Page 1
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT BIOAKTIF JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN GINSENG KUNING
(Rennellia elliptica Korth.)
SKRIPSI
AINUL MARDIAH NIM. 109102000046
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA OKTOBER 2013
Page 2
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI METABOLIT BIOAKTIF JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN GINSENG KUNING
(Rennellia elliptica Korth.)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
AINUL MARDIAH NIM. 109102000046
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA OKTOBER 2013
Page 3
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ainul Mardiah
NIM : 109102000046
Tanda Tangan :
Tanggal : 2 Oktober 2013
Page 4
iv
Skrining, Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : Ainul Mardiah NIM : 109102000046 Program Studi : Farmasi Judul Skripsi :
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Andria Agusta
NIP. 1969081661994031003
Pembimbing II
Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt.
Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.
Page 5
v
Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Ainul Mardiah NIM : 109102000046 Program Studi : Farmasi Judul Skripsi :
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Dr. Andria Agusta ( )
Pembimbing 2 : Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt. ( )
Penguji 1 : Lina Elfita, M.Si., Apt ( )
Penguji 2 : Eka Putri, M.Si., Apt. ( )
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 2 Oktober 2013
Page 6
vi
Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)
ABSTRAK
Nama : Ainul Mardiah Jurusan : Farmasi Judul :
Sebanyak dua puluh tiga isolat jamur endofit dari tumbuhan bagian akar, biji, daun dan batang tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth) telah dikultivasi pada medium Potato Dextrose Broth/ PDB selama tiga minggu pada suhu ruang dan kondisi statis. Jamur endofit GKBt 2 yang diisolasi dari bagian batang menunjukkan aktivitas antibakteri paling besar terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada uji menggunakan metode bioautografi. Scaling Up kultivasi jamur GKBt 2 selama 3 minggu menghasilkan sebanyak 830 mg ekstrak etil asetat media PDB. Fraksinasi dan pemurnian fraksi aktif yang dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom dan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif menghasilkan fraksi F.5.8a dan F.5.8b masing- masing memiliki bobot 4,5 mg dan 5 mg. Hasil uji Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) menunjukkan bahwa F.5.8a dan F.5.8b aktif melawan bakteri S. aureus masing-masing sebesar 256 µg/mL sedangkan nilai KHM terhadap bakteri E. coli masing-masing sebesar 128 µg/mL. Kata kunci : Ginseng Kuning, Rennellia elliptica Korth, jamur endofit, aktivitas antibakteri, Jamur GKBt 2, fraksi aktif.
Page 7
vii
Screening, Isolation, and Antibacterial Activity of Bioactive Metabolite From Endophytic Fungi Associated with Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)
ABSTRACT
Name : Ainul Mardiah Program study : Pharmacy Title :
Twenty-three isolates of endophytic fungi from root, seed, leaf and stem of Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth) was cultivated in Potato Dextrose Broth for three weeks in room temperatur and static condition. GKBt 2, the endophytic fungus was isolated from the stem showed the most active of antibacterial activity against Staphylococcus aureus and Escherichia coli by using bioautography method. Scaling up cultivation of GKBt 2 in 5 L PDB yielded 830 mg ethyl acetat exctract of media. Fractionation and purification of bioactive compound which was performed by using column chromatography and preparative thin layer chromatography produced two fractions, they are F.58a (4,5 mg) and F.58b (5 mg). Fractions F.5.8.a and F.5.8b showed antibacterial activities against S. aureus with Minimum Inhibitory Concentration (MIC) value is 256 µg/ml respectively whereas the MIC value of the fractions against E. coli is 128 µg/ml. Keywords : Ginseng Kuning, Rennellia elliptica Korth, endophytic fungi, antibacterial activity, GKBt 2 fungi, active fraction.
Page 8
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam atas
junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan petunjuk
kebenaran sebagai rahmat sekalian alam
Skripsi dengan judul “Skrining, Isolasi, dan Uji Aktivitas
Antibakteri Metabolit Bioaktif Jamur Endofit dari Tumbuhan Ginseng
Kuning (Rennellia elliptica Korth)” ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana farmasi di Program Studi Farmasi,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan
dari banyak pihak, penelitian dan penyelesaian skripsi ini akan dirasakan
sulit. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Andria Agusta selaku pembimbing pertama dan Ibu Prof. Dr.
Atiek Soemiati, M.Si, Apt selaku pembimbing kedua yang senantiasa
memberikan arahan, dukungan, semangat, saran dan solusi selama
melaksanakan penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah
membalas jasa Bapak dan Ibu dengan sebaik-baiknya balasan.
2. Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat
menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Page 9
ix
5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Dr. Praptiwi, Ibu Yuliasri Jamal, M.Sc., Mas Toni, Teh Dewi, Pak
Asep, Pak Lukman beserta staf lain dari Lab Biosains Bidang Botani
Puslit LIPI Cibinong yang telah banyak membantu selama penelitian
7. Ayahanda Abdul Jalil AR dan Ibunda Rohani, yang tiada jemu
memberikan doa, dukungan, dan nasihat. Keluarga besar Kak Nia, Kak
Eli, Kak Indah, Bang Di, Bang Wan, Bang Rus dan Bang Yon yang
selalu memberikan motivasi dan kebahagiaan dalam kehidupan ini.
8. Nurul Robiatul Adawiyah, sahabat, kakak, dan teman berbagi duka dan
suka yang selalu memberikan keceriaan.
9. Rekan-rekan CSS MoRA 2009 (Community Santri Scholar of Ministry
of Religious Affair), teman-teman Farmasi 2009, teman-teman IMAPA,
terkhusus untuk sahabat-sahabat terbaik Dian, Mayra, Tika, Rya, Kak
ya, Kak Ki, Amah, Elia, Susi, Fina, Leli, Nuyung, Feri, Zaki, Ema,
Neneng, Yunita, Dyah, Cucut yang selalu menyemangatiku ketika
lelah dan menjadi motivator bagiku.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih
terhadap adanya kritik dan saran yang membangun sehingga skripsi ini
bisa menjadi lebih baik lagi.
Saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi
sumbangan pengetahuan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu kesehatan khususnya, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.
Ciputat, 2 Oktober 2013
Penulis
Page 10
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ainul Mardiah
NIM : 109102000046
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
METABOLIT BIOAKTIF JAMUR ENDOFIT DARI TUMBUHAN
GINSENG KUNING (Rennellia elliptica Korth.)
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 2 Oktober 2013
Yang menyatakan,
(Ainul Mardiah)
Page 11
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Hipotesis ............................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian................................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1 Jamur Endofit .................................................................................... 5
2.2 Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) .................. 7
2.3 Antimikroba ...................................................................................... 9
2.4 Uji Aktivitas Antimikroba .................................................................. 10
2.5 Kromatografi ...................................................................................... 15
2.6 Bakteri Gram Positif dan Negatif ...................................................... 21
2.7 Bakteri Uji ......................................................................................... 22
BAB 3 METODE PENELITIAN ...................................................................... 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 24
Halaman
Page 12
xii
3.3 Tahapan Penelitian ............................................................................ 26
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Skrining Produksi Metabolit Sekunder ................................. 26
3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri ......................................................... 27
3.4.3 Scaling Up Kultivasi Jamur GKBt 2 ...................................... 29
3.4.4 Ekstraksi Kultur Jamur hasil Scaling Up .............................. 30
3.4.5 Fraksinasi Metabolit Ekstrak Etil Asetat GKBt 2 ................. 31
3.4.6 Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Purifikasi ............................. 32
3.4.7 Pengamatan Morfologi Jamur Endofit GKBt 2 ...................... 35
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 36
4.1 Skrining Bioproduksi Metabolit Sekunder ......................................... 36
4.2 Uji Aktivitas Antibakteri .................................................................. 38
4.3 Scaling Up Kultivasi Jamur Endofit GKBt 2 .................................... 42
4.4 Ekstraksi Kultur Jamur Endofit Hasil Scalling Up ............................ 43
4.5 Fraksinasi Metabolit Ekstrak Etil Asetat GKBt 2 .............................. 45
4.6 Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Purifikasi .......................................... 48
4.7 Pengamatan Morfologi Jamur Endofit GKBt 2.................................. 50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 53
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 53
5.2 Saran .................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 54
Page 13
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth) .................. 7
Gambar 2.2. Klasifikasi metode uji antimikroba ................................................. 12
Gambar 4.1. Hasil skrining bioproduksi metabolit sekunder ekstrak ................... 37
Gambar 4.2. Hasil skrining antibakteri ekstrak etil asetat ................................... 39
Gambar 4.3. Hasil bioautografi antibakteri elusi ekstrak etil asetat GKBt 2 ........ 42
Gambar 4.4. Hasil KLT ektstrak GKBt 2 hasil Scaling Up .................................. 44
Gambar 4.5. Hasil fraksinasi fraksi F.5................................................................. 46
Gambar 4.6. Noda bercak pada preparatif setelah dielusi .................................... 46
Gambar 4.7. Hasil KLT preparatif fraksi murni ................................................... 47
Gambar 4.8. Hasil KLT 2 dimensi fraksi murni ................................................... 48
Gambar 4.9. Pengamatan morfologi jamur endofit GKBt 2 ................................. 51
Halaman
Page 14
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rangkuman jenis kromatografi ..................................................... 16
Tabel 2.2. Ciri bakteri gram positif dan gram negatif .................................... 21
Tabel 3.1. Data 23 isolat jamur endofit tumbuhan Ginseng Kuning ............. 25
Tabel 4.1. Bobot 23 ekstrak etil asetat isolat jamur endofit ............................36
Tabel 4.2. Diameter zona hambat hasil uji aktivitas antibakteri .....................40
Tabel 4.3. Data hasil uji MIC terhadap bakteri uji ..........................................49
Halaman
Page 15
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................... 58
Lampiran 2. Bagan Kerja Uji Aktivitas Antibakteri ...................................... 59
Lampiran 3. Bagan kerja Scaling up dan ektraksi hasil scalling up .............. 60
Lampiran 4. Bagan kerja fraksinasi ................................................................61
Lampiran 5. Perhitungan koloni bakteri uji ................................................... 62
Lampiran 6. Skema pengenceran larutan uji ...................................................63
Lampiran 7. Hasil Uji MIC .............................................................................64
Lampiran 8. Hasil pewarnaan gram bakteri uji ...............................................65
Lampiran 9. Komposisi Media ........................................................................66
Lampiran 10. Alat dan Bahan yang digunakan ...............................................69
Halaman
Page 16
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin meningkatnya laju pertumbuhan masyarakat, kebutuhan
akan senyawa baru yang berguna untuk memperbaiki dan mengobati
kondisi masyarakat dalam aspek kesehatan semakin meningkat
(Strobel & Daisy, 2003). Kondisi masyarakat yang dimaksud adalah
semakin meningkatnya kasus infeksi terhadap penyakit yang disebabkan
oleh virus, jamur, dan juga bakteri.
Kasus infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar
yang tidak saja terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia
(Mardiastuti, et al., 2007). Untuk itu, salah satu penatalaksanaan bagi
penderita penyakit infeksi adalah melalui pengobatan menggunakan
antibiotik. Namun seiring dengan meluasnya penggunaan antibiotik,
timbul masalah baru yaitu meningkatnya resistensi bakteri terhadap obat
antibakteri (Mardiastuti, et al., 2007).
Resistensi bakteri terhadap obat antibakteri merupakan masalah
yang serius di bidang kesehatan dan telah menjadi perhatian masyarakat
global. Sehingga pencarian obat antibakteri baru, menjadi penting dan
semakin berkelanjutan (Liang, et al., 2012). Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk mengisolasi metabolit yang aktif sebagai antibakteri,
termasuk yang bersumber dari mikroba endofit.
Mikroba endofit merupakan mikroorganisme yang berada dalam
jaringan tanaman hidup dan merupakan produk alam baru yang potensial
untuk dieksploitasi di bidang kedokteran, pertanian, dan industri
(Strobel & Daisy, 2003). Mikroba endofit menyediakan cadangan yang
melimpah terhadap metabolit bioaktif untuk eksploitasi obat
(Liang, et al., 2012).
Produk alami yang dihasilkan oleh mikroba endofit umumnya
diperoleh untuk menghambat atau membunuh sejumlah besar dari agen
yang membahayakan termasuk agen penyebab penyakit, yang tidak
Page 17
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terbatas pada fitopatogen, tetapi juga terhadap bakteri, fungi, virus, dan
protozoa yang menyerang hewan atau tumbuhan (Strobel & Daisy, 2003).
Pada kebanyakan kasus, hubungan endofit dengan tanaman inang adalah
simbiosis dan mungkin mutualistik. Banyak yang mampu mensintesis
senyawa bioaktif yang dapat digunakan oleh tanaman untuk pertahanan
terhadap jamur dan bakteri (Nithya & Muthumary, 2011).
Sejak berhasil ditemukannya senyawa "emas" paclitaxel dari jamur
endofit Taxomyces andreanae pada tahun 1993, banyak ilmuwan yang
semakin berminat untuk mempelajari jamur endofit sebagai produsen yang
potensial untuk menghasilkan senyawa bioaktif baru. Selama dua dekade
terakhir, banyak senyawa bioaktif yang bernilai dengan berbagai aktivitas
ditemukan, seperti sebagai antimikroba, insektisida, sitotoksik, dan anti
kanker yang telah berhasil ditemukan pada jamur endofit
(Zhang, et al., 2006 dalam Zhao, et al., 2010).
Salah satu kekayaan alam di Indonesia adalah Ginseng Kuning atau
Rennellia elliptica. Rennellia merupakan genus asli Asia Tenggara yang
pertama kali ditemukan oleh Korthals pada tahun 1851. Tercatat ada dua
spesies Rennellia dari Sumatra, yaitu R. elliptica Korth. dan R. ovalis
Korth. Hingga sekarang, variasi dan distribusi dari spesies Rennellia di
Indonesia belum lengkap diketahui (Suratman, 2008).
