-
SKRIPSI
COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN
NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI
Disusun dan diusulkan oleh :
SEPTIAN CAHYONO
Nomor Induk Mahasiswa: 105640178113
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
-
COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM PEMBINAAN
NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II B SINJAI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan diusulkan oleh :
SEPTIAN CAHYONO
Nomor Induk Mahasiswa: 105640178113
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
-
ii
-
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Septian Cahyono
Nomor Stambuk : 105640178113
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial Politik Universitas
Muhammadiyah Makkassar
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya
sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain atau telah di tulis dan
dipublikasikan oleh orang lain
atau plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar - benarnya
apabila di
kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi
akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Makassar, 23 juli 2020
Yang menyatakan
Septian Cahyono
iv
-
ABSTRAK
SEPTIAN CAHYONO.23.07.2020 “Collaborative Governance dalam
Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II B Sinjai”
(dibimbing oleh Amir Muhiddin dan Rudi Hardi)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Collaborative
Governance
dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II B
Sinjai dan untuk mengetahui kendala – kendala yang di hadapi
dalam Pembinaan
Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B
Sinjai. Metode
penelitian ini adalah kualitatif, teknik pengumpulan data yaitu
observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Adapun data Informan terdiri dari
Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai, Kepala Sub Seksi Pelayanan
Tahanan Lembaga
Pemasyarakatan, Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II B
Sinjai dan Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II B Sinjai.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa: Pelaksanaan
Collaborative
governace dalam pembinaan narapidana narkotika di lembaga
pemsyarakatan
kelas II B sinjai yaitu terdapat tiga aktor yang berpengaruh
dalam proses
governance. tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan
masyarakat.
Pemerintah disini yang ikut serta dalam pembinaan narapidana
narkotika di
lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu, Badan Narkotika
Nasional (BNN)
yang di pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab
langsung kepada
presiden melalui koordinasi kepala kepolisian negara republik
indonesia dan
bentuk kollaborasinya yaitu dengan mengelola tempat rehabilitasi
khusus untuk
membina narapidana narkotika, Pihak – pihak swasta yang ikut
serta yaitu antara
lain balai latihan kerja (BLK). Bentuk kolaborasinya yaitu
memberikan
bimbingan dan binaan dalam penegetahuan agama, moral,
pendidikan, dan latihan
kerja yang sesuai skill masing – masing, Masyarakat yang di
maksud disini yaitu
program integrasi yang di lakuakan di luar lapas oleh balai
pemasyarakatan
(BAPAS) dan narapidana menjadi klien yang di bimbing oleh
pembimbing klien
pemasyarakatan. Bentuk kolaborasinya yaitu bimbingan peningkatan
ketakwaan
agama masing – masing, intelektual, sikap dan perilaku serta
kesehatan mental
dan fisik, kemudian kendala yang di hadapi yaitu dari faktor
usia dan pendidikan,
sarana dan prasarana, kurangnya tenaga pengajar pembinaan.
Kata kunci: Collaborative Governance, Pembinaan Narapidana
Narkotika
v
-
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya skripsi yang berjudul
“Collaborative
Governance Dalam Pembinaan Narapidana Narkotika Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai” dapat diselesaikan. Shalawat
dan salam tak
lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga,
sahabat dan para pengikutnya. Merupakan suatu nikmat yang tiada
ternilai dalam
pelaksanaan penelitian skripsi yang telah dilakukan oleh
penulis, walau sedikit
mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat kerja keras
penulis dan adanya
bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak akhirnya skripsi ini
dapat
terselesaikan dengan baik.
Skripsi yang penulis buat ini bertujuan untuk memenuhi syarat
dalam
menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Fakultas Ilmu Sosial
& Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar Teristimewa dan terutama
penulis
sampaikan ucapan terima kasih kepada Ahmad jufri dan Sitti
Hawani selaku
orang tua penulis yang senantiasa memberi harapan, semangat,
perhatian, kasih
sayang dan doa tulus tanpa pamrih. Dan saudara-saudarku tercinta
yang senantiasa
mendukung dan memberikan semangat hingga akhir studi ini. Dan
seluruh
keluarga besar atas segala pengorbanan, dukungan dan doa restu
yang telah
diberikan demi keberhasilan penulis dalam menuntut ilmu. Semoga
apa yang telah
vi
-
mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan cahaya penerang
kehidupan di
dunia dan di akhirat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak akan
terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Begitu
pula penghargaan
yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak disampaikan
dengan hormat
kepada :
1. Bapak Dr. Amir Muhiddin, M.Si selaku pembimbing I yang telah
sabar dan
tak kenal lelah dalam membimbing penulis selama proses
penyelesaian
skripsi ini.
2. Bapak Rudi Hardi, S.sos. M.si selaku pembimbing II yang tak
kenal lelah
membimbing dan mendorong penulis untuk menyelesaiakn skripsi
ini.
3. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE.,MM., Rektor
Universitas
Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ilmu Sosial &
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ibu Dr.Nuryanti Mustari, S.Ip.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan
6. Bapak Ahmad Harakan, S.IP., M.H.I selaku sekertaris Jurusan
Ilmu
Pemerintahan
7. Bapak/ibu dan asisten Dosen Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu
Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar yang tak kenal lelah banyak menuangkan
ilmunya
kepada penulis selama mengikuti kuliah.
8. Seluruh civitas akademik Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu
Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar
vii
-
9. Keluarga besar Himpunan Jurusan Ilmu Pemerintahan yang
senantiasa
mendukung membrikan seangat dan suport dalam penyelesaian
skripsi ini.
10. Keluarga besar Kepmi Bone, Komisariat Taro Ada Taro Gau,
DPC
Patimpeng yang senantiasa mendukung membrikan semangat dan
suport
dalam penyelesaian skripsi ini.
Terlalu banyak orang yang berjasa dan mempunyai andil kepada
penulis
selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar,
sehingga
tidak akan muat bila dicantumkan dan dituturkan semuanya dalam
ruang yang
terbatas ini, kepada mereka semua tanpa terkecuali penulis
ucapkan terima kasih
yang teramat dalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 23 juli 2020
Yang menyatakan
Septian Cahyono
viii
-
DAFTAR ISI
Halaman Judul
.......................................................................................................
i
Halaman Persetujuan
...........................................................................................
ii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
................................................... iii
Abstrak
..................................................................................................................
iv
Kata
Pengantar.......................................................................................................
v
Daftar Isi
.............................................................................................................
viii
Daftar Table
............................................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN
.......................................................................................
1
A. Latar Belakang
...........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
......................................................................................
4
C. Tujuan Penelitian
.......................................................................................
4
D. Manfaat Penelitian
.....................................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
............................................................................
6
A. Penelitian Terdahulu
..................................................................................
6
B. Collaborative Governance
.........................................................................
6
C. Konsep Tentang Pembinaan Penelitian
................................................... 16
D. Konsep Tentang Narapidana
....................................................................
19
E. Penyalahgunaan Narkotika
......................................................................
20
F. Konsep Tentang Lembaga pemasyrakatan
.............................................. 22
G. Kerangka Fikir
.........................................................................................
26
H. Fokus Penelitian
.......................................................................................
27
I. Deskripsi Fokus Penelitian
......................................................................
27
BAB III METODE PENELITIAN
.....................................................................
29
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
...................................................................
29
B. Jenis dan Sumber Data
.............................................................................
29
C. Teknik Pengumpulan Data
.......................................................................
30
D. Informan Penelitian
..................................................................................
31
E. Teknik Analisis
Data................................................................................
31
BAB IV HASIL DAN
PEMBAHASAN..............................................................
32
A. Gambaran umum lokasi penelitian
.......................................................... 32
B. Collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika
........ 34
ix
-
C. Kendala-kendala yang di hadapi
.............................................................
53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
...............................................................
57
A. Kesimpulan
..............................................................................................
57
B. Saran
........................................................................................................
58
DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................................
LAMPIRAN
..............................................................................................................
xi
-
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
.........................................................................................................
Tabel 4.2
.........................................................................................................
Tabel 4.3
.........................................................................................................
Tabel 4.4
.........................................................................................................
Tabel 4.5
.........................................................................................................
Tabel 4.6
.........................................................................................................
xii
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat yang akan terjadinya sesuatu
tindak
kejahatan yang di lakukan oleh individu atau kelompok sebagai
akibat dari adanya
gesekan kepentingan. suatu tindak kejahatan pada akhirnya akan
menimbulkan
pelanggaran hak - hak individu maupun kolektif dan apabila tidak
ditanggulangi
justru berpotensi timbulkan kejahatan kejahatan
kejahatan-kejahatan lainnya.
istilah narkotika bukan lagi Istilah asing bagi masyarakat
mengingat begitu
banyak berita baik dari media cetak maupun elektronik yang
memberikan tentang
penggunaan narkotika dan bagaimana korban dari berbagai kalangan
dan usia
berjatuhan akibat penggunaannya.
Maraknya penyalahgunaan narkotika tidak hanya di kota-kota besar
saja,
tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah
Republik
Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi bawah sampai
tingkat sosial
ekonomi atas tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis
perdagangan
gelap narkotika. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai
bahaya dan
pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi
muda.
Lembaga Pemasyarakatan atau rutan kelas II B Sinjai sebagai
salah satu tempat
pembinaan narapidana, kegiatan di dalam lembaga pemasyarakatan
bukan sekedar
menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses
pembinaan dan
mendidik agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki
diri serta
tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Fungsi
pembinaan tidak
1
-
lagi sekedar Penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses
rehabilitasi warga
binaan yang ada di dalam rutan kelas II B Sinjai.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No.M.02.PK.04.10
Tahun
1990 Tentang pola pembinaan narapidana atau tahanan, menyatakan
pengertian
pembinaan meliputi tahananPola pembinaan narapidana dan
bimbingan
klien.ruang lingkup pembinaannya dapat dibagi dalam dua bidang
yaitu,
pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Rumah tahanan
kelas II B
sebagai salah satu unit pelaksanaan teknis dari Kementerian
Hukum dan hak asasi
manusia Yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan
perawatan tahanan
dan pembinaan terhadap tahanan dan narapidana. Rumah tahanan
kelas II B Sinjai
kapasitas 100 orang, 2018 tercatat jumlah penghuni rumah tahanan
kelas II B
Sinjai mencapai 142 orang warga binaan. dimana dari Warga
tersebut 99 orang
merupakan narapidana, 43 orang merupakan tekanan. karena telah
melebihi
kapasitas yang seharusnya saat ini rumah tahanan kelas II B
telah dinyatakan over
kapasitas.
