SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA (1966-1998)Lama periode
: 22 Februari 1966 21 Mei 1998Bentuk Negara : KesatuanBentuk
Pemerintahan : RepublikSistem Pemerintahan : PresidensialKonstitusi
: UUD 1945Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 27
Maret 1968)Soeharto (27 Maret 1968 24 Maret 1973)Soeharto &
Adam Malik (24 Maret 1973 23 Maret 1978)Soeharto &
Hamengkubuwono IX(23 Maret 1978 11 Maret 1983)Soeharto & Try
Sutrisno (11 Maret 1983 11 Maret 1988)Soeharto & Umar
Wirahadikusumah(11 Maret 1988 11 Maret 1993)Soeharto &
Soedharmono (11 Maret 1993 10 Maret 1998)Soeharto & BJ Habiebie
(10 Maret 1998 21 Mei 1998)
Pengertian Demokrasi PancasilaIstilah demokrasi berasal dari
Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5
SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem
yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari
istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern
telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan
sistem demokrasi di banyak negara. Kata demokrasi berasal dari dua
kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang
berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi
sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini
disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.Demokrasi yang dianut
di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila. Demokrasi
Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang
mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan
kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian
Indonesia dan berkesinambungan. Pengertian lain dari Demokrasi
Pancasila adalah sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh
rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.Indonesia Di Era
Demokrasi PancasilaOrde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan
Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama
yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir
dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan
Orde Lama Soekarno.Salah satu penyebab yang melatarbelakangi
runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan
dalam negeri yang tidak kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi
karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan
presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk
melaksanakan kegiatan pengamanan diIndonesia melalui surat perintah
sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat
"koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada
masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktikkorupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat
yang kaya danmiskin juga semakin melebar.Kekuasan soekarno beralih
ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat Perintah SebelasMaret
(SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar maka mulailah
dilakukanpenataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam
lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan
rakya kepadapemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan keamanan
dan membubarkan PKI. Padatanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkanpengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden
RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden
Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat
Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya
kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.Pada 27
Maret 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5
tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia
dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri
dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah
satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk
melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam
kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal
28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima
pertama kalinya.Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan
persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio
dan televisi mendengungkan slogan persatuan dan kesatuan bangsa.
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan
transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali
dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor
Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak
diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi
terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk
pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul
tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang
disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak
semua transmigran itu orang Jawa.Demokrasi pancasila dimulai dari
orde baru yang dicikal bakali oleh salah satu kejadian sejarah
penting yaitu super semar yang merupakan surat dari Soekarno kepada
Soeharto untuk mengambil tindakan kepemerintahan Negara Republik
Indonesia, dengan salah satu tugasnya mengbubarkan PKI dengan
ormas-ormasnya pada tanggal 12 Maret 1966. Yang akhirnya memberi
gelar kepada Soeharto sebagai pahlawan revolusi dan mempermudah
jalannya menjadi Presiden Indonesia setelah ditunjuk oleh A. H.
Nasution tanggal 12 Maret 1967 pada sidang istemewa MPRS, setahun
kemudian.Awal pelaksanaan sistem demokrasi pancasila dilakukan
sebuah penyederhanaan sistem kepartaian. Kemudian muncul lah
kekuatan yang dominan yaitu golongan karya (Golkar) dan ABRI.
Pemilu berjalan secara periodik sesuai dengan mekanisme, meskipun
di sana-sini masih banyak kekurangan dan masih diwarnai adanya
intrik-intrik politik tertentu.Soeharto dilantik secara
berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Pelantikannya secara berturut-turut tidak lepas dari kebijakan
represifnya yang menekan rakyat agar memilih Partai Golongan Karya
yang berkuasa ketika itu, ketimbang memilih partai oposisi seperti
Partai Demokrasi Indonesia atau Partai Persatuan Pembangunan. Fakta
membuktikan bahwa paling kurang 80% rakyat Indonesia dalam tiap
pemilu selalu mencoblos Partai Golongan Karya. Barangsiapa yang
ketahuan memilih kedua partai itu akan dipecat dari pekerjaannya,
dipenjarakan, atau bahkan yang paling buruk akan dihilangkan secara
paksa demi kelanggengan kekuasaan Cendana.Kemenangan Golkar pada
pemilu tahun 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di
kalangan sipil, karena Golkar sangat dominan, sementara
partai-partai lain berada di bawah kontrol pemerintah. Kemenangan
Golkar ini mengantarkan Golkar menjadi partai hegemoni yang
kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai
tumpuan utama rezim orde baru untuk mendominasi semua proses sosial
dan politik.Partai politik dan media massa pada mulanya diberi
kebebasan untuk melancarkan kritik dengan mengungkapkan realita
dalam masyarakat. Sejalan akan makna demokrasi pancasila sebagai
sistem pemerintahan yang mengacu pada suatu pemerintahan dari
rakyat yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang
ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, dan mengandung unsur-unsur
berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi
pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Namun
sejak dibentuknya format yang baru dituangkan dalam UU No. 15 tahun
1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menggiring masyarakat Indonesia ke
arah otoritarian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