Hasil dekok dari akar R.elliptica digunakan oleh masyarakat lokal
untuk bermacam kegunaan, termasuk sebagai aprodisiak, nyeri badan dan
kejang setelah melahirkan. Sebuah studi awal oleh Yusoff, et al., (2010)
melaporkan bahwa terdapatnya antrakuinon pada akar tumbuhan
R.elliptica (Osman, et al., 2010). Pada tahun 2010, Osman melaporkan
bahwa adanya aktivitas antiplasmodik pada ekstrak diklorometan dari akar
R.elliptica yang ditunjukkan dengan kemampuannya menghambat
Plasmodium falciparum (Osman, et al., 2010) serta telah diketahui adanya
aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol tanaman R.elliptica
(Ahmad, et al., 2010).
Sejauh ini, belum ditemukan adanya studi yang terfokus pada
aktivitas antibakteri yang terdapat dalam ekstrak jamur endofit pada
Page 18
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.). Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk melakukan skrining dan isolasi metabolit
bioaktif jamur endofit yang terdapat pada tumbuhan Ginseng Kuning
(Rennellia elliptica Korth.) sebagai antibakteri.
1.2. Rumusan Masalah
1. Adakah diantara 23 ekstrak jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan
Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) yang menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli?
2. Berapakah nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari metabolit
bioaktif yang diisolasi dari jamur terpilih ?
1.3. Hipotesis
Metabolit bioaktif jamur endofit yang diisolasi dari jamur endofit
yang diisolasi dari tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.)
mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk melakukan skrining aktivitas antibakteri metabolit bioaktif
jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia
elliptica Korth.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
2. Untuk melakukan isolasi metabolit dari jamur terpilih yang memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
3. Untuk melakukan penentuan nilai Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) terhadap hasil isolasi metabolit bioaktif dari jamur terpilih
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Page 19
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
terkait aktivitas antibakteri dari jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan
Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) sebagai wujud pemanfaatan
sumber daya alam dalam usaha mendapatkan sumber obat baru yang
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Page 20
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Endofit
Endofit adalah mikroba yang mendiami biotop yaitu tumbuhan
tingkat tinggi, yang baru-baru ini dianggap sebagai sumber metabolit
sekunder yang menawarkan potensi di bidang kesehatan, agrikultural dan
industri. Endofit mampu hidup pada variasi suhu yang luas, dengan suhu
optimum yang biasanya tampak pada suhu 20 0C dan 26 0C
(Labeda, 1990).
Baru-baru ini endofit dianggap dapat menjadi sumber utama dalam
produk bioaktif alami karena banyak endofit yang menduduki jutaan
tumbuhan tingkat tinggi (Strobel & Daisy, 2003). Bukti adanya kaitan
tanaman dengan mikroba yang ditemukan dalam jaringan fosil batang dan
daun menunjukkan bahwa asosiasi endofit mungkin telah berevolusi dari
waktu dimana tumbuhan tingkat tinggi pertama kali muncul di bumi,
ratusan juta tahun yang lalu (Bacon & White, 2000 dalam Zhao, et al.,
2010).
Jamur endofit merupakan kombinasi antara jamur dan tumbuhan
dimana jamur hidup secara sistematik dan umumnya berada di dalam
tumbuhan (Labeda, 1990). Sebagai sumber daya yang baru dan melimpah,
jamur endofit memiliki kemampuan khusus untuk menghasilkan senyawa
yang serupa dengan senyawa yang berasal dari tanaman inangnya, serta
senyawa bioaktif lainnya (Zhao, et al., 2010).
Karena jumlah spesies tumbuhan di dunia begitu besar, perlu
diketahui strategi tertentu untuk mempermudah pencarian endofit yang
memiliki bioaktivitas (Strobel & Daisy, 2003). Beberapa hipotesis yang
masuk akal sebagai strategi pemilihan tanaman yang dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan jamur endofit yang memiliki
bioaktivitas adalah sebagai berikut (Strobel & Daisy, 2003) :
a. Tanaman dari keadaan lingkungan yang unik, terutama dengan kondisi
biologi yang tidak biasa.
Page 21
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Tanaman yang memiliki sejarah ethnobotanical (digunakan oleh
masyarakat) yang berhubungan dengan penggunaan atau aplikasi
tertentu merupakan hal menarik untuk diteliti. Tanaman ini dipilih baik
secara kontak langsung dengan masyarakat lokal atau melalui literatur.
c. Tanaman yang endemik, yang memiliki umur tanaman yang tidak biasa.
d. Tanaman yang tumbuh di daerah keanekaragaman hayati yang besar.
Selama periode panjang ko-evolusi, jamur endofit telah beradaptasi
dalam micro environments khusus secara bertahap dengan berbagai variasi
genetik, termasuk penyerapan dari beberapa segmen DNA tanaman ke
dalam genom jamur, serta penyisipan segmen DNA jamur ke dalam
genom inang. Hal ini bisa menyebabkan endofit tertentu memiliki
kemampuan untuk mensintesis beberapa "phytochemical" yang berasal
dari tumbuhan inangnya (Zhang, et al., 2006 dalam Zhao, et al., 2010).
2.1.1 Kultivasi Endofit
Dalam dua dekade terakhir, para ilmuwan fokus melakukan
penyelidikan terutama tentang keanekaragaman jamur endofit, hubungan
antara jamur endofit dan tanaman inangnya, pencarian senyawa bioaktif
alami yang berasal dari jamur endofit, dan peningkatan produktivitas dari
beberapa kandidat yang potensial dengan pemanfaatan rekayasa genetika,
proyek fermentasi mikroba dan langkah-langkah lainnya (Strobel & Daisy,
2004 dalam Zhao, et al., 2010).
Dibandingkan dengan media kultur untuk sel tanaman, media
kultur untuk sel jamur lebih sederhana, murah dengan persediaan yang
melimpah, dan biaya produksi yang relatif rendah. Selain itu, periode
fermentasinya cenderung singkat, proses fermentasi mikroba dapat
memberikan kondisi pertumbuhan dan pemeliharaan yang baik dan
parameter dalam berbagai kultur dapat dikontrol sesuai dengan keinginan
(Zhao, et al., 2010).
Page 22
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2 Tumbuhan Ginseng Kuning / Rennellia elliptica Korth
2.2.1 Klasifikasi Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica
Korth)
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Rennellia
Spesies : Rennellia elliptica
(Species 2000 & ITIS Catalogue of Life, 2012).
2.2.2 Morfologi
Kayu kecil atau belukar, tinggi 1,5-2 m; batang lignosus; daun
ellips, panjang 8-23 cm, warna hijau pucat–hijau gelap, halus; petiolus
panjang; infloresens terminal; bunga berwarna putih atau ungu tua, sangat
wangi, pembuluh korola berwarna ungu; infructescence terminal; buah
bundar, berwarna hijau (Suratman, 2008).
Gambar 2.1. Tumbuhan Ginseng Kuning / Rennellia elliptica Korth.
(Ismail, et al., 2012)
Rennellia merupakan genus asli Asia Tenggara, Rennellia pertama
kali ditemukan oleh Korthals (1851) didasarkan atas nama dari seorang
ahli kelautan inggris J.Rennell (1742-1830). Dia mencatat ada dua spesies
Rennellia dari Sumatra, yaitu R. Elliptica dan R. ovalis (Suratman, 2008).
Page 23
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Distribusi
Di Indonesia, spesies ini berasal dari Borneo, Sumatra Utara,
Sumatra Barat dan Sumatra Selatan (Suratman, 2008).
2.2.4 Habitat dan Ekologi
Ditemukan di sepanjang tepian sungai atau hutan dataran rendah,
pada ketinggian 40-650 m diatas permukaan laut (Suratman, 2008).
2.2.5 Nama Daerah
Ginseng Kuning, Jarum-Jarum Betina, Kayu Kuni, Kayu Kemik
(Minangkabau) (Suratman, 2008).
2.2.6 Kegunaan
Hasil dekok dari akar R.elliptica digunakan oleh masyarakat lokal
untuk bermacam kegunaan, termasuk sebagai aprodisiak, nyeri badan,
post tonik natal. Dalam penelitian ilmiah diketahui bahwa adanya aktivitas
antiplasmodik pada ekstrak diklorometan dari akar R. elliptica yang
ditunjukkan dengan kemampuannya menghambat Plasmodium falciparum
(Osman, et al., 2010) dan adanya aktivitas antioksidan dari ekstrak
metanol tanaman R. elliptica (Ahmad, et al., 2010).
2.2.7 Kandungan Senyawa
Uji fitokimia yang dilakukan menemukan bahwa tumbuhan ini
mengandung 1,2- dimetoksi-6-metil-9,10-antrakuinon (Osman,
et al., 2010), nordamnakantal, 2-formil-3-hidroksi-9,10-antrakuinon,
damnakantal, 1-hidroksi-2-metoksi-6-metil-9,10-antrakuinon, lusidin-ω-
metil eter, 3- hidroksi -2-metoksi-6-metil-9,10-antrakuinon, rubiadin , 3-
hidroksi -2- metil-9,10-antrakuinon, rubiadin-1-metileter dan 3-hidroksi-2-
hidroksimetil-9,10-antrakuinon (Ismail, et al., 2012).
Page 24
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Antimikroba
Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba khususnya mikroba
yang merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba
penyebab infeksi pada manusia ditentukan harus memiliki toksisitas
selektif setinggi mungkin. Artinya, obat itu haruslah bersifat sangat toksik
untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik pada hospes (Setiabudy, 2007).
Obat-obat antimikroba efektif dalam pengobatan infeksi karena
toksisitas selektifnya, kemampuan obat tersebut membunuh
mikroorganisme yang menginvasi penjamu tanpa merusak sel. Pada
kebanyakan kasus, toksisitas lebih relatif daripada absolut, yang
memerlukan kontrol konsentrasi obat secara hati-hati untuk menyerang
mikroorganisme sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Terapi antimikroba
mempunyai keuntungan dengan adanya perbedaan biokimia yang timbul
antara mikroorganisme dan manusia (Mycek, et al., 2001).
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak
antibiotik dewasa ini dibuat secara semi sintetik atau sintetik penuh.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas
bakteriostatik; dan ada yang bersifat membunuh antimikroba, dikenal
sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing
dikenal dengan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal
(KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari
bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan
melebihi KHM (Setiabudy R, 2007).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam 5
kelompok (Setiabudy R, 2007), yaitu :
a. Antimikroba yang mengganggu metabolisme sel mikroba.
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid,
trimetropim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Mikroba
membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya, mikroba
Page 25
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk
kebutuhan hidupnya. Bila antimikroba menang bersaing dalam
pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang
nonfungsional. Akibatnya, kehidupan mikroba akan terganggu.
b. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Obat yang termasuk kedalam kelompok ini adalah penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin.
c. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba.
Obat yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah polimiksin,
golongan polien, serta berbagai antimikroba kemoteurapetik. Kerusakan
membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari
dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain.
d. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba.
Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan
aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan tRNA dan
mRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri dua unit (30S dan 50S). Misalnya,
streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30S dan
menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA, akibatnya
terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba.
e. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba.
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin dan
golongan kuinolon.
2.4 Uji Aktivitas Antimikroba
Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas
antimikroba dalam produk alam terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
metode bioautografi, difusi,dan dilusi. Metode bioautografi dan difusi
dikenal sebagai tehnik kualitatif karena metode ini hanya memberikan
informasi mengenai ada atau tidaknya aktivitas antimikroba dalam suatu
sampel uji. Sedangkan metode dilusi merupakan tehnik kuantitatif yang
dapat digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat Minimum / KHM
Page 26
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Vanden & Vlientink, 1991 dalam Valgas, et al., 2007). Klasifikasi metode
uji antimikroba dapat dilihat pada gambar 2. 3.
2.4.1 Metode Difusi
Metode difusi sering digunakan untuk uji antimikroba yang rentan
terhadap senyawa murni, senyawa polar ataupun non polar (Steward, et
al., 1999 dalam Choma & Grzelak, 2010). Pada prosedur ini, kertas filter
cakram (kira-kira berdiameter 6 mm), berisi senyawa uji yang ditempatkan
pada permukaan yang sebelumnya telah diinokulasi dengan mikroba uji.
Agen antimikroba akan berdifusi ke dalam agar dan menghambat
pertumbuhan dari mikroba uji. Cawan petri diinkubasi dan zona inhibisi
diukur. Pada metode silinder, silinder dari stainless steel atau porcelin
dengan ukuran yang seragam (biasanya 8mm x 6 mm x 10 mm)
ditempatkan diatas agar terinokulasi didalam cawan petri, dan diisi dengan
sampel dan standar. Setelah diinkubasi, silinder dipindahkan dan zona
inhibisi yang terbentuk diukur (Choma & Grzelak, 2010).
Pada uji menggunakan hole-plate, beberapa milimiter lubang digali
pada permukaan agar yang diinokulasi dan kemudian diisi sampel. Larutan
senyawa uji akan berdifusi kedalam medium agar dan menghambat
pertumbuhan organisme. Cawan petri dibiarkan pada suhu ruangan untuk
proses inkubasi. Kemudian, zona hambat yang terbentuk diukur
(Shitandi, et al., 2005 dalam Choma & Grzelak, 2010).
Page 27
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2 Klasifikasi metode uji antimikroba (Choma & Grzelak, 2010).
2.4.2 Metode Dilusi
Metode ini memiliki kemampuan untuk mengukur KHM ( Kadar
Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) (Pratiwi, 2008).
Dua jenis metode dilusi adalah dilusi agar dan pengenceran tabung
(Choma & Grzelak, 2010). Pratiwi (2008) membedakan metode dilusi
menjadi dilusi cair (serial dilution) dan dilusi padat. Pada dilusi cair,
dibuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang
ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar
terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji
Bioauto
grafi
Metode dilusi
Klasifikasi metode dalam skrining aktivitas antimikroba
Metode difusi
Cakram
Silinder
Hole-plate assay
Dilusi Agar
Pengenceran Tabung
Kontak
Imersi / overlay
Langsung
Page 28
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM dikultur
ulang tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan
diinkubasi selama 18–24 jam pada suhu 37 0C. Media cair yang terlihat
tetap jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
Metode dilusi padat serupa dengan metode dilusi cair tapi
menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu
konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji
beberapa mikoba uji (Pratiwi, 2008).
2.4.3 Bioautografi
Prosedur menggunakan metode bioautografi hampir sama dengan
prosedur pada metode difusi. Perbedaannya bahwa senyawa uji berdifusi
ke medium agar dari kromatografi, yang mengandung adsorben atau kertas
(Meyers, et al., 1964 dalam Choma & Grzelak, 2010).
Bioautografi adalah suatu teknik laboratorium untuk mendeteksi
zat yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji dalam
campuran yang kompleks dan matriks (Choma, 2005). Metode
bioautografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau antikapang. Metode ini
menggabungkan penggunaan tehnik kromatografi lapis tipis dengan
respons dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari
suatu analit yang dapat berupa anti bakteri, anti kapang dan anti protozoa
(Kusumaningtyas, et al., 2008).
Bidang utama yang digunakan dalam bioautografi adalah (Choma,
2005) :
a. Mencari zat antibiotik dan anti jamur baru, antitumor, dan senyawa
antiprotozoa dengan mempelajari aktivitas biologis zat yang berasal
dari tanaman, mikroorganisme atau kimia kombinatorial
b. Penyelidikan antibiotik dan senyawa biologis aktif lainnya dalam air
limbah, air minum, cairan tubuh, pakan, dan makanan
c. Kontrol kualitas obat-obatan antibiotik
Page 29
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Mencari senyawa antimikroba yang efektif melawan bakteri dan jamur
patogen pada tanaman
e. Deteksi dan penentuan racun (misalnya, aflatoksin) atau senyawa
fototoksik (misalnya, furokumarin).
Metode bioautografi dibagi menjadi tiga kategori (Choma, 2005):
a. Bioautografi Kontak atau Difusi Agar
b. Imersi atau Bioautografi Agar Overlay
c. Bioautografi Langsung.
2.4.3.1 Bioautografi kontak atau Difusi Agar
Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan lempeng
kromatogram hasil eluasi senyawa yang akan diuji di atas media padat
yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba
ditandai dengan adanya daerah jernih yang tidak ditumbuhi anti mikroba
(Kusumaningtyas, et al., 2008).
Pada bioautografi kontak, terjadi difusi senyawa antimikroba dari
pelat atau kertas KLT ke agar yang diinokulasi bakteri uji
(Meyers, et al., 1964 dalam Choma, 2005). Kromatogram ditempatkan
menghadap ke bawah lapisan agar yang diinokulasi bakteri dan dibiarkan
beberapa menit atau beberapa jam untuk memungkinkan difusi.
Kromatogram kemudian dipindahkan dan kemudian diinkubasi
(Choma, 2005).
Zona hambat diamati pada permukaan agar di tempat dimana agen
antimikroba menempel dengan agar. Metode ini menyerupai metode
cakram. Kelemahan dari bioautografi kontak ini adalah kesulitannya dalam
memperoleh kontak yang lengkap antara agar dan lempeng uji serta daya
adsorben terhadap permukaan agar (Choma, 2005).
2.4.3.2 Imersi atau Bioautografi Agar Overlay
Dalam bioautografi imersi, kromatogram ditutupi dengan media
agar cair. Setelah pemadatan, inkubasi dan pewarnaan (biasanya dengan
garam tetrazolium), pita penghambatan atau pertumbuhan divisualisasikan
Page 30
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Nicolaus, 1961 dalam Choma, 2005). Terkadang, sebelum proses
inkubasi, pelat dibiarkan selama beberapa jam pada suhu rendah untuk
memungkinkan difusi. Tehnik agar overlay merupakan gabungan dari
bioautografi kontak dan langsung (Choma, 2005).
Antimikroba ditransfer dari pelat KLT ke lapisan agar seperti
dalam uji kontak tetapi selama inkubasi dan visualisasi lapisan agar tetap
berada pada plate seperti dalam bioautografi langsung. Dibandingkan
dengan metode bioautografi langsung, kerugian utama dari metode ini
adalah sensitivitas yang lebih rendah disebabkan oleh cairan antibakteri
dalam lapisan agar. Metode agar overlay biasanya disarankan bila
bioautografi langsung mustahil dilakukan (Choma, 2005).
2.4.3.3 Bioautografi Langsung
Dalam bioautografi langsung, pelat dicelupkan dalam suspensi
mikroorganisme yang tumbuh dalam kaldu yang cocok atau suspensi
disemprotkan ke pelat (Homans, 1970 dalam Choma, 2005). Pelat
diinkubasi dan mikroorganisme tumbuh langsung di atasnya. Oleh karena
itu, pemisahan, prakondisi, inkubasi dan visualisasi yang dilakukan
langsung di plate. Untuk lokasi dan visualisasi aktivitas antibakteri, garam
tetrazolium biasanya digunakan, yang dikonversi oleh adanya aktivitas
enzim dehidrogenase pada mikroorganisme hidup mereduksi tetrazolium
menjadi zat yang berwarna intens/ ungu, formazan (Choma, 2005). Jika
aktivitas antimikroba pada pelat KLT aktif membunuh bakteri, maka tidak
terjadi pembentukan warna dan terbentuk zona penghambatan yang
berwarna pucat pada latar yang berwarna ungu. Pewarna tetrazolium yang
paling sering digunakan adalah 3-{4,5-Dimetiltiazol-2-il} -2,5-
difeniltetrazoliumbromida, disebut MTT (Choma, 2005).
2.5 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani
Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen
berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter
Page 31
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam kolom gas yang berisi kalsium karbonat (Gandjar & Rohman,
2007). Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana
komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fase,
salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan
yang luas, dan fase lain sebagai fluida yang mengalir di sepanjang
landasan stasioner (Day & Underwood, 2002).
Fase stasioner bisa berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase
bergerak bisa berupa cairan maupun gas. Empat kategori kromatografi
berdasakan fase stasioner dan fase bergerak Tabel 2.1
Tabel 2.1. Rangkuman jenis Kromatografi
Fase
Stasioner
PADAT CAIR
Fase
Bergerak
Cair Gas Cair Gas
Contoh-
contoh
Kromatografi
asli Tswett,
dengan
larutan
petroleum
eter dan
kolom
CaCO3
Kromatografi
gas-padat,
atau GSC
Kromatografi
partisi pada
kolom silica
gel
Kromatografi
Gas Cair atau
GLC
Kromatografi
pertukaran
ion
Kromatografi
Kertas
Menurut Gandjar & Rohman (2007), Kromatografi dapat
dibedakan atas berbagai macam tergantung pengelompokannya.
Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan
menjadi : a)kromatografi adsorbsi; b) kromatografi partisi; c) kromatografi
pasangan ion; d) kromatografi penukar ion; e) kromatografi eksklusi
ukuran; dan f) kromatografi afinitas (Gandjar & Rohman, 2007).
Page 32
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam semua tehnik kromatografi, zat-zat terlarut yang dipisahkan
bermigrasi sepanjang kolom dan tentu saja dasar pemisahan terletak dalam
laju perpindahan yang berbeda untuk larutan yang berbeda
(Day & Underwood, 2002).
2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938. Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk
kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Fase
gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang
fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik
(ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara
menurun (descending) (Gandjar & Rohman, 2007).
Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih
sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat
melaksanakan setiap saat secara cepat (Gandjar & Rohman, 2007).
Beberapa keuntungan lain dari kromatografi lapis tipis adalah
(Gandjar & Rohman, 2007):
a. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis
b. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, flouresensi, atau radiasi dengan sinar ultraviolet
c. Dapat dilakukan eluasi secara menaik (Ascending), menurun
(descending) atau dengan cara elusi 2 dimensi.
d. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang
akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
Fase diam pada KLT dapat berupa lapisan yang seragam (uniform)
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat
aluminium, atau pelat plastik (Gandjar & Rohman, 2007). Fase diam yang
digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel
fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang
Page 33
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
paling sering digunakan adakah silika dan serbuk selulosa, sementara
mekanisme sorpsi yang utama dalam KLT adalah adsorpsi dan partisi
(Gandjar& Rohman, 2007).
Pada fase gerak dalam KLT, sistem yang paling sederhana ialah
campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut
ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi
secara optimal. Beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak adalah sebagai berikut (Gandjar & Rohman, 2007) :
1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan tehnik yang sensitif
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang
berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat
sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil
benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya. Penambahan sedikit asam etanoat atau
amonia masing-masing akan meningkatkan solut solut yang bersifat
basa dan asam.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan
diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan
sesempit mungkin. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan
bercak yag menyebar dan pucak ganda. Untuk memperoleh
reprodusibilitas, volume sampel yang akan ditotolkan paling sedikit 0,5 μl.
Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl maka
penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan
antar totolan (Gandjar & Rohman, 2007).
Media pemisahannya adalah lapisan kaca dengan ketebalan sekitar
0,1 sampai 0,33 mm zat padat adsorben pada lempeng kaca, plastik, atau
aluminium. Lempeng yang paling umum digunakan berukuran 8 x 12 inchi
Page 34
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan zat padat yang umumnya digunakan adalah alumina, gel silika, dan
selulosa (Day & Underwood, 2002).
Sampel yang biasanya berupa campuran senyawa organik
diteteskan di dekat salah satu sisi lempengan dalam bentuk larutan dalam
jumlah kecil, biasanya beberapa mikrogram senyawa. Sebuah suntikan
hipodermik atau sebuah pipet gelas kecil dapat digunakan. Noda sampel
dikeringkan dan kemudian sisi lempengan tersebut dicelupkan ke dalam
fase gerak yang sesuai. Pelarut bergerak naik di sepanjang lapisan tipis zat
padat di atas lempengan, dan bersamaan dengan pergerakan pelarut
tersebut, zat terlarut sampel dibawa dengan laju yang bergantung pada
kelarutan zat terlarut tersebut dalam fase bergerak dan interaksinya dengan
zat padat. Setelah garis depan pelarut bergerak sekitar 10 cm, lempengan
dikeringkan dan noda-noda zat terlarutnya diperiksa seperti pada
kromatografi kertas (Day & Underwood, 2002).
2.5.2 Nilai Rf
Pemisahan pada kromatografi planar (kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis) pada umumnya dihentikan sebelum semua fase
gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua
kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak ujung fase geraknya. Faktor
retardasi solut (Rf) didefinisikan sebai perbandingan antara jarak yang
ditempuh oleh solut terhadap jarak yang ditemput oleh fase gerak
(Gandjar & Rohman, 2007).
Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut
mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (K’) sama
dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama
dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut
tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam
(Gandjar & Rohman, 2007).
Page 35
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.3 Kromatografi Kolom
Pada kromatografi kolom, berbagai ukuran kolom dapat digunakan,
dimana hal utama yang dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai
untuk menerima sampel-sampel tanpa melalui fase diamnya. Merupakan
aturan praktis yang umum bahwa panjang kolom harus sekurang-
kurangnya sepuluh kali ukuran diameternya. Bahan pengemasnya, suatu
adsorben seperti alumina atau mungkin suatu resin pertukaran ion,
dimasukkan dalam bentuk suspensi ke dalam porsi fase bergerak dan
dibiarkan diam di dalam hamparan basah dengan sedikit cairan tetap
berada di atas permukaannya (Day & Underwood, 2002).
Laju alir yang diinginkan diperoleh semata-mata dari gravitasi,
dengan menyisipkan ujung keluaran kolom itu ke dalam bejana yang, atau
dengan memompa cairan melalui ujung atas kolom, laju alir yang lazim
dapat sebesar beberapa puluh milimeter per menit dan mungkin lebih cepat
jika pemisahan tidak terlalu sulit (Day & Underwood, 2002). Terkadang
tidak ada satupun fase bergerak yang cocok dengan elusi dari seluruh
komponen sampel. Misalnya dalam adsorpsi, pelarut yang cukup nonpolar
mungkin ideal untuk mengelusi beberapa zat terlarut yang kurang polar
dimana zat terlarut yang lebih polar kemudian dapat memperlihatkan suatu
retensi panjang yang berlebihan. Pada kasus seperti ini, teknik elusi
gradien lebih bermanfaat. Komposisi fase gerak diubah secara kontinu
dengan membiarkan pelarut yang lebih polar mengalir ke dalam reservoar
yang mengandung zat terlarut yang kurang polar, pada saat campuran zat
terlarut mengalir ke dalam kolom. Dimana zat terlarut yang lambat akan
mengalir lebih cepat dengan meningkatnya kemampuan mengelusi dari
campuran pelarut (Day & Underwood, 2002).
Kelemahan dari metode ini adalah pengerjaan yang konvensional
lebih lambat dan merepotkan namun kolom-kolom yang cukup panjang
dapat digunakan dimana kapasitasnya memadai untuk pekerjaan membuat
preparat (Day & Underwood, 2002).