Saat ini jumlah narapidana kasus narkotika yang dibina sebanyak
68 orang
dengan spesifikasi jumlah tahanan sebanyak 13 orang dan jumlah
narapidana
sebanyak 55 orang. Dan dari hasil yang diperoleh bahwa tahanan
dan narapidana
yang menempati rutan kelas 12 menjahit dengan kasus yang paling
tinggi adalah
penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun jumlah narapidana
maupun tahanan
Rutan kelas II B untuk kasus penyalahgunaan narkotika terus
mengalami
peningkatan. karena semakin bertambahnya jumlah kasus
penyalahgunaan
narkotika tersebut maka Pemerintah perlu melakukan tindakan
pembinaan bagi
2
-
para tahanan dan narapidana agar supaya Apabila mereka telah
bebas tidak
terjerumus lagi dengan kasus yang sama.
Pelaksanaan pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan
adalah
sebagai jalan keluar untuk Membina dan juga untuk mengembalikan
narapidana
ke jalan yang benar. Setiap kegiatan pembinaan, tentu petugas
penggunaan
memiliki dampak dalam mengajarkan, mengawasi serta menentukan
pembinaan
paling tepat untuk narapidana yang bersangkutan serta
perkembangan tingkah
lakunya sasaran pembinaan terpidana perkara narkotika sebetulnya
lebih ditujukan
kepada kelompok pemakai atau pecandu yang menjadi korban
kejahatan dari para
pemasok atau pengedar narkotika tersebut. oleh karena itu lah
para terpidana
setelah diketahui segala sesuatunya tentang proses pengadilan,
maka pola
pembinaan nya diserahkan kepada Lembaga Pemasyarakatan Dimana
mereka
menjalani masa hukuman. jadi dalam hal ini, penanganan masalah
pembinaan
para korban penyalahgunaan narkotika tersebut adalah merupakan
kewajiban
pemerintah juga.
Walau demikian sesuai dengan asas kebersamaan maka kewajiban
untuk
mengembalikan kondisi para korban tersebut tidak hanya menjadi
tanggung jawab
pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat pada
umumnya.
Dari uraian di atas Maka peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian dengan
judul “Collaboratife Governance Dalam Pembinaan Terhadap
Narapidana
Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai “
3
-
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Collaboratife Governance dalam pembinaan
Terhadap
narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B
Sinjai?
2. Apakah kendala-kendala yang di hadapi Collaborative
Governance
dengan pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan
kelas II B Sinjai?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini berdasarkan
perumusan
masalah yang ada yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan agar dapat melihat dan mengetahui
bagaimana
kolaborasi yang terjalin antara pemerintah dan nonpemerintah
(collaborative governance) dalam pembinaan narapidana narkotika
di
lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi
Collaborative
Governance dalam pembinaan Narapidana Narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II B Sinjai.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuka dan
menambah
wawasan serta memperbanyak informasi mengenai Collaborative
Governance dalam pembinaan narapidana narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai
4
-
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya
untuk di
jadikan bahan masukan bagi Collaborative Governance dalam
pembinaan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
II
B Sinjai
b. Dapat di jadikan dasar penelitian yang lebih mendalam
terhadap
Collaborative Governance dalam pembinaan narapidana narkotika
di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai
5
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini di dasari dari sebuah penelitian terdahulu, baik
dari jenis
penelitian maupun teori yang digunakan , dsn teknik metode
penelitian yang
digunakan penjelasannya dibawah ini sebagai berikut:
Collaborative Governance antara badan narkotika nasional dengan
Lapas Kelas 1
Makassar dalam mengelola rehablitas social untuk korban
penyalahgunaan
NAPZAH di lembaga pemasyarakatan kelas 1 makassar, silawesi
selatan.
Penelitian ini dilakukan agar dapat melihat dan mengetahui
bagaimana kolaborasi
yang terjalin dipihak pemerintah yaitu Lapas Kelas 1 Makassar
dalam
melaksanakan proses pengelolaan rehabilitasi social untuk
korban
penyalahgunaan NAPZA di kota Makassar.
Collaboratve Governance dalam penegendalian narkoba antara
badan
narkotika nasional provinsi Sulawesi selatan dengan lembaga
kelas 1A Kab.
Maros. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif
deskriptif dengan tehnik penentuan informan secara purposive dan
snow ball.
B. Collaborative Governance
1. Defenisi Governance
Governance berasal dari kata “govern” yang berarti mengambil
peran yang
lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan dan lembaga
yang
memungkinkan pengelolaan dan pengendalian masalah-masalah
kolektif
6
-
masyarakat. Menurut Chema dalam Keban (2008:38), governance
merupakan
suatu system nilai, kebijakan, dan kelembagaan dimana
urusan-urusan ekonomi,
sosial, politik dikelola melalui interaksi masyarakat,
pemerintah, dan sektor
swasta. Oleh karena itu, in2wstitusi dari governance meliputi
tiga domain yaitu
state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta
atau dunia usaha) dan
society (masyarakat) yang saling berinteraksi dan menjalankan
fungsinya masing-
masing (Sedarmayanti, 2003:5). Sementara Ulum dan Ngindana
(2017:6)
menyebutkan bahwa governance mengindikasikan „disesiminasi
otoritas‟ dari
single actor menjadi multi-aktor.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam
konsep
governance, beberapa urusan-urusan publik yang sebelumnya
dikelola oleh actor
tunggal yakni pemerintah menjadi dikelola bersama dengan
aktor-aktor lain
seperti sektor swasta dan masyarakat. dengan adanya governance
menjadikan
pemerintah tidak lagi dominan dan menciptakan demokrasi
dalam
penyelenggaraan pemerintahaan dan urusan-urusan publik. Abidin
dkk (2013:10)
memetakan bahwa terdapat 3 aktor yang berpengaruh dalam proses
governance.
Tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat.
ketiga aktor
tersebut saling berkolaborasi dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan.
Pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal yang memonopoli
penyelenggaraan pemerintah. melainkan memerlukan aktor lain
karena karena
keterbatasan kemampuan pemerintah. Swasta dengan dukungan
finansialnya
harus mampu membantu pemerintah dalam penyelenggaraan
pemerintahan swasta
7
-
dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk mengurusi kepentingannya
sendiri yakni
hanya semata-mata mencari keuntungan pribadi.
Sehubungan dengan keterlibatan multi aktor dalam governance,
Stoker dalam
(Ulum dan Ngindana, 2017:6) merumuskan parameter penerapan
konsep
governance yang dirangkumnya ke dalam 5 aspek sebagai
berikut:
a. Governance mengacu pada seperangkat institusi dan aktor yang
diambil
dari pemerintah maupun pihak di luar pemerintah
b. Governance mengidentifikasi kaburnya batas-batas dan tanggung
jawab
untuk mengatsi masalah sosial dan ekonomi
c. Governance mengidentifikasi keterkaitan kekuatan dalam
hubungan antara
lembaga-lembaga yang terlibat dalam aksi kolektif
d. Governance adalah mengenai jaringan aktor pemerintahan yang
otonom
e. Governance mengakui kapasitas untuk menyelesaikan sesuatu
yang tidak
hanya bertumpu pada kekuatan atau menggunakan otoritas
pemerintah.
Parameter diatas menjelaskan bahwa governace harus mampu
mengandalkan pihak lain selain pemerintah. Governance
mengharuskan adanya
kinerja secara kolektif antar aktor. Sehingga jejaring anatar
aktor tersebut
diupayakan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terdapat
di masyarakat,
seperti permasalahan sosial dan ekonomi.
2. Defenisi Collaboratife governance
Salah satu bentuk dalam konsep penyelenggaraan pemerintahan
atau
governance yakni disebut konsep collaborative governance atau
penyelenggaraan
pemerintahan yang kolaboratif. Menurut pendapat Ansell dan
Grash
8
-
“Collaborative governance is therefore a type of governance in
which public and
private actor work collectively in distinctive way, using
particular processes, to
establish laws and rules for the provision of public
goods”(Ansell dan Gash,
2007:545). Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai
salah satu dari tipe
governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu kondisi
dimana aktor
publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan
proses terentu yang
nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan kebijakan
yang tepat
untuk public atau,masyarakat.
Konsep ini menunujukkan bahwa dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
Aktor publik yaitu pemerintah dan aktor privat yaitu organisasi
bisnis atau
perusahaan bukanlah suatau yang terpisah dan bekerja secara
sendiri-sendiri
melainkan bekerja bersama demi kepentingan masyarakat.
Kolaborasi dipahami
sebagai kerjasama antar aktor, antar organisasi atau antar
institusi dalam rangka
pencapain tujuan yang tidak bisa dicapai atau dilakukan secara
independent.
Dalam bahasa Indonesia, istilah kerjasama dan kolaborasi masih
digunakan secara
bergantian dan belum ada upaya untuk menunjukkan perbedaan dan
kedalaman
makna dari istilah tersebut.Secara definisi, para ahli
mendefinisikan collaborative
governance dalam beberpa makna yang ide utamanya sama, yakni
adanya
kolaborasi antara sektor publik dan non publik atau privat dalam
penyelenggaraan
pemerintahan atau governance. Ansell dan Gash (2007:546)
mendefinisikan
collaborative governance sebagai berikut ini: Collaborative
governance adalah
serangkain pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik yang
melibatkan
secara langsung stakeholder non-state di dalam proses pembuatan
kebijakan yang
9
-
bersifat formal, berorientasi consensus dan deliberative yang
bertujuan untuk
membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau mengatur
program
atau aset.
