-
43
Empat
Sketsa Desa Mbatakapidu
Dimanakah Letak Desa Mbatakapidu? Desa Mbatakapidu merupakan
desa yang terletak tidak jauh
dari Kota Waingapu (ibu kota Kabupaten Sumba Timur). Berdiri
sejak tanggal 20 Juli 1963 melalui SK Gubernur NTT
No.66/I/32/1963.
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014.
Gambar 6. Ruas Jalan Menuju Kantor Desa (Arah Kampung Maringu
Lambi).
Untuk menjangkaunya tidak sulit (khususnya ke ibu kota
pemerintahan desa) karena hanya berjarak + 15 kilometer dari Kota
Waingapu ke pusat desa atau bisa ditempuh dalam waktu 15 – 20 menit
perjalanan dengan kendaraan roda 2 atau roda 4. Tidak tersedia
angkutan umum atau niaga yang melakukan pelayanan secara reguler.
Oleh karena itu, transportasi utama masyarakat mengandalkan
pada
-
44
kendaraan pribadi yang umumnya adalah ojek1. Sebagian besar
jalan menuju ibu kota desa masih merupakan jalan yang dilapisi
sirtu sehingga rentan terhadap kerusakan ketika memasuki musim
hujan.
Desa ini merupakan bagian dari wilayah kecamatan Kota Waingapu
dengan luas wilayah 28,2 km2. Secara administrasi pemerintahan
desa, Mabatakapidu terbagi ke dalam 5 wilayah dusun, 12 RW dan 24
RT dengan jumlah penduduk desa mencapai 1.682 jiwa dengan tingkat
kepadatan penduduk yang hanya mencapai 61 jiwa/km2 dan terdiri dari
358 rumah tangga dengan rata-rata 5 jiwa per rumah tangga.3
Desa Mbatakapidu secara administratif berbatasan dengan (1)
kelurahan Kambajawa (utara); (2) kelurahan Wangga, kelurahan
Lambanapu dan desa Kiritana (timur); (3) desa Lukukamaru (selatan)
dan (4) desa Pambotanjara (barat).
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012.
Gambar 7. Peta Desa Mbatakapidu
1 Orang yang menggunakan motor sebagai moda transportasi untuk
memobilisasi penumpang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya.
Tindakan ini biasanya menimbulkan pendapatan bagi si pemberi jasa
dan pengeluaran bagi yang menggunakan jasa tersebut. 2 Sumba Timur
dalam angka (2012) 3 Lihat: Stepanus Makambombu (2013) dan Huruta.,
et al (2011)
-
45
Kondisi alam desa Mbatakapidu didominasi oleh wilayah perbukitan
dan lembah yang pemandangan alam savana-nya nampak sangat hijau
ketika musim hujan, tetapi pemandangannya akan sangat terkesan
paradoks ketika memasuki musim kemarau, di mana padang rumput
tersebut akan berubah menjadi warna kecoklatan karena
kekeringan.
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 8. Mbatakapidu saat musim kemarau
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013.
Gambar 9. Mbatakapidu saat musim penghujan
-
46
Sementara itu, pada umumnya lembah-lembah ini menjadi
konsentrasi permukiman penduduk dan sekaligus menjadi lahan
pertanian masyarakat. Sebagian besar penduduknya bermukim di
lembah-lembah ini yang merupakan DAS. Saat ini kurang lebih ada
sekitar 5 aliran sungai (Wai Lingang, Tana Udang, Lai Nyali, Kalihi
dan Maringu Lambi) yang melintasi desa Mbatakapidu. Kondisi seperti
ini sangat memungkinkan untuk mengerjakan lahan pertanian di
sepanjang DAS sepanjang tahun. Saat musim kemarau maka pemerintah
daerah kabupaten Sumba Timur melaui instansi yang terkait telah
memberikan bantuan motor air kepada desa Mbatakapidu dan langsung
dibagi kepada masyarakat yang tergabung poktan untuk mengairi lahan
pertanian yang berada di sepanjang DAS.
Penggunaan Lahan Lahan di desa Mbatakapidu dimanfaatkan oleh
masyarakat
dengan menjadikannya sebagai kebun, padang penggembalaan, sawah,
tegal, namun demikian masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan
secara maksimal oleh masyarakat. Berikut ini akan disajikan
gambaran mengenai tata guna lahan desa seperti yang termuat dalam
tabel 1.
