dan semakin besar VIF, maka semakin mendekati terjadinya
masalah multikolinieritas.54
Dasar pengambilan keputusan:
1. Jika nilai VIF < 10 maka tidak terjadi gejala multikolinearitas di antara
variabel bebas.
2. Jika nilai VIF > 10 maka terjadi gejala multikolinearitas di antara
variabel bebas.
54 V, Wiratna Sujarweni, SPSS Uuntuk Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2015), h. 185.
65
3.6.4.4 Uji Heteroskedastisitas
Menurut Wijaya55, heterokedatisitas menunjukkan bahwa varians
variabel tidak sama untuk semua observasi. Jika varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain maka disebut homokedatisitas. Model
regresi yang baik adalah terjadi homokedatisitas dalam model, atau dengan
kata lain tidak terjadi heterokedatisitas. Ada beberapa cara untuk
mendeteksi ada tidaknya heterokedatisitas yaitu dengan melihat scatterplot.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas maka dapat
dilakukan dengan melihat diagram scaterrplot dari perangkat lunak SPSS
dasar analisis :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik atau poin-poin yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka telah terjadi Heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas.
3.6.5 Analisis Regresi
Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan
kausal (sebab akibat) atau pengaruh antar variabel. Analisis regresi dibagi
menjadi 2 jenis yaitu56 :
55 Tony Wijaya, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2009). 56Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: CV. Alfabeta. 2012) h. 260.
66
1. Regresi Sederhana
Regresi sederhana, bertujuan untuk mempelajari hubungan
fungsional antara dua variable (variabel bebas dan variabel terikat)
meramalkan nilai variabel terikat Y (Produktivitas) dan variabel bebas X
(X1 = Motivasi Intrinsik dan X2 = Motivasi Ekstrinsik). Rumus umum
regresi sederhana adalah:
Y = a + bX
Keterangan :
a = nilai konstanta
b = koefisien regresi
Y = variabel terikat
X = variabel bebas
Regresi sederhana
a. Jika sig ≥ α, Ho akan diterima yang berarti tidak ada dampak / efek
/ pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen.
b. Jika sig < α, Ho akan ditolak yang berarti ada dampak / efek /
pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen.
2. Regresi Berganda
Analisis regresi berganda merupakan pengembangan dari analisis
regresi sederhana. Kegunaannya yaitu untuk meramalkan nilai variabel
terikat Y apabila variabel bebasnya X dua atau lebih.
Regresi berganda menurut Sugiyono digunakan oleh peneliti, bila
peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya)
67
variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen
sebagai faktor predictor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi
analisis regresi ganda akan dilakukan jika jumlah variabel independennya
minimal dua.57
Menurut Sarjono & Julianita58, analisis regresi merupakan suatu
analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat. Jika pengukuran pengaruh melibatkan dua atau lebih
variabel bebas (X1, X2, dan seterusnya) dan satu variabel terikat (Y) maka
dinamakan analisis regresi berganda atau majemuk (multiple regression).
Persamaan regresi linier X1 dan X2 terhadap Y dirumuskan sebagai berikut:
𝑌 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2
Dimana:
Y : Variabel terikat
a : konstanta
b1 dan b2 : koefisien regresi
X1 : variabel bebas ke-1
X2 : variabel bebas ke-2
Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi sederhana dan
regresi berganda karena menggunakan 2 variabel independen (variabel
bebas) dan 1 variabel terikat.
57 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: CV. Alfabeta. 2012) h. 250 58 Haryadi Sarjono & Winda Julianita, SPSS vs LISREL : Sebuah Pengantar, Aplikasi Untuk Riset.
(Jakarta: Salemba Empat, 2011), h. 91.
68
3.6.6 Rancangan Uji Hipotesis
Berdasarkan asumsi-asumsi penelitian sebagaimana diuraikan di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Dasar pengambilan keputusan :
Sig > 0,05 : Ho ditolak, Ha diterima
Sig < 0,05 : Ho diterima, Ha ditolak
Sig = 0,05 : Ho ditolak, Ha ditolak
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah digariskan sebelumnya,
hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
T - 1
Ho: Motivasi intrinsik tidak berpengaruh atau berdampak secara signifikan
terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Ha: Motivasi intrinsik berpengaruh atau berdampak secara signifikan
terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Pengujian kriteria:
- Jika Sig ≥ (tingkat kesalahan 5%, 95% tingkat kepercayaan) 0,05 maka
Ho diterima dan Ha ditolak.
- Jika Sig <(tingkat kesalahan 5%, 95% tingkat kepercayaan) 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima.