Disamping pendapat tersebut, pendapat lain mengenai
collaborative
governance dikemukakan Agranoff dan McGuire dalam Chang (2009:76
77) yang
menyatakan sebagai berikut: Secara khusus, collaborative
gvernance telah
menempatkan banyak penekanan pada kolaborasi horisontal sukarela
dan
hubungan horizontal anatara partisipan multi sektoral, karena
tuntutan dari klien
sering melampaui kapasitas dan peran organisasi publik tunggal,
dan
membutuhkan interaksi di antara berbagai organisasi yang terkait
dan terlibat
dalam kegiatan publik. kolaborasi diperlukan untuk memungkinkan
governance
menjadi terstruktur sehingga efektif memenuhi meningkatnya
permintaan yang
timbul dari pengelolaan lintas pemerintah, organisasi, dan batas
sektoral.
Berdasarkan pada pendefinisian oleh dua ahli tersebut,
sebenarnya telah
mendefinisakan collaborative governance dalam gagasan yang sama.
Akan tetapi
pada penjelasan Ansell dan Gash dapat dlihat bahwa aspek
kolaborasi
penyelenggaraan pemerintah lebih pada aspek perumusan dan
impletasi kebijakan
publik atau program dari lembaga publik, dalam hal ini yakni
pemerintah. Selain
itu, dalam praktiknya kolaboasi penyelenggaraan pemerintah
haruslah menjunjung
tinggi nilai deliberative atau musyawarah dan konsensus antar
tiap aktor atau
stakeholder ya terlbat dalam kolaborasi tersebut. Sedangkan pada
gagasan
Agranoff dan McGuire menunjukkan bahwa collaborative governance
atau
kolaborasi penyeggaran pemerintahan dalam lingkup yang lebih
general yakni
10
-
penyelenggraan pemerintahan secara keseluruhan. Collaborative
governance
dalam hal ini lebih menitik beratkan pada aspek sukarela dalam
praktik
kolaborasi. Aspek kesukarelaan tersebut diharapkan setiap aktor
yang terlibat
dalam kolaborasi bekerja secara optimal untuk tercapainya tujuan
dalam
kolaborasi. Sehingga program atau kebijakan yang yang
dilaksanakan akan
terksana lebih efektif karna melibatkan relasi oganisasi atau
institusi.
3. Tujuan Melaksanakan Collaborative Governance
Kolaborasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan suatu
hal
yang dibutuhkan dalam praktik pemerintahan sekarang ini. Ada
berbagai alasan
yang melatar belakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau
institusi. Junaidi
(2015:8) menyebutkan bahwa Collaborative governance tidak muncul
secara tiba-
tiba karena hal tersebut ada disebabkan oleh inisiatif dari
berbagai pihak yang
mendorong untuk dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam
menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi oleh publik. Collaborative
Governance atau
kolaborasi penyelenggaraan pemerintahan muncul sebagai respon
atas kegagalan
implementasi dan tingginya biaya dan adanya politisasi terhadap
regulasi (Ansell
dan Gash, 2007:54). Lebih positif lagi bahwa orang mungkin
berpendapat bahwa
kecenderungan ke arah kolaborasi muncul dari perkembangan ilmu
pengetahuan
dan kapasitas institusi atau lembaga Pendapat di atas menyatakan
bahwa
collaborative governance muncul tidak begitu saja melainkan
dilatarbelakangi
berbagai aspek. munculnya collaborative governance dapat dilihat
dari aspek
kebutuhan dari institusi untuk melakukan kerjasama antarlembaga,
karena
keterbatasan kemampuan tiap lembaga untuk melakukan
program/kegiatannya
11
-
sendiri. Selain itu, kolaborasi juga muncul lantaran
keterbatasan dana anggaran
dari suatu lembaga, sehingga dengan adanya kolaborasi anggaran
tidak hanya
berasal dari satu lembaga saja, tetapi lembaga lain yang
terlibat dalam kolaborasi.
Kolaborasi pun juga bisa dikatakan sebagai aspek perkembangan
dari ilmu
pemerintahan, terutama dengan munculnya konsep governance yang
menekankan
keterlibatan beberapa aktor seperti pemerintah, swasta, dan
masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintah. Kolaborasi juga dapat sebagai
alternatif dalam
mengembangkan keterlibatan kelompok kepentingan dan adanya
kegagalan dalam
manajerialisme salah satu institusi atau organisasi.
Kompleksitas yang muncul
pada peekembangannya berakibat pada kondisi saling
ketergantungan antar
institusi dan berakibat pada meningkatnya permintaan akan
kolaborasi.
Selanjutnya penjelasan lainnya yang lebih spesifik dikemukan
oleh Ansell dan
Grash dalam Sudarmo bahwa collaborative governance muncul secara
adaptif atau
dengan sengaja diciptakan secara sadar karena alasan-alasan dan
pentingnya
konsep ini dilakukan sebagai berikut ini:
a. Kompleksitas dan saling ketergantungan antar institusi
b. Konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan
sulit diredam
c. Upaya mencarai cara-cara baru untuk mencapai legitimasi
politik.
d. Kegagalan implementasi kebijakan di tataran lapangan.
e. Ketidakmampuan kelompokkelompok, terutama karena pemisahan
rezim-
rezim kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya
untuk
menghambat keputusan
f. Mobilisasi kelompok kepentingan
12
-
g. Tingginya biaya dan politisasi regulasi (Junaedi,
2015:10)
Pendapat diatas menyatakan bahwa kolaborasi dikakukan karena
kompleksitas adanya saling ketergantungan dari tiap institusi.
Kolaborasi juga
dianggap munucul akibat beragamnya kepentingan antar tiap
kelompok sehingga
memunculkan adanya suatu kolaborasi. Sehingga dengan
dilakukannya kolaborasi
dapat memobilisasi kelompok-kelompok kepentingan. Kolaborasi
dianggap
menjadi solusi untuk buruknya suatu implementasi program atau
kegiatan yang
dilakukan oleh satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga
tersebut. Selain ini
kolaborasi juga dianggap sebagai solusi untuk mengatasi
tingginya biaya dari
suatu program atau kegiatan.
4. Proses kolaborasi
Proses dari suatu kolaborasi dil lakukan dalam beberapa tahapan.
Suatu
tahapan model kolaborasi menjadi penting untuk diperhatikan
sebagai strategi
dalam aspek pengelolaan suatu urusan publik. Meskipun proses
kolaboratif sulit
untuk dilaksanakan karena karakterr-karakter dari tiap
stakeholder yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Ansell dan Grash (2007:558 - 561)
sebagai berikut:
a. Face to face dialoge
Semua bentuk collaborative governance dibangun dari dialog tatap
muka
secara langsung dari tiap stakeholder yang terlibat.
Sebagaimana
collaborative governance yang berorientasikan proses, dialog
secara
langsung sangat penting dalam rangka mengidentifikasi peluang
dan
keuntungan bersama. Dialog secara tatap muka langsung bukanlah
semata-
mata merupakan negoisasi yang ala kadarnya. Dialog secara
langsung ini
13
-
dapat meminimalisir antagonisme dan disrespect dari antar
stakeholder yang
terlibat. Sehingga, stakeholder dapat bekerjasama sesuai dengan
tujuan dan
kebermanfaatan bersama.
b. Trust building
Buruknya rasa percaya antar stakeholder memang merupakan hal
yang
lumrah di awal proses kolaborasi. Kolaborasi memang bukan semata
tentang
negosiasi antar stakeholder, namun lebih dari itu merupakan
upaya untuk
saling membangun kepercayaan satu dengan yang lainnya.
Membangun
kepercayaan perlu dilakukan sesegera mungkin ketika proses
kolaborasi
pertama dilakukan. Hal ini diupayakan agar para stakeholder
tidak
mengalami egosentrisme antar institusi. Oleh karenanya,
dalam
membangunan kepercayaan ini, diperlukan pemimpin yang mampu
menyadari akan pentingnya kolaborasi.
c. Commitment to process
Komitmen tentunya memiliki relasi yang kuat dalam proses
kolaborasi.
Komitmen merupakan motivasi untuk terlibat atau berpartisipasi
dalam
collaborative governance. Komitmen yang kuat dari setiap
stakeholder
diperlukan untuk mencegah resiko dari proses kolaborasi.
Meskipun
komitmen memang merupakan hal yang rumit dalam kolaborasi.
Komitmen
merupakan tanggung jawab dari stakeholder supaya memandang
relasi yang
dilakukan sebagai hal yang baru dan tanggungjawab tersebut
perlu
dikembangkan
14
-
d. Share Understanding
Pada poin yang sama dalam proses kolaborasi, stakeholder yang
terlibat
harus saling berbagi pemahaman mengenai apa yang dapat
mereka
(stakeholder) capai melalui kolaborasi yang dilakukan. Saling
berbagai
pemahaman ini dapat digambarkan sebagai misi bersama, tujuan
bersama,
obketivitas umum, visi bersama, ideologi yang sama, dan
lain-lain. Saling
berbagi pemahaman dapat berimplikasi terhadat kesepakatan
bersama untuk
memaknai dan mengartikan suatu masalah.
e. Intermediate outcomes
Hasil lanjutan dari proses kolaborasi terwujud dalam bentuk
output atau
keluaran yang nyata. Hal ini merupakan hasil proses yang kritis
dan esensial
dalam mengembangkan momentum yang dapat membimbing demi
keberhasilan suatu kolaborasi. Intermediate outcomes ini muncul
apabila
tujuan yang mungkin dan memberikan keuntungan dari kolaborasi
yang
mana secara relative konkrit dan ketika “small wins” dari suatu
kolaborasi
dapat dimungkinkan terjadi
5. Collaborative Governance Dalam Pembinaan Lembaga
Pemasyarakatan
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan
ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan
Warga Binaan
Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan
masyarakat, sehingga
dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggung
jawab. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasyarakatan sebagai
wujud
pelembagaan respons masyarakat terhadap perlakuan pelanggar
hukum pada
15
-
hakekatnya merupakan pola pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
yang
berorientasi pada masyarakat, yaitu pembinaan yang dilaksanakan
secara terpadu
antara pembina, yang dibina, dan masyarakat. Peran serta
masyarakat harus
dipandang sebagai suatu aspek integral dari kegiatan pembinaan,
sehingga sangat
diperlukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena
itu Pasal 9 ayat
(1) memberikan peluang bagi Menteri untuk mengadakan kerja sama
dengan
instansi pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya,
atau perorangan
dalam rangka penyelenggaraan sistem pemasyarakatan. Kerja sama
yang
dimaksud perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah ini memberikan peluang kepada instansi pemerintah,
badan-
badan kemasyarakatan dan perorangan untuk ikut berperan serta
membina dan
membimbing Warga Binaan Pemasyarakatan dalam bentuk hubungan
kerjasama
baik yang bersifat fungsional maupun kemitraan guna melaksanakan
program
pembinaan dan pembimbingan tertentu. Pembinaan dilaksanakan
dalam Lembaga
Pemasyarakatan (LAPAS), sedangkan pembimbingan diadakan oleh
Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat
berintegrasi
secara sehat dengan masyarakat.
