Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk pelayanan ini bersifat sosio ekonomi yaitu suatu usaha yang meskipun bersifat sosial namun diusahakan agar bisa mendapatkan surplus keuntungan dengan cara pengelolaan yang profesional dengan memperhatikan prinsip ekonomi (Djododibroto, 1997). Salah satu indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien adalah tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup dengan kualitas yang tinggi, profesional sesuai dengan fungsi dan tugas setiap personel. Ketersediaan SDM rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit berdasarkan tipe rumah sakit dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Untuk itu ketersediaan SDM di 1
69

Skripsi 23 Des 2014 Problem Tree

Dec 18, 2015

Download

Documents

Myrabukitbatas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahRumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bentuk pelayanan ini bersifat sosio ekonomi yaitu suatu usaha yang meskipun bersifat sosial namun diusahakan agar bisa mendapatkan surplus keuntungan dengan cara pengelolaan yang profesional dengan memperhatikan prinsip ekonomi (Djododibroto, 1997).Salah satu indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien adalah tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup dengan kualitas yang tinggi, profesional sesuai dengan fungsi dan tugas setiap personel. Ketersediaan SDM rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit berdasarkan tipe rumah sakit dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Untuk itu ketersediaan SDM di rumah sakit harus menjadi perhatian pimpinan. Salah satu upaya penting yang harus dilakukan pimpinan rumah sakit adalah merencanakan kebutuhan SDM secara tepat sesuai dengan fungsi pelayanan setiap unit, bagian, dan instalasi rumah sakit (Ilyas, 2004).Sumber daya manusia yang dimiliki rumah sakit yang terdiri dari, tenaga medis, keperawatan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, gizi, keterapian fisik dan tenaga keteknisan ( PP 32 Tenaga Kesehatan, 1996) merupakan sumber daya utama yang tanpanya, aktivitas utama rumah sakit (pelayanan kesehatan) tidak dapat berjalan. Tenaga kefarmasian (apoteker) merupakan sumber daya manusia yang memiliki kuantitas terbatas di setiap rumah sakit dan berperan besar dalam proses pelayanan kesehatan secara kontinu dan sistematik. Oleh karena itu apoteker dituntut untuk memberi pelayanan dengan mutu yang baik. Untuk itu dibutuhkan kecekatan dan keterampilan dalam bekerja, kondisi ini akan membuat seorang apoteker akan lebih mudah mengalami stres (Hamid, 2001).Pelayanan kesehatan yang kontinu dan sistematik serta peran dan tuntutan yang banyak inilah yang sering memunculkan kondisi yang dapat memicu terjadinya stres kerja pada apoteker.Stres dapat ditimbulkan dari semakin banyaknya tantangan yang dihadapi seperti lingkungan kerja, karakteristik persaingan yang semakin tinggi, tidak dapat memanfaatkan waktu secara maksimal, faktor-faktor yang tidak terkontrol, tidak cukupnya ruang untuk bekerja, perkembangan teknologi informasi yang terus menerus, tuntutan permintaan yang berlebihan (Hall dan Savery, 1986 ; Nasurdin et al, 2005).

Kegiatan pada instalasi ini terdiri dari pelayanan farmasi minimal yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung pada pasien serta pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004). Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Karyawan yang bekerja pada instalasi farmasi/ apotik ini disebut apoteker.Pengertian apotik menurut Kepmenkes RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, Apotekadalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Yang di maksud pekerjaan kefarmasian diantaranya pengadaan obat penyimpanan obat, pembuatan sediaan obat, peracikan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi serta memberikan informasi kepada masyarakat mengenai perbekalan kefarmasian yang terdiri dari obat, bahan obat, obat tradisional, alat kesehatan dan kosmetik. Tidak hanya menjalankan pekerjaan kefarmasian tetapi tugas pokok dan fungsi apotek juga harus dijalankan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan standard prosedur yang telah ditetapkan.Hasil wawancara penulis dengan apoteker yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru diketahui bahwa beban kerja realitanya dialami oleh apoteker cukup banyak diantaranya berasal dari beberapa faktor, yaitu jumlah apoteker berstatus PNS yang sangat sedikit (10 orang) ditambah dengan apoteker peserta magang yang kehadirannya tidak merata dalam satu pekan kerja, sedangkan jumlah pasien per hari menjadi beban tersendiri bagi para apoteker. Waktu pelayanan apotek 24 jam menuntut pelayanan dengan mutu yang baik dari atasan juga menjadi beban untuk kesediaan apoteker dengan perbandingan jumlah tenaga apoteker dan pasien yang berobat yang tidak sebanding serta tekanan psikologis, seperti rasa lelah. Peneliti berharap dapat membantu Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru dalam menciptakan lingkungan kerja yang baik dan kondusif, serta menerapkan manajemen stres yang tepat kepada apoteker, agar kinerja mereka semakin baik dan optimal, sehingga berakibat pada meningkatnya kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru dan kepuasan pasien.

B. Fokus PenelitianPenelitian ini dilakukan pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Banjarbaru yang merupakan suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004). Kegiatan pada instalasi ini terdiri dari pelayanan farmasi minimal yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan perbekalan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi pelayanan umum dan spesialis, pelayanan langsung pada pasien serta pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004). Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru merupakan rumah sakit rujukan untuk daerah sekitar Banjarbaru. Perkembangan dari Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru sangat membutuhkan kinerja karyawan yang produktif dengan meminimalisir stres kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang baik serta kondusif. Rumah sakit selalu berusaha melakukan pengelolaan terhadap karyawannya agar kinerja dan kualitas pelayanan tetap dalam kondisi yang baik. Namun, dengan fenomena yang ada masih dijumpai apoteker yang terlihat mengalami gejala stres. Berdasarkan hasil observasi peneliti, di salah satu rumah sakit bahwa terlihat adanya ketegangan akibat tugas administrasi (pembuatan laporan keuangan) yang menumpuk dengan waktu kerja yang sebentar, yaitu yang dimaksud adalah apoteker harus menyelesaikan tanggung jawabnya sesuai dengan waktu (shift) kerja yang ada. Peneliti melihat adanya kecemasan pada apoteker saat berhadapan dengan situasi yang sulit, yaitu ketika salah seorang pasien berada pada kondisi kesehatan yang memburuk, kita harus ekstra jeli dan tepat memberikan pelayanan obat sesuai resep dokter. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengetahui mengenai stres kerja pada apoteker Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Kalimantan Selatan.

