Top Banner
SKRINING GIZI Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Nutrition Care Process Oleh Zahra Maharani Latrobdiba 22030113120018 Rr. Annisa Ayuningtyas 22030113120038 Nur Rochmah 22030113120068 Fachri Ibnu Utomo 22030113120070 Reza Achmmad Maulana 22030113130096 JURUSAN ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
25

SKRINING GIZI

Jan 21, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SKRINING GIZI

SKRINING GIZIDisusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Nutrition Care

Process

Oleh

Zahra Maharani Latrobdiba 22030113120018

Rr. Annisa Ayuningtyas 22030113120038

Nur Rochmah 22030113120068

Fachri Ibnu Utomo 22030113120070

Reza Achmmad Maulana 22030113130096

JURUSAN ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Page 2: SKRINING GIZI

SEMARANG 2014

2

Page 3: SKRINING GIZI

SKRINING GIZI

Malnutrisi merupakan masalah pada pasien rawat inap

di rumah sakit tidak hanya di negara berkembang tetapi

juga negara maju.Malnutrisi masih menduduki angka

prevalensi yang cukup tinggi, dengan laporan dari

Australia dan penelitian Internasional, yaitu berkisar

40% di negara berkembang seperti di Indonesia, dari

beberapa studi yang dilakukan di Jakarta (1995 – 1999)

menunjukan bahwa 20% – 60% pasien rawat inap di Rumah

Sakit Umum dalam kondisi malnutrisi saat masuk

perawatan. Data lain juga menyebutkan bahwa sebanyak

69% dari pasien rawat inap cenderung menurun status

gizinya setelah dirawat di Rumah Sakit.Menurut Campos

dkk. (2003) malnutrisi yang terjadi di rumah

sakitmemberikan dampak pada pasien yang dirawat, antara

lain memperpanjang hari perawatan, meningkatkan

terjadinya komplikasi penyakit, seperti mengakibatkan

menurunnya fungsi otot, fungsi respirasi, fungsi

kekebalan tubuh (imunitas), dan gangguan penyembuhan

luka, serta meningkatkan peluang mortalitas.

Pada dasarnya, setiap individu sebelum memasuki

rumah sakit, telah memiliki risiko mengalami malnutrisi

(baik defisiensi maupun overnutrisi) yang belum

terlihat.Untuk mencegah terjadinya komplikasi dan

malnutrisi lebih lanjut, perlu dilakukan skrining

gizi.Skrining gizi adalah proses yang sederhana dan

Page 4: SKRINING GIZI

cepat untuk mengidentifikasi individu yang mengalami

kekurangan gizi atau yang berisiko terhadap permasalah

gizi. (Charney 2009, p.1) Skrining dapat dilakukanoleh

perawat, dokter maupun ahli gizi (RD). Dari pengertian

ini dapat diambil simpulan bahwa skrining gizi

bertujuan untuk menentukan seseorang beresiko

malnutrisi atau tidak, mengidentifikasi individu-

individu yang membutuhkan terapi gizi segera, mencegah

agar seseorang yang masih sehat tidak menderita masalah

gizi, dan menghindari komplikasi lebih lanjut jika

seseorang telah menderita masalah gizi.

Langkah pertama dalam proses skrining adalah

pengumpulan data primer yang diperoleh melalui alat

skrining, dengan cara mewawancarai pasien sesuai

pertanyaan yang ada pada alat skrining yang digunakan.

Kemudian, hasil dari wawancara tersebut diolah dan

disajikan dalam bentuk tabel. Proses skrining harus

berjalan efektif. Adapun proses skrining dikatakan

efektif jika memenuhi kriteria berikut ini :

1. Sederhana

Proses skrining tidak memerluan alat – alat yang

mahal ( modern), dan pertanyaanya tidak membuat

repot pasien.

2. Cepat dan efisien

Proses skrining dilakukan dalam waktu yang singkat,

agar pasien dapat mengetahui hasilnya cepat dan

2

Page 5: SKRINING GIZI

apakah pasien mmerlukan langkah assessment atau

tidak.

3. Resiko terhadap pasien rendah

Proses skrining tidak beresiko terhadap kondisi

kesehatan pasien, tidak memperburuk atau

memperparah sakitnya.