Page 36
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Bakteri Gram positif dan negatif
Bakteri merupakan sel prokariotik yang uniseluler (sel tunggal)
dengan struktur internal sederhana. Tumbuh pada media laboratoris
buatan. Reproduksi aseksual, khasnya dengan pembelahan sel sederhana.
Ukuran khas 0,5 – 1,5 μm x 1,0- 3,0 μm. Sel-sel individu bakteri dapat
berbentuk seperti elips, bola, batang (silindris), atau spiral (heliks)
(Pelczar & Chan, 1986).
Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua
golongan ; bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Goering, et al.,
2008). Bakteri Gram negatif mengandung lipid, lemak atau substansi
seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung
bakteri Gram positif. Dinding sel bakteri Gram negatif juga lebih tipis
daripada sel bakteri Gram positif (Pelczar & Chan, 1986).
Tabel 2.2. Ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar & Chan,
1986).
CIRI Perbedaan Relatif
Gram positif Gram negatif
Struktur dinding sel Tebal ( 15-80 nm), berlapis
tunggal
Tipis ( 10-15 nm),
Berlapis tiga (multi)
Komposisi dinding
sel
Kandungan lipid rendah (1-
4%) Peptidoglikan ada
sebagai lapisan tunggal,
komponen utama
merupakan lebih dari 50 %
berat kering pada beberapa
sel bakteri
Asam Tekoat
Kandungan lipid tinggi
(11-22%) Peptidoglikan
ada didalam lapisan kaku
sebelah dalam; jumlahnya
sedikit, merupakan sekitar
10% berat kering
Tidak ada asam tekoat
Kerentanan
Terhadap penisilin
Lebih rentan Kurang rentan
Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak
spesies
Relatif sederhana
Resistensi terhadap
gangguan fisik
Lebih resisten Kurang resisten
Page 37
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7 Bakteri Uji
2.7.1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus merupakan bakteri kokus Gram positif, berdiame-
ter 1 μm (Parija, 2009). Kokusnya tersusun khas seperti setandan anggur
yang tidak teratur. Bentuk seperti anggur yang tidak teratur ini tampak bila
bakteri ditumbuhkan pada media padat, tetapi biasanya terlihat seperti
rantai pendek bila ditumbuhkan pada medium cair. Apusan yang diambil
dari nanah menunjukkan keberadaan yang tunggal atau berpasangan,
tandanan, atau rantai pendek yang terdiri dari tiga atau empat sel
(Parija, 2009).
S. aureus menyebabkan penyakit pada berbagai jaringan, menye-
barkan toksin, dan merangsang inflamasi. Bakteri ini menempel dan
membahayakan kulit, mukosa dan permukaan jaringan. Staphylococcus
aureus merupakan patogen primer pada manusia dan hewan, hidup pada
kulit, kelenjar kulit dan membran mukus. Kira-kira 35-50 % terdapat pada
orang dewasa, 10 % pada perinium dan 5 – 10% pada vagina
(Parija, 2009). Bakteri ini juga menyebabkan penyakit toxin-mediated
seperti keracunan makanan, toxic shock syndrome (TSS), dan
staphylococcal scalded skin syndrome (Parija, 2009). Determinan utama
tehadap patogenitas adalah enzim dan toksin. Enzim yang terkandung
yaitu koagulase (karakteristik yang memperkuat), hialuronidase,
stapilokinase, nuklease, dan penisillinase. Toksinnya adalah β-hemolysins,
leukocidin, enterotoksin, eksfoliatif dan shock syndrome toxin. Bakteri
menempati nasofaring dan kulit (Talaro, 2005).
2.7.2 Escherichia coli
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : E. coli
( Pommerville, 2011)
Page 38
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
E. coli merupakan bakteri enterik utama. Bertindak sebagai patogen
juga sebagai bakteri yang menguntungkan. Dan menyebabkan bermacam
penyakit seperti diare, infeksi pada saluran urin (Talaro, 2005).
E. coli merupakan bacilus Gram negatif yang berukuran sekitar 1-3
x 0,4-0,7 μm. Basil tersusun secara tunggal atau berpasangan
(Parija, 2009). Menurut Parija (2009), E. coli merupakan bakteri aerob dan
anaerob fakultatif. Tumbuh pada rentang suhu 10-140 C (suhu optimum
370 C) dan pH 7,2. Bakteri tumbuh pada berbagai media, termasuk
Mueller-Hinton Agar, Nutrient Agar, Blood Agar, dan MacConkey Agar.
Isolasi utama dapat ditemukan dari Nutrient Agar dan Blood Agar
(Parija, 2009).
E.coli merupakan bakteri utama pada flora normal usus. Bakteri ini
dikenali sebagai bakteri yang sedikit membahayakan dan juga patogen.
E.coli menyebabkan penyakit dengan spektrum luas pada manusia.
Merupakan penyebab penting penyakit enterik, infeksi saluran urin,
neonatal sepsis dan neonatal meningitis. Hemolytic Uremic Syndrome
merupakan komplikasi serius terhadap infeksi enterik dengan rantai
spesifik E.coli (Parija, 2009).
Page 39
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosains, Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April hingga
Agustus 2013.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat –alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: autoklaf
(Hiclave HVE 5.0 Hirayama), cawan petri, jarum ose, lampu bunsen,
kolom, kapas steril, pipa kapiler, pinset, pipet mikro, tabung reaksi
(pyrex), spatula, shaker incubator, inkubator, vacuum rotary evaporator
(Heidolph WB 2000), UV cabinet (CAMAG), chamber, Lamina Air Flow
(LAF), 96 microwell titer plate, labu evaporator (pyrex), neraca analitik
(and hr-202i), corong pisah, erlenmeyer dan alat-alat gelas lainnya.
3.2.2 Bahan
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 23 isolat
jamur endofit yang diisolasi dari bagian akar, batang, daun dan biji
tumbuhan Rennellia elliptica koleksi Laboratorium Biosains, Bidang
Botani, Puslit Biologi LIPI Cibinong (Tabel 3.1)
Bakteri uji yang digunakan meliputi bakteri uji Gram positif
(Staphylococcus aureus LIPIMC 114), bakteri uji Gram negatif
(Escherichia coli LIPIMC 186).
Media Potato Dextrose Agar/ PDA (difcoTM), media Potato
Dextrose Broth / PDB (difcoTM), media Mueller-Hinton Broth/ MHB
(criterion), media Mueller-Hinton Agar / MHA (criterion), media Brain
Heart Infussion/ BHI cair (BBLTM), pelat Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) silica gel 60 F254 (Merck), Silika gel 70-230 mesh (Merck),
Page 40
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sephadex LH-20, pelarut kimia etil asetat, aseton, kloroform, metanol, n-
heksana, alkohol 96 %, alkohol 70%, aquades, aquades steril, reagen
warna p-iodonitrotetrazolium / INT (Sigma), pewarna trypan blue, kristal
violet, safranin, larutan iodin, kloramfenikol (Sigma), eritromisin (Sigma),
kertas saring, gas nitrogen dan penampak noda serium sulfat.
Tabel 3.1. Data 23 isolat jamur endofit dari tumbuhan Ginseng Kuning
(Rennellia elliptica Korth)
No Asal Isolat Nama Jamur No Asal Isolat Nama Jamur
1 Akar GKA ¼ 1 Daun GKD 2
2 GKA 2 2 GKD 3/4
3 GKA 3 3 GKD 5
4 GKA 5 4 GKD 6
5 GKA 6 5 GKD 7
6 GKA 7 6 GKD 8
1 Biji GKB 1 1 Batang GKBt 1
2 GKB 2 2 GKBt 2
3 GKB 3 3 GKBt 3/4
4 GKB 4 4 GKBt 5/6
5 GKB 5
6 GKB 6
7 GKB 7
Page 41
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Tahapan Penelitian
1. Skrining bioproduksi metabolit sekunder ekstrak
2. Uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi
3. Scaling up kultivasi jamur endofit GKBt 2
4. Ekstraksi jamur endofit hasil Scaling Up
5. Isolasi metabolit jamur endofit GKBt 2
6. Penentuan nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
7. Identifikasi jamur endofit GKBt 2
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1 Skrining Bioproduksi Metabolit Sekunder Ekstrak
3.4.1.1 Kultivasi isolat jamur endofit ke dalam medium PDB
a. Pembuatan medium kultivasi
Medium PDB dibuat sebanyak 750 mL dengan cara mensuspensikan
18 g PDB ke dalam 750 mL aquades. Setelah tercampur, medium
dipanaskan hingga larut sempurna, kemudian dituangkan ke dalam 25
tabung uji masing-masing sebanyak 40 mL. Medium disterilkan dengan
autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.
b. Kultivasi isolat jamur endofit
Kultivasi isolat jamur endofit dilakukan terhadap 23 isolat jamur
endofit yang diisolasi dari bagian akar, biji, daun dan batang tumbuhan
Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth). Setiap isolat jamur endofit
dinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam masing-masing tabung yang
berisi medium PDB steril, kemudian diinkubasi dalam kondisi statis
pada suhu kamar selama tiga minggu. Inkubasi juga dilakukan terhadap
1 tabung yang berisi medium PDB steril saja, sebagai kontrol sterilitas
media.
3.4.1.2 Ekstraksi isolat jamur endofit
Sebanyak dua puluh tiga kultur jamur endofit masing-masing
diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat dengan perbandingan pelarut
dan kultur jamur 1:1, proses ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali.
Page 42
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ekstraksi juga dilakukan terhadap satu tabung yang berisi medium PDB
saja. Hasil ekstraksi dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary
evaporator hingga didapat ekstrak pekat.
3.4.1.3 Skrining bioproduksi metabolit sekunder ekstrak
Sebanyak dua puluh tiga ekstrak etil asetat dari jamur endofit
Ginseng Kuning dianalisis metabolit sekundernya dengan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) menggunakan eluen diklorometan:metanol (10:1).
Ekstrak dilarutkan ke dalam aseton dengan konsentrasi 10 mg/mL, volume
penotolan sebanyak 10 µL. Penotolan dilakukan diatas pelat KLT 20x7
cm. Sebagai kontrol pelarut dan medium, ditotolkan pula ekstrak medium
PDB dan aseton. Pola kromatogram yang terbentuk dimonitor dengan
sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, lalu disemprot
dengan pereaksi penampak noda serium sulfat/ Ce(SO4)2.
3.4.2 Uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi
3.4.2.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Semua alat dan bahan (media) yang akan digunakan untuk uji
mikrobiologi disterilisasi dengan proses sterilisasi yang cocok. Sterilisasi
dilakukan menggunakan autoklaf suhu 121 0C selama 15 menit.
Sebelumnya, semua alat yang akan disterilisasi dibungkus dengan plastik
tahan panas. Untuk pengerjaan uji antibakteri dilakukan di dalam Laminar
Air Flow.
3.4.2.2 Pembuatan Medium
a. Medium Peremajaan Bakteri
Medium Nutrient Agar (NA)
NA ditimbang sebanyak 0,23 g dilarutkan dalam 10 mL aquades.
Setelah semua bahan tercampur, medium dipanaskan hingga larut
sempurna, lalu disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15
menit.
Page 43
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Medium Untuk Suspensi Bakteri.
Medium Brain Heart Infussion (BHI) cair
BHI ditimbang sebanyak 5,55 g dilarutkan dalam 150 mL aquades.
Setelah semua bahan tercampur, medium dipanaskan hingga larut
sempurna, lalu disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15
menit.
3.4.2.3 Persiapan Inokulum
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
a. Identifikasi bakteri uji dengan pewarnaan Gram
Kaca objek dan kaca penutup dibersihkan dengan alkohol 70 %, bakteri
uji disuspensikan ke dalam aquades steril yang terdapat diatas kaca
objek, kemudian diratakan membentuk area apusan dan difiksasi
dengan cara melewatkannya di atas api bunsen. Zat warna kristal violet
diteteskan ke atas area apusan, dibiarkan selama 60 detik dan dicuci
dengan air aquades kemudian dibiarkan beberapa saat. Larutan iodin
diteteskan ke atas apusan dan dibiarkan selama 1 menit kemudian
dicuci dengan alkohol hingga larutan yang mengalir tidak berwarna lagi
dilanjutkan dengan pencucian dengan aquades, dibiarkan beberapa saat.
Zat warna safranin diteteskan dan dibiarkan selama 60 detik. Kemudian
dicuci dengan akuades, dibiarkan beberapa saat. Preparat ditutup
dengan kaca penutup diamati dengan mikroskop cahaya.
b. Peremajaan Bakteri Uji
Bakteri uji diremajakan pada medium Nutrient Agar (NA) steril.
Mikroba uji diinokulasi sebanyak satu ose ke dalam medium NA dan
diinkubasi pada suhu 37 0C selama 20 jam. Pengerjaan dilakukan dalam
kondisi steril di dalam Laminar Air Flow (LAF).
c. Pembuatan Suspensi Bakteri
Sebanyak satu ose isolat Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli masing-masing diinokulasikan kedalam 20 mL
medium Brain Heart Infussion (BHI) cair steril. Masing-masing
Page 44
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diinkubasi selama 20 jam dalam shaker incubator 100 rpm pada suhu
37 0C. Pengerjaan dilakukan dalam kondisi steril di dalam Laminar Air
Flow (LAF)
3.4.2.4 Persiapan Sampel
Sebanyak dua puluh tiga ekstrak etil asetat jamur endofit dari
Ginseng Kuning masing-masing dilarutkan dengan pelarut aseton sehingga
didapat larutan dengan konsentrasi 10 mg/mL. Masing-masing ekstrak
jamur, dan kontrol negatif (pelarut aseton dan ekstrak media PDB)
ditotolkan sebanyak 10 μL kedalam pelat KLT ukuran 8x8 cm.
Kloramfenikol sebagai kontrol positif dengan konsentrasi 1 mg/mL dalam
pelarut metanol ditotolkan sebanyak 10 μL dan 5 μL pada pelat KLT
ukuran 4x7 cm.
