Top Banner
SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA (1966-1998) Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998 Bentuk Negara : Kesatuan Bentuk Pemerintahan : Republik Sistem Pemerintahan : Presidensial Konstitusi : UUD 1945 Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968) Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973) Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978) Soeharto & Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret 1983) Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988) Soeharto & Umar Wirahadikusumah (11 Maret 1988 – 11 Maret 1993) Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998) Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998 – 21 Mei 1998) Pengertian Demokrasi Pancasila Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke- 18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai 1
39

Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila

Nov 11, 2015

Download

Documents

Riska Dwiyanna

pkn
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA (1966-1998)Lama periode : 22 Februari 1966 21 Mei 1998Bentuk Negara : KesatuanBentuk Pemerintahan : RepublikSistem Pemerintahan : PresidensialKonstitusi : UUD 1945Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 27 Maret 1968)Soeharto (27 Maret 1968 24 Maret 1973)Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 23 Maret 1978)Soeharto & Hamengkubuwono IX(23 Maret 1978 11 Maret 1983)Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 11 Maret 1988)Soeharto & Umar Wirahadikusumah(11 Maret 1988 11 Maret 1993)Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 10 Maret 1998)Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998 21 Mei 1998)

Pengertian Demokrasi PancasilaIstilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Pengertian lain dari Demokrasi Pancasila adalah sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.Indonesia Di Era Demokrasi PancasilaOrde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno.Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan diIndonesia melalui surat perintah sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktikkorupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya danmiskin juga semakin melebar.Kekuasan soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat Perintah SebelasMaret (SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan Supersemar maka mulailah dilakukanpenataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakya kepadapemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Padatanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkanpengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.Pada 27 Maret 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan persatuan dan kesatuan bangsa. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.Demokrasi pancasila dimulai dari orde baru yang dicikal bakali oleh salah satu kejadian sejarah penting yaitu super semar yang merupakan surat dari Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil tindakan kepemerintahan Negara Republik Indonesia, dengan salah satu tugasnya mengbubarkan PKI dengan ormas-ormasnya pada tanggal 12 Maret 1966. Yang akhirnya memberi gelar kepada Soeharto sebagai pahlawan revolusi dan mempermudah jalannya menjadi Presiden Indonesia setelah ditunjuk oleh A. H. Nasution tanggal 12 Maret 1967 pada sidang istemewa MPRS, setahun kemudian.Awal pelaksanaan sistem demokrasi pancasila dilakukan sebuah penyederhanaan sistem kepartaian. Kemudian muncul lah kekuatan yang dominan yaitu golongan karya (Golkar) dan ABRI. Pemilu berjalan secara periodik sesuai dengan mekanisme, meskipun di sana-sini masih banyak kekurangan dan masih diwarnai adanya intrik-intrik politik tertentu.Soeharto dilantik secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pelantikannya secara berturut-turut tidak lepas dari kebijakan represifnya yang menekan rakyat agar memilih Partai Golongan Karya yang berkuasa ketika itu, ketimbang memilih partai oposisi seperti Partai Demokrasi Indonesia atau Partai Persatuan Pembangunan. Fakta membuktikan bahwa paling kurang 80% rakyat Indonesia dalam tiap pemilu selalu mencoblos Partai Golongan Karya. Barangsiapa yang ketahuan memilih kedua partai itu akan dipecat dari pekerjaannya, dipenjarakan, atau bahkan yang paling buruk akan dihilangkan secara paksa demi kelanggengan kekuasaan Cendana.Kemenangan Golkar pada pemilu tahun 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di kalangan sipil, karena Golkar sangat dominan, sementara partai-partai lain berada di bawah kontrol pemerintah. Kemenangan Golkar ini mengantarkan Golkar menjadi partai hegemoni yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim orde baru untuk mendominasi semua proses sosial dan politik.Partai politik dan media massa pada mulanya diberi kebebasan untuk melancarkan kritik dengan mengungkapkan realita dalam masyarakat. Sejalan akan makna demokrasi pancasila sebagai sistem pemerintahan yang mengacu pada suatu pemerintahan dari rakyat yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, dan mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Namun sejak dibentuknya format yang baru dituangkan dalam UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD menggiring masyarakat Indonesia ke arah otoritarian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pengisian seperti anggota MPR dan seperlima anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung oleh Presiden tanpa melalui Pemilu. Hal ini dimaksudkan agar terjadi stabilitas politik yang pada gilirannya akan menciptakan stabilitas keamanan sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi yang tidak ditangani secara serius pada masa demokrasi terpimpin.Selama orde baru, pilar-pilar demokrasi seperti partai politik, lembaga perwakilan rakyat, dan media massa berada pada kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh mekanisme reccal, sementara partai politik tidak mempunyai otonomi internal. Media massa selalu dibayang-bayangi pencabutan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP). Sedangkan rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas sosial politik tanpa izin dari pemerintah. Praktis tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan kontrol dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah yang sangat dominan. Praktek demokrasi pancasila pada masa ini tidak berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan, bahkan cenderung ke arah otoriatianisme atau kediktatoran.Warga Tionghoa Dimata Pemerintahan Demokrasi PancasilaWarga keturunan Tionghoa adalah warga yang paling merasakan sisi negatif dari pelaksanaan demokrasi pancasila dalam pemerintahan Soekarno, dimana mereka dilarang berekspresi dengan bebas. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai dilarang, hari raya Imlek dilarang dirayakan, dan Bahasa Mandarin dilarang diucapkan atau disastrakan. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.Bentuk-bentuk ketidak selarahan kehidupan bermasyarakat dan bernegara tersebut terjadi akibat kegagalan tiga partai besar dalam perannya sebagai lembaga kontrol terhadap jalannya pemerintahan dan tidak berfungsinya check and balance, akibat terpolanya politik kompromistis dari elite politik. Demokrasi menjadi semu. DPR tidak mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Terjadi kolusi, korupsi, dan nepotisme di segala bidang kehidupan, karena kekuasaan cenderung ke arah oligarki.Indonesia yang dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis nasional. Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan pembagunan yang dilakukan hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.Semua itu akibat berawal dari kebijakan pemerintah akan pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU No. 1-1968) dan juga melalui pinjaman luar negeri (foreing loan) dan bantuan luar negeri (foreing aid). Mengakibatkan pula kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.

