Top Banner
SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA BAWAAN DAN HARTA BERSAMA PADA PERKAWINAN CAMPURAN (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor 2582/Pdt.G/2013/PA.JS) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: AHMAD RIDHWAN AL’ARIDHY NIM : 1113044000082 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1440 H/2019 M
111

SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

Jul 26, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA BAWAAN DAN HARTA

BERSAMA PADA PERKAWINAN CAMPURAN

(Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor

2582/Pdt.G/2013/PA.JS)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

AHMAD RIDHWAN AL’ARIDHY

NIM : 1113044000082

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 2: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

i

SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA BAWAAN DAN HARTA

BERSAMA PADA PERKAWINAN CAMPURAN

(Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor

2582/Pdt.G/2013/PA.JS)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh

AHMAD RIDHWAN AL’ARIDHY

NIM : 1113044000082

Pembimbing

Dr. Kamarusdiana, M.H.

NIP.197202241998031003

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1440 H/2019 M

Page 3: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

ii

Page 4: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan skripsi ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang saya buat merupakan karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 14 Januari 2019

Ahmad Ridhwan Al‟aridhy

NIM : 1113044000082

Page 5: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

iv

ABSTRAK

Ahmad Ridhwan Al‟Aridhy. NIM 11130440000082. Sita Jaminan dalam

Sengketa Harta Bawaan dan Harta Bersama pada Perkawinan Campuran

(Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor

2582/Pdt.G/2013/PA.JS) Skripsi Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440

H / 2019 M.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui proses sita jaminan di dalam

Pengadilan Agama, dan juga untuk mengetahui proses pembagian harta bawaan

dan harta bersama pasca perceraian pada perkawinan campuran menurut Undang-

Undang Pernikahan No 1 tahun 1974, KUHPerdata, Kompilasi Hukum Islam,

serta menjelaskan dalam pembagian harta bawaan dan harta bersama terhadap

suami istri pasca perceraian. Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif bersifat

deskriptif.

Kriteria yang didapatkan berupa data primer dan sekunder. Tekhnik

pengolahan data dilakukan dengan metode studi dokumentasi (document

research) dan studi pustaka (library research). Untuk menjawab permasalahan

tersebut dilakukan dengan metode studi dokumentasi dan studi pustaka. Sumber

data primer diperoleh dari berkas putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Nomor 2582/Pdt.G/2013/PA.JS. Sumber data sekunder, yakni data primer yang

sudah jadi atau sudah tersaji dalam bentuk sistem hukum, norma, atau kaidah dari

peraturan perundang-undangan, seperti buku-buku, skripsi terdahulu,

jurnal,artikel, dan beberapa bahan bacaan lainnya yang ada hubungannya dengan

permasalahan harta bersama dan harta bawaan.

Hasil kesimpulan menunjukan bahwa pembagian harta bawaan dan harta

bersama pasca perceraian, bagi suami adalah berkewarganegaraan asing dan istri

Warga Negara Indonesia (WNI). Dengan demikian ada beberapa faktor yang

menjadikan pihak suami dan istri mempermalasahkan harta bawaan dan harta

bersamanya selama perkawinan, yakni harta bawaan dan harta bersama tersebut

berupa hak milih tanah/rumah, keduanya beratas namakan pihak istri yang

berkewarganegaraan Indonesia, karena pihak suami Warga Negara Asing tidak

mendapatkan hak atas milik tanah, namun asal usul tanah/rumah tersebut

melainkan bermula dari pihak suami yang berkewarganegaraan Asing. Hal ini

jelas di dalam UUPA warga negara asing tidak mendapatkan hak milik tanah,

namun Majelis Hakim berpendapat lain dalam menyelesaikan perkara tersebut,

yakni Majelis Hakim menilai dengan dasar Yurisprudensi No.808 K.Sip.1974

tanggal 30 Juli 1974 yang mana berisi “dilihat darimana uang itu berasal untuk

pembelian tanah/rumah tersebut”.

Kata Kunci : Harta Bawaan, Harta Bersama, Sita Jaminan, Pengadilan

Agama Jakarta Selatan

Pembimbing : Dr. Kamarusdiana, M.H.

Page 6: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

v

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحيم

Puja dan puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul, “SITA

JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA BAWAAN DAN HARTA

BERSAMA PADA PERKAWINAN CAMPURAN (Studi Analisis Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor

2582/Pdt.G/2013/PA.JS)”. Sholawat serta salam tercurahkan kepada kekasih

Allah Muhammad SAW, pembawa misi perubahan terbesar dalam sejarah Islam

beserta keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa

terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran

penulisan skripsi ini, baik untuk mereka yang selalu ada lewat kata motivasi,

selalu dekat dan jadi inspirasi dan yang dermawan dalam memberikan segala

bentuk donasi. Izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para Wakil

Dekan I, II dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Indra Rahmatullah, S.HI., M.H., selaku

Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi

Hukum Keluarga, yang selalu mendukung dan memotivasi penulis untuk

segera menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini.

4. Rosdiana M.A, selaku Pembimbing Akademik yang telah sabar dalam

mendampingi penulis hingga sampai pada semester akhir ini dan juga telah

membantu dalam proses perumusan judul dalam skripsi ini.

5. Dr. Kamarusdiana, M.H sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah

begitu sangat sabar, mengayomi, mendidik penulis dan berkenan

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan

Skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat

Page 7: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

vi

dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan semoga

kelak dapat menjadikan kami orang yang berguna bagi Bangsa dan Agama

di dunia dan akhirat.

7. Ungkapan terima kasih dan penghargaan serta dedikasi yang sangat spesial

penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang

tua tersayang yang menjadi motivasi terbesar bagi penulis, Ayahanda

(Alm) H. Habibullah dan Ibunda Hj.Zulaelah. Kalian adalah guru hidup

pertama saya yang telah mengajarkan banyak hal tentang arti sebuah

kehidupan ini.

8. Abang ku Achmad Fairuz Zabadi S.H, Rifa‟i Al-Ghifari S.SI, dan Kakak

ku Eka Napisah, S.Ag, M.Hum yang selalu mendoakan dan tak henti-

hentinya mengingatkan penulis dalam mengerjakan skripsi ini hingga

akhirnya dapat menyelesaikan skripsi.

9. Kepada sahabat, teman-teman angkatan 2013 yang selalu mendoakan dan

menyuport dan terkhusus Abdul Ghofur, Khuzaifi Amir, Agung Nugraha,

Izzatus Syafaat, yang tak bosan-bosannya mengingatkan dan membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada sahabat sahabat gambus SyababunNajah dan juga Al Hamidiyyah

dan terkhusus Ustadz Alfi Fajri selaku Guru penulis yang telah

mendoakan, membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Kepada kawan-kawan TIM GSI (Gallery Seni Islam) Iqbal, Yusril, Teja

yang telah membantu, menghibur dikala dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberi manfaat dan

sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya dan pembaca pada

umumnya.

Jakarta, 13 Desember 2018

Penulis

Ahmad Ridhwan Al-„Aridhy

Page 8: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ i

LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................ 5

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................ 6

E. Metode Penelitian...................................................................... 6

F. Review Studi Terdahulu ............................................................ 8

G. Sitematika Penulisan ................................................................. 9

BAB II HARTA BAWAAN DAN BERSAMA DALAM

PERKAWINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama dan Bawaan .... 12

B. Ruang Lingkup Harta Bersama dan Bawaan .......................... 17

C. Perjanjian Perkawinan dan Akibat Hukum Terhadap Harta

Bersama dan Bawaan .............................................................. 20

BAB III SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA BAWAAN

DAN BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA

A. Pengertian sita ......................................................................... 22

B. Tujuan Sita .............................................................................. 24

C. Macam dan Prosedur Sita........................................................ 27

Page 9: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

viii

BAB IV SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENGADILAN

AGAMA JAKARTA SELATAN DAN ANALISIS PUTUSAN

NOMOR 2582/Pdt.G/2013/PA.JS

A. Sejarah dan Perkembangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

................................................................................................. 35

B. Posisi Kasus ............................................................................ 38

C. Pertimbangan Hakim ............................................................... 42

D. Analisis Putusan ...................................................................... 47

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 54

B. Saran ........................................................................................ 54

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56

LAMPIRAN PUTUSAN

Page 10: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah

SAW sebagai penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan

ukhrowi. Rasulullah menyebutkan adanya keinginan atau motivasi

seseorang dalam seorang wanita bahwa, “wanita itu dinikahi karena salah

satu di antara empat hal; karena kecantikannya, karena hartanya, karena

akhlaknya, dan karena agamanya. Maka engkau harus memilih wanita

yang beragama dan berakhlak, niscaya engkau akan beruntung” (H.R.

Ahmad dan Al-Hakim dari Sa’id Al-Khudri).1 Tujuan dari perkawinan

adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, namun sering kali apa

yang menjadi tujuan perkawinan kandas di perjalanan. Sebenarnya

putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar saja, karena makna dasar

sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat juga dikatakan perkawinan

pada dasarnya adalah kontrak (ikatan).2

Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena berbagai hal,

antara lain karena terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap

istri, atau karena perceraian yang terjadi antara keduanya, atau karena

sebab-sebab lain. Oleh karena itu putus nya perkawinan tercapai apabila

dari ke dua diantaranya memutuskan untuk melakukan perceraian (talak).

Jadi, talak (perceraian) adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga

setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi

suaminya.

Perceraian berarti putus hubungan suami-istri, disebut juga dengan

talak yaitu perceraian dalam hukum islam antara suami-istri yang

1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010), h., 15

2 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal T, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h., 55

1

Page 11: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

2

dijatuhkan oleh suami. Talak merupakan suatu kata yang diambil dari

bahasa arab yaitu thalaq, yang berarti athlaqa al-mawaasyiy (melepaskan)

dan athlaqa al-asiir (membebaskan).3 Adapun dalam istilah fikih, thalaq

ialah segala bentuk perceraian atau pemutusan ikatan perkawinan yang

dijatuhkan oleh suami, yang telah ditetapkan oleh hakim atau perceraian

yang jatuh dengan sendirinya karena meninggalnya salah satu pasangan

suami-istri. Perceraian merupakan salah satu jalan keluar yang dapat

ditempuh bila mana tali perkawinan memang benar-benar sudah tidak

dapat dipertahankan lagi, tentu saja dengan alasan-alasan yang kuat.4

Sebagian dari salah satu keluarga yang melakukan perceraian di

hadapan pengadilan itu yang tak lain membicarakan persoalan harta, baik

harta bawaan maupun harta bersama, harta bawaan yang dibawa dari

masing-masing pihak dan harta bersama yang di peroleh dari suami dan

istri di masa perkawinannya. Harta kekayaan dalam perkawinan bisa

berupa harta yang dihasilkan istri maupun yang dihasilkan suami pada saat

perkawinan juga berupa harta bawaan suami istri sebelum perkawinan.

Artinya harta benda yang tidak termasuk harta gono-gini atau harta

bersama adalah harta bawaan yang diperoleh sebelum menikah dan harta

benda yang diperoleh oleh masing-masing pihak baik istri maupun suami

sebelum menikah maupun selama pernikahan yang berupa hadiah atau

warisan dari orang tua.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan menyatakan bahwa harta bersama adalah harta yang diperoleh

selama perkawinan. Sedangkan harta bawaan adalah harta dari masing-

masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing

sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing

sepanjang para pihak tidak menentukan lain.5 Keduanya dapat dijadikan

3 Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h., 861

4 Nur Taufiq Sanusi, Fiqih Rumah Tangga Perspektif Al-Qur’an dalam Mengelola Konflik Menjadi Harmoni, (Depok: elSAS, 2010), h., 174

5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 35

Page 12: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

3

jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan dari salah satu pihak.

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, dijelaskan bahwa harta gono gini adalah

harta bersama milik suami istri yang mereka peroleh selama perkawinan.

Di Indonesia, harta bersama dalam perkawinan diatur dalam UU No. 1

Tahun 1974, Bab VII pada Pasal 35, 36 dan 37.6 Harta bersama yang

diperoleh pada saat perkawinan berlangsung jika perkawinan tersebut

putus, maka harta bersama dibagi antara suami istri, kecuali jika ada

ketentuan lain pada perjanjian sebelum perkawinan terikat.7

Dalam pernikahan perihal uang, kekayaan atau harta benda adalah

salah satu hal yang sangat sensitif. Hakikatnya perselisihan harta bersama

ini muncul apabila suami istri melakukan putusnya perkawinan (cerai),

dan apabila suami dan istri menginginkan semua masalah yang ada kaitan

nya dengan bercerai (dalam hal harta bersama) ingin tuntas.

Pengadilan Agama berwenang dalam berproses dalam pemberian

keadilan berdasarkan hukum Islam kepada orang Islam yang mencari

keadilan di Pengadilan Agama atau Pengadilam Tinggi Agama, dalam

sistem Peradilan Nasional di Indonesia.8 Pengadilan Agama juga

berwenang untuk menangani kasus-kasus atau perkara-perkara perkawinan

serta menangani dampak-dampaknya. Terkait dengan harta dalam

perkawinan ada dua macam, yaitu : harta bawaan (Pasal 36 ayat 2 Undang

Undang Perkawinan), dan harta bersama (Pasal 36 ayat 1 UU

Perkawinan), dalam Kompilasi Hukum Islam harta bawaan akan

dikembalikan kepada pemilik asalnya selama tidak ditentukan dalam

perjanjian perkawinan (Pasal 87 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam),

sedangkan harta bersama akan dibagi dua secara merata atau setengah-

6 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010), h., 179-180

7 Moch. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974dari Segi Perkawinan Islam, (Jakarta : IND-HIIILCO, 1985), h., 212-213

8 Zainuddin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h., 92

Page 13: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

4

setengah. Harta bersama ini yang kita kenal dengan istilah harta gono-gini,

yang termasuk dalam harta gono-gini adalah semua harta yang terbentuk

atau terkumpul sejak tanggal terjadinya perkawinan.

Maka dari itu Pengadilan Agama berwenang untuk menangani

kasus perceraian serta dampak-dampaknya. Di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan terdapat perceraian yang mana setelah itu menyelesaikan persoalan

harta bawaan dan harta bersama. Di dalam putusan tersebut pihak

penggugat yang berkebangsaan Warga Negara Asing menggugat persoalan

sengketa harta bawaan dan harta bersama kepada tergugat yang mana

pihak tergugat tersebut berkebangsaan Warga Negara Indonesia. Dari salah

satu pihak meminta agar dikabulkan dalam permohonan sita jaminan

(conservatoir beslag) terhadap harta bersama selama perkawinannya.

