BAB I
BAB P E N D A H U L U A N
A.LATAR BELAKANG
Di era tahun 50-an, Negara-negara di dunia terpolarisasi kedalam
dua kutub. Ketika itu terjadi pertarungan yang kuat antra Timur dan
Barat terutama sekali pada era perang dingin (cold war) antara
Amerika Serikat dan Uni Sovyet.
Pertarungan ini adalah merupakan upaya untuk memperluas sphere
of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan
penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di dunia dengan berkedok
pada ideology anutan masing-masing.
Sebagian Negara masuk dalam Blok Amerika dan sebagian lagi masuk
dalam Blok Uni Sovyet. Aliansi dan pertarungan didalamnya
memberikan akibat fisik yang negative bagi beberapa Negara di dunia
seperti misalnya Jerman yang sempat terbagi menjadi dua bagian,
Vietnam dimasa lalu, serta Semenanjung Korea yang sampai saat
sekarang ini masih terbelah menjadi Korea Utara dan Korea
Selatan.
Dalam pertarungan ini Negara dunia ketiga menjadi wilayah
persaingan yang amat mempesona buat keduanya. Sebut saja misalnya
Negara-negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara seperti Indonesia,
Malaysia, Thailand, Jepang serta Negara-negara di kawasan lain yang
kaya akan energi dunia seperti Uni Emirat Arab, Kuwait dan
Qatar.
Dalam kondisi yang seperti ini, lahir dorongan yang kuat dari
para pemimpin dunia ketiga untuk dapat keluar dari tekanan dua
Negara tersebut. Soekarno, Ghandi dan beberapa pemimpin dari Asia
serta Afrika merasakan polarisasi yang terjadi pada masa tersebut
adalah tidak jauh berbeda dengan kolonialisme dalam bentuk yang
lain.
Akhirnya pada tahun 1955 bertempat di Bandung, Indonesia, 29
Kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah dan
kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius
tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan barat. Pertemuan ini
disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering disebut
sebagai Konferensi Bandung. Konferensi inilah yang menjadi tonggak
lahirnya Gerakan Non Blok.
B.TUJUAN
Dengan didasari semangat Dasa Sila Bandung, Gerakan Non Blok
dibentuk pada tahun 1961 dengan tujuan utama mempersatukan
Negara-negara yang tidak ingin beraliansi dengan Negara-negara
adidaya peserta Perang Dingin yaitu USA dan Uni Sovyet.BAB II
LAHIRNYA GERAKAN NON BLOK
A.KONFERENSI ASIA AFRIKA
Konferensi Asia Afrika merupakan gagasan oleh lima Negara yaitu
Indonesia, India, Pakistan, Burma dan Sri Lanka. Persiapan pertama
dilakukan di Kolombo pada tanggal 28 April 2 Mei 1954. Persiapan
kedua dilakukan di Bogor pada tanggal 29 Desember 1954. Melalui
persiapan ini maka kemudian Konferensi Asia Afrika
dilaksanakan.Akhirnya pada tanggal 18 April 1955, dimulailah
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di kota Bandung.
Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 25 April 1955 dan diikuti
oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.
Tujuan utama konferensi ini adalah membentuk kubu kekuatan
negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi dua kubu adidaya, Barat
dan Timur. Di akhir konferensi, ditandatangani Deklarasi Bandung
yang isinya kesepakatan untuk mengadakan kerjasama ekonomi dan
budaya di antara negara-negara dunia ketiga serta mengakui adanya
hak untuk menentukan nasib bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Selain
itu, konferensi ini juga mengeluarkan resolusi menentang
penjajahan, di antaranya penjajahan Perancis atas Guinea Baru.
Konferensi Asia Afrika juga menjadi pendahuluan dari terbentuknya
Organisasi Gerakan Non-Blok.
Dalam Pertemuan tersebut, 29 kepala Negara Asia dan Afrika
bertemu membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk
didalamnya mengupas secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh
kekuatan barat. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi
Asia Afrika atau sering pula disebut sebagai Konferensi
Bandung.
Dari Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati
bersama yang sering juga disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung,
yaitu :
1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta
asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB;
2. Menghormati kedaulatan dan integrits territorial semua
bangsa;
3. Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa baik besar
maupun kecil;
4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal
dalam negeri orang lain;
5. Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri
sendiri secara sendiri atau kolektif sesuai dengan piagam PBB;
6. a. Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif
untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu Negara
besar.
b.Tidak melaukan tekanan terhadap Negara lain.
7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun
penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau
kemerdekaan politik suatu Negara.
8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan
damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau
penyelesaian hukum, atau cara damai lain berdasarkan pilihan
pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan piagam PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Di dalam komunike akhir konferensi itu, digarisbawahi kebutuhan
untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan antar
negara-negara Asia-Afrika dalam hal pembangunan ekonomi untuk
melepaskan diri dari ketergantungan melalui industrialisasi.
Kerjasama ini dilaksanakan dengan membangun komitmen penyediaan
asistensi teknis dalam proyek-proyek pembangunan, selain pertukaran
teknologi, pengetahuan, dan pembangunan pelatihan regional dan
lembaga-lembaga penelitian.
B.TERBENTUKNYA GERAKAN NON BLOK
Seperti diketahui, pembangunan Gerakan Non-blok dicanangkan
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 25 negara dari
Asia, Afrika, Eropa, dan Latin Amerika diselenggarakan di Biograd
(Belgrade), Yugoslavia pada tahun 1961. Pemimpin kharismatik dari
Yugoslavia, Presiden Broz Tito, menjadi pemimpin pertama dalam
Gerakan Non-Blok. Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961, serangkaian
Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok telah diselenggarakan di
Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota yang
hadir kebanyakan dari negara-negara Afrika yang baru meraih
kemerdekaan, kemudian Lusaka, Zambia (1969), Alzier, Aljazair
(1973) saat terjadinya krisis minyak dunia, Srilangka (1977), Cuba
(1981), India (1985), Zimbabwe (1989), Indonesia, Kolombia, Afrika
Selatan, dan terakhir di Malaysia pada tahun 2003. Dengan didasari
oleh semangat Dasa Sila Bandung, maka pada tahun 1961 Gerakan Non
Blok dibentuk oleh Josep Broz Tito, Presiden Yugoslavia saat
ituPenggunaan istilah Non-Alignment (Tidak Memihak) pertama kali
dilontarkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya
di Srilangka tahun 1954. Dalam pidato ini, Perdana Menteri Nehru
menjelaskan lima pilar prinsipil, empat pilar diantaranya
disampaikan oleh Petinggi Tiongkok Chou En-lai, yang dijadikan
pedoman bagi hubungan antara Tiongkok dengan India. Lima prinsip
itu disebut dengan Panchshell, yang kemudian menjadi basis dari
Gerakan Non-Blok. Kelima prinsip tersebut adalah:
1. Saling menghormati kedaulatan teritorial
2. Saling tidak melakukan agresi
3. Saling tidak mencampuri urusan dalam negeri
4. Setara dan saling menguntungkan, serta
5. Berdampingan dengan Damai
Melihat kenyataan di atas, keberadaan Gerakan Negara-Negara
Non-Blok secara tegas mengacu pada hasil-hasil kesepakatan dalam
Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955. Penggunaan istilah
bangsa-bangsa non-blok atau tidak memihak adalah pernyataan bersama
untuk menolak melibatkan diri dalam konfrontasi ideologis antara
Barat-Timur dalam suasana Perang Dingin. Lebih lanjut,
bangsa-bangsa yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok lebih
memfokuskan diri pada upaya perjuangan pembebasan nasional,
menghapuskan kemiskinan, dan mengatasi keterbelakangan di berbagai
bidang. Dengan demikian, jelas terang bagi kita besarnya kontribusi
Konferensi Bandung bagi perkembangan Gerakan Non-Blok sebagai
gerakan politik dari negara-negara yang menentang perang
dingin.
C.PERTEMUAN PERTEMUAN
Pertemuan-pertemuan tingkat tinggi yang diadakan oleh
Negara-negara Non Blok meliputi :
1. Summit Conferences (Konferensi Tingkat Tinggi/KTT);Pertemuan
ini merupakan pertemuan tertinggi dan dihadiri oleh para Kepala
Negara/Kepala Pemerintahan seluruh Negara anggota Non Blok.
