Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri lutut anterior merupakan gangguan
muskuloskeletal yang sering ditemukan pada anak-anak,
remaja dan orang dewasa. Hal ini berdampak pada
kegiatan olahraga dan aktivitas mereka sehari-hari,
yaitu sejumlah anak dan remaja harus membatasi kegiatan
mereka di lapangan olahraga serta aktivitas fisik
lainnya. Bahkan, kondisi ini ternyata juga dapat
mempengaruhi hingga 25% dari semua olahragawan.1 Ada
beberapa jenis olahraga yang dilaporkan sering
menimbulkan nyeri lutut anterior. Pelari, pelompat,
peski dan pesepak bola memberikan beban yang lebih
berat terhadap lutut mereka sehingga membuat mereka
rentan untuk mengalami nyeri lutut anterior.2
Nyeri lutut anterior sendiri bisa disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti: dislokasi patela, cedera,
penggunaan ekstremitas bawah yang berlebihan,
ketidakseimbangan atau kelemahan otot paha, dan kaki
1
Page 2
datar.2 Para peneliti telah menemukan bahwa terjadinya
dislokasi patelofemoral, yang merupakan salah satu
faktor penyebab nyeri lutut anterior, dapat juga
dipengaruhi oleh struktur ekstremitas bawah seseorang.
Dalam hal ini, diketahui bahwa sudut kuadriseps (sudut
Q) memiliki peranan penting terhadap terjadinya
dislokasi patelofemoral yang akhirnya menyebabkan nyeri
lutut anterior.3,4
Sudut Q adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan
dari garis yang menghubungkan pusat patela dan spina
iliaka anterior superior (SIAS), dan garis yang
menghubungkan pusat patela dan pusat tuberositas tibiae
(TT).4,5 Sejauh ini, sudut Q telah dihubungkan dengan
sindroma nyeri lutut anterior, hipermobilitas sendi,
ganggguan patelofemoral, subluksasi patela dan
kondromalasia.3,6,7 Berdasarkan pengertian sudut Q yang
telah dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa besar
sudut Q dipengaruhi oleh letak SIAS, patela dan TT.
Para ahli berkata bahwa posisi TT lebih besar
pengaruhnya terhadap besar sudut Q dibandingkan dengan
SIAS. Alasannya adalah karena pengaruh perbedaan jarak
2
Page 3
antara ketiga titik yang membentuk sudut tersebut,
yaitu titik TT, patela dan SIAS. Jarak antara TT dan
patela lebih dekat dibandingkan jarak antara patela
dengan SIAS.8 Inilah yang menyebabkan pada beberapa
penelitian selanjutnya, posisi TT secara khusus
digunakan untuk menilai gangguan patelofemoral dan
dihubungkan dengan beberapa gangguan lutut, seperti:
osteoartritis patelofemoral (OA-PF) dan nyeri lutut
anterior.8-11 Didapati bahwa para penderita OA-PF dan
nyeri lutut anterior memiliki TT yang posisinya
cenderung lebih ke arah lateral dibandingkan dengan
yang tidak menderita OA-PF dan nyeri lutut anterior.8-11
Karena itu, penilaian posisi TT pada seseorang juga
dapat menilai mekanisme patelofemoral orang tersebut
dan memiliki nilai penting sebagai salah satu faktor
risiko terjadinya gangguan patelofemoral, terutama bagi
para olahragawan yang memberi beban yang lebih berat
terhadap lutut mereka.
Dalam penelitian juga ditemukan bahwa pada perempuan
posisi TT cenderung lebih ke arah lateral dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini membuat perempuan lebih
3
Page 4
rentan mengalami gangguan patelofemoral dibandingkan
laki-laki.8 Karena itu dalam penelitian yang dilakukan,
penulis mengambil mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) angkatan 2010 untuk
dilakukan pemeriksaan posisi TT terhadap garis
mediolateral sendi lutut, sehingga dapat diperoleh
gambaran mengenai hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah: bagaimana posisi TT terhadap
garis mediolateral sendi lutut pada mahasiswi Fakultas
Kedokteran UNSRAT angkatan 2010?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran posisi TT terhadap garis
mediolateral sendi lutut pada mahasiswi Fakultas
Kedokteran UNSRAT angkatan 2010.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui gambaran posisi TT terhadap garis
mediolateral sendi lutut dalam kelompok umur, berat
badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh dan suku.