C. Signifikansi dan Keunikan PenelitianBerdasarkan hasil penelitian Purnomo dan Rizal (2000) beban kerja merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam lingkungan kerja. Kondisi fisik manusia merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja.

D. Tujuan PenelitianBerdasarkan pemaparan latar belakang diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres kerja pada apoteker Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Kalimantan Selatan. E. Manfaat Penelitian1. Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dan menjadi bahan perbandingan antara literature yang ditemukan dalam perkuliahan dengan keadaan sebenarnya dalam aktivitas kinerja apoteker dan hubungannya dengan stress kerja. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dan informasi bagi Rumah Sakit dalam menjaga kinerja apoteker dan manajemen stres yang baik.

BAB IIPERSPEKTIF TEORITIS

A. Kajian Pustaka

1. Stres Kerja1.1 Definisi Stres Secara formal, stres didefinisikan sebagai suatu respon adaptif, dihubungkan oleh karakteristik dan atau proses psikologis individu yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang (Ivancevich dan Matteson, 1980 dalam Kreitner dan Kinicki, 2005). Definisi yang senada juga dipaparkan oleh Luthans ( dalam Yulianti, 2000) bahwa stres adalah suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang (Davis dan Newstrom, 1996). Oleh Schuler (1980) dan Kahn dan Byosiere (1992) dalam Robbins (2006), stres dapat juga diartikan sebagai suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constrain) atau tuntutan (demand) yang berkaitan dengan apa yang juga diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Aamodt (dalam Margiati, 1999) memandang stres sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dari tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik mau pun psikologis.1.2 Stres kerjaSecara spesifik, Menurut Soewandono (1993) stres kerja didefinisikan sebagai bentuk stres yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan atau suatu kondisi yang timbul akibat interaksi antar manusia dengan pekerjaannya ditandai oleh perubahan dalam diri orang tersebut yang menyebabkan penyimpangan dari fungsi yang normal. Menurut Handoko (2008) stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang memengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Hasilnya, stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan sesorang untuk menghadapi lingkungan yang akhirnya mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya, berarti mengganggu kinerja/ prestasi kerjanya. Kesimpulan dari definisi-definisi stres dan stres kerja secara spesifik, dapat disimpulkan bahwa stres/ stres kerja merupakan perubahan kondisi fisik dan psikologis seseorang sebagai akibat dari respon adaptif terhadap keadaan lingkungannya yang kemudian dapat mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya/ pekerjaannya.

1.3 Jenis Stres KerjaQuick (1984) mengelompokkan jenis stres menjadi dua, yaitu : a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi dan tingkat performance yang tinggi. b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian. Hal serupa dikemukakan oleh Douglas dalam Ventura (2001) bahwa stres kerja terbagi dua, yaitu stres kerja negatif dan stres kerja positif. Stres negatif biasa disebut Distress dan seringkali menghasilkan perilaku karyawan yang disfungsional seperti sering melakukan kesalahan, moral yang rendah, bersikap masa bodoh dan absen tanpa keterangan. Di sisi lain, stres positif atau biasa disebut Eustress menciptakan tantangan dan perasaan untuk selalu berprestasi serta berperan sebagai faktor motivator yang kritis bagi banyak karyawan.1.4 Sumber-Sumber Pembangkit Stres (Stressor)Sumber stres atau yang disebut dengan stressor adalah faktor-faktor lingkungan yang menimbulkan stres. Dengan kata lain, stressor adalah suatu prasyarat untuk mengalami respon stres ( Kreitner dan Kinicki, 2005). Dari model stres yang dikembangkan dari Koslowsky (1998) dan Matteson dan Ivancevich (1979) dalam Kreitner dan Kinicki (2005) diketahui bahwa terdapat empat jenis stressor, yaitu individual, kelompok, organisasi dan diluar organisasi. Menurut Hasibuan (2002), faktor-faktor penyebab stres karyawan karena stressor eksternal dan internal antara lain, beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan wajar, waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah, serta masalah-masalah keluarga. Secara lebih apik, Robbins (2006) mengidentifikasikan tiga perangkat faktor penyebab stres yaitu, lingkungan, organisasional dan individual yang bertindak sebagai sumber potensial dari stres. Ketiga faktor tersebut mengarah ke stres yang aktual bergantung pada perbedaan individual. Bila stres dialami oleh seorang individu, gejalanya dapat muncul sebagai keluaran atau hasil fisiologis, psikologis dan perilaku (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Suatu Model Stres, Robbins (1996)1.5 Gejala gejala StresStres biasanya diawali/ ditandai dengan gejala-gejala yang dapat terlihat pada seseorang yang mengalami stres. Menurut Hasibuan (2002), orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis. Mereka sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat rileks atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif. Pembagian secara umum dilakukan Robbins (2006), bahwa seorang individu yang mengalami tingkat stres yang tinggi dapat mengalami tiga ketegori gejala umum, yaitu :a. Gejala fisiologis : perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.b. Gejala psikologis : ketidakpuasan, ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nundac. Gejala perilaku : perubahan dalam produktivitas, absensi, tingat keluarnya karyawan, perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur. Pembagian yang pada dasarnya sama namun mendapatkan penambahan pada sisi interpersonal dipaparkan Braham (dalam Handoyo, 2001), bahwa gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini: a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energib. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental; c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. d. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain

1.6 Dampak Stres

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan. Dampak stres tidak hanya terjadi pada individu penderita stres melainkan juga pada organisasi/ perusahaan. Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993 : Quick, 1984; Robbins, 2006).1.7 Pengukuran Tingkat Stres KerjaTingkat stress terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu (Potter & perry, 2005) :a. Stres ringanBiasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaliknya stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya : lupa ketiduran, kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.b. Stres sedangTerjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner.c. Stres beratAdalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial dan penyakit fisik yang lama.Cara Pengukuran Tingkat Stres atau instrumen pengukuran tingkat stress Instrumen memiliki peran penting dalam sebuah penelitian. Instrumen berperan dalam memperoleh data yang digunakan dari sebuah penelitian, untuk selanjutnya diteliti dan ditarik kesimpulan sebagai hasil penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen atau alat pengumpul data dengan angket atau kuesioner untuk alat ukur tingkat stres. Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami seseorang (Hardjana, 1994). Tingkatan stres ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond (1995).DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal), 30-59 (ringan), 60-89 (sedang), 90-119 (berat), >120 (Sangat berat).

2. Beban Kerja2.1 Definisi Beban KerjaBeban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000).2.2 Jenis Beban KerjaBeban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar (2001) ada 2 (dua) jenis beban kerja, yaitu : 1. Beban kerja kuantitatif, meliputi :a. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja. b. Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan. c. Kontak langsung dengan pasien. d. Rasio apoteker dan pasien2. Beban kerja kualitatif, meliputi :a. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.b. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis. c. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas. d. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien. e. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat. f. Tugas memberikan obat secara intensif. g. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.

2.3 Dampak Beban KerjaBeban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rut in sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000).

B. Perspektif TeoriFokus penelitian ini adalah untuk mengetahui stress kerja yang dialami apoteker RSUD Banjarbaru, dilihat dari tingkat stress kerja dan gejala yang dialami subjek terhadap stress kerja tersebut. Teori yang digunakan peneliti, yaitu:1. Pada Teori Potter & perry (2005) dijelaskan bahwa tingkat stres kerja terbagi menjadi tiga, yaitu ringan, sedang dan berat. Pengukuran tingkat stress kerja menggunakan instrument DASS 42 dengan kriteria tingkat stress kerja normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat.2. Teori Braham (dalam Handoyo, 2001), bahwa gejala stres dapat berupa tanda-tanda fisik, emosional, intelektual dan interpersonal. Berdasarkan uraian dari 2 (dua) teori yang digunakan dalam penelitian ini, karena beberapa pertimbangan, yaitu :1. Pada Teori Potter & perry (2005) digunakan karena dapat menjelaskan secara keseluruhan mengenai stress kerja yang ditandai oleh perubahan dalam diri orang tersebut yang menyebabkan penyimpangan dari fungsi yang normal.2. Teori Braham (dalam Handoyo, 2001), digunakan karena dapat menjelaskan gejala stres kerja pada apoteker RSUD Banjarbaru.

C. Bagan Konsep Teoritis

Gejala stress kerja:Fisik : sulit tidur, sakit kepala, keringat berlebih, dsb.Emosional : sering marah, terlalu sensitive, dsb. Intelektual : mudah lupa, sulit berkonsentrasi, dsb.Interpersonal : menutup diri, mengingkari janji, dsb.

STRESS KERJA

Gambar 2. Bagan Konsep Teoritis

Deskriptif BaganBerdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa gejala gejala yang dapat menimbulkan stress kerja pada apoteker RSUD Banjarbaru. Gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini: a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energib. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental; c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. d. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Rancangan PenelitianTipe Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode studi kasus untuk menggambarkan secara sistematis tentang subjek yang diteliti secara tepat, sehingga mendapatkan data yang akurat mengenai penyesuaian diri anak dengan gangguan berbahasa ekspresif. Pendekatan kualitatif merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelititan kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari subjek, menganalisis data secara induktif, dan menafsirkan makna data (Creswell, 2010).Pada penelitian ini yang akan diamati adalah faktor yang mempengaruhi timbulnya stress kerja dan tingkat stress kerja yang dialami oleh apoteker RSUD Banjarbaru. Pemilihan pendekatan kualitatif ini bertujuan agar data yang didapat lebih fokus terhadap permasalahan individu, sehingga diharapkan hasilnya akan lebih mendalam (Creswell, 2010).

B. Unit AnalisisUnit analisis menguraikan pengertian konseptual dari topik penelitian dengan mengacu pada perspektif teoritis penelitian yang dipilih oleh peneliti. Unit analisis dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti. Peneliti juga harus menjelaskan secara konseptual kategorisasi subyek penelitiannya. Unit analisis dalam penelitian meliputi tiga komponen, yaitu (1) place. yaitu tempat dimana interaksi dalam penelitian berlangsung, (2) actor yaitu pelaku atau orang yang sesuai dengan objek penelitian tersebut, dan (3) activity yaitu kegiatan yang dilakukan actor dalam situasi sosial yang sedang berlangsung (Sugiyono, 2012).Topik penelitian ini yaitu Studi stres kerja pada apoteker (Profesi) RSUD Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sedangkan unit analisisnya adalah (1) tempat atau lokasi penelitian adalah di RSUD Banjarbaru, Kalimantan Selatan, (2) aktor, yaitu apoteker yang bekerja di RSUD Banjarbaru yang bergelar profesi dan (3) aktivitas, yaitu di jam istirahat atau waktu kosong pada saat hari kerja..C. Subjek PenelitianSubyek penelitian merupakan sumber utama dari penelitian, yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti. Subyek penelitian adalah obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Subyek dalam penelitian ini sebanyak 2 (dua) orang yang berstatus sebagai apoteker (profesi).

