KATA PENGANTARSegala puji hanya bagi Allah SWT yang dengan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Kualitas Fisika dan Kimia Air di Sepanjang Sungai
Donan Segara Anakan Cilacap. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kondisi kualitas fisika-kimia air di sepanjang
Sungai Donan dan mengetahui status mutu air fisika-kimia di
sepanjang Sungai Donan Segara Anakan, Cilacap. Kawasan di sepanjang
Sungai Donan di manfaatkan untuk berbagai aktivitas masyarakat,
seperti Pengilangan minyak Pertamina dan PT. Semen Holcim Tbk.,
pelabuhan Sleko, serta jalur pelayaran. Dalam perkembangannya,
aktivitas-aktivitas tersebut akan menghasilkan limbah yang dapat
menurunkan kualitas perairan. Pemantauan terhadap kualitas air di
sepanjang Sungai Donan Cilacap sangat diperlukan, salah satunya
dengan menggunakan baku mutu air. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan sebagai salah satu masukan bagi perumusan strategi
pengelolaan kawasan di sepanjang Sungai Donan Segara Anakan,
Cilacap. Laporan penelitian ini masih jauh dari sentuhan hati dan
jiwa, tetapi penulis berharap ini dapat berarti bagi pembaca. Saran
dan kritik penulis harapkan, agar tulisan ini menjadi lebih
bercahaya.
Purwokerto, November 2012 PenulisRINGKASANKualitas air adalah
sifat-sifat air yang ditunjukkan dengan nilai dan atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, termasuk bahan pencemar, dan atau
komponen lain terkandung di dalam air. Kualitas air meliputi faktor
fisika dan kimia air. Faktor fisika meliputi; suhu, TSS, dan
kekeruhan, sedangkan faktor kimia meliputi: salinitas, pH, DO,
BOD5, COD, nitrat, fosfat serta logam berat Pb dan Cr. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kondisi kualitas
fisika-kimia air antar stasiun di sepanjang Sungai Donan Segara
Anakan, Cilacap; mengetahui status mutu air fisika-kimia di
sepanjang Sungai Donan Segara Anakan, Cilacap. Penelitian ini
menggunakan metode purposive random sampling dan pengambilan sampel
diulang sebanyak 4 kali dengan interval waktu 2 hari. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif, menggunakan uji F. Hasil penelitian
kualitas fisika dan kimia air pada setiap stasiun di sepanjang
Sungai Donan Segara Anakan Cilacap,menunjukkan tidak adanya
perbedaan nyata atau non significant (P5 mg/L (KEPMEN LH No.
51/2004).3) Biological Oxygen Demand (BOD5) Nilai BOD5 (Biological
Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik yang
diukur pada temperatur 20 0C. Proses oksidasi secara biologis
dibutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan proses senyawa
kimia. Proses biokimia terhadap bahan organik di dalam air
berlangsung dengan dua tahap, yaitu dengan penguraian karbon dan
dilanjutkan dengan penguraian biokimia dari bahan organik.
Pengukuran BOD5 berdasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik, yaitu senyawa yang dapat diuraikan
secara biologis seperti senyawa dalam limbah rumah tangga. Jumlah
senyawa yang telah diuraikan selama 5 hari akan mencapai kurang
lebih 70%, maka BOD5 dilakukan pengukuran selama 5 hari (Barus,
2002). Kandungan BOD5 diperairan disebabkan oleh meningkatnya bahan
organik baik dalam bentuk terlarut maupun koloid, akan menambah
beban pada kegiatan biologis (mikroorganisme) pada unit pengolahan
air buangan (Balitbang Industri, 1984). Kandungan BOD5 mempengaruhi
organisme akuatik. Makin tinggi kandungan BOD5 makin banyak
kandungan oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasinya. Jika
jumlah bahan organik dalam suatu perairan hanya sedikit, maka
bakteri aerob mudah memecahkan tanpa mengganggu keseimbangan
oksigen dalam air. Tetapi, jika dalam suatu perairan jumlah bahan
organik sangat banyak, maka bakteri pengurai akan berlipat ganda
karena terdapat banyak makanan dan menyebabkan kekurangan oksigen.
Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen
terlarut hingga suasana anoksik (Silalahi, 2009). Lebih lanjut
fardiaz (1992), menyatakan bahwa menurunnya oksigen terlarut
didalam air menyebabkan menurunnya kehidupan organisme perairan
karena organisme perairan tersebut banyak yang mati. Baku mutu BOD5
untuk biota perairan laut adalah 20 mg/L (KEPMEN LH No. 51/2004).