Pertemuan ini merupakan pertemuan puncak dan sering disebut dengan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Keputusan-keputusan penting akan
diputuskan dalam pertemuan tersebut. Pertemuan tingkat tinggi ini
diselenggarakan setiap tiga tahun. Dalam membahas masalah-masalah
yang ada, pertemuan ini dibagi menjadi dua komite yaitu Komite
mengenai issue-issue politik dan Komite mengenai issue-issue
ekonomi dan social.
Sampai saat ini telah diselenggarakan KTT sebanyak 13 kali dan
bertempat di Negara-negara anggota GNB, yaitu :KTT I:01 06
September 1961 di Belgrade, Yugoslavia
KTT II:05 10 Oktober 1964, Kairo, Mesir
KTT III:08 10 September 1970, Lusaka, Zambia
KTT IV:05 09 September 1973, Aljir, Aljazair
KTT V:16 19 Agustus 1976, Colombo, Srilanka
KTT VI:03 09 September 1979, Havana, Kuba
KTT VII:07 12 Maret 1983, New Delhi, India
KTT VIII:01 06 September 1986, Zimbabwe
KTT IX:04 07 September 1989, Belgrade, Yugoslavia
KTT X:01 07 September 1992, Jakarta, Indonesia
KTT XI:18 20 Oktober 1995, Cartagena, Kolombia
KTT XII:02 03 September 1998, Durban, Afrika Selatan
KTT XIII:02 25 February 2003, Kuala Lumpur, Malaysia
2. Ministerial Conferences;
Konferensi ini merupakan pertemuan para menteri, yang bertujuan
:
Meninjau/memeriksa perkembangan-perkem-bangan dan implementasi
dari keputusan-keputusan yang dihasilkan KTT.
Menyiapkan KTT berikutnya
Mendiskusikan hal-hal yang dianggap penting yang akan dibawa ke
KTT.
Konferensi tingkat menteri terdiri dari : Ministerial Meetings
in New York;
Extraordinary Ministerial Meetings;
Ministerial Meetings of the Coordinating Bureau;
Meetings of the Ministerial Committee on Methodology;
Meetings of the Standing Ministerial Committee on Economic
Cooperation;
Ministerial Meetings in various fields of International
Cooperation.
Selain pertemuan tingkat tinggi tersebut diatas, pertemuan
lainnya yang diselenggarakan adalah working group, task forces,
contact groups and Committee.D.NEGARA ANGGOTA
Setelah hampir 50 tahun sejak disepakati Dasasila Bandung yang
menjadi landasan semangat antikolonialisme di Asia Afrika, lalu
dilanjutkan dengan Konferensi di Beograd yang merumuskan GNB,
secara kuantitas GNB berhasil menggalang anggota dari 25 negara
pada tahun 1961 dan saat ini menjadi 116 negara (terlampir)
ditambah 17 negara pengamat yaitu Antiqua & Barbuda, Armenia,
Azerbaijan, Belarus, Brazil, China, Costa Rica, Croatia, Dominica,
Dominican Rep., El Salvador, Kazakhstan, Kyrgyztan, Mexico,
Paraguay, Uruguay dan Ukraine.
Hal tersebut diatas membuktikan menguatnya sentiment
antikolonialisme pasca Perang Dunia II. Format politik GNB
selanjutnya berusaha mempertahankan posisi sebagai zona netral
karena dalam periode Perang Dingin, Negara Asia Afrika dan Amerika
Latin membutuhkan banyak waktu untuk tidak terjebak peperangan.
Selain itu, kebutuhan bagi Negara-negara Asia Afrika lainnya untuk
merasakan kehidupan bersama sebagai black side area tatanan dunia
baru telah menjadikan nasionalisme sebagai factor terpenting. Meski
demikian, GNB masih diwarnai inkonsistensi.
E.MASALAH-MASALAH ANTAR NEGARA
Disadari bahwa meskipun Negara-negara anggota GNB sendiri
berupaya memegang teguh prinsip-prinsip dan cita-cita yang dianut
oleh GNB sebagaimana tertuang dalam Dasasila Bandung, namun bukan
berarti bahwa selama ini tidak ada masalah-masalah internal
GNB.
Diantara masalah-masalah yang menonjol adalah adanya berbagai
perselisihan yang terjadi diantara Negara-negara anggota GNB
sendiri.
Perselisihan antara Negara anggota tertentu itu, selain
mengganggu suasana kerjasama intern GNB, juga adakalanya menghambat
jalannya sidang-sidang GNB. Disamping itu, disadari pula adanya
kesulitan dalam mencapai kesepakatan untuk hal-hal tertentu yang
disebabkan juga oleh penerapan prinsip konsensus secara kaku.
BAB IIIPERANAN INDONESIA DALAM GERAKAN NON BLOKA.INDONESIA DAN
GNB
Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi
Negara-negara berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan
untuk itu Indonesia senantiasa berusaha secara konsisten dan aktif
membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan
prinsip-prinsip Gerakan Non Blok.
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat
dikatakan lahir sebagai Negara netral yang tidak memihak. Hal
tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Selain itu diamanatkan pula bahwa
Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat
tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif,
Indonesia memilih untuk menentukan jalannya sendiri dalam upaya
membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan
persahabatan dengan segala bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan
aktif itu, selain sebagai salah satu Negara pendiri GNB, Indonesia
juga senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip dan
aspirasi GNB. Sikap ini secara konsekuen diaktualisasikan Indonesia
dalam kiprahnya pada masa kepemimpinan Indonesia pada tahun 1992
1995 diawal era pasca perang dingin. Pada masa itu, Indonesia telah
berhasil membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan secara dinamis
menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi dengan menata
kembali prioritas-prioritas lama dan menentukan prioritas-prioritas
baru dan menetapkan orientasi serta pendekatan yang baru pula.
B.TUAN RUMAH KTT X GNB
Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT GNB yaitu KTT X yang
berlangsung pada tanggal 1 7 September 1992 di Jakarta dan
Bogor.
Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut,
GNB berhasil memainkan peran penting dalam percaturan politik
global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada
gerakan ini. Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama
pada pembangunan ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog
Selatan-Selatan. Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab
Komisi Selatan dalam laporannya yang berjudul The Challenge to the
South (1987), menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus
mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada
kerjasama Utara-Selatan ibarat pungguk merindukan bulan.
Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan memperkuat posisi tawar
(bargaining-position) Negara-negara berkembang meski hal ini masih
harus dibuktikan.Kendati lebih mengedepankan kepentingan ekonomi,
tetapi politik dan keamanan Negara-negara sekitar tetap menjadi
perhatian. Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya
untuk turut menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain :
Kamboja, gerakan separatis Moro di Filipina dan sengketa di Laut
Cina Selatan.
Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta
Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori
antara lain oleh Indonesia. KTT X GNB di Jakarta berhasil
merumuskan Pesan Jakarta yang disepakati bersama. Dalam Pesan
Jakarta tersebut terkandung visi GNB yaitu :
Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai
relevansi GNB setelah berakhirnya Preang Dingin dan ketetapanhati
untuk meningkatkan kerjasama yang konstruktif serta sebagai
komponen integral dalam arus utama (mainstream) hubungan
internasional;
Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi
internasional dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai
melalui cara-cara politik yang menjadi cirri menonjol perjuangan
GNB sebelumnya.
Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi
Negara-negara anggota melalui peningkatan kerjasama
Selatan-Selatan.
Setelah KTT Jakarta, GNB dapat dikatakan telah memperoleh
kembali kekuatan dan keteguhannya serta kejelasan akan
tujuan-tujuannya yang murni.
Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan
upaya-upaya penting dalam meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan,
menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan dan berupaya untuk
penghapusan hutang Negara-negara berkembang serta memperjuangkan
revitalisasi dan restrukturisasi PBB. Demikian pula, Indonesia
telah berhasil membawa GNB kearah pendekatan baru berupa kemitraan,
dialog dan kerjasama dengan meninggalkan sikap konfrontasi serta
retorika. Dengan pendekatan baru itu, GNB mampu berkiprah secara
konstruktif dalam percaturan dunia, terutama dalam interaksinya
dengan Negara-negara maju dan organisasi/lembaga internasional.
Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia juga
secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar
negeri negara-negara miskin baik pada kesempatan dialog dengan
Ketua G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri
GNB mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta
pada bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai
penyelesaian hutang luar negeri.
Dari upaya-upaya tersebut telah dicapai beberapa kemajuan yaitu
antara lain telah disepakatinya upaya untuk melakukan pengurangan
substansial terhadap hutang bilateral. Sedangkan untuk hutang
multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk
membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia
dan Dana Moneter Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs
(Heavily Indebted Poor Countries); Peningkatan Fasilitas
Penyesuaian Struktural (Enhanced Structural Adjustment Facility)
dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia serta komitmen
negara-negara Paris Club bagi penyelesaian hutang bilateral dengan
menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari 67% menjadi 80%.
Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka
memerangi kemiskinan.
Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia
menjadi Ketua, GNB telah berhasil mengubah sikap negara-negara
anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan standard ganda
terhadap lembaga Bretton Woods. Disatu pihak secara bilateral
negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang
tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan
sikap apriori terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
Seperti diketahui, bahwa pengambilan keputusan pada lembaga Bretton
Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah kekayaan
anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan
negara-negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa
telah terjalin hubungan yang baik dimana lembaga Bretton Woods
telah mau mendengarkan argumentasi dan mempertimbangkan
usulan-usulan GNB.
Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua
maupun Troika GNB (kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode
sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua yang akan datang), namun tidak
berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai
permasalahan penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai
anggota GNB, Indonesia akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya
untuk kemajuan GNB dimasa yang akan datang dengan mengoptimalkan
pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan Troika
GNB.
C.PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA GNB
Ekspor
Ekspor Indonesia ke Negara anggota GNB periode Januari Nopember
2004 bernilai US$ 16,760.03 juta atau sekitar 33% dari total ekspor
non migas Indonesia yang bernilai US$ 50,653.17juta. Negara tujuan
ekspor yang utama antara lain Singapore, Malaysia, India, Thailand
dan Philipina. Dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2003
dimana ekspor non migas ke Negara GNB senilai US$ 14,013.06 maka
terjadi peningkatan sebesar US$ 2,747.57 juta atau 19,61%.
Peningkatan tersebut terutama terjadi di Negara-negara : Jordan,
Venezuela, Eritrea, Bolivia, Belarus, Malawi, Vanuatu dan Laos.
Meskipun di Negara-negara tersebut peningkatan ekspornya cukup
tinggi berkisar 100 300% tetapi secara keseluruhan ekspor ke Negara
GNB hanya meningkat 19,61%, hal ini dikarenakan terjadi pula
penurunan ekspor ke Negara-negara tertentu seperti : Nigeria,
Benin, Cote dIvoire, Madagaskar, Senegal, Mongolia, Afrika Tengah
dan Uzbekistan yang berkurang sekitar 20-35%, sedangkan ekspor ke
Guinea Bissau bahkan terhenti sama sekali.
Sumber: Analisa Posisi Perdagangan Indonesia di Beberapa
Kawasan/
Kerjasama Perdagangan Internasional Edisi April 2005, Set.
Ditjen KPI.
Impor
Selama periode Januari Nopember 2004, impor Indonesia dari
Negara-negara anggota GNB berjumlah US$ 7,826.97 juta atau sekitar
25,23% dari total impor non migas Indonesia yang bernilai 31,017.24
juta. Negara pengimpor yang utama adalah Singapore, Thailand,
Malaysia, India dan Afrika Selatan.
Pada periode yang sama tahun 2003, impor non migas dari Negara
anggota GNB berjumlah US$ 5,579.82 juta berarti untuk tahun 2004
terjadi peningkatan sebesar 40,27%.
Sumber :Analisa Posisi Perdagangan Indonesia di Beberapa
Kawasan/Kerjasama Perdagangan Internasional Edisi April 2005, Set.
Ditjen KPI.
BAB IV
KTT XIII GNB 2003 MALAYSIA
A.LATAR BELAKANG
Konferensi Tingkat Tinggi XIII telah diselenggarakan pada
tanggal 20 25 Februari 2003 di Putra Jaya, Malaysia. Seharusnya KTT
tersebut diselenggarakan di Bangladesh tetapi sebulan sebelum
pelaksanaan, Bangladesh membatalkan pertemuan secara sepihak dengan
alasan terjadi krisis politik di Negara tersebut.
KTT XIII sebenarnya berlangsung pada bulan Juli 2002 di
Jordania, akan tetapi KTT batal dilaksanakan pada tahun itu karena
kondisi politik dan keamanan di Timur Tengah yang tidak kondusif.
Akibat dari pembatalan kedua Negara tersebut, para delegasi yang
bersidang di Durban akhirnya memutuskan untuk menyerahkan
pelaksanaan KTT kepada Malaysia.
Malaysia menyanggupi pelaksanaan KTT tersebut dan secara serius
mempersiapkan pelaksanaannya. Bahkan Malaysia berambisi menjadikan
KTT di Kuala Lumpur menjadi yang terbaik dibanding dengan
pelaksanaan yang sebelumnya. B.PELAKSANAAN KTT XIII
KTT Gerakan Non Blok ke-13 di Kuala Lumpur kali ini
terselenggara ditengah isu besar yang menjadi perhatian dunia
internasional. Rencana serangan AS terhadap Irak telah menimbulkan
polemik dan kontroversi yang sangat hebat di berbagai Negara.
Pernyataan AS yang mengatakan bahwa Irak menyimpan senjata pemusnah
massal mendapat tentangan keras termasuk dari warga negaranya
sendiri.
Protes dan demonstrasi besar-besaran marak diberbagai tempat
sebagai bentuk penolakan serangan AS tersebut. Penolakan bertambah
kuat karena beberapa Negara sekutu AS di Eropa seperti Jerman dan
Perancis dengan tegas menolak rencana serangan AS tersebut. Dewan
Keamanan PBB sejauh ini juga tidak meloloskan rekomendasi yang
mengizinkan AS menggunakan kekuatan militer di Irak.
Menyikapi hal tersebut, Negara-negara yang bersidang dalam KTT
GNB di Kuala Lumpur, sepakat menjadikan krisis AS-Irak sebagai
salah satu tema utama pembicaraan. Mereka menghendaki GNB
mengeluarkan suatu resolusi yang secara tegas menyatakan penolakan
(condemn) terhadap rencana serangan AS tersebut. Pernyataan ini
sangat penting untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa
keberadaan GNB masih penting dan perannya tidak dapat
dikesampingkan. PBB juga diharapkan dapat memperhatikan pernyataan
Negara-negara GNB tersebut mengingat mayoritas anggota PBB yang
berjumlah 196 negara merupakan anggota GNB.
Kekompakan Negara anggota GNB dapat dijadikan momentum baru
untuk mempersatukan seluruh anggota. Indikasi ini terlihat dari
antusiasme para Kepala Negara/Pemerintahan yang menghadiri KTT di
Kuala Lumpur ini. Total ada 52 Kepala Negara/Pemerintahan yang
mengikuti Konferensi termasuk Presiden RI Megawati Soekrnoputri.
Ini merupakan rekor baru karena selama pelaksanaan KTT sebelumnya
jumlah yang hadir lebih sedikit dari yang sekarang.
Melihat begitu banyaknya Kepala Negara/Pemerintahan yang hadir
dalam KTT ini perhatian dunia internasional tertuju ke Kuala Lumpur
guna mencermati perkembangan dan menelaah resolusi yang dihasilkan
dalam KTT ini.
Disamping menghasilkan resolusi mengenai krisis AS-Irak,
konferensi juga menghasilkan pernyataan bersama untuk menyikapi
keadaan yang terjadi di Korea Utara.
Dalam bidang ekonomi, agenda yang tidak boleh dilupakan adalah
melakukan perbaikan dan pemberdayaan ekonomi. Data yang ada
menunjukkan sebagian besar Negara anggota GNB kinerja ekonominya
belum memuaskan. Memang ada beberapa Negara yang berhasil mencatat
prestasi ekonomi yang mengesankan seperti yang terjadi di Negara
Asia timur, beberapa Negara Afrika serta Negara-negara Asia
Tenggara termasuk tuan rumah Malaysia. Namun secara keseluruhan GNB
harus bekerja keras agar mereka dapat mensejajarkan diri dengan
Negara maju.