69
T - 2
Ho: Motivasi ekstrinsik tidak berpengaruh atau berdampak secara
signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Ha: Motivasi ekstrinsik berpengaruh atau berdampak secara signifikan
terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Pengujian kriteria:
- Jika Sig ≥ (tingkat kesalahan 5%, 95% tingkat kepercayaan) 0,05 maka
Ho diterima dan Ha ditolak.
- Jika Sig <(tingkat kesalahan 5%, 95% tingkat kepercayaan) 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima.
T - 3
Ho: Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik tidak berpengaruh atau
berdampak secara signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama Republik Indonesia.
Ha: Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berpengaruh atau berdampak
secara signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia.
70
Pengujian kriteria:
- Jika Sig ≥ (tingkat kesalahan 5%, 95% tingkat kepercayaan) 0,05 maka
Ho diterima dan Ha ditolak.
- Jika Sig <(tingkat kesalahan 5%, 95% tingkat kepercayaan) 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima.
3.7 Rancangan Implikasi Hasil Penelitian
Rancangan implikasi dalam penelitian ini yaitu setelah semua data
dan hasil analisis selesai dilakukan maka selanjutnya dari hasil kuesioner
yang dibagikan individu yaitu akan didapatkan gambaran tentang pegawai
pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian
Agama Republik Indonesia. Setelah itu data-data yang didapatkan dianalisis
dengan menggunakan metode regresi sederhana dan regresi berganda
dengan software SPSS. Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh variabel
motivasi intrinsik, dan motivasi ekstrinsik terhadap produktivitas kerja
pegawai pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia. Pengaruh antar variabel-variabel
tersebut akan dianalisis secara simultan dan partial. Dengan diketahui tujuan
penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan informasi kepada
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
Republik Indonesia tentang pentingnya tingkat produktivitas kerja pegawai
yang diteliti sehingga dapat berpengaruh antara variabel-variabel yang
diteliti dan nantinya dapat berguna sebagai bahan masukkan dalam
pembuatan keputusan.
71
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
4.1.1 Sejarah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Sejarah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dimulai
dengan sejarah perhajian di Indonesia itu sendiri. Penyelenggaran haji di
Indonesia dimulai sudah sejak lama bahkan sebelum Indonesia merdeka. Umat
muslim Nusantara melaksanakan ibadah haji mulai dari abad kesepuluh.
Penyelenggaraan Ibadah haji yang sudah ada semenjak abad kesepuluh
sampai sekarang memiliki berbagai dinamika di dalamnya. Dinamika yang
mengiringi penyelenggaraan haji dari masa ke masa bermuara pada persoalan
pokok aspek penyelenggaraan haji yaitu peraturan yang menyangkut hubungan
bilateral antara Indonesia dan Arab Saudi yang memiliki perbedaan kultur,
pandangan, dan cara hidup masyarakatnya. Persoalan penyelenggaraan ibadah
haji pada masa penjajahan terletak pada perizinan, keamanan dan keterbatasan
fasilitas. Memasuki era kemerdakaan Indoenesia sampai maa kontemporer saat
ini, seiring dengan peningkatan perekonomian Indonesia, persoalan yang
dihadapi bergeser pada persoalan jumlah jamaah haji Indonesia.59
Penyelenggaraan haji yang berlangsung sejak abad kesepuluh hingga
Republik Indonesia merdeka, dirasa masih belum memiliki payung hukum
yang mengatur hal tersebut secara komprehensif. Karena itu pada tahun 1999
ditetapkan undang-undang No 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah
59 Direktorat Penyelenggara haji dan Umrah, Haji dari Masa ke Masa, (Jakarta: Direktorat
Penyelenggara haji dan Umrah, 2012), h. 9
72
Haji. Materi yang tertuang dalam naskan UU tersebut menekankan pada aspek
pelayanan, pembinaan dan perlindungan kepada jamaah haji serta mengarah
pada sistem yang lebih profesional. Selain itu menurut tata hukum kenegaraan
UU tersebut memberikan legitimasi yang kuat bagi Departemen Agama dalam
menjalankan kewewenangannya guna menyatukan langkah dalam
penyelenggaraan ibdah haji.60 UU tersebut kelak akan disempurnakan oleh UU
No 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji.61
Terbentuknya Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
sebagai unsur Kementerian Agama penyelenggara ibadah haji berawal dari
pemecahan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji (Ditjen BIPH)
menjadi dua yaitu Ditjen Bimas Islam dijabat oleh Prof. Dr. H. Nazaruddin
Umar dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang dijabat oleh Drs. H.