4) Chemical Oxygen Demand (COD)Chemical Oxygen Demand (COD) dalam
perairan menggambarkan keberadaan bahan-bahan organik, baik yang
dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun yang
sukar didekomposisi secara biologis (non biodegradable) (Effendi,
2003). Penentuan dan penilaian tingkat pencemaran air menggunakan
parameter COD (Chemical Oxygen Demand). Penilaian atau pengukuran
tersebut diperlukan untuk mengukur kebutuhan oksigen terhadap zat
organik yang mudah dan atau sukar dihancurkan secara oksidasi. Oleh
karena itu, dibutuhkan bantuan pereaksi oksidator yang kuat dalam
suasana asam. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian
biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi
senyawa-senyawa organik tersebut juga menurunkan kualitas air.
Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium
dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga
menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang
sama. Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi
biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD.
Sembilan puluh enam persen (96%) hasil uji COD yang selama 10
menit, kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari.
Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling
baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat
didekomposisi secara biologis maupun yang tidak (Kristianto, 2002).
Kadar COD yang tinggi dapat mempengaruhi berkurangnya
mikroorganisme di perairan (Bower, 1990). Baku mutu COD untuk biota
perairan laut adalah 80 mg/L (KEPMEN LH No. 51/2004).5) Nitrat
(NO3)Nitrat (NO3) adalah salah satu bentuk persenyawaan anorganik
yang terbentuk antara unsur nitrogen dengan oksigen. Nitrat
merupakan bagian nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae
serta merupakan bentuk nitrogen yang sangat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil (Bahri, 2006). Kandungan nitrat di perairan
dipengaruhi oleh jumlah bahan organik yang ada dan oleh banyak
sedikitnya produser primer dalam perairan tersebut. Nitrat juga
dipengaruhi oleh jenis tanah dan buangan yang masuk ke badan
perairan (Aryani, 2008). Kandungan nitrat yang terlalu tinggi dalam
suatu perairan dapat berhubungan dengan adanya kesuburan dalam
perairan (Poernomo, 1988).Sumber utama nitrat berasal dari erosi
tanah, limpasan dari daratan termasuk pupuk, dan limbah (Chester,
1990). Lebih lanjut Hutagalung dan Rozak (1997), menyatakan
distribusi horizontal senyawa kadar nitrat akan semakin tinggi
kearah pantai, dan kadar yang tinggi ditemukan di perairan muara.
Peningkatan kadar nitrat di perairan di sebabkan oleh masuknya
limbah domestik atau pertanian (pemupukan). Kandungan nitrat yang
tinggi juga dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak
terbatas (blooming), sehingga air kekurangan oksigen terlarut yang
dapat menyebabkan kematian ikan. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Prasanna (2010) di India, tingginya kandungan nitrat perairan
estuari Dhamra di India dipengaruhi juga oleh kegiatan antropogenik
sumber-sumber seperti limbah domestik dan pertanian, kandungan
nitrat di perairan tersebut sudah melampaui baku mutu yaitu sebesar
0,03 mg/L. Berdasarkan kriteria baku mutu nitrat untuk biota
perairan laut adalah 0,008 mg/L (KEPMEN LH No. 51/2004).6) Fosfat
(PO4)Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan
nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat organik biasanya
disebut soluble reactive phosphours, misalnya ortofosfat. Fosfat
organik banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung bahan
organik. Di perairan, bentuk unsur fosfat berubah secara
terus-menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk
organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba (Mackereth
et al.,1999). Lebih lanjut Poole et al., (2001), menyatakan bahwa
unsur fosfat dalam bentuk anorganik (polifosfat) terlarut dalam
perairan sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH. Berdasarkan
penelitian Susana dan Suyarso (2008) di perairan pesisir dan laut
sekitar Cirebon, bahwa keberadaan fosfat sebagai salah satu
komponen zat hara dalam perairan dapat berasal dari beberapa
sumber, antara lain dari limbah domestik (deterjen). Sungai
Sukalilo mengalir melalui perkotaan Cirebon sehingga buangan dari
limbah domestik yang berasal dari rumah tangga akan memperkaya
ketersediaan fosfat dalam sungai tersebut. Selain itu, senyawa
fosfat di perairan dipengaruhi oleh limbah pertanian, limbah
industri dan limbah antropogenik (Alaerts, 1987). Sesuai dengan
penelitian Martin et al., (2007) di India, bahwa distribusi
kandungan fosfat dipengaruhi terutama oleh masukan limbah yang
berasal dari aliran sungai dan adanya limbah
antropogenik.Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu ekositem
perairan akan mempengaruhi pertumbuhan algae dan tumbuhan air
lainnya secara cepat. Peningkatan yang menyebabkan terjadinya
penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi
anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan,
nitrit dan belerang (Barus, 2002). Berdasrkan kriteria baku mutu
fosfat untuk biota perairan adalah 0,015 mg/L (KEPMEN LH No.