Masalah lain yang muncul adalah besarnya ketimpangan ekonomi
antar beberapa Negara anggota. Sebagai gambaran misalnya,
perbandingan antara dua Negara anggota yaitu Ghana dan Korea
Selatan. Pada tahun 1960-an data-data ekonomi kedua Negara relative
sama, namun kondisi ekonomi antar keduanya sekarang sangat berbeda,
bagaikan bumi dan langit. Fenomena ini bisa muncul karena Korea
Selatan mampu mejawab tantangan zaman dengan tepat. Mereka bekerja
keras, bertarung dengan Negara lain dengan menghasilkan produk yang
murah dan kompetitif sehingga bisa bersaing di pasar internasional.
Sesuatu yang belum dilakukan oleh Ghana dan sebagian besar Negara
anggota lainnya.
Kekuatiran para anggota gerakan non blok menyangkut meningkatnya
kesenjangan globalisasi adalah hanya merugikan Negara-negara sedang
berkembang. Secara keseluruhan, para pengamat politik menganalisa
hasil sidang ke-13 KTT Non Blok adalah gerakan positif dalam
kegiatan organisasi ini. Pendirian para Negara anggota untuk
menentang kebijakan AS menunjukkan realitas bahwa mayoritas
Negara-negara dunia menentang kebijakan militerisme AS yang
membenarkan langkah-langkah yang tidak logis dan tidak dapat
diterima. BAB V50 TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA
Seperti telah disebutkan pada bab terdahulu, Konferensi
Asia-Afrika yang dikenal dengan sebutan Konferensi Bandung
diselenggarakan pada tanggal 18-24 April 1955. Konferensi ini
digagas bersama oleh Indonesia, Burma, Srilangka, India, dan
Pakistan. Hadir dalam konferensi itu 29 pemimpin Negara, 23 di
antaranya dari kawasan Asia dan 6 dari kawasan Afrika.
Pemimpin-pemimpin besar dunia, seperti Soekarno dari Indonesia,
Chou Enlai dari Republik Rakyat Tiongkok, Perdana Menteri Jawaharal
Nehru dari India, Mohamad Ali dari Pakistan, U Nu dari Burma, Gamal
Abdul Nasser dari Mesir, tercatat sebagai hadirin yang mengikuti
konferensi tersebut.
Konferensi dilaksanakan dalam situasi ketika dunia terbelah ke
dalam dua blok kekuatan adidaya dunia yang saling berseteru dalam
perang dingin, yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan
Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Blok-blok kekuatan adalah
buah dari tidak terselesaikannya kontradiksi dalam panggung politik
dunia antara kekuatan imperialis Barat dengan kekuatan
negara-negara Sosialis yang pada saat berlangsungnya perang
imperialis, bersekutu menumbangkan blok kekuatan fasisme yang
terdiri dari Jerman, Italia, dan Jepang.
Kini setelah 50 tahun Konferensi Asia Afrika I berlangsung,
Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Afrika Selatan
telah melaksanakan Konferensi II Bangsa-Bangsa Asia dan Afrika.
Konferensi ini dilaksanakan bertepatan dengan momentum 50 tahun
Konferensi Asia-Afrika Bandung pada 18-24 April 2005. Negara-negara
yang diundang pada peringantan 50 tahun Konferensi Asia Afrika,
berjumlah 25 negara yaitu : Afgnistan, Kamboja, Federasi Afrika
Tengah, Republik Rakyat Tingkok (China), Mesir, Ethiopia, Pantai
Emas (Gold coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Libanon,
Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria,
Thailand, Turki, Vietnam Utara, Vietnam Selatan dan Yaman.
Peringatan serupa sebenarnya bukan hanya milik Pemerintah RI
atau Pemerintah Afrika Selatan. Momentum Konferensi Asia-Afrika
sesungguhnya adalah momentum seluruh Rakyat dari seluruh dunia,
terutama dari Negara-negara yang saat ini berada secara langsung
maupun tidak langsung dalam dominasi imperialisme, khususnya
imperialisme Amerika Serikat (AS). Karenanya berbagai kalangan
masyarakat sipil, baik organisasi massa maupun organisasi sosial
non-pemerintah, juga turut menyibukan diri untuk melaksanakan
peringatan emas 50 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA).
Pertemuan puncak dari Konferensi tersebut dilaksanakan pada
tanggal 22-23 April 2005 di ibukota Jakarta, tepatnya di Gedung
Jakarta Convention Centre (JCC). Pertemuan itu berupa Konferensi
Tingkat Tinggi yang dihadiri oleh pemimpin-pemimpin negara yang
turut serta dalam Konferensi Asia-Afrika II. Melalui KTT tersebut,
dicetuskan Deklarasi Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (New
Asian-African Strategic Partnership/NAASP).
Deklarasi ini memfokuskan kerjasama Asia-Afrika secara konkret
dan komplementer demi tercapainya perdamaian, stabilitas, dan
kemakmuran di kedua benua. Gagasan NAASP pertama kali dicetuskan
pada pertemuan Asian-African Sub Regional Organization Conference
(AASROC) I di Bandung 29-30 Juli 2003. Berdasarkan NAASP, kemitraan
Asia-Afrika akan didasarkan pada tiga pilar kemitraan yaitu
antarpemerintah, antarorganisasi sub-regional dan antarkelompok
masyarakat yang terdiri atas (pelaku bisnis, akademisi dan
masyarakat madani).
Kemitraan strategis yang baru ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan di kawasan
Asia-Afrika yang mengarah pada upaya-upaya meningkatkan sejumlah
mekanisme yang sudah ada, seperti NEPAD (New Partnership for
African Development), TICAD (Tokyo International Conference on
African Development), China-Africa Cooperation Conference Forum,
India NEPAD Fund, dan lain-lain.
Selain di Jakarta, Konferensi juga berlangsung di Bogor dan
mengahsilkan 4 tujuan pokok Konferensi Asia Afrika, yaitu :
1. Untuk memajukan goodwill (kehendak yang luhur) dan kerjasama
antar bangsa-bangsa Asia dan Afrika, untuk memajukan
kepentingan-kepentingan bersama, serta untuk menciptakan dan
meningkatkan persahabatan.2. Untuk meningkatkan kerjasama dibidang
sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
3. Untuk mempertimbangkan hal-hal yang merupakan kepentingan
khusus bangsa-bangsa Asia dan Afrika, misalnya hal-hal yang
berkaitan dengan kedaulatan nasional dan masalah-masalah rasialisme
dan kolonialisme.
4. Untuk memajukan kedudukan rakyat Asia dan Afrika didalam
dunia dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna
memajukan perdamaian serta kerjasama di dunia.
BAB VIP E N U T U P
Semenjak Uni Sovyet runtuh dan pecah terbagi menjadi beberapa
Negara, Gerakan Non Blok terasa kurang relevansinya. Kejatuhan Uni
Soviet tersebut kemudian diikuti dengan krisis politik yang melanda
Negara-negara sekutunya di belahan Eropa Timur. Yugoslavia terpecah
menjadi beberapa Negara, Jerman Barat bergabung dengan Jerman timur
dan Negara-negara Eropa Timur lainnya melakukan reformasi politik
dan ekonomi mengikuti fenomena sejarah yang terjadi saat itu.
Organisasi pertahanan Pakta Parsawa dibubarkan, bahkan beberapa
Negara yang dulu bergabung didalamnya kemudian bergabung menjadi
anggota NATO yang dulu merupakan pesaing beratnya. Fenomena ini
menandai berakhirnya era perang dingin antara Blok Barat yang
dikomandani AS dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Sovyet. Situasi
politik internasional berubah drastis dengan menampilkan AS sebagai
satu-satunya super power dunia.
Motivasi utama pendirian Gerakan Non Blok pada tahun 1961 adalah
untuk menghindarkan perang serta memperkokoh perdamaian. Persaingan
kekutan militer yang sangat tajam antara AS dan Uni Soviet
menimbulkan kekhawatiran berbagai Negara bahwa kemungkinan akan
pecah perang terbuka antara kedua pihak.
Untuk menyikapi keadaan tersebut beberapa Negara melakukan
inisiatif dan memprakarsai sebuah gerakan yang diposisikan netral,
tidak memihak serta tidak berada di kedua belah pihak. Pendirian
GNB didasari oleh semangat Dasasila Bandung yang dihasilkan pada
Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung. Pada saat masih
berlangsung perang dingin, tujuan GNB memiliki relevansi yang
sangat kuat. Keberadaannya secara politik agak surut ketika terjadi
revolusi politik besar-besaran di Uni Sovyet dan Negara-negara
Eropa Timur.
Namun jika dikaji lebih dalam, surutnya peran GNB itu sebenarnya
lebih bersifat di permukaan, Setelah berakhirnya era perang dingin,
bukan berarti dunia terbebas dari konflik dan peperangan. Di
beberapa Negara/wilayah, terjadi berbagai konflik baik bersifat
local maupun regional. Perseteruan politik yang disertai dengan
pergantian kepemimpinan nasional terjadi dibeberapa Negara Afrika.
Bahkan peristiwa yang hampir sama juga dialami Indonesia, sebagai
salah satu pelopor berdirina gerakan ini.
Perang antara Israel dan Palestina tetap berlangsung sampai saat
ini, India dan Pakistan yang sama-sama anggota GNB juga mengalami
hubungan yang tidak harmonis. Hal yang sama terjadi terhadap dua
Negara bersaudara di Semenanjung Korea yaitu Korea Selatan dan
Korea Utara. Sementara itu penyerangan AS kepada Irak yang
merupakan salah satu Negara anggota GNB juga tidak dapat
dihindarkan.
Meskipun mayoritas anggota PBB yang berjumlah 196 negara
merupakan anggota Gerakan Non Blok (144 negara), tetapi GNB tidak
mempunyai kekuatan. Terbukti ketika akhirnya AS berhasil menyerang
Irak dengan alasan Irak menyimpan senjata pemusnah massal. Padahal
seperti diketahui, dalam KTT GNB ke-13 di Kuala Lumpur, Malaysia,
Negara-negara anggota telah sepakat menjadikan krisis AS Irak
sebagai salah satu tema utama. Negara anggota menghendaki GNB
mengeluarkan satu resolusi yang secara tegas menyatakan penolakan
terhadap rencana serangan AS tersebut. Pernyataan tersebut sangat
penting untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa
keberadaan GNB masih penting dan peranannya tidak dapat
dikesampingkan. Kenyataannya resolusi GNB ini tidak bermakna karena
AS tetap melancarkan aksinya di Irak.
Keadaan semacam ini harusnya menyadarkan Negara-negara anggota
GNB bahwa tantangan yang dihadapi tidak berkurang bahkan semakin
berat di masa depan.
**************
LATAR BELAKANG
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencatat sejarah
baru dengan ditandatanganinya ASEAN Charter (Piagam ASEAN) dalam
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-13 ASEAN di Singapura, Selasa
(20/11). Piagam ASEAN tersebut diteken oleh 10 pemimpin negara
anggota ASEAN, termasuk Myanmar. Kesepuluh kepala negara atau
kepala pemerintahan ASEAN yang membubuhkan tanda tangan pada Piagam
ASEAN itu adalah Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam), PM
Hun Sen (Kamboja), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia),
PM Bouasone Bouphavanh (Laos), Abdullah Ahmad Badawi (Malaysia).
Selanjutnya, PM Thein Sein (Myanmar), Gloria Maccapagal Arroyo
(Filipina), PM Surayud Chulanont (Thailand), PM Nguyen Tan Dung
(Vietnam), dan PM Lee Hsien Loong (Singapura).
Padahal sebelumnya sejumlah pihak mengkhawatirkan PM Myanmar
tidak akan ikut menandatangani dokumen tersebut dikaitkan dengan
kondisi politik yang memanas di dalam negeri negara itu.
Selain Piagam ASEAN, juga ditandatangani tiga deklarasi yaitu
cetak biru ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Declaration on the
13th Session of the Conference on Climate Change (UNFCCC), dan
Conference of Parties Serving as the Meeting of the Parties (CMP)
to the Protocol Kyoto Protocol
Upacara penandatanganan disaksikan sejumlah menteri dari
masing-masing negara dan liput sekitar 100 orang media cetak dan
elektronik. Usai penandatanganan, para kepala negara melakukan
acara bersulang (toast), yang disambut tepuk tangan para hadirin.
Selanjutnya para kepala negara melakukan sesi foto bersama,
dilanjutkan dengan foto bersama dengan para menteri luar negeri,
dan anggota The Eminent Persons Group (EPG) and Members of High
Level Taskforce (HTLF).
Tonggak Sejarah
Piagam ASEAN disebut tonggak sejarah baru karena baru dimiliki
ASEAN setelah 40 tahun berdiri. Piagam ASEAN merupakan dokumen yang
diharapkan akan mentransformasikan ASEAN dari sebuah asosiasi
menjadi suatu organisasi regional yang memiliki leader personality,
dan mekanisme dan struktur organisasi yang lebih jelas. Salah satu
organ ASEAN yang akan dibentuk sesuai piagam ini adalah Badan HAM
ASEAN
Piagam itu terdiri dari pembukaan, 13 bab, dan 55 pasal.
Pasal-pasalnya menegaskan kembali prinsip-prinsip yang tertuang
dalam seluruh perjanjian, deklarasi, dan kesepakatan ASEAN
Dalam penyusunan piagam itu, Indonesia telah menunjukkan
kepemimpinannya dalam mendorong disepakatinya hal-hal penting
seperti prinsip demokrasi, good governance, dan perlindungan
HAM.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan
permasalahan
1. Bagaimana sejarah berdirinya ASEAN ?
2. Tujuan dibentuknya Piagam Asean (Asean Chartered) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA ASEAN
ASEAN adalah kepanjangan dari Association of South East Asia
Nations. ASEAN disebut juga sebagai Perbara yang merupakan
singkatan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Gedung
sekretarian ASEAN berada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
Indonesia. ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. ASEAN
diprakarsai oleh 5 menteri luar negeri dari wilayah Asia Tenggara,
yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura :
1. Perwakilan Indonesia : Adam Malik2. Perwakilan Malaysia : Tun
Abdul Razak3. Perwakilan Thailand : Thanat Koman4. Perwakilan
Filipina : Narcisco Ramos5. Perwakilan Singapura : S.
Rajaratnam
Sedangkan terdapat negara-negara lain yang bergabung kemudian ke
dalam ASEAN sehingga total menjadi 11 negara, yaitu :
1. Brunei Darussalam tangal 7 Januari 19842. Vietnam tangal 28
Juli 19953. Myanmar tangal 23 Juli 19974. Laos tangal 23 Juli
19975. Kamboja tangal 16 Desember 1998
Prinsip Utama ASEAN
Prinsip-prinsip utama ASEAN digariskan seperti
berikut:Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas
nasional semua negaraSetiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan
permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari
luarPenyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan
amanMenolak penggunaan kekuatan dan kekerasanMeningkatkan kerjasama
yang efektif antara anggota
ASEAN dikukuhkan oleh lima negara pengasas; Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok Proses pembentukan
ASEAN dibuat dalam sebuah penandatanganan perjanjian yang dikenal
dengan nama Deklarasi Bangkok. Adapun yang bertanda tangan pada
Deklarasi Bangkok tersebut adalah para menteri luar negeri saat
itu, yaitu Bapak Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos
(Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura),
dan Thanat Khoman (Thailand). Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu
setelah mencapai kemerdekaannya, negara Brunei masuk menjadi
anggota ASEAN. 11 tahun kemudian, tepatnya tanggal 28 Juli 1995.
Laos dan Myanmar menjadi anggota dua tahun kemudianya, yaitu pada
tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja sudah menjadi anggota ASEAN
bersama sama Myanmar dan Laos, Kamboja terpaksa menarik diri
disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun
kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April
1999.
LOGO ASEAN
Logo ASEAN membawa arti ASEAN yang stabil, aman, bersatu dan
dinamik. Warna logo ada 4 yaitu biru, merah, putih dan kuning.