Sita jaminan merupakan bentuk penyitaan terhadap barang-barang

yang disengketakan status kepemilikannya, atau dalam sengketa hutang

piutang atau tuntutan ganti rugi yang mana ini diatur dalam pasal 227 HIR.

Di dalam ayat (1) pasal 227 tersebut dinyatakan bahwa jika terdapat

persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum

dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya

belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa

barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan

menjauhkan barang-barang itu dari penagih hutang, maka atas surat

permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan dapat memberi

perintah supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang lain.

Sita Jaminan (revindicatoir atau devindicatoir) merupakan

tindakan hukum yang diambil pengadilan. Sebelum pengadilan

menyatakan pihak mana yang bersalah, pengadilan terlebih dahulu

mengamankan harta yang akan disengketakan untuk menjaga

keutuhannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa tindakan penyitaan merupakan

suatu tindakan hukum yang eksepsional. Pengabulan sita jaminan,

Page 14: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

5

merupakan tindakan hukum pengecualian, yang penerapannya harus

dilakukan pengadilan dengan segala pertimbangan hati-hati sekali.9

Dari permasalahan ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang akan dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, yang mana dari pihak

penggugat berkerwarganegaraan asing, memohon kepada Majelis Hakim

agar mengkabulkan permohonannya, yang mana ini bertentangan dengan

apa yang dijelaskan di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) pasal 21 ayat 1 bahwa hanya

warganegara Indonesia lah yang dapat mempunyai hak milik, yang artinya

bahwa Warga Negara Asing tidak boleh memiliki hak atas tanah. Untuk itu

permasalahan ini akan diangkat sebagai kajian skripsi yang berjudul “Sita

Jaminan dalam Sengketa Harta Bawaan dan Harta Bersama pada

Perkawinan Campuran” (Studi Analisis Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Perkara Nomor 2582/Pdt.G/2013/PA.JS)”.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sita jaminan?

2. Apa faktor diadakannya sita jaminan?

3. Apa yang dimaksud dengan conservatoir beslag?

4. Apa faktor diadakannya sita conservatoir beslag?

5. Apa yang di maksud harta bawaan dan harta bersama?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini,

penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga

pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai yang diharapkan

penulis. Maka dari itu penulis hanya memfokuskan pada sita jaminan

9 M. Yahya Harahap (a), Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, (Bandung Pustaka, 1990), h., 5

Page 15: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

6

dalam sengketa harta bawaan dan harta bersama dalam perkawinan

campuran di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana proses pemeriksaan sengketa harta bawaan dan harta

bersama pada perkawinan campuran di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan?

b. Faktor apa yang melatarbelakangi adanya pemeriksaan sita jaminan

harta bersama dalam perkawinan campuran?

c. Bagaimana Majelis Hakim memeriksa dan memutus sengketa harta

bawaan dan harta bersama dalam kasus perkawinan campuran?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui bagaimana proses pemeriksaan sengketa harta bawaan

dan harta bersama di Pengadilan Agama.

b. Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pemeriksaan

dalam sita jaminan.

c. Mengetahui bagaimana Majelis Hakim memeriksa dan memuttus

sengketa harta bawaan dan harta bersama didalam Pengadilan

Agama.

2. Manfaat Penelitian

a. Memperkaya keilmuan intelektualitas di bidang Hukum Islam serta

hukum-hukum lainya yang diterapkan di Indonesia.

b. Menjadikan bahan pertimbangan para penegak hukum dalam hal

ini untuk lebih mengedepankan prinsip keadilan dalam

memutuskan perkara selain mengedepankan pertimbangan hukum.

c. Memberikan informasi atau wawasan kepada masyarakat lainya

terkait dengan persoalan sengketa harta bawaan dan harta bersama.

E. Metode Penelitian

Page 16: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

7

Dalam mengumpulkan data dalam penulisan penelitian skripsi ini,

maka penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini mendasar pada penelitian hukum yang dilakukan

dengan memakai pendekatan normatif. Dilakukan pendekatan ini

karena lebih banyak meneliti aturan hukum baik secara tertulis

maupun tidak tertulis.10 Maka dapat mengidentifikasi konsep yang

dituangkan dalam meneliti bentuk analisis hasil pertimbangan hakim

dalam memutus perkara putusan No. 2582/Pdt.G/2013/PA.JS.

2. Jenis Penelitian

Dalam jenis penelitian ini, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode deskriptif ini

dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat

memberikan data yang sejelas mungkin tentang objek yang diteliti.11

3. Sumber Data

Jenis data dalam penulisan skripsi ini yaitu kualitatif dengan

sumber data yaitu: Data Sekunder, data ini didapat dari bahan pustaka

yang berisikan informasi tentang bahan primer.12 Yang didapatkan dari

peraturan perundang-undangan, data-data resmi dari instansi

pemerintah yang berwenang, buku-buku literature, karangan ilmiah,

jurnal, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul

penelitian ini. Dengan dibantu juga melalui penelitian dokumentasi

yang didapat dari putusan perkara No.2582/Pdt.G/2013/PA.JS.

4. Tekhnik Pengolahan Data

10 Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h., 30.

11 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 1986), h., 43.

12 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h., 35.

Page 17: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

8

Dalam rangka mengumpulkan, mengolah dan menyajikan

bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengolahan data

dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Dokumentasi (document research)

Melalui penelitian ini, penulis memfokuskan untuk dapat

menelaah bahan-bahan atau data-data yang diambil dari

dokumentasi dan berkas yang mengatur tentang pemeriksaan

putusan yang terkait masalah sengketa harta bawaan dan harta

bersama dalam putusan perkara No. 2582/Pdt.G/2013/PA.JS.

b. Studi Pustaka (library research)

Melalui studi pustaka ini dikumpulkan data yang

berhubungan dengan putusan dengan penulisan skripsi ini yaitu

Undang-undang, buku-buku, jurnal, literatur-literatur dan sumber

bacaan lainya yang memuat laporan hasil penelitian,13 yang

kemudian sebagai dasar teori dalam pembahasan masalah.

Pengolahan data studi pustaka ini dilakukan dengan cara dibaca,

dikaji dan dikelompokkan sesuai dengan pokok masalah yang

terdapat dalam skripsi ini.

c. Pengolahan Data

Setelah memperoleh data-data tersebut di atas, penulis

mengolah data dengan metode deskriptif. Dan kemudian data

yang tertera pada teori yang diambil dari studi pustaka dan

kenyataan sesunguhnya yang didapatkan dari penelitian di

lapangan dan data-data yang menyangkut masalah sengketa harta

bersama dan bawaan.

d. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis

kualitatif, yaitu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif

analisis, yang tujuanya untuk menggambarkan masalah-masalah

13 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, h., 18.

Page 18: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

9

yang terkait terhadap kasus-kasus yang diteliti, yang kemudian

analisis ini didasarkan pada dokumen, wawancara, buku-buku

serta sumber data lainya. Dan dalam teknik penulisan ini, penulis

berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi dan buku

metode penelitian.

F. Review Studi Terdahulu

Skripsi Agus Yanto tentang Gugatan Atas Harta Bersama Akibat

Perceraian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 (studi analisis putusan no.

73/Pdt/G/2003/PN.Bgr), Program Kekhususan Hukumt tentang Hubungan

Antar Anggota Masyarakat, 2012. Skripsi ini membahas harta bersama

ataupun persatuan meliputi semua aktiva dan passiva baik yang diperoleh

suami ataupun istri baik sebelum ataupun selama perkawinan. Pasal 128

KHUPerdata menentukan, bahwa harta benda kesatuan dibagi dua antara

suami dan istri atau antara para ahli warisnya masing-masing, dengan

tidak memperdulikan asalnya barang-barang tersebut.

Skripsi M. Sapuan tentang Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sengketa

Harta Bersama (studi terhadap putusan Pengadilan Agama Yogyakarta

Nomor 160/Pdt.G/2005/PA.YK). Skripsi ini membahas, pasal 35 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa “harta benda yang

diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”, dan pasal 1 huruf

“f” KHI sebagai alasan harta benda apa saja yang menjadi harta bersama

dari objek sengketa yang digugat oleh penggugat.

Skripsi Hanna Abdullah tentang Kedudukan Harta Bersama Setelah

Putus Perkawinan (studi analisis putusan Pengadilan Aagama Jakarta

Selatan), Akhwal Syakhsiyah. Skripsi ini membahas, yang pada dasarnya

pada Islam pembagian harta bersama tersebut tidak ada, namun lebih

dikenal dengan istilah syirkah yang maknanya percampuran suatu harta

dengan harta lain sehingga tidak dapat dibedakan. Dan didalam KHI dalam

Page 19: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

10

penerapan harta bersama ialah berupa yang diperoleh selama

berlangsungnya perkawinan, yang mana dalam pembagiannya 50% : 50%.

G. Sistematika PenulisanPenelitian ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab

berisikan pembahasan yang berkesinambungan sebagai berikut:Bab pertama, memuat latar belakang yang berhubungan dengan

persoalan penelitian analisis yang akan dibahas. Identifikasi masalah,

mendata dan mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan

tema penelitian. Pembatasan dan perumusan masalah, yang dimaksudkan

agar lebih terfokuskan dalam persoalan supaya tidak tumpang tindih

dengan persoalan lainnya yang tidak ada kaitannya dengan penelitian

analitis. Rumusan masalah, berisikan tentang uraian mengenai persoalan

yang akan diteliti, yaitu pernyataan tegas mengenai apa yang akan menjadi

tema penelitian. Tujuan penelitian, yaitu rumusan mengenai apa yang

sebenarnya yang ingin diketahui oleh peneliti sehingga menjawab seluruh

pertanyaan penelitian. Manfaat penelitian, diharapkan dari hasil penelitian

yang dilakukan menghasilkan nilai guna penelitian bagi peneliti dan juga

pembaca lainnya. Metode penelitian, menguraikan bagaimana cara kerja

dan prosedur pelaksanaan penelitian, dalam arti lain metode apa yang akan

digunakan menjalankan penelitian ini. Review studi terdahulu,

menjelaskan mengenai kajian-kajian terdahulu yang berkaitan dengan

tema penelitian agar tidak ada kesamaan dalam menentukan tema

penelitian. Sistematika penulisan, menjelaskan sistematika penulisan yang

berisikan deskripsi karya tulis per-bab, uraian tersebut menggambarkan

alur dari bahan skripsi yang akan dijelaskan.Bab kedua, tinjauan teoritis mengenai harta bawaan dan harta

bersama di dalam perkawinan, yang diawali dengan pengertian harta

bersama dan harta bawaan dan dilanjutkan dengan dasar-dasar hukumnya.

Ruang lingkup harta bersama dan harta bawaan. Serta perjanjian

perkawinan dan akibat hukum terhadap harta bersama dan harta bawaan.

Page 20: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

11

Bab ketiga, membahas mengenai sita jaminan dalam sengketa harta

bawaan dan harta bersama di Pengadilan Agama, dimulai dengan

pengertian sita, tujuan sita, macam-macam sita dan prosedur permintaan

bantuan sita jaminan.Bab keempat, menguraikan sejarah dan perkembangan Pengadilan

Agama Jakarta Selatan serta analisis putusannya sesuai dengan nomor

perkara 2582/Pdt.G/2013/PA.JS. Dimulai dari sejarah dan perkembangan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan serta dasar-dasar hukum dan landasan

kerjanya. Dilanjutkan dengan pembahasan kasus yang bahwasannya

penggugat yang berkewarganegaraan asing mengajukan gugatan harta

bersama pada tanggal 25 Oktober 2013 kepada tergugat atau mantan

istrinya yang berkewarganegaraan Indonesia, dan dilanjutkan dengan

pertimbangan hakim yang mengambil keputusan dari gugatan harta

bersama yakni dari segi fakta peristiwa hukum, peraturan perundang-

undangan serta hukum syara’ yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Selanjutnya

analisis penulis untuk mengambil intisari yang terkandung di dalam

putusan yang diberikan hakim dalam penerimaan gugatan serta ketetapan

akhirnya.

Bab kelima, merupakan bab terakhir dalam penelitian ini. Terdiri

dari penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang bersifat membangun

untuk penyempurnaan penelitian ini

Page 21: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

BAB II

HARTA BAWAAN DAN HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Harta Bersama dan Harta Bawaan1. Harta Bersama

Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh oleh suami dan

istri selama perkawinan menjadi harta dan benda bersama.1 Harta bersama

merupakan salah satu macam dari sekian banyak harta yang dimiliki

seseorang, karena dengan memiliki harta dia dapat memenuhi kebutuhan

hidup secara wajar dan memperoleh status sosial yang baik dalam

bermasyarakat. Secara bahasa, harta bersama adalah dua kata yang terdiri

dari kata harta dan bersama. Menurut kamus besar bahasa Indonesia harta

dapat berarti barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan

dan dapat berarti kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai.

Harta bersama berarti harta yang dipergunakan (dimanfaatkan) bersama-

sama”.2

Harta bersama merupakan harta yang diperoleh selama perkawinan

di luar warisan dan hadiah, maksudnya adalah harta yang diperoleh

mereka atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan.3 Harta gono-

gini (harta bersama) adalah harta milik bersama dari suami istri yang

diperoleh keduanya selama berlangsungnya perkawinan di mana keduanya

bekerja untuk kepentingan hidup berumah tangga.4 Namun harta yang

diperoleh sebuah keluarga tidak mesti secara langsung otomatis menjadi

harta gono-gini, sebagai perincian sebagai berikut yakni secara umum

suamilah yang

1 Abdul Manan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2001), h., 72

2 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h., 342

3 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995),h., 200

4 Fachtur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: Al-Ma’arif, t.th.), h., 42

12

Page 22: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

13

bekerja dan bertanggung jawab atas nafkah dan ekonomi keluarga. Ini

sesuai dengan firman Allah.