3.4.2.5 Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Bioautografi
Suspensi bakteri uji dibuat dengan mensuspensikan 5 mL inokulum
ke dalam 45 mL medium BHI cair (perbandingan medium dan suspensi
inokulum 9:1) di dalam cawan petri steril berdiameter 14,5 cm, kemudian
suspensi bakteri uji diratakan dengan menggunakan spreader steril. Pelat
KLT yang telah ditotolkan sampel, kontrol positif dan kontrol negatif
dicelupkan ke dalam cawan petri yang berisi suspensi bakteri uji.
Kemudian, pelat tersebut diletakkan kedalam cawan petri steril yang telah
diletakkan kapas basah pada kedua sisi petri. Kemudian diinkubasi pada
suhu 37 0C selama 20 jam. Pengerjaan dilakukan dalam kondisi steril di
dalam Laminar Air Flow (LAF).
3.4.3 Scaling Up bioproduksi jamur endofit GKBt 2
3.4.3.1 Pembuatan medium kultivasi
Medium PDB dibuat sebanyak 5 L dengan komposisi 24 gram
PDB dalam 1 L aquadest. Setelah semua komponennya larut, medium
tersebut dibagi menjadi 15 erlenmeyer yang masing-masingnya diisi 200
mL medium dalam erlenmeyer 500 mL dan 4 erlenmeyer yang berisi 500
Page 45
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mL medium dalam erlenmeyer 2 L. Medium disterilkan dengan autoklaf
selama 15 menit pada suhu 121 oC.
3.4.3.2 Kultivasi Jamur Endofit
Koloni murni jamur GKBt 2 berumur 14 hari yang telah
ditumbuhkan pada medium PDA diambil kira-kira seluas 1x1 cm sebanyak
3 blok dan diinokulasi ke dalam medium PDB steril. Kemudian, kultur
diinkubasi pada suhu ruang dalam kondisi statis selama tiga minggu.
Pengerjaan kultivasi jamur endofit GKBt 2 dilakukan dalam kondisi steril
di dalam Laminar Air Flow (LAF)
3.4.4 Ekstraksi kultur jamur GKBt 2 Hasil Scaling Up
Hasil kultivasi jamur endofit GKBt 2 selanjutnya diekstraksi.
Kultur jamur dipisahkan menjadi media jamur dan biomassa jamur.
Media jamur GKBt 2 diekstraksi dengan pelarut etil asetat dengan
perbandingan pelarut dan kultur media 1:1, proses ekstraksi dilakukan
sebanyak tiga kali. Jumlah pelarut etil asetat yang digunakan adalah lima
liter. Lapisan atas yang merupakan fraksi etil asetat dipisahkan dan
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator.
Sedangkan biomassa jamur dimaserasi dengan aseton selama
semalam, dan dilakukan sebanyak tiga kali. Aseton yang digunakan
untuk maserasi berjumlah 3 x 500 mL. Hasil maserasi dievaporasi
dengan vacuum rotary evaporator hingga tersisa fraksi air. Fraksi air
kemudian dipartisi dengan etil asetat dengan perbandingan pelarut dan
fraksi air 1:1, proses ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Lapisan atas
yang merupakan fraksi etil asetat dipisahkan dan dipekatkan dengan
vacuum rotary evaporator. Ekstrak pekat dilarutkan dengan 100 mL
metanol 100% dan dipartisi kembali dengan pelarut n-heksan sebanyak 3
kali. Hasil partisi metanol dan n-heksan masing-masing dipekatkan
dengan vacuum rotary evaporator. Ekstrak pekat baik biomassa dan
media ditotolkan pada pelat KLT kemudian dielusi dengan eluent
diklorometan : metanol (10:1) dan hasilnya diamati dibawah sinar UV
Page 46
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
254 nm dan 366 nm serta disemprot dengan pereaksi penampak noda
serium sulfat/ Ce(SO4)2.
3.4.5 Fraksinasi Metabolit Ekstrak Etil Asetat GKBt 2
Kromatografi Kolom
Ekstrak etil asetat media GKBt 2 sebanyak 830 mg difraksinasi
menggunakan kolom sephadex LH-20 dengan larutan pengelusi
alkohol 96 %. Fraksi-fraksi yang keluar dari kolom ditampung dalam
tabung reaksi dan setiap tabung dimonitor dengan KLT menggunakan
eluen diklorometan:metanol (10:1). Selanjutnya, fraksi-fraksi yang
memiliki noda yang sama digabung menjadi satu fraksi sehingga didapat
15 fraksi.
Dari hasil fraksinasi menggunakan fase diam Sephadex LH-20,
Fraksi F.5 yang berjumlah 47 mg difraksinasi kembali menggunakan
kromatografi kolom dengan fase diam silica gel (70-230 mesh). Fase gerak
yang digunakan adalah kloroform:metanol dengan perbandingan masing-
masing 10:1, 5:1 dan 0:1. Fraksi – fraksi yang keluar kemudian ditampung
dalam tabung reaksi dan setiap tabung dimonitor dengan KLT
menggunakan eluen diklorometan: metanol (10:1). Selanjutnya, fraksi-
fraksi yang memiliki bercak noda yang sama digabung menjadi satu fraksi
sehingga didapatkan 10 fraksi.
KLT Preparatif
Fraksi F.5.8 sebanyak 9,8 mg dilanjutkan dengan purifikasi
menggunakan KLT preparatif. Sebelumnya, larutan fraksi dilarutkan
dalam aseton dengan konsentrasi 5 mg/mL dan dioptimasi dengan eluen
yang sesuai untuk mendapatkan kondisi optimum untuk preparatif pada
pelat KLT. Eluen yang digunakan adalah kloroform : metanol dengan
perbandingan 7:1.
Bercak noda yang muncul dikerok dengan spatula logam diatas
kertas bersih, dibilas dengan aseton dan kemudian disaring. Filtrat
Page 47
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan dikeringkan dengan gas
nitrogen. Kemudian bobot fraksi ditimbang.
Uji kemurnian fraksi dilakukan dengan menggunakan KLT dua
dimensi. Dimana fraksi tunggal yang didapatkan dielusi menggunakan dua
sistem elusi yaitu kloroform: metanol (7:1) dan kloroform: metanol (5:1).
3.4.6 Uji aktivitas antibakteri hasil purifikasi
Hasil purifikasi diuji aktivitas antibakterinya dengan menentukan
nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) menggunakan metode
mikodilusi cair pada suatu microwellplate yang berjumlah 96 sumuran.
3.4.6.1Persiapan Medium
Medium pertumbuhan bakteri uji yang digunakan yaitu medium
MHB dan MHA
a. Medium MHB (Mueller Hinton Broth) dibuat dua komposisi, yaitu
medium MHB 1 dibuat dengan melarutkan 21 g MHB dalam 1 L
aquadest dan medium MHB 2 dibuat dengan komposisi dua kali
medium MHB 1 (42 g MHB dalam 1 L aquadest). Medium tersebut
disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0C.
b. Medium MHA (Mueller Hinton Agar) dibuat dengan melarutkan 38 g
MHA dalam 1 L aquadest. Setelah larut, medium disterilkan dengan
autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0C, kemudian dituang dalam
cawan petri dan dibiarkan memadat.
3.4.6.2 Persiapan Larutan Uji dan Larutan Kontrol
Larutan uji yang digunakan yaitu fraksi F.5.8 a (4,5 mg) dan
F.5.8.b (5 mg). Larutan uji dipersiapkan dengan konsentrasi 1024 μg/mL
sebanyak 1 mL menggunakan pelarut etanol 20 %. Pembuatan larutan uji
dimulai dengan melarutkan masing-masing fraksi kedalam dalam 1 mL
etanol 96%, lalu dipipet sebanyak 1024 µL dari larutan tersebut ke dalam
vial dan dipekatkan dengan nitrogen. Kemudian ditambahkan etanol 96%
Page 48
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebanyak 200 µL dan ditambah aquadest sebanyak 800 µL sehingga
volume larutan menjadi 1 mL.
Kloramfenikol dan eritromisin sebagai kontrol positif dipersiapkan
dengan membuat larutan masing-masing dengan konsentrasi 10 mg/mL
dalam etanol 96% (larutan stock). Kemudian diencerkan menjadi
konsentrasi 512 µg/mL sebanyak 5 mL, pembuatan larutan kontrol positif
dibuat dengan dengan cara menambahkan 4744 µL aquadest ke dalam
256 µL larutan stock di dalam vial.
3.4.6.3 Persiapan Inokulum
Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli.
a. Pembuatan suspensi inokulum
Sebanyak masing-masing 1 ose isolat bakteri uji diinokulasikan ke
dalam 20 mL medium MHB. Kemudian, diinkubasi selama 20 jam
dalam shaker incubator pada suhu 37 0C untuk memperoleh suspensi
inokulum.
b. Perhitungan jumlah koloni suspensi
Suspensi yang didapat diencerkan untuk mempermudah perhitungan
koloni, yaitu dengan cara dipipet 50 µL suspensi ke dalam 4,95 mL
medium MHB. Suspensi tersebut diencerkan lagi dengan cara yang
sama hingga didapat suspensi dengan pengenceran 10-4, 10-6, 10-8, dan
10-10. Suspensi dengan pengenceran diinokulasikan sebanyak 100 µL
ke dalam medium MHA. Setelah itu diinkubasi selama 20 jam pada
suhu 37 0C. Koloni yang tumbuh dihitung.
Jumlah koloni suspensi
c. Pengenceran suspensi inokulum
Setelah diketahui jumlah koloni suspensi, dilanjutkan dengan
pengenceran suspensi inokulum untuk mendapatkan jumlah 105
CFU/mL.
Page 49
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.6.4 Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
1. Pengenceran Larutan Uji : sumur yang pertama diisi 100 µL medium
MHB 2, sumur 2-8 diisi 100 µL medium MHB 1. Pada sumur 1 diisi
100 µL larutan uji dengan konsentrasi 1024 µg/mL. Dihomogenkan
dengan menggunakan pipet mikro. Diambil sebanyak 100 µL dan
dimasukkan ke dalam sumur 2 dihomogenkan. Dilakukan hal yang
sama hingga sumur 8. Pada sumur 8 dibuang sebanyak 100 µL
campuran. Kemudian, masing-masing sumur ditambahkan 100 µL
inokulum bakteri uji.
2. Pengenceran Larutan kontrol positif : sumur yang pertama diisi 100 µL
medium MHB 2, sumur 2-8 diisi 100 µL medium MHB 1. Pada sumur
1 diisi 100 µL larutan kontrol positif dengan konsentrasi 512 µg/mL.
Dihomogenkan dengan menggunakan pipet mikro. Diambil sebanyak
100 µL dan dimasukkan ke dalam sumur 2 dihomogenkan. Dilakukan
hal yang sama hingga sumur 8. Pada sumur 8 dibuang sebanyak 100 µL
campuran. Kemudian, masing-masing sumur ditambahkan 100 µL
inokulum bakteri uji.
3. Sumur lain berisi 200 µL broth (kontrol media/kontrol sterilisasi).
4. Sumur lain berisi 100 µL broth dan 100 µL inokulum bakteri uji
kemudian dihomogenkan dengan pipet mikro (kontrol pertumbuhan).
5. Sumur lain berisi 100 µL broth, 100 µL pelarut (etanol 20 %),
dihomogenkan dengan pipet mikro dan dibuang sebanyak 100 µL
campuran. Kemudian ditambahkan 100 µL inokulum bakteri (kontrol
pelarut)
6. Microwellplate kemudian diikubasi selama 20 jam pada suhu 37 0C.
3.4.6.5 Penentuan Nilai KHM
Nilai KHM ditentukan dengan penambahan reagen warna INT
(IodoNitroTetrazolium) konsentrasi 4 mg/mL sebanyak 10 µL, didiamkan
selama 60 menit. Adanya aktivitas penghambatan ditunjukkan pada
konsentrasi dimana sumur masih mempertahankan kebeningannya.
Penentuan nilai KHM dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Page 50
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.7 Pengamatan Morfologi Jamur Endofit GKBt 2 pada medium
PDA (Potato Dextrose Agar)
Identifikasi jamur endofit GKBt 2 dilakukan secara morfologi
mengikuti metode Gandjar (2006) yaitu dengan melakukan pengamatan
makroskopis dan mikroskopis. Isolat jamur endofit GKBt 2 diinokulasikan
ke dalam cawan petri yang berisi media PDA dan diinkubasi pada suhu
kamar, pengamatan dilakukan pada hari ke 7 hingga hari ke 20. Pada hari
ke-20, kira-kira satu ose jamur diambil dan diletakkan diatas kaca objek,
diteteskan trypan blue kemudian ditutup dengan kaca penutup, dilakukan
pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 1000 x.
Page 51
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Skrining Bioproduksi Metabolit Sekunder
Secara keseluruhan, sampel isolat jamur endofit yang diisolasi dari
Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth.) berjumlah 23
isolat yang terdiri dari 6 isolat jamur endofit yang berasal dari akar, 7
isolat jamur endofit yang berasal dari biji, 6 isolat jamur endofit yang
berasal dari daun dan 4 isolat jamur endofit yang berasal dari batang
(Tabel 4.1). Seluruh isolat tersebut dikultivasi pada medium Potato
Dextrose Broth (PDB). Bobot masing-masing ekstrak etil asetat jamur
endofit dari tumbuhan Ginseng Kuning ditimbang untuk mengetahui
kemampuan masing-masing isolat jamur dalam memproduksi metabolit
sekunder. Berdasarkan data yang didapat, diketahui bahwa ekstrak etil
asetat dari isolat jamur endofit GKB 3 memiliki bobot ekstrak yang paling
besar yaitu 92,1 mg. Hal ini menunjukkan bahwa isolat jamur endofit
GKB 3 memiliki kemampuan terbesar dalam memproduksi metabolit
sekunder. Sedangkan ekstrak etil asetat dari isolat jamur endofit GKBt 2
memiliki bobot ekstrak yang paling kecil yaitu 11,2 mg. Hal ini
menunjukkan bahwa isolat jamur endofit GKBt 2 memiliki kemampuan
terkecil dalam memproduksi metabolit sekunder.
Tabel 4.1. Bobot 23 ekstrak etil asetat asetat isolat jamur endofit yang
diisolasi dari tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia elliptica Korth).
No Asal
Isolat
Nama
Jamur
Bobot
ekstrak
(mg)
No Asal
Isolat
Nama
Jamur
Bobot
Ekstrak
(mg)
1 Akar GKA 1/4 22,7 14 Daun GKD 2 25,9
2 GKA 2 33 15 GKD 3/4 52,5
3 GKA 3 27,9 16 GKD 5 28,3
4 GKA 5 44,7 17 GKD 6 81
5 GKA 6 21,6 18 GKD 7 77,8
6 GKA 7 47,1 19 GKD 8 31,7
Page 52
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
U
n
Untuk mengetahui profil bioproduksi metabolit sekunder dari
masing-masing ekstrak, maka dilakukan analisis dengan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen diklorometan : metanol
perbandingan 10:1 terhadap 23 ekstrak etil asetat jamur endofit. Pola
kromatogram yang terbentuk dimonitor dengan sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm, lalu disemprot dengan pereaksi penampak
noda Ce(SO4)2, hal ini bertujuan untuk memperjelas pengamatan
bioproduksi metabolit sekunder ekstrak secara umum (Gambar 4.1).
(a)
(b)
7 Biji GKB 1 33,7 20 Batang GKBt 1 64,1
8 GKB 2 48,6 21 GKBt 2 11,2
9 GKB 3 92,1 22 GKBt ¾ 21,4
10 GKB 4 26,8 23 GKBt 5/6 18,7
11 GKB 5 18,1
12 GKB 6 36
13 GKB 7 11,5
Page 53
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(c)
Gambar 4.1. Hasil Skrining Bioproduksi Metabolit Sekunder dari 23
ekstrak etil asetat jamur endofit yang diisolasi dari tumbuhan Ginseng
Kuning (Rennellia elliptica Korth) (a) Hasil monitor dengan sinar UV
pada panjang gelombang 254 nm (b) Hasil monitor dengan sinar UV pada
panjang gelombang 366 nm (c) Hasil Penyemprotan dengan pereaksi
penampak noda Ce(SO4)2.
4.2. Uji Aktivitas Antibakteri 23 Ekstrak Jamur Endofit
Pengujian aktivitas antibakteri pada penelitian ini, dilakukan
terhadap 23 ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 10 mg/mL sebanyak
10 µL melawan bakteri uji Staphylococcus aures dan Escherichia coli.
Uji aktivitas antibakteri dalam penelitian ini menggunakan metode
bioautografi. Bioautografi adalah suatu teknik untuk mendeteksi zat yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan organisme uji dalam campuran yang
kompleks dan matriks (Choma, 2005). Metode ini menggabungkan
penggunaan tehnik kromatografi lapis tipis dengan respons dari
Keterangan Gambar :
1 GKA1/4 6 GKA 7 11 GKB 5 16 GKD 5 21 GKBt 2
2 GKA 2 7 GKB 1 12 GKB 6 17 GKD 6 22 GKBt ¾
3 GKA 3 8 GKB 2 13 GKB 7 18 GKD 7 23 GKBt 5/6
4 GKA 5 9 GKB 3 14 GKD 2 19 GKD 8 PDB
5 GKA 6 10 GKB 4 15 GKD 3/4 20 GKBt 1 Aseton
Page 54
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi suatu sampel
yang memiliki aktivitas antibakteri (Kusumaningtyas, et al., 2008).
Aktivitas antibakteri positif ditunjukkan apabila terbentuk zona
hambat berwarna putih di sekitar ekstrak pada latar pelat KLT berwarna
merah setelah penyemprotan larutan IodoNitroTetrazolium (INT). Hal ini
disebabkan karena terjadinya reaksi enzimatik antara larutan INT dengan
bakteri, dimana INT yang awalnya tidak berwarna akan direduksi oleh
enzim dehidrogenase yang terdapat pada bakteri sehingga berubah menjadi
formazan yang berwarna merah. Hasil uji aktivitas antibakteri larutan
ekstrak etil asetat dari jamur endofit ginseng kuning dan kontrol positif/
kloramfenikol dengan menggunakan metode bioautografi ditunjukkan
pada Gambar 4.2. Sedangkan untuk mengetahui berapa besar kemampuan
antibakteri dari ekstrak maka dilakukan pengukuran diameter zona hambat
yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.
(a) (b)
Page 55
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(c) (d)
Gambar 4.2. Hasil Skrining Antibakteri dengan Metode Bioautografi (a)
Skrining antibakteri 23 ekstrak etil asetat jamur terhadap bakteri uji
Escherichia coli (b) Skrining antibakteri 23 ekstrak etil asetat jamur
terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus (c) Bioautografi kloramfenikol
/ kontrol (+) terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus (d) Bioautografi
kloramfenikol / kontrol (+) terhadap bakteri uji Escherichia coli.
Keterangan Gambar
1 GKA1/4 6 GKA 7 11 GKB 5 16 GKD 5 21 GKBt 2
2 GKA 2 7 GKB 1 12 GKB 6 17 GKD 6 22 GKBt ¾
3 GKA 3 8 GKB 2 13 GKB 7 18 GKD 7 23 GKBt 5/6
4 GKA 5 9 GKB 3 14 GKD 2 19 GKD 8 Aseton
5 GKA 6 10 GKB 4 15 GKD 3/4 20 GKBt 1 PDB
Tabel 4.2. Diameter Zona Hambat Hasil Uji Aktivitas Antibakteri
No Ekstrak Jamur
Endofit
Bakteri Uji
Staphylococcus
aureus
Escherichia coli
Diameter Hambat
(mm)
Diameter Hambat
(mm)
1 GKA ¼ - - - -
2 GKA 2 - - - -
3 GKA 3 - - - -
4 GKA 5 - - - -
Page 56
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 GKA 6 - - - -
6 GKA 7 + 7 mm + 7 mm
7 GKB 1 + 7 mm + 7 mm
8 GKB 2 - - - -
9 GKB 3 - - - -
10 GKB 4 + 8 mm + 8 mm
11 GKB 5 + 10 mm + 10 mm
12 GKB 6 - - - -
13 GKB 7 + 10 mm + 10 mm
14 GKD 2 - - - -
15 GKD ¾ - - - -
16 GKD 5 - - - -
17 GKD 6 - - - -
18 GKD 7 - - - -
19 GKD 8 - - - -
20 GKBt 1 - - - -
21 GKBt 2 + 20 mm + 18 mm
22 GKBt ¾ + 10 mm + 8 mm
23 GKBt 5/6 - - - -
24 Kloramfenikol + 25 & 32 mm + 28 & 33 mm
Ket : (-) Tidak ada aktivitas antibakteri ; (+) Ada aktivitas antibakteri
Dari hasil skrining menggunakan metode bioautografi, diketahui
bahwa ekstrak etil asetat jamur GKBt 2 memiliki aktivitas antibakteri yang
paling besar dibandingkan ekstrak yang lain dengan diameter zona hambat
20 mm pada bakteri S. aureus dan 18 mm terhadap bakteri E. coli. Oleh
itu, untuk mengetahui senyawa dengan nilai Rf (Retardation Factor)
mana saja yang aktif sebagai antibakteri, maka dilakukan bioautografi
elusi dimana ekstrak etil asetat dari GKBt 2 dielusi dengan konsentrasi
10 mg/mL, volume penotolan 10 µL dan menggunakan eluen
diklorometan : metanol (10:1). Hasil bioautografi elusi ditunjukkan pada
Gambar 4.3.
Page 57
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b) (c) (d)
Gambar 4.3. Hasil bioautografi elusi ekstrak etil asetat jamur GKBt 2
(a) Hasil monitor KLT ekstrak etil asetat GKBt 2 pada UV 254 nm
(b) Hasil monitor KLT ekstrak etil asetat GKBt 2 pada UV 366 nm
(c) KLT-Bioautografi ekstrak etil asetat GKBt 2 terhadap bakteri uji
Staphylococcus aureus
(d) KLT-Bioautografi ekstrak terhadap bakteri Escherichia coli.
Berdasarkan hasil bioautografi elusi terhadap bakteri uji
Staphylococcus aureus, diduga bahwa pada ekstrak etil asetat dari jamur
endofit GKBt 2, senyawa dengan nilai Rf 0-0,24 tidak aktif sebagai
antibakteri, karena tidak terbentuk zona hambat pada perlakuan uji
bioautografi antibakteri secara elusi. Sedangkan senyawa dengan nilai Rf
0,25-1 diduga memiliki aktivitas sebagai antibakteri karena tebentuk zona
hambat. Sedangkan, hasil bioautografi terhadap bakteri uji Escherichia
coli menunjukkan bahwa senyawa dengan nilai Rf 0,18-1 diduga memiliki
aktivitas sebagai antibakteri karena tebentuk zona hambat pada hasil
pengujian aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi.
4.3. Scaling Up Kultivasi Jamur Endofit GKBt 2 pada medium
PDB ( Potato Dextrose Broth)
Untuk memperbanyak hasil produksi metabolit sekunder dari
jamur endofit GKBt 2, maka dilakukan perbesaran skala kultivasi jamur
endofit GKBt 2 pada media. Media yang digunakan adalah sebanyak 5 L
Page 58
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
media Potato Dextrose Broth/PDB steril. Selain itu isolat juga
diinokulasikan kedalam media PDA miring dan disimpan sebagai stok
kultur.
Secara keseluruhan, semua erlenmeyer yang berisi media dan
inokulan diinkubasi dalam kondisi yang sama yaitu pada suhu kamar
dalam kondisi statis selama 3 minggu. Selama proses Scaling Up, terjadi
perubahan warna media dari kuning menjadi merah tua, hal ini
menunjukkan bahwa jamur GKBt 2 mampu tumbuh dan menghasilkan
metabolit sekunder pada media PDB tersebut.
4.4. Ekstraksi Kultur Jamur Endofit Hasil Scaling Up
Ekstraksi kultur jamur GKBt 2 dibagi menjadi dua, yaitu ekstraksi
media jamur dan biomassa jamur. Berat ekstrak etil asetat dari media
jamur GKBt 2 yang didapatkan, berwarna merah sebanyak 830 mg dari
total 5 L medium PDB. Proses pengekstrakan media dilakukan dengan etil
asetat. Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semipolar, dan umum
digunakan sebagai pelarut untuk mengekstraksi jamur endofit. Ekstrak etil
asetat GKBt 2 yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan diamati dibawah sinar UV 254 nm
dan 366 nm serta disemprot dengan pereaksi penampak noda Ce(SO4)2.
Pola KLT yang terbentuk dari hasil analisis KLT diberikan pada gambar
4.4.a
Dari hasil ekstraksi, berat ekstrak etil asetat dari biomassa jamur
endofit GKBt 2 sebanyak 1,77 g. Profil KLT dari ekstrak etil asetat
biomassa jamur endofit GKBt 2 dapat dilihat pada gambar 4.4.b.
Berdasarkan profil KLT dan tekstur ekstrak yang berminyak, diduga
terdapat banyak lemak dari ekstrak etil asetat biomassa jamur GKBt 2.
Oleh itu, dilakukan partisi dengan pelarut heksana dan metanol dengan
perbandingan 1:1, untuk memisahkan senyawa-senyawa yang bersifat non
polar dengan senyawa-senyawa yang bersifat polar. Profil KLT dengan
eluen diklorometan: metanol (10:1) dari hasil partisi dapat dilihat pada
gambar 4.4.c dan 4.4.d.
Page 59
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk mengetahui senyawa dengan nilai Rf (Retardation Factor)
mana saja yang aktif sebagai antibakteri pada hasil partisi, maka dilakukan
bioautografi elusi. Hasil bioautografi elusi ditunjukkan pada Gambar 4.4.e,
4.4.f, 4.4.g, dan 4.4.h
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)
Gambar 4.4. Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak scalling Up
media PDB
(a) Profil KLT ekstrak etil asetat media GKBt 2 setelah penyemprotan
serium sulfat
(b) Profil KLT Ekstrak etil asetat biomassa jamur endofit GKBt 2 setelah
penyemprotan reagen serium sulfat
(c) Profil KLT hasil partisi ekstrak etil asetat biomassa jamur endofit
GKBt2 dengan heksana
(d) Profil KLT hasil partisi ekstrak etil asetat biomassa jamur endofit
GKBt2 dengan metanol setelah penyemprotan reagen serium sulfat
(e) Hasil KLT bioautografi hasil partisi ekstrak etil asetat biomassa jamur
GKBt 2 fraksi metanol melawan bakteri S.aureus
(f) Hasil KLT bioautografi hasil partisi ekstrak etil asetat biomassa jamur
GKBt 2 fraksi Metanol melawan bakteri E.coli
(g) Hasil KLT bioautografi hasil partisi ekstrak etil asetat biomassa jamur
GKBt 2 fraksi Heksan melawan bakteri S.aureus
Page 60
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(h) Hasil KLT bioautografi hasil partisi ekstrak etil asetat biomassa jamur
GKBt 2 fraksi Heksan melawan bakteri E.coli.
