Top Banner
Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETON Copyright Achmad Farajallah [email protected] http://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/ SISTEM SITOSKELETON SISTEM SITOSKELETON Achmad Farajallah, Departemen Biologi FMIPA IPB Berbagai aktifitas selular biasanya dihubungkan dengan aktifitas berbagai organel bermembran, baik dalam sistem endomembran maupun endosimbion, dan aktiftas ribosomal (ekspresi genetik). Semua aktifitas diatas terjadi di dalam sitosol yang mengikuti kompartementasi sistem organel. Jadi pada saat itu, pemahaman bahwa sitosol adalah cairan agak kental adalah untuk mendukung aktifitas-aktifitas sel yang diatur oleh organel sel. Kandungan protein cairan sitosol yang mencapai 20-30% dianggap sebagai bagian dari aktifitas enzimatik yang diatur oleh organel dan sebagai protein terlarut yang bebas. Pendapat diatas menjadi wajar karena kemampuan resolusi mikroskop pada saat itu belum mampu menguraikan lebih ditil ultrastruktur cairan sitosol. Kemajuan teknik mikroskopi dan berbagai teknik laboratorium lainnya kemudian berhasil mengungkapkan bahwa cairan sitosol yang agak kental mempunyai ultrastruktur filamen dan tubulus membentuk jejaring sangat rumit, menjulur-julur mulai dari sekitar nukleus sampai ke membran plasma yang kemudian dikenal sebagai sitoskeleton. Jadi sitoskeleton adalah matriks protein yang memberikan kerangka arsitektural bagi sel. Kesimpulan itu kemudian cocok dengan kenyataan bahwa organisasi organel di dalam sel adalah teratur. Sitoskeleton kemudian dikategorikan sebagai organel yang tidak bermembran. Selain itu, istilah sitoskeleton tidak merujuk ke kondisi yang dinamis, yang selalu berubah dan terlibat dalam berbagai aktifitas selular yang sangat vital. Akumulasi pengetahuan yang terjadi sgat pesat tentang ultrastruktur sel kemudian merubah pandangan tentang sitoskeleton. Ternyata sitoskeleton berperan penting dalam pergerakan sel, pembelahan sel, pengaturan arsitektural organel berikut mobilitasnya dalam sitosol, dan proses pembentukan mRNA dan komponen selular lainnya. Selain itu, kemudian diketahui juga bahwa berbagai enzim tidak semuanya terlarut dalam cairan sitosol, melainkan menggerombol dan terikat ke sitoskeleton dan beberapa jenis enzim dalam lintasan biokimia yang sama ditemukan berada dalam lokasi yang berdekatan akibat terikat ke sitoskeleton yang sama. Studi yang mendalam tentang hubungan antara sitoskeleton dengan pergerakan sel kemudian mengungkapkan lebih jauh bahwa fungsi sitoskeleton bukan hanya yang berkaitan dengan pergerakan sel saja. Sitoskeleton ternyata terlibat dalam berbagai aktifitas intraselular dan membangun interaksi berbagai jenis sel dalam tubuh, mulai dari pengaturan sinyal, pengenalan dan pengikatan antar mereka. KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA SITOSKELETON Berdasarkan komponen-komponen penyusun strukturnya, sitoskeleton bisa dibagi menjadi tiga komponen, yaitu filamen mikro, tubulus mikro dan filamen intermediet. Ketiganya sangat unik untuk sel eukariot yang berhasil diungkapkan akibat page 1 / 24
24

SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

SISTEM SITOSKELETONSISTEM SITOSKELETON

Achmad Farajallah, Departemen Biologi FMIPA IPB

Berbagai aktifitas selular biasanya dihubungkan dengan aktifitas berbagai organel  bermembran, baik dalam sistemendomembran maupun endosimbion, dan aktiftas ribosomal (ekspresi genetik). Semua aktifitas diatas terjadi di dalam sitosolyang mengikuti kompartementasi sistem organel. Jadi pada saat itu, pemahaman bahwa sitosol adalah cairan agak kentaladalah untuk mendukung aktifitas-aktifitas sel yang diatur oleh organel sel. Kandungan protein cairan sitosol yang mencapai20-30% dianggap sebagai bagian dari aktifitas enzimatik yang diatur oleh organel dan sebagai protein terlarut yang bebas.

Pendapat diatas menjadi wajar karena kemampuan resolusi mikroskop pada saat itu belum mampu menguraikan lebih ditilultrastruktur cairan sitosol. Kemajuan teknik mikroskopi dan berbagai teknik laboratorium lainnya kemudian berhasilmengungkapkan bahwa cairan sitosol yang agak kental mempunyai ultrastruktur filamen dan tubulus membentuk jejaringsangat rumit, menjulur-julur mulai dari sekitar nukleus sampai ke membran plasma yang kemudian dikenal sebagaisitoskeleton. Jadi sitoskeleton adalah matriks protein yang memberikan kerangka arsitektural bagi sel. Kesimpulan itukemudian cocok dengan kenyataan bahwa organisasi organel di dalam sel adalah teratur. Sitoskeleton kemudiandikategorikan sebagai organel yang tidak bermembran. Selain itu, istilah sitoskeleton tidak merujuk ke kondisi yang dinamis,yang selalu berubah dan terlibat dalam berbagai aktifitas selular yang sangat vital.

Akumulasi pengetahuan yang terjadi sgat pesat tentang ultrastruktur sel kemudian merubah pandangan tentang sitoskeleton.Ternyata sitoskeleton berperan penting dalam pergerakan sel, pembelahan sel, pengaturan arsitektural organel berikutmobilitasnya dalam sitosol, dan proses pembentukan mRNA dan komponen selular lainnya. Selain itu, kemudian diketahuijuga bahwa berbagai enzim tidak semuanya terlarut dalam cairan sitosol, melainkan menggerombol dan terikat kesitoskeleton dan beberapa jenis enzim dalam lintasan biokimia yang sama ditemukan berada dalam lokasi yang berdekatanakibat terikat ke sitoskeleton yang sama. Studi yang mendalam tentang hubungan antara sitoskeleton dengan pergerakan selkemudian mengungkapkan lebih jauh bahwa fungsi sitoskeleton bukan hanya yang berkaitan dengan pergerakan sel saja.Sitoskeleton ternyata terlibat dalam berbagai aktifitas intraselular dan membangun interaksi berbagai jenis sel dalam tubuh,mulai dari pengaturan sinyal, pengenalan dan pengikatan antar mereka.

KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA SITOSKELETON

Berdasarkan komponen-komponen penyusun strukturnya, sitoskeleton bisa dibagi menjadi tiga komponen, yaitu filamenmikro, tubulus mikro dan filamen intermediet. Ketiganya sangat unik untuk sel eukariot yang berhasil diungkapkan akibat

page 1 / 24

Page 2: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

penggunaan mikroskop elektron. Teknik-teknik biokimia dan imunologi kemudian memperdalam pengetahuan kita tentangketiga struktur penyusun sitoskeleton diatas. Akhirnya, teknik immunofluorescence microscopy dan biologi molekular(termasuk rekayasa genetik) masing-masing berperan dalam mengkarakterisasi lebih lanjut setiap protein penyusunsitoskeleton, mulai dari ukuran, struktur, distribusi intraselularnya sampai ke mode polimerasinya.

