LI.1 Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak1.1 Definisi
Menurut WHO, asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh
bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai
respons terhadap suatu stimuli yang tidak menyebabkan penyempitan
serupa pada kebanyakan orang. Menurut Pedoman Nasional Asma Anak
2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
kharakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung
pada malam/ dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas
fisik, serta terdapat riwyat asma atau atopi lain pada pasien dan/
atau keluarganya.
1.2 EpidemiologiPrevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2%
(6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat
bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6- 7
tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%
(Kartasasmita,2002)Berdasarkan laporan National Center for Health
Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak
usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan
pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta).
Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada
lelaki.WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat
asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487
kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak
akibat asma jarang.
1.3 EtiologiAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi
dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.1. Faktor
predisposisi GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
1. Faktor presipitasi AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi
3 jenis, yaitu :1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi1. Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan
obat-obatan1. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex:
perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu. StressStress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia
bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita
asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera
setelah selesai aktifitas tersebut.
1.4 PatogenesisAsma saat ini dipandang sebagai penyakit
inflamasi saluran nafas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor
(panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena
vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsangan sensoris) dan functio laesa (fungsi yang
terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai
satu syarat lagi, yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam
syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik
yang alergik maupun non alergik.Seperti telah dikemukakan di atas
baik asma alergik maupun non alergik dijumpai adanya inflamasi dan
hipereaktivitas saluran nafas. Oleh karena itu, paling tidak
dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf
autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan
diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell; sel penyaji antigen),
untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada
sel Th (sel T helper; penolong). Sel Th inilah yang akan memberikan
instruksi melalui IL (interleukin) atau sitokin agar sel-sel plasma
membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit,
makrofage, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta
limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator
inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrin (LT),
platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan
lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran nafas,
infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel,
sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran nafas (HSN). Jalur non
alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem
saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN.
Hiperaktivitas Saluran Nafas (HSN)Yang membedakan asma dengan
orang normal adalah sifat saluran nafas pasien asma yang sangat
peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia
(histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma
alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut di atas pasien
juga sangat peka terhadap alergen yang spesifik. Sebagian HSN
diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat.Berbagai
keadaan dapat meningkatkan hiperekativitas saluran nafas seseorang,
yaitu:1. Inflamasi Saluran NafasSel-sel inflamasi serta mediator
kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma
dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan
dengan anti inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala
asma.1. Kerusakan EpitelSalah satu konsekuensi inflamasi adalah
kerusakan epitel. Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan
sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi
alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung
saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel
bronkhus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat
sebagai bronkodilator . Kerusakan sel-sel epitel bronkhus akan
mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.1. Mekanisme
NeurologisPada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf
parasimpatis1. Gangguan IntrinsikOtot polos saluran nafas dan
hipertrofi otot polos pada saluran nafas diduga berperan dalam
HSN.1. Obstruksi Saluran NafasMeskipun bukan faktor utama,
obstruksi saluran nafas diduga ikut berperan dalam HSN.(Heru,
Sundaru, Sukamto, 2007)
1.5 Patofisiologi
Obstruksi saluran respiratoriSecara garis besar, semua gangguan
fungsi pada asma ditimbulkan olehpenyempitan saluran respiratori,
yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu
mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafasadalah
kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk
mendapatkanvolume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan
hiperinflasi toraks.Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan
agar tetap dapat mengalirkan udarapernafasan melalui jalur yang
sempit dengan rendahnya compliance pada kedua
paru.Inflasitoraksberlebihanmengakibatkanototdiafragmadaninterkostal,secaramekanik,
mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak
optimal.Peningkatan usahabernafas danpenurunan kerja
ototmenyebabkantimbulnya kelelahan dan gagal nafas (Makmuri,
2008).Hiperaktivitas saluran respiratoriSaluran respiratori
dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika padapemberian
histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8g% didapatkan
penurunan ForcedExpiration Volume (FEV1), 20% yang merupakan
kharakteristik asma,dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang
lainnya seperti Chronic ObstructionPulmonaryDisease (COPD),
fibrosis kistik dan rhinitis alergi.Stimulus seperti olahraga,udara
dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap
otot polossaluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin).
