Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri lutut anterior merupakan gangguan muskuloskeletal yang sering ditemukan pada anak-anak, remaja dan orang dewasa. Hal ini berdampak pada kegiatan olahraga dan aktivitas mereka sehari-hari, yaitu sejumlah anak dan remaja harus membatasi kegiatan mereka di lapangan olahraga serta aktivitas fisik lainnya. Bahkan, kondisi ini ternyata juga dapat mempengaruhi hingga 25% dari semua olahragawan. 1 Ada beberapa jenis olahraga yang dilaporkan sering menimbulkan nyeri lutut anterior. Pelari, pelompat, peski dan pesepak bola memberikan beban yang lebih berat terhadap lutut mereka sehingga membuat mereka rentan untuk mengalami nyeri lutut anterior. 2 Nyeri lutut anterior sendiri bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: dislokasi patela, cedera, penggunaan ekstremitas bawah yang berlebihan, ketidakseimbangan atau kelemahan otot paha, dan kaki 1
46

Skripsi Anatomi

May 09, 2023

Download

Documents

Dvora Levy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skripsi Anatomi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri lutut anterior merupakan gangguan

muskuloskeletal yang sering ditemukan pada anak-anak,

remaja dan orang dewasa. Hal ini berdampak pada

kegiatan olahraga dan aktivitas mereka sehari-hari,

yaitu sejumlah anak dan remaja harus membatasi kegiatan

mereka di lapangan olahraga serta aktivitas fisik

lainnya. Bahkan, kondisi ini ternyata juga dapat

mempengaruhi hingga 25% dari semua olahragawan.1 Ada

beberapa jenis olahraga yang dilaporkan sering

menimbulkan nyeri lutut anterior. Pelari, pelompat,

peski dan pesepak bola memberikan beban yang lebih

berat terhadap lutut mereka sehingga membuat mereka

rentan untuk mengalami nyeri lutut anterior.2

Nyeri lutut anterior sendiri bisa disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti: dislokasi patela, cedera,

penggunaan ekstremitas bawah yang berlebihan,

ketidakseimbangan atau kelemahan otot paha, dan kaki

1

Page 2: Skripsi Anatomi

datar.2 Para peneliti telah menemukan bahwa terjadinya

dislokasi patelofemoral, yang merupakan salah satu

faktor penyebab nyeri lutut anterior, dapat juga

dipengaruhi oleh struktur ekstremitas bawah seseorang.

Dalam hal ini, diketahui bahwa sudut kuadriseps (sudut

Q) memiliki peranan penting terhadap terjadinya

dislokasi patelofemoral yang akhirnya menyebabkan nyeri

lutut anterior.3,4

Sudut Q adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan

dari garis yang menghubungkan pusat patela dan spina

iliaka anterior superior (SIAS), dan garis yang

menghubungkan pusat patela dan pusat tuberositas tibiae

(TT).4,5 Sejauh ini, sudut Q telah dihubungkan dengan

sindroma nyeri lutut anterior, hipermobilitas sendi,

ganggguan patelofemoral, subluksasi patela dan

kondromalasia.3,6,7 Berdasarkan pengertian sudut Q yang

telah dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa besar

sudut Q dipengaruhi oleh letak SIAS, patela dan TT.

Para ahli berkata bahwa posisi TT lebih besar

pengaruhnya terhadap besar sudut Q dibandingkan dengan

SIAS. Alasannya adalah karena pengaruh perbedaan jarak

2

Page 3: Skripsi Anatomi

antara ketiga titik yang membentuk sudut tersebut,

yaitu titik TT, patela dan SIAS. Jarak antara TT dan

patela lebih dekat dibandingkan jarak antara patela

dengan SIAS.8 Inilah yang menyebabkan pada beberapa

penelitian selanjutnya, posisi TT secara khusus

digunakan untuk menilai gangguan patelofemoral dan

dihubungkan dengan beberapa gangguan lutut, seperti:

osteoartritis patelofemoral (OA-PF) dan nyeri lutut

anterior.8-11 Didapati bahwa para penderita OA-PF dan

nyeri lutut anterior memiliki TT yang posisinya

cenderung lebih ke arah lateral dibandingkan dengan

yang tidak menderita OA-PF dan nyeri lutut anterior.8-11

Karena itu, penilaian posisi TT pada seseorang juga

dapat menilai mekanisme patelofemoral orang tersebut

dan memiliki nilai penting sebagai salah satu faktor

risiko terjadinya gangguan patelofemoral, terutama bagi

para olahragawan yang memberi beban yang lebih berat

terhadap lutut mereka.

Dalam penelitian juga ditemukan bahwa pada perempuan

posisi TT cenderung lebih ke arah lateral dibandingkan

dengan laki-laki. Hal ini membuat perempuan lebih

3

Page 4: Skripsi Anatomi

rentan mengalami gangguan patelofemoral dibandingkan

laki-laki.8 Karena itu dalam penelitian yang dilakukan,

penulis mengambil mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) angkatan 2010 untuk

dilakukan pemeriksaan posisi TT terhadap garis

mediolateral sendi lutut, sehingga dapat diperoleh

gambaran mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah: bagaimana posisi TT terhadap

garis mediolateral sendi lutut pada mahasiswi Fakultas

Kedokteran UNSRAT angkatan 2010?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran posisi TT terhadap garis

mediolateral sendi lutut pada mahasiswi Fakultas

Kedokteran UNSRAT angkatan 2010.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui gambaran posisi TT terhadap garis

mediolateral sendi lutut dalam kelompok umur, berat

badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh dan suku.