51/2004).
7) Logam Berata. Timbal (Pb)Timbal (Pb) merupakan logam berat
yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh
benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis
(Suhendrayatna, 2001). Di perairan alami timbal bersumber dari
batuan kapur dan gelena dan ditemukan dalam bentuk terlarut dan
tersuspensi (Saeni, 1989; Manik, 2007; dan Effendi 2003). Kadar dan
toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas dan
kadar oksigen. Logam Pb dan persenyawaannya dapat masuk dan berada
dalam perairan terutama melalui limbah dari aktivitas antropogenik,
seperti industri, pertambangan, pertanian dan domestik. Timbal
banyak digunakan dalam industri misalnya sebagai zat tambahan bahan
bakar, pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama
peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995). Lebih lanjut Logan
(2002), menyatakan bahwa masuknya logam Pb dalam perairan yang
disebabkan oleh proses alami pengaruhnya tidak signifikan terhadap
kondisi ekologis dan biologis dibandingkan akibat aktivitas
antropogenik. Berdasarkan kriteria baku mutu logam timbal (Pb)
untuk biota perairan laut adalah 0,008 mg/L (KEPMEN LH No.
51/2004).b. Chromium (Cr)Chromium (Cr) merupakan logam berat yang
banyak digunakan dalam bidang industri dan bidang lainnya, dimana
terintegrasi dalam molekul zat pewarna tekstil dalam jumlah yang
cukup signifikan (Smith, 1988; Diantarian, 2010). Pada badan
perairan chromium dapat masuk melalui 2 cara yaitu secara alamiah
dan non-alamiah. Masuknya chromium secara alamiah dapat terjadi
karena beberapa faktor fisika, seperti erosi (pengikisan) yang
terjadi pada batuan mineral. Di samping itu, debu-debu dan
partikel-partikel chromium di udara akan terbawa turun oleh air
hujan. Masuknya chromium secara non-alamiah lebih merupakan dampak
dari aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri
sampai buangan rumah tangga. Sumber-sumber masukan logam chromium
ke badan perairan yang paling umum dan diduga paling banyak berasal
secara non-alamiah yaitu dari kegiatan perindustrian (khusunya
industri semen yang merupakan sumber pencemar Cr udara yang
potensial), kegiatan rumah tangga, dan dari pembakaran serta
mobilisasi bahan bakar (Palar, 2008). Logam chromium, jika
keberadaannya melebihi ambang batas yang diperbolehkan dapat
membahayakan lingkungan, termasuk manusia (Suprapti, 2008).
Berdasarkan kriteria baku mutu logam chromium (Cr) untuk biota
perairan laut adalah 0,05 mg/L (PP No. 82. Th 2001).2.5. Pemantauan
Kualitas AirDidalam sistem lingkungan daerah aliran sungai,
terdapat empat sistem lingkungan yang saling berinteraksi satu sama
lain, yaitu ; (1) lingkungan industri, (2) lingkungan pemukiman,
(3) lingkungan produksi dan (4) lingkungan perlindungan. Pencemaran
perairan sungai pada umumnya dapat disebabkan oleh bahan organik
dan anorganik yang merupakan dampak negatif dari kegiatan pada
lingkungan industri, lingkungan pemukiman, lingkungan produksi dan
lingkungan perlindungan (Hariyadi, 1997). Berdasarkan Laporan
Pemantauan Kualitas Air Laut (2011), bahwa hasil pemantauan
terhadap industri perlu melakukan pengolahan limbah sebelum
membuang langsung ke dalam perairan sungai, laut maupun danau
supaya daya dukung badan air terhadap beban yang masuk tidak
melampaui daya dukungnya untuk memperbaharui diri. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 pasal 8 tentang Klasifikasi
dan Kriteria Mutu Air, menurut mutunya air diklasifikasikan ke
dalam empat kelas, yaitu : 1) Kelas I yaitu air yang dapat
digunakan untuk air baku, air minum, dan atau peruntukkan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 2)
Kelas II yaitu air yang dapat digunakan untuk prasarana / sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertamanan, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.3) Kelas III yaitu air
yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukkan
lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.4)
Kelas IV yaitu air yang dapat digunakan untuk mengairi pertamanan,
dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.Pemantauan kualitas air sangat diperlukan
dalam aspek lingkungan perairan. Lebih lanjut Haryati (1990),
menyatakan bahwa kualitas air merupakan salah satu aspek yang makin
banyak mendapat perhatian pengelolaan sumber daya air, disamping
aspek kuantitas. Buangan dari kegiatan yang ada disekitar perairan
menyebabkan kualitas air dari perairan itu berubah. Perubahan
kualitas air menyebabkan nilai guna perairan menurun atau rusak
serta tidak mendukung kehidupan organisme yang ada didalamnya.