4
Page 5
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu sebagai
referensi dalam pengembangan penelitian mengenai TT
serta untuk mengetahui rata-rata posisi TT pada
mahasiswi Fakultas Kedokteran UNSRAT angkatan 2010.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui apakah posisi TT pada mahasiswi Fakultas
Kedokteran UNSRAT angkatan 2010 dapat menjadi faktor
risiko terjadinya gangguan patelofemoral pada mahasiswi
tersebut (apakah cenderung ke arah lateral atau tidak),
sehingga pencegahan terhadap terjadinya gangguan
patelofemoral, terutama yang berhubungan dengan posisi
TT, dapat dilakukan sejak dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sudut Kuadriseps (Sudut Q)
Berbagai pemahaman dan sumber yang membahas mengenai
anatomi dan biomekanik sendi lutut sangat dibutuhkan
5
Page 6
dalam evaluasi fungsi lutut. Dilaporkan bahwa ada
sebuah sudut yang memiliki pengaruh terhadap evaluasi
fungsi lutut yaitu sudut Q. Sudut Q didefinisikan
pertama kali oleh Brattstrom. Brattstrom
mendeskripsikan sudut Q sebagai sebuah sudut dengan
patela sebagai apeks dan terbentuk di antara ligamentum
patela dan perpanjangan garis yang dibentuk oleh gaya
resultan otot kuadriseps femoris.4 Sudut ini dapat
menunjukkan besarnya tarikan ke arah lateral yang
diberikan kepada patela.5 Pada perkembangan
selanjutnya, diketahui bahwa sudut Q dibentuk oleh
perpotongan dari garis yang menghubungkan pusat patela
dan SIAS, dan garis yang menghubungkan pusat patela dan
pusat tuberositas tibiae (TT).4,5 Dari penjelasan di
atas ditemukan 3 titik yang digunakan dalam pengukuran
sudut Q, yaitu pusat patela, SIAS dan pusat TT. Ketiga
titik ini dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Page 7
Gambar 1. Sudut Kuadriseps (Sudut Q)8
B. Sendi Lutut, Ligamentum Patela dan Muskulus
Kuadriseps Femoris
Sendi lutut tersusun dari dua persendian, yakni
sendi patelofemoral dan sendi tibiofemoral. Sendi
patelofemoral berfungsi sebagai troklea untuk kelompok
M. kuadriseps femoris. Sedangkan sendi tibiofemoral
menyangga berat tubuh.12 Gambaran sendi lutut dapat
dilihat pada Gambar 2.
7
Page 8
Gambar 2. Sendi lutut pada posisi fleksi 90o, dilihatdari ventral13
Pada sendi patelofemoral, terdapat ligamentum patela
dan muskulus kuadriseps femoris yang menentukan
besarnya tarikan ke arah lateral yang diberikan kepada
patela.5 Hubungan antara ligamentum patela, patela dan
muskulus kuadriseps femoris dapat dilihat pada Gambar
3. Ligamentum patela menarik dan muskulus kuadriseps
femoris memfiksasi patela sehingga dapat tetap berada
di tempatnya.
8
Page 9
Gambar 3. Posisi ligamentum patela, patela dan muskuluskuadriseps femoral pada kaki kanan, dilihat dari
ventral13
Muskulus kuadriseps femoris dibentuk dari 4 otot,
yaitu M. rektus femoris, M. vastus lateralis, M. vastus
intermedius dan M. vastus medialis. Keempat otot ini
berhubungan dengan patela melalui tendon kuadriseps dan
memberi gaya tarikan terhadap patela.14 Sedangkan
ligamentum patela menghubungkan patela dengan TT
sehingga juga memberikan tarikan ke arah lateral pada
patela. Keempat otot ini dapat dilihat pada Gambar 4
dan Gambar 5.
9
Page 10
Gambar 4. M. rectus femoris, M. vastus lateralis dan M.
vastus medialis13
10
Page 11
Gambar 5. M. vastus intermedius; lapisan dalam setelahM. rectus femoris disingkirkan13
Besarnya tarikan yang diberikan oleh muskulus
kuadriseps femoris dan ligamentum patela ditentukan
oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya posisi
patela, SIAS, dan TT. Patela merupakan tulang sesamoid
segitiga dengan diameter sekitar 5 cm, yang terletak di
bagian depan lutut dalam tendon insersio M. kuadriseps
ekstensor femoris. Spina iliaka anterior superior
adalah tonjolan tulang tumpul pada pinggir anterior
ilium, yang membentuk ujung anterior krista iliaka.
Tuberositas tibiae adalah daerah kasar dan menonjol
yang memanjang secara longitudinal pada krista anterior
tibiae yang terletak tepat di bagian distal eminensia
interkondilaris, dan memberikan penekanan pada
ligamentum patelaris.15
C. Pergerakan Sendi Lutut
Prinsip pergerakan dari sendi femorotibial adalah
fleksi dan ekstensi. Mekanisme yang dilakukan sendi
lutut ini sedikit berbeda dengan gerakan engsel yang
sebenarnya, sebab pada sendi gerakan persendian lutut
11
Page 12
ini disertai sedikit gerakan meluncur ke depan dan ke
belakang oleh kepala tibia, dan dengan torsi atau
rotasi pada derajat tertentu dari tibia pada sumbu
longitudinal. Oleh karena gerakan meluncur antara femur
dan tibia, persendian yang dibentuk oleh permukaan
persendian tibia dan meniskus tidak hanya berputar pada
sumbu transversal melewati kondilus femoralis, tetapi
juga pada sumbu lainnya tergantung posisi lutut.16
Posisi semifleksi memungkinkan gerakan berputar yang
paling besar, dan ini adalah posisi dengan
ketidakstabilan terbesar. Dalam ekstensi lengkap,
seperti pada posisi berdiri, sendi terkunci dengan kuat
oleh gerakan ke arah lateral dan gerakan berputar dari
femur. Sedangkan dalam proses ekstensi menjadi fleksi,
rotasi ke arah lateral oleh tibia, yang ditemukan pada
posisi ekstensi, akan menghilang sebelum posisi
semifleksi tercapai. Pada posisi fleksi penuh, ligamen
kolateral dan posterior relaksasi, dan dapat terjadi
sedikit gerakan berputar dari tibia terhadap femur.