C. Konsep Tentang Pembinaan
Menurut kamus bahasa Indonesia (2008:1046), Bahwa wa arti kata
pola
adalah model ( contoh, acuan, ragam, bentuk dan sebagainya) atau
sesuatu yang
akan dibuat atau dihasilkan. ditinjau dari segi bahasa pembinaan
Diartikan proses
cara perbuatan membina kegiatan dilakukan secara efisien dan
efektif untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Kamus Besar Bahasa Indonesia (
2003:152)
16
-
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pembinaan
pembinaan warga binaan Pemasyarakatan yang dimaksud dengan
pembinaan
adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada
Tuhan Yang
Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, Profesional.
kesehatan jasmani dan
rohani narapidana dan anak didik Pemasyarakatan berdasarkan
pasal 2 dan pasal 3
PP No. 31 tahun 1999 pelaksanaan pembinaan meliputi kepribadian
dan
kemandirian.
Pembinaan narapidana tidak hanya pembinaan terhadap mental
spiritual
pembinaan kemandirian, tapi juga pemberian pekerjaan selama
berada di lembaga
pemasyarakatan pembinaan keterampilan dan olahraga. Upaya
pembinaan atau
bimbingan menjadi inti dari kegiatan sistem Pemasyarakatan,
merupakan sarana
perlakuan cara baru Terhadap narapidana untuk mendukung pola
upaya baru
pelaksanaan pidana penjara agar mencapai keberhasilan peranan
negara
mengeluarkan kembali menjadi anggota masyarakat.
Menurut ketentuan keputusan Menteri Kehakiman Nomor:
M.02.PK.04.10
Tahun 1990 tentang pola pembinaan narapidana atau tahanan, dapat
dibagi dalam
dua bidang yaitu:
1. Pembinaan kepribadian meliputi:
a. pembinaan kesadaran agama
b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara
c. pembinaan kemampuan intelektual dan kecerdasan
d. pembinaan mentegrasikan diri dengan masyarakat
17
-
2. Pembinaan kemandirian
a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha Mandiri
b. keterampilan untuk mendukung usaha usaha industri kecil
c. keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan Bakat
masing-masing
Fungsi pembinaan dalam pasal 3 undang-undang nomor 12 tahun
1995
tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa fungsi pembinaan adalah
untuk
menyiapkan warga binaan Pemasyarakatan yang dapat berinteraksi
secara sehat
dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai
anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggung jawab. tujuan dari pembinaan yang
dilakukan oleh
lembaga pemasyarakatan adalah agar narapidana tidak mengulangi
lagi perbuatan
dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta dapat
diterima menjadi
bagian dari anggota masyarakat selain itu pembinaan juga
dilakukan terhadap
pribadi dari narapidana itu sendiri tujuannya agar narapidana
mampu mengenal
dirinya sendiri dan kemasyarakatan merupakan bagian akhir dari
sistem
pencernaan dalam tata Peradilan Pidana yang dikenal sebagai
bagian integral dari
tata cara peradilan terpadu.
Menurut Andi Hamzah (1983:17) tujuan pembinaan adalah
Pemasyarakatan, dapat dibagi dalam tiga hal yaitu:
1. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi
melakukan tindak
pidana
2. Menjadi manusia yang berguna berperan aktif dan kreatif
dalam
membangun bangsa dan negaranya
18
-
3. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapatkan
kebahagiaan dunia maupun akhirat
Sedangkan menurut Harsono ( 1995: 48) tujuan pembinaan
adalah
kesadaran. dalam diri seseorang maka seseorang harus mengenal
dirinya
sendiri. ada 4 komponen penting dalam pembinaan narapidana
yaitu:
1. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri
2. Keluarga, ada anggota keluarga inti atau keluarga dekat
3. Masyarakat, adalah orang-orang yang berada di sekeliling
narapidana saat
masih di luar Lembaga Pemasyarakatan, masyarakat biasa atau
pejabat
setempat
4. Petugas, Dapat berupa Kepolisian, pengacara. petugas
keamanan, petugas
sosial, Petugas Lembaga Pemasyarakatan, rutan, Hakim dan
lain-lain.
D. Konsep tentang Narapidana
Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani
hukuman karena tindak pidana), terhukum. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia). Menurut Harsono (1995:19) dalam sistem baru
pembinaan narapidana,
perlakuan narapidana diterapkan sebagai subjek sekaligus objek.
Sebagai
keamanan kesejajaran sama-sama sebagai manusia sama-sama sebagai
makhluk
Tuhan sama-sama sebagai makhluk yang spesifik. yang mampu
berpikir dan
mampu membuat keputusan. sebagai objek Karena pada dasarnya ada
perbedaan
dalam pembinaan dan bukan sebagai manusianya. Perbedaan dalam
pembinaan
salah satu contohnya adalah dengan penggolongan
narapidana.penggolongan
narapidana mempermudah proses pencernaan karena seringkali
pembinaan bukan
19
-
dari Pembina tetapi ada pegangan sendiri atau sekelompok
narapidana. pasal 12
undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
menentukan
bahwa dalam rangka pembinaan Terhadap narapidana di lembaga
pemasyarakatan
dilakukan penggolongan atas dasar:
1. Umur
2. jenis kelamin
3. Lama pidana yang dijatuhkan
4. jenis jenis kejahatan
5. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan
E. Penyalahgunaan narkotika
Menurut Taufik (2003:16) Secara umum, yang dimaksud dengan
Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh pengaruh
tertentu bagi
orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan
ke
dalam tubuh. tindak pidana narkotika diatur dalam undang-undang
Nomor 35
tahun 2009 tentang narkotika. pembentukan undang-undang ini
didasarkan pada
pertimbangan antara lain, bahwa narkotika bisa posisi merupakan
Obat atau bahan
yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan
dan
pengembangan ilmu pengetahuan di sisi lain dapat pula
menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan
tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.
Menurut supramono (2001:39) kalau narkotika hanya untuk
pengobatan
dan kepentingan ilmu pengetahuan maka Apabila ada perubahan di
luar
kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan
besarnya akibat
20
-
yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah
sangat
membahayakan bagi jiwa manusia.
Menurut Bambang Gunawan (Rodliyah dan Salim. (2017:86) Iya
mengemukakan pengertian narkotika.narkotika merupakan:
obat-obatan yang
dapat di dalam ilmu kesehatan tetapi apabila disalahgunakan maka
akan
menimbulkan dapat mematikan bagi penggunanya dan menimbulkan
kerugian
yang sangat besar.
Ada dua unsur yang tercantum dalam Definisi yang dikemukakan
oleh
Bambang Gunawan, yaitu Obat-obatan dan penggunaannya.
1. Penggunaan obat atau narkotika:
Kesehatan, dan atau dapat disalah gunakan akibat obat yang
disalahgunakan akan menimbulkan penyakit yang sangat mematikan
bagi
2. Penggunaannya menimbulkan kerugian yang sangat besar
Menurut Soerjono dan Boy (2011:7) ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya Penyalahgunaan narkotika diantaranya
sebagai berikut:
1. faktor individu, terdiri dari aspek kepribadian, dan
kecemasan atau
depresi.
2. Faktor sosial budaya, terdiri dari kondisi keluarga dan
pengaruh teman
3. faktor lingkungan, lingkungan yang tidak baik maupun tidak
mendukung
dan menampung segala sesuatu yang menyangkut perkembangan
psikologis anak dan kurangnya perhatian terhadap anak, juga
bisa
mengarahkan seorang anak untuk menjadi user atau pemakai
narkotika.
21
-
Penyalahgunaan narkotika menurut Departemen Pendidikan dan
kebudayaan adalah penggunaan zat narkotika secara tidak wajar
diluar
pengawasan dokter.penggunaan biasanya terjadi secara
terus-menerus atau
sesekali dan berlebihan sehingga menimbulkan gangguan-gangguan
pada prinsip
dan fungsi jiwa seseorang akibat sosial yang tidak diinginkan
serta merugikan
masyarakat. akan mengakibatkan perubahan pada Pikiran, Perasaan,
tingkah laku
fungsi motorik. dampak yang timbul dari penyalahgunaan zat
berbahaya tersebut
antara lain, keracunan, ketergantungan dan kematian (Dirjen
Dikdasmen, 1985).
Menurut AW WidJajak (1985:18) Tindakan hukum perlu
dijatuhkan
secara berat dan maksimum, sehingga menjadi cerah dan tidak
mengulangi lagi
atau contoh Bagi lainnya untuk tidak berbuat penanggulangan
terhadap tindak
pidana narkotika dapat dilakukan dengan cara preventif,
moralitik, abolisionistik
dan juga kerjasama internasional penanggulangan secara preventif
Maksudnya
usaha sebelum terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya dan
dalam keluarga,
orang tua, sekolah, guru dengan memberikan penjelasan tentang
bahaya
narkotika selain itu, juga dapat dengan cara mengobati korban,
mengasingkan
korban narkotika dalam masa pengobatan dan mengadakan pengawasan
terhadap
pecandu narkotika.