Stimulus tersebut akanmerangsang sel mast, ujung serabut dan sel
lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya
(Makmuri, 2008).
Otot polos saluran respiratoriPada penderita asma ditemukan
pemendekan dari panjang otot bronkus.Kelainan ini disebabkan oleh
perubahan pada aparatus kontraktil padabagian elastisitasjaringan
otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan
kontraktilitas ototpada pasien asma berhubungan dengan peningkatan
kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti
bahwaperubahan pda struktur filamen kontraktilitasatau plastisitas
dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran
nafasyang terjadi secara kronik (Makmuri, 2008).Mediator inflamasi
yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan proteinkationik
eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon ototpolos untuk
berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti
histamin. Keadaan inflamasi inidapat memberikan efek ke otot polos
secara langsung ataupun sekunder terhadapgeometri saluran
nafas(Makmuri, 2008).
Hipersekresi mukusSekresi mukus pada salurannafas pasien
asmatidak hanya berupa peningkatanvolume saja tetapi juga perbedaan
pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketandari sekret tidak
hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat
jugapenumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri
mikro vaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari
sel inflamasi yang mengalami lisis (Makmuri, 2008).Hipersekresi
mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitumekanisme
terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia
danmekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi.
Remodeling Jalan NapasPada beberapa penderita asma, terbatasnya
aliran napas bisa kembali normalsebagian. Perubahan struktur
permanen bisa terjadi pada jalan napas, inimengindikasikan
pengurangan fungsi paru-paru yang tidak bisa dicegah atau
kembalinormal seutuhnya dengan terapi. Remodeling jalan napas
mengaktivkan struktur seldengan konsekuensi perubahan permanen yang
meningkatkan obstruksi aliran napas dan hiperresponsif jalan napas.
Perubahan struktural dapat termasuk penebalansubmembran dasar sel,
subepitel fibrosis, hipertropi dan hiperplasia otot
polos,proliferasi pembuluh darah. Ini bisa dilihat untuk seberapa
efektivitas respon terapi (Bethesda, 2007).Pada asma terdapat
saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling.
Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga
komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular
basal, matriks interstitial, fibrogenic growth factor, protease dan
inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan
struktur yang terjadi : Hipertrofi dan hiperplasia otot polos
jalannapas. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus Penebalan
membran retikular basal Pembuluh darah meningkat Matriks
ekstraselular fungsinya meningkat Perubahan struktur parenkim
Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi
atau merupakan akibat inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi
klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma
seperti hiperreaktivitas jalan napas, masalah
distenbilitas/regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas.
Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam manajemen
asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut.
1.6 KlasifikasiPembagian derajat penyakit asma menurut GINA
:
1. Intermiten gejala kurang dari 1 kali/minggu serangan singkat
gejala nocturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (2 kali/bulan
3. Persisten sedang Gejala terjadi setiap hari Serangan dapat
mengganggu aktivitas dan tidur Gejala nocturnal > 1 kali dalam
seminggu
4. persisten berat Gejala terjadi setiap hari Serangan sering
terjadi Gejala asma nocturnal sering terjadi
Pembagian yang dibuat Phelan dkk (dikutip dari Konsensus
Pediatri Internasiolnal III tahun 1998) :
1. Asma episodic jarang 75%populasi asma pada anak Episode
1x/bulan
>1 minggu
Sering ada gejala Sering terganggu Mungkin
tergangguNonsteroid/steroid hirupan dosis rendahPEF/FEP1 60-80%
>30%Sering
Hampir sepanjang tahunGejala siang danmalam
Sangat terganggu
Tidak pernah normal
Steroid hirupan/oral
PEV/FEP1 50%
1. Berdasarkan penyebab
1. Ekstrinsik (alergik)Ditandai dengan reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)
dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika
ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di
atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.2. Intrinsik
(non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti
udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran
pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan
sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.3. Asthma gabunganBentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.B.
Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit menurut
Global Initiative For Asthma :
C. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Gambaran Klinis Sebelum Terapi
KlasifikasiGejalaGejala malam hariFungsi Paru
Intermiten ringanGejala 2 kali/mingguAsimtomatik dan PEF normal
diantara eksaserbasiEksaserbasi singkat ( beberapa jam sampai
beberapa hari) intensitas mungkin bervariasi 2 kali/bulanFEV1 atau
PEF 80 % perkiraanVariabilitas PEF 20 %
Persisten ringanGejala > 2 kali/minggu namun < 1
kali/hariEksaserbasi mungkin memengaruhi aktivitasFEV1 atau PEF 80
% perkiraanVariabilitas PEF 20-30 %>2 kali/minggu
Persisten sedangGejala muncuk setiap hariPenggunaan harian
inhalasi agonis 2 kerja singkatEksaserbasi mempengaruhi
aktivitasEksaserbasi 2 kali/minggu>1 kali/ mingguFEV1 atau PEF
> 60-80% perkiraanVariabilitas PEF > 30&
Persisten beratGejala muncul terus-menerusAktivitas fisik
terbatasSeringFEV1 atau PEF 60% perkiraan Variabilitas
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
DIAGNOSIS Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit
akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada.
Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang
umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani.
Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya
seperti rinitis alergi, dermatitis atopik membantu diagnosis asma.
Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetapi dapat pula muncul
sembarang waktu. Adakalanya gejala lebih sering terjadi pada musim
tertentu. Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu
pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya
serangan asma tanpa diobati ada yang hilang sendiri. Tetapi
membiarkan pasien asma dalam serangan tanpa obat selain tidak etis,
juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma juga sangat
bervariasi dari satu individu ke individu lain, dan bahkan
bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala pada malam hari
lebih sering muncul dibanding siang hari.
AnamnesaKeluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau
tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam
hari.Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible.
Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.PemeriksaanFisikKeadaan umum : Penderita
tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi
duduk.Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardiParu: Inspeksi :
dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah
Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang
Perkusi : hipersonor Palpasi : fremitus vocal kanan sama dengan
kiri.Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara
spesifik mencakup(Muttaqin, 2008): B1 (Breathing) InspeksiPada
klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama
melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
antero posterior, retraksi otot-otot intercostalis, sifat dan irama
pernapasan dan frekuensi napas. PalpasiPada palpasi biasanya amati
kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal Perkusi
Auskultasi Pada perkusi didapatkan suara normal sama hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. Terdapat suara
vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan
utama wheezing pada akhir ekspirasi.
B2 (Blood)Monitor dampak asma pada status kardiovaskular
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
B3 (Brain)Diperlukan pemeriksaan GCS untuk penentuan status
kesadaran B4 (Bladder)Pengukuran volume output urine berkaitan
intake cairan. Ada tidaknya oliguria sebagai tanda awal gejala
syok. B5 (Bowel)Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada
infeksi yang dapat merangsang serangan asma. Pengkajian status
nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan pemenuhan
kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi
kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan
klien. B6 (Bone)Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda
infeksi pada ekstremitas karena merangsang serangan asma. Pada
integumen perlu dikaji permukaan kasar,kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya bekas
dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing,
sesak danortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga,
pekerjaan dan aktivitas lainnya.Gejala asthma terdiri dari triad :
dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan terakhir sering
dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non).Objektif1.
Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing.1. Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit
dikeluarkan.1. Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas
tambahan1. Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus.1.
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus)
Subjektif1. Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia.
Psikososial1. Cemas, takut dan mudah tersinggung1. Kurangnya
pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.