D. Teknik Penggalian DataTeknik penggalian data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik penggalan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan (Sugiyono, 2012).Dalam penelitian ini dari segi setting, data dikumpulkan dengan setting alamiah (natural setting), yakni tanpa melakukan manipulasi, sedangkan berdasarkan sumbernya, penelitian ini menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul dan sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, yakni lewat orang lain atau dokumen.Dari segi cara penggalian data, penelitian ini menggunakan beberapa cara berikut, antara lain : 1. ObservasiMarshall (Sugiyono, 2012) menyatakan bahwa throught observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Penelitian ini menggunakan observasi partisipatif, yakni partisipasi pasif. Peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Data yang diperoleh dengan observasi partisipan ini lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak. Peneliti melakukan observasi kepada kedua subyek pada saat proses wawancara, selain itu peneliti juga meminta bantuan petugas untuk melakukan observasi di luar proses wawancara dengan memberikan panduan observasi terlebih dahulu berupa checklist agar hasil observasi yang diperoleh menjadi lebih akurat. 2. WawancaraEstenberg (Sugiyono, 2012) mendefinisikan interview sebagai berikut : a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint contruction of meaning about a particular topic. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik penggalian data dengan wawancara yang digunakan dalam studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga digunakan ketika peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi.Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur (semistructure interview) yang termasuk dalam kategori in-dept interview yakni dalam pelaksanaanya peneliti lebih bebas untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, namun tetap memiliki panduan atau pedoman wawancara yang bersifat fleksibel (Sugiyono, 2012). Oleh karena itu, dengan teknik wawancara ini maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi. Hal-hal tersebut tidak dapat ditemukan melalui observasi.3. Pengukuran Tingkat Stres KerjaTingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala. Antaranya adalah dengan menggunakanDepression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42). DASS adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.4. DokumentasiDokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya, catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain (Sugiyono, 2012).Dalam penelitian ini studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang berada di dalam atau diluar instansi lembaga pemasyarakatan yang ada hubungannya dengan penelitian. Studi dokumentasi merupakan pelengkap observasi dan wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini sehingga hasil penelitian lebih kredibel atau dapat dipercaya.

E. Teknik Pengorganisasian dan Analisis DataPengolahan dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data. Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, peneliti wajib untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis, dan selengkap mungkin (Poerwandari, 1998). Pada penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan data selengkap-lengkapnya, mulai dari data mentah yaitu rekaman wawancara dan catatan-catatan observasi yang terjadi di lapangan, sampai data yang sudah jadi. Peneliti akan membuat folder khusus untuk penelitian ini agar data-data yang ada terorganisir dengan baik. Untuk mencegah terjadinya kehilangan data yang berupa soft file, peneliti akan memasukkan folder khusus tersebut ke dalam e-mail pribadi peneliti. Jadi, apabila data yang tersimpan di komputer hilang, peneliti masih memiliki back up di e-mail. Untuk data-data yang berupa kertas-kertas, seperti dokumentasi atau hasil observasi, peneliti akan memfotocopy data-data tersebut untuk mencegah hilangnya data.Setelah data terorganisir dengan baik, selanjutnya data-data tersebut akan dianalisis. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih data yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. (Sugiyono, 2008).Pada penelitian ini, data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengorganisasian dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, yaitu dengan melakukan studi pendahuluan. Kemudian dilakukan analisis data selama di lapangan dengan menggunakan data reduction yaitu memilih hal-hal yang penting dari data yang diperoleh, data display dalam bentuk uraian naratif dan bagan, dan conclusion drawing/verification yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal. Setelah itu, dilakukan analisis penelitian setelah selesai di lapangan untuk dapat menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan dan disajikan dalam bentuk laporan hasil penelitian.

F. Teknik Pemantapan Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas menjadi istilah yang paling banyak dipilih untuk mengganti konsep validitas, dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 1998).Menurut Sugiyono (2008) ada beberapa cara untuk meningkatkan kredibilitas penelitian, salah satunya adalah dengan cara triangulasi. Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Oleh karena itu, terdapat tiga teknik triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan teknik triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas penelitian. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu orangtua dan guru subjek. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan sumber data tersebut.Peneliti juga menggunakan teknik triangulasi waktu untuk menguji kredibilitas penelitian. Menurut Sugiyono (2008) waktu dapat mempengaruhi kredibilitas data. Jadi, dalam penelitian ini peneliti akan melakukan dua kali wawancara dengan subyek dalam waktu yang berbeda. Tidak ada perbedaan data selama proses wawancara yang dilakukan sebanyak dua kali pada subyek. Oleh karena itu, peneliti tidak perlu melakukan wawancara secara berulang-ulang untuk mendapatkan kepastian data.Pada penelitian ini peneliti juga menggunakan triangulasi teknik. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Teknik yang akan digunakan adalah observasi dan wawancara. Jadi, peneliti akan mengecek kredibilitas data melalui observasi dan wawancara.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASANA. Situasi PenelitianPenelitian ini dilakukan terhadap satu orang subyek di Ruang Apotik RSUD Kota Banjarbaru . Sebelumnya peneliti telah meminta izin kepada pihak Rumah Sakit pada tanggal 5 Agustus 2014 untuk melakukan studi pendahuluan dengan membawa surat izin dari kampus. Peneliti kembali Ruang Apotik RSUD Kota Banjarbaru pada tanggal 19 20 November 2014 dengan melakukan wawancara awal kepada para subyek untuk memperoleh gambaran permasalahan yang dijadikan studi pendahuluan. Peneliti langsung melakukan studi pendahuluan dengan meminta bantuan pada satu orang subyek di ruang Apotik RSUD Kota Banjarbaru yang bersedia diwawancarai untuk dimintai keterangan. Wawancara dan observasi kepada subyek yang dilakukan oleh peneliti di ruang tunggu apotik RSUD Kota Banjarbaru. Di ruangan tersebut terdapat 1 (satu) buah jendela kaca, 1 (satu) buah kipas angin, 1 (satu) buah meja, 4 (empat) buah kursi duduk.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan PenelitianNo.TanggalWaktuTempat/SubyekKegiatanKeterangan