سساً االل لل ننفف لف ا نكلل لل نللي املماً آنتاًله ا فق فزلقله نففلليفناف ار اه نعنلفي نر فن لقاد نونم اه نسنعات فن لم نسنعةَة فو فق لذ الليفناف

فسسرا فسةَر لي لع فعند لل نب نل ا فجنع نسني نهاً نماً آنتاً

Artinya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah

memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak

memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah

berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah

kesempitan. (At-Thalaq: 7)

Dari Aisyah, sesugguhnya Hindun binti Utbah berkata: “Wahai

Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang sangat pelit. Dia tidak

memberi harta yang cukup untukku dan anakku, kecuali apa yang saya

ambil sendiri tanpa sepengetahuannya.” Maka Rasulullah bersabda

“Ambillah yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.”

(HR. Bukhori No.5364 dan Muslim No. 1714). Dari Hakim bin

Mu’awiyah dari bapaknya berkata: Saya bertanya, “Ya Rasulullah apakah

hak istri kami?” Beliau bersabda “Engkau memberinya makan jika kamu

makan, engkau memberinya pakaian jika kamu berpakaian.” (HR. Ahmad,

Abu Daud, dan lainnya. Al-Irwa’: 2033).5

Syariat tidak membagi harta gono-gini ini dengan bagian masing-

masing secara pasti. Misalnya istri 50% dan suami 50%. Sebab, tidak ada

nash yang mewajibkan demikian baik di Al-Qur’an maupun Sunnah.

Namun pembagiannya bisa ditinjau dari beberapa kemungkinan. Pertama,

jika diketahui secara pasti perhitungan harta suami dan istri. Yaitu hasil

kerja suami diketahui secara pasti dikurangi nafkah untuk keluarganya,

demikian juga hasil kerja istri diketahui dengan pasti. Maka perhitunga

harta gono-gininya sangat jelas, yaitu sesuai dengan perhitungan tersebut.

Kedua, jika tidak diketahui perhitungan harta suami dan istri.

5 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, (Jakarta: Ummul Qura, 2015), h., 700

Page 23: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

14

Gambarannya seperti, suami dan istri sama-sama kerja atau saling bekerja

sama dalam membangun ekonomi keluarga dan kebutuhan keluarga pun

ditanggung berdua dari hasil kerja mereka. Sehingga sisanya berapa bagian

dari harta suami dan beberapa bagian dari harta istri tidak jelas, dan inilah

gambaran kebanyakan keluarga di negara Indonesia. Dalam kondisi

demikian, harta gono-gini tersebut tidak mungkin dibagi kecuali dengan

jalan sulh, ‘urf, atau qadha (putusan).6

Di berbagai daerah di tanah air sebenarnya juga dikenal dengan

istilah-istilah lain yang sepadan dengan pengertian harta gono-gini (harta

bersama), hanya diistilahkan secara beragam dalam hukum adat yang

berlaku di masing-masing daerah. Misalnya di Aceh, harta gono-gini

diistilahkan dengan “haeruta sihareukat”, di Minangkabau masih

dinamakan harta suarang, di Sunda digunakan dengan istilah guna kaya, di

Bali disebut dengan druwe gabro, dan di Kalimantan digunakan istilah

barang perpantangan.7 Konsep harta bersama berasal dari adat istiadat

yang berkembang di Indonesia, konsep ini kemudian didukung dengan

hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di Negara kita.8

Dalam kompilasi hukum Islam dalam Pasal 85 menyebutkan bahwa,

adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan

adanya harta milik masing-masing suami atau istri.9 Namun di dalam

rumusan Pasal 35 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

mengandung arti bahwa terbentuknya harta bersama dalam perkawinan

ialah dihitung sejak tanggal peresmian perkawinan sampai perkawinan

terputus, baik terputus karena kematian di antara salah seorang suami/istri

(cerai mati) ataupun karena perceraian (cerai hidup) tanpa mempersoalkan

dari mana atau dari siapa harta tersebut berasal baik harta yang diperoleh

6 Muhammad Nabil Kazhim, Buku Pintar Nikah, (Solo: Samudera, 2007), h., 917 Ismail Muhammad Syah, Pencaharian Bersama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), h., 18

8 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian, (Jakarta:Visimedia, 2003), h., 8

9 H. Wildan Suyuthi, Kompilasi Hukum Islam, (T.tp: MARI, 2001), h., 26

Page 24: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

15

secara bersama-sama suami-istri atau secara sendiri-sendiri.10 Di dalam

Kompilasi Hukum Islam Pasal 96 ayat 1 bahwa, apabila terjadi cerai mati,

maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama,

adapun di ayat 2 dijelaskan bahwa, pembagian harta bersama bagi seorang

suami dan istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai

ada kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar

putusan Pengadilan Agama. Dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam

menyatakan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak

seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan dalam perjanjian

perkawinan.11

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 119 disebutkan bahwa

“sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi

harta bersama antara suami dan istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan

ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu,

selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan

suatu persetujuan antara suami istri”.12 Jika merujuk pada ketentuan

KUHPerdata yang dimaksud dengan harta bersama adalah segala bentuk

harta baik berupa warisan, hadiah, bahkan bawaan suami istri sejak

dilangsungkannya perkawinan menjadi harta bersama. Ini berbeda dengan

yang dijelaskan pada Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 35 ayat

(1) yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah

harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan. Artinya, harta

kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut

sebagai harta bersama.

2. Harta Bawaan

10 Trusto Subekti, Hukum Keluarga dan Perkawinan Bahan Pembelajaran FakultasHukum Unsoed, (Purwokerto: ttm, 2005), h., 80-81

11 Abdul Manan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,(T.tp: t.tm,2001), h., 77.

12 P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: KENCANA, Prenadamedia Group, 2015), h., 50

Page 25: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

16

Berbeda hal dengan penjelasan harta bersama, yang berkaitan

dengan harta bawaan yakni telah di jelaskan di UU No. 1 Tahun 1974

Pasal 35 ayat 2 bahwa harta bawaan ialah harta yang dibawa oleh masing-

masing suami dan istri harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai

hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing

sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Kemudian di dalam

Kompilasi Hukum Islam Pasal 87 ayat 2 ialah suami dan istri mempunyai

hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-

masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh atau lainnya.13 Menurut Inpres Pasal

89 dan 90 Nomor 1 Tahun 1991 wajib bertanggung jawab dan melindungi

harta istri atau harta suaminya serta harta milik bersama. Harta / barang

bawaan adalah segala perabot rumah tangga yang dipersiapkan oleh istri

dan keluarga, sebagai peralatan rumah tangga nanti bersama suaminya.14

Jika harta bawaan itu merupakan hak milik pribadi masing-masing, jika

terjadi kematian di antara salah satunya maka yang hidup menjadi ahli

waris dari si mati, kalau harta bawaan itu bukan hak miliknya maka

kembali sebagaimana sebelumnya, kalau keduanya meninggal maka ahli

waris mereka adalah anak-anaknya.15

Dalam harta bawaan antara suami dan istri, pada dasarnya tidak ada

percampuran antara keduanya karena perkawinan. Harta istri tetap menjadi

hak istri dan dikuasai penuh olehnya. Demikian juga dengan harta suami

tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. Harta bawaan adalah

harta yang diperoleh sebelum terjadinya akad nikah, setelah akad nikah,

maka akan menjadi harta bersama tanpa mempermasalahkan atas nama

siapa harta tersebut, adapun harta bawaan yang digunakan untuk renovasi

13 H. Abdul Manan, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,(T.tp:t.tm, 2001), h., 72-73.

14 Drs. Slamet Abidin dan Drs. H. Aminuddin. Fiqh Munakahat 1 Untuk Fakultas Syari’ah Komponen MKDK, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999) h., 181

15 Abidinsuccesmen, Makalah Harta Benda Dalam Perkawinan, diakses darihttp://abidinsuccesmen.blogspot.co.id/2011/01/makalah-harta-benda-dalam-perkawinan.html,pada tanggal 25 Januari 2011.

Page 26: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

17

rumah, maka rumahnya adalah harta bersama, nilai renovasinya dapat

dihitung sebagai harta bawaan karena di ambil dari harta bawaan.16

B. Ruang Lingkup Harta Bersama dan Harta Bawaan

Harta bersama adalah konsekuensi hukum dari perkawinan, menurut

pasal 35 ayat (1) Undang-undang Perkawinan, harta benda yang diperoleh

selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bersama meliputi beberapa

sub yang di antaranya adalah:

Semua harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan,

sekalipun harta atau barang terdaftar diatasnamakan salah seorang suami istri,

maka harta yang atas suami istri itu dianggap harta bersama. Patokan pertama

yang menentukan apakah suatu barang termasuk objek harta bersama atau

tidak, ditentukan pada saat pembeliannya. Setiap barang yang dibeli selama

perkawinan maka harta tersebut menjadi objek harta bersama suami istri

tanpa mempersoalkan apakah suami atau istri yang membeli, apakah harta

terdaftar atas nama suami atau istri, dan dimana harta tersebut diletakkan.

Seperti itulah patokan umum untuk menentukan barang yang dibeli selama

perkawinan. Hal ini dipertegas dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 5

Mei 1971 No. 803K/Sip/1970. Dalam putusan ini dijelaskan bahwa harta

yang dibeli oleh suami atau istri di tempat yang jauh dari tempat tinggal

mereka adalah termasuk harta bersama, jika pembelian dilakukan selama

perkawinan berlangsung. Lain halnya jika uang yang digunakan untuk

membeli barang berasal dari harta pribadi suami atau istri. Jika uang yang

digunakan untuk membeli barang secara murni berasal dari harta pribadi,

maka barang yang dibeli itu tidak termasuk objek harta bersama.

Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari

harta bersama. Patokan berikut untuk menentukan suatu barang termasuk

objek harta bersama atau tidak adalah ditentukan berdasarkan asal-usul uang

16 Konsultasi Hukum Online, Perbedaan Harta Bersama dan Harta Bawaan, diaksesdari http://konsultasi-hukum-online.com/2013/12/harta-bersama-dan-harta-bawaan/, pada tanggal10 Desember 2013.

Page 27: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

18

biaya pembelian atau pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun

barang itu dibeli atau dibangun sesudah terjadinya perceraian.17

Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan. Patokan

ini sejalan dengan kaidah hukum harta bersama, yakni semua harta yang

diperoleh selama perkawinan diluar dari harta pribadi, warisan dan hibah

dengan sendirinya menjadi harta bersama. Namun disadari bahwa dalam

suatu sengketa harta bersama, tentu tidak semulus dan semudah itu. Pada

umumnya, dalam setiap perkara harta bersama pihak yang digugat selalu

mengajukan bantahan terhadap harta yang digugat dengan dalih, bahwa harta

yang digugat bukan harta bersama, melainkan harta pribadi milik tergugat.

Jika penggugat mengajukan dalih bahwa harta tersebut berasal dari warisan

atau hibah maka ditetapkannya objek gugatan tersebut berdasarkan

kemampuan dan keberhasilan tergugat atau penggugat untuk membuktikan

bahwa harta tersebut adalah harta bersama atau tidak.

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama, sudah logis akan jatuh

menambah jumlah harta bersama. Tumbuhnya pun berasal dari harta bersama,

sudah semestinya hasil tersebut menjadi harta bersama. Tetapi bukan hanya

yang tubuh dari harta bersama yang jatuh menjadi objek harta bersama

diantara suami dan istri. Penghasilan suami istri yang tumbuh dari harta

bersama pun akan jatuh menjadi objek harta bersama. Sekalipun hak dan

kepemilikan harta pribadi mutlak di bawah penguasaan pemiliknya masing-

masing akan tetapi harta pribadi tidak lepas fungsinya dari kepentingan

keluarga. Ketentuan ini berlaku sepanjang suami istri tidak menentukan lain

dalam perjanjian perkawinan. jika dalam perjanjian perkawinan tidak diatur

mengenai hasil yang timbul dari harta pribadi, maka seluruh hasil yang

diperoleh dari harta pribadi suami dan harta pribadi istri jatuh menjadi objek

harta bersama.

Segala penghasilan pribadi suami istri baik dari keuntungan yang

diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan masing-

17 Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), h., 45

Page 28: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

19

masing pribadi sebagai pegawai jatuh menjadi harta bersama suami istri.18

Kalau harta itu dipelihara / diusahai dan telah dialihnamakan ke atasnama

adik suami, jika harta yang demikian dapat dibuktikan hasil yang diperoleh

selama masa perkawinan, maka harta tersebut harus dianggap sebagai harta

bersama suami istri.

Harta atau rumah yang dibangun atau dibeli sesudah terjadi perceraian

dianggap harta bersama suami istri jika biaya pembangunan atau pembelian

suatu barang tersebut diperoleh dari hasil usaha bersama selama

perkawinan.19 Di dalam Pasal 36 Undang-Undang Perkawinan ayat 2

menyatakan, mengenai harta bawaan masing-masing suami dan istri

mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan hukum mengenai harta

bendanya yang mana harta bawaan itu ialah harta yang di bawa dari salah satu

suami istri sebelum terjadinya perkawinan.

Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 87 ayat 1 harta bawaan suami

atau istri yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah

dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan

lain dalam perjanjian perkawinan. Islam memang mengenal adanya harta

bawaan, sebagaimana yang dimaksud dalam KHI pasal 87 ayat 1 namun

apabila terjadi di dalam suatu hubungan suami dan istri mengembangkan

usaha yang mana modal awalnya di dapat dari harta bawaan si suami, namun

setelah itu hendak bercerai setelah memiliki hasil dari usaha tersebut yang

mana terjadi setelah pernikahan, maka dapat disimpulkan hasil yang telah di

miliki seusai pernikahan maka dapat dikatakan harta bersama, karena hasil

yang didapat oleh suami istri tersebut setelah terjadinya pernikahan.20

C. Perjanjian Perkawinan dan Akibat Hukum Terhadap Harta bersama

dan Harta Bawaan.

18 Mahkamah Agung, 11 Maret 1971, No.454 K/Sip/197019 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta:

Pustaka Kartini, t.th), h. 119-122.

20 Purnamasari, I. D. (2014, 05 30). Hukum Online. Diambil kembali dariwww.hukumonline.com:http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt537c47d00be1f/apakah-hasil-pengembangan-harta-bawaan-menjadi-harta-gono-gini

Page 29: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

20

Perjanjian perkawinan yaitu, “persetujuan yang dibuat oleh kedua

calon mempelai pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, dan

masing-masing berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan

itu, yang disahkan oleh pegawai pencatat nikah.21 Menurut Undang-Undang

Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 29, pada waktu atau sebelum perkawinan

dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan

perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah

mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga

tersangkut.22 Menurut Kompilasi Hukum Islam waktu pembuatan perjanjian

ialah pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon

mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat

Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan (Pasal 47 ayat 1 KHI).

Perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata harus dibuat dengan akta notaris

(Pasal 147 KUHPerdata) dan dibuat pada saat sebelum perkawinan

dilangsungkan (Pasal 148 KUHPerdata). Perjanjian perkawinan tidak boleh

diubah setelah perkawinan berlangsung (Pasal 149 KUHPerdata).23

Pada dasarnya, belum banyak yang membahas masalah perjanjian

perkawinan apalagi jika dikaitkan dengan harta bersama. Bagaimana

seharusnya bunyi uraian pengertian mengenai perjanjian perkawinan. Dalam

arti formal perjanjian perkawinan adalah tiap perjanjian yang dilangsungkan

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang antara calon suami istri mengenai

perkawinan mereka.24

Perjanjian perkawinan adalah sebagai suatu hubungan hukum

mengenai harta benda kekayaan antara 2 pihak dalam mana satu pihak

21 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, t.th), h., 120.

22 Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1983), h., 220

23 R. Subekti dan R. Tjirosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (cet. 39, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2008), h. 35-36

24 H.A. Damanhuri, Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, (Bandung :Mandar Maju, 2007), h. 1.

Page 30: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

21

berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak untuk melakukan sesuatu hal,

sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.25

Perjanjian dalam perkawinan sebagaimana yang diuraikan di atas

mendapat pengertian yang luas dalam UU Perkawinan, yang bunyinya:26

1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas

persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan

oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga

terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

2. Perjanjian tersebut tidak dapat dipisahkan bilamana melanggar batas-

batas hukum, agama, dan kesusilaan.

3. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.

4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah,

kecuali bila kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan

perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Mengenai perjanjian perkawinan, Kompilasi Hukum Islam

memperinci sebagai berikut:27 KHI Pasal 47 ayat 1 “ Pada waktu atau

sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat

perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai

kedudukan harta dalam perkawinan. Namun dijelaskan kembali di dalam KHI

Pasal 47 ayat 2 yang berbunyi “ Perjanjian tersebut pada ayat 1 dapat meliputi

percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencaharian masing-masing

sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.

25 Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Peretujuan-persetujuan Tertentu,(Bandung: Sumur, 1981), h. 11.

26 Amir Syarifudin, Hukum Perkwinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat danUndang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, t.th), h. 149-150.

27 Abd Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, t.th), h. 121-122.

Page 31: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

BAB III

SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA BAWAAN DAN HARTA

BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA

A. Pengertian Sita

Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda)1, dan istilah Indonesia

beslah istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung

di dalamnya adalah:

1. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke

dalam keadaan penjagaan2.

2. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)

berdasarkan perintah pengadilan atau hakim. Sita dapat dilakukan hakim,

sebagai hukuman untuk tergugat berupa tindakan penempatan harta

kekayaan di bawah penjagaan meskipun putusan tentang kesalahannya

belum dijatuhkan. Dengan demikian sebelum putusan diambil dan

dijatuhkan, tergugat telah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta

sengketa atau harta kekayaan tergugat.3 Penyitaan membenarkan putusan

yang belum dijatuhkan yang merupakan tindakan perampasan, karena

penyitaan dilakukan sebelum dijatuhkan putusan berkekuatan hukum tetap

(in kracht). Namun sebelum sita diputuskan, pengabulan permohonan sita

harus benar-benar dinilai dan dipertimbangkan dengan seksama dan

objektif.

3. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan berupa barang yang

disengketekan tapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat

pembayaran atas pelunasan utang debitur atau tergugat dengan jalan

menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut.

1 Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia (Jakarta: Djambatan,1999), h. 49.

2 Meriem Webster’s, Dictionary of Law (Massachusets: Merriam Webster Springfield,1996), h. 451.

3 M. Yahya Harahap 1, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 283.

22

Page 32: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

23

4. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses

pemeriksaan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.

Sita marital memiliki tujuan utama untuk membekukan harta bersama

suami istri melalui penyitaan, agar tidak berpindah kepada pihak ketiga

selama proses perkara atau pembagian harta bersama berlangsung.

Pembekuan harta bersama di bawah penyitaan, berfungsi untuk

mengamankan atau melindungi keberadaan dan keutuhan harta bersama atas

tindakan yang tidak bertanggung jawab dari tergugat.4

Sita marital bagi perceraian suami istri yang beragama islam atau

muslim diatur pada Pasal 78 huruf c Undang-Undang No. 7 tahun 1989

tentang Peradilan Agama jo. Pasal 95 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi

Hukum Islam. Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan

penggugat, pengadilan dapat menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin

terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau

barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak

istri.5

Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2), huruf c Peraturan

Pemerintah No.9 Tahun 1975 serta pasal 136 ayat (2), suami atau istri dapat

meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta

bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu

melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama

seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. Selama masa sita dapat dilakukan

penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga denga izin

Pengadilan Agama.6 Selama berlangsungnya gugatan perceraian atau permohonan penggugat

atau tergugat Pengadilan Agama dapat menentukan nafkah yang harus

ditanggung oleh suami, dan menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin

terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau

4 Harahap M. Yahya, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h., 369

5 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, tentang Peradilan Agama, pasal 78 huruf c6 Kompilasi Hukum Islam pasal 95 ayat (1) dan (2).

Page 33: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

24

barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak

istri.7

Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam memungkinkan untuk dilakukan sita

marital oleh suami atau istri dalam suatu perkawinan tanpa melakukan

gugatan perceraian. Sedangkan, Pasal 136 ayat (2) mengatur sita marital yang

dilakukan selama berlangsungnya sidang perceraian. Jadi, berdasarkan Pasal

95 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, pelaksanaan sita marital

hanya dapat dilakukan oleh seorang suami atau istri yang masih terikat dalam

ikatan perkawinan dengan cara mengajukan permohonan sita marital kepada

Pengadilan Agama.B. Tujuan Sita

Tujuan diadakannya penyitaan adalah untuk menjaga agar harta

kekayaan tergugat tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau

penghibahan, dan agar harta kekayaan tidak dibebani dengan sewa menyewa

atau diagunkan kepada pihak ketiga. Pihak penggugat yang khawatir adanya

itikad buruk (bad faith)8 dari pihak tergugat dapat mengadakan upaya hukum

permohonan sita agar harta kekayaan yang disita dapat tetap utuh terjamin

sampai adanya putusan berkekuatan hukum tetap ( inkrach ). Tujuan utama sita jaminan agar tergugat tidak memindahkan atau

membebankan hartanya kepada pihak ketiga. Inilah salah satu tujuan sita

jaminan, menjaga keutuhan keberadaan harta terperkara atau harta kekayaan

tergugat selam proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara

memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan perintah

pensitaan atas harta tergugat atau harta sengketa, secara hukum telah terjamin

keutuhan keberadaan barang yang disita.9

Sita jaminan merupakan upaya hukum terjaminnya keutuhan dan

keberadaan harta yang disita sampai putusan dapat dieksekusi, agar gugatan

penggugat pada saat eksekusi tidak hampa. Karena dengan diletakkan sita

7 Kompilasi Hukum Islam pasal 136 ayat (2)8 Istilah ini tidak diatur namun jika mengacu ketentuan KUHPER yang mengatur Asas

itikad baik (good faith) yang menurut Subekti merupakan salah satu sendi terpenting dalam hukumperjanjian merupakan lawan katanya. Lihat Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa,Cet.XXVIII, Jakarta, 1996., h., 41.

9 M. Yahya Harahap 1, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h., 8.

Page 34: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

25

jaminan pada harta sengketa atau harta kekayaan tergugat dan pelaksanaan

penyitaan telah didaftarkan dan telah diumumkan kepada masyarakat sesuai

dengan ketentuan pasal 198 HIR atau pasal 213 Rbg, maka terhitung sejak

tanggal pendaftaran dan pengumuman sita, telah digariskan akibat hukumnya

seperti yang diatur dalam pasal 199 HIR atau pasal 214 Rbg:

1. Hukum melarang tergugat untuk menjual, menghibahkan atau

memindahkan barang sitaan kepada siapapun.2. Pelanggaran atas larangan penjualan atau pemindahan barang sitaan

diancam dalam Pasal 199 HIR atau Pasal 215 Rbg:a. dari segi perdatanya: jual beli atau pemindahan itu batal demi hukumb. dari segi pidananya: diancam oleh Pasal 231 KUHP

Tujuan dan manfaat conservatoir beslag atau sita jaminan yang

diuraikan di atas jangan sampai disalahgunakan di dalam pelaksanaanya

terhadap penyitaan barang karena pembatasan dan yang dilarang disita.

Adapun maksud dari pembatasan conservatoir beslag adalah untuk

mencukupi kepentingan jumlah tagihan hutang atau tuntutan ganti kerugian

yang diajukan oleh penggugat dalam gugatannya.Tindakan penyitaan barang milik Tergugat sebagai debitur adalah bukan

untuk diserahkan dan dimiliki oleh Penggugat (pemohon sita), namun

diperuntukkan guna melunasi pembayaran utang Tergugat kepada

Penggugat.10

Pelaksanaan penyitaan terdapat dalam Pasal 197 ayat (8) HIR secara

tidak langsung telah memberikan klasifikasi dan pembatasan. Yang dimaksud

dari pembatasan dapat dirinci sebagai berikut:

1. Dahulukan penyitaan terhadap barang yang bergerak.2. Penyitaan tidak boleh melampaui jumlah tagihan.11

Juga dalam ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR dan Pasal 221 Rbg, yang

mengatur barang yang dilarang untuk disita yaitu:

1. Hewan2. Perkakas yang sifatnya sungguh-sungguh berfungsi sebagai alat yang

dipergunakan tergugat untuk menjalankan mata pencaharian.

10 M. Yahya Harahap, (b). Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 339-340.

11 M. Yahya Harahap, (b). Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, h. 339-340.

Page 35: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

26

Dalam hal itu kita melihat pendapat Subekti, bahwa Pasal tersebut

digunakan untuk melindungi masyakat kecil, antara lain petani yang

disebabkan negara Indonesia adalah negara yang bersifat agraris, untuk

melindungi petani kecil tersebut agar tidak mati mata pencahariannya.

Maksud dari pendapat tersebut ialah hewan dan perkakas lain yang sungguh-

sungguh berguna bagi yang bersangkutan untuk menjalankan mata

pencahariannya sendiri.Jadi jelaslah maksud dan larangan menyita barang-barang tertentu yang

telah disebutkan pasal tadi adalah memberikan perlindungan kepada

seseorang tergugat dari kemusnahan total. Artinya jangan sampai kegiatan

untuk melangsungkan pemenuhian kebutuhan nafkah sehari-hari tidak dapat

dilakukannya.Namun, kini pemerintah memberikan izin orang asing untuk bisa

memiliki rumah atau tempat tinggal di Indonesia sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal

atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Dalam PP itu

disebutkan, yang dimaksud Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia

yang selanjutnya disebut Orang Asing adalah orang yang bukan Warga

Negara Indonesia yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan

usaha, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia. Orang Asing yang dapat

memiliki rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud adalah

Orang Asing pemegang izin tinggal di Indonesia sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

C. Macam dan Prosedur Sita1. Macam Sita

Ada banyak jenis sita jaminan, namun secara umum dikenal dua jenis:12

a. Sita jaminan terhadap harta benda milik tergugat (conservatoir beslag) Sita ini dilakukan terhadap harta benda milik debitur. Kata conservatoir

sendiri berasal dari kata conserveren yang berarti menyimpan

sedangkan conservatoir beslag berarti menyimpan hak seseorang.

12 Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Sutantio. Hukum Acara Perdata dalamTeori dan Praktek. Cet. viii. (Bandung: Mandar Maju, 1997), h. 73.

Page 36: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

27

Maksud sita jaminan ini adalah agar terdapat suatu barang tertentu yang

nantinya dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang tergugat.b. Sita jaminan terhadap harta benda milik penggugat sendiri

Berbeda dari conservatoir beslag, dikenal juga sita terhadap harta benda

penggugat/pemohon sendiri, yang ada dalam kekuasaan orang lain

(termohon/tergugat). Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu

tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan

dari pemohon.Sita ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu: (i) sita

revindicatoir (Pasal 226 HIR, Pasal 260 Rbg) dan (ii) sita marital (Pasal

823 dan Pasal 823j Rv). Revindicatoir berarti mendapatkan, dan kata

sita revindicatoir mengandung pengertian menyita untuk mendapatkan

kembali (barang yang memang miliknya).

Di samping kedua jenis sita tersebut, masih juga dikenal beberapa

jenis/varian sita jaminan lain, misalnya (i) Sita conservatoir terhadap kreditur;

(ii) sita gadai atau pandbeslag; (iii) sita conservatoir atas barang-barang

debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal di Indonesia atau

orang asing bukan penduduk Indonesia; sita conservatoir atas pesawat terbang

dan sita jaminan pada kepailitan.Menurut John Z. Loudoe, macam-macam sita jaminan dibedakan

menjadi 3 macam, yaitu:

a. Sita jaminan biasa (Pasal 227 HIR)

Sita jaminan biasa, barang-barang yang disita itu selanjutnya dapat

dijadikan sita eksekusi agar dapat dijual untuk memenuhi putusan hakim

yang bersangkutan. Karena dalam sita jaminan biasa, barang-barang yang

disita itu merupakan milik pihak yang digugat untuk menjamin hak pihak

penggugat (Pasal 227 ayat (2) HIR). Pihak yang digugat dapat saja

menolak sita tersebut dengan tidak menandatangani berita acara yang

bersangkutan, karena sita tersebut tanpa daya on-deugdelijk atau dianggap

tidak perlu on-nodig.

b. Sita jaminan revindicatoir (Pasal 226 HIR)

Dalam sita jaminan revindikasi, tujuannya tidak lain agar barang yang

berada dalam tangan pihak lawan itu dikembalikan pada yang menuntut.