F. Konsep tentang lembaga pemasyarakatan
Menurut undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang lembaga
pemasyarakatan, pengertian lembaga pemasyarakat Diatur pada
pasal 1 ayat 3
yaitu:
22
-
“Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas Lapas
adalah
tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak
didik
Pemasyarakatan.lembaga Pemasyarakatan kemasyarakatan merupakan
unit
di Rektorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan hak
asasi
manusia“
Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan
Rhoma narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di
lembaga pemasyarakatan.Pada prinsipnya, semua terpidana Yang
menjalani
pidana, Hilang kemerdekaannya setelah diputuskan melalui putusan
pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap selanjutnya terpidana ditempatkan
di lembaga
pemasyarakatan sebagai narapidana untuk di sana kembali diproses
sesuai dengan
hukum yang berlaku agar nantinya dapat kembali hidup
bermasyarakat. Hal ini
sesuai dengan tujuan dari hukum pidana itu sendiri yaitu, Untuk
memenuhi rasa
keadilan dalam masyarakat dengan cara melaksanakan dan
menegakkan aturan
hukum pidana dan terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum.
(Zainal dan Edy, 2013)
Menurut yosias dan Simon (2010:1) untuk melaksanakan proses
pembinaan, maka dikenal 10 prinsip pokok Pemasyarakatan
yaitu:
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya
bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam
masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari
negara.
3. Rasa Tobat tidak lagi dicapai Dengan menyiksa, mulai
melainkan
bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk
atau lebih
jahat daripada iya sebelum masuk Lembaga Pemasyarakatan
23
-
5. Selama Kehilangan kemerdekaan bergerak, Narapidana harus
dikenalkan
kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh
bersifat
Mengisi waktu semata hanya diperuntukkan bagi kepentingan
lembaga
atau negara saja. pekerjaan yang diberikan harus ditunjukkan
untuk
pembangunan Negara
7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana
harus
berdasarkan Pancasila
8. Setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai
manusia
meskipun ia telah tersesat
9. Narapidana itu Dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
10. Sarana fisik Lembaga ini merupakan salah satu hambatan
pelaksanaan
sistem Pemasyarakatan
Menurut Dwidja prianto (2009:103)Sistem kemasyarakatan
merupakan
satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana.Suharjo pada
tanggal 5 Juli
1963 mengemukakan suatu gagasan (sistem Pemasyarakatan), sebagai
tujuan
Dari pidana penjara. Sehubungan Dengan ini maka sistem
kepenjaraan telah
ditinggalkan dan memakai sistem kemasyarakatan yang
mengedepankan hak hak
narapidana. (Widyaada, 1988:56). Hak Narapidana tersebut antara
lain terdapat
pada pasal 114 ayat 1 undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang
Pemasyarakatan yaitu:
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
2. Mendapat perawatan baik Perawatan asmani maupun rohani
24
-
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
Menyampaikan keluhan
5. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya
yang tidak dilarang
6. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
7. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang
tertentu
lainnya
8. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
9. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi
keluarga
10. Mendapatkan pembebasan bersyarat
11. Mendapat cuti menjelang bebas
12. Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Terpenuhinya hak-hak bagi narapidana memberikan dampak
positif
terhadap kehidupan Di lembaga pemasyarakatan.terwujudnya tata
kehidupan yang
aman tertib dan mampu mewujudkan narapidana yang telah siap
kembali ke
masyarakat sebagai manusia yang bertaubat tiap menjalankan
perannya sebagai
masyarakat dan berbakti pada bangsa dan negara. Sesuai dengan
tujuan utama
dirikannya Lembaga Kemasyarakatan yang disebut dalam pasal 2
undang-undang
Pemasyarakatan yaitu membentuk narapidana agar menjadi manusia
seutuhnya
yang menyadari kesalahannya nya Memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat Serta
25
-
menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Hal ini
bertujuan supaya
fungsi Lembaga Pemasyarakatan untuk menyiapkan warga binaan
bermasyarakat
agar dapat berintegritas secara sehat dan masyarakat sehingga
dapat berperan
kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung
jawab
sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 undang-undang
Pemasyarakatan dapat
terwujud.Tak lepas juga pola pembinaan karakter, Pembinaan
mental Dan
pembinaan iman Dalam lembaga pemasyarakatan harus benar-benar
dijalankan.
G. Kerangka Pikir
Collaborative Governance dalam Lembaga Pemasyarakatan yaitu
Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dengan Lembaga
Pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan narapidana
narkotika. Hal
tersebut disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang
mendorong untuk
dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan
kendala - kendala
yang sedang dihadapi. Bagan kerangka fikir sebagai berikut:
Pembinaan Narapidana
1. Pembinaan kepribadian
2. Pembinaan kemandirian
Kendala dalam pembinaan
1. Faktor usia dan
pendidikan
2. Sarana dan prasarana
3. Tenaga pengajar dan
pemenuhan kesehatan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai
Collaborative Governance
1. Pemerintah
2. Swasta
3. Masyarakat
26
-
H. Fokus penelitian
Collaborative governance dalam pembinaan narapidana narkotika
di
lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai dengan beberapa
indicator yaitu
kolaborasi pemerintah, swasta, masyarakat dan pembinaan
narapidana narkotika.
I. Deskripsi Fokus penelitian
Adapun definisi fokus penelitian dari proposal ini adalah:
1. Collaborative governance (kolaborasi pemerintah, swasta,
masyarakat)
adalah serangkain pengaturan dimana satu atau lebih lembaga
publik
yang melibatkan secara langsung stakeholder non-state di dalam
proses
pembuatan kebijakan yang bersifat formal, berorientasi consensus
dan
deliberative yang bertujuan untuk membuat atau
mengimplementasikan
kebijakan publik atau mengatur program atau aset.
2. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas
ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
Profesional. kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak
didik
Pemasyarakatan berdasarkan pasal 2 dan pasal 3 PP No. 31 tahun
1999
pelaksanaan pembinaan meliputi kepribadian dan kemandirian.
Ruang lingkup pembinaan Berdasarkan Keputusan Menteri
Kehakiman
tahun 1990 no. M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan
narapidana
atau tahanan, dapat dibagi dalam dua bidang yaitu:
1. Pembinaan kepribadian meliputi:
a. Pembinaan kesadaran agama
27
-
b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara
c. pembinaan kemampuan intelektual atau kecerdasan
d. pembinaan kesadaran hukum
e. pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat
2. Pembinaan kemandirian
a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha Mandiri
b. keterampilan untuk mendukung usaha-usaha yang terkecil
c. keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya
masing-
masing
3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam membina narapidana
yaitu:
a. Faktor manusia dan pendidikan
Bilamana warga binaan yang sudah tua atau lanjut usia
mencerna
pengetahuan yang diberikan oleh petugas Rutan kelas II B dan
faktor
pendidikan seperti orang yang buta aksara.
b. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana merupakan Suatu hal yang menunjang
berhasilnya pembinaan yang dilakukan seperti fasilitas olahraga
dan
jaminan kesehatanSsemua itu bertujuan untuk mendukung
jalannya
pembinaan.
c. Kurangnya tenaga pengajar pembinaan
Hal ini berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia atau
SDM
yang ada di lembaga pemasyarakatan atau Rutan kelas II B
Sinjai.
28
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu di rumah tahanan kelas II B Sinjai
dan waktu
penelitian dilaksanakan selama 2 bulan setelah seminar proposal.
Peneliti memilih
tembat tersebut karena lokasi tersebut menjadi tempat pembinaan
yang cocok
untuk mengetahui lebih dalam bagaimana peran collaborative
governance dalam
pembinaan narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas
II B Sinjai
B. jenis dan sumber data
1. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam membahas tentang
pola
pembinaan Terhadap narapidana narkotika di lembaga
pemasyarakatan
kelas II B yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Menurut moleong (2010), Metode kualitatif digunakan karena
beberapa
pertimbangan.pertama penyelesaian masalah akan lebih mudah
apabila
Ganda. Kedua, Metode ini Menggunakan secara langsung hakikat
hubungan antara penelitian dan responden. Ketiga, metode ini
lebih peka
dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak zaman
pengaruh
bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi.
2. Sumber data
Untuk Membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam
penelitian,
sumber yaitu yaitu:
29
-
a) Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan
akan
mengadakan Wawancara langsung pada pengguna data sebagai
objek
atau sasaran untuk diteliti mengenai pola pembinaan terhadap
narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B
Sinjai.
b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh untuk membandingkan
dengan
beberapa hal terkait penelitian seperti jumlah pengguna, buku
Di
perpustakaan.
C. Teknik pengumpulan data
Adapun Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah
tertentu ini merupakan suatu proses tanya jawab lisan di mana
dua orang
atau lebih berhadapan hadapan secara fisik. (Kartono Oma 1980:
171)
2. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan
dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta
pencatatan secara
sistematis.( Arikunto, 2002:143)
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik yang digunakan untuk melengkapi
data-
data yang diperoleh melalui wawancara dengan cara mencatat data
secara
langsung yang berkaitan dengan pola pembinaan Terhadap
narapidana
narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B Sinjai
30
-
D. Informan Penelitian
Adapun informan Dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan kelas II B
Sinjai
2. Kepala sub seksi pelayanan tahanan Lembaga Pemasyarakatan
atau
Rutan kelas II B di Sinjai
3. Kepala subseksi kesatuan pengamanan Lembaga Pemasyarakatan
atau
Rutan kelas II B
4. narapidana Lembaga Kemasyarakatan atau Rutan kelas II B
Sinjai
E. Teknik analisis data
Analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu proses
mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara catatan
lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan
informasikan
kepada orang lain. Teknik Analisis data yang digunakan di dalam
penelitian
kualitatif adalah teknis analisis interaktif yang dijalankan
dengan cara sebagai
berikut:
1. Reduksi data yang meliputi proses merangkum dan memilah data
yang
berkaitan dengan hal-hal pokok serta memfokuskan pada hal-hal
penting
2. Penyajian data dan dapat diartikan sebagai pengorganisasian
data yang
telah direduksi. dalam Penyajian data ini peneliti melakukan
upaya untuk
menyusun pola hubungan dari seluruh data yang ada sehingga data
lebih
mudah.