1. 5 Agustus 2014 09.00 -09.30 WITARuang Apotik RSUD Kota BanjarbaruPermohonan izin melakukan studi pendahuluan pada kedua subjek yang akan diwawancarai, khususnya berprofesi sebagai apotekerSubyek AS

2. Rabu, 19 November 2014 09.00 -11.00 WITARuang Apotik RSUD Kota BanjarbaruWawancara Subyek AS

3. Kamis, 20 November 2014 11.30 -12.00 WITARuang Apotik RSUD Kota BanjarbaruWawancara Subyek AS

4. Senin, 15 Desember 2014

B. Hasil Penelitian

1. Hasil ObservasiObservasi dilakukan di Ruang Apotik RSUD Kota Banjarbaru. Ibu AS termasuk individu yang ramah terhadap orang yang baru dikenalnya seperti peneliti. AS dalam proses wawancara duduk di depan peneliti dengan posisi kursi sedikit menyamping sambil memegang telepon seluler.Selama proses wawancara AS sering melakukan kontak mata dengan peneliti, baik ketika mendengarkan maupun menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti. Sejak awal sesi wawancara AS sering menjawab pertanyaan peneliti dengan panjang lebar. 2. Hasil Wawancaraa. Latar Belakang SubjekTabel 1. Gambaran Subyek Keterangan Subjek I

NamaIbu AS

Jenis KelaminPerempuan

Usia 31 Tahun

Berat dan Tinggi Badan60 Kg dan tinggi badan 170 cm

Status PekerjaanPegawai Negeri Sipil

Status PerkawinanMenikah

Lama Bekerja4 Tahun

Agama Islam

Suku BangsaBanjar

Subjek berprofesi sebagai apoteker. Secara visual nampak ibu ini sangat terbuka dalam berkomunikasi sehingga memudahkan peneliti untuk menggali lebih dalam mengenai stress kerja. Subjek memiliki 2 (dua) orang anak dan bertempat tinggal di sekitar wilayah Martapura. Jarak tempuh ke tempat kerja sekitar 7 8 Km. Jabatan subjek di kantor adalah seorang Kepala Instalasi. b. Aktivitas Pekerjaan SubjekJadwal kerja Subjek dari hari Senin sampai hari Sabtu mulai dari pukul 8 pagi sampai dengan pukul 2 siang. T : Jadwal begawinya pang bu?S : Begawi nya dari hari Senin Sabtu jam 08.00 14.00T : Tugas ibu d RS ini mengerjakan apa aja bu..J : Pelayanan, pelayanan resep terus managerial obat-obatan

Jabatan Subjek sebagai Kepala Instalasi memiliki tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan, diantaranya kontrak kerja, menulis SP, menandatangani berita acara dan tagihan, serta mengawasi kinerja karyawan.T : Tugas ibu kan disni sebagai kepala instalasi, apa-apa aja bu tugas yg dikerjakan sehari-harinya?S: Tugas kepala instalasi, mengkoordinasikan seluruh kegiatan di instalasi ini, apalagi ya mengkoordinasikan kegiatan disini ya kontraknya banyak dari mulai manulis SP kemudian menandatangani berita acara atau lembar-lembar penagihan, kemudian mengawasi karyawan disini

Selain itu, menghadiri beberapa undangan rapat, seperti rapat koordinasi dengan pihak luar dan membuat laporan kerja. T : Selain itu pang bu ada lagi lah yang bisa apian kerjakan?S : Banyak yang dikerjakan, rapat kalo misalnya ada undangan rapat, seperti rapat koordinasi dengan pihak luar, membuat laporan, pastinya adalah yang dikerjakan gak ada yang gak pernah dikerjakan

c. Gejala Stress secara Fisik Subjek kadang kadang mengeluhkan sakit punggung, sakit kepala seperti migraine, asam lambung meningkat atau maag, sering merasa lelah. Kutipan wawancara Hari 2 : Kamis, 20 November 2014T : Ibu sering merasakan pusing atau sakit punggung saat bekerja?J Pusing dan sakit punggung kadang kadangT : Tapi untuk riwayat penyakit kededa kah bu?J : Alhamdulillah kededa pang..T : Pian sering lakas uyuh lah kalau lagi begawiJ :Tergantung, amun banyak gawian..lakas uyuh..

Kutipan wawancara Hari 3 : Rabu, 15 Desember 2014T : Kalau pian sampai mengerjakan tugas berat itu adalah yang sampai mempengaruhi fisik pian lah?J : Mempengaruhi fisik, misalnya seperti apa?T : Misalnya jadi sakit kah, sakir perut, sakit kepala, maag kambuh kah atau sering pusing?J : mmmm kadang-kadangT: Biasanya yang sering dialami sakit apa bu?J : Biasanya migran sama asam lambung meningkatT : OoooJ : Pusing sih, kadang migrant kayatu nahd. Gejala Stres secara Emosional Subjek tidak memiliki gejala emosional yang dirasakan atau ditimbulkan. Kutipan wawancara Hari 2 : Kamis, 20 November 2014T : Pian seringkah cek tekanan darah?J : Jarang pang, tapi biasanya normal normal aj..e. Gejala Stres secara Intelektual Gejala stress yang ditimbulkan subjek secara intelektual seperti, mudah lupa, sering melamun, dan sering membuat kesalahan. Kutipan wawancara Hari 2 : Kamis, 20 November 2014T : Pian seringkah lupa sesuatu atau sedikit pelupa?J : Iya, sering..T : Pian sering melamun?J : Kada pernah melamunKutipan wawancara Hari 3 : Rabu, 15 Desember 2014T : Kalau ibu sendiri sering lah ada membuat kesalahan kalau dalam mengerjakan tugas sehari-hari dikantor buJ : Ada aja pasti membuat kesalahan..T : Seperti apa misalnya buJ : Biasanya kesalahan terjadi itu ketika mengerjakan laporan yang akan diserahkan ke manajemen diatas, menejemen minta kita membuat laporan A secara lisan kemudian kita buat laporan A itu dengan pemikiran kita, kita serahkan ke atas kan ternyata bukan seperti yang dimaksud jadi kan harus di ulang dari awal lagi, ya seperti itu kesalahan-kesalahan yang bisa terjadi