Tabel 1. Tata Guna Lahan Desa
Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Pekarangan/Kebun 13,15
4,00 Padang Penggembalaan 13,93 4,24
Sawah -Irigasi 7,50 2,28 -Tadah Hujan - - Sedang tidak
diusahakan 58,39 17,78 Tegal/Ladang 235,50 71,70 Total 328,47
100,00 Sumber: Data Sekunder, 2012
Orang Mbatakapidu memanfaatkan sebagian besar lahan sebagai
ladang karena dapat digunakan sebagai sentra pengembangan
tanaman
-
47
pangan lokal seperti jagung, sorgum, jewawut, keladi, ketela
pohon, ubi jalar dan sebagainya.
Kondisi Demografis Keadaan demografis di desa Mbatakapidu
meliputi jumlah
penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut
pendidikan, jumlah penduduk menurut mata pencaharian dan lapangan
pekerjaan umum, jumlah penduduk menurut kepercayaan, jumlah
penduduk menurut kelompok umur dan jumlah kepala keluarga.
Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Penduduk merupakan subyek sekaligus obyek di dalam pembangunan.
Adapun variasi penduduk menurut jenis kelamin seperti yang
tergambar dalam tabel 2.
Tabel 2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Laki-laki (L)
Perempuan (P)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
863 819 1.682 Sumber: Data sekunder, 2012
Hal yang menarik di desa Mbatakapidu yaitu terkadang kaum
perempuan menggantikan peran laki-laki seperti mengumpulkan batu
karang untuk dijual, membakar arang yang sangat beresiko dan
sebagainya. Di sini menunjukkan bahwa peran perempuan dalam
men-secure rumah tangga sangat tinggi dan sekaligus sebagai upaya
aktualisasi diri dari kaum perempuan.
Penduduk Menurut Pendidikan
Sumberdaya manusia merupakan salah satu indikator pendukung
dalam pembangunan. Artinya semakin baik sumberdaya manusia yang
-
48
dipersiapkan maka semakin baik pula usaha untuk melakukan
pembangunan di segala bidang sesuai dengan spesialisasinya
masing-masing. Sumberdaya manusia yang berkualitas tidak terlepas
dari tingkat pendidikan yang dianutnya. Berikut akan disajikan
gambaran tingkat pendidikan orang Mbatakapidu seperti yang
dirangkum dalam tabel 3.
Tabel 3. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Tingkat Pendidikan Jumlah Orang Persentase (%) Tidak
sekolah/tidak tamat SD 233 36,18 Tamat SD 186 28,88 Tamat
SMP/Sederajat 50 7,76 Tamat SMA/SMK/Sederajat 113 17,54 D-1 13 2,02
D2/SM 20 3,11 D3 8 1,24 S-1 20 3,11 S-2 1 0,16 Total 644 100,00
Sumber: Data sekunder, 2012
Sebagian besar masyarakat desa Mbatakapidu memiliki tingkat
pendidikan yang rendah, Hal ini bukan karena disebabkan oleh
kurangnya kesadaran untuk mengenyam pendidikan, melainkan karena
sulitnya akses masyarakat desa untuk mengakses pendidikan secara
turun-temurun. Jika memang pendidikan hanya untuk orang tertentu
maka mengemuka sebuah pertanyaan pembangunan sejatinya untuk
siapa?
Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan Umum dan Utama
Lapangan pekerjaan umum merupakan gambaran variasi pekerjaan
yang digeluti oleh seluruh masyarakat yang tergolong dalam kriteria
penduduk usia kerja. Berikut akan disajikan gambaran lapangan
pekerjaan umum seperti yag dirangkum dalam tabel 4.
-
49
Tabel 4. Penduduk Desa Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan
Pekerjaan Umum
Lapangan Pekerjaan Umum Jumlah Orang Persentase (%)
Petani/Nelayan/Peternak 429 65,10 PNS 72 10,93
Pengusaha/pengrajin 150 22,76 Buruh - - Karyawan pengusaha swasta 8
1,21 Total 659 100,00 Sumber: Data sekunder, 2012
Sebagian penduduk berprofesi sebagai petani atau peternak
tradisional karena mata pencaharian ini merupakan usaha yang telah
dilakukan secara turun temurun oleh orang Mbatakapidu, serta usaha
kerajinan seperti menganyam tikar, gedek dan sebagai merupakan
usaha produktif yang dilakukan oleh orang Mbatakapidu untuk
menopang ekonomi rumah tangga.
Selain lapangan pekerjaan umum, juga terdapat lapangan pekerjaan
utama yang dipotret dari 2 sektor utama seperti pertanian dan
perdagangan. Berikut akan disajikan gambaran lapangan pekerjaan
utama seperti dirangkum dalam tabel 5.