Dari hasil bioautografi, diketahui bahwa aktivitas senyawa yang
memiliki aktivitas antibakteri pada ekstrak jamur partisi metanol lebih
besar dibandingkan dengan ekstrak jamur hasil partisi menggunakan
heksana. Diduga pada ekstrak jamur hasil partisi dengan metanol, senyawa
dengan nilai Rf 0,45-1 memiliki aktivitas sebagai antibakteri.
4.5. Fraksinasi Metabolit Ekstrak Etil Asetat Media GKBt 2
Ekstrak media GKBt 2 sebanyak 830 mg difraksinasi
menggunakan kolom sephadex LH-20 dengan larutan pengelusi alkohol
96 %. Hal ini bertujuan untuk memisahkan antara senyawa yang memiliki
bobot molekul tinggi dengan senyawa yang bobot molekulnya rendah.
Sephadex LH-20 merupakan gel yang umum digunakan dalam isolasi
bahan alam untuk senyawa yang bersifat non polar atau semi polar (Sarker,
et al., 2006). Dari fraksinasi menggunakan kolom sephadex LH-20
menghasilkan 15 fraksi dengan bobot masing-masing fraksi yaitu 205 mg
(F.1), 387 mg (F.2), 58,9 mg (F.3), 40,2 mg (F.4), 47 mg (F.5), 9,7 mg
(F.6), 21 mg (F.7), 4,1 mg (F.8), 1,5 mg (F.9), 2,2 (F.10), 22,2 mg (F.11),
1,8 mg (F.12), 1,2 mg (F.13), 0,6 mg (F.14), 15,2 mg (F.15).
Fraksi F.5 yang berjumlah 47 mg difraksinasi kembali
menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam silica gel (70-230
mesh) yang bertujuan untuk memisahkan senyawa dengan polaritas yang
berbeda. Eluen yang digunakan dipilih berdasarkan optimasi kondisi
kolom, dengan memilih perbandingan eluen yang memberikan nilai Rf
fraksi target sekitar 0,3 yaitu dimulai dari kloroform : metanol
perbandingan 10:1. Fraksi yang didapatkan sejumlah 10 fraksi dengan
bobot masing-masing fraksi yaitu 3,4 mg (F.5.1), 3,2 mg (F.5.2), 1,7 mg
(F.5.3), 2,9 mg (F.5.4), 4,7 mg (F.5.5), 3,5 mg (F.5.6), 0,3 mg (F.5.7), 9,8
mg (F.5.8), 7,3 mg (F.5.9), 10,5 mg (F.5.10). Hasil fraksinasi dapat dilihat
pada gambar 4.6
Page 61
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5.Hasil fraksinasi F.5 menggunakan kromatografi kolom
dengan Fase diam Silica gel 70-230 mesh.
Gambar 4.6. Noda bercak yang muncul pada pelat KLT preparatif setelah
dielusi dengan eluen koroform:metanol 7:1
Fraksi F.5.8 sebanyak 9,8 mg dilanjutkan dengan purifikasi
menggunakan kromatografi kolom preparatif. Sebelumnya, larutan fraksi
dilarutkan dalam aseton dengan konsentrasi 5 mg/mL dan dioptimasi
dengan eluen yang sesuai untuk mendapatkan kondisi optimum untuk
preparatif pada pelat KLT. Eluen yang digunakan adalah kloroform :
metanol dengan perbandingan 7:1. Hasil elusi dapat dilihat pada gambar
4.7
Noda bercak yang muncul dikerok dengan spatula logam diatas
kertas bersih, dibilas dengan aseton dan kemudian disaring. Filtrat
Page 62
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan dikeringkan dengan
gas nitrogen. Dari hasil preparatif, didapat dua fraksi masing-masing
F.5.8a yang berupa serbuk berwarna oranye dengan bobot 4,5 mg dan
F.5.8b yang berupa serbuk berwarna jingga-merah dengan bobot 5 mg.
Kedua fraksi dielusi dengan kloroform : metanol perbandingan 7:1,
Fraksi F.5.8.a memiliki nilai Rf sebesar 0, 41 sedangkan fraksi F.5.8.b
memiliki nilai Rf sebesar 0,24. Hasil ditunjukkan pada gambar 4.7.
Gambar 4.7. Hasil KLT preparatif fraksi F.5.8. a) Fraksi F.5.8.a
b) Fraksi F.5.8.b
Setelah didapatkan fraksi murni, maka dilakukan uji kemurnian
fraksi. Uji kemurnian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
KLT dua dimensi. KLT dua dimensi dilakukan dengan mengaplikasikan
satu sampel tunggal pada pelat KLT dan dielusi menggunakan dua proses
pengembangan. Pelat KLT awalnya dikembangkan dengan sistem
pengembang pertama, dibiarkan kering dan kemudian dilanjutkan elusi
dengan menggunakan sistem pengembang kedua (Cazes, 2004).
Hasil KLT 2 dimensi terhadap fraksi murni menggunakan eluen
Kloroform : Metanol (7:1) dan Kloroform : Metanol (5:1) ditunjukkan
pada gambar 4.8
Page 63
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b)
Gambar 4.8. Hasil KLT 2 dimensi fraksi murni. a) F.5.8.a b) F.5.8.b
4.6. Uji Aktivitas Antibakteri Hasil Purifikasi
Dari hasil fraksinasi, didapat dua fraksi murni yang dideteksi
dengan kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu fraksi F.5.8.a dan F.5.8.b.
Kedua fraksi dengan spot tunggal tersebut dilanjutkan dengan melakukan
penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dengan metode
mikrodilusi cair. Metode mikrodilusi cair ini merupakan adaptasi dari
metode makrodilusi. Hanya saja pada metode mikrodilusi cair, digunakan
pelat plastik microtiter wellplate sehingga memungkinkan penggunaan
pelarut dan sampel dalam jumlah yang kecil (Schwalbe, et al., 2007).
Sebagai kontrol positif digunakan antibiotik kloramfenikol dan
eritromisin. Kloramfenikol merupakan antibakteri spektrum luas yang
berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua bakteri gram positif dan
gram negatif (Hoan Tjay, et al., 2002) sedangkan eritromisin merupakan
antibiotik yang bersifat bakteriostatis terhadap bakteri terutama bakteri
gram positif (Hoan Tjay, et al., 2002). Data hasil uji KHM fraksi murni
melawan bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat
dilihat pada tabel 4.3
Page 64
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada uji KHM, Suspensi bakteri uji yang digunakan berisi koloni
bakteri sebanyak 105 CFU/mL, bakteri uji yang dipipet sebanyak 100 µL
kedalam masing-masing sumur yang berisi seri pengenceran larutan uji
dan media MHB. Inkubasi dilakukan selama 20 jam pada suhu 370C,
adanya aktivitas penghambatan antibakteri ditunjukkan pada sumur
dimana konsentrasi larutan uji masih mempertahankan kebeningannya
pada pengamatan visual. Untuk mempermudah pengamatan, maka
digunakan reagen IodoNitroTetrazolium (INT) yang akan tereduksi oleh
enzim dehidrogenase pada bakteri menjadi formazan sehingga akan terjadi
perubahan warna dari tak berwarna menjadi warna merah. Dari hasil uji
KHM, diketahui bahwa terjadinya aktivitas penghambatan antibakteri
Staphylococcus aureus dari fraksi F.5.8.a (256 µg/mL) dan F.5.8.b
(256 µg/mL). Pada uji KHM terhadap bakteri E.coli, diketahui F.5.8 a dan
F.5.8b menghambat pertumbuhan bakteri masing-masing pada konsentrasi
128 µg/mL. Bila dibandingkan dengan hasil uji terhadap larutan kontrol
positif, kloramfenikol mampu memberikan nilai KHM sebesar 4 µg/mL
terhadap S. aureus dan 8 µg/mL terhadap E.coli. Sedangkan eritromisin
memberikan nilai KHM sebesar ≤1 µg/mL terhadap S.aureus dan
64 µg/mL terhadap E. coli.
Pada uji KHM digunakan juga kontrol lain berupa GC (Growth
Control) yaitu kontrol pertumbuhan yang menunjukkan bahwa bakteri uji
dapat tumbuh pada kondisi atau perlakuan uji ditandai dengan larutan GC
terlihat keruh atau berwana merah setelah penambahan reagen INT yang
Tabel 4.3 Data Hasil Uji KHM terhadap bakteri S.aureus dan E.coli
No Larutan Uji Nilai KHM( µg/mL)
S.aureus E.coli
1 F.5.8a 256 128
2 F.5.8b 256 128
3 Eritromisin ≤1 64
4 Kloramfenikol 4 8
Page 65
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menandakan terjadinya pertumbuhan bakteri, SC (Sterility Control) yaitu
kontrol sterilitas yang berisi medium saja untuk menjamin bahwa medium
atau pelat microtiter yang digunakan steril dan tidak ditumbuhi bakteri,
ditandai dengan tidak keruhnya larutan SC sebagai tanda bahwa tidak ada
bakteri yang tumbuh dan SoC (Solvent Control/ kontrol pelarut) yang
berisi pelarut dan media yang menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan
tidak mempengaruhi konsentrasi hambat larutan uji terhadap bakteri
artinya larutan SoC terlihat keruh/berwarna merah setelah penambahan
reagen INT.
4.7 Pengamatan Morfologi Jamur Endofit GKBt 2 pada medium
PDA (Potato Dextrose Agar)
Identifikasi jamur GKBt 2 secara makroskopis dilakukan dengan
melihat karakter seperti warna dan permukaan koloni, ada tidaknya garis
radial serta ada tidaknya garis konsentris (Gandjar, 1999). Hasil
identifikasi jamur secara makroskopis yang diinokulasi pada medium PDA
pada hari ke-7 menunjukkan ciri dengan tekstur permukaan seperti kapas,
warna krem dengan bagian tengah berwarna hijau tua kecoklatan dan
bagian tepi rata, bagian tengah berwarna, miselia tumbuh cepat (fast
growing) dan memiliki garis radial dan konsentris sedangkan tampak
belakang terlihat koloni berwarna kuning kecoklatan dengan bagian tengah
berwarna coklat, memiliki garis radial dan konsentris (Gambar. 4.9 a dan
4.9.d). Terjadi perubahan warna koloni pada hari ke-7, ke-14 hingga ke-
20. Pada hari ke-14, warna pada tampak belakang koloni menjadi abu-abu
–hitam (Gambar 4.9.b dan 4.9.e) sedangkan pada hari ke-20 berwarna
hitam (Gambar 4.9.c dan 4.9.f).
Sedangkan identifikasi jamur GKBt 2 secara mikroskopis
dilakukan dengan melihat karakter hifa (berseptum atau tidak), hifa
berwarna, tidak berwarna atau gelap, spora seksual atau spora aseksual.
Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa hifa jamur
berseptat dan berwarna gelap (hitam keabu-abuan), spora aseksual
berbentuk sederhana seperti klamidospora interkalar (Gambar 4.9.h dan
Page 66
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.9.i). Diduga jamur GKBt 2 merupakan jamur yang berasal dari kelas
Hypomycetes family Dematiaceae. Hypomycetes merupakan fungi yang
hanya membentuk miselium dan tidak memiliki ascocarp (Gandjar, 2006).
Pada fungi kelas Hypomycetes umumnya memiliki miselia steril atau
dengan spora yang tidak diproduksi pada acervuli maupun pycnidia
(Vashsista,1992). Hifa kapang dematiaceae umumnya berwarna coklat,
kehijauan atau kehitaman, hitam kelam atau hitam keabuan (Gandjar,
1999).
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Page 67
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(g) (h) (i)
Gambar.4.9. Pengamatan Morfologi Jamur Endofit GKBt 2 pada medium
PDA (a) umur 7 hari / tampak depan (b) umur 14 hari/ tampak depan (c)
umur 20 hari/ tampak depan (d) umur 7 hari /tampak belakang e) umur 14
hari/ tampak belakang (f) umur 20 hari/ tampak belakang (g) Pengamatan
mikroskopik fungi Dematiaceae pada mikroskop cahaya perbesaran 600x
(Lestari, 2008) (h) dan (i) Pengamatan mikroskopik pada mikroskop
cahaya perbesaran 1000x.
Page 68
53 UIN Syarif Hdayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil skrining aktivitas antibakteri, terdapat ekstrak etil asetat dari isolat jamur
endofit yang memiliki aktivitas antibakteri paling besar yaitu ekstrak etil asetat
dari isolat jamur GKBt 2
2. Dari hasil fraksinasi dan pemurnian didapatkan dua fraksi murni yaitu fraksi
F.5.8a (4,5 mg) dan F.5.8b (5 mg)
3. Hasil uji KHM menunjukkan bahwa F.5.8a dan F.5.8b aktif melawan bakteri uji S.
aureus masing-masing sebesar 256 µg/mL sedangkan nilai KHM terhadap bakteri
uji E. coli masing-masing sebesar 128 µg/mL.
4. Dari hasil identifikasi, jamur GKBt 2 diduga merupakan jamur kelas Hypomycetes,
family Dematiacea.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap fraksinasi dan pemurnian
fraksi lain pada jamur endofit GKBt 2 yang memiliki aktivitas terhadap bakteri uji
yang lebih tinggi.
Page 69
54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mahbob, Noor, Z.M., Ismail, N.H., Lajiz, N.H., Shaari, K., 2010.
Evaluation of Antioxidant Potential of Medicinal Plants from
Malaysian Rubiaceae ( subfamily Rubioideae). African Journal of
Biotechnology. Vol 9, No.46, pp. 7948-7954.
Casez, 2004. Encyclopedia of Chromatography. USA : University of
Toronto and Marcel Dekker.Inc
Choma, I., 2005. The Use of Thin-Layer Chromatography with Direct
Bioautography for Antimicrobial Analysis. LCGC Europe, Vol 18,
Issue 9, Desember 2005. Diakses pada 5 Januari 2013 pada
http://www.chromatographyonline.com
Choma, I.M & Grzelak, E.M., 2010. Bioautographic detection in thin-layer
chromatography. Journal Of Chromatography A. Poland : Elsevier.