f. Gejala Stres secara InterpersonalSubjek tidak mengalami stress kerja secara intelektual, dibuktikan dengan adanya hubungan yang baik antara subjek dan karyawan yang lain dan hubungan tersebut terjalin dengan akrab.

Kutipan wawancara Hari 2 : Kamis, 20 November 2014T : Pian pernah lah membatalkan janji mendadak lawan kawanan pian, missal bejanji kemana kahJ : Kada pernahT : Pian sering lah mengobrol lawan kawanan sekantorJ : Sering banar

Kutipan wawancara Hari 3 : Rabu, 15 Desember 2014T : Emm, kalo hubungan kerja pian sama rekan kerja pian disini gimana bu? Kan ibu sebagai kepala instalasi hubungan pian sama bawahan itu bagaimana sehari-harinya bu kalau dikantor?J : Akrab aja..T : Kalau ada rekan kerja ibu (bawahan) pian tuh nah melakukan kesalahan kayapa sikap ibu?J : Pertama, kalau ada yang membuat kesalahan ya kita panggil kemudian berbicara secara personal dan kalau kesalahnnya itu memang fatal kita tanya mengapa bisa terjadi demikian, penyebabnya apajika masih bisa ditoleransi kita perbaiki..jangan sampai terulang lagi kemudian hari..

3. Hasil Pengukuran Tingkat Stres KerjaTabel 2. Hasil Pengukuran Tingkat Stres KerjaNoPERNYATAAN0123

1Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal sepele.X

2Saya merasa bibir saya sering kering.X

3Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif. X

4Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya).X

5Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan.X

6Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.X

7Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau copot).X

8Saya merasa sulit untuk bersantai.X

9Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa sangat lega jika semua ini berakhir. X

10Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan. X

NoPERNYATAAN0123

11Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.X

12Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa cemas.X

13Saya merasa sedih dan tertekan.X

14Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas, menunggu sesuatu).X

15Saya merasa lemas seperti mau pingsan.X

16Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.X

17Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang manusia.X

18Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.X

19Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya. X

20Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.X

21Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.X

22Saya merasa sulit untuk beristirahat.X

23Saya mengalami kesulitan dalam menelan.X

24Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal yang saya lakukan.X

25Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak jantung meningkat atau melemah).X

26Saya merasa putus asa dan sedih.X

27Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.X

28Saya merasa saya hampir panik.X

29Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya kesal.X

30Saya takut bahwa saya akan terhambat oleh tugas-tugas sepele yang tidak biasa saya lakukan. X

31Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.X

32Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap hal yang sedang saya lakukan.X

33Saya sedang merasa gelisah.X

34Saya merasa bahwa saya tidak berharga.X

35Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.X

36Saya merasa sangat ketakutan.X

NoPERNYATAAN0123

37Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.X

38Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.X

39Saya menemukan diri saya mudah gelisah.X

40Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.X

41Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).X

42Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan sesuatu.X

Keterangan :0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering.3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.

Total Pengukuran Tingkat Stres Kerja :Berdasarkan hasil total pengukuran tingkat stress kerja diperoleh 27 pernyataan yang kadang kadang, 14 pernyataan yang tidak pernah dan 1 pernyataan yang lumayan sering.

C. Pembahasan

STRESS APOTEKER / SUBJEKNormal (0 29)Dampak (Effect)

Gejala Secara IntelektualGejala Secara FisikMasalah Inti (Core Problem)

Sering lupaPusing, Maag dan Sakit Punggung

Penyebab Langsung (Direct Cause)

Kurang nya waktu istirahat dan tidak mengatur jadwal kegiatanKerjaan dikantor yang kurang teliti sehingga menimbulkan kesalahan yang berulang - ulangPenyebab Tidak Langsung (Indirect Cause)

Gambar 3. Analisis Problem Tree Stres Kerja Apoteker RSUD Banjarbaru

Dari Gambar 3 diatas Problem Tree Stres kerja apoteker terlihat bahwa indirect cause yang terjadi adalah kurang teliti dalam bekerja, kurang nya waktu istirahat dan tidak mengatur jadwal kegiatan. Sedangkan direct cause nya menimbulkan pusing, maag, sakit lambung dan sering lupa. Akibat dari keadaan tersebut subjek yang berprofesi sebagai apoteker menjadi mudah stress. Untuk sementara stress yang ditimbulkan masih dalam batasan normal. Namun, jika berlangsung lama bisa menimbulkan tingkat stress ringan, sedang dan bahkan berat. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang sudah dilakukan, peneliti memperoleh informasi bahwa subyek AS ini mengalami stress kerja. Hal ini bisa dibuktikan dari gejala yang terjadi pada tahap coding yang telah diisi dari petikan wawancara. Indikator stress kerja yang dialami subjek adalah terjadinya pada gejala fisik dan gejala intelektual. Subjek kadang kadang pusing dan sakit punggung, hal ini merupakan salah satu faktor gejala fisik stress kerja. Sedangkan untuk gejala intelektual adalah sering lupa. Menurut Anoraga (2001) gejala fisik stress kerja ditandai dengan sakit kepala, sakit perut, mudah terkejut, gangguan pola tidur lesu, kaku leher belakang sampai punggung, napsu makan menurun dan lain-lain. Dalam keadaan stress biasa terjadi ketidakseimbangan fisiologis pada tubuh sehingga memunculkan ketidaknyamanan pikiran, emosional maupun fisik. Menurut Braham (dalam Handoyo, 2001), sering lupa atau pelupa merupakan salah satu dampak dari gejala intelektual stress kerja. Gejala intelektual ini berhubungan dengan pola pikir seseorang. Tubuh manusia secara otomatis memiliki mekanisme pertahanan diri akibat dari respon stress yang dihadapi, jika merasakan hal seperti cemas dan sedih dalam waktu yang sama maka otak bersiaga penuh, tidak dapat beristirahat dan siap menghadapi tantangan sehingga memicu pada pola pikir seseorang yang berdampak pada susah mengingat atau pelupa (Wong,1995). Saat timbul stres manusia berespon terhadap stressor yang ada dengan cara mempertahankan diri. Stuart dan Laraia (2005) berpendapat bahwa ada empat respon terhadap stres, yang meliputi respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial. Respon kognitif mengacu pada komitmen, menantang, dan kontrol. Respon afektif mengacu pada timbulnya perasaan terhadap stres yang meliputi rasa gembira, sedih, takut, marah, penerimaan, ketidakpercayaan, pengharapan, atau kaget. Respon fisiologis mencerminkan interaksi beberapa apsis neuroendokrin meliputi hormon pertumbuhan, prolaktin, adrenocorticotropic hormone (ACTH), luteinizing dan follicle stimulating hormone, thyroid stimulating hormone, vasopressin, oksitosin, insulin, epinefrin, norepinefrin dan berbagai neurotransmitter di dalam otak. Respon perilaku merupakan hasil dari respon fisiologis dan emosional, dan juga analisis kognitif individu terhadap situasi stres. Respon sosial terkait dengan pencarian arti, atribusi sosial dan perbandingan sosial. Martin (1938) dalam Gunawan (2007) mengemukakan konsep psikoneuroimunologi yaitu status emosi menentukan fungsi sistem kekebalan, dan stres dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi dan karsinoma. Karakter, perilaku, pola coping dan status emosi berperan pula pada modulasi sistem imun. Stresor pertama kali ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem saraf pusat. Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf otonom. Organ yang antara lain dialiri stres adalah kelenjar hormon dan terjadilah perubahan keseimbangan hormon, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres telah menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis). Pada interaksi HPA tersebut akan membentuk hormon kortisol oleh ACTH yang apabila terjadi peningkatan akan mengakibatkan terjadinya peningkatan sintesis imunoglobulin, penurunan populasi sel PMN, leukosit, dan makrofag dalam darah tepi, kelebihan kortisol juga memberikan euphoria, namun jika terjadi dalam waktu jangka panjang akan terjadinya gangguan psikologik seperti emosi labil, mudah tersinggung, dan depresi, dan sebagian dapat terjadi pula gangguan kognisis seperti ganggian memori dan konsentrasi (Soleh, 2005).Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja yang menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stress atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan, dan sebagainya (Ashar Sunyoto, 2001).Karakter stress pada pada wanita (subjek) ini secara medis dianalisa dari fluktuasi estrogen dalam tubuh wanita dapat membuat perasaannya berubah-ubah. Selama periode stres, kadar estrogen menurun. Kelenjar adrenalin menghasilkan hormon stres lebih banyak dari pada estrogen. Selama fase ini, ketika kadar estrogen menurun, terjadi pembentukan plak pembuluh darah yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung. Setelah mencapai masa menopouse, kadar estrogen pada wanita menurun hingga 80%. Ini adalah masa titik balik yang penting pada kehidupan wanita. Banyak perubahan besar yang terjadi seperti muka kemerahan dan terasa panas, masa tulang yang rendah hingga mengalami osteoporosis. Selain itu estrogen melindungi sistem jantung dan pembuluh darah sampai pada masa menopouse. Setelah menopouse, wanita menjadi rentan terhadap masalah jantung, yang kemungkinan sama dengan pria.Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui batasan tahap stress kerja yang sudah dialami subjek. Menurut Amberg (1979), ada beberapa tahapan stres, sebagai berikut : 1. Stess tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam. 2. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar, otot tengkuk, dan punggung tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai. 3. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (Late Insomnia), koordinasi tubuh terganggu dan mau jatuh pingsan. 4. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari, aktivitas pekerjaan terasa sulit, dan menjenuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan. 5. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatkan rasa takut dan cemas, bingung, dan panik. 6. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan.Dari penjelasan tahapan stress kerja diatas, dapat disimpulkan kalau subjek mengalami stress kerja pada tahap keempat. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh beberapa hal, menurut Holmes dan Rahe (dalam Davidson, 1992) sumber stress berasal dari :a. Dalam diri individu, hal ini berkaitan dengan adanya konflikb. Dalam keluarga, kemungkinan hadirnya anggota baru, sakit dan kematian dalam keluargac. Dalam komunitas dan masyarakat, misalnya pengalaman anak disekolah dan adanya persaingan.Berdasarkan hasil pengukuran tingkat stress kerja diperoleh data bahwa dari 42 pernyataan yang mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku ada 27 penyatataan yang berjawaban kadang kdang, 14 pernyataan yang berjawaban tidak pernah dan 1 pernyataan yang berjawaban lumayan sering. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat tergantung pada jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal), 30-59 (ringan), 60-89 (sedang), 90-119 (berat), >120 (Sangat berat). Jadi, subjek memiliki tingkatan stress kerja yang masih normal, karena skor yang diperoleh tidak melibihi dari rentang 0 29 (normal). Tingkat stress kerja yang normal ini masih dalam batas wajar dan tidak membahayakan dan gejala yang ditimbulkan pun biasanya hanya bersifat sementara. Situasi seperti ini biasanya dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus (Potter & perry, 2005). HubunganTeori Braham mengenai hasil wawancara mengenai gejala stress kerja yang dialami subjek dan Teori Potter & perry mengenai tingkat stress kerja subjek yang masih normal. Gejala stress kerja yang dialami subjek masih ringan pada kondisi fisik dan intelektual dan tidak bersifat secara terus menerus. Begitu juga dengan hasil perhitungan tingkat stress kerja yang menunjukkan subjek masih dalam kondisi stress kerja pada tingkat normal.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KesimpulanKesimpulan dalam penelitian ini adalah :1. Berdasarkan hasil wawancara dengan satu subyek diperoleh data bahwa subyek AS mengalami gejala stress kerja tahap keempat. Hal ini dapat dilihat dari gejala stress kerja yang dialami yaitu gejala fisik dan gejala intelektual yang dirasakan subjek. Gejala fisik yang terjadi sering pusing dan sakit punggung sedangkan gejala intelektual yang terjadi yaitu sering lupa atau pelupa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dua hal, yaitu dari dalam diri individu dan dalam keluarga. 2. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat stress, subjek mengalami tingkatan stress yang normal dengan skor tidak melebihi dari rentang 0 29.