4

Page 5: Skripsi Anatomi

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu sebagai

referensi dalam pengembangan penelitian mengenai TT

serta untuk mengetahui rata-rata posisi TT pada

mahasiswi Fakultas Kedokteran UNSRAT angkatan 2010.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu untuk

mengetahui apakah posisi TT pada mahasiswi Fakultas

Kedokteran UNSRAT angkatan 2010 dapat menjadi faktor

risiko terjadinya gangguan patelofemoral pada mahasiswi

tersebut (apakah cenderung ke arah lateral atau tidak),

sehingga pencegahan terhadap terjadinya gangguan

patelofemoral, terutama yang berhubungan dengan posisi

TT, dapat dilakukan sejak dini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sudut Kuadriseps (Sudut Q)

Berbagai pemahaman dan sumber yang membahas mengenai

anatomi dan biomekanik sendi lutut sangat dibutuhkan

5

Page 6: Skripsi Anatomi

dalam evaluasi fungsi lutut. Dilaporkan bahwa ada

sebuah sudut yang memiliki pengaruh terhadap evaluasi

fungsi lutut yaitu sudut Q. Sudut Q didefinisikan

pertama kali oleh Brattstrom. Brattstrom

mendeskripsikan sudut Q sebagai sebuah sudut dengan

patela sebagai apeks dan terbentuk di antara ligamentum

patela dan perpanjangan garis yang dibentuk oleh gaya

resultan otot kuadriseps femoris.4 Sudut ini dapat

menunjukkan besarnya tarikan ke arah lateral yang

diberikan kepada patela.5 Pada perkembangan

selanjutnya, diketahui bahwa sudut Q dibentuk oleh

perpotongan dari garis yang menghubungkan pusat patela

dan SIAS, dan garis yang menghubungkan pusat patela dan

pusat tuberositas tibiae (TT).4,5 Dari penjelasan di

atas ditemukan 3 titik yang digunakan dalam pengukuran

sudut Q, yaitu pusat patela, SIAS dan pusat TT. Ketiga

titik ini dapat dilihat pada Gambar 1.

6

Page 7: Skripsi Anatomi

Gambar 1. Sudut Kuadriseps (Sudut Q)8

B. Sendi Lutut, Ligamentum Patela dan Muskulus

Kuadriseps Femoris

Sendi lutut tersusun dari dua persendian, yakni

sendi patelofemoral dan sendi tibiofemoral. Sendi

patelofemoral berfungsi sebagai troklea untuk kelompok

M. kuadriseps femoris. Sedangkan sendi tibiofemoral

menyangga berat tubuh.12 Gambaran sendi lutut dapat

dilihat pada Gambar 2.

7

Page 8: Skripsi Anatomi

Gambar 2. Sendi lutut pada posisi fleksi 90o, dilihatdari ventral13

Pada sendi patelofemoral, terdapat ligamentum patela

dan muskulus kuadriseps femoris yang menentukan

besarnya tarikan ke arah lateral yang diberikan kepada

patela.5 Hubungan antara ligamentum patela, patela dan

muskulus kuadriseps femoris dapat dilihat pada Gambar

3. Ligamentum patela menarik dan muskulus kuadriseps

femoris memfiksasi patela sehingga dapat tetap berada

di tempatnya.

8

Page 9: Skripsi Anatomi

Gambar 3. Posisi ligamentum patela, patela dan muskuluskuadriseps femoral pada kaki kanan, dilihat dari

ventral13

Muskulus kuadriseps femoris dibentuk dari 4 otot,

yaitu M. rektus femoris, M. vastus lateralis, M. vastus

intermedius dan M. vastus medialis. Keempat otot ini

berhubungan dengan patela melalui tendon kuadriseps dan

memberi gaya tarikan terhadap patela.14 Sedangkan

ligamentum patela menghubungkan patela dengan TT

sehingga juga memberikan tarikan ke arah lateral pada

patela. Keempat otot ini dapat dilihat pada Gambar 4

dan Gambar 5.

9

Page 10: Skripsi Anatomi

Gambar 4. M. rectus femoris, M. vastus lateralis dan M.

vastus medialis13

10

Page 11: Skripsi Anatomi

Gambar 5. M. vastus intermedius; lapisan dalam setelahM. rectus femoris disingkirkan13

Besarnya tarikan yang diberikan oleh muskulus

kuadriseps femoris dan ligamentum patela ditentukan

oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya posisi

patela, SIAS, dan TT. Patela merupakan tulang sesamoid

segitiga dengan diameter sekitar 5 cm, yang terletak di

bagian depan lutut dalam tendon insersio M. kuadriseps

ekstensor femoris. Spina iliaka anterior superior

adalah tonjolan tulang tumpul pada pinggir anterior

ilium, yang membentuk ujung anterior krista iliaka.