Warna tersebut merupakan warna utama lambang negara-negara ASEAN.
Warna biru melambangkan keamanan dan kestabilan. Merah bermaksud
semangat dan dinamisme sedangkan putih menunjukkan ketulenan dan
kuning melambangkan kemakmuran. Sepuluh tangkai padi melambangkan
cita-cita pelopor pembentuk ASEAN di Asia Tenggara, yaitu bersatu
dan bersahabat. Bulatan melambangkan kesatuan ASEAN.
B. TUJUAN DIBENTUKNYA PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTERED).
Tahun 2007 bisa dikatakan bersejarah bagi ASEAN. Kawasan ini
memiliki tampilan baru. Ada harapan ASEAN akan terstruktur dan
tersistematis.
Semua itu ditandai dengan ditandatanginya Piagam ASEAN (ASEAN
Charter) sebagai kerangka konstitusi bersama ASEAN.
Keberadaan sebuah piagam agar bisa lebih mengikat negara-negara
anggota sebenarnya sudah cukup lama dikumandangkan di kalangan
pemikir ASEAN. Akan tetapi, baru pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN tahun 2003 di Bali, keinginan ASEAN untuk memiliki
sebuah piagam bersama itu mulai dikonkretkan.
Ibarat sebuah perusahaan yang harus memiliki status hukum yang
jelas, apakah itu perseroan terbatas (PT) atau perusahaan dagang
(PD), ASEAN sebagai organisasi regional yang sudah berusia 40 tahun
ini memang sudah seharusnya punya status hukum. Idealnya, dengan
adanya status hukum itu, ASEAN lebih punya keleluasaan untuk
bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya kalangan pebisnis.
Dia (ASEAN) juga bisa memiliki aset, visi, dan misi, serta
alat/perangkat untuk mewujudkan visi dan misinya tersebut.
Piagam ASEAN memang tidak otomatis akan mengubah banyak hal di
ASEAN. Malah, piagam itu sesungguhnya makin mengekalkan banyak
kebiasaan lama. Misalnya, pengambilan keputusan di ASEAN tetap
dengan cara konsensus dan KTT ASEAN menjadi tempat tertinggi untuk
pengambilan keputusan jika konsensus tidak tercapai atau jika
sengketa di antara anggota terjadi.
Meski demikian, piagam tersebut hadir di saat yang pas, yaitu
ketika kawasan Asia Tenggara ini terus berubah dan negara-negara
ASEAN semakin memperluas cakupan kerja sama yang lebih kukuh ke
Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan China), Asia Tengah (India),
serta ke selatan (Australia dan Selandia Baru). Juga, KTT Asia
Timur yang diselenggarakan beriringan dengan KTT ASEAN.
Tujuan dibentuknya Piagam Asean adalah sebagai berikut
1. Permudah kerja sama
Adanya Piagam ASEAN secara organisatoris akan membuat negara
anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada berbagai
kesepakatan yang telah dibuat ASEAN. Secara teoretis, piagam itu
akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan
mitra-mitra dialognya.
Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa
kesepakatan yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya
dilaksanakan dan dipatuhi oleh beberapa negara anggota ASEAN, kini
kekhawatiran itu bisa dikurangi.
Mekanisme kerja yang lebih jelas di ASEAN seperti tertuang dalam
Piagam ASEAN itu juga akan mempermudah mitra-mitra atau calon-calon
mitra yang ingin berurusan dengan ASEAN. Begitu pula bila di
kemudian hari terjadi persengketaan, Piagam ASEAN telah membuat
pengaturan umum untuk penyelesaian sengketa itu.
Lebih penting lagi secara politis, ASEAN kini menegaskan dirinya
sebagai organisasi yang menghormati serta bertekad untuk menjunjung
tinggi hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. Piagam
meminta ASEAN menghargai HAM.
Meski saat ini pelaksanaan kedua hal itu masih jauh dari ideal,
setidaknya ASEAN sudah mengakui bahwa penghormatan atas HAM dan
demokrasi sebagai nilai-nilai dasar, sama seperti umumnya negara
maju. Dengan demikian, hambatan psikologis untuk bekerja sama
dengan negara-negara ASEAN seperti sering terdengar selama ini dari
beberapa negara maju, setidaknya sudah bisa dikurangi meski
hambatan belum sepenuhnya bisa dihapuskan.
2. Tantangan internal
Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama tidak
otomatis bermakna ASEAN yang semakin solid. Tantangan terbesar
justru berada di lingkungan internal ASEAN sendiri, khususnya
bagaimana agar benar-benar bisa mengimplementasikan piagam itu
sehingga ASEAN menjadi kekuatan yang menyatu dan tidak terpecah
belah.
Bagaimanapun, kehadiran Piagam ASEAN, yang di dalamnya
mengharuskan para anggota mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan
bersama oleh ASEAN, akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa
pihak. Mereka ini sebenarnya menaruh keberatan atas keputusan
bersama itu. Meski demikian, Piagam ASEAN memang telah didesain
sedemikian rupa sehingga tidak terlalu keras terhadap para
anggotanya yang belum bisa menaati kesepakatan-kesepakatan yang
telah dibuat.
Celah-celah untuk kompromi yang sering kali diistilahkan banyak
kalangan sebagai cara ASEAN (the ASEAN way) masih banyak
diakomodasi di dalam piagam tersebut. Di bidang ekonomi, misalnya,
Piagam ASEAN menjamin hak negara-negara anggota untuk
berpartisipasi secara fleksibel dalam pelaksanaan komitmen-komitmen
ekonomi di ASEAN. Begitu pula dalam pelaksanaan prinsip-prinsip
politik ASEAN, seperti khususnya demokrasi dan penghormatan dan
jaminan atas hak-hak asasi manusia, asas yang fleksibel tetap
dipertahankan.
Satu hal penting dalam Piagam ASEAN yang memang sudah selayaknya
dilakukan adalah menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang
berorientasi pada rakyat atau bukan organisasi birokrat semata.
Dengan demikian, dibuka bahkan didorong kesempatan lebih besar
kepada warga masyarakat ASEAN untuk berinteraksi satu sama lain
dengan lebih intens.
Pergaulan rakyat ASEAN di kawasan regional dan internasional itu
tentu akan berkontribusi positif kepada kerja sama ASEAN dengan
mitra-mitranya di seluruh kawasan.
3. Langkah paling maju
Ada tiga rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal
itu adalah menginginkan lahirnya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas
Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
Jangan skeptis dulu dengan rencana pembentukan komunitas itu.
Atau jangan melihat realitas sekarang jika ingin menilai prospek
pembentukan tiga jenis komunitas itu. ASEAN bisa saja tidak
terlihat berwibawa, melihat realitas sekarang, dengan mayoritas
anggotanya punya masalah tersendiri yang tergolong berat. Beberapa
di antaranya bahkan masih tergolong negara paria.
Sesungguhnya, rencana pembentukan komunitas itu merupakan
refleksi dari tajamnya visi para pemikir ASEAN. Piagam itu disusun
para pakar atau figur terkenal di ASEAN. Wakil dari Indonesia
adalah mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas.
Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas terkesan jengkel dengan
analisis pengamat yang relatif selalu skeptis melihat ASEAN. Mereka
itu kadang genit, ya, demikian kalimat lucu dari Ali Alatas
mengomentari piagam yang disambut dingin oleh pengamat.
4. Piagam merefleksikan pandangan jauh ke depan.
Bahkan, piagam secara tersirat akan membuat ASEAN malu jika
tidak bisa memenuhinya di kemudian hari. Inilah sumbangsih para
pemikir ASEAN. Ini merupakan bukti bahwa para pakar ASEAN tidak
dungu, tetapi punya sudut pandang yang strategis menuju masa
depan.
Hal ini diperkuat lagi dengan rencana pemerintah ASEAN, yang
pada November lalu, di Singapura, sudah menandatangani deklarasi
pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Bahkan, pada
tahun 2008 sudah ada langkah untuk mewujudkan komunitas ekonomi
ini. Tujuan akhirnya adalah aliran barang, jasa, warga yang relatif
lebih bebas di ASEAN.