pengisian seperti anggota MPR dan seperlima anggota DPR dilakukan
melalui pengangkatan secara langsung oleh Presiden tanpa melalui
Pemilu. Hal ini dimaksudkan agar terjadi stabilitas politik yang
pada gilirannya akan menciptakan stabilitas keamanan sebagai
prasyarat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi yang tidak
ditangani secara serius pada masa demokrasi terpimpin.Selama orde
baru, pilar-pilar demokrasi seperti partai politik, lembaga
perwakilan rakyat, dan media massa berada pada kondisi lemah dan
selalu dibayangi oleh mekanisme reccal, sementara partai politik
tidak mempunyai otonomi internal. Media massa selalu
dibayang-bayangi pencabutan surat izin usaha penerbitan pers
(SIUPP). Sedangkan rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan
aktivitas sosial politik tanpa izin dari pemerintah. Praktis tidak
muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan kontrol dan
menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah yang sangat
dominan. Praktek demokrasi pancasila pada masa ini tidak berjalan
sesuai dengan yang dicita-citakan, bahkan cenderung ke arah
otoriatianisme atau kediktatoran.Warga Tionghoa Dimata Pemerintahan
Demokrasi PancasilaWarga keturunan Tionghoa adalah warga yang
paling merasakan sisi negatif dari pelaksanaan demokrasi pancasila
dalam pemerintahan Soekarno, dimana mereka dilarang berekspresi
dengan bebas. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai
warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah
warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak
asasi mereka. Kesenian barongsai dilarang, hari raya Imlek dilarang
dirayakan, dan Bahasa Mandarin dilarang diucapkan atau disastrakan.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya
ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat
Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di
Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka
berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan
apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan
perdagangan dilakukan.Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai
warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah
warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak
asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya
Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal
ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari
komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama
sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya
bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke
Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi
izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin
yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian
artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan
diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski
beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama
tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan
pengakuan pemerintah.Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga
Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta
dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan
pengaruh komunisme di Tanah Air Padahal, kenyataan berkata bahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu
bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang
sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.Orang Tionghoa dijauhkan
dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan
dirinya.Bentuk-bentuk ketidak selarahan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara tersebut terjadi akibat kegagalan tiga partai besar dalam
perannya sebagai lembaga kontrol terhadap jalannya pemerintahan dan
tidak berfungsinya check and balance, akibat terpolanya politik
kompromistis dari elite politik. Demokrasi menjadi semu. DPR tidak
mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Terjadi kolusi,
korupsi, dan nepotisme di segala bidang kehidupan, karena kekuasaan
cenderung ke arah oligarki.Indonesia yang dilanda krisis ekonomi
yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari
krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis nasional. Kondisi
ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan pembagunan yang
dilakukan hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak
merata.Semua itu akibat berawal dari kebijakan pemerintah akan
pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU No. 1-1968) dan
juga melalui pinjaman luar negeri (foreing loan) dan bantuan luar
negeri (foreing aid). Mengakibatkan pula kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar
daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan
(Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan
ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan.Pembagunan tidak merata tampak dengan
adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang
devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Membuat
perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya. Namun
pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi
pembangunan ekonomi selanjutnya.
Hal ini mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan,
menghancurkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, etika politik,
moral, hukum dasar-dasar demokrasi dan sendi-sendi keagamaan.
Khususnya di bidang politik direspon oleh masyarakat melalui
kelompok-kelompok penekan (pressure group) yang mengadakan berbagai
macam unjuk rasa yang dipelopori oleh para pelajar, mahasiswa,
dosen, dan praktisi, LSM dan politisi. Gelombang demontrasi yang
menyuarakan reformasi semakin kuat dan semakin meluas. Di tengah
gejolak kemarahan massa, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei
1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh.
Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk
menjadi presiden ketiga Indonesia.Pokok-pokok masa Orde Baru
:a.Pemerintahan yang diktator tetapi aman dan damai, Tindak korupsi
merajalelab.Tidak ada kebebasan berpendapatc.Pancasila terkesan
menjadi ideologi tertutupd.Pertumbuhan ekonomi yang berkembang
pesate.Ikut sertanya militer dalam pemerintahanf.Adanya kesenjangan
sosial yang mencolok antara orang kaya dan orang miskinKebijakan
pada masa Orde Baru :a.Indonesia didaftarkan lagi menjadi anggota
PBB pada bulan september 1966b.Adanya perbaikan ekonomi dan
pembangunanc.Pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besarand.Dilaksanakannya kebijakan transmigrasi dan keluarga
berencanae.Adanya gerakan memerangi buta huruff.Dilakukannya
swasembada pangang.Munculnya gerakan Wajib Belajar dan gerakan
Nasional Orang Tua AsuhKoreksi Orba Terhadap OrlaSistem
ketatanegaraan pada masa Orde Baru dan Orde Lama secara formal
adalah sama-sama berdasar Pancasila dan UUD 1945. Format demokrasi
pada masa Orde Lama disebut Demokrasi Terpimpin, sedangkan masa
Orde Baru disebut Demokrasi Pancasila. Kedua orde tersebut
sama-sama cenderung otoriter. Perbedaannya pada masa orde lama
keotoriterannya terpusat pada figur Presiden, sedang pada masa Orde
Baru lebih dikembangkan dengan cara yang konstitusional. Pada masa
Orde Lama sistem tersebut diarahkan demi kepentingan revolusi,
Sedangkan Orde Baru demi pembangunan.Rezim Orde Baru dibangun
dengan dukungan penuh dari kelompok-kelompok yang ingin terbebas
dari kekacauan masa lalu, baik kekacauan politik, ekonomi, maupun
budaya pada masa Orde Lama dengan Soekarno sebagai presiden.