Tuberositas tibiae adalah daerah kasar dan menonjol

yang memanjang secara longitudinal pada krista anterior

tibiae yang terletak tepat di bagian distal eminensia

interkondilaris, dan memberikan penekanan pada

ligamentum patelaris.15

C. Pergerakan Sendi Lutut

Prinsip pergerakan dari sendi femorotibial adalah

fleksi dan ekstensi. Mekanisme yang dilakukan sendi

lutut ini sedikit berbeda dengan gerakan engsel yang

sebenarnya, sebab pada sendi gerakan persendian lutut

11

Page 12: Skripsi Anatomi

ini disertai sedikit gerakan meluncur ke depan dan ke

belakang oleh kepala tibia, dan dengan torsi atau

rotasi pada derajat tertentu dari tibia pada sumbu

longitudinal. Oleh karena gerakan meluncur antara femur

dan tibia, persendian yang dibentuk oleh permukaan

persendian tibia dan meniskus tidak hanya berputar pada

sumbu transversal melewati kondilus femoralis, tetapi

juga pada sumbu lainnya tergantung posisi lutut.16

Posisi semifleksi memungkinkan gerakan berputar yang

paling besar, dan ini adalah posisi dengan

ketidakstabilan terbesar. Dalam ekstensi lengkap,

seperti pada posisi berdiri, sendi terkunci dengan kuat

oleh gerakan ke arah lateral dan gerakan berputar dari

femur. Sedangkan dalam proses ekstensi menjadi fleksi,

rotasi ke arah lateral oleh tibia, yang ditemukan pada

posisi ekstensi, akan menghilang sebelum posisi

semifleksi tercapai. Pada posisi fleksi penuh, ligamen

kolateral dan posterior relaksasi, dan dapat terjadi

sedikit gerakan berputar dari tibia terhadap femur.

Rotasi medial yang berlebihan ditahan oleh ligamen

cruciatum, dan rotasi lateral ditahan oleh ligamen

12

Page 13: Skripsi Anatomi

lateral. Gerakan adduksi, abduksi dan lateral dari

tibia tidak terjadi pada lutut yang normal, tetapi

gerakan-gerakan ini dapat terjadi pada lutut dalam

keadaan abnormal dan dapat diakibatkan karena robeknya

ligamen kolateral dan cruciatum.16 Gambaran sendi lutut

dalam posisi ekstensi dan fleksi dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Sendi lutut dalam posisi ekstensi dan fleksi;dilihat dari medial13

Letak-letak ligamen pada sendi lutut dilihat dari

proksimal dapat dilihat pada Gambar 7.

13

Page 14: Skripsi Anatomi

Gambar 7. Letak-letak ligamen pada sendi lutut dilihatdari proksimal13

D. Penerapan Sudut Q dalam Berbagai Penelitian

Dalam berbagai penelitian, sudut Q telah dihubungkan

dengan beberapa aspek, baik dengan berbagai gangguan

pada ekstremitas bawah maupun jenis kelamin. Sebuah

studi prospektif mengenai sudut Q sebagai suatu

parameter penting untuk evaluasi nyeri lutut anterior

menunjukkan bahwa nilai rata-rata sudut Q pada pria

yang mengalami nyeri lutut anterior adalah 3,2° lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami nyeri

lutut anterior. Pada wanita diperoleh nilai rata-rata

sudut Q pada wanita yang mengalami nyeri lutut anterior

adalah 3,4° lebih besar dibandingkan dengan yang tidak

mengalami nyeri lutut anterior.17

14

Page 15: Skripsi Anatomi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata

sudut Q pada perempuan lebih besar dibandingkan pada

laki-laki. Penelitian terhadap 50 sukarelawan laki-laki

dan 50 sukarelawan perempuan dari Universitas North

Carolina di Chapel Hill dengan batas umur 18 sampai 33

tahun (X=22.6 tahun) memperlihatkan bahwa nilai rata-

rata sudut Q pada laki-laki adalah 11,2° dan pada

perempuan 15,8°.5

E. Posisi Tuberositas Tibiae Terhadap Garis

Mediolateral Sendi Lutut

Posisi TT lebih besar pengaruhnya terhadap besar

sudut Q dibandingkan dengan SIAS sebab jarak antara TT

dan patela lebih dekat dibandingkan jarak antara patela

dengan SIAS.5 Karena itu, posisi dari TT secara khusus

digunakan untuk menilai gangguan patelofemoral dan

dihubungkan dengan beberapa penyakit, seperti:

osteoartritis patelofemoral (OA-PF) dan nyeri lutut

anterior.8-11 Didapati bahwa para penderita OA-PF dan

nyeri lutut anterior memiliki TT yang posisinya

cenderung lebih ke arah lateral.8-11 Dalam sebuah

penelitian terhadap pasien nyeri lutut anterior

15

Page 16: Skripsi Anatomi

diperoleh bahwa pasien nyeri lutut anterior dengan

dislokasi patelofemoral secara signifikan menunjukkan

lateralisasi TT yang lebih besar dibandingkan dengan

pasien nyeri lutut anterior dengan penyebab lain.9

Selain TT, titik pusat patela juga pernah diteliti

hubungannya dengan sudut Q, tetapi tidak ditemukan

hubungan yang signifikan antara keduanya.8,18,19 Bahkan

terdapat beberapa perbedaan dalam hasil-hasil

penelitian mengenai hubungan keduanya. Sebuah jurnal

penelitian mencatat bahwa pada perempuan diperoleh

pusat patela yang cenderung lebih ke lateral, sehingga

membuat sudut Q menjadi lebih besar.18 Namun ternyata

dalam penelitian yang lain ditemukan bahwa pada

perempuan diperoleh pusat patela yang cenderung ke arah

medial.8 Hasil-hasil yang saling berlawanan ini membuat

titik pusat patela dianggap tidak cukup signifikan

dalam hubungannya dengan sudut Q.

Berbeda dengan patela, posisi TT justru menunjukkan

hubungan yang signifikan dengan perbedaan jenis

kelamin. Perempuan memiliki TT yang posisinya lebih

lateral dibanding laki-laki.8 Bahkan diduga lebih

16

Page 17: Skripsi Anatomi

besarnya sudut Q pada perempuan dibandingkan dengan

laki-laki disebabkan karena variasi posisi TT.8 Mereka

menyatakan bahwa TT pada wanita yang lebih ke arah

lateral ini dapat mengakibatkan meningkatnya sudut

valgus atau torsi tibiae. Dalam penelitian lainnya

ditemukan bahwa perempuan secara signifikan memiliki

sudut valgus yang lebih besar dibandingkan dengan laki-

laki.20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.