Ini strategis mengingat contoh empiris, negara kaya di dunia
menjadi makmur karena mobilitas itu. Para teknokrat ekonomi dan
para figur terkenal ASEAN sudah memberi contoh soal penyusunan
langkah ke depan.
Sekarang ini, eksekusinya ada di lingkungan pemerintah di ASEAN
yang sarat problem, bahkan masih suka menyiksa rakyat.
Apakah junta Myanmar tahu piagam, atau lebih percaya piagam
ketimbang paranormal? Ini hanya contoh kecil. Tetapi sudahlah,
semoga waktu akan mengubah perangai dan perilaku sebagian
pemerintahan di ASEAN, yang juga masih sering sekadar berkomitmen
dan tidak bertindak nyata. Setidaknya mereka masih mau menorehkan
sejarah baru dengan menandatangani Piagam ASEAN dan juga cetak biru
Komunitas Ekonomi ASEAN 2015
5. Strategis
Piagam itu sendiri dinilai strategis karena akan menjadi
landasan hukum yang menjamin integrasi politik, sosial, ekonomi,
budaya, keamanan, demokratisasi, perlindungan hak asasi, dan
pelestarian lingkungan.
Pembuatan piagam merupakan terobosan penting dalam sejarah
ASEAN, yang selama 40 tahun lebih bersifat peguyuban. Dalam
menghadapi tantangan 40 tahun kedua, ASEAN memang membutuhkan
pijakan hukum yang lebih jelas dalam membangun blok politik dan
ekonomi.
LATAR BELAKANG
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencatat sejarah
baru dengan ditandatanganinya ASEAN Charter (Piagam ASEAN) dalam
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-13 ASEAN di Singapura, Selasa
(20/11). Piagam ASEAN tersebut diteken oleh 10 pemimpin negara
anggota ASEAN, termasuk Myanmar. Kesepuluh kepala negara atau
kepala pemerintahan ASEAN yang membubuhkan tanda tangan pada Piagam
ASEAN itu adalah Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam), PM
Hun Sen (Kamboja), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia),
PM Bouasone Bouphavanh (Laos), Abdullah Ahmad Badawi (Malaysia).
Selanjutnya, PM Thein Sein (Myanmar), Gloria Maccapagal Arroyo
(Filipina), PM Surayud Chulanont (Thailand), PM Nguyen Tan Dung
(Vietnam), dan PM Lee Hsien Loong (Singapura).
Padahal sebelumnya sejumlah pihak mengkhawatirkan PM Myanmar
tidak akan ikut menandatangani dokumen tersebut dikaitkan dengan
kondisi politik yang memanas di dalam negeri negara itu.
Selain Piagam ASEAN, juga ditandatangani tiga deklarasi yaitu
cetak biru ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Declaration on the
13th Session of the Conference on Climate Change (UNFCCC), dan
Conference of Parties Serving as the Meeting of the Parties (CMP)
to the Protocol Kyoto Protocol
Upacara penandatanganan disaksikan sejumlah menteri dari
masing-masing negara dan liput sekitar 100 orang media cetak dan
elektronik. Usai penandatanganan, para kepala negara melakukan
acara bersulang (toast), yang disambut tepuk tangan para hadirin.
Selanjutnya para kepala negara melakukan sesi foto bersama,
dilanjutkan dengan foto bersama dengan para menteri luar negeri,
dan anggota The Eminent Persons Group (EPG) and Members of High
Level Taskforce (HTLF).
Tonggak Sejarah
Piagam ASEAN disebut tonggak sejarah baru karena baru dimiliki
ASEAN setelah 40 tahun berdiri. Piagam ASEAN merupakan dokumen yang
diharapkan akan mentransformasikan ASEAN dari sebuah asosiasi
menjadi suatu organisasi regional yang memiliki leader personality,
dan mekanisme dan struktur organisasi yang lebih jelas. Salah satu
organ ASEAN yang akan dibentuk sesuai piagam ini adalah Badan HAM
ASEAN
Piagam itu terdiri dari pembukaan, 13 bab, dan 55 pasal.
Pasal-pasalnya menegaskan kembali prinsip-prinsip yang tertuang
dalam seluruh perjanjian, deklarasi, dan kesepakatan ASEAN
Dalam penyusunan piagam itu, Indonesia telah menunjukkan
kepemimpinannya dalam mendorong disepakatinya hal-hal penting
seperti prinsip demokrasi, good governance, dan perlindungan
HAM.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan
permasalahan
1. Bagaimana sejarah berdirinya ASEAN ?
2. Tujuan dibentuknya Piagam Asean (Asean Chartered) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA ASEAN
ASEAN adalah kepanjangan dari Association of South East Asia
Nations. ASEAN disebut juga sebagai Perbara yang merupakan
singkatan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Gedung
sekretarian ASEAN berada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
Indonesia. ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. ASEAN
diprakarsai oleh 5 menteri luar negeri dari wilayah Asia Tenggara,
yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura :
1. Perwakilan Indonesia : Adam Malik2. Perwakilan Malaysia : Tun
Abdul Razak3. Perwakilan Thailand : Thanat Koman4. Perwakilan
Filipina : Narcisco Ramos5. Perwakilan Singapura : S.
Rajaratnam
Sedangkan terdapat negara-negara lain yang bergabung kemudian ke
dalam ASEAN sehingga total menjadi 11 negara, yaitu :
1. Brunei Darussalam tangal 7 Januari 19842. Vietnam tangal 28
Juli 19953. Myanmar tangal 23 Juli 19974. Laos tangal 23 Juli
19975. Kamboja tangal 16 Desember 1998
Prinsip Utama ASEAN
Prinsip-prinsip utama ASEAN digariskan seperti
berikut:Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas
nasional semua negaraSetiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan
permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari
luarPenyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan
amanMenolak penggunaan kekuatan dan kekerasanMeningkatkan kerjasama
yang efektif antara anggota
ASEAN dikukuhkan oleh lima negara pengasas; Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok Proses pembentukan
ASEAN dibuat dalam sebuah penandatanganan perjanjian yang dikenal
dengan nama Deklarasi Bangkok. Adapun yang bertanda tangan pada
Deklarasi Bangkok tersebut adalah para menteri luar negeri saat
itu, yaitu Bapak Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos
(Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura),
dan Thanat Khoman (Thailand). Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu
setelah mencapai kemerdekaannya, negara Brunei masuk menjadi
anggota ASEAN. 11 tahun kemudian, tepatnya tanggal 28 Juli 1995.
Laos dan Myanmar menjadi anggota dua tahun kemudianya, yaitu pada
tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja sudah menjadi anggota ASEAN
bersama sama Myanmar dan Laos, Kamboja terpaksa menarik diri
disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun
kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April
1999.
LOGO ASEAN
Logo ASEAN membawa arti ASEAN yang stabil, aman, bersatu dan
dinamik. Warna logo ada 4 yaitu biru, merah, putih dan kuning.
Warna tersebut merupakan warna utama lambang negara-negara ASEAN.
Warna biru melambangkan keamanan dan kestabilan. Merah bermaksud
semangat dan dinamisme sedangkan putih menunjukkan ketulenan dan
kuning melambangkan kemakmuran. Sepuluh tangkai padi melambangkan
cita-cita pelopor pembentuk ASEAN di Asia Tenggara, yaitu bersatu
dan bersahabat. Bulatan melambangkan kesatuan ASEAN.
B. TUJUAN DIBENTUKNYA PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTERED).
Tahun 2007 bisa dikatakan bersejarah bagi ASEAN. Kawasan ini
memiliki tampilan baru. Ada harapan ASEAN akan terstruktur dan
tersistematis.
Semua itu ditandai dengan ditandatanginya Piagam ASEAN (ASEAN
Charter) sebagai kerangka konstitusi bersama ASEAN.
Keberadaan sebuah piagam agar bisa lebih mengikat negara-negara
anggota sebenarnya sudah cukup lama dikumandangkan di kalangan
pemikir ASEAN. Akan tetapi, baru pada Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN tahun 2003 di Bali, keinginan ASEAN untuk memiliki
sebuah piagam bersama itu mulai dikonkretkan.