4. Memiliki nilai sensifitas, spesifitas, dan prediksi

negatif dan positif

Sensivitas adalah ukuran keakuratan tes yaitu

seberapa besar kemungkinan tes untuk mendeteksi

positif orang-orang yang memiliki resiko malnutrisi

5. Spesifitas adalah seberapa baik tes

mengidentifikasi negatif orang-orang yang tidak

memiliki resiko malnutrisi 

Nilai prediktif negatif adalah kemungkinan bahwa

orang dengan hasil tes negatif memang tidak memiliki

resiko malnutrisi.Semakin tinggi nilai prediksi negatif

(misalnya, 99 persen), semakin berguna untuk

memprediksi bahwa orang tidak memiliki resiko

malnutrisi.

Nilai prediktif positif (positive predictive value) adalah

kemungkinan bahwa orang dengan hasil tes positif benar-

benar beresiko malnutrisi.Semakin nilai prediksi tinggi

positif (misalnya, 90 persen), semakin berguna tes

tersebut untuk memprediksi bahwa seseorang beresiko

terhadap malnutrisi.

3

Page 6: SKRINING GIZI

Skrining gizi memiliki beberapa kriteria yang harus

dipenuhi, yaitu tinggi badan, berat badan, adanya

alergi makanan tertentu, diet, adanya kecenderungan

pasien untuk mual atau muntah, dan kemampuan pasien

dalam menelan dan mengunyah. (Charney 2009, p.2)

Skrining mempunyai banyak fungsi yaitu :

1. Untuk mengetahui serta mencegah perluasan penyakit

pada penderita penyakit akut.Jika seseorang yang

mempunyai penyakit akut,diabetes mellitus misalnya

maka proses skrining ini sangat bermanfaat untuk

mengatur pola diet serta tindakan medis yang

pastinya akan menghindari penggunaan gula berlebih

karena hal tersebut bisa memicu kenaikan

trigliserida serta meminimalisir tindakan atau

kejadian yang nantinya bisa mengakibatkan timbulnya

penyakit baru karena penanganan yang salah pada

penderita DM tersebut.

2. Sebagai bahan evaluasi dan parameter untuk

mengidentifikasi resiko penyakit lain.Hal ini

berguna agar seseorang yang mempunyai suatu

penyakit dapat dijaga kondisinya agar tidak timbul

penyakit lain yang muncul karena penyakit yang ia

miliki.

3. Skrining juga merupakan cara yang efektif untuk

mencegah terjadinya malnutrisi karena jika

seseorang rutin melakukan skrining maka ia dapat

4

Page 7: SKRINING GIZI

segera menyelesaikan suatu masalah kesehatan

(kekurangan asupan nutrisi) yang timbul pada

dirinya sedini mungkin sehingga tidak akan terjadi

malnutrisi

4. Skrining mendukung NCP karena sebelum seorang

pekerja medis member suatu tindakan pada pasien,

pasti selalu dilakukan proses skrining untuk

menentukan assessment yang akan diberikan kepada si

pasien.

Skrining merupakan suatu tindakan medis yang sangat

popular dan sudah diakui secara internasionl karena

direkomendasikan oleh berbagai badan kesehatan misalnya

Council of Europe dan UK Nutrition Action Plan.

Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan dalam

proses skrining, yaitu meliputi MUST, NRS, MNA, SNAQ,

MST, dan SGA. Alat Skrining harus memiliki derajat

validitas yang tinggi, maka harus mencakup semua

komponen yang berhubungan dengan masalah gizi yang akan

dihadapi, sehingga dapat didapatkan solusi dan terapi

yang paling tepat. Alat skrining juga harus praktis,

tidak berlebihan, dan harus terkait dengan langkah-

langkah khusus sebagai tindak lanjut dari hasil

skrining.Dari alat skriningbisa didapatkan tiga macam

hasil, yaitu pasien tidak berisiko malnutrisi, tetapi

harus dilakukan skrining ulang setelah jangka waktu

tertentu, pasien berisiko malnutrisi, sehingga

5

Page 8: SKRINING GIZI

dibutuhkan rencana terapi gizi untuk mengatasinya,

pasien berisiko malnutrisi, namun memiliki masalah

fisiologis yang menyebabkan terapi gizi tidak bisa

diberikan.

Tujuan utama dari alat-alat skrining ini adalah

untuk melihat apakah gizi rendah dapat terjadi atau

malah menjadi lebih buruk pada pasien untuk saat ini

dan ke depannya.

Ada beberapa prinsip dalam alat skrining, yang jika

dirumuskan dalam bentuk kalimat Tanya berupa

1. Apa kondisinya sekarang?

Tinggi badan dan berat badan dapat menentukan

pengukuran IMT (indeks Masa Tubuh). Range normal

adalah pada IMT 20-25. Obesitas adalah pada IMT >

30. Underweight adalah pada range <18,5. Pada

kondisi-kondisi tertentu, terutama pada orang yang

sakit dan tidak dapat diukur berat badan dan tinggi

badannya, maka dapat dilakukan pengukuran lingkar

lengan atas.

2. Apakah kondisinya stabil?

Penurunan berat badan dapat dilihat dari histori

pasien, atau lebih baik, dari pengukuran yang telah

tercatat di catatan medis. Penurunan berat badan

yang signifikan lebih dari 5% selama tiga bulan

dapat menjadi indicator terjadinya malnutrisi.

6

Page 9: SKRINING GIZI

3. Apakah kondisinya akan menjadi lebih buruk di masa

yang akan datang?

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menanyakan

apakah terjadi penurunan asupan gizi sejak

dilakukan screening, dan apabila memang terjadi,

maka seberapa besar dan seberapa lama terjadinya.

Pengukuran ini dapat diketahui dengan membuat

catatan makanan atau melihat asupan gizi pasien di

rumah sakit. Apabila ditemukan bahwa kebutuhan

normal pasien, maka sangat mungkin terjadi

penurunan berat badan

4. Apakah penyakit yang dideritanya akan mempercepat

penurunan asupan gizi?

Pada pasien yang menderita penyakit yang berat,

dapat terjadi peningkatan kebutuhan asupan gizi

karena terjadi stress metabolisme dan penurunan

nafsu makan. Ini menyebabkan status gizi bertambah

lebih buruk

Berikut adalah beberapa alat skrining gizi:

1. MUST (Malnutrition Universal Skrining Tool)

MUST adalah alat skrining yang bertujuan untuk

mengetahui apakah seseorang malnutrisi atau berisiko

untuk malnutrisi. (Anthony 2014, p.374) Alat ini bisa

digunakan untuk memprediksi lama seseorang dirawat di

rumah sakit, dan dalam penerapannya di masyarakat, bisa

7

Page 10: SKRINING GIZI

digunakan untuk memperkirakan seberapa sering anggota

masyarakat berobat ke rumah sakit ataupun klinik.

MUST menggunakan 3 kriteria dalam penggunaannya,

yang tiap-tiap kriteria akan diberi skor tergantung

pada standar yang telah ditetapkan:

IMT : berdasarkan standar internasional yang telah

disepakati

Penurunan berat badan : berdasarkan batas kira-

kira antara perubahan berat badan yang dianggap normal

dan abnormal

Efek penyakit akut : pemberian skor 2 apabila

penyakit yang diderita mengganggu asupan gizi selama

lebih dari lima hari

Setiap kriteria memiliki skor dan skor-skor

tersebut akan dijumlah. Jumlah skor inilah yang dipakai

untuk melihat apakah orang tersebut berisiko untuk

malnutrisi atau tidak.Jika jumlah skor adalah nol, maka

orang tersebut risiko malnutirisinya adalah rendah.Jika

jumlah skor adalah satu, maka orang tersebut risiko

malnutrisinya adalah sedang.Jika jumlah skor adalah

dua, maka orang tersebut risiko malnutrisinya adalah

tinggi.

Dengan mengetahui status malnutrisi seseorang, maka

kita bisa memutuskan tindakan selanjutnya. Untuk orang

dengan risiko malnutrisi rendah, biasanya akan diminta

melakukan skrining ulang setelah jangka waktu tertentu,

8

Page 11: SKRINING GIZI

untuk melihat apakah risiko malnnutrisi tersebut tetap

rendah atau justru mengalami kenaikan. Untuk orang

dengan risiko malnutrisi sedang, akan dilakukan

observasi. Orang tersebut akan berada di bawah

pengawasan untuk mencegah terjadinya peningkatan risiko

malnutrisi tersebut. Sedangkan apabila risiko

malnutrisinya tinggi, maka harus segera diberikan

terapi gizi sebelum malnutrisi tersebut akan

memperparah kondisi dan penyakit pasien.

2. NRS 2002 (Nutritional Risk Skrining)

NRS-2002 dikembangkan pada tahun 2002 oleh Kondrup

dkk dan ESPEN (European Society of Parenteral and

9

Page 12: SKRINING GIZI

Enteral Nutrition). Pada saat itu, kedua tim tersebut

bertujuan untuk mengembangkan system skrining yang

menggunakan analisis retrospektif, dengan menggunakan

subjek-subjek percobaan yang dikondisikan/diatur, serta

melihat dari karakteristik gizi dan manifestasi klinis

pada subjek-subjek tersebut. Alat skrining ini

dikembangkan dengan asumsi bahwa kebutuhan terhadap

pengobatan gizi ditandai oleh tingkat keparahan

malnutrisi dan tingkat peningkatan akan asupan gizi

yang terjadi karena penyakit yang diderita tersebut.

(Kondrup 2003, p.3)

NRS-2002 biasa digunakan pada orang-orang yang

menjadi pasien dirawat di rumah sakit.

NRS meliputi dua hal dalam penerapannya, yaitu

Pengukuran kemungkinan gizi kurang

Pengukuran tingkat keparahan penyakit (disease

severity)

Kriteria dalam penggunaan NRS-2002 adalah sebagai

berikut.

Penurunan berat badan >5% dalam 3 bulan

Penurunan nilai BMI

Penurunan asupan gizi baru-baru ini

Tingkat keparahan penyakit

Ada 2 skor yang dihitung yaitu

Kondisi status gizi

10

Page 13: SKRINING GIZI

Keparahan penyakit

Kedua skor tersebut dijumlah menjadi skor akhir,

dan apabila hasil skor yang didapat adalah ≥3, maka

angka tersebut menunjukkan bahwa pasien membutuhkan

terapi gizi segera. Petunjuk pada alat ini menyatakan

bahwa rencana asuhan gizi dibutuhkan pada semua pasien

yang malnutrisi berat (skor 3 untuk status gizi)

dan/atau sakit parah (skor 3 untuk tingkat keparahan

penyakit) atau malnutrisi sedang dan sakit ringan

(total skor 3 [2+1]) atau malnutrisi ringan dan sakit

sedang (total skor 3 [1+2]). (Anthony 2014, p.377)

NRS-2002 memiliki kelebihan bahwa penilaiannya

tidak tergantung pada IMT, cukup menggunakan perubahan

berat badan juga bisa.Namun kelemahannya, NRS-2002

hanya bisa mengetahui siapa yang mendapatkan manfaat

dari intervensi gizi, tetapi tidak bisa mengelompokkan

risiko malnutrisinya menjadi berat, sedang, ringan.

Berikut adalah gambar form Nutritional Risk

Screening 2002 (berdasarkan ESPEN guideline)

11

Page 14: SKRINING GIZI

3. MNA (Mini Nutritional Assessment)

MNA dipakai untuk memeriksa status gizi sebagai

bagian dari pemeriksaan standar untuk lansia di klinik,

panti wreda, dan rumah sakit.(Anthony 2014, p.378) MNA

terdiri dari 2 bagian:

Short form (MNA-SF)

MNA-SF dikembangkan agar proses skrining dapat

dilakukan dengan mudah pada populasi masyarakat dengan

risiko malnutrisinya rendah. MNA-SF merupakan bentuk

sederhana dari MNA yang form lengkap agar dapat

dilakukan dalam waktu singkat. Walau begitu, MNA-SF

tetap memiliki validitas dan akurasi yang sama dengan

Full MNA. MNA-SF terdiri dari enam pertanyaan dari Full

MNA yang paling erat berkaitan.

12

Page 15: SKRINING GIZI

MNA-SF memiliki skor maksimum 14, dengan kriteria

penilaian sebagai berikut:

≥12 = gizi baik

≤11 = malnutrisi

Full MNA

Full MNA terdiri dari delapan belas pertanyaan,

yang terbagi dalam empat bagian yaitu: Antropometri

(IMT, penurunan berat badan, lingkar lengan dan betis),

General Assessment (gaya hidup, pengobatan, mobilitas,

dementia dan depresi), Dietary Assessment (jumlah

makan, asupan makanan dan minuman, cara pemberian

makan), dan Subjective Assessment (persepsi diri

sendiri terhadap gizi dan kesehatan).

13

Page 16: SKRINING GIZI

Full MNA memiliki skor maksimal 30, dengan kriteria

penilaian sebagai berikut.

≥24 = gizi baik

17-23,5 = berisiko untuk malnutrisi

<17 = malnutrisi

Berikut adalah contoh form Mini Nutritional

Assessment

14

Page 17: SKRINING GIZI

15

Page 18: SKRINING GIZI

4. SNAQ (Short Nutritional Assessment Questionnaire)

SNAQ adalah alat skrining yang menggunakan 3

pertanyaan dengan nilai prediksi tertinggi atas status

gizi, yaitu:

Apakah terjadi penurunan berat badan yang bukan

disengaja?