Slamet Riyanto, M.Si. Pemecahan Ditjen BIPH menjadi Ditjen Bimas Islam
dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah terjadi pada tahun 2006
berdasarkan Peraturan Menteri Agama No.3 Tahun 2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Agama.62
Sejak saat itulah tugas penyelenggaraan haji dan umrah dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Struktur baru ini
bertujuan agar tugas-tugas yang diemban dapat dilaksanakan secara lebih
60 Direktorat Penyelenggara haji dan Umrah, Haji dari Masa ke Masa, (Jakarta: Direktorat
Penyelenggara haji dan Umrah, 2012), h. 86 61 UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji 62 Direktorat Penyelenggara haji dan Umrah, Haji dari Masa ke Masa, (Jakarta: Direktorat
Penyelenggara haji dan Umrah, 2012), h. 157
73
fokus. Tugas-tugas yang dimaksud adalah Pembinaan Haji dan Umrah,
Pelayanan Haji, dan Pengelolaan BPIH serta Sistem Informasi Haji.63
Pengelolaan ibadah haji oleh Kementerian Agama sudah dilaksanakan
sejak tahun 1964 dan mengalami 11 kali pergantian pimpinan. Adapun
pimpinan atau dirjen yang pernah menjabat adalah sebagai berikut:
1. Prof. KH. Farid Ma’ruf sebagai Menteri Urusan Haji (1964-1965) dan
Dirjen Urusan Haji (1965-1973)
2. H. Burhani Tjokrohandoko sebagai Dirjen Urusan Haji (1973-1979) dan
Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (1979-1984)
3. H. A. Qadir Basalamah sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (1984-
1989)
4. H. Andi lolo Tonang, SH sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji
(1989-1991)
5. Drs. H. Amidhan sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (1991-1995)
6. Drs. H. A. Ghazali sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (1995-
1996)
7. Drs. H. Mubarok, M. Si sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (1996-
2000)
8. Drs. H. Taufiq Kamil sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (2000-
2005)
9. Drs. H. Slamet Riyanto, M. Si sebagai Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji
(2005-2006) dan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (2006-2012)
63 Direktorat Penyelenggara haji dan Umrah, Haji dari Masa ke Masa, (Jakarta: Direktorat
Penyelenggara haji dan Umrah, 2012), h. 158
74
10. Dr. H. Anggito Abimanyu, M.Sc sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan
Umrah (2012-2014)
11. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan
Umrah (2014-sekarang)
4.1.2 Visi dan Misi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kedudukan Direktorat Jenderal Penyelanggaraan Haji dan Umrah
sebagai unsur pelaksana Kementerian Agama dalam mewujudkan cita-citanya
agar masyarakat Indonesia taat beragama, maju, sejahtera, cerdas dan saling
menghormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
maka peningkatan kualitas penyelenggaraan haji perlu dilakukan.melalui
penetapan visi dan misi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Visi dan Misi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
sesuai dengan yang dituliskan dalam Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji
dan Umrah Nomor D/54 Tahun 2010 tentang Visi dan Misi Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah sebagai berikut:
1. Visi
Visi dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah
“Terwujudnya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah haji
dan umrah berdasarkan asas keadilan, transparansi, akuntabel dengan
prinsip nirlaba.”64 Adapun penjelasan dan pemaparan visi tersebut dalam
64 SK Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh No. D/54 Tahun 2010
75
buku Rencana Startegis Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah sebagai
berikut:
a. Pembinaan
Pembinaan diwujudkan dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan
penerangan kepada masyarakat dan jamaah haji. Sedangkan pembinaan
petugas diarahkan pada profesionalisme dan dedikasinya.
b. Pelayanan
Pelayanan diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan administrasi
dan dokumen, transportasi, kesehatan, serta akomodasi dan konsumsi.
c. Perlindungan
Perlindungan diwujudkan dalam bentuk jaminan keselamatan dan
keamanan jamaah haji selama menunaikan ibadah haji.
d. Asas Keadilan
Asas keadilan tercermin dari penyelenggaraan ibadah haji harus
berpegang teguh pada kebenaran, tidak berat sebelah, tidak memihak,
dan tidak sewenang-wenang dalam penyelenggaraannya.
e. Transparan
Transparan memiliki maksud segala sesuatu yang dilakukan dalam
proses penyelenggaraan haji dapat diketahui oleh masyarakat dan
jamaah haji.
f. Akuntabel dengan prinsip nirlaba
Akuntabel dengan prinsip nirlaba yang dimaksud bahwa
penyelenggaraan ibadah haji dilakukan secara terbuka dan dapat
76
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip tidak
mencari keuntungan.
