1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk yang akan membahayakan bagi pasien bisa saja terjadi sehingga diperlukan peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis (Rondhianto, 2008) Sebelum pemulangan pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara memanejemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang diharapakan di dalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman sulit
bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk yang akan
membahayakan bagi pasien bisa saja terjadi sehingga diperlukan peran penting
perawat dalam setiap tindakan pembedahan dengan melakukan intervensi
keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun
psikis (Rondhianto, 2008)
Sebelum pemulangan pasien dan keluarganya harus mengetahui
bagaimana cara memanejemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang
diharapakan di dalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan
karena kegagalan untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah
kesehatan (tidak siap menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan
peningkatan komplikasi pada pasien (Perry & Potter, 2006). Ketidaksiapan
pasien menghadapi pemulangan juga dapat terjadi karena pasien terlalu cepat
dipulangkan sehingga hal ini juga beresiko terhadap terjadinya komplikasi
pasca bedah setelah di rumah dan juga dikarenakan pemulangan yang tidak
direncanakan yang dapat berakibat kepada hospitalisasi ulang (Torrance,
1997)
2
Ada berbagai macam jenis pembedahan, salah satunya
Appendictomy. Pembedahan untuk mengambil apendic disebut apendictomy,
dan ini dilakukan jika peradangan tanpa adanya rupture (Reeves, 1999).
Apendictomy dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi
(Smeltzer, 2001). Setelah tindakan pembedahan, abdomen memiliki resiko
untuk terjadinya infeksi akibat terjadinya stres yang sangat serius kepada
tubuh. Sistem imun tubuh menjadi lemah dan fungsi gastrointestinal berubah
sehingga menyebabkan status nutrisi insuffiensien (Noname, 2004). Andra
(2007) menyatakan pasca pembedahan abdomen dengan etiologi non infeksi
insiden terjadinya kurang dari 2% pasca pembedahan untuk penyakit
inflamasi tanpa perforasi (misalnya Appendicytis, diverticulitis, kolesistitis).
Oleh karena itu perlu diberikan informasi kepada pasien agar mampu
mengenali tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Data tentang
kasus appendic dari tahun ke tahun meningkat di RSUD Syamrabu
Bangkalan. Tahun 2010 angka kejadian Post op Apendictomy 315 pasien
sedangkan tahun 2011 Meningkat mencapai 415 pasien. Idealnya pasien siap
dalam menghadapi pemulangan, tetapi berdasarkan studi pendahuluan yang
telah dilakukan peneliti dari 15 pasien post op appendictomy terdapat 66%
pasien yang tidak siap menghadapi pemulangan (tanpa dilakukan discharge
planning). Hal ini menunjukkan masih tingginya angka ketidaksiapan pasien
post op Appendictomy menghadapi pemulangan.
Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Willams (2006) bahwa mayoritas pasien yang menerima informasi
tentang nyeri dan manajemen luka, aktivitas, nutrisi, dan komplikasi pada
3
umumnya merasakan bahwa tidak mengalami perasaan khawatir yang
membuat mereka akan mengadakan kunjungan tidak rutin ke fasilitas
kesehatan setelah dipulangkan. Sedangkan pasien yang tidak mendapat
informasi tentang nyeri dan manajemen luka menurut William (2006)
mengalami kekhawatiran yang memaksa mereka untuk melakukan kunjungan
tidak rutin kepada suatu fasilitas kesehatan setelah dipulangkan. Vaughan dan
Taylor (1988 dalam Torrance 1997) dalam penelitian juga menemukan bahwa
pasien post op appendictomy mengalami defisiensi dalam hal mandi,
berpakaian, diet, buang air besar, serta dalam hal aktifitas seksual setelah
mereka dipulangkan.
Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan untuk menghadapi
pemulangan Orem (1985 dalam Alligood & Tomey, 2006) mengatakan
bahwa intervensi keperawatan diri sebagai akibat dari adanya keterbatasan.
Salah satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
discharge planning (perencanaan pemulangan pasien) untuk mempromosikan
tahap kemandirian tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan keluarga
dengan menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri ( The Royal
Marsden Hospital 2004).
Discharge planning yang tidak baik dapat menjadi salah satu
faktor yang memperlama proses penyembuhan di rumah (Wilson-Barnett dan
Fordham, 1982 dalam Torrace, 1997. Kesuksesan tindakan discharge
planning menjamin pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan
yang aman dan realistis setelah meninggalkan Rumah Sakit (Hou, 2001 dalam
Perry & Potter, 2006).
4
Mengingat pentingnya dilakukan discharge planning terhadap
pasien post op appendictomy, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki
bagaimana perbedaan kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi
pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning. Secara
khusus dalam hal ini peneliti ingin meneliti Perbedaan Kesiapan Post Op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan. Mengingat rumah sakit
ini merupakan rumah sakit rujukan sehingga kemungkinan banyak ditemukan
kasus Post Op Appendictomy.
1.2 Identifikasi Penyebab Masalah
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaksiapan pasien
Post Op Appendictomy dalam menghadapi pemulangan yaitu :
__--
Gambar 1.1 Identifikasi Masalah
Faktor Internal :- Pendidikan- Pengetahuan- Pengalaman- Perawatan diri yang Kurang
Masih tingginya angka kejadian ketidaksiapan pasien post op appendictomy menghadapi pemulangan
Faktor Eksternal :- Lingkungan- Informasi yang kurang - Sistem Keperawatan
5
1.2.1 Faktor Internal :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti,
pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup. Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005). Sehinga semakin
tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkat Kesiapan Pasien
menghadapi Pemulangan.
b. Pengetahuan.