Hal ini mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, menghancurkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, etika politik, moral, hukum dasar-dasar demokrasi dan sendi-sendi keagamaan. Khususnya di bidang politik direspon oleh masyarakat melalui kelompok-kelompok penekan (pressure group) yang mengadakan berbagai macam unjuk rasa yang dipelopori oleh para pelajar, mahasiswa, dosen, dan praktisi, LSM dan politisi. Gelombang demontrasi yang menyuarakan reformasi semakin kuat dan semakin meluas. Di tengah gejolak kemarahan massa, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.Pokok-pokok masa Orde Baru :a.Pemerintahan yang diktator tetapi aman dan damai, Tindak korupsi merajalelab.Tidak ada kebebasan berpendapatc.Pancasila terkesan menjadi ideologi tertutupd.Pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesate.Ikut sertanya militer dalam pemerintahanf.Adanya kesenjangan sosial yang mencolok antara orang kaya dan orang miskinKebijakan pada masa Orde Baru :a.Indonesia didaftarkan lagi menjadi anggota PBB pada bulan september 1966b.Adanya perbaikan ekonomi dan pembangunanc.Pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besarand.Dilaksanakannya kebijakan transmigrasi dan keluarga berencanae.Adanya gerakan memerangi buta huruff.Dilakukannya swasembada pangang.Munculnya gerakan Wajib Belajar dan gerakan Nasional Orang Tua AsuhKoreksi Orba Terhadap OrlaSistem ketatanegaraan pada masa Orde Baru dan Orde Lama secara formal adalah sama-sama berdasar Pancasila dan UUD 1945. Format demokrasi pada masa Orde Lama disebut Demokrasi Terpimpin, sedangkan masa Orde Baru disebut Demokrasi Pancasila. Kedua orde tersebut sama-sama cenderung otoriter. Perbedaannya pada masa orde lama keotoriterannya terpusat pada figur Presiden, sedang pada masa Orde Baru lebih dikembangkan dengan cara yang konstitusional. Pada masa Orde Lama sistem tersebut diarahkan demi kepentingan revolusi, Sedangkan Orde Baru demi pembangunan.Rezim Orde Baru dibangun dengan dukungan penuh dari kelompok-kelompok yang ingin terbebas dari kekacauan masa lalu, baik kekacauan politik, ekonomi, maupun budaya pada masa Orde Lama dengan Soekarno sebagai presiden. Gerakan pertama yang dilakukan pemerintahan Orde Baru untuk menyusun program-program dalam berbagai bidang yang akan diterapkan dan dijalankan pemerintahan ini adalah seminar Angkatan Darat kedua di Bandung pada 25 Agustus 1966. Seminar itu diselenggarakan oleh Letjend Soewarto, komandan Seskoad (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat) untuk menyiapkan program bagi Angkatan Darat di masa Orde Baru dan membicarakan tiga masalah besar negeri ini: politik, ekonomi dan militer.Pada masa awal Orde Baru, trauma terhadap kondisi politik, ekonomi dan sosial masa Orde Lama, menuntut penggagas dan pendukung Orde Baru untuk pertama-tama menciptakan kestabilan politik, ekonomi dan sosial. Akan tetapi hal ini terus berlanjut hingga berdampak pada pemaksaan kepada setiap institusi yang tak mau bergabung dengan langgam politik yang diinginkan rezim ditindas dan disingkirkan, atas nama komitmen pada stabilisasi ekonomi dan politik.Perlahan-lahan Orde Baru mulai menyusun kekuatan-kekuatan pendukung untuk mempertahankan kekuasaannya. Berbagai upaya dilakukan untuk menyeragamkan setiap bidang ke dalam satu bentuk. Penyederhanaan partai pada tahun 1975, penyatuan organisasi kepemudaan ke dalam KNPI, organisasi jurnalis ke dalam PWI, organisasi keagamaan ke dalam MUI dan sebagainya. Dan militer adalah penjaga keamanan untuk setiap aksi atau protes terhadap pemerintahan Orde Baru.Berbagai upaya dilakukan Orde Baru untuk menyingkirkan sisa-sisa kekuatan politik Orde Lama. Tujuan paling dasar dari pembangunan Orde Baru adalah mengantisipasi bangkitnya pengaruh Soekarnois dan PKI dalam pemerintahan. Para tawanan Orde Baru yang diduga sebagai anggota PKI ataupun orang-orang yang punya kaitan dengan PKI dikirim ke penjara atau ke pulau-pulau pembuangan tempat khusus tawanan Orde Baru.Untuk menyingkirkan sisa-sisa pengaruh Soekarnois dan unsur PKI dalam pemerintahan, maka usaha yang dilakukan Orde Baru adalah mengamankan agenda Politik Pemilu yang direncanakan pada tahun 1968 dari partai-partai lama yang diduga masih tersimpan sisa-sisa pengaruh Soekarno. Dari sini muncullah konsep perombakan struktur politik oleh Ali Moertopo yang dikenal dengan istilah Strategi Politik Nasional. Selain upaya untuk menyederhanakan partai-partai dan menyingkirkan pengaruh partai-partai lama yang masih memiliki unsur Soekarnois, Orde Baru juga berusaha untuk meminggirkan peranan mahasiswa. Terkesan paradoks, karena mahasiswalah yang ikut bersama Angkatan Darat menghadapi Orde Lama.Ciri-ciri dari Demokrasi Pancasila adalah:1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.6. Menghargai hak asasi manusia.7. Tidak menganut sistem monopartai.8. Pemilu dilaksanakan secara luber.9. Mengandung sistem mengambang.10. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.11. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.Sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila adalah :1. Indonesia adalah negara berdasar hukum.2. Indonesia menganut sistem konstitusional.3. MPR sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi.4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.5. Pengawasan DPR.6. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.Fungsi dari Demokrasi Pancasila adalah Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Menjamin tetap tegaknya negara RI. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila, Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara. Dan menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.Pelaksanaan Pemilu Pada Masa Orde BaruUntuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI.Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut.1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKImenggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).Kehidupan Politik dan Ekonomi Pada Masa Orde BaruKehidupan PolitikDalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia. Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 12 Maret 1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting berikut.1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil Pemilu.2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,2. melaksanakan Pemilu,3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri.1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC) Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.

Dampak Kebijakan Politik Pemerintahan Orde BaruDampak Positif Kebijakan Politik Orde Baru1.Pemerintahan mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuatan lembaga kepresiden yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam masyarakat.2.Situasi keamanan pada masa Orde Baru relatif stabil dan terjaga dengan baik, karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang bertentangan dengan Pancasila.3.Peleburan parpol yang dilakukan pemerintah, telah memberikan kemudahan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian parpol.

Dampak Negatif Kebijakan Politik Orde Baru1. Terbentuknya pemerintahan Orde Baru yang otoriter, dominatif, dan sentralistik.2. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde BaruPada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali.Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.Pada masaOrde Baru(1966-1998), Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun dalam pelaksanaannya terjadi juga penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada Presiden.Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan: Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.Runtuhnya Sistem Ketatanegaraan Pada Masa Orde Baru

Latar Belakang Krisis Asia dan Tingginya KKN di Tubuh Pemerintahan NegaraDi dalam karnpanye yang berjudul the politcts of post-Suharto Indonesia, Adam Schwarz melihat bahwa selama 32 masa kepemimpinan Orde Baru, Soeharto telah berhasil membawa Indonesia keada kesejateraan. Ia berpandangan bahwa Soeharto telah sukses menata stabilitas politik dan menciptakan kesuksesan pembangunan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi, seiring dengan badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998, tuntutan terhadap turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan makin menguat di masyarakat. Setelah berkuasa selama 32 tahun, pemerintah Orde Baru akhirnya jatuh pada tanggal 21 Mei 1998.Pemicu dari kejatuhan pemerintahan Orde Baru ini antara lainnya adalah karena tingginya tingkat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di dalam pemerintahan. Selain itu, membengkaknya angka utang luar negeri juga menjadi salah satu pemicu dari jatuhnya Orde Baru. Transisi pemerintahan Indonesia di masa ini dilingkupi oleh berbagai gejolak. Berbagai aksi dan demontrasi mahasiswa marak ditemui dijalanan kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung dan Yogyakarta. Aksi turun ke jalan ini telah dimulai semenjak bulan Februari 1988. Tingginya gejolak keamananpun turut mewarnai periode ini. Berbagai tindakan anarkis seperti penjarahan dan pembakaran fasilitas umum pun turut menorehkan sejarah kelam Indonesia di tahun 1998. Krisis legitimasi terhadap pemerintahan Orde Baru pun mulai menguak. Hal ini seiring dengan membumbung tingginya harga barang-barang akibat merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.Penyebab kejatuhan pemerintahan Orde Baru dapat dilihat dari 2 sudut pandang, yaitu sebagai implikasi dari krisis moneter Asia di tahun 1997 dan tingginya tingkat KKn di dalam tubuh pemerintaan. Dari sudut pandang krisis moneter Asia 1997 hingga Maret terus menukik tajam dari angka Rp. 2.600,- tingga Rp. 16.000,- perdolar Amerika Serikat. Penyebabnya adalah tingginya angka hutang luar negeri Indonesia. Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta, Presiden Soeharto bersama Radius Prasiro menyatakan bahwa utang luar negeri Indonesia. Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta, Presiden Soeharto bermasa Radius Prawiro menyatakan bahwa utang luar negeri Indonesia mencapai 63.462 miliar dolar Amerika Serikat. Angka ini baru yang dibebankan bagi negara. Jumlah utang luar negeri sektor swasta Indonesia mencapai angka 73.962 miliar dolar Amerika Serikat.Efek domino dari kondisi kejatuhan ekonomi ini langsung berdampak pada kehidupan masyarakat. Tingginya harga barang dan inflasi pun tak terelakkan. Rakyat menjadi cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan, rakyat harys mengantri untuk mendapatkan sembako dengan harga murah karena harga standar yang dijual di pasar sudah tak terjangkau lagi oleh daya beli masyarakat. Melihat gelagat kehidupan sosial seperti ini, banyak pihak yang menginginkan perubahan. Mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial masyarakat yang paling vokal dalam menyuarakan perbaikan struktur pemerintahan pada saat itu. Mahasiswa pun mulai menyusun strategi untuk memberikan feedback terhadap kelemahan sistem pemerintahan. Berbagai aksi demontrasi pun digelar. Mahasiswa kemudian menyusun agenda reformasi yang ditujukan kepada pemerintah Orde Baru. Isi dari agenda reformasi ini antara lainnya terfokus pada hal-hal berikut.1.Mengadili Soeharto dan kroni-kroninya.2.Melakukan amandemen terhadap UUD 1945.3.Menghapus Dwi fungsi ABRI di dalam struktur pemerintahan negara.4.Penegakkan supremensi hukum di Indonesia.5.Mewujudkan pemerintahan yang bersih dari unsur-unsur Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai semenjak penandatanganan perjanjian pemberian dana bantuan IMF pada Medio 1997. Perjanjian penurunan dana bantuan IMF kepada Indonesia yang pertama setelah terjadinya krisis moneter Asia terjadi di bulan Oktober 1997. Di dalam perjanjian yang pertama ini, IMF menurunkan dana bantuan sebesar 43 milyar dolar Amerika Serikat kepada Indonesia. Pemberian dana bantuan ini sebenarnya mengandung 2 kelemahan utama bagi Indonesia, dan hal ini disadari betul oleh rakyat pada saat itu. Kelemahan pertama terletak pada posisi dana bantuan itu sebenarnya. Pemberian dana bantuan belaka. Yang dimaksudkan dana bantuan disini adalah utang luar negeri yang harys dibayarkan kembali oleh Indonesia beserta dengan bunganya, meskipun dengan persentase yang rendah. Masyarakat beserta mahasiswa melihat bahwa hal ini akan berdampak pada makin menumpuknya utang luar negeri Indonesia.Kelemahan kedua adalah penerapan Structural Adjustment Program Program (Program Penyesuaian Struktural) dari IMF yang menyertai penurunan dana bantuan tersebut. Yang dimaksudkan dengan Structural Adjustment Program adalah persyaratan IMF bagai Indonesia dalam 4 bidang utama. Pertama, pengetatan kebijakan fiskal; kedua, penghapusan subsidi; ketiga, menutup 16 bank di Indonesia; dan keempat, memerintahkan bank sentral untuk menaikkan tingkat suku bunga. Dampaknya tidak terwujud dalam perbaikan ekonomi nasional yang signifikan. Pada awal tahun 1998, jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat dari angka 20 juta orang ke angka 80 juta orang. Jutaan orang juga kehilangan pekerjaan penutupan bank-bank nasional dan sektor usaha karena tidak mendapatkan suntikan dana dari pemerintah. Krisis ekonomipun makin bertambah parah.Perjanjian kedua dengan IMF pun digelar kembali pada 15 Januari 1998. Syarat yang ditekankan IMF bagi Indonesia adalah pemotongan seluruh subsidi rakyat, dan menghapus praktik monopoli. Selain itu, IMF juga mensyaratkan penghapusan segala bentuk subsidi usaha nasional yang diberikan oleh pemerintah. Dalam hal ini yang mendapatkan sorotan paling tajam adalah industri IPTN yang digelar oleh V.J. Habibie, dan industri mobil nasional Timor yang dipegang oleh anak kandung Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra. Di satu sisi, pemotongan subsidi pemerintah terhadap sektor industri tersebut akan membawa implikasi yang bagi alokasi dana negara. Akan tetapi, di lain sisi, subsidi untuk makanan dan biaya sosial masyarakat juga harus dipotong. Persyaratan IMF ini kemudian membawa Indonesia kepada keterpurukan ekonomi yang lebih dalam.Kronologi Pengunduran Diri Soeharto dari Kursi KepresidenanMenanggapi kondisi perekonomian yang semakin parah, mahasiswa bersama elemen-elemen masyarakat pun mulai bergerak untuk turun kejalan berdemonstrasi menuntut penurunan harga. Berbagai aksi-aksi yang digelar mahasiswa beserta elemen masyarakat mulai bermunculan semenjak bulan Februari 1998, dan mencapai puncaknya bulan Mei 1998. Pada tanggal 12 Mei 1998, berbagai elemen mahasiswa menggelar aksi demontrasi damai menuntut penurunan harga di Jakarta. Di Universitas Trisakti, aksi demontrasi damai pun terjadi. Situasi aksi damai pada hari itu berjalan dengan sangat tertib. Bahkan beberapa mahasiswa putri sempat memberikan bunga tanda simpati kepada para petugas yang sedang bertugas mengamankan aksi demonstrasi damai tersebut. Akan tetapi, situasi kemudian memanas sewaktu hari menjelang sore. Mahasiswa yang ingin melakukan long march menuju DPR/MPR tidak diperbolehkan berjalan lebih jauh oleh para petugas. Mereka diberhentikan tidak jauh dari pintu kampus Trisakti. Didalam insiden bentrokan ini, empat mahasiswa tewas dan puluhan mengalami luka serius. Keempat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto. Mereka kemudian diberi gelar sebagai pahlawan reformasi.Aksi penembakan terhadap empat mahasiswa inii mengundang berbagai reaksi keras dari masyarakat dan elemen mahasiswa di bebagai daerah. Sebelumnya, seorang mahasiswa dari Yogyakarta yang bernama Moses Gatotkaca juga tewas dalam sebuah bentrokan dengan aparat keamanan sewaktu melakukan aksi menuntut mundurnya Presiden Soeharto. Moses Gatotkaca meninggal pada 8 Mei 1998. Pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998, kerusuhan massal yang cenderung mengarah ke tindakan anarkis berupa penjarahan dan penganiayaan menjalar luas di seluruh ibukota. Toko-toko dibakar, barang-barang yang berada di dalamnya dijarah oleh para oknum pelaku kerusuhan, bahkan terjadi banyak kasus penganiayaan. Korban pun banyak berjatuhan, yang jumlahnya mencapai ratusan. Sebagian besar karena terperangkap di dalam toko-toko yang dibakar paksa oleh para oknum-oknum pelaku kerusuhan. Tragedi kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 ini merupakan titik kulminasi depresi masyarakat akibat krisis ekonomi Indonesia. Krisis sosial dan masyarakatpun mulai bermunculan seiring dengan adanya gesekan sosial tersebut.Suasana Jakarta yang sangat tegang pasca tragedi kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 ini terus berlangsung hingga digelarnya aksi demonstrasi besar-besaran oleh para mahasiswa pada tanggal 19 Mei 1998. Secara berbondong-bondong para mahasiswa yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan kota-kota lainnya melakukan long march menuju gedung MPR/DPR. Tujuannya adalah untuk menuntut turunnya Presiden Soeharto, menggelar sidang istimewa MPR dan pelaksanaan reformasi aksi serupa juga terjadi di Yogyakarta. Dikota ini, mahasiswa bersama elemen-elemen masyarakat Yogyakarta berkumpul di alun-alun kota. Mereka ingin mendengar maklumat dari Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam mengenai kondisi negara yang sedang tegang.Pada tanggal yang sama, yaitu 19 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh masyarakat untuk datang ke Istana Negara. Agendanya adalah membahas segala kemungkinan penanganan krisis negara. Tokoh-tokoh yang diundang berjumlah 9 orang. Mereka adalah Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, Ali Yafie, Malik Fadjar, Cholil Baidlowi, Sutrisno Muhdam, Maaruf Amin dan Ahmad Bagdja. Selain itu, hadir pula Yuhsril Ihza Mahendra, Sekretaris Militer Presiden Mayjen Jasril Jakub dan ajudan Presiden. Didalam pertemuan yang berlangsung hingga 2,5 jam ini, tercapai kesepakatan untuk membentuk suatu badan yang dinamakan Komite Reformasi. Komite ini sebelumnya bernama Dewan Reformasi. Namun, kemudian di ubah karena hampir mirip dengan Dewan Revolusi dan Dewan Jenderal seaktu terjadi peristiwa tragedi pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. Di dalam pertemuan ini, juga disepakati bahwa Presiden Soeharto akan melakukan reshuffle Kabinet Pembangunan VI, dan mengubah nama susunan kabinet Reformasi. Sedangkan, berdasarkan pidatonya beliau sesaat setelah pertemuan ini digelar, Presiden Soeharto juga menyatakan tugas-tugas yang diemban oleh Komite Reformasi menurut beliau dalam pidato ini adalah untuk menyelesaikan UU Kepartaian, UU Pemilu, UU Susunan dan Kedudukan MPR/DPR serta DPRD, UU Anto-Monopoli, UU Anti-Korupsi dan lainnya.Masuk ketanggal 20 Mei 1998, suasana di gedung MPR/DPR telah penuh sesak oleh mahasiswa. Berbagai elemen mahasiswa yang berasal dari perguruan-perguruan tinggi di Indonesia berkumpul bersama.Jumlahnya mencapai 50.000 orang. Di lain sisi, berbagai tokoh masyarakat seperti Amien Rain dan Emil Salim menyatakan kekecewaandengan pidato Presiden Soeharto tersebut.penyebabnya adalah bahwa sebenarnya presiden Soeharto meminta pemberian waktu enam bulan untuk mengelar pemilihan Umum secara kontitusional. Akan tetapi, hal tersebut tidak dinyatakan di dalam pidato beliau selepas pertemuan itu selesai. Sedangkan di lain sisi, Soeharto dari kursi kepresidenan pada saat itu. Emil Salim, melalui Gema Madani menyerukan agar Presiden Soeharto melaksanakan niatnya untuk lengser keprabon (turun dari tahta kekuasaan) pada saat itu juga (20 Mei 1998). Amin Rais juga berada dalam posisi yang sama. Ia menginginkan reformasi dilaksanakan secepatnya.Sementara di lain sisi, isu untuk melakukan aksi memperingati Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 1998 di Lapangan Monas pun sudah menyebar. Dalam kondisi negara yang sangat tegang pada saat itu, aksi ini dimungkinkan akan menimbulkan bentrokan yang besar dan mengakibatkan jatuhnya korban, karena pada saat yang bersamaan, pengamanan di seputra Lapangan Monas dan Istana Negara juga sangat ketat. Akhirnya, pada tanggal 20 Mei 1998 pukul 05.30 pagi, Amin Rais mengumumkan pembatalan apel dan aksi di Monas tersebut.Sementara, kekuatan mahasiswa makin menguat dan solit digedung MPR/DPR. Mahasiswa pun memutuskan untuk memusatkan aksi memperingati Hari Kebangkitan Nasional di Halaman gedung MPR/DPR. Aksi pada tanggal 20 Mei 1998 ini dihari oleh barbagai tokoh-tokoh masyarakat. Pada pukul 11.30, Amien Rais datang ke gedung MPR/DPR. Selanjutnya hadir pula tokoh-tokoh masyarakat seperti Deliar Noer, Emil Salim, Erna Witoelar, Albert Hasibuan, Saparinah Sadli, Nursyahbani Katjasungkana, A.M. Fatwa, Adnan Buyung Nasution, Permadi, Matori Abdul Djalil dan Wimar Witoelar. Bahkan, tokoh-tokoh seni Indonesia pun hadir, seperti Dono Warkop, Garin Nugroho dan Neno Warisman.Aksi ini secara sporadis memunculkan dukungan moral dari seluruh elemen bangsa. Bahkan, sumbangan-sumbangan nasi bungkus dan air minum dari berbagai kalangan kepada mahasiswa yang sedanga berdemo di gedung MPR/DPR pun terus berdatangan. Hal ini merupakan simbol bahwa perjuangan mahasiswa pada saat itu secara moral telah berhasil memunculkan solidaritas di kalangan masyarakat. Di tanggal ini pula (20 Mei 1998), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Madeleine Albright secara nyata memberikan pernyataannya yang meminta Presiden Soeharto untuk segera mundur. Pernyataan Albright ini disiarkan secara live dalam breaking news CNN pada pukul 22.48 WIB. Ia menyatakan bahwa penguduran diri Presiden Soeharto sudah merupakan jalan yang semestinya untuk memberi jalan bagi transisi demokrasi di Indonesia. Ia menegaskan bahwa kesempatan ini merupakan momentum bagi Presiden Seoharto untuk menorehkan langkah historisnya sebagai negarawan.Di tanggal ini pula, pada pukul 14.30, sejumlah 14 menteri yang berada di bawah koordinasi Menko Ekuin, Ginandjar Kartasasmita menyatakan penolakannya untuk dicalonkan kembali di dalam Kabinet Reformasi. Mahasiswa secara bersama masih terus melakukan aksinya di gedung MPR/DPR. Sementara pada pukul 16.45, terjadi pertemuan antara perwakilan mahasiswa dengan pimpinan MPR/DPR di lantai 3 gedung lama MPR/DPR. Di dalam pertemuan ini, mahasiswa memberikan batas waktu pengunduran diri Soeharto hingga hari jumat tanggal 22 Mei 1998. Apabila tidak ada kepastian lebih lanjut, maka pada hari Senin tanggal 25 Mei 1998 pimpinan DPR akan mempersiapkan Sidang Istimewa MPR.Aksi di gedung MPR/DPR mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998. Pada pukul 09.06 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi Presiden Republik Indonesia. Bertempat di Credential Room, Istana Negara Jakarta, dengan disaksikan oleh Ketua Mahkamah Agung, Soeharto mengakhiri jabatan presidensialnya yang telah diemban selama 32 tahun. Naskah pengunduran diri Soeharto, Mahkamah Agung langsung melantik Wakil Presiden Baharuddin Jusuf Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru. Hal ini sesuai amanat di dalam pasal 30 UUD 1945 yang berbunyi: Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. Momentum turunnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 ini mengakhiri pemerintahan Orde Baru yang telah berjalan selama 32 tahun di Indonesia.Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000 Sukses transmigrasi Sukses KB Sukses memerangi buta huruf Sukses swasembada pangan Pengangguran minimum Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Sukses Gerakan Wajib Belajar Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh Sukses keamanan dalam negeri Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin) Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya) Krisis finansial AsiaPada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.Pasca-Orde BaruMundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".SISTEM PEMERINTAHAN REFORMASI (1998-SEKARANG)Lama periode : 21 Mei 1998 - sekarangBentuk Negara : KesatuanBentuk Pemerintahan : RepublikSistem Pemerintahan : PresidensialKonstitusi : UUD 1945Presiden & Wapres : B.J Habiebie (21 Mei 1998 20 Oktober 1999)Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri(20 Oktober 1999 23 Juli 2001)Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz(23 Juli 2001 20 Oktober 2004)Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf Kalla(20 Oktober 2004 20 Oktober 2009)Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono(20 Oktober 2009 2014)

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.Penyelenggara Negara yang menyimpang dari ideology Pancasila dan mekanisme UUD 1945 telah mengakibatkan ketidak seimbangan kekuasaan diantara lembaga-lembaga Negara. Penyelenggara Negara semakin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan. semua itu ditandai dengan berlangsungnya system kekuasaan yang bercorak absolute karena wewenang dan kekuasaan presiden berlebihan yang melahirkan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga terjadi krisis muldisimensional pada hamper seluruh aspek kehidupan. Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dan kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden Prof Dr. BJ. Habibi pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan membawa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta menata system ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan mengadakan perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman. Pelaksana demokrasi pada masa Orde Baru terjadi selain karena moral penguasanya juga memang terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh karena itu, selain melakukan reformasi dalam bidang politik untuk tegaknya demokrasi melalui perubahan perundang-undangan, juga diperlakukan amendemen UUD 1945. Lima paket Undang-undang Politik telah diperbaharui pada tahun 1999 yaitu : a. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, selanjutnya diperbarui lagi dengan UUD No. 31 Tahun 2002. b. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, akhirnya diubah lagi dengan UU No. 12 Tahun 2003. c. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD selanjutnya diganti dengan UU No. 22 Tahun 2003. d. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan dan Diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang didalamnya memuat pemilihan kepada daerah secara langsung.e. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Masa ini merupakan masa dimana telah berakhrirnya rezim orde baru dan dimulainya masa reformasi. Pasca orde baru UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Sejak 2002, dengan berlakunya UUD hasil amandemen keempat, berlaku sistem presidensial. Posisi MPR sebagai pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan dari rakyat dihapus, dan badan legislatif ditetapkan menjadi badan bi-kameral dengan kekuasaan yang lebih besar (stong legislative). UUD 2002 hasil amandemen bahkan telah menimbulkan kompleksitas baru dalam hubungan eksekutif dan legislative, bila presiden yang dipilih langsung dan mendapat dukungan popular yang besar tidak mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif karena tidak mendapat dukungan penuh dari koalisi partai-partai mayoritas di DPR. Political gridlocks semacam itu telah diperkirakan dan karenanya ingin dihindari oleh para perancang UUD 1945, hampir 6 dekade yang lalu, sehingga akhirnya tidak memilih sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan untuk negara Indonesia yang baru merdeka. (Setneng RI, 1998 dan Kusuma, FH-UI, 2004). Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal 6A ayat (1) menetapkan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda dengan staats fundamental norm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa. Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 2002) : MPR bukan lembaga tertinggi lagi. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Presiden tidak dapat membubarkan DPR. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.

Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini.b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah DiamandemenSekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsure-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut.1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan megawasi presiden meskipun secara tidak langsung.2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran)Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.2. Lahirnya masa reformasiAkhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

1. Kondisi Politik pada Masa Reformasi

Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:a. masa depan Reformasi;b. masa depan ABRI;c. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;d. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; sertae. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.a. Kebijakan dalam bidang politikReformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.b. Kebijakan dalam bidang ekonomiUntuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan persKebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP). d. Pelaksanaan PemiluPada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.3. pelaksanaan system pemerintahan pada masa reformasi sekarangTahun 1998 Sekarang (Reformasi)Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa.Sistem Pemerintahan menurut UUD 45 sebelum diamandemen: Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR. DPR sebagai pembuat UU. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan. BPK pengaudit keuangan.Pada zaman reformasi ini pelaksanaan demokrasi mengalami suatu pergeseran yang mencolk walaupun sistem demokrasi yang dipakai yaitu demokrasi pancasila tetapi sangatlah mencolok dominasi sistem liberal contohnya aksi demonstrasi yang besar-besaran di seluru lapisan masyarakat. Memang pada zaman reformasi peranan presiden tidak mutlak dan lahirnya sistem multi partai sehingga peranan partai cukup besar, akan tetapi dalam melaksanakan pemungutan suara juga pernah menggunakan voting berarti peranan demokrasi pancasila belumlah terealisasi. Dengan melihat hal tersebut diatas maka kesimpulan daripada pelaksanaan demokrasi di Indonesia belum mencapai titik yang pasti dan masih belajar untuk memulai demokrasi pancasila yang sudah dilakukan selama 40 tahun sampai sekarang masih belum bisa dilaksanakan secara baik dan benar. 4.Kelebihan & Kekurangan masa reformasi .KELEMAHAN,banyak orang/masyarakat yang salah tafsir mengenai reformasi.ini terjadi karena ketidaksiapan masyarakat menjelang reformasi.terutama karena rendahnya latar belakang pendidikan dan pengetahuan.banyak yang mengartikan reformasi sama dengan kebebasan,bebas apa saja. alhasil, banyak aturan yang diterjang, sayang sekali.

KELEBIHANyang sangat terasa adalah terbukanya pintu informasi yang begitu lebar.sehingga banyak manfaat yang dapat dipetik.hanya saja kadang masih "kebablasan".perlu diingat,TIDAK SEMUA BERITA HARUS DIBERITAKAN

28