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang tercantum
dalam Keputusan Dirjen adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas penyuluhan, bimbingan, dan pemahaman
manasik haji.
b. Meningkatkan profesionalisme dan dedikasi petugas haji.
c. Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji
melalui pembinaan haji khusus, umrah, dan kelompok bimbingan
ibadah haji.
d. Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi,
transportasi, dan katering sesuai standar pelayanan minimal
penyelenggaraan haji.
e. Memberikan perlindungan kepada jamaah sehingga diperoleh rasa
aman, keadilan, dan kepastian melaksanakan ibadah haji.
f. Meningkatkan transportasi dan akuntabilitas dana haji serta
pengembangan sistem informasi haji.
g. Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan teknis
lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.65
Visi dan misi yang ada, menjadi acuan untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dalam
65 Kementerian Agama Republik Indonesia Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Rencana
Strategis Penyelenggaraan Haji dan Umroh Tahun 2010-2014, (Jakarta: Ditjen PHU, 2010) h. 41-
42
77
penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Penyelenggaran haji yang baik erat
kaitannya dengan pengembangan sistem dan manajemen yang memiliki
orientasi terhadap kinerja aparatur Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia.
Peran Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dalam
merancang sistem yang efektif dan efisien berimplikasi pada peningkataan
kualitas penyelenggaraan haji bagi jamaah Indonesia, sehingga umat muslim
Indonesia yang melaksanakan ibadah haji bisa semakin tenang dan khusyuk
dalam beribadah karena sudah terjamin pelayanan, pembimbingan, dan
perlindungannya oleh pemerintah Indonesia.
4.1.3 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraaan Haji dan
Umrah
Struktur organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah tertulis dalam PMA No. 10 Tahun 2010 yang direvisi dengan PMA No.
80 Tahun 2013 pada pemecahan Direktorat Pelayanan Haji menjadi Direktorat
Pelayanan Dalam Negeri dan Direktorat Pelayanan Luar Negeri. Adapun
semenjak diterbitkannya PMA No 80 Tahun 2013 susunan organisasi Ditjen
PHU adalah sebagai berikut:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
2. Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah (Ditbina Haji dan Umrah)
3. Direktorat Pelayanan Dalam Negeri
4. Direktorat Pelayanan Luar Negeri
78
5. Direktorat Pengelolaan Dana Haji (Ditlola Dana Haji)66
Rincian dari struktur di atas adalah:
Sumber : Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
1. Sekertariat Jenderal Penyelenggara Haji
Sekertariat Ditjen PHU mempunyai tugas untuk melaksanakan
koordinasi pelaksanaan tugas, pelayanan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unit kerja dilingkungan Ditjen PHU. Susunan
organisasi sekertariat direktorat Jenderal terdiri dari:
a. Bagian Perencanaan Dan Keuangan
1. Subbagian Perencanaan dan Evaluasi Program
2. Subbagian Pelaksanaan Anggaran dan Perbendaharaan
3. Subbagian Verifikasi, Akuntansi, dan Pelaporan Keuangan
b. Bagian Organisasi, Tata Laksana Dan Kepegawaian
1. Subbagian Organisasi dan Tata Laksana
66 Peraturan Menteri Agama No. 10 Tahun 2010 dengan perubahan sesuai Peraturan Men teri
Agama No. 80 Tahun 2013
Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh
Direktorat
Pelayanan Haji
Luar Negeri
Direktorat
Pembinaan Haji
dan Umroh
Sekretariat Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umroh
Direktorat
Pelayanan Haji
dalam Negeri
Direktorat
Pengelolaan
Dana Haji
Gambar 4. 1 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umroh
79
2. Subbagian Kepegawaian
3. Subbagian Hukum dan Perundang-undangan
c. Bagian Sistem Informasi Haji Terpadu
1. Subbagian Pengelolaan Sistem Jaringan
2. Subbagian Pengembangan Database Haji
3. Subbagian Informasi Haji
d. Bagian Umum
1. Subbagian Tata Usaha
2. Subbagian Rumah Tangga
3. Subbagian Perlengkapan dan Barang Milik Negara67
2. Direktorat Pembinaan Haji Dan Umrah
Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standarisasi, dan
bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pembinaan haji dan umrah.
Susunan organisasi Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah terdiri atas:
a. Subdirektorat Bimbingan Jamaah Haji
1. Seksi Pengembangan Materi Bimbingan
2. Seksi Operasional Bimbingan
3. Seksi Pembinaan Kelompok Bimbingan
b. Subdirektorat Pembnaan Petugas Haji
1. Seksi Rekrutmen Petugas
2. Seksi Pelatihan Petugas
67 Peraturan Menteri Agama No.10 Tahun 2010 pasal 251-263
80
3. Seksi Penilaian Kinerja Petugas
c. Subdirektorat Pembinaan Haji Khusus.
1. Seksi Perizinan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
2. Seksi Akreditasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus
3. Seksi Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus