Top Banner

of 18

Sk2 Panca Indera

Oct 19, 2015

Download

Documents

.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    1/18

    Raisa Desyta Adliza 1102011220

    Skenario 2Sakit Pada Telinga

    1. Memahami dan menjelaskan anatomi telingaMakroskopis

    Telinga LuarTelinga luar terdiri dari pinna atau aurikula yaitu daun kartilago yang menangkap gelombang bunyi

    dan menjalarkannya ke kanal auditori eksternal (meatus), suatu lintasan sempit yang panjangnya sekitar

    2,5cm yang merentang dari aurikula sampai membran timpani. (Sloane, 2003)

    Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan

    dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.

    Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat)

    dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalamnya

    hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen. (Soepardi, 2007)

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    2/18

    Telinga TengahTerletak di rongga berisi udara dalam bagian dalam bagian petrosus tulang temporal. Batas-batas

    telinga tengah adalah sebagai berikut :

    - Batas luar : membran timpani- Batas depan : tuba eustachius- Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

    Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis

    fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium

    Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik

    terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani merupakan perbatasan telinga tengah, berbentuk

    kerucut dan dilapisi kulit pada permukaan eksternal dan membran mukosa permukaan internal. Membran

    ini memisahkan telinga luar dan telinga tengah dan memiliki tegangan, ukuran dan ketebalan yang sesuai

    untuk menggetarkan gelombang bunyi secara mekanis. Bagian atas disebut pars flaksida (membranSharpnell) sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).

    Tulang pendengaran di telinga tengah terdiri dari maleus, inkus dan stapes yang saling berhubungan.

    Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat

    pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Tulang-tulang ini

    mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibulii yang memisahkan telinga tengah dari

    telinga dalam.

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    3/18

    Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan

    telinga tengah. Tuba yang biasanya tertutup dapat terbuka saat menguap, menelan atau mengunyah.

    Saluran ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.

    Telinga DalamBerisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. Telinga tengah

    terdiri dari dua bagian :

    Labirin tulang (ossea)Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan serebrospinalis.

    Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi tiga bagian :

    1. Vestibula-

    Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae, yang berhubungandengan telinga tengah.

    - Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.

    2. Saluran Semisirkularis- Menonjol dari bagian posterior vestibula.- Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di setiap sudut kanannya.- Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran di atas.

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    4/18

    - Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah danskala media (duktus koklearis) di antaranya.

    - Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.- Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan skala media adalah

    membran basalis.

    - Pada membran basalis terdapat organ corti.- Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria.- Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti yang membentuk organ

    corti.

    3. Koklea- Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang

    terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.

    - Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skalavestibuli.

    - Koklea mengandung reseptor pendengaran.

    Labirin membranosaMerupakan serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak dalam labirin tulang dan

    mengikuti kontur labirin tersebut. Bagian ini mengandung endolimfe, cairan yang menyerupai cairan

    intraseluler.

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    5/18

    1. Labirin membranosa dalam regia vestibula merupakan lokasi awal dua kantong, utrikulus dan sakulusyang dihubungkan dengan duktus endolimfe sempit dan pendek.

    2. Duktus semisirkuler yang berisi endolimfe terletak dalam saluran semisirkular pada labirin tulang yangmengandung perilimfe.

    3. Setiap duktus semisirkuler, utrikulus dan sakulus mengandung reseptor untuk ekuilibrium statis danekuilibrium dinamis.

    4. Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkuler sedangkan sakulus terhubung dengan duktus kokleardalam koklea.

    Mikroskopis

    1) Telinga Luar- Meatus acusticus externa

    Dilapisi kulit tipis tanpa subcutis dan berhubungan erat dengan perichondrium / periosteum yang ada di

    bawahnya.

    Pada kulit bagian sepertiga luar terdapat: Rambut pendek,Kel sbacea (bermuara d folikel rambut), Kel

    ceruminosa (tubulosa apocrin /modifikasi kel keringat) bermuara pada permukaan / pada ductus

    kel.sbacea.