Pendapat dari WHO (1992) bahwa pengetahuan diperoleh dari
pengalaman, selain itu juga dari guru, orang tua, buku, dan media
masa. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan
merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Tingkat pengatahuan yang luas akan
dirumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan walker,
28
kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta nama dan nomor telepon setiap
institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.
Swearingen (2000) menyatakan bahwa informasi yang harus diketahui
oleh pasien post op appendictomy dan orang terdekat sebelum
pemulangan antara lain :
1) Obat-obatan, meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat/obat dan makanan/obat, dan potensial efek
samping.
2) Pentingnya penatalaksaan diet untuk meningkatkan pemeliharaan
nutrisi dan cairan. Diet yang dianjurkan antara lain : diet normal yang
mengikuti semua empat kelompok makanan (daging, telur, dan ikan;
buah dan sayuran: susu dan keju; serial dan roti) dan minum cairan
yang adekuat (setidaknya 2-3 L/hari). Ingatkan pasien untuk
menghindarkan kacang-kacangan, buah beri dan makan dengan biji.
3) Perawatan insisi, penggantian balutan, dan izin untuk mandi atau
mandi pancuran jika jahitan sudah diangkat.
4) Pembatasan aktivitas pasca bedah sesuai petunjuk : biasanya
mengangkat benda yang berat( > 4 kg), mendorong, menarik, dan
mengedan mengontraidikasikan kira-kira 6 minggu untuk mencegah
terjadinya herniasi insisi. Antisipasi kembalali dalam 2 minggu untuk
pekerja kantor, dan 6 minggu untuk pekerja buruh. Waspadalah
terhadap dan istirahat setelah gejala kelelahan, beristirahatlah
semaksimal mungkin, meningkatkan aktivitas secara terhadap sesuai
toleransi.
29
5) Pentingnya melaporkan tanda dan gejala terjadinnya infeksi luka :
kemerahan menetap, dan bengkak, drainaser perulen, hangat lokal,
bau busuk, dan nyeri.
6) Pentingnya perawatan lanjutan dengan dokter atau perawat, pastikan
jadwal dan waktu perjanjian berikutnya.
g. Cara Mengukur Discharge Planning
Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah
dipersiapkan untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-
penjelasan yang diperlukan, serta-serta instruksi-instruksi yang harus
dilakukan, serta apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil atau
alat trasportasi lainnya (The Royal Marsden Hospital, 2004).
Kesuksesan discharge planning menjamin pasien melakukan tindakan
perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan
rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006). Hal ini dapat
dilihat dari kesiapan pasien untuk menghadapi pemulangan, yang
diukur dengan kuesioner.
h. Kesiapan Pasien Menghadapi Pemulangan
Menurut Martisusilo (2007), ada dua komponen dari kesiapan yaitu
kemampuan dan keinginan. Kemampuan adalah pengetahuan, dan
keterampilan yang dimiliki seorang ataupun kelompok untuk
melakukan kegiatan atau tugas tertentu. Sedangkan keinginan berkaitan
dengan keyakinan, komitmen, dan motivasi untuk menyelesaikan tugas
atau kegiatan tertentu. Kesiapan merupakan kombinasi dari kemampuan
dan keinginan yang berbeda yang ditunjukkan seseorang pada tiap-tiap
30
yang diberikan. Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kesiapan pasien menghadapi pemulangan adalah kemampuan yang
mencakup pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan serta keinginan
yang mencakup keyakinan, komitmen, dan motivasi pasien pasca bedah
akut abdomen untuk melkukan aktifitas atau kegiatan yang diajarkan
serta dianjurkan oleh perawat dan klinisi lain.Pasien siap menghadapi
pemulangan apabila pesien mengetahui pengobatan, tanda-tanda
bahaya, aktifitas yang dilakukan, serta perawatan lanjutan dirumah (The
Royal Marsden Hospital, 2004).
i. Kriteria pemulangan
Carpenito (1999) mengatakan bahwa sebelum pulang pasien pasca
bedah dan keluarga akan mampu menggambarkan pembatasan aktifitas
dirumah, menggambarkan penatalaksaan luka dan nyeri dirumah,
mendiskusikan kebutuha cairan dan nutrisi untuk pemulihan luka,
menyebutkan tanda dan gejala yang harus dilakukan pada tenaga
kesehatan, serta menggambarkan perawatan lanjutan yang diperlukan.
Sedangkan Perry dan Potter (2005) mengatakan bahwa pada saat pulang,
pasien harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sumberyang di
butuhkan untuk memenuhiperawatan dirinya.
Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien
melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realitis setelah
meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam prry dan Potter, 2006). Oleh
karena itu pasien siap menghadapi pemulangan apabila pasien mengetahui
pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta perawatan
31
lanjutan dirumah (The Royal Marsden Hospital, 2004). Pasien dan
keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obat-obatan dan
tindakan pengobatan untuk kepulangan, antisipasi perawatan tindaklanjut,
dan respons yang diambil pada kondisi kedaruratan (Perry & Potter, 2005)
j. Tingkat Kesiapan
Martisusilo (2007) membagi tingkat kesiapan berdasarkan
kuantitas keinginan dan kemampuan bervariasi dari sangat tinggi hingga
sangat rendah, antara lain :
1) Tingkat kesiapan 1 (R1)
a) Tidak mampu dan tidak ingin, yaitu tingkatan dan tidak mampu
dan hanya memiliki sedikit komitmen dan motivasi.
b) Tidak mampu dan takut, yaitu tingkatan yidak mampu dan hanya
dan hanya memiliki sedikit keyakinan.