Page 37: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

28

Sita jaminan revindikasi ini hanya diperbolehkan terhadap barang yang

bergerak.

c. Sita jaminan marital (Pasal 24 PP No. 9/1975)Adapun dalam sita jaminan marital hanya dikenal dalam proses perceraian,

dalam hal istri meminta agar barang-barang dalam perkawinan disita untuk

mencegah suami menjual atau mengalihkannya.13

Sudikno Mertokusumo, membedakan sita jaminan menjadi 2 (dua)

macam, yaitu14:

a. Sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri

1) Sita revindicatoir (Pasal 226 HIR, 260 Rbg)Pemilik barang bergerak yang barangnya ada di tangan orang lain

dapat diminta, baik secara lisan maupun tertulis kepada Ketua

Pengadilan Negeri di tempat orang yang memegang barang tersebut

tinggal, agar barang tersebut disita. Barang bergerak yang disita harus

dibiarkan ada pada pihak tersita untuk disimpannya, atau dapat juga

barang tersebut disimpan di tempat lain yang patut.Akibat hukum dari pada sita revindicatoir, ialah bahwa pemohon

atau penyita barang tidak dapat menguasai barang yang telah disita,

sebaiknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkan.Apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka dalam dictum

putusan, sita revindicatoir itu dinyatakan sah dan berharga dan

diperintahkan agar barang yang bersangkutan diserahkan kepada

penggugat, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka sita revindicatoir

yang telah dijalankan itu dinyatakan dicabut.2) Sita marital (Pasal 823-823j Rv)

Sita marital bukanlah untuk menjamin suatu tagihan uang atau

penyerahan barang, melainkan menjamin agar barang yang disita tidak

dijual. Jadi fungsinya adalah untuk melindungi hak pemohon selama

pemeriksaan sengketa perceraian di pengadilan berlangsung antara

13 John Z. Loudoe, Fakta dan Norma dalam Hukum Acara, (Surabaya: Bina Aksara,1981), h. 137.

14 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,1999), h. 142.

Page 38: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

29

pemohon dan lawannya, dengan menyimpan atau membekukan barang-

barang yang disita, agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga.Barang yang dapat disita secara marital, ialah baik barang

bergerak dari kesatuan harta kekayaan atau milik isteri maupun barang

tetap dari kesatuan harta kekayaan (Pasal 823 Rv).

b. Sita jaminan terhadap barang milik debitur:

1) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur (Pasal 227 jo Pasal

197 HIR, Pasal 261 jo Pasal 208 Rbg).2) Sita conservatoir atas barang tetap milik debitur (Pasal 227, 197,198,

199 HIR, Pasal 261,208, 214 Rbg)3) Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur yang ada di tangan

pihak ketiga (Pasal 728 Rv, 197 ayat (8) HIR, Pasal 211 Rbg)4) Sita conservatoir terhadap kreditur (Pasal 75 a Rv)5) Sita gadai atau panbeslag (Pasal 751-756 Rv)6) Sita conservatoir atas barang-barang debitur yang tidak mempunyai

tempat tinggal yang dikenal di Indonesia atau orang asing bukan

penduduk Indonesia (Pasal 757 Rv)7) Sita conservatoir atas pesawat terbang (Pasal 763 h-763 k Rv)15

Pembagian tersebut di atas, hampir sama dengan apa yang dikemukakan

oleh Djazuli Bachar, bahwa jenis-jenis sita jaminan dibedakan terhadap

barang bergerak dan barang tidak bergerak milik debitur serta barang

bergerak milik debitur yang ada di tangan pihak ketiga.16

2. Prosedur sita

Prosedur sita jaminan meliputi dua segi. Segi pertama berkenaan

dengan Prosedur pengajuan permohonan sita jaminan. Segi kedua,

berkaitan dengan Prosedur pelaksanaan sita jaminan oleh pengadilan.

Bentuk Prosedur permohonan sita jaminan yang diajukan dalam surat

gugatan. Penggugat mengajukan permohonan sita jaminan (conservatoir

beslag) secara tertulis dalam surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan

pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan sita jaminan dalam

bentuk ini, tidak dapat dipisahkan dengan dalil gugatan atau gugatan

15 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,1999), h. 58.

16 Djazuli Bachar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata Segi Hukum dan PenegakanHukum, (Jakarta: Akademika Presindo, 1987), h. 56.

Page 39: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

30

pokok. Jika permohonan sita jaminan disatukan bersamaan dengan

gugatan, perumusan permohonan sita jaminan dalam surat gugatan,

biasanya mengikuti pedoman sistimatis sebagai berikut:17

a. Dirumuskan setelah uraian perumusan posita atau dalil gugat

Cara inilah yang tepat. Perumusan dalil gugat merupakan landasan.

Dari landasan dalil gugat itulah layak atau tidak layak diajukan

permohonan sita. Sebab dari perumusan dalil gugat serta uraian fakta

dan peristiwa yang mendukung dalil gugat, akan lebih tepat dan lebih

mudah dirumuskan permohonan sita serta alasan kepentingan pensitaan.

b. Permintaan pernyataan sah dan berharga biasanya diajukan pada

petitum kedua

Di samping perumusan permohonan sita diakhir posita gugat

permohonan itu dipertegas lagi dalam petitum gugat, yang berisi

permintaan kepada pengadilan, supaya sita jaminan yang diletakkan

atas harta sengketa atau harta kekayaan tergugat dinyatakan sah dan

berharga.Apabila permintaan pernyataan sah dan berharga tidak diajukan

dalam petitum, pengadilan dapat mencantumkan amar pernyataan sah

dan berharga. Alasannya: pertama, pencantuman amar yang seperti

tersebut tidak dapat dianggap melebihi permintaan atas petitum. Tidak

dianggap ultra petita partium. Karena amar yang sedemikian masih

sejalan dan sejiwa dengan isi dan maksud gugatan. Bahkan permohonan

sita maupun amar pernyataan sah dan berharga sita jaminan, pada

dasarnya bukan merupakan gugatan pokok atau bukan gugat materiil

tetapi hanya merupakan tambahan atas gugat materiil. Alasan kedua,

dengan dikabulkannya permohonan sita jaminan oleh pengadilan, sudah

dengan sendirinya terkandung kehendak hakim yang bersangkutan

untuk menyatakan sah dan berharga. Oleh karena itu, sekalipun

penggugat lupa mengajukan permintaan pernyataan sah dan berharga

sita jaminan dalam petitum, hakim dapat menyempurnakannya dalam

17 Djazuli Bachar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata Segi Hukum dan PenegakanHukum, h. 23.

Page 40: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

31

amar. Sekiranya hakim tidak mencantumkan amar yang demikian,

berarti hakim telah mengingkari sita jaminan yang dikabulkannya.18

Apabila penggugat mengajukan permintaan sah dan berharga

dalam petitum, hakim yang memutus perkara lalau mencantumkan

pernyataan sah dan berharga dakan amar, maka kelalaian tersebut, tidak

mengakibatkan sita jaminan batal demi hukum. Kelalaian itu tidak

mempunyai kualitas membatalkan sita demi hukum, dan kelalaian itu

nanti diperbaiki oleh hakim dalam tingkat banding atau tingkat kasasi.

Sebab jika dikaitkan dengan keabsahan dan kekuatan mengikatnya

suatu jaminan baik kepada pihak tergugat maupun kepada pihak ketiga

oleh Pasal 198 HIR atau Pasal 214 Rbg, ialah terpenuhinya syarat

pendaftaran dan pengumuman sita. Dengan demikian sahnya sita

menurut undang-undang pada prinsipnya, dititikberatkan pada

pelaksanaan sita dan pendaftaran serta pengumuman sita.19

Bentuk pengajuan permohonan sita yang diajukan secara terpisah

dari pokok perkara. Maksudnya di samping gugatan perkara, penggugat

mengajukan permohonan sita jaminan dalam surat yang lain. Bahkan

mungkin dan boleh pengajuan permohonan sita jaminan tersendiri

secara lisan, tetapi bentuk permohonan sita secara lisan jarang terjadi

dalam praktek pengadilan.Berdasarkan dua bentuk cara pengajuan gugatan yang sering

dipakai dalam praktek adalah permohonan sita jaminan dalam surat

gugatan. Seseorang dapat mengajukan surat permohonan sita jaminan

kepada Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan pada ketentuan Pasal 227

ayat (1) HIR dan Pasal 261 ayat (1) Rbg, yaitu pengajuan permohonan

conservatoir beslag dapat dilakukan selama putusan belum dijatuhkan

atau selama putusan belum berkekuatan hukum yang tetap.Oleh karena itu, dengan adanya sita jaminan yang berupa penyitaan

atas harta kekayaan tergugat, maka tergugat dilarang untuk

memindahkan dan membebani barang yang disita. Tujuannya, adalah

18 Djazuli Bachar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata Segi Hukum dan PenegakanHukum, h. 24.

19 Djazuli Bachar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata Segi Hukum dan PenegakanHukum, h. 25.

Page 41: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

32

untuk menjamin keutuhan barang itu supaya tetap terpelihara dan ada

sehingga pada saat putusan dijalankan atau dieksekusi sudah tersedia

harta kekayaan tergugat untuk memenuhi pelaksaan isi putusan dan

sekaligus untuk menjamin agar hak dan kepentingan pihak penggugat

dapat terpenuhi.Sita jaminan mencegah barang dibebani hak-hak,barang diserahkan

kepada orang lain dan barang disalahgunakan dan dirusak. Sedangkan

waktu penyitaan sebelum ada putusan biasanya permohonan sita

dicantumkan sekaligus dalam surat gugat tetapi juga dapat dalam surat

permohonan tersendiri selama sidang berjalan. Adapun waktu penyitaan

sesudah ada putusan, tetapi belum dapat dilaksanakan. Artinya sudah

diputus, akan tetapi karena lawan mengajukan upaya hukum (banding,

atau verzet), maka belum dapat dieksekusi.20

Sita conservatoir diajukan kepada Pengadilan Negeri yang

memeriksa perkara. Juga dalam banding kalau ada permohonan sita

menyusul, yang memeriksa soal sita adalah pengadilan negeri yang

memutus perkara yang bersangkutan.21 Adapun mengenai pendelegasian

sita jaminan dikemukakan dalam Pasal 195 ayat (2) HIR atau Pasal 206

(3) Rbg: “Jika hal itu harus diakukan sekaligus atau sebagian, di luar

daerah hukum Pengadilan Negeri yang tersebut di atas, maka ketuanya

meminta bantuan Ketua Pengadilan yang berhak, dengan surat

demikian juga halnya di luar Jawa-Madura.”Pengertian pendelegasian sita penerapannya menggunakan hukum

analogi, yakni jika seluruh atau sebagian harta tergugat yang hendak di

sita terletak di luar wilayah hukumnya. Pengadilan Negeri yang

bersangkutan dapat meminta bantuan pelaksanaannya kepada

Pengadilan Negeri tempat di mana barang itu terletak. Jadi artinya

pendelegasian sita jaminan adalah apabila Pengadilan Negeri yang

20 Sariyono, L. (2016, 04 11). Student Unidar. Diambil kembali dariyono133.student.unidar.ac.id: http://yono133.student.unidar.ac.id/2016/04/kapan-putusan-pengadilan-dinyatakan.html

21 Jaka, M. (2014, 11 04). Blogspot. Diambil kembali dari mirdinatajaka.blogspot.co.id:https://mirdinatajaka.blogspot.co.id/2014/11/dasar-hukum-eksekusi-sukarela-dan.html

Page 42: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

33

memerintahkan sita jaminan, mendelegasikan pelaksanaannya dengan

jalan meminta bantuan kepada Pengadilan Negeri lain.Tata urutan pendelegasian permintaan bantuan pelaksanaan sita

jaminan adalah sebagai berikut22:

a. Menyampaikan salinan penetapan kepada Pengadilan Negeri yang

dimintakan bantuannya.b. Pengadilan Negeri yang mendapat delegasi mengeluarkan surat

penetapan pelaksanaan.c. Mengirim berita acara sita kepada Pengadilan Negeri yang

mendelegasikan.

Memang di dalam soal pendelegasian sita itu sangat penting untuk

diterapkan, karena untuk menghindari terjadinya saling sengketa antara

Pengadilan Negeri yang dimintakan bantuan dengan Pengadilan Negeri

yang meminta bantuan.23

22Yahya Harahap (b). Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)

23Netizen. (2017, 4 16). Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang. Diambil kembali dariwww.awambicara.com: https://www.awambicara.id/2017/04/eksekusi-pembayaran-sejumlah-uang.html

Page 43: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

BAB IV

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA

SELATAN DAN ANALISIS PUTUSAN NOMOR 2582/Pdt.G/2013/PA.JS

A. Sejarah dan Perkembangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang

melaksanakan tugasnya, memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai

berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24;

2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, tentang Kekuasaan Kehakiman;

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974;

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, tentang Peradilan Agama;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975;

6. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963, tentang

Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan;

7. Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan Tata Kerja dan

Wewenang Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat

keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya

Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang

dinamakan Kantor Cabang, yaitu:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara

2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah

3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk

Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk Wilayah Hukum

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976, semua

Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang

35

Page 44: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

36

berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum

Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya

istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).

Berdasarkan surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 61 Tahun

1985, Pengadilan Tinggi Agama Surakata dipindah ke Jakarta, akan tetapi

realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara

otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta adalah

menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.

Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan merupakan

jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada tahun

1967 merupakan cabang di Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang

berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur

Sebutan pada waktu itu adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan. Kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai

dengan banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman

penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup

luas. Keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yaitu menempati

gedung bekas kantor Kecamatan Pasar Minggu di suatu gang kecil yang

sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta

Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. Polana.

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian, kalaupun ada

tentang warisan, masuk kepada komparisi. Itu pun dimulai pada tahun 1969,

kerjasama dengan Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin oleh Bismar

Siregar, S.H.

Sebelum tahun 1969, pernah pula membuat fatwa waris, akan tetapi

hal itu ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan dengan

kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Hasan Mughni

ditahan karena Penetapan Fatwa Waris. Oleh karenanya, sejak saat itu Fatwa

Waris ditambah dengan kalimat "jika ada harta peninggalan".

Pada tahun 1976, gedung kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan pindah ke blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati

Page 45: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

37

serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan kantor cabang pun

dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kemudian diangkat

pula beberapa hakim honorer yang di antaranya adalah H. Ichtijanto, S.A.,

S.H.

Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif kepala Kandepag Jakarta

Selatan yang waktu itu dijabat pula oleh Drs. H. Muhdi Yasin. Seiring dengan

perkembangan tersebut, diangkat pula 8 karyawan untuk menangani tugas-

tugas kepaniteraan yaitu, Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari, Sukandi, Saimin,

Tuwon Haryanto, Fathullah AN., Hasan Mughni, dan Imron. Keadaan

penempatan kantor di serambi Masjid tersebut, bertahan hingga tahun 1979.

Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Pengadilan Agama

Jakarta Selatan diresmikan oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian pada

awal Mei 2010, diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas

perkantoran di gedung baru tersebut. Pada saat itu Ketua Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. Ahsin A. Hamid, S.H.

Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif

tersebut, di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam

segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun

dalam hal peningkatan TI (Teknologi Informasi) yang sudah semakin canggih

disertai dengan aplikasi-aplikasi yang menunjang pelaksanaan tugas pokok,

seperti aplikasi SIADPA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan

Agama) yang sudah berjalan, sistem informasi mandiri dengan layar sentuh

(touchscreen), serta situs web "http://www.pa-jakartaselatan.go.id".

Anggaran pembangunan Gedung Pengadilan Agama Jakarta Selatan:

1. Tahun 2007 s/d 2008: pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru

seluas ± 6000 m2 yang terletak di jalan Harsono RM Ragunan, Jakarta

Selatan dengan anggaran Rp. 19.353.700.000 (sembilan belas milyar tiga

ratus lima puluh tiga juta tujuh ratus ribu rupiah) yang berasal dari DIPA

PTA Jakarta.

2. Tahun 2008: tahap pertama pembangunan gedung baru sesuai dengan

purwarupa Mahkamah Agung RI dengan anggaran Rp. 7.393.270.000

Page 46: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

38

(tujuh milyar tiga ratus sembilan puluh tiga juta dua ratus tujuh puluh ribu

rupiah) yang berasal dari DIPA Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

3. Tahun 2009: tahap kedua pembangunan gedung baru dengan anggaran

Rp. 14.110.820.000 (empat belas milyar seratus sepuluh juta delapan ratus

dua puluh ribu rupiah) yang berasal dari DIPA Pengadilan Agama Jakarta

Selatan.

B. Posisi Kasus

Penggugat dalam surat gugatannya tanggal 24 Oktober 2013 telah

mengajukan gugatan harta bersama, yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dengan Nomor 2582/Pdt.G/2013/PA JS., tanggal 25

Oktober 2013.

Dalam kasus ini, Penggugat adalah Warga Negara Amerika dan

memiliki ijin tinggal untuk bertempat tinggal dan bekerja di wilayah Negara

Republik Indonesia, tepatnya pada PT. Equinox Publishing Indonesia1

sebagaimana ternyata pada Kartu Izin Tinggal Tetap (K1TAP) atas nama

Penggugat Nomor 2D4JE3021-M tertanggal 15 Februari 2013 yang berlaku

sampai tanggal 11 Februari 2018 sedangkan Tergugat adalah Warga Negara

Indonesia.

Di antara Penggugat dengan Tergugat telah terjadi perceraian

berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Jakarta selatan nomor:

2571/Pdt.G/2012/PAJS, tertanggal 13 Mei 2013 M/03 Rajab 1434 Hijriyah

yang telah berkekuatan hukum tetap dengan AKTA CERAI:

No.1623/AC/2013/PA/JS, tertanggal 28 Mei 2013.

Sebelum Penggugat menikahi Tergugat, Penggugat memiliki harta

bawaan berupa sebidang tanah dan bangunan berdasarkan Sertifikat Hak

Milik Nomor 376/pasar Manggis dan Akta Jual Beli Nomor 22/2004 yang

terletak dan diketahui beralamat di Kota Jakarta Selatan seluas 427m2 (empat

ratus dua puluh tujuh meter persegi) yang karena Penggugat

berkewarganegaraan asing maka diatasnamakan Tergugat.

1 PT. Equinox Publishing Indonesia berdomisili hukum di Jl. H R Rasuna Said Kav C17,Kota Administrasi Jakarta Selatan, DKI Jakarta, Indonesia

Page 47: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

39

Tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam poin 4 tersebut di

atas semula dipergunakan sebagai tempat kediaman dari keluarga pasangan

Penggugat dan Tergugat bersama anaknya2, namun sejak diajukannnya

perkara perceraian oleh Tergugat, maka Penggugat keluar dari rumah tersebut

dan memilih tinggal di Apartemen milik Penggugat hingga gugatan ini

diajukan.

Selama berlangsungnya pernikahan antara Penggugat dan Tergugat

memiliki harta bersama yang diperoleh sepenuhnya dari hasil jerih payah dan

keringat Penggugat yang diatasnamakan Tergugat, yang terdiri atas:

1. Sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui beralamat di

sebuah apartemen3 di Kota Jakarta Selatan seluas 385 m2;

2. Sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui di wilayah

Jakarta Selatan.

Harta bawaan dan harta bersama yang didapat tersebut terutama

terhadap harta tidak bergerak diatas namakan Tergugat oleh karena

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan tidak diperkenankan atas harta

bergerak tersebut diatas namakan warga negara asing berdasarkan pasal 21

ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 19604:

“Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh hak

milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena

perkawinan, demikian pula warga Negara Indonesia yang mempunyai hak

milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarga-

negaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah

jangka waktu tersebut lampau hak milik tidak dilepaskan, maka hak tersebut

hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan

bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.”

2 Nama anak tidak bisa disebut karena penulis mendapatkan data putusan dimana namaanak ditutup guna dirahasiakan.

3 Lokasi tempat pada putusan tersebut dihilangkan oleh panitera saat penulismengambilnya

4 pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960menyebut “Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.”

Page 48: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

40

Pada harta kekayaan berupa benda tidak bergerak berupa tanah dan

bangunan yang didapat dari hasil kerja Penggugat seluruhnya diatasnamakan

Tergugat dan sebelum diadakannya perkawinan antara Penggugat dengan

Tergugat terlebih dahulu diadakan perjanjian perkawinan Kawin yang

tertuang dalam Akta Nomor 13, tertanggal 13 Juni 2005 dibuat dihadapan Ny.

Syarmeini S Chandra.S.H., Notaris di Jakarta (“Perjanjian Kawin”)5.

Jika berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Peradilan

Agama, pasal 97, menyebutkan:

“...janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak mendapat 1/2

(seperdua) dari harta bersama, sepanjang tidak ditentukan lain dalam

perjanjian perkawinan”.

Bahwa dalam perjanjian kawin pasal 2 menyatakan:

“...Semua harta benda yang bersifat apapun, yag dibawa oleh masing-

masing pihak dalam perkawinan atau yang diperolehnya selama perkawinan

karena pembelian, warisan, hibah atau cara apapun tetap menjadi milik dari

masing-masing pihak yang membawa atau memperolehnya”.

Bahwa dalam perjanjian kawin pasal 8 menyatakan:

“...semua harta benda yang diperoleh selama perkawinan karena pembelian,

warisan, hibah, hibah wasiat atau berdasarkan sebab sebab lain harus

senantiasa dapat ternyata dari surat-surat yang dibuat secara lengkap oleh

kedua belah pihak, harta benda yang tdak dapat dibuktikan dengan cara yang

dimaksud di atasi, merupakan milik bersama”.

Sehingga jelas berdasarkan ketentuan di atas, Penggugat berhak atas

kepemilikan hartokekayaan berupa benda tidak bergerak yang terdiri atas:

1. Harta Bawaan berupa:

-sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui beralamat di

…..Kota Jakarta Selatan, seluas 427m2 yang karena Pemohon

berkewarganegaraan asing maka diatasnamakan Termohon;

5 perjanjian perkawinan diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai hartabenda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untukmelakukan suatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu. WirjonoProdjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, (Bandung: Sumur, 1981),h. 11.

Page 49: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

41

2. Harta Bersama berupa:

-Sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui beralamat di

apartemen di Kota Jakarta Selatan, seluas 385 m2, yang karena Pemohon

berkewarganegaraan asing maka diatasnamakan Termohon;

-Sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui di wilayah

Jakarta Selatan yang karena Pemohon berkewarganegaraan asing maka

diatasnamakan Termohon.

Dalam kasus tersebut, Penggugat memandang seluruh harta kekayaan

tersebut di atas didapat dan dibeli dari sebagian besar hasil keringat dan kerja

keras Penggugat.

Mengingat Penggugat dan Tergugat beragama Islam, maka

berdasarkan ketentuan dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006

yang menyatakan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara

orang-orang yang beragama Islam di bidang, Perkawinan, Kewarisan, Wasiat,

Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, serta Ekonomi Syariah6, sehingga ”

kewenangan untuk memeriksa dan mengadili Gugatan Pembagian Harta

Bersama ini ada pada Pengadilan Agama, dan oleh karena Penggugat dan

Tergugat bertempat tinggal di….Kota Jakarta Selatan, sehingga Pengadilan

Agama Jakarta Selatan memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus

atas permohonan yang diajukan oleh Penggugat;

Penggugat memohon kepada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan

memberikan putusan sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Melakukan sita jaminan (conservatoir beslag) atas harta bersama sebagai

berikut;

a. Sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui beralamat di

apartemen di Kota Jakarta Selatan, seluas 385m2;

6 jenis dan macamnya mengenai ekonomi syari’ah yang disebut dalam Penjelasan Pasal49 UU No.3 Th. 2006 huruf (i) menyebutkan 11 jenis

Page 50: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

42

b. Sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui di Kota

Jakarta Selatan, seluas 427 m2 (empat ratus dua puluh, tujuh meter

persegi);

c. Sebidang tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui di wilayah

Jakarta Selatan;

Tentang sita Jaminan (conservatoir beslag) dalam kasus ini, Majelis

Hakim telah menjatuhkan penetapan sela Nomor 2582/Pdt/G/2013/PA JS

tanggal 21 Mei 2014, yang amarnya:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.

2. Menolak permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) Penggugat.

3. Menyatakan harta kekayaan berupa benda tidak bergerak berupa sebidang

tanah dan bangunan yang terletak dan diketahui di apartemen di Kota

Jakarta Selatan, seluas 427m2, sebagai harta bawaan Penggugat;

4. Menyatakan harta kekayaan Penggugat dan Tergugat sebagai harta

bersama adalah berupa sebidang tanah tanpa bangunan yang terletak dan

diketahui beralamat di Kota Jakarta Selatan, seluas 385 m2

5. Menyatakan Penggugat dan Tergugat masing-masing berhak “A (setengah)

bahagian dari harta bersama pada diktum no.4.

6. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan harta bawaan Penggugat pada

diktum no. 3 dan menyerahkan “A (setengah) bahagian dari harta bersama

pada diktum no.4. kepada Penggugat.

7. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.

C. Pertimbangan Hakim

Kasus perceraian yang memperebutkan harta bersama dan harta

bawaan yang terjadi pada suami istri pasca perceraian, maka yang menjadi

pertimbangan hakim dalam mengambil suatu keputusan adalah dari segi fakta

peristiwa hukum, peraturan perundang-undangan serta hukum syara’ yaitu al-

quran dan hadits.

Majlis hakim mempertimbangkan gugatan dari penggugat dalam

perkara Nomor 2582/Pdt.G/2013/PA.JS., bahwa antara penggugat dan

Page 51: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

43

tergugat bukan hanya terjadi dalam perceraian saja, namun telah

mempersoalkan harta yang telah ada pada masa sebelum terlaksananya

perkawinan dan telah terlaksananya perkawinan, namun yang di titik beratkan

oleh penggugat atas ajuan kepada majlis hakim tersebut yakni penggugat

membawa harta bawaan ketika setelah menikah yakni sebidang rumah,

namun pihak tergugat membantah atas ajuan tersebut, karena di dalam

sertifikat tanah tersebut tercantum nama pihak tergugat.

Berdasarkan fakta hukum tersebut, majlis hakim berkesimpulan antara

penggugat dan tergugat terjadi perselisihan pasca perceraian yakni

mempersoalkan harta yang ada pada masa sebelum perkawinan dan pada

masa perkawinan, maka telah cukup dengan fakta-fakta yang ada untuk dapat

diadili di dalam majlis hakim.

Pembagian harta yang diajukan dari pihak penggugat harus diuji

melalui proses pengadilan dan akan diberikan setelah putusan dibacakan oleh

majelis hakim. Demi keadilan majelis hakim menimbang segala sesuatunya

hanya untuk kepentingan bersama. Hal ini didasari pemikiran, agar dari kedua

belah pihak berhak mendapatkan hak-haknya.

Majelis hakim pengadilan agama Jakarta Selatan sedikit

mengenyampingkan ketentuan hukum yang mengatur harta bersama dan harta

bawaan karena di dalam pihak penggugat berkewarganegaraan asing, yang

mana bahwa warga negara asing tidak boleh memiliki hak milik tanah yang

sesuai dijelaskan di dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA ) pasal 21

ayat (3) Nomor 5 Tahun 1960. Namun pihak penggugat membeli hartanya

berupa tanah dan bangunan pada saat sebelum perkawinan terlaksana, akan

tetapi sertifikat tanah dan bangunan diatasnamakan pihak tergugat tersebut.

Oleh karena itu, terhadap harta kekayaan berupa benda tidak bergerak berupa

tanah dan bangunan yang di dapat hasil pihak penggugat seluruhnya

diatasnamakan tergugat dan sebelum diadakannya perkawinan antara

penggugat dan tergugat terlebih dahulu diadakan perjanjian perkawinan yang

tertuang dalam Akta Nomor 13, tertanggal 13 Juni 2005 dibuat dihadapan Ny.

Syarmeini S Chandra, S.H., notaris di Jakarta.

Page 52: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

44

Namun terhadap gugatan penggugat tersebut, tergugat telah

memberikan jawaban yang pada pokoknya membenarkan dalil gugatan

penggugat sebagian dan membantah selebihnya adapun yang dibenarkan:

1. Penggugat dan tergugat menikah pada tanggal 25 Juni 2005 namun pada

tanggal 13 Mei 2013 penggugat dan tergugat bercerai.

2. Penggugat dan tergugat sebelum melangsungkan pernikahan membuat dan

menandatangani Perjanjian kawin Nomor 13 pada tanggal 13 Juni 2005.

