-
INTISARI
Susanto. 2014. Analisis Tegangan Regangan Pada Pondasi
Berhimpit. Skripsi, Program Studi S1 Teknik Sipil, Jurusan Teknik
Sipil, fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing
Fadly Achmad, S.T., M. Eng.
Penelitian ini bertujuan mengetahui tegangan-regangan pada
pondasi berhimpit. Lokasi studi pada Laboratorium Teknik Sipil
Universitas Negeri Gorontalo. Kapasitas dukung menggunakan metode
analisis Terzaghi dan Skempton. Penyebaran beban pondasi dihitung
menggunakan tambahan tegangan metode Boussinesq, sedangkan analisis
pondasi berhimpit digunakan program Plaxis 8.2 untuk menghitung
tegangan-regangan yang timbul dari adanya beban pondasi.
Penyelidikan tanah dengan menggunakan bor tangan menunjukkan
tanah di lokasi penelitian merupakan tanah lempung yang ditimbun
dengan pasir. Perhitungan kapasitas dukung menurut Terzaghi dan
Skempton menunjukkan pondasi tidak memenuhi faktor aman, F =2,014
< 3. Tegangan- regangan terbesar terjadi pada pondasi
telapak-cerucuk sebesar 325,212 kN/m2 dan 0,770 kN/m2. Tegangan
pada pondasi berhimpit sebesar 187,020 kN/m2 dan regangan sebesar
0,416 kN/m2.
Kata Kunci: Pondasi berhimpit, Metode Boussinesq, Plaxis
8.2.
-
ABSTRACT
Susanto 2014. Stress Strain Analysis On The foundation coincide.
Script, S1 Civil Engineering Programme, Department of Civil
Engineering, Faculty of Engineering, Gorontalo State University.
Adviser Fadly Ahmad, S.T., M. Eng. This study aims to determine the
stress strain on the foundation coincide. Location of study at the
Civil Engineering Laboratory, Gorontalo State University. Bearing
capacity analysis Terzaghi and Skempton method. The spread is
calculated using an additional foundation load stress while the
Boussinesq method, foundation coincide analysis used Plaxis 8.2
programme to calculate the stress strain arising from the existence
of the foundation load. Soil investigation using a hand drill in
the research site, show a clay backfilled with sand. Calculation of
bearing capacity according to Terzaghi and Skempton shows the
foundation does not meet the safety factor, F = 2.014
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laboratorium Teknik Sipil Universitas Negeri
Gorontalo (UNG) merupakan
bangunan yang dibangun pada pertengahan tahun 2006. Bangunan ini
pada
awalnya berlantai satu dengan tipe pondasi adalah sumuran. Pada
tahun 2008
bangunan ini ditingkatkan menjadi dua lantai dan tetap memakai
pondasi sumuran
sebagai pondasinya.
Pertengahan tahun 2012 bangunan ini kembali mengalami perbaikan
dalam
hal pengaturan ruangan serta penambahan pondasi. Penambahan ini
berupa
pondasi telapak yang berhimpitan langsung dengan pondasi
sumuran. Pondasi
sumuran dan pondasi telapak, masing-masing mendukung kolom yang
saling
berhimpit pula. Kondisi tanah pada Laboratorium Teknik Sipil UNG
merupakan
tanah persawahan yang masih aktif digunakan dan selalu terendam
air. Kondisi ini
membuat tanah di Laboratorium Teknik Sipil UNG memiliki
kapasitas dukung
yang rendah, maka untuk menambah kapasitas dukung tanah
digunakan cerucuk
bambu sebagai alternatif perbaikan tanah.
Pondasi berhimpit yang mendukung kolom berbeda akan memikul
beban
yang berbeda pula. Akibat dari beban yang dipikul tanah akan
mengalami
tegangan. Tegangan yang terjadi dalam tanah akan menyebabkan
berubahnya
susunan tanah dan pengurangan rongga pori maupun air didalam
tanah.
Berubahnya susunan tanah dan pengurangan rongga pori disebut
dengan
regangan. Bentuk dari distribusi tegangan di dalam tanah
disederhanakan dengan
metode Boussinesq untuk beban titik. Anggapan metode Boussinesq,
yaitu tanah
merupakan bahan yang bersifat elastis, tidak mempunyai berat,
tegangan-
regangan mengikuti hukun Hooke, dan distribusi tegangan simetri
terhadap sumbu
vertikal.
Berdasarkan latar belakang perlu dianalisis pengaruh
tegangan-regangan yang
terjadi terhadap pondasi pada Laboratorium Teknik Sipil UNG.
-
2
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kapasitas dukung tanah di lokasi penelitian?
2. Bagaimana tegangan-regangan pondasi sumuran akibat
pembangunan
pondasi di dekatnya?
3. Bagaimana perlakuan tegangan-regangan pada pondasi
berhimpit?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui kapasitas dukung tanah di lokasi penelitian.
2. Mengetahui besarnya tegangan-regangan pondasi lama akibat
pembangunan pondasi di sekitarnya.
3. Mengetahui perlakuan tegangan-regangan pada pondasi
berhimpit.
1.4 Batasan Masalah Batasan masalah yang diambil untuk
penyelesaian penelitian ini adalah:
1. Jenis tanah yang ditinjau hanya pada gedung Laboratorium
Teknik Sipil
UNG.
2. Data sekunder penyelidikan tanah (uji CPT) diambil sejauh 95
m dari
lokasi penelitian.
3. Sampel yang digunakan diambil dari dua lokasi yang dianggap
memenuhi.
4. Tinjauan dilakukan terhadap kapasitas dukung pondasi
telapak-cerucuk
bambu.
5. Analisis kapasitas dukung menggunakan metode Terzaghi dan
Skempton.
6. Analisis tambahan tegangan menggunakan metode Boussinesq.
7. Tidak menganalisis metode perbaikan tanah yang dilakukan.
8. Tidak menghitung besarnya penurunan konsolidasi.
9. Tegangan-regangan dianalisis menggunakan perangkat lunak
Plaxis 8.2.
-
3
1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat berupa:
1. Dapat menambah ilmu pengetahuan serta memperdalam
pemahaman
dalam perencanaan pondasi.
2. Memberikan informasi pada masyarakat tentang perencanaan
pondasi.
3. Menjadi bahan kajian dan masukan pada instansi terkait dalam
hal
perencanaan pondasi berhimpit.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Penelitian Terdahulu Damoerin, dkk (2011), menguji pengaruh
cerucuk dalam skala laboratorium
dengan media tanah komposit. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui
perkuatan tanah dengan cerucuk pada tanah komposit. Penelitian
ini
menitikberatkan pada pengaruh panjang dan diameter cerucuk
terhadap tegangan
deviator (deviator stress) terhadap regangan (strain). Hasil
penelitian
disimpulkan, penambahan cerucuk memberikan pengaruh pada
peningkatan nilai
kohesi (c) dan penurunan nilai sudut geser ( ). Penggunaan
cerucuk panjang
menghasilkan nilai kohesi terbesar pada tanah komposit.
Yudiawati dan Marzuki (2011), melakukan pengujian lapangan
dengan
menggunakan pondasi bujursangkar lebar (B) = 1 m dan diameter
cerucuk 5 cm.
Pengujian ini bertujuan mengetahui pengaruh variasi jarak,
variasi panjang
cerucuk, dan variasi luas area cerucuk terhadap penurunan. Hasil
pemberian
cerucuk di sekitar area pondasi meningkatkan daya dukung pondasi
dan
mengurangi penurunan yang terjadi.
Hadi, 1990 dalam Muhrozi 2011 melakukan penelitian studi daya
dukung
tiang cerucuk pada model skala kecil difokuskan pada daya dukung
pondasi
telapak bercerucuk dengan ukuran 20 x 20 cm2. Penelitian ini
menggunakan alat
vane shear test untuk mengukur kohesi tanah akibat pemasangan
cerucuk. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jarak tiang cerucuk yang lebih
dekat/pendek serta
jumlah cerucuk yang semakin banyak akan menyebabkan terjadinya
peningkatan
daya dukung pondasi telapak yang cukup besar
(https://www.box.com/s, 31
Oktober 2012).
Putra, dkk (2009), melakukan penelitian laboratorium dengan
menggunakan
cerucuk bambu diameter 0,3 cm dan panjang 7,5 cm 15 cm.
Penelitian ini
didasarkan pada variasi panjang dan diameter cerucuk serta
pengaruh model
pemasangan cerucuk, yaitu secara horisontal dan vertikal dan
dimasukkan dalam
-
5
alat kuat tekan bebas (unconfined strength test). Berdasarkan
hasil penelitian
kekuatan cerucuk vertikal lebih baik dari horisontal, makin
panjang dan rapat
cerucuk maka kekuatan makin tinggi, serta kadar air makin
rendah
(http://www.websipil.com/url, diakses 6 Juli 2013).
Tjandra (2009), melakukan penelitian perkuatan pondasi lama
akibat
pembangunan pondasi baru. Penelitian ini didasarkan pada
pengaruh galian yang
dilakukan dekat bangunan lama. Pondasi lama pada penelitian ini
berupa pondasi
telapak dan pondasi tiang. Perkuatan yang dipakai adalah
Cylinder Type Sheet
Pile (CTSP). Berdasarkan hasil penelitian pemasangan CTSP pada
pondasi
bangunan lama akan secara signifikan mengurangi penurunan yang
terjadi pada
pondasi footing dan pondasi tiang
(http://repository.petra.ac.id, 18 Juli 2013).
Prawono, dkk (1999), melakukan penelitian sudut penyebaran beban
pada
tanah lempung. Penelitian dimodelkan dalam skala laboratorium,
dimana tanah
lempung diisi dalam sebuah drum dan dilapisi pasir urug di
atasnya. Penelitian ini
menunjukkan bahwa sudut penyebaran beban tergantung dari pasir
urug yang
dipakai, semakin padat pasir urug semakin besar sudut penyebaran
yang terjadi
(http://cpanel.petra.ac.id/ejournal, 18 Juli 2013).
1.2 Tanah Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan
endapan-endapan yang
relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar
(bedrock). Ikatan antara
butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat
organik, atau
oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-partikel. Ruang
diantara partikel-
partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses
pelapukan batuan atau
proses geologi lainnya yang terjadi di dekat permukaan bumi
membentuk
terjadinya tanah.
Wesley (2012) membagi dua jenis tanah, yaitu:
1. Tanah residu (residual soil)
Tanah yang terbentuk langsung oleh pelapukan kimiawi pada
tempat
pembentukannya di atas batuan asal.
-
6
2. Tanah yang terangkut (transported soil)
Tanah yang dibawa oleh air sungai karena tererosi dan kemudian
mengendap
lapisan demi lapisan.
Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk
menggambarkan
ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah ditentukan
dan untuk
menggambarkan sifat tanah yang khusus. Kebanyakan jenis tanah
terdiri dari
banyak campuran, atau lebih dari satu macam partikel. Tanah
lempung belum
tentu terdiri dari partikel lempung saja, akan tetapi dapat
bercampur dengan
butiran-butiran ukuran lanau maupun pasir, dan mungkin terdapat
campuran
bahan organik. Ukuran partikel tanah bervariasi dari lebih besar
100 mm sampai
dengan lebih kecil dari 0,001 mm (Hardiyatmo, 2011).
1.2.1 Penyelidikan Tanah Tujuan penyelidikan tanah di lapangan
adalah memperoleh informasi tentang
kondisi bawah permukaan dan sifat-sifat mekanis atau keteknikan
dan sifat-sifat
fisik termasuk kemampuan memikul beban dari material alam yang
digunakan
untuk struktur suatu bangunan teknik sipil (Hendarsin, 2003).
Salah satu cara dari
penyelidikan tanah, yaitu cara pengeboran. Pengeboran dilakukan
untuk
mendapatkan contoh dari tanah yang dapat diperiksa secara visual
maupun
diamati pada laboratorium.
Salah satu metode pengeboran yang lazim digunakan adalah metode
bor
tangan (hand bor). Menurut Wesley (2012), bor tangan
mempergunakan berbagai
macam auger pada ujung bagian bawah dari serangkaian stang-stang
(rods) bor.
Alat ini tidak dapat digunakan pada pasir yang terendam air. Bor
tangan dapat
menembus sampai 10 m tapi umumnya kedalaman bor maksimum 6
sampai 8 m.
Pada tanah yang lunak sampai sedang, bor tangan dapat mencapai
kedalaman
sekitar 5 m tanpa kesulitan.
Menurut Hendarsin (2003), ada berbagai macam bentuk mata bor
salah
satunya mata bor bentuk Iwan. Bentuk mata bor Iwan terdiri dari
dua keping plat
baja lengkung, pada bagian atasnya disambung membentuk tabung,
tetapi dengan
bukaan yang berlawanan sama sekali. Pada bagian bawah terdiri
dari dua pisau
-
7
menyerupai jari-jari tangan renggang yang berfungsi sebagai
pemotong dan juga
penahan keluarnya tanah dari auger. Pengikat pegangan atau
tambahan dipasang
pada bagian atas penyambung. Bentuk dari bor tangan ditunjukkan
dalam Gambar
2.1.
Gambar 2.1 Bor Tangan Bentuk Iwan (Hendarsin, 2003).
1.2.2 Klasifikasi Tanah Sifat-sifat tanah menjadi suatu hal yang
penting karena berhubungan dengan
kekuatan tanah, usaha mengkorelasikan hasil-hasil uji
klasifikasi sederhana
dengan tetapan-tetapan tanah diperlukan guna menyelesaikan
masalah-masalah
perencanaan secara praktis. Masalah-masalah ini antara lain
penentuan penurunan
bangunan, penentuan kecepatan air dalam uji koefisien
permeabilitas, dan
menentukan kuat geser tanah.
Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan, yaitu
Unified Soil
Classification System dan AASHTO (American Association of State
Highway and
Transportation Officials). Sistem-sistem ini menggunakan
sifat-sifat indeks tanah
yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan
indeks plastisitas.
Klasifikasi unified biasa dipakai dalam perencanaan bangunan
sedangkan
AASHTO lebih banyak digunakan pada jalan raya. Pada sistem
unified, tanah
diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan
pasir) jika kurang dari
50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah berbutir halus
(lanau/lempung)
jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Dalam Tabel 2.2
ditunjukkan nilai-
nilai tipikal porositas (n), angka pori (e), kadar air (w),
berat kering ( d ), dan
berat basah ( b ) untuk tanah asli (Terzaghi, 1943 dalam
Hardiyatmo 2010).
-
8
Tabel 2.1 Nilai-nilai Tipikal n, e, w, d , dan b untuk Tanah
Asli (Terzaghi, 1943 dalam Hardiyatmo 2010)
Macam Tanah
n
(%)
E w (%) d
kN/m3 b
kN/m3
Pasir seragam, tidak padat Pasir seragam, padat Pasir berbutir
campuran, tidak padat Pasir berbutir campuran, padat Lempung lunak
sedikit organik Lempung lunak sangat organik
46 34
40 30 66 75
0,85 0,51 0,67 0,43 1,90 3,00
32 19 25 16 70 110
14,3 17,5
15,9 18,6
- -
18,9 20,9 19,9 21,6 15,8 14,3
1.3 Cerucuk Bambu Bambu merupakan jenis tanaman yang tumbuh di
daerah tropis dan sub tropis.
Bambu biasanya dapat hidup dan tersebar di daerah Asia Pasifik,
Afrika dan Amerika
(pada garis 46 LU sampai 47 LS). Bambu dapat tumbuh dengan baik
di daerah
yang beriklim lembab dan panas (www.sain-teknologi.co.id, 3
Agustus 2012).
Data teknis mengenai sifat fisik bambu adalah sebagai
berikut:
1. Penyusutan bambu yang ditebang pada musim hujan sampai
keadaan kering
udara adalah pada arah longitudinal sebesar 0,2 0,5 %, arah
tangensial
sebesar 10 20 % dan arah radial sebesar 15 30 %.
2. Berat jenis bambu kering udara adalah 0,60 1.
3. Kuat lekat antara bambu kering dengan beton berkisar antara 2
4 kg/cm2.
Sifat-sifat mekanik bambu adalah sebagai berikut:
1. Tegangan tarik 600 4000 kg/cm2.
2. Tegangan tekan 250 600 kg/cm2.
3. Tegangan lentur 700 3000 kg/cm2.
4. Modulus elastisitas 100.000 300.000 kg/cm2.
Masyarakat di daerah pantai, rawa dan daerah pasang surut
sering
menggunakan cerucuk bambu/dolken sebagai pondasi atau perkuatan
tanah untuk
bangunan rumah atau gedung, bangunan jalan, bangunan
drainase/irigasi, dan
bangunan lainnya.
-
9
Menurut Yudiawati dan Marzuki (2011), bangunan-bangunan yang ada
di
Banjarmasin banyak menggunakan kayu galam sebagai cerucuk.
Penggunaan ini
karena Kalimantan Selatan mempunyai deposit tanah lunak yang
besar hingga
ketebalan 25 m.
Cerucuk bambu merupakan bambu yang dipotong dengan panjang
tertentu
dan dipancang (tidak menggunakan alat berat) ke dalam tanah
lunak dengan
maksud agar kapasitas dukung tanah bertambah. Perilaku cerucuk
bambu yang
memotong bidang geser tanah di bawah pondasi merupakan salah
satu fungsi dari
pondasi tiang yang selain menahan gaya guling juga meneruskan
beban ke dalam
tanah.
Departemen Pekerjaan Umum telah menerbitkan pedoman teknis
mengenai
syarat cerucuk yang digunakan untuk mendukung pondasi. Syarat
ini dijelaskan
dalam Tabel 2.2 Persyaratan Cerucuk Kayu ( Departemen Pekerjaan
Umum,
1999).
Tabel 2.2 Persyaratan Cerucuk Kayu
(http://binamarga.pu.go.id/referensi, 31
Oktober 2012)
1.4 Kapasitas Dukung Pondasi Dangkal Pondasi dangkal adalah
pondasi yang dalam mendukung beban bangunan
hanya mengandalkan tahanan ujungnya saja, karena tahanan gesek
dindingnya
kecil. Dalam perencanaan pondasi tanah akan mengalami
keruntuhan. Keruntuhan
tanah adalah suatu fase dimana kekuatan tanah terlampaui seiring
dengan
bertambahnya deformasi akibat penambahan beban. Berdasarkan
hasil uji model,
(Vesic, 1963 dalam Hardiyatmo, 2011) membagi mekanisme
keruntuhan pondasi
menjadi tiga macam seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2,
yaitu:
Uraian Persyaratan Diameter Minimum 8 cm, maksimum 15 cm Panjang
Minimum 3,5 m, maksimum 6 in
Kelurusan Cukup lurus, tidak belok dan bercabang Kekuatan
Minimum kelas kuat II PKKI 1973 Tegangan Minimum kelas kuat III
untuk mutu A PKKI 1973
-
10
Gambar 2.2 Pola Keruntuhan Pondasi (Hardiyatmo, 2011).
1. Keruntuhan geser umum
Keruntuhan geser umum adalah keruntuhan pondasi terjadi
menurut
bidang runtuh yang dapat diidentifikasi dengan jelas. Keruntuhan
ini (Gambar
2.2 a) terjadi dalam waktu yang relatif mendadak, diikuti dengan
penggulingan
pondasi.
2. Keruntuhan geser lokal
Tipe keruntuhan ini (Gambar 2.2 b) hampir sama dengan tipe
keruntuhan
geser, namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai
permukaan
tanah. Dalam tipe keruntuhan geser lokal, terdapat sedikit
penggembungan
tanah di sekitar pondasi, namun tidak terjadi penggulingan
pondasi.
-
11
3. Keruntuhan penetrasi
Pada keruntuhan ini (Gambar 2.2 c), dapat dikatakan keruntuhan
geser
tanah tidak terjadi. Akibat beban dan kondisi tanah yang lunak,
pondasi
menembus tanah ke bawah. Baji tanah yang terbentuk di bawah
dasar pondasi
hanya menyebabkan tanah menyisih dan bidang runtuh tidak terjadi
sama
sekali.
1.4.1 Analisis Terzaghi Analisis kapasitas dukung (Terzaghi,
1943 dalam Hardiyatmo, 2011)
didasarkan pada anggapan-anggapan, sebagai berikut:
1. Pondasi berbentuk memanjang tak terhingga,
2. Tanah di bawah dasar pondasi homogen,
3. Berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan beban
terbagi rata sebesar
po= Df ,
4. Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan,
5. Dasar pondasi kasar,
6. Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan
linier,
7. Baji tanah yang terbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan
elastis dan
bergerak bersama-sama dengan dasar pondasi,
8. Pertemuan antara sisi baji dan dasar fondasi membentuk sudut
sebesar sudut
gesek dalam tanah ( ),
9. Berlaku prinsip superposisi.
Analisis kapasitas dukung menurut Terzaghi ditunjukkan seperti
dalam
Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Analisis Kapasitas Dukung Menurut Terzaghi
(Hardiyatmo, 2011).
-
12
Kapasitas dukung ultimit (ultimit bearing capacity) (qu)
didefinisikan sebagai
beban maksimum per satuan luas di mana masih dapat mendukung
beban tanpa
mengalami keruntuhan. Kapasitas dukung ultimit dinyatakan dalam
Persamaan
2.1.
qu A
Pu
..............................................................................................................(2.1)
dengan:
qu : kapasitas dukung ujung ultimit (kN/m),
Pu : beban ultimit (kN),
A : luas pondasi (m).
Persamaan umum kapasitas dukung Terzaghi seperti dalam Persamaan
2.2.
qu = c2Nc + Df 1 Nq + 0,5 2 BN
....................................................................(2.2)
dengan:
qu : kapasitas dukung ultimit (kN/m2),
c2 : kohesi tanah di bawah dasar pondasi (kN/m2),
1 : berat volume tanah di atas dasar pondasi (kN/m2),
2 : berat volume tanah di bawah dasar pondasi (kN/m
3), Df : kedalaman pondasi (m),
B : lebar atau diameter pondasi (m),
Nc,Nq,N : faktor kapasitas dukung.
a. Pengaruh bentuk pondasi
Pengaruh bentuk-bentuk pondasi yang lain Terzaghi memberikan
pengaruh faktor bentuk terhadap kapasitas dukung ultimit yang
didasarkan
pada analisis pondasi memanjang sebagai berikut:
1. Pondasi bujur sangkar:
qu = 1,3cNc + poNq + 0,4 BN
..........................................................(2.3)
2. Pondasi lingkaran:
qu = 1,3cNc + poNq + 0,3 B N
.........................................................(2.4)
-
13
3. Pondasi empat persegi panjanag:
qu = cNc (1+0,3B/L) + poNq + 0,5 B N (1-0,2
B/L).........................(2.5)
dengan:
qu : kapasitas dukung ultimit (kN/m2),
c : kohesi tanah (kN/m2),
po : tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2),
: berat volume tanah yang dipertimbangkan terhadap kedudukan
muka air tanah (kN/m3),
Df : kedalaman pondasi (m),
B : lebar atau diameter pondasi (m),
L : panjang pondasi (m).
Faktor kapasitas dukung Nc, Nq, dan N bergantung pada sudut
gesek dalam ( ) tanah di bawah dasar pondasi. Nilai-nilai
faktor
kapasitas dukung Nc, Nq,dan N dijelaskan dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Faktor Kapasitas Dukung Nc, Nq,dan N (Hardiyatmo,
2011)
Keruntuhan geser umum Keruntuhan geser lokal Nc Nq N Nc Nq N
0 5
10 15 20 25 30 34 35 40 45 48 50
5,7 7,3 9,6 12,9 17,7 25,1 37,2 52,6 57,8 95,7
172,3 258,3 347,6
1,0 1,6 2,7 4,4 7,4 12,7 22,5 36,5 41,4 81,3 173,3 287,9
415,1
0,0 0,5 1,2 2,5 5,0 9,7 19,7 35,0 42,4
100,4 297,5 780,1 1153,2
5,7 6,7 8,0 9,7
11,8 14,8 19,0 23,7 25,2 34,9 51,2 66,8 81,3
1,0 1,4 1,9 2,7 3,9 5,6 8,3 11,7 12,6 20,5 35,1 50,5 65,6
0,0 0,2 0,5 0,9 1,7 3,2 5,7 9,0 10,1 18,8 37,7 60,4 87,1
-
14
b. Pengaruh muka air tanah
Berat volume tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dan
kedudukan air
tanah, Terzaghi juga memperhitungkan pengaruh muka air tanah.
Beberapa
kondisi muka air tanah ditunjukkan dalam Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Pengaruh Muka Air Tanah pada Pondasi (Hardiyatmo,
2011).
1. Gambar 2.4a, menunjukkan muka air tanah terletak sangat dalam
jika
dibandingkan dengan lebar pondasi atau z B. Untuk kondisi ini,
nilai
dalam suku ke-2 dan ke-3 dari persamaan umum kapasitas dukung
pondasi
dipakai b atau d . Parameter kuat geser yang digunakan dalam
hitungan
adalah parameter kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif (c
dan ).
2. Bila muka air tanah terletak di atas atau sama dengan dasar
pondasi
(Gambar 2.4b), maka yang dipakai dalam suku persamaan ke-3
harus
, karena zona geser terletak di bawah pondasi sepenuhnya
terendam air.
Pada kondisi ini, nilai po pada suku persamaan ke-2,
menjadi:
po= + (Df dw) + b
dw....................................................................(2.6)
dengan, = sat - w dan dw = kedalaman muka air tanah.
Jika muka air tanah berada di permukaan atau kedalaman muka
air
tanah=0, maka pada suku persamaan ke-2 dan ke-3 dipakai berat
volume
apung ().
3. Gambar 2.4c, terlihat bahwa muka air tanah terletak pada
kedalaman z di
bawah dasar pondasi (z B), nilai pada suku persamaan ke-2
digantikan
dengan b bila tanahnya basah, dan d bila tanahnya kering. Oleh
karena
massa tanah dalam zona geser sebagian terendam air, yang
diterapkan
dalam persamaan kapasitas dukung suku ke-3 dapat didekati
dengan,
-
15
rt = ' + (z/B)( b - '
)......................................................................(2.7)
dengan, rt = berat volume tanah rata-rata.
Untuk tanah yang berpermeabilitas rendah, analisis kapasitas
dukung kritis
terjadi pada kondisi jangka pendek atau segera sesudah selesai
pelaksanaan.
Untuk itu, analisis harus didasarkan pada kondisi tak
terdrainase dengan
menggunakan parameter-parameter tegangan total (cu dan u). Untuk
tanah yang
berpermeabilitas tinggi, karena air dapat terdrainase, maka
kedudukan kritisnya
harus didasarkan pada kondisi terdrainase, yaitu dipakai
parameter-parameter
tegangan efektif (c dan ).
1.4.2 Analisis Skempton untuk Pondasi pada Tanah Lempung Menurut
Skempton (1951) dalam Hardiyatmo (2011) mengusulkan
persamaan kapasitas dukung ultimit pondasi yang terletak pada
lempung jenuh
dengan memperhatikan faktor bentuk dan kedalaman pondasi. Pada
sembarang
kedalaman pondasi empat persegi panjang yang terletak pada tanah
lempung,
Skempton menyarankan pemakaian faktor pengaruh bentuk pondasi
(Sc) yang
ditunjukkan dalam Persamaan 2.8.
Sc = (1 +
0,2B/L).................................................................................................(2.8)
dengan B : lebar, dan L : panjang pondasi.
Faktor kapasitas dukung Nc untuk bentuk pondasi tertentu
diperoleh dengan
mengalikan faktor bentuk Sc dengan Nc pada pondasi memanjang
yang besarnya
dipengaruhi pula oleh kedalaman pondasi (Df).
Pondasi di permukaan (Df = 0)
Nc(permukaan) = 5,14 untuk pondasi
memanjang...................................................(2.9)
Nc (permukaan) = 6,20 untuk pondasi lingkaran dan bujur
sangkar......................(2.10)
Pondasi pada kedalaman 0 Df 2,5 B
Nc =
B
Df2,01
Nc(permukaan)............................................................................(2.11)
-
16
Pondasi pada kedalaman Df 2,5B
Nc = 1,5 Nc
(permukaan)..........................................................................................(2.12)
Faktor kapasitas dukung Skempton (1951) merupakan nilai fungsi
dari Df /B
dan bentuk pondasi. Untuk pondasi empat persegi panjang dengan
panjang L dan
lebar B, kapasitas dukung dihitung dengan mengalikan Nc pondasi
bujur sangkar
dengan faktor:
0,84 + 0,16
B/L.................................................................................................(2.13)
Pondasi empat persegi panjang, kapasitas dukung ultimit
dinyatakan dengan
Persamaan 2.14 dan Persamaan 2.15 untuk kapasitas dukung ultimit
netto:
qu = (0,84 + 0,16 B/L)cuNc(bs) + Df
..............................................................(2.14)
Kapasitas dukung ultimit netto:
qun = (0,84 + 0,16
B/L)cuNc(bs)..........................................................................(2.15)
dengan: qu : kapasitas dukung ultimit (kN/m2),
qun : kapasitas dukung ultimit netto (kN/m2),
cu : kohesi tanah pada kondisi undrained (kN/m2),
Nc : faktor kapasitas dukung Skempton,
Nc(bs) : faktor kapasitas dukung Nc untuk pondasi bujur
sangkar.
Tanah yang berpermeabilitas rendah, untuk tinjauan stabilitas
jangka pendek,
air akan selalu berada di dalam rongga butiran tanah saat
geseran berlangsung.
Karena itu, untuk tanah kohesif yang terletak di bawah muka air
tanah, yang
digunakan dalam perencanaan kapasitas dukung selalu dipakai sat
, serta tidak
terdapat gaya angkat ke atas akibat tekanan air di dasar pondasi
(Giroud et al.,
1973 dalam Hardiyatmo, 2011).
1.4.3 Faktor Aman Faktor aman didefinisikan sebagai perbandingan
antara besarnya kapasitas
dukung tanah terhadap beban struktur yang terjadi di atasnya.
Faktor aman sering
dipakai sebagai kriteria dalam perencanaan pondasi, terutama
untuk melihat
apakah pondasi aman terhadap bahaya keruntuhan tanah. Faktor
aman yang
-
17
digunakan sebagai acuan adalah F=3. Penentuan besarnya faktor
aman seperti
dalam Persamaan 2.16.
qqF u
......................................................................................................(2.16)
dengan:
F : faktor aman,
qu : kapasitas dukung ultimit netto (kN/m2),
q : beban struktur (kN/m2).
1.5 Kapasitas Dukung Pondasi Tiang dalam Tanah Kohesif 1.5.1
Kapasitas Dukung Tiang dalam Tanah Kohesif
Kapasitas dukung kelompok tiang tidak selalu sama dengan
kapasitas dukung
pondasi tiang tunggal yang berada dalam kelompoknya. Hal ini
terjadi jika tiang
dipancang dalam lapisan pendukung yang mudah mampat atau
dipancang pada
lapisan tanah yang tidak mudah mampat, namun di bawahnya
terdapat lapisan
lunak. Kondisi ini, stabilitas kelompok tiang tergantung dari
dua hal, yaitu
kapasitas dukung tanah di sekitar dan di bawah kelompok tiang
dan pengaruh
penurunan konsolidasi tanah yang terletak di bawah kelompok
tiang. Kapasitas
dukung kelompok tiang dinyatakan dalam Persamaan 2.17.
Qg = 2D(B + L)c + 1,3 cb Nc
BL................................................................(2.17)
dengan,
Qg : kapasitas ultimit kelompok tiang (kN),
c : kohesi tanah di sekeliling kelompok tiang (kN/m2),
D : kedalaman tiang di bawah permukaan tanah (m),
cb : kohesi tanah di bawah kelompok tiang (kN/m2),
L : panjang kelompok tiang (m),
Nc : faktor kapasitas dukung.
Kapasitas ultimit tiang yang dipancang dalam tanah kohesif,
adalah jumlah
tahanan gesek sisi tiang dan tahanan ujungnya. Besar tahanan
gesek tiang
tergantung dari bahan dan bentuk tiang.
-
18
Tahanan ujung ultimit dinyatakan dalam Persamaan 2.18.
Qb = Ab cu
Nc..............................................................................................(2.18)
dengan,
Qb : tahanan ujung bawah ultimit (kN),
Ab : luas penampang ujung bawah tiang (m2),
cu : kohesi tak terdrainasi (kN/m2),
Nc : faktor kapasitas dukung.
Tahanan gesek ultimit dinyatakan dalam Persamaan 2.19.
Qs = cu
As................................................................................................(2.19)
dengan,
Qs : tahanan gesek bawah ultimit (kN),
: faktor adhesi,
As : luas selimut tiang (m2),
cu : kohesi tak terdrainasi (kN/m2).
Untuk menentukan tahanan gesek tiang yang dipancang di dalam
tanah
lempung digunakan faktor adhesi ( ) tiang pancang menurut
McClelland, 1974
dalam Hardiyatmo, 2011. Faktor adhesi tiang pancang ditunjukkan
dalam Gambar
2.5.
Gambar 2.5 Faktor Adhesi Tiang Pancang (McClelland, 1974, dalam
Hardiyatmo 2011).
-
19
1.5.2 Efisiensi Tiang dalam Tanah Kohesif Kapasitas dukung tiang
gesek (friction pile) dalam tanah lempung akan
berkurang jika jarak tiang semakin dekat. Beberapa pengamatan
menunjukkan,
kapasitas dukung total dari kelompok tiang gesek, khususnya
tiang dalam tanah
lempung, sering lebih kecil daripada hasil kali kapasitas dukung
tiang tunggal
dikalikan jumlah tiang dalam kelompoknya. Besarnya kapasitas
dukung total
menjadi tereduksi dengan nilai reduksi yang tergantung dari
ukuran, bentuk
kelompok, jarak, dan panjang tiang. Nilai pengali terhadap
kapasitas dukung
ultimit tiang tunggal dengan memperhatikan pengaruh kelompok
tiang, disebut
efisiensi tiang (Eg) (Hardiyatmo (2011).
Persamaan efisiensi tiang menurut Converse-Labare formula dapat
dilihat
dalam Persamaan 2.20 :
Eg= mn
nmmn90
)1()1'(1
.............................................................................(2.20)
dengan,
Eg : efisiensi kelompok tiang,
m : jumlah baris tiang,
n : jumlah tiang dalam satu baris,
: arc tg d/s, dalam derajat,
s : jarak pusat ke pusat tiang (m),
d : diameter tiang (m).
Kapasitas dukung ultimit kelompok tiang:
Qg = Eg n
Qu..............................................................................................(2.21)
dengan,
Eg : efisiensi kelompok tiang,
Qg : beban maksimum kelompok tiang yang menyebabkan keruntuhan
(kN),
Qu : beban maksimum tiang tunggal yang menyebabkan keruntuhan
(kN),
n : jumlah tiang dalam kelompok.
-
20
1.6 Analisis Beban Analisis beban dalam pondasi dangkal
digunakan anggapan bahwa pelat
pondasi merupakan struktur yang kaku sempurna, berarti pelat
pondasi tidak
mengalami deformasi akibat beban yang bekerja. Struktur tanah
merupakan bahan
bergradasi, sehingga tanah dianggap tidak mampu menahan gaya
tarik (menerima
tegangan tarik). Tanah hanya mampu menerima tegangan desak,
sedangkan
besarnya tegangan di masing-masing titik pada pelat pondasi,
sebanding dengan
penurunan yang terjadi pada pelat pondasinya (Suryolelono,
2004). Berikut
dijelaskan beban-beban yang harus ditopang dalam analisis
pondasi, yaitu:
1. Beban titik Sentris (P)
Jenis beban ini berupa beban kolom, atap, lantai dan dinding
yang disalurkan
atau didukung oleh kolom bawah dari suatu bangunan. Beban titik
sentris
merupakan resultan gaya-gaya vertikal yang bekerja pada bangunan
tersebut.
2. Beban terbagi rata
Beban ini dapat berupa beban di atas lantai bawah, beban pelat
pondasi itu
sendiri atau beban tanah yang ada di atas pelat pondasi.
3. Kombinasi Beban
Jumlah keseluruhan beban dari beban titik sentris ditambah
dengan beban
terbagi rata.
1.7 Analisis Tegangan Regangan Tegangan (stress) didefinisikan
sebagai perbandingan antara tekanan yang
bekerja (P) pada benda dengan luas penampang benda (A). Regangan
(strain)
didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan ( ) dengan
modulus
elastisitas (E). Persamaan tegangan-regangan ditunjukkan dalam
Persamaan 2.22
dan Persamaan 2.23.
=AP
........................................................................................................(2.22)
dengan: : tegangan (kN/m2),
P : tekanan (kN),
-
21
A : luas penampang (m2).
=E
.........................................................................................................(2.23)
dengan:
: regangan (%),
E : modulus elastisitas tanah (kN/m2),
: tegangan (kN/m2).
Kurva hubungan tegangan-regangan ditunjukkan dalam Gambar
2.6
Gambar 2.6. Kurva Hubungan Tegangan-Regangan
(www.google.com/imgres, 21 November 2013).
Menurut Nasution (2009), terdapat tiga daerah pada kurva
tegangan-
regangan:
1. Daerah Elastis
Dimulai dari titik 0 (nol) pada kurva, yang berarti pertambahan
panjang adalah
nol pada saat beban nol, dan dibatasi dengan batas proposional.
Material pada
daerah ini mengikuti hukum Hooke sampai tegangan mencapai
batas
proposional.
2. Daerah Strain Hardening
Daerah strain-hardening (penguatan regangan) ditandai dengan
adanya
peningkatan tegangan pada kurva tegangan-regangan, yang berarti
diperlukan
-
22
adanya peningkatan tegangan untuk tiap pertambahan
regangan.Tegangan
maksimum pada kurva disebut dengan regangan tarik batas atau
kuat batas
(ultimate strength).
3. Daerah Rupture
Daerah Rupture (runtuh) merupakan daerah dimana perpanjangan
terjadi
dengan beban yang berkurang, sampai akhirnya material putus.
Modulus elastisitas tanah berhubungan dengan kemampuan
membentuk
kembali susunan tanah akibat regangan yang disebabkan beban di
permukaan
tanah. Modulus elastisitas tanah ditunjukkan dalam Tabel
2.4.
Tabel 2.4 Modulus Elastisitas Tanah (Hardiyatmo, 2011)
Macam Tanah E (kN/m2) Lempung Sangat lunak 300-3000 Lunak
2000-4000 Sedang 4500-9000 Keras 7000-20000 Berpasir 30000-42500
Pasir Berlanau 5000-20000 Tidak padat 10000-25000 Padat
50000-100000 Pasir dan kerikil Padat 80000-200000 Tidak padat
50000-140000 Lanau 2000-20000 Loess 15000-60000 Serpih
140000-1400000
1.7.1 Penyebaran Tambahan Tegangan Metode Boussinesq Menurut
Boussinesq (1885) dalam Hardiyatmo (2011), menyatakan tambahan
tegangan vertikal akibat beban titik dianalisis dengan meninjau
sistem tegangan
pada koordinat silinder. Tambahan tegangan menurut Boussinesq
ditunjukkan
dalam Gambar 2.7. Anggapan-anggapan yang dipakai dalam teori
Boussinesq
adalah:
-
23
1. Tanah merupakan bahan yang bersifat elastis, homogen,
isotropis, dan semi tak
terhingga.
2. Tanah tidak mempunyai berat.
3. Hubungan tegangan-regangan mengikuti hukum hooke.
4. Distribusi tegangan akibat beban yang bekerja tidak
bergantung pada jenis
tanah.
5. Distribus tegangan simetri terhadap sumbu vertikal (z).
6. Perubahan volume tanah diabaikan.
7. Tanah tidak sedang mengalami tegangan sebelum beban
diterapkan.
Gambar 2.7 Tambahan Tegangan Menurut Boussinesq (Hardiyatmo,
2007).
Tambahan tegangan dan faktor pengaruh IB ditunjukkan dalam
Persaman 2.24
dan Persamanan 2.25:
z = 2zQ
IB......................................................................................................(2.25)
dengan:
z : tambahan tegangan vertikal pada kedalaman z (kN/m2),
Q : beban total (kN),
r : jarak titik tinjauan beban (m),
z : kedalaman (m).
-
24
IB=2/5
2)/(11
23
zr.....................................................................................(2.26)
dengan; IB: faktor pengaruh beban titik Boussinesq.
1.7.2 Analisis Tegangan-Regangan pada Pondasi Menggunakan Plaxis
8.2 Plaxis 8.2 merupakan program yang berbasis pada analisis
dengan
menggunakan metode elemen hingga (finite element method).
Program ini
dimaksudkan sebagai alat bantu analisis dalam menyelesaikan
masalah yang
berhubungan dengan ilmu geoteknik. Plaxis 8.2 dapat memodelkan
masalah
geoteknik dalam bentuk digitalisasi sehingga dapat memberikan
alternatif desain
serta penerapan teknologi tepat guna.
Plaxis 8.2 memungkinkan pengguna memasukkan data yang
berhubungan
dengan analisis dengan menyediakan prosedur input serta output
sebagai hasil dari
data yang dimasukkan. Output data antara lain dapat berupa
perpindahan total,
tegangan-regangan, serta deformasi tanah yang kesemuanya dapat
dijelaskan
dengan gambar berikut nilai output maupun kurva dari analisis
data. Tampilan
utama dari Plaxis 8.2 ditunjukkan seperti dalam Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Tampilan Utama Plaxis 8.2.
-
25
Analisis tegangan-regangan dua dimensi menggunakan Plaxis 8.2
terdiri dari
4 (empat) tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1. Plaxis input, berisikan semua fasilitas untuk meng-input hal
atau interface
yang diperlukan pada saat melakukan pemodelan.
a. Pemodelan geometri
Pertama-tama dilakukan pengaturan global dengan lingkaran
(axy-
simetri) dengan jenis elemen segitiga dengan 15 nodal. Model
axy-simetri
digunakan untuk sruktur berbentuk lingkaran dengan penampang
radial
yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi
sumbu
aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama
disetiap
arah radial.
Dilakukan penggambaran batasan geometri lapisan tanah.
Batasan
penggambaran geometri horisontal berjarak 5b (lebar pondasi)
dari titik
pusat pondasi. Untuk batasan vertikalnya adalah 8b (lebar
pondasi) dari
dasar pondasi. Penggambaran model geometri diterapkan kondisi
batas
standar, arah sumbu y adalah perletakan rol sedangkan pada arah
sumbu x
adalah perletakan sendi. Pemodelan geometri ditunjukkan seperti
dalam
Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Pemodelan Geometri Pondasi Sumuran-Telapak Cerucuk
Bambu.
-
26
b. Material
Model material tanah yang digunakan adalah Mohr-Coulomb,
yaitu
model elastis-plastis sempurna dengan menggunakan 5 (lima)
buah
parameter dasar berupa modulus Young (E), angka Poisson (v),
kohesi (c),
sudut geser ( ) dan sudut dilatansi ( ). Jenis perilaku material
yang
dipilih adalah perilaku takterdrainase sehingga tekanan air pori
berlebih
akan terbentuk. Untuk material pondasi menggunakan model
material
linear elastis dengan tipe material non porous. Jendela input
parameter
material tanah ditunjukkan dalam Gambar 2.10. Kumpulan data
material
yang digunakan dapat di pindahkan (drag) ke bidang gambar
dan
dilepaskan pada komponen geometri yang diinginkan.
Gambar 2.10. Jendela Kumpulan Data Material
a. Penyusunan jaring elemen
Setelah model geometri telah didefinisikan secara lengkap dan
sifat-
sifat material telah diaplikasikan keseluruh klaster dan obyek
sruktur,
maka geometri harus dibagi menjadi elemen-elemen untuk
melakukan
perhitungan. Penggunaan warna berbeda pada tiap lapisan
merupakan cara
agar material tanah dapat diidentifikasikan secara jelas. Hasil
penggunaan
jaring elemen hingga ditunjukkan dalam Gambar 2.11.
-
27
Gambar 2.11. Hasil Generated Mesh Elemen Hingga.
d. Kondisi awal
Kondisi awal terdiri dari dua buah modus, yaitu modus untuk
menghitung tekanan air dan modus untuk spesifikasi dari
konfigurasi
geometri awal. Secara pra-pilih, garis phreatik global
diletakkan pada
dasar model geometri, dan akan segera digantikan jika garis
phreatik yang
baru diaplikasikan. Kondisi tegangan awal sebelum diberi
pembebanan
merupakan tegangan efektif awal sebelum dikalkulasi seperti
dalam
Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Hasil Initial Stress sebelum dikalkulasi.
Pasir sangat padat
Pasir padat
Pasir
Lempung
Pasir sedang berlanau
Pasir padat berlanau
-
28
2. Plaxis Calculation, berisikan semua fasilitas pengoperasian
program kalkulasi.
Dalam analisis tegangan-regangan elastis plastis digunakan tipe
kalkulasi
plastis, namun untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dapat
digunakan
analisis update mesh yang membutuhkan waktu yang lama dalam
me-running
perangkat lunak Plaxis. Plaxis Calculation ditunjukkan dalam
Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Jendela Perhitungan.
3. Plaxis Output, berisikan semua fasilitas untuk mengetahui
hasil dari input data
dan perhitungan elemen hingga.
Palxis Output berupa tegangan, ditampilkan jaring elemen yang
mengalami
tegangan dalam bentuk shading (warna). Menu tegangan memuat
tampilan
kondisi tegangan secara visual dalam model elemen hingga,
tampilannya
berupa tegangan arah aksial atau arah lateral. Vertical total
stresses merupakan
tegangan yang terjadi pada arah aksial beban terhadap pondasi.
Vertical total
stresses yang merupakan output dari Plaxis ditunjukkan dalam
Gambar 2.14.
Untuk memperoleh gambaran mengenai distribusi nilai-nilai
tertentu dalam
tanah ditampilkan keluaran berupa suatu potongan. Potongan ini
berupa Cross
Section (A-A). Cross Section ditunjukkan seperti dalam Gambar
2.15.
-
29
Gambar 2.14 Vertical Total Stresses dari Palxis Output
Gambar 2.15 Titik Cross Section (A-A)
A
B B
A
Tegangan besar
Tegangan sedang
Tegangan kecil
-
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi pada pembangunan Laboratorium
Teknik
Sipil, Universitas Negeri Gorontalo. Lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar
3.1.
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian (http://maps.google.co.id, 28
September 2012)
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Alat
1. Satu set alat bor tangan,
2. Satu set alat Triaksial,
3. Satu set alat uji berat jenis.
b. Bahan
Tanah tak terganggu.
Lokasi Penelitian
-
31
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data primer didapatkan dengan pengambilan sampel langsung dari
lokasi
penelitian pondasi yang berhimpit. Sampel tanah diuji dan
dianalisis sifat-sifat
fisik dan mekanisnya di laboratorium. Data sekunder diperoleh
dari konsultan
pengawas berupa gambar Revitalisasi Gedung Laboratorium
Sipil.
3.4 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan, yaitu:
1. Menghitung kapasitas dukung dengan metode Terzaghi dan
Skempton
untuk tanah lempung.
2. Menganalisis pengaruh tambahan tegangan dari dua pondasi yang
saling
berdekatan dengan metode penyebaran tambahan tegangan
Boussinesq.
3. Menganalisis tegangan-regangan yang terjadi dengan bantuan
perangkat
lunak Plaxis 8.2.
3.5 Tahapan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Uji bor pada tanah di lokasi pondasi yang berhimpit
menggunakan bor
bentuk Iwan dan menganalisis sifat fisik dan mekanis tanah
di
laboratorium.
2. Perhitungan kapasitas dukung menggunakan metode Terzaghi
dan
Skempton pada tanah lempung berdasarkan hasil analisis sifat
fisik dan
mekanis tanah.
3. Menghitung besarnya tambahan tegangan yang terjadi pada
pondasi yang
berhimpit dengan penyebaran tambahan tegangan metode
Boussinesq.
4. Simulasi numeris menggunakan model material Mohr-Coulomb
(model
elasto-plastis). Setelah dilakukan kalkulasi, diperoleh hasil
yang logis dan
benar sesuai teori yang ada. Hasil kalkulasi diperjelas dengan
tools Cross-
Section (A-A), agar diperoleh potongan melintang tanah dan
diinterpretasikan dalam bentuk gambar dan tabel.
5. Hasil yang diperoleh berupa nilai tegangan (stress) dan
regangan (strain)
arah melintang yang terjadi dititik 1 (6,225 m), titik 2 (7,25
m), titik 3
-
32
(7,425 m), titik 4 (7,6 m), dan titik 4 (8,425 m) pada potongan
A-A
(kedalaman 1 m), dan potongan B-B (kedalaman 2,75 m) dari
permukaan
tanah. Kesimpulan diambil dari hasil analisis data serta
interpretasi hasil
simulasi dari Plaxis 8.2.
Secara ringkas langkah-langkah penelitian mengikuti bagan alir
seperti
pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian.
Ya
Tidak
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Primer: 1. Uji bor 2. Uji fisik dan
mekanis tanah
Data Sekunder:
Gambar Kerja
Data Cukup
Analisis Data:
1. Kapasitas Dukung Dengan Metode Terzaghi dan Metode Skempton
untuk Tanah Lempung
2. Metode Penyebaran Tambahan Tegangan Boussinesq 3. Analisis
Tegangan Regangan dengan Perangkat Lunak
Plaxis 8.2
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Mulai
-
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Umum Penentuan lapisan tanah di lokasi penelitian
menggunakan data uji bor tangan
dan data pengujian CPT yang diambil dari pengujian yang pernah
dilakukan di
sekitar Laboratorium Teknik Sipil Universitas Negeri
Gorontalo.
Uji bor tangan di lokasi penelitian (Gedung Laboratorium Teknik
Sipil)
menunjukkan tanah merupakan lempung yang mempunyai nilai c =
28,09 kN/m2
dan = 0,39. Tanah lempung ini dalam pembangunan sebelumnya
telah
ditimbun dengan pasir yang mempunyai = 25 dan c = 0,1 kN/m2.
Pengujian CPT yang pernah dilakukan di sekitar Laboratorium
Teknik Sipil
menunjukkan lapisan tanah terdiri dari pasir berlanau, pasir,
pasir berlanau, serta
pasir tanpa diketahui konsistensi spesifiknya lebih lanjut.
Hasil pengujian di
sekitar Laboratorium Teknik Sipil seperti ditunjukkan dalam
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pengujian CPT di Sekitar Laboratorium Teknik Sipil
Lapisan Tanah (m) Klasifikasi Tanah 3,20 4,00 Pasir berlanau
4,20 5,00 Pasir 5,20 6,00 Pasir berlanau 6,20 7,00 Pasir berlanau
7,20 8,00 Pasir 8,20 8,80 Pasir
Penentuan konsistensi tanah dalam Tabel 4.1 dilakukan secara
empiris
berdasarkan nilai tahanan kerucut statis (qc), seperti dalam
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Konsistensi Lapisan Tanah Berdasarkan Nilai Tahanan
Kerucut (qc)
Konsistensi qc (kg/cm2) Sudut gesek dalam
() Pasir padat berlanau 180 44 Pasir padat 150 42 Pasir sedang
berlanau 85 38 Pasir sangat padat 235 47
-
34
Pondasi yang digunakan di lokasi penelitian berupa pondasi
sumuran dan
pondasi telapak yang diperkuat dengan cerucuk bambu. Pondasi
sumuran
memiliki dimensi panjang 1,2 m, lebar 1,2 m dan kedalaman 1,5 m.
Pondasi
telapak memiliki panjang 0,8 m, lebar 1 m, dan kedalaman 1 m.
Dimensi
perkuatan cerucuk bambu memiliki dimensi panjang 0,8 m, lebar 1
m, dan
kedalaman 1,75 m. Diameter bambu yang digunakan sebagai
perkuatan adalah
ukuran 10 cm dan jarak antar cerucuk 35 cm. Kondisi muka air
tanah di lokasi
penelitian terletak -1,3 m dari permukaan tanah. Kondisi lapisan
tanah dan
pondasi di lokasi penelitian seperti dalam Gambar 4.1
Gambar 4.1 Kondisi Lapisan Tanah dan Pondasi di Lokasi
Penelitian.
4.2 Klasifikasi Tanah Kekurangan uji CPT adalah tidak mampu
memberikan nilai parameter tanah
secara menyeluruh. Kekurangan dari uji CPT inilah digunakan
metode secara
empiris dalam penentuan karakteristik tanah di lokasi
penelitian. Kondisi muka air
tanah pada lokasi penelitian berada -1,3 m dari permukaan tanah,
ini berarti
kondisi tanah di bawah lapisan lempung adalah kondisi jenuh
air.
Pasir
Lempung
Pasir padat berlanau
Pasir sedang berlanau
Pasir sangat padat
Pasir padat
MAT
-
35
35
Berat volume tanah dalam kondisi jenuh ( sat ) pada kedalaman
-1,3 m
ditentukan secara empiris dengan mensubtitusikan berat jenis dan
angka pori
tanah di lokasi penelitian ke dalam rumus penentuan sat .
Pasir padat berlanau:
sat= e
eGsw
1)(
= 38,01
)38,065,2(81,9
= 21,54 kN/m3
Pasir padat:
sat= e
eGsw
1)(
=45,01
)45,067,2(81,9
= 21,11 kN/m3
Pasir sedang berlanau:
sat= e
eGsw
1)(
=63,01
)63,066,2(81,9
= 19,8 kN/m3
Pasir sangat padat:
sat= e
eGsw
1)(
=49,01
)49,068,2(81,9
= 20,87 kN/m3
Data karakteristik tanah di lokasi penelitian berupa kohesi (c),
sudut gesek
dalam (), berat tanah jenuh ( sat ), berat basah ( b ), dan
berat kering ( d )
ditunjukkan dalam Tabel 4.3.
-
36
36
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Lokasi
Penelitian
No
Deskripsi
Simbol
Satuan
Parameter Tanah
Pasir 0-1 m
Lempung 1-3 m
Pasir padat
berlanau 3,2 4 m
Pasir padat
4,2 5m
Pasir sedang
berlanau 5,2-7 m
Pasir sangat padat 8,8-
7,2 m
1 Berat Jenis Gs - 2,66 2,68 2,65 2,67 2,66 2,68
2 Kohesi c kN/m2 0,1 28,09 0 0 0 0
3 Sudut Gesek 25 0,39 44 42 38 47
4 Berat Basah b kN/m3 17,48 16,03 20,5 19,7 18,4 20
5 Berat Kering d kN/m3 15,85 11,28 17,8 16,2 14,5 16,8
6 Berat Jenuh sat kN/m3 - 16,67 21,54 21,11 19,8 20,87
4.3 Analisis Beban Pondasi pada lokasi penelitian masing-masing
mendukung kolom yang
berbeda. Analisis beban yang bekerja pada pondasi dianalisis
dengan menganggap
tiap pondasi memikul 1/2 beban dari struktur di atasnya.
Analisis beban yang
terjadi hanya didasarkan pada beban mati struktural.
Rekapitulasi Perhitungan
beban ditunjukkan dalam Tabel 4.4.
Beban pondasi sumuran:
a. Beban sloof = 597,6 kg
b. Beban kolom bawah = 2016,9 kg
c. Beban Balok Lantai = 996 kg
d. Beban Plat Lantai t=12 cm = 1195,2 kg
e. Beban dinding selasar = 155,625 kg
f. Beban kolom atas = 1992,6 kg
g. Beban Balok = 876,48 kg
h. Beban Plat DAK = 796,8 kg
-
37
37
Jumlah = 8471,580 kg
= 83,106 kN
Beban pondasi telapak-cerucuk:
a. Footing = 1056 kg
b. Pedestal = 64,8 kg
c. Beban sloof = 817,2 kg
d. Beban kolom bawah = 1220,1 kg
e. Beban Balok Lantai = 1362 kg
f. Beban Plat Lantai t=12 cm = 1634,4 kg
g. Beban kolom atas = 12055,4 kg
h. Beban Balok = 876,48 kg
i. Beban Plat DAK = 1089,6 kg
Jumlah = 18023,580 kg
= 176,811 kN
Tabel 4.4 Rekapitulasi Pembebanan pada Pondasi
Jenis pondasi Jumlah beban (kN) Pondasi sumuran 83,106 Pondasi
telapak-cerucuk 176,811
4.4 Kapasitas Dukung Tanah Analisis kapasitas dukung tanah
dilakukan dengan dua metode, yaitu metode
Terzaghi dan metode Skempton. Analisis Terzaghi dilakukan dalam
dua metode
keruntuhan, yaitu metode keruntuhan geser umum dan metode
keruntuhan geser
lokal. Analisis Skempton didasarkan pada kondisi tanah lempung
jenuh air.
Data yang berkenaan dengan pondasi telapak di lokasi penelitian
diperoleh
dari Gambar Kerja Pembangunan Gedung Laboratorium Sipil
(Lanjutan). Data
pondasi yaitu: panjang = 0,8 m, lebar = 1 m, dan kedalaman = 1
m. Data yang
berkenaan dengan tanah di lokasi penelitian ditunjukkan dalam
Tabel 4.5.
-
38
38
Tabel 4.5 Data Tanah Lokasi Penelitian
No
Deskripsi
Simbol
Satuan
Parameter Tanah
Pasir 0-1 m
Lempung
1-3 m
1 Berat Jenis Gs - 2,66 2,68
2 Kohesi c kN/m2 0,1 28,09
3 Sudut Gesek 25 0,39
4 Berat Basah b kN/m3 17,48 16,03
5 Berat Kering d
kN/m3 15,85 11,28
6 Berat Jenuh sat
kN/m3 - 16,67
a. Perhitungan kapasitas dukung menurut Terzaghi
po = Df dpasir
= 1 x 15,85
= 15,85 kN/m3
Nilai tanah lempung = 0,39 nilai ini diinterpolasi pada faktor
kapasitas
dukung pada keruntuhan geser umum dan keruntuhan geser lokal.
Nilai faktor
kapasitas dukung pondasi seperti dalam Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Nilai Faktor Kapasitas Dukung Pondasi
No
Faktor Kapasitas Dukung
Keruntuhan Geser Umum
Keruntuhan Geser Lokal
Nc 5,825 5,825 Nq 1,045 1,045 N 0,378 0,378
-
39
39
Kapasitas dukung menurut Terzaghi dipakai kapasitas dukung
untuk
pondasi empat persegi panjang:
qu = c Nc (1 + 0,3 B/L) + po Nq + 0,5 rt B N (1-0,2 B/L)
= 28,09 x 5,825 (1 +0,3 (1/0,8)) + 15,85 x 1,045 + 0,5 x 9,61 x
1 x 0,378
x (1- 0,2 (1/0,8))
= 429,514 x 16,563 + 1,362
= 447,439 kN/m2
Beban pondasi baru sebesar q = 176,811 kN masih dalam bentuk
berat.
Beban pondasi dibagi dengan luas pondasi agar didapatkan berat
persatuan luas
pondasi sebesar q = 221,014 kN/m2. Faktor aman yang digunakan
adalah F =3.
qq
F u = o
ou
pqpq
=
15,85 221,014 15,85 447,44
= 2,014 < 3
Faktor aman tidak terpenuhi, pondasi tidak aman dari bahaya
keruntuhan
geser umum dan keruntuhan geser lokal.
b. Perhitungan kapasitas dukung menurut Skempton
Letak pondasi berada pada kedalaman 1 m, maka Nc yang
digunakan
adalah pada kedalaman 0 Df 2,5 B.
Nc =
B
Df2,01 Nc(permukaan)
=
112,01 6,20 = 7,440
Pondasi berbentuk persegi panjang, nilai Nc dikalikan dengan
faktor
bentuk pondasi 0,84 + 0,16 B/L.
Nc(bs)= (0,84 + 0,16 B/L) Nc
= (0,84 + 0,16 1/0,8) x 7,440
= 1,04 x 7,44 = 7,738
-
40
40
Kapasitas dukung tanah (qu) dihitung dengan rumus qu = cuNc(bs)
+ Df sat.
Tanah dalam kondisi terendam air (jenuh), digunakan berat tanah
dalam
kondisi jenuh sat.
qu = cuNc(bs) + Df sat = 28,09 x 7,738+ 1 x 16,030
= 233,379 kN/m2
Kapasitas dukung ultimit netto dihitung dengan rumus qun=
qu-Df.
qun= qu-Df
= 233,379 -1 x 16,030
= 217,349 kN/m2
Beban pondasi baru sebesar q = 176,811kN masih dalam bentuk
berat.
Beban pondasi dibagi dengan luas pondasi agar didapatkan berat
persatuan luas
pondasi sebesar q = 221,014 kN/m2.
Tekanan pondasi netto dari beban yang bekerja di atas pondasi
dihitung
dengan rumus qn= q Df.
qn= q Df
= 221,014-1 x 16,030
=204,984 kN/m2
Faktor aman ditentukan sebesar F =3
n
un
qqF =
204,984 217,349 = 1,060 < 3
Faktor aman tidak terpenuhi, pondasi tidak aman dari bahaya
keruntuhan
kapasitas dukung.
Hasil perhitungan kapasitas dukung menurut Terzaghi dan
Skempton
ditunjukkan dalam Tabel 4.7.
-
41
41
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Kapasitas Dukung
Kapasitas Dukung Parameter
qu (kN/m2) F = 3 Terzaghi 447,439 2,014 < 3
Skempton 233,379 1,060 < 3
Metode Terzaghi memberikan kapasitas dukung yang paling besar
yaitu qu =
447,439 kN/m2 bila dibandingkan dengan metode Skempton. Besarnya
kapasitas
dukung tidak diimbangi dengan besarnya faktor aman terhadap
bahaya
keruntuhan tanah yang hanya sebesar F = 2,014. Ini menyebabkan
tanah di bawah
pondasi mengalami keruntuhan geser umum dan keruntuhan geser
lokal.
4.5 Analisis Tegangan Regangan pada Pondasi Berhimpit 4.5.1
Metode Tambahan Tegangan Menurut Boussinesq
Metode tambahan tegangan menurut Boussinesq memiliki kelebihan
karena
mudah dalam perhitungan analisisnya, sesuai dengan kondisi di
lokasi penelitian,
dan lebih valid bila dibandingkan dengan metode 2V:1H.
Kekurangan metode ini
adalah tidak dapat digunakan untuk tanah yang berlapis (tanah
tidak homogen).
Analisis dalam metode tambahan tegangan menurut Boussinesq
menggunakan dua beban yang berbeda. Beban pondasi sumuran
sebesar 83,106
kN dan beban pondasi telapak sebesar 176,811 kN. Tegangan yang
terjadi ditinjau
pada titik 1, 2, 3, 4, dan 5 pada lapisan tanah yang dianggap
mengalami tegangan
yang besar. Titik 3 merupakan titik joint antara pondasi sumuran
dan telapak.
Lapisan-lapisan tanah yang menjadi titik tinjauan, yaitu pada
lapisan sumuran-
telapak yang berhimpit - 1 m (lapisan 1), dan lapisan di bawah
dasar pondasi -
2,75 m (lapisan 2) dari permukaan tanah. Titik yang ditinjau
ditunjukkan seperti
dalam Gambar 4.2.
Tambahan tegangan dihitung dengan membandingkan titik tinjauan
dengan
kedalaman terhadap beban aksial kolom yang bekerja. Nilai
pengaruh Boussinesq
(IB) dihitung dengan menggunakan rumus faktor pengaruh beban
titik untuk teori
Boussinesq. Tambahan tegangan () yang terjadi ditambahkan dengan
tekanan
-
42
42
overburden (po) untuk mendapatkan nilai tegangan total (total ).
Regangan yang
terjadi dihitung berdasarkan tegangan total yang terjadi dibagi
dengan modulus
elastisitas tanah (E).
Gambar 4.2 Titik Tinjauan Tegangan-Regangan
Nilai modulus elastisitas tanah lempung ditentukan berdasarkan
data
laboratorium. Modulus elastisitas tanah pasir ditentukan secara
empiris
berdasarkan klasifikasi tanah. Modulus elastisitas tanah lempung
dan pasir seperti
dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Modulus Elastisitas Tanah di Lokasi Penelitian
Jenis tanah E (kN/m2) Pasir 5000
Lempung jenuh (PI sedang) 2833,33
Perhitungan tegangan-regangan:
1. Perhitungan pada Lapisan 1
a. Tegangan
Titik 1 untuk pondasi sumuran:
1 2 3 5 4
1 2 3 5 4
Lapisan 1
Lapisan 2
1 m
2,75m
-
43
43
r = 0,975 m
z = 1 m
IB = 2/5
2)/(11
23
zr
=2/5
2)1/975,0(11
23
= 0,090
z = 2zQ IB = 0,090 x
1106,832
= 7,464 kN/m2
Titik 1 untuk pondasi telapak:
r = 1,375 m
z = 1 m
IB = 2/5
2)/(11
23
zr
=2/5
2)1/ 1,375(11
23
= 0,034
z = 2zQ IB = 0,034 x
1811,1762
= 5,943 kN/m2
z = z (sumuran)+ z(telapak)
= 7,464 + 5,943
= 13,406 kN/m2
Tekanan overburden pada kedalaman yang ditinjau, 1 m:
po = z
= 1 x 15,85
= 15,85 kN/m2
-
44
44
total = po+ z
= 15,85 + 13,406
= 29,256 kN/m2
b. Regangan
E
E
500029,256
= 0,006 kN/m2
2. Perhitungan pada lapisan 2
a. Tegangan
Titik 1 untuk pondasi sumuran:
r = 0,975 m
z = 2,75 m
IB= 2/5
2)/(11
23
zr
2/5
2)75,2/975,0(11
23
= 0,355
z = 2zQ IB = 0,355 x
75,2106,83
2
= 3,901 kN/m2
Titik 1 untuk pondasi telapak:
r = 0,975 m
z = 2,75 m
-
45
45
IB = 2/5
2)/(11
23
zr
=2/5
2)75,2/ 1,375(11
23
= 0,273
z = 2zQ IB = 0,273 x
75,2811,176
2
= 6,388 kN/m2
z = z (sumuran)+ z(telapak)
= 3,901 + 6,388
= 10,289 kN/m2
Tekanan overburden pada kedalaman yang ditinjau, 2,75 m:
po = z + po(lapisan 1)
= 2,75 x 16,67 + 15,85
= 61,693 kN/m2
total = po + z
= 61,693 + 10,289 = 71,981 kN/m2
b. Regangan
E
E
2833,3371,981
= 0,025 kN/m2
-
46
46
Hasil perhitungan tegangan-regangan yang terjadi pada pondasi
berhimpit
ditunjukkan dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Tegangan-Regangan Metode
Boussinesq
Titik Tinjauan Tegangan
kN/m2 Regangan
kN/m2 Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 1 Lapisan 2
1 29,256 71,981 0,006 0,025 2 74,078 72,282 0,015 0,026 3
129,165 77,897 0,029 0,028 4 44,396 66,701 0,009 0,024 5 59,441
76,776 0,012 0,027
Hasil perhitungan tegangan-regangan dimasukkan dalam bentuk
gambar
untuk melihat perubahan tegangan-regangan pada tiap titik
tinjauan.
a. Tegangan
1. Tegangan yang terjadi pada lapisan 1 pada titik 1, 2, 3, 4,
dan 5. Tegangan
yang terjadi ditunjukkan seperti dalam Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Tegangan pada Lapisan 1
2. Tegangan yang terjadi pada lapisan 2 pada titik 1, 2, 3, 4,
dan 5 . Tegangan
yang terjadi ditunjukkan seperti dalam Gambar 4.4.
29,256
74,078
129,165
44,396
59,441
0,000
60,000
120,000
180,000
1 2 3 4 5
Teg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
-
47
47
Gambar 4.4. Tegangan pada Lapisan 2
Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 dijelaskan tegangan maksimum terjadi
pada
lapisan yang paling dekat dengan beban aksial kolom, yaitu pada
lapisan 1 yang
terletak pada kedalaman 1 m dari permukaan tanah. Tegangan
maksimum pada
lapisan 1 berada pada titik tinjauan 3 (tiga) yaitu sebesar
129,165 kN/m2. Titik 3
mengalami tegangan yang paling besar karena merupakan joint
antara pondasi
sumuran dan pondasi telapak-cerucuk. Joint pada titik 3 ini
memikul jumlah
tegangan dari masing-masing beban kolom pondasi sumuran dan
pondasi telapak-
cerucuk. Tegangan terkecil terjadi di titik 1 sebesar 29,256
kN/m2 yang terletak
pada lapisan 1.
Tegangan terbesar pada lapisan 2 terjadi di titik 3 dengan
tegangan sebesar
77,897 kN/m2, tegangan terkecil ditunjukkan pada titik 4 dengan
66,701 kN/m2.
Pada lapisan 2 tambahan tegangan yang diakibatkan oleh beban
semakin
berkurang. Tambahan tegangan yang terjadi lebih dominan oleh
karena massa
tanah yang meningkat, yaitu pengaruh tekanan overburden.
b. Regangan
1. Regangan yang terjadi pada lapisan 1 pada titik 1, 2, 3, 4,
dan 5. Tegangan
yang terjadi ditunjukkan seperti dalam Gambar 4.5.
71,981
72,282
77,897
66,701
76,776
0,000
60,000
120,000
180,000
1 2 3 4 5
Teg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
-
48
48
Gambar 4.5 Regangan pada Lapisan 1
2. Tegangan yang terjadi pada lapisan 2 pada titik 1, 2, 3, 4,
dan 5. Regangan
yang terjadi ditunjukkan seperti dalam Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Regangan pada Lapisan 2.
Regangan yang terjadi berbanding lurus dengan tegangan karena
merupakan
hasil perbandingan antara tegangan () dengan modulus elastisitas
tanah (E).
Regangan terbesar pada lapisan 1 terjadi pada titik 3 (tiga)
sebesar 0,029 kN/m2.
Titik 3 mengalami regangan yang paling besar, ini karena titik 3
memikul beban
aksial dari dua kolom yang berbeda yaitu sebesar 83,106 kN/m2
dan 176,811
kN/m2.
Regangan terbesar pada lapisan dua terletak pada tinjauan titik
3 sebesar
0,028 kN/m2. Regangan lapisan dua meningkat oleh karena
bertambahnya
kedalaman tanah.
0,006
0,015
0,029
0,009
0,012
0,000
0,006
0,012
0,018
0,024
0,030
0,036
1 2 3 4 5
Reg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
0,025
0,026
0,028
0,024
0,027
0,0000,0050,0100,0150,0200,0250,0300,035
1 2 3 4 5
Reg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
-
49
49
Hasil rekapitulasi tegangan-regangan yang terjadi pada pondasi
berhimpit
metode Boussinesq ditunjukkan pada Gambar 4.7 (a) dan Gambar 4.7
(b).
Gambar 4.7 dijelaskan tegangan-regangan yang terjadi pada
lapisan 1.
Gambar 4.7 Tegangan-Regangan pada Lapisan 1.
Tegangan-regangan yang terjadi pada lapisan 2 seperti
ditunjukkan pada
Gambar 4.8 (a) dan Gambar 4.8 (b).
Gambar 4.8 Tegangan-Regangan pada Lapisan 2.
29,256
74,078
129,165
44,396
59,441
0
60
120
180
1 2 3 4 5
Teg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
0,006
0,015
0,029
0,009
0,012
0,000
0,006
0,012
0,018
0,024
0,030
0,036
1 2 3 4 5
Reg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
71,981
72,282
77,897
66,701
76,776
0
60
120
180
1 2 3 4 5
Teg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
0,025
0,026
0,028
0,024
0,027
0,000
0,005
0,010
0,015
0,020
0,025
0,030
0,035
1 2 3 4 5
Reg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
-
50
50
4.5.2 Perhitungan Kapasitas Dukung Cerucuk Bambu Perhitungan
kapasitas dukung cerucuk bambu didasarkan pada data gambar
perencanaan Gambar Kerja Pembangunan Gedung Laboratorium Sipil
(Lanjutan).
Nilai faktor kapasitas dukung Nc digunakan Tabel 2.3 Faktor
Kapasitas Dukung
Nc, Nq,dan N (Hardiyatmo, 2011). Data parameter cerucuk bambu
dan dimensi
pondasi ditunjukkan dalam Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Data Parameter Cerucuk Bambu dan Dimensi Pondasi
Deskripsi Simbol Satuan Nilai Diametar Bambu d m 0,1 Panjang L m
0,8 Lebar B m 1 Jarak s m 0,35 kohesi cu kN/m2 28,09 Kedalaman Df m
2,75 Faktor kapasitas dukung Nc - 5,825
Cerucuk dicek terhadap kemungkinan keruntuhan blok kelompok
cerucuk:
s/d = 1,035,0 = 3,5
Kemungkinan keruntuhan blok tidak akan terjadi.
Dicek kapasitas ijin kelompok cerucuk dihitung berdasarkan
asumsi
kelompok cerucuk merupakan kelompok tiang pancang:
Qg = 2D(B + L)cu + 1,3 cb Nc BL
= 2 x 2,75 (1+0,8) 28,09 + 1,3 x 28,09 x 5,825 x 1 x 0,8
= 448,26 kN
kapasitas ijin kelompok cerucuk = F
Qg
= 3
448,26
= 149,42 kN
-
51
51
Kapasitas ijin didasarkan pada cerucuk tunggal:
cu= 28,09 kN/m2, dari gambar, diperoleh =0,83
Qs = cu As
= 0,83 x 28,09 x x 0,1 x 2,75
= 20,142 kN
Qb= Ab cu Nc
= 1/4..d x 28,09 x 5,825
= 1,286 kN
Tahanan ujung sangat kecil, digunakan tahanan gesek (Qs)
Qu = Qs
Qu = 20,142 kN
Digunakan F=2,5, untuk kapasitas tiang cerucuk:
Qa = 2,5Qu
= 5,2
20,142 = 8,057 kN
Efisiensi cerucuk:
Eg= mn
nmmn90
)1()1'(1
= arc tg d/s
= arc tg (0,1/0,35) = 15,945
n' = 3 , m = 2
Eg=
32903)12(21311,621
xx
= 0,793
Kapasitas kelompok cerucuk ijin:
Qg = Eg n Qa
= 0,793 x 6 x 8,057
= 38,350 kN
-
52
52
Hasil perhitungan kapasitas cerucuk bambu yang didasarkan pada
kelompok
cerucuk, cerucuk tunggal dan efisiensi cerucuk ditunjukkan dalam
Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Kapasitas Cerucuk Bambu
Kapasitas cerucuk Nilai Satuan Qg berdasarkan kelompok cerucuk
149,42 kN
Qg berdasarkan cerucuk tunggal dan berdasarkan efisiensi
kelompok cerucuk
38,350
kN
Analisis perhitungan yang dilakukan menunjukkan tiang tidak
mengalami
keruntuhan blok. Analisis kapasitas ijin kelompok cerucuk
menunjukkan nilai
sebesar 149,42 kN, ini masih lebih kecil jika dibandingkan
dengan beban aksial
kolom yaitu sebesar 176,811 kN.
Perhitungan dilanjutkan dengan dasar analisis kapasitas ijin
cerucuk tunggal,
perhitungan ini menunjukkan nilai sebesar 8,057 kN < 176,811
kN. Perhitungan
dilanjutkan dengan menghitung efisiensi cerucuk tunggal dalam
kelompok, nilai
efisiensi grup meningkat signifikan menjadi 38,350 kN. Nilai
tersebut masih lebih
kecil dari beban aksial kolom sebesar 176,811. Pondasi tidak
mampu menahan
beban aksial kolom 176,811. Nilai yang digunakan adalah nilai
dari Qg
berdasarkan cerucuk tunggal dan berdasarkan efisiensi kelompok
cerucuk, sebesar
38,350 kN. Pertimbangan ini diambil karena parameter perhitungan
yang
digunakan lebih mendetail.
4.6 Analisis Tegangan-Regangan Menggunakan Perangkat Lunak
Plaxis 8.2 1. Input Data
Data yang dimasukkan dalam input data Plaxis berupa data
perlapisan tanah
yang disesuaikan dengan hasil pengujian sifat-sifat fisik tanah
di laboratorium.
Data yang dimasukkan berupa hasil uji bor tangan dan uji CPT.
Modulus young
dari data dari uji CPT ditentukan secara empiris. Data masukan
properti
material tanah dan pondasi dalam Plaxis dapat dilihat dalam
Tabel 4.12 dan
Tabel 4.13.
-
53
53
Tabel 4.12 Propeties Struktur Pondasi
No Deskripsi Simbol Satuan Pondasi Sumuran Pondasi Telapak
Cerucuk Bambu
1 Model material - - Linear Elastis Linear Elastis Plates
2 Tipe material - - Non porous Non porous Elastis
3 Berat volume unsat kN/m3 24 24 -
4 Modulus young Eref kN/m2 2,418E+07 2,418E+07 130
5 Angka poisson 0,150 0,150 0,3
6 Kekakuan normal EA kNm - - 1,540E+05
7 Kekakuan lentur EI kNm2/m - - 130,000 8 Berat w kN/m/m - -
1,230E-04 9 Luas pondasi l m2 1,2 x 1,2 0,8 x 1 - 10 Diameter bambu
d m - - 0,1 11 Rayleigh - - - 0,001 12 Rayleigh - - - 0,010
2. General setting
Masukan pada General Setting adalah model axisymmetry dengan
elemen 15
titik nodal. Satuan (m) , gaya (kN) dan waktu (hari), dimensi
geometri kanan: 5
m dan atas 4 m. General Setting dan dimension ditunjukkan dalam
Gambar 4.9
dan Gambar 4.10.
-
54
Tabel 4.13 Data Masukkan Material Tanah dalam Plaxis 8.2
No Deskripsi Simbol Satuan
Nilai
Pasir 0-1 m
Lempung 1-3 m
Pasir padat berlanau
3,2 4 m
Pasir padat 4,2 5m
Pasir sedang berlanau 5,2 - 7 m
Pasir sangat padat
8,8 - 7,2 m
1 Model material Mhor-Coulomb -
2 Jenis perilaku material Tak
terdrainase -
3 Modulus young E ref kN/m2 5000 2833,33 8 x 103 5 x104 6 x103 7
x104
4 Angka poison - 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
5 Kohesi (konstan) c ref kN/m2 0,1 28,09 1 1 1 1
8 Permeabilitas kx : ky m/hari 1 0,0001 1 1 1 1 9 Sudut geser o
25 0,39 44 42 38 47 10 Sudut dilatansi o 0 0 14 12 8 17
11 Berat volume jenuh air sat kN/m3 - 16,67 21,54 21,11 19,8
20,87
12 Berat volume kering d kN/m3 15,85 11,28 17,8 16,2 14,5
16,8
13 Berat volume efektif ' kN/m3 - 6,86 11,73 11,3 9,99 11,06
14 Kekuatan antar muka Rinter 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
-
55
Gambar 4.9 Tampilan General Setting Project
Gambar 4.10 Tampilan Dimension.
3. Geometri
Masukan data model geometri digunakan data parameter tanah dalam
Tabel
4.5.
a. Data model material pasir ditunjukkan dalam Gambar 4.11.
-
56
Gambar 4.11 Tampilan Input Model Material Pasir.
Tampilan input parameter pasir pada perangkat lunak Plaxis 8.2
ditunjukkan
dalam Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Tampilan Input Parameter Pasir.
Tampilan input interfaces pasir pada perangkat lunak Plaxis 8.2
ditunjukkan
dalam Gambar 4.13.
-
57
Gambar 4.13 Tampilan Input Interfaces Pasir.
b. Data model material lempung pada perangkat lunak Plaxis 8.2
ditunjukkan
dalam Gambar 4.14.
Gambar 4.14 Tampilan Input Model Material Lempung.
Tampilan input parameter lempung pada perangkat lunak Plaxis
8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.15.
-
58
Gambar 4.15 Tampilan Input Parameter Lempung.
Tampilan input interfaces lempung pada perangkat lunak Plaxis
8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Tampilan Input Interfaces Lempung.
c. Data model material pasir padat berlanau pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.17.
-
59
Gambar 4.17 Tampilan Input Model Material Pasir Padat
Berlanau.
Tampilan input parameter material pasir padat berlanau pada
perangkat
lunak Plaxis 8.2 ditunjukkan dalam Gambar 4.18.
Gambar 4.18 Tampilan Input Parameter Pasir Padat Berlanau.
Tampilan input interfaces pasir berlanau pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.19.
-
60
Gambar 4.19 Tampilan Input Interfaces Pasir Padat Berlanau.
d. Data model material pasir padat pada perangkat lunak Plaxis
8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.20.
Gambar 4.20 Tampilan Input Data Model Material Pasir Padat.
Tampilan input parameter pasir padat pada perangkat lunak Plaxis
8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.21.
-
61
Gambar 4.21 Tampilan Input Parameter Pasir Padat.
Tampilan input interfaces pasir padat pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan pada Gambar 4.22.
Gambar 4.22 Tampilan Input Interfaces Pasir Padat.
e. Data model material pasir sedang berlanau pada perangkat
lunak Plaxis 8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.23.
-
62
Gambar 4.23 Tampilan Input Data Model Material Pasir Sedang
Berlanau.
Tampilan input parameter pasir sedang berlanau pada perangkat
lunak
Plaxis 8.2 ditunjukkan dalam Gambar 4.24.
Gambar 4.24 Tampilan Input Parameter Pasir Sedang Berlanau.
Tampilan input interfaces pasir sedang berlanau pada perangkat
lunak
Plaxis 8.2 ditunjukkan pada Gambar 4.25.
-
63
Gambar 4.25 Tampilan Input Interfaces Pasir Sedang Berlanau.
f. Data model material pasir sangat padat pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.26.
Gambar 4.26 Tampilan Input Data Model Material Pasir Sangat
Padat.
Tampilan input parameter pasir sangat padat pada perangkat lunak
Plaxis
8.2 ditunjukkan dalam Gambar 4.27.
-
64
Gambar 4.27 Tampilan Input Parameter Pasir Sangat Padat.
Tampilan input interfaces pasir sangat padat pada perangkat
lunak Plaxis
8.2 ditunjukkan pada Gambar 4.28.
Gambar 4.28 Tampilan Input Interfaces Pasir Sangat Padat.
4. Pemodelan Pondasi
Model yang digunakan dalam Plaxis versi 8.2 adalah axisymmetry,
maka
pondasi harus dikonversi luas tampangnya (A) kedalam luas
tampang
lingkaran. Diameter pondasi telapak dikonversi dari 1 m x 0,8 m
menjadi 1 m.
Data model material pondasi sumuran menggunakan model material
linear
-
65
elastic dan tipe material non-porous. Berat jenis yang digunakan
adalah berat
jenis beton 2400 kg/m3 atau 24 kN. Modulus elastisitas yang
digunakan sebesar
2,418x107 kN serta angka poisson sebesar 0,150.