Ibarat sebuah perusahaan yang harus memiliki status hukum yang
jelas, apakah itu perseroan terbatas (PT) atau perusahaan dagang
(PD), ASEAN sebagai organisasi regional yang sudah berusia 40 tahun
ini memang sudah seharusnya punya status hukum. Idealnya, dengan
adanya status hukum itu, ASEAN lebih punya keleluasaan untuk
bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya kalangan pebisnis.
Dia (ASEAN) juga bisa memiliki aset, visi, dan misi, serta
alat/perangkat untuk mewujudkan visi dan misinya tersebut.
Piagam ASEAN memang tidak otomatis akan mengubah banyak hal di
ASEAN. Malah, piagam itu sesungguhnya makin mengekalkan banyak
kebiasaan lama. Misalnya, pengambilan keputusan di ASEAN tetap
dengan cara konsensus dan KTT ASEAN menjadi tempat tertinggi untuk
pengambilan keputusan jika konsensus tidak tercapai atau jika
sengketa di antara anggota terjadi.
Meski demikian, piagam tersebut hadir di saat yang pas, yaitu
ketika kawasan Asia Tenggara ini terus berubah dan negara-negara
ASEAN semakin memperluas cakupan kerja sama yang lebih kukuh ke
Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan China), Asia Tengah (India),
serta ke selatan (Australia dan Selandia Baru). Juga, KTT Asia
Timur yang diselenggarakan beriringan dengan KTT ASEAN.
Tujuan dibentuknya Piagam Asean adalah sebagai berikut
1. Permudah kerja sama
Adanya Piagam ASEAN secara organisatoris akan membuat negara
anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada berbagai
kesepakatan yang telah dibuat ASEAN. Secara teoretis, piagam itu
akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan
mitra-mitra dialognya.
Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa
kesepakatan yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya
dilaksanakan dan dipatuhi oleh beberapa negara anggota ASEAN, kini
kekhawatiran itu bisa dikurangi.
Mekanisme kerja yang lebih jelas di ASEAN seperti tertuang dalam
Piagam ASEAN itu juga akan mempermudah mitra-mitra atau calon-calon
mitra yang ingin berurusan dengan ASEAN. Begitu pula bila di
kemudian hari terjadi persengketaan, Piagam ASEAN telah membuat
pengaturan umum untuk penyelesaian sengketa itu.
Lebih penting lagi secara politis, ASEAN kini menegaskan dirinya
sebagai organisasi yang menghormati serta bertekad untuk menjunjung
tinggi hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. Piagam
meminta ASEAN menghargai HAM.
Meski saat ini pelaksanaan kedua hal itu masih jauh dari ideal,
setidaknya ASEAN sudah mengakui bahwa penghormatan atas HAM dan
demokrasi sebagai nilai-nilai dasar, sama seperti umumnya negara
maju. Dengan demikian, hambatan psikologis untuk bekerja sama
dengan negara-negara ASEAN seperti sering terdengar selama ini dari
beberapa negara maju, setidaknya sudah bisa dikurangi meski
hambatan belum sepenuhnya bisa dihapuskan.
2. Tantangan internal
Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama tidak
otomatis bermakna ASEAN yang semakin solid. Tantangan terbesar
justru berada di lingkungan internal ASEAN sendiri, khususnya
bagaimana agar benar-benar bisa mengimplementasikan piagam itu
sehingga ASEAN menjadi kekuatan yang menyatu dan tidak terpecah
belah.
Bagaimanapun, kehadiran Piagam ASEAN, yang di dalamnya
mengharuskan para anggota mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan
bersama oleh ASEAN, akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa
pihak. Mereka ini sebenarnya menaruh keberatan atas keputusan
bersama itu. Meski demikian, Piagam ASEAN memang telah didesain
sedemikian rupa sehingga tidak terlalu keras terhadap para
anggotanya yang belum bisa menaati kesepakatan-kesepakatan yang
telah dibuat.
Celah-celah untuk kompromi yang sering kali diistilahkan banyak
kalangan sebagai cara ASEAN (the ASEAN way) masih banyak
diakomodasi di dalam piagam tersebut. Di bidang ekonomi, misalnya,
Piagam ASEAN menjamin hak negara-negara anggota untuk
berpartisipasi secara fleksibel dalam pelaksanaan komitmen-komitmen
ekonomi di ASEAN. Begitu pula dalam pelaksanaan prinsip-prinsip
politik ASEAN, seperti khususnya demokrasi dan penghormatan dan
jaminan atas hak-hak asasi manusia, asas yang fleksibel tetap
dipertahankan.
Satu hal penting dalam Piagam ASEAN yang memang sudah selayaknya
dilakukan adalah menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang
berorientasi pada rakyat atau bukan organisasi birokrat semata.
Dengan demikian, dibuka bahkan didorong kesempatan lebih besar
kepada warga masyarakat ASEAN untuk berinteraksi satu sama lain
dengan lebih intens.
Pergaulan rakyat ASEAN di kawasan regional dan internasional itu
tentu akan berkontribusi positif kepada kerja sama ASEAN dengan
mitra-mitranya di seluruh kawasan.
3. Langkah paling maju
Ada tiga rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal
itu adalah menginginkan lahirnya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas
Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
Jangan skeptis dulu dengan rencana pembentukan komunitas itu.
Atau jangan melihat realitas sekarang jika ingin menilai prospek
pembentukan tiga jenis komunitas itu. ASEAN bisa saja tidak
terlihat berwibawa, melihat realitas sekarang, dengan mayoritas
anggotanya punya masalah tersendiri yang tergolong berat. Beberapa
di antaranya bahkan masih tergolong negara paria.
Sesungguhnya, rencana pembentukan komunitas itu merupakan
refleksi dari tajamnya visi para pemikir ASEAN. Piagam itu disusun
para pakar atau figur terkenal di ASEAN. Wakil dari Indonesia
adalah mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas.
Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas terkesan jengkel dengan
analisis pengamat yang relatif selalu skeptis melihat ASEAN. Mereka
itu kadang genit, ya, demikian kalimat lucu dari Ali Alatas
mengomentari piagam yang disambut dingin oleh pengamat.
4. Piagam merefleksikan pandangan jauh ke depan.
Bahkan, piagam secara tersirat akan membuat ASEAN malu jika
tidak bisa memenuhinya di kemudian hari. Inilah sumbangsih para
pemikir ASEAN. Ini merupakan bukti bahwa para pakar ASEAN tidak
dungu, tetapi punya sudut pandang yang strategis menuju masa
depan.
Hal ini diperkuat lagi dengan rencana pemerintah ASEAN, yang
pada November lalu, di Singapura, sudah menandatangani deklarasi
pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Bahkan, pada
tahun 2008 sudah ada langkah untuk mewujudkan komunitas ekonomi
ini. Tujuan akhirnya adalah aliran barang, jasa, warga yang relatif
lebih bebas di ASEAN.
Ini strategis mengingat contoh empiris, negara kaya di dunia
menjadi makmur karena mobilitas itu. Para teknokrat ekonomi dan
para figur terkenal ASEAN sudah memberi contoh soal penyusunan
langkah ke depan.
Sekarang ini, eksekusinya ada di lingkungan pemerintah di ASEAN
yang sarat problem, bahkan masih suka menyiksa rakyat.
Apakah junta Myanmar tahu piagam, atau lebih percaya piagam
ketimbang paranormal? Ini hanya contoh kecil. Tetapi sudahlah,
semoga waktu akan mengubah perangai dan perilaku sebagian
pemerintahan di ASEAN, yang juga masih sering sekadar berkomitmen
dan tidak bertindak nyata. Setidaknya mereka masih mau menorehkan
sejarah baru dengan menandatangani Piagam ASEAN dan juga cetak biru
Komunitas Ekonomi ASEAN 2015
5. Strategis
Piagam itu sendiri dinilai strategis karena akan menjadi
landasan hukum yang menjamin integrasi politik, sosial, ekonomi,
budaya, keamanan, demokratisasi, perlindungan hak asasi, dan
pelestarian lingkungan.
Pembuatan piagam merupakan terobosan penting dalam sejarah
ASEAN, yang selama 40 tahun lebih bersifat peguyuban. Dalam
menghadapi tantangan 40 tahun kedua, ASEAN memang membutuhkan
pijakan hukum yang lebih jelas dalam membangun blok politik dan
ekonomi.
PAGE 46RKM/2005