Rotasi medial yang berlebihan ditahan oleh ligamen
cruciatum, dan rotasi lateral ditahan oleh ligamen
12
Page 13
lateral. Gerakan adduksi, abduksi dan lateral dari
tibia tidak terjadi pada lutut yang normal, tetapi
gerakan-gerakan ini dapat terjadi pada lutut dalam
keadaan abnormal dan dapat diakibatkan karena robeknya
ligamen kolateral dan cruciatum.16 Gambaran sendi lutut
dalam posisi ekstensi dan fleksi dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Sendi lutut dalam posisi ekstensi dan fleksi;dilihat dari medial13
Letak-letak ligamen pada sendi lutut dilihat dari
proksimal dapat dilihat pada Gambar 7.
13
Page 14
Gambar 7. Letak-letak ligamen pada sendi lutut dilihatdari proksimal13
D. Penerapan Sudut Q dalam Berbagai Penelitian
Dalam berbagai penelitian, sudut Q telah dihubungkan
dengan beberapa aspek, baik dengan berbagai gangguan
pada ekstremitas bawah maupun jenis kelamin. Sebuah
studi prospektif mengenai sudut Q sebagai suatu
parameter penting untuk evaluasi nyeri lutut anterior
menunjukkan bahwa nilai rata-rata sudut Q pada pria
yang mengalami nyeri lutut anterior adalah 3,2° lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami nyeri
lutut anterior. Pada wanita diperoleh nilai rata-rata
sudut Q pada wanita yang mengalami nyeri lutut anterior
adalah 3,4° lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
mengalami nyeri lutut anterior.17
14
Page 15
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
sudut Q pada perempuan lebih besar dibandingkan pada
laki-laki. Penelitian terhadap 50 sukarelawan laki-laki
dan 50 sukarelawan perempuan dari Universitas North
Carolina di Chapel Hill dengan batas umur 18 sampai 33
tahun (X=22.6 tahun) memperlihatkan bahwa nilai rata-
rata sudut Q pada laki-laki adalah 11,2° dan pada
perempuan 15,8°.5
E. Posisi Tuberositas Tibiae Terhadap Garis
Mediolateral Sendi Lutut
Posisi TT lebih besar pengaruhnya terhadap besar
sudut Q dibandingkan dengan SIAS sebab jarak antara TT
dan patela lebih dekat dibandingkan jarak antara patela
dengan SIAS.5 Karena itu, posisi dari TT secara khusus
digunakan untuk menilai gangguan patelofemoral dan
dihubungkan dengan beberapa penyakit, seperti:
osteoartritis patelofemoral (OA-PF) dan nyeri lutut
anterior.8-11 Didapati bahwa para penderita OA-PF dan
nyeri lutut anterior memiliki TT yang posisinya
cenderung lebih ke arah lateral.8-11 Dalam sebuah
penelitian terhadap pasien nyeri lutut anterior
15
Page 16
diperoleh bahwa pasien nyeri lutut anterior dengan
dislokasi patelofemoral secara signifikan menunjukkan
lateralisasi TT yang lebih besar dibandingkan dengan
pasien nyeri lutut anterior dengan penyebab lain.9
Selain TT, titik pusat patela juga pernah diteliti
hubungannya dengan sudut Q, tetapi tidak ditemukan
hubungan yang signifikan antara keduanya.8,18,19 Bahkan
terdapat beberapa perbedaan dalam hasil-hasil
penelitian mengenai hubungan keduanya. Sebuah jurnal
penelitian mencatat bahwa pada perempuan diperoleh
pusat patela yang cenderung lebih ke lateral, sehingga
membuat sudut Q menjadi lebih besar.18 Namun ternyata
dalam penelitian yang lain ditemukan bahwa pada
perempuan diperoleh pusat patela yang cenderung ke arah
medial.8 Hasil-hasil yang saling berlawanan ini membuat
titik pusat patela dianggap tidak cukup signifikan
dalam hubungannya dengan sudut Q.
Berbeda dengan patela, posisi TT justru menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan perbedaan jenis
kelamin. Perempuan memiliki TT yang posisinya lebih
lateral dibanding laki-laki.8 Bahkan diduga lebih
16
Page 17
besarnya sudut Q pada perempuan dibandingkan dengan
laki-laki disebabkan karena variasi posisi TT.8 Mereka
menyatakan bahwa TT pada wanita yang lebih ke arah
lateral ini dapat mengakibatkan meningkatnya sudut
valgus atau torsi tibiae. Dalam penelitian lainnya
ditemukan bahwa perempuan secara signifikan memiliki
sudut valgus yang lebih besar dibandingkan dengan laki-
laki.20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
B. Populasi dan Sampel
17
Page 18
Populasi dan sampel adalah seluruh mahasiswi
Fakultas Kedokteran program studi Pendidikan Dokter
angkatan 2010. Dalam penelitian ini digunakan kriteria
inklusi sebagai berikut:
1. Mahasiswi Fakultas kedokteran UNSRAT angkatan 2010.
2. Umur antara 15–21 tahun.
3. Bersedia mengikuti rangkaian penelitian.
4. Tidak ada riwayat kelainan ekstremitas bawah atau
saraf.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi pada bulan November 2011
sampai Januari 2012.