Day, R.A., A.L, Underwood. 2002. Analisis kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Gandjar, I.G., Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Gandjar, I., R., A., Samson, K. Van den Tweel-Vewmeulen, A.Oetari, I.,
Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia.
Gandjar, I., W. Sjamsudrizal, dan A. Oetari. 2006. Mikologi :Dasar dan
Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Hoan tjay, T., Rahardja, K., 2002. Obat-obat penting : khasiat,
penggunaan dan efek sampingnya.5th ed. Jakarta : PT Elex Media
Komutindo.
Ismail, NH., Alias, A., Osman, C.P. 2012. Alkaloids and Antraquinones
from Malaysian Flora, Phytochemicals - A Global Perspective of
Their Role in Nutrition and Health, Diakses di
www.intechopen.com pada 20 Februari 2013.
Jamal, Y., Praptiwi, Fathoni, A., Agusta, A., 2011. Bioproduksi
Flouroglusinol oleh Endofit Coelomicetes AFAS-AF3 yang
Page 70
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diisolasi dari Tumbuhan Archangelesia flava L.Merr. Berkas
Penelitian Hayati Vol. 16, hal 169-172.
Kusumaningtyas, E., Astuti, E., Darmono. 2008. Sensitivitas Metode
Bioautografi Kontak dan Agar Overlay dalam penentuan senyawa
anti kapang. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol.6, No.2, hal
75 – 79.
Labeda, D., P., 1990. Isolation biotechnologic Organisme From Nature.
New York : McGraw- Hill Publishing Company.
Lestari. I., D., 2008. “Kajian Awal Potensi Tumbuhan Indigeous dan
Keragaman Funginya untuk Revegetasi Lahan Bekas Tambang
Timah di Pulau Bangka”. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Liang, H., Xing, Y., Chen, J., Zhang, D., Guo, S., Wang, C. et al., 2012.
Antimicrobial activities of endophytic fungi isolated from
Ophiopogon japonicus (Liliaceae). BMC Complementary and
Alternative Medicine. Beijing.
Mardiastuti, Kurniawan, A., Kiranasari, A., Ikaningsih, Kadarsih, R.,
2007. Emerging Resistance Pathogen: Situasi Terkini di Asia,
Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah dan Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia, Vol.57, No.3.
Mycek, Mary, J., Harvey, R.A., Champe, P.,C., 2001. Farmakologi :
Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
Nithya, K. & Muthumary, J., 2011. Bioactive Metabolite Produced By
Phomopsis Sp, an Endophytic fungus in Allamanda cathartica
Linn. Recent Research in Science and Technology. Vol.3, No.3, p
44-48.
Osman, C.P., Ismail, N.H., Ahmad, R., Ahmat, N., Awang, K., Jaafar,
F.M., 2010. Anthraquinones with Antiplasmodial Activity from the
Roots of Rennellia elliptica Korth. (Rubiaceae). Molecules. Vol.
15, hal : 7218-7226;
Parija, C.,S., 2009. Textbook of Microbiology & Immunology. India : El
sevier.
Page 71
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pelczar, M.,J., & E.,C.,S., Chan .1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid I.
Penterjemah: R.S. Hadioetomo et al. Jakarta: UI Press.
Pratiwi, S.,T., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.
Prescott, L.M., JP, Harley, D.A. Klein. 2005. Microbiology, 6th Ed. New
York : McGraw-Hill Co Inc.
Sarker, D.S., Latif Zahid, Gray, I.A. 2006. Natural Product Isolation, 2nd
edition. New Jersey : Humana Press Inc.
Schwalbe, R., Steele-Moore, L., Goodwin, A.,C., 2007. Antimicrobial
Susceptibility testing Protocols. USA : CRC Press.
Setiabudy, R., 2007. Farmakologi Dan Terapi. Ed5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Species 2000 & ITIS Catalogue of Life. 2010. Indexing The World’s
Known Species. Diakses tanggal 5 januari 2013, di
http://www.catalogueoflife.org/annualchecklist/2010/details/specie
s/id/4088607
Strobel, G.A., Daisy, B., 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes
and Their Natural Products. Vol. 67, No. 4 p. 491–502. American
Society for Microbiology.
Suratman. 2008. The Indonesian Species of Rennellia Korth. (Rubiaceae).
Jurnal Biodiversitas. Vol 9, No. 4, hal 259 – 263.
Talaro, K.,P., 2005. Foundation in Microbiology, 5th ed. New York : Mc
Graw Hill Higher Education.
Valgas, C., de Souza, S.M., Smania, E.F., Smania, A. 2007. Screening
Methode To Determine Antibacterial Activity Of Natural Product.
Brazilian Journal of Microbiology. Vol 34, p 369-380.
Vashista, B.,R., 1992. Botany for Degree Student: Fungi. S.Chand and
Company.
Zhao, J., Mou, Y., Shan, T., Li, Y., Zhou, L., Wang, M., Wang, J., 2010.
Antimicrobial Metabolites from the Endophytic Fungus Pichia
guilliermondii Isolated from Paris polyphylla var. Yunnanensis.
Jurnal molekul, Vol 15.
Page 72
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Zhao, J., Zhou, L., Wang, T., Shan, T., Zhong, L., Liu1, X., dan Gao, X.,
2010. Endophytic fungi for producing bioactive compounds
originally from their host plants. Current research, Technology and
education Topics in applied Microbiology and Microbial
Biotechnology.
Zuhud, E. A.,M., 2009. Potensi Hutan Tropika Indonesia sebagai
Penyangga Bahan Obat Alam untuk Kesehatan Bangsa. Jurnal
Bahan Alam Indonesia. Vol. 6, No.6, hal : 227-232.
Page 73
58
Lampiran 1. Alur Penelitian
Ekstraksi hasil scalling Up Jamur endofit
Jamur diiidentifikasi
secara morfologi
Scalling Up kultivasi Jamur dengan aktivitas antibakteri paling
besar
Skrining aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi
Skrining produksi metabolit sekunder ekstrak
Ekstraksi hasil kultur jamur endofit
Masing-masing 23 isolat jamur endofit yang diisolasi dari akar, batang, daun dan biji Tumbuhan Ginseng Kuning (Rennellia
elliptica Korth)
Kultivasi pada medium PDB
Isolasi metabolit sekunder
F1 F2
F3 F4 F5
Fn
Fraksi murni dan aktif
Uji nilai MIC
Page 74
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Bagan Kerja Uji aktivitas antibakteri dengan metode bioautografi
Pelat KLT
Ditotolkan 10 μL pada pelat KLT ukuran 8 x 8 cm
Kons. Ekstrak 10 mg/mL dalam aseton
23 ekstrak etil asetat jamur endofit dari
Ginseng Kuning
Dicelupkan pada cawan petri steril yang berisi suspensi
bakteri uji
Terbentuk zona bening pada latar pelat KLT berwarna
merah (Aktivitas antibakteri (+) )
Diletakkan pada cawan petri yang telah diletakkan kapas steril basah
Inkubasi selama 20 jam pada suhu 37 0C
Disemprotkan INT 4 mg/mL ke permukaan pelat
Page 75
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Bagan Kerja Scaling Up dan Ekstraksi Hasil Scaling Up
Ekstraksi dengan etil asetat 3x
Dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator
Dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator
Evaporasi ekstrak dengan vacum rotary evaporator
Ekstrak pekat
Ekstak Heksana
Ekstrak pekat
Ekstak Metanol
Dilarutkan dengan 100 mL metanol partisi dengan 100 mL heksana 3 x
Ekstrak pekat
Ekstrak EtOAc
Fraksi air
Dipekatkan dengan vacum rotary evaporator
Ekstrak pekat
Media
Ekstraksi dg etil asetat 3 x
Ekstrak Ekstrak
Maserasi dengan aseton 3 x
Biomassa
Diinkubasi 3 minggu pada suhu kamar dengan kondisi statis
500 mL x 4 erlemeyer ukuran 2 L
200 mL x 15 erlenmeyer ukuran 500 mL
Diinokulasi pada media PDB didalam
erlenmeyer
Isolat GKBt 2 pada media PDA miring
Diinokulasi pada media PDA miring sebagai Stock Culture
Page 76
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Bagan Kerja Fraksinasi
F.5.8.b
5 mg
F.5.8.a
4,5 mg
Purifikasi menggunakan KLT preparatif dengan eluen Kloroform : Metanol 7:1
F.5.10
10,5 mg
F.5.9
7,3 mg
F.5.8
9,8 mg
F.5.7
0,3 mg
F.5.6
3,5 mg
F.5.5
4,7 mg
F.5.4
2,9 mg
F.5.3
1,7 mg
F.5..2
3,2 mg
F.5.1
3,4 mg
Fraksinasi menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam silica 70 – 230 mesh, menggunakan fase gerak kloroform : Metanol (10:1, 5:1, 0:1)
F.8
4,1mg
F.14
0,6mg
F.15
15,2mg
F.13
1,2mg
F.12
1,8mg
F.11
22,2mg
F.10
2,2mg
F.9
1,5 mg
F.7
21 mg
F.6
9,7mg
F.5
47 mg
F.4
40,2mg
F.3
58,9mg
F.2
387 mg
F.1
205 mg
Fraksinasi menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam Sephadex LH 20, menggunakan fase gerak Alkohol 96 %
Ekstrak media GKBt2 830 mg
Page 77
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Koloni Bakteri
1. Koloni bakteri S.aureus
Jumlah koloni suspensi
Jumlah koloni suspensi = 105x106 / 10-1
= 1,05 x 109
Diencerkan menjadi koloni 105 CFU/mL :
2. Koloni Bakteri E.coli
Jumlah koloni suspensi
Jumlah koloni suspensi = 65x108 / 10-1
= 6,5 x 1010
Diencerkan menjadi koloni 105 CFU/mL :
Page 78
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Skema Pengenceran Larutan Uji
Kemudian, ditambahkan inokulum bakteri uji kedalam larutan uji masing-masing sumuran 100 µL :
Page 79
64
Lampiran 7. Hasil Uji MIC
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g) (h)
a. Fraksi F.5.8.a terhadap S. aureus e. Fraksi F.5.8.a terhadap E. coli
b. Fraksi F.5.8.b terhadap S. aureus f . Fraksi F.5.8.b terhadap E. coli
c. Eritromisin terhadap S. aureus g. Kloramfenicol terhadap E.coli
d. Kloramfenikol S. aureus h. Eritromisin terhadap E. coli
SC = Sterility Control; GC = Growth Control ;SoC = Solvent Control.
Page 80
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Gambar hasil pewarnaan gram pada bakteri uji
(a) (b)
Gambar hasil pewarnaan gram pada pengamatan menggunakan mikroskop
cahaya,
a. Hasil pewarnaan gram pada bakteri gram positif / S.aureus (perbesaran
40x10)
b. Hasil pewarnaan gram pada bakteri gram negatif / E.coli (perbesaran
40x10x10)
Page 81
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Komposisi Media
1. Media Potato Dextrose Agar / PDA (DifcoTM)
Bahan Jumlah
Agar-agar 15 g
Seduhan kentang 4 g
Dekstrosa 20 g
Air 1 L
pH akhir 5,61± 0,2, suhu 250
C
Cara Pembuatan :
39 gram PDA disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar melarut
sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15 menit.
2. Media Potato Dextrose Broth /PDB (DifcoTM)
Bahan Jumlah
Pati kentang 4 g
Dekstrosa 20 g
Air 1 L
pH akhir 5,1± 0,2, suhu 250 C
Cara Pembuatan :
24 gram PDB disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar melarut
sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15 menit
Page 82
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Media Mueller Hinton Broth / MHB (Criterion)
Bahan Jumlah
Asam kasein hidrolisis 17,5 g
Ekstrak sapi 2 g
Pati 1 ,5 g
Air 1 L
pH akhir 7,4 ± 0,2, suhu 25 0C
Cara pembuatan:
21 gram MHB disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar melarut
sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15 menit.
4. Media Nutrient Agar /NA (DifcoTM)
Bahan Jumlah
Agar 15 g
Gelatin pepton 5 g
Ekstrak daging sapi 3 g
Air 1 L
pH akhir 7,4 ± 0,2 suhu 25 0C
Cara pembuatan:
23 gram NA disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar melarut
sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15 menit.
Page 83
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Media Mueller Hinton Agar /MHA (CriterionTM)
Bahan Jumlah
Asam Kasein Hidrolisat 17,5 g
Ekstrak Daging Sapi 2 g
Pati 1,5 g
Agar 17 g
Air 1 L
pH akhir 7,4 ± 0,2 suhu 25 0C
Cara pembuatan:
38 gram MHA disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar melarut
sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15 menit
6. Media Brain Heart Infussion/BHI ( BBLTM)
Bahan Jumlah
Brain Heart, Infusion from (solids) 6 g
Peptic Digest of Animal Tissue 6 g
Sodium Klorida 5 g
Dekstrosa 3 g
Pancreatic Digest of Gelatin 14,5g
Disodium fosfat 2,5
pH akhir 7,4 ± 0,2 suhu 25 0C
Cara pembuatan:
37 gram BHI disuspensikan dengan 1 liter aquadest, dipanaskan agar melarut
sempurna dan disterilkan menggunakan autoklaf 121o C selama 15 menit.
Page 84
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Gambar Alat-Alat yang Digunakan
Rotary evaporator Incubator
Shaker incubator UV Cabinet
Mikroskop cahaya
Laminar air flow Autoklave Oven
Timbangan digital