Gerakan pertama yang dilakukan pemerintahan Orde Baru untuk
menyusun program-program dalam berbagai bidang yang akan diterapkan
dan dijalankan pemerintahan ini adalah seminar Angkatan Darat kedua
di Bandung pada 25 Agustus 1966. Seminar itu diselenggarakan oleh
Letjend Soewarto, komandan Seskoad (Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat) untuk menyiapkan program bagi Angkatan Darat di
masa Orde Baru dan membicarakan tiga masalah besar negeri ini:
politik, ekonomi dan militer.Pada masa awal Orde Baru, trauma
terhadap kondisi politik, ekonomi dan sosial masa Orde Lama,
menuntut penggagas dan pendukung Orde Baru untuk pertama-tama
menciptakan kestabilan politik, ekonomi dan sosial. Akan tetapi hal
ini terus berlanjut hingga berdampak pada pemaksaan kepada setiap
institusi yang tak mau bergabung dengan langgam politik yang
diinginkan rezim ditindas dan disingkirkan, atas nama komitmen pada
stabilisasi ekonomi dan politik.Perlahan-lahan Orde Baru mulai
menyusun kekuatan-kekuatan pendukung untuk mempertahankan
kekuasaannya. Berbagai upaya dilakukan untuk menyeragamkan setiap
bidang ke dalam satu bentuk. Penyederhanaan partai pada tahun 1975,
penyatuan organisasi kepemudaan ke dalam KNPI, organisasi jurnalis
ke dalam PWI, organisasi keagamaan ke dalam MUI dan sebagainya. Dan
militer adalah penjaga keamanan untuk setiap aksi atau protes
terhadap pemerintahan Orde Baru.Berbagai upaya dilakukan Orde Baru
untuk menyingkirkan sisa-sisa kekuatan politik Orde Lama. Tujuan
paling dasar dari pembangunan Orde Baru adalah mengantisipasi
bangkitnya pengaruh Soekarnois dan PKI dalam pemerintahan. Para
tawanan Orde Baru yang diduga sebagai anggota PKI ataupun
orang-orang yang punya kaitan dengan PKI dikirim ke penjara atau ke
pulau-pulau pembuangan tempat khusus tawanan Orde Baru.Untuk
menyingkirkan sisa-sisa pengaruh Soekarnois dan unsur PKI dalam
pemerintahan, maka usaha yang dilakukan Orde Baru adalah
mengamankan agenda Politik Pemilu yang direncanakan pada tahun 1968
dari partai-partai lama yang diduga masih tersimpan sisa-sisa
pengaruh Soekarno. Dari sini muncullah konsep perombakan struktur
politik oleh Ali Moertopo yang dikenal dengan istilah Strategi
Politik Nasional. Selain upaya untuk menyederhanakan partai-partai
dan menyingkirkan pengaruh partai-partai lama yang masih memiliki
unsur Soekarnois, Orde Baru juga berusaha untuk meminggirkan
peranan mahasiswa. Terkesan paradoks, karena mahasiswalah yang ikut
bersama Angkatan Darat menghadapi Orde Lama.Ciri-ciri dari
Demokrasi Pancasila adalah:1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.2.
Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.3. Cara
pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.4.
Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.5. Diakui
adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.6. Menghargai hak asasi
manusia.7. Tidak menganut sistem monopartai.8. Pemilu dilaksanakan
secara luber.9. Mengandung sistem mengambang.10. Tidak kenal adanya
diktator mayoritas dan tirani minoritas.11. Mendahulukan
kepentingan rakyat atau kepentingan umum.Sistem pemerintahan
Demokrasi Pancasila adalah :1. Indonesia adalah negara berdasar
hukum.2. Indonesia menganut sistem konstitusional.3. MPR sebagai
pemegang kekuasaan negara tertinggi.4. Presiden adalah
penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.5. Pengawasan
DPR.6. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.Fungsi dari Demokrasi
Pancasila adalah Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam
kehidupan bernegara. Menjamin tetap tegaknya negara RI. Menjamin
tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem
konstitusional. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada
Pancasila, Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan
seimbang antara lembaga negara. Dan menjamin adanya pemerintahan
yang bertanggung jawab.Pelaksanaan Pemilu Pada Masa Orde BaruUntuk
mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan
pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru
dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik
dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971
tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI),
Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam
(PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo),
Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia
(PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi
golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah
Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu
tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih
oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan
dari kaum cendekiawan dan ABRI.Untuk memperkuat kedudukan Golkar
sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan
maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi
partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut.1. Tanggal 5 Januari
1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri
menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)2. Tanggal 10 Januari
1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKImenggabungkan
diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).Kehidupan Politik dan
Ekonomi Pada Masa Orde BaruKehidupan PolitikDalam melaksanakan
langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada
Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka
Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada
tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini
ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.1. Ketetapan MPRS No.
IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.2.
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang
dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.3. Ketetapan
MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan
Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.4.
Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet
Ampera.5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran
Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai
organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia. Dalam sidang
ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno
yang berjudul Nawaksara (sembilan pasal), sebab pidato
pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah PKI
atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 12 Maret
1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan
penting berikut.1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang
pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal
Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh
MPRS hasil Pemilu.2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang
peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto
Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.3.
Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS
No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.4. Ketetapan
MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No.
XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran
Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.Berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli
1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura
yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera
disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan
stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya, yang
isinya antara lain:1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang
dan pangan,2. melaksanakan Pemilu,3. melaksanakan politik luar
negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional4.
melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya. Di samping membina stabilitas
politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan
perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini
upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri.1. Indonesia
Kembali Menjadi Anggota PBB Pada tanggal 28 September 1966
Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada masa
Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia
diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan
Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam
Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa
sidang tahun 1974.2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik
Rakyat Cina (RRC) Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan
diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu
PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu
mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.3. Normalisasi hubungan
dengan Malaysia Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia
melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang
pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan
normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei
sampai tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi
Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara
Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri
Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang
disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai
berikut.a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk
menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai
kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.b. Pemerintah kedua belah
pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.c. Tindakan
permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.4. Berperan
dalam Pembentukan ASEAN Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan
dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri
Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar
negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand
menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada
tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya
organisasi ASEAN.
Dampak Kebijakan Politik Pemerintahan Orde BaruDampak Positif
Kebijakan Politik Orde Baru1.Pemerintahan mampu membangun pondasi
yang kuat bagi kekuatan lembaga kepresiden yang membuat semakin
kuatnya peran Negara dalam masyarakat.2.Situasi keamanan pada masa
Orde Baru relatif stabil dan terjaga dengan baik, karena pemerintah
mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang bertentangan dengan
Pancasila.3.Peleburan parpol yang dilakukan pemerintah, telah
memberikan kemudahan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian
parpol.