Dengan demikian majelis hakim menilai bahwa berdasarkan Pasal 1925

KUHPerdata jo Pasal 174 HIR pengakuan yang diucapkan dihadapan hakim

adalah merupakan bukti yang sempurna dan memikat yang tidak memerlukan

bukti tambahan

Adapun bahwa dalil penggugat ada beberapa yang di bantah oleh

tergugat, yakni ialah:

1. Penggugat tidaklah memiliki hak atas benda baik bergerak maupun tidak,

yang nyatanya tertulis atas nama tergugat dalam akta-akta dan dokumen

kepemilikannya

2. Gugatan penggugat seluruhnya tentang harta bersama, sedangkan nyatanya

antara penggugat dan tergugat tidak memiliki percampuran harta, karena

penggugat dan tergugat telah membuat dan mentandatangani perjanjian

perkawinan sebelum perkawinan berlangsung.

3. Nyata dan tegas semua harta dalam penggugat yakni di dalam akta dan

dokumen kepemilikannya adalah atas nama tergugat, oleh sebab itu

gugatan penggugat tidaklah memiliki dasar hukum dan tidak sepatutnya

untuk tidak diterima.

Untuk menguatkan dalil gugatan dan bantahannya serta untuk

memenuhi ketentuan di atas, penggugat telah mengajukan bukti surat P.1

sampai P.21, 2 orang saksi.

Dengan demikian pihak tergugat pun mengajukan bukti surat T.1

sampai T.16 dan 1 orang saksi ahli hukum,

Majelis Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan nilai alat bukti dari

pihak penggugat, yakni bukti P.1, P.2 adalah fotokopi dari akta otentik dan

Page 53: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

45

mempunyai nilai kekuatan pembuktian sempurna (volledig bewijkracht) dan

mengikat (bindende bewijkrahct). Kemudian bukti P.5, P.6, P.7 adalah akta

yang sengaja dibuat dihadapan pejabat publik (in casu notaris) yang nilai

kekuata,n pada pembuktiannya mengikat kepada kedua pihak yang melalukan

perjanjian sepanjang tidak ada bukti sebaliknya yang senilai atau lebih tinggi

dari alat bukti aquo dan dapat dijadikan alat bukti sepanjang relevan dengan

perkara ini. Kemudian dalam bukti P.8, P.9, P.10, P.11, P.12, P.13, dan P.14

telah dicocokan dengan aslinya merupakan surat biasa yang apabila diakui

dan tidak dibantah memiliki kekuatan pembukian yang berdiri sendiri da

apabila dibantah, maka hanya sebagai bukti permulaan. Dan 2 orang saksi

yang dibawa oleh penggugat tersebut telah memenuhi syarat formil maupun

materil dan memenuhi batas minimal sebagai alat bukti saksi, yakni

keterangan 2 orang saksi tersebut mempunyai kekuatan pembuktian hukum,

dengan demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 154 HIR alat bukti saksi

yang mempunyai nilai pembuktian bebas, maka penilaian bukti diserahkan

keoada Hakim yang akan dipertimbangkan lebih lanjut dalam putusan ini.

Adapun ketentuan lain yakni untuk menetapkan seseorang sebagai saksi ahli

harus dilihat dari pendidikan, pengalaman dan pelatihan sesuai dengan bidang

keahliannya, selaras dengan saksi ahli yang telah diajukan oleh penggugat

adlah berlatar belakang pendidikan hukum, bekerja sebagai dosen hukum

perdata termasuk hukum Islam pada fakultas hukum Universitas Indonesia,

dan Universitas lainnya yang bergerak dibidang hukum, menulis buku yang

berkaitan dengan hukum Islam, maka saksi tersebut dapat diterima sebagai

saksi ahli yang sesuai dengan ketentuan Pasal 154 HIR alat bukti saksi yang

mempunyai nilai pembuktian bebas (vrij bewijskracht).

Kemudian Majelis Hakim mempertimbangkan terhadap alat bukti

surat dari pihak tergugat, yakni alat bukti T.1, T.2, T.3, T.4, T.5, T.6, T.7

merupakan fotokopi surat yang dibuat oleh pejabat berwenang dan sesuai

dengan aslinya, sehingga kekuatan pembuktian sebagai bukti sempurna. Alat

bukti T.12 dn T.13 berupa fotokopi surat keterangan nomor rekening dan surat

reperensi, sebagai surat biasa, alat bukti tersebut tidak memiliki nilai

Page 54: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

46

pembuktian sehinga cukup dikesampingkan kecuali diakui oleh pihak lawan

atau ada bukti lain, maka penilaian terhadap bukti tersebut diserahkan kepada

majelis Hakim. Alat bukti T.13, T.14, T.15, dan T.16 adalah berupa print

fotokopi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960, tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, fotokopi Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996, tentang Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal Ataau Hunian Oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia,

Fotokopi Peraturan Menteri Agraia/ Kepala Badan Pertahanan Nasional

Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Persyatan Pemilik Rumah Tempat Tinggan atau

Hunian Oleh Orang Asing dan fotokopi Kpetusan Menteri Agraria/ Kepala

Bada Pertahanan Nasional Nomor 15 Tahun 1997 tentang perubahan

Keputusan Menteri Agraria/ kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 9

Tahun 1997 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Sangat

Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) berupa peraturan perundang-

undangan dan peraturan pemerintah yang apabila relevan dengan perkara

dapat dijadikan dasar-dasar pertimbangan bukan merupakan alat bukti, oleh

karena demikian, maka alat bukti tersebut dikesampignkan. Alat bukti T.8,

T.9, T.10, T.11 adalah copy dari copy dan tergugat tidak dapat

memperlihatkan aslinya untuk disesuaikan dengan aslinya, oleh karnanya

Majelis Hakim menilai terhadap bukti tersebut merupakan bukti awal atau

alat bukti yang tidak sah dipersidangan sebagaimana ketentuan Pasal 1888

KUH.Perdata yang menyatakan bahwa “kekuatan pembuktian suatu bukti

tulisan adala pada akta aslinya” sehingga diperlukan bukti lain untuk

penunjangnya. Sebagaimana Yurisprudensi MA No. 701.K/Sip./2974 tanggal

4 April 1976.

Kemudian saksi ahli yang diajukn oleh tergugat berlatar belakang

pendidikan hukum (S1, S2, dan S3), bekerja sebagai dosen hukum pada

fakultas hukum Universitas Padjajaran, menulis buku dan makalah huku,

maupun lainnya, maka saksi tersebut dapat diterima sebagai saksi ahli, namun

demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 154 HIR alat bukti saksi yang

Page 55: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

47

mempunyai nilai pembuktian bebas, maka nilai pembuktiannya diserahkan

kepada majelis hakim.

Berdasarkan alat bukti P.3, P.4 dan bukti T.3,T.4, berupa salinan

putudan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan Akta Cerai dihubungkan

denga dalil gugatan penggugat terbukti bahwa penggugat dengan tergugat

pernah menjadi suami istri sah sejak tanggal 25 Juni 2005 dan pada tanggal

13 Mei 2013 penggugat dan tergugat bercerai, dengan demikian penggugat

dan tergugat mempunyai hubungan hukum (legal standing), karenanya

penggugat dan tergugat mempunyai kapasitas sebagai pihak-pihak dalam

perkara ini.

D. Analisis Putusan

Dalam kasus ini, seharusnya Penggugat dapat membuktikan alasan

untuk diajukan sita jaminan atas harta bersama, maka Majelis Hakim tidak

mengabulkan Permohonan Sita jaminan. Dalam pasal 95 Kompilasi Hukum

Islam yang merupakan modifikasi dari pasal 186 KUHPer. Salah satu dasar

diajukannya permohonan sita adalah adanya perbuatan yang merugikan dan

membahayakan harta kekayaan perkawinan seperti salah satu contohnya

adanya pemborosan atau kelalaian lain dalam menjaga harta kekayaan

perkawinan. Hal ini dapat dirujuk ke dalam Nash Al Qur’an. Allah tidak

menyukai keborosan dalam Surah Al Isra’ (27): Sesungguhnya orang-orang

pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada

Tuhannya.

Penggugat tidak mengajukan alasan adanya kekhawatiran yang

beralasan terhadap keamanan bawaan maupun harta bersama, walaupun ada

ketentuan yang mengatur bahwa harta bersama tidak bisa dipindah tangankan

ke pihak lain tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak hal ini tidak

memberi suatu jaminan harta bersama tidak berpindah tangan. Untuk itu,

Penggugat ingin mengamankan harta bersamanya dengan tergugat dijamin

secara legal formal yaitu dengan meletakkan sita agar Penggugat dan anak-

anaknya tidak dirugikan.

Page 56: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

48

Tentunya terdapat persangkaan Tergugat dapat melakukan perbuatan

yang membahayakan harta bersama yang akibatnya akan merugikan

Penggugat dan anak-anak dari Penggugat dan Tergugat.

Persangkaan Majelis Hakim tersebut dapat menjadi alat bukti,

sebagaimana diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata jo. Pasal 164 HIR. Majelis

memandang hubungan Tergugat dan wanita lain dapat dilihat sebagai

muttawattir adanya Qorinah menyebabkan Tergugat sewenang-wenang

terhadap harta bersamanya dengan Penggugat.

Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa sita dapat

dilakukan oleh Pengadilan Agama jika salah satu pihak melakukan perbuatan

yang merugikan dan membahayakan harta bersama. Tujuan dari peletakan

sita adalah untuk menjamin keutuhan seluruh harta kekayaan bersama dalam

perkawinan.

Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam merupakan modifikasi dan sejiwa

dengan pasal 186 KUH Perdata di mana diatur bahwa tuntutan pemisahan

harta oleh isteri. Dalam pasal 95 Kompilasi Hukum Islam diatur bahwa di

luar gugatan perceraian isteri atau suami dapat mengajukan pemisahan harta

perkawinan yang masih utuh ke Pengadilan. menunjukkan bahwa

permohonan sita tidak mutlak bersifat asesoir kepada gugatan cerai atau

pembagian harta bersama.

Dapat diperhatikan, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam tidak sama

mutlak dengan pasal 186 KUHPerdata, mengingat pasal 186 KUHPer terlalu

kebarat-baratan dengan menganggap isteri tidak cakap melakukan perbuatan

hukum sehingga hanya isteri yang dapat mengajukan permohonan sita. Sita

jaminan identik dengan adanya harta persatuan bulat sehingga isteri dapat

meminta pemisahan harta. Sedangkan Hukum Islam tidak membedakan

kedudukan antara suami dan isteri, dan tidak mengenal harta persatuan bulat,

masing-masing pihak cakap melakukan perbuatan hukum terhadap hartanya

masing-masing. Hal yang diadopsi dari pasal 186 KUHPer ke dalam pasal 95

Kompilasi Hukum Islam adalah mengenai cara mengajukan sita yang

independent, berdiri sendiri tanpa adanya gugatan cerai.

Page 57: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

49

Hal ini tidak bertentangan dengan Sumber Hukum Islam yang utama

yakni Al Qur’an, dalam Surah Al Baqarah ayat 279 untuk tidak saling

merugikan. Jika kamu tidak melaksanakanya maka umumkanlah perang dari

Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas

pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi

(dirugikan).

Di sini Penggugat sebagai warga Negara asing, sebenarnya

Penggugat tidak menginginkan terjadinya perceraian, juga tidak membahas

mengenai pembagian harta bersamanya, karena Penggugat masih

menginginkan keutuhan rumah tangga. Sementara suami atau isterinya

melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan harta bersama yang

merupakan sumber bagi penghidupan dan kesejahteraan bagi keluarganya,

dibutuhkanlah suatu tindakan preventif agar harta bersama tidak habis dan

berpindah tangan ke pihak lain selain isteri dan anak-anaknya yang berhak

atas harta bersamanya.

Tujuan pokok sita yang diatur dalam pasal 95 Kompilasi Hukum

Islam adalah menyelamatkan keutuhan harta bersama tanpa merusak ikatan

hubungan keluarga.

Permohonan sita jaminan berdasarkan pasal 95 Kompilasi Hukum

Islam sifatnya tidak assesoir. Pernyataan “tanpa adanya permohonan gugatan

cerai” dapat diinterpretasikan tidak tergantung apakah terjadi perceraian atau

tidak. Sita tetap dapat dilaksanakan karena tujuannya adalah untuk

melindungi harta bersama saat perkawinan masih berlangsung. Jika sekalipun

terjadi perceraian harta tersebut dapat aman terbagi, antara suami isteri

mendapatkan masing-masing seperdua sebagaimana diatur dalam pasal 97

Kompilasi Hukum Islam.

Karena sifat sita berdasarkan pasal 95 KHI tidak bersifat assesoir

maka tidak akan bertentangan dengan akibat hukum putusnya perkawinan.

Seandainya perkawinan putus, sementara harta bersamanya diletakkan sita

justru memudahkan untuk langsung dilakukan pembagian harta bersama. Jika

perkawinan tidak putus dalam arti kata tidak terjadi perceraian, perkawinan

Page 58: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

50

tetap utuh sedangkan harta bersama suami isteri sudah diletakkan sita, harta

bersama tidak akan beralih ke pihak lain, justru terlindungi dengan adanya

sita marital.

Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam ini merupakan dasar hukum yang

digunakan untuk mengajukan permohonan sita marital pertama kali. Dalam

yurisprudensi sebelumnya dasar hukum mengajukan permohonan sita marital

adalah Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, di mana antara permohonan

sita maritalnya diajukan menjadi satu bagian dalam proses gugatan

perceraian. Antara Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam dengan pasal 24 ayat (2)

huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2)

Kompilasi Hukum Islam tidak perlu dihubungkan, karena jelas antara pasal-

pasal tersebut mengatur hal yang esensinya berbeda.

Menurut Hukum Perkawinan Islam, thalak merupakan jalan terakhir,

jika sudah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki

kerukunan rumah tangga namun tidak juga dapat memperbaiki keadaan.