31
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai
Rumah tahanan Negara Kelas II B sinjai merupakan salah satu
unit
pelaksana Teknis (UPT) di bidang pemasyarakatan pada wilayah
kerja kantor
kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia sulawesi Selatan. Dalam
sejarah
berdirinya Rumah tahanan negara kelas II B sinjai telah di
bangun sejak jaman
penjajahan belanda tepatnya pada tahun 1940-an dan di kenal
dengan nama
penjara dalam bahasa bugis Tarungku dengan sistem kepenjaraan.
Bangunan
rumah tahanan Negara kelas II B sinjai sekarang di jalan Teuku
umar No.03
Sinjai,kode pos 92661, Telepon: (0482) 22188, faximile (0482)
21289, termasuk
bangunan baru dan di pindahkan dari lokasi lama di gojeng
sekitar tahun 1960-an.
Berdasarkan Surat keputusan menteri Kehakiman Republik
Indonesia
nomor: M.02-PK.04.10Tahun 1990 rumah tahanan negara adalah
pelaksana
teknis tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses
penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan rumah tahanan
negara klas 2B
Sinjai mempunyai tugas dan fungsi pokok yaitu melaksanakan
perawatan terhadap
tersangka atau terdakwa sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku. dan juga melaksanakan pembinaan Terhadap narapidana
yang
ditempatkan di rumah tahanan kelas 2B Sinjai. isi badan hukum
ini adalah
menjadikan institusi sebagai tempat akhir eksekusi di mana
masyarakat dapat
memperoleh kepastian hukum misinya adalah melaksanakan
pelayanan
32
-
tahanan dalam melindungi hak asasi manusia. salah satu fungsi
utama rumah
tahanan adalah memberikan pelayanan kepada tahanan di dalamnya
mencakup
pula perawatan dan kesehatan tahanan pembinaan, bantuan hukum,
penyuluhan
jasmani dan rohani serta pembinaan bimbingan kegiatan untuk
tahanan sesuai
dengan apa yang menjadi tupoksi dalam rumah tahanan. untuk
kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi rumah tahanan negara kelas 2B
Sinjai memiliki
sumber daya manusia antara lain.
a. Data Kepegawaian Menurut tugas dan jabatan:
1) Kepala rumah tahanan negara kelas II B sinjai oleh bapak ince
Muh.
Rizal,SH. M.Si.
2) Kepala kesatuan pengamanan rumah tahanan negara kelas II B
sinjai
oleh Bapak H. Wajidi Hasbi,SH., MH
3) Kepala sub seksi pengelolaan Rumah tahanan negara kelas II B
sinjai
oleh bapak Adam Malik, S.sos.
4) Kepala sub seksi pelayanan tahanan rumah tahanan negara kelas
II B
sinjai oleh Bapak Mappiar,S.Sos.
b. Petugas staf terdiri dari atas bagian keamanan, pengelolaan,
dan
pelayanan tahanan
c. Petugas keamanan: Semua pegawai pada bagian keamanan yang
bertugas
sebagai penjaga tahanan/narapidana.
33
-
d. Menurut jenis kelamin
Jumlah pegawai rumah tahanan negara kelas II B sinjai sebanyak
48
orang.
Tabel 4.1 jumlah pegawai Rutan kelas II B sinjai.
NO Jenis Kelamin Jumlah
1.
2.
Laki – laki
Perempuan
43 Orang
5 Orang
Jumlah Total 48 Orang
Berdasarkan Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa jumlah
keseluruhan
pegawai rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai adalah 48 Orang. di
mana
komposisi pegawai yang berjenis kelamin laki-laki mendominasi
yaitu sebanyak
43 orang, sebaliknya pegawai perempuan hanya 5 orang. Sehingga
laki-laki lebih
diperlukan daripada pegawai perempuan.
e. Menurut pangkat atau golongan
Tabel 4.2 jumlah pegawai berdasarkan pangkat atau golongan.
NO Jenis Kelamin Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Golongan III/d
Golongan III/c
Golongan III/b
Golongan III/a
Golongan II/c
6 orang
7 orang
16 orang
3 orang
2 orang
Jumlah 48 orang
Berdasarkan tabel di atas, golongan III/d (penata tingkat 1)
jumlah 6
orang, golongan III/c (penata)Berjumlah 7 orang, golongan III/b
(penata muda
34
-
tingkat 1) sebanyak 16 orang, golongan III/a (penata muda)
sebanyak 3 orang,
golongan II/c (pengatur) berjumlah 2 orang, golongan II/b
(pengatur muda tingkat
1) berjumlah 4 orang dan golongan II/a berjumlah 10 orang.
f. Menurut tingkat pendidikan
Tabel 4.3 jumlah pegawai berdasar tingkat pendidikan
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1.
2
3.
4.
Strata 2 (S2)
Strata 1 (S1)
Sarjana Muda
SMA/Sederajat
4 Orang
15 Orang
1 orang
28 0rang
Jumlah Total 48 Orang
Berdasarkan tabel di atas, pendidikan terakhir paling banyak di
bidang
tingkat pendidikan SMA sederajat sebanyak 28 orang. Strata 1
(S1) sebanyak 15
orang, strata 2 (S2) sebanyak 4 orang dan diikuti Sarjana Muda 1
orang.
2. Sejarah Kepemimpinan Rumah Tahan Kelas II B Sinjai
Rumah tahanan negara klas 2B Sinjai sudah ada sejak beberapa
tahun yang
lalu. Adapun nama-nama yang pernah memimpin :
a. Abdul Gani
b. Gatot Sudrajat, Bc.IP
c. Kaltubi Drais, Bc.IP
d. Yang Dg. pasau
e. Teguh Basuki, Bc, IP, S.sos
f. Bowo Leksono, Bc, IP. SH., MH
35
-
g. Drs. H. E. Hidayat Bc, IP. SH., MH.
h. Hari Winarca, Bc IP.SH
i. IP nusantara,Bc.IP.,S.sos,MH.
j. Imam Siswoyo,Bc.IP.SH
k. Akbar Amnur,A.Md. IP. SH., M.Si
l. Ince Muh.Rizal, SH., M.Si
3. Struktur Organisasi Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai
Gambar 4.4 Struktur Organisasi Rutan Kelas II B Sinjai
36
-
Berdasarkan struktur rumah tahanan negara kelas 2B Sinjai yang
diperoleh
dari bapak Adam Malik selaku kepala subseksi pengelolaan berikut
adalah tugas
dari masing-masing kepala subseksi rumah tahanan negara kelas 2B
Sinjai
1. Kepala Rutan
a. Mengkoordinir pembuatan rencana kerja, program kerja dan
kalender
kerja rumah tahanan negara klas 2B Sinjai
b. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan
oleh
pimpinan
c. Mengkoordinir pelaksanaan penyusunan dan penelaahan data
register
tahanan, data register para titipan, data pelanggaran disiplin,
data
sarana dan prasarana rumah tahanan, data jumlah hari tinggal
data
keadaan tahanan dan data kepegawaian
d. Mengkoordinir pelaksanaan administrasi dan teknis
perawatan
makanan kesehatan serta mental dan rohani tahanan
e. Koordinasi dengan unit kerja atau instansi terkait
f. Koordinasi penyusunan pemberitahuan habisnya masa tahanan 10
hari
dan 3 hari.
g. Mengkoordinir pengelolaan keamanan dan ketertiban Rutan kelas
2B
Sinjai
37
-
h. Mengkoordinir pelaksanaan fasilitasi pendampingan dan
penyuluhan
hukum, bimbingan dan kegiatan kerja bagi tahanan serta
fasilitasi TPP
(tim pengamat masyarakat)
i. Mengkoordinir pengelolaan administrasi kepegawaian,
ketatausahaan,
kerumahtanggaan dan perlengkapan, serta keuangan Rutan kelas
2B
Sinjai
j. Menyelia dan memberikan hasil penilaian kerja bawahan di
lingkungan Rutan kelas 2B Sinjai sesuai target indikator
sasaran
k. Mengevaluasi laporan pelaksanaan tugas di lingkungan Rutan
kelas
2B Sinjai sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
l. Mengkoordinir layanan informasi laporan pengaduan dan
layanan
kunjungan
m. Mengkoordinir peningkatan peran serta (partisipasi
masyarakat) atau
kerjasama dengan pihak lain yang terkait
n. Melaksanakan waskat di lingkungan Rutan kelas 2B Sinjai
2. Kepala subseksi pengamanan rutan
a. Menyusun rencana kerja kesatuan pengamanan rutan
berdasarkan
tugas dan fungsi sebagai pedoman melaksanakan tugas.
b. Membuat laporan pelaksanaan pekerjaan kesatuan pengamanan
rutan
secara berkala sebagai bahan masukan bagi pimpinan
38
-
c. Memberikan petunjuk dan arahan dalam pelaksanaan pekerjaan
sesuai
tugas dan tanggung jawab untuk memperoleh hasil yang
maksimal
dan meminimalisir kesalahan dalam melaksanakan tugas
d. Melakukan pengawasan melekat terhadap bawahan berdasarkan
tugas
masing-masing agar sasaran tercapai
e. Mengawasi pelaksanaan penerimaan penempatan dan
pengeluaran
warga binaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar dalam
pelaksanaan tidak terjadi kesalahan
f. Melakukan pengamanan dalam proses pemeriksaan WBP di
rutan sesuai dengan tingkat pemeriksaan oleh kepolisian atau
Kejaksaan agar terciptanya ketertiban dan keamanan
g. Melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kamtib secara
berkala
sesuai protab agar kondisinya selalu terjaga dan siap digunakan
dalam
pelaksanaan tugas
h. Melaksanakan penggeledahan kamar hunian WBP secara
berkala
sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar terciptanya
suasana
kondusif.