B. Populasi dan Sampel

17

Page 18: Skripsi Anatomi

Populasi dan sampel adalah seluruh mahasiswi

Fakultas Kedokteran program studi Pendidikan Dokter

angkatan 2010. Dalam penelitian ini digunakan kriteria

inklusi sebagai berikut:

1. Mahasiswi Fakultas kedokteran UNSRAT angkatan 2010.

2. Umur antara 15–21 tahun.

3. Bersedia mengikuti rangkaian penelitian.

4. Tidak ada riwayat kelainan ekstremitas bawah atau

saraf.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi pada bulan November 2011

sampai Januari 2012.

D. Variabel Penelitian

1. Posisi TT

2. Garis mediolateral sendi lutut.

E. Definisi Operasional

1. Tuberositas tibiae: peninggian bentuk oval dari

permukaan anterior dari tulang tibia.

2. Garis mediolateral sendi lutut: garis yang

menghubungkan titik medial dan lateral sendi lutut.

18

Page 19: Skripsi Anatomi

3. Titik tuberositas tibiae pada garis mediolateral

sendi lutut adalah perpotongan antara garis

mediolateral dan garis tegak lurus yang ditarik dari

tuberositas tibiae menuju garis mediolateral.

F. Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan kamera Canon Ixus 750

untuk mengambil gambar lutut subyek, seperangkat

komputer dan printer untuk mencetak gambar lutut subyek,

serta kertas, bolpoin dan penggaris dengan ketelitian 1

mm untuk melakukan analisa trigonometri.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Setiap subyek diminta untuk mengisi surat pernyataan

bersedia untuk diteliti. Subyek yang memenuhi kriteria

inklusi diminta untuk mengikuti prosedur penelitian.

Pengukuran dilakukan pada subyek dengan posisi tidur

terlentang dan ujung jari-jari kaki menghadap ke atas.

Sendi lutut diekstensikan dan otot kuadriseps

dilemaskan. Lakukan palpasi untuk menentukan titik

maksimum dari TT, kemudian beri tanda. Tentukan titik

maksimal sendi patelofemoral medial dan lateral dan

beri tanda. Foto dengan kamera yang sudah disiapkan.

19

Page 20: Skripsi Anatomi

H. Pengolahan Data

Cetak foto lutut subyek di kertas. Analisa

trigonometri dilakukan seperti pada Gambar 4, dengan

langkah-langkah sebagai berikut: diameter maksimal dari

sendi patelofemoral medial dan lateral digambar dan

diberi nama AB. Gambar garis-garis yang menghubungkan

antara kedua ujung diameter dengan pusat tuberositas

tibiae (T) yang sudah ditandai. Kemudian tarik garis

tegak lurus dari T menuju ke garis AB sehingga

diperoleh titik S. Kemudian lakukan perbandingan antara

BS dan AS. Perbandingan ini selanjutnya ditulis sebagai

“R” / Rasio.

Hasil analisa trigonometri akan memberikan data-data

berupa angka-angka yang menyatakan nilai dari jarak

titik TT dengan titik sendi lutut medial, jarak titik

TT dengan titik sendi lutut lateral dan perbandingan

antara keduanya (R). Nilai R ini kemudian dikelompokkan

dalam 3 bagian besar, yakni:

1. R<1 : Titik TT cenderung ke arah medial.

2. R=1 : Titik TT berada di tengah garis mediolateral

sendi lutut.

20

Page 21: Skripsi Anatomi

3. R>1 : Titik TT cendrung ke arah lateral.

Gambar 8. Analisa trigonometri

I. Analisis Data

Setelah memperoleh data dari analisa yang dilakukan

pada foto lutut subyek, lakukan analisa lebih lanjut.

Analisis lanjutan ini dilakukan dengan menentukan nilai

rerata, median, rentang, standar deviasi, nilai

maksimum dan nilai minimum dari nilai-nilai R pada

sampel penelitian.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

21

Page 22: Skripsi Anatomi

A. Hasil Penelitian

1. Karakteristik subyek penelitian

Populasi penelitian yang diteliti adalah mahasiswi

Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan

2010, yang berjumlah 153 orang. Diantara jumlah total

tersebut terdapat 13 orang tidak dapat mengikuti

penelitian dengan alasan sedang cuti atau tidak

bersedia menjadi subyek penelitian sesuai dengan waktu

penelitian yang sudah ditetapkan. Maka, sampel

penelitian yang diikut sertakan dalam penelitian ini

berjumlah 140 orang mahasiswi Fakultas Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi angkatan 2010 yang berumur

15–21 tahun. Di bawah ini akan dijelaskan karakteristik

subyek berdasarkan umur, berat badan (BB), tinggi badan

(TB), indeks massa tubuh (IMT), dan suku.

a. Karakteristik subyek berdasarkan umur

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur

dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 9 di bawah

ini.

Tabel 1. Karakteristik subyek berdasarkan umur

Umur Frekuensi Persentasi

22

Page 23: Skripsi Anatomi

(tahun) (%)15 1 0,717 10 7,118 51 36,419 64 45,720 13 9,321 1 0,7

Total 140 100

Gambar 9. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan umur

Dari tabel di atas diketahui bahwa dari jumlah

total sebanyak 140 subyek terdapat 1 subyek (0,7%)

yang berumur 15 tahun, 10 subyek (7,1%) yang berumur

17 tahun, 51 subyek (36,4%) yang berumur 18 tahun,

64 subyek (45,7%) yang berumur 19 tahun, 13 subyek

23

Page 24: Skripsi Anatomi

(9,3%) yang berumur 20 tahun, 1 subyek (0,7%) yang

berumur 21 tahun.

b. Karakteristik subyek berdasarkan berat badan

Karakteristik obyek penelitian berdasarkan berat

badan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 10 di

bawah ini.

Tabel 2. Karakteristik subyek berdasarkan BB

BB (kg)Frekuen

si

Persentasi

(%)<45 28 20,0

45–49,9 35 2550–54,9 32 22,955–59,9 27 19,360–64,9 8 5,7

≥65 10 7,1Total 140 100

24

Page 25: Skripsi Anatomi

Gambar 10. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan BB

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 140 subyek

penelitian terdapat 28 subyek (20%) memiliki BB<45

kg, 35 subyek (25%) memiliki BB 45–49,9 kg, 32

subyek (22,9%) memiliki BB 50–54,9 kg, 27 subyek

(19,3%) memiliki BB 55–59,9 kg, 8 subyek (5,7%)

memiliki BB 60 – 64,9 kg, dan 10 subyek (7,1%)

memiliki BB≥65 kg.

c. Karakteristik subyek berdasarkan tinggi badan

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan tinggi

badan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 11 di

bawah ini.

Tabel 3. Karakteristik subyek berdasarkan TB

TB (cm)Frekuen

si

Persentasi

(%)<150 20 14,3

150–154,9 23 16,4155–159,9 53 37,9160–164,9 26 18,6

≥165 18 12,9Total 140 100

25

Page 26: Skripsi Anatomi

Gambar 11. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan TB

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari jumlah

total sebanyak 140 subyek penelitian terdapat 20

subyek (14,3%) memiliki TB<150 cm, 23 subyek (16,4%)

memiliki TB 150–154,9 cm, 53 subyek (37,9%) memiliki

TB 155–159,9 cm, 26 subyek (18,6%) memiliki TB 160–

164,9 cm, 18 subyek (12,9%) memiliki TB≥165 cm.

d. Karakteristik subyek berdasarkan Indeks Massa

Tubuh

Karakteristik obyek penelitian berdasarkan Indeks

Massa Tubuh dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 12

di bawah ini.

Tabel 4. Karakteristik subyek berdasarkan IMT21

26

Page 27: Skripsi Anatomi

IMTFrek

.

Persentasi

(%)

Ket.

<18,5 21 15Underweigh

t

18,5–

24,99112 80

Normal

25–29,99 6 4,3 Pre-obese

30–34,99 1 0,7 Obese I

Total 140 100

Gambar 12. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan IMT

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 140 subyek

penelitian terdapat 21 subyek (15%) menderita

Underweight, 112 subyek (80%) Normal, 6 subyek (4,3%)

menderita Pre-obese, 1 subyek (0,7%) menderita Obese I,

27

Page 28: Skripsi Anatomi

dan tidak ada obyek yang menderita Obese II dan Obese

III.

e. Karakteristik subyek berdasarkan suku

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan suku

dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 13 di bawah

ini.

Tabel 5. Karakteristik subyek berdasarkan suku

SukuFrek

.%

Suku Frek

.

% Suku Frek

.

%

Ambon 1611,

4Luwuk 1 0,7

Sangi

he9 6,4

Bali 2 1,4Makass

ar7 5 Seram 2 1,4

Batak 4 2,9 Mamuju 1 0,7Terna

te3 2,1

Bolmong 1 0,7Minaha

sa51

36,

4

Tobel

o1 0,7

Cina 5 3,6 Muna 1 0,7Tolit

oli1 0,7

Goronta

lo3 2,1 Palopo 1 0,7

Toraj

a10 7,1

Jawa 11 7,9 Palu 2 1,4Kendari 1 0,7 Papua 7 5

Total:Frekuensi = 140 ; Persentasi = 100%

28

Page 29: Skripsi Anatomi

Gambar 13. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan suku

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 140 subyek

penelitian terdapat 6 subyek (11,4 %) dari Suku

Ambon, 2 subyek (1,4%) dari Suku Bali, 4 subyek

(2,9%) dari Suku Batak, 1 subyek (0,7%) dari Suku

Bolmong, 5 subyek (3,6%) dari Suku Cina, 3 subyek

(2,1%) dari Suku Gorontalo, 11 subyek (7,9%) dari

Suku Jawa, 1 subyek (0,7%) dari Suku Kendari, 1

subyek (0,1%) dari Suku Luwuk, 7 subyek (5%) dari

Suku Makassar, 1 subyek (0,7%) dari Suku Mamuju, 51

29

Page 30: Skripsi Anatomi

subyek (36,4%) dari Suku Minahasa, 1 subyek (0,7%)

dari Suku Muna, 1 subyek (0,7%) dari Suku Palopo, 2

subyek (1,4%) dari Suku Palu, 7 subyek (5%) dari

Suku Papua, 9 subyek (6,4%) dari Suku Sangihe, 2

subyek (1,4%) dari Suku Seram, 3 subyek (2,1%) dari

Suku Ternate, 1 subyek (0,7%) dari Suku Tobelo, 1

subyek (0,7%) dari Suku Tolitoli, dan 10 subyek (7,1

%) dari Suku Toraja.

2. Hasil pengukuran posisi TT terhadap garis

mediolateral sendi lutut

Dalam penelitian yang melibatkan 140 subyek ini,

terdapat 280 lutut (yang selanjutnya akan disebut

sebagai obyek penelitian). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan secara deskriptif kepada 280 obyek

penelitian, diperoleh hasil pengukuran posisi TT

terhadap garis mediolateral sendi lutut seperti pada

Tabel 6 dan Gambar 14.

Tabel 6. Hasil pengukuran TT terhadap garis

mediolateral sendi lutut

Nilai R Frekuensi Persentasi (%)< 1 31 11,1

30

Page 31: Skripsi Anatomi

1 19 6,8> 1 230 82,1Total 280 100

Mean : 1,57 Rentang : 3,23Median : 1,47 Minimum : 0,57Standar Deviasi : 0,59

Maksimum : 3,8

Gambar 14. Diagram batang Hasil pengukuran TT terhadapgaris mediolateral

sendi lutut

Nilai R<1 menunjukkan bahwa posisi TT terhadap garis

mediolateral sendi lutut cenderung ke arah medial,

nilai R=1 menunjukkan bahwa posisi TT berada di tengah

garis mediolateral sendi lutut dan nilai R>1

menunjukkan bahwa posisi TT terhadap garis mediolateral

31

Page 32: Skripsi Anatomi

sendi lutut cenderung ke arah lateral. Hasil yang

diperoleh menunjukkan dari 280 obyek penelitian

terdapat 31 obyek (11,1%) dengan nilai R kurang dari

satu, 19 obyek (6,8%) dengan nilai sama dengan satu dan

sebagian besar 230 obyek (82,1%) dengan nilai R lebih

dari 1.

Setelah melihat hasil pengukuran secara keseluruhan,

berikut ini akan dipaparkan hasil pengukuran posisi TT

terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam kelompok–

kelompok umur, BB, TB, IMT dan suku. Posisi TT terhadap

garis mediolateral sendi lutut dalam kelompok umur

dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam

kelompok umur

Umur(tahun)

Frekuensi

(lutut)<1 % 1 % >1 %

15 2 0 0 0 0 2 100

17 20 529,

41 5 14 70

18 102 10 9,8 6 5,9 8684,

3

19 128 13 10,

19 7 10

6

82,

8

32

Page 33: Skripsi Anatomi

20 26 311,

53

11,

520

76,

921 2 0 0 0 0 2 100

Total 280 31 1923

0

Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut

dalam kelompok berat badan dapat dilihat pada Tabel 8

di bawah ini.

Tabel 8. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam

kelompok BB

BB

(kg)

Frekuen

si

<1 % 1 % >1 %

≤ 44,9 565 8,9 3 5,3 48 85,

745 –

49,970

9 12,

8

3 4,3 58 82,

850 –

54,964

7 10,

9

3 4,7 54 84,

455 –

59,954

7 13 4 7,4 43 80

60 –

64,916

1 6,2 1 6,2 14 87,

5

33

Page 34: Skripsi Anatomi

≥ 65 20 2 10 5 25 13 65Total 280 31 19 230

Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut

dalam kelompok tinggi badan dapat dilihat pada Tabel 9

di bawah ini.

Tabel 9. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam

kelompok TB

TB (cm)Frekuen

si<1 % >1 % >1 %

≤ 149,9 40 4 10 0 0 36 90150 –

154,946 4

8,

72

4,

340

86

,9155 –

159,9106 16

15

,110

9,

480

75

,5160 –

164,952 6

11

,54

7,

742

80

,8

≥ 165 36 12,

83

8,

332

88

,9

Total 280 31 1923

0

Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut

dalam kelompok IMT dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah

ini.

34

Page 35: Skripsi Anatomi

Tabel 10. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam

kelompok IMT

IMTKet. Frek

.

<1 % 1 % >1 %

< 18,5Underweigh

t42

5 11,

9

3 7,1 34 80,

918,5 –

24,99

Normal224

24 10,

7

13 5,8 18

7

83,

525 –

29,99

Pre-obese12

1 8,3 2 16,

7

9 75

30 –

34,99

Obese I2

1 50 1 50 0 0

Total 28031 19 23

0Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut

dalam kelompok suku dapat dilihat pada Tabel 11 di

bawah ini.

Tabel 11. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam

kelompok Suku

SukuFrekuen

si <1 % 1 % >1 %

Ambon 32 412

,51

3,

127

84

,4

Bali 4 0 0 0 0 410

0

35

Page 36: Skripsi Anatomi

Batak 8 0 0 2 25 6 75Bolmon

g2 1 50 0 0 1 50

Cina 10 0 0 1 10 9 90Goront

alo6 2

33

,30 0 4

66

,7

Jawa 22 0 0 14,

521

95

,4Kendar

i2 0 0 0 0 2

10

0Luwuk 2 0 0 1 50 1 50Makass

ar14 1

7,

12

14

,311

78

,6Mamuju 2 1 50 1 50 0 0Minaha

sa102 17

16

,77

6,

978

76

,5

Muna 2 0 0 0 0 210

0Palopo 2 0 0 1 50 1 50

Palu 4 0 0 0 0 410

0

Papua 14 214

,30 0 12

85

,7Sangih

e18 0 0 1

5,

517

94

,4

Seram 4 0 0 0 0 410

0Ternat 6 0 0 0 0 6 10

36

Page 37: Skripsi Anatomi

e 0

Tobelo 2 0 0 0 0 210

0Tolito

li2 0 0 1 50 1 50

Toraja 20 3 15 0 0 17 85

Total 280 31 1923

0

B. Pembahasan

Setelah melihat Tabel 1, terlihat bahwa sampel

penelitian terbanyak adalah berumur 19 tahun, yaitu

sebanyak 64 orang (45,7%). Dari Tabel 7, diperoleh

gambaran posisi TT terhadap garis mediolateral sendi

lutut dalam kelompok-kelompok umur. Dalam semua

kelompok umur, posisi TT terhadap garis mediolateral

sendi lutut sampel lebih banyak cenderung ke arah

lateral. Persentasi terbesar untuk posisi TT yang

cenderung ke arah medial (R<1) ada pada umur 17 tahun

(29,4%). Persentasi terbesar untuk posisi TT di tengah

garis mediolateral sendi lutut (R=1) ada pada umur 20

37

Page 38: Skripsi Anatomi

tahun (11,5%). Sedangkan persentasi terbesar untuk

posisi TT yang cenderung ke arah lateral ada pada umur

15 dan 21 tahun (100%), namun jumlah obyek untuk kedua

kelompok umur ini hanya 2 (2 lutut/1 orang).

Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel penelitian

terbanyak pada kelompok BB=45–49,9 kg, yaitu sebanyak

35 subyek (25%). Dari Tabel 8, diperoleh gambaran

posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam

kelompok-kelompok BB. Dalam semua kelompok BB, posisi

TT terhadap garis mediolateral sendi lutut sampel lebih

banyak cenderung ke arah lateral. Persentasi terbesar

untuk posisi TT yang cenderung ke arah medial (R<1) ada

pada BB=55–59,9 kg (13%). Persentasi terbesar untuk

posisi TT di tengah garis mediolateral sendi lutut

(R=1) ada pada BB≥65 kg (25%). Sedangkan persentasi

terbesar untuk posisi TT yang cenderung ke arah lateral

ada pada BB = 60–64,9 kg (87,5%).

Tabel 3 menunjukkan bahwa sampel penelitian

terbanyak pada kelompok TB=155–159 cm, yaitu sebanyak

53 subyek (37,9%). Dari Tabel 9, diperoleh gambaran

posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam

38

Page 39: Skripsi Anatomi

kelompok-kelompok TB. Dalam semua kelompok TB, posisi

TT terhadap garis mediolateral sendi lutut sampel lebih

banyak cenderung ke arah lateral. Persentasi terbesar

untuk posisi TT yang cenderung ke arah medial (R<1) ada

pada TB=155–159,9 cm (15,1%). Persentasi terbesar untuk

posisi TT di tengah garis mediolateral sendi lutut

(R=1) ada pada TB=155–159,9 cm (9,4%). Sedangkan

persentasi terbesar untuk posisi TT yang cenderung ke

arah lateral ada pada TB<150 cm (90%).

Tabel 4 menunjukkan bahwa sampel penelitian

terbanyak pada kelompok IMT Normal (18,5–24,99), yaitu

sebanyak 112 subyek (80%). Dari Tabel 10, diperoleh

gambaran posisi TT terhadap garis mediolateral sendi

lutut dalam kelompok-kelompok IMT. Dalam hampir semua

kelompok IMT, posisi TT terhadap garis mediolateral

sendi lutut sampel lebih banyak cenderung ke arah

lateral, kecuali pada kelompok IMT Obese I posisi TT

cenderung ke arah medial dan di pertengahan garis

mediolateral. Persentasi terbesar untuk posisi TT yang

cenderung ke arah medial (R<1) ada pada Obese I (50%).

Persentasi terbesar untuk posisi TT di tengah garis

39

Page 40: Skripsi Anatomi

mediolateral sendi lutut (R=1) ada pada Obese I (50%)

Sedangkan persentasi terbesar untuk posisi TT yang

cenderung ke arah lateral ada pada IMT Normal (83,5%)

Tabel 5 menunjukkan bahwa sampel penelitian

terbanyak pada kelompok Suku Minahasa, yaitu sebanyak

51 subyek (36,4%). Dari Tabel 11, diperoleh gambaran

posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam

kelompok-kelompok suku. Dalam hampir semua kelompok

suku, posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut

sampel lebih banyak cenderung ke arah lateral, kecuali

pada kelompok Suku Mamuju posisi TT cenderung ke arah

medial dan di pertengahan garis mediolateral.

Dalam penelitian yang dilaksanakan pada tempat dan

subyek yang berbeda, didapatkan bahwa perempuan

memiliki posisi TT yang cenderung lebih ke arah lateral

dibandingkan dengan laki-laki.8 Mereka menyatakan bahwa

TT pada wanita yang lebih ke arah lateral ini dapat

mengakibatkan meningkatnya sudut valgus atau torsi

tibiae. Dalam penelitian lainnya ditemukan bahwa

perempuan secara signifikan memiliki sudut valgus yang

lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.20

40

Page 41: Skripsi Anatomi

Dari 280 obyek yang diteliti, sebanyak 229 obyek

atau 81,8% dari jumlah keseluruhan obyek memiliki R

lebih dari 1. Data ini menunjukkan bahwa terdapat jauh

lebih banyak subyek penelitian yang memiliki posisi TT

yang cenderung ke arah lateral dibandingkan dengan

subyek yang memiliki posisi TT yang cenderung ke arah

medial atau subyek yang memiliki posisi TT yang berada

di tengah garis mediolateral sendi lutut.

Keuntungan dari penelitian ini adalah titik Medial

Sendi Lutut (MSL), titik Lateral Sendi Lutut (LSL) dan

titik TT pada kebanyakan subyek cukup mudah untuk

dipalpasi. Penggunaan rasio dalam penelitian ini juga

memiliki keuntungan tersendiri, yaitu hasil

perbandingan yang diperoleh dapat menghasilkan nilai-

nilai yang lebih akurat ketika dilakukan pada individu-

individu yang berbeda dibandingkan dengan pengukuran

absolut.

Dalam melakukan penelitian, penulis mengalami

kesulitan untuk menentukan titik MSL dan LSL pada

subyek yang menderita overweight. Dari pengalaman

peneliti lainnya, mereka juga mengalami hal yang sama,

41

Page 42: Skripsi Anatomi

dimana kedua titik tersebut sulit dipalpasi pada

individu penderita obesitas.8 Hal tersebut yang menjadi

kekurangan dari penelitian ini.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran posisi TT terhadap

garis mediolateral sendi lutut yang dilakukan pada

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

angkatan 2010, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Dari penelitian yang telah dilakukan, didapati bahwa

mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi angkatan 2010, memiliki posisi TT yang

cenderung ke arah lateral.

2. Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut

dalam hampir semua kelompok-kelompok umur, BB, TB,

IMT dan Suku cenderung ke arah lateral.

B. Saran

42

Page 43: Skripsi Anatomi

Setelah melakukan penelitian dan melihat hasil yang

diperoleh, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan populasi

yang sama atau berbeda dan dibandingkan dengan

variabel lain seperti umur, BB, TB, IMT dan Suku.

2. Penelitian lanjutan dapat dilakukan pada kelompok

populasi lain, seperti pada orang tua, penderita

obesitas, olahragawan, dan populasi lainnya yang

memberi beban berat terhadap lutut mereka dalam

jangka waktu yang lama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Phillips J, Coetsee M F. Incidence of Non-TraumaticAnterior Knee Pain Among 11-17 Year-Olds. SAJSM 2007;19: 60-4.

2. Runner's Knee (Patellofemoral Pain) 2007. Availablefrom URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00382.

43

Page 44: Skripsi Anatomi

3. Guerra JP, Arnold MJ, Gajdosik, RL. Q Angle: Effectsof Isometric Quadriceps Contraction and BodyPosition. Journal of Orthopaedic & Sports Physical Therapy 1994Apr; 19(4): 200-4.

4. Raveendranath V, Nachiket S, Sujatha N, Priya R,Rema D. Bilateral Variability of the QuadricepsAngle (Q angle) in an Adult Indian Population. IranianJournal of Basic Medical Sciences 2011 Sep-oct; 14(5): 465-71.

5. Horton MG, Hall TL. Quadriceps Femoris Muscle Angle:Normal Values and Relationships with Gender andSelected Skeletal Measures. Physical Therapy 1989 Nov;69(11): 897-901.

6. Caylor D, Fites R, Worrell, TW. The Relationshipbetween Quadriceps Angle and Anterior Knee Painsyndrome. JOSPT 1993; 17: 11-6.

7. Daneshmandi H, Saki F. The Study of JointHypermobility and Q Angle in Female FootballPlayers. World Journal of Sport Sciences 3 2010; 4: 243-7.

8. Veeramani R, Shankar N, Narayanan S, Ranganath P,Rajagopalan R. Gender differences in themediolateral placement of the patella and tibialtuberosity: a geometric analysis. TSACA 2010; 4: 45-50.

9. Jones RB, Barlett EC, Vainright JR, Carroll RG. CTdetermination of tibial tubercle lateralization inpatients presenting with anterior knee pain. SkeletalRadiol 1995; 24: 505-9.

10. Nagamine R, Miura H, Urabe K, Matsuda S, Chen WJ,dkk. Radiological assessment of the position of thetibial tuberosity by means of a marking wire inknees with patellofemoral arthritis. Skeletal Radiol1999; 28: 27-32.

44

Page 45: Skripsi Anatomi

11. Ramappa A, Wilson D, Apreleva M, Harrold F,Fitzgibbons P, dkk. The effects of medialization andanteromedialization of the tibial tubercle onpatellofemoral mechanics and kinematics in kneeswith patellofemoral malalignment. Orthop Research Society2001: 0818.

12. Ernest WA. Quick Review Anatomi Klinik, edisi 2,jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara, 2011.

13. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia,edisi 22, jilid 2. Jakarta: EGC, 2007.

14. Rectus Femoris Muscle. Available From:http://en.wikipedia.org/wiki/Rectus_femoris_muscle.

15. WB Saunders Company. Kamus kedokteran dorland,edisi 29. Jakarta: EGC, 2002.

16. McVay CB. Surgical Anatomy Sixth Edition VolumeII. Canada: WB Saunders Company, 1984.

17. Emami MJ, Ghahramani MH, Abdinejad F, Namazi H. Q-angle: An Invaluable Parameter for Evaluation ofAnterior Knee Pain. Arch Iranian Med 2007; 10(1): 24-26.

18. Herrington L, Nester C. Q-angle undervalued? Therelationship between Q-angle and medio-lateralposition of the patella. Clin Biomech 2004; 19: 1070-3.

19. Biedert RM, Warnke K. Correlation between the Qangle and the patella position: a clinical and axialcomputed tomography evaluation. Arch Orthop Trauma Surg2001 Jun; 121(6): 346-9.

20. Nguyen AD, Shultz SJ. Sex differences in clinicalmeasures of lower extremity alignment. J Orthop SportsPhys Ther 2007; 37:389-98.

45

Page 46: Skripsi Anatomi

21. World Health Organization 2006. Available fromURL: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html

46