Apakah ada penurunan selera makan selama 1 bulan

terakhir?

Apakah ada penggunaaan suplemen atau tube-feeding

selama 1 bulan terakhir?

SNAQ bertujuan untuk mendeteksi pasien dengan

malnutrisi sedang sampai parah.Klasifikasi status gizi

malnutrisi dalam SNAQ adalah sebagai berikut.

Gizi baik: <2

Gizi agak kurang: ≥2 tetapi <3

Malnutrisi parah ≥3

Dari hasil skrining menggunakan alat ini, dapat

dilakukan intervensi berupa pemberian makanan tinggi

energy dan protein, serta makanan di antara makan besar

untuk pasien dengan status gizi kurang dan rendah.

(Anthony 2014, p.380) Kelebihan SNAQ adalah dia cepat

dan mudah digunakan serta mudah divalidasi.

Berikut adalah contoh form SNAQ

16

Page 19: SKRINING GIZI

17

Page 20: SKRINING GIZI

5. MST (Malnutrition Skrining Tool)

MST merupakan alat skrining berupa 3 pertanyaan.

Kelebihan alat ini adalah skrining dapat dilakukan

dalam waktu singkat, non-invasive, menggunakan data

yang tersedia sehari-hari, dan dapat dilakukan oleh

siapa saja namun hasilnya tetap valid.(Anthony 2014,

p.381)

Skor maksimum dari MST adalah 7, dengan nilai 2

berarti pasien berisiko malnutrisi, sedangkan untuk

skor 0-1 menunjukkan pasien tidak berisiko untuk

malnutrisi. Skor menunjukkan tingkat prioritas

penanganan, sehingga semakin tinggi skornya menandakan

pasien harus segera diberikan terapi asuhan gizi.

18

Page 21: SKRINING GIZI

19

Page 22: SKRINING GIZI

6. SGA (Subjective Global Assessment)

SGA bertujuan untuk memeriksa status gizi

berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik.

Penilaian berdasarkan 5 kriteria dari riwayat pasien

(perubahan berat badan, perubahan asupan gizi, gejala

gastrointestinal, kemampuan fungsional, penyakit dan

kaitannya dengan kebutuhan gizi) dan 5 kriteria dari

pemeriksaan fisik (hilangnya lemak subkutan di daerah

tricep, muscle wasting, edema di pergelangan kaki, edema

di daerah pinggul, dan ascites).(Anthony 2014, p.381)

Pada SGA tidak memiliki kriteria penilaian yang

baku, dan sifatnya subjektif dengan penekanan pada

penurunan berat badan, asupan gizi yang kurang,

hilangnya jaringan subkutan, muscle wasting.

Penggolongan pada SGA terbagi menjadi:

Gizi baik

Gizi agak kurang/Berisiko malnutrisi

Malnutrisi berat

Rencana intervensi yang diberikan tidak tergantung

pada skor yang didapat.SGA dikenal sebagai Gold

Standard dari skrining gizi, karena dalam penilaiannya

selain memperhitungkan aspek fisik, tetapi juga melihat

riwayat pasien.

20

Page 23: SKRINING GIZI

21

Page 24: SKRINING GIZI

7. Skrining Gizi Baru (SGB)

Skrining Gizi Baru adalah alat skrining gizi yang

dikembangkan oleh dosen Universitas Gadjah Mada. Saat

ini sedang dalam proses pengembangan.

8.

22

Page 25: SKRINING GIZI

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, P.S., 2014. Nutrition screening tools for hospitalized patients. Nutrition in clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition, 23(4), pp.373–82. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18682588 [Accessed March 20, 2014].

Charney, P., 2009. ADA Pocket Guide to Nutrition Assessment, American Dietetic Associati. Available at: http://books.google.com/books?id=gP2Bc7XKLxoC&pgis=1 [Accessed March 31, 2014].

Kondrup, J., 2003. ESPEN Guidelines for Nutrition Screening 2002. Clinical Nutrition, 22(4), pp.415–421. Available at: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0261561403000980 [Accessed March 20, 2014].

Mahan, dan Escott-Stump.2008.Krause’s Food andNutrition Therapy Edisi 12, Chapter 14. Elsevier’sHealth Sciences Right Department: Canada.halaman:388).

Reilly, H.M. 1996. Proceedings of the Nutrition Society.Cambridge. Halaman:842).

23