D. Variabel Penelitian
1. Posisi TT
2. Garis mediolateral sendi lutut.
E. Definisi Operasional
1. Tuberositas tibiae: peninggian bentuk oval dari
permukaan anterior dari tulang tibia.
2. Garis mediolateral sendi lutut: garis yang
menghubungkan titik medial dan lateral sendi lutut.
18
Page 19
3. Titik tuberositas tibiae pada garis mediolateral
sendi lutut adalah perpotongan antara garis
mediolateral dan garis tegak lurus yang ditarik dari
tuberositas tibiae menuju garis mediolateral.
F. Alat dan Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan kamera Canon Ixus 750
untuk mengambil gambar lutut subyek, seperangkat
komputer dan printer untuk mencetak gambar lutut subyek,
serta kertas, bolpoin dan penggaris dengan ketelitian 1
mm untuk melakukan analisa trigonometri.
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Setiap subyek diminta untuk mengisi surat pernyataan
bersedia untuk diteliti. Subyek yang memenuhi kriteria
inklusi diminta untuk mengikuti prosedur penelitian.
Pengukuran dilakukan pada subyek dengan posisi tidur
terlentang dan ujung jari-jari kaki menghadap ke atas.
Sendi lutut diekstensikan dan otot kuadriseps
dilemaskan. Lakukan palpasi untuk menentukan titik
maksimum dari TT, kemudian beri tanda. Tentukan titik
maksimal sendi patelofemoral medial dan lateral dan
beri tanda. Foto dengan kamera yang sudah disiapkan.
19
Page 20
H. Pengolahan Data
Cetak foto lutut subyek di kertas. Analisa
trigonometri dilakukan seperti pada Gambar 4, dengan
langkah-langkah sebagai berikut: diameter maksimal dari
sendi patelofemoral medial dan lateral digambar dan
diberi nama AB. Gambar garis-garis yang menghubungkan
antara kedua ujung diameter dengan pusat tuberositas
tibiae (T) yang sudah ditandai. Kemudian tarik garis
tegak lurus dari T menuju ke garis AB sehingga
diperoleh titik S. Kemudian lakukan perbandingan antara
BS dan AS. Perbandingan ini selanjutnya ditulis sebagai
“R” / Rasio.
Hasil analisa trigonometri akan memberikan data-data
berupa angka-angka yang menyatakan nilai dari jarak
titik TT dengan titik sendi lutut medial, jarak titik
TT dengan titik sendi lutut lateral dan perbandingan
antara keduanya (R). Nilai R ini kemudian dikelompokkan
dalam 3 bagian besar, yakni:
1. R<1 : Titik TT cenderung ke arah medial.
2. R=1 : Titik TT berada di tengah garis mediolateral
sendi lutut.
20
Page 21
3. R>1 : Titik TT cendrung ke arah lateral.
Gambar 8. Analisa trigonometri
I. Analisis Data
Setelah memperoleh data dari analisa yang dilakukan
pada foto lutut subyek, lakukan analisa lebih lanjut.
Analisis lanjutan ini dilakukan dengan menentukan nilai
rerata, median, rentang, standar deviasi, nilai
maksimum dan nilai minimum dari nilai-nilai R pada
sampel penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
21
Page 22
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik subyek penelitian
Populasi penelitian yang diteliti adalah mahasiswi
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan
2010, yang berjumlah 153 orang. Diantara jumlah total
tersebut terdapat 13 orang tidak dapat mengikuti
penelitian dengan alasan sedang cuti atau tidak
bersedia menjadi subyek penelitian sesuai dengan waktu
penelitian yang sudah ditetapkan. Maka, sampel
penelitian yang diikut sertakan dalam penelitian ini
berjumlah 140 orang mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi angkatan 2010 yang berumur
15–21 tahun. Di bawah ini akan dijelaskan karakteristik
subyek berdasarkan umur, berat badan (BB), tinggi badan
(TB), indeks massa tubuh (IMT), dan suku.
a. Karakteristik subyek berdasarkan umur
Karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 9 di bawah
ini.
Tabel 1. Karakteristik subyek berdasarkan umur
Umur Frekuensi Persentasi
22
Page 23
(tahun) (%)15 1 0,717 10 7,118 51 36,419 64 45,720 13 9,321 1 0,7
Total 140 100
Gambar 9. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan umur
Dari tabel di atas diketahui bahwa dari jumlah
total sebanyak 140 subyek terdapat 1 subyek (0,7%)
yang berumur 15 tahun, 10 subyek (7,1%) yang berumur
17 tahun, 51 subyek (36,4%) yang berumur 18 tahun,
64 subyek (45,7%) yang berumur 19 tahun, 13 subyek
23
Page 24
(9,3%) yang berumur 20 tahun, 1 subyek (0,7%) yang
berumur 21 tahun.
b. Karakteristik subyek berdasarkan berat badan
Karakteristik obyek penelitian berdasarkan berat
badan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 10 di
bawah ini.
Tabel 2. Karakteristik subyek berdasarkan BB
BB (kg)Frekuen
si
Persentasi
(%)<45 28 20,0
45–49,9 35 2550–54,9 32 22,955–59,9 27 19,360–64,9 8 5,7
≥65 10 7,1Total 140 100
24
Page 25
Gambar 10. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan BB
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 140 subyek
penelitian terdapat 28 subyek (20%) memiliki BB<45
kg, 35 subyek (25%) memiliki BB 45–49,9 kg, 32
subyek (22,9%) memiliki BB 50–54,9 kg, 27 subyek
(19,3%) memiliki BB 55–59,9 kg, 8 subyek (5,7%)
memiliki BB 60 – 64,9 kg, dan 10 subyek (7,1%)
memiliki BB≥65 kg.
c. Karakteristik subyek berdasarkan tinggi badan
Karakteristik subyek penelitian berdasarkan tinggi
badan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 11 di
bawah ini.
Tabel 3. Karakteristik subyek berdasarkan TB
TB (cm)Frekuen
si
Persentasi
(%)<150 20 14,3
150–154,9 23 16,4155–159,9 53 37,9160–164,9 26 18,6
≥165 18 12,9Total 140 100
25
Page 26
Gambar 11. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan TB
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari jumlah
total sebanyak 140 subyek penelitian terdapat 20
subyek (14,3%) memiliki TB<150 cm, 23 subyek (16,4%)
memiliki TB 150–154,9 cm, 53 subyek (37,9%) memiliki
TB 155–159,9 cm, 26 subyek (18,6%) memiliki TB 160–
164,9 cm, 18 subyek (12,9%) memiliki TB≥165 cm.
d. Karakteristik subyek berdasarkan Indeks Massa
Tubuh
Karakteristik obyek penelitian berdasarkan Indeks
Massa Tubuh dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 12
di bawah ini.
Tabel 4. Karakteristik subyek berdasarkan IMT21
26
Page 27
IMTFrek
.
Persentasi
(%)
Ket.
<18,5 21 15Underweigh
t
18,5–
24,99112 80
Normal
25–29,99 6 4,3 Pre-obese
30–34,99 1 0,7 Obese I
Total 140 100
Gambar 12. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan IMT
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 140 subyek
penelitian terdapat 21 subyek (15%) menderita
Underweight, 112 subyek (80%) Normal, 6 subyek (4,3%)
menderita Pre-obese, 1 subyek (0,7%) menderita Obese I,
27
Page 28
dan tidak ada obyek yang menderita Obese II dan Obese
III.
e. Karakteristik subyek berdasarkan suku
Karakteristik subyek penelitian berdasarkan suku
dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 13 di bawah
ini.
Tabel 5. Karakteristik subyek berdasarkan suku
SukuFrek
.%
Suku Frek
.
% Suku Frek
.
%
Ambon 1611,
4Luwuk 1 0,7
Sangi
he9 6,4
Bali 2 1,4Makass
ar7 5 Seram 2 1,4
Batak 4 2,9 Mamuju 1 0,7Terna
te3 2,1
Bolmong 1 0,7Minaha
sa51
36,
4
Tobel
o1 0,7
Cina 5 3,6 Muna 1 0,7Tolit
oli1 0,7
Goronta
lo3 2,1 Palopo 1 0,7
Toraj
a10 7,1
Jawa 11 7,9 Palu 2 1,4Kendari 1 0,7 Papua 7 5
Total:Frekuensi = 140 ; Persentasi = 100%
28
Page 29
Gambar 13. Diagram lingkaran karakteristik subyekberdasarkan suku
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 140 subyek
penelitian terdapat 6 subyek (11,4 %) dari Suku
Ambon, 2 subyek (1,4%) dari Suku Bali, 4 subyek
(2,9%) dari Suku Batak, 1 subyek (0,7%) dari Suku
Bolmong, 5 subyek (3,6%) dari Suku Cina, 3 subyek
(2,1%) dari Suku Gorontalo, 11 subyek (7,9%) dari
Suku Jawa, 1 subyek (0,7%) dari Suku Kendari, 1
subyek (0,1%) dari Suku Luwuk, 7 subyek (5%) dari
Suku Makassar, 1 subyek (0,7%) dari Suku Mamuju, 51
29
Page 30
subyek (36,4%) dari Suku Minahasa, 1 subyek (0,7%)
dari Suku Muna, 1 subyek (0,7%) dari Suku Palopo, 2
subyek (1,4%) dari Suku Palu, 7 subyek (5%) dari
Suku Papua, 9 subyek (6,4%) dari Suku Sangihe, 2
subyek (1,4%) dari Suku Seram, 3 subyek (2,1%) dari
Suku Ternate, 1 subyek (0,7%) dari Suku Tobelo, 1
subyek (0,7%) dari Suku Tolitoli, dan 10 subyek (7,1
%) dari Suku Toraja.
2. Hasil pengukuran posisi TT terhadap garis
mediolateral sendi lutut
Dalam penelitian yang melibatkan 140 subyek ini,
terdapat 280 lutut (yang selanjutnya akan disebut
sebagai obyek penelitian). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan secara deskriptif kepada 280 obyek
penelitian, diperoleh hasil pengukuran posisi TT
terhadap garis mediolateral sendi lutut seperti pada
Tabel 6 dan Gambar 14.
Tabel 6. Hasil pengukuran TT terhadap garis
mediolateral sendi lutut
Nilai R Frekuensi Persentasi (%)< 1 31 11,1
30
Page 31
1 19 6,8> 1 230 82,1Total 280 100
Mean : 1,57 Rentang : 3,23Median : 1,47 Minimum : 0,57Standar Deviasi : 0,59
Maksimum : 3,8
Gambar 14. Diagram batang Hasil pengukuran TT terhadapgaris mediolateral
sendi lutut
Nilai R<1 menunjukkan bahwa posisi TT terhadap garis
mediolateral sendi lutut cenderung ke arah medial,
nilai R=1 menunjukkan bahwa posisi TT berada di tengah
garis mediolateral sendi lutut dan nilai R>1
menunjukkan bahwa posisi TT terhadap garis mediolateral
31
Page 32
sendi lutut cenderung ke arah lateral. Hasil yang
diperoleh menunjukkan dari 280 obyek penelitian
terdapat 31 obyek (11,1%) dengan nilai R kurang dari
satu, 19 obyek (6,8%) dengan nilai sama dengan satu dan
sebagian besar 230 obyek (82,1%) dengan nilai R lebih
dari 1.
Setelah melihat hasil pengukuran secara keseluruhan,
berikut ini akan dipaparkan hasil pengukuran posisi TT
terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam kelompok–
kelompok umur, BB, TB, IMT dan suku. Posisi TT terhadap
garis mediolateral sendi lutut dalam kelompok umur
dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam
kelompok umur
Umur(tahun)
Frekuensi
(lutut)<1 % 1 % >1 %
15 2 0 0 0 0 2 100
17 20 529,
41 5 14 70
18 102 10 9,8 6 5,9 8684,
3
19 128 13 10,
19 7 10
6
82,
8
32
Page 33
20 26 311,
53
11,
520
76,
921 2 0 0 0 0 2 100
Total 280 31 1923
0
Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut
dalam kelompok berat badan dapat dilihat pada Tabel 8
di bawah ini.
Tabel 8. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam
kelompok BB
BB
(kg)
Frekuen
si
<1 % 1 % >1 %
≤ 44,9 565 8,9 3 5,3 48 85,
745 –
49,970
9 12,
8
3 4,3 58 82,
850 –
54,964
7 10,
9
3 4,7 54 84,
455 –
59,954
7 13 4 7,4 43 80
60 –
64,916
1 6,2 1 6,2 14 87,
5
33
Page 34
≥ 65 20 2 10 5 25 13 65Total 280 31 19 230
Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut
dalam kelompok tinggi badan dapat dilihat pada Tabel 9
di bawah ini.
Tabel 9. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam
kelompok TB
TB (cm)Frekuen
si<1 % >1 % >1 %
≤ 149,9 40 4 10 0 0 36 90150 –
154,946 4
8,
72
4,
340
86
,9155 –
159,9106 16
15
,110
9,
480
75
,5160 –
164,952 6
11
,54
7,
742
80
,8
≥ 165 36 12,
83
8,
332
88
,9
Total 280 31 1923
0
Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut
dalam kelompok IMT dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah
ini.
34
Page 35
Tabel 10. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam
kelompok IMT
IMTKet. Frek
.
<1 % 1 % >1 %
< 18,5Underweigh
t42
5 11,
9
3 7,1 34 80,
918,5 –
24,99
Normal224
24 10,
7
13 5,8 18
7
83,
525 –
29,99
Pre-obese12
1 8,3 2 16,
7
9 75
30 –
34,99
Obese I2
1 50 1 50 0 0
Total 28031 19 23
0Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut
dalam kelompok suku dapat dilihat pada Tabel 11 di
bawah ini.
Tabel 11. Posisi TT terhadap garis mediolateral dalam
kelompok Suku
SukuFrekuen
si <1 % 1 % >1 %
Ambon 32 412
,51
3,
127
84
,4
Bali 4 0 0 0 0 410
0
35
Page 36
Batak 8 0 0 2 25 6 75Bolmon
g2 1 50 0 0 1 50
Cina 10 0 0 1 10 9 90Goront
alo6 2
33
,30 0 4
66
,7
Jawa 22 0 0 14,
521
95
,4Kendar
i2 0 0 0 0 2
10
0Luwuk 2 0 0 1 50 1 50Makass
ar14 1
7,
12
14
,311
78
,6Mamuju 2 1 50 1 50 0 0Minaha
sa102 17
16
,77
6,
978
76
,5
Muna 2 0 0 0 0 210
0Palopo 2 0 0 1 50 1 50
Palu 4 0 0 0 0 410
0
Papua 14 214
,30 0 12
85
,7Sangih
e18 0 0 1
5,
517
94
,4
Seram 4 0 0 0 0 410
0Ternat 6 0 0 0 0 6 10
36
Page 37
e 0
Tobelo 2 0 0 0 0 210
0Tolito
li2 0 0 1 50 1 50
Toraja 20 3 15 0 0 17 85
Total 280 31 1923
0
B. Pembahasan
Setelah melihat Tabel 1, terlihat bahwa sampel
penelitian terbanyak adalah berumur 19 tahun, yaitu
sebanyak 64 orang (45,7%). Dari Tabel 7, diperoleh
gambaran posisi TT terhadap garis mediolateral sendi
lutut dalam kelompok-kelompok umur. Dalam semua
kelompok umur, posisi TT terhadap garis mediolateral
sendi lutut sampel lebih banyak cenderung ke arah
lateral. Persentasi terbesar untuk posisi TT yang
cenderung ke arah medial (R<1) ada pada umur 17 tahun
(29,4%). Persentasi terbesar untuk posisi TT di tengah
garis mediolateral sendi lutut (R=1) ada pada umur 20
37
Page 38
tahun (11,5%). Sedangkan persentasi terbesar untuk
posisi TT yang cenderung ke arah lateral ada pada umur
15 dan 21 tahun (100%), namun jumlah obyek untuk kedua
kelompok umur ini hanya 2 (2 lutut/1 orang).
Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel penelitian
terbanyak pada kelompok BB=45–49,9 kg, yaitu sebanyak
35 subyek (25%). Dari Tabel 8, diperoleh gambaran
posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam
kelompok-kelompok BB. Dalam semua kelompok BB, posisi
TT terhadap garis mediolateral sendi lutut sampel lebih
banyak cenderung ke arah lateral. Persentasi terbesar
untuk posisi TT yang cenderung ke arah medial (R<1) ada
pada BB=55–59,9 kg (13%). Persentasi terbesar untuk
posisi TT di tengah garis mediolateral sendi lutut
(R=1) ada pada BB≥65 kg (25%). Sedangkan persentasi
terbesar untuk posisi TT yang cenderung ke arah lateral
ada pada BB = 60–64,9 kg (87,5%).
Tabel 3 menunjukkan bahwa sampel penelitian
terbanyak pada kelompok TB=155–159 cm, yaitu sebanyak
53 subyek (37,9%). Dari Tabel 9, diperoleh gambaran
posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam
38
Page 39
kelompok-kelompok TB. Dalam semua kelompok TB, posisi
TT terhadap garis mediolateral sendi lutut sampel lebih
banyak cenderung ke arah lateral. Persentasi terbesar
untuk posisi TT yang cenderung ke arah medial (R<1) ada
pada TB=155–159,9 cm (15,1%). Persentasi terbesar untuk
posisi TT di tengah garis mediolateral sendi lutut
(R=1) ada pada TB=155–159,9 cm (9,4%). Sedangkan
persentasi terbesar untuk posisi TT yang cenderung ke
arah lateral ada pada TB<150 cm (90%).
Tabel 4 menunjukkan bahwa sampel penelitian
terbanyak pada kelompok IMT Normal (18,5–24,99), yaitu
sebanyak 112 subyek (80%). Dari Tabel 10, diperoleh
gambaran posisi TT terhadap garis mediolateral sendi
lutut dalam kelompok-kelompok IMT. Dalam hampir semua
kelompok IMT, posisi TT terhadap garis mediolateral
sendi lutut sampel lebih banyak cenderung ke arah
lateral, kecuali pada kelompok IMT Obese I posisi TT
cenderung ke arah medial dan di pertengahan garis
mediolateral. Persentasi terbesar untuk posisi TT yang
cenderung ke arah medial (R<1) ada pada Obese I (50%).
Persentasi terbesar untuk posisi TT di tengah garis
39
Page 40
mediolateral sendi lutut (R=1) ada pada Obese I (50%)
Sedangkan persentasi terbesar untuk posisi TT yang
cenderung ke arah lateral ada pada IMT Normal (83,5%)
Tabel 5 menunjukkan bahwa sampel penelitian
terbanyak pada kelompok Suku Minahasa, yaitu sebanyak
51 subyek (36,4%). Dari Tabel 11, diperoleh gambaran
posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut dalam
kelompok-kelompok suku. Dalam hampir semua kelompok
suku, posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut
sampel lebih banyak cenderung ke arah lateral, kecuali
pada kelompok Suku Mamuju posisi TT cenderung ke arah
medial dan di pertengahan garis mediolateral.
Dalam penelitian yang dilaksanakan pada tempat dan
subyek yang berbeda, didapatkan bahwa perempuan
memiliki posisi TT yang cenderung lebih ke arah lateral
dibandingkan dengan laki-laki.8 Mereka menyatakan bahwa
TT pada wanita yang lebih ke arah lateral ini dapat
mengakibatkan meningkatnya sudut valgus atau torsi
tibiae. Dalam penelitian lainnya ditemukan bahwa
perempuan secara signifikan memiliki sudut valgus yang
lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.20
40
Page 41
Dari 280 obyek yang diteliti, sebanyak 229 obyek
atau 81,8% dari jumlah keseluruhan obyek memiliki R
lebih dari 1. Data ini menunjukkan bahwa terdapat jauh
lebih banyak subyek penelitian yang memiliki posisi TT
yang cenderung ke arah lateral dibandingkan dengan
subyek yang memiliki posisi TT yang cenderung ke arah
medial atau subyek yang memiliki posisi TT yang berada
di tengah garis mediolateral sendi lutut.
Keuntungan dari penelitian ini adalah titik Medial
Sendi Lutut (MSL), titik Lateral Sendi Lutut (LSL) dan
titik TT pada kebanyakan subyek cukup mudah untuk
dipalpasi. Penggunaan rasio dalam penelitian ini juga
memiliki keuntungan tersendiri, yaitu hasil
perbandingan yang diperoleh dapat menghasilkan nilai-
nilai yang lebih akurat ketika dilakukan pada individu-
individu yang berbeda dibandingkan dengan pengukuran
absolut.