Dampak Negatif Kebijakan Politik Orde Baru1. Terbentuknya
pemerintahan Orde Baru yang otoriter, dominatif, dan
sentralistik.2. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara termasuk kehidupan politik
yang sangat merugikan rakyat.Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde
BaruPada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam
berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat
adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan
Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi
Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.1. Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi.3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Pembangunan
nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum
Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun.
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun
1969 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok
rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara
industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka
pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan
dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya
penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang
untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh
sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah
dilaksanakan sebanyak 6 kali.Dalam membiayai pelaksanaan
pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping
mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari
bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan
internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan
tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun
demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati
para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan
ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang
mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun
1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia
dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami
krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF
ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal
inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya
pemerintahan Orde Baru tahun 1998.Pada masaOrde Baru(1966-1998),
Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga
penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya
kekuasaan pada Presiden.Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi
konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah
peraturan: Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan
melakukan perubahan terhadapnya Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983
tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR
berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat
rakyat melalui referendum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor
IV/MPR/1983.Runtuhnya Sistem Ketatanegaraan Pada Masa Orde Baru
Latar Belakang Krisis Asia dan Tingginya KKN di Tubuh
Pemerintahan NegaraDi dalam karnpanye yang berjudul the politcts of
post-Suharto Indonesia, Adam Schwarz melihat bahwa selama 32 masa
kepemimpinan Orde Baru, Soeharto telah berhasil membawa Indonesia
keada kesejateraan. Ia berpandangan bahwa Soeharto telah sukses
menata stabilitas politik dan menciptakan kesuksesan pembangunan
ekonomi di Indonesia. Akan tetapi, seiring dengan badai krisis
moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998, tuntutan
terhadap turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan makin menguat di
masyarakat. Setelah berkuasa selama 32 tahun, pemerintah Orde Baru
akhirnya jatuh pada tanggal 21 Mei 1998.Pemicu dari kejatuhan
pemerintahan Orde Baru ini antara lainnya adalah karena tingginya
tingkat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di dalam pemerintahan.
Selain itu, membengkaknya angka utang luar negeri juga menjadi
salah satu pemicu dari jatuhnya Orde Baru. Transisi pemerintahan
Indonesia di masa ini dilingkupi oleh berbagai gejolak. Berbagai
aksi dan demontrasi mahasiswa marak ditemui dijalanan kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Aksi turun ke
jalan ini telah dimulai semenjak bulan Februari 1988. Tingginya
gejolak keamananpun turut mewarnai periode ini. Berbagai tindakan
anarkis seperti penjarahan dan pembakaran fasilitas umum pun turut
menorehkan sejarah kelam Indonesia di tahun 1998. Krisis legitimasi
terhadap pemerintahan Orde Baru pun mulai menguak. Hal ini seiring
dengan membumbung tingginya harga barang-barang akibat merosotnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.Penyebab
kejatuhan pemerintahan Orde Baru dapat dilihat dari 2 sudut
pandang, yaitu sebagai implikasi dari krisis moneter Asia di tahun
1997 dan tingginya tingkat KKn di dalam tubuh pemerintaan. Dari
sudut pandang krisis moneter Asia 1997 hingga Maret terus menukik
tajam dari angka Rp. 2.600,- tingga Rp. 16.000,- perdolar Amerika
Serikat. Penyebabnya adalah tingginya angka hutang luar negeri
Indonesia. Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta, Presiden
Soeharto bersama Radius Prasiro menyatakan bahwa utang luar negeri
Indonesia. Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta, Presiden
Soeharto bermasa Radius Prawiro menyatakan bahwa utang luar negeri
Indonesia mencapai 63.462 miliar dolar Amerika Serikat. Angka ini
baru yang dibebankan bagi negara. Jumlah utang luar negeri sektor
swasta Indonesia mencapai angka 73.962 miliar dolar Amerika
Serikat.Efek domino dari kondisi kejatuhan ekonomi ini langsung
berdampak pada kehidupan masyarakat. Tingginya harga barang dan
inflasi pun tak terelakkan. Rakyat menjadi cukup sulit untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan, rakyat harys mengantri
untuk mendapatkan sembako dengan harga murah karena harga standar
yang dijual di pasar sudah tak terjangkau lagi oleh daya beli
masyarakat. Melihat gelagat kehidupan sosial seperti ini, banyak
pihak yang menginginkan perubahan. Mahasiswa merupakan salah satu
kelompok sosial masyarakat yang paling vokal dalam menyuarakan
perbaikan struktur pemerintahan pada saat itu. Mahasiswa pun mulai
menyusun strategi untuk memberikan feedback terhadap kelemahan
sistem pemerintahan. Berbagai aksi demontrasi pun digelar.
Mahasiswa kemudian menyusun agenda reformasi yang ditujukan kepada
pemerintah Orde Baru. Isi dari agenda reformasi ini antara lainnya
terfokus pada hal-hal berikut.1.Mengadili Soeharto dan
kroni-kroninya.2.Melakukan amandemen terhadap UUD 1945.3.Menghapus
Dwi fungsi ABRI di dalam struktur pemerintahan negara.4.Penegakkan
supremensi hukum di Indonesia.5.Mewujudkan pemerintahan yang bersih
dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).Menurunnya
pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai semenjak penandatanganan
perjanjian pemberian dana bantuan IMF pada Medio 1997. Perjanjian
penurunan dana bantuan IMF kepada Indonesia yang pertama setelah
terjadinya krisis moneter Asia terjadi di bulan Oktober 1997. Di
dalam perjanjian yang pertama ini, IMF menurunkan dana bantuan
sebesar 43 milyar dolar Amerika Serikat kepada Indonesia. Pemberian
dana bantuan ini sebenarnya mengandung 2 kelemahan utama bagi
Indonesia, dan hal ini disadari betul oleh rakyat pada saat itu.
Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu sebenarnya.
Pemberian dana bantuan belaka. Yang dimaksudkan dana bantuan disini
adalah utang luar negeri yang harys dibayarkan kembali oleh
Indonesia beserta dengan bunganya, meskipun dengan persentase yang
rendah. Masyarakat beserta mahasiswa melihat bahwa hal ini akan
berdampak pada makin menumpuknya utang luar negeri
Indonesia.Kelemahan kedua adalah penerapan Structural Adjustment
Program Program (Program Penyesuaian Struktural) dari IMF yang
menyertai penurunan dana bantuan tersebut. Yang dimaksudkan dengan
Structural Adjustment Program adalah persyaratan IMF bagai
Indonesia dalam 4 bidang utama. Pertama, pengetatan kebijakan
fiskal; kedua, penghapusan subsidi; ketiga, menutup 16 bank di
Indonesia; dan keempat, memerintahkan bank sentral untuk menaikkan
tingkat suku bunga. Dampaknya tidak terwujud dalam perbaikan
ekonomi nasional yang signifikan. Pada awal tahun 1998, jumlah
penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat
dari angka 20 juta orang ke angka 80 juta orang. Jutaan orang juga
kehilangan pekerjaan penutupan bank-bank nasional dan sektor usaha
karena tidak mendapatkan suntikan dana dari pemerintah. Krisis
ekonomipun makin bertambah parah.Perjanjian kedua dengan IMF pun
digelar kembali pada 15 Januari 1998. Syarat yang ditekankan IMF
bagi Indonesia adalah pemotongan seluruh subsidi rakyat, dan
menghapus praktik monopoli. Selain itu, IMF juga mensyaratkan
penghapusan segala bentuk subsidi usaha nasional yang diberikan
oleh pemerintah. Dalam hal ini yang mendapatkan sorotan paling
tajam adalah industri IPTN yang digelar oleh V.J. Habibie, dan
industri mobil nasional Timor yang dipegang oleh anak kandung
Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra. Di satu sisi, pemotongan
subsidi pemerintah terhadap sektor industri tersebut akan membawa
implikasi yang bagi alokasi dana negara. Akan tetapi, di lain sisi,
subsidi untuk makanan dan biaya sosial masyarakat juga harus
dipotong. Persyaratan IMF ini kemudian membawa Indonesia kepada
keterpurukan ekonomi yang lebih dalam.Kronologi Pengunduran Diri
Soeharto dari Kursi KepresidenanMenanggapi kondisi perekonomian
yang semakin parah, mahasiswa bersama elemen-elemen masyarakat pun
mulai bergerak untuk turun kejalan berdemonstrasi menuntut
penurunan harga. Berbagai aksi-aksi yang digelar mahasiswa beserta
elemen masyarakat mulai bermunculan semenjak bulan Februari 1998,
dan mencapai puncaknya bulan Mei 1998. Pada tanggal 12 Mei 1998,
berbagai elemen mahasiswa menggelar aksi demontrasi damai menuntut
penurunan harga di Jakarta. Di Universitas Trisakti, aksi
demontrasi damai pun terjadi. Situasi aksi damai pada hari itu
berjalan dengan sangat tertib. Bahkan beberapa mahasiswa putri
sempat memberikan bunga tanda simpati kepada para petugas yang
sedang bertugas mengamankan aksi demonstrasi damai tersebut. Akan
tetapi, situasi kemudian memanas sewaktu hari menjelang sore.
Mahasiswa yang ingin melakukan long march menuju DPR/MPR tidak
diperbolehkan berjalan lebih jauh oleh para petugas. Mereka
diberhentikan tidak jauh dari pintu kampus Trisakti. Didalam
insiden bentrokan ini, empat mahasiswa tewas dan puluhan mengalami
luka serius. Keempat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana,
Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto. Mereka kemudian
diberi gelar sebagai pahlawan reformasi.Aksi penembakan terhadap
empat mahasiswa inii mengundang berbagai reaksi keras dari
masyarakat dan elemen mahasiswa di bebagai daerah. Sebelumnya,
seorang mahasiswa dari Yogyakarta yang bernama Moses Gatotkaca juga
tewas dalam sebuah bentrokan dengan aparat keamanan sewaktu
melakukan aksi menuntut mundurnya Presiden Soeharto. Moses
Gatotkaca meninggal pada 8 Mei 1998. Pada tanggal 13 dan 14 Mei
1998, kerusuhan massal yang cenderung mengarah ke tindakan anarkis
berupa penjarahan dan penganiayaan menjalar luas di seluruh
ibukota. Toko-toko dibakar, barang-barang yang berada di dalamnya
dijarah oleh para oknum pelaku kerusuhan, bahkan terjadi banyak
kasus penganiayaan. Korban pun banyak berjatuhan, yang jumlahnya
mencapai ratusan. Sebagian besar karena terperangkap di dalam
toko-toko yang dibakar paksa oleh para oknum-oknum pelaku
kerusuhan. Tragedi kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 ini merupakan titik
kulminasi depresi masyarakat akibat krisis ekonomi Indonesia.
Krisis sosial dan masyarakatpun mulai bermunculan seiring dengan
adanya gesekan sosial tersebut.Suasana Jakarta yang sangat tegang
pasca tragedi kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 ini terus berlangsung
hingga digelarnya aksi demonstrasi besar-besaran oleh para
mahasiswa pada tanggal 19 Mei 1998. Secara berbondong-bondong para
mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta
dan kota-kota lainnya melakukan long march menuju gedung MPR/DPR.