Serangan asmaseringkali terjadi pada malam hari (Tanjung,
2003).Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :1) Tingkat I :a)
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru.b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.2)Tingkat II :a)
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanyatanda-tanda obstruksi jalan nafas.b) Banyak
dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3) Tingkat III :a)
Tanpa keluhan.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas.c) Penderita sudah sembuh dan bila
obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.4) Tingkat IV :a)
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.b)
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.5) Tingkat V :a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan
darurat medis berupa serangan asma akut yangberat bersifat refrator
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai b) Asma pada
dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti: Kontraksi
otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita
tampak letih, takikardi.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan SputumPemeriksaan sputum
dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang
merupakan degranulasi dari kristal eosinofil Spiral curshmann,
yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkhus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus Netrofil dan
eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug Pemeriksaan
Darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis Kadang pada darah
terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH Hiponatremia dan kadar
leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi
terjadi peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun pada
waktu bebas dari serangan
Pemeriksaan Penunjang Lain1. Pemeriksaan RadiologiGambaran
radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma
yang menurun.Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan
yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan
bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah Bila terdapat
komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis
lokal Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru1. Pemeriksaan Tes KulitDilakukan untuk mencari
faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi
yang positif pada asma.1. ElektrokardiografiGambaran
elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
emfisema paru, yaitu: Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya
terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation Terdapatnya
tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya
sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST
negatif1. Scanning ParuDengan scanning paru melalui inhalasi dapat
dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru.1. SpirometriUntuk menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan
obstruksi.Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa
serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat
refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan.
Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang
sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai
dua jam.
DIAGNOSIS BANDING Bronkitis KronisDitandai dengan batuk kronik
menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi
dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada
penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk
di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan
kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan
tanda-tanda kor pumonal. Emfisema ParuSesak merupakan gejala utama
emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita
biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada
fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan
aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong,
gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara
vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya
hiperinflasi. Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering
terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi
sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru. Emboli ParuHal-hal
yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan
tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk
disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan
pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal
jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.
Penyakit lain yang jarang seperti:Stenosis trakea, karsinoma
bronkus, poliarteritis nodosa.
1.8 Tata laksanaTerapi medikamentosa Tujuan Pengobatan Asma1.
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma1. Mencegah eksaserbasi
akut1. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru optimal1.
Mengupayakan aktivitas normal (exercise)1. Menghindari ESO1.
Mencegah airflow limitation irreversible1. Mencegah kematian
Agonis Reseptor Beta-2 AdrenergikMerupakan obat terbaik untuk
mengurangi serangan penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan
untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga.
Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor
beta-adrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor
beta-2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping
berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor
(gemetar) otot.Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor
beta-2 adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di
paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ
lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih
sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja
pada semua reseptor beta-2 adrenergik.Sebagian besar bronkodilator
bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung
selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang
lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat
ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.Bronkodilator
tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang
dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan
mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula
kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang
mengalami penyumbatan berat.Bronkodilator per-oral (ditelan) dan
suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek
samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis
bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan
per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari
tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet
long-acting.Pada serangan penyakit asma yang berat, bisa diberikan
secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam
darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat,
karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek,
sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung
abnormal atau kejang.Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin,
penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek
samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan
diri dengan obat.Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa
merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung
berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi
(kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Kortikosteroid Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan
sangat efektif dalam mengurangi gejala penyakit asma. Jika
digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan
menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit
asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah
rangsangan. Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid
jangka panjang dapat menyebabkan: Gangguan proses penyembuhan luka
Terhambatnya pertumbuhan anak-anak Hilangnya kalsium dari tulang
Perdarahan lambung Katarak prematur Peningkatan kadar gula darah
Penambahan berat badan Kelaparan Gangguan mental Tablet atau
suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk
mengurangi serangan penyakit asma yang berat. Kortikosteroid
per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika
pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala penyakit
asma.Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler
kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru
50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh
lainnya.
Cromolin dan NedocromilKedua obat tersebut diduga menghalangi
pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan
berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini
digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati
serangan.Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk
penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi
relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita
bebas gejala.
Obat Antikolinergik Obat ini bekerja dengan menghalangi
kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di
dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan
menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya
telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat
ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.
Pengubah LeukotrienMerupakan obat terbaru untuk membantu
mengendalikan penyakit asma. Obat ini mencegah aksi atau
pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang
menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya
montelucas, zafirlucas dan zileuton.