III. MATERI DAN METODA3.1. Materi Penelitian3.1.1. AlatAlat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perahu, ice box, botol aqua
600 mL, botol winkler 250 mL, buret merek Pyrex 50 mL dengan
ketelitian 0,05 mL statif, erlenmeyer, pipet tetes, gelas ukur 100
mL, 50 mL dan 10 mL, beker glass, thermometer celcius, aluminium
foil, GPS 3 plus merek Garmin, spektrofotometer, pemanas air merk
Maspion Elektrik Stove S-300, oven merek Jeio Tech, timbangan
digital merek Explorer Ohaus ketelitian 0,1 mg, turbidimeter merk
Lamote Model 2005, kertas indikator pH universal dengan ketelitian
1, hand refraktometer Atago, perangkat AAS merek Hitachi Zeeman
800.3.1.2. BahanBahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampel air, larutan MnSO4, larutan KOH-KI, larutan H2SO4
pekat, indikator amilum 0,5%, larutan Na2S2O3 0,025 N (untuk O2
terlarut dan BOD); larutan KMnO4 0,01 N, larutan asam oksalat 0,01
N, larutan H2SO4 4 N (untuk COD); dan kertas Whatman no. 41 (untuk
TSS); larutan standar fosfat, larutan SnCl2, amonium molibdate
(untuk fosfat); larutan standar nitrat, larutan brusin, akuades
(untuk nitrat); larutan HNO3 pekat, larutan HCl pekat, akuabides
(untuk preparasi sampel); larutan standar Pb dan Cr (untuk analisis
kandungan logam berat).
3.2. Metoda Penelitian3.2.1. Metoda dan Teknik Pengambilan
SampelMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survey. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Purposif
Random Sampling (mewakili daerah sekitarnya). Purposive random
sampling adalah pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas
ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan
yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Nugroho, 2007). Lokasi penelitian meliputi
empat stasiun pengambilan sampel di sungai Donan Segara Anakan
Cilacap. Penentuan stasiun-stasiun pengambilan sampel berdasarkan
pada kondisi lingkungan di sungai Donan dan keberadaan sumber bahan
pencemar. Pengambilan sampel air dilakukan secara komposit pada
saat pasang dan surut, serta pengambilan sampel diulang sebanyak
empat kali dengan interval waktu 2 hari. Lokasi dan deskripsi
stasiun-stasiun pengambilan sampel tersebut disajikan dalam Tabel
2.Tabel 1. Lokasi stasiun-stasiun pengambilan
sampel:StasiunLokasiDeskripsi
IHulu Sungai Donan di sekitar Desa Tritih KulonHutan mangrove,
pemukiman, dan areal pertambakan
IIPerairan sekitar PT. Semen Holcim Indonesia Tbk.Industri semen
(proses produksi semen dan distribusi bahan baku semen)
IIIPerairan sekitar Pertamina Unit Pengolahan IVPengilangan
minyak, bongkar muat minyak mentah di areal, dan pengolahan
minyak
IVHilir Sungai Donan di perairan setelah Pelabuhan SlekoTempat
aktivitas pelayaran untuk industri, transportasi umum, dan
kapal-kapal nelayan Apong, serta terdapat pemukiman dan
pertanian
073946,47LS-1090158,42BT
074045,88LS-109050,06BT
Sungai Donan
074147,39LS-1085935,29BT
074333,56LS-1085939,97BT
SKALA 1 : 15 000 (070 43 52 S)Kedalaman disebut dengan meter dan
disurutkan sampai Rata-Rata Air Terendah 11 dm dibawah Duduk
Tengah.Ketinggian disebut dengan meter dan dihitung terhadap Duduk
Tengah.Proyeksi : MercatorSpheroida : World Geodetic System
1984Sumber Data : Dipetakan oleh Hidrogafi Indonesia tahun 1954,
survei Kali Donan da Alur Pelayaran Cilacaptahun 1973, 1983, 1985,
1992, 1993, dan Survei Cilacap tahun 2007Diperbarui oleh Dinas
Hidro-Oseanografi tahun 2009
Gambar 1. Peta Stasiun Pengambilan Sampel (Sumber: Tentara
Nasional Angkatan Laut Dinas Hidro-Oseanografi)
3.2.2. Parameter PenelitianParameter yang diukur pada penelitian
ini meliputi; suhu air, kekeruhan, Total Suspended Solid (TSS),
salinitas, Potensial of Hydrogen (pH), oksigen terlarut, Biological
Oxygen Demand (BOD5), Chemical Oxygen Demand (COD), nitrat, fosfat
serta logam berat Pb dan Cr.