Tujuannya adalah untuk menuntut turunnya Presiden Soeharto,
menggelar sidang istimewa MPR dan pelaksanaan reformasi aksi serupa
juga terjadi di Yogyakarta. Dikota ini, mahasiswa bersama
elemen-elemen masyarakat Yogyakarta berkumpul di alun-alun kota.
Mereka ingin mendengar maklumat dari Sri Sultan Hamengkubuwono dan
Sri Paku Alam mengenai kondisi negara yang sedang tegang.Pada
tanggal yang sama, yaitu 19 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang
tokoh-tokoh masyarakat untuk datang ke Istana Negara. Agendanya
adalah membahas segala kemungkinan penanganan krisis negara.
Tokoh-tokoh yang diundang berjumlah 9 orang. Mereka adalah
Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, Ali Yafie,
Malik Fadjar, Cholil Baidlowi, Sutrisno Muhdam, Maaruf Amin dan
Ahmad Bagdja. Selain itu, hadir pula Yuhsril Ihza Mahendra,
Sekretaris Militer Presiden Mayjen Jasril Jakub dan ajudan
Presiden. Didalam pertemuan yang berlangsung hingga 2,5 jam ini,
tercapai kesepakatan untuk membentuk suatu badan yang dinamakan
Komite Reformasi. Komite ini sebelumnya bernama Dewan Reformasi.
Namun, kemudian di ubah karena hampir mirip dengan Dewan Revolusi
dan Dewan Jenderal seaktu terjadi peristiwa tragedi pemberontakan
G-30-S/PKI tahun 1965. Di dalam pertemuan ini, juga disepakati
bahwa Presiden Soeharto akan melakukan reshuffle Kabinet
Pembangunan VI, dan mengubah nama susunan kabinet Reformasi.
Sedangkan, berdasarkan pidatonya beliau sesaat setelah pertemuan
ini digelar, Presiden Soeharto juga menyatakan tugas-tugas yang
diemban oleh Komite Reformasi menurut beliau dalam pidato ini
adalah untuk menyelesaikan UU Kepartaian, UU Pemilu, UU Susunan dan
Kedudukan MPR/DPR serta DPRD, UU Anto-Monopoli, UU Anti-Korupsi dan
lainnya.Masuk ketanggal 20 Mei 1998, suasana di gedung MPR/DPR
telah penuh sesak oleh mahasiswa. Berbagai elemen mahasiswa yang
berasal dari perguruan-perguruan tinggi di Indonesia berkumpul
bersama.Jumlahnya mencapai 50.000 orang. Di lain sisi, berbagai
tokoh masyarakat seperti Amien Rain dan Emil Salim menyatakan
kekecewaandengan pidato Presiden Soeharto tersebut.penyebabnya
adalah bahwa sebenarnya presiden Soeharto meminta pemberian waktu
enam bulan untuk mengelar pemilihan Umum secara kontitusional. Akan
tetapi, hal tersebut tidak dinyatakan di dalam pidato beliau
selepas pertemuan itu selesai. Sedangkan di lain sisi, Soeharto
dari kursi kepresidenan pada saat itu. Emil Salim, melalui Gema
Madani menyerukan agar Presiden Soeharto melaksanakan niatnya untuk
lengser keprabon (turun dari tahta kekuasaan) pada saat itu juga
(20 Mei 1998). Amin Rais juga berada dalam posisi yang sama. Ia
menginginkan reformasi dilaksanakan secepatnya.Sementara di lain
sisi, isu untuk melakukan aksi memperingati Hari Kebangkitan
Nasional tanggal 20 Mei 1998 di Lapangan Monas pun sudah menyebar.
Dalam kondisi negara yang sangat tegang pada saat itu, aksi ini
dimungkinkan akan menimbulkan bentrokan yang besar dan
mengakibatkan jatuhnya korban, karena pada saat yang bersamaan,
pengamanan di seputra Lapangan Monas dan Istana Negara juga sangat
ketat. Akhirnya, pada tanggal 20 Mei 1998 pukul 05.30 pagi, Amin
Rais mengumumkan pembatalan apel dan aksi di Monas
tersebut.Sementara, kekuatan mahasiswa makin menguat dan solit
digedung MPR/DPR. Mahasiswa pun memutuskan untuk memusatkan aksi
memperingati Hari Kebangkitan Nasional di Halaman gedung MPR/DPR.
Aksi pada tanggal 20 Mei 1998 ini dihari oleh barbagai tokoh-tokoh
masyarakat. Pada pukul 11.30, Amien Rais datang ke gedung MPR/DPR.
Selanjutnya hadir pula tokoh-tokoh masyarakat seperti Deliar Noer,
Emil Salim, Erna Witoelar, Albert Hasibuan, Saparinah Sadli,
Nursyahbani Katjasungkana, A.M. Fatwa, Adnan Buyung Nasution,
Permadi, Matori Abdul Djalil dan Wimar Witoelar. Bahkan,
tokoh-tokoh seni Indonesia pun hadir, seperti Dono Warkop, Garin
Nugroho dan Neno Warisman.Aksi ini secara sporadis memunculkan
dukungan moral dari seluruh elemen bangsa. Bahkan,
sumbangan-sumbangan nasi bungkus dan air minum dari berbagai
kalangan kepada mahasiswa yang sedanga berdemo di gedung MPR/DPR
pun terus berdatangan. Hal ini merupakan simbol bahwa perjuangan
mahasiswa pada saat itu secara moral telah berhasil memunculkan
solidaritas di kalangan masyarakat. Di tanggal ini pula (20 Mei
1998), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Madeleine Albright
secara nyata memberikan pernyataannya yang meminta Presiden
Soeharto untuk segera mundur. Pernyataan Albright ini disiarkan
secara live dalam breaking news CNN pada pukul 22.48 WIB. Ia
menyatakan bahwa penguduran diri Presiden Soeharto sudah merupakan
jalan yang semestinya untuk memberi jalan bagi transisi demokrasi
di Indonesia. Ia menegaskan bahwa kesempatan ini merupakan momentum
bagi Presiden Seoharto untuk menorehkan langkah historisnya sebagai
negarawan.Di tanggal ini pula, pada pukul 14.30, sejumlah 14
menteri yang berada di bawah koordinasi Menko Ekuin, Ginandjar
Kartasasmita menyatakan penolakannya untuk dicalonkan kembali di
dalam Kabinet Reformasi. Mahasiswa secara bersama masih terus
melakukan aksinya di gedung MPR/DPR. Sementara pada pukul 16.45,
terjadi pertemuan antara perwakilan mahasiswa dengan pimpinan
MPR/DPR di lantai 3 gedung lama MPR/DPR. Di dalam pertemuan ini,
mahasiswa memberikan batas waktu pengunduran diri Soeharto hingga
hari jumat tanggal 22 Mei 1998. Apabila tidak ada kepastian lebih
lanjut, maka pada hari Senin tanggal 25 Mei 1998 pimpinan DPR akan
mempersiapkan Sidang Istimewa MPR.Aksi di gedung MPR/DPR mencapai
puncaknya pada 21 Mei 1998. Pada pukul 09.06 WIB, Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi Presiden Republik
Indonesia. Bertempat di Credential Room, Istana Negara Jakarta,
dengan disaksikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Soeharto mengakhiri
jabatan presidensialnya yang telah diemban selama 32 tahun. Naskah
pengunduran diri Soeharto, Mahkamah Agung langsung melantik Wakil
Presiden Baharuddin Jusuf Habibie sebagai Presiden Republik
Indonesia yang baru. Hal ini sesuai amanat di dalam pasal 30 UUD
1945 yang berbunyi: Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia
diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. Momentum
turunnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 ini mengakhiri
pemerintahan Orde Baru yang telah berjalan selama 32 tahun di
Indonesia.Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru Perkembangan GDP
per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996
telah mencapai lebih dari AS$1.000 Sukses transmigrasi Sukses KB
Sukses memerangi buta huruf Sukses swasembada pangan Pengangguran
minimum Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Sukses
Gerakan Wajib Belajar Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh Sukses
keamanan dalam negeri Investor asing mau menanamkan modal di
Indonesia Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk
dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru Semaraknya korupsi,
kolusi, nepotisme Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan
timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian
disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua Kecemburuan antara penduduk
setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin) Kritik dibungkam dan oposisi
diharamkan Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak
koran dan majalah yang dibredel Penggunaan kekerasan untuk
menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan
Misterius" Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke
pemerintah/presiden selanjutnya) Krisis finansial AsiaPada
pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi
Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai
kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan
komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi
meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran,
yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih
sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.Pasca-Orde BaruMundurnya Soeharto dari jabatannya pada
tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk
kemudian digantikan "Era Reformasi".Masih adanya tokoh-tokoh
penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa
Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde
Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde
Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".SISTEM
PEMERINTAHAN REFORMASI (1998-SEKARANG)Lama periode : 21 Mei 1998 -
sekarangBentuk Negara : KesatuanBentuk Pemerintahan :
RepublikSistem Pemerintahan : PresidensialKonstitusi : UUD
1945Presiden & Wapres : B.J Habiebie (21 Mei 1998 20 Oktober
1999)Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri(20 Oktober 1999
23 Juli 2001)Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz(23 Juli 2001
20 Oktober 2004)Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf
Kalla(20 Oktober 2004 20 Oktober 2009)Susilo Bambang Yudhoyono
& Boediono(20 Oktober 2009 2014)
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan
UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan
tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan
rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya
pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan
multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat
penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan
konstitusi.Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah
menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan
rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan
negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan
aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan
kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan
presidensiil.Penyelenggara Negara yang menyimpang dari ideology
Pancasila dan mekanisme UUD 1945 telah mengakibatkan ketidak
seimbangan kekuasaan diantara lembaga-lembaga Negara. Penyelenggara
Negara semakin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan. semua
itu ditandai dengan berlangsungnya system kekuasaan yang bercorak
absolute karena wewenang dan kekuasaan presiden berlebihan yang
melahirkan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga terjadi
krisis muldisimensional pada hamper seluruh aspek kehidupan. Awal
keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden
Soeharto dan kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden
Prof Dr. BJ. Habibi pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan Habibie
inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan membawa
Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta menata
system ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan mengadakan
perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.
Pelaksana demokrasi pada masa Orde Baru terjadi selain karena moral
penguasanya juga memang terdapat berbagai kelemahan yang terkandung
dalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh karena itu, selain melakukan
reformasi dalam bidang politik untuk tegaknya demokrasi melalui
perubahan perundang-undangan, juga diperlakukan amendemen UUD 1945.
Lima paket Undang-undang Politik telah diperbaharui pada tahun 1999
yaitu : a. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, selanjutnya
diperbarui lagi dengan UUD No. 31 Tahun 2002. b. UU No. 3 Tahun
1999 tentang Pemilihan Umum, akhirnya diubah lagi dengan UU No. 12
Tahun 2003. c. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD selanjutnya diganti dengan UU No. 22 Tahun 2003.
d. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan dan Diganti
dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang didalamnya memuat pemilihan kepada
daerah secara langsung.e. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
Masa ini merupakan masa dimana telah berakhrirnya rezim orde
baru dan dimulainya masa reformasi. Pasca orde baru UUD 1945 telah
diamandemen sebanyak empat kali. Sejak 2002, dengan berlakunya UUD
hasil amandemen keempat, berlaku sistem presidensial. Posisi MPR
sebagai pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan
dari rakyat dihapus, dan badan legislatif ditetapkan menjadi badan
bi-kameral dengan kekuasaan yang lebih besar (stong legislative).