Terapi Awal Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL
atau D5 Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg)
inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam 1 jam Aminofilin bolus
intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya cukup diberikan setengah dosis Anti inflamasi
(kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai
efek supresi profilaksis Ekspektoran, apabila terdapat mukus kental
dan berlebihan (hipersekresi) dalam saluran pernafasan menjadi
salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan
dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk
putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG) Antibiotik, hanya diberikan
jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi
saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
Antibiotika yang efektif adalah: Pengobatan Berdasarkan Saat
Serangan:Reliever atau Pelega1. Golongan Adrenergik Adrenalin atau
epinephrine 1 : 1000; 0,3 cc/sc Ephedrine: oral Short acting beta
2-agonis (SABA) Salbutamol (Ventolin): Oral, injeksi, inhalasi
Terbutaline (Bricasma): Oral, injeksi, inhalasi Fenoterol
(Berotec): Inhalasi Procaterol (Meptin): Oral, inhalasi
Orciprenaline (Alupent): Oral, inhalasi1. Golongan Methylxantine
Aminophylline: Oral, injeksi Theophylline: Oral1. Golongan
Antikolinergik Atropin: Injeksi Ipratropium bromide: Inhalasi1.
Golongan Steroid Methylprednisolone: Oral, injeksi Dexamethasone:
Oral, injeksi Beclomethasone (Beclomet): Inhalasi Budesonide
(Pulmicort): Inhalasi Fluticasone (Flixotide): InhalasiController
atau Pengontrol1. Golongan adrenergik Long-acting beta 2-agonis
(LABA): Salmeterol dan formoterol (inhalasi)1. Golongan
methylxantine: Theophylline slow release1. Golongan steroid:
Inhalasi, oral, injeksi1. Leukotriene modifiers: Zafirlukast1.
Cromolyne sodium: Inhalasi1. Kombinasi LABA dan steroid:
Inhalasi
Terapi Serangan Asma AkutDerajat SeranganTerapiLokasi
RinganDrug of choice: Agonis beta 2 inhalasi diulang setiap 1
jamAlternatif: Agonis beta 2 oral 3x2 mgRumah
SedangDrug of choice: Oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2
inhalasiAlternatif: Agonis beta 2 IM atau adrenalin subkutan dengan
Aminofilin 5-6 mg/kgbb Puskesmas Klinik rawat jalan IGD Praktek
dokter umum Rawat inap jika tidak ada respons dalam 4 jam
BeratDrug of choice: Oksigen 2-4 liter/menit Agonis beta 2
nebulasi diulang s.d 3 kali dalam 1 jam pertama Aminofilin IV dan
infus Steroid IV diulang tiap 8 jam IGD Rawat inap apabila dalam 3
jam belum ada perbaikan Pertimbangkan masuk ICU jika keadaan
memburuk progresif
Mengancam JiwaDrug of choice: Lanjutkan terapi sebelumnya
Pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanikICU
Tujuan terapi edukasi kepada pasien atau keluarga: Meningkatkan
pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit
asma sendiri) Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan
asma sendiri atau asma mandiri) Membantu pasien agar dapat
melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma
Terapi Suportifa. Terapi oksigenOksigen diberikan pada serangan
sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox.Perlu
dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan
pulse oxymetry (nilai normal > 95%).b. Campuran Helium dan
oksigenInhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15
menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung),
bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV,
secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow
dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki
oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah
aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah
mencapai alveoli.c. Terapi cairanDehidrasi dapat terjadi pada
serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan,
peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic
teofilin. Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat
terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan
memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negative
tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru.
Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan
rumatan
Cara Pemberian Obat
UMURALAT INHALASI
< 2 tahunNebuliser, Aerochamber, babyhaler
2-4 tahunNebuliser, Aerochamber, babyhalerAlat Hirupan (MDI/
Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)
5-8 tahunNebuliserMDI dengan spacerAlat hirupan bubuk
(Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)
>8 tahunNebuliserMDI (metered dose inhaler) Alat Hirupan
Bubuk Autohaler
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat
dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan
tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi
dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih
baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler,
Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya
bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu
yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler,
Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau
botol minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang
telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.
1.9 PrognosisPada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik.
Hal tersebut dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat sembuh
dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan penanganan dapat
menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh
dari WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000
didunia meninggal karena asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi
dinegara berkembang.