Tabel 5. Penduduk Desa Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama
Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah Orang Persentase (%) Pertanian
429 99,54 Perdagangan 2 0,46 Total 431 100,00 Sumber: Data
sekunder, 2012
Sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan utama yang paling
banyak digeluti oleh orang Mbatakapidu dan merupakan leading sector
bagi desa Mbatakapidu, sehingga sektor ini perlu mendapatkan
perhatian yang sangat besar dari pemerintah desa, kabupaten, dan
kecamatan.
-
50
Penduduk Menurut Kepercayaan
Kepercayaan merupakan keyakinan yang dianut oleh masyarakat
sebagai suatu sarana untuk mendekatkan diri pada sang pencipta.
Berikut akan disajikan gambaran penduduk menurut kepercayaan yang
dianut seperti yang dirangkum dalam tabel 6.
Tabel 6. Penduduk Menurut Kepercayaan
Agama Jumlah Orang Persentase (%) Kristen 1.068 63,50 Katolik 7
0,41 Islam 13 0,77 Marapu 594 35,32 Total 1.682 100,00 Sumber: Data
sekunder, 2012
Eksistensi dari kepercayaan lokal masih sangat kental di desa
Mbatakapidu. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan ternyata
antara agama-agama tersebut memiliki toleransi yang sangat tinggi
satu sama lain. Contoh: saat paskah maupun natal maka pemeluk
kepercayaan lokal akan diundang oleh pihak gereja dan sekaligus
mendapatkan bingkisan dari pihak gereja, sedangkan saat pemeluk
kepercayaan lokal mengadakan ritus maka pihak gereja akan diundang
dan akan disambut dengan menggunakan adat.
Penduduk Menurut Kelompok Umur
Kelompok penduduk menurut umur merupakan gambaran untuk menilai
jumlah penduduk yang tergolong dalam kriteria penduduk usia kerja
dan bukan penduduk usia kerja. Berikut akan disajikan gambaran
penduduk menurut kelompok umur seperti dirangkum dalam tabel 7.
-
51
Tabel 7. Penduduk Menurut Kelompok Umur
Kelompok Umur Jumlah (Orang) Persentase (%) < 15 tahun 553
32,88 15-64 tahun 1.060 63,02 ≥ 64 tahun 69 4,10 Total 1.682 100,00
Sumber: Data Sekunder, 2012
Sebagian besar penduduk desa Mbatakapidu didominasi oleh PUK.
Kelompok penduduk inilah yang paling banyak tersebar di sektor
pertanian dan sebagai pengrajin tradisional.
Kepala Keluarga
Dalam sebuah rumah tangga tentu terdapat satu atau lebih kepala
keluarga yang berperan sebagai pencari nafkah (bread winner).
Berikut akan disajikan gambaran jumlah kepala keluarga seperti
dirangkum dalam tabel 8.
Tabel 8. Kepala Keluarga
Jumlah KK Jumlah Penduduk (%) 358 1.682 21,28
Sumber: Data sekunder, 2012
Hal unik yang terjadi di desa Mbatakapidu bahwa dalam satu rumah
tangga terdapat tiga sampai lima kepala keluarga. Hal ini yang
membuat tingkat ketergantungan terhadap orang tua masih sangat
tinggi karena mereka belum bisa mandiri.
Prasarana Sosial dan Ekonomi Prasarana sosial dan ekonomi di
desa Mbatakapidu meliputi
prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
-
52
Prasarana Pendidikan
Dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang handal lewat dunia
pendidikan tentu harus ditunjang dengan infrastruktur pendidikan
yang memadai. Berikut akan disajikan gambaran prasarana pendidikan
seperti dirangkum dalam tabel 9.
Tabel 9. Prasarana Pendidikan
Sekolah Jumlah (unit/buah) Persentase (%) TK 1 25 SD 3 75 Total
4 100 Sumber: Data sekunder, 2012
Peningkatan kualitas dan jumlah prasarana pendidikan merupakan
hal yang terus menjadi pergumulan orang Mbatakapidu. Lembaga
pendidikan menjadi salah satu tolak ukur untuk meningkatkan
kecerdasan intelektual dan tentunya dengan ilmu tersebut dapat
digunakan untuk memanfaatkan semua sumber daya yang ada di desa
Mbatakapidu untuk kesejahteraan masyarakat.