3. Kepala sub seksi pengelolaan rutan
a. Membuat rencana kerja sub seksi pengelolaan rutan\
b. Melakukan urusan keuangan rutan
c. Melakukan urusan perlengkapan rutan
39
-
d. Melakukan urusan kepegawaian rutan
e. Melakukan urusan pencairan SPM dan pembayaran tagihan
beban
anggaran belanja rutin rutan
f. Menyelia dan memberikan penilaian hasil kerja bawahan di
lingkungan sub seksi pengelolaan sesuai target indikator
sasaran
g. Melakukan urusan laporan kinerja rumah tahanan negara kelas
2B
Sinjai
h. Melakukan pengawasan di lingkungan sub seksi pengelolaan
rutan
4. Kepala sub seksi pelayanan tahanan rutan
a. Membuat rencana kerja sub seksi pelayanan tahanan
b. Mengevaluasi laporan pelaksanaan tugas pegawai
c. Menyelenggarakan pemberian remisi umum dan remisi khusus
d. Menilai hasil kerja pegawai bawahannya
e. Menyelenggarakan bimbingan pembinaan dan kemandirian WBP
f. Menyiapkan penyusunan buku buku registrasi napi atau
tahanan
g. Mengawasi pembuatan jurnal harian
h. Menyelenggarakan perawatan dan kesehatan WBP
i. Menyiapkan WBP untuk asimilasi PB. CB. CMB. dan CMK
j. Menyiapkan penyelenggaraan sidang TPP
40
-
4. Keadaan Tahanan Narapidana
Saat ini jumlah total tahanan dan narapidana yang menghuni Rutan
kelas
2B Sinjai sebanyak 142 orang, 99 orang diantaranya adalah
narapidana dan 43
orang yang adalah tahanan dengan kapasitas 100 orang. hal ini
telah menyatakan
bahwa Rutan kelas 2B Sinjai telah over kapasitas. Antara
pengertian narapidana
dan tahanan memiliki perbedaan yaitu tahanan merupakan orang
yang ditahan di
rutan selama proses penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di
pengadilan negeri,
Pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung sedangkan narapidana adalah
orang
yang dibina di lembaga pemasyarakatan setelah dijatuhi putusan
hakim yang
telah berkekuatan hukum tetap.
Jumlah tahanan dan narapidana rumah tahanan negara kelas 2B
Sinjai Jika
dilihat dari tingkat pendidikan terdiri dari tingkat pendidikan
seperti yang terlihat
dalam tabel berikut:
Tabel 4.4 jumlah narapidana/tahanan berdasarkan tingkat
pendidikan
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1.
2
3.
4.
5.
6.
7.
Buta Huruf
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat D III
Tamat S I
11 orang
26 orang
29 orang
18 orang
49 orang
2 orang
7 orang
Jumlah Total 142 Orang
41
-
Berdasarkan tabel diatas tingkat pendidikan tahanan dan
narapidana di
rumah tahanan klas 2B Sinjai yang paling banyak adalah tingkat
pendidikan tamat
SMA sebanyak 49 orang, kemudian tamat SD sebanyak 29 orang, yang
tidak
tamat SD sebanyak 26 orang, yang tamat SMP sebanyak 18 orang,
kemudian
buta huruf sebanyak 11 orang, tamat D III sebanyak 2 orang dan
Tamat S1
sebanyak 8 orang. Tabel Berikut ini merupakan jumlah tahanan dan
narapidana
rutan kelas 2B Sinjai dilihat dari kasusnya sehingga mereka
menjadi warga binaan
Rutan kelas 2B Sinjai. untuk lebih rincinya dapat dilihat di
tabel berikut:
Tabel 4.6 jumlah narapidana/tahanan berdasarkan jenis
kasusnya.
NO Nama Kasus Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Terhadap Ketertiban
Kesusilaan
Pembunuhan
Penganiayaan
Pencurian
Penipuan
Narkotika
Korupsi
Lain – lain
3 orang
13 orang
7 orang
14 orang
16 orang
7 orang
68 orang
3 orang
11 orang
Jumlah Total 142 Orang
Berdasarkan tabel di atas menerangkan bahwa tahanan dan
narapidana
yang menempati rutan kelas 2B Sinjai dengan kasus yang yang
paling tinggi
adalah narkotika sebanyak 68 orang, kemudian disusul oleh kasus
pencurian
sebanyak 16 orang, kasus penganiayaan sebanyak 14 orang,
kesusilaan sebanyak
13 orang, kasus penipuan sebanyak 7 orang, pembunuhan sebanyak
7
44
42
-
orang, kasus terhadap ketertiban sebanyak 3 orang, dan lain-lain
sebanyak 11
orang. Tabel Berikut ini merupakan jumlah tahanan dan narapidana
rumah
tahanan kelas 2B Sinjai terkait kasus narkotika.
Tabel 4.6 jumlah narapidana dan tahanan terkait kasus
narkotika
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1.
2
3.
4.
5.
2014
2015
2016
2017
2018
(Januari – Juli)
16 orang
20 orang
34 orang
43 orang
68 orang
Berdasarkan tabel di atas, menerangkan bahwa ada peningkatan
yang
yang terjadi pada jumlah tahanan dan narapidana yang menjadi
warga binaan di
rumah tahanan klas 2B Sinjai selama 5 tahun terakhir, Misalnya
saja pada tahun
2016 sebanyak 16 orang menjadi tahanan dan narapidana di rutan
kelas 2B Sinjai
kemudian di tahun 2018 sebanyak 43 orang Namun di 2019 belum
dipastikan
hingga akhir tahun dan terhitung mulai dari Januari sampai Juli
sebanyak 68
orang. ini membuktikan bahwa dari tahun ketahun jumlah tahanan
dan narapidana
dengan kasus narkotika semakin meningkat.
Adapun tabel berikut ini yang menerangkan jumlah tahanan dan
narapidana kelas 2B Sinjai ya sudah di nyatakan bebas terkait
kasus narkotika itu
sendiri dalam kurun waktu 5 tahun
43
-
Tabel 4.7 jumlah narapidana tahanan terkait kasus narkotika yang
sudah
bebas
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1.
2
3.
4.
5.
2014
2015
2016
2017
2018 (Januari – Juli)
-
7
18
21
10
Berdasarkan tabel diatas jumlah tahanan dan narapidana Rutan
kelas 2B
Sinjai pada tahun 2016 tidak ada yang bebas dalam kasus
narkotika tahun 2017
sebanyak 7 orang dan di tahun 2018 sebanyak 18 orang, pada tahun
2019
sebanyak 21 orang dan pada tahun 2020 belum dipastikan hingga
akhir tahun dan
yang terhitung mulai bulan Januari sampai Juli sebanyak 10
orang.
B. Collaborative Governance Dalam Pembinaan Narapidana Narkotika
Di
Rumah Tahanan Kelas II B Sinjai
Collaborative Governance dalam Pembinaan Narapidana Narkotika
di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai terdapat tiga aktor
yang berpengaruh
dalam proses governance. tiga aktor tersebut yakni pemerintah,
swasta, dan
masyarakat. ketiga aktor tersebut saling berkolaborasi dalam
proses
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah tidak lagi menjadi
aktor tunggal yang
memonopoli penyelenggaraan pemerintah. melainkan memerlukan
aktor lain
karena keterbatasan kemampuan pemerintah. Swasta dengan
dukungan
finansialnya harus mampu membantu pemerintah dalam
penyelenggaraan
44
-
pemerintahan. Swasta dalam hal ini tidak diperbolehkan untuk
mengurusi
kepentingannya sendiri yakni hanya semata-mata mencari
keuntungan pribadi.
Adapun tiga aktor Collaborative governance dalam pembinaan
narapidana
narkotika kelas II B sinjai sebagai berikut:
1. Pemerintah
Pemerintah disini yang ikut serta dalam pembinaan narapidana
narkotika
di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai yaitu, Badan
Narkotika Nasional
(BNN) yang di pimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab
langsung
kepada presiden melalui koordinasi kepala kepolisian negara
republik indonesia
dan bentuk kollaborasinya yaitu dengan mengelola tempat
rehabilitasi khusus
untuk membina narapidana narkotika.
Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Ince Muh. Rizal, SH., M.Si.
Selaku
kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai bahwa:
“Pemerintah ikut serta berperan dalam pembinaan narapidana
yakni
melalui BNN dengan membuat tempat Rehabilitasi khusus untuk
pelaku
korban narkotika di kabupaten sinjai dan membagi beberapa tahap
dalam
membina narapidana narkotika. (wawancara 12 juli 2020)
Rehabilitasi dibedakan menjadi 4 tahap yaitu:
a) Tahap Rehabilitasi medis
Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu
untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
Rehabilitasi Medis
pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk
oleh Menteri
Kesehatan yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh
pemerintah, maupun
45
-
oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan melalui
rehabilitasi medis,
proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh
masyarakat
melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
b) Tahap rehabilitasi nonmedis
Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai
program
diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua
belas langkah,
pendekatan keagamaan, dan lain-lain.:
c) Rehabilitasi Jangka Pendek (Short Term)
Lama perawatan berlangsung antara 1 sampai dengan 3 bulan
tergantung
dari kondisi dan kebutuhan pasien. Pendekatan yang dapat
dilakukan ke arah medik
dan psikososial. Masalah medik masih menjadi fokus utama,
asesmen dilakukan
secara lengkap termasuk pemeriksaan penunjang medis. Asesmen
yang perlu
dilakukan pada model terapi ini antara lain :
d) Rehabilitasi Jangka Panjang
Lama perawatan rehabilitasi jangka panjang adalah 6 bulan atau
lebih.
kementrian agama kabupaten sinjai, dinas pendidikan dan dinas
tenaga kerja, balai
latihan kerja (BLK) dan sudah di laksanakan beberapa tahun yang
lalu.