2) Tingkat kesiapan 2 (R2)
a) Tidak mampu tapi berkeinginan, yaitu tingkatan yang memiliki
sedikit kemampuan tetapi termotivasi dan berusaha.
b) Tidak mampu tetapi percaya diri, yaitu tingkatan yang hanya
memiliki sedikit kemampuan tetapi tetap merasa yakin.
3) Tingkat kesiapan 3 (R3)
a) Mampu tetapi ragu, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan
untuk melaksanakan suatu tugas tetapi tidak yakin dan khawatir
untuk melakukannya sendiri.
32
b) Mampu tetapi tidak ingin, tingkatan yang memiliki kemampuan
untuk melakukan suatu tugas tetapi tidak ingi menggunakan
kemampuan tersebut.
4) Tingkat kesiapan 4 (R4)
a) Mampu dan ingin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan
untuk melakukan tugas sering kali menyukai tugas tersebut.
b) Mampu dan yakin, yaitu tingkatan yang memiliki kemampuan
untuk melaksanakan tugas dan yakin melakukannya seseorang diri.
k. Model Keperawatan Dorothea Orem
Model konseptual Dorothea orem (2001, dalam Alligood &
Tomey, 2006) terdiri dari tiga teori yang saling berhubungan, yaitu teori
perawatan diri yang menggambarkan mengapa dan bagaimana manusia
merawat dirinya sendiri, teori defisit perawatan diri yang
menggambarkan dan menjelaskan mengapa manusia dapat di Bantu
melalui keperawatan, dan teori system keperawatan yang
menggambarkan dan menjelaskan hubungan yang harus dibawa dan
dipertahankan agar keperawatan dapat dihasilkan.
1) Teori Perawatan Diri
Perawatan diri sendiri adalah prilaku yang diperlukan secara pribaadi
dan berorientasi pada tujuan yang berfokus pada kapasitas individu
yang bersangkutan untuk mengatur dirinya dan lingkungan dengan
cara sedemikian rupa sehingga ia tetap hidup, menikmati kesehatan
dan kesejahteraan, dan berkontribusi dalam perkembangannya
(Orem, 19985 dalam Basford, 2006) perawatan diri sendiri
33
dibutuhkan oleh setiap manusia, baik laki-laki, perempuan, maupun
anak-anak. Ketika keperawatan diri tidak dapat dipertahankan, akan
terjadi kesakitan atau kematian.
2) Teori Defisit Perawatan Diri
Orem (2001, dalam Alligood dan Tomey, 2006) mengatakan bahwa
defisiensi perawatan diri adalah kesenjangan antara kebutuhan
perawatan diri terapautik individu dan kekuatan mereka sebagai agen
perawat diri yang mana unsure pokok perkembangan kemampuan
keperawatan diri tidak berjajan atau tidak adekuat untuk
mengetahuai atau mempertemukan sebagian atau smua komponen
yang ada atau membangun kebutuhan semua perawatan diri
terapaitik. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jika seseorang
tidak cukup mampu untuk merawat dirinya sendiri berkaitan dengan
kesehatannya ia dikatakan menderita defisit perawatan diri (Orem,
1985 dalam Basford, 2006).Oleh karena itu dibutuhkan perawat
yang bertindak sebagai agen keperawatan yang berhak membangun
hubungan interdersonal untuk melakukan, mencari tahu, dan
membantu pasien untuk mempertemukan kebutuhan perawatan diri
terapautik mereka dan mengulasi perkembangan atau melatih
kemampuan mereka sebagai agen perawatan diri sendiri (Orem,
2001 dalam Alligood & Tomey, 2006).
3) Teori Sistem Keperawatan
Orem (1985 dalam Basford, 2006) menjelaskan system
keperawatan sebagai “Serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan
34
ketika perawat menghubungkan satu sejumlah cara membantu pasien
dengan tindakannya sendiri atau tindakan seseorang dibawah
perawatan yang di arahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri
terpeutik orang tersebut atau untuk mengatur perawatan diri
mereka”Sebagai agen keperawatan, perawat menerapkan system
keperawatan yang merupakan tindakan praktek keperawatan yang
dilakukan secara berkesinambungan dan bertahap dengan
berkoordinasi dengan pasien untuk mengetahui dan memenuhi
komponen kebutuhan perawatan diri terapeutik pasien mereka dan
melindungi dan meregulasi latihan atau perkembangan kemampuan
pasien sebagai agen perawat diri sendiri (Orem, 2001 dalam
Alligood & Tomey, 2006).
Untuk mengetahui apakah pasien dapat berkontribusi dan
kontribusi pasien yang harus diberikan perawat, Orem (1985, dalam
Basford, 2006) membedakan tiga system keperawatan, yaitu :
1) Suportif-edukatif, yaitu jika pasien mampu melakukan atau
belajar tentang perawatan diri, maka intervensi keperawatan
harus dibatasi, misalnya hanya pada pemberian dukungan dan
pendidikan.
2) Kompensasi parsial, yaitu pasien memiliki beberapa kemampuan
untuk melakukan perawatn diri tetapi tidak mencapai perawatan
diri total jika tidak dibantu, dan perawat harus membantu pasien
dalam melakukan tugas-tugas tersebut.
35
3) Kompensasi total, yaitu yaitu jika pasien secara total tidak dapat
melakukan perawatan diri sendiri, dan perawat harus melkukan
semua tugas-tugas tersebut untuk pasien, bahkan dalam hal
kebutuhan perawatn diri umum seperti memandikan dan
memberi makan pasien.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy
Menghadapi Pemulangan:
a. Faktor Internal:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh
kemampuan perilaku melalui pengajaran. Pendidikan merupakan
segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, keluarga atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan masyarakat oleh pelaku pendidikan
(Notoadmojo,2003), sehingga semakin tinggi pendidikan semakin
mudah dalam menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki, demikian sebaliknya rendahnya pendidikan
menjadi faktor penyebab ketidaksiapan pasien menghadapi
pemulangan.
2) Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengingat
fakta, simbul, prosedur tehnik dan teori. Seseorang yang
pengetahuannya rendah maka akan mempengaruhi pada kesiapan
menghadapi pemulangan pada pasien post op appendictomy.
36
3) Pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung dsb) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Jadi jika
ada pasien berpengalaman riwayat post operasi, maka pasien akan
lebih siap menghadapi pemulangan.
4) Perawatan Diri yang kurang
Orem (2001, dalam Alligood dan Tomey, 2006) mengatakan bahwa
defisiensi perawatan diri merupakan bagian penting dalam perawatan
secara umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada
saat perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada
saat tidak mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya secara
terus menerus.
b. Faktor Eksternal :
1) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar area, lingkungan
ini berpengaruh terhadap perkembangan dari seseorang atau kelompok
(Nursalam,2011). Lingkungan yang kurang nyaman karena tempat
terbuka membuat pasien kurang menjaga kebersihan dirinya.
2) Informasi yang kurang.
Dengan kurangnya informasi tentang penting personal hygine,
keluarga pasien dan pasien mengangap remeh kebersihan, sehingga
menyebabkan luka infeksi.
37
3) Sistem Keperawatan
Orem (1985 dalam Basford, 2006) menjelaskan system keperawatan
sebagai “Serangkaian tindakan kontinu yang dihasilkan ketika perawat
menghubungkan satu sejumlah cara membantu pasien dengan
tindakannya sendiri atau tindakan seseorang dibawah perawatan yang
di arahkan untuk memenuhi tuntutan perawatan diri terpeutik orang
tersebut atau untuk mengatur perawatan diri mereka”
38
2.2 Kerangka Konsep
Ket: ------ : Yang tidak diteliti
: Yang diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan
sesudah di Discharge Planning.
InputPasien Post op Appendictomy
Internal:- Pendidikan- Pengetahuan- Pengalaman- Perawatan diri yang
Kurang
Eksternal :- Lingkungan- Informasi yang kurang- Sistem Keperawatan
Proses
Output
Intervensi Keperawatan
Discharge Planning
Kesiapan Pasien Menghadapi
Pemulangan ↑
39
Pasien post op appendictomy yang menghadapi kesiapan pulang di pengaruhi
oleh dua hal yaitu:
1. Internal
Dalam hal ini yang lebih banyak berperan yaitu diri sendiri dimana
pendidikan, pengetahuan serta pengalaman serta Perawatan diri yang
kurang menjadi hal penting pada pasien post op appendictomy
menghadapi kesiapan pulang.
2. Eksternal
Pada faktor eksternal bisa dipengaruhi oleh Lingkungan, Informasi
yang kurang dari perawat serta Sistem Keperawatan dukungan. Maka
dalam hal ini Peneliti meneliti Intervensi Keperawatan salah satunya
yaitu Pemberian Discharge Planning yang diberikan oleh Perawat.
Dengan harapan pemberian Discharge Planning yang baik yang
dilakukan perawat pada pasien post op Appendictomy akan meningkatkan
Kesiapan pulang.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara 2
(dua) atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan
dalam penelitian. (Nursalam, 2008).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
”Ada Perbedaan Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu
Bangkalan”
40
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara bagaimana penelitian
keperawatan dilakukan meliputi desainnya apa, kerangka kerjanya
bagaimana, bagaimana populasinya, sampelnya berapa,bagaimana teknik
samplingnya, bagaimana identifikasi variabel dan definisi operasionalnya,
bagaimana cara pengumpulan data, bagaimana analisa datanya, apa
keterbatasannya dan apa masalah etiknya ( Hidayat, 2003).
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
desain One group pra-post test design yaitu mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek
diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi setelah
di intervensi. Dalam hal ini Discharge Planning.
Subjek Pre Perlakuan Post Tes
K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Keterangan :K-A : Subyek O : Observasi Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
sebelum dilakukan Discharge Planning.I : Intervensi (Discharge planning)OI : Observasi Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
sesudah dilakukan Discharge Planning.
41
3.2 Kerangka Kerja
Populasi :
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Perbedaan Kesiapan Post Op Appendictomy
menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning.
Populasi :Selama Bulan Januari 2012 estimasi
Sejumlah 40 pasien post op appendictomy
Sampel 15 orang dengan tehnik non
probability Purposive sampling
Kesiapan Post Op Appendictomy
menghadapi pemulangan sebelum Discharge Planning.