1.10 Komplikasi1.Pneumotoraks2.Pneumodiastinum dan emfisema
subkutis3.Atelektasis4.Aspergilosis bronkopulmoner alergik5.Gagal
napas6.Bronkitis7.Fraktur iga
1.11 Pencegahan Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
Menghindari kelelahan Menghindari stress psikis Mencegah atau
mengobati ISPA sedini mungkin Olahraga renang, senam asma
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi pada AnakA.
DefinisiTerapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat
untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai
organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan cara pengobatan
dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat
pernapasan menuju paru-paru.
B. Tujuan Menormalkan kembali pernapasan yang terganggu akibat
adanya lender atau karena sesak napas. Terapi inhalasi lebih
efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta
membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya
ke organ lain pun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk
disaluran napas dan paru-paru. Sedangkan 2-5% mungkin akan
mengendap di mulut dan tenggorokan. Ilustrasinya, obat akan
jaln-jalan dulu kelambung, ginjal atau jantung yakni paru-paru
sehingga ketika sampai paru-paru obat relative tinggal sedikit.
C. Indikasi Proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang
akut maupun yang kronik, misalnya asma. Penyakit asma paling sering
dijumpai pada anak-anak Saat bayi/anak terserang batuk berlendir
Pada asma penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurang efek
samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau peroral,
karena dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis
lainnya
D. Keamanan penggunaanTerapi inhalasi aman bagi segala usia
termasuk bayi. Dengan terapi ini bayi cukup bersikap pasif (
bernapas saja ) kalaupun menangis tak perlu khawatir karena efeknya
malah semakin bagus karena obatnya akan terhirup.
E. Obat yang digunakan1. Untuk mendapatkan manfaat obat yang
optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai
tempat kerjanya di dalam saluran napas2. Obat yang digunakan
biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas3.
Obat yang biasanya digunakan dalam terapi inhalasi adalah golongan
pelega saluran napas ( bronkodilator ) atau untuk mengurangi
inflamasi atau peradangan jalan napas ( golongan kortikosteroid )4.
Ada obat-obat yang harus digunakan secara rutin untuk mencegah
serangan asma dan ada obat-obat yang cukup digunakan pada saat
terjadinya serangan
F. Alat yang digunakanPemberian aerosol yang ideal adalah dengan
alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif
mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di
saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak.1. Semprot (
inheler ). Walaupun lebih praktis, inheler lebih pendek waktu
penggunaannya sebab untuk anak-anak belum bisa menghirup sendiri
dengan benar2. Motor/pompa ( nebulizer ) bisa dikatakan lebih
efektif untuk anak karena obat akan keluar sedikit demi sedikit
hingga lebih efektif.G. Jenis1. Metered-Dose Inhaler ( MDI ),
adalah brupa alat semprot yang berisi obat yang harus dihirup
dengan ukuran dosis tertentu. Diperlukan teknik yang benar untuk
dapat menggunakan MDI ini, antara lain perlu adanya koordinasi yang
pas padac saat menekan alat semprot tersebut dengan saat menghirup
obatnya, sehingga untuk anak-anak kecil alat ini mungkin akan agak
sulit cara menggunakannya, kecuali jika sudah dilatih. Spacer (
alat penyambung ) akan menambah jarak alat dengan mulut, sehingga
kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang, hal ini
mengurangi pengendapan di orofaring ( saluran napas atas ) sehingga
mengurangi jumlah obat yang tertelan dan mengurangi efek sistemik.
Specer ini berupa tabung ( dapat bervolume 80 ml ) dengan panjang
sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume
1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak. 1.
Dry Powder Inhaler ( DPI ), alat berisi serbuk untuk dihisap.
Penggunaan obat hirupan dalam bentuk bubuk kering ( DPI ) seperti
Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler,
memerlukan inspirasi ( upaya menarik/enghirup napas ) yang cukup
kuat. Pada anak yang kecil ini sulit dilakukan. Pada anak yang
lebih besar penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena
kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (
penyimpanan ) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan
lebih konstan, sehingga dianjurkan diberikan pada anak diatas 5
tahun ( anak usia sekolah ).
1. Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan
menjadi aerosol secara terus- menerus, dengan tenaga yang berasal
dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang
terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup.
Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek
bronkodilatasi (pelebaran bronkus) yang bermakna tanpa menimbulkan
efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak
bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang
menghasilkan partikel aerosol terus-menerus, ada juga yang dapat
diatur sehingga aerosol hanya timbul pada saat penderita melakukan
inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang1. Kortikosteroid
Inhalasi Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan
antara lain oral, parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya
kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti
beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and
triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini
ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim.
Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu
diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan
(efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang
serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi
barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan
bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan
bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan
asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa
minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi,
walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan
dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi
tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan
akut yang parah.Contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di
Indonesia antara lain: Fluticasone Flixotide (flutikason
propionate50 g , 125 g /dosis) Inhalasi aerosol Dewasa dan anak
> 16 tahun: 100-250 g, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 g, 2
kali sehari Beclomethasone dipropionate Becloment (beclomethasone
dipropionate 200g/ dosis) Inhalasi aerosol Inhalasi aerosol: 200g ,
2 kali seharianak: 50-100 g 2 kali sehari Budesonide Pulmicort
(budesonide 100 g, 200 g, 400 g / dosis)Inhalasi aerosolSerbuk
inhalasi Inhalasi aerosol: 200 g, 2 kali sehariSerbuk inhalasi:
200-1600 g / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 g/ hari dalam
dosis terbagi Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat
berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter,
dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung,
harus secara bertahap dengan pengurangan
dosisFarmokinetikKortikosteroid bekerja dengan memblok enzim
fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan
seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi
mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan.
Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas
secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot
polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas,
dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara
teratur.Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk
mengontrol dan mencegah gejala asma. Kontraindikasi bagi pasien
yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid. Efek samping
kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal
ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek
samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada
pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan
katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan
saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena
infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena
efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti
candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut,
dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi
tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan
berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping
sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi
dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak,
osteoporosis, dan karatak.Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid
inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak yang sedikit
lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak
ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi
badan orang dewasa. Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu
hamil, karena bersifat teratogenik.
H. Cara Kerja Setelah bayi/anak diinhalasi, lendir yang ada di
paru-parunya akan mencair Lendirnya terkadang tak bisa keluar
dengan sendirinya karena lemahnya reflek/kemampuan batuk anak /
bayi Sehingga biasanya diperlukan tahapan fisioterapi selanjutnya.
Perkusi, vibrasi atau dadanya dihangatkan dengan sinar infra merah
bila dianggap perlu Setelah melanjutkan proses ini biasanya anak
akan muntah. Jangan panik karena muntah merupakan efek yang wajar
dari terapi inhalasi. Setelah muntah biasanya anak akan merasa
lega. Sebaliknya kalau tidak muntah orang tua tidak perlu risau,
yang penting lendir yang mengganggu napasnya sudah keluar dan
paru-paru. Dan pemeriksaan dengan stetoskop akan diketahui masih
ada tidaknya lendir di paru-paru. Bila sudah tidak ada berarti
inhalasi berjalan efektif
I. Cara Penggunaan Inhaler
Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak
mungkin Ambillah inhaler, kemudian kocok Peganglah inhaler,
sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah
Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan
mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian
mulut inhaler) Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan
dalam, bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas
dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk
bekerja secara efektif) Segera setelah obat masuk, tahan nafas
selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam
hati dari satu hingga sepuluh) Setelah itu, jika masih dibutuhkan
dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan
pakai yang diresepkan oleh dokter Setelah selesai, bilas atau kumur
dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin
terjadi.Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar
untuk mengurangi gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan
kerja sama antara pasien, keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu
pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi lengkap tentang
obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai
dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga
menghindari factor yang menjadi penyebab timbulnya asma. Selain
itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma
kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta
mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu
diperhatikan agar semakin hari kualitas hidup pasien semakin
meningkat.
Baratawidjaja, K. (1990) Asma Bronchiale, dikutip dariIlmu
Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi
ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.http://www.who.int/PDPI, Asma.
Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. 2004. Asma Pedoman & Penatalaksanaan di
Indonesia. Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006.
Patofisiologi vol 2, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et al.
Jakarta:EGCSudoyo, Aru W,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi IV. Jakarta :Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKU