Top Banner
Bab I 1.1. Latar Belakang Bidang pengolahan citra dimulai pada awal tahun 1921 ditandai dengan keberhasilan sebuah foto ditransmisikan secara digital melalui kabel laut dari kota New York ke kota London. (Bartlane Cable Picture Transmission System). Keuntungan utama yang dirasakan pada waktu itu adalah pengurangan waktu pengiriman foto dari sekitar 1 minggu menjadi kurang dari 3 jam. Foto tersebut dikirim dalam bentuk kode digital, selanjutnya diubah kembali oleh suatu printer telegraph pada sisi penerimanya. Masalah yang muncul pada saat itu berkisar pada teknik transmisi data secara digital serta teknik reproduksi pada sisi penerima untuk mendapatkan satu resolusi gambar yang baik. Walaupun minat dalam bidang ini telah dimulai sejak tahun 1921, perkembangan secara pesat baru tercatat pada sekitar tahun 1960, pada saat teknologi komputer telah sanggup memenuhi suatu kecepatan proses serta kapasitas memori yang dibutuhkan oleh berbagai algoritma pengolahan citra. Sejak itulah berbagai jenis aplikasi mulai dikembangkan, sehingga tujuan dari pengolahan citra adalah : 1. Memperbaiki kualitas citra, sehingga dapat lebih mudah diinterpretasi oleh mata manusia. Gambar 1.2(a) memperlihatkan citra burung nuri yang agak gelap sedang gambar 1.2(b) memperlihatkan citra yang sama tetapi dengan kontras yang telah diperbaiki.
125

SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Mar 27, 2023

Download

Documents

Dini Rosyada
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Bab I

 

1.1.            Latar Belakang

 

Bidang pengolahan citra dimulai pada awal tahun 1921 ditandai dengan keberhasilan sebuah foto ditransmisikan secara digital melalui kabel laut darikota New York ke kota London. (Bartlane Cable Picture Transmission System).

 

Keuntungan utama yang dirasakan pada waktu itu adalah pengurangan waktu pengiriman foto dari sekitar 1 minggu menjadi kurang dari 3 jam. Foto tersebutdikirim dalam bentuk kode digital, selanjutnya diubah kembali oleh suatu printer telegraph pada sisi penerimanya. Masalah yang muncul pada saat itu berkisar pada teknik transmisi data secara digital serta teknik reproduksipada sisi penerima untuk mendapatkan satu resolusi gambar yang baik.

Walaupun minat dalam bidang ini telah dimulai sejak tahun 1921, perkembangan secara pesat baru tercatat pada sekitar tahun 1960, pada saat teknologi komputer telah sanggup memenuhi suatu kecepatan proses serta kapasitas memori yang dibutuhkan oleh berbagai algoritma pengolahan citra.

 

Sejak itulah berbagai jenis aplikasi mulai dikembangkan, sehingga tujuan dari pengolahan citra adalah :

 

1. Memperbaiki kualitas citra, sehingga dapat lebih mudah diinterpretasi oleh mata manusia. Gambar 1.2(a) memperlihatkan citra burung nuri yang agak gelap sedang gambar 1.2(b) memperlihatkan citra yang sama tetapi dengan kontras yang telah diperbaiki.

 

 

 

 

 

 

Page 2: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(a)                                                                  (b)

 

Gambar 1.2. (a) Citra burung nuri yang agak gelap. (b) Citra burung yang telahdiperbaiki kontrasnya sehingga terlihat jelas dan tajam.

 

 

1. Mengolah informasi yang terdapat pada suatu citra untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis oleh suatu mesin. Bidang aplikasi ini sangat erat hubungannya dengan ilmu pengenalan pola yang umumnya bertujuan mengenali suatu objek dengan cara mengekstraksi informasi penting yang terdapat dalam suatu citra. Gambar 1.3. memperlihatkan citra karakter ‘A’ yang digunakan sebagai masukan untuk pengenalan pola huruf A.

 

 

 

 

 

Page 3: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1.3. Citra karakter ‘A’ yang digunakan sebagai masukan untuk pengenalanhuruf.

 

 

Dari contoh-contoh seperti pada Gambar 1.1, Gambar 1.2 dan Gambar 1.3 terlihatbahwa teknik pengolahan citra dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh aplikasi bidang ini di berbagai disiplin ilmu.

1. Bidang perdagangan 

Sistem untuk pembacaan kode batang (bar code) yang tertera pada barang (umumnyadigunakan di pasar swalayan) dan sistem untuk mengenali huruf/angka pada suatuformulir secara otomatis.

 

1. Bidang militer 

Sistem untuk mengenali sasaran peluru kendali melalui sensor visual dan sistemuntuk mengidentifikasi jenis pesawat musuh.

 

1. Bidang kedokteran 

Page 4: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Sistem untuk mendeteksi diagnose kelainan dalam tubuh manusia melalui citra yang dihasilkan oleh suatu scanner.

 

1. Bidang biologi 

Sistem untuk pengenalan jenis kromosom melalui gambar mikroskopik

 

1. Bidang agrikultur 

Sistem untuk mengenal jenis lahan pertanian melalui citra LANDSAT atau foto udara.

 

1. Bidang lingkungan hidup 

Sistem untuk mendeteksi tingkat polusi udara melalui gambar LANDSAT.

 

1. Bidang komunikasi data Sistem untuk mereduksi data. 

1. Bidang hiburan 

Sistem untuk pemampatan video (MPEG)

 

1. Bidang robotika 

Sistem untuk navigasi pergerakan robot secara visual (visually-guided autonomous navigation)

 

1. Bidang pemetaan 

Sistem klasifikasi penggunaan tanah melalui foto udara atau radar.

Page 5: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

1. Bidang geologi 

Sistem pengenalan jenis batu-batuan melalui foto udara/LANDSAT.

 

1. Bidang hukum 

Sistem pengenalan sidik jari melalui sensor visual dan sistem pengenalan foto narapidana.

 

 

Masih banyak lagi jenis aplikasi lainnya yang tidak mungkin semuanya disebutkan disini. Keikutsertaan berbagai disiplin ilmu dalam kegiatan pengolahan citra dimulai dari pembentukan model matematik suatu objek sampai dengan teknik analisis dan teknik klasifikasi berbagai jenis objek.

 

1.2.            Pengolahan Citra

 

Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi. Ada sebuah peribahasa yang berbunyi

 

“sebuah gambar bermakna lebih dari seribu kata” (a picture is more  than a thousand

words). Maksudnya tentu sebuah gambar dapat memberikan informasi yang lebih banyak daripada informasi tersebut disajikan dalam bentuk kata-kata (tekstual).

 

Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan

Page 6: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang.

 

Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing).

 

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik.

 

Umumnya,operasi-operasi padapengolahan

citra

diterapkan

pada  citra  bila:

1. perbaikan   atau   memodifikasi   citra

perlu

dilakukan

untuk   meningkatkan

 

kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra,

 

1. elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur, 

1. sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain. 

Di dalam bidang komputer, sebenarnya ada tiga bidang studi yang berkaitan dengan data citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu :

 

1. Grafika Komputer (computer graphics) 

1. Pengolahan Citra (image processing) 

Page 7: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

1. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretationGrafika Komputer bertujuan menghasilkan citra (lebih tepat disebut grafik atau picture) dengan primitif-primitif geometri seperti garis, lingkaran, dan sebagainya. Primitif-primitif geometri tersebut memerlukan data deskriptifuntuk melukis elemen-elemen gambar. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna, dan sebagainya.Grafika komputer memainkan peranan penting dalam visualisasi dan virtual reality.

Contoh grafika komputer misalnya menggambar sebuah ‘rumah’ yang dibentuk oleh garis-garis lurus, dengan data masukan berupa koordinat awal dan koordinat ujung garis

Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknikpengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannyaadalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression).

Pengubahan kontras citra seperti pada Gambar 1.2 adalah contoh operasi pengolahan citra. Contoh operasi pengolahan citra lainnya adalah penghilangan derau (noise) pada citra Lena (Gambar 1.6). Citra Lena yang di sebelah kiri mengandung derau berupa bintik-bintik putih (derau). Dengan operasi penapisan (filtering), derau pada citra masukan ini dapat dikurangi sehingga dihasilkan citra Lena yang kualitasnya lebih baik.

Pengenalan Pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh mesin (dalam hal ini komputer). Tujuan pengelompokan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi objek-objek di alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan memberikan keluaran berupa deskripsi objek di dalam citra.

Contoh pengenalan pola misalnya citra pada Gambar 1.3 adalah tulisan tangan yang digunakan sebagai data masukan untuk mengenali karakter ‘A’. Dengan menggunakan suatu algoritma pengenalan pola, diharapkan komputer dapat mengenali bahwa karakter tersebut adalah ‘A’.

 

1.3.            Computer Vision dan Hubungannya dengan Pengolahan Citra

 

Page 8: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Terminologi lain yang berkaitan erat dengan pengolahan citra adalah computer vision atau machine vision. Pada hakikatnya,  computer vision mencoba meniru cara kerja sistem visual manusia (human vision). Human vision sesungguhnya sangat kompleks. Manusia melihat objek dengan indera penglihatan (mata), lalu citra objek diteruskan ke otak untuk diinterpretasi sehingga manusia mengerti objek apa yang tampak dalam pandangan matanya. Hasil interpretasi ini mungkin digunakan untuk pengambilan keputusan (misalnya menghindar kalau melihat mobilmelaju di depan).

 

 

 

Computer vision merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan sejumlah besar proses untuk persepsi visual, seperti akuisisi citra, pengolahan citra, klasifikasi, pengenalan (recognition), dan membuat keputusan.

 

Computer vision terdiri dari teknik-teknik untuk mengest imasi ciri-ciri objek di dalam citra, pengukuran ciri yang berkaitan dengan geometri objek, dan menginterpretasi informasi geometri tersebut. Mungkin berguna bagi anda untuk mengingat persamaan berikut:

 

Vision = Geometry + Measurement + Interpretation

 

Proses-proses di dalam computer vision dapat dibagi menjadi tiga aktivitas:

 

1. Memperoleh atau mengakuisisi citra digital 

1. Melakukan teknik komputasi untuk memproses atau memodifikasi data citra (operasi-operasi pengolahan citra)

 

1. Menganalisis dan menginterpretasi citra dan menggunakan hasil pemrosesanuntuk tujuan tertentu, misalnya memandu robot, mengontrol peralatan, memantau proses manufaktur, dan lain-lain.

 

Page 9: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Gambar 1.7 memperlihatkan klasifikasi proses-proses di dalam computer vision. Dari G a m b a r 1 . 7 dapat d i lihat bahwa pengolahan citra dan pengenalan pola merupakan bagian dari computer vision. Pengolahan citra merupakan proses awal (preprocessing) pada computer vision, sedangkan pengenalan pola merupakan proses untuk menginterpretasi citra. Teknik-teknik di dalam pengenalan pola memainkan peranan penting dalam computer vision untuk mengenali objek.

 

Jika dihubungkan dengan grafika komputer, maka computer vision merupakan kebalikannya. Grafika komputer membentuk (sintesis) citra, sedangkan computer visionmengoraknya (analisis). Pada masa awal kedua bidang ini, tidak ada hubungan antara keduanya, tetapi beberapa tahun belakangan kedua bidang tersebut berkembang semakin dekat. Computer vision menggunakan representasi kurva dan permukaan dan beberapa teknik lain dari grafika komputer, sedangkan grafika komputer menggunakan teknik -teknik di dalam computer vision untuk memuat citra realistik (virtual reality).

Bab 2

Pendahuluan

 

Citra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat :

 

1. Optik berupa foto. 

1. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi. 

1. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik. 

Page 10: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Sifat (1) dan (2) adalah citra kontinu, sifat (3) adalah citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga ia mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut juga citra digital.Komputer digital yang umum dipakai saat ini hanya dapat mengolah citra digital.

 

2.2.   Model Citra

 

Secara harafiah,citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi, merupakanfungsi kontinu dari intensitas cahaya. Secara matematis fungsi intensitas cahaya pada bidang dua dimensi disimbolkan dengan f(x,y), yang dalam hal ini:

 

(x,y)    : koordinat pada bidang dua dimensi

 

f(x,y) : intensitas cahaya (brightness) pada titik (x,y)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.1. Cara menentukan koordinat titik di dalam citra

 

 

Gambar 2.1 memperlihatkan posisi koordinat pada bidang citra. Sistem koordinatyang diacu adalah sistem koordinat kartesian, yang dalam hal ini sumbu mendatar menyatakan sumbu-X, dan sumbu tegak menyatakan sumbu-Y.

 

12

 

Karena cahaya merupakan bentuk energi, maka intensitas cahaya bernilai antara 0 sampai tidak berhingga,

 

0 £ f(x,y) < ¥

 

Page 12: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Nilai f(x,y) sebenarnya adalah hasil kali dari :

 

1. i(x,y)= jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya (illumination), nilainya antara 0 sampai tidak berhingga, dan

 

1. r(x,y)= derajat kemampuan objek memantulkan cahaya (reflection) nilainya antara 0 dan 1.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

Gambar 2.2. Pembentukan Citra

 

 

Gambar 2.2 memperlihatkan proses pembentukan intensitas cahaya. Sumber cahaya menyinari permukaan objek. Jumlah pancaran (illuminasi) cahaya yang diterima objek pada koordinat (x,y) adalah i(x,y). Objek memantulkan cahaya yang diterimanyadengan derajat pantulan r(x,y). Hasil kali antara i(x,y) dan r(x,y) menyatakan intensitas cahaya pada koordinat (x,y) yang ditangkap oleh sensor visual pada sistem optik.

 

 

 

Jadi,

 

f(x,y) = i(x,y) . r(x,y)

 

yang dalam hal ini,

 

0 £ i(x, y) < ¥ 0 £ r(x, y) £ 1

 

sehingga

 

13

 

Page 14: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

0 £ f(x,y) < ¥

 

 

 

Nilai i(x, y) ditentukan oleh sumber cahaya, sedangkan r(x, y) ditentukan oleh karakteristik objek di dalam gambar. Nilai r(x,y) = 0 mengindikasikan penerapan total, sedangkan r(x,y) = 1 menyatakan pemantulan total. Jika permukaan mempunyai derajat pemantulan nol, maka fungsi intensitas cahaya, f(x, y), juga nol. Sebaliknya, jika permukaan mempunyai derajat pemantulan 1, maka fungsi intensitas cahaya sama dengan iluminasi yang diterima oleh permukaan tersebut.

 

Contoh-contoh nilai i(x, y):

 

1.

pada  hari cerah,  matahari  menghasilkan  iluminasi  i(x,y) sekitar 9000  foot

  candles,

2.

pada

hari  mendung (berawan),  matahari  menghasilkan iluminasi i(x,y) sekitar

  1000 foot candles,

3.

pada

malam   bulan   purnama, sinar   bulan  menghasilkan   iluminasi   i(x,y)

  sekitar 0.01 foot candle.

 

Contoh nilai r(x, y)

 

Page 15: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

1. benda hitam mempunyai r(x, y) = 0.01, 

1. dinding putih mempunyai r(x, y) = 0.8, 

1. benda logam dari stainlessteel mempunyai  r(x, y) = 0.65, 

1. salju mempunyai r(x, y) = 0.93. 

Intensitas

f   dari  gambar hitam

putih  pada  titik

(x,y)  disebut

derajat keabuan

(grey level), yang dalam  hal

ini

derajat keabuannya bergerak darihitam ke putih,

sedangkan

citranya   disebut

citra  hitam-putih (greyscale

image) atau   citra

 

monokrom (monochrome  image).

 

Derajat keabuan memiliki rentang nilai dari lmin sampai lmax, atau lmin < f < lmax

Selang (lmin, lmax) disebut skala keabuan.

 

Biasanya selang (lmin, lmax) sering digeser untuk alasan-alasan praktis menjadi selang [0, L], yang dalam hal ini nilai intensitas 0 menyatakan hitam, nilai intensitas Lmenyatakan putih, sedangkan nilai intensitas antara 0 sampai L bergeser dari hitam ke putih.

 

Sebagai contoh, citra hitam-putih dengan 256 level artinya mempunyai skala abu dari 0 sampai 255 atau [0, 255], yang dalam hal ini nilai intensitas 0

Page 16: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

menyatakan hitam, nilai intensitas 255 menyatakan putih, dan nilai antara 0 sampai 255

 

14

menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih.

 

Citra hitam-

-putih disebut juga citra satu kanal, karena warnanya hanya ditentukan oleh satu fungsi intensitas saja. Citra berwarna (color images) dikenal dengan nama citra spektral, karena warna pada citra disusun oleh tiga komponen warna yang disebut komponen RGB, yaitu merah (red), hijau (green), dan biru (blue). Intensitas suatu titik pada citra berwarna merupakan kombinasi dari tiga intensitas: derajat keabuan merah (fmerah(x,y)), hijau (fhijau(x,y)), dan biru (fbiru(x,y)).

 

 

 

 

2.3.   Digitalisasi Citra

 

Agar dapat diolah dengan dengan komputer digital, maka suatu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari fungsi malar (kontinu) menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi . Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital (digital image). Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegipanjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi ´ lebar (atau lebar ´ panjang).

 

Citra digital yang tingginya N, lebarnya M, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi :

 

ì0 £ x £ (M -1)

Page 17: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

f (x,  y)  ïí0 £  y £ (N -1)

ï  0 £ f £ L

ï

î

 

Citra digital yang berukuran N ´ M lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut:

 

éf (0,0)

f (0,1)  

f (0, M -1) ù  

êêf (1,0)

f (1,1)  

f (1, M -1)

ú

ú  

f (x,  y) »  ê

       

ú  

ê ú

 

         

ê  f (N -1,0)f (N -1,1)  

f (N -1, M -1)ú  

ë         û  

 

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(i, j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i, j).

 

Page 18: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Masing-masing elemen pada citra digital (berarti elemen matriks) disebut image element, picture element atau pixel atau pel. Jadi, citra yang berukuran N  ´ Mmempunyai NM buah pixel. Sebagai contoh, misalkan sebuah berukuran 256 ´ 256 pixel dan direpresentasikan secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 buah baris (di-indeks dari 0 sampai 255) dan 256 buah kolom (di-indeks dari 0

 

15

sampai 255) seperti contoh berikut:

 

é 0134

145  

231ù  

ê      

 

  ú  

ê 0167

201

197ú  

êê220187

189  

120úú  

ê

           

ú  

ê ú

 

             

ê

           

ú  

ê ú  

             

Page 19: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

ê221

219

210   156ú  

ë             û  

 

Pixel pertama pada koordinat (0, 0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti warna pixel tersebut hitam, pixel kedua pada koordinat (0, 1) mempunyai intensitas 134 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dan seterusnya.

 

Proses digitalisasi citra ada dua macam:

 

1. Digitalisasi spasial (x, y), sering disebut sebagai penerokan (sampling). 

1. Digitalisasi intensitas f(x, y), sering disebut sebagai kuantisasi . 

Penerokan

 

Citra kontinu diterok pada grid-grid yang berbentuk bujursangkar (kisi-kisi dalam arah horizontal dan vertikal). Perhatikan Gambar 2.3.

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Terdapat perbedaan antara koordinat gambar (yang diterok) dengan koordinat matriks (hasil digitalisasi). Titik asal (0, 0) pada gambar dan elemen (0, 0) pada matriks tidak sama. Koordinat x dan y pada gambar dimulai dari sudut kiribawah, sedangkan penomoran pixel pada matriks dimulai dari sudut kiri atas (Gambar 2.4).

 

Dalam hal ini,

 

i = x                    , 0 £ i  £ N – 1

 

16

j = (M –  y)          , 0 £ j £  M – 1

x = Dx/N  i ncrement

Page 21: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

y = Dy/M  increment

 

N = jumlah maksimum pixel dalam satu baris

 

M = jumlah maksimum pixel dalam satu kolom

 

Dx = lebar gambar (dalam inchi)

 

Dy = tinggi gambar (dalam inchi)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

Gambar 2.4. Hubungan antara elemen gambar dan elemen matriks

 

Catatan: beberapa referensi menggunakan (1,1) – ketimbang (0,0) – sebagai koordinat elemen pertama di dalam matriks.

 

Kuantisasi

 

Elemen (i, j) di dalam matriks menyatakan rata-rata intensitas cahaya pada areacitra yang direpresentasikan oleh pixel. Sebagai contoh, tinjau citra biner yang hanya mempunyai 2 derajat keabuan, 0 (hitam) dan 1 (putih). Sebuah gambaryang berukuran 10 ´ 10 inchi dinyatakan dalam matriks yang berukuran 5 ´ 4, yaitu lima baris dan 4 kolom. Tiap elemen gambar lebarnya 2.5 inchi dan tingginya 2 inci akan diis i dengan sebuah nilai bergantung pada rata-rata intensitas cahaya pada area tersebut (Gambar 2.5).

 

Area 2.5 ´ 2.0 inchi pada sudut kiri atas gambar dinyatakan dengan lokasi (0, 0) pada matriks 5 ´ 4 yang mengandung nilai 0 (yang berarti tidak ada intensitas cahaya). Area 2.5 ´ 2.0 inchi pada sudut kanan bawah gambar dinyatakan dengan lokasi (4, 3) pada matriks 5 ´ 4 yang mengandung nilai 1 (yang berarti iluminasi maksimum).

 

 

 

Untuk    memudahkan   implementasi,   jumlah   terokan   biasanya   diasumsikan

 

17

Page 23: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

perpangkatan dari dua,

 

N = 2n

 

yang dalam hal ini,

 

N = jumlah penerokan pada suatu baris/kolom n = bilangan bulat positif

 

Contoh ukuran penerokan : 256 ´ 256 pixel, 128 ´ 256 pixel.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

Gambar 2.5.(a)Gambar yang diterok,(b)Matriks yang merepresentasikan gambar

 

 

Pembagian gambar menjadi ukuran tertentu menentukan resolusi (yaitu derajat rincian yang dapat dilihat) spasial yang diperoleh. Semakin tinggi resolusinya, yang berarti semakin kecil ukuran pixel (atau semakin banyak jumlah pixel-nya), semakin halus gambar yang diperoleh karena informasi yang hilang akibat pengelompokan derajat keabuan pada penerokan semakin kecil.

 

Gambar 2.6 mempelihatkan efek perbedaan penerokan pada citra Lena, masing-masing 256 ´ 256, 128 ´ 128, 64 ´ 64, dan 32 ´ 32 pixel, seluruh citra mempunyai jumlah derajat keabuan sama, yaitu 256 buah. Karena area tampilan untuk keempat citra Lena pada Gambar 2.6 sama, (yaitu 256 ´ 256 pixel), maka pixel-pixel citra yang beresolusi rendah diduplikasi untuk mengisi seluruh bidang tampilan. Hal ini menghasilkan efek blok-blok yang sering diamati pada gambar beresolusi rendah pada umumnya.

 

 

 

Langkah

selanjutnya

setelah

proses   penerokan   adalah  kuantisasi.   Proses

kuantisasi  membagi  skala  keabuan  (0, L) menjadi  G buahlevel  yang dinyatakan

dengan

suatu  harga

bilangan

bulat  (integer), biasanya  G diambil  perpangkatan

 

dari 2,

Page 25: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

G = 2m

 

18

 

yang dalam hal ini,

 

G = derajat keabuan

 

m = bilangan bulat positif

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

Skala KeabuanRentang Nilai Keabuan

Pixel Depth

2

1 (2 nilai) 0, 1 1 bit

2

2 (4 nilai) 0 sampai 3 2 bit

23 (8 nilai) 0 sampai 7 3 bit

28 (256 nilai) 0 sampai 255 8 bit

 

Hitam dinyatakan dengan nilai derajat keabuan terendah, yaitu 0, sedangkan putih dinyatakan dengan nilai derajat keabuan tertinggi, misalnya 15 untuk 16 level. Jumlah bit yang dibutuhkan untuk mereprentasikan nilai keabuan pixel disebut kedalaman pixel (pixel depth). Citra sering diasosiasikan dengan kedalaman pixel-nya. Jadi,

 

19

citra dengan kedalaman 8 bit disebut juga citra 8-bit (atau citra 256 warna)

 

Pada kebanyakan aplikasi, citra hitam-putih dikuantisasi pada 256 level dan membutuhkan 1 byte (8 bit) untuk representasi setiap pixel-nya (G = 256 = 28 ).

Page 28: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Citra biner (binary image) hanya dikuantisasi pada dua level: 0 dan 1. Tiap pixel pada citra biner cukup direpresentasikan dengan 1 bit, yang mana bit0 berarti htam dan bit 1 berarti putih.

 

Besarnya daerah derajat keabuan yang digunakan menentukan resolusi kecerahan dari gambar yang diperoleh. Sebagai contoh, jika digunakan 3 bit untuk menyimpan harga bilangan bulat, maka jumlah derajat keabuan yang diperoleh hanya 8, jika digunakan 4 bit, maka derajat keabuan yang diperoleh adalah 16 buah. Semakin banyak jumlah derajat keabuan (berarti jumlah bit kuantisasinya makin banyak), semakin bagus gambar yang diperoleh karena kemenerusan derajat keabuan akan semakin tinggi sehingga mendekati citra aslinya.

 

Gambar 2.7 mempelihatkan efek perbedaan kuantisasi citra Lena yang berukuran 256 ´ 256 pixel, masing-masing 256 level dan 128 level keabuan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyimpanan citra digital yang diterok menjadi N ´ M buah pixel dan dikuantisasi menjadi G = 2m level derajat keabuan membutuhkan memori sebanyak

 

b = N  ´ M  ´ m  

bit.  Sebagai contoh, menyimpan  citra Lena  yang berukuran  dengan  512 ´

512

pixel dengan 256 derajat keabuan membutuhkan memori sebesar 512 ´   512

´8

bit = 2048.000 bit.  

  20

Secara keseluruhan, resolusi gambar ditentukan oleh N dan m. Makin tinggi nilai N

 

Page 30: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

(atau   M)   dan   m,   maka   citra   yang   dihasilkan

semakin   bagus  kualitasnya

(mendekati  citra  menerus).  Untuk  citra  dengan

jumlah  objek yang  sedikit,

 

kualitas citra ditentukan oleh nilai m. Sedangkan untuk citra dengan jumlah objek yang banyak, kualitasnya ditentukan oleh N (atau M).

 

Seluruh tahapan proses digitalisasi (penerokan dan kuantisasi) di atas dikenalsebagai konversi analog-ke-digital, yang biasanya menyimpan hasil proses di dalam media penyimpanan.

 

Resolusi

 

Ada dua jenis resolusi yang perlu diketahui, yaitu resolusi spasial dan resolusi kecemerlangan. Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi baris dan kolom pada saat dilakukan sampling. Resolusi spasial dipakai untuk menentukan jumlah piksel per satuan panjang. Biasanya satuan resolusi ini adalah dpi (dot per inch). Resolusi ini sangat berpengaruh pada detail dan perhitungan gambarnya. Sebagai contoh, citra dengan resolusi 50 dpi, artinya 1 inch mempunyai 50 piksel dan bila luas citra 1 inch2 berarticitra tersebut mempunyai jumlah piksel 50´50 piksel. Bila ukuran citra diperbesar menjadi 10´10 inch2 maka jumlah pikselnya tetap 50´50, tetapi resolusinya berubah menjadi 50:10 = 5 dpi. Artinya 1 inch hanya diisi 5 piksel. Hal ini mengakibatkan gambar menjadi kabur, pecah -pecah, dan kasar.

 

Resolusi kecermelangan (intensitas/brightness) atau biasanya disebut sebagai kedalaman bit/kedalaman warna (Bit Depth) adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian tingkat gradasi warna saat dilakukan kuantisasi. Bit Depth menentukan berapa banyak informasi warna yang tersedia untuk ditampilkan dalam setiap piksel. Semakin besar nilainya, semakin bagus kualitas gambar yang dihasilkan.Tentu ukurannya juga semakin besar. Misalkan suatu gambar mempunyai bit depth = 1, berarti hanya ada 2 kemungkinan warna (21=2) yang ada pada gambar tersebut, yaitu hitam dan putih. Bit depth = 8 berarti mempunyai kemungkinan warna 28 = 256 warna. Kedua jenis resolusi tersebut dihasilkan dari peralatan

Page 31: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

digital (scanner, printer, VGA card, Webcam, foto kamera digital dan peralatan-peralatan digital yang lain) karena umumnya peralatan digital dilengkapi dengan sistem sampling dan sistem kuantisasi.

 

Setiap citra digital mempunyai karakteristik dasar, yaitu ukuran citra, resolusi, dan format lainnya. Ukuran citra dinyatakan dalam banyaknya piksel atau panjang kali lebar dari sebuah citra sehingga ukuran citra selalu bernilai bulat. Besar kecilnya ukuran citra digital tergantung pada besar kecilnya resolusi peralatan digital yang digunakan.

 

2.4.   Jenis-jenis Citra Digital

 

Ada banyak cara untuk menyimpan citra digital di dalam memori. Cara penyimpanan menentukan jenis citra digital yang terbentuk. Beberapa jenis citra digital yang sering digunakan adalah citra biner, citra grayscale, dan citra warna.

2.4.1.  Citra Biner (Monokrom)

 

Banyaknya warna : 2, yaitu hitam dan putih.

 

Dibutuhkan 1 bit memori untuk menyimpan kedua warna ini.

 

Gradasi warna:

 

0   1

     

bit0

= warna hitam

Page 32: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

bit1

= warna putih

 

Gambar 2.8 merupakan contoh citra Lena dalam bentuk citra biner.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.8 Citra Lena dalam bentuk citra biner

 

2.4.2.  Citra Grayscale (Skala Keabuan)

 

Banyaknya warna: tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna ini.

Page 33: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Citra 2 bit mewakili 4 warna dengan gradasi warna berikut :

 

 

0

   

1

   

2

 

3

 

             

                     

                     

 

Citra 3 bit mewakili 8 warna dengan gradasi warna berikut:

 

0    1    2    3    4    5    6     7

 

 

Semakin besar jumlah bit warna yang disediakan di memori, semakin halus gradasi warna yang terbentuk.

 

 

 

22

2.4.3.  Citra Warna (True Color)

 

Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar (RGB = Red Green Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang berarti setiap warna mempunyai gradasi 255 warna. Berarti setiap piksel mempunyai kombinasi warna sebanyak 28. 28. 28 =

Page 34: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

224 = 16 juta warna lebih. Itu sebabnya format ini dinamakan true color karena mempunyai jumlah warna yang cukup besar sehingga bisa dikatakan hampir mencakup semua warna di alam.

 

Penyimpanan true color di dalam memori berbeda dengan citra grayscale. Setiap piksel dari citra grayscale 256 gradasi warna diwakili oleh 1 byte. Sedangkan 1 piksel citra true color diwakili oleh 3 byte, dimana masing-masing byte merepresentasikan warna merah (Red), hijau (Green), dan biru (Blue).

 

 

2.5.   Elemen-elemen Citra Digital

 

Citra digital mengandung sejumlah elemen-elemen dasar. Elemen-elemen dasar tersebut dimanipulasi dalam pengolahan citra dan dieksploitasi lebih lanjut dalam computer vision. Elemen-elemen dasar yang penting diantaranya adalah:

 

1.   Kecerahan (brightness).

Kecerahan  adalah  kata lain untuk intensitas  cahaya. Sebagaimana  telah dijelaskan

 

pada  bagian  penerokan,  kecerahan  pada  sebuah  titik

(pixel)  di  dalam  citra

bukanlah  intensitas  yang  riil,  tetapi  sebenarnya  adalah

intensitas

rata-rata  dari

suatu  area  yang  melingkupinya.  Sistem  visual  manusia mampu

menyesuaikan

 

dirinya dengan tingkat kecerahan (brightness level) mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi dengan jangkauan sebesar 1010.

Page 35: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Batas penyesuaian gelap (terendah) disebut dengan scotopic threshold, sedangkan batas penyesuaian terang (tertinggi) disebut dengan glare threshold.

 

Sebagai contoh scotopic threshold terasa pada mata kita setelah lampu kita padamkan (terang ke gelap), sementara glare threshold kita rasakan setelah keluardari gedung bioskop (gelap ke terang).

 

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, ternyata ditemukan bahwa kecerahan yang diterima oleh sistem visual mata manusia tidaklah linear (logaritmik). Atau dengan kata lain bahwa mata manusia mempunyai respon logaritmik terhadap brightness.

 

Untuk mengatasi jangkauan dinamik dari tingkat kecerahan yang begitu lebar (10 10), mata manusia mempunyai cara yang unik yaitu dengan melakukan “tingkatpenyesuaian kecerahan” (brightness adaptation level).

 

Pada setiap keadaan, mata memiliki tingkat penyesuaian kecerahan yang tertentu. Perhatikan contoh sebelumnya, dari terang ke gelap (mula-mula terasabuta tetapi lambat laun bertambah terang) dan dari gelap ke terang (mula-mula terasa amat terang kemudian berkurang). Jadi, dapat disimpulkan bahwa titik “nol” (relatif) kecerahan mata bergeser turun naik mengikuti keadaan sekitarnya.

 

23

2.   Kontras (contrast).

 

Kontras menyatakan sebaran terang (lightness ) dan gelap (darkness) di dalam sebuah gambar. Citra dengan kontras rendah dicirikan oleh sebagian besar komposisi citranya adalah terang atau sebagian besar gelap. Pada citra dengan kontras yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.

 

Page 36: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Untuk menentukan kepekaan kontras (contrast sensitivity) pada mata manusia dilakukan cara pengukuran sebagai berikut.

 

         B  =  intensitas latar belakang

 

     

B

   

   

   

   

 

B + DB

B + DB = intensitas objek lingkaran

 

         

         

             

             

Pada suatu bidang gambar dengan intensitas sebesar B, kita perbesar intensitasobjek lingkaran sehingga intensitasnya menjadi B + DB. Besarnya pertambahan intensitas (DB) ini dilakukan sampai mata manusia dapat mendeteksi adanya perbedaan. Dengan demikian kepekaan kontras dinyatakan dalam rasio weber sebagai : DB/B.

 

Dari hasil percobaan, diperoleh bahwa mata manusia memiliki rasio Weber sebesar 2% untuk bermacam-macam nilai B.

 

3.  Kontur (contour)

 

Page 37: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah mata kita mampu mendeteksi tepi-tepi (edge) objek di dalam citra.

 

4.   Warna (color)

 

Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna mempunyai panjang gelombang (l) yang berbeda. Warna merah mempunyai panjang gelombang paling tinggi, sedangkan warna ungu (violet) mempunyai panjang gelombang paling rendah.

 

 

 

Warna-warna yang diterima oleh mata (sistem visual manusia) merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R), green (G), dan blue (B).

 

Persepsi sistem visual manusia terhadap warna sangat relatif sebab dipengaruhioleh banyak kriteria, salah satunya disebabkan oleh adaptasi yang menimbulkan

 

distorsi.  Misalnya  bercak  abu-abu  di  sekitar

warna  hijau  akan tampak  keungu-

unguan   (distorsi   terhadap   ruang),  atau  jika

mata  melihat   warna hijau   lalu

 

langsung dengan cepat melihat warna abu-abu, maka mata menangkap kesan warna abu-abu tersebut sebagai warna ungu (distorsi terhadap waktu).

 

Page 38: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

24

5.   Bentuk (shape)

 

Shape adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi, dengan pengertian bahwa  shape merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia.. Manusia lebihsering mengasosiasikan objek dengan bentuknya ketimbang elemen lainnya (warna misalnya). Pada umumnya, citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra dwimatra (2 dimensi), sedangkan objek yang dilihat umumnya berbentuk trimatra (3 dimensi). Informasi bentuk objek dapat diekstraksi dari citra pada permulaaan pra-pengolahan dan segmentasi citra. Salah satu tantangan utama pada computer vision adalah merepresentasikan bentuk, atau aspek-aspek penting dari bentuk.

 

6.   Tekstur (texture)

 

Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga. Jadi, tekstur tidak dapat didefinisikan untuk sebuah pixel. Sistem vissual manusia pada hakikatnya tidak menerima informasi

 

citra

secara

independen  pada setiap  pixel, melainkan  suatu citra

dianggapsebagai

suatu

kesatuan.  Resolusi  citra  yang diamati ditentukan olehskala pada mana tekstur

tersebut dipersepsi. Sebagai contoh, jika kita mengamati

citra  lantai  berubin

dari

jarak

jauh,  maka  kita  mengamati

bahwa tekstur  terbentuk  oleh

penempatan

ubin-

ubi seca keseluru buka dari pola  dala ub itu sendi

Page 39: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

n ra han, npersepsi di m in ri.

Tetapi,  jika kita mengamati

citra

yang sama  dari jarak

yang  dekat,

maka hanya

 

beberapa ubin yang tampak dalam bidang pengamatan, sehingga kita mempersepsi bahwa tekstur terbentuk oleh penempatan pola-pola rinci yang menyusun tiap ubin. Tekstur adalah sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar sehingga secara alami sifat-sifat tadi dapat berulang dalam daerah tersebut. Tekstur adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital. Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citrayang berhubungan dengan kasar dan halus, juga sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tadi, yang sama sekali terlepas dari warna permukaan tersebut.

 

Berikut kegunaan analisis tekstur:

 

1. Tekstur memainkan peranan penting dalam banyak tugas pada sistem visual,seperti pemeriksaan permukaan, pengelompokkan objek pemandangan, orientasi permukaan, dan penentuan bentuk objek.

 

1. Digunakan untuk segmentasi citra, mengidentifikasi pola-pola yang teratur dan berulang, pola-pola intensitas, permukaan benda yang berhubungan dengan sifat kasar dan halus, koloni mikroba, jalan raya, bahkan sampai pada sifat permukaan bumi atau planet lainnya.

 

1. Untuk tujuan pengolahan citra, analisis tekstur adalah menjadikan pola variasi lokal intensitas yang berulang sebagai pembeda, manakala pola variasi tersebut terlalu kecil bila dibandingkan dengan objek yang diamati dalam resolusi yang dipakai.

 

 

 

Page 40: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

25

Syarat terbentuknya tekstur adalah sebagai berikut:

 

1. Adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih piksel. Bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan, dan lain -lain yang merupakan elemen dasar dari sebuahbentuk.

 

1. Pola-pola primitif tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya.

 

7. Acuity

 

Yang dimaksudkan acuity di sini adalah kemampuan mata manusia untuk merinci secara detil bagian-bagian pada suatu citra (pada sumbu visual). Sebagai contoh, umpamanya kita dihadapkan pada sederetan buku yang berjajar rapi dalamsuatu rak. Maka dalam hal ini acuity adalah kemampuan mata kita dalam membaca judul-judul buku tanpa berusaha menggerakkan mata kita. Dari hasil percobaan ditemukan bahwa pada sumbu visual kemampuan acuity mata manusia amat besar, tapi di luar sumbu ini kemampuan tersebut amat berkurang.

 

 

8. Waktu dan Pergerakan

 

Respon suatu sistem visual tidak hanya berlaku pada faktor ruang, tetapi juga pada faktor waktu. Sebagai contoh, bila gambar-gambar diam ditampilkan bergantian secara cepat, maka kita akan mendapatkan kesan melihat gambar yang bergerak. Contoh, gambar untuk film kartun.

 

 

2.6.   Format File Citra

 

Page 41: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Ada dua jenis format file citra yang sering digunakan dalam pengolahan citra, yaitu citra bitmap dan citra vector. Istilah ini biasanya digunakan pada saat kita melakukan desain grafis.

 

 

2.6.1.  Format File Citra Bitmap

 

Citra bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Citra bitmap menyimpan data kode citra secara digital dan lengkap (cara penyimpanannya adalah per piksel). Citra bitmap dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek lebihsulit. Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap merupakan media elektronik yang paling tepat untuk gambar-gambar dengan perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital. Citra bitmap biasanya diperoleh dengan cara scanner, camera digital, video capture, dan lain-lain. Bila citra ini diperbesar maka tampilan di monitor akan tampak pecah-pecah (kualitas citra menurun). Beberapa format yang umum digunakan dalam pemrograman pengolahan citra diberikan pada Tabel 2.1.

 

 

26

Tabel 2.1. Format File Citra Bitmap

 

Nama Format    Ekstensi       Kegunaan        

Microsoft Windows Bitmap

         Format

umum  untuk

menyimpan

citra  

    BMP     bitma yang dikembangkan ole  

Page 42: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

p h

Format

         

         

Microsoft.

           

                       

                       

Compuserve Graphics

         Format umum

citra yang

dirancang  

   

GIFF

   

untukkeperluan  transmisi

melalui

 

Interchange Format

         

         

modem

             

                         

               

           Format  kompleks  dan  multiguna  yang  

Aldus Tagged Image File Format     TIF    

dikembangkan

oleh

Aldus

bersama  

            Microsoft            

               

Page 43: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

WordPerfect Graphics Format

   

WPG

   Format  vector  yang  juga  mendukung  

       citra bitmap

           

                       

                     

GEM Image Format

   

IMG

   Format

bitmap yang

dikembangkan  

       

untuk riset digital di lingkungan GEM

 

             

               

Zsoft Pengolahan Citra

         Dirancang untuk menyimpan citra layar  

   

PCX

   dan  merupakan

format

bitmap

yang

 

Paintbrush Format

         

         didukung luas

           

                       

               

Page 44: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Microsoft Paint Bitmap Format

   

MSP

   Secara  fungsional  mirip  dengan  IMG  

       dan PCX, tapi kurang popular

     

                 

               

           Format  untuk  16  bit  dan  24  bit  citra  

AT & T Targa Format     TGA     warna

penuh diciptakan

untuk system  

            Truevision            

               

Apple Macpaint Format

   

PNTG

   Format  asli  dari  Macintosh Macpaint  

       

program

           

                       

               

Sun     RAS     Format bitmap asli yang  

Page 45: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Microsystem raster Format

digunakan pada

       

Sun SPARCS

           

                       

               

           Format  umum  untuk  menyimpan  citra  

X Windows X-11 Bitmap Format     XBM    

bitmap

yang dikembangkan

untuk  X  

            Windows            

                           

 

 

2.6.2.  Format File Citra Vektor

 

Citra vektor dihasilkan dari perhitungan matematis dan tidak berdasarkan piksel, yaitu data tersimpan dalam bentuk vektor posisi, di mana yang tersimpan hanya informasi vektor posisi dengan bentuk sebuah fungsi. Pada citra vektor, mengubah warna lebih sulit dilakukan, tetapi membentuk objek dengan cara mengubah nilai lebih mudah. Oleh karena itu, bila citra diperbesaratau diperkecil, kualitas citra relatif tetap baik dan tidak berubah. Citra vektor biasanya dibuat menggunakan aplikasi-aplikasi citra vektor, seperti CorelDRAW, Adobe Illustrator, Macromedia Freehand, Autocad, dan lain-lain.

 

 

Page 46: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

27

 

Yang termasuk dalam format ini adalah AutoCAD Drawing Format (DWG), AutoCAD Drawing Exchange Format (DXF), Microstation Drawing Format (DGN), dan ScalableVector Graphics (SVG).

 

2.7.   Elemen Sistem Pemrosesan Citra Digital

 

Secara umum, elemen yang terlibat dalam pemrosesan citra dapat dibagi menjadi empat komponen:

 

1. digitizer 

1. komputer digital 

1. piranti tampilan 

1. piranti penyimpanan 

Keempat komponen di atas ditunjukkan pada Gambar 2.9

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 47: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

    Gambar 2.9. Elemen Pemrosesan Citra

Operasi

dari  sistem

pemrosesan   citra  tersebut  dapat dibagi  menjadi   empat

kategori prinsip: digitalisasi, pemrosesan, penayangan, dan penyimpanan.

Digitize (atau di image  acquisition  system)  merupakan  sistem 

Page 48: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

r gital penangkap

 

citra digital yang melakukan penjelajahan citra dan mengkonversinya ke representasi numerik sebagai masukan bagi komputer digital. Hasil dari digitizer adalah matriks yang elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu titik. Contoh digitizer adalah kamera digital, scanner.

 

Digitizer   terdiri  dari  tiga  komponen  dasar:  sensor  citra  yang  bekerja  sebagai

Digitizer   terdiri  dari  tiga  komponen  dasar:  sensor  citra  yang  bekerja  sebagai

 

28

 

pengukur intensitas cahaya, perangkat penjelajah yang berfungsi merekam hasil pengukuran intensitas pada seluruh bagian citra, dan pengubah analog-ke-digital yang berfungsi melakukan penerokan dan kuantisasi.

 

Komputer digital yang digunakan pada sistem pemroses citra dapat bervariasi dari komputer mikro sampai komputer besar yang mampu melakukan bermacam-macam fungsi pada citra digital resolusi tinggi.

 

 

Piranti tampilan peraga berfungsi mengkonversi matriks intensitas yang merepresentasikan citra ke tampilan yang dapat diinterpretasi oleh mata manusia. Contoh piranti tampilan adalah monitor peraga dan pencetak (printer).

 

Media penyimpanan adalah piranti yang mempunyai kapasitas memori besar sehingga gambar dapat disimpan secara permanen agar dapat diproses lagi pada waktu yang lain.

 

Page 49: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

2.8.  Contoh soal

 

Scanner 500 dpi, 300 dpi dan scanner 100 dpi akan digunakan untuk pencitraan sebuah foto berwarna 3´4 inch. Jumlah byte penyimpanan untuk header adalah 1080 byte. Berapa ukuran citra digital yang dihasilkan oleh masing-masing scanner. Analisis hasilnya.

 

Jawab :

 

1. Scanner 500 dpi 

Ukuran citra = (3 ´ 500) x (4 ´ 500) piksel = 3.000.000 piksel

 

Untuk format citra berwarna (true color), setiap piksel terdiri dari 3 byte di mana masing-masing byte merepresentasikan warna merah, hijau dan biru. Jumlah byte yang diperlukan untuk menyimpan format (header) citra = 1080 byte. Maka, citra digital tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar:

 

3.000.000 ´ 3 byte + 1080 byte = 9.001.080 byte » 9 MB.

 

1. Scanner 300 dpi 

Ukuran citra = (3 ´ 300) x (4 ´ 300) piksel = 1.080.000 piksel sehingga citra digital berwarna tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar : 1.080.000 ´ 3 byte + 1080 byte = 3.241.080 byte » 3 MB.

 

1. Scanner 100 dpi 

Page 50: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Ukuran citra = (3 ´ 100) x (4 ´ 100) piksel = 120.000 piksel sehingga citra digital berwarna tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar : 120.000 ´ 3 byte + 1080 byte = 361.080 byte » 0,4 MB.

 

 

Dari hasil perhitungan diatas tampak bahwa semakin besar tingkat resolusi scanner, semakin besar pula ukuran citra yang dihasilkan.

 

28

 

pengukur intensitas cahaya, perangkat penjelajah yang berfungsi merekam hasil pengukuran intensitas pada seluruh bagian citra, dan pengubah analog-ke-digital yang berfungsi melakukan penerokan dan kuantisasi.

 

Komputer digital yang digunakan pada sistem pemroses citra dapat bervariasi dari komputer mikro sampai komputer besar yang mampu melakukan bermacam-macam fungsi pada citra digital resolusi tinggi.

 

 

Piranti tampilan peraga berfungsi mengkonversi matriks intensitas yang merepresentasikan citra ke tampilan yang dapat diinterpretasi oleh mata manusia. Contoh piranti tampilan adalah monitor peraga dan pencetak (printer).

 

Media penyimpanan adalah piranti yang mempunyai kapasitas memori besar sehingga gambar dapat disimpan secara permanen agar dapat diproses lagi pada waktu yang lain.

 

 

 

2.8.  Contoh soal

Page 51: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Scanner 500 dpi, 300 dpi dan scanner 100 dpi akan digunakan untuk pencitraan sebuah foto berwarna 3´4 inch. Jumlah byte penyimpanan untuk header adalah 1080 byte. Berapa ukuran citra digital yang dihasilkan oleh masing-masing scanner. Analisis hasilnya.

 

Jawab :

 

1. Scanner 500 dpi 

Ukuran citra = (3 ´ 500) x (4 ´ 500) piksel = 3.000.000 piksel

 

Untuk format citra berwarna (true color), setiap piksel terdiri dari 3 byte di mana masing-masing byte merepresentasikan warna merah, hijau dan biru. Jumlah byte yang diperlukan untuk menyimpan format (header) citra = 1080 byte. Maka, citra digital tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar:

 

3.000.000 ´ 3 byte + 1080 byte = 9.001.080 byte » 9 MB.

 

1. Scanner 300 dpi 

Ukuran citra = (3 ´ 300) x (4 ´ 300) piksel = 1.080.000 piksel sehingga citra digital berwarna tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar : 1.080.000 ´ 3 byte + 1080 byte = 3.241.080 byte » 3 MB.

 

1. Scanner 100 dpi 

Ukuran citra = (3 ´ 100) x (4 ´ 100) piksel = 120.000 piksel sehingga citra digital berwarna tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar : 120.000 ´ 3 byte + 1080 byte = 361.080 byte » 0,4 MB.

 

Page 52: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Dari hasil perhitungan diatas tampak bahwa semakin besar tingkat resolusi scanner, semakin besar pula ukuran citra yang dihasilkan.

Page 53: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Bab 3

3.1.   Pendahuluan

 

Biasanya representasi matematika dari sebuah citra adalah menggunakan fungsi spasial f(x,y). Nilai dari fungsi pada lokasi  f(x,y) menyatakan intensitas dari citra pada lokasi tersebut. Transformasi merupakan sebuah alternatif representasi matematika sebuah citra. Transformasi citra merupakan proses perubahan bentuk citra, baik intensitas maupun posisi pikselnya, yang bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi tertentu. Secara umum, transformasi bisa dibagi menjadi dua, yaitu transformasispatial dan transformasi domain.

 

Pada transformasi spatial yang diubah adalah intensitas piksel (brightness, kontras, negasi, thresholding) atau posisi piksel (rotasi, translasi, scaling,shear, dan lain-lain).

 

Transformasi yang kedua adalah transformasi domain, yaitu proses perubahan citra dari suatu domain ke domain lainnya, misalnya dari domain spatial ke domain frekuensi.

 

Dua operasi matematis yang melandasi teori pengolahan citra yang perlu dipahami adalah operasi konvolusi dan transformasi Fourier. Konvolusi terdapatpada operasi pengolahan citra yang mengalikan sebuah citra dengan

Page 54: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

sebuah mask atau kernel sedangkan transformasi Fourier dilakukan bila citra dimanipulasi dalam domain frekuensi ketimbang domain spasial. Dengan cara ini,citra digital ditransformasikan lebih dulu dengan transformasi Fourier, kemudian dilakukan manipulasi pada hasil transformasi Fourier tersebut. Setelah manipulasi selesai, dilakukan inverse transformasi Fourier untuk mendapatkan citra kembali. Metode domain frekuensi ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah tertentu yang sulit jika dilakukan dengan menggunakan metode domain spasial. Sebagai contoh transformasi Fourier merepresentasikan sebuah citra dari penjumlah eksponensial kompleks dari magnitude, frekuensi dan fasa. Representasi ini sangat berguna untuk berbagai aplikasi,termasuk analisis citra, perbaikan citra dan penyaringan (filter) citra. Transformasi diskrit kosinus (DCT = discrete cosine transform)juga merepresentasikan citra dari penjumlahan kosinus pada magnitude dan fasa.DCT secara ekstrim berguna untuk kompressi citra. Hal ini merupakan basis darialgoritma basis dari algoritma kompresi citra JPEG.

 

3.2.   Teori Konvolusi

 

Operasi yang mendasar dalam pengolahan citra adalah operasi konvolusi. Konvolusi 2 buah fungsi f(x) dan g(x) didefinisikan sebagai berikut:

 

¥

h(x) =  f (x) * g(x) =  -¥òf (a)g(x - a)da

 

yang dalam hal ini, tanda * menyatakan operator konvolusi, dan peubah (variable)a adalah peubah bantu (dummy variable).

Untuk fungsi diskrit, konvolusi didefinisikan sebagai

 

¥

 

h(x) =  f (x)* g(x) = å  f (a)g(x - a) a = -¥

 

 

Page 55: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Pada operasi konvolusi di atas, g(x) disebut kernel konvolusi atau kernel penapis (filter). Kernel g(x) merupakan suatu jendela yang dioperasikan secara bergeser pada sinyal masukan f(x), yang dalam hal ini, jumlah perkalian kedua fungsi pada setiap titik merupakan hasil konvolusi yang dinyatakan dengan keluaran h(x).

 

Ilustrasi    konvolusi  diperlihatkan pada Gambar 3.1(a) sampai dengan Gambar 3.1(g).

 

Misalkan  fungsi  f(x)  dan  g(x) diperlihatkan pada Gambar 3.1(a) dan 3.1(b).

 

Langkah-langkah perhitungan hasil konvolusi ditunjukkan mulai dari Gambar 3.1(c) sampai 3.1(f). Hasil konvolusi ditunjukkan pada Gambar 3.1(g), yaitu:

 

ì  x / 2,

0 £ x <1  

f (x) * g(x) = íï1- x / 2,

1 £ x £2  

ï

0,lainnya

 

ï  

î      

 

 

3.3.   Konvolusi Pada Fungsi Dua Dimensi

 

Page 56: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Untuk fungsi dengan dua peubah (fungsi dua dimensi), operasi konvolusi didefinisikan sebagai berikut :

 

a)  Untuk fungsi kontinu

 

¥ ¥

h(x,  y) =  f (x,  y)* g(x,  y) = ò  ò  f (a, b)g(x - a,  y -b) da db

-¥ -¥

 

b)  Untuk fungsi diskrit

 

¥        ¥

h(x,  y) =  f (x,  y) * g(x,  y) =  å          å f (a, b)g(x - a, y -b)

 

a = -¥ b = -¥

 

Fungsi     penapis   g(x,y)   disebut   juga   convolution    filter,   convolution

 

mask,  convolution    kernel,   atau      template.   Dalam   ranah   diskrit   kernel

 

konvolusi dinyatakan

dalam

bentuk  matriks  (umumnya

3 ´ 3, namun

ada

juga   yang berukuran

2 ´ 2

atau  2 ´ 1  atau 1 ´ 2).

Ukuran

matriks

ini

 

Page 57: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

biasanya lebih kecil dari ukuran citra. Setiap elemen matriks disebut koefisien konvolusi.

 

Ilustrasi konvolusi ditunjukkan pada Gambar 3.2.

 

34

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 58: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

Gambar 3.2. Illustrasi konvolusi pada fungsi 2 dimensi

 

Operasi konvolusi dilakukan dengan menggeser kernel konvolusi piksel per piksel. Hasil konvolusi disimpan di dalam matriks yang baru.

 

Contoh 3.1: Misalkan citra f(x,y) yang berukuran 5 ´ 5 dan sebuah kernel atau mask yang berukuran 3 ´ 3 masing-masing adalah sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 59: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

Operasi konvolusi antara citra f(x, y) dengan kernel g(x, y),

 

f(x,  y) * g(x,  y)

 

dapat diilutrasikan sebagai berikut:

 

(1)   Tempatkan kernel pada sudut kiri atas, kemudian hitung nilai pixel pada posisi (0, 0) dari kernel:

 

 

35

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 60: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Hasil konvolusi = 3. Nilai ini dihitung dengan cara berikut:

 

(0 ´ 4) + (-1 ´ 4) + (0 ´ 3) + (-1 ´ 6) + (4 ´ 6) + (-1 ´ 5) + (0 ´ 5) + (-1 ´6) + (0 ´ 6) = 3

 

 

(2)   Geser kernel satu piksel ke kanan, kemudian hitung nilai piksel pada posisi (0,0) dari kernel:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hasil konvolusi = 0. Nilai ini dihitung dengan cara berikut:

 

(0 ´ 4) + (-1 ´ 3) + (0 ´ 5) + (-1 ´ 6) + (4 ´ 5) + (-1 ´ 5) + (0 ´ 6) + (-1 ´6) + (0 ´ 6) = 0

Page 61: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

(3)   Geser kernel satu piksel ke kanan, kemudian hitung nilai piksel pada posisi (0,0) dari kernel:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

36

Hasil konvolusi = 2. Nilai ini dihitung dengan cara berikut:

 

Page 62: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

(0 ´ 3) + (-1 ´ 5) + (0 ´ 4) + (-1 ´ 5) + (4 ´ 5) + (-1 ´ 2) + (0 ´ 6) + (-1 ´6) + (0 ´ 2) = 2

(4)   Selanjutnya, geser kernel satu piksel ke bawah, lalu mulai lagi melakukan konvolusi dari sisi kiri citra. Setiap kali konvolusi, geser kernel satu piksel ke kanan:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hasil konvolusi = 0. Nilai ini dihitung dengan cara berikut:

 

(0 ´ 6) + (-1 ´ 6) + (0 ´ 5) + (-1 ´ 5) + (4 ´ 6) + (-1 ´ 6) + (0 ´ 6) + (-1 ´7) + (0 ´ 5) = 0

 

4 4 3 5 4                

Page 63: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

                       

6 6 5 5 2       3 0 2  

                       

5 6 6 6 2       0 2    

                         

6 7 5 5 3                

                         

3 5 2 4 4                

                         

 

Hasil konvolusi = 2. Nilai ini dihitung dengan cara berikut:

 

(0 ´ 6) + (-1 ´ 5) + (0 ´ 5) + (-1 ´ 6) + (4 ´ 6) + (-1 ´ 6) + (0 ´ 7) + (-1 ´5) + (0 ´ 5) = 2

 

4 4 3 5 4                

                       

6 6 5 5 2       3 0 2  

Page 64: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

                       

5 6 6 6 2       0 2 6  

                         

6 7 5 5 3                

                         

3 5 2 4 4                

                         

 

Hasil konvolusi = 6. Nilai ini dihitung dengan cara berikut:

 

(0 ´ 5) + (-1 ´ 5) + (0 ´ 2) + (-1 ´ 6) + (4 ´ 6) + (-1 ´ 2) + (0 ´ 5) + (-1 ´5) + (0 ´ 3) = 6

 

37

 

Dengan cara yang sama seperti tadi, maka piksel-piksel pada baris ketiga di konvolusi sehingga menghasilkan:

 

 

3       0       2

 

0       2       6

Page 65: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

6       0       2

 

 

 

 

Sebagai catatan, jika hasil konvolusi menghasilkan nilai pixel negatif, maka nilai tersebut dijadikan 0, sebaliknya jika hasil konvolusi menghasilkan nilai pixel lebih besar dari nilai keabuan maksimum, maka nilai tersebut dijadikan ke nilai keabuan maksimum (ingat operasi clipping).

 

Masalah timbul bila pixel yang dikonvolusi adalah pixel pinggir (border), karena beberapa koefisien konvolusi tidak dapat dapat diposisikan pada pixel-pixel citra(efek “menggantung”), seperti contoh di bawah ini:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 66: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

Masalah “menggantung” seperti ini selalu terjadi pada pixel-pixel pinggir kiri, kanan, atas, dan bawah. Solusi untuk masalah ini adalah:

 

1. Pixel-pixel pinggir diabaikan, tidak di-konvolusi. Solusi ini banyak dipakai di dalam pustaka fungsi-fungsi pengolahan citra. Dengan cara seperti ini, maka pixel-pixelpinggir nilainya tetap sama seperti citra asal. Gambar 3.3 memperlihatkan hasil konvolusi pada Contoh 3.1, yang dalam hal ini nilai pixel-pixel pinggir sama dengan nilai pixel semula.

 

2. Duplikasi elemen citra, misalnya elemen kolom pertama disalin ke kolom M+1, begitu juga sebaliknya, lalu konvolusi dapat dilakukan terhadap pixel- pixel pinggir tersebut.

 

1. Elemen yang ditandai dengan “?” diasumsikan bernilai 0 atau konstanta yang lain, sehingga konvolusi pixel-pixel pinggir dapat dilakukan.

 

Solusi  dengan  ketiga  pendekatan  di  atas  mengasumsikan  bagian  pinggir  citra

 

38

 

lebarnya sangat kecil (hanya satu pixel) relatif dibandingkan denagn ukuran citra, sehingga pixel-pixel pinggir tidak memperlihatkan efek yang kasat mata.

 

4 4 3 5 4

         

6 3 0 2 2

Page 67: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

5 0 2 6 2

6 6 0 2 3

3 5 2 4 4

         

Gambar 3.3. Pixel-pixel pinggir (yang tidak diarsir) tidak di konvolusi (contoh 3.1)

 

 

Anda dapat melihat bahwa operasi konvolusi merupakan komputasi pada aras lokal, karena komputasi untuk suatu pixel pada citra keluaran melibatkan pixel-pixeltetangga pada citra masukannya.

 

Konvolusi berguna pada proses pengolahan citra seperti:

 

-           perbaikan kualitas citra (image enhancement)

 

-           penghilangan derau

 

-           mengurangi erotan

 

-           penghalusan/pelembutan citra

 

-           deteksi tepi, penajaman tepi

 

Page 68: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

-           dll

 

Sebagai contoh, Gambar 3.4 memperlihatkan konvolusi citra Lena dengan penapis Gaussian untuk mempertajam tepi-tepi di dalam citra. Penapis Gaussian adalah sebuah mask yang berukuran 3 ´ 3:

 

 

 

 

 

 

 

 

Karena konvolusi dilakukan per pixel dan untuk setiap pixel dilakukan operasi perkalian dan penjumlahan, maka jelas konvolusi mengkonsumsi banyak waktu. Jika citra berukuran N ´ N dan kernel berukuran m ´ m, maka jumlah perkalian adalah dalam orde N2m2. Sebagai contoh jika citra berukuran 512 ´ 512 dan kernel berukuran 16 ´ 16, maka ada sekitar 32 juta perkalian yang dibutuhkan. Ini jelas tidak cocok untuk proses yang real time tanpa perangkat keras yang dedicated.

 

 

Satu cara mengurangi waktu komputasi adalah mentransformasi citra dan kernel kedalam ranah frekuensi (dengan menggunakan Transformasi Fourier – akan diuraikan di subbab 3.4), selanjutnya konvolusi dilakukan dalam ranah waktu. Keuntungan utama dari penggunaan ranah frekuensi adalah proses konvolusi dapatditerapkan dalam bentuk perkalian langsung.

39

 

 

 

Page 69: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3.4 Konvolusi citra Lena dengan penapis Gaussian untuk mempertajam gambar.

 

Proses perubahan fungsi dari ranah ranah spasial ke ranah frekuensi dilakukan melalui Transformasi Fourier. Sedangkan perubahan fungsi dari ranah frekuensi keranah spasial dilakukan melalui Transformasi Fourier Balikan (invers).

 

 

 

 

 

 

 

Page 70: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

Dengan demikian, operasi konvolusi dua buah fungsi dalam ranah frekuensi menjadi:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.4.      Transformasi Fourier

Transformasi Fourier merupakan transformasi paling penting di dalam bidang pengolahan sinyal (signal processing), khususnya pada bidang pengolahan citra.

 

Umumnya  sinyal  dinyatakan  sebagai  bentuk  plot  amplitudo  versus  waktu  (pada

 

fungsi  satu d i m e n s i ) atau

plot  amplitudo

versus  posisi  spasial (pada  fungsi

Page 71: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

dua dimensi).   Pada

beberapa   aplikasi   pengolahan  sinyal,   terdapat   kesukaran

melakukan  operasi

karena

fungsi  dalam

ranah  waktu/spasial, misalnya  pada

 

operasi konvolusi di atas. Operasi konvolusi dapat diterapkan sebagai bentuk perkalian langsung bila fungsi berada dalam ranah frekunsi.

 

40

 

 

Transformasi Fourier adalah kakas (tool) untuk mengubah fungsi dari ranah waktu/spasial ke ranah frekuensi. Untuk perubahan sebaliknya digunakan Transformasi Fourier Balikan. Intisari dari Transformasi Fourier adalah menguraikan sinyal atau gelombang menjadi sejumlah sinusoida dari berbagai frekuensi, yang jumlahnya ekivalen dengan gelombang asal.

 

Di dalam pengolahan citra, transformasi Fourier digunakan untuk menganalisis frekuensi pada operasi seperti perekaman citra, perbaikan kualitas citra, restorasi citra, pengkodean, dan lain-lain. Dari analisis frekuensi, kita dapat melakukan perubahan frekuensi pada gambar. Perubahan frekuensi berhubungan dengan spektrum antara gambar yang kabus kontrasnya sampai gambar yang kaya akan rincian visualnya. Sebagai contoh, pada proses perekaman citra mungkin terjadi pengaburan kontras gambar. Pada gambar yang mengalami kekaburan kontras terjadi perubahan intensitas secara perlahan, yang berarti kehilangan informasi frekuensi tinggi. Untuk meningkatkan kualitas gambar, kita menggunakan penapis frekuensi tinggi sehingga pixel yang berkontras kabur dapat dinaikkan intensitasnya.

 

 

3.5.   Transformasi Fourier Kontinu

Page 72: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Transformasi Fourier kontinu untuk satu peubah:

 

 

 

 

 

 

Transformasi Fourier Balikan untuk satu peubah:

 

 

 

 

 

yang dalam hal ini,

i = imaginer =    -1

 

u adalah peubah frekuensi

 

Baik transformasi Fourier maupun Transformasi Fourier Balikan keduanya dinamakan pasangan transformasi Fourier.

 

Untuk f(x) real, F(u) adalah fungsi kompleks dan dapat dituliskan sebagai:

F (u) = R(u) +  iI (u) = F (u) eij(u  )

 

Page 73: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Amplitudo atau | F(u) | disebut spektrum Fourier dari f(x) dan didefinisikan sebagai:

F(u) = R2 (u) +  I  2 (u)

41

 

Sudut fase spektrum,

 

Q(u) = tan-1éê I (u)

ê R(u)

ë

ù

ú

ú

û

 

 

 

menyatakan pergeseran fase atau sudut fase dari setiap frekuensi u. Dengan mengingat kesamaan Euler,

 

e±ix = cos(x) ± i sin(x)

 

maka pasangan transformasi Euler dapat juga ditulis sebagai

 

 

Page 74: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Transformasi Fourier untuk fungsi dengan dua peubah adalah

 

 

 

 

 

 

sedangkan Transformasi Fourier Balikannya adalah

 

 

 

 

 

 

yang dalam hal ini, x dan y adalah peubah spasial, sedangkan u dan v adalah peubah frekuensi.

 

Page 75: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Spektrum Fourier dari fungsi dua peubah:

 

F(u.v) = R2 (u,  v) +  I  2 (u,  v)

sedangkan sudut fasenya:

 

Q(u, v) = tan-1éê I (u, v) ù

ú ê R(u,  v) ú

ë           û

 

Sifat-sifat Transformasi Fourier

 

Jika f(t) « F(u) dan g(t) « G(u), maka sifat-sifat Transformasi Fourier dirumuskan di dalam Tabel 3.1.

 

42

 

Tabel 3.1. Sifat-sifat Transformasi Fourier

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 76: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.6.   Transformasi Fourier Diskrit

 

Pada pengolahan sinyal dengan komputer digital, fungsi dinyatakan oleh himpunan berhingga nilai diskrit. Transformasi Fourier Diskrit (TFD) ditujukanbagi persoalan yang tidak menghasilkan solusi transformasi Fourier dalam bentuk fungsi kontinu.

 

Page 77: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Bila f(x) yang menerus dibuat diskrit dengan mengambil N buah terokan (sampling) sejarak Dx, yaitu himpunan nilai {f(x0), f(x0 + Dx), f(x0 + 2 Dx), …, f(x0+ (N-1) D x)}.

 

Jadi,

 

fx =  f(x0 + x Dx),  x = 0, 1, 2, …, N – 1

 

Pasangan Transformasi Fourier Diskrit untuk fungsi dengan satu peubah:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dengan mengingat kesamaan Euler, pasangan Transformasi Fourier Diskrit dapat ditulis dalam bentuk

 

43

 

 

 

 

 

Page 78: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

Interpretasi dari TFD adalah sebagai berikut: TFD mengkonversi data diskrit menjadi sejumlah sinusoida diskrit yang frekuensinya dinomori dengan u = 0, 1,2, …, N – 1, dan ampiltudonya diberikan oleh F(u).

 

Faktor 1/N pada persamaan F(u) adalah faktor skala yang dapat disertakan dalampersamaan F(u) atau dalam persamaan f(x), tetapi tidak kedua-duanya.

 

Contoh 3.2. Diketahui fungsi sinyal f(t) dengan hasil penerokan ke dalam nilai-nilai diskrit sebagai berikut (N = 4):

x0

= 0.5,

f0 =2

x

1

= 0.75, f1  = 3

x2

=  1.0,

f2=  4

x

3

= 1.25,

f3=4

Transformasi Fourier Diskrit adalah sebagai berikut:

 

Page 79: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 80: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

44

 

Spektrum Fouriernya:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Citra digital adalah fungsi diskrit dalam ranah spasial, dengan dua peubah, x dan y. Pada fungsi diskrit dengan dua peubah dan berukuran N ´ M, pasangan Transformasi Fourier Diskritnya adalah:

Page 81: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

atau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

untuk u, x = 0, 1, …, N – 1  dan v, y = 0, 1, …, M – 1.

 

 

 

Page 82: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Algoritma TFD dan balikannya dapat diterapkan untuk fungsi diskrit dua dimensi. Mula-mula transformasi dilakukan dalam arah x (dengan nilai y tetap).Kemudian, hasilnya ditransformasikan lagi dalam arah y.

 

Algoritma TFD tidak bagus untuk N yang besar karena komputasinya memakan waktu yang lama. Kompleksitas waktu algoritmanya adalah O(N2). Algoritma yang dikenal cepat untuk menghitung transformasi Fourier diskrit adalah FFT (Fast Fourier Transform). Algoritma FFT mempunyai kompleksitas waktu O(N

 

2log N). Jadi, untuk N = 50, TFC kira-kira 10 kali lebih cepat daripada TFD, untuk N = 1000 sekitar 100 kali lebih cepat. Algoritma FFT tidak dibahas di dalam buku ini.

Page 83: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Bab 4

4.1. Pendahuluan

 

Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen-elemen matriks. Elemen matriks yang dimanipulasi dapat berupa elemen tunggal (sebuah piksel) (proses per piksel untuk satu citra dan proses per piksel untuk dua citra), sekumpulan elemen yang berdekatan (proses per kelompok piksel untuk satu citra), atau keseluruhan elemen matriks (proses per satu citra). Di dalam bab ini akan diuraikan operasi-operasi dasar pada pengolahan citra digital.

 

4.2. Aras Komputasi

 

Citra digital pada umumnya mempunyai jumlah data yang cukup besar sehingga memerlukan daya komputasi yang cukup besar pula. Daya komputasi ini sangat menentukan kompleksitas algoritma yang akan digunakan. Berkaitan dengan daya komputasi atau kompleksitas algoritma, maka operasi-operasi yang dilakukan pada pengolahan citra dapat dikelompokkan ke dalam empat aras (level/tingkat) komputasi, yaitu aras titik (proses per piksel untuk satu citra), aras lokal (proses per kelompok piksel untuk satu citra), aras global (proses per satu citra), dan aras objek.

 

4.2.1. Operasi aras titik

 

Page 84: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Pada operasi aras titik, hasil proses suatu titik (piksel) tidak tergantung pada titik-titik tetangganya sehingga hanya tergantung pada kondisi titik itu sendiri. Atau, bisa juga dikatakan, nilai output pada koordinat tertentu hanyabergantung pada nilai input pada koordinat tersebut. Contoh operasi aras titikadalah kecerahan (brightness), peningkatan kontras, negasi, konversi citra warnake citra gray scale, dan thresholding.

 

Operasi pada aras titik hanya dilakukan pada pixel tunggal di dalam citra. Operasi titik

 

dikenal

juga dengan

nama

operasi   pointwise.

Operasi

ini

terdiri dari

pengaksesan

pixel   pada

lokasi

yang  diberikan,  memodifikasinya

dengan

operasi

operasi

lanjar  (linear)  atau  nirlanjar  (nonlinear),  dan menempatkan

nilai  pixel baru

pada  lokasi

yang  bersesuaian  di  dalam  citra  yang  baru. Operasi  ini  diulangi  untuk

keseluruhan

pixel di dalam citra.          

 

Secara matematis, operasi pada aras titik dinyatakan sebagai (Gambar 4.1):

 

fB(x,  y) = Otitik{fA(x,  y)}

 

yang dalam hal ini fA dan fB masing-masing adalah citra masukan dan citra keluaran, Otitik dapat berupa operasi lanjar (linear) atau nirlanjar (nonlinear).

Page 85: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Yang dimaksud dengan operasi lanjar adalah operasi yang dapat dinyatakan secara

 

matematis  sebagai

persamaan

lanjar,

kebalikannya  adalah  persamaannirlanjar.

Operasi  pada  aras

titik  dapat

dibagi

menjadi  tiga  macam: berdasarkan  intensitas,

      48

berdasarkan geometri, atau gabungan keduanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.1. Operasi aras titik pada citra digital

 

 

Page 86: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

a.   Berdasarkan intensitas    

Nilai   intensitas   u  suatu  pixel   diubah

dengan

transformasi   h  menjadi   nilai

intensitas baru v:    

v = h(u), u, v [0, L]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 87: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

Gambar 4.2. (a) Citra biner Lena, (b) citra negatif Lena

 

 

Contoh operasi titik berdasarkan intensitas adalah operasi pengambangan (thresholding). Pada operasi pengambangan, nilai intensitas pixel dipetakan ke salah satu dari dua nilai, a1 atau a2, berdasarkan nilai ambang (threshold) T:

 

      ìa , f (x, y) <T    

      ï 1        

     f (x,  y)'= í          

      ïa

2

, f (x, y) ³T    

      î        

Jika  a1   =

0 dan a2

=  1,  maka  operasi

pengambangan

mentransformasikan   citra  

hitam-putih ke

citra

biner.   Dengan  

kata  lain,  nilai

intensitas   pixel   semula  

              49  

Page 88: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

dipetakan ke dua nilai saja: hitam dan putih. Nilai ambang yang dipakai dapat berlaku untuk keseluruhan pixel atau untuk wilayah tertentu saja (berdasarkan penyebaran nilai intensitas pada wilayah tersebut).

 

Operasi pengambangan pada citra Lena dengan fungsi transformasi:

 

ì0,f (x, y) <128  

f (x, y)'= íï

f (x, y) ³128

 

ï1,  

î    

 

menghasilkan citra biner seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.2(a). Untuk pixel-pixel yang nilai intensitasnya di bawah 128 diubah menjadi hitam (nilai intensitas = 0), sedangkan pixel-pixel yang nilai intensitasnya di atas 128 diubah menjadi putih (nilai intensitas = 1) .

 

Contoh operasi titik yang lain adalah:

 

(i) Operasi negatif, yaitu mendapatkan citra negatif (negative  image) meniru film negatif pada fotografi dengan cara mengurangi nilai intensitas pixel dari nilai keabuan maksimum. Misalnya pada citra dengan 256 derajat keabuan (8 bit), citra negatif diperoleh dengan persamaan:

 

f(x,  y)’ = 255 –  f(x,  y)

Page 89: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Sedangkan pada citra dengan 128 derajat keabuan,

 

f(x,  y)’ = 127 –  f(x,  y)

 

Hasil operasi negatif pada citra Lena diperlihatkan pada Gambar 4.2(b).

 

(ii)  Pemotongan (clipping)

 

Operasi ini dilakukan jika nilai intensitas pixel hasil suatu operasi pengolahan citra terletak di bawah nilai intensitas minimum atau di atas nilaiintensitas maksimum:

 

 

 

 

 

 

 

 

Pemotongan (clipping) termasuk ke dalam operasi pengambangan juga.

 

(iii) Pencerahan citra (image brightening)

 

Kecerahan citra dapat diperbaiki dengan menambahkan (atau mengurangkan) sebuahkonstanta kepada (atau dari) setiap pixel di dalam citra. Secara matematis operasi ini ditulis sebagai

Page 90: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

50

f(x,  y)’ =  f(x,  y)  + b

 

Jika b positif, kecerahan citra bertambah, sebaliknya jika b negatif kecerahancitra

 

berkurang.

Lihat

contoh

pencerahan

citra

pada  Gambar  4.3  yangditerapkan

pada citra Zelda.

Semula citra Zelda tampak gelap, tetapi dengan menambahkan

setiap nilai

pixel

dengan

b = 10,citra

Zelda menjadi  lebih terang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 91: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.3. Kiri: citra Zelda (agak gelap); kanan: citra Zelda setelah operasipencerahan

 

 

Persamaan pada operasi pencerahan citra dapat menghasilkan nilai di bawah nilai intensitas minimum atau di atas nilai intensitas maksimum. Oleh karena itu, operasiclipping perlu diterapkan.

b.    Berdasarkan geometri.

 

Posisi pixel diubah ke posisi yang baru, sedangkan intensitasnya tidak berubah.Contoh operasi titik berdasarkan geometri misalnya pemutaran (rotasi), pergeseran (translasi), penskalaan (dilatasi), pembetulan erotan (distorsi) geometri (akan dijelaskan kemudian).

 

1. c.         Gabungan intensitas dan geometri. 

Operasi ini tidak hanya mengubah nilai intensitas pixel, tapi juga mengubah posisinya. Misalnya image morphing, yaitu perubahan bentuk objek beserta nilai intensitasnya.

 

 

 

Page 92: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

4.2.2. Operasi aras lokal

 

Pada operasi ini, hasil proses suatu titik (piksel) tergantung pada titik-titik tetangganya dan titik itu sendiri. Atau, bisa juga dikatakan, nilai output pada koordinat tertentu tergantung dari nilai input tetangganya. Operasi pada aras lokal menghasilkan citra keluaran yang intensitas suatu pixel bergantung pada intensitas pixel-pixeltetangganya (Gambar 4.4).

 

 

 

51

fB(x,  y)’ = Olokal{fA(xi,  yj);          (xi, yj)   N(x, y)}

 

(keterangan: N = neighborhood, yaitu pixel-pixel yang berada di sekitar (x, y)  )

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.4. Operasi aras local

 

Page 93: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Contoh operasi aras lokal adalah konvolusi, deteksi tepi, penghalusan citra, penajaman citra, eliminasi noise, dan efek emboss. Gambar 4.5 adalah citra Lena hasil pendeteksian tepi. Konsep pendeteksian tepi dan penghalusan citra masing-masing akan dibahas di dalam Bab 8 dan Bab 7.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.5. Hasil pendeteksian semua tepi dari citra Lena

 

 

4.2.3. Operasi aras global

 

Page 94: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Pada operasi aras global seluruh bagian citra diperhitungkan sehingga hasilnyaakan tergantung pada keadaan citra secara keseluruhan. Atau, bisa juga dikatakan, nilai output pada koordinat tertentu tergantung pada seluruh nilai input citra. Untuk citra yang sama, tetapi kualitasnya berbeda (misalnya citraA, kemudian citra ini kecerahannya dikurangi hingga menjadi citra A’ yang agakgelap) akan menghasilkan hasil yang berbeda. Contoh operasi aras global adalahekualisasi histogram.

 

Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

 

fB(x,  y)’ = Oglobal{fA(x,  y)}

 

 

52

Gambar 4.6. memperlihatkan operasi aras global.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.6. Operasi aras global

 

Page 95: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

4.2.4. Operasi aras objek

 

Pada operasi ini karakteristik citra, yaitu ukuran, bentuk, dan intensitas rata-rata, harus dihitung karena karakteristik ini diperlukan untuk mengenali objek yang akan dianalisis. Operasi jenis ini hanya dilakukan pada objek tertentu di dalam citra.

 

4.3. Operasi Aritmetika

 

Karena citra digital adalah matriks, maka operasi-operasi aritmetika matriks juga berlaku pada citra. Operasi aritmetika termasuk kedalam kelompok proses per piksel untuk dua citra (aras titik). Operasi matriks yang dapat dilakukan adalah :

 

1. Penjumlahan atau pengurangan antara dua buah citra A dan B: 

C(x,  y) = A(x,  y) ± B(x,  y),

 

1. Perkalian dua buah citra: 

C(x,  y) = A(x,  y) B(x,  y),

 

1. Penjumlahan/pengurangan  citra A dengan skalar c: 

B(x,  y) = A(x,  y) ±  c,

 

1. Perkalian/pembagian  citra A dengan sebuah skalar c: 

B(x,  y) =  c . A(x,  y)

 

Page 96: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Penjelasan masing-masing operasi aritmetika matriks adalah sebagai berikut.

 

1.    Penjumlahan Dua Buah citra

 

Persamaannya:

 

C(x,  y) = A(x,  y) + B(x,  y)

 

C adalah citra baru yang intensitas setiap pixel-nya adalah jumlah dari intensitas tiap pixel pada A dan B. Jika hasil penjumlahan intensitas lebih besardari 255, maka

 

53

intensitasnya  dibulatkan  ke 255.

 

Operasi penjumlahan citra dapat digunakan untuk mengurangi pengaruh derau (noise) di dalam data, dengan cara merata-ratakan derajat keabuan setiap pixel dari citra yang sama yang diambil berkali-kali. Misalnya untuk citra yang sama direkam dua kali, f1 dan f2, lalu dihitung intensitas rata-ratauntuk setiap pixel:

 

 

 

 

Hasil operasi mungkin bernilai riil, karena itu semua nilai riil tersebut perlu dibulatkan ke nilai bulat terdekat, nilai maksimum adalah 255.

 

 

Page 97: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

2.    Pengurangan Dua Buah Citra

 

Persamaannya:

 

C(x,  y) = A(x,  y) – B(x,  y)

 

Ada kemungkinan hasil operasi ini menghasilkan nilai negatif, oleh karena itu,operasi pengurangan citra perlu melibatkan operasi clipping.

 

Contoh aplikasi operasi pengurangan citra adalah untuk memperoleh suatu objek dari dua buah citra. Citra pertama misalnya foto sebuah ruangan yang kosong, citra kedua adalah foto ruangan yang sama tetapi ada orang di dalamnya. Hasil pengurangan citra kedua dengan gambar pertama menghasilkan citra yang latar belakangnya hitam, sedangkan latar depannya (objek orang) berwarna putih.

 

Pengurangan citra juga dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan yang terjadiselama selang waktu tertentu bila dua buah citra yang diambil adalah citra dari adegan yang sama. Teknik semacam ini dipakai pada moving images.

 

3.   Perkalian Citra

 

Persamaannya:

 

C(x,  y) = A(x,  y) B(x,  y)

 

Perkalian citra sering digunakan untuk mengoreksi ketidak linieran sensor dengan cara mengalikan matriks citra dengan matrik koreksi. Jadi, dalam hal ini A adalah citra sedangkan B adalah matriks koreksi. Hasil operasi mungkin bernilai riil, karena itu semua nilai dibulatkan ke nilai bulat terdekat, nilai maksimum adalah 255.

Page 98: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Contoh 4.1.  Mengalikan citra A dengan matriks koreksi:

 

 

 

 

 

 

 

54

4.    Penjumlahan/pengurangan  citra dengan skalar

 

Persamaannya:

 

B(x,  y) = A(x,  y) ±  c

 

Penjumlahan citra A dengan skalar c adalah menambah setiap pixel di dalam citradengah sebuah skalar c, dan menghasilkan citra baru B yang intensitasnya lebihterang daripada A. Kenaikan intensitas sama untuk seluruh pixel, yaitu c.

 

Pengurangan citra A dengan skalar c adalah mengurangkan setiap pixel di dalam citra dengah sebuah skalar c, dan menghasilkan citra baru B yang intensitasnyalebih gelap daripada A. Penurunan intensitas sama untuk seluruh pixel, yaitu c.Contoh operasi penjumlahan/pengurangan citra dengan sebuah skalar adalah operasi pencerahan citra (lihat pembahasan operasi aras titik).

 

Baik operasi penjumlahan maupun pengurangan citra dengan sebuah skalar melibatkan operasi clipping.

 

Page 99: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

5.    Perkalian/pembagian Citra dengan Skalar

 

Persamaannya:

 

B(x,  y) =  c . A(x,  y),  dan  B(x,  y) = A(x,  y) /  c

 

Perkalian citra A dengan skalar c menghasilkan citra baru B yang intensitasnyalebih terang daripada A. Kenaikan intensitas setiap pixel sebanding dengan c. Operasi perkalian citra dengan skalar dipakai untuk kalibrasi kecerahan (callibration of brightness).

 

 

 

Pembagian citra A dengan skalar c menghasilkan citra baru B yang intensitasnyalebih

 

gelap  daripada  A.  Penurunan  intensitas  setiap  pixel

berbanding  terbalikdengan c.

Operasi   pembagian   citra   dengan   skalar   dipakai

untuk  normalisasi  

kecerahan

(normalization of brightness).  

 

4.4. Operasi Boolean pada Citra

Page 100: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Selain operasi aritmetika, pemrosesan citra digital juga melibatkan operasi Boolean (and, or, dan not):

 

C(x,  y) = A(x,  y) and B(x,  y),

 

C(x,  y) = A(x,  y) or B(x,  y),

 

C(x,  y) = not A(x,  y).

 

Operasi Boolean mempunyai terapan yang penting pada pemrosesan morfologi pada citra biner. Pada citra biner, operasi not dapat digunakan untuk menentukan komplemen dari citra (Gambar 4.7).

 

55

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 101: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

Gambar 4.7. Hasil operasi not pada citra biner Ganesha

 

4.5. Operasi Geometri pada Citra

 

Pada operasi geometrik, koordinat pixel berubah akibat transformasi, sedangkan intensitasnya tetap. Ini berbeda dengan dengan operasi aritmetika yang mana koordinatpixel tetap sedangkan intensitasnya berubah.

 

Operasi geometri yang dilakukan misalnya translasi, rotasi, penskalaan citra, dan pencerminan citra (flipping). Pengubahan geometri dari citra f(x, y) menjadi citra baru f’(x, y) dapat ditulis sebagai:

f ‘(x’,  y’) =  f(g1(x, y), g2(x,  y))

 

yang dalam hal ini, g1(x) dan g2(y) adalah fungsi transformasi geometrik. Dengan kata lain,

x’ = g1(x, y);

y’ = g2(x, y)

 

a.   Translasi

 

Rumus translasi citra:

 

x’ = x + m

 

Page 102: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

y’ =  y + n

 

yang dalam hal ini, m adalah besar pergeseran dalam arah x, sedangkan n adalah besar pergeseran dalam arah y. Jika citra semula adalah A dan citra hasil translasi adalah B, maka translasi dapat diimplementasikan dengan menyalin citra dari A ke B:

 

B[x][y] = A[x + m][y + n]

 

Contoh translasi pada citra camera diperagakan pada Gambar 4.8.

 

 

56

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 103: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

Gambar 4.8. Translasi pada citra camera: (a) citra semula, (b) citra hasil translasi dengan m=30 dan n=25.

 

b.         Rotasi

Rumus rotasi citra:

 

x’ = x cos(q) –  y sin(q)

 

y’ = x sin(q) +  y cos(q)

 

yang dalam hal ini,  q = sudut rotasi berlawanan  arah jarum jam (lihat Gambar4.9).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 104: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.9. Model Rotasi Citra

 

Jika citra semula adalah  A dan citra hasil rotasi adalah  B, maka rotasi citra dari A ke

 

B:

 

B[x’][y’] = B[x cos(q) –  y sin(q)][x cos(q) +  y cos(q)] = A[x][y]

 

Jika sudut rotasinya 90° , maka implementasinya  lebih mudah dilakukan dengan cara

 

menyalin  pixel-pixel  baris  ke

pixel-pixel   kolom

pada  arah  rotasi (Gambar 4.10).

Rotasi  180°  diimplementasikan

dengan  melakukan

rotasi   90°  duakali.

    57

 

Page 105: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.10. Rotasi citra Lena sejauh 90° berlawanan arah jarum jam

 

1. c.         Penskalaan Citra 

Penskalaan citra, disebut juga image zooming, yaitu pengubahan ukuran citra (membesar/zoom out atau mengecil/zoom in).

 

Rumus penskalaan citra:

 

x’ =  sx . x y’ =  sy .  y

 

Page 106: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

yang dalam hal ini, sx dan sy adalah faktor skala masing-masing dalam arah x dan arah y.

 

 

Jika citra semula adalah A dan citra hasil penskalaan adalah B, maka penskalaan citra dinyatakan sebagai:

B[x’][y’] = B[sx × x][  sy × y] = A[x][y]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.11.(a) Zoom out dengan faktor skala=2,(b) Zoom in dengan faktor skala=1/2

Page 107: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

Operasi zoom out dengan faktor 2 (yaitu, sx = sy = 2) diimplementasikan dengan menyalin setiap pixel sebanyak 4 kali (Gambar 4.11a). Jadi, citra 2 ´ 2 pixel akan

 

58

 

 

menjadi 4 ´ 4 pixel. Contoh citra yang diperbesar dua kali diperlihatkan pada Gambar 4.12 (citra kota San Fransisco).

 

Operasi   zoom   in  (pengecilan)   dengan

faktor  skala =  ½

dilakukan

dengan

mengambil   rata-rata  dari  4  pixel  yang

bertetangga

menjadi

1  pixel

(Gambar

4.11b).        

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 108: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.12. (a) citra kota San Fransisco (ukuran normal), (b) citra kota San Fransisco setelah diperbesar 2 kali (Sx = Sy = 2)

 

 

 

d.   Flipping

 

Flippingadalah   operasi   geometri  yang   sama

dengan   pencerminan

(image

reflection).

Operasi  pencerminan  tidak  mengalami

perubahan  ukuran  citra,

hanya

 

Page 109: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

mengakibatkan adanya perubahan orientasi citra, baik secara horizontal, vertikal, maupun keduanya.Ada dua macam flipping: horizontal dan vertikal (Gambar 4.13).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.13. Flipping

 

Flipping horizontal adalah pencerminan pada sumbu-Y (cartesian) dari citra A menjadi citra B, yang diberikan oleh:

 

59

 

 B[x][y] = A[N –  x][y]  

Flipping   vertikal  adalah  pada sumbu-X  (cartesian) dari

Page 110: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

pencerminan citra  A menjadi

citra B, yang diberikan oleh:  

 B[x][y] = A[x][M -y]  

Pencerminan

pada titik asal (cartesian)

dari citra  A menjadi citra B, diberikan oleh:

  B[x][y] = A[N - x][M - y]

Pencerminan

pada garis x= y dari citra

A menjadi citra B, diberikan oleh:

  B[x][y] = A[y][ x]  

 

4.6. Histogram

 

Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan membuat histogram citra. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra. Dengan kata lain histogram adalah grafik yang menunjukkan frekuensi kemunculan setiap nilai gradasi warna. Bila digambarkan pada koordinat kartesian maka sumbu X (absis) menunjukkan tingkat warna dan sumbu Y (ordinat)menunjukkan frekuensi kemunculan. Sehingga dari sebuah histogram dapat diketahui frekuensi kemunculan nisbi (relative) dari intensitas pada citra tersebut. Histogram juga dapat menunjukkan banyak hal tentang kecerahan (brightness) dan kontras (contrast) dari sebuah gambar. Karena itu, histogram adalah alat bantu yang berharga dalam pekerjaan pengolahan citra baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.

 

 

Page 111: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

4.6.1. Membuat Histogram

 

Misalkan citra digital memiliki L derajat keabuan, yaitu dari nilai 0 sampai L-1 (misalnya pada citra dengan kuantisasi derajat keabuan 8-bit, nilaiderajat keabuan dari 0 sampai 255). Secara matematis histogram citra dihitung dengan rumus:

 

 

 

 

yang dalam hal ini,

ni = jumlah pixel yang memiliki derajat keabuan  i

 

n = jumlah seluruh pixel di dalam citra

 

Plot hi versus fi dinamakan histogram. Gambar 4.14 adalah contoh sebuah histogram citra. Secara grafis histogram ditampilkan dengan diagram batang. Perhatikan dari persamaan diatas bahwa nilai ni telah dinormalkan dengan membaginya dengan n. Nilai hi berada di dalam selang 0 sampai 1.

 

60

 

 

 

 

 

 

 

Page 112: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

Gambar 4.14. Histogram Citra

 

Sebagai contoh, misalkan matriks di bawah ini menyatakan citra digital yang berukuran 8 ´ 8 pixel dengan derajat keabuan dari 0 sampai 15 (ada 16 buah derajat keabuan):

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 113: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Tabel 5.1. Perhitungan histogram

 

i ni hi=ni  / n (n = 64)

0 8 0.125

     

1 4 0.0625

     

2 5 0.078125

     

3 2 0.03125

     

4 2 0.03125

     

5 3 0.046875

     

6 1 0.015625

Page 114: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

     

7 3 0.046875

     

8 6 0.09375

     

9 4 0.0625

10 7 0.109375

     

11 4 0.0625

     

12 5 0.078125

     

13 3 0.046875

     

14 4 0.0625

     

Page 115: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

15 3 0.046875

     

61

 

Tabulasi perhitungan histogramnya ditunjukkan pada Tabel 4.1. Mudah dilihat bahwa semakin besar nilai ni maka semakin besar pula nilai hi

 

Gambar 4.15. memperlihatkan histogram citra kapal (512 ´ 512). Beberapa program komersil seperti Adobe Photoshop, Paintshop, dan Polyview, dapat digunakan untuk membangkitkan histogram citra.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 116: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

Gambar 4.15. Citra Kapal (512 ´ 512) dan histogramnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 117: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.16. Citra berwarna pepper dan histogram masing-masing kanal warnanya

 

62

 

 

 

Khusus  untuk  citra  berwarna,  histogramnya  dibuat  untuk  setiap

kanal  RGB (merah,

Page 118: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

hijau, dan  biru). Misalnya citra berwarna  pepper 512 ´ 512 pixel

8-bit, padaGambar

 

4.16, histogramnya ada tiga buah, masing-masing untuk komponen merah, hijau, dan biru. Histogram citra banyak memberikan informasi penting sebagai berikut:

 

1. Nilai hi menyatakan peluang (probability) pixel, P(i), dengan derajat keabuan i. Jumlah seluruh nilai hi sama dengan 1, atau

 

 

 

 

Peluang suatu pixel memiliki derajat keabuan lebih kecil atau sama dengan derajat keabuan tertentu adalah jumlah hi untuk 0 £ j £ L-1, atau

 

 

 

 

1. Puncak histogram menunjukkan intensitas pixel yang menonjol. Lebar dari puncak menunjukkan rentang kontras dari gambar. Citra yang mempunyai kontras terlalu terang (overexposed) atau terlalu gelap (underexposed) memiliki histogram yang sempit. Histogramnya terlihat hanya menggunakan setengah dari daerah derajat keabuan. Citra yang baik memiliki histogramyang mengisi daerah derajat keabuan secara penuh dengan distribusi yang merata pada setiap nilai intensitaspixel (Gambar 4.17).

 

 

 

 

 

Page 119: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.17. (a) citra gelap, (b) citra terang, (c) citra normal (normal brightness), (d) normal brightness dan high contrast

 

 

Page 120: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

63

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 121: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 122: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4.18. Bermacam-macam histogram dari beberapa kasus citra Lena

 

Gambar 4.18 memperlihatkan tiga buah citra Lena. Citra Lena yang pertama terlalu gelap. Histogramnya banyak menumpuk pada bagian kiri karena citra tersebut mengandung banyak nilai intensitas yang dekat dengan 0 (hitam). CitraLena yang kedua terlalu terang. Histogramnya banyak menumpuk pada bagian kanankarena citra tersebut mengandung

 

64

 

banyak nilai intensitas yang dekat dengan 255 (putih). Citra Lena yang ketiga adalah citra yang normal (bagus). Histogramnya tersebar merata di seluruh daerah derajat keabuan. Tiga buah histogram tersebut dihasilkan dengan program Adobe Photoshop.

4.6.2. Manfaat Histogram

 

Histogram bermanfaat untuk hal-hal berikut:

 

1. Sebagai indikasi visual untuk menentukan skala keabuan yang tepat sehingga diperoleh kualitas citra yang diinginkan. Contoh : pengubahan kontras, kecemerlangan, dan lain-lain.

 

Page 123: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

1. Untuk pemilihan batas ambang (threshold) 

Contoh : Proses segmentasi citra (memisahkan objek dari latar belakangnya) pada hakikatnya adalah menentukan batas-batas nilai keabuan dari objek dan batas-batas nilai keabuan latar belakangnya sehingga antara objek dan latarbelakang bisa dipisahkan.

 

4.7.  Contoh Soal

 

Diketahui suatu citra dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut:

 

1 3 5 2 1 0 0 4

2 1 3 2 2 1 3 2

1 1 2 3 2 1 0 2

2 3 7 4 9 10 11 11

1 3 3 2 4 5 11 14

1 0 1 5 7 14 13 11

1 1 0 7 8 12 14 14

3 4 2 8 15 15 13 13

 

Dengan mengambil harga ambang T=7, gambarkan citra binernya. Lakukan proses operasi negatif.

 

Page 124: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Jawab :

 

Operasi pengambangan dengan harga ambang T=7 menjadikan nilai di dalam matriksmenjadi 0 untuk intensitas dibawah 7 dan menjadi 1 untuk intensitas lebih besar sama dengan 7. Dengan demikian matriks berubah menjadi seperti :

 

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 1 0 1 1 1 1

0 0 0 0 0 0 1 1

0 0 0 0 1 1 1 1

0 0 0 1 1 1 1 1

0 0 0 1 1 1 1 1

 

 

65

Untuk operasi negatif, rumusnya menjadi seperti : f(x,y)’ = 15- f(x,y)

 

Karena nilai intensitas tertinggi pada matriks citra diatas adalah 15.

 

Page 125: SIRAJA PENGOLAHAN CITRA

Isi matriks hasil operasi negatif menjadi :

 

14 12 10 13 14 15 15 11

13 14 12 13 13 14 12 13

14 14 13 12 13 14 15 13

13 12 8 11 6 5 4 4

14 12 12 13 11 10 4 1

14 15 14 10 8 1 2 4

14 14 15 8 7 3 1 1

12 11 13 7 0 0 2 2