    - Membrana tympani2 lapisan jaringan penyambung :

    Lap Luar ,mgd serat-serat kolagen tersusun radial

    Lap dalam,mgd serat-serat kolagen tersusun circular

    Serat Elastin terutama di bagian central dan perifer

    Bagian superior tidak mengandung serat collagen,lunak dan tipis disebut pars flaccida (membrana

    schrapnell)

    Permukaan luar diliputi :kulit,tanpa rambut,kel sebacea,maupun kelenjar keringat.

    Pemukaan Dalam dilapisi mukosa yang terdiri dari epithel selapis cuboid dan lamina propria yang tipis.

    - Cavum tympaniMedial dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang :

    Fenestra ovalis dan fenestra rotundum

    Terdapat tulang pendengaran : Maleus,Incus,Stapes.ketiga tulang ini menghubungkan membrana tympani

    dengan fenestra ovalis.

    Cavum tympani,tulang pendengaran nervus dan musculi dilapisi mucosa yang terdiri dari epithel selapis

    cuboiddan l.propria tipis.

    Epithel tympani sekitar muara tuba faryngotympani t.d epithel selapis cuboid/silindris dengan cilia.

    - Tuba FaringotympaniMucosa berbentuk rugae t.d epitel selapis / bertingkat silindris dengan cilia dan l propria tipis.disekitar

    mucosa terdapat lymposit.

    2) Telinga Tengah

    3) Telinga Dalam- Labirynth Ossea- Berisi caira perilimph

    Terdiri dari 3 bagian :

    Vestibulum

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    6/18

    Canalis semisircularis tulang Cochlea- Labirynth Membranosa (terdapat di dalam labirynth ossea)

    Berisi cairan endolimf

    Terdiri dari :

    Labyrinth Vestibularis : terdiri dari Makula ( utrikulus dan sakulus ).krista ampularis. Labyrinth Vestibularisuntuk keseimbangan

    Labirynth Cochlearis : epitel selapis gepeng- Organo Corti

    Terdiri 2 abgian :

    Sel rambut : dalam dan luar Sel Penyokong :

    Sel Batas dalam dan luar

    Sel Phalanx dalam dan luar

    Sel Tiang dalam dan dalam

    2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pendengaran dan keseimbanganTelinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi getaran cairan di

    telinga dalam

    Reseptorreseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam

    prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energy suara yang

    terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara bepindah dari udara ke air. Telinga luar (pinna), adalah suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang

    suara dan menyalurkannya ke telinga luar.

    Pintu masuk ke kanalis telinga dijaga oleh rambutrambut halus yang berfungsi sebagai mekanismeimun tubuh. Demnikian juga dengan fungsi serumen.

    Membrane timpani, yang teregang menutupi pintu masuk telinga tengah, bergetar sewktu terkenagelombang suara seiring dengan frekuensi yang masuk.

    Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membrane timpani ke cairan di telinga tengah dalam.Pemindahan ini dipermudah dengan adanya rantai tulang (osikula auditiva) yang terdiri dari maleus,

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    7/18

    incus, stapes. Tulang pertama, maleus, melekat ke membrane timpani sedangkan tulang terakhir, stapes,

    melekat ke fenestra ovalis. Ketika membrane timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang

    suara, rantai tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama.

    Terdapat 2 mekanisme yang berkaitan dengan system osikuler yang memperkuat tekanangelombangsuara dari udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan

    membrane timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan fenestra ovalis, terjadi peningkatan

    tekanan ketika gaya yang bekerja di membrane timpani disalurkan ke fenestra ovalis. Kedua, efekpengungkit tulangtulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua

    mekanisme ini bersamasama meningkatkan gaya yang timbul pada fenestra ovalis sebesar 20 kali lipat

    dar gelombang yang langsung mengenai gendang telinga. Tekanan tambahan ini cukup untuk

    menggetarkan cairan di koklea.

    Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf

    Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu system tubulus bergelung yangterletak dalam tulang temporalis. Organ corti yang terletak diatas membrane basilaris, diseluruh

    panjangnya mengandung selsel rambut yang ,merupakan reseptor untuk suara. Selsel rambut ini

    menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami perubahan bentuk

    berkaitan dengan pergerakan cairan di telinga dalam.

    Karena organ coti menumpang pada membrane basilaris, selsel rambut juga bergerak naik turun ketikamembrane basilaris bergetar.

    Perubahan bentuk mekanis rambut ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi danhiperpolarisasi yang bergantian, sehingga menyebabkan perubahan potensial berjenjang di reseptor dan

    mempengarihi kecepatan potensi aksi yang merambat ke otak.

    3. Memahami dan menjelaskan otitis media akutDefinisi

    Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,

    antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif

    dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu,

    juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitismedia yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).

    Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat

    cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian,

    baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi

    membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003).

    Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada

    membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di

    belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    8/18

    Klasifikasi

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    9/18

    Skema Pembagian Otitis Media

    Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

    Stadium OMA

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    10/18

    OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada

    mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-

    supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).

    Gambar 2.5. Membran Timpani Normal

    1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

    Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi

    membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya

    absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks

    cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachiusjuga menyebabkannya tersumbat. Selain

    retraksi, membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna

    keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan

    tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium

    ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

    2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

    Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang

    ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa

    yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasioleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi

    kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,

    telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi ganggua n ringan,

    tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat

    di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007;

    Dhingra, 2007).

    3. Stadium Supurasi

    Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    11/18

    di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin

    hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani

    menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.

    Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga

    bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan

    pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran

    timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan

    nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga

    tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih

    lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.

    Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan

    dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju

    liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi

    ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup

    kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

    Gambar 2.7. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

    4. Stadium Perforasi

    Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya

    banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat

    pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya

    virulensi kuman.

    Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur

    nyenyak.

    Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga

    minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap

    berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media

    supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    12/18

    Gambar 2.8. Membran Timpani Peforasi

    5. Stadium Resolusi

    Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore.

    Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani

    menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.

    Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan

    tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

    Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik.

    Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara

    terus-menerus atau hilang timbul.

    Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa

    terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani (Djaafar, 2007;

    Dhingra, 2007).

    Etiologi

    1. Bakteri

    Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,

    65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur

    cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non- patogenik karena tidak ditemukan

    mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcuspneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-

    kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-

    hemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme

    gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit.

    Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang

    dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

    2. Virus

    Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau

    bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu

    respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15%

    dijumpaiparainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap

    fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi

    obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan

    menggunakan teknikpolymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent

    assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada

    75% kasus (Buchman, 2003).

    Patofisiologi

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    13/18

    Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)

    atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring

    dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada

    telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus

    atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah

    bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika

    terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusicairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan

    efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi

    akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari

    infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan

    menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi

    bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus

    bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani

    dan tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang

    terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Kerschner,

    2007).

    Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah

    seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi

    sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan

    riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor

    ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).

    Manifestasi klinik

    Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat

    berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya

    terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak

    yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa

    penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu

    tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak

    menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bilaterjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur

    tenang (Djaafar, 2007).

    Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian

    berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan

    menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging.

    Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:

    Tabel 2.1. Skor OMA

    SkorSuhu

    (C)Gelisah

    Tarik

    telinga

    Kemerahan

    pada membran

    timpani

    Bengkak pada

    membran

    timpani

    (bulging)

    0 39,0 Berat Berat BeratBerat, termasuk

    otore

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    14/18

    Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan

    bila melebihi 3, berarti OMA berat.

    Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau

    sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang

    dari 39C oral atau 39,5C rektal (Titisari, 2005).

    Diagnosis dan diagnosis bandingKriteria Diagnosis OMA

    Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:

    1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga

    tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya

    membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat

    bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.