3.2.3. Prosedur Penelitian3.2.3.1. Pengambilan dan Pengawetan
sampel airSampel air diambil dengan menggunakan botol winkler 250
mL dan botol sampel 600 mL. Pengambilan sampel air dilakukan dengan
secara hati-hati agar tidak ada gelembung udara yang masuk. Sampel
air dapat diukur secara insitu dan eksitu. Pengambilan sampel air
untuk analisis yang bersifat insitu (langsung diukur di lapangan)
tidak dilakukan pengawetan, meliputi pH, suhu, salinitas, oksigen
terlarut, sedangkan pengambilan sampel air untuk analisis yang
bersifat eksitu (pengamatan di laboratorium) didinginkan dalam ice
box meliputi kekeruhan, Biological Oxygen Demand (BOD5), Chemical
Oxygen Deman (COD), nitrat (NO3), fosfat (PO4), Total Suspended
Solid (TSS) serta logam berat Pb dan Cr.3.2.3.2. Pengukuran Sifat
Fisika dan KimiaBermacam faktor fisika dan kimia seperti suhu,
kekeruhan, Total Suspended Solid (TSS), salinitas, Potensial of
Hydrogen (pH), oksigen terlarut, Biological Oxygen Demand (BOD5),
Chemical Oxygen Demand (COD), nitrat (NO3), fosfat (PO4), serta
logam berat Pb dan Cr.a. Suhu Suhu air diukur dengan metoda
Pemuaian/Thermometer Celcius (APHA, 2005). Pengukuran dilakukan
menggunakan termometer Celcius yang memiliki tingkat ketelitian 1
0C. Untuk mengukur suhu air, termometer digantung menggunakan
seutas tali, kemudian dicelupkan ke dalam air dan ditunggu selama
10 menit sampai skala pada termometer menunjukkan angka konstan.
Angka yang tertera pada termometer dicatat sebagai data.b.
KekeruhanKekeruhan diukur dengan menggunakan turbidimeter (APHA,
2005) merk lamote model 2005. Caranya turbidimeter dikalibrasikan
dahulu dengan larutan standar yang ada (0,5 dan 5,0 NTU), setelah
itu kuvet diisi dengan air contoh sampai batas yang sudah
ditentukan, diukur dan dicatat hasilnya.c. Total Suspended Solid
(TSS)Total Suspended Solid atau jumlah padatan tersuspensi diukur
dengan metoda Gravimetri (APHA, 2005). Pengukuran dilakukan
menggunakan Kertas Whatman No. 41. Kertas tersebut, terlebih dahulu
dibilas dengan akuades, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
suhu 103 105o C selama 1 jam, kemudian didinginkan selama 15 menit
dan ditimbang beratnya (Nilai B). Sampel air diambil sebanyak 100
mL dan disaring dengan kertas tersebut. Setelah disaring, kertas
tersebut dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 103 105o C selama
1 jam, kemudian didinginkan selama 15 menit dan ditimbang beratnya
(Nilai A).Besarnya TSS dihitung dengan rumus:
TSS =
keterangan :A= berat cawan porselen setelah diberi sampel airB=
berat cawan porselen sebelum diberi sampel airC= volume sampel air
yang disaring (100 mL)
d. SalinitasSalinitas diukur dengan metoda Konduktivitimetri
(APHA, 2005). Pengukuran dilakukan menggunakan hand refractometer
yang memiliki tingkat ketelitian 1 per mil (ppt). Hand
refractometer sebelum digunakan dikalibrasi terlebih dahulu
menggunakan akuades, kemudian skala hand refractometer disesuaikan
pada nilai nol (0). Pengukuran dilakukan dengan meneteskan 3-4
tetes air sampel pada bagian sensor hand refractometer dan
dilakukan pengamatan secara mendatar untuk melihat batas skala yang
terlihat pada alat. Hasilnya dicatat sebagai data.e. Potensial of
Hydrogen (pH)Nilai pH air diukur menggunakan metode
Konduktivitimetri atau dengan ketas indikator pH (APHA, 2005).
Ambil kertas indikator pH kemudian di celupkan ke dalam air sungai
selama beberapa menit ( 3 menit ). Kemudian perubahan warna yang
terjadi pada kertas pH tersebut dicocokkan dengan warna skala dan
dicatat hasilnya.f. Oksigen terlarut (DO)Oksigen terlarut (DO)
diukur dengan metoda Winkler (APHA, 2005). Pengukuran dilakukan
dengan mengambil sampel air menggunakan botol Winkler sebanyak 250
mL. Pengambilan sampel air dilakukan dengan hati-hati, agar jangan
sampai terjadi gelembung udara dalam botol. Sampel air dalam botol,
ditambah MnSO4 dan KOH-KI masing-masing sebanyak 1 mL. Botol sampel
ditutup, lalu dihomogenkan dengan membolak-balikkan botol sebanyak
15 kali dan didiamkan beberapa saat sampai terbentuk endapan yang
berwarna coklat. Setelah terbentuk endapan, kemudian ke dalam botol
tersebut ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1 mL. Botol kemudian
ditutup dan dihomogenkan kembali sampai semua endapan larut. Sampel
tersebut, selanjutnya diambil sebanyak 100 mL dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan indikator amilum 0,5 %
sebanyak 10 tetes yang menyebabkan warnanya berubah menjadi biru
tua. Selanjutnya, dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai warna
biru tepat hilang. Volume Na2S2O3 yang dipergunakan untuk titrasi
dicatat. Kandungan O2 terlarut dihitung dengan rumus :
Kandungan O2 = keterangan :p = volume larutan Na2S2O3 yang
dipakai untuk titrasiq = normalitas larutan Na2S2O3 0,025 N8 =
bobot setara O2100 = Volume air sampel (mL)
g. Biological Oxygen Demand (BOD5)Biological Oxygen Demand
(BOD5) diukur dengan menggunakan metode Winkler (APHA, 2005).
Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel air menggunakan botol
Winkler sebanyak 500 mL. Sampel air tersebut, kemudian diencerkan
sebesar 20 % - 50 % dengan akuades sampai volumenya menjadi 500 mL.
Sampel air yang telah diencerkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam
dua buah botol BOD5 sampai penuh, masing-masing untuk pengukuran DO
sampel nol hari dan DO sampel lima hari. Untuk satu botol pertama,
baik dari botol sampel maupun botol blanko langsung diukur
kandungan O2 terlarutnya (prosedur yang dilakukan sama dengan
pengukuran O2 terlarut) yang dinyatakan dengan DO nol hari (A0 dan
S0). Untuk botol kedua, baik dari botol blanko dilakukan inkubasi
selama 5 hari pada suhu 200 0C. Setelah hari ke-5, baru diukur
kandungan O2 terlarutnya yang dinyatakan dengan DO lima hari (A5
dan S5).Rumus perhitungan BOD5 adalah sebagai berikut :
BOD5 = keterangan :A0 = O2 terlarut sampel pada nol hariA5 = O2
terlarut sampel pada lima hariS0 = O2 terlarut blanko pada nol
hariS5 = O2 terlarut blanko pada lima hariT = persen perbandingan
antara A0 : S0P = derajat pengenceran
h. Chemical Oxygen Demand CODChemical Oxygen Demand (COD) diukur
dengan menggunakan metode Permanganat/Peralatan titrasi (Soetarto,
1988). Pertama-tama sampel air diambil dengan botol sampel dan bila
perlu lakukan pengeceran (tingkat pengenceran tergantung kondisi
sampel air yang akan diteliti, misalnya dapat 0,05%; 0,01% atau
bahkan lebih kecil lagi, khususnya untuk sampel air dari limbah
industri tertentu). Kemudian ditempatkan ke dalam labu erlenmeyer
sebanyak 100 mL dan kedalamnya ditambahkan sebanyak 5 mL larutan
H2SO4 4 N dan 10 mL larutan KMnO4 0,01 N. Lalu didihkan selama 10
menit dan setelah dingin ditambahkan sebanyak 10 mL larutan asam
oksalat 0,01 N. Selanjutnya titrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N
sampai terbentuk larutan yang berwarna merah mudah (ros). Untuk
blanko diperlakukan sama dengan sampel air. Sedangkan untuk faktor
koreksinya yaitu, pertama-tama akuades diambil sebanyak 100 mL dan