5.2 SaranSaran penelitian ini adalah :c. Bagi subyek penelitiDiharapkan subyek dapat mengambil informasi dari referensi mengenai stress kerja dalam menjalankan pekerjaan sebagai apoteker.d. Bagi rumah sakit Untuk menghindari stres kerja yang tinggi sebaiknya dalam waktu tertentu mengadakan acara refresing bersama seperti out bond atau family gatering supaya pikiran para pegawai menjadi fresh kembali.e. Bagi penelitian selanjutnyaUntuk penelitian selanjutnya yang ingin mengambil topik yang sama, diharapkan menyertakan variabel lain seperti gaya kepemimpinan, dan memperhatikan proses pada saat pengambilan data yaitu dengan melakukan observasi untuk mendukung data.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta ; PT Rineka Cipta.

Atkinson, Rita L, Richard C. Atkinson dan Ernest R. Hildgard. 1991. Pengantar Psikologi, Terjemahan Nurjannah Taufik dan Agus Dharma. Penerbit Erlangga : Jakarta

Cooper, M.D., & Philips, R.A. (2004). Exploratory Analysis of the Safety Climate and Safety Behavior Relationship. Journal of Safety Research. Vol.35. h: 497 512. www.healthsafetyprotection. com. Davis, K dan Newstrom, J.W. 1993. Perilaku dalam Organisasi. Jakarta ; Penerbit Erlangga.

Dwiyanti Endang, 2001. Stres kerja Di Lingkungan DPRD : Studi Tentang Anggota DPRD Di Kota Surabaya, Malang dan Kabupaten Jember. Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, 3 : 73 84. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Diahsari, Erita Yuliasesti. 2001. Kontribusi Stres pada Produktivitas Kerja. Jurnal. Anina: Indonesia Psychological Joural No.4. Volume 16.

Gunawan, Bambang Sumadiono. (2007). Stres dan sistem imun tubuh : suatu pendekatan psikoneuroimunologi. Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mad bagian ilmu kesehatan anak sub bagian alergi imumologi. Yogyakarta. Cermin dunia kedokteran no. 154.

Handoyo Seger, 2001. Stress pada masyarakat Surabaya. Fakultas PsikologiUniversitas Airlangga Surabaya. Jurnal penelitian.

Jewell, L.N., Siegall, M. 1998. Psikologi Industri / Organisasi Modern. Edisi 2. Editor : Danuyasa. Jakarta ; Arcan.

KepMenKes No. 1197/MENKES/SK/X/2004

KepMenKes No. 1332/ MENKES/SK/X/2002

Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi 10. Yogyakarta ; Penerbit Andi.

Margiati Lulus. 1999. Stres kerja : Latar Belakang Penyebab dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 3: 71-80. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Moleong, Lexy.J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. PT.Remaja Rosda Karya : Bandung.

Prihatini. (2007). Analisis Hubungan baban Kerja dengan Stres Kerja Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang. Medan. http://adf.ly/411345/http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7003/1/057010018.pdf Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of nursing: concepts, process, and practice. Mosby-Year Book Inc.

Purnomo, Hari dan Rizal. 2000. Pengaruh Kelembaban, Temperatur Udara, dan Beban Kerja terhadap Kondisi Faal Tubuh Manusia. Jurnal Logika. Volume 4 no 5 (h. 35).

Rakhmat, J. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya, 2000

Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi (Cetakan Pertama). PT. Raja Grafindo : Jakarta

Soetopo. H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori Dan Terapannya Dalam Penelitian). Sebelas Maret University Press : Surakarta Soleh, M, (2005). Tahajud manfaat praktis ditinjau dari ilmu kedokteran.Yogyakarta : Forum Studi Himanda.

Sondang P. Siagian. 2009. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta. PT Rineka Cipta

Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing (8th edition). Missouri: Mosby.

Sulistiowati, P. 2008. Hindari Stres Kerja dan Kenali Gejalanya. Psikologi Plus. Agustus 2008.

Wong Moses. 1995. Tidur tanpa obat. Pelanduk Publication. Malaysia

Yulianti Praptini. 2000. Pengaruh Sumber sumber Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja Tenaga Edukatif Tetap Fakultas Ilmu Sosial Universitas Airlangga Di Surabaya. Tesis Tidak Diterbitkan. Surabaya : Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Universitas Airlangga.

46