    3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia

    yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

    Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat.

    Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani

    yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran

    timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah,

    seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani.

    Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C,

    dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

    Diagnosis banding

    Penatalaksanaan

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    15/18

    Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan

    untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik,

    dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania

    dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius,

    menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari,

    2005).

    Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehinggatekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan

    fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl

    efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber

    infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).

    Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan

    pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi

    dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar

    konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan

    pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien

    alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang

    terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi

    dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).

    Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila

    membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).

    Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi.

    Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang

    adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7

    sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).

    Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi

    menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di

    membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin

    telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).

    Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan.

    Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala.

    Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasisupuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap

    antibiotik meningkat. MenurutAmerican Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007),

    mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai

    berikut.

    Table 2.3. Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA

    Usia Diagnosis pasti (certain) Diagnosis meragukan (uncertain)

    Kurang dari 6

    bulanAntibiotik Antibiotik

    6 bulan sampai

    2 tahunAntibiotik

    Antibiotik jika gejala berat,

    observasi jika gejala ringan

    2 tahun ke atas

    Antibiotik jika gejala berat,

    observasi jika gejala ringan Observasi

    Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga tengah, dan

    terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam

    kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau

    demam 39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan

    sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak

    di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen

    tetap diberikan pada masa observasi (Kerschner, 2007).

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    16/18

    MenurutAmerican Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakanfirst-line terapi dengan

    pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap

    Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin

    seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae

    dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007). Pneumococcal 7-

    valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic

    of Pediatric, 2004).

    Pembedahan

    Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi

    dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).

    1. MiringotomiMiringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari

    telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak

    harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran

    posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali

    jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah

    nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi

    sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan

    terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau

    timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-

    line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).

    2. TimpanosintesisMenurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran

    timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi

    timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru

    lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat

    menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan

    dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

    3. AdenoidektomiAdenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada

    anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak

    memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak

    dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren (Kerschner,

    2007).

    Komplikasi

    Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai

    abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media

    supuratif kronik. Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada

    komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut , paresis nervus fasialis, labirinitis,

    petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

    Prognosis

    Prognosis pada kebanyakan orang dengan infeksi telinga tengah sangat baik. Infeksi dan gejala biasanya

    hilang sepenuhnya. Dalam kasus yang parah yang tidak diobati, infeksi dapat menyebar, menyebabkan

    infeksi pada tulang mastoid (mastoiditis) atau bahkan meningitis, tapi ini jarang terjadi. Kesulitan

    mendengar dapat terjadi. Sementara mereka tidak selalu permanen, mereka dapat mempengaruhi

    perkembangan bicara dan bahasa anak-anak muda.

    Pencegahan

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    17/18

    Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mecegah ISPA pada bayi dan anak-anak,

    menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan,

    menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dll (kerschner, 2007)

    4. Memahami dan menjelaskan menjaga kesehatan telinga menurut ajaran IslamPeneliti dari Universitas Alexsandria ,dr musthafa syahatah ,yang sekaligus menjabat sebagai DekanFakultas THT, menyebutkan bahwa jumlah kuman pada orang yang berwudhu lebih sedikit dibanding

    orang yang tidak berwudhu.

    Dengan ber-istisnaq (menghirup air dalam hidung) misalnya kita dapat mencegah timbulnya penyakit

    dalam hidung. Dengan mencuci kedua tangan ,kita dapat menjaga kebersihan tangan. Kita juga bisa

    menjaga kebersihan kulit wajah bila kita rajin berwudhu. Selain itu,kita juga bisa menjaga kebersihan daun

    telinga dan telapak kaki kita, artinya dengan sering berwudhu kita dapat menjaga kesehatan tubuh kita.

    Lalu ,bagaimana jika berwudhu dilakukan sebelum tidur ? Nah,para pakar kesehatan di dunia senantiasa

    menganjurkan agar kita mencuci kaki mulut dan muka sebelum tidur. Bahkan ,sejumlah pakar kecantikan

    memproduki alat kecantikan agar dapat menjaga kesehatan kulit muka.

    Di samping itu tentunya anjuran untuk berwudhu juga mengandung nilai ibadah yang tinggi. Sebab ketika

    seseorang dalam keadaan suci. Jika seseorang berada dalam keadaan suci,berarti ai dekat dengan Allah.

    Karena Allah akan dekat dan cinta kepada orang-orang yang berada dalam keadaan suci.

    Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa tidur dimalam hari dalam keadaan suci (berwudhu) maka

    Malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap Ya Allah

    ampunilah hamba mu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci. (HR Ibnu

    Hibban dari Ibnu Umar r.a.)

    Hal ini juga ditulis dalam kitab tanqih al-Qand al-Hatsis karangan syekh muhamad bin umar an-nawawi al-

    mantany. Dari umar bin harits bahwa nabi bersabda :barangsiapa tidur dalam keadaan berwudhu ,maka

    apabila mati disaat tidur maka matinya dalam keadaan syahid disisi allah.Maksudnya orang yang berwudhu sebelum tidur akan memperoleh posisi yang tinggi disisi Allah.

    Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa berwudhu sebelu tidur merupakan anjuran nabi yang harus

    dikerjakan bila seseorang ingin memperoleh kemuliaan disisi Allah.

    Manfaat Wudhu Sebelum Tidur

    Pertama, merilekskan otot-otot sebelum beristirahat. Mungkin tidak terlalu banyak penjelasan. Bisadibuktikan dalam ilmu kedokteran bahwa percikan air yang dikarenakan umat muslim melakukan wudhu

    itu merupakan suatu metode atau cara mengendorkan otot-otot yang kaku karna lelahnya dalam

    beraktifitas. Sangat diambil dampak positifnya bahwa jika seseorang itu telah melakukan wudhu, maka

    pikiran kita akan terasa rileks. Badan tidak akan terasa capek.

    Kedua, mencerahkan kulit wajah. Wudhu dapat mencerahkan kulit wajah karena kinerja wudhu inimenghilangkan noda yang membandel dalam kulit. Kotoran-kotoran yang menempel pada kulit wajah kita

    akan senantiasa hilang dan tentunya wajah kita menjadi cerah dan bersih.

    Ketiga, didoakan malaikat. Dalam sabda Beliau yang disinggung pada bagian atas, malaikat akansenantiasa memberikan doa perlindungan kepada umat muslim yang senantiasa wudhu sebelum tidur.

  • 5/28/2018 Sk2 Panca Indera

    18/18

    Padahal malaikat adalah makhluk yang senantiasa berdzikir kepada Allah. niscaya doanya akan senantiasa

    dikabulkan pula oleh Allah. Oleh karena itu, senantiasa berwudhu itu adalah hal yang wajib kita lakukan.

    Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati

    semua itu akan diminta pertanggung jawabannya". (QS. al-Isra': 36). Betapa banyak manusia di zaman

    sekarang ini yang tidak mau menjaga pendengarannya, sehingga ia gunakan pendengaran tersebut

    kepada hal yang haram, seperti mendengarkan musik, nyanyian yang mengumbar dan membangkitkansyahwat. Dan betapa banyak diantara manusia yang tidak mau menjaga penglihatan-penglihatannya,

    sehingga ia gunakan kepada melihat yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'la. Lidah wajib dijaga

    dengan berkata benar, kalau tidak hendaklah diam, karena salah satu sebab terbesar yang menyebabkan

    seseorang masuk ke dalam api neraka adalah karena tidak mau memelihara lidah mereka. Dalam hal ini

    Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang bisa menjaga yang terletak antara

    dua jenggot maka dia akan masuk syorga" (HR. al-Hakim yang dishahihkan oleh Imam adz-Dzahabi)