Kesiapan Post Op Appendictomy menghadapi
pemulangan sesudah Discharge Planning
Pengumpulan Data
Analisa Data uji Wilcoxon
Penyajian Hasil Penelitian
Dilakukan Discharge Planning
42
3.3 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah karakteristik/kondisi oleh yang peneliti di
manipulasi, dikontrol atau diobservasi dalam suatu penelitian (Narbukodan
Achmadi, 1999). Pada penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu :
a. Variabel Independen adalah variabel yang dalam penelitian nilainya
menentukan variabel lain (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variable
independennya adalah Discharge Planning.
b. Variabel Dependen adalah variabel yang dalam penelitian nilainya
ditentukan oleh variabel lainnya/variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variable dependennya
adalah Kesiapan Pasien Pulang.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan
istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga
mempermudah dalam mengartikan penelitian ( Nursalam, 2008)
43
Variabel Definisi Operasional
Alat Ukur Skala Hasil Ukur
Variabel IndependenDischarge Planning
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam mempersiapkan pasien menghadapi pemulangan berkaitan dengan pengetahuan pasien tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipatuhi pasien setelah berada dirumah dimna tindakan Discharge Planning diberikan mulai dari pasien MRS s.d KRS
Standar OperasionalDischarge Planning
- -
VariebelDependenKesiapan pasien Menghadapi Pemulangan sebelum Discharge Planning
Kemampuan pasien post op appendictomy untuk menyebutkan pengetahuan (tindakan pengobatan dirumah, tanda-tanda bahaya, perwatan luka, aktivitas dirumah, diet dirumah, serta perawatan lanjutan) sebelum pasien dipulangkan pada pasien yang sebelumDischarge Planning
Kuesioner Ordinal -Kesiapan 1 (R1) jika skornya 24-44-Tingkat kesiapan 2 (R2) jika skornya 45-65-Tingkat kesiapan 3 (R3) jika skornya 65-85-Tingkat kesiapan 4 (R4) jika skornya 86-108.
Kemampuan pasien post op appendictomy untuk menyebutkan pengetahuan (tindakan pengobatan dirumah, tanda-tanda bahaya, perwatan luka, aktivitas dirumah,
Kuesioner Ordinal -Kesiapan 1 (R1) jika skornya 24-44-Tingkat kesiapan 2 (R2) jika skornya 45-65-Tingkat kesiapan 3 (R3) jika skornya 66-85
44
diet dirumah, serta perawatan lanjutan) sesudahDischarge Planning
-Tingkat kesiapan 4 (R4) jika skornya 86-108.(Skala menurut Martisusilo, 2007)
Tabel 3.2 Definisi Operasional Perbedaan Kesiapan Post Op Appendictomy
menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning.
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi dalam penelitian ini adalah estimasi seluruh pasien post op
apendictomy yang menjalani rawat inap di RSUD Syamrabu Bangkalan
sejumlah 40 pasien. Pada tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Januari
2011.
3.5.2 Besar Sampel
Besar Sampel dalam penelitian ini dihitung mengunakan rumus
dari Federer sebagai berikut:
N= (T-1)(R-1) ≥ 15
Keterangan :
N = Besar sampel
T = Jumlah kelompok
R = Repitasi ( Jumlah Intervensi yang diberikan)
Besar Sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
N = ( T-1) (R-1) ≥ 15
= (2-1) (1-1) ≥ 15
45
= 1 ≥ 15
Karena jumlah sampel ≥ 15, maka diambil sampel minimal sebesar 15 orang
pada masing-masing kelompok (kelompok control dalam kelompok
perlakuan)
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non probability purposive
sampling.
Kriteria sampel:
a. Bersedia menjadi responden penelitian
b. Pasien yang tidak mengalami komplikasi penyakit.
c. Pasien post op apendictomy yang telah menjalani perawatan di ruang
rawat inap lebih dari 2 hari
d. Px yang tidak mengalami her opname
e. Pria/wanita berusia 18-50 tahun
3.5.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi (Nursalam, 2003). Sampling pada penelitian ini
menggunakan Purposive Sampling yaitu suatu tehnik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti,sehingga sampel tersebut mewakili karakteristik
populasi.
3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD Syamrabu Bangkalan, mengingat
rumah sakit pemerintah, dan merupakan rumah sakit pendidikan yang
46
memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan
dalam penelitian ini dan dilaksanakan selama bulan Februari 2012.
3.7 Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan kuesioner.
3.8 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek
dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008).
Langkah-langkah dalam pengumpulan data tergantung dari desain
penelitian dan tehnik instrumen yang digunakan. Pengumpulan data
berupa kuesioner dengan pengisian soal oleh masing-masing orang yang
sebelumnya sudah dijelaskan terlebih dahulu.
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi
pendidikan (PSIK-Ngudia Husada Madura).
b. Permohonan izin yang diperoleh dikirim ke tempat penelitian (RSUD
Syamrabu Bangkalan).
c. Peneliti menghubungi perawat ruangan untuk memperkenalkan calon
responden kepada peneliti setelah mendapat izin dari pihak RSUD
Syamrabu Bangkalan.
47
Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat
penelitian, dan prosedur pengumpulan data.
d. Peneliti meminta calon responden menandatangani Informed consent
sebagai bentuk persetujuan bersedia menjadi responden.
e. Pada Pre Test, peneliti mengukur tingkat kesiapan pasien menghadapi
pemulangan dengan membacakan pernyataan-pernyataan yang terdapat di
dalam kuesioner untuk dijawab oleh responden. Kemudian peneliti
melakukan pengakajian, dan setelah itu peneliti menentukan perencanaan
bersama-sama dengan responden dan keluarga. Tindakan pada hari 1 ini
dilakukan selama 30 menit.
f. Pada hari ke-2, peneliti melakukan intervensi Discharge planning dengan
penatalaksanaan yaitu mengadakan sesi pengajaran dengan responden dan
keluarga tentang : obat-obatan, tanda-tanda bahaya, perawatan luka di
rumah, dan aktivitas di rumah, diet di rumah dan perawatn lanjutan.