Dalam melakukan penelitian, penulis mengalami
kesulitan untuk menentukan titik MSL dan LSL pada
subyek yang menderita overweight. Dari pengalaman
peneliti lainnya, mereka juga mengalami hal yang sama,
41
Page 42
dimana kedua titik tersebut sulit dipalpasi pada
individu penderita obesitas.8 Hal tersebut yang menjadi
kekurangan dari penelitian ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran posisi TT terhadap
garis mediolateral sendi lutut yang dilakukan pada
mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
angkatan 2010, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dari penelitian yang telah dilakukan, didapati bahwa
mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi angkatan 2010, memiliki posisi TT yang
cenderung ke arah lateral.
2. Posisi TT terhadap garis mediolateral sendi lutut
dalam hampir semua kelompok-kelompok umur, BB, TB,
IMT dan Suku cenderung ke arah lateral.
B. Saran
42
Page 43
Setelah melakukan penelitian dan melihat hasil yang
diperoleh, penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan populasi
yang sama atau berbeda dan dibandingkan dengan
variabel lain seperti umur, BB, TB, IMT dan Suku.
2. Penelitian lanjutan dapat dilakukan pada kelompok
populasi lain, seperti pada orang tua, penderita
obesitas, olahragawan, dan populasi lainnya yang
memberi beban berat terhadap lutut mereka dalam
jangka waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Phillips J, Coetsee M F. Incidence of Non-TraumaticAnterior Knee Pain Among 11-17 Year-Olds. SAJSM 2007;19: 60-4.
2. Runner's Knee (Patellofemoral Pain) 2007. Availablefrom URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00382.
43
Page 44
3. Guerra JP, Arnold MJ, Gajdosik, RL. Q Angle: Effectsof Isometric Quadriceps Contraction and BodyPosition. Journal of Orthopaedic & Sports Physical Therapy 1994Apr; 19(4): 200-4.
4. Raveendranath V, Nachiket S, Sujatha N, Priya R,Rema D. Bilateral Variability of the QuadricepsAngle (Q angle) in an Adult Indian Population. IranianJournal of Basic Medical Sciences 2011 Sep-oct; 14(5): 465-71.
5. Horton MG, Hall TL. Quadriceps Femoris Muscle Angle:Normal Values and Relationships with Gender andSelected Skeletal Measures. Physical Therapy 1989 Nov;69(11): 897-901.
6. Caylor D, Fites R, Worrell, TW. The Relationshipbetween Quadriceps Angle and Anterior Knee Painsyndrome. JOSPT 1993; 17: 11-6.
7. Daneshmandi H, Saki F. The Study of JointHypermobility and Q Angle in Female FootballPlayers. World Journal of Sport Sciences 3 2010; 4: 243-7.
8. Veeramani R, Shankar N, Narayanan S, Ranganath P,Rajagopalan R. Gender differences in themediolateral placement of the patella and tibialtuberosity: a geometric analysis. TSACA 2010; 4: 45-50.
9. Jones RB, Barlett EC, Vainright JR, Carroll RG. CTdetermination of tibial tubercle lateralization inpatients presenting with anterior knee pain. SkeletalRadiol 1995; 24: 505-9.
10. Nagamine R, Miura H, Urabe K, Matsuda S, Chen WJ,dkk. Radiological assessment of the position of thetibial tuberosity by means of a marking wire inknees with patellofemoral arthritis. Skeletal Radiol1999; 28: 27-32.
44
Page 45
11. Ramappa A, Wilson D, Apreleva M, Harrold F,Fitzgibbons P, dkk. The effects of medialization andanteromedialization of the tibial tubercle onpatellofemoral mechanics and kinematics in kneeswith patellofemoral malalignment. Orthop Research Society2001: 0818.
12. Ernest WA. Quick Review Anatomi Klinik, edisi 2,jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara, 2011.
13. Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia,edisi 22, jilid 2. Jakarta: EGC, 2007.
14. Rectus Femoris Muscle. Available From:http://en.wikipedia.org/wiki/Rectus_femoris_muscle.
15. WB Saunders Company. Kamus kedokteran dorland,edisi 29. Jakarta: EGC, 2002.
16. McVay CB. Surgical Anatomy Sixth Edition VolumeII. Canada: WB Saunders Company, 1984.
17. Emami MJ, Ghahramani MH, Abdinejad F, Namazi H. Q-angle: An Invaluable Parameter for Evaluation ofAnterior Knee Pain. Arch Iranian Med 2007; 10(1): 24-26.
18. Herrington L, Nester C. Q-angle undervalued? Therelationship between Q-angle and medio-lateralposition of the patella. Clin Biomech 2004; 19: 1070-3.
19. Biedert RM, Warnke K. Correlation between the Qangle and the patella position: a clinical and axialcomputed tomography evaluation. Arch Orthop Trauma Surg2001 Jun; 121(6): 346-9.
20. Nguyen AD, Shultz SJ. Sex differences in clinicalmeasures of lower extremity alignment. J Orthop SportsPhys Ther 2007; 37:389-98.
45
Page 46
21. World Health Organization 2006. Available fromURL: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html
46