Filamen mikro berdiamater 7 nm merupakan polimer dari protein aktin sehingga seringkali disebut dengan filamen aktin.Tubulus mikro mempunyai diameter luar 25 nm yang disusun oleh protein tubulin. Sedangkan filamen intermedietmempunyai diamater diantara filamen mikro dan tubulus mikro, yaitu 8-12 nm, dengan monomer-monomer yang beragamtergantung jenis selnya walaupun dari segi ukuran dan strukturnya sama. Selain komponen struktural yang utama diatas,setiap jenis sitoskeleton juga berasosiasi dengan berbagai jenis protein lainnya yang dikategorikan sebagai protein-proteinasesoris.

Fungsi filamen mikro dan tubulus mikro yang paling banyak dikenal adalah mengatur pergerakan sel. Filamen mikro adalahkomponen yang membentuk serabut-serabut otot, sedangkan tubulus mikro adalah komponen utama alat gerak sel dalamlingkungan cairan atau mengalirkan cairan yang mengenainya, yaitu silia dan flagela. Struktur serabut otot, silia maupunflagela dikenal lebih awal karena ukurannya yang relatif besar menjadikan bisa diamati menggunakan mikroskop cahayabiasa. Pengungkapan strukturnya lebih lanjut ternyata diketahui bahwa mereka mempunyai komponen-kompon penyusunyang sama dan menyatu dengan sitoskeleton. Walaupun kemudian setiap jenis sitoskeleton sepertinya saling terpisah (untukkeperluan pembahasan yang rinci), pada kenyataanya ketiganya tidak bisa saling dipisahkan dalam menunjang arsitektur seldan aktifitas sel.

Filamen mikro Tubulus mikro Filamen intermedietStruktur Dua rantai F-aktin yang

saling menganyamTabung dengan dinding dari 13protofilamen

8 protofilamen digabung ujungketemu ujung dan padabeberapa tempat salingtumpang-tindih

Diameter 7 nm Sisi luar: 25 nm, sisi dalam 15nm

8 -12 nm

Monomer G-aktin a- dan b-tubulin Beberapa jenis protein

Fungsi Kontraksi tot; pergerakanameboid; lokomosi sel,distribusi sitoplasmik;pembelahan sel, menjagabentuk sel

Motilitas sel (aksonemal);organisasi dan menjaga bentuksel; pergerakan kromosom,penambatan dan mobilitasorganel sel

Penyokong struktural;memberi bentuk sel,membentuk inti sel,memperkokoh serabut syarafdan menjaga kekuatan elastisotot

page 2 / 24

Page 3: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

CATATAN TEKNIK MEMPELAJARI SITOSKELETON

Sebagai komponen cairan sitosol dengan indeks refraksi yang rendah, sitoskeleton tidak bisa diamati menggunakanmikroskop cahaya biasa, kecuali yang berbentuk meraksasa seperti serabut otot dan benang-benang gelendong selamamitosis, atau berbentuk yang mudah terlihat seperti silia dan flagela. Dengan begitu, pengetahuan ultrastruktur sitoskeletonbisa dipelajari akibat kemajuan yang pesat dari teknik-teknik mikroskopik, antara lain immunofluorescence microscopy, digitalvideo microcopy dan electron microscopy.

§  immunofluorescence microscopy. Antibodi primer akan mengenali dan mengikat protein sitoskeleton. Antibodi sekunderyang diberi label dengan fluoresen kemudian mengikat antibodi primer yang sudah terikat. Sitoskeleton yang membentukkompleks dengan antibodi berlabel akan terlihat berpendar di bawah pengamatan mikroskop.

§  fluorescence techniques. Teknik ini biasa digunakan untuk melacak rangkaian reaksi secara in vivo atau sel dalam keadaanhidup. Protein sitoskeleton sintetik dilabel dengan fluoresen kemudian disuntikkan ke sel yang hidup. Aktifitas sitoskeletonberlabel fluoresen kemudian bisa diikuti dengan bantuan mikroskop fuoresen yang dilengkapi dengan kamera video digital.

§  computer-enhanced digital video microscopy. Teknik ini digunakan untuk memproses gambar video digital (high resolutionimage) agar semakin kontras dan gambar-gambar di latar belakang yang tidak dikehendaki bisa disamarkan.

§  electron microscopy. Salah satu mikroskop yang menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya tampak danmenggunakan medan magnet sebagai pengganti sistem lensa.

Teknik-teknik mikroskopik diatas berhasil mengungkapkan dari sisi struktur sitoskeleton yang jika dideduksi ke fungsinyaseringkali kurang tepat. Pendekatan teknik-teknik biokimia modern memanfaatkan pengrusakan secara selektif (danterkontrol) fungsi-fungsi suatu protein yang terlibat dalam suatu struktur maupun aktifitas selular. Dengan begitu, fungsinormal protein penyusun struktur sitoskeleton bisa dipelajari. Setelah molekul yang bisa menginaktifkan protein aktin dantubulin ditemukan maka berbagai aktifitas selular yang tergantung ke filamen mikro dan tubulus mikro berhasil diungkapkansatu persatu. Beberapa molekul racun yang biasa digunakan untuk mempelajari sitoskeleton antara lain

·         kolkisin (alkaloid dari tanaman crocus, Colchicum autumnale) mengikat protein tubulin bebas menjadi komplekstubulin-kolkisin yang sangat kuat. Akibatnya tubulin terikat ini tidak bisa digunakan untuk menyusun tubulus mikro.

·         Nocodazol adalah substitusi kolkisin untuk mempelajari funvgsi tubulin dalam sel hidup. Kompleks tubulin-nocodazoltidak sekuat kompleks tubulin-kolkisin. Jika nocodazol dihilangkan maka tubulin menjadi bebas kembali.

·         Vinblastine dan Vincristine (diekstrak dari tanaman Vinca minor) bisa menyebabkan tubulin bebas di dalam sitosolmembentuk agregat.

·         taxol (diekstrak dari Taxus brevifolis) bekerja berkebalikan dengan kolkisin maupun nocodazol, yaitu membuat tubulusmikro menjadi sangat stabil sehingga tidak bisa terurai menjadi subunit-subunit penyusunnya.

Þ      keempat obat-obatan diatas bisa dikelompokkan sebagai obat antimitosis – karena menganggu proses mitosis. Dalamkondisi tertentu, jika pembelahan mitosis tidak bisa berlangsung maka pembelahan yang cepat dari sel-sel kanker juga bisa

page 3 / 24

Page 4: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

dihambat. Dengan begitu, keempatnya bisa juga disebut sebagai antikanker (terutama vinblastine dan vincristine). Taxolseringkali diresepkan untuk mengatasi pertumbuhan yang sangat cepat sel-sel kanker payudara.

·         Cytochalasin D (suatu metabolit jamur) dan Latrunculin A (diekstrak dari spons Laut Merah, Latrunculia magnifica)menghambat polimerasi (penambahan subunit-subunit baru di ujung positif) filamen mikro

·         Phalloidin (peptida siklik dari jamur merah mematikan, Amanita phalloides) menghambat depolimerasi filamen mikroatau menghambat penguraian filamen mikro menjadi subunit-subunitnya

·         Thymosin B4 mengikat monomer G-aktin yang larut dalam sitosol sehingga tidak bisa bergabung dengan protofilamen

·         ADF/cofilin mempercepat penguraian subunit-subunit filamen mikro

Selain teknik mikroskopik dan penggunaan racun diatas, rekayasa genetik (kombinasi teknik biologi molekular dan genetik)telah berhasil mengintroduksikan mutasi yang spesifik pada gen penyandi protein dari penyusun sitoskeleton. Mutasi buatankemudian bisa digunakan untuk memetakan dan sekaligus melacak rangkaian aktifitas selular sebagai fungsi dari suatusitoskeleton tertentu.

Agar bisa mengamati sel dalam keadaan hidup, maka teknik-teknik kultur sel yang telah berkembang lebih awal masih tetaprelevan dan merupakan teknik penyokong yang utama.

TUBULUS MIKRO

Dalam sel-sel eukariotik, tubulus mikro (TM) bisa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu aksonemal dan sitoplasmik. TMaksonemal merupakan penyusun flagela dan silia, suatu substruktur sel spesifik yang berfungsi dalam motilitas sel; danbadan basal. TM aksonemal ini bersifat sangat stabil dan terorganisasi dengan baik. Dalam batang tengah silia dan flagela,TM berasosiasi dengan protein-protein asesoris membentuk bundel TM. Dalam bentuk bundel yang meraksasa, TM bisadiamati menggunakan mikroskop cahaya. Akumulasi pengetahuan TM sampai saat ini banyak yang berasal dari pengamatanterhadap TM silia dan flagela.

Tipe TM yang kedua adalah yang tersebar dan membentuk jejaring yang dinamis di dalam sitoplasma. Tm ini diketahuisetelah teknik fiksasi (mematikan dan mendiamkan sel yang akan diamati) yang lebih baik. Teknik-teknik fiksasi sebelumnya

page 4 / 24

Page 5: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

hanya bisa melihat butiran (granul) dalam larutan sitosol yang seringkali diartikan sebagai artefak teknik pengamatan.Kombinasi dengan visualisasi yang juga semakin baik, ternyata granul-granul dalam sitosol sel eukariot membentuk jejaringhalus yang sangat kompleks. TM sitoplasmik ini kemudian diketahui mempunyai beragam fungsi, mulai dari meregangkanserabut akson sel syaraf, polaritas sel yang bermigrasi sampai ke pembangkitan listrik sel. Pada sel-sel tumbuhan, TMsitoplasmik berperan dalam membentuk orientasi serabut selulosa selama pertumbuhan dinding sel. Selain itu, TMsitoplasmik diketahui juga berfungsi dalam menarik kromosom ke arah kutub-kutub yang berlawanan selama mitosis danmeiosis. Penggunakan kamera video digital kemudian berhasil mengungkapkan lebih jauh bahwa TM sitoplasmik mengaturjuga posisi dan mobilitas organel dan vesikula di dalam sel eukariot.

TM Disusun oleh Heterodimer Protein Tubulin

Sebagaimana disajikan dalam Tabel diatas, diameter berbagai jenis TM yang ada di dalam sel adalah sama, dan yangberbeda adalah panjangnya. Panjang TM bisa mencapai beberapa mikrometer (misalnya pada flagela) atau kurang dari 200nm. Dinding TM disusun secara longitudinal oleh polimer-polimer linear protofilamen. Sekitar 13 protofilamen disusunsamping-menyamping yang akhirnya membentuk tabung.

Protofilamen disusun oleh subunit dasar dari heterodimer protein tubulin. Dari lima jenis protein tubulin yang sudah dikenalmempunyai struktur mirip, yang menjadi komponen penyusun TM adalah a-tubulin dan b-tubulin. Segera setelah disintesis,keduanya langsung bergabung membentuk ab-heterodimer (atau disingkat dimer tubulin). Struktur heterodimer ini tidak bisaterurai pada kondisi normal. Secara individual, molekul a-tubulin dan b-tubulin mempunyai diameter 4-5 nm dengan beratmolekul sekitar 50.000 dalton. Setiap molekul protein tersebut berlipat menjadi tiga domain, yaitu domain ujung N (pengikatGTP), domain tengah (mempunyai situs pengikatan dengan kolkisin) dan domain ujung C (mempunyai situs pengikatandengan berbagai protein asesoris). Perbedaan-perbedaan antar penyusun TM biasanya terdapat pada domain ujung C akibatmengikat protein-protein asesoris yang berbeda. Subunit-subunit tubulin yang berbeda diatas disebut isotipe tubulin.Setidaknya di dalam sel-sel otak bisa ditemukan lima isotipe untuk a-tubulin dan lima isotipe untuk b-tubulin.

Dalam setiap protofilamen, ab-heterodimer atau penyusunan a-tubulin dan b-tubulin mempunyai orientasi yang tetap.Dengan kata lain molekul protofilamen mempunyai ujung-ujung yang berbeda dengan karakteristik kimia yang berbeda.Setelah protofilamen membentuk berbagai jenis TM di dalam sel maka orientasi penyusunan a-tubulin dan b-tubulin-nyamasih tetap sehingga TM  merupakan molekul dengan struktur yang mempunyai orientasi polaritas.

Proses Pembentukan TM

Polimerasi dimer tubulin dalam membentuk TM bersifat reversibel (dapat bolak-balik). Secara in vitro, jika konsentrasi dimertubulin, GTP dan ion Mg mencukupi maka pada suhu antara 0-37oC akan terjadi sintesis TM. Titik kritis sintesis TM adalahpembentukan agregat dimer tubulin menjadi oligomer yang disebut dengan nukleasi atau pembentukan inti. Dari struktur intioligomer ini polimerasi untuk membentuk TM selanjutnya terjadi dengan cara menambahkan dimer tubulin yang disebutelongasi atau pemanjangan.

Agregasi dimer tubulin bebas menjadi oligomer sebagai inti pada awal pembentukan TM terjadi sangat lambat yang dikenaldengan fase lag. Proses pemanjangan terjadi sangat cepat. Jika kondisi jumlah dimer tubulin dalam sitosol menjadi terbatasmaka pertumbuhan MT melambat dan akhirnya mencapai titik keseimbangan yang dikenal dengan fase plateu. Pada faseplateu ini, laju penambahan dimer tubulin di salah satu ujung adalah sama dengan laju penguraian dimer tubulin di ujungyang lain.

Secara in vitro arah pertumbuhan TM mengikuti konsentrasi dimer tubulin. Pada konsentrasi dimer tubulin tinggi maka TMakan tumbuh, sebaliknya pada konsentrasi dimer tubulin rendah maka TM akan terurai. Kondisi tumbuh dan terurai ternyatasetimbang. Secara keseluruhan, konsentrasi dimer tubulin bebas yang ada dalam sitosol adalah faktor pembatas utamapertumbuhan TM.

page 5 / 24

Page 6: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Polaritas struktur yang inheren pada TM berarti bahwa karakteristik kimia kedua ujungnya saling berbeda. Kedua ujung MTmempunyai laju pertumbuhan yang berbeda akibat perbedaan laju penambahan atau pengurangan dimer tubulin. Ujung TMyang tumbuh lebih cepat disebut sebagai ujung positif dan yang lebih lambat tumbuh disebut ujung minus. Dalam kondisinormal, laju penambahan dimer tubulin di ujung positif adalah sama dengan laju penguraian dimer tubulin di ujung minus.Kondisi ini disebut treadmilling condition. Dengan kata lain, TM berada dalam kondisi yang stabil dan dinamis. Sifat stabil dandinamis tersebut diatur oleh ketersediaan dimer-dimer tubulin bebas di sitosol. Pada saat konsentrasi dimer tubulin yang adadisekitar ujung positif tinggi maka TM akan tumbuh cepat ke arah positif.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa penambahan dimer tubulin ke ujung TM secara in vitro membutuhkan ion Mg dan GTP.Dimer tubulin harus diaktifkan terlebih dahulu dengan mengikat dua molekul GTP. Setiap satu molekul tubulin mengikat satumolekul GTP untuk membentuk kompleks GTP-tubulin. Ketika dimer tubulin ditambahkan ke ujung TM maka GTP-tubulindihidrolisis menjadi GDP-tubulin. Pengikatan GTP oleh dimer tubulin membutuhkan ion Mg sebagai kofaktor. Di laineksperimen, ternyata beberapa dimer tubulin bebas bisa langsung berikatan dengan ujung TM tanpa terlebih dahulumembentuk kompleks GTP-tubulin. Dengan begitu, ada dua mode penambahan dimer tubulin, yang satu lebih mahal karenamembutuhkan GTP sedangkan yang lain lebih murah karena tanpa membutuhkan GTP.

Dalam eksperimen yang lain, ternyata ditemukan bahwa GTP membentuk kompleks molekul bukan dengan dimer tubulinbebas melainkan dengan tubulin yang ada di ujung positif TM. Untuk menerangkan hasil eksperimen diatas, ternyataditemukan kenyataan yang lain bahwa kompleks GTP-tubulin bebas yang bergabung dengan tubulin di ujung positif tidaksegera dihidrolisis menjadi GDP-tubulin melainkan kemudian membentuk ujung positif bertudung GTP. Keterangan ini bisamenjelaskan pengaturan cepat tidaknya pertumbuhan TM. Ujung positif bertudung GTP akan jauh lebih cepat menangkapdimer tubulin bebas yang mengikat GTP dibanding dengan dimer tubulin yang tidak mengikat GTP.

Konsentrasi GTP-tubulin bebas sangat menentukan model stabilitas dinamis TM.  Jika konsentrasi GTP-tubulin bebas tinggimaka pembentukan ujung positif bertudung GTP terjadi dengan cepat yang kemudian mempercepat pertumbuhanselanjutnya. Pertumbuhan TM menyebabkan tudung GTP bergeser ke arah ujung minus. Jika konsentrasi GTP tubulin bebasrendah maka penguraian ujung minus terjadi dengan cepat. Sampai kemudian TM tidak lagi mengandung tudung GTP atautudung GTP terlepas. TM tanpa tudung GTP menjadi tidak stabil dan terurai menjadi oligomer atau malah menjadisubunit-subunit penyusunnya. Kondisi ini disebut dengan microtubule catastrophe, yaitu molekul TM tidak ada lagi dan untukmembentuknya kembali membutuhkan tahapan dari awal lagi, yaitu agregasi dimer tubulin membentuk oligomer (nukleasi)dan pemanjangan.

Titik Pertumbuhan TM dari Pusat Pengorganisasi TM (MTOC)

Proses pertumbuhan TM secara in vivo terjadi lebih teratur dengan lokasi di dalam sel yang lebih spesifik untuk setiap fungsisel yang juga spesifik. Pada umumnya, TM tumbuh dari struktur sel yang disebut pusat pengorganisasi TM ataumicrotubule-organizing center (MTOC). MTOC ini merupakan tempat inisiasi pembentukan oligomer atau titik awalpertumbuhan TM. MTOC pada saat sel sedang dalam fase pembelahan mitosis disebut sentrosom yang berada di dekatnukleus. Pada sel-sel hewan normal, sentrosom terdiri atas dua sentriol yang dikelilingi oleh material berbentuk granula yangdisebut parasentriol. Dari gambaran mikroskop elektron, titik pertumbuhan TM berasal dari material parasentriol ini.

Struktur sentriol dalam sentrosom sangat simetris, yaitu dinding masing-masing sentriol tersusun atas sembilan pasang dariTM bersusun triplet. Pada sebagian besar sel, satu sentriol membentuk sudut dengan sentriol pasangannya. Walaupunkeuntungan struktur menyudut ini belum diketahui, sentriol berperan penting dalam membentuk badan basal sebagai titikmelekat (titik asal) TM yang menyusun aksonema flagela dan silia. Peran sentriol pada sel-sel yang tidak mempunyai siliamaupun flagela belum diketahui. Pada sel-sel hewan, peran sentriol yang terlihat adalah mengumpulkan material parasentriolmembentuk sentrosom sebagai titik nukleasi TM. Jika sentriol dihilangkan secara in vitro maka materialmicrotubule-nucleating (»parasentriol) dan MTOC tidak terbentuk. Meskipun begitu, sel yang tidak mempunyai sentriol masihbisa melakukan pembelahan sel karena kromosom bisa mengorganisasikan TM-nya sendiri. Jika dilihat pada sel-sel tanamanyang tidak mempunyai sentriol bisa diartikan bahwa sentriol tidak terlalu berperan penting dalam pembentukan MTOC.

Material parasentriol didominasi oleh protein g-tubulin yang berbentuk cincin. Beberapa molekul yang lain adalah proteinpericentrin. Kompleks protein cincin dari g-tubulin diketahui berperan dalam membentuk nukleasi MT yang kemudian tumbuhke arah luar dari sentrosom. Selain sentrosom, badan basal juga diketahui bisa bertindak sebagai MTOC.

page 6 / 24

Page 7: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Pemanjangan TM ke seluruh bagian sel berpusat di beberapa MTOC yang ada di dalam sel. Artinya ujung minus TM ada dikompleks MTOC sedangkan ujung positifnya ada di posisi distal MTOC.  Dengan begitu, MTOC juga bisa berperan dalammengatur jumlah TM yang ada di setiap sel sebagai manifestasi kemampuan MTOC membentuk inti TM. Kemampuan MTOCini bisa meningkat dengan pesat akibat meningkatnya jumlah molekul pericentrin ketika sel masuk ke fase profase danmetafase.

Pengaturan Stabilitas TM dalam Sel

Kemampuan MTOC dalam membentuk inti TM sebagaimana yang terjadi dalam sentrosom mempunyai konsekuensi dinamikaTM dalam sel.  Ujung minus TM ada di sentrosom maka ujung positifnya akan menjulur ke arah periferal sel. Dalam kondisitertentu, TM bisa melepaskan diri dari sentrosom dengan cara menguraikan ujung minusnya. Biasanya TM yang telah lepasdari sentrosom  akan lenyap dalam sitosol karena terurai menjadi subunit-subunit penyusunnya. Di lain pihak, beberapa TMterus bertahan lama di sitosol dan tidak mengalami pertumbuhan akibat ujung positifnya diproteksi dari penambahan dimertubulin. Misalnya, TM yang tumbuh dari sentrosom menuju ke kinetokor sejak profase sampai ke pembelahan sel akan terusbertahan. Jika dalam selang waktu itu terjadi penguraian maka TM baru akan tumbuh lagi dari sentrosom. Jadi ujung positif TMyang berikatan dengan kinetokor tidak bisa mengalami penambahan dimer tubulin sehingga pertumbuhan tidak terjadi.

Protein Asesoris TM (MAPs)

Beragam protein diketahui mempengaruhi struktur, pembentukan dan fungsi TM yang dikenal sebagai protein asesoris TMatau microtubule-associated proteins (MAPs). Dari isolasi sel, kandungan MAPs bisa mencapai 10-15% dari massa TM.Beberapa jenis MAPs berikatan di sepanjang dinding TM pada jarak yang teratur maupun tidak teratur. Tonjolan MAPs inimenyebabkan TM bisa berikatan dengan TM lain, filamen dan struktur-struktur sel lainnya. MAPs yang ditemukan berikatanpada ujung positip TM diketahui berfungsi menyetabilkan subunit-subunit dalam pemanjangan TM, sedangkan yang berikatanpada ujung negatif diketahui membantu penguraian subunit-subunit menjadi monomer bebas.

Beberapa MAPs yang sangat intensif dipelajari adalah yang ada di sel-sel otak.

MAPs tersebut bisa dibagi menjadi motor dan nonmotor. MAPs motor menggunakan ATP sebagai sumber energinya untukmendorong organel sel dan vesikula, dan mengatur pergeseran dua TM yang saling berdekatan. Sedangan MAPs nonmotorberfungsi mengontrol organisasi TM dalam sitosol. Di dalam sel syaraf, MAPS nonmotor ini berperan dalam pembentukanpenjuluran-penjuluran akson dan dendrit. Aktifitas pengaliran rangsang (listrik) dalam akson jauh lebih banyak dibandingdalam dendrit diduga karena TM di akson membentuk bundel-bundel yang jauh lebih banyak, selain karena jenis MAPs-nyaantara akson dan dendrit juga berbeda. Jadi, perbedaan-perbedaan jenis MAPs antar sel menyebabkan organisasi TM jugaberbeda, walaupun struktur TM-nya sendiri sangat stabil.

FILAMEN MIKRO

page 7 / 24

Page 8: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Filamen mikro (FM) atau lebih dikenal dengan filamen aktin merupakan komponen sitoskeleton dengan ukuran paling kecil,yaitu sekitar 7 nm. Akumulasi pengetahuan tentang filamen mikro ini berasal dari penelahaan yang intensif terhadapserabut-serabut kontraktil sel-sel otot. Kontraksi otot dihasilkan oleh interaksi antara filamen aktin atau filamen tipis denganmiosin atau filamen tebal. FM ini bukan hanya bisa ditemukan dalam sel-sel otot melainkan dalam hampir semua sel eukariotdengan fungsi yang sangat beragam, baik yang berhubungan dengan fungsi-fungsi pergerakan sel maupun struktur sel.Beberapa fungsi pergerakan yang dibantu oleh FM adalah gerak ameboid, migrasi sel diatas permukaan dan pergerakanteratur cairan sitosol (cytoplasmic streaming) pada sel-sel tumbuhan maupun hewan. Selain itu, FM membantu mekanismepelekukan membran sel pada awal-awal sitokinesis. Keterlibatan FM dalam fungsi-fungsi struktural terlihat pada peranan FMdalam jejaring yang memperkuat pengikatan antar sel melalui matriks ekstraselular.

Sebagai pemberi bentuk sel, sitosol beberapa jenis sel dipenuhi oleh jejaring FM yang disebut dengan sel korteks, biasanyajejaring FM tadi mengumpul membentuk lapisan di bawah membran sel. Dalam hal ini, jejaring FM bisa disebutkan sebagaiyang memberi bentuk sel sekaligus bisa juga disebutkan sebagai yang memberi kekuatan mekanis sel. Pada sel-sel epitelsaluran pencernaan, jejaring FM mengorganisasikan diri membentuk bundel yang kemudian mengisi pelekukan membran selyang disebut mikrovili.

Protein Aktin adalah Subunit Penyusun FM

Dalam sitosol sel-sel eukariot, protein aktin berada dalam jumlah yang sangat banyak. Protein aktin disintesis sebagaipolipeptida tunggal yang terdiri dari 375 asam amino dengan berat molekul sekitar 42 kDa. Polipeptida aktin yang barudisintesis akan mengalami pelipatan-pelipatan membentuk banyak huruf U saling menyambung yang kemudian bagiantengahnya mempunyai afinitas yang tinggi terhadap ATP ataupun ADP.Satu molekul aktin yang aktif disebut G-aktin. Padakondisi yang tepat, molekul-molekul G-aktin bebas mengalami polimerasi membentuk FM yang kemudian disebut F-aktin.Molekul aktin, baik dalam bentuk monomer (G) maupun polimernya (F) bisa berikatan dengan beragam protein lainnya.Molekul aktin yang berikatan dengan suatu protein kemudian memberikan fungsi yang berlain-lainan tergantung protein yangdiikatnya.

Pada dasarnya, struktur protein aktin bersifat sangat stabil atau identik di berbagai jenis sel, malah yang paling stabildibanding TM dan FI (filamen intermediet). Protein aktin fungsional bisa jadi sangat beragam di dalam satu sel, antar jenis selmaupun antar sel dari spesies yang berbeda. Berdasarkan kesamaan runutan asam aminonya, setidaknya protein aktin bisadibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu aktin spesifik untuk otot (a-aktin)  dan aktin selain di sel-sel otot (b- aktin dang-aktin). Selain itu, b- aktin dan g-aktin yang ditemukan di dalam satu sel atau di berbagai jenis sel bisa jadi saling berbeda.Misalnya, pada sel epitel dengan orientasi basal-apikal, biasanya b- aktin paling banyak ditemukan di bagian apikalsedangkan g-aktin paling banyak ditemukan di bagian basal dan lateral.

Selain jenis aktin yang beragam, kelompok protein yang mempunyai runutan asam amino serupa dengan protein aktinkemudian disebut sebagai actin-related proteins (Arps). Misalnya, protein aktin di sel-sel ayam dan di sel ragi mempunyaikesamaan runutan asam amino lebih dari 90%, sedangkan Arps memperlihatkan kesamaan runutan asam amino hanyasekitar 50%. Arps2 dan Arps3 ternyata ditemukan terlibat dalam pengaturan pembentukan inti polimerasi FM pada sel-selyang sedang bermigrasi.

Proses Pembentukan FM

Sebagaimana dimer tubulin, monomer G-aktin akan mengalami polimerasi menjadi FM dan sebaliknya FM akan mengalamidepolimerase menjadi G-aktin kembali. Awal polimerase G-aktin bebas terjadi sangat pelan sampai terbentuk inti filamen(fase lag) kemudian dilanjutkan dengan pemanjangan filamen yang terjadi sangat cepat. Akhirnya, dua filamen yang sudahmemanjang saling berpilin membentuk struktur molekul heliks. Satu pilinan terdiri atas 13.5 monomer F-aktin dengan panjangsekitar 36-37 nm. Molekul-molekul aktin dalam FM mempunyai orientasi yang sama yang menyebabkan FM secara inherenmempunyai polaritas struktur, yaitu ujung-ujungnya saling berbeda. Sifat polaritas FM bisa dibuktikan dengan menginkubasiFM dengan myosin subfragmen (S1). Fragmen S1 akan berikatan dengan F-aktin layaknya menghias FM denganrumbai-rumbai yang mengarah ke satu arah. Berdasarkan pola arah dari setiap molekul miosin yang melekat ke F-aktin makaujung positif adalah yang di depan dan ujung minus adalah yang dibelakang sesuai arah rumbai molekul miosin. Polaritas FM

page 8 / 24

Page 9: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

menjadi sangat penting berkaitan dengan penambahan dan penguraian monomer-monomer aktin.

Pada kondisi penambahan monomer G-aktin lebih cepat di ujung positif dibanding penguraiannya di ujung minus maka FMdisebut mengalami pertumbuhan, atau sebaliknya. Kondisi arah rumbah protein miosin pada beberapa FM tidak bisa dijadikanpatokan. Jika G-aktin mengalami polimerasi menjadi filamen berukuran pendek yang kemudian mengikat S1 maka polimerasiselanjutnya bisa ke arah yang berlawanan dari arah rumbai-rumbai S1. Dengan begitu, ujung filamen yang mengalamipenambahan kemudian disebut ujung positif. Artinya, akan disebut  ujung positif jika mengalami pertumbuhan yang lebihcepat dibanding penguraian di ujung minusnya.

Pada saat monomer G-aktin mengalami polimerasi membentuk filamen, maka ATP yang berikatan dengan G-aktin akandihidrolisis menjadi ADP. Hal yang serupa dengan GTP yang berikatan dengan dimer tubulin dalam pertumbuhan TM. Denganbegitu, ujung-ujung FM yang mengalami pertumbuhan (ujung positif) akan mempunyai tudung kompleks ATP-F-aktin. Semakinke ujung negatif maka kompleks ATP-F-aktin akan berubah menjadi ADP-F-Aktin. Dari hasil eksperimen in vitro, ternyatakompleks ATP-G-aktin dan ADP-G-aktin mempunyai peluang yang sama untuk membuat pertumbuhan FM. Hal ini berartikebutuhan pengaturan dengan pembentukan kompleks ATP-G-aktin tidak terlalu diperlukan untuk pertumbuhan FM.

Pengaturan pembentukan dan penguraian FM terjadi sangat kompleks di dalam sel hidup, yaitu melibatkan berbagai jenisprotein berukuran kecil (antara lain protein G, Rac, Rho dan Cdc42) maupun membran fosfolipid (yaitu fosfolipid inositol).Pengaturan tersebut meliputi tahap-tahap awal pembentukan nukleasi (agregasi G-aktin) dan perpanjangan FM yangsebelumnya sudah ada dan pengaturan depolimerasi. Semua molekul yang terlibat dalam pengaturan FM melakukannyadengan mekanisme yang berbeda-beda, walaupun semuanya melibatkan (setidaknya di tahap-tahap awal pengaturannya)pengikatan GTP.

Jika tidak ada faktor-faktor yang lain, maka pertumbuhan FM sangat tergantung pada ketersediaan monomer ATP-G-aktinbebas dalam sitosol. Jika dalam sitosol terdapat molekul yang menyebabkan G-aktin menjadi tidak bebas, misalnya thymosinB4, maka pertumbuhan FM akan terganggu. Sebagaimana disebutkan diatas, peluang ATP-G-aktin dan ADP-G-aktin adalahsama untuk ditambahkan ke ujung positif FM. Berarti jika ATP-G-aktin tidak tersedia bebas dan yang tersedia bebas adalahADP-G-aktin maka FM tetap mengalami pertumbuhan sampai kemudian ADP-G-aktin juga tidak tersedia akibat diikat olehADF/cofilin. Dalam kondisi tertentu, ADF/cofilin mengikat ADP-G-aktin dari ujung minus FM yang kemudian dilepaskan kesitosol. Jika hal tersebut yang terjadi maka pertumbuhan FM tetap normal karena ADP-G-aktin menjadi tersedia bebaskembali.

Protein Tudung Berfungsi Menstabilkan ujung-ujung FM

Sebagaimana halnya pada TM, ujung-ujung FM tidak bisa tumbuh atau terurai karena ditutupi oleh protein tudung. Salah satujenis protein tudung yang menghalangi  penambahan monomor G-aktin di ujung sitif adalah Cap-Z. Dengan begitu, Cap-Z bisadianggap sebagai molekul penstabil FM.

Interaksi antar FM diatur oleh Protein Pengikat Aktin

Sebagai bagian dari sitoskeleton, FM fungsional bisa membentuk polimer aktin dengan berbagai derajat organisasi, mulai daristruktur yang membutuhkan kekuatan (misalnya mikrovilli, pemanjangan ujung akrosomal sperma avertebrata laut) sampaike struktur jejaring yang longgar (misalnya struktur korteks sel). Keragaman struktur yang luas tersebut sangat tergantungpada protein-protein pengikat aktin (= protein asesoris pada TM).

page 9 / 24

Page 10: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Mikrovilli

Mikrovilli adalah penjuluran-penjuluran yang terdapat pada sisi apikal sel-sel epitel saluran pencernaan. Satu sel bisamempunyai ratusan mikrovili dengan diameter 0.1 μm dan panjang 1-2 μm sehingga luas permukaan sel bisa bertambah 20kali lipat. Untuk menyokong struktur mikrovili, di bagian tengahnya terdapat susunan sejajar dari FM membentuk bundel yangsangat kuat. Setiap FM yang menyusun bundel saling diikat oleh protein fimbrin dan villin. Keduanya dikenal sebagai actin-bundling proteins. Ujung-ujung positif FM berada di ujung mikrovili berikatan dengan membran sel melalui plaque padatelektron. Bundel dari FM juga membentuk ikatan saling-silang dengan membran plasma di sisi lateral melalui struktur proteinmiosin I dan kalmodulin. Sedangkan di bagian dasar mikrovilli, setiap bundel FM membentuk jejaring filamen yang lebihlonggar yang disebut terminal web.  Dalam terminal web ini, setiap FM saling diikat oleh miosin dan spektrin, yang kemudiandiikatkan ke protein terikat membran plasma atau ke filamen intermediet yang ada di sitoplasma. Dengan begitu, terminalweb berfungsi sebagai fondasi (penambat) agar penjuluran mikrovilli yang perpendikular (tegak lurus) dengan dinding saluranpencernaan bisa kokoh.

Korteks Sel

Pada sebagian besar sel-sel hewan bisa ditemukan adanya korteks sel. Korteks sel ini merupakan jejaring tiga dimensi FMtepat dibawah membran plasma. Di beberapa bagian, FM penyusun korteks membentuk ikatan dengan protein terikatmembran sel. Dari struktur seperti di atas, fungsi FM adalah untuk memperkokoh membran plasma, membentuk permukaansel yang kuat, mengatur perubahan-perubahan bentuk sel dan terlibat dalam pergerakan sel. Untuk membentuk jejaring tigadimensi, beberapa FM dianyam atau saling dilekatkan oleh protein-protein pengikat aktin yang dikenal sebagai actin-bindingproteins. Salah satu protein tersebut adalah protein filamin yang terdiri dari gabungan dua utas polipeptida yang salingidentik dan ujung-ujung keduanya melekat ke situs pelekatan protein dalam F-aktin. Dalam hal ini, dua FM disilangkan danpada posisi silangan diikat oleh dua tali dari protein filamin. Struktur seperti itu memungkinkan terbentuknya jejaring tigadimensi dari FM sehingga cairan sitosol di bagain korteks mempunyai tekstur gel (kondisi gel). Jika struktur jejaring FM diputusmaka sitosol di bagian korteks akan semakin encer (kondisi sol).  Perubahan kondisi gel ke sol atau sebaliknya berarti diaturoleh pembentukan dan pemutusan jejaring FM yang ada di sitosol. Mekanismenya melibatkan protein gelsolin yang bisamemutuskan jejaring FM yang dibangun oleh filamin dan juga bisa membentuk tudung protein di ujung-ujung FM.

Lamellipodia

Struktur khusus pada sel yang bisa melakukan lokomosi antara lain adalah lamellipodia. Organisasi jejaring FM yangmenyusun lamellipodia lebih baik dibanding yang menyusun korteks tapi masih lebih baik yang menyusun mikrovilli. StrukturFM pada lemellipodia tumbuh bercabang-cabang. Percabangan filamen aktin dibantu oleh molekul profilin. Pada awalpembentukannya, inisiasi nukleasi dibantu molekul mirip aktin, yaitu kompleks Arp2/3. Selain itu, kompleks Arp2/3 jugamenginisiasi titik tumbuh cabang. Percabangan yang dibuat oleh Arp2/3 ini bisa diinaktifasi oleh suatu kelompok protein yangdikenal dengan Wiskott Aldrich syndrome protein (WASP). Sindrom ini menyebabkan platelet tidak bisa berubah bentuksehingga tidak bisa menjadi penyumbat jika pembuluh darah bocor (mekanisme pembekuan darah terganggu).

page 10 / 24

Page 11: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Fungsi lain dari FM adalah membentuk pelekukan membran sel pada saat sitokinesis. Untuk bisa melakukan fungsi diatasmaka FM harus berikatan dengan protein yang tertanam ke membran plasma dengan bantuan molekul penghubung (linker).Beberapa molekul penghubung FM dengan protein membran adalah band 4.1, ezrin, radixin dan moesin yang dikenal sebagaikelompok protein FERM. Mutasi yang menyebabkan protein kelompok Ferm ini tidak berfungsi akan menyebabkan berbagaiproses selular terganggu, misalnya sitokinesis, sekresi dan pembentukan mikrovili. Dalam sel darah merah, proteinpenghubung antara FM dengan protein membran adalah spektrin dan ankyrin. Keperluan FM yang ada dalam sel-sel darahmamalia adalah untuk mengatur perubahan-perubahan bentuk sel selama masa fungsionalnya (misalnya melalui pembuluhkaplier yang sangat sempit dan pengangkutan  oksigen).

FILAMEN INTERMEDIET

Filamen intermediet (FI) mempunyai diameter 8-12 nm yang berada diantara filamen mikro (7 nm) dan tubulus mikro (15-25nm), atau berada diantara filamen tebal dan filamen tipis sel-sel otot. Sampai saat ini, akumulasi pengetahuan tentangultrastruktur FI banyak diperoleh dari sel-sel hewan, terutama yang ada di otot sebagaimana ditemukan pertama kalinya.

FI merupakan komponen sitoskeleton yang paling stabil dan komponennya paling sedikit larut dalam sitosol. Kestabilan inidiperlihatkan oleh kenyataan tidak rusaknya FI dalam perlakuan detergen dan larutan berion tinggi maupun rendah pada saatsel dipecah. Sebaliknya, teknik pemecahan sel diatas menguraikan FM maupun TM menjadi subunit-subunit penyusunnya.Karena kestabilannya dalam menopang sitoplasma, sebenarnya istilah sitoskeleton lebih merujuk ke filamen intermediet inidibanding ke FM dan TM.

FI Bersifat Spesifik Jaringan

FI hanya ditemukan pada sel-sel eukariot yang menyusun organisme multiselular. Polipeptida yang membentuksubunit-subunit penyusun FM dan TM relatif sama pada berbagai jenis sel, sebaliknya, polipeptida yang menyusunsubunit-subunit FI sangat beragam dengan runutan asam amino yang berbeda-beda, baik antar jaringan dalam satu tubuhorganisme multiselular maupun antar organisme itu sendiri.  Berdasarkan pada jenis sel ditemukannya, setidaknya FI bisadikelompokkan menjadi 6 kelas. Kelas I dan II terdiri dari protein-protein keratin yang banyak ditemukan membentuktonofilamen di dalam sel-sel epitel. Sel-sel epitel merupakan sel pembentuk jaringan epitel yang biasa ditemukan di sisi palingluar dari suatu organ atau melapisi rongga tubuh, misalnya jaringan epitel yang membentuk lapisan mukosa dari saluranpencernaan. FI kelas I merupakan keratin yang bersifat asam, sedangkan kelas II bersifat basa atau netral; dan keduanya bisaterdiri atas 15 macam protein keratin yang berbeda.

FI kelas III meliputi vimentin, desmin dan protein-protein GFA (glial fibrilliary acidic). Vimentin ditemukan dalam jaringan ikatdan sel-sel lain yang berkembang dari sel-sel non epitel. Dalam kultur sel-sel fibroblas, filamen vimentin sangat jelas terlihatmenjulur-julur dari titik tengah ke arah perifer sel. Desmin banyak ditemukan dalam sel-sel otot, dan protein GFA hanyaditemukan dalam sel-sel penyokong syaraf, termasuk sel-sel glial yang mengelilingi akson (sel Schwann). FI kelas IV adalahprotein-protein neurofilamen (NF) yang hanya ditemukan dalam sel-sel syaraf yang kemudian bisa dibedakan menjadi dua,yaitu NF major (NF-L) dan NF minor (NF-M dan NF-H). FI kelas V adalah protein lamin atau nuclear lamin yang ditemukan disisi dalam dari membran yang membungkus inti sel. FI kelas IV adalah nestin yang hanya ditemukan pada sel-sel syaraf yangbersifat embrional.

Selain berdasarkan jenis selnya, pembagian FI menjadi enam kelas diatas juga didasarkan pada gen-gen penyandi proteinnyayang masih saling berhubungan sebagai satu keluarga gen penyandi FI. Perbedaan-perbedaan antar jenis sel dalam satutubuh kemudian ditentukan oleh mode ekspresi dan modifikasi pascatranslasinya. Dengan begitu, spesifisitas setiap kelas FIkemudian membuat FI bisa digunakan sebagai pelacak jenis-jenis sel dalam satu tubuh. Pada saat ini, analisis FI  biasanyamenggunakan mikroskop fluoresensi. Pelacakan jenis-jenis sel dalam tubuh organisme multiselular biasa dilakukan untuk

page 11 / 24

Page 12: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

menentukan asal-usul sel kanker yang mengalami metastasis sebagai dasar dari pemilihan tindakan medis selanjutnya.