Tindakan ini dilakukan selama 45 menit.
g. Pada Post test, peneliti melakukan evaluasi dan mengukur tingkat kesiapan
pasien menghadapi pemulangan dengan membacakan kembvali
pernyataan-pernyataan yang terdapat di dalam kuesioner untuk dijawab
responden (post test). Tindakan ini dilakukan selama 35 menit.
h. Peneliti mengolah /menganalisa data yang terkumpul.
3.9 Pengolahan Data
Setelah angket dari responden terkumpul, selanjutnya dilakukan
pengolahan data dengan cara berikut:
48
3.9.1 Editing
Memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para
pengumpul data (Setiadi, 2007).
3.9.2 Coding
Mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden
kedalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi
tanda atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban (Setiadi,
2007). Martisusilo (2007) membagi tingkat kesiapan berdasarkan kuantitas
keinginan dan kemampuan bervariasi dari sangat tinggi hingga sangat
rendah, antara lain :
Tingkat kesiapan 1 (R1), Tingkat kesiapan 2 (R2), Tingkat kesiapan 3
(R3), Tingkat kesiapan 4 (R4).
3.9.3 Scoring
Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan
skala ordinal. Kode -Kesiapan 1 (R1) jika skornya 24 - 44, Tingkat
kesiapan 2 (R2) jika skornya 45 - 65, Tingkat kesiapan 3 (R3) jika skornya
65 – 85, Tingkat kesiapan 4 (R4) jika skornya 86 - 108.
3.9.4 Tabulating
Mengelompokkan data kedalam suatu tabel tertentu menurut sifat-
sifat yang dimiliki. Pada saat dianggap bahwa data telah diproses sehingga
harus segera disusun dalam suatu pola format yang telah dirancang
(Nursalam, 2008).
49
3.10 Analisa Data
Data yang sudah didapat kemudian di lakukan analisa secara bertahap
sesuai tujuan penelitian meliputi:
a. Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi tiap-
tiap variabel yang akan di teliti dengan menggunakan distribusi frekuensi.
Penulisan prosentase hasil penelitian mengacu pada Nursalam (2008) yang
dikelompokkan menjadi mayoritas = apabila hasil menunjukkan 90-100%,
sebagian besar = 66-89%, lebih dari 50% (51-69).
b. Analisa Bivariat (Tabulasi Silang)
Analisa bivariat ini menggunakan tabulasi silang untuk memudahkan
menentukan distribusi antar dua atau lebih variabel dengan skala data
ordinal sehingga mampu digunakan sebagai indikasi awal adanya
hubungan asosiasi. Untuk mengetahui Perbedaan Kesiapan pasien post op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah di
Discharge Planning. Setelah itu disajikan ke dalam tabel ke dalam tabel
tabulasi silang, kemudian dilakukan uji statistik Sign Rank test (Wilcoxon
test) dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan ketentuan apabila p value
< α, maka H0 ditolak.
3.11 Etika Penelitian
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika
yang harus diperhatikan meliputi :
50
3.11.1 Right to full disclosure
Peneliti akan memberikan penjelasan secara rinci tentang
penelitian yang akan di lakukan serta akan bertanggung jawab terhadap
subjek penelitian jika ada sesuatu yang terjadi akibat penelitian yang di
lakukan.
3.11.2 Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Setelah responden mengetahui maksud dan tujuan riset, serta
dampak yang akan terjadi selama dalam pengumpulan data dan responden
bersedia diteliti, mereka harus menandatangani lembar persetujuan
menjadi responden, jika subjek menolak peneliti harus menghormati hak-
hak klien.
3.11.3 Tanpa Nama (Anonymity)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
disajikan (Nursalam, 2008).
3.11.4 Kerahasiaan (Confidentiality)
Informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti.
51
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Data Umum
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD Syamrabu
Bangkalan. RSUD Syamrabu Bangkalan merupakan Rumah Sakit dengan
klasifikasi tipe B yang beralamatkan di jalan Pemuda Kaffa No.09
Bangkalan. RSUD Syamrabu terdiri dari instalasi rawat jalan, instalasi
gawat darurat, dan instalasi rawat inap. Instalansi rawat inap terdiri dari Irna
A, Irna B, Irna C, Irna D, Irna E, Irna F, Irna G dan Paviliun Kartini. Jumlah
staff di masini-masing setiap ruangan 18 orang (6 S1 Keperawatan, 12 D3
Keperawatan). 2 orang administrasi, dan 4 orang cleaning service.
4.1.2 Karakteristik Responden
a. Karakteristik responden berdasarkan usia
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Post Op Appendictomy Berdasarkan Usia di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari 2012 – 3 Maret 2012
No Usia Anak Frekuensi Prosentase
1.
2.
3.
18 - 30 tahun
31 - 40 tahun
40 - 50 tahun
9
4
2
60
26,6
13.4
Jumlah 15 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
52
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berusia 18 – 30 tahun, sebanyak 9 responden (60 %)
b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Post Op Appendictomy Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
8
7
53,3
46,7
Jumlah 15 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50%
responden berjenis kelamin laki-laki, sebanyak 8 responden (53,3%)
c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat Pendidikan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Pasien Post Op Appendictomy Berdasarkan Tingkat Pendididkan di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
1.
