1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha mikro merupakan suatu unit usaha yang mempunyai peranan penting bagi perekonomian di Indonesia dan memberikan kontribusi yang besar untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan. Di Indonesia usaha mikro mempunyai peranan penting dalam menyokong perekonomian di daerah-daerah yang masih minim teknologi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemerataan usaha mikro yang ada di Indonesia khususnya dalam hal pemasaran dan permodalan. Jika dilihat dari kebutuhan pasar yang ada di Indonesia, maka usaha mikro ini bisa menjadi peluang usaha bagi masyarakat. Selain itu usaha mikro yang ada di Indonesia hampir tidak terkena imbas akibat dari krisis global pada tahun 2008 karena hampir seluruh negara maju menerapkan sistem pasar bebas sehingga banyak usaha–usaha besar yang mengalami kebangkrutan dan penjualan aset secara besar-besaran karena perusahaan-perusahaan besar tersebut terkait satu sama lain. Sedangkan usaha mikro dapat mempertahankan usahanya di tengah krisis global tersebut. Hal ini menunjukan bahwa usaha mikro mempunyai peran yang besar dalam kelangsungan perekonomian Indonesia pada masa itu (Kasmir, 2002). Bagi Bank Jateng, usaha mikro memiliki segmen pasar yang potensial dalam meningkatkan fungsi intermediasinya karena usaha mikro memiliki karakter yang positif bagi dunia perbankan. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008, usaha mikro adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usaha mikro merupakan suatu unit usaha yang mempunyai peranan
penting bagi perekonomian di Indonesia dan memberikan kontribusi yang besar
untuk mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan dan memeratakan
pendapatan. Di Indonesia usaha mikro mempunyai peranan penting dalam
menyokong perekonomian di daerah-daerah yang masih minim teknologi. Hal ini
disebabkan karena kurangnya pemerataan usaha mikro yang ada di Indonesia
khususnya dalam hal pemasaran dan permodalan. Jika dilihat dari kebutuhan pasar
yang ada di Indonesia, maka usaha mikro ini bisa menjadi peluang usaha bagi
masyarakat. Selain itu usaha mikro yang ada di Indonesia hampir tidak terkena
imbas akibat dari krisis global pada tahun 2008 karena hampir seluruh negara
maju menerapkan sistem pasar bebas sehingga banyak usaha–usaha besar yang
mengalami kebangkrutan dan penjualan aset secara besar-besaran karena
perusahaan-perusahaan besar tersebut terkait satu sama lain. Sedangkan usaha
mikro dapat mempertahankan usahanya di tengah krisis global tersebut. Hal ini
menunjukan bahwa usaha mikro mempunyai peran yang besar dalam
kelangsungan perekonomian Indonesia pada masa itu (Kasmir, 2002).
Bagi Bank Jateng, usaha mikro memiliki segmen pasar yang potensial
dalam meningkatkan fungsi intermediasinya karena usaha mikro memiliki
karakter yang positif bagi dunia perbankan. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008,
usaha mikro adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
2
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha mikro.
Arsyad (1999) mengatakan usaha mikro kecil dan menengah, merupakan
bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan
peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan
pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Usaha mikro merupakan kegiatan
usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan
ekonomi yang luas pada masyarakat hingga ke penjuru daerah, usaha mikro dapat
berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kenyataan menunjukkan bahwa usaha mikro masih belum dapat
mewujudkan kemampuan dan perannya secara optimal dalam perekonomian
daerah Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena usaha mikro masih menghadapi
berbagai hambatan dan kendala khususnya dalam hal permodalan yang diberikan
oleh Bank Jateng. Untuk kendala internal yang dihadapi oleh Bank Jateng dalam
penyaluran kredit usaha mikro yakni dalam menjangkau kelompok pengusaha
mikro atau kecil yang berpendapatan rendah yang diakibatkan karena belum
memiliki akses pelayanan perbankan (Bank Jateng, 2009).
Menurut Akyuwen (2005), dalam penelitiannya di Kota Semarang, secara
spesifik setidaknya terdapat tiga permasalahan internal yang dihadapi Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada Bank umum di daerah Semarang
yaitu: terbatasnya penguasaan dan pemilikan aset produksi terutama permodalan,
rendahnya kemampuan SDM, dan kelembagaan usaha belum berkembang secara
3
optimal dalam penyediaan fasilitas bagi kegiatan ekonomi rakyat. Sedangkan
permasalahan yang dihadapi oleh Bank Jateng dalam penyaluran kredit terhadap
pengusaha mikro di daerah Jawa Tengah adalah dalam hal manajemen keuangan,
agunan tidak cukup, kurang pengalaman kredit, kurang ahli dalam
mengembangkan pasar, serta pengambilan resiko tanpa analisis penilaian resiko
yang benar.
Akyuwen (2005) menyebutkan usaha mikro saat ini mendapat perhatian
yang cukup serius dari Bank Umum daerah Semarang. Sedangkan untuk dana
yang dianggarkan dari pemerintah Kota Semarang untuk pemberdayakan Usaha
Mikro, Kecil, dan Mnengah (UMKM) itu sendiri sejumlah 20 miliar rupiah yang
terdiri dari 11 miliar rupiah berasal dari dana APBD dan sisanya 9 miliar rupiah
berasal dari program tanggung jawab sosial Kadin (Kemenkop dan UKM, 2009).