Prasarana Kesehatan
Salah satu tolak ukur yang juga menunjang dalam proses
pembangunan adalah dengan adanya infrastruktur kesehatan yang
memadai. Berikut akan disajikan gambaran infrastruktur kesehatan
seperti dirangkum dalam tabel 10.
Tabel 10. Prasarana Kesehatan
Prasarana Kesehatan Jumlah (unit/buah) Persentase (%) Polindes 1
20 Pustu 1 20 Posyandu 3 60 Total 5 100 Sumber: Data sekunder,
2012
-
53
Pada waktu tertentu para tenaga kesehatan baik yang bertugas di
ketiga unit ini maupun yang hanya medatang melakukan penyuluhan
akan datang melayani masyarakat desa. Akan tetapi, pada saat
tertentu ketika ada ibu-ibu yang akan melahirkan maka selalu tidak
mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan di sana. Hal ini terjadi
karena tenaga kesehatan tersebut tidak mau menetap di polindes yang
sudah disetiakan. Ini merupakan sebuah pemandangan yang sangat
ironis yang terjadi di desa Mbatakapidu.
Prasarana Ekonomi
Untuk menunjang kegiatan ekonomi di suatu wilayah maka mutlak
diperlukan prasarana pendukung. Berikut akan disajikan gambaran
prasarana ekonomi seperti dirangkum dalam tabel 11.
Tabel 11. Prasarana Ekonomi
Prasarana Ekonomi Jumlah (unit/buah) Persentase (%) Bank - -
Koperasi - - Pegadaian - - Pasar Tradisional - - Sumber: Data
sekunder, 2012
Ketiadaan prasarana ekonomi utama seperti pasar tradisional,
yang membuat orang Mbatakapidu harus mengeluarkan biaya untuk
melakukan kegiatan berdagang. Ini tentu sangat menyulitkan
masyarakat, sedangkan keberadan koperasi masih di godok oleh aparat
desa beserta seluruh elemen yang ada di desa Mbatakapidu.
Potensi Ekonomi Potensi ekonomi di desa Mbatakapidu meliputi
sektor pertanian,
sub-sektor peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan
pariwisata
-
54
Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan yang paling banyak
dan mudah diakses oleh masyarakat pedesaan. Berikut akan disajikan
gambaran sektor pertanian seperti dirangkum dalam tabel 12.
Tabel 12. Sektor Pertanian
Jenis Komoditi/Tanaman Luas dan Produksi Persentase (%) Ha Ton
Padi 7,5 7,5 2,53 13,12 Jagung 125,494 24,644 42,38 43,13
Kacang-kacangan 129,49 0,5 43,73 0,87 Sayur-sayuran 2 13,5 0,68
23,63 Buah-buahan 31,63 11 10,68 19,25 Total 296,114 57,144 100,00
100,00 Sumber: Data sekunder, 2012
Secara turun-temurun komoditi jagung yang paling banyak
dikembangkan oleh orang orang Mbatakapidu, sehingga penggunaan
lahan paling banyak digunakan untuk pengembangan jagung. Hasil
panen biasanya diutamakan untuk persiapan bibit dan sisanya
dikonsumsi. Terkadang jika hasil panen kurang memuaskan dan tidak
mencukupi untuk dikonsumsi maka orang mbatakapidu akan membeli
jagung di pasar inpres Matawai seharga Rp 5.000,- sampai Rp 6.000,-
per Kg.
Berikut ini petikan wawancara dengan kepala desa Mbatakapidu
bapak Yacob Tanda4:
“Pada tahun anggaran 2012, desa Mbatakapidu telah mendapatkan
bantuan pembenihan jagung dari balai penelitian dan pengembangan
pertanian provinsi NTT untuk dikembangkan pada lahan seluas 10 ha.
Dengan kata lain, tanaman jagung merupakan makanan pokok penduduk
desa, adapun kelebihan produksinya baru akan dijual ke pasar dengan
harga jual pada masa musim panen berkisar antara Rp
4 Lihat: Stepanus Makambombu (2013), Huruta., et al (2011) dan
Wawancara tanggal 09 September 2014
-
55
2500,- /kg dan di masa paceklik dapat mencapai Rp. 5000,- sampai
Rp 6.000,- /kg”.
Dari penuturan bapak Yacob Tada tergambar bahwa upaya
mengembangkan komoditi jagung mendapat apresiasi dari pemerintah.
Namun, sayangnya bantuan dari pemerintah ini hasilnya kurang bagus
karena cepat yubuku (bubuk), sedangkan bibit lokal (wataru monungu)
cenderung lebih bagus karena tahan lama dan tidak cepat bubuk. Pada
masa transisi seperti ini sudah saatnya pemerintah lewat instansi
yang terkait mengembangkan secara massal bibit lokal agar dapat
digunakan sebagai bibit oleh masyarakat.
Sub-Sektor Peternakan
Sub-sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian,
yang juga menjadi tumpuan hidup masyarakat Mbatakapidu. Berikut
akan disajikan gambaran sub-sektor peternakan seperti dirangkum
dalam tabel 13.
Tabel 13. Sub-Sektor Peternakan
Jenis Ternak Jumlah (Ekor) Persentase (%) Kerbau 161 3,86 Sapi
221 5,3 Kuda 389 9,33 Kambing 344 8,25 Babi 664 15,93 Ayam buras
1.482 35,55 Ayam Ras 1 0,02 Bebek 43 1,03 Angsa 9 0,22 Merpati 5
0,12 Anjing 621 14,9 Kucing 228 5,47 Domba 1 0,02 Total 4.169
100,00 Sumber: Data sekunder, 2012
-
56
Jumlah ternak di desa Mbatakapidu semakin terancam eksistensinya
karena ternak-ternak berkaki 4 biasanya digunakan dalam setiap
acara kematian (li meti) dan peminangan (li luri). Apakah budaya
ini harus dipertahankan? Atau harus ada suatu konsensus yang
mengatur jumlah ternak yang akan digunakan dalam adat? Tentu orang
Mbatakapidu harus semakin arif dalam menangani persoalan seperti
ini.
Sub-Sektor Perkebunan
Sub-sektor perkebunan juga merupakan salah satu bagian dari
sektor pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakat Mbatakapidu.
Berikut akan disajikan gambaran sub-sektor perkebunan seperti
dirangkum dalam tabel 14.
Tabel 14. Sub-Sektor Perkebunan
Jenis Tanaman Perkebunan
Luas dan Produksi Persentase (%) Ha Kw Kelapa 42 2 78,21 20 Kopi
0,5 1 0,93 10 Pinang 2,5 1 4,66 10 Jambu Mete 2 1 3,72 10 Tembakau
0,5 1 0,93 10 Jarak Pagar 3 1 5,59 10 Kapuk 0,2 1 0,37 10 Kemiri 3
2 5,59 20 Total 53,7 10 100,00 100 Sumber: Data sekunder, 2012
Komoditi perkebunan di atas merupakan tanaman yang sedang
digalakkan untuk dikembangkan di desa Mbatakapidu.
Komoditi-komoditi ini dimaksudkan dapat menambah pendapatan orang
Mbatakapidu (rumah tangga). Contoh: komoditi jambu mete mencapai Rp
14.000,- (harga bulan Oktober 2014).
-
57
Sub Sektor Perikanan
Sub-sektor perikanan sangat potensial di desa Mbatakapidu karena
ketersediaan air yang melimpah sehingga merupakan ekosistem yang
baik bagi ikan. Di mana sangat prospek bagi pembudidayaan ikan nila
merah, lele dan jenis ikan tawar lainnya. Oleh karena itu, pada
tahun 2011 ini pemerintah desa telah membangun tambak dan atau
kolam ikan permanen di belakang gedung puskesmas pembantu (pustu).
Pada tahun 2013 pemerintah desa Mbatakapidu mendapat bantuan benih
ikan dari instansi terkait dan setelah beberapa hari berada di
kolam ikan, hal di luar dugaan pun terjadi di mana ikan-ikan
tersebut mati secara misterius. Mengapa demikian? Hal ini
diakibatkan oleh air kolam yang mengandung kadar zat kapur yang
sangat tinggi. Belajar dari pengalaman ini maka secara otodidak
bapak Bimbu Wohangara (sekretaris desa) untuk membuat filter yang
dapat mereduksi kadar zat kapur ini. Upaya ini pun berhasil dan
sekarang beliau sedang melakukan trial and error pengembangbiakkan
lele mulai dari mengawinkan lele sampai pada bagaimana menetaskan
lele. Hasilnya pun berbuah manis di mana walau lewat 7 kali
melakukan trial and error beliau dapat mengetahui bagaimana cara
mengawinkan lele dengan benar dan dapat membedakan telur lele siap
tetas yang bagus (berwarna kuning) dan yang kurang bagus (berwarna
biru).