Mengingat perkawinan dalam ajaran Islam merupakan pertalian seteguh-

teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami isteri

dan turunan bahkan antara dua keluarga Thalak harus mempertimbangkan

akibat perceraian baik yang menyangkut kuasa atas anak, terhadap harta

kekayaaan perkawinan, status sosial dan lain sebagainya. Jika benar-benar

tidak dimungkinkan upaya lain untuk menyelamatkan perkawinan, barulah

jalan perceraian terbuka. Dalam memutuskan perkawinan apakah akan

mendapatkan manfaat atau justru mudharat, Allah sesungguhnya ingin

hambaNya mengambil jalan yang penuh manfaat dibanding jalan yang

mudharat. Sebagaimana yang dimaksud Rasulullah, perceraian bukanlah

suatu permainan. Jika pihak isteri masih mau mempertahankan suatu

perkawinan ada baiknya pihak suami masih memberikan kesempatan bagi

isteri untuk memperbaiki semua, terlebih lagi jika isteri sungguh-sungguh

berusaha untuk melakukan perubahan.

Page 59: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

51

Barang tentu harta bersamanya dikuasai istri Tergugat sehingga akan

merugikan Penggugat dan anak-anaknya. Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam

dapat diterapkan. Sita jaminan dalam Kompilasi Hukum Islam hanya diatur

secara tegas dalam Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam. Jika menggunakan

dasar hukum Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam barulah permohonan

sita harus assesoir. Sifat sita yang diatur dalam pasal 95 Kompilasi Hukum

Islam seperti yang di atas tidak bersifat asesoir, sehingga dapat berdiri sendiri

tanpa tergantung gugatan cerai. Dengan demikian tidak ada hubungan yang

bertentangan antara peletakan sita dengan status hukum perkawinan, apakah

perkawinan itu putus atau tetap utuh.

Dan dalam sisi lain yang mempertimbangkan dalam pembagian harta

khususnya yakni setelah perceraian berlangsung kedua belah pihak yang

terlibat maka harus dapat dipertimbangkan di hadapan majelis hakim didalam

persidangan. Yang mana dari pihak penggugat telah mengajukan sita yang

mana pihak penggugat membawa harta bawaan yang di beli nya sebelum

berlangsungnya pernikahan, dan juga terlibat dalam pembelian harta tanah

dan bangunan rumah semasa dalam perkawinannya, namun pihak tergugat

membantah gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat, dengan dasar

bahwa akta tertulis dan dokumen tanah tersebut yakni atas nama pihak

tergugat. Namun telah diajukannya dihadapan Majelis Hakim yang mana

didalam pembuktian untuk menguatkan adanya kebenaran dalam

memposisikan hak tanah dan bangunan tersebut, yang telah sesuai dengan

penjelasan didalam pertimbangan hakim, bahwa Majelis Hakim menilai

dengan kekuatan posisi pembuktian yang diajukan kedua belah pihak. Namun

ada sebagian pembuktian dai pihak tergugat dikesampingkan yakni T.13,

T.14, T.15, T.16 yang mana berupa fotokopian Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undng Pokok Agraria,

fotokopi peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996,

Pemilikan rmah tempat tinggal dan hunian oleh orang asing berkedudukan di

Indonesia, fotokopi peraturan Menteri Agraria, adalah berupa peraturan

Page 60: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

52

perundangan-undangan dan peraturan pemerintah yang apabila relevan

dengan perkara dapat dijadikan dasar pertimbangan bukan merupakan alat

bukti.

Majelis hakim telah mempertimbangkan tentang harta bawaan yang

didalilkan masing-masing pihak terhadap sebidang tanah dan bangunan.

Didalam bukti P.1 dan P.2 serta pengakuan dari pihak tergugat terbukti,

penggugat adalah warga negara asing, sehingga tidak bisa untuk

mengatasnamakan dirinya untuk harta tidak bergerak yang sesai dengan

perundang-undangan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) Nomor 5 tahun 1960. Dengan demkian majelis hakim sependapat

dengan saksi ahli yang menyatakan bahwa orang asing tidak dapat

mempunyai atau memegang hak milik atas tanah dan bangunan, sehingga

agar dapat memiliki harta tidak bergerak yakni diatasnamakan warga negara

Indonesia yang dipercayai oleh orang asing tersebut. Namun dalam

kepemilikan suatu tanah/rumah dibuktikan dengan sertifikat di dalam perkara

aquo semua benda dituntut sertifikat atas nama orang Warga Negara

Indonesia. Namun Majelis Hakim menilai bahwa tidak melihat sertifikat

tersebut tertulis atas nama siapa saja, sebagaimana yang tertera didalam

Yurisprudensi No.808 K./Sip.1974 tanggal 30 Juli 1974, akan tetapi dilihat

darimana uang terebut berasal untuk pembelian tanah/rumah tersebut. Jadi

bisa dapat disimpulkan bahwa didalam persoalan pembagaian harta pasca

perceraian yang mana pada pihak penggugat berkewarganegaraan asing dan

pihak tergugat Warga Negara Indonesia, namun pada dasarnya di dalam

sertifikat tanah beratasnamakan Warga Negara Indonesia yang selaku

tergugat, namun Majelis Hakim tak hanya dapat menilai dari atas nama siapa

yang tertera di dalam akta-akta dan dokumen yang jelas tertera harus Warga

Negara Asing yang dapat memiliki hak benda tidak bergerak, yakni Majlis

Hakim menilai dengan dasar Yurisprudensi No.808 K./Sip.1974 tanggal 30

Juli 1974 yang mana berisi yang dilihat darimana uang itu berasal untuk

pembelian tanah/rumah terebut.

Page 61: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

53

Menurut penulis yang di dalam kasus tersebut, dalam perkara No

2582/Pdt.G/2013/PA.JS, yakni Sita Jaminan Dalam Sengketa Harta Bawaan

dan Harta Bersama, yang melibatkan yang mana pihak penggugat Warga

Negara Asing dan pihak Tergugat Warga Negara Indonesia, yang

mempermasalahkan persoalan harta nya pasca perceraian.

Persoalan harta tak lepas dari pembahasan pernikahan, yang mana

mempesoalkan harta pasca perceraian, pasca perceraian pihak penggugat

maupun pihak tergugat mempersoalkan hartanya untuk kepntingan dirinya

dan juga anak-anaknya yang mana pihak penggugat melaporkan kepada

pengadilan bahwa terdapat harta bersama dan harta bawaan di dalam nya.

Undang-Undang Perkawinan pasal 35 ayat 1, yakni harta benda yang

diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan juga di dalam

Kompilasi Hukum Islam pasal 87 ayat 1 juga dijelaskan bahwa harta bawaan

suami atau istri yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan

adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak

menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Di dalam kasus ini pihak

penggugat meminta kepada Majlis Hakim, di dalam pengadilan yakni agar

harta bawaan penggugat di kembalikan dan harta bersama nya agar di bagi

berdua, yakni penggugat sebelum menikah dengan tergugat memiliki harta

benda tidak bergerak berupa sebidang tanah seluas 427m2, dan selama

berlangsungnya pernikahan antara penggugat dan tergugat memiliki sebidang

tanah seluas 385m2. Namun, pihak tergugat membatahnya (esepsi) atas harta

bawaan yang telah dimaksud oleh penggugat bahwasanya pihak penggugat

mengatas namakan tergugat untuk di dalam surat akta tanah, karena

penggugat melainkan bekewarganegaraan asing, yang mana tidak boleh

memiliki hak atas tanah. Terlepas harta bawaan yang diajukan oleh pihak

penggugat, yakni penggugat meminta kepada Majlis Hakim agar harta

bersama nya dibagi menjadi dua, seperti yang telah dijelaskan oleh Kompilasi

Hukum Islam, tetapi pihak tergugat membantahnya lagi dengan sebab

perjanjian perkawinan yang telah dilaksanakan sebelum pernikahan

berangsung.

Page 62: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

54

Di dalam kasus tersebut bahwa majlis hakim menyimpulkan dalam

mengambil keputusan di dalam perkara tersebut yakni dalam persoalan

pembuktian akta surat tanah tidaklah hanya sebagai atas nama di dalam akta

surat tanah tersebut melainkan dibutuhkan mengetahui dilihat darimana uang

terebut berasal untuk pembelian tanah/rumah tersebut.

Page 63: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis penulis pada bab-bab sebelumnya dapat

diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. Proses pemeriksaan sengketa harta bawaan dan harta bersama

dilakukan oleh pengadilan Agama dengan menyertakan data dan fakta

mana yang harta bawaan dan mana yang harta bersama.

2. Faktor diadakannya sita jaminan karena adanya perceraian pasangan

suami istri dan pengadilan mendapat laporan dari penggugat untuk

mengamankan harta bersama agar tidak dipindahtangankan kepada

orang lain sampai ada putusan yang berkekuatan hukum. Sita jaminan

merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan untuk

mengamankan harta bersama pasangan suami istri yang bercerai dan

khawatir hartanya akan tidak aman dan tidak bisa diselamatkan yang

dapat merugikan salah satu pihak ataupun keturunannya di kemudian

hari.

3. Setelah melihat fakta yang ada dan menentukan harta bawaan dan

harta bersama, majelis hakim memutuskan harta bawaan kepada

masing-masing pasangan dan membagi harta bersama dengan adil

(dibagi dua sama rata antara suami dan istri) sesuai haknya masing-

masing.

B. Saran

Dari penelitian ini, penulis mempunyai saran sebagai berikut:

1. Penggunaan harta bersama atau kekayaan baik kepentingan salah satu

pihak ataupun kepentingan bersama harus berdasarkan musyawarah

sehingga akan tercapai tujuan perkawinan. Penggunaan maupun

54

Page 64: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

pendayagunaan harta bersama perkawinan harus dengan persetujuan

kedua belah pihak, jika suami atau istri akan melakuka perbuatan

hukum

55

Page 65: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

56

mengenai harta bersama seharusnya disertakan keterangan tertulis

bahwa suami istri sepakat untuk melakukan perbuatan hukum. Hal ini

akan memudahkan menentukan mana yang termasuk dalam harta

bersama, karena adanya kejelasan. Mengingat harta bersama tidak

mempedulikan terdaftar atas nama siapa, dengan adanya surat

keteragan walaupun terdaftar atas nama pihak lain namun ternyata ada

kesepakatan suami istri dapat digunakan sebagai harta bersama.

2. Landasi penggunaan harta bersama dengan kejujuran. Islam tidak

membolehkan suatu perikatan/syirkah yang mengandung ghurur

(penipuan). Pernikahan adalah perikatan, sejenis dengan syirkah

abdaan, harus dilakukan dengan jiwa keluruhan salah satunya adalah

kejujuran. Masing-masing pihak harus saling terbuka, apakah itu

termasuk dalam harta bersama ataupun harta pribadi.

3. Untuk menghindari pertentangan pendapat mengenai kedudukan

Kompilasi Hukum Islam yang hanya merupakan Intruksi Presiden

dibawah Undang-Undang, akan lebih baik jika Kompilasi Hukum

Islam tersebut dibentuk dalam sebuah Undang-Undang, sehingga

Hakim Pengadilan Agama mutlak terikat. Seperti contohnya

Rancangan Undangan-Undangan Hukum Terapan Peradilan Agama

Bidang Perkawinan dapat segera diselesaikan dan disahkan.

Page 66: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1 untuk Fakultas Syari’ah

Komponen MKDK, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999

Ali, Zainuddin, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2006

Al-Asqalani Ibnu Hajar, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Jakarta: Ummul

Qura, 2015

Bachar, Djazuli, Eksekusi Putusan Perkara Perdata Segi Hukum dan Penegakkan

Hukum, Jakarta: Akademika Presindo, 1987

Damanhuri A., Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama,

Bandung: Mandar Maju, 2007

Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2001

Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika,

2006

--------------, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conversatoir Beslag,

Bandung: Bandung Pustaka, 1990

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PN Balai

Pustaka, 1983

Kazhim, Muhammad Nabil, Buku Pintar Nikah, Solo: Samudera, 2007

Loude, Jhon Z., Fakta dan Norma dalam Hukum Acara, Surabaya: Bina Aksara,

1981

56

Page 67: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

57

Manan, Abdul, Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama,

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty,

1999

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal T., Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Jakarta: Kencana, 2004

Projodikoro, Wirjono, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media

Rahman, Fachtur, Ilmu Waris, Bandung: Al-Ma’arif, t.th

Ramulyo, Moch. Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 dari segi Perkawinan Islam, Jakarta: IND-HIIILCO, 1985

Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Sutantio, Hukum Acara Perdata

dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 1997

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

1995

Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan,

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016

Simanjuntak, P.N.H, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Kencana Prenadamedia

Grup, 2015

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986

Sopyan, Yayan, Pengantar Metode Penelitian, Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah,

2010

Subekti, R., dan R. Tjirosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta:

PT. Pradnya Paramita, 2008

Subekti, Trusto, Hukum Keluarga dan Perkawinan Bahan Pembelajaran Fakultas

Hukum Unsoed, Purwokerto: 2005

Page 68: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

58

Suryabrata, Sumadi, Metode Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 2013

Susanto, Happy, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian,

Jakarta: Visimedia, 2003

Suyuthi, H. Wildan, Kompilasi Hukum Islam, 2001

Syah, Muhammad Ismail, Pencaharian Bersama, Jakarta: Bulan Bintang, 1965

Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat ( Kajian Fiqih Nikah Lengkap),

Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2010

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,

2008

Webster’s, Meriem, Dictionary of Law, Massachusets: Merriam Webster

Springfield, 1996

Kamus

Termorshuizen, Marriane, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Jakarta: Djambatan,

1999

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 35

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, Pasal 49

Mahkamah Agung, No. 454 K/Sip/1970, 11 Maret 1971

Internet

http://abidinsuccesmen.blogspot.co.id/2011/01/makalah-harta-benda-dalam-

perkawinan.html

http://konsultasi-hukum-online.com/2013/12/harta-bersama-dan-harta-bawaan/

Page 69: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),

59

www.hukumonline.com:http://mirdinatajaka.blogspot.co.id/2014/11/dasar-hukum-

eksekusi-sukarela-dan.html

www.awambicara.com:https://www.awambicara.id/2017/04/eksekusi-

pembayaran-sejumlah-uang.html

Page 70: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 71: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 72: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 73: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 74: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 75: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 76: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 77: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 78: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 79: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 80: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 81: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 82: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 83: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 84: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 85: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 86: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 87: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 88: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 89: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 90: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 91: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 92: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 93: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 94: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 95: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 96: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 97: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 98: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 99: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 100: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 101: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 102: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 103: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 104: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 105: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 106: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 107: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 108: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 109: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 110: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),
Page 111: SITA JAMINAN DALAM SENGKETA HARTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50568...1 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010),