Namun kenyataannya, hal ini tidak berjalan dengan baik dikarenakan tidak ada
sistem dari pemerintah setempat yang memantau efektifitas penggunaanya. Maka
dari itu peran intermediasi Bank Jateng dalam memfasilitasi kegiatan usaha
melalui kredit usaha yang diberikan sangatlah diharapkan sehingga nantinya
diharapkan ada data yang lebih accountable dan bankable serta tidak terdapat
jarak yang jauh antara usaha besar terhadap usaha mikro atau kecil karena jika
pihak bank tidak ikut serta dalam memfasilitasi permodalan usaha mikro atau
kecil maka akan timbul disparitas besar dan menjadikan kondisi usaha mikro dan
kecil tidak sehat.
Saat ini ada cukup banyak macam-macam kredit yang ada di Bank Jateng
namun penelitian ini difokuskan pada kredit modal usaha yakni kredit usaha
mikro. Jenis – jenis kredit dapat berbeda-beda antara bank yang satu dengan bank
4
yang lain. Secara garis besar, jenis-jenis kredit modal usaha yang dimiliki oleh
Bank Jateng adalah kredit usaha mikro dan kecil yang mempunyai tujuan yakni
untuk pembiayaan investasi dan modal kerja serta dapat meningkatkan volume
usaha. Suku bunga kredit pinjaman Bank Jateng untuk sekor usaha mikro dan
kecil mempunyai tingkat bunga yang lebih rendah dari kredit komersial karena
diambil dari dana likuiditas dari Surat Utang Negara.(Bank Jateng, 2009)
Aturan yang ditetapkan oleh Bank Jateng dalam memfasilitasi nasabah
dalam mengambil kredit meliputi: nasabah mempunyai tabungan di Bank Jateng,
nasabah berupa usaha perorangan atau berbadan hukum termasuk koperasi
maupun yang tidak berbadan hukum, nasabah tersebut termasuk dalam kelompok
usaha mikro atau kecil, usaha mikro yang dimiliki nasabah tersebut memiliki
omset maksimal 100 juta rupiah per tahun, pemohon kredit wajib menyediakan
jaminan kredit dan mempunyai kinerja usaha yang baik, nasabah wajib melunasi
pembiayaan kredit usaha mikro antara lain biaya administrasi dan biaya materai,
biaya legalisir notaris dan pengikatan jaminan, biaya asuransi jaminan. Untuk
jangka waktu pembayaran bunga kredit usaha mikro yang telah ditetapkan Bank
Jateng adalah bunga dibayar setiap bulan dengan perhitungan menurun dan
menetapkan suku bunga mengambang. Alasan utama Bank Jateng
mengalokasikan penyaluran kredit secara efisien kepada sektor usaha mikro
adalah minimnya resiko pinjaman.
Penawaran kredit Bank Jateng tidak hanya dipengaruhi oleh dana yang
tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga) dan tingkat suku bunga
kredit yang diterapkan oleh Bank Jateng, tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi
bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi perbankan itu sendiri seperti
5
permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet, dan faktor
rentabilitas atau tingkat keuntungan yang tercermin dalam ROA (Return on
Asset). Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit usaha
mikro pada Bank Jateng.
B. Perumusan Masalah
Keberhasilan penyaluran kredit Bank Jateng pada usaha mikro dapat
dilihat dari kegiatan operasional Bank Jateng dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya yang tercermin dalam menghimpun dana pihak ketiga dan
penetapan tingkat suku bunga kredit pinjaman, serta tidak kalah pentignnya
memperhatikan indikator kesehatan perbankan yang tercermin dari jumlah kredit
macet, Retturn On Assets, dan Capital Adequacy Ratio yang dimiliki oleh Bank
Jateng Kantor Pusat Semarang.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), tingkat suku bunga
kredit pinjaman, jumlah kredit macet, Return On Asset (ROA), dan Capital
Adeuacy Ratio (CAR) berpengaruh secara bersama-sama dan parsial terhadap
penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank Jateng periode 2002. I-
2009.III ?
2. variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap
penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank Jateng periode 2002. I-
2009.III ?
6
C. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini dilakukan pembatasan terhadap permasalahan yang
telah dirumuskan agar proses penelitian ini lebih terarah dan terkonsentrasi
dengan tepat. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Penelitian ini dilaksanakan di Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang, dengan menggunakan data time series triwulanan periode 2002. I –
2009. III.
2. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), tingkat suku bunga kredit pinjaman, jumlah
kredit macet, Return On Asset (ROA), Capital Adeuacy Ratio (CAR), dan
jumlah kredit mikro.
D. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi penyaluran kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank
Jateng periode 2002. I – 2009.III. Tujuan yang lebih spesifik adalah :
1. Untuk mengetahui secara bersama-sama dan parsial pengaruh Jumlah Dana
Pihak Ketiga (DPK), tingkat suku bunga kredit pinjaman, jumlah kredit macet,
Return On Asset (ROA), dan Capital Adeuacy Ratio (CAR) terhadap besarnya
penyaluran kredit usaha mikro oleh Bank Jateng.
2. Untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap penyaluran
kredit untuk sektor usaha mikro pada Bank Jateng periode 2002. I – 2009.III.
7
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penulis hasil penelitian ini sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Jendral Soedirman.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan
terkait dengan alokasi penyaluran kredit kepada sektor usaha mikro oleh Bank
Jateng Kantor Pusat Semarang.
8
II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Kredit
Menurut Kasmir (2004), kata kredit berasal dari kata Yunani
“Credere” yang berarti kepercayaan atau berasal dari bahasa Latin
“Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut
kemudian dibakukan oleh pemerintah dengan dikeluarkan Undang-Undang
Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 bab 1 pasal 1,2 yang merumuskan
pengertian kredit sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau yang
disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank
dengan lain pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.
Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mendefinisikan
kredit adalah : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga.”
2. Unsur-unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas
kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2002):
9
a. Kepercayaan
Adalah suatu keyakinan pemberi kredit yang diberikan (berupa uang, barang,
jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan
penelitian penyelidikan tentang nasabah bank baik secara intern maupun
secara ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit sekarang dan masa lalu untuk
menilai kesungguhan dan itikad baik nasabah terhadap bank.
b. Kesepakatan
Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan
antara pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kepercayaan itu dituang
dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan
kewajiban masing-masing.
c. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengambilan kredit yang jelas disepakati. Jangka waktu
tersebut bisa berbentuk jangka pendek (dibawah 1 tahun), jangka menengah
(1 - 3 tahun), atau jangka panjang (3 tahun keatas).
d. Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian menyebabkan suatu resiko tidak
tertagihnya atau macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit
semakin besar resikonya, demikian juga sebaliknya. Resiko ini menjadi
tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun
10
oleh resiko yang tidak sengaja, misalnya terjadi bencana alam atau
bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan.
e. Balas jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang kita
kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan administrasi
ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bank yang berdasarkan prinsip
syariah balas jasa ditentukan dengan bagi hasil.
3. Jenis-jenis Kredit
Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan
dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi
beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan
nasabah.
Dalam prakteknya kredit yang diberikan bank umum dan bank
perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum
jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain (Kasmir, 2002):
1). Dilihat dari segi kegunaan
a. Kredit investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan
untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru
atau untuk keperluan rehabilitas. Contoh kredit investasi misalnya untuk
membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Masa pemakaiannya untuk
suatu periode yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif
lebih besar pula.
11
b. Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal
kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau
biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
2). Dilihat dari segi tujuan kredit
a. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Sebagai
contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan
menghasilkan barang dan kredit pertanian akan menghasilkan produk
pertanian, kredit pertambangan menghasilkan bahan tambang atau kredit
industri akan menghasilkan barang industri.
b. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini
tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang
untuk digunakan atau dipakai seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh
kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah dan
kredit konsumtif lainnya.
c. Kredit perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk
membiayai aktivitas dan perdagangannya seperti untuk membeli barang
dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang
dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-
12
agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. Contoh
kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.
3). Dilihat dari segi jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau
paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
Contohnya untuk peternakan, misalnya kredit peternakan ayam atau jika
untuk pertanian misalnya tanaman padi atau jagung.
b. Kredit jangka menengah
Jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya
kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit
untuk pertanian seperti apel, atau peternakan sapi.
c. Kredit jangka panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit
jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun.
Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet,
kelapa sawit atau manufaktur dan untuk kredit konsumtif seperti kredit
perumahan.
Dalam prakteknya, bank dapat pula hanya mengklasifikasikan kredit
menjadi hanya jangka panjang dan jangka pendek. Untuk jangka waktu
maksimal 1 tahun dianggap jangka pendek dan diatas 1 tahun dianggap
jangka panjang.
13
4). Dilihat dari segi jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut
dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
Artinya setiap kredit yang diberikan akan dilindungi minimal senilai
jaminan atau untuk kredit tertentu harus melebihi jumlah kredit yang
diajukan si calon debitur.
b. Kredit tanpa jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu.
Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta
loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank
atau pihak lain.
5). Dilihat dari segi sektor
a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan
atau pertanian, sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau
jangka panjang.
b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor
peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka
pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang peternakan
kambing.
c. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai industri,
baik industri kecil, industri menengah atau industri besar.
14
d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha
tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka
panjang, seperti tambang emas, minyak.
e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para
mahasiswa.
f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan
profesional seperti dosen, pengacara, dokter.
g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau
pembelian perumahan dan biasanya berjangka waktu panjang.
h. Dan sektor-sektor yang lainnya.
4. Pengertian dan Jenis Kredit Usaha Mikro
a. Definisi kredit usaha mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 adalah pemberian kredit usaha yang mempunyai asset maksimal 50
juta rupiah dan omset maksimal 300 juta rupiah.
b. Kredit investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan
kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam
rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru,
dengan jangka waktu maksimal 10 tahun.
c. Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha.
d. Kredit channeling Adalah Kredit investasi yang diberikan melalui
kerjasama dengan Lembaga pembiayaan atau Bank Umum lainnya.
15
5. Ketentuan Peminjaman Usaha Mikro
a. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau
badan usaha yg berbadan hukum termasuk koperasi
b. Berdiri sendiri atau tidak berafiliasi dengan usaha menengah atau usaha
besar
c. Milik WNI yang sah secara hukum
d. Kekayaan bersih maksimal Rp. 200 .000.000,-.
e. Hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-
f. Share dana sendiri minimal 20%
6. Pengertian Usaha Mikro
Mengacu kepada Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang
UMKM, ada beberapa kriteria usaha mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
usaha mikro yang sebagaimana diatur dalam undang-undang yakni memiliki
asset maksimal 50 juta rupiah dan omset maksimal 300 juta rupiah.
Sebelumnya pada tahun 1991 Departemen Perindustrian RI membagi
sektor industri yaitu industri kecil dan industri besar. Industri kecil
didefinisikan sebagai kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk
Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang dari Rp 600 juta diluar tanah dan
bangunan yang digunakannya. Sedangkan bank Indonesia menentukan batas
tertinggi dari investasi, diluar tanah dan bangunan sebesar Rp 600 juta bagi
pengertian industri kecil ( Tiktik dan Rachman, 2002).
16
7. Bentuk dan Jenis Usaha Mikro
Dalam realitanya usaha mikro terbagi-bagi menjadi beberapa kriteria
atau golongan. Kondisi tersebut sebenarnya merupakan kejadian yang terjadi
secara alami. Berbagai ragam usaha mikro menjadi suatu keunikan tersendiri
yang memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, tetapi selama satu
dengan yang lainnya dapat bersinergi maka usaha mikro akan lebih maju.
Kemudahan dalam menganalisa juga lebih mudah dikarenakan adanya
pembagian tersebut, sehingga keputusan-keputusan semisal kredit dan
kebijakan yang berhubungan dengan usaha kecil akan mudah didapat (Sujati,
2007).
a. Bentuk usaha mikro
Berdasarkan bentuk usahanya, usaha mikro yang terdapat di Indonesia
digolongkan menjadi dua yaitu:
1). Usaha perseorangan
Usaha perseorangan bertanggung jawab kepada pihak ketiga atau konsumen
dengan dukungan dari harta kekayaan perusahaan yang merupakan milik
pribadi dari pengusaha yang bersangkutan. Pada umumnya lebih mudah
untuk didirikan, karena tidak memerlukan persyaratan yang rumit dan
bertahap seperti bentuk usaha yang lain. Jumlahnya cukup besar di
Indonesia.
2). Usaha persekutuan
Usaha terebut berusaha untuk memperoleh laba. Merupakan kerjasama
antara beberapa orang. Bertanggung jawab kepada pribadi atas usaha
17
persekutuannya. Bentuk dan pola kepemimpinannya berbeda-beda dari
usaha persekutuan lainnya.
b. Jenis usaha mikro
Jenis usaha mikro dikategorikan berdasarkan jenis produk atau jasa
yang dihasilkan, maupun aktivitas yang dilakukan oleh suatu usaha mikro,
serta mengacu pada kriteria usaha kecil menurut KADIN serta Himpunan
Pengusaha Mikro dan Kecil (HPMK), juga kriteria dari Bank Indonesia yaitu:
1). Usaha perdagangan
Terdiri dari keagenan yaitu agen koran dan majalah, sepatu, pakaian dan
lain-lain. Pengecer yaitu minyak, sembako, buah-buahan. Ekspor/impor
yaitu berbagai produk lokal dan internasional. Sektor informal seperti
pengumpulan barang bekas, kaki lima, dan sebagainya.
2). Usaha pertanian
Terdiri dari pertanian pangan maupun perkebunan: bibit dan peralatan
pertanian, buah-buahan, dan sebagainya. Perikanan darat/laut: tambak
udang, pembuatan krupuk ikan, dan produk hasil laut lainnya.
3). Usaha industri
Terdiri dari industri logam/kimia: pengrajin logam, kulit, keramik,
fiberglass, marmer, dan sebagainya. Industri makanan minuman: makanan
tradisional dan catering. Pertambangan dan galian, serta aneka industri kecil
pengarajin patung, ukiran batu dan kayu, juga industri konveksi.
4). Usaha jasa
Terdiri dari: 1) konsultan: hukum, pajak, manajemen, skripsi. 2) Perencana:
perencana teknis dan perencana sistem. 3) Perbengkelan: mobil, motor,
Rata-rata 17,67 0,70Sumber : Annual Report Bank Jateng, 2009
Angka rasio CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah
minimal 8 persen, jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah 8 persen
berarti bank tersebut tidak mampu menyerap kerugian yang mungkin
timbul dari kegiatan usaha bank, kemudian jika rasio CAR diatas 8 persen
menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvable. Dengan semakin
meningkatnya tingkat solvabilitas Bank Jateng, maka secara tidak
langsung akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja Bank Jateng
dalam menyalurkan kredit usaha mikro.
61
Dari tabel 6 diketahui besarnya tingkat Capital Adequacy Ratio yang
dimiliki oleh Bank Jateng secara keseluruhan cenderung fluktuatif setiap
tahunnya dan memiliki nilai diatas 8 persen yang ditetapkan Bank
Indonesia. Besarnya Capital Adequacy Ratio terbesar terjadi pada tahun
2009 kuartal tiga sebanyak 20,52 persen yang semula pada tahun 2008
hanya sebesar 18,27 persen. Peningkatan tersebut diakibatkan karena pada
tahun 2009 mempunyai jumlah dana nasabah yang tertinggi sehingga besar
kemungkinan bagi Bank Jateng untuk meningkatkan laba melalui
penyaluran kredit yang lebih besar. Sedangkan pada tahun 2005 Bank
Jateng memiliki tingkat rasio modal yang terkecil yakni hanya sebesar
14,15 persen. Hal ini diakibatkan karena besarnya angka kredit macet yang
berimbas pada menurunnya laba yang dihimpun oleh Bank Jateng.
B. Analisa Data dan Pembahasan
1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Suku Bunga Kredit, Jumlah Kredit Macet, Return On Assets (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Jumlah Penyaluran Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang
Untuk mengetahui pengaruh dana pihak ketiga, suku bunga kredit,
jumlah kredit macet, Return On Assets (ROA), dan Capital Adequacy Ratio
(CAR) terhadap jumlah penyaluran kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor
Pusat Semarang digunakan analisis linier berganda dalam bentuk logaritma
natural (Ln) dengan jumlah kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang sebagai variabel dependen serta dana pihak ketiga, suku bunga
kredit, jumlah kredit macet, Return On Assets (ROA), Capital Adequacy
62
Ratio (CAR) sebagai variabel independen. Dari hasil analisis dengan bantuan
software Eviews 4.1 maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Regresi Linier Berganda
Variabel Koefisien Regresi t-hitung SignifikansiKonstantaLn Dana Pihak KetigaLn Suku Bunga KreditLn Kredit MacetLn ROALn CAR
1,2310,7490,0050,134-0,001-0,010
1,0087,4570,3583,227-0,072-1,146
0,32270,00000,72280,00350,94270,2626
Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:
Ln Y = 1,231 + 0,749LnX1 + 0,005LnX2 + 0,134LnX3 - 0,001LnX4 - 0,010LnX5 + ei
Sebelum dilakukannya alat analisis regresi linier berganda dengan model
di atas, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian kelayakan, tujuan adanya
uji kelayakan ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya gejala dari
keseluruhan variabel bebas yang diteliti untuk mempengaruhi model regresi,
uji ini juga dikenal dengan uji kelolosan atau uji asumsi klasik.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinieritas
63
Untuk menguji ada tidaknya masalah multikolinieritas maka
digunakan uji Koutsoyiannis. Jika nilai R2 pada regresi model utama
memberikan nilai R2 yang lebih tinggi dari nilai R2 pada regresi model
parsial maka tidak terjadi multikolinieritas.
Tabel 9. Hasil Uji Multikolinieritas
Model Regresi Nilai R2
Model UtamaLn Jumlah Kredit = f (Ln DPK, Ln SBK, Ln KRM,
Ln ROA, Ln CAR)Model Parsial
Ln Jumlah Kredit = f (Ln DPK)Ln Jumlah Kredit = f (Ln SBK)Ln Jumlah Kredit = f (Ln KRM)Ln Jumlah Kredit = f (Ln ROA)Ln Jumlah Kredit = f (Ln CAR)
0,97
0,950,080,880,400,02
Dengan melihat tabel 8, diketahui bahwa R2 model utama lebih
besar daripada R2 model parsial sehingga dapat disimpulkan bahwa model
persamaan regresi tidak terdapat masalah multikolinieritas pada semua
variabel bebas yang diteliti.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
pengamatan yang satu ke pengamatan yang lainnya. Heteroskedastisitas
dapat diuji dengan Uji White. Berdasarkan uji ini, bila nilai probabilitas
lebih besar dari alpha 5 persen atau 0,05 maka tidak memiliki gejala
heteroskedastisitas.
Tabel 10. Hasil Uji White Heteroskedastisitas
F-statistic 4.927570 Probabilitas 0.006521
Tidak Ada
Autokorelasi
Daerah tanpa
kesimpulan
Daerah tanpa
kesimpulan
Autokorelasi
negatif
Autokorelasi
positif
64
Obs*R-squared 28.14421 Probabilitas 0.106029
Dari tabel 9, hasil regresi kuadrat nilai residual dengan seluruh
variabel independen menunjukan bahwa seluruh variabel independen tidak
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas seluruh variabel
independent lebih besar dari nilai probabilitas critical value (5 persen).
Hal ini menunjukan model tidak mengandung gejala heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Pada tabel Durbin Watson dengan n=31, K=5 maka akan diperoleh
nilai dL=1,090 dan dU=1,825 , sehingga nilai 4-dU sebesar 2,175,
sedangkan nilai 4-dL sebesar 2,91. Nilai Durbin Watson sebesar 1,67 yang
berarti terletak antara 4-dU sampai dengan 4-dL. Hal ini berarti nilai
Durbin Watson berada pada daerah tanpa kesimpulan atau bisa dikatakan
tidak ada autokorelasi.
Gambar 4. Hasil Uji Autokorelasi3. Uji Statistik
a. Uji F
0 1,090 1,825 2 2,175 2,91 41,67
65
Berdasarkan hasil perhitungan uji F dengan tingkat kesalahan
(α) = 0,05 diperoleh nilai Fhitung sebesar 172,71 sedangkan nilai Ftabel
sebesar 2,59. Karena nilai Fhitung > Ftabel maka secara serempak variabel
Dana Pihak Ketiga, Suku Bunga Kredit, Jumlah Kredit Macet, Return On
Assets (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR) secara bersama-sama
kelima variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang. Secara grafik
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5. Pengujian Hipotesis dengan Uji F
b. Uji t
Untuk mengetahui pengaruh dana pihak ketiga, suku bunga kredit,
jumlah kredit macet, Return On Assets (ROA), dan Capital Adequacy
Ratio (CAR) terhadap kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang secara parsial digunakan uji t. Dari hasil analisis dengan
menggunakan tingkat kesalahan (α) = 0,05 dan degree of freedom (n – k)
diketahui nilai ttabel sebesar 2,059. Hasil perhitungan uji t disajikan oleh
tabel 11.
Ftabel = 2,59 Fhitung = 172,71
Daerah Penolakan H0Daerah Penerimaan H0
66
Tabel 11. Nilai t-hitung Variabel Independent (Dalam LN)
Variabel t-hitung t-tabelDPKSBKKRMROACAR
7,4570,3583,227-0,072-1,146
2,059
a. Nilai thitung variabel Dana Pihak Ketiga sebesar 7,457 (thitung > ttabel).
b. Nilai thitung variabel Suku Bunga Kredit sebesar 0,358 (thitung < ttabel).
c. Nilai thitung variabel Jumlah Kredit Macet sebesar 3,227 (thitung > ttabel).
d. Nilai thitung variabel ROA sebesar -0,072 (-thitung > -ttabel).
e. Nilai thitung variabel CAR sebesar -1,146 (-thitung > -ttabel).
Oleh karena semua nilai thitung untuk variabel dana pihak ketiga dan
jumlah kredit macet lebih besar dari nilai ttabel, maka secara parsial kedua
variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah
kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang. Nilai thitung untuk
variabel suku bunga kredit, Return On Assets (ROA), dan Capital
Adequacy Ratio (CAR) lebih kecil dari nilai ttabel, maka secara parsial
ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
jumlah kredit usaha mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang. Secara
grafik dapat dijelaskan dalam gambar sebagai berikut :
Penerimaan Ho
0 ttabel
= 2,059
Gambar 6. Pengujian Hipotesis dengan Uji t
-ttabel
= -2,059
Penolakan HoPenolakan Ho
tX1 = 7,457
tX3 = 3,227
tX2 = 0,358tX4 = -0,072
tX5 = -1,146
67
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai
Adjusted R-square (___
2R ) sebesar 0,966 atau 96,6 persen. Nilai Adjusted
R-square ini mengindikasikan bahwa model layak digunakan sebagai
estimator. Hal ini menunjukan 96,6 persen variabel terikat (jumlah kredit
usaha mikro) dapat dijelaskan oleh variabel bebas (dana pihak ketiga, suku
bunga kredit, jumlah kredit macet, Return On Assets, dan Capital
Adequacy Ratio), sedangkan sisanya sebesar 3,4 persen dijelaskan oleh
variabel independen lain yang tidak digunakan dalam model.
4. Interpretasi Hasil Regresi
Dari hasil regresi dan uji asumsi klasik dengan bantuan software Eviews
4.1 yang telah dilakukan ternyata hasil estimasi jumlah alokasi kredit untuk
sektor usaha mikro berdistribusi normal, tidak ada multikolinearitas dan
heteroskedastisitas sehingga hasil penelitian tersebut layak untuk
diaplikasikan. Berdasarkan hasil estimasi yang telah dilakukan, persamaan
regresi jumlah alokasi kredit untuk sektor usaha mikro sebagai berikut:
Kredit Usaha Mikro = 1,231 + 0,749Ln DPK + 0,005LnSBK + 0,134Ln KRM
– 0,001Ln ROA - 0,010Ln CAR
Interpretasi dari hasil regresi linear berganda di atas secara statistik dan
ekonomi dapat diuraikan sebagai berikut:
68
a. Nilai jumlah alokasi penyaluran kredit untuk usaha mikro apabila
tidak dipengaruhi oleh lima variabel independen yakni Dana Pihak Ketiga,
Suku Bunga Kredit, Jumlah Kredit Macet, Return On Assets (ROA),
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah sebesar 1,231 persen.
b. Nilai DPK sebesar 0,749 Jumlah Dana Pihak Ketiga naik 1 persen
maka jumlah penyaluran kredit untuk usaha mikro akan mengalami
peningkatan sebesar 0,749 persen. Jumlah Dana Pihak Ketiga yang
merupakan pemasukan terbesar dari Bank Jateng Kantor Pusat Semarang.
Berkaitan dengan fungsi bank untuk menyalurkan dana kepada masyarakat
untuk meminjamkan uang (kredit) sangat tergantung dari jumlah Dana
Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun oleh Bank Jateng Kantor Pusat
Semarang. Dengan semakin banyaknya Jumlah Dana Pihak Ketiga yang
berhasil dihimpun bank, sudah tentu bank akan semakin gencar dalam
menyalurkan dananya kepada masyarakat dalam bentuk kredit khususnya
kredit untuk usaha mikro. Disamping itu, Bank Jateng meningkatkan
jumlah alokasi kredit untuk usaha mikro dan ingin mendapatkan
keuntungan dari suku bunga yang ditetapkan dan adanya regulasi dari
pemerintah yang mengatur bahwa seluruh perbankan di Indonesia harus
menyalurkan sebagian kreditnya kepada sektor usaha mikro untuk
meningkatkan perekonomian terutama sektor riil.
c. Nilai Suku Bunga Kredit Sebesar 0,005 yang artinya bahwa Suku
Bunga Kredit naik 1 persen akan mengakibatkan kenaikan Jumlah
penyaluran kredit untuk usaha mikro sebesar 0,005 persen. Maka tingkat
suku bunga kredit Bank Jateng mempunyai pengaruh tidak signifikan
69
terhadap jumlah Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang
hal ini berbanding terbalik dengan teori yang mengatakan bahwa secara
fungsional dapat dinyatakan jika suku bunga kredit menurun 1 persen,
maka akan cenderung akan meningkatnya jumlah kredit.