ditempatkan kedalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan sebanyak
5 mL larutan H2SO4 4 N dan 10 mL larutan asam oksalat 0,01 N. Lalu
digoyang-goyang hingga merata diamkan selama 10 menit. Tetrasi
dengan larutan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk larutan yang berwarna
merah mudah (ros).COD diukur menggunakan metode
Permanganat/Peralatan titrasi (Soetarto, 1988) dengan rumus :
Kadar COD = keterangan :a= mL KMnO4 yang terpakaiF= faktor
koreksi KMnO4 31, 6= berat equivalen KMnO4
F =
Nilai COD sampel dan blanko dihitung dengan rumus :
COD = x [(10 - a) F 10] x 0,01 x 31,6 mg/L
keterangan :a= volume larutan KMnO4 yang dipakai untuk
titrasi0,01= normalitas larutan KMnO4 31,6= bobot setara KMnO4F=
faktor koreksi
Nilai COD akhir dihitung dengan rumus :
COD akhir = i. Nitrat (NO3)Nitrat diukur menggunakan metode
Brussin (Anonymous, 2003). Disiapkan larutan baku nitrat 2 ppm,
diambil masing-masing sebanyak 0,5; 1,5; 2,5; 3,5; dan 5,0 mL dan
diencerkan dengan akuades menjadi 5 mL. Kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditempatkan dalam bak air yang dingin serta
tambahkan larutan brussin 0,5 mL. Selanjutnya ditambahkan larutan
H2SO4 pekat. Lalu diukur menggunakan spektrofotometer sampai muncul
absorbansi larutan standar nitrat pada panjang gelombang 410 nm.
Untuk sampel air, diambil sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Setelah itu, tambahkan 0,5 mL larutan brussin
dan 10 mL H2SO4 pekat. Absorbansi dari air sampel diukur
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm.
Setelah diketahui nilai konsentrasi dan absorban dari larutan
standar dan air sampel, kemudian dimasukkan ke dalam plot grafik
dan diukur nilai kandungan nitrat. Hasil yang diperoleh dicatat.j.
Fosfat (PO4)Fosfat diukur menggunakan metode Stannous Chloride
(Anonymous, 2003). Disiapkan larutan baku fosfat 2 ppm, diambil
masing-masing sebanyak 0,5; 1,5; 2,5; 3,5; dan 5,0 mL dan
diencerkan menjadi 5 mL. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan di taruh di dalam bak air yang dingin serta tambahkan larutan
0,25 mL SnCl2 dan 0,25 mL larutan NH4- molibdat dan ditunggu selama
10 menit. Kadar absorban dari larutan standar fosfat diukur
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 650 nm. Untuk
sampel air, diambil sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Selanjutnya ditambahkan 0,25 mL larutan SnCl2 dan 0,25 mL
larutan NH4- molibdat, dan ditunggu selama 10 menit. Kadar absorban
dari air sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 650 nm. Setelah diketahui konsentrasi dan nilai
absorban dari larutan standar dan air sampel, nilai tersebut
dimasukkan ke dalam plot grafik dan diukur kandungan fosfat. Hasil
yang diperoleh dicatat.k. Logam BeratKandungan logam Pb dan Cr
dalam media air diukur dengan metode Flame Atomic Absorption
Spectrometry (Elmer, 1996). Sampel air diambil pada bagian
permukaan secara komposit sebanyak 250 mL. Sampel air dimasukkan
dalam botol sampel dan diberi label. Untuk mengikat logam berat, pH
air sampel diturunkan menjadi 1 atau 2 dengan cara menambah 0,75 mL
HNO3 pekat (15 tetes), kemudian didinginkan dengan ice box.
Selanjutnya, dilakukan analisis di laboratorium (Dolaria, 2004).
Tahap Preparasi Sampel Air untuk AnalisisSampel air diambil
sebanyak 50 mL, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 mL. Sampel tersebut, selanjutnya
dipanaskan pada suhu 80oC, sampai volumenya menjadi 20 Ml dan
terjadi perubahan warna dari yang semula keruh menjadi jernih
(larutan dijaga jangan sampai mendidih). Setelah itu, sampel
didinginkan dan ditambah 10 mL HCl pekat, kemudian dihangatkan.