Sub-Sektor Kehutanan
Sebagai konsekoensi logis dari keberadaan mata air yang melimpah
di desa Mbatakapidu memicu kesadaran dari masyarakat untuk menjaga
dan mengembangkan tanaman kehutanan demi menjaga keseimbangan
ekologis di lokasi mata air. Berikut akan disajikan gambaran
sub-sektor kehutanan seperti dirangkum dalam tabel 15.
-
58
Tabel 15. Sub-Sektor Kehutanan
Jenis Kayu Jumlah (pohon/hektar) Persentase (%) Mahoni 6441 23,9
Jati 1097 4,07 Gamelina 3795 14,08 Johar 912 3,38 Sengon 192 0,71
Suli 212 0,79 Trambesia 75 0,28 Lantorogum 2103 7,8 Cendana 550
2,04 Asam 817 3,03 Bambu 2123 7,88 Kaduru 1005 3,73 Lobung 964 3,58
Hali 297 1,1 Kedondong 35 0,13 Kepok 380 1,41 Surian 18 0,07
Melinjo 18 0,07 Nimba 365 1,35 Pandan 3833 14,22 Waru 900 3,34
Injuwatu 820 3,04 Total 26952 100,00 Sumber: Data sekunder,
2012
Geliat orang Mbatakapidu untuk mengembangkan tanaman kehutanan
merupakan kesadaran dan tekad dari semua elemen yang ada di desa
Mbatakapidu, sekaligus guna mensukseskan program hutan rakyat yang
diwadahi oleh pemerintah daerah lewat instansi terkait, serta
lembaga swadaya masyarakat yang concern terhadap hal ini.
Sub-Sektor Pariwisata
Desa Mbatakapidu mempunyai obyek wisata berupa peninggalan
sejarah yaitu paraingu Mbatakapidu yang mempunyai nilai sejarah
sebelum dan atau pada jaman kolonial belanda, yaitu perang
Mbatakapidu di bawah komando raja Mbatakapidu atas nama Umbu
Nggaundai Litti Ata yang terkenal perjuangannya melawan
pemerintah
-
59
kolonial Belanda saat itu dan buku yang telah disusun untuk mata
pelajaran muatan lokal untuk sekolah dasar dan telah diseminarkan
pada tahun 2007 yang lalu. Selain mempunyai nilai sejarah, pada
obyek wisata ini juga masih terdapat kuburan-kuburan jaman
megalitikum yang terdapat pada celah-celah pohon besar, yang jika
ditata dengan baik maka dapat menjadi obyek wisata yang bisa
dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Hal
tersebut telah dibicarakan melalui musyawarah desa mengenai
penyucian paraingu Mbatakapidu dalam rangka menggalakkan sektor
pariwisata (cagar budaya). Musyawarah ini telah diadakan pada
tanggal 25 Juli 2011 dengan melibatkan tokoh adat dan atau
masyarakat (suku yang terkait) dari desa Mbatakapidu dan
Lukukamaru.
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011.
Gambar 10. Musyawarah Penyucian Paraingu
Adapun hasil dari musyawarah tersebut, yaitu (1) telah dibentuk
panitia dalam rangka penyucian paraingu Mbatakapidu; (2) tanggal 29
September 2011 akan dilaksanakan ritus hamayangu di paraingu
Mbatakapidu; (3) hewan kurban yang akan dipersembahkan dalam ritus
hamayangu di paraingu Mbatakapidu adalah kerbau merah
-
60
(karambua rara), babi merah (wei rara), kambing belang pinggang
(kamambi bara banggi), dan ayam jantan putih (manu wulu bara).
Kegiatan tanggal 29 September 2011 batal dilakukan karena
menjelang waktu tesebut ada program yang bersifat insidentil masuk
ke desa dan harus di jalankan segera, beberapa hari sebelum
berangkat ke paraingu tidak dikonfirmasi secara serentak oleh semua
suku yang terlibat dan berbagai alasan lainnya.
Melihat belum adanya respon dari masing-masing suku maka secara
spontan oleh suku Marapeti yang berasal dari Mbatakapidu maupun
Luku Kamaru, yang tanpa melalui konsensus atau secara sepihak
menentukan waktu untuk naik ke paraingu. Suku ini memulainya dengan
mengundang suku Andang untuk dapat naik bersama ke sana, namun
tidak disetujui oleh tokoh dari suku Andang (bapak Yacob Tanda)
karena dianggap suku Marapeti telah melenceng dari hasil musyawarah
sebelumnya. Artinya suku Marapeti hanya mengajak beberapa suku dan
tidak melibatkan semua suku yang telah bersepakat sebelumnya untuk
naik ke paraingu.