2.
3.
4.
SD
SMP
SMA
Lain-Lain
2
3
8
2
13,4
20
53,3
13,3
Jumlah 15 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50%
responden yang tingkat pendidikan SMA, sebanyak 8 responden (53,3%)
53
4.2 Data Khusus
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesiapan Pulang Pasien Post Op Appendictomy Sebelum dilakukan Discharge Planning Di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012
No Kesiapan Pulang Frekuensi Prosentase
1. R1 1 6,7
2. R2 3 20
3. R3 9 60
4. R4 2 13,3
Jumlah 15 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar
responden mengalami Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy
menghadapi Pemulangan sebanyak 9 responden (60%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesiapan Pulang Pasien Post Op Appendictomy Sesudah Dilakukan Discharge Planning Di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012
No Kesiapan Pulang Frekuensi Prosentase
1. R1 - -
2. R2 - -
3. R3 2 13,3
4. R4 13 86,7
Jumlah 15 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
54
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar
responden mengalami Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy
menghadapi Pemulangan sebanyak 13 responden (66,7%).
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 27 Februari – 3 Maret 2012
No
Kesiapan
Pulang
Sebelum Dilakukan
Discharge Planning
Sesudah Dilakukan
Discharge Planning
Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase
1. R1 1 6,7 - -
2. R2 3 20 - -
3. R3 9 60 2 13,3
4. R4 2 13,3 13 86,7
Jumlah 15 100 15 100
α = 0,05
p value < 0,05
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil analisa bivariat dengan
menggunakan uji statistik Uji wilcoxon, diperoleh significancy 0,008
(p < 0,05) maka Ho ditolak, yang berarti ada Perbedaan Kesiapan Pasien
Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah
dilakukan Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan.
55
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Kesiapan Pulang Sebelum dilakukan Discharge Planning
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari keseluruhan
responden Kesiapan Pulang pada Pasien Post Op Appendictomy Sebelum
dilakukan Discharge Planning sebagian besar dari responden, sebanyak 9
responden (60%) mengalami Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy
menghadapi Pemulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (60%)
sebelum dilakukan discharge planning sudah memiliki tingkat kesiapan yang
cukup baik, dan masuk kategori tingkat kesiapan ke 3 dimana Mampu tapi
ragu dan Mampu tapi tidak ingin, pada pembagian tingkat kesiapan menurut
Martinsusilo (2007) . Jadi pemberian Discharge Planning yang baik untuk
mengetahui pengobatan, tanda-tanda bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta
perawatan lanjutan dirumah.
Menurut William (1996) menyatakan salah satu bentuk manajemen
informasi pada Discharge Planning melalaui tahapan yang jelas, dimana
pelayanan akan baik apabila diberikan oleh tim multi disiplin. Dalam hal ini
diantaranya perawat, dokter, ahli gizi, fisiotherapi dan anggota tim kesehatan
lainnya, untuk saling membagi informasi dalam rangka menyusun Discharge
Planning.
56
Berdasarkan model konseptual Orem (1985, dalam Basford, 2006)
tentang sistem keperawatan, maka tingkat Ketidaksiapan Pasien Post Op
Appendictomy menghadapi Pemulangan dalam penelitian ini sebelum
dilakukan Discharge Planning termasuk katagori system kompensasi parsial
dimana pasien memiliki beberapa kemampuan untuk melakukan perawatan
diri tetapi tidak dapat mencapai perawatan mandiri jika tidak dibantu.
Kemampuan yang sudah dimiliki responden dalam penelitian ini
antara lain informasi melalui tahapan yang jelas untuk melakukan perawatan
diri setelah berada di rumah, baik dalam hal tindakan pengobatan di rumah,
tanda-tanda bahaya, perawatan luka, aktivitas di rumah, diet di rumah,
maupun dalam hal perawatan lanjutan. Menurut Orem (1985, dalam Basford
2006) dalam keadaaan ini pasien dan perawat bekerjasama untuk melakukan
perawatan diri, dimana perawat selalu meningkatkan dan mendorong
keterlibatan pasien untuk mencapai perawatan mandiri.
5.1 Kesiapan Pulang Sesudah dilakukan Discharge Planning
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari keseluruhan
responden Kesiapan Pulang pada Pasien Post Op Appendictomy Sesudah
dilakukan Discharge Planning , sebagian besar sebanyak 13 responden
(86,7%) mengalami Kesiapan pasien Post Op Appendictomy menghadapi
Pemulangan.
Dimana memiliki tingkat 4 dalam katagori tingkat kesiapan yang
dirumuskan oleh Martinsusilo (2007) dalam menghadapi pemulangan yaitu
57
mampu dan ingin atau mampu dan yakin melakukan kegiatan yang diajarkan
setelah berada di rumah.
Berdasarkan model konseptual Orem (1985, dalam Basford, 2006)
tentang sistem keperawatan, maka tingkat kesiapan pasien dalam penelitian
ini setelah dilakukan Discharge Planning termasuk katagori sistem suportif-
edukatif, yaitu pasien mampu melakukan atau belajar tentang perawatan diri
dan intervensi keperawatan yang perlu dilakukan perawat lebih kepada
memotivasi responden untuk melakukan pengetahuan yang sudah diterima.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Galloway, et al (1993, dalam
Nursingcenter.com,2009) bahwa pasien mampu memprediksikan kebutuhan
mereka akan informasi berhubungan dengan proses penyembuhan, dan
mereka menginginkan informasi yang mudah dimengerti sebanyak mungkin
sebelum mereka menghadapi pemulangan dan kebutuhan akan informasi ini
tidak dipengaruhi usia dan pendidikan. Informasi yang diberikan dalam
Discharge Planning bagaimana cara mengetahui pengobatan, tanda-tanda
bahaya, aktivitas yang dilakukan, serta perawatan lanjutan dirumah sehingga
meningkatkan pasien dalam menghadapi pemulangan.