d. Angka kredit macet sebesar 0,134 artinya bahwa setiap kenaikan 1
persen jumlah kredit macet maka penyaluran kredit usaha mikro akan
mengalami kenaikan sebesar 0,134 persen. Hal ini dikarenakan bank harus
membentuk cadangan penyisihan penghapusan piutang yang besar yang
akan menyedot laba (earning & equity risk), sedangkan laba tersebut salah
satunya berasal dari penyaluran kredit maka pada akhirnya akan
berpengaruh signifikan terhadap banyaknya jumlah kredit yang disalurkan,
dengan semakin banyaknya kredit yang disalurkan untuk sektor usaha
mikro oleh Bank Jateng maka akan semakin meningkatnya resiko kredit
macet. Meskipun signifikan, namun bukan berarti bank hanya melihat
jumlah kredit macetnya saja, karena penambahan kredit tanpa disertai
analisis yang baik dapat menimbulkan kredit bermasalah atau kredit macet
yang semakin tinggi nilainya.
e. Nilai ROA sebesar 0,001 yang artinya bahwa tiap kenaikan Return
On Assets (ROA) 1 persen maka akan mengakibatkan jumlah penyaluran
kredit untuk usaha mikro menurun sebesar 0,001 persen. Return On Assets
(ROA) mencerminkan tingkat kemampuan suatu bank untuk mendapatkan
keuntungan dari berbagai jenis dan kegiatan usaha yang dilakukan bank
tersebut melalui pengembalian laba yang diterima oleh bank tersebut.
Return On Assets (ROA) mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap
70
jumlah Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Kantor Pusat Semarang, atau
secara fungsional dapat dinyatakan jika besarnya Return On Assets (ROA)
meningkat sebesar 1 persen, maka tidak akan mempengaruhi nasabah
dalam menaikan jumlah Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Pusat Semarang.
Hal ini dikarenakan Return On Assets (ROA) merupakan indikator untuk
mengukur modal perbankan secara keseluruhan. Sedangkan modal
perbankan itu sendiri bukan hanya berasal dari laba atas penyaluran kredit
saja namun bisa berupa jual beli Sertifikat Bank Indonesia mengingat
pemberian kredit secara berlebihan rawan akan adanya kredit macet.
f. Nilai Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 0,01 yang artinya
bahwa tiap kenaikan CAR 1 persen maka akan mengakibatkan penurunan
sebesar 0,01 persen terhadap banyaknya jumlah penyaluran Kredit Usaha
Mikro Bank Jateng Pusat Semarang. Penurunan nilai Capital Adequacy
Ratio (CAR) tidak selamanya akan diikuti dengan menurunnya jumlah
kredit usaha mikro sehingga berpengaruh tidak signifikan. Karena Bank
Jateng tetap dapat berjalan dan meningkatkan kredit bank tersebut tanpa
dipengaruhi oleh banyaknya rasio modal yang dimiliki oleh Bank Jateng
selama modal yang dimiliki oleh bank tersebut tidak menjadikan modal
bank di bawah ketetapan 8 persen Bank Indonesia.
5. Analisa Variabel Bebas yang Paling Berpengaruh terhadap Variabel Tidak Bebas
Untuk mengetahui variabel independen yang paling berpengaruh, alat
analisis yang digunakan adalah regresi logaritma natural berganda, sehingga
tidak lagi memerlukan rumus elastisitas. Untuk mengetahui variabel
71
independen yang paling berpengaruh cukup dengan membandingkan nilai
koefisien beta-nya saja.
Tabel 12. Nilai Koefisien Variabel Bebas
Variabel Independen Koefisien RegresiDana Pihak KetigaSuku Bunga KreditKRMROACAR
0,7490,0050,134-0,001-0,010
Dari tabel 12 diketahui bahwa variabel independen yang paling
berpengaruh pada penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan
koefisien regresi sebesar 0,749. Hipotesis kedua diterima.
72
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
C. Kesimpulan
a. Jumlah dana pihak ketiga dan jumlah kredit macet berpengaruh secara
signifikan terhadap jumlah penyaluran kredit usaha mikro, sedangkan tingkat
suku bunga kredit usaha mikro, Return On Assets (ROA), dan Capital
Adequacy Ratio (CAR) tidak signifikan terhadap penyaluran kredit usaha
mikro.
b. Variabel yang paling berpengaruh terhadap jumlah penyaluran kredit usaha
mikro adalah variabel dana pihak ketiga.
i. Implikasi
1. Untuk meningkatkan dana dari pihak ketiga, Bank Jateng dapat
melakukannya dengan menawarkan bunga deposito yang menarik kepada
nasabah. Namun dengan syarat, sebagian besar jumlah deposito yang berhasil
dihimpun harus dialokasikan untuk kredit usaha mikro.
2. Suku bunga kredit di Bank Jateng dijaga kestabilannya karena suku
bunga kredit merupakan prospek kreditur terhadap debitur dalam
meminjamkan modalnya pada Bank Jateng. Dengan nilai suku bunga yang
cenderung konstan diharapkan masyarakat, dengan kredit usaha mikronya,
akan lebih mampu menyerap kredit yang disalurkan oleh pihak bank.
3. Untuk menekan laju kredit macet maka jika ada penambahan
penyaluran kredit usaha mikro seharusnya disertai dengan analisis yang baik
sehingga resiko kredit bermasalah atau kredit macet dapat ditekan.
73
4. Capital Adequacy Ratio (CAR) sebaiknya ditingkatkan sehingga
profitabilitas bank juga akan meningkat. Salah satunya adalah dengan cara
menambah setoran modal pemilik, melakukan revaluasi aktiva tetap sehingga jumlah
modal akan mengalami peningkatan atau menjual aset yang tidak produktif yang
akan mengurangi Aktifa Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dan berkurangnya
biaya operasional Bank Jateng sehingga kedepannya akan berdampak positif
terhadap nilai CAR.
5. Nilai Return On Assets (ROA) ditingkatkan, dengan cara meningkatkan
laba bersih karena laba bersih merupakan tolak ukur tingkat efisiensi usaha dan
profit yang dicapai oleh bank. Salah satu caranya dengan menekan biaya operasional
perbankan dan memperbaiki manajemen perbankan.
74
DAFTAR PUSTAKA
Agung, et al. 2002. Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap Penyesuaian di Pasar Kredit. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Bandar Lampung. Lampung. (Tidak Dipublikasikan).
Bank Jateng Semarang. 2009. Annual Report Bank Jateng. Semarang.
Arifin, Bustanul. 2005. Pendekatan Baru Pengembangan Pasar Keuangan Pedesaan: Bukan Sekedar Basis Komersial, Tetapi Penguatan Modal Sosial. Jakarta: INDEF.
Arsana, I Gede Putra. 2005. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Aliran Kredit dan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).
Akyuwen, Roberto.2005. Efeketivitas Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit Mikro: kajian Pendekatan Ekonomi Kelembagaan Baru. Semarang : FE Undip.
Anselmus. 2001. Suara Pembaharuan: Pemberdayaan UKM lebih Retorikanya, 5 Agustus. Hal 4.
Bank Jateng. 2010. Laporan Pelatihan Analisis Pemberian Kredit UMKM Bank Umum Se Kotamadya Semarang. Semarang.
Bank Jateng. 2010. Laporan Profil Data Binaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Bank Jateng Kotamadya Semarang. Semarang.
Bank Indonesia. 2010. Laporan Penelitian Profil dan Permasalahan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Wilayah Se Kotamadya Semarang. Semarang.
Danoespoetro, et al. 1990. Peranan dan Prospek Bank Perkreditan Rakyat Dalam Rangka Kebijakan Pakto Tahun 1998. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Bandar Lampung. Lampung. (Tidak Dipublikasikan).
Ernanda, Mohammad. 2006. Pengaruh Suku Bunga, Tingkat Inflasi dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Kredit Konsumsi Oleh Perbankan di Indonesia (Studi Kasus Perbankan Di Indonesia Tahun 2001-2004). Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. (Tidak Dipublikasikan).
75
Gujarati. 1995. Dasar-Dasar Ekonometrika. PT Erlangga Raya. Jakarta
Singarimbun, Masri. 1989. Metode Deskriptif dalam Pengujian Hipotesa vol 05. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.
Sujati, Condro. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi Usaha Mikro Bank Umum di Indonesia Tahun 2004-2005. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).
Harmanta dan Mahyus Ekananda. 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997: Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan Dengan Model Disequilibrium. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Juni 2005.
I, Gede Putra Arsana. 2005. ”Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Aliran Kredit dan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit”. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
John, Hendry. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Usaha Kecil Pada Bank Umum di Indonesia (1991–2005). Jakarta.
Kasmir. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Kusdianto. 1994. Pengaruh Tentang Beberapa Faktor Terhadap Dana Deposito dan Kredit Bank-Bank Umum Devisa di Indonesia. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Islan Indonesia. Yogyakarta. (Tidak Dipublikasikan).
Lincolin, Arsyad. 1999. Ekonomi pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN
Mahardian, Pandu. 2006. Pengaruh Jumlah Penghimpunan Dana Bank, Suku Bunga Kredit Modal Kerja dan Tingkat Laju Inflasi Terhadap Jumlah Alokasi Kredit Modal Kerja Pada Bank-Bank Umum di Indonesia (2001.01–2006.04). Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
Meydianawathi, Gede, L. 2007. Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002–2006). Buletin Studi Ekonomi. Vol. 1. No. 2. Thn 2007.
MS, Mahrinasari. 2003. Pengelolaan Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat di Kota Bandarlampung. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis. No. 3. Jilid 8. Thn 2003.
Mukhlis, Imam. 2008. Manajemen Perbankan. 2008. Ghalia Indonesia. Bogor.
76
Mulyadinata, Andy. 2003. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Penyaluran Kredit (Studi Kasus Pada PT Bank Lampung). JMK. Vol. 1. No. 1. Maret 2003.
Supranto, J. 2001. Ekonometrika. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran Kredit Perbankan. Ghalia Indonesia. Bogor.
Suseno dan Piter Abdullah. 2003. Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI. Jakarta.
Titik & Rachman. 2002. Ekonomi Moneter : Perkembangan Kredit Modal Usaha. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Warjiyo, Perry. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI. Jakarta.
Wahyu. Condro Sujati. 2007. Permintaan dan Penawaran Kredit Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia. Skripsi. Ekonomi Pembangunan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
77
Lampiran 1. Data Variabel Jumlah Kredit (Y), Dana Pihak Ketiga (X1), Suku Bunga Kredit (X2), Jumlah Kredit Macet (X3), Return On Assets (X4), dan Capital Adequacy Ratio (X5) Kredit Usaha Mikro Bank Jateng Pusat Semarang 2002.I – 2009.III