Protein Fibrosa adalah Subunit Penyusun FI

Walaupun subunit-subunit protein penyusun FI sangat beragam dari segi ukuran dan sifat-sifat kimianya, mereka disandikanoleh gen-gen yang masih berhubungan. Semua subunit penyusun FI bisa dikategorikan sebagai protein fibrosa. Bandingkandengan protein globular yang menjadi subunit-subunit penyusun FM dan TM. Semua protein fibrosa penyusun FI mempunyaidomain tengah berbentuk batang yang saling homolog dengan ukuran yang sangat stabil (berkisar antara 310-318 asamamino) dan bisa membentuk struktur sekunder yang juga stabil. Domain tengah tersebut terdiri atas empat segmenberstruktur heliks yang saling disambung oleh segmen penyambung berukuran pendek. Domain tengah diapit oleh ujung Ndan ujung C yang sangat beragam dari segi ukuran, runutan asam amino dan fungsinya. Dengan begitu, fungsi dari setiap FIditentukan oleh ujung N maupun oleh ujung C-nya.

Pembagian kelas filamen intermediet

Kelas Protein FI BM (kDa) Jaringan FungsiI Keratin bersifat asam 40-56.5 Epitel Kekuatan mekanisII Keratin bersifat basa

atau netral53-67 Epitel Kekuatan mekanis

III Vimentin 54 Fibroblas, sel-sel yang berasal darimesenkim, lensa mata

Mengatur bentuksel

III Desmin 53-54 Otot, terutama otot polos Menyokong sifatkontraktil

III Protein GFA 50 Sel-sel glial dan asterosit Mengatur bentuksel

IV Protein neurofilamen Syaraf pusat dan tepi Pemanjangan dandiameter akson

NF-L (major) 62

NF-M (minor) 102

NF-H (minor) 110

V Nuclear lamin Semua tipe jaringan Membungkus danmemberi bentukinti sel

Lamin A 70

Lamin B 67

page 12 / 24

Page 13: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

page 13 / 24

Page 14: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

page 14 / 24

Page 15: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Lamin C

page 15 / 24

Page 16: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

60

page 16 / 24

Page 17: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

page 17 / 24

Page 18: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

page 18 / 24

Page 19: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

VI

page 19 / 24

Page 20: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

page 20 / 24

Nestin

Page 21: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

240

page 21 / 24

Page 22: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Sel-sel induk syaraf

page 22 / 24

Page 23: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Belum diketahui

page 23 / 24

Dengan subunit-subunit protein fibrosa seperti diterangkan diatas maka struktur FI yang paling mungkin adalah berbentukdimer dengan struktur domain tengah dari dua subunit fibrosa saling menganyam seperti anyaman tali, kemudian domainujung-ujungnya berurai (berumbai) membentuk struktur globular. Dua dimer protein fibrosa kemudian beinteraksi secaraparalel dengan dua dimer yang lain membentuk protofilamen yang tetramer. Jika beberapa protofilamen saling berinteraksisecara lateral maupun longitudinal maka akan membentuk struktur filamen intermediet yang utuh. Dengan kata lain, satufilamen intermediet terdiri atas delapan protofilamen yang menebal dan menipis di beberapa tempat akibat sambungan antarprotofilamen (ujung-ujung protein fibrosa) tidak berada pada posisi yang sama.

FI Membangun Kekuatan Mekanis Jaringan

Berdasarkan keterangan di atas maka bisa dipahami bahwa FI merupakan penentu struktur yang penting pada sebagianbesar sel dan jaringan. Pada hampir setiap sel yang menerima tekanan mekanis yang besar akan mempunyai struktur FIuntuk meredam tekanan mekanis tersebut. Misalnya tonofilamen yang ditemukan dalam sel-sel yang menyusun jaringanepitel. Tonofilamen ini merupakan jalinan protein fibrosa keratin yang ada di sitoplasma dan terikat ke desmosom. Desmosommerupakan tumpukan (plaque) protein tertanam membran yang berfungsi mengikat sel-sel bertetangga untuk membentukgabungan sel-sel epitel sehingga bisa berjajar dengan rapat dan kuat. Selain ke desmosom, tonofilamen juga terikat kehemidemosom, yaitu tumpukan protein yang mengikat sel-sel epitel ke membran basal dan atau ke matriks ekstraselular.Sistem tonofilamen, desmosom dan hemidesmosom menjadikan jaringan epitel sangat kuat menahan tekanan mekanis,terutama pada saat harus meregang maupun pada saat menerima tekanan. Jika gen penyandi protein keratin mengalamimutasi atau sengaja direkayasa sehingga menjadi tidak berfungsi maka sel-sel penyusun jaringan epitel akan mudah terurai.Misalnya rekayasa genetik terhadap keratinosit pada tikus transgenik akan menyebabkan sel-sel penyusun epidermisnyamudah lepas. Kerusakan genetik (genetic defisiensi) keratin akibat mutasi alami pada manusia akan menyebabkan sel-selepidermis yang menyusun kulit mudah lepas yang dikenal dengan epidermolysis bullosa simplex (EBS). Selain EBS, dikenaljuga amyotrophic lateral sclerosis (ALS) dan cardiomyopathies yang menyebabkan kerusakan oganisasi otot jantung dengansimptom kelainan jantung bawaan.

Di dalam sel, FI membentuk struktur berlipat-lipat yang dikenal dengan nuclear lamina di sisi dalam membran inti. Proteinlamina ini terdiri atas tiga jenis protein lamin yang bisa dibedakan berdasarkan berat molekulnya, yaitu A, B dan C. Pada saatmitosis, membran inti akan mengalami penguraian akibat protein-protein lamin yang memperkuatnya mengalami fosforilasi.Setelah mitosis selesai, gugus fosfat yang ada di setiap protein lamin dilepaskan kembali sehingga membentuk filamen laminyang kembali kokoh.

FUNGSI-FUNGSI SEL TERKAIT SITOSKELETON

Ketiga komponen sitoskeleton, yaitu filamen mikro, tubulus mikro dan filamen intermediet yang sebelumnya dibahas secaraterpisah, pada kenyataannya di dalam sel fungsional (hidup) saling berinteraksi dan bekerja sama membangun bentuk danmenyokong berbagai aktifitas sel.  Salah satunya adalah Pengenalan antar sel dan adhesi.

Page 24: SISTEM SITOSKELETON - Achmad Farajallah

Achmad Farajallah | SISTEM SITOSKELETONCopyright Achmad Farajallah [email protected]://achamad.staff.ipb.ac.id/sistem-sitoskeleton/

Sebagai bagian dari pengintegrasi mekanis, ketiga komponen sitoskeleton dihubungkan oleh protein penghubung yangspesifik. Misalnya, tonofilamen bisa bergabung dengan tumpukan protein desmosom atau hemidesmosom karena diperantaioleh kelompok protein plakin yang terdiri atas plectin, desmoplakin dan bullous pemphigoid antigen 1 (BPAG1). Beberapaprotein penghubung diatas memberikan kekuatan mekanis tambahan terhadap desmosom dan hemidesmosom. Perananplakin dalam membentuk kekuatan mekanis tidak terbatas pada desmosom dan hemidesmosom, melainkan jugamenghubungkan antara filamen intermediet dengan filamen mikro maupun tubulus mikro. Misalnya, protein plectin ternyatamempunyai situs-situs pengikatan dengan filamen intermediet, filamin mikro dan tubulus mikro. Dengan adanya proteinplektin, setiap komponen sitoskeleton bisa saling menganyam membentuk stuktur jejaring yang sangat kompleks di dalam selmaupun antar sel.

page 24 / 24