5.3 Perbedaan Kesiapan Pulang sebelum dan sesudah dilakukan Discharge
Planning
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari keseluruhan
responden Kesiapan Pulang pada Pasien Post Op Appendictomy Sebelum
dilakukan Discharge Planning responden, sebagian besar 9 responden (60%)
58
mengalami Ketidaksiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi
Pemulangan.
Sedangkan pada kelompok perlakukan berdasarkan tabel 4.4
didapatkan data bahwa dari keseluruhan responden Kesiapan Pulang pada
Pasien Post Op Appendictomy Sesudah dilakukan Discharge Planning
sebagian besar 13 responden (86,7%) mengalami Kesiapan pasien Post Op
Appendictomy menghadapi Pemulangan.
Berdasarkan data dari lapangan diperoleh, maka peneliti menggunakan
uji non-parametrik sign rank test (Wilcoxon) untuk mengindentifikasi
perbedaan kesiapan pada pasien Post Op Appendictomy menghadapi
pemulangan Sebelum dan Sesudah dilakukan Discharge Planning.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil analisa bivariat dengan
menggunakan uji statistik Uji wilcoxon, diperoleh significancy 0,008 (p <
0,05) maka Ho ditolak, yang berarti ada Perbedaan Kesiapan Pasien Post Op
Appendictomy menghadapi pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan
Discharge Planning di RSUD Syamrabu Bangkalan. Hasil penelitian juga
menunjukkan terjadi Peningkatan Kesiapan pasien menghadapi pemulangan
setelah dilakukan Discharge Planning.
Hal ini sejalan dengan penelitian Williams (2006) yang mendapati
adanya hubungan antara pemberi informasi dengan dilakukannya kunjungan
ulang yang tidak rutin ke fasilitas kesehatan. Dalam penelitian tersebut
Williams mendapati bahwa mayoritas pasien yang menerima informasi
tentang nyeri dan menejemen luka, aktivitas, nutrisi, dan komplikasi pada
umumnya merasakan bahwa tidak mengalami perasaan khawatir yang
59
membuat mereka akan mengadakan kunjungan tidak rutin ke fasilitas
kesehatan setelah dipulangkan, dalam artian bahwa mereka telah siap
menghadapi pemulangan. Sedangkan pasien yang tidak mendapat informasi
tentang nyeri dan manajemen luka mengalami kekhawatiran yang memaksa
mereka untuk melakukan kunjungan tidak rutin kepada suatu fasilitas
kesehatan setelah dipulangkan.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa semakin baik Discharge
Planning, semakin baik pula pemahaman pasien atau keluarga tentang hal-hal
yang harus diwaspadai. Maka tepat Supartini (2000) menyatakan Discharge
Planning yang baik dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
memahami langkah-langkah pencegahan yang harus dicapai.
60
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian, analisa data, dan
pembahasan yang telah diuraikan maka peneliti mendapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
a. Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
Sebelum dilakukan Discharge Planning sebagian besar 9 responden
dengan Tingkat Kesiapan 3 Mampu tapi ragu dan Mampu tapi tidak ingin
melakukan di rumah.
b. Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi pemulangan
Sesudah dilakukan Discharge Planning sebagian besar 13 responden
dengan Tingkat Kesiapan 4 yaitu mampu dan ingin atau mampu dan yakin
melakukan kegiatan yang diajarkan setelah berada di rumah.
c. Ada perbedaan Kesiapan Pasien Post Op Appendictomy menghadapi
pemulangan sebelum dan sesudah dilakukan Discharge Planning.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan
a. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya Perbedaan Kesiapan pasien
Post op Apendictomy menghadapi Pemulangan Sebelum dan Sesudah
dilakukan Discharge Planning. Oleh karena itu, sebaiknya perawat di
ruangan melakukan Discharge Planning sesuai Prosedur kepada semua
pasien dengan tujuan untuk mempersiapkan pasien menghadapi
61
pemulangan dimana pasien mampu melakukan perawatan berkelanjutan di
rumah.
b. Discharge Planning dilakukan sebaiknya sejak pasien diterima di suatu
agen pelayanan kesehatan dengan melakukan pengkajian berkelanjutan
untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan
pasien yang berubah-ubah.
c. Mensosialisasikan standar atau prosedur tetap tentang Discharge Planning
secara bertahap dan kontinyu, sehingga pelaksanaannya bisa berjalan
secara efektif dan optimal.
d. Perawat terus meningkatkan pengetahuannya baik dalam bidang Asuhan
Keperawatan maupun manajemen keperawatan melalui pelatiha-pelatihan.
6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada Perbedaan Kesiapan pasien Post
Op Appendictomy menghadapi Pemulangan, oleh karena itu diharapkan
pendidikan keperawatan tetap menekankan pemberian materi tentang
Discharge Planning.
b. Pada penelitian selanjutnya diharapkan mengembangkan penelitian dengan
jumlah responden dan variabel yang lebih banyak sehingga memperoleh