Tampilan input data model material pondasi sumuran pada
perangkat lunak
Plaxis 8.2 ditunjukkan dalam Gambar 4.29.
Gambar 4.29 Tampilan Input Data Model Material Pondasi
Sumuran.
Tampilan input parameter pondasi sumuran pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.30.
Gambar 4.30 Tampilan Input Parameter Pondasi Sumuran.
-
66
Tampilan input interfaces pondasi sumuran pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan pada Gambar 4.31.
Gambar 4.31 Tampilan Input Interfaces Pondasi Sumuran.
Data model material pondasi telapak menggunakan model material
linear
elastic dan tipe material non-porous. Berat jenis yang digunakan
adalah berat
jenis beton 2400 kg/m3 atau 24 kN. Data model material pondasi
telapak dapat
ditunjukkan dalam Gambar 4.32.
Gambar 4.32 Tampilan Input Data Model Material Pondasi
Telapak.
-
67
Tampilan input parameter pondasi telapak pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan dalam Gambar 4.33.
Gambar 4.33 Tampilan Input Parameter Pondasi Telapak.
Tampilan input interfaces pondasi telapak pada perangkat lunak
Plaxis 8.2
ditunjukkan pada Gambar 4.34.
.
Gambar 4.34 Tampilan Input Interfaces Pondasi Telapak.
-
68
Data model pondasi cerucuk bambu menggunakan model pelat
(plates),
material elastic. Berat jenis yang digunakan adalah berat jenis
bambu yang
sudah dikonversi kedalam material pelat. Data model material
cerucuk bambu
dalam Gambar 4.35.
Gambar 4.35 Tampilan Input Data Model Material Cerucuk
Bambu.
Tampilan input 6 (enam) parameter tanah lapisan tanah dan
pondasi pada
perangkat lunak Plaxis 8.2 ditunjukkan dalam Gambar 4.36.
Gambar 4.36 Tampilan Input Parameter 6 Lapisan Tanah dan
Pondasi.
-
69
5. Antar muka (Interface)
Interface digunakan bila antara struktur dan tanah tidak
berinteraksi dengan
sempurna dalam arti terjadi slip antar material struktur dan
material tanah.
Penggunaan Interface pada pemodelan Plaxis ditunjukkan dalam
Gambar 4.37.
Gambar 4.37 Tampilan Geometri Interface.
6. Beban
Beban yang diberikan berupa beban aksial masing-masing kolom.
Beban yang
diberikan pada masing-masing kolom berbeda karena mendukung
kolom yang
berbeda. Beban yang didukung pondasi sumuran sebesar 83,106 kN
dan
pondasi telapak yang diperkuat cerucuk sebesar 176,811 kN.
Tampilan beban
yang didukung pondasi sumuran ditunjukkan dalam Gambar 4.38.
Gambar 4.38 Tampilan Beban untuk Pondasi Sumuran.
-
70
Beban aksial kolom untuk pondasi telapak ditunjukkan pada Gambar
4.39.
Gambar 4.39 Tampilan Beban untuk Pondasi Telapak.
7. Penyusunan jaring elemen (Generate mesh)
Penyusunan jaring elemen untuk melakukan proses perhitungan
dilakukan
setelah input data material tanah dan pondasi selesai. Garis
geometri dibentuk
di sekitar pondasi, agar penyusunan jaring elemen lebih halus di
sekitar
pondasi dapat dijalankan. Jenis penyusunan jaring elemen ini
disebut Refine
Cluster. Refine Cluster ditunjukkan pada Gambar 4.40.
Gambar 4.40 Tampilan Refine Cluster Mesh.
-
71
8. Konsdisi awal (Initial condition)
a. Water weight adalah berat jenis air dengan nilai 9,81 ~ 10
kN/m3. Berat
jenis air ditunjukkan dalam Gambar 4.41.
Gambar 4.41Tampilan Water Weight.
b. Phreatic line digunakan untuk menentukan posisi muka air
tanah. Muka air
tanah di lokasi penelitian berada di dasar pondasi, yaitu 1 m
dari permukaan
tanah. Posisi muka air tanah ditunjukkan dalam Gambar 4.42.
Gambar 4.42 Tampilan Muka Air Tanah.
MAT
-
72
c. Tekanan air pori (Water pore pressure)
Tahapan perhitungan setelah penentuan muka air tanah adalah
penerapan
tekanan air pori. Nilai tekanan air pori sebesar -122,52 kN/m2.
Tekanan air
pori ditunjukkan pada Gambar 4.43.
Gambar 4.43 Tampilan Water Pressure.
d. Koefisien tanah lateral (Ko)
Penerapan tekanan tanah lateral pada tools Generate Initial
stress,
ditampilkan nilai penentuan nilai Ko yang didasarkan pada rumus
Jaky: Ko=
sin . Koefisien tanah lateral ditunjukkan pada Gambar 4.44.
Gambar 4.44 Tampilan Nilai Ko.
-
73
9. Proses Perhitungan (Calculation)
a. Caculation type dipakai plastic calculation karena
menganalisa tegangan-
regangan yang bersifat elastoplastis. Calculation ditunjukkan
dalam Gambar
4.45.
Gambar 4.45 Tampilan Kalkulasi.
b. Menjalankan proses perhitungan ditunjukkan dalam Gambar 4.46
dan hasil
kalkulasi ditunjukkan dalam Gambar 4.47.
Gambar 4.46 Tampilan Proses Kalkulasi.
-
74
Gambar 4.47 Tampilan Hasil Kalkulasi.
10. Hasil (output)
Hasil proses perhitungan tegangan-regangan perangkat lunak
Plaxis 8.2 berupa
tampilan dalam bentuk shading. Gambar 4.48 menunjukkan nilai
maksimum
output tegangan dengan sebesar -315,18 kN/m2. Gambar 4.48
juga
menunjukkan tampilan potongan A-A dan potongan B-B pada lapisan
1 dan
lapisan 2 pada titik 1, 2, 3, 4, dan 5.
Gambar 4.48 Output Tegangan.
A A
B B
Tegangan besar
Tegangan sedang
Tegangan kecil
-
75
Tampilan dalam bentuk shading menggambarkan tingkat
tegangan-
regangan yang terjadi melalui variasi warna. Warna biru
menggambarkan
tingkat tegangan-regangan yang paling kecil, sedangkan warna
merah
menggambarkan tingkat tegangan-regangan yang paling besar.
Gambar 4.49 menunjukkan nilai regangan sebesar -918,55x10-3
kN/m2.
Gambar 4.49 juga menunjukkan tampilan potongan A-A dan potongan
B-B
pada lapisan 1 dan lapisan 2 pada titik 1, 2, 3, 4, dan 5.
Gambar 4.49 Output Regangan.
11. Potongan (Cross Section) untuk Tegangan
a. Hasil potongan A-A pada lapisan 1 ditunjukkan dalam Gambar
4.50.
Tegangan pada pondasi sumuran tidak dapat diperoleh karena
merupakan
beton dan tidak mengandung elemen tanah. Tegangan hanya terjadi
pada
pondasi telapak-cerucuk yang dasarnya bersinggungan langsung
dengan
tanah. Tegangan tanah maksimum yang terjadi pada lapisan 1
terletak pada
titik tinjauan 5 sebesar 325,212 kN/m2 dan tegangan minimum
terletak pada
titik 3 sebesar 55,034 kN/m2. Titik 5 menerima tegangan yang
paling besar
karena merupakan titik yang paling jauh dari pengaruh cerucuk
bambu.
Jarak dari cerucuk ini menyebabkan perlakuan titik ini bergerak
bebas bila
A A
B B
Regangan besar
Regangan kecil
Regangan sedang
-
76
menerima beban. Hasil tegangan pada titik tinjauan ditunjukkan
dalam
Gambar 4.51.
Gambar 4.50 Potongan A-A pada Lapisan 1.
Gambar 4.51 Tegangan pada Lapisan 1.
b. Hasil potongan B-B pada lapisan 2 ditunjukkan dalam Gambar
4.52.
Tegangan terbesar terdapat pada titik tinjauan 4 sebesar 218,465
kN/m2 dan
0,00 0,0055,034 55,583
325,212
0,00
40,00
80,00
120,00
160,00
200,00
240,00
280,00
320,00
1 2 3 4 5
Teg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
3 4 5
-
77
tegangan terkecil terletak pada titik 5 sebesar 96,447 kN/m2.
Titik 4
menerima tegangan paling besar karena tegak lurus dengan beban
aksial
kolom pondasi telapak-cerucuk. Hasil tegangan pada titik
tinjauan
ditunjukkan dalam Gambar 4.53.
Gambar 4.52 Potongan B-B pada Lapisan 2.
Gambar 4.53 Tegangan pada Lapisan 2.
176,56
186,381
187,02
218,465
96,477
0
60
120
180
240
300
360
1 2 3 4 5
Teg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
5 4 3
-
78
Penyebaran tegangan pada lapisan 1 adalah jumlah antara
penyebaran beban
dari permukaan tanah dengan beban yang disebabkan dari massa
tanah.
Penyebaran tegangan pada lapisan 2 masih dipengaruhi oleh beban
kolom, ini
menyebabkan tegangan yang terjadi semakin besar meskipun
kedalaman
bertambah. Hasil rekapitulasi tegangan yang terjadi pada lapisan
1 dan lapisan
2 ditunjukkan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Tegangan
Titik Tinjauan
Tegangan kN/m2
Lapisan 1 Lapisan 2 1 0,00 176,560 2 0,00 186,381 3 55,034
187,020 4 55,583 218,465 5 325,212 96,477
12. Potongan Melintang (cross section) untuk Regangan
a. Potongan A-A pada lapisan 1 ditunjukkan dalam Gambar 4.54.
Regangan
tanah maksimum yang terjadi pada lapisan 1 terletak pada titik
tinjauan 5
sebesar 0,770 kN/m2, sedangkan regangan minimum terjadi pada
titik
tinjauan titik 4 sebesar 0,0010 kN/m2. Regangan pada titik 1
bernilai
-0,006 kN/m2, ini berarti regangan berubah arah dari searah
dengan gravitasi
bumi menjadi berlawanan dengan gravitasi bumi. Hasil regangan
pada titik
tinjauan ditunjukkan dalam Gambar 4.55.
-
79
Gambar 4.54 Potongan A-A pada Lapisan 1.
Gambar 4.55 Regangan pada Lapisan 1.
b. Potongan A-A pada lapisan 2 ditunjukkan dalam Gambar 4.56.
Regangan
tanah maksimum yang terjadi pada lapisan 2 terletak pada titik
tinjauan 4
sebesar 2,284 kN/m2. Regangan terkecil terletak pada titik
tinjauan 5
sebesar 0,165 kN/m2. Hasil regangan pada titik tinjauan
ditunjukkan dalam
Gambar 4.57.
-0,006 0,002 0,007 0,001
0,770
-0,007
0,093
0,193
0,293
0,393
0,493
0,593
0,693
0,793
1 2 3 4 5
Reg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
1 2 3 4 5
-
80
Gambar 4.56 Potongan B-B pada Lapisan 2.
Gambar 4.57 Regangan pada Lapisan 2.
Penyebaran regangan maksimum pada lapisan 1 terjadi pada titik
5, ini
diakibatkan tegangan tanah yang besar terjadi pada titik
tersebut. Penyebaran
regangan pada lapisan 1 di titik 1 bernilai negatif karena tanah
yang ditekan
oleh pondasi memberikan reaksi sehingga tanah menggembung
keluar.
Pengaruh regangan maksimum pada titik 5 menerus pada lapisan 2
dan beralih
0,570
1,205
0,416
2,284
0,1650,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
1 2 3 4 5
Reg
anga
nkN
/m2
Titik Tinjauan (m)
1 2 3 4 5
-
81
pada titik 4. Peningkatan regangan ini diakibatkan oleh pengaruh
beban kolom
serta bertambahnya kedalaman tanah. Hasil rekapitulasi tegangan
yang terjadi
pada lapisan 1 dan lapisan 2 ditunjukkan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Regangan
Titik Tinjauan
Regangan kN/m2