2. Swasta
Pihak – pihak swasta yang ikut serta yaitu antara lain balai
latihan kerja
(BLK).
46
-
Bentuk kolaborasinya yaitu memberikan bimbingan dan binaan
dalam
penegetahuan agama, moral, pendidikan, dan latihan kerja yang
sesuai skill
masing - masing.
Seperti hasil wawancara Bapak Mappiar, S. Sos selaku kepala sub
seksi
pelayanan tahanan menyatakan bahwa:
“Pihak- pihak yang banyak membantu dalam pembinaan
narapidana
narkotika adalah balai latihan kerja (BLK) dan pihak pihak
swasta
lainnya” (wawancara 12 juli 2020)
3. Masyarakat
Masyarakat yang di maksud disini yaitu program integrasi yang di
lakuakan
di luar lapas oleh balai pemasyarakatan (BAPAS) dan narapidana
menjadi
klien yang di bimbing oleh pembimbing klien pemasyarakatan.
Bentuk
kolaborasinya yaitu bimbingan peningkatan ketakwaan agama masing
–
masing, intelektual, sikap dan perilaku serta kesehatan mental
dan fisik.
Hasil wawancara oleh salah satu Narapidana yang bernama Roni
wahyudi
(narkoba 41 tahun) mengungkapkan bahwa:
“sudah puas dan sudah cukup baik peran pemerintah, swasta
dan
masyarakat dalam membina narapidana narkotika di lapas kelas II
B
Sinjai, dan saya merasa sangat bersyukur karna di bina
selayaknya di
perlakukan dengan baik disini” (wawancara 12 juli 2020)
Hal yang serupa juga di ungkapkan oleh Devi (narkoba 22 tahun)
bahwa:
“Cukup puas, Alhamdulillah karna selama disini di rutan
terjamin
kesehatan dan keamanan karena di luar itu jarang – jarang
periksa
kesehatan dan di jamin keamanannya” (wawancara 12 juli 2020)
47
-
Salah satu Tugas pokok dan fungsi pemerintah dalam pembinaan
narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai
yaitu menjamin
keamanan narapidana di dalam lapas. Seperti hasil wawancara
bapak H. Wajidi
Hasbi, SH.,MH. Selaku kepala sub seksi pengamanan bahwa:
“Setiap yang ingin mengunjungi warga binaan tertentu harus
mempunyai
identitas yang jelas, semua kebutuhan dan hak – hak narapidana
itu di
jamin oleh pihak rutan” (wawancara 12 juli 2020)
Jadi kesimpulan dari hasil wawancara tersebut bahwa
Pelaksanaan
Collaborative Governance dalam Pembinaan Narapidana Narkotika di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai sudah cukup baik dan peran
pemerintah swasta
dan masyarakat sangat membantu bagi narapidana yang mebutuhkan
bimbingan
atau asupan.
C. KENDALA - KENDALA YANG DI HADAPI
Dari hasil penelitian Kendala - Kendala yang di hadapi dalam
membina
Narapidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Sinjai
dapat dilihat
dari antara lain:
1. Faktor usia dan pendidikan
Faktor usia itu juga kendala membuna narapidana, bilamana usia
warga
binaan yabg sudah tua sangat tidak mudah dalam memberikan
pembunaan
pada warga binaan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mappiar,
S.sos.,
bahwa
“Dalam pembinaan itu di mana mana sudah pasti mampu mencerna,
ada
yang sedang, ada yang lembar untuk menerima terutama dalam
pembinaan
48
-
kepribadian, seperti sudah tua ada juga yang lambat karena beda
usia tua
dan muda” (wawancara 12 juli 2020)
Hal itu juga di uangkapakan oleh bapak ince Muh Rizal,
SH.,M.Si.,
menyatakan bahwa:
“Kendala itu yang sudah berumur lanjut usia, ada beberapa itu,
terus dia
punya penyakit permanen, itu yang menjadi kendala karena tidak
bisa kita
paksakan , itu juga yang dari kampung yang memang tidak pernah
sekolah
(buta aksara), tidak bisa juga berbahasa Indonesia, jadi pakai
bahasa
daerah saja. “(wawancara 12 juli 2020)
Jadi kesimpulannya adalah baik itu petugas maupun pihak terkait
yang
melakukan pembinaan agar supaya bisa mencari cara sedemikian
rupa agar proses
pembianan yang akan dilakukan bisa dimengerti oleh
tahanan/narapidana. Dengan
begitu pembinaan bisa berjalan sebagaimana diaharapkan.
2. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan suatu hal yang menunjang
berhasilnya
pembinaan yang dilakukan. Seperti fasilitas olahraga dan jaminan
kesehatan
semua itu bertujuan untuk mendukung jalannyapembinaan. Oleh
karena itu
ketersediaan sarana merupakan salah satu ukuran berhasilnya
sistem
pemasyarakatan. Sarana dan prasarana juga di Rutan kelas II B
Sinjai masih
mendapatkan bantuan dari instansi dan bantuan dari petugas Rutan
kelas II B
Sinjai, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mappiar S.Sos bahwa
:
“Masih mendapatkan bantuan-bantuan dari instansi-instansi,
yayasan dan
bantuan –bantuan pribadi dari petugas Rutan kelas II B
Sinjai”
(wawancara 12 juli 2020)
49
-
Pola pembianaan yang ada di Rutan kelas II B Sinjai selalu
terbentur oleh
fasilitas yang tidak tersedia jadi dalam membina secara
sederhana dengan apa
yang disediakan atau yang sudah ada, dan itulah yang
dikenmbangkan kepada
narapidana-narapidana narkotika.
Berdasarkan hasil wawancara Bapak H.Wajidi Hasbi , SH., MM
Selaku Kepala
Sub Seksi Kesatuan Pengaman bahwa:
“fasilitas yang masih kurang contohnya diruang pendidikan, kami
butuh
banyak referensi-referensi untuk melakukan pembinaan, tapi masih
kurang
dari buku-buku referensi itu. Dalam hal olahraga kurangnya
peralatan
seperti bola, “Wawancara, 18 Juli 2018.
Hasil wawancara yang diberikan oleh dua informan tersebut
memberikan
keterangan bahwa narapidana/tahanan masih membutuhkan sarana dan
prasarana
yang cukup dalam Rutan kelas II B Sinjai. Suapaya dalam
pelaksanaan pembinaan
dapat berjalan dengan efektif, dengan berbagai saran dan
prasaran yang memadai.
3. Kurannya tenaga pengajar pembinaan,
Hal ini berkaitan dengan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM)
Yang
Ada Dilembaga Pemasyarakatan kelas II B Sinjai, seperti hasil
wawancara Bapak
Mappiar S.Sos, bahwa:
“Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas untuk bidang itu , kadang
dari
warga binaan yang mampu karena mungkin dia latarbelakangnya
dari
pesantren bisa kita fungsikan, bisa mengajari
teman-temannya”
(wawancara 12 juli 2020)
50
-
Dari hasil wawancara tersebut , bahwa kurangnya sumber daya
manusia,
semua warga binaan yang mampu mengajari teman-temannya dapat
diberikan
kebijaksanaan untuk membina dan mengajari teman-temannya.
51
-
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pelaksanaan Collaborative governace dalam pembinaan
narapidana
narkotika di lembaga pemsyarakatan kelas II B sinjai yaitu
terdapat tiga aktor
yang berpengaruh dalam proses governance. tiga aktor tersebut
yakni pemerintah,
swasta, dan masyarakat. Pemerintah disini yang ikut serta dalam
pembinaan
narapidana narkotika di lembaga pemasyarakatan kelas II B sinjai
yaitu, Badan
Narkotika Nasional (BNN) yang di pimpin oleh seorang kepala yang
bertanggung
jawab langsung kepada presiden melalui koordinasi kepala
kepolisian negara
republik indonesia dan bentuk kollaborasinya yaitu dengan
mengelola tempat
rehabilitasi khusus untuk membina narapidana narkotika, Pihak –
pihak swasta
yang ikut serta yaitu antara lain balai latihan kerja (BLK)
dll.Bentuk
kolaborasinya yaitu memberikan bimbingan dan binaan dalam
penegetahuan
agama, moral, pendidikan, dan latihan kerja yang sesuai skill
masing – masing,
Masyarakat yang di maksud disini yaitu program integrasi yang di
lakuakan di
luar lapas oleh balai pemasyarakatan (BAPAS) dan narapidana
menjadi klien
yang di bimbing oleh pembimbing klien pemasyarakatan. Bentuk
kolaborasinya
yaitu bimbingan peningkatan ketakwaan agama masing – masing,
intelektual,
sikap dan perilaku serta kesehatan mental dan fisik.
52
-
Kendala – kendala yang di hadapi yaitu dari faktor usia dan
pendidikan
faktor usia itu juga kendala narapidana, bila mana usia warga
binaan yang sudah
tua sangat tidak mudah dalam memberikan pembinaan pada warga
binaan
kemudian Sarana dan prasarana merupakan suatu hal yang menunjang
berhasilnya
pembinaan yang dilakukan. Seperti fasilitas olahraga dan jaminan
kesehatan
semua itu bertujuan untuk mendukung jalannya pembinaan. Oleh
karena itu
ketersediaan sarana merupakan salah satu ukuran berhasilnya
sistem
pemasyarakatan. Sarana dan prasarana juga di Rutan kelas II B
Sinjai masih
mendapatkan bantuan dari instansi dan bantuan dari petugas Rutan
kelas II B
Sinjai, kurangnya tenaga pengajar pembinaan hal ini berkaitan
dengan kurangnya
Sumber Daya Manusia (SDM) Yang Ada Dilembaga Pemasyarakatan
kelas II B
Sinjai.
B. Saran
1. Memperbanyak kerja sama antar instansi pemerintah/pihak pihak
di luar
lembaga pemasyarakatan dalam r