UUD 2002 hasil amandemen bahkan telah menimbulkan kompleksitas baru
dalam hubungan eksekutif dan legislative, bila presiden yang
dipilih langsung dan mendapat dukungan popular yang besar tidak
mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif karena tidak
mendapat dukungan penuh dari koalisi partai-partai mayoritas di
DPR. Political gridlocks semacam itu telah diperkirakan dan
karenanya ingin dihindari oleh para perancang UUD 1945, hampir 6
dekade yang lalu, sehingga akhirnya tidak memilih sistem
presidensial sebagai sistem pemerintahan untuk negara Indonesia
yang baru merdeka. (Setneng RI, 1998 dan Kusuma, FH-UI, 2004).
Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945,
sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem
presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat (2)
UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan
locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal
6A ayat (1) menetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam
satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dua pasal tersebut
menunjukkan karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda
dengan staats fundamental norm yang tercantum dalam Pembukaan dan
diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945. Pelaksanaan
demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan
ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah
secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa. Sistem Pemerintahan
setelah amandemen (1999 2002) : MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang
dipilih oleh rakyat. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung
oleh rakyat. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Kekuasaan
Legislatif lebih dominan.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk
menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu
disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang
berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan
bahwa konstitusi negara itu berisi1. adanya pembatasan kekuasaan
pemerintahan atau eksekutif,2. jaminan atas hak asasi manusia dan
hak-hak warga negara.Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus
dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945.
dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat
konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang
lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah
dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen
itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang
ini.b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945
Setelah DiamandemenSekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia
masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem
pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat
tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada
UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi
menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru
diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu
2004.Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai
berikut.1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah
yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.2. Bentuk
pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan
presidensial.3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh
MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009,
presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh
rakyat dalam satu paket.4. Kabinet atau menteri diangkat oleh
presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.5. Parlemen terdiri
atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota
MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi
jalannya pemerintahan.6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh
Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.Sistem pemerintahan
ini juga mengambil unsure-unsur dari sistem pemerintahan
parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa
variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah
sebagai berikut.1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh
MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan megawasi
presiden meskipun secara tidak langsung.2. Presiden dalam
mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu
pertimbangan atau persetujuan dari DPR.4. Parlemen diberi kekuasaan
yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget
(anggaran)Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam
sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam
memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut,
antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral,
mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih
besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi
anggaran.2. Lahirnya masa reformasiAkhirnya pada tanggal 21 Mei
1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J.
Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan
dimulainya Orde Reformasi.
1. Kondisi Politik pada Masa Reformasi
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21
Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:a.
masa depan Reformasi;b. masa depan ABRI;c. masa depan daerah-daerah
yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;d. masa depan Soeharto,
keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; sertae. masa depan
perekonomian dan kesejahteraan rakyat.Berikut ini beberapa
kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka
menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.a. Kebijakan dalam
bidang politikReformasi dalam bidang politik berhasil mengganti
lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang
politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang
tersebut.1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.2) UU No. 3
Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang
Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.b. Kebijakan dalam bidang
ekonomiUntuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam
sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat,
serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.c.
Kebebasan menyampaikan pendapat dan persKebebasan menyampaikan
pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat
dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan
ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada
pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat,
kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers
dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha
Penerbitan (SIUP). d. Pelaksanaan PemiluPada masa pemerintahan
Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan
pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48
partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah
penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan
diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil
kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum
tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu
Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor
Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik
Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari
Partai Fretilin.3. pelaksanaan system pemerintahan pada masa
reformasi sekarangTahun 1998 Sekarang (Reformasi)Pelaksanaan
demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan
ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah
secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa.Sistem Pemerintahan
menurut UUD 45 sebelum diamandemen: Kekuasaan tertinggi diberikan
rakyat kepada MPR. DPR sebagai pembuat UU. Presiden sebagai
penyelenggara pemerintahan. DPA sebagai pemberi saran kepada
pemerintahan. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan. BPK
pengaudit keuangan.Pada zaman reformasi ini pelaksanaan demokrasi
mengalami suatu pergeseran yang mencolk walaupun sistem demokrasi
yang dipakai yaitu demokrasi pancasila tetapi sangatlah mencolok
dominasi sistem liberal contohnya aksi demonstrasi yang
besar-besaran di seluru lapisan masyarakat. Memang pada zaman
reformasi peranan presiden tidak mutlak dan lahirnya sistem multi
partai sehingga peranan partai cukup besar, akan tetapi dalam
melaksanakan pemungutan suara juga pernah menggunakan voting
berarti peranan demokrasi pancasila belumlah terealisasi. Dengan
melihat hal tersebut diatas maka kesimpulan daripada pelaksanaan
demokrasi di Indonesia belum mencapai titik yang pasti dan masih
belajar untuk memulai demokrasi pancasila yang sudah dilakukan
selama 40 tahun sampai sekarang masih belum bisa dilaksanakan
secara baik dan benar. 4.Kelebihan & Kekurangan masa reformasi
.KELEMAHAN,banyak orang/masyarakat yang salah tafsir mengenai
reformasi.ini terjadi karena ketidaksiapan masyarakat menjelang
reformasi.terutama karena rendahnya latar belakang pendidikan dan
pengetahuan.banyak yang mengartikan reformasi sama dengan
kebebasan,bebas apa saja. alhasil, banyak aturan yang diterjang,
sayang sekali.
KELEBIHANyang sangat terasa adalah terbukanya pintu informasi
yang begitu lebar.sehingga banyak manfaat yang dapat dipetik.hanya
saja kadang masih "kebablasan".perlu diingat,TIDAK SEMUA BERITA
HARUS DIBERITAKAN
28