Selanjutnya, sampel disaring menggunakan kertas Whatman No. 41 dan
ditambah akuabides, hingga volume sampel menjadi 50 mL. Filtrat
yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol sampel dan siap untuk
dianalisis dengan menggunakan alat AAS (Elmer, 1996). Pembuatan
Larutan Standar Logam Pb dan Cr Larutan standar logam Pb dan Cr
diperlukan untuk mengetahui persamaan dari kurva standar logam Pb
dan Cr yang digunakan untuk menghitung kandungan logam Pb dan Cr
dari sampel yang dianalisis. Larutan standar Pb dan Cr 1000 mg/l,
dibuat dengan melarutkan Pb(NO3)2 (untuk logam Pb), Cr(NO3)2 (untuk
logam Cr) sebanyak 0,15984 g dalam 100 mL asam nitrat 0,1 N.
Selanjutnya, larutan tersebut diencerkan dan dibuat dalam berbagai
konsentrasi, yaitu 0,25; 0,50; 1,00; 2,00; 3,00; 4,00; 5,00 mg/L,
kemudian masing-masing konsentrasi diukur absorbansinya menggunakan
alat AAS (Atomic Absorption Spectrometry) dan akan diperoleh kurva
standar masing-masing logam (Elmer, 1996). Pengukuran Kandungan
Logam Pb dan CrFiltrat hasil preparasi, masing-masing dihisap
dengan selang respirator sebanyak 20 mL dan dimasukkan ke dalam
nabulyzer, kemudian dikabutkan dan diuapkan. Uap yang terbentuk
dibakar dengan nyala api burner dan diikuti terjadinya proses
atomisasi, kemudian disinari dengan sinar katoda pada panjang
gelombang tertentu. Logam Pb diukur pada panjang gelombang 217 nm
dan kuat arus 5 mA dan logam Cr 357 nm dan kuat arus 10 mA. Hasil
serapan lampu akan ditangkap oleh detektor. Nilai absorban sampel
maupun larutan standar akan muncul pada layar AAS, disertai
persamaan garis (Elmer, 1996). Perhitungan kandungan logam dalam
sampel menggunakan rumus:
Kandungan Logam = mg/lketerangan:A= ppm pembacaanB= volume akhir
hasil ekstraksi (50 mL)C= berat sampel awal
3.3. Waktu dan TempatPengambilan sampel air dilakukan pada bulan
Agustus 2012 di Sungai Donan Segara Anakan, Cilacap dan analisis
sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Dinas
Kesehatan Purbalingga (analisis kekeruhan dan nitrat), Laboratorium
Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNSOED Purwokerto
(analisis fosfat), Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia
Fakultas MIPA UGM Yogyakarta (analisis logam Pb dan Cr), dan di
Laboratorium Akuatik Jurusan Perikanan dan Kelautan UNSOED
Purwokerto (analisis kualitas air lainnya).3.4. Analisis DataData
kualitas fisika kimia air di sepanjang sungai Donan Segara Anakan,
Cilacap dianalisis dengan:1) Analisis deskriptif komparatif
menggunakan diagram batang untuk mengetahui kandungan kualitas
fisika-kimia air antar stasiun dibandingkan dengan standar baku
mutu kualitas air untuk kehidupan biota laut (Kepmen No. 51 tahun
2004) (Tabel 2) dan kualitas air dari ketetapan pemerintah (PP No.
82 th 2001) (Tabel 3).2) Analisis statistik Analisis of Varians
(ANOVA) menggunakan uji F untuk mengetahui perbedaan kualitas
fisika kimia air antar setiap stasiun, apabila hasilnya berbeda,
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata terkecil (BNT), sehingga
diketahui kualitas fisika kimia air pada stasiun yang berbeda.Tabel
2. Baku mutu air laut untuk biota Laut (Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004)No.ParameterSatuanBaku
Mutu
1.SuhuC28-31
2.KekeruhanNTU< 5
3.TSSmg/L20
4.Ph-7-8,5
5.Salinitasppt15 32
6.Oksigen Terlarutmg/L> 5
7.BOD5mg/L< 20
8.CODmg/L< 80,00
9.Nitratmg/L < 0,008
10.Fosfatmg/L< 0,015
11.Logam Pbmg/L0,008
Tabel 3. Kriteria Kualitas Air dari Ketetapan
PemerintahNo.ParameterSatuanBaku MutuSumber
1.Logam Crmg/L0,05PP No. 82 (2001)
2